Tips Mengatasi Kesulitan Bergaul 12 09 2010
Anak - anak terkadang sulit bergaul
Hari ini merupakan hari panen artikel. Setelah bongkar bongkar
isi My Document, saya banyak menemukan artikel yang sayang jika
tidak dibagi. Artikel ini membahas tentang tips bagaimana cara kita
agar terbebas dari sifat kurang pergaulan (Kuper). Monggo silakan
dibaca.
Life Skill
Dari sekian masalah yang harus kita hadapi dalam hidup ini,
kesulitan dalam bergaul adalah salah satunya. Bagi yang kebetulan
sedang menghadapi masalah ini, mungkin ada dua hal yang perlu
diingat:
Pertama, pergaulan itu erat kaitannya dengan kemampuan.
Kemampuan di sini artinya bukan hasil bawaan dari lahir tetapi
merupakan kapabilitas yang diraih dari usaha dalam mengembangkan
diri (developmental process). Jadi, apapun kepribadian anda, pada
dasarnya anda punya kesempatan yang sama untuk bergaul seperti juga
orang lain yang punya model kepribadian lain.
Sah-sah saja kita menyimpulkan, misalanya saja: saya orangnya
termasuk Melankolis yang introvert, pemikir dan pesimis. Dia kan
orangnya termasuk Sanguinis yang ekstrovert, suka ngomong dan
optimis. Saya orangnya termasuk Phlegmatis yang introvert, pengamat
dan pesimis. Dia kan orangnya termasuk Koleris yang ekstrovert
pelaku dan optimis. Dan bla, bla, bla lainnya.
Tetapi ada satu hal yang perlu diingat bahwa dunia ini tidak
peduli dengan apakah kita termasuk orang berkepribadian ini dan
itu. Dunia ini hanya tahu satu hal: kalau kita mengalami kesusahan
bergaul, hidup kita juga mengalami kesusahan yang tidak kita
inginkan. Titik. Ini adalah sebuah dalil mengapa kita perlu
mengembangkan potensi yang mendukung perbaikan kemampuan kita dalam
bergaul, terlepas apapun model kepribadian kita.
Sejumlah istilah ilmiah yang bisa kita temukan dalam buku-buku
kepribadian itu mestinya kita gunakan untuk melihat sisi plus-minus
agar kita bisa mengembangkan diri sejati kita (bukan jadi seperti
orang lain). Sebab, apapun model kepribadian kita pasti ada sisi
plus yang perlu kita
kembangkan untuk memperbaiki hidup dan pasti pula ada sisi minus
yang perlu kita kontrol agar tidak sampai merugikan atau
membahayakan.
Kedua, pergaulan itu tidak identik dengan banyak ngomong atau
sedikit ngomong, tidak identik dengan apakah anda seorang pendiam
atau tidak pendiam. Prinsip yang berlaku dalam pergaulan adalah
bagaimana kita berkomunikasi dengan orang lain (to build) dan
bagaimana kita menjaga hubungan itu (to maintain). Karenanya,
jangan heran bila menjumpai ada orang yang banyak ngomong tetapi
pergaulannya sempit dan jangan heran pula bila melihat ada orang
yang sedikit ngomong tetapi pergaulannya luas.
Kalau melihat acuan Pendidikan Ketrampilan Hidup (Life Skill
Education) yang dipakai PBB (Unesco), akan kita temukan empat pilar
utama yang harus dilatih untuk memperbaiki ketrampilan hidup
(terlepas apapun latar belakang pendidikan formal dan apapun model
kepribadian anda). Keempat pilar utama itu adalah:
* Belajar untuk mengetahui )learning to know). Semua orang perlu
meningkatkan kemampuannya di sini, yaitu: kemampuan berpikir
kritis, berpikir dalam menyelesaikan masalah, mengambil keputusan,
memahami konsekuensi tindakan, dan seterusnya. * Belajar untuk
menjadi (learning to be): meningkatkan kemampuan personal seperti
bagaimana menangani stress, bagaimana meningkatkan kepercayaan
diri, kesadaran diri, dan seterusnya * Belajar untuk hidup bersama
(learning to live together): kemampuan sosial seperti komunikasi,
negoisasi, kerjasama tim, bergaul, dan seterusnya * Belajar untuk
melakukan (learning to do): kemampuan manual / praktek atau
keahlian kerja teknis sesuai dengan bidang kita masing-masing
Sekali lagi perlu kita yakinkan pada diri sendiri bahwa bergaul
adalah bagian penting dari ketrampilan hidup. Kita semua sudah tahu
bahwa di dunia ini pasti tidak ada buku atau perpustakaan yang bisa
mengungkap manfaat pergaulan karena saking banyaknya manfaat itu.
Hambatan yang menyulitkan
Ada beberapa hal yang menghambat usaha kita untuk mengatasi
kesulitan dalam bergaul, antara lain:
Arogansi yang tersembunyi
Ini biasanya sangat halus bahkan kita sendiri kurang
menyadarinya. Namun demikian ada bentukbentuk riil yang bisa
mewakili, misalnya kita menolak untuk bertanya kepada orang lain
lebih dulu dengan alasan untuk apa, menolak berjabat tangan lebih
dulu, dan seterusnya. Meski ini adalah hak kita, tetapi kalau yang
kita inginkan adalah menjalin pergaulan, maka kita perlu
menggantinya dengan yang lebih friendly.
Selain arogansi tersembunyi ini, ada juga yang bisa kita sebut
dengan istilah terlalu pasif. Kita memang tidak memiliki alasan
untuk apa yang bernada mengangkat diri kita di atas orang lain,
tetapi kita terlalu pasif, misalnya menunggu ditanya lebih dulu,
menunggu diajak berjabat tangan lebih dulu, menunggu disapa lebih
dulu, menunggu diajak senyum lebih dulu, dan seterusnya. Dua hal
ini bisa mengganggu pergaulan.
