A. PENDAHULUAN
Kelainan tiroid merupakan kelainan endokrin tersering kedua yang
ditemukan selama kehamilan. Berbagai perubahan hormonal dan
metabolik terjadi selama kehamilan, menyebabkan perubahan kompleks
pada fungsi tiroid maternal. (1)
Salah satu gangguan pada tiroid adalah tirotoksikosis. Perlu
dibedakan antara pengertian tirotoksikosis dengan hipertiroidisme.
Tirotoksikosis adalah manifestasi klinis kelebihan hormon tiroid
yang beredar dalam sirkulasi. Sedangkan hipertiroidisme adalah
tirotoksikosis yang diakibatkan oleh kelenjar hipertiroid yang
hiperaktif. Membedakan ini perlu, sebab terdapat tirotoksikosis
tanpa hipertiroidisme, yang bersifat self-limiting disease.Pada
kebanyakan kasus penyebab tirotoksikosis adalah penyakit Grave.
Penyebab lainnya adalah toxic nodular goiters, iatrogenik, induksi
iodin, tiroiditis subakut, hiperemesis gravidarum, mola hidatidosa
atau koriokarsinoma.(2)Gangguan fungsi tiroid selama periode
reproduksi lebih banyak terjadi pada wanita, sehingga tidak
mengejutkan jika banyak gangguan tiroid ditemukan pada wanita
hamil. Pada kehamilan, penyakit tiroid memiliki karakteristik
tersendiri dan penanganannya lebih kompleks pada kondisi tertentu.
Kehamilan dapat mempengaruhi perjalanan gangguan tiroid dan
sebaliknya penyakit tiroid dapat pula mempengaruhi kehamilan.
Seorang klinisi hendaknya memahami perubahan-perubahan fisiologis
masa kehamilan dan patofisiologi penyakit tiroid, dapat mengobati
secara aman sekaligus menghindari pengobatan yang tidak perlu
selama kehamilan.(3)B. ANATOMI
Kelenjar tiroid adalah suatu kelenjar endokrin yang terdiri atas
dua buah lobus yang simetris, berbentuk konus dengan ujung di
sebelah kranial kecil dan ujung di sebelah kaudal besar. Kelenjar
tiroid berada di bagian anterior leher, di sebelah ventral bagian
kaudal laring dan bagian kranial trakea, terletak berhadapan dengan
vertebra servikal 5 7 dan vertebra thorakal. Antara kedua lobus
tersebut dihubungkan oleh isthmus. Dari tepi superior isthmus
berkembang ke arah kranial lobus pyramidalis, yang dapat mencapai
os hyoideum dan pada umumnya berada di sebelah kiri linea mediana.
Setiap lobus berukuran kira-kira 5 cm dibungkus oleh fascia propria
dan fascia pretrachoalis.(4)Kedua lobus bersama dengan isthmus
memberi bentuk seperti huruf U dan ditutupi oleh m.sterno-hyoideus
dan m.sterno-thyreoideus. Isthmus kelenjar tiroid difiksasi pada
cincin trakea 2 sampai 4. Selain itu kelenjar tiroid difiksasi pada
trakea dan pada tepi kaudal kartilago krikoidea oleh penebalan
fascia pretrachealis yang disebut ligament of Berry.(4)
Gambar 1. Kelenjar tiroid dan struktur sekitarnya(1)
Gambar 2. Anatomi kelenjar tiroid (4)C. FISIOLOGI HORMON TIROID
DAN PERUBAHAN SELAMA KEHAMILAN
Kelenjar tiroid seperti halnya sistem endokrin lainnya, diatur
oleh hipofisis dan hipotalamus. Hipotalamus akan melepaskan thyroid
releasing hormone (TRH) yang kemudian memacu hipofisis anterior
untuk mensintesis dan melepaskan thyroid stimulating hormone (TSH).
