TINJAUAN YURIDIS REGULASI INVESTASI ASING DALAM PENYELENGGARA LAYANAN PINJAM MEMINJAM UANG BERBASIS TEKNOLOGI INFORMASI (PEER TO PEER LENDING) KONVENSIONAL DAN SYARIAH DI INDONESIA SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.) Oleh : HARLIE SUBEKTI NIM: 11150480000031 PROGRAM STUDI ILMU HUKUM FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1441 H/2020 M
93
Embed
TINJAUAN YURIDIS REGULASI INVESTASI ASING DALAM ...
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
TINJAUAN YURIDIS REGULASI INVESTASI ASING DALAM
PENYELENGGARA LAYANAN PINJAM MEMINJAM UANG
BERBASIS TEKNOLOGI INFORMASI (PEER TO PEER LENDING)
KONVENSIONAL DAN SYARIAH DI INDONESIA
SKRIPSI
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan
Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.)
Oleh :
HARLIE SUBEKTI
NIM: 11150480000031
PROGRAM STUDI ILMU HUKUM
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1441 H/2020 M
v
ABSTRAK
Harlie Subekti. NIM 11150480000031. TINJAUAN YURIDIS REGULASI
INVESTASI ASING DALAM PENYELENGGARA LAYANAN PINJAM
MEMINJAM UANG BERBASIS TEKNOLOGI INFORMASI (PEER TO
PEER LENDING) KONVENSIONAL DAN SYARIAH DI INDONESIA.
Program Studi Ilmu Hukum. Fakultas Syariah dan Hukum. Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta,1440H/2019 M. ix + 74 halaman.
Skripsi ini bertujuan untuk meninjau regulasi terkait investasi asing yang
ada dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 77 Tahun 2016 tentang
Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi. Hal yang
memberatkan apabila diinterpretasikan secara sistematis dengan peraturan
perundang-undangan lainnya. Serta implementasi dari penyelenggara berdasarkan
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 77 Tahun 2016 dan market conduct (etika
perilaku) yang diatur oleh asosiasi dalam hal ini Asosiasi Fintech Pendanaan
Bersama Indonesia (AFPI)
Metode penelitian dalam penelitian ini menggunakan pendekatan
perundang-undangan (Statute Approach). Jenis penelitian yang digunakan dalam
penelitian ini adalah penelitian normatif empiris dengan menggunakan metoda
pengumpulan data berupa studi kepustakaan dan wawancara.
Hasil penelitian menyimpulkan bahwa investasi asing pada Peraturan
Otoritas Jasa Keuangan bertentangan dengan aturan diatasnya dan implementasi
untuk penyelenggara tergolong kurang maksimal, karena terhalang dengan
kewenangan Otoritas Jasa Keuangan yang terbatas karena hanya tergolong
peraturan otoritas bukan undang-undang.
Kata Kunci : Peer to Peer Lending, Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis
Teknologi Informasi, Fintech, Otoritas Jasa Keuangan, Urgensi
undang-undang perlindungan data pribadi, Investasi asing, Pusat
data dan pusat pemulihan bencana
Pembimbing Skripsi : Dr. M. Bukhori Muslim, M.A.
Faris Satria Alam, M.H.
Sumber rujukan : Tahun 1967 sampai Tahun 2019
vi
KATA PENGANTAR
بسم الله الرحن الرحيم
Puji syukur kepada Allah SWT berkat Rahmat, Hidayah, dan Karunia-Nya
kepada kita semua sehingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi dengan judul
“PENGUATAN KEWENANGAN DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DALAM
PENGAWASAN DAN EVALUASI PERDA SERTA RAPERDA”.
Peneliti menyadari dalam penyusunan skripsi ini tidak akan selesai tanpa
bantuan dari berbagai pihak. Karena itu pada kesempatan ini peneliti ingin
mengucapkan terima kasih kepada yang terhormat:
1. Dr. Ahmad Tholabi Kharlie, S.H., M.H., M.A. Dekan Fakultas Syariah
dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, beserta jajarannya.
2. Dr. Muhammad Ali Hanafiah Selian, S.H., M.H. Ketua Program Studi
Ilmu Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan Drs. Abu Tamrin,
S.H., M.Hum. Sekretaris Program Studi Ilmu Hukum UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
3. Dr. M. Bukhori Muslim, M.A. dan Faris Satria Alam, M.H. pembimbing
skripsi yang telah bersedia meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran untuk
membimbing peneliti dalam menyelesaikan skripsi, sehingga dapat
terselesaikan dengan baik.
4. Pimpinan Pusat Perpustakaan Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta yang telah membantu dalam menyediakan fasilitas
yang memadai untuk peneliti mengadakan studi kepustakaan guna
menyelesaikan skripsi ini. Karena, Tanpa bantuannya dalam
menyediakan fasilitas yang memadai untuk peneliti, maka skripsi ini
tidak akan dapat dilanjutkan untuk diteliti oleh peneliti.
5. Kedua orang tua, Haryanto dan Sulistyowati serta Ayah Chandra yang
selalu menyemangati disaat titik jenuh kuliah. Pun terimakasih kepada
seluruh keluarga yang senantiasa mendengar keluh kesah.
vii
6. Semua pihak yang telah terlibat secara langsung maupun tidak langsung
dalam proses penulisan skripsi ini, yang tidak dapat peneliti sebutkan
satu persatu. Hanya doa serta ucapan terimakasih yang dapat peneliti
sampaikan, semoga Allah SWT membalas semua kebaikan-kebaikan
kalian.
Besar harapan peneliti agar skripsi ini dapat memberikan manfaat yang
berarti bagi pengembangan ilmu pengetahuan khususnya pada bidang hukum tata
negara. Kritik dan saran yang membangun sangat peneliti harapkan dari para
pembaca sehingga dapat menyempurnakan penelitian ini.
rangka melakukan perjanjian pinjam meminjam dalam mata uang rupiah.
Khusus untuk Penyelenggara P2PL berbasis syariah, maka harus mengikuti
ketentuan Fatwa Dewan Syariah Nasional – Majelis Ulama Indonesia (DSN-
MUI) Nomor 117 Tahun 2018 tentang Layanan Pembiayaan Berbasis
Teknologi Informasi Berdasarkan Prinsip Syariah.
Penyelenggara dinyatakan sebagai lembaga jasa keuangan lainnya,
badan hukum penyelenggara berbentuk perseroan terbatas atau koperasi.
