Perbandingan Persepsi Nyeri Anestesi Gigi Intraoral Dengan Jarum
26 dan 30 Gauge Pada Anak-Anak usia 6-12 TahunAlexander Asokan,
Arun P.R., G. Mohan, N. Venugopal.R., Krishna.K.Journal of
Pediatric Dentistry / May-Aug 2014 / Vol 2 | Issue 2
ABSTRAKTujuan penelitian ini adalah untuk membandingkan secara
in vivo persepsi rasa sakit anak-anak untuk anestesi lokal (AL)
dengan menggunakan jarum 26 dan 30 gauge dengan usia, jenis
kelamin, dan kunjungan yang berbeda. Tiga puluh anak (16 laki-laki
dan 14 perempuan) yang menjalani prosedur perawatan gigi rutin
dipilih untuk berpartisipasi dalam penelitian ini. Anak-anak dibagi
menjadi dua kelompok: Grup A: 12 anak usia 6-8 tahun dan Grup B: 18
anak-anak berusia 9-12 tahun. Informed consent diperoleh dari orang
tua. Parameter perilaku obyektif dan subyektif dievaluasi dengan
analisis t-test dan analisis Chi-squared, dan signifikansi ideal
pada P < 0,05. Skor nyeri rata-rata untuk jarum 26 gauge
diperoleh sebesar 2.80 sedangkan untuk skor nyeri untuk jarum 30
gauge sebesar 2.37. Perbedaan rata-rata ditemukan signifikan secara
statistik (P = 0,001). Rata-rata nyeri pasien yang menerima AL pada
kunjungan pertama dengan jarum 30 gauge ditemukan sebesar 2,00,
sedangkan untuk kunjungan kedua sebesar 2.61. Perbedaan nyeri
rata-rata ditemukan signifikan secara statistik (P = 0,01). Tidak
ada perbedaan signifikan yang berkaitan dengan usia dan jenis
kelamin. Rasa sakit akibat penetrasi injeksi mungkin dapat diatasi
dengan menggunakan jarum yang lebih tipis walaupun terdapat
perbedaan persepsi nyeri. Pada saat kunjungan pertama anak ke
dokter gigi, penggunaan armamentarium yang sedikit menyebabkan rasa
sakit akan membantu dalam mengurangi kecemasan dan perlahan-lahan
mengurangi sensitifitas pasien.
PENDAHULUANPerilaku yang berhubungan dengan ketakutan telah lama
dikenal sebagai aspek yang paling sulit dari manajemen pasien dan
bisa menjadi penghambat untuk perawatan yang baik.[1] Di antara
semua bentuk dari rasa takut, ketakutan pada prosedur kedokteran
gigi menduduki peringkat kesepuluh.[2 ] Trypanophobia (ketakutan
irasional terhadap jarum suntik) seringkali terjadi pada pasien
dokter gigi.[3]Anestesi lokal (AL) adalah teknik utama pada kontrol
nyeri dalam kedokteran gigi. Injeksi kokain dengan epinefrin pada
tahun 1885 oleh William Halsted, untuk pertama kalinya memungkinkan
prosedur bedah dilakukan tanpa rasa sakit pada manusia dalam
keadaan sadar.[3]Pemberian AL tanpa rasa sakit merupakan suatu
keharusan, terutama bila digunakan untuk anak-anak
prasekolah.[4]Demi pengembangan ilmu pengetahuan, terdapat
sedikitpenelitian tentang pengaruh ukuran jarum terhadap persepsi
nyeri saat injeksi anestesi gigi lokal pada anak-anak. Oleh karena
itu, tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengevaluasi persepsi
rasa sakit anak-anak dan mendokumentasikan reaksi mereka ketika
diberikan AL dengan jarum 26 dan 30 gauge.
BAHAN DAN METODEPenelitian terbaru secara in-vivo telah
dilakukan di Departement of Pedodontic and Preventive Dentistry
Rumah Sakit Pendidikan Kedokteran Gigi Universitas Rajah Muthiah,
untuk membandingkan secara in-vivo persepsi nyeri anak-anak
terhadap AL menggunakan jarum 26 dan 30 gauge. Tiga puluh anak-anak
(16 laki-laki dan 14 perempuan) yang memenuhi kriteria inklusi
dipilih untuk berpartisipasi dalam penelitian ini. Sebelumnya
dilakukan penilaian perilaku pra operasi menggunakan skala Frankl
et al.[6] Anak-anak dibagi menjadi dua kelompok:Grup A: 12 anak
usia 6-8 tahun (usia sekolah dasar)Grup B: 18 anak usia 9-12 tahun
(usia sekolah menengah).