TSH akan memacu sintesis dan pelepasan hormon dari kelenjar
tiroid.(5, 6)Kelenjar tiroid menghasilkan tiga jenis hormon yaitu
T3, T4 dan sedikit kalsitonin. Hormon T3 dan T4 dihasilkan oleh
folikel tiroid sedangkan kalsitonin dihasilkan oleh parafolikuler.
Bahan dasar pembentukan hormon-hormon ini adalah yodium yang
diperoleh dari makanan dan minuman. Yodium yang dikonsumsi akan
diubah menjadi ion yodium (yodida) yang masuk secara aktif ke dalam
sel kelenjar dan dibutuhkan ATP sebagai sumber energi. Proses ini
disebut pompa iodida, yang dapat dihambat oleh ATPase, ion klorat
dan ion sianat. Sel folikel membentuk molekul glikoprotein yang
disebut Tiroglobulin yang kemudian mengalami penguraian menjadi
mono iodotironin (MIT) dan Diiodotironin (DIT). Selanjutnya terjadi
reaksi penggabungan antara MIT dan DIT yang akan membentuk Tri
iodotironin atau T3 dan DIT dengan DIT akan membentuk
tetraiodotironin atau tiroksin (T4). Proses penggabungan ini
dirangsang oleh TSH namun dapat dihambat oleh tiourea, tiourasil,
sulfonamid, dan metil kaptoimidazol. Hormon T3 dan T4 berikatan
dengan protein plasma dalam bentuk PBI (Protein Binding Iodine).
Fungsi hormon-hormon tiroid antara adalah : (6)a) Mengatur laju
metabolisme tubuh. Baik T3 dan T4 kedua-duanya meningkatkan
metabolisme karena peningkatan komsumsi oksigen dan produksi panas.
Efek ini pengecualian untuk otak, lien, paru-paru dan testis.
b) Kedua hormon ini tidak berbeda dalam fungsi namun berbeda
dalam intensitas dan cepatnya reaksi. T3 lebih cepat dan lebih kuat
reaksinya tetapi waktunya lebih singkat dibanding dengan T4. T3
lebih sedikit jumlahnya dalam darah. T4 dapat dirubah menjadi T3
setelah dilepaskan dari folikel kelenjar tiroid.
c) Memegang peranan penting dalam pertumbuhan fetus khususnya
pertumbuhan saraf dan tulang
d) Mempertahankan sekresi GH dan gonadotropin
e) Efek kronotropik dan inotropik terhadap jantung yaitu
menambah kekuatan kontraksi otot dan menambah irama jantung.
f) Merangsang pembentukan sel darah merah
g) Mempengaruhi kekuatan dan ritme pernapasan sebagai kompensasi
tubuh terhadap kebutuhan oksigen akibat metabolisme
h) Bereaksi sebagai antagonis insulin
Perubahan Selama Kehamilan
Pada janin iodin disuplai melalui plasenta. Saat awal gestasi,
janin bergantung sepenuhnya pada hormon tiroid (tiroksin) ibu yang
melewati plasenta karena fungsi tiroid janin belum berfungsi
sebelum 12-14 minggu kehamilan. Tiroksin dari ibu terikat pada
reseptor sel-sel otak janin, kemudian diubah secara intraseluler
menjadi fT3 yang merupakan proses penting bagi perkembangan otak
janin bahkan setelah produksi hormon tiroid janin, janin masih
bergantung pada hormon-hormon tiroid ibu, asalkan asupan iodin ibu
adekuat.(3, 7)Empat perubahan penting selama kehamilan(3, 8)1.
Waktu paruh tiroksin yang terikat globulin bertambah dari 15 menit
menjadi 3 hari dan konsentrasinya menjadi 3 kali lipat saat usia
gestasi 20 minggu akibat glikosilasi estrogen.
2. Hormon hCG dan TSH memiliki reseptor dan subunit alpha yang
sama. Pada trimester pertama, sindrom kelebihan hormon bisa muncul,
hCG menstimulasi reseptor TSH dan memberi gambaran biomekanik
hipertiroid. Hal ini sering terjadi pada kehamilan multipel,
penyakit trofoblastik dan hiperemesis gravidarum, dimana
konsentrasi hCG total dan subtipe tirotropik meningkat.