Berdasarkan Pasal 3 ayat (1) Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 77
Tahun 2016 penyelenggara yang berbentuk badan hukum perseroan terbatas
dapat didirikan dan dimiliki oleh;
1. Warga negara Indonesia dan/atau badan hukum Indonesia.
2. Warga negara asing dan /atau badan hukum.
Penyelenggara pada dasarnya merupakan perusahaan rintisan atau
startup. Istilah startup berasal dari bahasa Inggris yang berarti “The act or
process of starting a process or machine; a new organization or business
venture” atau “tindakan untuk memulai sebuah proses, sebuah organisasi baru
atau usaha bisnis.3 Perusahaan startup memiliki karakteristik antara lain:
1. Usia perusahaan kurang dari 3 tahun.
2. Jumlah pegawai kurang dari 20 orang.
3. Pendapatan kurang dari $100.000/ tahun.
4. Masih dalam tahap berkembang.
5. Umumnya beroperasi dalam bidang teknologi.
6. Produk yang dibuat berupa aplikasi dalam bentuk digital.
7. Biasanya beroperasi melalui website.4
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 77 Tahun 2016 merupakan
produk hukum yang dibuat secara mendadak atau mendesak dikarenakan belum
adanya aturan perundang-undangan yang mengatur mengenai kegiatan bisnis
3Purnama Alamsyah, Reportase Startup Indonesia 2010, (Lembaga Ilmu Pengetahuan
Indoneisa/LIPI), 2011), h.2. Diakses pada tanggal 1 Mei 2019 dari
https://id.scribd.com/doc/52816348/Reportase-Startup-Indonesia-2010 4 Karakter dan Perkembangan Bisnis Startup di Indonesia. Diakses pada tanggal 1 Mei 2019
dari https://www.jurnal.id/id/blog/2017-karakter-dan-perkembangan-bisnis-startup-di-indonesia/
2. Staafsgrundgesetz : Batang Tubuh UUD 1945, Tap MPR, dan Konvensi
Ketatanegaraan.
3. Formell Gesetz : Undang-undang
4. Verordnung en Autonome Satzung. Secara hierarkis mulai dari Peraturan
Pemerintah hingga Keputusan Bupati atau Walikota.
3. Tinjauan Umum Financial Technology
Financial Technology atau dalam bahasa Indonesia Teknologi
Finansial (TekFin) adalah inovasi layanan dalam lembaga non bank yang
memanfaatkan teknologi informasi sebagai alat untuk menjangkau
3 Ahmad Redi, Hukum Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, … h. 41 4 Ahmad Redi, Hukum Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, … h. 41 5 Ahmad Redi, Hukum Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, … h. 42
18
konsumennya6, sedangkan menurut Agus Pribadiono, Financial
Technology merupakan perpaduan antara teknologi dan fitur keuangan atau
dapat juga diartikan inovasi pada sektor finansial dengan sentuhan teknologi
modern.7 Teknologi finansial adalah penggunaan teknologi dalam sistem
keuangan yang menghasilkan produk, layanan, teknologi, dan/atau model
bisnis baru serta dapat berdampak pada stabilitas moneter, stabilitas sistem
keuangan, dan/atau efisiensi, kelancaran, keamanan, dan keandalan sistem
pembayaran.8 Maka berdasarkan penjelasan yang ada bahwa fintech
merupakan inovasi bisnis yang memanfaatkan keadaan berdasarkan
perkembangan zaman yaitu teknologi serta keadaan empiris pasar yang
mendukung inovasi tersebut.
Inovasi dalam bentuk financial technology yakni sebagai refleksi
industri keuangan terhadap dinamisnya perkembangan teknologi yang
termasuk dalam era digital yang dalam praktiknya telah memasuki segala
sendi kehidupan termasuk ekonomi baik mikro ataupun makro. Dengan
labeling bahwa orang atau perusahaan yang bergerak dalam bidang
Financial Technology merupakan perusahaan rintisan (startup) yang
memungkinkan membuka peluang berinvestasi. Peluang ini didukung
dengan adanya survei yang dilakukan oleh Google dan Temasek pada tahun
2018 bahwa pengguna internet di Asia Tenggara meningkat sebanyak lebih
dari 350 juta pengguna internet di Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura,
Thailand dan Vietnam, meningkat 90 juta lebih banyak dari tahun 2015. Hal
ini didukung9 secara simultan dengan ketersediaan harga handphone atau
6 I Wayan Bagus Pramana, Peranan Otoritas Jasa Keuangan Dalam Mengawasi Lembaga
Keuangan Non Bank Berbasis Financial Technologi Jenis Peer to Peer Lending, Jurnal Hukum:
Kertha Semaya Vol. 06 Nomor 03, h.3 7 Agus Pribadino, Transportasi Online VS Transportasi Tradisional Non-Online
Persaingan Tidak Sehat Aspek Pemanfaatan Aplikasi Oleh Penyelenggara Online, Jurnal Hukum :
Lex Jurnalica, Vol. 13 Nomor 2, h.5 8 Bank Indonesia, Teknologi Finansial. Diakses pada tanggal 14 Agustus 2019 dari
https://www.bi.go.id/id/sistem-pembayaran/fintech/Contents/default.aspx 9 Google dan Temasek, E-conomy SEA 2018: Southeast Asia’s Internet Economy. Diakses
pada tanggal 23 Agustus 2019 dari
https://www.thinkwithgoogle.com/qs/documents/6730/Report_e-Conomy_SEA_2018_by Google
smartphone yang terjangkau dan mulai tersedianya kecepatan dan
pelayanan telekomunikasi mobile yang dapat diandalkan. Serta survei yang
dilakukan oleh APJII (Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia),
jumlah pengguna internet Indonesia mengalami penambahan, pada tahun
2017 pengguna internet Indonesia sebanyak 143,26 juta jiwa10 dan
mengalami peningkatan sebesar 10,12% persen pada tahun 2018 sebanyak
171,17 juta jiwa.11
a. Sejarah Financial Technology
Fintech sebagai pelopor atau inovator atas transformasi terhadap
efisiensi dan efektivitas dalam bentuk digital yang merupakan sebuah
usaha rintisan atau start up. Start up dalam hal ini sebagai antitesis
pelayanan pembiayaan atau keuangan secara tradisional yang
menawarkan pelanggan berupa pelayanan yang berpusat pada
kemampuan mengintegrasikan kecepatan dan kemudahan yang
mendunia.12
Fintech hadir sebagai konsep yang modern yang mana fintech
memiliki sejarah yang dapat ditarik ke pertengahan abad 19, dimulai
pada telegram pada tahun 1838 dan kemudian atas kesuksesan
penemuan kabel translantik (kabel komunikasi bawah laut) pada tahun
1866, yang mana dua inovasi teknologi tersebut sebagai dasar atas
globalisasi finansial pada akhir abad 1800.13 Perkembangan jaman yang
membuat fintech sebagai sebuah inovasi disruptif yang menantang atau
merambat masuk ke pasar dengan mengambil sudut pandang yang
berbeda yang berperan menggantikan perusahaan incumbent. Semisal
ATM (Automatic Teller Machine) yang merupakan produk perbankan
10 Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia, Buletin APJII, (Edisi 33, 2019), h.5.
diakses pada tanggal 9 Agustus 2019 dari https://apjii.or.id/content/read/104/398/BULETIN-APJII-
EDISI-33---Januari-2019 11 Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia, Buletin APJII, (Edisi 40, 2019), h.1.