Terlalu memikirkan diri sendiri
Ini bisa mengganggu kelancaraan saat sedang berbicara /
berdialog dengan orang lain. Ketika sedang berbicara dengan orang
lain, jangan memikirkan bagaimana sepatu anda, bagaimana rambut
anda, bagaimana cara duduk anda, bagaimana seluler anda, dan
seterusnya. Atau juga jangan mengembangkan asumsi seperti misalnya:
bagaimana orang lain menilai kostum saya, dan sejumlah bagaimana
yang lain. Ini kerap bisa membuat konsentrasi anda bukan pada
pembicaraan, tetapi kepada diri sendiri. Kalau Anda sedikit-sedikit
melihat ke diri sendiri, mungkin anda akan kehilangan momen untuk
menghangatkan suasana. Jadi, fokuskan pada bagaimana menciptakan
suasana supaya bisa menjadi hidup, bukan memikirkan diri
sendiri.
Terlalu banyak menilai orang lain (jugdmental)
Menilai itu tahapan berikutnya. Untuk membuka pintu pergaulan,
nomorduakan itu. Atau juga, simpan dulu di batin anda. Terlalu
cepat menghakimi orang lain bisa mengganggu kelancaran usaha dalam
membuka pergaulan. Yang lebih dibutuhkan di sini adalah kemampuan
memunculkan asumsi bahwa semua orang itu punya sisi positif dan
juga punya sisi negatif. Asumsi ini akan banyak membantu dalam
melancarkan urusan pergaulan. Ada sebuah pepatah yang mengingatkan
kita begini: Kalau Anda menginginkan orang yang sempurna seperti
yang Anda inginkan, sebaiknya Anda hidup seorang diri dengan
mengunci kamar
Terpenjara oleh pemahaman sempit dan mempersempit
Sadar atau tidak, seringkali kita menciptakan pemahaman yang
mempersempit hidup kita sendiri. Ini biasanya terkait dengan urusan
agama, suku, ras, almamater, status sosial, status pendidikan, dan
lain-lain. Meski jarang kita ucapkan tetapi dalam prakteknya kerap
kita jalankan. Kita merasa agak kurang sreg bergaul dengan lain
agama, lain suku, lain almamater, lain status, dan seterusnya.
Memang ini hak kita juga tetapi bila dikaitkan dengan upaya
mengatasi kesulitan pergaulan, ya hendaknya ini perlu kita pikirkan
ulang. Jangan-jangan hanya karena kita punya pemahaman yang sempit
lalu hidup kita menjadi sempit. Dunia ini sebetulnya tidak
mempersempit kita. Tetapi karena kita punya pemahaman yang sempit
tentang dunia, akhirnya dunia kita menjadi sempit.
Masalah kejiwaan yang umum
Ada sejumlah masalah kejiwaan umum yang juga kerap menghambat
pergaulan, seperti misalnya kurang pede, malu tanpa alasan yang
jelas, minder, takut, cepat ngambek, sering terjadi konflik dengan
orang lain, dan lain-lain. Ada banyak tip yang bisa kita baca dari
berbagai sumber untuk mengatasi masalah ini. Namun begitu, ada satu
kata kunci yang tidak bisa ditinggalkan, yaitu: menghilangkannya
dengan cara mempraktekkan (learning by doing), belajar memperbaiki
diri dari praktek yang kita lakukan.
Keberanian Anda dalam bergaul akan membaik apabila Anda terus
mempraktekkan pergaulan. Kepercayaan diri Anda akan tumbuh membaik
bukan karena Anda banyak tahu tentang tip pergaulan tetapi karena
Anda banyak latihan bergaul (practicing). Tip, strategi atau
pengetahuan itu dibutuhkan pada saat Anda sedang mempraktekkan,
bukan sedang memikirkan.
Hal lain yang tak kalah pentingnya untuk diingat juga adalah
mencampur adukkan antara pergaulan dengan kepentingan lain,
katakanlah di sini misalnya kepentingan bisnis. Untuk orang
tertentu pada keadaan tertentu dengan konteks tertentu dan pada
level keakraban tertentu, terkadang bisa menganggu kalau kita
bergaul tetapi tujuan kita adalah ingin memasarkan produk.
Ini memang tidak mutlak dan terkadang lebih banyak terkait
dengan persoalan cara dan level keakraban. Berdasarkan omongan
orang yang sering saya dengar, orang agak merasa terganggu dengan
model pergaulan yang keakrabannya belum begitu mendalam tetapi
sudah bicara
menawarkan produk dengan cara yang agresif. Jika Anda harus
melakukannya juga, tempuhlah cara yang paling asertif (sopan, tidak
bernada memaksa, didukung dengan alasan yang kuat). Solusi yang
bisa Anda lakukan
Ada beberapa hal yang bisa kita lakukan untuk mengatasi masalah
kesulitan bergaul ini, antara lain:
Melatih kepedulian
Kepedulian itu bentuknya bermacam-macam dari mulai yang paling
ringan bisa kita lakukan sampai ke yang paling berat. Ini misalnya
adalah showing interest (menunjukkan ketertarikan) pada kehidupan
orang lain, bisa diajak berbicara tentang apa yang penting menurut
orang lain, memberikan alasan pada orang lain bahwa Anda tidak
berada di pulau yang berbeda dengan mereka, dan seterusnya. Di sini
berarti Anda perlu meningkatkan wawasan yang terkait dengan
beberapa topik utama di lingkungan Anda.
Meskipun showing interest itu gratis tetapi kalau untuk
kepentingan mengatasi masalah kesulitan bergaul, biasanya berperan
sangat penting. Untuk selanjutnya, bentuk kepedulian ini bisa Anda
tingkatkan, misalnya melibatkan diri pada aktivitas bersama dengan
orang lain, memainkan peranan yang bermanfaat bagi orang lain,
memberi bantuan pada orang lain yang membutuhkan anda, dan
seterusnya. Intinya, jangan sampai kita menyalahkan model
kepribadian yang kita miliki seiring dengan serangkaian kesulitan
bergaul yang kita alami sementara kita sendiri jarang menunjukkan
ketertarikan pada topik atau hal yang menarik buat orang lain. Kita
merasa hidup di pulau yang jauh dengan orang lain.
Fokuskan pada pengembangan dialog dan suasana
Seperti yang sudah kita bahas di muka, terlalu memikirkan diri
sendiri dan terlalu membuat penilaian atas orang lain pada saat
pembicaraan berlangsung, ini bisa mengganggu suasana. Karena itu,
fokuskan pada suasana, topik pembicaraan, dan kehangatan dialog.
