BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kecelakaan Pesawat TerbangKecelakaan pesawat terbang
merupakan salah satu peristiwa yang berhubungan dengan
pengoperasian pesawat terbang yang terjadi sejak seseorang memasuki
pesawat udara untuk melakukan penerbangan sampai dengan saat semua
orang meninggalkan pesawat udara yang mengakibatkan seseorang
meninggal dunia atau luka parah karena berada di dalam pesawat atau
karena tersentuh langsung oleh bagian dari pesawat, termasuk bagian
pesawat yang terlepas (Pakan, 2008).Pada umumnya, suatu kecelakaan
transportasi, terjadi oleh beberapa factor, oleh Safety Management
Manual (SMM) yang diterbitkan oleh International Civil Aviation
Organisation (ICAO), membagi factor penyebab kecelakaan pesawat
terbang kedalam empat kelompok, yakni:
Faktor software, yaitu kebijakan, prosedur, dan lain-lain Factor
hardware, yaitu sarana dan prasarana
Factor environment, yaitu lingkungan dan cuaca
Factor livewae, yaitu manusia.Berdasarkan data yang berhasil
dihimpun oleh tim investigasi Komite Nasional Keselamatan
Transportasi (KNKT) Indonesia, dari tahun 2007-2010, telah terjadi
81 kejadian kecelakaan pesawat terbang yang terjadi di seluruh
Indonesia, dengan rincian sebagai berikut :No.DaerahJumlah
Kejadian
1Sumatra18
2Jawa20
3Kalimantan9
4Bali & NTB4
5Sulawesi6
6Maluku2
7Papua22
(Sumber : Data Investigasi KNKT, 2011)
Dari data tersebut diatas, didapatkan pula hasil mengenai
perkiraan penyebab dari kejadian kecelakaan transportasi udara yang
terjadi selama tahun 2007 2010, dengan rincian sebagai berikut
:Sebab / Tahun2007200820092010Jumlah
Faktor Manusia15612942
Teknik5129834
Lingkungan13015
(Sumber : Data Investigasi KNKT, 2011)
2.2 Identifikasi ForensikIdentifikasi forensik merupakan upaya
yang dilakukan dengan tujuan membantu penyidik untuk menentukan
identitas seseorang. Identifikasi personal sering merupakan suatu
masalah dalam kasus pidana maupun perdata. Menentukan identitas
personal dengan tepat amat penting dalam penyidikkan karena adanya
kekeliruan dapat berakibat fatal dalam proses peradilan.
Peran ilmu kedokteran forensuk dalam identifikasi terutama pada
jenazah tidak dikenal, jenazah yang sudah rusak, membusuk, hangus
terbakar dan kecelakaan masal, bencana alam, huru hara yang
mengakibatkan banyak korban meninggal, serta potongan tubuh manusia
atau kerangka. Selain itu identifikasi forensik juga berperan dalam
berbagai kasus lain seperti penculikan anak, bayi tertukar, atau
diragukan orangtuanya. Identitas seseorang yang dipastikan bila
paling sedikit dua metode yang digunakan memberikan hasil positif
(tidak meragukan).
* Pihak yang bertanggung jawab :
Penanggung jawab identifikasi korban mati : polisi
Minta bantuan ahli : dokter forensik, dokter gigi forensik, ahli
sidik jari, ahli DNA, dan ahli lainnya.
* Tujuan identifikasi : - Kebutuhan etis dan kemanusiaan
terhadap keluarganya.
- Pemastian kematian seseorang secara resmi dan yuridis.
- Administratif
- Klaim dalam hukum publik dan perdata.
- Klaim asuransi, pensiun dan lainnya.
- Awal penyelidikan.
* Prinsip identifikasi :
Dilakukan dengan komparasi ciri identitas pada data ante mortem
(sewaktu masih hidup) dan data post mortem (mayat/sudah
meninggal).
