-
TRADISI PEMBACAAN SURAT ALFATIHAH DAN ALFIIL
(Kajian Living Quran di Ponpes Ittihadul Ummah Banyudono
Ponorogo)
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) PONOROGO
2020
SKRIPSI
Oleh:
Khasin Nur Wahib
NIM. 210416008
Pembimbing:
Ahmad Faruk, M.FIL.I
NIP. 197511142003121001
JURUSAN ILMU AL-QURAN DAN TAFSIR
FAKULTAS USHULUDIN, ADAB, DAN DAKWAH
-
TRADISI PEMBACAAN SURAT ALFATIHAH DAN ALFIIL
(Kajian Living Quran di Ponpes Ittihadul Ummah Banyudono
Ponorogo)
ii
SKRIPSI
Diajukan untuk melengkapi sebagian syarat-syarat guna memperoleh
gelar sarjana
program strata satu (S-1)
pada Fakultas Ushuluddin, Adab, dan Dakwah Institut Agama Islam
Negeri
Ponorogo
Oleh:
Khasin Nur Wahib
NIM. 210416008
Pembimbing:
Ahmad Faruk, M.FIL.I
NIP. 197511142003121001
JURUSAN ILMU AL-QURAN DAN TAFSIR
FAKULTAS USHULUDIN, ADAB, DAN DAKWAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) PONOROGO
2020
-
ABSTRAK
Wahib, Khasin Nur. 2020. Tradisi Pembacaan Surat Alfatihah
dan
Alfiil (Kajian Living Quran di Ponpes Ittihadul Ummah
Banyudono
Ponorogo). Skripsi. Jurusan Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir
Fakultas
Ushuluddin Adab dan Dakwah Institut Agama Islam Negeri
(IAIN)
Ponorogo. Pembimbing, Ahmad Faruk, M.Fil.I.
Kata Kunci: Tradisi, Pembacaan Surah, Ponpes Ittihadul Ummah,
Living
Quran
Penelitian ini membahas tentang fenomena sosial living Quran,
yaitu fenomena Alquran yang hidup dalam masyarakat,
dengan kata lain Al-Quran in every day live. Seperti yang
terjadi di
Ponpes Ittihadul Ummah Banyudono Ponorogo yaitu tradisi
pembacaan Surat Alfatihah dan Alfiil yang dilaksanakan oleh
seluruh warga Pesantren. Waktu pelaksanaannya yaitu setelah
sholat isya’ berjamaah. Maka dari itu penelitian ini bertujuan
untuk
mengetahui (1) Bagaimana Praktik Tradisi Pembacaan Surat
Alfatihah dan Alfiil di Pondok Pesantren Ittihadul Ummah
Banyudono Ponorogo (2) Apa Makna Tradisi Pembacaan Surat
Alfatihah dan Alfiil di Pondok Pesantren Ittihadul Ummah
Banyudono Ponorogo.
Jenis penelitian yang digunakan ialah Kualitatif Deskriptif.
Adapun tehnik pengumpulan data penelitian adalah dengan
menggunakan metode (1) Obsevasi, (2) Wawancara, (3)
Dokumentasi. Kemudian, dalam proses menganalisis data,
Peneliti
menggunakan Teori Pecinta Alquran yang dikemukakan oleh
Farid
Esack dalam bukunya yang berjudul The Quran: a Short
Indroduction.
Hasil penelitian skripsi ini menunjukan bahwa (1) Tradisi
Pembacaan Surah Alfatihah dan Alfiil di Ponpes Ittihadul Ummah
Banyudono Ponorogo dilaksanakan malam hari setelah melakukan
sholat isya’ berjamaah. Penerapannya diawali dengan membaca
istighfar, doa berlindung dari api neraka, doa keselamatan,
tasbih,
hamdalah, takbir, haukalah, tahmid, sholawat, asmaul husna,
kalimat thoyyibah (hasbunallh wa ni’mal wakil), Surah
Alfatihah,
Surah Alfiil, dan yang terakhir adalah membaca doa sebagai
penutupnya. (2) Kemudian Makna yang bisa kita ambil dari
tradisi
pembacaan surat Alfatihah dan Alfiil menurut pengasuh,
ustadz
dan para santri Pondok Pesantren Ittihadul Ummah Banyudono
Ponorogo adalah bisa digunakan sebagai doa, sebagai tameng
untuk
menolak balak, untuk menambah keberkahan, sarana untuk
menambah ganjaran, dan yang terakhir adalah digunakan
sebagai
wirid.
iii
-
iv
-
v
-
vi
-
vii
-
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Seiring dengan berkembangnya zaman kajian mengenai Al-Quran
mengalami pengembangan wilayah kajian, mulai dari kajian teks
sampai
dengan kajian sosial budaya yang kemudian dikenal dengan istilah
living
Quran. M. Mansur berpendapat bahwa living Quran bermula dari
fenomena
Al-Quran yang hidup dalam kehidupan masyarakat dengan kata lain
Al-
Quran in every day live. Yang mempunyai makna dan fungsi
Al-Quran
sebagai teks yang telah dipahami dan dialami oleh masyarakat
muslim pada
umumnya. Fenomena yang terjadi di dalam masyarakat misalnya
terkait
dengan pembelajaran membaca Al-Quran, fenomena menulis
sebagian
ayat-ayat tertentu dari Al-Quran, pengobatan, doa-doa dan
sebagainya
yang terjadi pada masyarakat muslim tertentu saja, namun
terkadang tidak
terjadi pada masyarakat Muslim lainnya.1 Seperti halnya yang
terjadi di
pondok pesantren di daerah Ponorogo yaitu Pondok Pesantren
“Ittihadul
Ummah”.
Pondok Pesantren “Ittihadul Ummah” merupakan pondok
pesantren
yang mempunyai kegiatan rutinan membaca surat Alfatihah dan
Alfiil
disetiap malam setelah melakukan salat Isya berjamaah di Masjid.
Tradisi
1 Muhammad Mansur. “Living Quran dalam Lintasan sejarah studi
Alquran”, dalam Sahiron
Syamsuddin (Ed.), Metode Penelitian Living Quran dan Hadits,
(Yogyakarta: Teras, 2007), hlm. 6-7
-
2
pembacaan surat Alfatihah dan surat Alfiil ini merupakan
kegiatan badah
Amaliah dengan bertilawah yang dilakukan secara berjamaah
yang
bertujuan mengharapkan Barokah dari bacaan Al-Quran
tersebut.
Penulis sudah melakukan obesrvasi dengan cara mengamati
proses
berjalanya rutinitas pembacaan Surah Alfatihah dan Alfiil yaitu
pada
tanggal 2-4 Desember 2019 di Pondok Pesantren Ittihadul
Ummah
Banyudono Ponorogo. Dengan begitu, penulis lebih dapat
memahami
mengenai bagaimana proses pelaksanaan kegiatan tersebut.
Berangkat dari fenomena ini penulis tertarik untuk meneliti
tentang
“Tradisi Pembacaan Surat Alfatihah dan Alfiil (kajian living
Quran di
Pondok Pesantren Ittihadul Ummah Ponorogo)” secara mendalam
dan
terdorong untuk lebih tahu tentang Penerapan dan Makna
tradisi
pembacaan surat Alfatihah dan Alfiil yang telah berjalan di
Pondok
Pesantren Ittihadul Ummah Ponorogo. Bagi penulis, fenomena ini
menarik
untuk dikaji dan diteliti sebagai model alternatif bagi suatu
komunitas
sosial dan lembaga pendidikan untuk selalu berinteraksi dan
bergaul
dengan Al-Quran sehingga Al-Quran menjadi lebih hidup dalam
lingkungan masyarakat atau yang lebih dikenal dengan istilah
Living
Quran atau Al quran in everyday live.
-
3
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana praktik tradisi pembacaan Surah Alfatihah dan Surah
Alfiil
di Pondok Pesantren Ittihadul Ummah Banyudono Ponorogo?
2. Bagaimana pemaknaan atas tradisi pembacaan Surah Alfatihah
dan
Surah Alfiil di Pondok Pesantren Ittihadul Ummah Banyudono
Ponorogo?
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan yang ingin penulis capai dalam penelitian ini
adalah
sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui bagaimana praktik pembacaan Surah Alfatihah
dan
Surah Alfiil di Pondok Pesantren Ittihadul Ummah Banyudono
Ponorogo.
2. Untuk mengetahui bagaimana pemaknaan atas pembacaan Surah
Alfatihah dan Surah Alfiil di Pondok Pesantren Ittihadul
Ummah
Banyudono Ponorogo.
D. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian ini secara garis besar, sebagai
berikut:
1. Dari aspek akademik, penelitian ini diharapkan dapat menambah
bahan
pustaka diskursus Living Qur’an, sehingga diharapkan bisa
berguna
terutama bagi yang memfokuskan pada kajian sosiokultural
masyarakat
-
4
muslim dalam memperlakukan, memanfaatkan atau menggunakan
Al-
Quran.
2. Secara praktis, penelitian ini juga dimaksudkan untuk
membantu
meningkatkan kesadaran masyarakat dalam berinteraksi dengan
Al-
Quran, khususnya bagi para santri Pondok Pesantren Ittihadul
Ummah
Banyudono Ponorogo agar semakin menumbuhkan kecintaan
terhadap
Al-Qur’an dengan cara senantiasa membaca, memahami dan
mengaplikasikan Al-Quran dalam kehidupan sehari-hari.
E. Telaah Pustaka
Dari penelusuran penulis, ada beberapa karya tulis yang hampir
sama
dengan karya tulis yang akan dibuat penulis, seperti karya
tulis:
Yuyun Jahara fithrati, 2017. Dengan judul skripsi Tradisi
pembacaan
surat-surat pilihan sebelum dan setelah bangun tidur di pondok
pesantren
Mutholi’ul Hikmah Brebes. Program Strata 1 jurusan ilmu Al-Quran
dan
Tafsir fakultas Ushuluddin dan pemikiran Islam Universitas Islam
Negeri
Sunan Kalijaga Yogyakarta 2017. Penelitian ini bertujuan
untuk
Meningkatkan kesadaran dan sebagai motivasi lebih bagi jamaah
yaitu para
santri pondok pesantren al-hikmah dan masyarakat luas pada
umumnya
mengenai pentingnya membaca mengkaji dan mencintai Al-Quran
dalam
kehidupan sehari-hari. Fokus dalam tulisan ini adalah dari segi
keunikan
waktu yang dipilih dalam penerapan pembacaan Al-Quran, yaitu
sebelum
-
5
dan setelah bangun tidur.2
Idham Hamid, 2017. Dengan judul penelitian Tradisi membaca
yasin
di Makam Annangguru Maddappungan santri pondok pesanttren
salafiah
Parappe kec. Campalagian. Penelitian ini mengulas mengenai
bagaimana
santri memaknai tradisi membacakan Yasin di makam Annangguru,
dan
bagaimana pandangan Al-Qur’an mengenai tradisi tersebut. Fokus
yang
diunggulkan dalam tulisan ini adalah tempat pelaksanaan
pembacaan Surat
Yasin, yaitu di makam seseorang yang dimulyakan oleh kalangan
santri
Pondok Pesantren Salafiah Parappe kec. Campalagain.3
Ahmadz Zainal Musthofah, 2015. Dengan judul Tradsi pembacaan
al-quran surat-surat pilihan(kajian living qur’an di pp.
manba’ul hikmah,
Sidoarjo). Penelitian ini membahas mengenai bagaimana pemaknaan
dan
pelaksanaan tradisi pembacaan surat-surat pilihan ini, dan
bagaimana
pemaknaan bagi yang menjalankan tradisi ini. Tradisi ini
dilaksanakan atas
landasan dari kitab Al Majmu’ Ar risalah An Nuriyyah, pembacaan
surat-
surat ini juga dengan menggunakan metode tertentu, dan dalam
pembacaan
ayat-ayat pilihan ini memiliki makna-makna tertentu. Fokus
yang
ditonjolkan dari penelitian ini adalah rujukan yang diambil dari
salah satu
2 Skripsi Yuyun Jahara fithrati, Tradisi pembacaan surat-surat
pilihan sebelum dan setelah
bangun tidur di Pondok Pesantren Matholi’ul Hikmah Brebes (Studi
Living Quran) 3 Skripsi Idham Hamid, Tradisi membaca yasin di Makam
Annangguru Maddappungan santri
pondok pesanttren salafiah Parappe kec. Campalagian.