Bagaimana caranya? Di antaranya adalah: a) mengajukan pertanyaan
yang bisa kita pelajari dengan menggunakan kaidah 5W1H (what,
where, who, why, when, dan how), b) mendengarkan dan mengungkapkan,
c) memunculkan humor atau guyonan yang mendukung dan sesuai
kebutuhan.
Menghormati privacy orang lain
Ada beberapa hal tentang orang lain yang membuatnya akan lebih
suka kalau kita ketahui, tetapi juga ada beberapa hal tentang orang
lain yang akan membuatnya tidak nyaman kalau kita ketahui. Hal-hal
tentang orang lain yang membuatnya tidak nyaman kalau kita ketahui
inilah yang saya maksudkan dengan privacy. Biasanya yang kedua ini
adalah masalah-masalah yang sangat pribadi.
Setiap orang itu biasanya memiliki tiga wilayah kehidupan.
Pertama adalah wilayah publik (diketahui secara umum, misalnya
tinggal di mana, sekolah di mana, dst), kedua, wilayah privat
(diketahui hanya oleh orang yang dekat, pacarnya siapa, musuhnya
siapa, dst), dan ketiga adalah wilayah pribadi (tidak ingin
diketahui oleh siapapun kecuali dirinya atau suami-istrinya). Untuk
kepentingan kelancaran bergaul, akan lebih OK kalau kita
memfokuskan diri untuk mengetahui hal-hal yang memang orang lain
merasa nyaman untuk diketahui (wilayah publik) dan melupakan apa
saja yang membuat orang lain merasa tidak nyaman bila diketahui
(wilayah pribadi)
Lihat orang lain yang lebih berhasil
Pergaulan itu erat kaitannya dengan seni (the art) atau
permainan, (playing the game) tentang bagaimana menjalin hubungan
dengan orang lain. Karena seni, maka gayanya berbeda-beda dan ini
tidak terkait dengan apakah anda orang yang tipenya banyak ngomong
atau sedikit ngomong. Dan, dalam seni permainan, biasanya ada dua
hal yang mendasar, yaitu: a) bagaimana anda mengontrol emosi, b)
bagaimana anda mengimbangi emosi orang lain.
Dua hal ini memang agak sulit kalau dijelaskan dengan kata-kata.
Akan lebih cepat bisa anda pahami dengan melihat bagaimana orang
lain yang secara prestasi di atas Anda menjaga hubungan. Mereka
yang telah berhasil menjaga hubungan sampai bertahun-tahun, umumnya
sudah memiliki kematangan emosi yang lebih bagus. Ini bukan berarti
mereka tidak pernah konflik, gap, berbeda pendapat dan lain-lain,
tetapi karena mereka sudah tahu bagaimana bermain-main dengan
emosi. Karena itu, ada hal-hal yang ditanggapi dengan diam, dengan
bicara, dengan ketawa, dengan biasabiasa, dengan humor, dan
lain-lain.
Kalau Anda kesulitan mencari contoh, lihatlah bagaiman orang tua
kita yang telah bertahun-tahun mempertahankan hubungan dalam
membina keluarga. Secara umum bisa kita lihat bahwa kecanggihannya
dalam memainkan emosi terletak pada kemampuannya untuk tidak
meng-ekstrimkan sesuatu yang berpotensi akan mengacaukan keadaan
atau hubungan. Untuk mencapai
kemampuan ini memang perlu latihan dan ini tidak terkait
langsung dengan umur tetapi terkait dengan pengalaman hidup (life
experiencing).
Tingkatkan prestasi Anda
Ini adalah kunci untuk mengatasi masalah-masalah kejiwaan umum
itu. Semakin banyak hal-hal positif yang bisa Anda realisasikan
dari diri Anda, maka semakin baguslah Anda merasakan diri anda.
Bagaimana kita merasakan diri kita akan terkait dengan bagaimana
kita berhadapan dengan orang lain. Karena itu, menurut teori
kesehatan mental, orang yang sedang depresi (punya perasaan negatif
terhadap diri sendiri, orang lain, keadaan atau Tuhan) tidak bisa
membangun hubungan dengan orang lain secara positif dan
konstruktif.
RAGAM KONSELING BERDASARKAN MASALAH PENDAHULUAN LATAR BELAKANG
Konseling merupakan sebuah penemuan pada abad ke-20. Konseling
adalah proses pemberian bantuan yang dilakukan oleh seorang ahli
(disebut konselor) kepada individu yang mengalami sesuatu masalah
(disebut konsele) yang bermuara pada teratasinya masalah yang
dihadapi klien. Istilah ini pertama kali digunakan oleh Frank
Parsons di tahun 1908 saat ia melakukan konseling karier. Konseling
merupakan inti dari pelayanan bimbingan. Mortensen dan Schmuller
(1964) menyatakan counseling is the heart of guidance program.
Setiap orang pasti mempunyai masalah dan terkadang tidak bisa
menyelesaikannya sendiri. Pada saat seperti inilah konseling sangat
dibutuhkan. Konselor akan dengan berusaha sebaik mungkin bekerja
sama dengan konseli dalam menemukan cara terbaik untuk memecahkan
masalah konseli. Tugas sebagai konselor merupakan tantangan besar.
Konselor harus berusaha untuk bisa membantu konseli dengan sebaik
mungkin. Ragam konseling berdasarkan masalah yaitu konseling
pribadisosial, konseling akademik atau pendidikan, dan konseling
karir. RUMUSAN MASALAH
1. Apakah konseling pribadi-sosial itu? 2. Apakah konseling
akademik atau pendidikan itu? 3. Apakah konseling karir itu?
TUJUAN Tujuan penulisan makalah ini adalah agar pembaca dan
pendengar mampu memahami dan mengerti tentang ragam koseling
berdasarkan masalah, yaitu konseling karir, konseling
pribadi-sosial, dan konseling akademik atau pendidikan.
PEMBAHASAN RAGAM KONSELING BERDASARKAN MASALAH Ragam konseling
berdasarkan masalah, yaitu konseling pribadi-sosial, konseling
akademik, dan konseling karir.