Objek komparasinya :
- Circumstantial evidence : pakaian, barang milik korban
- Physical evidence : pemeriksaan ciri luar, pemeriksaan ciri
dalam2.2.2 Metodologi Identifikasi
Prinsipnya adalah pemeriksaan identitas seseorang memerlukan
berbagai metode dari yang sederhana sampai yang rumit.
a. Metode sederhana
- Visual Dengan memperhatikan dengan cermat atas korban,
terutama wajahnya oleh pihak keluarga atau rekan dekatnya, maka
jati diri korban dapat diketahui. Walaupun metode ini sederhana,
untuk mendapatkan hasil yang diharapkan perlu diketahui bahwa
metode ini baru dapat dilakukan bila keadaan tubuh dan terutama
wajah korban dalam keadaan baik dan belum terjadi pembusukan yang
lanjut.
Selain itu perlu diperhatikan faktor psikologis, emosi, latar
belakang pendidikan; oleh karena faktor-faktor tersebut dapat
mempengaruhi hasil pemeriksaan.
- Pakaian Pencatatan yang teliti atas pakaian, hal yang dipakai,
mode serta adanya tulisan-tulisan seperti merek, penjahit, laundry
atau initial nama, dapat memberikan informasi yang berharga, milik
siapakah pakaian tersebut.
Bagi korban yang tidak dikenal, menyimpan pakaian secara
keseluruhan atau potongan-potongan dengan ukuran 10cmx10cm, adalah
merupakan tindakan yang tepat agar korban masih dapat dikenali
walaupun tubuhnya telah dikubur.
- Perhiasan Anting-anting, kalung, gelang serta cincin yang ada
pada tubuh korban, khususnya bila pada perhiasan terdapat initial
nama seseorang yang biasanya terdapat pada bagian dalam dari gelang
atau cincin. Akan membantu dokter atau pihak penyidik di dalam
menetukan identitas korban. Mengingat kepentingan tersebut, maka
penyimpanan dari perhiasan haruslah dilakukan dengan baik.
- Dokumen Kartu tanda penduduk, surat izin mengemudi, paspor,
kartu golongan darah, tanda pembayaran dan lainnya yang ditemukan
dalam dompet atau tas korban dapat menunjukka jati diri korban.
Khusus pada kecelakaan masal, perlu diingat akan kebiasaan
seseorang di dalam menaruh dompet dan tasnya. Pada pria dompet
biasanya terdapat dalam saku baju atau celana, sedangkan pada
wanita tas biasanya dipegang, sehingga pada kecelakaan masal tas
dapat terlempar dan sampai pada orang lain bukan pemiliknya. Jika
hal ini tidak diperhatikan, kekeliruan identitas dapat terjadi,
khususnya bila kondisi korban sudah busuk atau rusak.
- Medis
Pemeriksaan fisik secara keseluruhan, yang meliputi bantuk
tubuh, tinggi tubuh dan berat badan, warna tirai mata, adanya cacat
tubuh serta kelainan bawaan, jaringan parut bekas operasi serta
tato, dapat memastikan siapa jati diri korban.
Pada beberapa keadaan khusus, tidak jarang harus dilakukan
pemeriksaan radiologis, yaitu untuk mengetahui keadaan sutura,
bekas patah tulang atau pen serta pasak yang dipakai pada perawatan
penderita patah tulang.
Bentuk gigi dan bentuk rahang merupakan ciri khusus dari
seseorang, sehingga dapat dikatakan tidak ada gigi atau rahang yang
identik pada dua orang yang berbeda. Menjadikan pemeriksaan gigi
ini mempunyai nilai yang tinggi dalam hal penetuan jati diri
seseorang.
Pemeriksaan atas gigi ini menjadi lebih penting bila keadaan
korban sudah rusak atau membusuk, dimana dalam keadaan tersebut
pemeriksaan sidik jari tidak dapat dilakukan, sehingga dapat
dikatakan gigi merupakan pengganti dari sidik jari.