3. Peningkatan laju filtrasi glomerulus dan peningkatan uptake
iodin ke dalam kelenjar tiroid yang dikendalikan oleh peningkatan
konsentrasi tiroksin total dapat menyebabkan atau memperburuk
keadaan defi siensi iodin.
4. Tiga hormon deiodinase mengontrol metabolisme T4 menjadi fT3
yang lebih aktif dan pemecahannya menjadi komponen inaktif.
Konsentrasi deiodinase III meningkat di plasenta dengan adanya
kehamilan, melepaskan iodin jika perlu untuk transpor ke janin, dan
jika mungkin berperan dalam penurunan transfer tiroksin.
Gambar 3. Perubahan dan pengaruh hormon tiroid selama
kehamilan(3)D. ETIOLOGIPenyebab tersering dari tirotoksikosis yaitu
penyakit Grave (hingga mencapai 95%). Penyebab lainnya adalah
goiter noduler, mola hidatidosa, hiperemesis gravidarum, dan asupan
hormon tiroid yang berlebih. ADDIN EN.CITE (9, 10)
Penyakit Grave merupakan kelainan autoimun kompleks dengan tanda
tirotoksikosis, oftalmopati (lid lag, lid retraction, dan
eksoftalmus), dan dermopati (miksedema pretibial). Hal ini
dimediasi oleh immunoglobulin yang merangsang tiroid. Pasien dengan
riwayat penyakit Grave di mana cenderung terjadi remisi pada
kehamilan dan relaps kembali setelah bersalin.(3, 9)Selain penyakit
Grave, tirotoksikosis dalam kehamilan juga dapat disebabkan oleh
hiperemesis gravidarum. Hiperemesis gravidarum ditandai dengan
ditemukannya gejala muntah berlebihan pada awal kehamilan yang
menyebabkan ketidakseimbangan elektrolit dan dehidrasi. Pemeriksaan
biokimia pada pasien ini menunjukkan hipertiroksinemia, dengan
peningkatan konsentrasi T4 serum dan penurunan konsentrasi TSH
serum yang ditemukan pada sebagian besar wanita hamil. Pemeriksaan
TSH serum membantu untuk membedakan hiperemesis yang berhubungan
dengan hipertiroksinemia dan kemungkinan penyebab lainnya.
Hipertiroksinemia ringan biasanya bersifat sementara, menurun pada
kehamilan minggu ke-18 tanpa terapi antitiroid. Namun,
hipertiroksinemia yang signifikan disertai dengan peningkatan T4
bebas dan TSH yang rendah, dan penemuan klinik hipertiroid,
memerlukan terapi obat antitiroid.(1)E. DIAGNOSIS
Kehamilan, begitu juga hipertiroid adalah kondisi peningkatan
laju metabolisme. Fakta ini menyulitkan mengenali tanda dan gejala
tipikal tirotoksikosis yang biasanya mudah dikenali pada pasien
yang tidak hamil. misalnya gejala seperti amenorea, lemas,
labilitas emosi, intoleransi terhadap panas, mual dan muntah dapat
terlihat baik pada pasien hamil dan juga hipertiroid. Begitu juga
tanda-tanda seperti kulit terasa hangat, takikardia, peningkatan
tekanan darah, dan bahkan struma kecil bersifat tidak
pasti.(3)Namun, ada manifestasi yang harus lebih diperhatikan,
seperti kenaikan berat badan yang rendah selama hamil dengan nafsu
makan baik, adanya tremor, dan manuver Valsava tanpa akselerasi
laju jantung. Mengingat kebanyakan kasus disebabkan oleh penyakit
Grave, dicari tanda-tanda oftalmopati Grave (tatapan melotot,
kelopak tertinggal saat menutup mata, eksoftalmus) dan bengkak
tungkai bawah (pretibial myxedema). Rendahnya spesifitas tanda dan