Diakses pada tanggal 9 Agustus 2019 dari
https://apjii.or.id/downfile/file/BULETINAPJIIEDISI40Mei2019.pdf 12 Bernardo Nicoletti, The Future Of Fintech, (Switzerland: Springer Nature, 2017) h.1 13 Bernardo Nicoletti, The Future Of Fintech, … h. 14
sebagai sebuah industri yang mengadopsi lebih dulu komputer untuk
penggunaan komersial, komputer digunakan untuk meningkatkan dan
mempercepat proses yang telah ada.14 Penggunaan komputer pada
dasarnya karena kesadaran atas sektor perbankan yang rentan akan
disrupsi.15
Disrupsi menurut Prof. Clayton M. Chistensen, yang merupakan
fenomena dimana suatu produk atau layanan yang berinovasi yang
berbasis teknologi atau aplikasi yang berupa kemudahan untuk
mengakses dan biaya yang lebih murah, serta berkembang tanpa henti
menghadapi incumbent atau petahana atau dalam hal ini ialah pemain
lama yang telah mapan dalam pasar yang telah ada.16 Rhenal Kasali
menggambarkan fenomena bahwa dunia tengah mengalami shifting
yang begitu cepat dan mengejutkan yang bila dulu kita menyebutnya
sebagai change atau transformasi, kini kita menyebutnya sebagai
disruption.17
Pada dasarnya disrupsi terdapat akhir yang berbeda yakni yang
terancam kehilangan besar-besaran dan ada yang memaksa masuk
dengan pesat. Karena tidak setiap usaha yang berupa inovasi disrupstif
membawa kemenangan dan tidak setiap kemenangan pendatang
mengikuti alur disrupsi.18 Sebagai refleksi untuk meningkatkan dan
mempercepat proses yang telah ada yang dimanifestasikan menjadi
ATM dalam sektor perbankan, hal tersebut menunjukan bahwa sektor
perbankan mengikuti arus globalisasi disrupsi dengan mengurangi
intensitas pertemuan nasabah dengan pihak bank dan hal ini terbukti
mempertahankan pasar bersangkutan. Seperti yang dikatakan oleh Paul
14 Bernardo Nicoletti, The Future Of Fintech, … h. 14 15 Susanne Chishti & Janos Barberis, The Fintech Book: The Financial Technology
Handbook For Investors, Entrepreneurs and Visionaries, (Cornwal: Great Britain, 2016), h.7 16 Clayton Christensen Institute, Disruptive Innovation. Diakses pada tanggal 21 Agustus
2019 dari https://www.christenseninstitute.org/disruptive-innovations/ 17 Prof. Rhenald Kasali, Ph, D., Rumah Perubahan. Diakses pada tanggal 21 Agustus dari
http://www.rumahperubahan.co.id/wp-content/uploads/Brosur_Rumah_Perubahan_2016.pdf 18 Clayton M. Christensen, Michael E, Raynor, dkk, What Is Disruptive Innovation, diakses
pada tanggal 21 Agustus 2019 dari https://hbr.org/2015/12/what-is-disruptive-innovation
2. Dari tahun 1967, sebuah pengembangan dari teknologi digital untuk
komunikasi dan proses transaksi yang meningkat,
mentransformasikan keuangan dari sebuah analog menuju sebuah
industri digital. Tepat pada akhir tahun 1987, layanan keuangan
yang paling tidak berada di negara berkembang, yang tidak hanya
sangat mendunia, tapi juga digitalkan. Periode ini kita sebut sebagai
Fintech 2.0 yang berlangsung hingga tahun 2008. Selama periode
ini, fintech didominasi terutama oleh aturan tradisional industri
layanan keuangan yang menggunakan teknologi untuk
meningkatkan produk dan lanyanan finansial. Yang menurut Fithri
Hadi selaku Direktur Inovasi Keuangan Digital Otoritas Jasa
Keuangan, bahwa perusahaan keuangan yang berinovasi
menggunakan teknologi digital untuk meningkatkan akses pasarnya
yang mana perkembangan teknologi ini dimanfaatkan oleh
perusahaan jasa keuangan untuk mengjangkau konsumen dan juga
untuk menurunkan biaya operasional mereka.23
3. Sejak 2008 yang kita sebut sebagai Fintech 3.0, perusahaan start up
baru dan perusahaan teknologi yang didirikan telah mulai
mengirimkan produk dan layanan finansial secara langsung untuk
bisnis dan khalayak ramai. Karena perusahaan-perusahaan dan
layanan yang ditawarkan belum ada sebelumnya. Menurut Jamie
Dimon, “ratusan perusahaan start up menawarkan beragam
alternatif ke dalam perbankan tradisional.”24
Pada era sekarang yang kita kenal sebagai revolusi industri 4.0
yang mendorong sistem otomatisasi di dalam semua proses aktivitas
yang tidak dapat dihindari. Teknologi internet yang semakin masif tidak
hanya menghubungkan jutaan manusia di seluruh dunia tetapi juga telah
menjadi basis bagi transaksi perdagangan dan transportasi secara
23 Fintech 2.0 dan 3.0, Apa Bedanya?. Diakses pada tanggal 27 Desember 2019 dari
https://ekonomi.kompas.com/read/2017/09/25/183423826/fintech-20-dan-30-apa-bedanya 24 Muliaman D. Hadad, Financial Technology (Fintech) di Indonesia, Presentasi
disampaikan pada Indonesia Banking School (IBS), Indonesia 2 Juni 2017, h. 5
online.25 Industi 4.0 yang membuat semua terkoneksi dan membagikan
informasi dengan yang lain yang memberikan keuntungan bahwa
memang informasi cepat diakses dan permintaan dapat dilakukan
dengan segera yang berarti keseluruhan terhubung dengan setiap orang
dengan mudah dan pertukaran data yang cepat.26 Maka dalam tahapan
ini akan melihat perusahaan fintech dan inisiatif fintech (asosiasi fintech)
dalam institusi finansial tradisional terkoneksi lebih intens, yakni
sistematisasi dari solusi sebuah teknologi dan integrasi dari asosiasi
fintech dalam mendirikan sistem finansial.27 Sedangkan di Indonesia,
Pertumbuhan fintech yang semakin pesat ditandai dengan terbentuknya
Asosiasi Fintech Indonesia yang telah terdaftar secara sah sebagai badan
hukum sejak 10 Maret 2016.28 Asosiasi Fintech Indonesia hadir sebagai
wadah yang menghimpun perusahaan dan institusi para pelaku sektor
jasa keuangan yang menggunakan kemajuan teknologi dalam
menjalankan usahanya.29
b. Jenis-jenis Financial Technology
Fintech menawarkan beberapa jenis usaha atau bidang yang
terintegrasi dengan teknologi, seperti payments, pinjaman (lending),
kredit, capital market, crowd funding, dan sebagainya.30 Perkembangan
teknologi yang sangat cepat yang dimanfaatkan para pengusaha untuk
25 Dr. Slamet Rosyadi, Revolusi Industri, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas
Jenderal Soedirman. Diakses pada tanggal 26 Agustus 2019 dari
https://www.researchgate.net/publication/324220813_REVOLUSI_INDUSTRI_40 26 Jan Schlechtendahl, Matthias Keinert, dkk, Making Existing Production Systems Industry
4.0- ready. Diakses pada tanggal 26 Agustus 2019 dari
melakukan perubahan yang mengikuti perkembangan jaman
menghasilkan jenis usaha baik inovasi baru ataupun meningkatkan daya
saing dengan menggabungkan teknologi ke dalam kegiatan usaha demi
menjaga pasar yang telah dikuasai. Dengan melihat jika sebuah
teknologi seperti mempunyai potensi untuk membantu konsumen dan
membuat hidup konsumen lebih mudah, maka ada kesempatan yang
bagus untuk akan diadopsi oleh perusahaan.31 Jenis-jenis Industri fintech
diklasfikasikan oleh OJK sebagai berikut32:
1. Deposit & Lending, usaha ini berupa peer to peer lending dan
underwriting platform, seperti platform Amartha, Danakita,
Crowdo, Investree, Modalku.