Satu keterbatasan pemanfaatan gigi sebagai sarana identitas
adalah belum meratanya sarana untuk pemeriksaan gigi, demikian pula
pendataannya (dental record), oleh karena pemeriksaan gigi masih
merupakan hal yang mewah bagi kebanyakan rakyat Indonesia. Dengan
demikian, pemeriksaan gigi sifatnya lebih selektif. - Eksklusi
Metode ini sering digunakan pada kasus yang terdapat banyak
korban seperti bencana. Bila dari sekian banyak korban, tinggal
satu yang tidak dapat dikenali oleh karena keadaan mayatnya sudah
sedemikian rusaknya, maka atas bantuan daftar korban akan dapat
diketahui identitasnya, misalnya penumpang pesawat udara, kapal
laut, dan lainnya. Bila sebagian besar korban telah dipastikan
identitasnya dengan menggunakan metode identifikasi yang lain,
sedangkan identitas sisa korban yang tidak dapat ditentukan dengan
metode tersebut di atas, maka sisa korban diidentifikasi menurut
daftar penumpang/eksklusi.
b. Metode ilmiah- Sidik jari Keuntungan dari metode ini mudah
dilakukan secara massal dan biaya yang murah. Metode ini
membandingkan sidik jari jenazah dengan data sidik jari antemortem.
Sampai sekarang, pemeriksaan sidik jari merupakan pemeriksaan yang
diakui paling tinggi ketepatannya untuk menetukan identitas
seseorang. Dengan demikian harus dilakukan penanganan yang
sebaik-baikbya terhadap jari tangan jenazah untuk pemeriksaan sidik
hari, misalnya dengan melakukan pembungkusan kedua tangan jenazah
dengan kantong plastik.
Daktiloskopi adalah suatu sarana dan upaya pengenalan identitas
diri seseorang melalui suatu proses pengamatan dan penelitian sidik
jari, yang dipergunakan untuk berbagai keperluan/kebutuhan, tanda
bukti, tanda pengenal, ataupun sebagai pengganti tanda tangan.
Sidik jari adalah suatu impresi dari alur-alur lekukan yang
menonjol dari epidermis pada telapak tangan dan jari-jari tangan
atau telapak kaki dan jari-jari kaki, yang juga dikenal sebagai
"dermal ridges" atau " dermal papillae", yang terbentuk dari satu
atau lebih alur-alur yang saling berhubungan. Sidik jari mulai
tumnuh sejak janin berusia empat minggu hingga sempurna saat enam
bulan di dalam kandungan.
Sifat-sifat khusus yang dimiliki sidik jari :
- Perennial nature : yaitu guratan-guratan pada sidik jari yang
melekat pada kulit manusia seumur hidup.
- Immutability : yaitu sidik jari seseorang tidak pernah
berubah, kecuali mendapatkan kecelakaan yang serius.
- Individuality : pola sidik jari adalah unik dan berbeda untuk
setiap orang.
Mengenai bentuk dan pola sidik jari yang terdiri dari tiga jenis
di atas memiliki ciri-ciri yang khas yaitu : Whorl (melingkar)
yaitu bentuk pokok sidik jari, mempunyai 2 delta dan sedikitnya
satu garis melingkar di dalam pattern area, berjalan di depan kedua
delta. Jenis whorl terdiri dari Plain whorl, Central pocket loop
whorl, Double loop whorl dan Accidental whorl.
Whorl bisa berbentuk sebuah Spiral, Bulls-eye, atau Double Loop.
Whorl adalah titik-titik menonjol dan kontras, dan bisa dilihat
dengan mudah. Cetakan Spiral dan Bulls-eye adalah persis sebangun
dalam interpretasinya, namun yang kedua memberikan sedikit lebih
banyak fokus. Di mana pun di bagian tangan, Whorl menyoroti dan
menekankan kepada daerah tertentu, menjadikannya sebuah wilayah
fokus di dalam kehidupan subyek.
Loop adalah bentuk pokok sidik jari dimana satu garis atau lebih
datang dari satu sisi lukisan, melereng, menyentuh atau melintasi
suatu garis bayangan yang ditarik antara delta dan core, berhenti
atau cenderung berhenti ke arah sisi semula. Loop dapat menaik ke
arah ujung jari, atau menjatuh ke arah pergelangan tangan. Common
Loop bergerak ke arah ibu jari, sementara Radial Loop (Loop
terbalik) bergerak mengarahkan ujung pemukulnya ke sisi lengan.
Arch merupakan bentuk pokok sidik jari yang semua garis-garisnya
datang dari satu sisi lukisan, mengalir atau cenderung mengalir ke
sisi yang lain dari lukisan itu, dengan bergelombang naik di
tengah-tengah. Pola ini bisa terlihat sebagai sebuah Flat Arch,
atau Tented Arch. Perhatikan setiap pola Arch menaik sangat
tinggi.