-
6
kitab, yaitu Kitab Al Majmu’ Ar risalah An Nuriyyah.4
Beberapa karya tulis di atas telah membahas kajian dengan
tema
Living Quran. Disini, Penulis juga akan mengkaji dengan tema
yang sama
namun memeiliki fokus yang berbeda dari yang telah penulis
paparkan
diatas. Dalam penelitian ini Penulis akan membahas tentang
Pembacaan
Surah Al Fatihah dan Surah Al Fiil di Pondok Pesantren Ittihadul
Ummah
Banyudono Ponorogo. Penulis akan memaparkan bagaimana Praktik
dan
Pemaknaan Pembacaan Surah Al Fatihah dan Surah Al Fiil oleh para
santri
di Pondok Pesantren Ittihadul Ummah Banyudono Ponorogo ini.
F. Metode Penelitian
Metode yang kami gunakan dalam melakukan penelitian ini
adalah
dengan menggunakan metode Living Quran yang merupakan sebuah
metode baru dalam kajian Al-Quran. Living Quran adalah kajian
atau
penelitian ilmiah tentang berbagai peristiwa sosial terkait
dengan
kehadiran Al-Quran atau keberadaan Al-Quran di sebuah
komunitas
muslim tertentu. Living Quran juga bisa dimaknai sebagai teks
al-Quran
yang hidup dalam masyarakat.” Metode ini berusaha memotret
proses
interaksi masyarakat terhadap Al-Quran, yang tidak sebatas
pada
pemaknaan teksnya, tetapi lebih ditekankan pada aspek penerapan
teks-
teks Al-Quran dalam kehidupan sehari-hari. Penerapan teks-teks
Al-
4 Skripsi Ahmadz Zainal Musthofah, Tradsi pembacaan al-quran
surat-surat pilihan(kajian
living qur’an di pp. manba’ul hikmah, Sidoarjo).
-
7
Quran tersebut kemudian menjadi tradisi yang melembaga dalam
kehidupan sehari-hari.
Kajian dalam bidang Living Quran memberikan sumbangsih
ilmu pengetahuan yang signifikan bagi pengembangan wilayah
kajian Al-
Quran. Jika selama ini tafsir lebih dikenal dengan teks,
maka
sesungguhnya makna tafsir lebih luas dari itu. Tafsir bisa
berupa respon
atau praktik perilaku suatu masyarakat yang diinspirasi oleh
kehadiran
Al-Quran.5
Arti penting kajian Living Quran berikutnya adalah memberi
paradigma baru bagi pengembangan kajian Al-Quran
kontemporer,
sehingga studi Al-Quran tidak hanya berjalan pada wilayah kajian
teks.
Pada wilayah kajian Living Quran ini kajian tafsir akan lebih
banyak
mengapresiasi respon dan tindakan masyarakat terhadap kehadiran
Al-
Quran, sehingga tafsir tidak hanya bersifat elitis melainkan
mengajak
partisipasi masyarakat. Pendekatan fenomenologi dan analis
ilmu-ilmu
sosial menjadi sangat penting pada penelitian ini.6
Meski masih tergolong sebagai rumpun ilmu yang baru, tapi
studi Living Quran sudah mulai memberikan corak keilmuan
yang
menarik. Hal ini tampak pada eksistensi studi Living Quran yang
tidak
5 Abdul Mustaqim, “Metode Penelitian Living Quran Model
Penelitian Kualitatif” dalam
Sahiron Syamsuddin, (ed) “Metodologi Penelitian Living Qur‟an”,
(Yogyakarta: Teras, 2007), hlm. 69. 6 Ibid, hlm. 70.
-
8
hanya bertemu pada eksistensi tekstualnya semata, tapi juga
pada
fenomena sosial yang terjadi. Sehingga, metode penelitian
yang
digunakan pun tidak jauh berbeda dengan penelitian ilmu sosial,
metode
penelitian Living Quran bersifat deskriptif kualitatif dengan
cara
observasi, wawancara dan dokumentasi.7
1. Jenis Penelitian dan Pendekatan
Jenis penelitian dalam kajian ini adalah penelitian
kualitatif
dengan menggunakan metode deskriptif. Penelitian kualitatif
adalah
suatu penelitian yang ditujukan untuk mendeskripsikan dan
menganalisis
fenomena, peristiwa, aktivitas sosial, kepercayaan, persepsi,
pemikiran
orang secara individual maupun kelompok. Metode deskriptif
untuk
menggambarkan berbagai gejala dan fakta yang terdapat dalam
kehidupan sosial secara mendalam.
Kemudian, dalam penelitian ini metode yang digunakan penulis
adalah metode living Qur’an dengan pendekatan Fenomenologi.8
Pendekatan fenomenologi merupakan jenis pendekatan yang
digunakan
oleh peneliti untuk mengungkap kesadaran dan pengetahuan
pelaku
tentang perilaku-perilaku atau praktik yang mereka lakukan.
Dengan
perspektif ini peneliti tidak menilai salah benarnya pemahaman
dan
7 Ibid, hlm. 71 8 Asmadi Alsa, Pendekatan Kuantitatif Kualitatif
serta Kombinasinya dalam Penelitian
Psikologi, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003), .37.
-
9
praktik yang dilakukan oleh sekelompok orang atau individu.
Karena
dalam perspektif ini yang dianggap penting bukanlah salah
benarnya
pemahaman pelaku, tetapi lebih pada isi dari pemahaman
tersebut.
2. Subjek Penelitian dan Sumber Data
Dalam penelitian ini, subjek penelitian yang penulis pilih
adalah
Pengasuh Ponpes Ittihadul Ummah Banyudono Ponorogo, dalam hal
ini
adalah Ustadz Nasta’in M.Pd.I. kemudian Selaku Ustadz
Al-Quran
Ponpes Ittihadul Ummah Banyudono Ponorogo yaitu Ustadz Anwar
Sururi Al Hafidz.
Subjek penelitian di sini juga sekaligus sebagai sumber data
dan
atau informan. Selanjutnya, santri Ponpes Ittihadul Ummah yang
sedang
menempuh pendidikan MA dan Kuliah. Untuk penggalian informasi
dari
subyek penelitian tersebut, penulis melakukan wawancara dengan
para
narasumber terpilih.
3. Data dan Sumber Data
a. Pengertian Data
Data merupakan suatu bahan yang masih mentah yang
membutuhkan pengolahan lebih lanjut sehingga menghasilkan
informasi atau keterangan, baik kuantitatif maupun kualitatif
yang
menunjukkan suatu fakta. Pada konteks penelitian data bisa
diartikan
sebagai keterangan tentang variabel pada beberapa objek.
Data
memberikan keterangan tentang objek-objek dalam variabel
tertentu.
-
10
Data mempunyai peran yang amat penting di dalam penelitian
karena:
1. Data mempunyai fungsi sebgai alat uji pertanyaan atau
hipotesis
penelitian.
2. Kualitas data sangan menentukan kualitas dari hasil
penelitian.
Artinya hasil penelitian sangat bergantung pada kualitas data
yang
sukses dikumpulkan.
b. Sumber Data
Yakni data yang diperoleh dari sumber-sumber asli yang
memuat informasi atau data yang dibutuhkan atau yang biasa
disebut
dengan data Primer. Dalam penelitian ini data primernya
adalah
observasi di Ponpes Ittihadul Ummah Banyudono Ponorogo dan
wawancara dengan Pengasuh Ponpes Ittihadul Ummah Banyudono
Ponorogo yakni Ustadz Nasta’in M.Pd.I.
Berikutnya adalah observasi dan wawancara dengan Ustadz
Anwar Sururi al Hafidz selaku koordinator pengajian Al Quran
di
Ponpes Ittihadul Ummah Banyudono Ponorogo.
Setelah melakukan observasi dan wawancara kepada para
Asatidz, kemudian dilanjutkan observasi dan wawancara dengan
para
santri di Ponpes Ittihadul Ummah Banyudono Ponorogo. Jikalau
ada
beberapa informasi terkait yang perlu dilacak, maka penulis
akan
melakukan wawancara dengan informan tersebut berdasarkan
-
11
rekomendari dari informan sebelumnya.
Selain data asli yang harus dikumpulkan, ada juga data yang
diperoleh dari sumber yang bukan asli yang memuat informasi
atau
data yang dibutuhkan atau bisa kita sebut data Sekunder.
Data
sekunder ini diperoleh dari pihak-pihak lain yang tidak
langsung
seperti data dokumentasi dan data lapangan dari arsip yang
dianggap
penting. Sebagai data sekunder dalam penelitian ini adalah
data
dokumentasi, arsip-arsip dan data administrasi santri Ponpes
Ittihadul
Ummah Banyudono Ponorogo. Begitupun majalah-majalah atau
buku-
buku yang konten informasinya berkaitan dengan penelitian
ini,
menjadi data tambahan yang sangat bermanfaat.
4. Tehnik Pengumpulam Data
Untuk memperoleh data-data yang sesuai dengan penelitian ini,
maka
teknik pengumpulan data yang digunakan adalah sebagai
berikut:
a. Metode Observasi
Kegiatan mengamati dan mendengar dalam rangka memahami,
mencari jawab, mencari bukti terhadap fenomena
social-keagamaan
selama beberapa waktu tanpa mempengaruhi fenomena yang
diobservasi, dengan mencatat, merekam, memotret fenomena
tersebut
guna penemuan data analisis.9
9 Imam Suprayogo dan Tobroni, Metodologi Penelitian Sosial
Agama, (Bandung: Remaja
Rosdakarya, 2003), Hlm, 167
-
12
Dalam penelitian ini, penulis menggunakan observasi
partisipan dan non partisipan. Adapun yang dimaksud
observasi
partisipan adalah observasi yang dilakukan terhadap objek di
tempat
terjadi atau berlangsungnya peristiwa. Sedangkan observasi
non
partisipan yaitu pengamatan yang dilakukan oleh observer tidak
pada
saat berlangsungnya suatu peristiwa yang akan diteliti.
Observasi partisipan yang dilakukan penulis dalam penelitian
ini berlokasi di Ponpes Ittihadul Ummah Banyudono Ponorogo.
Selain
untuk memperoleh informasi tentang profil Ponpes Ittihadul
Ummah
Banyudono Ponorogo, Pada observasi ini penulis lebih
menekankan
untuk menggali informasi terkait kegiatan-kegiatan keseharian
santri.
Dengan ikut serta dalam kehidupan keseharian santri, penulis
bisa
menggaili informasi dengan mengamati prosesi pembacaan surat
al-
Fatihah dan al-Fiil secara mendalam. Adapun observasi non
partisipan
dalam penelitian ini, penulis akan melakukan pengamatan
terhadap
dokumen dan arsip pondok pesantren.
b. Metode Wawancara
Adalah suatu bentuk komunikasi verbal, semacam percakapan
dengan tujuan memperoleh informasi. Sebagai salah satu cara
mendapatkan informasi terkait dengan penelitian dengan
memberikan
beberapa pertanyaan untuk memperoleh jawaban. Dalam
penelitian
ini, penulis menggunakan wawancara metode etnografi yaitu
-
13
wawancara yang menggambarkan sebuah percakapan persahabatan.
Metode ini memungkinkan seorang peneliti mewancarai orang
tanpa
kesadaran orang-orang itu dengan cara sekedar melakukan
percakapan
biasa, namun memasukkan beberapa pertanyaan di dalamnya.
Penulis
mengumpulkan data-data melalui pengamatan, terlibat langsung
dan
percakapan sambil lalu, sehingga ada sebagian santri yang
diwawancarai tanpa menyadari jika penulis sedang menggali
informasi. Metode ini digunakan untuk memperoleh data yang
tidak
atau belum ditemukan penulis selama melakukan observasi di
lapangan. Wawancara ini juga penulis gunakan untuk menguji
ulang
data-data yang ada dari hasil observasi, baik hasil observasi
partisipan
ataupun observasi non-partisipan. Wawancara ini ditujukan
kepada
para santri, pengurus pondok pesantren dan pengasuh Ponpes
Ittihadul
Ummah Banyudono Ponorogo
c. Metode Dokumentasi
Metode dokumentasi adalah suatu cara pengumpulan data
dengan menghimpun dan menganalisis dokumen-dokumen, baik
berupa dokumen tertulis, gambar ataupun elektronik. Penelitian
living
Quran yang berkaitan tentang fenomena ritual keagamaan yang
terjadi
di masyarakat akan semakin bertambah kuat jika disertai
dengan
-
14
adanya dokumentasi.10
Dokumentasi yang dimaksud dapat berupa dokumen dalam
bentuk tertulis, seperti agenda kegiatan, daftar hadir peserta,
materi
kegiatan, tempat kegiatan dan lain-lain, bisa juga berupa
dokumen
yang tervisualisasikan, seperti foto kegiatan atau rekaman
dalam
bentuk tayangan video, atau juga berupa audio. Dengan cara
melihat
dokumen yang ada, maka serang peneliti bisa melihat
perkembangan
kegiatan tersebut dari waktu ke waktu, sehingga dapat
dianalisa
bagaimana cara respon masyarakat dengan adanya kegiatan
ritual
tersebut.11
5. Tehnik Analisis Data
Sebelum kita melakukan analisis data, ada beberapa langkah
yang
harus kita lewati terlebih dahulu yaitu:
a. Mengumpulkan Data
Data yang sudah ada perlu dikumpulkan semua agar mudah
untuk mengecek apakah semua data yang dibutuhkan sudah
terekap
semua. Kegiatan ini dimaksudkan untuk menguji hipotesis
penelitian. Penyusunan data harus dipilih data yang ada
hubungannya
10 Didi Junaedi, Living Quran: sebuah pendekatan baru dalam
kajian al Quran (Studi kasus
dipondok pesantren As Airoj Al Hasan Desa Kalimukti kec.