gejala membuat tes laboratorium merupakan alat diagnosis yang
paling baik untuk penyakit tiroid pada ibu hamil.(3)Secara umum,
untuk diagnosis pasien wanita hamil dengan kelainan tiroid yang
datang dengan gejala dan tanda klinis dari salah satu yang telah
dijelaskan di atas, maka terdapat algoritma yang dapat
digunakan.(11)
Gambar 4. Algoritma diagnosa penyakit tiroid.(11)Indikasi
pemeriksaan tiroid pada masa kehamilan adalah sebagai berikut.(3,
10) Adanya riwayat keluarga dengan penyakit tiroid autoimun
Wanita dengan terapi tiroid
Adanya goiter atau struma
Adanya riwayat:
Radiasi pada leher dengan dosis tinggi
Terapi untuk hipertiroid
Disfungsi tiroid postpartum
Riwayat persalinan dengan bayi gangguan tiroid
Diabetes melitus tipe 1
Diagnosis hipertiroid dalam kehamilan dapat ditegakkan melalui
pemeriksaan fisis dan laboratorium, terutama pemeriksaan fungsi
tiroid. Pada kehamilan, kadar T3 total dan T4 total meningkat
seiring meningkatnya konsentrasi TBG. Kadar FT3 dan FT4 dalam batas
normal tinggi pada kehamilan trimester pertama dan kembali normal
pada trimester kedua. Nilai T4 total tidak bermanfaat pada wanita
hamil karena nilainya yang tinggi merupakan respon terhadap
estrogen yang meningkatkan konsentrasi TBG. FT3 sebaiknya diperiksa
ketika nilai TSH rendah tetapi kadar FT4 normal. Peningkatan kadar
T3 menunjukkan toksikosis T3. Pemeriksaan TSH saja sebaiknya tidak
dijadikan acuan dalam mendiagnosis hipertiroid dalam kehamilan.
Pemeriksaan tambahan pada pasien yang menderita penyakit Grave
yaitu TSI (Thyroid Stimulating Immunoglobulin), di mana hampir
selalu ditemukan memiliki hasil pemeriksaan TSI yang positif.(1)F.
PENATALAKSANAAN
Propiltiourasil (PTU) dan metimazol adalah dua agen thioamide
yang bisa digunakan (100 mg PTU ekivalen dengan 10 mg metimazol).
Kedua obat ini efektif untuk menghalangi sintesis hormon di dalam
kelenjar tiroid. Konversi T4 menjadi T3 dihalangi oleh PTU. Dosis
permulaan PTU adalah 100-150 mg tiap 8 jam dan dapat mengontrol
hipertiroid dalam waktu 4-8 minggu. Beberapa perubahan dapat
dilihat setelah pengobatan diberikan selama seminggu. Perubahan
objektif yang dilihat adalah penurunan jumlah nadi dan
tirotoksikosis. Dosis PTU dapat diberikan hingga 600-900
mg/hari.(5)Tujuan dari terapi adalah menjaga kadar T4 dan T3 bebas
dari ibu dalam batas normal-tinggi dengan dosis terendah terapi
anti-tiroid. Target batas kadar hormon bebas ini akan mengurangi
resiko terjadinya hipotiroid pada bayi. Hipotiroid pada ibu
sebaiknya dihindari. Obat-obat yang terpenting digunakan untuk
mengobati hipertiroid (propiltiourasil dan metimazol) menghambat
sintesis hormon tiroid. Penggunaan metimazol pada ibu hamil
berhubungan dengan sindrom teratogenik (embriopati metimazol) yang
ditandai dengan atresia esofagus atau koanal dan aplasia kutis
kongenital. Oleh karena itu, PTU sebaiknya dipertimbangkan sebagai
obat pilihan pertama dalam terapi hipertiroid selama kehamilan dan
metimazol sebagai pilihan kedua yang digunakan jika pasien tidak
cocok, alergi, atau gagal mencapai eutiroid dengan terapi PTU.
