Abstrak 1.1 Latar Belakang Carbocysteine dan acetylcysteine adalah obat yang bersifat mukolitik dan ekspektoran banyak digunakan dalam penyakit pernapasan pada orang dewasa tetapi juga pada anak-anak.. Batuk kronis adalah masalah menjengkelkan dan umum untuk anak-anak, perawat , dan bagian pelayanan kesehatan. Pengobatan yang efektif mungkin sulit, terutama jika penyebab batuk tidak bisa ditentukan. Di sisi lain, asma, mengi berulang, bronchiolitis dan penyakit kedua saluran pernapasan atas dan bawah yang sangat umum di jumpai pada kegawatdaruratan pedriati. Kami telah mencoba untuk menemukan hubungan antara penggunaan obat yang mengandung carbocysteine dan beberapa gejala seperti batuk terus-menerus, mengi berulang atau bronkospasme. 1.2 Metode Penelitian ini difokuskan pada 191 anak yang masuk rumah sakit dibagi dalam dua kelompok: kelompok A (yang menerima carbocysteine) dan kelompok B (Tanpa carbocysteine). 1.3 Hasil Gejala yang paling sering di kedua kelompok adalah batuk ( masing-masing 93,26 % dan 88,35 % ) , diikuti oleh demam (masing-masing 65,17 % dan 65,05 % ) dan rhinorrhea (masing-masing 22,47 % dan 20,39
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Abstrak
1.1 Latar Belakang
Carbocysteine dan acetylcysteine adalah obat yang bersifat mukolitik
dan ekspektoran banyak digunakan dalam penyakit pernapasan pada orang
dewasa tetapi juga pada anak-anak.. Batuk kronis adalah masalah
menjengkelkan dan umum untuk anak-anak, perawat , dan bagian pelayanan
kesehatan.
Pengobatan yang efektif mungkin sulit, terutama jika penyebab batuk
tidak bisa ditentukan. Di sisi lain, asma, mengi berulang, bronchiolitis dan
penyakit kedua saluran pernapasan atas dan bawah yang sangat umum di
jumpai pada kegawatdaruratan pedriati. Kami telah mencoba untuk
menemukan hubungan antara penggunaan obat yang mengandung
carbocysteine dan beberapa gejala seperti batuk terus-menerus, mengi
berulang atau bronkospasme.
1.2 Metode
Penelitian ini difokuskan pada 191 anak yang masuk rumah sakit dibagi
dalam dua kelompok: kelompok A (yang menerima carbocysteine) dan
kelompok B (Tanpa carbocysteine).
1.3 Hasil
Gejala yang paling sering di kedua kelompok adalah batuk ( masing-
masing 93,26 % dan 88,35 % ) , diikuti oleh demam (masing-masing 65,17 %
dan 65,05 % ) dan rhinorrhea (masing-masing 22,47 % dan 20,39 %) ,
hubungan gejala yang paling sering adalah batuk + Demam + rhinorrhea
( 22,47 % pada kelompok A dan 20,39 % pada kelompok B ) . di kedua
kelompok gejala utama adalah batuk produktif (masing-masing 46,99 % dan
45,05 %). Dalam kelompok A diamati bahwa hampir 18 % ( n = 16 ) anak-
anak mengalami muntah terkait dengan penggunaan carbocysteine. Selain itu ,
batuk berkepanjangan pada anak-anak dapat dengan mudah memicu refleks
muntah. Sedangkan di grup B , persentase yang mengalami muntah hanya
9,71 % ( n = 10).
1.4 Kesimpulan
Pada penelitian ini tidak menunjukkan adanya kegagalan pernapasan
atau gejala lainnya yang mengancam kehidupan yang terkait dengan
penggunaan carbocysteine . Tapi kita bisa menekankan bahwa obat ini
memiliki efek iritasi pada saluran nafas , sehingga , harus digunakan dengan
hati-hati pada anak-anak. Dalam semua kasus memburuknya batuk , efek
tersebut dihungkan pada penggunaan carbocysteine
Pendahuluan
Carbocysteine dan acetylcysteine merupakan obat yang berfungsi
mukolitik dan ekspektoran. Obat ini digunakn sebagai agen mukolitik yang
berfungsi sebgai pengencer dahak yang kental pada saluran pernafasan baik pada
orang dewasa dan anak-anak.1,2 Acetylcysteine selain digunakan dalam mengpbati
gangguan pernapasan juga digunakan sebagai penawar pada kasus keracunan
acetaminophen akut (overdosis). Namun, diketahui acetylcysteine yang harus
digunakan dengan hati-hati pada pasien dengan bronkial hiperaktif,
bronkospasme, asma atau kondisi bronchospastic lainnya. 2,3 Menurut beberapa
penulis, acetylcysteine bahkan dikontraindikasikan pada asma karena diduga dapat
menginduksi bronkospasme.3 Di sisi lain carbocysteine pada penelitian kami
merupakan salah satu obat mukolitik paling diresepkan untuk anak. Batuk kronis
adalah masalah menjengkelkan dan umum pada anak-anak. Pengobatan yang
efektif mungkin sulit, terutama jika penyebab yang mendasari batuk tidak dapat
ditentukan. Etiologi dapat bervariasi dan termasuk agen infeksi umum yang dapat
menyebabkan penyakit saluran nafas baik atas maupun bawah, asma, aspirasi
benda asing dan penyakit paru primer kronis. 4
Gambar 1. Struktur Kimia Acetylcysteine dan Carbocysteine
Penelitian kami didasarkan pada pengamatan yang dilakukan pada anak-
anak yang dibawa ke unit gawat darurat yang mana memiliki gejala utama batuk
yang lama dan persisten dengan riwayat penggunan carbocysteine. Dalam situasi
lain , penggunaan carbocysteine dikaitkan dengan memburuknya batuk , disertai
dengan bronkospasme dan terjadinya refleks muntah . Kami menganggap semua
gejala ini ( munculnya batuk atau memburuknya sudah ada bronkospasme dan
kadang-kadang mengi ) merupakan efek samping dari carbocysteine .5
Bahan dan metode
Penelitian ini dilakukan dalam 4 bulan pertama tahun 2011 , dengan
sampel semua anak yang menerima carbocysteine dan yang ditunjukkan di unit
gawat darurat dengan onset baru atau memburuknya batuk dan kadang-kadang
dengan bronkospasme. Pada periode yang disebutkan 89 anak-anak yang
menerima carbocysteine. Kontrol grup terdiri dari 102 anak-anak dengan semua
gejala gangguan nafas ( seperti batuk , pilek , sesak napas ) , tetapi yang tidak
menerima carbocysteine . Dalam penelitian kami , kelompok pertama
diidentifikasi sebagai kelompok A ( dengan carbocysteine ) , sedangkan
kelompok kedua diidentifikasi sebagai kelompok B (tanpa carbocysteine ) .
Mengenai ekspektoran dan obat mukolitik , anak-anak di kelompok B menerima
obat tertentu berdasarkan ekstrak dari tanaman ( Poligala senega dan P. siberica ,