Trans Budaya dalam memaknai arsitektural suku Maybrat Imian Sawiat Papua Hamah Sagrim 11 TRANS BUDAYA DALAM MEMAKNAI ARSITEKTUR TRADISIONAL SUKU MAYBRAT IMIAN SAWIAT DAN PERHITUNGAN KENYAMANAN THERMAL Oleh Frank Hamah Sagrim Ilmuwan Arsitektur dan Sekretaris Lembaga Intelektual Tanah Papua Abstrak Paper ini merupakan sebuah kajian dalam kontradiksi trans kebudayaan yang mana terjadi interkoneksi perilaku arsitetkur tradisional Maybrat Imian Sawiat dan sentuhan Moderen yang seiring dengan perubahan zaman. Suatu rupa-rupa trans globalisasi telah menyusup dan merangsek jantung-jantung pertahanan kebudayaan sebagai identitas yang sedikit demi sedikit direduksi dan perlahan-lahan menjadi hilang dan terlupakan sehingga perlu untuk dikembangkan menjadi suatu bentukk dan idea yang khas bagi orang Maybrat, Imian Sawiat. A. Arsitektur dan Kebudayaan 1. Pengertian Budaya Kebudayaan berasal dari bahasa sangsekerta “buddhayah” bentuk jamak dari “budhi” dengan arti budhi atau akal, karenanya kebudayaan dapat diartikan dengan segala hal yang bersangkutan dengan akal. Budaya dapat pula berarti sebagai hasil pengembangan dari kata majemuk budi dan daya, yang berarti daya dari budi yang berupa cipta, rasa dan karsa. Selanjutnya kebudayaan bila ditinjau dari ilmu Antropologi, adalah keseluruhan dari sistem gagasan, tindakan pola hidup manusia dan karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan sebagai pemilik dari manusia dengan belajar.hampir keseluruhan tindakan manusia adalah kebudayaan. Menurut ilmu Arsitektur, manusia yang memiliki budaya membangun adalah manusia yang berbudaya mencipta, orang yang berjiwa seni, orang yang berjiwa merancang, orang yang berjiwa perencana. Hanya sedikit tindakan manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang tidak perlu dibiasakan dengan belajar, antara lain yang berupa tindakan naluriah, beberapa refleksi, beberapa tindakan akibat proses psikologi, tindakan dalam kondisi tidak sadar, tindakan dalam membabi buta, bahkan berbagai tindakan manusia yang merupakan kemampuan naluri yang dibawa oleh manusia dalam genetik semenjak lahirnya juga telah dirombak olehnya
87
Embed
Trans Budaya-Arsitektur-Kenyamanan-Maybrat, Imian, Sawiat, Papua-oleh Hamah Sagrim - Ilmuwan Arsitektur
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Trans Budaya dalam memaknai arsitektural suku Maybrat Imian Sawiat Papua
Hamah Sagrim
11
TRANS BUDAYA DALAM MEMAKNAI ARSITEKTUR TRADISIONAL SUKU
MAYBRAT IMIAN SAWIAT DAN PERHITUNGAN KENYAMANAN THE RMAL
Oleh
Frank Hamah Sagrim
Ilmuwan Arsitektur dan Sekretaris Lembaga Intelektual Tanah Papua
Abstrak
Paper ini merupakan sebuah kajian dalam kontradiksi trans kebudayaan yang mana terjadi
interkoneksi perilaku arsitetkur tradisional Maybrat Imian Sawiat dan sentuhan Moderen yang
seiring dengan perubahan zaman. Suatu rupa-rupa trans globalisasi telah menyusup dan
merangsek jantung-jantung pertahanan kebudayaan sebagai identitas yang sedikit demi sedikit
direduksi dan perlahan-lahan menjadi hilang dan terlupakan sehingga perlu untuk
dikembangkan menjadi suatu bentukk dan idea yang khas bagi orang Maybrat, Imian Sawiat.
A. Arsitektur dan Kebudayaan
1. Pengertian Budaya
Kebudayaan berasal dari bahasa sangsekerta “buddhayah” bentuk jamak dari “budhi”
dengan arti budhi atau akal, karenanya kebudayaan dapat diartikan dengan segala hal yang
bersangkutan dengan akal. Budaya dapat pula berarti sebagai hasil pengembangan dari kata
majemuk budi dan daya, yang berarti daya dari budi yang berupa cipta, rasa dan karsa.
Selanjutnya kebudayaan bila ditinjau dari ilmu Antropologi, adalah keseluruhan dari sistem
gagasan, tindakan pola hidup manusia dan karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat
yang dijadikan sebagai pemilik dari manusia dengan belajar.hampir keseluruhan tindakan
manusia adalah kebudayaan.
Menurut ilmu Arsitektur, manusia yang memiliki budaya membangun adalah manusia yang
berbudaya mencipta, orang yang berjiwa seni, orang yang berjiwa merancang, orang yang
berjiwa perencana. Hanya sedikit tindakan manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang
tidak perlu dibiasakan dengan belajar, antara lain yang berupa tindakan naluriah, beberapa
refleksi, beberapa tindakan akibat proses psikologi, tindakan dalam kondisi tidak sadar, tindakan
dalam membabi buta, bahkan berbagai tindakan manusia yang merupakan kemampuan naluri
yang dibawa oleh manusia dalam genetik semenjak lahirnya juga telah dirombak olehnya
Trans Budaya dalam memaknai arsitektural suku Maybrat Imian Sawiat Papua
Hamah Sagrim
12
menjadi tindakan kebudayaan. Kebudayaan adalah keseluruhan pengetahuan yang dipunyai oleh
manusia sebagai makhluk sosial, yang isinya adalah perangkat model – model pengetahuan yang
secara efektif dapat digunakan untuk memahami dan menginterpretasikan lingkungan yang
dihadapi dan untuk mendorong dan menciptakan tindakan – tindakannya. Dalam pengertian ini
kebudayaan adalah suatu kumpulan pedoman atau pegangan yang kegunaan operasionalnya
dalam hal ini adalah manusia mengadaptasi diri dengan menghadapi lingkungan – lingkungan
tertentu (fisik, alam, sosial dan kebudayaan) untuk mereka dapat tetap melangsungkan
kehidupannya, yaitu memenuhi kebutuhan – kebutuhan dan untuk dapat hidup secara lebih baik
lagi. Karena itu seringkali kebudayaan juga dinamakan sebagai “blueprint” atau desain
menyeluruh dalam kehidupan.
Studi kaitan antara arsitektur dan budaya, menurut Zahnd, muncul pada akhir tahun 1960-an
yang berfokus secara khusus pada penyelidikan tingkah laku (behavioral studies) di dalam
lingkungan kota. Sejak saat itu telah banyak penelitian yang dilakukan di dalam lingkungan
sosiologi.Walaupun, belum banyak dibicarakan bagaimana keputusan-keputusan arsitektural
yang strategis terhadap rupa terbangun (built form) dan penyusunan spasial (spacial organzation)
memiliki konsekuensi sosial (Zahnd, 1999: 249).
Sistem masyarakat berhubungan dengan sistem pola perkotaan serta tanda pengenal yang
bersifat arsitektural, dimana setiap orang akan mampu menyesuaikan gambar mental dari
lingkungan sosial ke dalam sebuah budaya yang terwujud secara konkret (Zahnd, 1999 : 243).
Menurut Zhand pula, hubungan antara ruang dan khidupan sosial sangat kurang dipahami,
walaupun kehidupan sehari-hari dijalankan di dalamnya secara luas.Sehingga, kurangnya
pemahaman mengenai hubungan antara penyusunan spasial dan kehidupan sosial adalah
hambatan utama perancangan yang lebih baik (Hiller, 1984; Zahnd, 1999: 248).
Produksi dan konsumsi ruang terletak pada pengalaman manusia (human experiences) yang
hidup dalam ruang tersebut.Manusia mampu melakukan aksi dalam ruang (action in-space)
dengan mengkoordinasikan hubungan spasial yang berdasarkan dirinya.Manusia juga
mengembangkan presepsi dalam ruang (percepstion of space) untuk mengikat hubungan spasial
secara objektif di antara objek-objek. Atas dasar itu, ia mengembangkan konsepsi terhadap ruang
(conception about space) untuk menjaring hubungan spasial secara abstrak berdasarkan
koordinasi-koordinasi. Akhirnya, muncul apa yang disebut dengan formasi-melalui-ruang
Trans Budaya dalam memaknai arsitektural suku Maybrat Imian Sawiat Papua
Hamah Sagrim
13
(formation-through-space), dimana ia kemudian mampu menciptakan hubungan spasial yang
nyata (Zahnd, 1999: 250).
Proses presepsi dan kognisi terhadap lingkungan, menggunakan istilah Down & Stea (1973)
diartikan tentang “suatu proses penyusunan suatu rangkaian transformasi psikologis dari
informasi yang diperoleh, disimpan, diingat oleh individu atau dimaknai (decode) tentang lokasi
relatif & fenomena yang melekat dalam lingkungan spasial kehidupan sehari-hari (Dawn & Stea,
1973: Altman & Chemers, 1980:44).