2. RegTech merupakan model pengawasan aturan yang dinamis untuk
jaringan keuangan.33 Berbeda perspektif dalam regtech di indonesia
yang merupakan smart legal tool yang menggunakan teknologi
inovatif untuk membantu masyarakat dan bisnis pada umumya
memahami dan patuh terhadap peraturan yang berlaku.34 Di
Indonesia sudah ada asosiasi yang mewadahi perusahaan regtech
dan juga Legaltech yang bernama IRLA (Indonesian Regtech and
Legaltech Association). IRLA sendiri memiliki misi untuk
meningkatkan kesadaran tentang pentingnya kepatuhan hukum
melalui berbagai inovasi yang telah dikembangkan oleh perusahaan
yang bergerak dalam bidang ini di Indonesia. Usaha berupa audit,
risiko dan regulatory compliance software, seperti platform
Lawbale.
31 Derek Corcoran, Avoka – An Overnight Success, 13 Years In The Making, dalam Susanne
Chishti & Janos Barberis, The Fintech Book: The Financial Technology Handbook For Investors,
Entrepreneurs and Visionaries, (Cornwal: Great Britain, 2016), h. 214 32 Dr. Widyo Gunadi, Regulasi Fintech Pada Era Industri 4.0. Presentasi disampaikan pada
Politeknik Negeri Surabaya, Indonesia 9 Nopember 2018, h. 7 33 Susanne Chishti & Janos Barberis, The Fintech Book: The Financial Technology
Handbook For Investors, Entrepreneurs and Visionaries, … h. 12-13 34 Daily Socialid, Perusahaan Teknologi Bidang Hukum Inisiasi Pendirian Asosiasi
Regtech dan Legaltech Indonesia. Diakses pada tanggal 2 September tahun 2019 dari
3. Personal Finance, fintech jenis ini ingin membuat keuangan pribadi
lebih baik, lebih mudah diatur, lebih transparant, lebih berguna dan
lebih terjangkau untuk pengguna.35 Hal ini dikarenakan kebutuhan
mendesak untuk membuat perencanaan keuangan oleh masyarakat.
Platform ini dibuat untuk mendapatkan informasi yang dicari
dengan cepat terkait berapa banyak uang yang telah dikeluarkan
pada semua financial account dan langsung dikalkulasikan.36
Konsumen atau pengguna dapat langsung memasukkan transaksi
pemasukan/ pengeluaran yang telah dilakukan berupa nominal dan
keterangan penggunaan dan bukti transaksi berupa foto, serta
konsumen dapat melihat laporan hasil rekapitulasi transaksi
keuangan.37 Seperti platform Jojonomic, yang merupakan platform
produktivitas bisnis untuk mempermudah mengelola perusahaan
dengan gabungan aplikasi HR, Payroll, expense dan business travel
management sebagai solusi dalam pengelolaan administrasi HR &
Finance yang akurat, real-time dan mudah digunakan kapanpun
dimanapun.38
4. Payments adalah platform pembayaran yang diintegrasikan dengan
teknologi dalam bentuk e-money. Payment yang merupakan solusi
cashless payment yang mana uang dapat ditransfer melalui sebuah
perangkat tanpa kontak seperti telepon seluler, smartphone atau wifi,
yang dapat digunakan di restoran atau toko lainnya, yang hanya
apabila toko tersebut telah menyediakannya.39 Seperti platform,
Gopay, Ovo, Cashlez, Kartuku, Espay, Dana.
35 Oanh Truong, How Fintech Industry Is Changing The World, (Tesis S-2 Program Bisnis
Management, Centria University) h. 31 36 Tim Maurer, Level: Can A Budgeting App Change The Way We Bank?. Diakses pada
tanggal 4 September 2019 dari https://www.forbes.com/sites/timmaurer/2015/05/22/level-can-a-
budgeting-app-change-the-way-we-bank/#7b5a56d27b93 37 OJK, Perlindungan Konsumen Pada Fintech, h. 45. Diakses pada tanggal 11 September
2019 dari
https://konsumen.ojk.go.id/MinisiteDPLK/images/upload/201807131451262.%20Fintech.pdf 38 Diakses tanggal 4 September 2019 dari https://jojonomic.com/ 39 Wen Cao, Fintech Acceptance Research in Finland – Case Company Plastc. Thesis S-2,
information and Secvice Economy Aalto University, 2016), h.9
menyebabkan timbulnya hubungan hukum. Hubungan hukum memiliki
definisi hubungan yang terhadapnya hukum meletakkan hak pada satu
pihak dan meletakan kewajiban pada pihak lainnya.45 Penyelenggara
dalam hal ini memfasilitasi dikarenakan ketertarikan pengguna untuk
memiliki akses terhadap kondisi finansial yang lebih baik dengan aman,
transparan dan mudah.46 Pengguna P2PL dibagi menjadi dua, yakni47:
1. Pemberi pinjaman.
Pemberi pinjaman biasanya adalah individu yang mencari tingkat
pengembalian yang lebih tinggi daripada yang dapat dikumpulkan
dari akun berbunga lainnya.
2. Penerima pinjaman.
Penerima Pinjaman hanyalah warga negara indonesia (WNI),
mengingat dilakukan dengan mata uang rupiah. Penerima pinjaman
sering kali adalah individu yang mencari pinjaman untuk membiayai
kembali hutangnya dengan rate yang wajar atau usaha kecil yang
kesulitan mendapatkan pinjaman bernilai rendah dari lembaga
tradisional.
Gambar 1 : Model Peer to Peer Lending
45 Titik Triwulan Tutik, Pengantar Hukum Perdata di Indonesia, (Jakarta: Prestasi Pustaka
Publisher, 2006), h. 221 46 Bernardo Nicoletti, The Future of Fintech, … h.39 47 Evan Bakker, Peer to Peer Lending: How Digital Lending Marketplaces Are Disrupting
The Predominant Banking Model. Diakses pada tanggal 11 September 2019 dari
Penyelenggara P2PL tidak hanya yang bersifat konvensional,
akan tetapi terdapat opsi lain yakni yang berbasis syariah dengan
keseluruhan proses menggunakan prinsip syariah. Selain mayoritas
bangsa Indonesia yang merupakan muslim sebanyak 87,2%.50 Adanya
fintech P2PL syariah juga dilatarbelakangi oleh disrupsi yang mana
penyaluran biaya syariah tidak semuanya dapat dilakukan oleh
perbankan syariah dikarenakan adanya persyaratan yang tidak mampu
dipenuhi oleh UMKM.51 Melihat dari sisi modal dalam kategori UMKM
dalam Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang UMKM.