- Serologi Penentuan golongan darah yang diambil baik dari dalam
tubuh korban, maupundarah yang berasal dari bercak-bercak yang
terdapat pada pakaian, akan dapat mengetahui golongan darah pada
korban. Bila orang yang diperiksa itu kebetulan termasuk golongan
sekretor (penentuan golongan darah dapat dilakukan dari seluruh
cairan tubuh), maka pemeriksaan ini selain untuk menentukan jati
diri seseorang dalam arti sempit, akan bermanfaat pula dalam
membantu penyidik, misalnya dalam kasus perkosaan, tabrak lari,
serta kasus bayi yang tertukar dan penentuan bercak darah milik
siapa yang terdapat pada senjata dan pada pakaian tersangka pelaku
kejahatan di dalam kasus-kasus pembunuhan.
- Odontologi Suatu proses identifikasi dengan objeknya adalah
gigi. Hal ini dilakukan karena daya tahan gigi yang baik, sifatnya
sangat individual, informasi yang didapat (umur, ras, sex, golongan
darah, raut muka). Daya tahan panas gigi tingga hingga mencapai abu
bila pada suhu 538-649 derajat celcius dan 871 derajat celcius pada
tambalan amalgam. Tanda adanya data dental antemortem, data dental
post mortem tidak berarti karena tidak ada pembanding.
Langkah langkah penanganan aspek odontologi forensik:
- Bila rahang atas dan bawah lengkap :
1. Pembukaan rahang bawah untuk melepaskan rahang bawah.
2. Melakukan pembersihan rahang bawah dan rahang atas.
3. Melakukan dental charting/odontogram.
4. Melakukan rontgen foto pada seluruh gigi geligi di rahang
atas dan rahang bawah.
5. Pencabutan gigi molar 1 atas atau bawah untuk pemeriksaan
DNA.
6. Melakukan pemotretan dengan ukuran close-up
7. Melakukan perbandingan data dental antemortem dengan post
mortem
8. Proses rekonsilasi untuk penentuan identifikasi.
- Pada rahang yang tidak utuh :
Melakukan rekonstruksi bentuk rahang serta susunan gigi
geliginya dengan menggunakan wax/malam. Kenudian diperkuat dengan
menggunakan self curing acrylic. Lalu melakukan pencetakan,
dilakukan pemotretan close-up, dan pengembalian pada jenazah.
Tujuan rekonstruksi diharapkan dapat memperoleh gambaran
perkiraan raut wajah korban untuk membantu memudahkan
identifikasi.
- DNA DNA adalah materi genetik yang membawa informasi yang
dapat diturunkan. Di dalam sel manusia DNA dapat ditemukan di dalam
inti sel dan di dalam mitokondria.
Hampir semua sampel biologis dapat dipakai untuk tes DNA,
seperti buccal swab (usapan mulut pada pipisebelah dalam), darah,
rambut beserta akarnya, walaupun lebih dipilih penggunaan darah
dalam tabung (sebanyak 2 ml) sebagai sumber DNA.
Tes DNA dilakukan dengan berbagai alasan seperti persoalan
pribadi dan hukum antara lain ; tunjangan anak, perwalian anak,
adopsi, imigrasi, warisan dan masalah forensik (dalam identifikasi
korban bencana).
c. Penjelasan Identifikasi Menurut Ras, Jenis Kelamin, Umur,
Tinggi Badan, dan Prinsip Identifikasi Rangka * Ras Beberapa
rincian anatomis, terutama di wajah sering menunjukkan ras
individual. Pada ras kulit putih memiliki wajah yang menyempit
dengan hidung yang agak meninggi dan dagu yang menonjol. Ras kulit
hitam memiliki hidung yang lebar dan subnasal yang berlekuk. Indian
Amerika dan Asia memiliki bentuk tulang pipi yang menonjol dan
tekstur gigi yang khas.