Pabedilan, kab. Cirebon). JournalOf-Al
Quran dan Hadits Studie-Vol 4 No, 2(2015) hlm, 179 11 Ibid, hlm
180
-
15
dengan penelitian, dan benar-benar otentik. Adapun data yang
diambil melalui wawancara harus dipisahkan antara pendapat
responden dan pendapat interviwer.
b. Pengolahan Data
Pengolahan data dilakukan untuk menguji hipotesis yang telah
dirumuskan. Hipotesis yang akan diuji harus berkaitan dan
berhubungan dengan permasalahan yang akan diajukan. Semua
jenis
penelitian tidak harus berhipotesis akan tetapi semua jenis
penelitian
wajib merumuskan masalahnya, sedangkan penelitian yang
menggunakan hipotesis adalah metode eksperimen. Jenis data
akan
menentukan apakah peneliti akan menggunakan teknik kualitatif
atau
kuantitatif. Data kualitatif diolah dengan menggunakan
teknik
statistika baik statistika non parametrik maupun statistika
parametrik.
Statistika non parametrik tidak menguji parameter populasi
akan
tetapi yang diuji adalah distribusi yang menggunakan asumsi
bahwa
data yang akan dianalisis tidak terikat dengan adanya
distribusi
normal atau tidak harus berdistribusi normal dan data yang
banyak
digunakan untuk statistika non parametrik adalah data nominal
atau
data ordinal.
c. Menganalisis Data
Teknis analisis data yang akan digunakan penulis untuk
menganalisa informasi-informasi mengenai pembacaan
surat-surat
-
16
pilihan dalam al-Qur’an di Ponpes Ittihadul Ummah Banyudono
Ponorogo adalah analisis deskripsi-eksplanasi. Analisis
deskripsi
menganalisis data yang telah dideskripsikan dengan cara
membangun tipologi.
Adapun dalam kaitannya dengan penelitan ini, penulis
memaparkan data yang telah diperoleh dari hasil wawancara saat
di
lapangan yaitu dengan mengklasifikasikan objek penelitian
yang
meliputi siapa saja yang melakukan dan mengikuti tradisi
pembacaan
surat-surat pilihan dalam al-Qur’an, apa saja yang menjadi
surat-
surat pilihan untuk dibaca secara rutin, dan kapan
pelaksanaan
pembacaan suratsurat pilihan dalam al-Qur’an sebagai kegiatan
rutin
santri Ponpes Ittihadul Ummah Banyudono Ponorogo.
Adapun analisis eksplanasi adalah analisis yang digunakan
untuk mencari alasan dan motif kenapa pembacaan al-Qur’an
hanya
surat-surat pilihan tertentu, apa yang melatarbelakangi adanya
tradisi
pembacaan al-Qur’an tersebut di Ponpes Ittihadul Ummah
Banyudono Ponorogo. Berikutnya adalah maksud dan tujuan yang
ingin dicapai dari kegiatan rutin santri dari pembacaan
surat-surat
pilihan dalam al-Qur’an tersebut.
d. Interpretasi hasil pengolahan data
Tahap ini menerangkan setelah peneliti menyelesaikan
analisis
datanya dengan cermat. Kemudian langkah selanjutnya peneliti
-
17
menginterpretasikan hasil analisis akhirnya peneliti menarik
suatu
kesimpulan yang berisikan intisari dari seluruh rangkaian
kegiatan
penelitian dan membuat rekomendasinya. Menginterpretasikan
hasil
analisis perlu diperhatikan hal-hal antara lain: interpretasi
tidak
melenceng dari hasil analisis, interpretasi harus masih dalam
batas
kerangka penelitian, dan secara etis peneliti rela
mengemukakan
kesulitan dan hambatan-hambatan sewaktu dalam penelitian.
6. Pengecekan dan Keabsahan Data
Dalam penelitian ini dapat diadakan pengecekan dengan teknik
pengamatan yang tekun dan teknik pemeriksaan keabsahan data
yang
peneliti lakukan dengan jalan:
1. Membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil
wawancara
2. Membandingkan hasil wawancara dengan isi suatu dokumen
yang
berkaitan.12
G. Sistematika Pembahasan
Sistematika pembahasan ini dimaksud untuk mempermudah para
pembaca dalam menelaah isi kandungan yang ada di dalamnya.
Skripsi ini
tersusun atas lima bab. Adapun sistematikanya adalah sebagai
berikut:
BAB I : Berisi tentang Pendahuluan. Dalam bab ini dijelaskan
tentang Latar
12 Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan (Bandung: Alfabeta,
2006),Hal 300.
-
18
Sistematika Pembahasan.
BAB II : Berisi Teori mengenai Living Quran dan urgensinya.
Kemudian
juga mengenai teori makna, pecinta Alquran, keutamaan dan
makna
surat Al-Fatihah dan Al-Fiil menurut Kitab Tafsir Al Misbah.
BAB III : Berisi sejarah dan perkembangan Ponpes Ittihadul
Ummah
Banyudono Ponorogo. Kemudian Paparan Data Khusus Yang
terdiri dari Bagaimana Praktik Pembacaan surat Al-Fatihah
dan
Al-Fiil.
BAB IV : Berisi tentang Pemaknaan Tradisi Pembacaan surat
al-Fatihah dan
al-Fiil menurut warga Pondok Pesantren Ittihadul Ummah
Banyudono Ponorogo
BAB V : Berisi Penutup, yang terdiri dari kesimpulan dan
saran.
Belakang Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian,
Manfaat
Penelitian, Telaah Pustaka, Kerangka Teori, Metode Penelitian
dan
-
BAB II
TRADISI MEMBACA ALQURAN
A. Pengertian Living Quran dan Urgensinya
1. Pengertian Living Quran
Muhammad Yusuf, mengatakan bahwa “respons sosial (realitas)
terhadap
al-Quran dapat dikatakan Living Quran. Baik itu Al-Quran dilihat
masyarakat
sebagai ilmu (science) dalam wilayah profane (tidak keramat) di
satu sisi dan
sebagai buku petunjuk (hudā) dalam yang bernilai sakral (sacred)
di sisi yang
lain.13 Dengan demikian bisa kita simpulkan bahwa Studi mengenai
Living
Quran adalah studi tentang Al-Quran tetapi tidak bertumpu pada
eksistensi
tekstualnya, melainkan studi tentang fenomena sosial yang lahir
terkait dengan
kehadiran al-Quran dalam wilayah geografi tertentu dan mungkin
masa tertentu
pula.14
Menawarkan The Living al-Quran sebagai sebuah objek kajian
pada
dasarnya adalah menawarkan fenomena tafsir atau pemaknaan
al-Quran dalam
arti yang lebih luas daripada yang selama ini dipahami, untuk
dikaji dengan
menggunakan perspektif yang juga lebih luas, lebih bervariasi.
Sementara itu,
mengusung pemaknaan gejala sosial-budaya ke kancah sebuah
perbincangan,
13 Yusuf, M., “Pendekatan Sosiologi dalam Penelitian Living
Qur’an,” dalam M. Mansyur,
dkk., Metodologi Penelitian Living Qur’an dan Hadits,
(Yogyakarta: TH. Press, 2007), h. 36-37. 14 Ibid., hlm. 39
-
20
hal itu menurut Peneliti berarti menempatkan asumsi-asumsi
paradigma
antropologi hermeneutik atau antropologi interpretif sebagai
landasan
pemikiran untuk menelaah dan memperbincangkan gejala
tersebut.
2. Living Quran dalam Lintasan Sejarah
Jika ditelisik secara historis, praktek memperlakukan Al-Quran,
surat-
surat atau ayat-ayat tertentu di dalam Al-Quran untuk kehidupan
praksis umat,
pada hakekatnya sudah terjadi sejak masa awal Islam, yakni pada
masa
Rasulullah Saw. Sejarah mencatat, Nabi Muhammad Saw. dan para
sahabat
pernah melakukan praktek Ruqyah, yaitu mengobati dirinya sendiri
dan juga
orang lain yang menderita sakit dengan membacakan ayat-ayat
tertentu di
dalam Al-Quran. Hal ini didasarkan atas sebuah hadis shahih yang
diriwayatkan
oleh Imam al-Bukhari dalam Sahih al-Bukhari yang berbunyi “Dari
‘Aisyah
r.a. berkata bahwa Nabi Muhammad Saw. pernah membaca surat
al-
Mu‘awwidhatain, yaitu surat Al-Falaq dan An-Nas ketika beliau
sedang sakit
sebelum wafatnya”.15
Dalam riwayat lain disebutkan, bahwa sahabat Nabi pernah
mengobati
seseorang yang tersengat hewan berbisa dengan membaca
al-Fatihah.16 Dari
beberapa keterangan riwayat hadis di atas, menunjukkan bahwa
praktek
interaksi umat Islam dengan Al-Quran, bahkan sejak masa awal
Islam, dimana
15 Imam al-Bukhari, Sahih al-Bukhari, Bab al-Raqa bi al-Quran,
CD Rom, Maktabah
al-Shamilah, al-Isdar al-Thani. 16 imam al-Bukhari, Sahih
al-Bukhari, Bab al-Raqa bi Fatihat al-Kitab, CD Rom,
Maktabah al-Shamilah, al-Isdar al-Thani.
-
21
Nabi Muhammad Saw. masih hadir di tengah-tengah umat, tidak
sebatas pada
pemahaman teks semata, tetapi sudah menyentuh aspek yang sama
sekali di
luar teks.
Jika kita cermati, praktek yang dilakukan Nabi Muhammad Saw.
dengan
membaca surat Al-Mu‘awwidhatain untuk mengobati sakitnya, jelas
sudah di
luar teks. Sebab secara semantis tidak ada kaitan antara makna
teks dengan
penyakit yang diderita oleh Nabi Muhammad Saw. maupun orang lain
yang
diobati. Demikian juga halnya dengan praktek yang dilakukan oleh
sahabat
Nabi yang membacakan surat Al-Fatihah untuk mengobati orang yang
terkena
sengatan kalajengking. Secara makna, rangkaian surat al-Fatihah
sama sekali
tidak ada kaitannya dengan sengatan kalajengking. Dari beberapa
praktek
interaksi umat Islam masa awal, dapat dipahami jika kemudian
berkembang
pemahaman di masyarakat tentang fadilah atau khasiat serta
keutamaan surat-
surat tertentu atau ayat-ayat tertentu di dalam Al-Quran sebagai
obat dalam arti
yang sesungguhnya, yaitu untuk menyembuhkan penyakit fisik.
Disamping
beberapa fungsi tersebut, Al-Quran juga tidak jarang digunakan
masyarakat
untuk menjadi solusi atas persoalan ekonomi, yaitu sebagai alat
untuk
memudahkan datangnya rezeki.
3. Living Quran di Tengah Masyarakat
Berinteraksi dengan Al-Quran merupakan bagian dari living Quran
yang
menjadi pengalaman tersendiri bagi umat islam, pengalaman
berinteraksi
dengan Al-Quran banyak menghasilkan pemahaman dan penghayatan
yang
-
22
kemudian diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari.17 Kegiatan
yang dapat
dihasilkan dari berinteraksi bersama Al-Quran meliputi berbagai
macam bentuk
kegiatan. Di antara bentuk kegiatan tersebut bisa berupa membaca
Al-Quran,
memahami dan menafsirkan Al-Quran, menghafal Al-Quran, berobat
dengan
Al-Quran, memohon berbagai hal dengan Al-Quran, mengusir makhluk
halus
dengan Al-Quran, menuliskan ayat-ayat Al-Quran untuk hiasan
maupun untuk
menangkal gangguan, dan menerapkan ayat-ayat Al-Quran tertentu
dalam
kehidupan sehari-hari.18
4. Living Quran Berdasarkan Pendekatan Sosiologi
Penelitian Living Quran memerlukan pendekatan sosiologi
dalam
prakteknya. Hal ini dikarenakan Living Quran juga merupakan
suatu upaya
untuk membuat hidup dan menghidup-hidupkan Al-Quran oleh
masyarakat,
dalam arti respon sosial terhadap Al-Quran. Baik Al-Quran dalam
hal ini dilihat
oleh masyarakat sebagai ilmu dalam wilayah yang profan ataupun
sebagai
petunjuk dalam keadaan yang bernilai sakral. Karena kedua
keadaan inilah yang
sesungguhnya menghasilkan sikap dan pengalaman kemanusiaan
berharga
yang membentuk sistem religi karena dorongan emosi keagamaan,
dalam hal
ini emosi diri dan Al-Quran.19
17 Muhammad, “Mengungkap Pengalaman Muslim Berinteraksi dengan
Al-Qu‟ran” dalam
Sahiron Syamsuddin (Ed.), Metode Penelitian Living Qur‟an dan
Hadits, (Yogyakarta: Teras, 2007),
hlm. 12. 18 Ibid, hlm. 14. 19 Muhammad Yusuf, “Pendekatan
Sosiologi Dalam Penelitian Living Quran”, dalam Sahiron
Syamsuddin (Ed.), Metode Penelitian Living Qur‟an dan Hadits,
(Yogyakarta: Teras, 2007), hlm.36.