P2PL berbasis syariah diperbolehkan berdasarkan Fatwa Dewan
Syariah Nasional-Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) No. 177/DSN-
MUI/II/2018 tentang Layanan Pembiayaan Berbasis Teknologi
Informasi berdasarkan prinsip syariah. Ketentuan prinsip syariah untuk
P2PL ini ialah:52
1. Terhindar dari riba, gharar (ketidakpastian), maysir (spekulasi),
tadlis (menyembunyikan cacat), dharar (merugikan pihak lain), dan
haram.
2. Akad baku memenuhi prinsip keseimbangan, keadilan, dan
kewajaran sesuai syariah dan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
3. Akad yang digunakan selaras dengan karakteristik layanan
pembiayaan seperti al-bai’, ijarah, mudharabah, musyarakah,
wakalah bi al ujrah, dan qardh.
4. Terdapat bukti transaksi yaitu berupa sertifikat elektronik dan harus
divalidasi oleh pengguna melalui tanda tangan elektronik yang sah.
5. Transaksi harus menjelaskan ketentuan bagi hasil yang sesuai
dengan syariah.
50 Diakses pada tanggal 12 September 2019 dari https://www.indonesia.go.id/profil/agama 51 Jadzil Baihaqi, Financial Technology Peer to Peer Lending Berbasis Syariah Di
Indonesia, Jurnal Hukum Ekonomi Syariah: Tawazun, Vol. 1 Nomor 2, h. 117 52 Jadzil Baihaqi, Financial Technology Peer to Peer Lending Berbasis Syariah Di
6. Penyelenggara layanan boleh mengenakan biaya (ujrah) dengan
prinsip ijarah.
d. Pihak-pihak Yang Dapat Menjadi Penyelenggara Peer to Peer Lending
di Indonesia
Penyelenggara P2PL sebagai intermediator atau fasilitator wajib
memiliki kredibilitas kepada pengguna khususnya penerima pinjaman
supaya tidak dilanggar hak-haknya yang termaktub dalam peraturan
perundang-undangan dan akuntabilitas sebagai bentuk pengembalian
pinjaman kepada pemberi pinjaman. Penyelenggara dalam hal ini
dinyatakan sebagai lembaga jasa keuangan yakni pergadaian, lembaga
penjaminan, lembaga pembiayaan ekspor Indonesia, perusahaan
pembiayaan sekunder perumahan, dan lembaga yang menyelenggarakan
pengelolaan dana masyarakat yang bersifat wajib, meliputi
penyelenggara program jaminan sosial, pensiun, dan kesejahteraan,
sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan mengenai
pergadaian, penjaminan, lembaga pembiayaan ekspor Indonesia,
perusahaan pembiayaan sekunder perumahan dan lembaga yang
menyelenggarakan pengelolaan dana masyarakat yang bersifat wajib,
serta lembaga jasa keuangan lain yang dinyatakan diawasi oleh OJK
berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Pihak yang dapat menjadi penyelenggara adalah badan hukum
yang diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan 77 Tahun 2016
yakni berupa:
1. Perseroan Terbatas.
Perseroan terbatas sebagai salah satu bentuk penyelenggara, dapat
didirikan dan dimiliki oleh
a. Warga negara Indonesia dan/atau badan hukum Indonesia;
dan/atau
b. Warga negara asing dan/atau badan hukum asing.
2. Koperasi.
32
Penyelenggara yang berbentuk badan hukum koperasi terbatas pada
jenis koperasi jasa. Koperasi Jasa ialah koperasi yang menkhususkan
kegiatannya dalam memproduksi dan memasukkan kegiatan jasa
tertentu.53 Karena berdasarkan Pasal 16 Undang-Undang Nomor 25
Tahun 1992 tentang Perkoperasian bahwa jenis koperasi didasarkan
pada kesamaan kegiatan dan kepentingan ekonomi anggotanya.
Secara empiris, tidak terdapat koperasi yang bergerak dalam bidang
P2PL ini.
C. Tinjauan (Review) Kajian Terdahulu
Peneliti menemukan beberapa kajian terdahulu yang berkaitan dengan
keterbukaan informasi di pasar modal, diantaranya adalah :
1. Skripsi oleh Radian Adi Nugraha54 yang berjudul Analisis Yuridis
Mengenai Perlindugan Data Pribadi Dalam Cloud Computing System
Ditinjau Dari Undang-Undang Informasi Dan Transaksi Eleektronik,
Fakultas Hukum Universitas Indonesia, tahun 2012. Dalam Skripsi ini
peneliti membahas mengenai penerapan pasal perlindungan data pribadi
yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik yang dikaitkan dengan layanan
komputasi awan. Persamaan dengan peneletian ini, yaitu adanya kesamaan
membahas perlindungan data pribadi. Peneliti menjadikan skripsi ini
sebagai pembanding, karena substansi penulis juga tentang data pribadi.
Terdapat perbedaan mengenai penyimpanannya. Dalam skripsi diatas,
menempatkan data pribadi pada sistem komputasi awan, sedangkan
penelitian peneliti menempatkan penyimpanan secara langsung oleh
perusahaan.
53 Usman Moonti, Bahan Ajar Mata Kuliah Dasar-Dasar Koperasi, (Yogyakarta: Interpena
Yogyakarta, 2016) h.31 54 Radian Adi Nugraha, Analisis Yuridis Mengenai Perlindungan Data Pribadi Dalam
Cloud Computing System Ditinjau Dari Undang-Undang Informasi Dan Transaksi Elektronik,
Skripsi S1 Kearsipan Fakultas Hukum, Universitas Indonesia, 2012
33
2. Skripsi oleh Astiti Swanitarini55 yang berjudul Analisis Faktor-Faktor
Yang Mepengaruhi Investasi Asing Langsung di Indonesia Tahun
2011-2014,Fakultas Ekonomi, Universitas Negeri Yogyakarta, tahun 2016.
Dalam skripsi ini peneliti membahas tentang faktor-faktor apa saja yang
mempengaruhi investasi asing langsung di Indonesia tahun 2011-2014.
Yang mengambil data sekunder dari Badan Pusat Statistik dan Kementerian
Perdagangan dengan menggunakan metode dokumentasi. Persamaannya
dengan penelitian ini yaitu keduanya membahas faktor yang memengaruhi
Investasi.
Terdapat perbedaan, dalam skripsi ini membahas keseluruhan faktor-faktor
yang memengaruhi investasi asing di Indonesia dengan rentang waktu
antara 2011-2014, sedangkan penelitian ini membahas hambatan investasi
asing dalam penempatan pusat data dan pusat pemulihan bencana.
3. Artikel jurnal oleh I Wayan Bagus Pramana, Ida Bagus Putra Atmadja, Ida
Bagus Putu Sutama56 yang berjudul Peranan Otoritas Jasa Keuangan
Dalam Mengawasi Lembaga Keuangan Non Bank Berbasis Financial
Technology Jenis Peer to Peer Lending, Universitas Udayana, tahun 2018.