Seorang antropologis memiliki banyak metode yang rumit untuk
dapat menentukan ras atau nenek moyang suatu populasi melalui
tulang. Ras dari pemilik tulang dapat diidentifikasi menjadi :
1. Ras Kaukasoid (semua yang berkulit putih)
Morfologi kranium pada ras ini yaitu :
- Tipe kranium dolichocephalic (panjang)
- Tulang zygomaticus cenderung mundur terhadap tulang fasial
- Apertura nasalis sangat sempit dan tajam tepi bawahnya
- Dasar tulang orbita cenderung miring ke bawah
- Palatum relatif sempit dan cenderung berbentuk segitiga
- Sutura zygomaticomaxillaris cenderung membelok
- Persentase sutura metopika cenderung lebih tinggi dibanding 2
ras lainnya.
2. Ras Mongoloid (Cina, Jepang, Indian Amerika)
- Tipe kranium cenderung memiliki tulang zygomaticus yang
menonjol
- Lebar apertura nasalis sedang dan tepi bawah nasal agak
runcing
- Tulang orbita cenderung sirkulair
- Tulang palatum lebarnya sedang
- Sutura zygomaticomaxillaris cenderung lurus
3. Ras Negroid (semua kulit hitam/Negro Afrika, Amerika dan
Indian Barat)
- Tipe kranium mesocephalic (sedang)
- Tulang zygomaticus tidak begitu menjorok ke depan terhadap
tulang fasial- Apertura nasalis sangat lebar dan tepi bawah tulang
nasalis tumpul
- Tulang orbita cenderung persegi empat dan jarak interorbital
lebar
- Tulang palatum cenderung sangat lebar dan agak persegi
empat
- Alveolus anterior pada maxilla dan mandibula cenderung sangat
prognathis
- Sering didapati depresi coronal posterior pada sutura
coronaria
- Sutura zygomaticomaxillaris cenderung membentuk huruf S
Penetuan ras dapat dilakukan melalui pemeriksaan terhadap
tengkorak, sudut intercondylus dan tulang panjang :
* Tengkorak : tengkorak dapat memberikan gambaran yang dapat
diandalkan mengenai karakteristik tertentu dari nenek moyang suatu
populasi.
* Sudut intercondylus : menetukan ras dari sudut intercondylus
dapat digunakan bila yang tersisa hanya kerangka saja. Metode ini
memerlukan penempatan distal femur pada posisi lateral.
* Tulang panjang : pada ras kulit hitam, tibia relatif lebih
panjang daripada femur dan radius relatif lebih panjang daripada
ulna. Pada populasi kulit putih dan mongoloid, femur lebih
melengkung ke anterior bila dibandingkan dengan populasi kulit
hitam. Femur ras kulit hitam cenderung lebih lurus.
* Jenis kelamin
Pada umumnya penentuan jenis kelamin pada orang hidup tidaklah
sukar. Hanya dari penampilan wajah, potongan tubuh, bentuk rambut,
pakaian serta ciri-ciri seks dan pertumbuhan buah dada, kita sudah
bisa mengenali apakah orang tersebut laki-laki atau perempuan.
Hanya pada kasus-kasus khusus yang jarang terjadi, diperlukan
pemeriksaan mikroskopik dari ovarium dan testis.
Penentuan jenis kelamin dalam kasus kriminal atau suatu bencana
dimana tubuh korban rusak oleh karena proses pembusukan atau
kerusakan memang disengaja misalnya dengan memotong tubuh korban,
memerlukan ketelitian yang khusus.
Penentuan jenis kelamin pada rangka : Penentuan ini didasarkan
pada ciri-ciri yang mudah dikenali pada tulang-tulang :
- Panggul : ischium pubis pada wanita lebih besar dari pria
- Tengkorak : untuk menetukan jenis kelamin dari tengkorak,
diperlukan penilaian dari berbagai ciri-ciri yang terdapat pada
tengkorak tersebut. Ciri utama adalah penonjolan di atas orbita
(procc.mastoideus, palatum, rongga mata, rahang bawah). Luas
permukaan procc. mastoideus pada pria lebih besar dibandingkan
wanita, hal ini dikaitkan dengan adanya insersi otot leher yang
lebih kuat pada pria.
- Tulang dada : rasio panjang dari manubrium sterni dan corpus
sterni menetukan jenis kelamin. Pada wanita manubrium sterni
melebihi separuh panjang corpus sterni.