Kedua obat tersebut dapat menyebabkan agranulositosis. Oleh karena
itu, pasien sebaiknya waspada terhadap gejala-gejala infeksi,
misalnya demam dan sakit tenggorokan, sehingga harus diperiksa
jumlah neutrofil segera setelah menderita. ADDIN EN.CITE (1,
12)
Propiltiourasil dan metimazol keduanya dapat melewati plasenta.
Namun, PTU menjadi pilihan terapi pada ibu yang hipertiroid karena
kadar transplasentanya jauh lebih kecil dibandingkan dengan
metimazol. Tetapi telah terbukti efektivitas kedua obat dan waktu
rata-rata yang diperlukan untuk normalisasi fungsi tiroid
sebenarnya sama (sekitar 2 bulan), begitu juga kemampuan melalui
plasenta. (3, 12)Jika kondisi hipertiroid sudah berkurang, dosis
anti tiroid juga harus diturunkan untuk mencegah hipotiroid pada
janin. Setelah tanda-tanda klinik dan kadar T4 serum turun, maka
dosis diturunkan perlahan-lahan sampai dosis terkecil yang masih
efektif untuk mencapai eutiroid. Dosis diturunkan seperempat sampai
sepertiga sampai empat minggu. Apabila hipertiroidisme kambuh
kembali, maka dosis PTU dinaikkan. Pengobatan diteruskan sampai
tercapai keadaan eutiroid atau sesuai kehamilan fisiologik. Prinsip
pengobatan hipertiroid dalam kehamilan adalah penggunaan dosis
sekecil mungkin. Pada trimester ketiga hampir 30% ibu dapat
menghentikan pengobatan anti tiroid dan mempertahankan status
eutiroid.(3, 5)Wanita yang sedang dalam terapi antitiroid sebaiknya
tidak berhenti menyusui bayinya karena kedua obat anti tiroid
tersebut aman. Keduanya ada dalam air susu ibu (metimazol kadarnya
lebih besar dibandingkan PTU), tetapi hanya dalam konsentrasi yang
lebih rendah. Jika pasien mengkonsumsi lebih dari 15 mg karbimazol
atau 150 mg propiltiourasil sehari, bayi sebaiknya diperiksa dan
mereka sebaiknya tidak disusui sebelum ibunya mendapatkan terapi
dengan dosis terbagi.(3)Beta bloker dapat pula digunakan untuk
mengontrol gejala autonomik dari hipertiroidisme dan menurunkan
konversi tiroksin (T4) menjadi triiodotironin (T3). Propanolol
misalnya, digunakan untuk mengontrol gejala-gejala hipermetabolik
yang berat. Dosis propranolol adalah 10-40 mg, yang diberikan tiap
6 atau 8 jam. Hipermetabolik dapat dikontrol propranolol dalam
waktu beberapa hari sampai seminggu. Beta bloker dapat diberikan
dalam waktu yang singkat (beberapa minggu) dan sebelum kehamilan
mencapai 34-36 minggu.(2, 5)Pada pasien yang tidak adekuat diterapi
dengan pengobatan antitiroid seperti pada pasien yang alergi
terhadap obat-obat, pembedahan merupakan alternatif yang dapat
diterima. Pembedahan pengangkatan kelenjar tiroid sangat jarang
disarankan pada wanita hamil mengingat resiko pembedahan dan
anestesi terhadap ibu dan bayi. Jika tiroidektomi subtotal
direncanakan, pembedahan sering ditunda setelah kehamilan trimester
pertama atau selama trimester kedua. Alasan dari penundaan ini
adalah untuk mengurangi resiko abortus spontan dan juga dapat
memunculkan resiko tambahan lainnya. Dilaporkan insidensi abortus
yang dihubungkan dengan anestesi umum dan tiroidektomi pada
trimester kehamilan kira-kira 8%.(1, 5)Terapi radioiodin menjadi
kontraindikasi dalam pengobatan hipertiroid selama kehamilan sejak
diketahui bahwa zat tersebut dapat melewati plasenta dan ditangkap
oleh kelenjar tiroid fetus. Hal ini dapat menyebabkan kehancuran
kelenjar dan akhirnya berakibat pada hipotiroid yang menetap.(1)G.