-
23
Teori penelitian tentang bagaimana cara melihat masyarakat
ketika
mensikapi dan berinteraksi dengan Al-Quran dikatakan masih sulit
untuk
dirumuskan secara definitif. Akan tetapi, bagaimanapun
teori-teori yang
menyangkut sistem sosial dan sistem religi dapat didekati untuk
membantu
melihat kenyataan dalam masyarakat yang telah dan sedang
melakukan proses
pemahaman dan menerjemahkan ke dalam kehidupan sehari-hari
menurut
kapasitasnya masing-masing, sebagai representasi dari
keyakinan
mendalamnya terhadap Al-Quran. 20
Hal lainnya yang perlu diperhatikan dalam kaitannya dengan
Living Quran
dan sosial adalah pada para peneliti dan mufassir. Peneliti,
penulis dan Mufassir
di sepanjang sejarah ini telah menawarkan berbagai macam metode,
cara dan
pendekatan terhadap Al-Quran yang kemudian menghasilkan jutaan
karya
tafsir. Hal ini membuktikan bahwa respon masyarakat sosial
terhadap Al-Quran
lebih menguat dibandingkan dengan kitab-kitab suci yang
lainnya.
Hubungan antara Al-Quran dan masyarakat Islam dapat dilihat
dari
bagaimana Al-Quran itu disikapi secara teoritik maupun
dipraktekkan secara
memadai dalam kehidupan sehari-hari. Dengan demikian Living
Quran adalah
studi tentang Al-Quran tetapi tidak hanya bertumpu pada
eksistensi tekstualnya,
melainkan studi tentang fenomena sosial yang lahir terkait
dengan kehadiran
Al-Quran dalam wilayah geografi tertentu dan mungkin masa
tertentu pula.21
20 Ibid, hlm. 37 21 Ibid, hlm. 39
-
24
Ungkapan di atas semata-mata melakukan pembacaan objektif
terhadap
fenomena keagamaan yang menyangkut langsung dengan Al-Quran,
bukan
untuk mencari kebenaran positivistik yang selalu melihat
konteks. Muhammad
Yusuf mengungkapkan bahwa fenomena yang ada dalam masyarakat
muncul
tanpa diformat dan di struktur secara sengaja, tetapi muncul
atas kesadaran
religiusnya, dalam hal ini terhadap Al-Quran yang meskipun
berbahasa Arab
yang sangat asing secara lisan maupun pendengaran bagi
kebanyakan
masyarakat muslim. Justru dengan diturunkannya Al-Quran
dengan
menggunakan bahasa Arab itulah sehingga memunculkan spekulasi
yang
sangat variatif untuk melakukan eksperimen tanpa menghilangkan
aspek
sakralitas. Terlebih di dalam Al-Quran sendiri menyatakan bahwa
dirinya
secara fungsional sebagai petunjuk, rahmat, syifa, furqan dan
quran yakni
bacaan. Itulah hal yang menyebabkan nampaknya variasi sikap dan
verbagai
tindakan yang muncul pada masyarakat muslim terhadap
Al-Quran.22
5. Urgensi Living Quran
Al-Quran merupakan kitab suci yang menjadi manhaj al-hayat di
mana
kemudian muncul sebagai muntij al-saqafah (produsen peradaban).
Hal inilah
yang kemudian menstimulasi lahirnya beragam ilmu yang
mempelajari seputar
Al-Quran seperti misalnya ilmu tajwid dan ilmu qiraat, rasm
Al-Quran dan
seni-seni kaligrafi, hingga ilmu tafsir dan lain sebagainya.
Sehingga, ilmu-ilmu
22 Ibid, hlm 42
-
25
seputar Al-Quran ini menjadi hal yang sangat penting untuk
dipelajari tidak
hanya oleh umat Muslim tapi juga orang-orang yang berkepentingan
terhadap
Al-Quran.23
Meski selama ini, kajian seputar Al-Quran lebih banyak diarahkan
pada
kajian teks atau biasa disebut dengan hadlarat an-nass. Tapi
studi Al-Quran
kemudian semakin berkembang pada respon masyarakat terhadap
kehadiran
Al-Quran yang kemudian disebut sebagai Living Quran (Al-Quran
al-Hayy)
atau Al-Quran in everyday life. Sehingga, studi Living Quran
memberi
paradigma yang baru bagi pengembangan kajian Al-Quran yang
lebih
kompleks dan kontemporer.24
B. Makna dan Keutamaan Surah Alfatihah dan Alfiil
1. Makna dan Keutamaan Surah Alfatihah
Al-Fatihah juga disebut dengan Fatihatul- Kitab karena
merupakan
pembuka tulisan Al-Kitab. Dengan surah tersebut juga disertakan
(wajib) dalam
setiap sholat saat dimulainya. Al-Fatihah memiliki nama lain.
Nama-namanya
berupa Ummul-Kitab dan Ummul-Qur’an, karena ia memiliki
makna-makna
kandungan Alquran yang berkiblat kepada al-Fatihah. Disebut juga
nama
lainnya dengan sebutan as-Sab`ul-Matsani dan Alquranul-`Azhim.
25
23 Abdul Mustaqim, Metode Penelitian Living Quran Model
Penelitian Kualitatif (Yogjakarta:
Teras, 2007), hlm. 68. 24 Ibid, Hlm, 68 25 Muhammad Nasib
ar-Rifa’i, Ringkasan Tafsir IBNU KATSIR (Surah al-Fatihah-
an-Nisaa),
Jilid 1, terj. Syihabuddin, (Jakarta: Gema Insani, 2012), Cet.
Pertama, h. 43-44
-
26
Surat Al-Fatihah adalah “Ummul Qur’an” atau “Induk Alquran.
Surat
Al-Fatihah meurpakan salah satu dari beberapa surat yang
terdapat dalam
Alquran yang mempunyai keutamaan dan kelebihan yang sangat luar
biasa.
Salah satu keutamaan dari surat tersebut meliputi tujuan–tujuan
pokok Alquran
yakni, pujian kepada Allah, Ibadah kepada Allah dengan
melaksanakan segala
perintahNya dan menjauhi segala laranganNya serta menjelaskan
janji-janji dan
ancaman–ancamanNya. Surat Al-Fatihah merupakan yang paling
agung, surat
yang paling penuh dengan keberkahan dari surat Al-Fatihah.26
Al-Fatihah juga
disebut dengan Asasul-Qura’an, telah dijelaskan oleh
asy-Sya`bidari Ibnu
Abbas bahwa, “Dasar al-Fatihah adalah
bismillahir-rahmanir-rahim.”
Yahyabin Abi Katsir menamainya dengan al-Kafiyah (yang
mencukupi)
berdasarakanketerangan dalam beberapa hadits mursal yang
menyatakan,
“Ummul Qur’an sebagai pengganti dari selain nama-nama
al-Fatihah. Selain
nama-nama al-Fatihah tersebut, tidak ada lagi nama sebagai
penggantinya27
Bey Arifin mengatakan bahwa makna inti dalam surat alfatihah
terdapat pada surat yang ke-5 yang berbunyi Iyyaka Na'budu wa
Iyyaka
Nasta'in, yang memiliki arti "Hanya kepada-Mulah kami menyembah
dan
26 Ahmad Mustafa Al-Maragi, Terjemah Tafsir Al-Maraghi terj.
Bahrun Abu Bakar
(Semarang: Karya Toha Putra, 2012), 1 27 Lihat Muhammad Nasib
ar-Rifa’i, Ringkasan… Hal 44
-
27
hanya kepada-Mulah kami meminta pertolongan." Ayat ini
mengandung dua
persoalan pokok yaitu soal beribadah dan soal meminta
pertolongan atau
berdoa. Bisa disimpulkan bahwa kahadiran seorang makhluk di alam
semesta
ini adalah hanya untuk beribadah dan meminta pertolongan kepada
Allah Swt.
semata.28
Banyak ulama yang menganjurkan doa agar ditutup dengan
“alhamdu
lillahi robbil alamīn” atau bahkan ditutup dengan bacaan surat
AlFatihah.
Sebagaimaana disebutkan dalam kitab Sifat ash-Shalah an-Nabi,
karangan
Syekh Muhammad Nashiruddin Al-Albani, bahwa menutup doa dengan
bacaan
surat Al Fatihah sangatlah dianjurkan, bahkan termasuk kepada
amalan sunnah
yang diisyaratkan. Hal ini dikarenakan surat Al-Fatihah
merupakan surah yang
paling agung dalam Alquran dan membacanya bernilai ibadah.
Bertawasul
dengan amal saleh merupakan perkara yang sudah disepakati oleh
para ulama.
“Termasuk bagian dari sunnah adalah orang yang berdoa
mengakhirinya
dengan membaca shalawat kepada Nabi saw., kemudian membaca surat
Al-
Fatihah.” Oleh karena itu, dianjurkan untuk menutup doa dengan
surat Al-
Fatihah sebagai wasilah dan perantara supaya doa yang
dipanjatkan diterima
oleh Allah. Para sahabat Nai saw, menjadikan surat Al-Fatihah
sebagai wasilah
dan perantara terpenuhinya kebutuhan di dunia, dan juga termasuk
untuk
28 Bey Arifin, Samudra Al-Fatihah, (Surabaya, Bina Ilmu) Hlm,
217-218
-
28
menyembuhkan penyakit.29
Dalam bukunya yang berjudul Samudra Al-Fatihah, Bey Arifin
juga
menjelaskan bahwa ada banyak keutamaan dari Surah Alfatihah ini,
yaitu: a)
Paling Besar (A’zham), b) Tak Ada Samanya dalam Taurat, Injil,
Zabur dan Al-
Quran, c) Hanya Kepada Muhammad s.a.w. Diturunkan, d)
Langsung
Mendapat Jawaban Dari Allah, e) Aman Dari Segala Bahaya, f)
Langsung Dari
Arasy, g) Sebagai Obat (Mantera).30
2. Makna dan Keutamaan Surat Alfiil
Surah ini disepakati turun di Mekah. Ada yang menamainya surah
Alam
Taro, tetapi namanya yang lebih populer adalah surah AlFiil,
kedua nama itu
diambil dari ayatnya yang pertama. Tema utamanya adalah uraian
tentang
kegagalan upaya ekspansi yang dilakukan oleh Abrahah al Asyram
al Habasyi
dengan pasukan bergajahnya yang dikerahkan dari arah Yaman
menuju Mekah
untuk menghancurkan Ka‘bah. Al Biqi‘i berpendapat bahwa tujuan
utama surah
ini adalah pembuktian tentang kebenaran uraian pada akhir surah
yang lalu
menyangkut kebinasaan para pendurhaka. Tujuan ini jelas
dengan
memperlihatkan nama surah ini serta kenyataan sejarah yang
dialami oleh
tentara bergajah itu.31
29 Muhammad Sirojuddin Iqbal A.Fudlali, Pengantar Ilmu Tafsir,
(Bandung: Angkasa,
2009),256
30 Lihat, Bey Arifin, Telaga…. Hal 12 31 Quraish Shihab, Tafsir
al Misbah Juz 15 (Jakarta, Lentera Hati:2005) hlm 512
-
29
Selain yang telah diuraikan di atas, Surat Alfiil juga
menjelaskan
tentang bagaimana perbuatan Tuhan kepada kelompok tentara
bergajah
pimpinan Abrahah yang hendak menghancurkan rumah-Nya. Ayat di
atas
menyatakan Dan Dia yakni Allah swt. mengirimi bencana yang jatuh
di atas
mereka berupa burung-burung dengan jumlah yang banyak lagi
berbondong-
bondong. Yang melempari mereka dengan batu-batu yang kecil-kccil
yang
berasal dari sijjil yakni tanah yang telah membatu. Lalu dalam
waktu yang
relatif singkat menjadikan mereka seperti daun-daun yang dimakan
ulat.32
Penjelasan dari Syeikh Muhammad ‘Abduh, yang dikutip oleh
Qurais
Shihab dalam kibanya Tafsir Almisbah, menjelaskan bahwa: “Surah
ini
mengajarkan kepada kita bahwa Allah swt. mengajar Nabi-Nya dan
umat
manusia melalui satu dari sekian banyak perbuatan Tuhan, yang
menunjukkan
betapa besar kekuasaan-Nya dan bahwa segala kekuasaan tunduk di
bawah
kekuasaanNya. Dia Yang berkuasa atas hamba-Nya. Tiada ada
kekuasaan dan
kekuatan yang dapat melindungi mereka dari kekuasaan Allah,
sebagaimana
dibuktikan dalam peristiwa yang menimpa tentara bergajah itu,
yang tadinya
merasa diri kuat dengan jumlah personil dan peralatan mereka.