- Tulang panjang : pria pada umumnya memiliki tulang yang lebih
panjang, lebih berat dan lebih kasar, serta impresinya lebih
banyak. Tulang paha merupakan tulang panjang yang dapat diandalkan
dalam penentuan jenis kelamin. Konfigurasi, ketebalan, ukuran dan
caput femoris serta bentukan dari otot dan ligamen perlu
diperhatikan.
- Penentuan jenis kelamin secara histologik : prinsip penentuan
secara histoligik atau miroskopik ini adalah berdasarkan pada
kromosom. Bahan pemeriksaan dapat diambil dari = kulit, leukosit,
sel-sel selaput lendir pipi bagian dalam, sel-sel rawan, korteks
kelenjar supra renalis, cairan amnion.
* Umur Biasanya pemeriksaan dari os pubis, sacroiliaka joint,
arthritis pada spinal dan pemeriksaan mikroskopis dari tulang dan
gigi memberikan informasi yang mendekati perkiraan umur. Untuk
memperkirakan usia, bagian yang berbeda dari rangka lebih berguna
untuk menetukan perkiraan usia pada range usia yang berbeda. Range
usia meliputi usia perianal, neonatus, bayi dan anak kecil, usia
kanak-kanak lanjut, usia remaja, dewasa muda dan dewasa tua.
Umur dalam 3 tahapan :
1. Bayi baru dilahirkan : neonatus, bayi yang belum mempunyai
gigi, sangat sulit untuk menentukan usianya karena pengaruh proses
pengembangan yang berbeda pada masing-masing individu. Pembentukan
gigi sering digunakan untuk memperkirakan usia. Pembentukan gigi
permanen sangat menentukan usia/indikatornya.
2. Anak dan dewasa sampai umur 30 tahun : Masa kanak-kanak
lanjut dimulai saat gigi permanen mulai tumbuh. Semakin banyak
tulang yang mulai mengeras. Masa remaja menunjukkan pertumbuhan
tulang panjang dan penyatuan pada ujungnya. Penyatuan ini merupakan
teknik yang berguna dalam penentuan usia. Masing-masing epifisis
akan menyatu pada diafisis pada usia-usia tertentu. Dewasa muda dan
dewasa tua mempunyai metode-metode yang berbeda dalam penentuan
usia. Penutupan sutura cranium, morfologi dari ujung iga, permukaan
aurikula dan simfisis pubis, struktur mikro dari tulang dan
gigi.
Persambungan speno-oksipital terjadi pada umur 17-25 tahun.
Tulang selangka merupakan tulang panjang terakhir unifikasi.
Unifikasi dimulai umur 18-25. Unifikasi lengkap pada usia 25-30
tahun, usia lebih dari 31 tahun sudah lengkap. Tulang belakang
sebelum usia 30 tahun menunjukkan alur yang dalam dan radier pada
permukaan atas dan bawah.
3. Dewasa > 30 tahun :sutura kranium perlahan-lahan menyatu.
Morfologi pada ujung iga berubah sesuai dengan umur. Iga
berhubungan dengan sternum melalui tulang rawan. Ujung iga saat
mulai terbentuk tulang rawan awalnya berbentuk datar, namun selama
proses penuaan ujung iga mulai menjadi kasar dan tulang rawan mulai
menjadi berbintik-bintik. Iregularitas dari ujung iga mulai
ditemukan saat usia menua.
Pemeriksaan tengkorak : pemeriksaan sutura, penutupan tubula
interna mendahului eksterna. Sutura sagitalis, koronarius dan
lambdoideus mulai menutup umur 20-30 tahun. Sutura parieto-mastoid
dan aquamaeus usia 25-35 tahun tertutup, tapi dapat tetap terbuka
sebagian pada umur 60 tahun. Sutura spheno-parietal umumnya tidak
akan menutup sampai umur 70 tahun.
* Tinggi badan Tinggi badan merupakan persamaan linear dari
berbagai tulang panjang, yaitu humerus, femur, radius dan tibia
dengan rumusan Trotter dan Gleser, Stevenson, Karl pearson,
Dupertus dan Hadden. Kepentingan pengukuran tinggi badan dari
tulang panjang adalah penting pada keadaan tubuh yang sudah
terpotong atau yang didapatkan rangka atau sebagian tulang.