1. KONSELING PRIBADI-SOSIAL
Konseling pribadi-sosial merupakan salah satu bidang konseling
yang ada di sekolah. Konseling pribadi-sosial merupakan usaha
bimbingan, dalam menghadapi dan memecahkan masalah pribadisosial,
seperti penyesuaian diri, menghadapi konflik dan pergaulan. Selain
itu, konseling pribadisosial juga dapat diartikan sebagai
seperangkat usaha bantuan kepada peserta didik agar dapat
menghadapi sendiri masalah-masalah pribadi dan sosial yang
dialaminya, mengadakan penyesuaian pribadi dan sosial, memilih
kelompok sosial, memilih jenis-jenis kegiatan sosial dan kegiatan
rekreatif yang bernilai guna, serta berdaya upaya sendiri dalam
memecahkan masalah-masalah pribadi, rekreasi dan sosial yang
dialaminya. Konseling pribadi-sosial diberikan kepada individu,
agar mampu menghadapi dan memecahkan permasalahan pribadi-sosialnya
secara mandiri. Yang tergolong dalam masalah-masalah sosialpribadi
adalah masalah hubungan dengan sesama teman, dengan dosen, serta
staf, permasalahan sifat dan kemampuan diri, penyesuaian diri
dengan lingkungan pendidikan dan masyarakat tempat mereka tinggal
dan penyelesaian konflik. Konseling pribadi-sosial merupakan suatu
konseling yang diberikan oleh seorang ahli kepada individu atau
kelompok, dalam membantu individu menghadapi dan memecahkan
masalah-masalah pribadi-sosial, seperti penyesuaian diri,
menghadapi konflik dan pergaulan. Contoh dari konseling
pribadi-sosial yaitu konseling keluarga. Konseling keluaraga
dibagai menjadi 2, yaitu konseling anak dan konseling orang
tua.
1. konseling anak
pada dasarnya konseling anak-anak tidak berbeda dengan konseling
orang dewasa. Beberapa masalah dasar pada anak-anak :
* mencapai komunikasi yang tepat * menangani perasaan
ketergantungan *
bekerja dengan orang tua dan anggota keluarga lainnya * membantu
konseli untuk menyadari kebutuhan akan bantuan * menciptakan
suasana yang menyenangkan
Cara membantu anak dalam memecahkan masalah antara lain :
o terapi permainan o teknik-teknik konseling
2. Konseling orang tua
Ada dua masalah utama yang ada pada orang tua dan berpengaruh
pada anak-anak yang harus diperhatikan yaitu :
* Orang tua menghadapi kecemasan dan masalah-masalah pribadi
lainnya yang secara tegas dan langsung tidak berhubungan dengan
anak * Orang tua kurang memahami mengenai aspek-aspek perkembangan
anak
Konseling keluarga terfokus dalam hal :
1. Keluarga dengan anak yang mengalami gangguan yang berat 2.
Keluarga yang salah satu atau kedua orang tua tidak memiliki
kemampuan
Tujuan dari konseling keluarga diantaranya :
1. Memfasilitasi komunikasi pikiran dan perasaan antar anggota
keluarga 2. Mengatasi gangguan, ketidakfleksibelan peran dan
kondisi
Memberi pelayanan sebagai model dan pendidik peran tertentu yang
ditunjukkan kepada anggota lainnya
2. KONSELING AKADEMIK
Konseling akademik merupakan konseling yang diharapkan untuk
membantu para individu dalam menghadapi dan memecahkan
masalah-masalah akademik atau pendidikan. Yang tergolong
masalah-masalah pendidikan yaitu pengenalan kurikulum, pemilihan
jurusan atau konsentrasi, cara belajar, penyelesaian tugas dan
latihan, pencarian dan penggunaan sumber belajar, perencanaan
pendidikan lanjutan dan lain-lain. Konseling akademik dilakukan
dengan cara mengembangkan suasana belajar mengajar yang kondusif
agar terhimdar dari kesulitan kesulitan belajar. Konselor membantu
individu mengatasi kesulitan belajar, mengembangkan cara belajar
yang efektif, membantu individu agar sukses belajar, dan agar mampu
menyesuaikan diri terhadap semua tuntutan program atau pendidikan.
Dalam konseling akademik, konselor berupaya memfasilitasi individu
dalam mencapai tujuan akademik yang diharapkan. Dalam kegiatan
pembelajaran di sekolah, kita dihadapkan dengan sejumlah
karakterisktik siswa yang beraneka ragam. Ada siswa yang dapat
menempuh kegiatan belajarnya secara lancar dan berhasil tanpa
mengalami kesulitan, namun di sisi lain tidak sedikit pula siswa
yang justru dalam belajarnya mengalami berbagai kesulitan.
Kesulitan belajar siswa ditunjukkan oleh adanya hambatan-hambatan
tertentu untuk mencapai hasil belajar, dan dapat bersifat
psikologis, sosiologis, maupun fisiologis, sehingga pada akhirnya
dapat menyebabkan prestasi belajar yang dicapainya berada di bawah
semestinya. Kesulitan belajar siswa mencakup pengetian yang luas,
diantaranya : (a) learning disorder; (b) learning disfunction; (c)
underachiever; (d) slow learner, dan (e) learning diasbilities. Di
bawah ini akan diuraikan dari masing-masing pengertian
tersebut.
1.
Learning Disorder atau kekacauan belajar adalah keadaan dimana
proses belajar seseorang terganggu karena timbulnya respons yang
bertentangan. Pada dasarnya, yang mengalami kekacauan belajar,
potensi dasarnya tidak dirugikan, akan tetapi belajarnya terganggu
atau terhambat oleh adanya respons-respons yang bertentangan,
sehingga hasil belajar yang dicapainya lebih rendah dari potensi
yang dimilikinya. Contoh : siswa yang sudah terbiasa dengan olah
raga keras seperti karate, tinju dan sejenisnya, mungkin akan
mengalami kesulitan dalam belajar menari yang menuntut gerakan
lemah-gemulai. 2. Learning Disfunction merupakan gejala dimana
proses belajar yang dilakukan siswa tidak berfungsi dengan baik,
meskipun sebenarnya siswa tersebut tidak menunjukkan adanya
subnormalitas mental, gangguan alat dria, atau gangguan psikologis
lainnya. Contoh : siswa yang yang memiliki postur tubuh yang tinggi
atletis dan sangat cocok menjadi atlet bola volley, namun karena
tidak pernah dilatih bermain bola volley, maka dia tidak dapat
menguasai permainan volley dengan baik. 3. Under Achiever mengacu
kepada siswa yang sesungguhnya memiliki tingkat potensi intelektual
yang tergolong di atas normal, tetapi prestasi belajarnya tergolong
rendah. Contoh : siswa yang telah dites kecerdasannya dan
menunjukkan tingkat kecerdasan tergolong sangat unggul (IQ = 130
140), namun prestasi belajarnya biasa-biasa saja atau malah sangat
rendah. 4. Slow Learner atau lambat belajar adalah siswa yang
lambat dalam proses belajar, sehingga ia membutuhkan waktu yang
lebih lama dibandingkan sekelompok siswa lain yang memiliki taraf
potensi intelektual yang sama. 5. Learning Disabilities atau
ketidakmampuan belajar mengacu pada gejala dimana siswa tidak mampu
belajar atau menghindari belajar, sehingga hasil belajar di bawah
potensi intelektualnya.