33
Selain menukil dari penjelasan Muhammad Abduh, Qurais Shihab
juga
mengambil penjelasan dari seorang tokoh yang bernama Sayyid
Quthub. Ia
menjelaskan bahwa, Allah bermaksud memelihara rumah-Nya
(Ka‘bah)
32 Ibid Hal 526 33 Ibid Hal 527
-
30
sebagai tempat berkumpul bagi manusia dan tempat yang aman agar
ia menjadi
pusat akidah yang bebas dari pengaruh kekuasaan dan kekuatan,
baik dari luar
maupun dari dalam sehingga dijadikannya peristiwa tersebut
sebagai pelajaran
bagi seluruh generasi. Dengan demikian peristiwa tersebut
dijadikan sebagai
bukti anugerah Ilahi kepada penduduk Mekah tentang kekuasaan
dan
pembelaan-Nya terhadap agama-Nya.34
Selain itu, turunya Surat ini juga merupakan salah satu dari
tanda
turunnya nikmat, yang dengannya Allah menguji kaum Quraisy,
yaitu berupa
penghindaran mereka dari pasukan gajah yang telah bertekad bulat
untuk
menghancurkan Ka'bah, serta menghilangkan bekas keberadaannya,
maka
Allah membinasakan dan menghinakan mereka, menggagalkan usaha
mereka,
menyesatkan perbuatan mereka, serta mengembalikan mereka
dengan
membawa kegagalan yang memalukan. Mereka adalah kaum Nasrani,
agama
mereka pada saat itu lebih dekat dengan agama kaum Quraisy,
yaitu
penyembahan Berhala.
Peristiwa di atas merupakan tanda sekaligus pendahuluan bagi
pengutusan Rasulullah Saw, sebab menurut pendapat yang paling
populer, pada
tahun itu beliau dilahirkan. Secara tersirat Allah ta'ala
mengatakan, “kami tidak
menolong kalian, wahai sekalian kaum Quraisy, untuk mengalahkan
kaum
Habsyi, karena posisi kalian yang lebih baik daripada mereka,
akan tetapi kami
34 Ibid Hal 528
-
31
menghancurkan mereka untuk memelihara Baitul ‘Atiq (Ka'bah) yang
akan
senantiasa kami muliakan, agungkan, serta hormati melalui
pengutusan
Seorang nabi yang Ummi (tidak dapat membaca dan menulis) yaitu,
Nabi
Muhammad Saw yang menjadi penutup para Nabi.35
Dapat ditambahkan bahwa Allah dapat melakukan apa saja baik
melalui
hukum-hukum sebab akibat yang telah lumrah diketahui manusia,
maupun di
luar hukum-hukum tersebut, dan yang belum diketahui manusia,
untuk
menghalangi setiap langkah dan tindakan makhluk yang dapat
mengalihkan
tujuan dan kehenndak-Nya. Sulit disangkal adanya tangan Tuhan
dalam
beberapa peristiwa sejarah. Terkadang orang berhitung dengan
sangat teliti dan
menduga basil yang hampir pasti, tetapi terjadi sesuatu di luar
dugaan yang
memutarbalikkan perhitungan itu. Allah adalah
Rabb-Al-alamin.36
35 Imam Abul Fida Isma’il Ibnu Katsir ad-Dimasyqi, Terjemah
Tafsir Ibnu Katsir
Juz 30, (Bandung: Sinar Baru al-Gensindo: 2002), Hlm 540-541 36
Ibid Hal 530
-
32
BAB III
PRAKTIK TRADISI ACARA PEMBACAAN SURAT ALFATIHAH DAN
ALFIIL
A. Profil Pondok Pesantren Ittihadul Ummah Banyudono
Ponorogo
1. Sejarah dan Perkembangan Pondok Pesantren Ittihadul Ummah
Banyudono
Ponorogo
Pada tahun 1990 datanglah seorang musafir yang bernama KH.
Imam
Sayuti Farid yang baru saja menyudahi belajarnya di Pondok
Pesantren “Al-
Ishlah” Bandar Kidul Kediri (1959-1970) di bawah asuhan K.H
Thoha Mu’id.
Yang sebelumnya juga sempat berta’allum di pondok “Menara”
Mangunsari
Tulungagung (1953-1959) di bawah asuhan Romo Kyai Luqman
Siroj.37
KH. Imam Sayuti Farid sebenarnya berdarah Ponorogo namun
bertanah
kelahiran Tulungagung. Dari jalur ayahnya adalah termasuk
keluarga Bani
Abdul Ghoni Gandu Mlarak Ponorogo, sedangkan dari jalur ibunya
merupakan
bagian dari Bani Abu Syakur Kradenan Jetis Ponorogo. KH. Imam
Sayuti Farid
di bawa ke Jarakan Banyudono oleh Bapak Slamet Basri, seorang
tokoh yang
lahir di Jarakan Banyudono dan menjabat sebagai sekertaris
Lembaga
Pendidikan Ma’arif Cabang Ponorogo.38
37 Ibnu Ridwan Muhammad, “Sejarah Pendidikan Islam di Jarakan
Banyudono Ponorogo”
(Ponorogo: Bagian Penerbitan Pondok Pesantren Ittihadul Ummah,
2017 )Hlm, 17
38 Ibid, Hlm 17
-
33
KH. Imam Sayuti Farid tinggal bersama orang tua Bapak Slamet
Bisri
selama kurang lebih 17 tahun dari masa lajang sampai lahirnya 3
orang putra
putrinya. KH. Imam Sayuti Farid segera bisa menyatu dengan
masyarakat
Jarakan termasuk dengan aktifitas masjid. Kyai Muhammad Syujak
Sulam
sebagai kader dan tokoh penting di Jarakan menyambut baik
kedatangan KH.
Imam Sayuti Farid dan mengamanahkan kepada KH. Imam Sayuti Farid
untuk
mendirikan madrasah dan Pondok Pesantren. Kyai Muhammad Syujak
Sulam
mengatakan bahwa dulu di Jarakan telah ada madrasah dan pondok
namun
dalam keadaan tidak beraktifitas. Maka dari itu, Kyai Muhammad
Syujak
Sulam berharap kepada KH. Imam Sayuti Farid untuk menghidupkan
lagi
pendidikan kemadrasahan dan Pondok Pesantren di Jarakan.39
Apa yang dinyatakan oleh Kyai Muhammad Syujak Sulam amat
terkesan
dan dipegangi oleh KH. Imam Sayuti Farid, paling tidak atas dua
pertimbangan.
Pertama : beliau merasa mendapat sambutan dan uluran tangan dari
masyarakat
yang sangat baru. Beliau merasa sebagai pendatang yang memasuki
wilayah
dan komunitas yang sama sekali tidak mempunyai hubungan khusus
namun
langsung mendapat uluran dan sambutan yang sangat baik. Kedua :
KH. Imam
Sayuti Farid merasa mendapat amanah dari Kyai pengasuhnya ketika
di Pondok
Pesantren, bahwa para santri di kemudian hari nanti harus
mengembangkan
ilmu yang dia peroleh sewaktu dipesantren dan dikembangkan
kepada
39 Ibid, Hlm 18
-
34
masyarakat yang membutuhkan sesuai dengan kemampuan yang
dimiliki.
Dengan dasar dua pertimbangan tersebut, KH. Imam Sayuti Farid
segera
mengambil langkah dan yang pertama dilakukan adalah mendirikan
Madrasah
Awwaliyyah Al-Jariyah Banyudono Ponorogo pada tahun 19671.
Sarana yang
dipakai adalah bangunan lama yang dibangun atas sumbangan Haji
Umar Sidiq
dan Haji Idris pada tahun 1930. Madrasah Awwaliyah ini sampai
sekarang
masih beraktifitas meskipun telah mengalami pergantian pimpinan
(kepala
madrasah) dan terdaftar di Kantor Kemenag Kabupaten Ponorogo
dengan
Nomor Statistik Madrasah Diniyyah : 311235020002.40
Dalam perkembangannya KH. Imam Sayuti Farid segera mempunyai
beberapa jaringan aktifitas yang pada pokoknya ada tiga jaringan
yang
menonjol, yaitu:
1. Jaringan yang ada hubungannya dengan Madrasah Muallimat
Ma’arif
Ponorogo.
2. Jaringan yang ada hubungannya dengan Fakultas Tarbiyah
Wat-
Ta’lim Unsuri Malang Cabang Ponorogo. Hal tersebut disebabkan
Al-
Faqir Imam Sayuti Farid mulai tahun 1971 direkrut sebagai
tenaga
pengajar di Fakultas tersebut.
3. Jaringan yang ada hubungannya dengan Fakultas Syari’ah IAIN
Sunan
Ampel Cabang Ponorogo. Hal tersebut disebabkan KH. Imam
Sayuti
40 Ibid, Hlm 18
-
35
Farid mulai tahun 1972 direkrut sebagai tenaga pengajar honorer
di
Fakultas tersebut.41
Ketiga jaringan tersebut secara terpadu ternyata dapat menjadi
modal di
dalam mewujudkan cita-cita besar yakni mendirikan pondok
pesantren pada
tahun 1972. Santri-santri tahap awal di Pondok Jarakan ada
hubungannya
dengan ketiga jaringan tersebut, yakni beberapa siswa Muallimat
yang
domisilinya tidak jauh dari Jarakan, beberapa mahasiswa Fakultas
Syari’ah
IAIN dan Fakultas Tarbiyah Wat Ta’lim Unsuri yang berasal dari
luar
Ponorogo yang bertempat tinggal di Jarakan Banyudono. Diantara
mereka yang
ingin mengaji kitab kuning menjadi santri angkatan awal dari
Pondok Pesantren
ini. Pondok ini akhirnya diberi nama Pondok Pesantren Ittihadul
Ummah yang
beralamatkan di Jl. Soekarno Hatta Gang VI Nomor 24. Pondok
Pesantren
Ittihadul Ummah telah terdaftar di Kantor Kementrian Agama
Kabupaten
Ponorogo dengan Nomor Statistik Pondok : 510035020046.42
2. Kegiatan Keagamaan di Pondok Pesantren Ittihadul Ummah
Banyudono
Ponorogo
Secara keseluruhan Pondok pesantren ittihadul Ummah
merupakan
pondok pesantren yang tidak jauh berbeda dengan pondok pesantren
lainnya.
Kegiatan utama di Pondok Pesantren Ittihadul Ummah adalah
mengkaji kitab-
41 Ibid, Hlm 19 42 Ibid, Hlm 19
-
36
kitab Salaf, diantaranya yaitu; fiqih, bahasa Arab, nahwu,
shorof, akhlak,
tauhid, tasawuf, Hadits, tafsir dan juga lmu tafsir. Kegiatan
pembelajaran
tersebut dilaksanakan malam hari pada pukul 18.45-21.00.
Selain mengkaji kitab-kitab salaf, di Pondok Pesantren
Ittihadul
Ummah juga memiliki kelas Alquran. Di dalam kelas alquran ini,
proses
pengajaranya dibagi menjadi tiga kelas, yang pertama adalah
kelas Ula. Kelas
Ula merupakan kelas pembelajaran alquran yang diisi oleh para
santri yang baru
memulai belajar dan mengenal alquran. Kemudian kelas yang kedua
adalah
Kelas Wustho. Kelas ini merupakan tempat dimana para santri
belajar
mengenai keilmuan alquran, diantaranya yaitu; tentang panjang
pendeknya
huruf, huruf Fawatihus Suwar, bacaan ghunnah, lam jalalah,
waqof, washol dan
ibtidak, dan mengenai beberapa kesulitan yang perlu disadari
saat membaca
alquran. Kemudian kelas yang ke-tiga yaitu Kelas Ulya. Kelas
ulya merupakan
tempat dimana para santri sudah mulai menyetorkan bacaan
alqurannya secara
Binnadhor atau melihat langsung mushaf alquran. Selain dengan
membaca
alquran, di kelas ini juga ada setoran hafalan bil ghoib atau
menghafalkan
alquran. Kelas ini merupakan kelas paling istimewa dibanding
kelas sebelum-
sebelumnya karena diisi oleh mereka-mereka yang sudah benar dan
fasih
bacaan alquran-nya.