Perkiraan tinggi badan dengan pengukuran tulang panjang :
Tulang lengan atas 35 persen dari tinggi badan. tulang paha 27
persen dari tinggi badan, tulang kering 22 persen dari tinggi badan
dan tulang belakang 35 persen dari tinggi badan. Jenis kelamin
ditentukan berdasarkan pemeriksaan tulang panggul, tulang
tengkorak, sternum, tulang panjang serta skapula dan
metakarpal.Sedangkan tinggi badan dapat diperkirakan dari panjang
tulang tertentu, dengan menggunakan rumus yang dibuat oleh banyak
ahli. Melalui suatu penelitian, Djaja Surya Atmaja menemukan rumus
untuk populasi dewasa muda di Indonesia;
TB = 71,2817 + 1,3346 (tib) +1,0459(fib) (lk 4,8684) TB =
77,4717 + 2,1889 (tib) + (lk 4,9526) TB = 76,2772 + 2,2522 (fib)
(lk 5,0226)Formula STEVENSON :
TB = 61,7207 + (2,4378 x panjang Femur) + 2,1756
TB = 81,5115 + (2,8131 x panjang Humerus) + 2,8903
TB = 59,2256 + (3,0263 x panjang Tibia) + 1,8916
TB = 80,0276 + (3,7384 x panjang Radius) + 2,6791
Formula TROTTER dan GLESER :
TB = 70,37 + 1,22 (panjang Femur + pjg Tibia) + 3,24
Tulang yang diukur dalam keadaan kering biasanya lebih pendek 2
milimeter dari tulang yang segar, sehingga dalam menghitung tingi
badan perlu diperhatikan. Rata-rata tinggi laki-laki lebih besar
dari wanita, maka perlu ada rumus yang terpisah antara laki-laki
dan wanita.Apabila tidak dibedakan, maka diperhitungkan ratio
laki-laki banding wanita adalah 100:90. Selain itu penggunaan lebih
dari satu tulang sangat dianjurkan.(Khusus untuk rumus Djaja SA,
panjang tulang yang digunakan adalah panjang tulang yang diukur
dari luar tubuh berikut kulit luarnya).
Ukuran pada tengkorak, tulang dada, dan telapak kaki juga dapat
digunakan untuk menilai tinggi badan.Bila tidak diupayakan
rekonstruksi wajah pada tengkorak dengan jalan menambal tulang
tengkorak tersebut dengan menggunakan data ketebalan jaringan lunak
pada berbagai titik di wajah, yang kemudian diberitakan kepada
masyarakat untuk memperoleh masukan mengenai kemungkinan identitas
kerangka tersebut.Setelah korban teridentifikasi sedapat mungkin
dilakukan perawatan jenazah yang meliputi antara lain:
a. Perbaikan atau rekonstruksi tubuh jenazah
b. Pengawetan jenazah (bila memungkinkan)
c. Perawatan sesuai agama korban
d. Memasukkan dalam peti jenazah
Kemudian jenazah diserahkan kepada keluarganya oleh petugas
khusus dari Komisi Identifikasi berikut surat-surat yang diperlukan
pencatatan yang penting pada proses serah terima jenazah antara
lain:
a. Tanggal dan jamnya
b. Nomor registrasi jenazah
c. Diserahkan kepada siapa, alamat lengkap penerima, hubungan
keluarga dengan
korban.
d. Dibawa kemana atau dimakamkan dimana
2. 3 DVI (Disaster Victim Identification)
DVI (Disaster Victim Identification) adalah suatu definisi yang
diberikan sebagai sebuah prosedur untuk mengidentifikasi korban
mati akibat bencana massal secara ilmiah yang dapat
dipertanggung-jawabkan dan mengacu kepada standar baku Interpol.
DVI bekerja dalam hal bencana alam, dimana dalam penggolongannya
bencana missal dibedakan menjadi 2 tipe. Pertama, Natural Disaster,
seperti Tsunami, gempa bumi, banjir, tanah longsor dan sejenisnya.
Sedangkan yang kedua, dikenal sebagai Man Made Disaster yang dapat
berupa kelalaian manusia itu sendiri seperti: kecelakaan udara,
laut, darat, kebakaran hutan dan sejenisnya serta akibat ulah
manusia yang telah direncanakannya seperti pada kasus
terorisme.