Perolehan informasi → Proses internal informasi → Fungsi-fungsi
Gambar.II.2.
Elemen dan persepsi lingkungan arsitektur Sumber: Analisis Penulis, 2012
Dengan demikian, arsitektur merupakan objek yang tidak bebas dari budaya. Tidak hanya
pada saat diproduksi (dirancang), tetapi juga pada saat dimanfaatkan, baik secara tersendiri atau
dalam bagian suatu region (kota). Pola, desain, lokasi, fungsi atau pemanfaatannya dipengaruhi
oleh nilai-nilai budaya di mana ia berada. Fenomena budaya bagi suatu jenis produk arsitektur
merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari budaya itu sendiri.
2. Wujud Arsitektur Tradisional Maybrat Imian Sawiat d an Kebudayaan
Pada hakekatnya Arsitektur Tradisional Maybrat, Imian, Sawiat, merupakan pencerminan
kehidupan yang menggambarkan jati diri Orang Maybrat, Imian, Sawiat, yang mana ditampilkan
dalam meramu rumah mereka, termasuk didalamnya adalah: kehidupannya, sosialnya, ekonomi
– spiritual dan budayanya. Dengan demikian Arsitektur Tradisional Suku Maybrat, Imian,
Sawiat, merupakan salah satu artefak dari jejak perjalanan hidup Suku Maybrat, Imian, Sawiat.
Arsitektur Tradisional Suku Maybrat, Imian, Sawiat, merupakan suatu ciri (idea), konsep,
kaidah, prinsip, yang merupakan dasar pengolahan batin pikiran dan perasaan mereka dalam
mencipta dan berkarya.
Pada dasarnya arsitektur Tradisional Suku Maybrat, Imian, Sawiat, sudah mampu memenuhi
tuntutan kebutuhan Arsitektur,yaitu :
• Menjaga kelangsungan hidup dan kehidupan Manusia.
Perolehan dan perabaan
Pengkodean, penyimpanan, pengingatan, pemaknaan
(decoding)
Lokasi dan atribut lingkungan
Trans Budaya dalam memaknai arsitektural suku Maybrat Imian Sawiat Papua
Hamah Sagrim
14
• Mengembangkan kehidupan Manusia untuk lebih bermakna
• Membuat kehidupan Penghuni lebih nyaman
Dapat dikatakan bahwa Suku Maybrat, Imian, Sawiat, juga memiliki lima jenjang kebutuhan
terpenting dalam hidup mereka yaitu :
1) Physicological Needs atau Survival Needs, adalah kebutuhan yang menduduki peringkat
atas yang merupaka kebutuhan dasar manusia. Jenjang kebutuhan ini berisi kebutuhan –
kebutuhan orang Maybrat, Imian, Sawiat, yang berkaitan dengan alam dan
keberadaannya sebagai manusia, yaitu kebutuhan akan makanan, kebutuhan akan tempat
tinggal, dan teks.
2) Safety Needs atau Security Needs, adalah jenjang kebutuhan yang kedua berisi
kebutuhan – kebutuhan yang berkaitan dengan keamanan, agar dirinya merasa aman dan
terlindung dari setiap gangguan.
3) Social needs, atau Belonginess Needs, adalah jenjang kebutuhan yang ketiga yang berisi
kebutuhan – kebutuhan orang Maybrat, Imian, Sawiat, berkaitan dengan kedudukannya
sebagai anggota masyarakat, sebagai makhluk sosial yang akan berinteraksi – interelasi
dan berinapendensi dengan anggota masyarakat lainnya.
4) Esteem Needs atau Ego Needs, adalah jenjang kebutuhan yang keempat yang berisikan
kebutuhan – kebutuhan orang Maybrat, Imian, Sawiat, akan penghargaan yang
didasarkan pada keinginan untuk mendapat kekuasaan (power needs). Pada dasarnya
ingin dihargai dan keinginan inilah yang menghasilkan kebutuhan orang Maybrat, Imian,
Sawiat, akan penghargaan tersebut yang disebut dengan “Bobot”.
5) Self Actualization Needs atau Self Ful Fillment Needs, jenjang kebutuhan ini berisikan
kebutuhan orang Maybrat, Imian, Sawiat, sehingga mereka dapat mengembangkan bakat
dan kemampuannya dengan sepenuhnya. Kebutuhan ini merupakan ciri hakiki manusia
umumnya.
Arsitektur Tradisional Suku Maybrat, Imian, Sawiat, mempunyai peranan penting dalam
pemenuhan kebutuhan – kebutuhan mereka, oleh karena itu, arsitektur Tradisional Suku
Maybrat, Imian, Sawiat, bukan hanya menyangkut masalah fungsionalitas saja, bukan hanya
diperuntukan sebagai wadah kegiatan mereka belaka, dan tidak hanya sebagai sarana pemenuhan
kebutuhan fisiologik. Perwujudan arsitektur Tradisional Suku Maybrat, Imian, Sawiat, tidak
hanya berlandaskan pada asas fungsionalitas atau kegunaan saja, walaupun asas ini cukup
Trans Budaya dalam memaknai arsitektural suku Maybrat Imian Sawiat Papua
Hamah Sagrim
15
dominan, akan tetapi tidak akan menjadi asas satu – satunya ataupun penentuan didalam
perwujudan hasil – hasil karya arsitektur.
Perwujudan Arsitektur Tradisional Suku Maybrat, Imian, Sawiat, tidak hanya menyangkut
lagi dengan seksama isi abu tersebut dengan tujuan bahwa jangan ada sisa-sisa perkakas yang
belum terbakar, semuanya harus dibakar tanpa sisa. Dalam proses membakar K’wiyon/Mbol
wofle (Kemah/Sekolah), tidak dibiarkan segelintir perkakas atau sepotong kayu dari kemah yang
tersisa, semuanya harus dipastikan terbakar lebur menjadi abu. Setelah semuanya itu selesai
barulah Raâ Bam/Na Tmah, Raâ Wiyon/Na Wofle, Wiyon Tna, boleh meninggalkan lokasi kemah
untuk proses Ujian kepada Murid (Wiyon Tna), setelah diuji (sana Wiyon) baru Murid/murid
diteguhkan menjadi Raâ Wiyon/Na Wofle. Dalam peneguhan wiyon tna (Murid), biasanya
dilakukan dengan cara menguji setiap Murid dengan menyuruhnya menyembuhkan orang sakit
(tgif kiyam), menyembuhkan orang yang kena pagut dari ular (tgif aban), melancarkan persalinan
wanita hamil yang terhambat (tgif finya mabe), dan lain sebagainya. Ujian ini merupakan suatu
aktivitas terakhir bagi wiyon tna (Murid) barulah diteguhkan sebagai Raâ Wiyon/Na Wofle. Ujian
akhir ( sana Wiyon) yang dilakukan oleh Raâ Wiyon/Na Wofle (Rasul/Guru) dan Raâ Bam/Na
Tmah (Imam/Profesor) dan di ikuti oleh Wiyon tna (Murid) guna mencapai gelar sebagai seorang
Trans Budaya dalam memaknai arsitektural suku Maybrat Imian Sawiat Papua
Hamah Sagrim
38
Raâ Wiyon/Na Wofle. Setiap Murid yang tamat dalam pendidikan Wiyon/Wofle, memiliki dua
nama, yaitu nama duniawi dan nama yang diberikan dari sekolah atau kemah (sum kafir) (nama
suci).1Rincian keterangan warna:
1. Warna merah, menunjukkan kekuatan ghaib, sakral.
2. Warna hijau, menunjukkan areal bebas.
3. Warna hitam, menunjukkan kefanaan, keduniawian, ketidak sempurnaan.
4. Warna putih, menunjukkan kesucian, kemurnian, keAllahan, kesempurnaan.
Atas dasar pengakuan Wiyon tna itu sendiri, maka Raâ Wiyon/Na Wofle dan Raâ Bam/Na
Tmah akan meneguhkan mereka dan mereka akan diterima sebagai anggota yang diperbaharui di
dalam persekutuan wiyon/wofle (sebagai Raâ Wiyon/Na Wofle) yang sungguh-sungguh percaya
kepada Wiyon/Wofle (Allah) mereka. Dengan demikian Wiyon Tna yang telah diteguhkan
sebagai Raâ Wiyon/Na Wofle pun boleh duduk bersama-sama dengan Raâ Wiyon/Na Wofle yang
lain bersama-sama di meja perjamuan kudus, turut bertanggung jawab dalam tugas Wiyon/Wofle,
memberitakan Allah yang dipercaya (Wiyon/Wofle) kepada dunia ini, dan turut bertanggung
jawab pula dalam pembangunan Wiyon/Wofle. Raâ Wiyon/Na Wofle dan Raâ Bam/Na Tmah,
percaya dan mengaku bahwa dalam Tuhan mereka (Wiyon/Wofle), mereka dikumpulkan sebagai
anak-anaknya dari segala bangsa dan mempersatukan mereka menjadi satu tubuh yang
Wiyon/Wofle adalah kepalanya dan Raâ Wiyon/Na Wofle adalah anggotanya. Dalam perjamuan
suci didalam k’wiyon/mbol wofle, Raâ Wiyon/Na Wofle memberi “Bofit” dan “Waif” sebagai
tanda dan materai dari tubuh dan darah, Wiyon/Wofle senangtiasa menghubungkan Raâ
Wiyon/Na ofle kepada persekutuan dengan dia sendiri dan persekutuan antara sesama Raâ
Wiyon/Na Wofle sebagai anak-anaknya. Dalam persekutuan dengan Wiyon/Wofle, Raâ Wiyon/Na
1Aktivitas Wiyon/Wofle bisa dipersepsikan sebagai pendidikan tradisional orang Maybrat, Imian, Sawiat, dan bisa dipersepsikan
sebagai teologi tradisional. Alasannya adalah karena aktivitas Wiyon/Wofle memiliki dua karakter dalam satu aktivitas, yaitu
pertama: dari segi pendidikan, Raâ Wiyon/Na Wofle disebut sebagai Guru, Guru Pembimbing, Dosen, Raâ Bam/Na Tmah
disebut sebagai Guru Besar , Guru kepala, Kepala sekolah, Profesor, Senator. Wiyon Tna disebut sebagai Murid . K’wiyon/mbol
Wofle disebut sebagai Sekolah, dan Asrama, aktivitas utama adalah Mber Wiyon atau Mendidik (belajar mengajar), dalam proses
ini mereka juga mengenal tulisan dan huruf. Kedua: Dari segi Teologi, Raâ Wiyon/Na Wofle disebut sebagai Rasul, Raâ
Bam/Na Tmah disebut sebagai Imam, Rumah disebut sebagai Kemah/Tabernakel dengan ruang-ruang atau bilik yang sakral,
Wiyon Tna disebut sebagai Murid, aktivitas utama dalam K’wiyon/mbol Wofle adalah Mber Wiyon (Pendidikan Dogmatik)
Pemuridan.
Trans Budaya dalam memaknai arsitektural suku Maybrat Imian Sawiat Papua
Hamah Sagrim
39
Wofle dipanggil untuk mengaku dia sebagai Tuhan dan Juru selamat mereka melalui kata-kata
dan perbuatan mereka setiap hari dan memberitahukan tentang dia ke seluruh dunia. Jikalau
dalam setiap ucapan dan perbuatan mereka tidak sesuai dengan perintah yang telah mereka
terima dari Wiyon/Wofle, maka mereka akan menerima sangsi yang berat, yaitu mereka akan
meninggal secara tiba-tiba (komeyan biji), ditimpa kelaparan (haisre mama), ditimpa kesakitan
yang parah (kiyam mama), banyak persoalan yang menimpa (safo mai). Jenis bangunan rumah
suci atau sekolah tradisional semenjak masuknya injil kristiani di dataran papua, semua jenis
pengajaran maupun kepercayaan tradisional dilepaskan. Oleh karenanya kami sangat sulit untuk
mendapatkan bangunannya karena saat ini tidak dibangun bisa dibilang akan punah, dan hanya
saja kami dijelaskan bagaimana denah bangunannya saja sebagaimana pada gambar.
Struktur kolom utama rumah tradisional Maybrat, Imian, Sawiat, terdiri dari empat kolom
utama yang disebut hafot sebagai fungsi keseimbangan bangunan.
Rumah Tradisional Maybrat, Imian, Sawiat, berbentuk rumah limasan, Sebuah bangunan
limasan yang menimbulkan interpretasi arsitektur Maybrat, Imian, Sawiat, dengan
mencerminkan ketenangan, hadir di antara bangunan- bangunan yang beraneka ragam.
Interpretasi ini memiliki ciri pemakaian konstruksi atap yang kokoh dan bentuk pilar yang
kokoh. Rumah tradisional Maybrat, Imian, Sawiat, yang merupakan rumah peninggalan adat
kuno dengan karya seninya yang bermutu memiliki nilai arsitektur tinggi sebagai wujud dan
kebudayaan daerah yang sekaligus merupakan salah satu wujud seni bangunan atau gaya seni
bangunan tradisional yang telah berkembang bersama masyarakat Maybrat, Imian, Sawiat.
Rumah tradisional halit/mbol chalit dan k’wiyon/mbol wofle merupakan kerangka bangunan
utama dari rumah adat Maybrat, Imian, Sawiat, yang terdiri atas hafot berupa empat tiang utama
dengan pengeret “sur jiet” (empat penopang), atau Struktur rumah Maybrat, Imian, Sawiat, yang
seperti itu, selain sebagai penopang struktur utama rumah, juga sebagai tumpuan atap rumah
agar atap rumah bisa terbentuk. Pada arsitektur bangunan rumah halit-mbol chalti dan
k’wiyon/mbol wofle, seni arsitektur bukan sekadar pemahaman seni konstruksi rumah, juga
merupakan refleksi nilai dan norma masyarakat Maybrat, Imian, Sawiat, sebagai pendukungnya.
Kecintaan masyarakat Maybrat, Imian, Sawiat, pada cita rasa keindahan, bahkan sikap
religiusitasnya terefleksikan dalam arsitektur rumah dengan gaya ini. Kolom pada rumah
halit/mbol chalit dan k’wiyon/mbol wofle berjumlah genap. Hal ini merupakan tata aturan dalam
mendirikan rumah adat suku Maybrat, Imian, Sawiat. Bahwa setiap rumah adat suku Maybrat,
Trans Budaya dalam memaknai arsitektural suku Maybrat Imian Sawiat Papua
Hamah Sagrim
40
Imian, Sawiat, jumlah kolom bangunan harus genap, tidak boleh ganjil. Kolom rumah halit/mbol
chalit dan k’wiyon/mbol wofle tersebut disusun sesuai dengan titik sudut, sebagai keseimbangan.
Karena bangunan halit/mbol chalit dan k’wiyon/mbol wofle ini merupakan aliran arsitektur
Maybrat, Imian, Sawiat, yang keseluruhannya merupakan hasil dari ilmu pengetahuan dan
kebudayaan Maybrat, Imian, Sawiat, sehingga sistem keseimbangannya dibentuk dengan kolom
yang genap, dengan 4 kolom utama sebagai struktur sebagai hafot.
Bahan bangunan rumah adat Maybrat, Imian, Sawiat, pada umumnya menggunakan Kayu
(ara) sebagai konstruksi, rotan (to) sebagai pengikat, daun pandanus (kain dan afi) sebagai
penutup atap dan kulit kayu (hri ara) sebagai penutup dinding. Adapun dilakukan doa syukuran
kepada Tuhan untuk memohon berkat serta memohon kuasa Allah memagari rumah tersebut
yang dibangun tersebut. Kita akan lihat jenis-jenis rumah tradisional ini dalam bentuk gambar
berikut dibawah ini:
Trans Budaya dalam memaknai arsitektural
Halit myi/mbol chalit Halit wyan/ Tipe Rumah gantung Tipe Rumah Kebun Tipe rumah bersalin Tipe rumah tinggal semi moderen Samu snek/mbol snek Tipe Benteng Pertahanan Tipe Rumah Nelayan Tipe rumah bujang laki
Samu ku ano/mbol nangli Tipe Rumah Bujang Perempuan
Gambar : II.10. Klasifikasi Tipologi B
Sumber.
Trans Budaya dalam memaknai arsitektural suku Maybrat Imian Sawiat Papua
/mbol chalit Halit wyan/mbol chalit Samu kre/mbol chonon Samu/amah /Tipe Rumah gantung Tipe Rumah Kebun Tipe rumah bersalin Tipe rumah tinggal semi moderen
mbol snek Samu mambo/mbol se Samu ku Sme/Tipe Benteng Pertahanan Tipe Rumah Nelayan Tipe rumah bujang laki
mbol nangli K’wiyon/Mbol Wofle mpuan Tipe rumah Sekolah/Kemah/Tabernakel
fikasi Tipologi Bangunan Rumah Tradisional Maybrat Sumber. Hamah Sagrim - Laporan KKL I UWMY, 2009
suku Maybrat Imian Sawiat Papua
Hamah Sagrim
41
Samu kre/mbol chonon Samu/amah /mbol Tipe Rumah gantung Tipe Rumah Kebun Tipe rumah bersalin Tipe rumah tinggal semi moderen
Samu ku Sme/mbol nadla Tipe Benteng Pertahanan Tipe Rumah Nelayan Tipe rumah bujang laki-laki
Tipe rumah Sekolah/Kemah/Tabernakel
angunan Rumah Tradisional Maybrat Imian Sawiat
Trans Budaya dalam memaknai arsitektural suku Maybrat Imian Sawiat Papua
Hamah Sagrim
42
E. Teknologi dan Teknik Membangun
E.1. Teknologi
Betapapun sederhananya sebuah bangunan, apalagi bangunan itu berupa rumah, teknologi
pasti dibutuhkan. Tidak ada satu sistem bangunanpun yang tidak memerlukan teknologi. Bahkan
kaum cerdik pandai mengatakan bahwa teknologi sama tuanya dengan usia manusia itu sendiri.