Selain mengkaji kitab-kitab salaf dan belajar alquran, di di
Pondok
Pesantren Ittihadul Ummah ini juga ada kegiatan yang mendukung
dan melatih
kreativitas para santri, diantaranya adalah hadroh Al Banjari,
seni baca alquran
-
37
qiroah dan tartil, kaligrafi, pidato bahasa, Arab, bahasa Jawa,
dan bahasa
Inggris. Selain itu itu di Pondok Pesantren Ittihadul Ummah juga
dilengkapi
dengan sarana prasarana yang mendukung untuk para santri
berolahraga seperti
lapangan sepak bola, lapangan bola voli, dan juga badminton.
B. Praktik Tradisi Pembacaan Surat Al-Fatihah dan Al-Fiil di
Pondok
Pesantren Ittihadul Ummah.
1. Sejarah Tradisi Pembacaan Surat Alfatihah dan Alfiil di
Pondok Pesantren
Ittihadul Ummah Banyudono Ponorogo
Pondok Pesantren Ittihadul Ummah adalah pondok pesantren
yang
memiliki keunikan tersendiri yang tidak banyak dimiliki oleh
pondok pesantren
pada umumnya. Pondok pesantren Ittihadul Ummah merupakan
pondok
pesantren yang memiliki wilayah terpadu dengan masyarakat
lingkungan
sekitar, setiap saat selalu berkomunikasi langsung dengan
masyarakat, bahkan
tidak jarang dari masyarakat itu sendiri meminta bantuan tenaga
ataupun
fikirkan dari para santri yang mereka kehendaki. Jadi hubungan
antara pondok
pesantren dengan masyarakat sangatlah erat.
Pondok Pesantren Ittihadul Ummah ini tidak memiliki masjid
pribadi
untuk para santri. Ini bisa terjadi karena memang pada awal
berdirinya pondok
pesantren ini, masyarakat sudah terlebih dahulu berada di sini
dan sudah
mempunyai masjid. Dengan begitu maka dari pihak pondok
pesantren
memutuskan untuk tidak memiliki masjid sendiri dengan alasan
memanfaatkan
fasilitas yang sudah disediakan oleh masyarakat.
-
38
Layaknya seorang tamu, maka Pondok Pesantren Ittihadul Ummah
pun
juga mengikuti apapun kegiatan yang dilaksanakan di masjid
walaupun
sebenarnya kegiatan tersebut milik masyarakat setempat, termasuk
juga
kegiatan sholat berjamaah. Dengan seiring berjalanya waktu,
pondok pesantren
memutuskan untuk mendirikan sholat jamaah dimasjid masyarakat
namun
dengan waktu yang berbeda. Ini dikarenakan pondok pesantren
memeliki
jadwal madrasah malam dan juga belajar wajib yang dimulai pukul
18.45 -
21.00. karena jadwal tersebut melewati waktu dilaksanakanya
sholat isya
berjamaah oleh masyarakat, maka pihak pondok memutuskan untuk
melakukan
sholat isya berjamaah khusus di untuk para santri yang
dilaksanakan setelah
usai madrasah malam.43
Setelah mempunyai jadwal sholat isya sendiri, lambat laun
pondok
pesantren ini menyusun dzikir atau wirid setelah sholat
berjamaah yang agak
berbeda dengan masyarakat. Memang perbedaan wiridnya tidak
signifikan,
namun dengan adanya penyusunan wirid baru tersebut, pihak pondok
pesantren
lebih mudah untuk memberikan amalan khusus untuk para santri.
Diantara
amalan khsusus tersebut ialah pembacaan surat Alfatihah dan
Alfiil ini.
Begitulah sejarah awal mula diadakanya tradisi pembacaan surat
Alfatihah dan
Alfiil di Pondok Pesantren Ittihadul Ummah Banyudono
Ponorogo.44
43 Lihat Transkip, Kode : TW/1/XII/VII/2020 44 Ibid
-
39
2. Pelaksanaan Tradisi Pembacaan Surat Alfatihah dan Alfiil di
Pondok Pesantren
Ittihadul Ummah Banyudono Ponorogo
Dalam pelaksanaan pembacaan Surat Al-Fatihah dan Al-fil, ada
beberapa
wirid atau bacaan yang harus dibaca terlebih dahulu sebelum
sampai pada tahap
membaca Surah Al-Fatihah dan Al-Fil. Wirid-wirid yang dibaca di
Pondok
Pesantren Ittihadul Umma Banyudono Ponorogo tidak jauh berbeda
derngan
wirid-wirid yang biasa dibaca oleh umumnya orang islam pada
umumnya, haya
saja ada beberapa lafadz yang ditambahkan dengan tidak lain
tujuanya adalah
mengharap berkah dari wirid yang berisi kalamullah tersebut.
Berikut urutan Praktik Rutinan Pembacaan Surat Al-Fatihah dan
Al-Fil
di Pondok Pesantren Ittihadul Ummah Banyudono Ponorogo.
1. Membaca Istighfar
َنا َاْستَ ْغِفُرهللَا اْلَعِظْيم ِِل َوِلَواِلَديَّ
َوِِلَْصَحاِب اْْلُُقْوِق اْلَواِجَباِت َعَلىَّ َوِِلَِمْيِع
َمَشاِِيُِهْم َواِْلَ ْمَواتِ ....3# َوِِلََساِتِدََنَوِِلَِمْيِع
اْلُمْسِلِمْْيَ َواْلُمْسِلَماِت َواْلُمْؤِمِنْْيَ َواْلُمْؤِمَناِت
اِْلَْحَياِء ِمن ْ
Yang Artinya:
“Aku meminta ampunan kepada Allah yang Maha Agung, dan untuk
kedua orang tuaku, dan untuk sahabat yang mempunyai hak dan
kewajiban
atas diriku, dan untuk para syech dan para guru-guruku, dan
untuk seluruh
kaum muslimin dan muslimah, untuk orang beriman laki-laki
dan
perempuan, dan dari mereka semua yang masih hidup dan yang
sudah
mati.”
-
40
Termasuk Sunnah Nabi adalah memohonkan ampunan untuk orang-
orang beriman yang telah meninggal ataupun yang masih hidup.
45
2. Membaca doa agar terhindar dari siksa api neraka
اَلّلُهمَّ َاِجْرََن ِمَن النَّارِ ....3#Yang artinya:
“Ya Allah kami berlindung kepadamu dari siksa api neraka”.
Banyak sekali pendapat para ulama yang menyatakan bahwa,
kita
sebagai muslim harus senantiasa meminta perlindungan kepada
Allah SWT.
dari pedihnya siksa api neraka. Doa diatas adalah salah satu doa
yang kami
dapat di Pondok Pesantren Ittihadul Ummah Banyudono yang
bertujuan
untuk berlindung dari siksa api neraka.
3. Membaca doa keselamatan
اَلُم َوِمنْ اَلِم َواَْدِخْلناَ اِْلَنَّ الّلُهمَّ اَْنَت السَّ
اَلُم َفَحيِّنا َربَ َنا ِِبلسَّ اَلُم َواَِلْيَك يَ ُعْوُد السَّ
َة َك السَّاَلِم تَ َبارَْكَت َرب ََّنا َوتَ َعاَلْيَت ََي
َذااِلَْاَلِل َواْْلِْكَرام َداَرالسَّ
Yang artinya:
“Ya Allah, Engkaulah As-Salaam (Yang selamat dari
kejelek-helekan,
kekurangan-kekurangan dan kerusakan kerusaman) dan dari-Mu
as-salaam
(keselamatan), Maha Berkah Engkau Wahai Zat Yang Maha Agung
dan
Maha baik”.
Doa diatas merupakan doa yang kita panjatkan agar Allah SWT.
senantiasa memberikan keselamatan kepada kita semua dari segala
macam
45 Abu Usman Kharisman, Sukses Dunia Akhirat dengan Istighfat
Dan Tauba
t(probolinggo, Pustaka Hudaya:2011) hlm, 52
-
41
mara bahaya yang selalu datang silih berganti dengan tujuan
untuk
meningkatkan taqwa kita kepada Allah SWT.
4. Membaca tasbih
ُسْبَحاََنللِّ ....33#
Yang artinya:
“Maha suci Allah”
Begitu ringan diucapkan namun ternyata sangat besar dampaknya
untuk
bekal kita diakhirat nanti, sampai-sampai Rosululloh SWA.
Lebih
menyukainya dibandingkan dengan dunia seisinya.
5. Membaca Tahmid
وَ اْلَْْمُدللِّ ....33#
Yang artinya:
“Segala puji bagi Allah”
Kalimat Tahmid Merupakan kalimat terpuji yang biasa kita
ucapkan
ketika kita mendapatkan nikmat dari Allah SWT.
6. Membaca Takbir
َوالّلُ اَْكَبُ ....33#
Yang artinya:
“Allah Maha Besar”
-
42
Begitu mulia kalimat takbir tersebut, sampai-sampai seorang
hamba
yang memiliki dosa sebanyak buih di lautan, Allah SWT. dengan
segala
keagunganya akan sangat mudah memberi ampunan kepada seorang
hamba
yang dengan tulus melafadzkan kalimat takbir.
7. Membaca Haukalah
ِ اْلعَِلىهِ اْلعَِظيْمِ ةَ ااِلَّ بِاّلله َوالَ َحْوَل َوالَ
قُوَّ
Yang Artinya:
“Tidak ada daya dan kekuatan kecuali dari Allah yang Maha
Tinggi
lagi Maha Agung.”
8. Membaca Tauhid
اَْفَضُل الدِّْكِر َفاْعَلُم أَنَّهُ .....)َِل اِلَه ِاِلَّ
هللا... 33#(
Yang mempunyai arti :
“Tidak ada tuhan yang layak disembah kecuali Allah”
9. Membaca Sholawat
د....11# َصلى هللا َعَلى ُمَُمَّ
Yang artinya:
“Semoga Rahmat dan keselamatan tetap tercurahkan kepada Nabi
Muhammad SAW.”
Membaca sholawat sangan banyak keutamaan dan manfaatnya,
oleh
-
43
karenanya Allah menganjurkan kepada setiap orang yang beriman
untuk
selalu memperbanyak membaca sholawat kepada Baginda Nabi
Muhammad
Saw.
10. Membaca Asmaul Husna
َيَ َحىُّ ََي قَ ي ُّْوم....11#
Yang artinya:
“Yang Maha Hidup dan tidak Bergantung dengan makhluk.”
Kalimat Ya Hayyu Ya Qoyyum adalah kalimat yang sangat
singgkat
dan ringan ketika diucapkan, namun siapa yang mengira bahwa
fadhilahnya sangat luar biasa.
11. Membaca Kalimat Toyyibah (Hasbunalloh wa Ni’mal Wakil)
َحْسبُ َناهللاُ َونِْعمَ اْلوَِكْيل....11#
Yang artinya:
“Cukuplah Allah menjadi Penolong kami dan Allah adalah
sebaik-baik
Pelindung.”
Hasbunallah Wa Ni’mal Wakil, Ni’mal Maula Wa Ni’man Nashir
merupakan kalimat dzikir sederhana, namun mengandung makna yang
luar
biasa. Dzikir ini menandakan bahwa seorang hamba hanya pasrah
pada
Allah dan menjadikanNya sebagai tempat bersandar.
12. Membaca Surah Al-Fatihah
Dalam praktek membaca Surat Al-Fatihah, Disini dibaca hanya
satu
-
44
kali, namun ketika sampai pada ayat yang ke-4, itu diulangi
sebanyak 10 X
(10X... َُك َنْسَتِعْْي َك نَ ْعُبُد َواَيَّ (ِاَيَّ ...
اْلَفاِِتَةُ
(Ayat ke-4)Yang artinya:
“Hanya Kepada-Mu kami menyembah dan hanya kepada-Mu kami
meminta pertolongan.”
Ayat inilah yang menjadi inti dari surat al-Fatihah, karena
Surat al-
Fatihah adalah inti Al-Quran, sedangkan Al-Quran inti seluruh
kitab suci
atau ajaran seluruh nabi-nabi dan rasul-rasul. Maka ayat ini
adalah menjadi
inti seluruh kitab-kitab Suci inti ajaran seluruh nabi-nabi dan
rasul-rasul.
13. Membaca Surah Al-Fil
Dalam praktek membaca Surat Al-Fil, Disini dibaca hanya satu
kali,
namun ketika sampai pada ayat yang ke-4 yang berbinyi
“Tarmihim”,
hanya ayat tersebut diulangi sebanyak 10 X.
