TINJAUAN TEORITIS
ASUHAN KEPERAWATAN HIPERTENSI
A. Konsep Penyakit
1. Pengertian Hipertensi
Definisi atau pengertian hipertensi banyak dikemukakan oleh para
ahli. WHO mengemukakan bahwa hipertensi terjadi bila tekanan darah
diatas 160/95 mmhg, sementara itu Smelttzer & Bare (2002:896)
mengemukakan bahwa hipertensi merupakan tekanan darah persisten
atau terus menerus sehingga melebihi batas normal dimana tekanan
sistolik diatas 140 mmhg dan tekanan diastole diatas 90 mmhg.
Pendapat yang sama juga diutarakan oleh doenges (2000:42). Pendapat
senada juga disampaikan oleh TIM POKJA RS Harapan Kita, Jakarta
(1993:199) dan Prof. Dr. dr. Budhi Setianto (Depkes, 2007), yang
menyatakan bahwa hipertensi adalah kenaikan tekanan darah sistolik
lebih dari 150 mmHg dan tekanan diastolik lebih dari 90 mmHg.
Terdapat perbedaan tentang batasan tentang hipertensi seperti
diajukan oleh kaplan (1990:205) yaitu pria, usia kurang dari 45
tahun, dikatakan hipertensi bila tekanan darah waktu berbaring
diatas atau sama dengan 130/90mmhg, sedangkan pada usia lebih dari
45 tahun dikatakan hipertensi bila tekanan darah diatas 145/95
mmhg. Sedangkan pada wanita tekanan darah diatas sama dengan 160/95
mmhg. Hal yang berbeda diungkapkan TIM POKJA RS Harapan Kita
(1993:198) pada usia dibawah 40 tahun dikatakan sistolik lebih dari
140 mmhg dan untuk usia antara 60-70 tahun tekanan darah sistolik
150-155 mmHg masih dianggap normal. Hipertensi pada usia lanjut
didefinisikan sebagai tekanan sistolik lebih besar dari 140 mmHg
dan atau tekanan diastolik lebih besar dari 90 mmHg ditemukan dua
kali atau lebih pada dua atau lebih pemeriksaan yang berbeda. (JNC
VI, 1997).
Untuk usia kurang dari 18 tahun dikatakan hipertensi bila dua
kali kunjungan yang berbeda waktu didapatkan tekanan darah
diastolik 90 mmHg atau lebih, atau apabila tekanan darah sistolik
pada beberapa pengukuran didapatkan nilai yang menetap diatas
140mmHg (R. P. Sidabutar dan Waguno P, 1990).
Berdasarkan pengertian pengertian tersebut dapat disimpulkan
bahwa hipertensi merupakan kenaikan tekanan darah dimana tekanan
sistolik lebih dari 140 mmhg dan atau diastolik lebih dari 90
mmhg.
2. Klasifikasi hipertensiKlasifikasi hipertensi juga banyak
diungkapkan oleh para ahli, diantaranya WHO menetapkan klasifikasi
hipertensi menjadi tiga tingkat yaitu tingkat I tekanan darah
meningkat tanpa gejala-gejala dari gangguan atau kerusakan sistem
kardiovaskuler. Tingkat II tekanan darah dengan gejala hipertrofi
kardiovaskuler, tetapi tanpa adanya gejala-gejala kerusakan atau
gangguan dari alat atau organ lain. Tingkat III tekanan darah
meningkat dengan gejala gejala yang jelas dari kerusakan dan
gangguan faal dari target organ. Klasifikasi hipertensi adalah
:
Kategori Tekanan sistolik (mmHg) Tekanan Diastolik (mmHg)
Normal < sbp = Sistole pressure = DBP>= 160 dan DBP >=
100. mm Hg.)
Sedangkan menurut TIM POKJA RS Harapan Kita, Jakarta, membagi
hipertensi 6 tingkat yaitu Hipertensi perbatasan (borderline) yaitu
tekanan darah diastolik, normal kadang 90-100mmHg. Hipertensi
ringan, tekanan darah diastolik 90-140mmHg. Hipertensi sedang,
tekanan darah diastolik 105-114 mmHg. Hipertensi berat tekanan
darah diastolik >115mmHg. Hipertensi maligna krisis yaitu
tekanan darah diastolik lebih dari 120 mmHg yang disertai gangguan
fungsi target organ. Hipertensi sistolik yaitu tekanan darah
sistolik lebih dari 160 mmHg.