Sejak permulaan manusia ada, sejak masyarakat yang paling primitif pun, teknologi sudah
merupakan bagian mutlak dari kehidupan manusia itu sendiri. Benyamin Franklin, salah seorang
pemikir masyur pernah mengatakan bahwa manusia adalah “binatang pembuat alat”. Untuk
keperluan hidupnya, manusia memang memerlukan alat. Untuk berburu diperlukan pana atau
jubi, tombak, untuk mancing diperlukan pancing untuk mencari ikan di laut, juga diperlukan
jaring, jala, sampan, dan seterusnya. Kecakapan untuk membuat peralatan itu juga
penggunaanya merupakan syarat bagi kehidupan manusia yaitu bagi kelanjutan eksistensi
hidupnya. Kecakapan untuk membuat dan menggunakan alat itulah yang disebut teknologi.
Secara kasar teknologi adalah “perpanjangan tangan manusia”.
Teknologi pembuatan rumah (tempat tinggal) tidaklah rendah, hal ini dapat dilihat pada
karya arsitektur tradisional di tanah air. Baik arsitektur tradisional Jawa, Bali, Batak,
Minangkabau, Toraja ataupun Wamena Papua, sudah tampak tingkatan mutu nilainya yang
cukup tinggi. Begitupula rumah tinggal Suku Maybrat, Imian, Sawiat, walaupun berbentuk
sangat sederhana namun tidak lahir secara mendadak. Rumah tinggal tradisional Suku Maybrat,
Imian, Sawiat, telah berabad – abad teruji kekuatannya, ia setua masyarakat Suku Maybrat,
Imian, Sawiat, itu sendiri.
Kekuatan dan ketangguhan kehadapan zaman telah terbukti dari waktu ke waktu. Teknologi
pembuatannya menunjukkan keseimbangan antara kekuatan daya topang tiang – tiang gapit
dengan besarnya bangunan, sehingga nampak seimbang (harmoni) dengan alam dan kehidupan
sekitar.
E.2. Teknik Membangun
Membangun rumah bagi warga suku Maybrta, Imian, Sawiat, tidak terlalu rumit seperti
terdahulu karena dilakukan secara gotong royong, walupun tukang yang khusus tidak ada.
Membangun atau mendirikan rumah banyak yang perlu diperhatikan dan dipertimbangkan
karena erat hubungannya dengan kesibukan dan tenaga.
E.3. Utilitas dan Perlengkapan
Trans Budaya dalam memaknai arsitektural suku Maybrat Imian Sawiat Papua
Hamah Sagrim
43
Untuk keperluan air bersih atau air tawar, tidak begitu sulit bagi suku Maybrat, Imian,
Sawiat, karena Banyaknya persedian air tawar disepanjang wilayah Hunian. Untuk pembuangan
limbah manusia, biasanya para warga ditanah daratan memanfaatkan WC umum dan bagi warga
yang mampu sudah memilikinya sendiri. Namun bagi warga yang tinggal di perairan laut
biasanya pembuangan limbah langsung ke laut.
Untuk keperluan penerangan, Di Distrik Ayamaru, Aitinyo dan Aifat sudah menggunakan
listrik yang disediakan oleh PLN setempat, namun Distrik Sawiat menggunakan listrik tenaga
suria (solar sel). Dilingkungan permukiman ini juga sudah disediakan jaringan telepon (Wartel)
di distrik Ayamaru, Aitinyo dan Aifat sedangkan Distrik Teminabuan, Sawiat, menggunakan
telepon dari PT. Telkom dan untuk Teminabuan sudah menggunakan HP. Sehingga warga yang
bererokonomi mampu sudah dapat menikmatinya.
F. Iklim Sebagai Faktor Pembentukkan Kenyamanan Thermal
Valuasi atau penilaian kembali terhadap perancangan dan pembangunan tempat tinggal yang
telah ada terhadap teori-teori kenyamanan, terutama yang berhubungan dengan pengaturan dan
penyediaan pencahayaan dan penghawaan, sangat diperlukan untuk mendapatkan gambaran yang
lebih jelas di lapangan. Bagaimana sebenarnya pengetahuan masyarakat di sekitar kita tentang
pemanfaatan iklim pada bangunan tempat tinggal mereka. Dan bagaimana mereka
menerapkannya.
Berabad-abad lamanya sejak sejarah mulai mencatat, manusia selalu belajar, meneliti, dan
berusaha melindungi tempat kediamannya dari pengaruh-pengaruh buruk yang ditimbulkan oleh
iklim terutama dalam hal pencahayaan dan penghawaan. Tetapi sebaliknya, manusia juga
berusaha untuk mempelajari dan meneliti pengaruh-pengaruh yang baik dan menguntungkan
untuk dapat dimanfaatkan dengan tepat. Sejarah membuktikan, bahwa manusia telah beradaptasi
dengan lingkungannya secara alami. Hal ini dapat kita lihat pada bentuk arsitektur pada beberapa
tempat di belahan bumi:
a) Orang-orang Eskimo, dengan rumah-rumahnya yang terbuat dari es, menempatkan iglonya
sedemikian rupa sehingga pintunya berada searah dengan jalannya angin setempat (yang
biasanya sangat dingin dan kencang).
b) Orang-orang Indian di Amerika menempatkan pintu utama searah dengan angin.
c) Orang-orang Jepang membuat teritis atap yang lebar untuk melindungi ruangan-ruangan
terhadap pengaruh buruk sinar matahari, angin, dan hujan. Teritis atap tersebut dibuat
Trans Budaya dalam memaknai arsitektural suku Maybrat Imian Sawiat Papua
Hamah Sagrim
44
dengan ukuran yang tepat, sehingga pada musim hujan ruangan masih dapat dibuka selebar-
lebarnya, sedangkan pada musim dingin sinar matahari masih dapat masuk dengan leluasa
ke dalam ruangan.
d) Negara India dengan mataharinya yang sangat terik dan hawa yang sifatnya panas kering,
membutuhkan penonjolan-penonjolan teritis yang cukup lebar dalam usahanya untuk
mencapai suasana dan iklim yang sejuk di dalam ruangan.
e) Orang Maybrat, Imian, Sawiat, dengan mataharinya yang terik tajam dan hawa yang panas
pada siang hari dan dingin pada malam hari sangat memperhitungkan sudut jatuh teritis atap
yang panjang hingga menutup bagian tubuh bangunan agar mampu menangkal tembusnya
sinar matahari pada siang hari, dan memberikan kehangatan pada malam hari yang dingin.
Iklim memegang peranan penting di dalam perancangan dan perencanaan bangunan,
usia, aktifitas dan lain sebagainya. Hal ini diperjelas dengan memperhatikan faktor – faktor yang
FAKTOR
Temperature Udara Temperature dinding
Komposisi Udara
Pengaruh Akustik
konveksi kondisi, evaporasi dan radiasi.
Konveksi sekitar 40%, evaporasi 20%, radiasi matahari sekitar 40% dan konduksi biasanya
memberi kontribusi sangat kecil. Jumlah kehilangan panas ini akan menentukan respon
ehingga ia akan mampu merasakan kenyamanan
thermal yang mana didukung oleh : temperatur udara, radiasi penggerakan udara, dan
faktor ini akan menghasilkan suatu nilai
nya dapat dilihat pada diagram berikut:
hermal 2009
Trans Budaya dalam memaknai arsitektural suku Maybrat Imian Sawiat Papua
Hamah Sagrim
77
Elemen – Elemen iklim yang mempengaruhi kenyamanan thermal adalah :
I.2.b. Radiasi (Radiation)
Kenyamanan radiasi (thermal comfort) merupakan hal penting dalam menciptakan suatu
kenyamanan dalam ruang. Walau hal ini tergantung pada Radiasi matahari (sun rise).
I.2.c. Temperatur Udara (Air Temperature)
kenyamanan temperatur (thermal comfortable) juga merupakan suatu hal penting dalam
menciptakan suatu kenyamanan di dalam ruang, walau hal ini tergantung dari perasaan pada
bagian subjektif (subjective veeling state) dan perasaan kenyamanan (convortable veeling)
namun ini harus tetap diusahakan agar dapat tercipta, karena walaupun bagaimana manusia
mempunyai kemampuan adaptasi yang terbatas, dan bila hal ini terlampaui maka bisa
mengakibatkan gangguan. Penyelesaian dari masalah ini kaitannya sangat erat dengan faktor
– faktor kenyamanan lainnya sehingga tidak dapat dipisahkan.