Poses DVI yang terdiri dari 5 fase yaitu The Scene, Post Mortem
Examination, Ante Mortem Information Retrieval, Reconciliation dan
Debriefing. Pada fase pertama, tim awal yang datang ke TKP
melakukan pemilahan antara korban hidup dan korban mati selain juga
mengamankan barang bukti yang dapat mengarahkan pada pelaku apabila
bencana yang terjadi merupakan bencana yang diduga akibat ulah
manusia. Pada korban mati diberikan label sebagai penanda. Label
ini harus memuat informasi tim pemeriksa, lokasi penemuan, dan
nomor tubuh/mayat. Label ini akan sangat membantu dalam proses
penyidikan selanjutnya. Fase kedua dalam proses DVI adalah fase
pemeriksaan mayat. Fase ini dapat berlangsung bersamaan dengan fase
pertama dan fase ketiga. Pada fase ini, para ahli identifikasi,
dokter forensik dan dokter gigi forensik melakukan pemeriksaan
untuk mencari data postmortem sebanyak-banyaknya. Sidik jari,
pemeriksaan terhadap gigi, seluruh tubuh, dan barang bawaan yang
melekat pada mayat. Dilakukan pula pengambilan sampel jaringan
untuk pemeriksaan DNA. Data ini dimasukkan ke dalam pink form
berdasarkan standar Interpol. Fase ketiga adalah fase pengumpulan
data antemortem dimana ada tim kecil yang menerima laporan orang
yang diduga menjadi korban. Tim ini meminta masukan data
sebanyak-banyaknya dari keluarga korban. Data yang diminta mulai
dari pakaian yang terakhir dikenakan, ciri-ciri khusus (tanda
lahir, tato, tahi lalat, bekas operasi, dan lainlain), data rekam
medis dari dokter keluarga dan dokter gigi korban, data sidik jari
dari pihak berwenang (kelurahan atau kepolisian), serta sidik DNA
apabila keluarga memilikinya. Apabila tidak ada data sidik DNA
korban maka dilakukan pengambilan sampel darah dari keluarga
korban. Data Ante Mortem diisikan ke dalam yellow form berdasarkan
standar Interpol. Seseorang dinyatakan teridentifikasi pada fase
keempat yaitu fase rekonsiliasi apabila terdapat kecocokan antara
data Ante Mortem dan Post Mortem dengan kriteria minimal 1 macam
Primary Identifiers atau 2 macam Secondary Identifiers. Setelah
selesai keseluruhan proses identifikasi, dengan hasil memuaskan
maupun tidak, proses identifikasi korban bencana ini belumlah
selesai. Masih ada satu fase lagi yaitu fase kelima yang disebut
fase debriefing. Fase ini dilakukan 3-6 bulan setelah proses
identifikasi selesai. Pada fase debriefing, semua orang yang
terlibat dalam proses identifikasi berkumpul untuk melakukan
evaluasi terhadap semua hal yang berkaitan dengan pelaksanaan
proses identifikasi korban bencana, baik sarana, prasarana,
kinerja, prosedur, serta hasil identifikasi. Hal-hal baik apa yang
dapat terus dilakukan di masa yang akan datang, apa yang bisa
ditingkatkan, hal-hal apa yang tidak boleh terulang lagi di masa
datang, kesulitan apa yang ditemui dan apa yang harus dilakukan
apabila mendapatkan masalah yang sama di kemudian hari, adalah
beberapa hal yang wajib dibahas pada saat debriefing
DAFTAR PUSTAKA
KNKT. 2010. Analisis Data Kecelakaan dan Investigasi Pesawat
Udara Tahun 2007-2010. Jakarta: Kementerian Perhubungan.Henky.
2012. Identifikasi Korban Bencana Massal: Praktik DVI Antara Teori
dan Kenyataan. Jakarta: Asosiasi Ilmu Forensik Indonesia
Forensik UI. 1997. Ilmu Kedokteran Forensik. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas IndonesiaWikipedia. Identifikasi Forensik.
Diambil dari http://id.wikipedia.org/wiki/Identifikasi_forensik
tanggal akses : 5 September 2012
Yandi, dkk. 2009. Romans Forensik. Banjarmasin: Universitas
Lambung Mangkurat