Pada hipertensi krisis dibagi lagi menjadi 2, menurut melalui
TIM POKJA RS Harapan Kita (2003:63) yaitu: hipertensi emergensi
akut, membahayakan jiwa, hal ini terjadi karena disfungsi atau
kerusakan organ target. Yang kedua adalah hipertensi urgensi yaitu
hipertensi berat tanpa ada gangguan organ target akan tetapi
tekanan darah perlu diturunkan dengan segera atau secara bertahap
dalam waktu 24-48 jam, sebab penurunan tekanan darah dengan cepat
akan menimbulkan efek ischemik pada organ target.
Klasifikasi hipertensi juga banyak diungkapkan oleh para ahli,
diantaranya WHO menetapkan klasifikasi hipertensi menjadi tiga
tingkat yaitu tingkat I tekanan darah meningkat tanpa gejala-gejala
dari gangguan atau kerusakan sistem kardiovaskuler. Tingkat II
tekanan darah dengan gejala hipertrofi kardiovaskuler, tetapi tanpa
adanya gejala-gejala kerusakan atau gangguan dari alat atau organ
lain. Tingkat III tekanan darah meningkat dengan gejala gejala yang
jelas dari kerusakan dan gangguan faal dari target organ. Sedangkan
JVC VII, Klasifikasi hipertensi adalah :
Kategori Tekanan sistolik (mmHg) Tekanan Diastolik (mmHg)
Normal < sbp = Sistole pressure = DBP>= 160 dan DBP >=
100. mm Hg.)
Sedangkan menurut TIM POKJA RS Harapan Kita, Jakarta, membagi
hipertensi 6 tingkat yaitu hipertensi perbatasan (borderline) yaitu
tekanan darah diastolik, normal kadang 90-100mmHg. Hipertensi
ringan, tekanan darah diastolik 90-140mmHg. Hipertensi sedang,
tekanan darah diastolik 105-114 mmHg. Hipertensi berat tekanan
darah diastolik >115mmHg. Hipertensi maligna/ krisis yaitu
tekanan darah diastolik lebih dari 120 mmHg yang disertai gangguan
fungsi target organ. Hipertensi sistolik yaitu tekanan darah
sistolik lebih dari 160 mmHg.
Pada hipertensi krisis dibagi lagi menjadi 2, menurut melalui
TIM POKJA RS Harapan Kita (2003:63) yaitu: hipertensi emergensi
akut, membahayakan jiwa, hal ini terjadi karena disfungsi atau
kerusakan organ target. Yang kedua adalah hipertensi urgensi yaitu
hipertensi berat tanpa ada gangguan organ target akan tetapi
tekanan darah perlu diturunkan dengan segera atau secara bertahap
dalam waktu 24-48 jam, sebab penurunan tekanan darah dengan cepat
akan menimbulkan efek ischemik pada organ target.
3. Etiologi
Penyebab terjadinya hipertensi adalah terdiri dari berbagai
faktor, diantaranya Reeves& lockhart(2001:114) mengemukakan
bahwa Faktor-faktor resiko yang dapat menyebabkan hipertensi adalah
stress, kegemukan, merokok, hipernatriumia). Sedang Long
(1995:660), TIM POKJA RS Harapan Kita (2003:63) dan Yayasan jantung
Indonesia (2007) menambahkan bahwa Penyebab hipertensi dapat
dibedakan menurut jenis hipertensi yaitu hipertensi primer
(essensial) merupakan tekenan darah tinggi yang disebabkan karena
retensi air dan garam yang tidak normal, sensitifitas terhadap
angiotensin, obesitas, hiperkolesteroemia, emosi yang tergannggu
/stress dan merokok. Sedangkan hipertensi sekunder merupakan
tekanan darah tinggi yang disebabkan karena penyakit kelenjar
adrenal, penyakit ginjal, toxemia gravidarum, peningkatan tekanan
intra cranial, yang disebabkan tumor otak, dan pengaruh obat
tertentu missal obat kontrasepsi.