Sesungguhnya sangat sukar sekali dalam menentukan ukuran – ukuran kenikmatan secara
tepat oleh karena kombinasi dan pergerakan udara dengan kecepatan 4,57m -7,63m /menit,
suhu udara 20,4°C dan kelembaban 20% - 70%, dan kecepatan pergerakan udara sama
seperti disebutkan di atas. Kombinasi temperature udara, kelembaban, dan kecepatan angin
yang membentuk temperatur nyaman pada saat tersebut di katakan sebagai temperatur
efektif. Lihat tabel beikut:
Gambar : II.16. Diagram Kenyamanan, Menurut Olgyay (Sumber, Lippsmeier, 1994) Dikomposisikan oleh Penulis
Trans Budaya dalam memaknai arsitektural suku Maybrat Imian Sawiat Papua
Hamah Sagrim
78
I.2.d. Kelembaban dan Curah Hujan (Evaporate and Rain)
Kelembaban udara dapat mengalami fluktuasi yang tinggi, sangat tergantung terutama
pada perubahan temperatur udara. Semakin tinggi temperatur, semakin tinggi pula
kemampuan udara menyerap air. Kelembaban relatif menunjukkan perbandingan antara
tekanan uap air yang ada terhadap tekanan uap air maksimum yang mungkin dalam kondisi
temperatur udara tertentu yang dinyatakan dalam porsen. Udara yang telah jenuh tidak dapat
menyerap air lagi karena tekanan air maksimum telah tercapai. Sedangkan kelembaban
absolut adalah kadar air dari udara yang dinyatakan dalam garam per kilogram udara kering,
dengan cara mengukur tekanan yang ada pada udara dalam kilo pascal (Kpa) atau disebut
juga tekanan uap air.
Kelembaban udara yang nikmat untuk tubuh berkisar 40 – 70%. Padahal tempat – tempat
seperti ditepi pantai, berkisar 80%-98%. Untuk itu diperlukan pengembangan lain demi rasa
comfort tubuh. Dengan kata lain proses penguapan harus dipercepat. Jika kelembaban udara
sudah jenuh, maka tubuh kita tidak bisa menguapkan keringat lagi. Khusus yang tinggal di
daerah pantai harus diingat bahwa angin laut selain membawa kelembaban, jug membawa
kadar garam yang tinggi, yang menyusup dan merusak bahan – bahan logam dimana – mana.
Pengaturan kelembaban dalam ruang juga sangat penting karena kelembaban ruangan
yang tinggi dapat menyebabkan penggemburan permukaan kaca pada musim dingin dan
kelembaban rendah dapat mengakibatkan masalah listrik statis. Di daerah iklim tropis yang
bercurah hujan tinggi, faktor kelembaban harus mendapat perhatian. Kelembaban dapat
membawa bahaya dan kerugian – kerugian. Mengakibatkan dinding – dinding menjadi basah
yang mana bisa mengurangi daya isolasi kalor, sedangkan penguapan kebasahan dinding juga
membuat ruang menjadi dingin, menambah kadar uap air didalamnya. Itu semua mendorong
uap air dalam ruangan untuk berkondensasi. Kelembaban yang tidak ditiup pergi oleh angin
dapat menjadi penyebab ketidaknyamanan di dalam ruang.
Pada kenyataannya orang dipantai tidak terlalu merasa kesal terhadap suhu. Yang paling
dirasakan sebagai penyebab ketidak enakan bukan suhu udara yang terutama, melainkan
kelembaban. Selain itu kelembaban dapat menimbulkan pembusukan pada kayu, pengkaratan
logam – logam.
Trans Budaya dalam memaknai arsitektural suku Maybrat Imian Sawiat Papua
Hamah Sagrim
79
Gambar: II.17. Diagram psikometerik, menurut lippsmeier (Sumber, Lippsmeier, 1994 ) Dikomposisikan Oleh Penulis
I.2.e. Pergerakan Udara (Air wave)
Penggerakan udara terjadi karena disebabkan oleh pemanasan lapisan – lapisan yang
berbeda – beda. Angin yang diinginkan, angin lokal, sepoi – sepoi yang memperbaiki iklim
makro, angin yang memiliki gerakan kuat tidak diharapkan sehingga pemecahan harus
diberikan. Gerakan udara didekat permukaan tanah dapat bersifat sangat berbahaya dengan
gerakan di tempat yang tinggi. Semakin kasar permukaan yang dilalui, semakin tebal lapisan
udara.
Arah angin sangat menentukan orientasi bangunan. Di daerah lembab diperlukan
sirkulasi udara yang terus – menerus. Di daerah tropika basah, dinding – dinding luas sebuah
bangunan terbuka untuk sirkulasi udara lebih besar daripada yang dibutuhkan untuk
pencahayaan. Sedangkan perbandingan untuk kecepatan angin, dan akibat serta pengaruh
yang ditimbulkan pada manusia di lingkungannya. Lihat tabel :
Trans Budaya dalam memaknai arsitektural suku Maybrat Imian Sawiat Papua
Hamah Sagrim
80
Tabel: II.3. Perbandingan Untuk Kecepatan Angin, Dan Akibat Serta Pengaruh Yang Ditimbulkan Pada Manusia Di
Lingkungannya
Beufort Indikasi / Gejala Kecepatan(kmph)
No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
Asap berhembus vertical Arah angin tampak dari serabut lepas dari asap, belum dari kepulan Asap yang condong menuju arah angin. Angin terasa diwajah, menimbulkan desiran, kepulan asap condong Menuju arah angin. Ranting – ranting kecil dan dedaunan bergerak terus, angin bisa meningkatkan kibaran bendera Angin menghamburkan debu dab kertas, menggerakkan gerakan dahan- dahan kecil Angin menggoyangkan pepohonan kecil, terjadi riak – riak kecil ombak / gelombang Bergoyangnya dahan besar, timbulnya bunyi kabel telegraph bersinggungan akibat tertiup angin, paying terbuka sulit dikuasai Seluruh pepohonan bergoyang, gangguan melawan angin dirasakan oleh pejalan kaki Ranting pohon patah, kepayahan pejalan kaki di jalan Pepohonan bertumbangan, timbulnya kerusakan kecil pada bangunan, genteng – genteng bangunan mulai beterbangan. Terjadinya kerusakan lebih parah pada konstruksi bangunan, pohon – pohon ambruk Terjadinya kerusakan/malapetaka yang lebih luas Angin ribut / badai tofan
Kurang dari 1.5
Sumber: Analisis Peneliti, 2011 Untuk bangunan di daratan yang berdataran tinggi, harus memperhatikan sifat angin yang
kadang – kadang kencang dan hal ini perlu dihindari. Jadi kecuali mempelajari cepat dan
lembabnya gerakan angin di suatu daerah, dan sangat perlu juga diketahui arah angin
setempat.
Untuk daerah panas lembab, pola penataan bangunan teratur dalam bentuk grid dengan
pola jalan yang saling memotong tegak lurus, namun di wilayah Maybrat, Imian, Sawiat,
menggunakan pola linear, yang mana penataan bangunan mengikuti alur gunung, sungai dan
pantai.
I.2.f. Mendefinisikan Kembali Arsitektur Tropis di Indones ia
Salah satu alasan mengapa manusia membuat bangunan adalah karena kondisi alam/iklim
tempat manusia berada tidak selalu baik menunjang aktivitas yang dilakukannya. Aktivitas
Trans Budaya dalam memaknai arsitektural suku Maybrat Imian Sawiat Papua
Hamah Sagrim
81
manusia yang bervariasi memerlukan kondisi iklim sekitar tertentu yang bervariasi pula.
Untuk melangsungkan aktivitas kantor, misalnya, diperlukan ruang dengan kondisi visual
yang baik dengan intensitas cahaya yang cukup; kondisi termis yang mendukung dengan suhu
udara pada rentang-nyaman tertentu; dan kondisi audial dengan intensitas gangguan bunyi
rendah yang tidak mengganggu pengguna bangunan.
Karena cukup banyak aktivitas manusia yang tidak dapat diselenggarakan akibat
ketidaksesuaian kondisi iklim luar, manusia membuat bangunan. Dengan bangunan,
diharapkan iklim luar yang tidak menunjang aktivitas manusia dapat dimodifikasi dan diubah
menjadi iklim dalam (bangunan) yang lebih sesuai.
Usaha manusia untuk mengubah kondisi iklim luar yang tidak sesuai menjadi iklim
dalam (bangunan) yang sesuai ini seringkali tidak seluruhnya tercapai. Dalam banyak kasus,
manusia di daerah tropis seringkali gagal menciptakan kondisi termis yang nyaman di dalam
bangunan. Ketika berada di dalam bangunan, pengguna bangunan justru seringkali merasakan
udara ruang yang panas, sehingga kerap mereka lebih memilih berada di luar bangunan.