KOMPLIKASI
Tirotoksikosis ibu yang tidak diobati secara adekuat
meningkatkan risiko bagi ibu untuk mengalami preeklampsia, gagal
jantung kongestif, bahkan dapat berujung kematian. Pada sebuah
penelitian retrospektif, rata-rata komplikasi berat pada pasien
yang diobati dibandingkan dengan yang tidak adalah : preeklampsia
7% banding 14-22%; gagal jantung kongestif 3% banding 60%; badai
tiroid 2% banding 21%. ADDIN EN.CITE (1, 3, 10)
Komplikasi fetus dan neonatus di antaranya kelahiran prematur,
pertumbuhan janin terhambat, berat badan lahir rendah, kematian
janin dalam rahim, dan bayi yang mengalami tirotoksikosis atau
hipotiroid. ADDIN EN.CITE (1, 3, 10)
FaktorMenjalani terapi dan eutiroid
(n = 149)Tirotoksikosis tidak terkontrol
(n = 90)
Komplikasi Maternal :
Preeklampsia
Gagal jantung
Kematian17 (11%)
1
015 (17%)
7 (8%)
1
Komplikasi Perinatal :
Kelahiran preterm
Pertumbuhan janin terhambat
Kelahiran mati (still birth) Tirotoksikosis
Hipotiroidism
Goiter12 (8%)
11 (7%)
0/59
1
4
229 (32%)15 (17%)
6/33 (18%)
2
0
0
Tabel 1. Komplikasi kehamilan pada 239 wanita dengan
tirotoksikosis(1)Pada kebanyakan kasus, bayi tetap eutiroid. Namun,
pada sebagian dapat terjadi hiper atau hipotiroidisme dengan atau
tanpa gondok. Hipertiroidisme klinis terjadi pada sekitar 1%
neonatus yang lahir dari wanita dengan penyakit Grave. Jika
dicurigai terjadi penyakit tiroid pada janin maka tersedia sonogram
untuk mengukur volume tiroid secara sonogravis. Neonatus yang
terpajan ke tiroksin ibu secara berlebihan memperlihatkan gambaran
klinis berikut.(1, 2)1. Janin atau neonatus dapat memperlihatkan
tirotoksikosis goitrosa akibat penyaluran thyroid stimulating
immunoglobulin melalui plasenta. Hidrops non imun dan kematian
janin pernah dilaporkan pada tirotoksikosis janin.
2. Terpajannya janin ke tionamid yang diberikan kepada ibu dapat
menyebabkan hipotiroidisme graitosa. Jika dijumpai hipotiroidisme
maka janin dapat diobati dengan mengurangi obat antitiroid ibu dan
penyuntikan tiroksin intra-amnion jika diperlukan.
3. Janin dapat mengalami hipotiroidisme non-goitrosa akibat
penyaluran antibodi penghambat reseptor tirotropin ibu melalui
plasenta.
4. Bahkan setelah ablasi kelenjar tiroid ibu, biasanya dengan
iodium radioaktif 131I, tetap dapat terjadi tirotoksikosis janin
akibat penyaluran antibodi perangsang tiroid melalui plasenta.
Gambar 5. Bayi cukup bulan oleh wanita yang menderita
tirotoksikosis selama 3 tahun. Ibunya diberikan metimazol 30 mg per
hari dan eutiroid saat persalinan. Laboratorium menunjukkan bayinya
hipotiroid.(1)Krisis tirotoksik, yang juga disebut badai tiroid,
merupakan sebuah kegawatdaruratan medis yang dapat timbul akibat
hipermetabolik yang berlebihan. Kondisi ini jarang terjadi, hanya
1% dari wanita hamil dengan hipertiroid, tetapi memiliki resiko
gagal jantung. Badai tiroid didiagnosis melalui kombinasi gejala
dan tanda seperti hiperpireksia, takikardi yang tidak berhubungan
dengan demamnya, gagal jantung kongestif, disaritmia, muntah,
diare, dan perubahan mental termasuk cemas, bingung, dan gelisah.