(X 10تَ ْرِمْيِهْم ... )ُسْوَرُة اْلِفْيل
Surat ini disepakati turun di Mekah ada yang menamainya
surah
Alam Tara. Tetapi namanya yang lebih populer adalah surah
al-Fil. Kedua
nama itu diambil dari ayatnya yang pertama.
14. Berdoa
...ُدَعاءْ
Berdoa artinya bermohon atau meminta bukan bermohon atau
-
45
meminta kepada manusia tetapi kepada Tuhan Yang Maha Esa
bermohon
atau meminta kepada sesama manusia harus dengan cara-cara
tertentu yang
baik menurut kedudukan si peminta dan kedudukan orang tempat
kita
meminta atau memohon pada umumnya cara yang baik yang lazim
dan
berlaku dalam masyarakat manusia ialah bahwa si peminta atau si
pemohon
harus merendahkan diri dan meninggikan atau memuliakan orang
tempat
meminta atau memohon.
-
BAB IV
PEMAKNAAN TRADISI PEMBACAAN SURAH ALFATIHAH DAN ALFIIL
DI PONPES ITTIHADUL UMMAH BANYUDONO PONOROGO
Banyak pelaku, banyak pula hal yang dirasakan disetiap individu
masyarakat
Ponpes Ittihadul Ummah Banyudono Ponorogo. Pelaksanaan Tradisi
Pembacaan Surah
Alfatihah dan Alfiil yang mereka laksanakan secara rutin dan
berjamaah ternyata tidak
menimbulkan persepsi yang sama. Banyak yang memiliki perbedaan
pemaknaan dalam
satu kegiatan yang dirutinkan disetiap malam tersebut.
Berikut paparan data dari hasil wawancara mengenai makna Tradisi
pembacaan
Surah Alfatihah dan Alfiil di Ponpes Ittuhadul Ummah
Banyudono.
A. Makna Pembacaan Surat Alfatihah
1. Sebagai Doa
Surat Alfatihah merupakan senjata bagi umat islam, khususnya
yaitu pada
ayat ke-5 “Iyyaka Na’budu wa Iyyaka Nasta’in”. Menurut Ustadz
Nasta’in,
beliau berkata; “”Alfatihatu lima kulli Athlah”, Surat Alfatihah
itu tergantung
pada niatan apa digunakan. Surat Alfatihah merupakan Surat yang
bisa kita
jadikan sebagai lantara untuk mempermudah Doa kita agar lebih
cepat didengar
dan dikabulkan oleh Allah SWT.”46 Dari perkataan beliau tadi
bisa kita
simpulkan bahwa surah Alfatihah merupakan Surah Alquran yang
multifungsi,
46 Lihat Transkip, Kode : TW/1/XII/VII/2020
-
47
maksudnya adalah surah yang bisa digunakan untuk meminta apa
saja, tentunya
yang kita maksud adalah mengenai doa yang kita panjatkan kepada
Allah SWT.
Doa kita akan lebih cepat dikabulkan dengan lantaran Surah
Alfatihah.
Dengan adanya pemahaman yang diterima oleh para santri
mengenai
rutinan pembacaan Surah Alfatihah khususnya pada ayat ke-5
“Iyyaka Na’budu
wa Iyyaka Nasta’in”, meraka tentunya akan menjalankan rutinan
membaca
Surah Alfatihah tersebut dengan lebih khusyu’. Ini bisa saja
terjadi karena
mereka memehami bahwa rutinan membaca Surah Alfatihah ternyata
bukanlah
sekedar membaca surat Alfatihah secara berjamaah, namun maksud
dari rutinan
pembacaan surah Alfatihah tersebut bukan lain adalah berdoa
kepada Allah.
Dan lebih istimewanya lagi, surah ini bisa diamalkan sesuai
niatan masing-
masing, karena isi pemikiran dari para santri bisa saja
berbeda-beda. Jadi
amalan ini sangat cocok untuk kalangan santri. Lebih umumnya
lagi amalan ini
juga bisa diamalkan oleh siapa saja, kapan saja dan dimanapuin
berada.
2. Menambah barokah
Membaca Alquran adalah salah satu ibadah yang sangat mulia dan
sangat
dianjurkan bagi umat muslim, karena Alquran sendiri merupakan
kalamullah
yang diturunkan kepada nabi Muhammad SAW. secara
berangsur-angsur
melalui perantara malaikat Jibril. Merutinkan membaca Alquran
sudah jelas
memberikan banyak manfaat bagi pembacanya.
Seperti yang dikatakan oleh Ilham Maghfiroh;” Membaca Alquran
bisa
mendatangkan barokah bagi pembacanya. Karena Alquran diturunkan
kepada
-
48
Nabi Muhammad SAW. yang beliau merupakan manusia pilihan Allah
SWT.
yang paling diberkahi. Dengan lantaran membaca Alquran, kita
berharap
keberkahan yang ada pada beliau bisa turun kepada para pembaca
Alquran.”47
Kata barakah yang digunakan oleh para santri umumnya
menunjukkan
suatu kondisi psikologis dan sosial tertentu yang bersifat
positif yang dirasakan
seseorang atau suatu masyarakat. Karena itu barakah bisa
dimaknai dengan
kecukupan, kesejahteraan, keselamatan, atau ketenangan. Kata
barakah juga
menunjukkan rasa ketergantungan kepada Yang Maha Kuasa. Sebab
yang
mampu memberikan kebarakahan hanya Allah. Sehingga kebarakahan
tersebut
didapati seseorang sebagai simbol dari kasih sayang Allah kepada
manusia
yang tulus beribadah kepada Allah. Oleh karena itu, tidak semua
ibadah
mendapat barakah dari Allah, misalnya, ibadah yang dilakukan
dengan tidak
ikhlas.
Dalam al-Qur’an kata “Baraka” dan berbagai macam derivasinya
selalu
dihubungkan dengan Allah, sebagai pemilik kekuasaan. Ayat-ayat
al-Qur’an
yang menyatakan bahwa “Allah membarakahi” atau “Kami
membarakahi”
lebih banyak ditujukan kepada suatu tempat seperti Masjid
al-Aqsa dalam surat
al-Isra’ ayat 1, dan perkampungan Saba dalam surat Saba ayat 18.
Lafad baraka
dalam ayat tersebut bermakna bahwa Allah menyediakan tempat yang
member
kesejahteraan, ketenangan, keamanan, dan kenyamanan” bagi
para
47 Lihat Transkip, Kode : TW/4/XIV/VII/2020
-
49
penghuninya. Dalam al-Qur’an kalimat “barakna” yang ditujukan
kepada
orang hanya ditunjukkan kepada Nabi Ibrahim dan Nabi Ishak
(as-Shaffat:
113), yakni orang yang mendapat kemuiaan dan kehormatan dari
Allah.
Sebagai orang yang dimuliakan tentunya mereka mendapat
kenyamanan,
kesejahteraan, keamanan dan ketenangan.
Barokah itu sangat luas maknanya, semuanya bisa berbeda
pengertian
tergantung dimana posisi atau letak barokah tersebut dirasakan.
Misal kita
membaca Alquran, dengan Alquran hati kita bisa menjadi lebih
tenang dan
damai, misalnya lagi mata kita yang digunakan untuk membaca
Alquran,
dengan Alquran mata kita menjadi lebih terjaga dari hal-hal yang
diharamkan
oleh Allah SWT. Memang benar Nabi muhammad SAW. merupakan
seorang
hamba yang paling mulia disisi Allah SWT. karena kemuliaan yang
diberikan
oleh Allah SWT. kepada beliau, beliau diamanahi untuk menerima
wahyu atau
Kalamullah berupa Alquran. Alquran itu sendiri merupakan kitab
penyempurna
dari kitab-kita sebelumnya yang dulunya telah diturunkan kepada
nabi-nabi
sebelumnya.
B. Makna Pembacaan Surat Alfiil
1. Sebagai Penolak Balak
Menurut Ustadz Nasta’in, Beliau berkata;”Surat Alfil khususnya
pada
Lafadz “Tarmihim”, ayat tersebut digunakan sebagai penolak
balak. Jikalau
ada seseorang yang berbuat sesuatu kepada kita dengan niatan
jelek, maka ayat
-
50
ini bisa menjadi tameng bagi diri kita.”48 Memang, yang namanya
kehidupan
ini tidak akan lepas dari yang namanya iri dan dengki, maka
dengan kita
khususnya para santri akan lebih tenang dalam menghadai segala
permasalahan
dalam hidup ini karena kita telah diberi bekal yang memadai
berupa amalan
yang salah satunya telah kita bahas tadi.
2. Memperoleh ganjaran
Memperoleh ganjaran sebanyak-banyaknya merupakan tujuan yang
boleh dicapai dari sebuah ibadah. Semua orang islam yakin, kita
di dunia
memperoleh banyak ganjaran, maka kelak dikehidupan akhirat
akan
mendapatkan tempat yang baik disisi Allah SWT. yaitu surga yang
dipenuhi
oleh kenikmatan.
Sama halnya tujuan kita saat melaklukan ibadah merutinkan
membaca
Iyyakana’budu wa Iyyaka Nasta’in dan Tarmihim sebanyak sebelas
kali. Sirojut
Tholibin, Santri Ponpes Ittihadul Ummah Mengatakan;” Barang
siapa yang
membaca satu huruf Alquran maka akan mendapatkan kebaikan, dan
kebaikan
tersebut akan dilipatgandakan menjadi sepuluh klebaikan”.49 Bisa
kita
bayangkan kalau kita membaca Iyyakana’budu wa Iyyaka Nasta’in
dan
Tarmihim sebanyak sebelas kali, berapa banyak kebaikan yang kita
dapatkan,
itu belum dikalikan dengan sepuluh kebaikan dan belum lagi jika
kita
48 Lihat Transkip, Kode : TW/1/XII/VII/2020 49 Lihat Transkip,
Kode : TW/3/XIV/VII/2020
-
51
melakukanya setiap hari, tentunya kita akan memperoleh kebaikan
yang tidak
bisa kita bayangkan dengan akal sehat kita. Allah SWT. sang Maha
Pemurah
lagi Maha penyayang kepada seluruh hambanya tanpa terkecuali,
Dialah yang
memberikan segala kebaikan kepada kita semua walaupun terkadang
kita lalai
dari menjalankna kewajiban kita sebagai seorang hamba, namun
lagi-lagi Allah
SWT. dengan segala kemurahanya akan senantiasa memberikan
kebaikan
kepada kita semua yaitu memberikan petunjuk untuk mernuntun kita
kembali
ke jalan yang senantiasa diridhoi-Nya.
3. Sebagai wirid
Wirid adalah kebiasaan membaca kalimat-kalimat Allah SWT.,
bisa
berupa ayat Alquran, bisa Sholawat kepada Nabi Muhammad SAW.,
bisa
kalimat pujian kepada Allah SWT, dll. Mayoritas muslim memiliki
sebuah
kebiasaan merutinkan sebuah wirid yang dianggap mempunyai
keistimewaan.
Mereka percaya bahwa jika mereka senantiasa menjaga wirid
tersebut, mereka
akan mendapatkan kemudahan, melancarkan dan keberkahan dalam
segala
aktifitas mereka sehari-hari.
Salah satunya Seperti yang telah dikatakan oleh Santri Ponpes
Ittihadul
Ummah Banyudono yaitu Miftahul Huda, dia berkata
bahwa;”Pengamalan
membaca Surah Alfatihah dan Alfiil adalah sebuah wirid. Dengan
membaca
Surat Alfatihah dan Alfiil bisa membuat hati saya tenang dan
damai.”50
50 Lihat Transkip, Kode : TW/2/XIV/VII/2020
-
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Penerapan Tradisi Pembacaan Surat Alfatihah dan Alfiil Di
Ponpes Ittihadul
Ummah Banyudono Ponorogo
Kegiatan ini adalah diawali dengan membaca Istighfar, doa
agar
terhindar dari siksa api neraka, doa keselamatan, tasbih,
hamdalah, takbir,
haukalah, tahmid, sholawat, asmaul husna, kalimat thoyyibah
(Hasbunallh wa
ni’mal wakil), Surah Alfatihah, Surah Alfiil, dan yang terakhir
adalah membaca
doa sebagai penutup. Hal ini merupakan bagian aplikasi dari
amalan ibadah
yang dianjurkan dalam agama islam agar kita senantiasa berjalan
lurus dalam
keridhoan Allah SWT.
2. Makna Tradisi Pembacaan Surah Alfatihah dan Alfiil di Ponpes
Ittihadul
Ummah Banyudono Ponorogo.