Pada saat arsitek melakukan tindakan untuk menanggulangi persoalan iklim dalam
bangunan yang dirancangnya, ia secara benar mengartikan bahwa bangunan adalah alat untuk
memodifikasi iklim. Iklim luar yang tidak sesuai dengan tuntutan penyelenggaraan aktivitas
manusia dicoba untuk diubah menjadi iklim dalam (bangunan) yang sesuai. Para arsitek yang
kebetulan hidup, belajar dan berprofesi di negara beriklim sub-tropis, secara sadar atau tidak
atau karena aturan membangun setempat kerap melakukan tindakan yang benar. Karya
arsitektur yang mereka rancang selalu didasari pertimbangan untuk memecahkan
permasalahan iklim setempat yang bersuhu rendah. Bangunan dibuat dengan dinding rangkap
yang tebal, dengan penambahan bahan isolasi panas di antara kedua lapisan dinding sehingga
panas di dalam bangunan tidak mudah dirambatkan ke udara luar.
Meskipun mereka melakukan tindakan perancangan guna mengatasi iklim sub-tropis
setempat, karya mereka tidak pernah disebut sebagai karya arsitektur sub-tropis, melainkan
sebagai arsitektur Victorian, Georgian dan Tudor; sementara sebagian karya yang lain
diklasifikasikan sebagai arsitektur modern (modern architecture), arsitektur pasca-modern
(post-modern architecture), arsitektur modern baru (new modern architecture), arsitektur
teknologi tinggi (high-tech architecture), dan arsitektur dekon.
Trans Budaya dalam memaknai arsitektural suku Maybrat Imian Sawiat Papua
Hamah Sagrim
82
Di sini terlihat bahwa arsitektur yang dirancang guna mengatasi masalah iklim setempat
tidak selalu diberi sebutan arsitektur iklim tersebut, karena pemecahan problematik iklim
merupakan suatu tuntutan mendasar yang 'wajib' dipenuhi oleh suatu karya arsitektur di
manapun dia dibangun. Sebutan tertentu pada suatu karya arsitektur hanya diberikan terhadap
ciri tertentu karya tersebut yang kehadirannya 'tidak wajib', serta yang kemudian memberi
warna atau corak pada arsitektur tersebut. Sebut saja arsitektur yang 'bersih' tanpa embel-
embel dekorasi, yang bentuknya tercipta akibat fungsi (form follows function) disebut
arsitektur moderen. Arsitektur dengan penyelesaian estetika tertentu yang antara lain
menyangkut bentuk, ritme dan aksentuasi diklasifikasikan (terutama oleh Charles Jencks) ke
dalam berbagai nama, seperti halnya arsitektur Pasca-modern, moderen baru dan
dekonstruksi. Semua karya arsitektur tersebut tidak pernah diberi julukan 'arsitektur sub-
tropis' meskipun karya tersebut dirancang di daerah iklim sub-tropis guna mengantisipasi
masalah iklim tersebut.
Kemudian mengapa muncul sebutan arsitektur tropis? Seolah-olah jenis arsitektur ini
sepadan dengan julukan bagi arsitektur moderen, moderen baru dan dekonstruksi. Jenis yang
disebut belakangan lebih mengarah pada pemecahan estetika seperti bentuk, ritme dan hirarki
ruang. Sementara arsitektur tropis, sebagaimana arsitektur sub-tropis, adalah karya arsitektur
yang mencoba memecahkan problematik iklim setempat.
Bagaimana problematik iklim tropis tersebut dipecahkan secara desain atau rancangan
arsitektur? Jawabannya dapat seribu satu macam. Seperti halnya yang terjadi pada arsitektur
sub-tropis, arsitek dapat menjawab dengan warna pasca-moderen, dekonstruksi ataupun High-
Tech, sehingga pemahaman tentang arsitektur tropis yang selalu beratap lebar ataupun
berteras menjadi tidak mutlak lagi. Yang penting apakah rancangan tersebut sanggup
mengatasi problematik iklim tropis, hujan deras, terik radiasi matahari, suhu udara yang relatif
tinggi, kelembaban yang tinggi (untuk tropis basah) ataupun kecepatan angin yang relatif
rendah sehingga manusia yang semula tidak nyaman berada di alam terbuka, menjadi nyaman
ketika berada di dalam bangunan tropis itu. Bangunan dengan atap lebar mungkin hanya
mampu mencegah air hujan untuk tidak masuk bangunan, namun belum tentu mampu
menurunkan suhu udara yang tinggi dalam bangunan tanpa disertai pemecahan rancangan lain
yang tepat.
Trans Budaya dalam memaknai arsitektural suku Maybrat Imian Sawiat Papua
Hamah Sagrim
83
Dengan pemahaman semacam ini, kemungkinan bentuk arsitektur tropis, sebagaimana
arsitektur sub-tropis, menjadi sangat terbuka. Ia dapat bercorak atau berwarna apa saja
sepanjang bangunan tersebut dapat mengubah kondisi iklim luar yang tidak nyaman, menjadi
kondisi yang nyaman bagi manusia yang berada di dalam bangunan itu. Dengan pemahaman
semacam ini pula, kriteria arsitektur tropis tidak perlu lagi hanya dilihat dari sekedar 'bentuk'
atau estetika bangunan beserta elemen-elemennya, namun lebih kepada kualitas fisik ruang
yang ada di dalamnya: suhu ruang rendah, kelembaban relatif tidak terlalu tinggi,
pencahayaan alam cukup, pergerakan udara (angin) memadai, terhindar dari hujan, dan
terhindar dari terik matahari. Penilaian terhadap baik atau buruknya sebuah karya arsitektur
tropis harus diukur secara kuantitatif menurut kriteria-kriteria fluktuasi suhu ruang (dalam
unit derajat Celcius); fluktuasi kelembaban (dalam unit persen); intensitas cahaya (dalam unit
lux); aliran atau kecepatan udara (dalam unit meter per detik); adakah air hujan masuk
bangunan; serta adakah terik matahari mengganggu penghuni dalam bangunan. Dalam
bangunan yang dirancang menurut kriteria seperti ini, pengguna bangunan dapat merasakan
kondisi yang lebih nyaman dibanding ketika mereka berada di alam luar.
Penulis menganggap bahwa definisi atau pemahaman tentang arsitektur tropis di
Indonesia hingga saat ini cenderung keliru. Arsitektur tropis sering sekali dibicarakan,
didiskusikan, diseminarkan dan diperdebatkan oleh mereka yang memiliki keahlian dalam
bidang sejarah atau teori arsitektur. Arsitektur tropis seringkali dilihat dari konteks 'budaya'.
Padahal kata 'tropis' tidak ada kaitannya dengan budaya atau kebudayaan, melainkan
berkaitan dengan 'iklim'. Pembahasan arsitektur tropis harus didekati dari aspek iklim. Mereka
yang mendalami persoalan iklim dalam arsitektur mengatakan bahwa persoalan yang
cenderung dipelajari oleh disiplin ilmu sains bangunan (fisika bangunan) akan dapat
memberikan jawaban yang lebih tepat dan terukur secara kuantitatif. Mereka yang dianggap
ahli dalam bidang arsitektur tropis Koenigsberger, Givoni, Kukreja, Sodha, Lippsmeier dan
Nick Bakermemiliki spesialisasi keilmuan yang berkaitan dengan sains bangunan, bukan ilmu
sejarah atau teori arsitektur.
Kekeliruan pemahaman mengenai arsitektur tropis di Indonesia nampaknya dapat
dipahami, karena pengertian arsitektur tropis sering dicampur adukkan dengan pengertian
'arsitektur tradisional' di Indonesia, yang memang secara menonjol selalu dipecahkan secara
tropis. Pada masyarakat tradisional, iklim sebagai bagian dari alam begitu dihormati bahkan
Trans Budaya dalam memaknai arsitektural suku Maybrat Imian Sawiat Papua
Hamah Sagrim
84
dikeramatkan, sehingga pertimbangan iklim amat menonjol pada karya arsitektur tersebut.
Manusia Indonesia cenderung akan membayangkan bentuk-bentuk arsitektur tradisional
Indonesia ketika mendengar istilah arsitektur tropis. Dengan bayangan ini yang sebetulnya
tidak seluruhnya benar pembicaraan mengenai arsitektur tropis akan selalu diawali dan dari
sini pula pemahaman mengenai arsitektur tropis lalu memiliki konteks dengan budaya, yakni
kebudayaan tradisional Indonesia. Hanya mereka yang mendalami ilmu sejarah dan teori
arsitektur yang mampu berbicara banyak mengenai budaya dalam kaitannya dengan
arsitektur, sementara arsitektur tropis (basah) tidak hanya terdapat di Indonesia, akan tetapi di
seluruh negara yang beriklim tropis (basah) dengan budaya yang berbeda-beda, sehingga
pendekatan arsitektur tropis dari aspek budaya menjadi tidak relevan.