Dalam Jurnal ini peneliti membahas terkait analisa upaya OJK dalam
mengawasi lembaga keuangan non bank berbasis Financial Technology
jenis Peer to Peer Lending dan akibat hukum untuk yang tidak melakukan
pendaftaran dan perizinan di Otoritas Jasa Keuangan. Persamaan dengan
penelitian ini, bahwa peneliti juga menyinggung terkait dengan pendaftaran
dan perizinin yang ada di Otoritas Jasa Keuangan.
Perbedaannya terletak pada, jurnal ini membahas layanan pinjam meminjam
berbasis teknologi informasi dari aspek pengawasan, sedangkan penelitian
55 Astiti Swanitarini, Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Investasi Asing
Langusng Di Indonesia Tahun 2011-2014, Skripsi S1 Kearsipan Fakultas Ekonomi, Universitas
Negeri Yogyakarta, 2016 56 I Wayan Bagus Pramana, Peranan Otoritas Jasa Keuangan Dalam Mengawasi Lembaga
Keuangan Non Bank Berbasis Financial Technologi Jenis Peer to Peer Lending, Jurnal Hukum:
Kertha Semaya Vol. 06 Nomor 03, 2018
34
ini berfokus pada regulasi penempatan pusat data dan pusat pemulihan
bencana.
Terdapat perbedaan, dalam skripsi ini membahas keseluruhan faktor-faktor
yang memengaruhi investasi asing di Indonesia dengan rentang waktu
antara 2011-2014, sedangkan penelitian ini membahas hambatan investasi
asing dalam penempatan pusat data dan pusat pemulihan bencana.
4. Artikel jurnal oleh Lia Sautunnida57 yang berjudul Urgensi Undang-
Undang Perlindungan Data Pribadi di Indonesia: Studi Perbandingan
Hukum Inggris dan Malaysia, Universitas Syiah Kuala, tahun 2018.
Jurnal ini membahas pentingnya penetapan aturan hukum yang tegas dan
komprehensif yang dapat memberikan perlindungan terhadap data pribadi
yang berlangsung melalui media elektronik di Indonesia. Persamaan dengan
penelitian ini yaitu bahwa peneliti menyinggung perlindungan data pribadi
dari aturan hukum yang telah ada di Indonesia.
Perbedaannya terletak pada, jurnal ini membahas pentingnya suatu aturan
terkait perlindungan data pribadi di Indonesia, sedangkan penelitian ini
membahas pusat data yang terkait dengan data pribadi.
57 Lia Sautunnida, Urgensi Udang-Undang Perlindungan Data Pribadi di Indonesia: Studi
Perbandingan Hukum Inggris dan Malaysia, Univesitas Syiah Kuala, 2018
35
BAB III
TINJAUAN UMUM INVESTASI ASING DI INDONESIA
A. Sejarah Investasi Asing Di Indonesia
Semua negara selalu berusaha untuk meningkatkan pembangunan,
kesejahteraan dan kemakmuran rakyatnya. Usaha tersebut dilakukan berbeda-
beda antara negara satu dengan negara lainnya. Salah satu usaha yang selalu
dilakukan oleh suatu negara adalah dengan menarik sebanyak-banyaknya
investasi asing agar masuk ke negaranya.1 Upaya menarik penanaman modal
asing marak dilakukan karena penanaman modal asing lebih baik apabila
dibandingkan dengan pinjaman.2 Investasi asing sebagai cara instan untuk
meningkatkan pertumbuhan ekonomi sesuai dengan iklim berinvestasi di suatu
negara.
Investasi merupakan bentuk dari sebuah fasilitas yang disediakan oleh
suatu negara untuk membuka rongga bidang-bidang yang dapat diisi oleh orang
perseorangan atau badan hukum dalam lingkup privat untuk dapat menanamkan
modalnya. Hal ini senada dengan Ida Bagus Rahmadi Supanca yang
memberikan pengertian investasi sebagai suatu kegiatan yang dilakukan oleh
orang pribadi (natural person) maupun badan hukum (juridical person), dalam
upaya meningkatkan dan atau mempertahankan nilai modalnya, baik yang
berbentuk tunai (cash money), peralatan (equipment), aset tak bergerak, hak
kekayaan intelektual, maupun keahlian.3
Keberadaan penanaman modal pertama kali diawali dengan meletusnya
revolusi industri di Eropa pada 1760, khususnya di Inggris dan kemudian
menjalar ke Amerika pada 1860. Sebelum meletusnya revolusi industri keadaan
masyarakat sangat memprihatinkan terlebih para pekerja industri dikuasai oleh
tuan tanah, terlebih kegiatan perekonomian pada waktu itu diatur secara ketat
1 Ahmad Yulianto, Peranan Mulitlateral Invesment Guarantee Agency (MIGA) dalam
kegiatan Investasi, Jurnal Hukum Bisnis Vol. 22 No. 5 Tahun 2003, h. 39 2 Yulianto Syahyu, Pertumbuhan Investasi Asing di Kepulauan Batam: Antara Dualisme
Kepemimpinan dan Ketidakpastian Hukum, Jurnal Hukum Bisnis Vol. 22 No. 5 Tahun 2003, h. 46 3 Ida Bagus Rahmadi Supanca, Kerangka Hukum dan Kebijakan Investasi Langsung di
Indonesia, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 2006), h. 2
36
oleh negara sehingga masyarakat pada masa itu menginginkan adanya suatu
struktur baru yang dapat mengikutsertakan mereka dalam kegiatan
perekonomian yang telah diatur oleh negara bertehun-tahun lamanya. Hal itu
pula yang menjadi alasan pertimbangan terjadinya demonstrasi dan
pemberontakan para pekerja waktu itu, sehingga melahirkan sistem baru
dimana masyarakat atau pihak swasta mulai diperkenankan untuk ikut serta
dalam kegiatan perekonomian negara. Dengan keikutsertaan pihak swasta
dalam kegiatan perekonomian negara itulah menandai awal mulanya
penanaman modal atau investasi dari pihak swasta ke dalam bidang industri.4
Sejarah penanaman modal asing di Indonesia telah dimulai sejak jaman
kolonialisasi oleh Belanda yang dikenal pertama kali melalui kebijaksanaan
pemerintah hindia-belanda yang mempekenankan masuknya modal asing Eropa
untuk menanamkan usahanya dalam bidang perkebunan pada tahun 1870.5
Dengan adanya agrarische wet pada tahun 1870, memungkinkan tanah-tanah
pertanian yang dahulunya tertutup mulai dibuka, dan keberadaan peraturan
tersebut juga memungkinkan penanaman modal asing khususnya yang datang
dari Eropa yang mempunyai hubungan dekat dengan pemerintah Hindia-
Belanda mulai diizinkan untuk melakukan usahanya di Indonesia.6 Akan tetapi
keberadaan investasi asing ini sebagai bentuk upaya pemerintahan Hindia-
Belanda semata-mata hanya untuk mendapatkan keuntungan karena
orientasinya bukan untuk rakyat. Tujuan dari penanaman modal asing di masa
kolonial didedikasikan untuk kepentingan pihak penjajah dan bukan untuk
kesejahteraan bangsa Indonesia.7 Kemudian transisi kolonialisasi dengan
hadirnya pemerintahan jepang yang membuat iklim investasi menjadi kacau
yang menyebabkan penanaman modal terhenti dan mulai menghancurkan
struktur yang telah dibangun oleh pemerintah Hindia-Belanda.