Makna Tradisi Pembacaan Surah Alfatihah dan Alfiil di Pondok
Pesantren Ittihadul Ummah Banyudono Ponorogo adalah sebagai
berikut: a)
Sebagai Doa, b) Penolak Balak, c) Menambah Barokah, d)
Memperoleh
Ganjaran, e) Sebagai Wirid
-
53
B. Saran
1. Setiap masyarakat Pondok Pesantren Ittihadul Ummah
Banyudono
Ponorogo untuk terus melestarikan tradisi pembacaan surat
Alfatihah dan
Alfiil
2. Sebagai santri semoga tradisi pembacaan surat Alfatihah dan
Alfiil yang
telah diterapkan dan dipahami dapat diamalkan agar berguna
bagi
kehidupan bermasyarakat yang madani.
3. Bagi Pembina pelaksanaan tradisi pembacaan surat Alfatihah
dan Alfiil di
Pondok Pesantren Ittihadul Ummah Banyudono Ponorogo hendaknya
tradisi
pembacaan tidak hanya Surah Alfatihah dan Alfiil, sehingga
seluruh surat
dalam Alquran menjadi hidup di dalam masyarakat yang disebut
dengan
living al-Qur’an (al-Qur’an al Hayy) atau al-Qur’an in every day
life.
4. Kepada para peneliti, dalam skripsi ini masih banyak
kekurangan, oleh
karenanya saran dan kritik dari peneliti maupun para intelektual
sangat
peneliti harapkan, dan bagi peneliti berikutnya hendaknya lebih
lengkap
dalam memberikan kajian teori agar lebih mudah dipahami oleh
pembaca.
-
DAFTAR PUSTAKA
Mansur, Muhammad. “Living Quran dalam Lintasan sejarah studi
Alquran”, dalam
Sahiron Syamsuddin (Ed.), Metode Penelitian Living Qur‟an dan
Hadits,
(Yogyakarta: Teras, 2007)
Skripsi Yuyun Jahara fithrati, Tradisi pembacaan surat-surat
pilihan sebelum dan
setelah bangun tidur di Pondok Pesantren Matholi’ul Hikmah
Brebes (Studi
Living Quran)
Skripsi Idham Hamid, Tradisi membaca yasin di Makam Annangguru
Maddappungan
santri pondok pesanttren salafiah Parappe kec. Campalagian
Skripsi Ahmadz Zainal Musthofah, Tradsi pembacaan al-quran
surat-surat
pilihan(kajian living qur’an di pp. manba’ul hikmah,
Sidoarjo)
Mustaqim, Abdul, “Metode Penelitian Living Quran Model
Penelitian Kualitatif”
dalam Sahiron Syamsuddin, (ed) “Metodologi Penelitian Living
Qur‟an”,
(Yogyakarta: Teras, 2007)
Alsa, Asmadi, Pendekatan Kuantitatif Kualitatif serta
Kombinasinya dalam Penelitian
Psikologi, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2003)
Suprayogo, Imam dan Tobroni, Metodologi Penelitian Sosial Agama,
(Bandung:
Remaja Rosdakarya, 2003)
Junaedi, Didi, Living Quran: sebuah pendekatan baru dalam kajian
al Quran (Studi
kasus dipondok pesantren As Airoj Al Hasan Desa Kalimukti kec.
Pabedilan,
kab. Cirebon). JournalOf-Al Quran dan Hadits Studie-Vol 4 No,
2(2015)
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan (Bandung: Alfabeta,
2006)
-
55
Yusuf, M., “Pendekatan Sosiologi dalam Penelitian Living
Qur’an,” dalam M.
Mansyur, dkk., Metodologi Penelitian Living Qur’an dan Hadits,
(Yogyakarta:
TH. Press, 2007)
Al-Bukhari, imam, Sahih al-Bukhari, Bab al-Raqa bi al-Quran, CD
Rom, Maktabah al-
Shamilah, al-Isdar al-Thani.
Al-Bukhari, imam, Sahih al-Bukhari, Bab al-Raqa bi Fatihat
al-Kitab, CD Rom,
Maktabah al-Shamilah, al-Isdar al-Thani.
Muhammad, “Mengungkap Pengalaman Muslim Berinteraksi dengan
Al-Qu‟ran”
dalam Sahiron Syamsuddin (Ed.), Metode Penelitian Living Qur‟an
dan Hadits,
(Yogyakarta: Teras, 2007)
Yusuf, Muhammad, “Pendekatan Sosiologi Dalam Penelitian Living
Quran”, dalam
Sahiron Syamsuddin (Ed.), Metode Penelitian Living Qur‟an dan
Hadits,
(Yogyakarta: Teras, 2007)
Mustaqim, Abdul, Metode Penelitian Living Quran Model Penelitian
Kualitatif
(Yogjakarta: Teras, 2007)
Pateda, Mansoer, Semantik leksikal, (Jakarta:Rineka
Cipta,2001)
Kridalaksana, Harimurti, Kamus Linguistik. (Jakarta: Gramedia
Pustaka Utama, 2001)
Esack, Farid, The Qur’an: a Short Indtroduction (London:
Oneworld Publicatioan
2002)
Arifin, Bey, Samudra Al-Fatihah, (Surabaya, Bina Ilmu)
Muhammad, Ibnu Ridwan, “Sejarah Pendidikan Islam di Jarakan
Banyudono
Ponorogo” (Ponorogo: Bagian Penerbitan Pondok Pesantren
Ittihadul Ummah,
-
56
2017 )
Hasil Wawancara dengan Ustadz Nasta’in selaku Pengasuh Ponpes
Ittihadul Ummah.
Pada Tanggal 12 Juli 2020
Hasil Wawancara dengan santri yaitu Ilham Maghfiroh. Pada
Tanggal 14 Juli 2020
Hasil Wawancara dengan santri yaitu Sirojut Tholibin. Pada
Tanggal 14 Juli 2020
Hasil Wawancara dengan santri yaitu Miftahul Huda. Pada Tanggal
13 Juli 2020
-
LAMPIRAN
TRANSKRIP DOKUMENTASI
Kode : TD/1/III/VII/2020
Bentuk : Tulisan
Isi Dokumen : Sejarah Berdirinya Ponpes Ittihadul Ummah
Banyudono
Ponorogo
Tanggal Pencatatan : 3 Juli 2020
Bukti
Dokumentasi
Sejarah Berdirinya Pondok Pesantren Putra Putri Ittihadul
Ummah Banyudono Ponorogo
Pada tahun 1990 datanglah seorang musafir yang bernama
Al-Faqir Imam Sayuti Farid yang baru saja menyudahi
belajarnya
di Pondok Pesantren “Al-Ishlah” Bandar Kidul Kediri (1959-
1970) di bawah asuhan K.H Thoha Mu’id. Bahkan sebelumnya
pernah berta’allum di pondok “Menara” Mangunsari Tulungagung
(1953-1959) di bawah asuhan Kyai Luqman Siroj.
Al-Faqir Imam Sayuti Farid sebenarnya berdarah Ponorogo
namun kelahiran Tulungagung. Dari jalur ayahnya adalah
termasuk
keluarga Bani Abdul Ghoni Gandu Mlarak Ponorogo, sedangkan
dari jalur ibunya merupakan bagian dari Bani Abu Syakur
Kradenan Jetis Ponorogo. Al-Faqir Imam Sayuti Farid di bawa
ke
Jarakan Banyudono oleh Bapak Slamet Basri, seorang tokoh
yang
lahir di Jarakan Banyudono dan menjabat sebagai sekertaris
Lembaga Pendidikan Ma’arif Cabang Ponorogo.
Al-Faqir Imam Sayuti Farid tinggal bersama orangtua Bapak
Slamet Bisri selama kurang lebih 17 tahun dari masa lajang
sampai
-
58
lahirnya 3 orang putra putrinya. Al-Faqir Imam Sayuti Farid
segera
bisa menyatu dengan masyarakat Jarakan termasuk dengan
aktifitas masjid. Kyai Muhammad Syujak Sulam sebagai kader
dan
tokoh penting di Jarakan menyambut baik kedatangan Al-Faqir
Imam Sayuti Farid dan mengamanahkan kepada Al-Faqir Imam
Sayuti Farid untuk mendirikan madrasah dan Pondok Pesantren.
Kyai Muhammad Syujak Sulam mengatakan bahwa dulu di
Jarakan telah ada madrasah dan pondok namun dalam keadaan
tidak beraktifitas. Maka dari itu, Kyai Muhammad Syujak
Sulam
berharap kepada KH Imam Sayuti Farid untuk menghidupkan lagi
pendidikan kemadrasahan dan Pondok Pesantren di Jarakan.
Apa yang dinyatakan oleh Kyai Muhammad Syujak Sulam
amat terkesan dan dipegangi oleh KH Imam Sayuti Farid,
paling
tidak atas dua pertimbangan. Pertama : beliau merasa
mendapat
sambutan dan uluran tangan dari masyarakat yang sangan baru.
Beliau merasa sebagai pendatang yang memasuki wilayah dan
komunitas yang sama sekali tidak mempunyai hubungan khusus
namun langsung mendapat uluran dan sambutan yang sangat
baik.
Kedua : KH Imam Sayuti Farid merasa mendapat amanah dari
Kyai
pengasuhnya ketika di Pondok Pesantren, bahwa para santri di
kemudian hari nanti harus mengembangkan ilmu yang dipunyai
kepada masyarakat yang membutuhkan seberapapun yang ia
mampu.
Atas dasar dua pertimbangan tersebut, Al-Faqir Imam Sayuti
Farid segera mengambil langkah dan yang pertama dilakukan
adalah mendirikan Madrasah Awwaliyyah Al-Jariyah Banyudono
Ponorogo pada tahun 19671. Sarana yang dipakai adalah
bangunan
lama yang dibangun atas sumbangan Haji Umar Sidiq dan Haji
-
59
Idris pada tahun 1930. Madrasah Awwaliyah ini sampai
sekarang
masih beraktifitas meskipun telah mengalami pergantian
pimpinan
(kepala madrasah) dan terdaftar di Kantor Kemenag Kabupaten
Ponorogo dengan Nomor Statistik Madrasah Diniyyah :
311235020002.
Dalam perkembangannya Al-Faqir Imam Sayuti Farid
segera mempunyai beberapa jaringan aktifitas yang pada
pokoknya
ada tiga jaringan yang menoinjol, yaitu :
4. Jaringan yang ada hubungannya dengan Madrasah
Muallimat Ma’arif Ponorogo.
5. Jaringan yang ada hubungannya dengan Fakultas Tarbiyah
Wat-Ta’lim Unsuri Malang Cabang Ponorogo. Hal tersebut
disebabkan Al-Faqir Imam Sayuti Farid mulai tahun 1971
direkrut sebagai tenaga pengajar di Fakultas tersebut.
6. Jaringan yang ada hubungannya dengan Fakultas Syari’ah
IAIN Sunan Ampel Cabang Ponorogo. Hal tersebut
disebabkan Al-Faqir Imam Sayuti Farid mulai tahun 1972
direkrut sebagai tenaga pengajar honorer di Fakultas
tersebut.
Ketiga jaringan tersebut secara terpadu ternyata dapat
menjadi modal di dalam mewujudkan cita-cita besar yakni
mendirikan pondok pesantren pada tahun 1972.
Santri-santri tahap awal di Pondok Jarakan ada hubungannya
dengan ketiga jaringan tersebut, yakni beberapa siswa
Muallimat
yang domisilinya tidak jauh dari Jarakan, beberapa mahasiswa
Fakultas Syari’ah IAIN dan Fakultas Tarbiyah Wat Ta’lim
Unsuri
yang berasal dari luar Ponorogo yang bertempat tinggal di
Jarakan
Banyudono. Diantara mereka yang ingin mengaji kitab kuning
-
60
menjadi santri angkatan awal dari Pondok Pesantren ini.
Pondok
ini akhirnya diberi nama Pondok Pesantren Ittihadul Ummah
yang
beralamatkan di Jl. Soekarno Hatta Gang VI Nomor 24. Pondok
Pesantren Ittihadul Ummah telah terdaftar di Kantor
Kementrian
Agama Kabupaten Ponorogo dengan Nomor Statistik Pondok :
510035020046.
Refleksi
Pondok Pesantren Putra Putri Ittihadul Ummah didirikan oleh
seorang musafir berdarah Ponorogo yang baru menyudahi
belajarnya di Pondok Pesantren Al-Ishlah Bandar Kidul
Kediri,
yaitu K.H Imam Sayuti Farid, sekaligus beliau mendapatkan
amanah dari Kyai Muhammad Syujak Sulam untuk mendirikan
madrasah dan Pondok Pesantren di Jarakan Banyudono Ponorogo.
-
61
TRANSKRIP DOKUMENTASI
Kode : TD/2/V/VII/2020
Bentuk : Tulisan
Isi dokumen : Identitas Inti Pondok Pesantren Ittihadul
Ummah
Tanggal pencatatan : 5 Juli 2020
Bukti
Dokumentasi
Identitas Inti Pondok Pesantren Ittihadul Ummah
1. Nama : Pondok Pesantren Ittihadul Ummah
2. Nomor Statistik Pondok