Dari uraian di atas, perlu ditekankan kembali bahwa pemecahan rancangan arsitektur
tropis (basah) pada akhirnya sangatlah terbuka. Arsitektur tropis dapat berbentuk apa saja dan
tidak harus serupa dengan bentuk-bentuk arsitektur tradisional yang banyak dijumpai di
wilayah Indonesia, sepanjang rancangan bangunan tersebut mengarah pada pemecahan
persoalan yang ditimbulkan oleh iklim tropis seperti terik matahari, suhu tinggi, hujan dan
kelembapan tinggi.
I.2.g. Analisis Pengaruh Iklim Terhadap Kenyamanan Thermal Rumah halit-mbol
chalit
Bentuk arsitektur rumah tinggal suku Maybrat, Imian, Sawiat, yang tercipta berdasarkan
budaya Wiyon/Wofle ternyata juga tidak lepas dari pertimbangan – pertimbangan kondisi iklim
lingkungannya. Dengan demikian bahwa, rumah tinggal suku Maybrat, Imian, Sawiat, yang
tercipta dari hasil budaya Wiyon/Wofle mampu mengantisipasi iklim untuk mencapai
kenyamanan thermal dalam bangunannya, sebagai berikut:
1) Pengaruh Sinar Matahari
Secara umum, sinar matahari dapat memberikan pengaruh baik, karena cahaya matahari
dapat digunakan sebagai pencahayaan alami. Namun, sinar matahari terutama sinar matahari
langsung, mengandung panas yang dapat mempengaruhi kenyamanan, untuk itu masuknya
panas kedalam bangunan perlu dihindari.
Letak georafis Kabupaten Maybrat dan Kabupaten Sorong Selatan (Suku Maybrat, Imian,
Sawiat) pada daerah khatulistiwa berada pada posisi 131° 42¹ 0”BT - 132° 58¹ 12”BT dan 0°
55¹ 22” LS - 2° 17¹ 24” LS. Luas Kabupaten Maybrat, Penulis masih menggunakan luasan
Trans Budaya dalam memaknai arsitektural suku Maybrat Imian Sawiat Papua
Hamah Sagrim
85
Kabupaten Sorong Selatan karena perhitungan luasan wilayah Kabupaten Maybrat belum
ada, yaitu luasnya sekitar 1.321.189,39 ha (berdasarkan peta). Berdasarkan Penelitian kami
menunukkan bahwa diagram posisi matahari (sun-path diagram), waktu riil Kabupaten
Maybrat pada pukul 12.00 (waktu matahari) adalah pukul 12.6. jadi jumlah panas maksimum
yang diterima apabila matahari mencapai titik kulminasi yaitu pukul 12.6 siang.
Untuk rumah tinggal, sinar matahari langsung yang dirasakan mengganggu adalah pukul
10.00 – 15.00. berdasarkan sun-path diagram sudut pembayangan untuk setiap rumah sampel
dapat ditentukan. Berdasarkan diagram matahari yang sesuai untuk lokasi penelitian ini
dipilih 6° selatan. Kedalaman pembayangan setiap fasade bangunan pada jam 10.00 jam
13.00 dan jam 15.00 dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel: II.4
Sudut Jatuh Matahari Pada Fasade Bangunan Rumah Halit/Mbol Chalit
Tgl/bl
n
Tampak
Bangunan
Jam 10.00 Jam 13.00 Jam 15.00
SV AH AZ TM SV SH AZ TM SV SH AZ TM
22
Juni
Utara 59¹
49¹
49¹
62¹ 24¹
338¹
60¹
55¹ 56¹
316¹
40¹
Selatan - - - - -
Timur 58¹ - - - -
Barat - 78¹ 67¹ 45¹ 34¹
22 Des
Utara -
119¹
56¹
- -
217¹
70¹
- -
245¹
46¹
Selatan 72¹ 75¹ 37¹ 70¹ 56¹
Timur 60¹ - - - -
Barat - 78¹ 53¹ 48¹ 25¹
Sumber: Hamah Sagrim, Laporan KKL II, UWMY-2009
Berdasarkan sudut matahari pada tabel diatas, maka kedalaman pembayangan matahari pada
fasade dapat diketahui dengan menggunakan formula dari persamaan (1) seperti terlihat dalam
tabel berikut:
Trans Budaya dalam memaknai arsitektural suku Maybrat Imian Sawiat Papua
Hamah Sagrim
86
Tabel: II.5 Kedalaman pembayangan matahari pada fasade bangunan rumah Halit/mbol chalit
Tim 1.51 5.78 1.2 5.9 1.37 5.78 Max Max Max Max Max Max Max Max Max Max Max Max
Bar Max Max Max Max Max Max 4 3.7 3.3 4 3.7 4 1 0.9 0.8 1 0.9 1
Sumber: Data penelitian Hamah Sagrim, Laporan KKL II, UWMY 2009
Dari Tabel hasil analisis tersebut, maka dapat dikatakan bahwa untuk rumah halit-mbol chalit
pada bulan Juni dan Desember Jam 10.00, dinding dengan bukaan kaca disisi timur masih
terkena sinar matahari langsung. Untuk itu masih membutuhkan pematah sinar matahari
sepanjang 1,4 – 1,7 m. Begitu pula pada sisi barat Jam 13.00 dan 15.00 masih membutuhkan
pematah sinar matahari sepanjang 1,2 – 1,5 m. Sedangkan yang lainnya pada bulan Desember
disisi timur jam 10.00, sisi barat Jam 13.00 dan jam 15.00, serta sisi selatan pada bulan
Desember Jam 13.00 dan jam 15.00 masih membutuhkan pematah sinar matahari sepanjang
masing-masing 1,4 – 1,8 m, 1,5 -2 m dan 1,2 – 1,5 m. Sedangkan pada bagian rumah yang lain,
pada bulan Juni jam 15.00 sisi utara dan pada bulan Juni dan Desember sisi barat Jam 13.00 dan
15.00, masing-masing membutuhkan pematah sinar matahari sepanjang 1,3 – 1,5 m dan 1,5 – 2
m. Bagian rumah yang lain, pada bulan Juni dan Desember sisi selatan jam 10.00, 13.00, dan
15.00 masing-masing membutuhkan pematah sinar matahari sepanjang 1,5 – 1,7 m, 1,5 – 1,8 m,
dan 1,3 – 1,5 m. Sedangkan untuk sisi rumah yang lain, pada bulan Desember sisi selatan jam
10.00, bulan Juni sisi utara jam 10.00 dan bulan Juni dan Desember sisi barat Jam 13.00, jam
15.00, masing-masing membutuhkan pematah sinar matahari sepanjang 1,2 – 1,5 m, 1,2 – 1,4 m,
dan 1,5 – 1,7 m. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut:
Trans Budaya dalam memaknai arsitektural suku Maybrat Imian Sawiat Papua
Hamah Sagrim
87
Tabel: II.6. Kebutuhan Panjang Pematah Sinar Matahari
Rumah
Fasade
bangunan
Jam
Bulan
Panjng pemath Sinar matahari
Yang dibutuhkan Bpk,
Moses Timur 10.00
Juni & Des 1.4m – 1.7m
Barat 13.00 , 15.00 1.4m – 1.8m
St. Bilbroun
Utara 10.00 , 13.00 15.00
Juni 1.2m – 1.5m
Selatan Des 1.2m – 1.3m
Ibu Balandina
Timur 10.00 Juni & Des 1.4m – 1.8m
Barat 13.00 , 15.00
1.5m – 2m Utara Des 1.2m – 1.5m
Bpk,
Harun
Utara 15.00 Juni 1.3m – 1.5m
Barat 13.00 , 15.00 Juni & Des
1.5m – 2m
Timur 10.00 1.5m – 1.7m 1.5m – 1.8m
Bpk, Yafet
Barat 13.00 , 15.00 Des 1.3m – 1.5m
Selatan 10.00 , 13.00, 15.00 1.2m – 1.5m
Selatan 10.00 Juni 1.2m – 1.4m
Bpk, Yefta
Utara
Barat 13.00 , 15.00 Juni & Des 1.5m – 1.7m
Sumber: Data penelitian Hamah Sagrim, Laporan KKL II, UWMY - 2009
2) Hubungan Bentuk Arsitektur Rumah Tinggal Dengan Kenyamanan Thermal.
Iklim tropis lembab adalah jenis iklim yang sangat sulit ditangani untuk mendapatkan tingkat
responsibilitas yang maksimal.Tanpa pengkondisian udara buatan, jelas sulit untuk mencapai
kondisi internal yang nyaman untuk dihuni (Szokoli 1981).
Segala bentuk pendinginan pasif sulit untuk dirancang secara arsitektur, hal ini disebabkan
karena kondisi iklim yang unik. Kelembaban radiasi inframera. Demikian pula suhu udara
malam hari yang tidak terlalu rendah tidak mungkin untuk memanfaatkan pendinginan secara
konveksi.