4 Aminuddin Ilmar, Hukum Penanaman Modal di Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2006), h.
4 5 Jochen Roppke, Kebebasan Yang Terhambat; Perkembangan Ekonomi dan Perilaku
Kegiatan Usaha di Indonesia, (Jakarta: Gramedia, 1986), h. 157 6 Aminuddin Ilmar, Hukum Penanaman Modal di Indonesia, … h. 16 7 David Kairupan, Aspek Hukum Penanaman Modal Di Indonesia, … h. 1
37
Indonesia setelah mengalami masa kolonialisasi yang agak panjang,
pada awal kemerdekaannya mencoba untuk melaksanakan pembangunan
ekonomi yang mana peran negara sangat sulit diharapkan sepenuhnya untuk
dapat membiayai sendiri pembangunan yang akan dilakukan, kenyataan
menunjukkan bahwa tingkat ketersediaan modal yang dimiliki sangat tidak
mencukupi untuk dapat melaksanakan pembangunan nasional. Perkembangan
investasi atau penanaman modal asing paska kemerdekaan dimulai dari Kabinet
Ali Sastroamdjojo Pertama (1952-1953) Indonesia yang dipimpin oleh Ir.
Soekarno yang merupakan bapak proklamator yang kemudian menjabat
presiden pertama Indonesia, dengan mempersiapkan peraturan untuk menarik
penanaman modal asing di Indonesia, namun peraturan ini belum sempat
diajukan ke parlemen oleh karena jatuhnya kabinet ini. Pada kabinet Ali
Sastroamdjojo kedua, tepatnya pada tahun 1953 mengajukan kembali Rencana
Undang-Undang Penanaman Modal Asing, yang mengandung syarat-syarat
sedemikian rupa, agar jangan sampai penanaman modal asing menghambat
pembangunan masyarakat Indonesia. Rencana Undang-Undang Penanaman
Modal Asing ini juga tidak memperoleh persetujuan parlemen.8
Selanjutnya Kabinet Karya dibawah PM Djuanda mengeluarkan
Undang-Undang Nomor 78 Tahun 1958 tentang Penanaman Modal Asing.
Akan tetapi kebijakan nasionalisasi perusahaan-perusahaan Belanda membuat
undang-undang ini jadi tak berarti yang ditambah masih kentara masalah politik
dalam menegakkan negara yang baru merdeka, keamanan dalam negeri
dikarenakan adanya gerakan atau aksi tentara Belanda yang masih ingin
mencoba menjajah Indonesia.9 Hingga munculnya Peraturan Pemerintah
Pengganti Undang-Undang Nomor 15 Tahun 1960 yang menggantikan
Undang-Undang Nomor 78 Tahun 1958 pun tidak mempunyai arti lebih baik
mengingat pemerintah melakukan nasionalisasi modal dari Amerika dan Inggris
sebagai dampak konfrontasi dengan Malaysia. Amerika dan Inggris dianggap
8 C.F.G Sunarjati Hartono, Beberapa Masalah Transnasional Dalam Penanaman Modal
Asing di Indonesia, (Bandung: Binatjipta, 1972), h.3 9 Aminuddin Ilmar, Hukum Penanaman Modal di Indonesia, ... h. 19-20
38
sebagai pendukung utama pembentukan Negara Malaysia, yang oleh
pemerintah Soekarno dianggap neo kolonialisme dan neo imperialisme karena
politik luar negeri Indonesia pada waktu itu anti barat.10 Hal ini sejalan dengan
perkataan Thee Kian Wie “Seperti kebanyakan kaum nasionalis Indonesia
lainnya, para pembuat kebijakan ekonomi di masa awal kemerdekaan amat
terpikat oleh cita-cita kaum sosialis. Mereka menolak kapitalisme karena
kapitalisme diasosiasikan dengan kekuasaan kolonial.”11
Drama nasionalisasi perusahaan-perusahaan asing berakhir saat
diberlakukannya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman
Modal asing yang diberlakukan pada masa orde baru yang berisi insentif dan
jaminan kepada calon investor asing. Materil undang-undang tersebut juga
termasuk masa bebas pajak dan jaminan tidak adanya nasionalisasi, kecuali
dianggap perlu bagi kepentingan nasional dengan kompensasi penuh sesuai
hukum internasional yang berlaku (Sadli 1972: 204).12 Investasi asing di
Indonesia mendapatkan angin segar, karena setelah Tiga bulan diberlakukan
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967, Freeport Sulphur Incorporated menjadi
perusahaan asing pertama yang menandatangani kontrak dengan pemerintah
orde baru dengan menandatangani sebuah kontrak karya untuk mengeskplorasi
dan menambah cadangan emas dan tembaga di Irian Jaya.13
Seiring dengan perubahan perekonomian global dan keikutsertaan
Indonesia dalam berbagai kerja sama internasional, perlu diciptakan ilkim
penanaman modal yang kondusif, promotif, memberikan kepastian hukum,
keadilan dan efisien dengan tetap memperhatikan kepentingan ekonomi
nasional, maka Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1967 diubah karena tidak
sesuai dengan kebutuhan percepatan perkembangan perekonomian dan
10 Suparji, Pengaturan Penanaman Modal di Indonesia, (Jakarta: Universitas Al Azhar
Indonesia, 2010), h. 89-90 11 Thee Kian Wie, Pelaku Berkisah: Ekonomi Indonesia 1950-an sampai 1990-an, (Jakarta:
Kompas, 2005), h.xxix 12 Thee Kian Wie, Pelaku Berkisah, … h. 1 13 M. F. Mukhti, Riwayat Masuknya Modal Asing Ke Indonesia. Diakses pada tanggal 3
Oktober 2019 dari https://historia.id/politik/articles/riwayat-masuknya-modal-asing-ke-indonesia-
adanya AFPI, secara fungsi AFPI berada dibawah AFTECH (Asosiasi Fintech
Indonesia) yang mana anggota dari AFTECH sebanyak 50% bergerak dalam
bidang fintech P2PL. Untuk mempermudah organisasi fintech P2PL maka AFPI
dipisah menjadi entitas tersendiri.4 Pada saat penunjukan AFPI sebagai asosiasi,
OJK melihat bahwa hanya AFPI yang dapat menjadi asosiasi untuk mewadahi
para penyelenggara P2PL yang saat bersamaan terdapat AFTECH dan AFSI
(Asosiasi Fintech Syariah Indonesia). karena apabilia dilihat dari ketiga asosiasi
tersebut, AFPI merupakan asosiasi yang memfokuskan pada fintech P2PL
selain dari nama dan perilaku pasar yang dikeluarkan.5
Sinergi antara OJK selaku regulator dan AFPI selaku asosiasi, terkait
dengan aturan yang berlaku untuk para penyelenggara P2PL. OJK mengatur
terkait dengan framework (garis besar) dan AFPI untuk perilaku pasar yang
bersifat teknis berdasarkan perkembangan riset terkait dengan kebutuhan
industri yang dilihat dari masalah-masalah di lapangan yang merupakan salah
satu usaha untuk proaktif membantu OJK dalam meregulasi fintech P2PL.6 Pun
juga didasari bahwa saat pembentukan Departemen Fintech di OJK,
departemen tersebut telah menentukan industri fintech P2PL ini akan lebih
banyak dilakukan sesuai dengan market conduct (perilaku pasar). Dan
karenanya harapan OJK agar ketentuan dan praktik didasarkan atas kebutuhan
industri, layaknya idiom dari industri untuk industri.