3. KONSELING KARIR
Pemahaman terhadap dunia kerja menjadi hal penting bagi individu
sebagai bekal dan persiapan memasuki dunia kerja. Hal-hal yang
menjadi permasalahan umum bagi individu adalah kurangnya pemahaman
untuk mengenal diri, yaitu mengetahui potensi dan mewaspadai
kelemahannya,
kurangnya kesiapan mental untuk bersaing di dunia kerja,
kekurangtahuan tentang lingkup
pekerjaan pada bidang pekerjaan yang ada di pasar tenaga kerja,
serta pemahaman mengenai bagaimana strategi meniti karir mulai dari
awal karir sampai dengan bagaimana upaya untuk meraih puncak karir
yang dicita-citakan. Untuk itu, konseling karir dapat menjadi media
untuk berbagi mengenai masalah-masalah karir dan atau hal-hal lain
yang terkait karir. Drummond & Ryan merumuskan konseling karir
dan perkembangannya merupakan proses dimana kegiatan, strategi dan
intervensi digunakan untuk membantu konseli dalam eksplorasi karir,
perencanaan dan pengambilan keputusan karir dalam proses belajar
pada lingkup sekolah dan atau dalam proses kerja. Kompetensi
sebagai komponen utama keahlian/keterampilan profesi konselor karir
merupakan wujud potensi dan aktualisasi diri dalam memberikan
layanan konseling karir. Perlunya Konseling Karir Individu-individu
berangsur-angsur menuntut agar pekerjaan memberikan dorongan untuk
berprestasi dan identitas kepadanya. Beberapa orang mencari
jalan-jalan lain untuk sampai kepada tujuan ini melalui gaya hidup
yang bersifat mengurangi aktivitas-aktivitas yang ditujukan untuk
mengejar pendapatan yang banyak. Ada juga yang berpaling kepada
waktu-waktu luang dan kesenangan untuk memenuhi hal-hal yang kurang
dalam pekerjaannya. Untuk saat ini, pekerjaan-pekerjaan jasa
berkembang jauh lebih pesat daripadapekerjaan-pekerjaan produksi.
Berbagai tipe pekerjaan, terutama di bidang pertanian menjadi
berkurang. Pekerjaanpekerjaan baru bermunculan pada bidang-bidang
seperti ilmu komputer dan ekologi. Meningkatnya kompleksitas dunia
kerja dan berlipatgandanya pilihan-pilihan membuat tugas
perencanaan karir makin sulit. Di sinilah perlunya konseling karir,
yaitu membantu konseli dalam mengetahui potensi, mewaspadai
kelemahannya, dan pemahaman mengenai bagaimana strategi meniti
karir mulai dari awal karir sampai dengan bagaimana upaya untuk
meraih puncak karir yang dicita-citakan. Konseling karier menggali
minat, keterampilan, dan latar belakang pendidikan seseorang
sehingga mereka bisa bekerja melalui pelatihan profesional di
bidang tertentu. Para konselor bisa memfasilitasi proses pemilihan
profesi atau pekerjaan dengan berperan sebagai pemandu atau guru
bagi siapa saja yang ingin memulai suatu karier, pindah karier,
atau mendalami karier baru. Fungsi Konseling Karir Konseling karir
menawarkan pendekatan yang sistematis dan objektif untuk belajar
tentang keterampilan, pengalaman kerja, aspirasi, dan kebiasaan
kerja seseorang. Konselor yang terlatih membantu konseli dalam
menemukan pekerjaan atau profesi yang cocok dan menawarkan
cara-cara untuk mendapatkan sumber-sumber yang bisa menjadi alat
untuk mencari pekerjaan. Konseling bisa dilakukan satu per satu
atau dalam kelompok dengan seorang konselor yang mendiskusikan
topik-
topik seputar mencari pekerjaan, penulisan resume, wawancara,
dan metode perencanaan karier jangka pendek atau panjang. Selain
itu, fungsi konseling karir adalah memberikan layanan pada para
konseli dalam membuat perencanaan dan pengambilan keputusan karir
secara berkesinambungan berfungsi dalam lingkup lembaga kerja
bahkan tren terakhir juga berfungsi pada lingkungan pasca kerja.
Untuk menghadapi tren dan isu di abad 21 ini, peran dan strategi
konselor karir tidak hanya berorientasi pada potensi konseli tetapi
juga berorientasi pada kondisi globalisasi. Jenis layanan konseling
karir sebagai berikut: 1. Masalah akademis, yaitu membantu
mahasiswa agar dapat menentukan pilihan program
pendidikan yang tepat sesuai dengan minat dan kemampuannya serta
memecahkan masalah kesulitan belajar yang dihadapi selama menempuh
program pendidikan; 2. Masalah sosial/kesulitan pergaulan, yaitu
membantu mahasiswa agar dapat mengatasi
kesulitan dalam hal menyesuaikan diri dengan lingkungannya; 3.
Masalah keluarga dan pribadi, yaitu membantu mahasiswa agar dapat
mengatasi masalah
pribadi yang tidak dapat dipecahkan sendiri sehingga dengan
bantuan tersebut yang bersangkutan dapat mengembangkan diri dengan
sebaik-baiknya; 4. Masalah yang berkaitan dengan emosi, yaitu
membantu mahasiswa supaya perasaan dan
emosinya selalu terkendali dengan baik sehingga tercipta suasana
belajar yang optimal; 5. Masalah karir, yaitu membantu mahasiswa
agar dapat mengenal lingkungannya sekarang dan
lapangan kerja yang akan dihadapi nanti sehingga mahasiswa dapat
memilih dan mempersiapkan diri berkaitan dengan
pekerjaan/profesinya nanti yang sesuai dengan kemampuan dirinya. 6.