Kriteria InklusiDalam penelitian ini kriteria inklusi adalah,
anak-anak dengan kebutuhan perawatan di dua kuadran yang berbeda
baik pada rahang atas atau rahang bawah, anak-anak dengan beberapa
gigi sulung yang dipertahankan, gigi yang memerlukan ekstraksi atau
terapi pulpa dan gigi asimtomatik/sisa akar yang membutuhkan
ekstraksi. Kriteria lain adalah anak-anak yang sehat tanpa
perawatan gigi sebelumnya, membutuhkan minimal dua janji prosedur
klinis untuk tindakan yang sama di kedua sisi rahang yang sama
didahului dengan suntikan bius lokal, tidak ada kondisi
kedaruratan. Kriteria berikutnya adalah anak-anak yang menunjukkan
perilaku positif atau sangat positif selama evaluasi pretreatment
(peringkat 3 atau 4 dalam skala Frankl), dan tidak satupun dari
mereka yang membutuhkan premedikasi sebelum perawatan gigi.
Kriteria EksklusiAnak-anak dengan kebutuhan perawatan darurat
seperti abses, selulitis dan infeksi spasia, anak-anak dengan
pengalaman masa lalu yang menyakitkan, anak-anak/orang tua tidak
bersedia untuk berpartisipasi dan yang dikategorikan negatif atau
pasti negatif dalam perilaku pra prosedur menurut penilaian Frankl
tidak dimasukkan sebagai objek penelitian.Semua orang tua
diberitahu tentang perawatan dan prosedur perawatan, dan menerima
informed consent sebelum prosedur. Daerah insersi dikeringkan
dengan gulungan kapas. Diberikan dua semprotan aerosol topikal
lidokain 15% dan setelah 2 menit AL diberikan. Eufemisme seperti
"menidurkan gigi" digunakan untuk menggambarkan injeksi pada semua
anak-anak. Digunakan pengalihan perhatian dan teknik perilaku
manajemen konvensional nonfarmakologi. Sebuah desain Crossover acak
digunakan. Setiap anak bertindak dengan mengontrol diri sendiri
saat menerima setiap perlakuan di sisi berlawanan dari lengkung
yang sama. Setiap pasien secara acak menerima injeksi dengan jarum
26 atau 30 gauge untuk kunjungan pertama, sedangkan injeksi dengan
jarum lainnya diberikan pada kunjungan kedua. [5] Penilaian skala
digunakan untuk evaluasi secara obyektif dan subyektif.
Evaluasi ObyektifSelama injeksi AL (lidokain 2% - 1:100000
epinefrin) skala perilaku Nyeri (1995)[7]Taddio et al. yang telah
dimodifikasi digunakan untuk menilai tanda-tanda nyeri obyektif dan
reaksi dari anak-anak. Skala terdiri dari berikut sebagai parameter
sakit: menangis, tampilan wajah (menyipitkan mata), gerakan lengan,
gerakan kaki dan gerakan tubuh. Semua dicatat dengan ada atau tidak
ada. Hanya dua dari empat ekspresi wajah menurut Craig yang paling
jelas seperti menonjolkan alis dan menyipitkan mata,[8] karena
selama injeksi, mulut terbuka dan hidung biasanya sebagian tertutup
oleh tangan operator. Nilai skala Taddio yang telah dicatat dan
kemudian dianalisis. Salah satu asisten yang tidak tahu ukuranjarum
suntik yang digunakan mencatat prosedur lengkap dalam perekam
video. Semua suntikan diberikan oleh operator yang sama yang tidak
terkait penelitian. Teknik injeksi ditentukan oleh pilihan acak.
Untuk memastikan kecepatan injeksi konstan, operator dilatih untuk
memberikan dengan kecepatan 1 ml/2 menit. Asisten menggunakan
chronometer dan mencatat durasi infusi [Gambar. 1-3].
Gambar 1: Armamentarium yang digunakan
Gambar 2 Alat perekam dan penghitung watu yang digunakan
Gambar 3 Merekam tanda-tanda dan gejala nyeri obyektif
Evaluasi SubyektifSegera setelah penyuntikan, anak-anak diminta
untuk mengisi di skala penilaian nyeri Wong-Baker FACES (FPS) untuk
evaluasi subjektif persepsi nyeri setelah penyuntikan [Gambar. 4].
Skala terdiri dari deretan enam wajah yang menggambarkan berbagai
pengalaman nyeri dengan reaksi wajah. Skala tersebut adalah sebagai
berikut: Wajah 0: Tidak ada nyeri sama sekali. Wajah 2: hanya
sedikit sakit. Wajah 4: sedikit lebih sakit. Wajah 6: lebih sakit
lagi. Wajah 8: Sangat sakit. Wajah 10: Rasa sakit yang buruk,
meskipun anak tidak harus menangis untuk memiliki rasa sakit
terburuk ini. Anak diminta untuk memilih wajah yang menggambarkan
betapa sakit yang dia rasakan. Nilai di atas empat dianggap
menyakitkan.[9] Instruksi lisan diberikan kepada anak tentang
bagaimana memanfaatkan FPS tersebut. FPS mengukur ketidaknyamanan
dan dimensi pengalaman rasa sakit anak.[9] nilai untuk skala ini
berkisar antara 0 dan 5, di mana 0 adalah "tidak sakit" dan 5
adalah "sangat sakit." Parameter perilaku obyektif dan subyektif
yang dicatatmasing-masing oleh skala nyeri Taddeo dan FPS,
dianalisis secara statistik dengan uji t-tes dan analisis
Chi-squared, dan signifikansi ditetapkan pada P