Fintech P2PL ada yang legal dan ilegal. P2PL ilegal sangat jelas dan
meyakinkan bahwa tidak mempunyai itikad baik sebagai penyelenggara P2PL
untuk melakukan usaha di Indonesia dengan tidak melakukan pendaftaran atau
perizinan kepada Otoritas Jasa Keuangan dan AFPI. P2PL ilegal menghindari
ketentuan-ketentuan yang dapat merestriksi aktivitas penyelenggara. Hal ini
selaras dengan aduan kepada Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta Pada 23
4 Data Audiensi dan Wawancara Bersama Pengurus Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama
Indonesia (AFPI), pada tanggal 18 November 2019 di Kantor AFPI 5 Data Audiensi dan Wawancara Bersama Direktorat Pengaturan, Perizinan dan
Pengawasan Financial Technology (DP3F) Otoritas Jasa Keuangan, pada tanggal 27 November
2019 di Wisma Mulia 2 6 Data Audiensi dan Wawancara Bersama Pengurus Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama
Indonesia (AFPI), pada tanggal 18 November 2019 di Kantor AFPI
45
Maret tahun 2019, Lembaga Bantuan Hukum Jakarta mengumumkan telah
menerima sekitar 3000 pengaduan terkait permasalahan penyelenggaran fintech
P2PL yang telah mereka terima sejak Mei tahun 2018. Berdasarkan pengaduan-
pengaduan tersebut, LBH Jakarta menemukan banyak pelanggaran hukum dan
hak asasi manusia yang dialami oleh korban pengguna aplikasi pinjaman online
atau fintech P2PL ini, sebagian besar mengalami tindak pidana yang dilakukan
oleh penyelenggara dan pihak-pihak yang bekerja sama dengan penyelenggara
aplikasi fintech P2PL, hal itu meliputi, namun tidak terbatas pada :
1. Penyebaran data pribadi melalui media elektronik (Pelanggaran Pasal 32 jo
Pasal 48 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik & Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika
Nomor 20 Tahun 2016 tentang Perlindungan Data Pribadi)
2. Pengancaman (Pasal 368 KUHP)
3. Penipuan (Pasal 378 KUHP)
4. Fitnah (Pasal 311 ayat (1) KUHP)
5. Pelecehan seksual melalui media elektronik (Pasal 27 ayat (1) jo Pasal 45
Ayat (1) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik).7
Berdasarkan hasil investigasi OJK dalam permasalahan ini bahwa
banyaknya debitur yang menjadi korban dalam masalah ini merupakan
pengguna aplikasi pinjaman yang tidak legal atau tidak terdaftar izin usahanya
di OJK. AFPI sebagai asosiasi menghimbau kepada masyarakat untuk sadar dan
melihat pada platform tersebut biaya bunga yang dikenakan, suku bunga dan
layanannya untuk apa saja serta adakah customer service berserta kantor dari
penyelenggara tersebut.8 Selain dibutuhkan kesadaran dari masyarakat,
tindakan represif dilakukan oleh Satgas Waspada Investasi yang dibentuk
berdasarkan Keputusan Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan Nomor
01/KDK.01/2016 tanggal 1 Januari 2016 yang bekerja sama dengan
7 Laporan LBH Jakarta, Tindak Pidana Korban Pinjaman Online. Diakses pada tanggal 27
November 2019 dari https://www.bantuanhukum.or.id/web/laporan-tindak-pidana-korban-pinjol/ 8 Data Audiensi dan Wawancara Bersama Pengurus Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama
Indonesia (AFPI), pada tanggal 18 November 2019 di Kantor AFPI
Kementerian Perdagangan, Kementerian Komunikasi dan Informatika,
Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah, Kejaksaan, Kepolisian
RI dan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), yang telah melakukan
koordinasi dengan Kementerian Komunikasi dan Informatika
(Kemenkominfo), hingga pertengahan Maret 2019, sudah memblokir 803
fintech illegal.9 Sedangkan disebutkan pada sumber lain, bahwa Satgas
Waspada Investasi telah memblokir situs ataupun aplikasi sebanyak 1.773
fintech ilegal.10
Hegemoni P2PL illegal pada pasar aplikasi dalam hal ini yakni Google
Play atau yang lebih akrab disebut PlayStore milik perusahaan raksasa Google
merupakan hal yang wajar. Mengingat tidak sulit untuk pemgembang aplikasi
mendaftarkan aplikasinya untuk dipublikasikan di PlayStore. Hanya dengan
mengunjungi Google Play Console11 dengan cara membuat akun google baik
yang telah ada atau buat akun baru, menyetujui persyaratan distribusi
pengembang Google Play12, membayar biaya pendaftaran dan melengkapi data
akun. Selanjutnya hanya mengikuti langkah yang tergolong mudah untuk
memasukkan aplikasi ke PlayStore13, maka dengan adanya hal tersebut, akan
sulit untuk melakukan upaya preventif terhadap P2PL illegal. Fintech ilegal
pada dasarnya mempunyai ciri-ciri:14
1. Tidak memiliki izin resmi.
9 Data Audiensi dan Wawancara Bersama Direktorat Pengaturan, Perizinan dan
Pengawasan Financial Technology (DP3F) Otoritas Jasa Keuangan, pada tanggal 27 November
2019 di Wisma Mulia 2 10 Data Audiensi dan Wawancara Bersama Direktorat Pengaturan, Perizinan dan
Pengawasan Financial Technology (DP3F) Otoritas Jasa Keuangan, pada tanggal 27 November
2019 di Wisma Mulia 2 11 Google Play Console. Diakses pada tanggal 29 November 2019 dari
https://play.google.com/apps/publish/signup/ 12 Google Play, Google Play Developer Distribution Agreement. Diakses pada tanggal 29
November 2019 dari https://play.google.com/about/developer-distribution-agreement.html 13 Klik Mania, Cara Mempublikasikan Aplikasi Sendiri Ke Google Play Store Terbaru.
Diakses pada tanggal 29 November 2019 dari https://www.klikmania.net/cara-mempublikasikan-
aplikasi-ke-google-play-store/ 14 Siaran Pers Nomor SP 05/VII/SWI/2019, Otoritas Jasa Keuangan dan Bareskrim Polri
Sepakat berantas Fintech Peer to Peer Lending ilegal dan Investasi ilegal. Diakses pada tangal 29
November 2019 pada pukul https://www.ojk.go.id/id/berita-dan-kegiatan/siaran-pers/Pages/Siaran-