Masalah kejiwaan lainnya; bantuan/pelayanan psikotest, yaitu menemu
kenali bakat dan
minat, personalitas/kepribadian, dan sebagainya.
DAFTAR PUSTAKA Abin Syamsuddin. 2003. Psikologi Pendidikan.
Bandung: PT Remaja Rosda Karya. Prayitno dan Erman Anti. 1995.
Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling. Jakarta: P2LPTK Depdikbud.
Prayitno. 2003. Panduan Bimbingan dan Konseling. Jakarta: Depdikbud
Direktorat Pendidikan Dasar dan Menengah
Belajar Dari Kasus
Sebetulnya penting nggak sih disukai banyak orang itu?
Jawabannya bisa penting dan bisa tidak. Ini tergantung keadaan,
alasan, dan konteks. Tetapi, secara umum, naluri dasariyah manusia
itu punya kecenderungan untuk ingin disenangi. Buktinya, orang akan
merasa bahagia jika dirinya disenangi banyak orang. Sebaliknya,
orang akan merasa gelisah atau (minimalnya) kurang bahagia ketika
dibenci atau kurang disenangi.
Yang menjadi pertanyaan adalah, bagaimana supaya kita termasuk
orang yang disengani orang lain? Secara teori memang tidak kita
ditemukan tehnik baku untuk itu. Dari praktek hidup, ada petunjuk
yang bisa kita tangkap. Salah satunya adalah, manusia itu cenderung
kurang menyenangi sifat atau prilaku yang ekstrim (terlalu di tepi
atau terlalu) untuk hal-hal yang sifatnya pilihan / bisa dipilih.
Tetapi ini tidak semuanya juga. Kalau melihat beberapa kasus yang
umum, prilaku atau sifat yang berpotensi mengundang ketidaksenangan
itu antara lain:
Pertama, terlalu diam atau terlalu ramai. Idealnya, kita
memberikan kesempatan kepada orang lain untuk berbicara tentang
dirinya, tentang pengetahuannya atau tentang pengalamannya. Di
samping itu, kita pun perlu memberikan kesempatan untuk
mendengarkan. Sehingga yang terjadi adalah dialog untuk saling
memberi-menerima atau terjadi percakapan yang hangat. Kehangatan
dialog bisa mengundang kesenangan atau kesan yang menyenangkan.
Tapi, jika kita hanya menjadi pendengar yang terlalu diam,
pasif, lebih-lebih lagi kurang antusias untuk memberikan tanggapan
kepada orang lain, ini berpotensi mengundang ketidaksenangan.
Sebaliknya juga begitu. Jika kita yang mendominasi pembicaraan,
kita mengungkapkan diri kita panjang lebar, lebih-lebih ditambah
dengan sikap yang kurang menunjukkan rasa hormat ketika orang lain
mengutarakan dirinya, inipun berpotensi mengundang
ketidaksenangan.
Jadi, terlalu diam itu tidak bagus, namun terlalu ramai juga
kurang bagus. Terlalu pasif tidak bagus, tetapi terlalu aktif juga
tidak bagus. Terlalu diam membuat orang lain boring, tetapi terlalu
ramai membuat orang lain merasa tidak nyaman. Menurut teori
hubungan, terlalu diam atau terlalu pasif itu biasanya dilakukan
oleh sebagian orang yang abdicraft. Lawannya adalah autocraft,
terlalu aktif, terlalu ingin mendominasi, dan seterusnya. Yang
disarankan adalah menjadi orang yang demokratik: tidak memaksakan
kehendak pribadi, pun juga tidak terlalu pasif dan dingin. Terlalu
ramai sering
diberi julukan "omdo"(omong doang) atau big mouth (si mulut
besar). Sebaliknya, terlalu diam sering diberi julukan "si patung",
pengekor, dan lain-lain.
Kedua, terlalu ikut campur atau terlalu cuek. Idealnya, yang
dibutuhkan adalah memberikan perhatian (care) atau share feeling
(berbagi rasa) pada saat-saat dibutuhkan (empati). Perhatian ini
banyak. Bisa dalam bentuk perasaan, sikap atau tindakan. Orang akan
merasa lebih dihormati ketika dia tahu kita menaruh empati. Empati
adalah peduli yang kita nyatakan dalam berbagai bentuk. Dalam
konsep pengembangan-diri, empati termasuk pilar dalam meningkatkan
interpersonal skill. Interpersonal skill adalah kemampuan seseorang
dalam membuka, menjaga, dan memberdayakan hubungan (dengan orang
lain). Ciri-ciri orang yang punya kemampuan bagus di hal ini,
antara lain:
- Empati: bisa berbagi dan peduli pada orang lain
- Mendukung kemajuan orang lain (developing others)
- Berkomunikasi secara efektif
- Bisa mendengarkan orang lain
- Punya komitmen yang tinggi dalam menaati janji atau
kesepakatan
- Bisa menghormati orang lain
- Bisa melihat sisi positif dan negatif secara objektif
Jika empati mengundang kesenangan orang, maka terlalu ikut
campur ke dalam wilayah / urusan pribadi orang lain sering dinilai
berpotensi mengundang ketidaksenangan. Lebih-lebih jika campur
tangan itu dinilai malah menambah masalah (bukan menyelesaikan /
mengurangi masalah) atau membuat orang merasa kurang nyaman. Ada
sih wilayah tertentu yang diharapkan campur tangan kita. Tetapi
biasanya tetap ada limit / pembatas yang sudah dipasang lampu merah
yang artinya adalah: jangan terlalu masuk ke dalam. Memang ini
jarang diucapkan.
Begitu juga terlalu cuek, terlalu tidak perduli, atau terlalu
masa bodoh. Yang lebih sering terjadi, terlalu cuek sama jeleknya
dengan terlalu ikut campur. Kalau melihat teori tentang
hubungan
manusia, terlalu ikut campur itu biasanya dilakukan oleh
sebagian orang-orang yang oversocial. Sebaliknya, terlalu cuek itu
biasanya dilakukan oleh sebagian orang yang undersocial. Baik yang
over atau yang under, keduanya sering dinilai kurang bagus. Yang
disarankan adalah menjadi inklusif: tidak terlalu cuek dan tidak
terlalu ikut campur.