Badai tiroid ini dapat muncul akibat infeksi, penghentian terapi
yang tiba-tiba, pembedahan, dan persalinan. (1, 10)Pengobatannya
meliputi pemberian cairan intravena, hidrokortison, propanolol,
iodin oral, dan karbimazol atau propiltiourasil dalam dosis tinggi.
Terapi badai tiroid terdiri dari rangkaian pengobatan berupa:(1)a.
Terapi suportif secara umum sebaiknya dilakukan
b. Terapi spesifik :
1. PTU 1000 mg per oral atau melalui nasogastric tube.
Dilanjutkan dengan 200 mg per oral setiap 6 jam. Jika pemberian
melalui oral tidak memungkinkan, dapat digunakan metimazol
suppositoria.
2. 1 jam setelah pemberian PTU, diberikan yodium untuk
menghambat pelepasan hormone tiroid. Dapat diberikan dalam bentuk
sodium iodide 5001000 mg secara intravena setiap 8 jam, atau
saturated solution of potassium iodide (SSKI) 5 tetes per oral
setiap 8 jam, atau larutan lugol 10 tetes setiap 8 jam.
3. Dexamethasone 2 mg secara intravena setiap 6 jam untuk 4
dosis, untuk mencegah konversi dari T4 menjadi T3 di jaringan
perifer.
4. Propanolol 20-80 mg per oral setiap 4-6 jam.
5. Phenobarbital 30-60 mg per oral setiap 6-8 jam, diperlukan
pada gelisah yang berlebihan.
6. Fetus sebaiknya dievaluasi dengan tepat dengan USG atau
pemeriksaan nonstress tergantung umur kehamilan.
DAFTAR PUSTAKA1.Cunningham G, Leveno K, Bloom S, Spong C, Dashe
J. Medical and Surgical Complications. Williams Obstetrics. 24th
ed. New York: McGraw Hill Education; 2014. p. 1148-52.
2.DeCherney AH, Nathan L, Goodwin TM, Laufer N. Thyroid and
Other Endocrine Disorders During Pregnancy. Current Diagnosis &
Treatment Obstetrics and Gynecology. 3rd ed. New York: McGraw Hill;
2006. p. 234-8.
3.Garry D. Penyakit Tiroid Pada Kehamilan. Catatan Dunia
Kedokteran-206. 2013;40(7):500-3.
4.Standring S. Gray's Anatomy : The Anatomical Basis of Clinical
Practice. 39th ed: Elsevier; 2008.
5.Warouw NN. Hipertiroidi Pada Kehamilan. In: Hariadi R, editor.
Ilmu Kedokteran Fetomaternal. 2. Jakarta: Himpunan Kedokteran
Fetomaternal POGI. p. 572-7.
6.Despopoulos A, Silbernagl S. Hormones and Reproduction. Color
Atlas of Physiology. 5th ed. Stuttgart: Thieme; 2003. p. 286-9.
7.Anonymous. Reproduction and The Thyroid. In: Speroff L, Fritz
MA, editors. Clinical Gynecologic Endocrinology and Infertility.
7th ed. Oregon: Lippincott Williams & Wilkins; 2005. p.
164-8.
8.Anonymous. Thyroid Disease and Pregnancy: American Thyroid
Association; 2012. Available from:
http://www.thyroid.org/thyroid-disease-and-pregnancy/.
9.Mazzaferri EL. Evaluation and Management of Common Thyroid
Disorders in Women American Journal of Obstetric Gynecologic.
1997;176(3):507-14.
10.Bombrys AE, Habli MA, Sibai BM. How To Manage Hyperthyroid
Disease in Pregnancy 2008. Available from:
http://www.obgmanagement.com.
11.Gabbe SG, Niebyl JR, Simpson JL. Thyroid Disease. Obstetrics
Normal and Problem Pregnancies. 5th ed. New York: Elsevier;
2007.
12.Cooper DS. Antithyroid Drugs. New england Journal of
Medicine. 2005;9(352):905-17.
6