Kenyamanan hanya dapat dicapai apabila pada suatu kondisi udara tertentu, hanya dapat
dicapai apabila terdapat suatu kecepatan angin tertentu yang mampu menghasilkan proses
evaporasi tubuh yang seimbang, dengan kata lain eksistensi angin dalam hal ini diperlukan
terutama untuk perancangan ruang luar. Dalam rangkaian tatanan ruang berhubungan erat
dengan elemen rumah seperti: atap, dinding, lantai dan sebagainya. Dari uraian ini maka dapat
Trans Budaya dalam memaknai arsitektural suku Maybrat Imian Sawiat Papua
Hamah Sagrim
88
dikatakan bahwa rumah tinggal (bangunan) beserta elemen – elemen pembentukan dan tatanan
lingkungannya memberikan sumbangan terhadap kenyamanan didalam bangunan. Berikut
uraiannya :
3) Faktor Pembentukan dan Elemen Bangunan
Bentuk dan elemen bangunan merupakan faktor penting yang perlu dipertimbangkan untuk
mencapai kenyamanan thermal dalam bangunan. Bentuk bangunan yang tepat adalah bentuk
yang mampu memanfaatkan cahaya matahari untuk pencahayaan alam dan menghindari panas
yang timbul. Bentuk tersebut bisa juga berpengaruh pada jalannya angin untuk mendapatkan
pergantian udara yang diperlukan. Bentuk dan elemen – elemen bangunan yang dimaksudkan
meliputi : Bentuk dan denah, atap dan dinding, overstek, serta material dan warna.
���� Bentuk dan Denah
Bentuk bangunan yang tepat adalah bentuk bangunan yang mampu mendapatkan
matahari pagi dengan menghindari panas pada siang hari. Bentuk tersebut bisa juga
berpengaruh pada jalannya angin untuk mendapatkan pergantian udara yang diperlukan.
Sehubungan dengan pergantian udara didalam ruang, maka didalam ruang tersebut harus
diperbarui, misalnya untuk ruang yang bervolume 5 m³/orang, bahwa udara dapat diganti
sebanyak 15 m³/orang/jam. Bila volume kurang dari itu, maka pergantian udara harus
lebih cepat lagi yaitu 25 m³/orang/jam. Pada dasarnya bentuk Arsitektur Tradisional Suku
Maybrat, Imian, Sawiat, dengan denah membentuk Empat Persegi.
���� Bukaan
Tidak dapat disangkal lagi didalam usaha untuk menghasilkan suatu perencanaan
yang baik, bukan saja luas dan sisi dari ruangan yang harus mendapat perhatian, tetapi
juga penempatan serta ukuran yang tepat dari bukaan – bukaan (Pintu, Jendela dan
lubang ventilasi) perlu mendapat kajian yang teliti lagi, demi tercapainya kenyamanan.
Ukuran dari bukaan lebih tergantung pada pertimbangan kemampuan menerima sinar
matahari, dan kemudian memeriksa daripada pertimbangan temperatur. Dari sisi
menerima sinar matahari paling sedikitnya bukaan. Penempatan bukaan juga dibuat pada
sisi paling mudah untuk memeriksa. Untuk ventilasi dari penerangan alami, dalam
banyak kasus, suatu jendela dengan 20% luasan dinding dapat mencukupi.
Jika kelebihan panas terjadi, ventilasi silang perlu diberikan, tetapi pada beberapa
bagian waktu, hal itu turut menyumbang pada perasaan dinding yang tak nyaman
Trans Budaya dalam memaknai arsitektural suku Maybrat Imian Sawiat Papua
Hamah Sagrim
89
sehingga perlu disiapkan penutup bukaan – bukaan, jendela dan pintu. Disisi lain, jika
tidak ada angin yang kuat untuk dihindari, maka orientasi bukaan tidak memperhatikan
perlunya angin langsung, sehingga perolehan panas matahari menjadi satu – satunya
faktor dalam pengaturan orientasi jendela.
���� Atap dan Dinding
Atap dan dinding pada bangunan adalah bagian – bagian yang paling banyak
menerima radiasi matahari secara langsung. Radiasi tersebut melalui proses refleksi dan
atau transmisi yang dihantarkan masuk kedalam ruangan. Atap sampai sejauh ini
merupakan elemen yang sangat penting, karena menerima radiasi terbesar. Hal ini
disebabkan karena kedudukannya yang langsung menghadap matahari, untuk itu perlu
adanya usaha penyekatan untuk mengurangi pengaruh matahari terhadap ruang
dibawahnya.
Bangunan selain berfungsi sebagai pelindung terhadap panas dan sinar matahari, juga
terhadap hujan yaitu terhadap kebasahan / kelembabannya dan hempasannya. Atap
berfungsi sama dengan dinding. Dinding bangunan harus menghadapi alam luar dan
ruang dalam. Untuk menghadapi alam luar, dinding harus menjadi pelindung terhadap
radiasi matahari, isolasi/penghalang kalor dari luar, pelindung terhadap hempasan hujan
dan kelembaban dari luar, serta pelindung terhadap arus angin luar.Terhadap ruang
dalam, dinding harus senangtiasa memelihara suhu yang diminta dalam ruang, pengatur
derajad kelembaban dalam ruangan, dan mengatur ventilasi didalam ruangan.
Terhadap kenyamanan bangunan yang berkesinambungan/menerus ada beberapa cara
yang dilakukan untuk mengurangi besarnya pengaruh radiasi terhadap bangunan, yaitu
dengan cara pembayangan atap dan didalam ruangan, kerapatan dinding harus diatur agar
tetap memiliki bagian – bagian yang berhubungan sebagai ventilasi alami.
���� Overstek / Pelindung
Pada daerah dengan iklim panas – lembab, overstek – overstek yang lebar dan
serambi yang luas sangat dibutuhkan untuk menahan silau langit, melindungi dari hujan
dan juga memberi bayangan peneduh. Penahan matahari dan kisi – kisi digunakan untuk
melindungi bukan – bukan selama periode kemarau, dan juga memberi keuntungan pada
musim hujan, yaitu dapat melindungi dari hempasan air hujan.
Trans Budaya dalam memaknai arsitektural suku Maybrat Imian Sawiat Papua
Hamah Sagrim
90
Sistem pemayungan atau penyaringan merupakan cara yang cukup bermanfaat untuk
mencapai kenikmatan terhadap sengatan dan silau matahari. Pemayungan atau
penyaringan sinar matahari selain bermaksud mengurangi atau memperlunak sengatan
dan silau, sekaligus juga mengurangi kalor yang terpantul dari benda atau bidang –
bidang halaman.
Penggunaan overstek atau elemen – elemen pematah sinar matahari harus
deperhitungkan terhadap arus ventilasi. Jika sebuah bangunan akan memanfaatkannya
dengan semaksimal mungkin maka potensi alami elemen fisiknya harus dipilih
sedemikian rupa sehingga cocok sebagai alat pelindung matahari tetapi sekaligus tetap
untuk sistem ventilasinya.
���� Material dan Warna
Material dan warna juga merupakan salah satu unsur yang mempengaruhi panas
dalam bangunan. Warna dapat mempengaruhi jumlah panas yang berpengaruh terhadap
suhu udara dalam bangunan. Pemilihan warna, struktur dan material/bahan bangunan
harus benar – benar dikombinasikan dengan cermat.
Permukaan air / kulit bangunan yang reflektif dapat digunakan sepenuhnya untuk
mengurangi beban panas. Warna putih atau permukaan terang sangat menguntungkan
untuk bangunan yang dihuni sepanjang siang hari. Dalam kasus bangunan digunakan
sepanjang hari, akan lebih baik kalau panas matahari bisa disimpang untuk malam hari.
Namun hal ini kurang tepat untuk daerah tropis di dataran rendah. Pada malam hari
temperatur menjadi rendah tetapi kelembabannya tinggi. Karena itu bahan terang yang
lebih memantulkan panas bisa lebih cocok.
Nilai – nilai pemantulan dan penyerapan cahaya untuk berbagai bahan dan jenis
permukaan tidak hanya penting berhubungan dengan kesilauan, tetapi juga merupakan
data – data yang sangat penting untuk penggunaan bahan bangunan yang tepat. Berikut
lihat tabel nilai – nilai pemantulan dan penyerapan berbagai bahan jenis permukaan
sebagai berikut :
Trans Budaya dalam memaknai arsitektural suku Maybrat Imian Sawiat Papua
Hamah Sagrim
91
Tabel: II.7. Nilai – nilai Pemantulan Dan Penyerapan Berbagai Bahan Jenis Permukaan
Bahan Kondisi Permukaan % Penyerapan % Pemantulan
Aluminium Cat Semen Asbes Aspal / bitmen left Beton Genteng Merah Tanah lading Rumput Kayu Kaleng Tembaga Marmer Pasir putih Slate abu – abu Batu–batu karang Pudar Air Bata merah
Dipoles Foil Dioksida Perunggu Aluminium Kuning Abu – abu muda Hijau muda Merah muda Hitam Putih, berkilat Putih kapas Baru putih Slate Lama Pinus atau baru Kayu keras Baru Pudar Putih Perak Danau atau Laut