Ketiga, terlalu tertutup atau terlalu terbuka. Idealnya, kita
perlu membuat penjelasan-diri tentang hal-hal yang perlu dijelaskan
dan perlu tidak menjelaskan hal-hal yang tidak perlu. Apanya yang
perlu dan apanya yang tidak perlu? Inipun sulit dijelaskan.
Umumnya, yang perlu dan yang tidak perlu itu hanya bisa dipahami
oleh perasaan.
Dalam literatur keilmuan dikenal istilah self-disclosure,
pengungkapan-diri yang dimaksudkan untuk meningkatkan makna /
kualitas hubungan. Self-disclosure ini berbeda dengan
self-description (penjelasan-diri). Perbedaan yang paling mendasar
adalah, self-disclosure itu merupakan bentuk pengungkapan-diri
tentang hal-hal yang signifikan bagi diri sendiri dan bagi orang
lain (benar-benar penting untuk membangun hubungan).
Self-diclosure ini bukan saja akan mengundang kesenangan dan
keakraban, tetapi malah bisa mengundang kepercayaan (trust). Dalam
Psychology & Life (1979) dinyatakan bahwa trust dimulai dari
self-diclosure. Jadi, biasanya, dari pengungkapan lahirlah
keakraban dan dari keakraban lahirlah kepercayaan. Tapi, katanya,
self-disclosure di sini bukan sebatas pada pernyataan mulut (verbal
statement of self-diclosure), melainkan serangkaian tindakan yang
bisa menjelaskan siapa diri kita. Kalau apa yang kita ucapkan itu
berbeda dengan apa yang kita lakukan, bisa-bisa ini malah
mengundang ketidaksenangan dan ketidakpercayaan.
Meskipun demikian, terlalu terbuka juga mengundang
ketidaksenangan. Apa-apa bilang sama orang lain atau ditunjukkan
kepada orang lain sehingga bisa ditafsirkan pamer. Bukan hanya itu,
terlalu terbuka juga kerapkali menjadi kelemahan. Untuk membangun
keakraban, terlalu terbuka itu seringkali sama jeleknya dengan
terlalu tertutup. Terlalu tertutup sangat sering ditafsirkan
sebagai upaya untuk menjaga jarak, seperti layaknya minyak dan air.
Kalau ini diterapkan kepada orang yang baru kenal tentu baik-baik
saja, namun kalau diterapkan pada orang yang sudah lama menjalin
hubungan, biasanya ini kurang powerful untuk membangun
keakraban.
Tiga poin di atas itu memang baru kasus-kasus umum yang punya
ketergantungan pada konteks yang sangat spesifik. Artinya tidak
bisa dijeneralisasi. Misalnya saja ada orang yang cerewetnya
minta ampun. Untuk orang yang sudah mengenal dan memahami, tentu
tidak ada masalah. Tapi untuk situasi baru dan orang baru, bisa
saja hasilnya beda.
Dalam prakteknya, senang dan tidak senangnya orang itu lebih
sering terkait dengan soal pemahaman dan kesaling-memahami (mutual
understanding). Karena itu, banyak orang yang membenci orang lain
karena salah paham, kurang paham, atau tidak saling memahami.
Begitu juga banyak orang yang menyenangi orang lain karena sudah
saling memahami.
PRINSIP & TEORI LIKING & DISLIKING
Dalam teori ilmu pengetahuan, kita bisa temukan banyak
penjelasan seputar liking (suka) dan disliking (ketidaksukaan).
Dengan melihat ini mudah-mudahan bisa kita gunakan untuk memahami
realitas dan bisa pula kita gunakan untuk memperbaikinya. Sebagian
dari sekian teori pengetahuan yang berbicara soal like dan dislike
ini antara lain:
Physical Attractiviness theory. Secara naluri, orang akan lebih
menyukai orang lain yang menarik dari sisi penampilan fisik. Ini
misalnya saja: cantik, tampan, bersih, rapi, teratur, dan
seterusnya dan seterusnya. Orang yang penampilannya paling tidak
rapi sekalipun terkadang tidak menyukai orang lain yang tidak rapi.
Perokok sendiri sering tidak menyukai perokok lain yang merokoknya
sembarangan.
Competency theory: Orang cenderung lebih menyukai orang lain
yang lebih kompeten, punya banyak kebisaan, lebih kreatif, lebih
terampil, lebih smart, dan seterusnya dan seterusnya. Bahkan untuk
urusan pekerjaan, orang lebih menyukai / mempercayai orang lain
karena melihat kompetensinya ketimbangan saudaranya, anaknya atau
sahabat karibnya.
Reciprocal theory. Orang cenderung menyukai orang lain yang
menyukainya (ada timbal baliknya). Like attracts like, begitu
katanya. Tapi ini masih dengan catatan bahwa kesukaan yang kita
tunjukkan itu haruslah genuine, bukan dibuat-buat atau hanya untuk
mencari muka. Kalau itu dibuat-buat atau hanya sekedar untuk
mencari muka, biasanya malah menimbulkan ketidaksenangan.
Similiarity & Complementary theory. Orang cenderung menyukai
orang lain yang punya beberapa kemiripan / kesamaan dengan dirinya.
Ini misalnya saja: satu daerah, satu almamater, satu partai, satu
hobi, satu visi, satu pemikiran, satu perasaan, dan seterusnya dan
seterusnya. Tetapi katanya,
kesamaan dan kemiripan ini tidak mampu menghasilkan kesenangan
yang langgeng apabila tidak ditopang oleh unsur lain yang menjadi
penguatnya. Karena itu harus ada complementary-nya: saling mengisi,
saling mendukung, saling memberi-mendapatkan, dan seterusnya. Jika
complementary-nya tidak muncul, maka dengan sendirinya
similiarity-nya itu hanya sekedar masa lalu.
Exchange theory. Orang akan menyenangi orang lain yang
memberikan untung, nilai plus, atau manfaat kepadanya. Minimalnya
tidak sampai merugikan. Soal itu berupa materi atau non-materi, itu
soal konteks. Prinsipnya, tidak ada manusia yang bisa menerima
kerugian dari proses interaksi yang dijalankan.
Reinforcement theory. Orang akan menyenangi orang lain yang
menghargai dirinya. Ini tidak saja dialamatkan secara khusus kepada
orang yang memberi penghargaan itu, melainkan juga kepada orang
yang dekat dengan si pemberi. Memberi penghargaan dapat memasukkan
bentuk-bentuk perasaan positif.
Gain-loss theory. Menurut teori ini, kita akan menyukai orang
lain yang evaluasinya, koreksinya, atau dukungannya kepada kita
cenderung selalu membaik, bukan semakin memburuk atau biasa-biasa
saja. Sebaliknya juga begitu. Kita lebih cenderung akan tidak
senang sama orang lain yang makin lama bukannya makin baik
penilaiannya, sikapnya atau perlakuannya.
Jika di atas kita sudah melihat kasus-kasus umum dengan konteks
yang spesifik, nah di bawah ini mari kita melihat nilai-nilai dasar
yang pasti akan menghasilkan kebencian atau kesenangan. Nilainilai
dasar ini berlaku universal, tidak melihat orang, keadaan, konteks,
tempat, dan tidak tergantung pada atribut eksternal (misalnya
agama, suku, pendidikan, atau status sosial).
Apa saja nilai-nilai dasar itu? pasti sebagian besarnya sudah
kita ketahui. Yang diperlukan oleh kita bukan pengetahuan, tetapi
menyadarinya dalam praktek hidup. Ini misalnya saja:
- Takabbur: mengangkat diri sendiri dengan motif (sembunyi atau
terang-terangan) untuk merendahkan orang lain
- Iri-dengki (hasad): senang melihat orang lain susah dan susah
melihat orang lain senang; menginginkan nikmat orang lain pindah ke
dirinya, menginginkan nikmat orang lain hilang, dst
- Kurang menjaga komitmen / kesepakatan: ingkar janji,
membohongi, menipu, dan seterusnya
Kalau melihat literatur psikologi, akan kita temukan juga
istilah personality disorder, keganjilan yang berpotensi mengundang
ketidaksenangan orang lain apabila sudah melebihi batas
proporsional. Ini misalnya saja:
-Terlalu curiga sama orang lain, tidak bisa memaafkan orang lain
(terutama dari yang kecil-kecil), gampang bermusuhan, suka
mengkritik segalanya
- Menampilkan aura pesimisme, mengurung-diri, nggak peduli
dengan kritikan atau pujian
- Suka cerita yang aneh-aneh (tidak masuk akal), suka
berpenampilan yang aneh (di luar untuk pentas seni), suka punya
kekhawatiran yang berlebihan terhadap keadaan
-Temparemen tinggi, ugal-ugalan (lose control), tidak peduli
dengan tanggung jawab, kerap bikin aksi yang membahayakan orang
lain
-Mood yang tidak stabil (gampang mencintai dan gampang
membenci), terlalu besar bergantung pada orang lain, atau terlalu
gampang tersinggung
- Mudah terpengaruh, plin-plan, ngomongnya ngacau
kemana-mana
-Arogan, punya keinginan berlebihan untuk dihormati, gampang
tersinggung, susah memahami posisi orang lain
- Terlalu minder, kurang mau mengambil resiko, mau enaknya saja
tetapi resikonya tidak mau, jarang ke luar atau sedikit interaksi
dengan orang banyak
- Terlalu diam karena takut dibenci, menggantungkan kebahagian
dirinya pada orang lain, sering merasa tak punya siapa-siapa di
dunia ini
-Terlalu idealis, terlalu kaku mempraktekkan pengetahuan,
tradisi, atau pemahaman agama (memedomani "kebenaran-sendiri"
secara berlebihan), keras kepala
Itu semua adalah contoh-contoh yang bisa kita jadikan acuan
dalam berinteraksi. Memang tidak semuanya dapat mengundang
ketidaksenangan, tetapi minimalnya dapat menghambat keakraban.
Beberapa Catatan
Terlepas apakah kita menganggap persoalan "disenangi" dan
"kurang disenangi" ini sebagai urusan penting atau tidak, namun ada
beberapa poin yang perlu kita jadikan catatan-pribadi. Ini antara
lain:
-Perlu berpikir realistis yang berdasarkan pada akal sehat.
Artinya, tidak mungkin ada orang yang disenangi oleh semua orang
atau dibenci oleh semuanya. Kaidahnya adalah sebagian besar,
sebagian kecil, umumnya, mayoritasnya, dan lain-lain.
-Jangan menjadikannya sebagai tujuan. Kalau kita ingin melakukan
sesuatu atau menampilkan sifat tertentu, namun tujuan kita hanya
untuk disenangi orang, biasanya yang kita dapat malah sebaliknya.
Jadi gimana? Idealnya adalah, kita melakukan hal-hal positif,
berkepribadian positif, bersikap positif, dan lain-lain, tetapi itu
semua kita hayati sebagai proses aktualisasi-diri (perbaikandiri).
Titik. Soal orang itu suka atau tidak, ini urusan mereka.
-Tidak cukup berhenti hanya pada level "disenangi". Kalau
dikembalikan ke urusan pengembangandiri (self-development), yang
paling penting adalah dipercaya orang lain. Bahwa untuk dipercaya
itu harus disenangi dulu, memang itu lebih sering benarnya.
-Jangan menjadikannya sebagai bungkus belaka atau trik yang
menipu atau mengelabuhi (orang lain dan diri sendiri). Misalnya
kita berprilaku sok bersih, sopan, semangat, intelek, bodo, dan
lain-lain, namun itu semua didasari motif untuk melancarkan urusan
yang merugikan orang lain. Idealnya, kita perlu menjadikannya
sebagai karakter atau sifat, bukan sebatas sebagai ekspresi
kepribadian yang dikondisikan oleh kepentingan sesaat. Memang
terkadang ini sulit dihindari. Tetapi, baiknya kita tetap beracuan
pada karakter atau sifat.
-Tetap dimulai dari dalam diri kita lebih dulu. Ingin disenangi
orang lain tetapi kurang senang dengan orang lain, ini sulit. Ingin
hubungan terjaga dengan bagus, tetapi kita (dalam prakteknya)
melakukan hal-hal yang merusak, ini juga sulit.