Dari uraian pernyataan diatas dapat disimpulkan bahwa penyebab
hipertensi beragam diantaranya adalah: stress, kegemukan, merokok,
hipernatriumia, retensi air dan garam yang tidak normal,
sensitifitas terhadap angiotensin, obesitas, hiperkolesteroemia,
penyakit kelenjar adrenal, penyakit ginjal, toxemia gravidarum,
peningkatan tekanan intra cranial, yang disebabkan tumor otak,
pengaruh obat tertentu missal obat kontrasepsi, asupan garam yang
tinggi, kurang olah raga, genetik, Obesitas, Aterosklerosis,
kelainan ginjal, tetapi sebagian besar tidak diketahui
penyebabnya.
4. Patofisiologi
Menurut Smeltzer & Bare (2002:898) mengatakan bahwa
Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah
terletak di pusat vasomotor pada medulla oblongata di otak dimana
dari vasomotor ini mulai saraf simpatik yang berlanjut ke bawah
korda spinalis dan keluar dari kolomna medulla ke ganglia simpatis
di torax dan abdomen, rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam
bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui system syaraf simpatis
. Pada titik ganglion ini neuron prebanglion melepaskan asetilkolin
yang merangsang serabut saraf paska ganglion ke pembuluh darah,
dimana dengan melepaskannya nere frineprine mengakibatkan
konskriksi pembuluh darah.
Factor seperti kecemasan dan ketakutan dapat mempengaruhi respon
pembuluh darah terhadap rangsang vasokonstriktif yang menyebabkan
vasokonstriksi pembuluh darah akibat aliran darah yang ke ginjal
menjadi berkurang /menurun dan berakibat diproduksinya rennin,
rennin akan merangsang pembentukan angiotensai I yang kemudian
diubah menjadi angiotensis II yang merupakan vasokonstriktoryang
kuat yang merangsang sekresi aldosteron oleh cortex adrenaldimana
hormone aldosteron ini menyebabkan retensi natrium dan air oleh
tubulus ginjal dan menyebabkan peningkatan volume cairan intra
vaskuler yang menyebabkan hipertensi.
TIM POKJA RS Harapan Kita (2003:63) menyebutkan patofisiologis
hipertensi adalah: pada hipertensi primer perubahan patologisnya
tidak jela didalam tubuh dan organ-organ. Terjadi secara perlahan
yang meluas dan mengambil tempat pada pembuluh darah besar dan
pembuluh darah kecil pada organ organ seperti jantung, ginjal dan
pembuluh darah otak. Pembuluh seperti aorta, arteri koroner, arteri
basiler yang ke otak dan pembuluh darah perifer di ekstremitas
menjadi sklerotik dan membengkak. Lumen-lumen menjepit, aliran
darah ke jantung menurun, bergitu juga ke otak dan ekstremitas
bawah bisa juga terjadi kerusakan pembuluh darah besar.
5. Manifestasi Klinik
Menurut TIM POKJA RS Harapan Kita (2003:64) mengemukakan bahwa
manifestasi klinik yang sering tidak tampak. Pada beberapa pasien
mengeluh sakit kepala, pusing, lemas, sesak nafas, kelelahan,
kesadaran menurun, mual, gelisah, muntah, kelemahan otot,epitaksis
bahkan ada yang mengalami perubahan mental.
Sedangkan menurut FKUI (1990:210) dan Dr. Budhi Setianto
(Depkes, 2007) hipertensi esensial kadang tampa gejala dan baru
timbul gejala setelah terjadi komplikasi pada organ target seperti
pada ginjal, mata, otak dan jantung. Namun terdapat pasien yang
mengalami gejala dengan sakit kepala, epitaksis.
6. Penatalaksanaan
Terdapat 2 cara penanggulangan hipertensi menurut FKUI (1990:
214-219) yaitu dengan non farmakologis dan dengan farmakologis.
Cara non farmakologis dengan menurunkan berat badan pada penderita
yang gemuk, diet rendah garam dan rendah lemak, mengubah kebiasaan
hidup, olah raga secara teratur dan kontrol tekanan darah secara
teraut. Sedangkan dengan cara farmakologis yaitu dengan cara
memberikan obat-obatan anti hipertensi seperti diuretik seperti
HCT, Higroton, Lasix. Beta bloker seperti propanolol. Alfa bloker
seperti phentolamin, prozazine, nitroprusside captapril.
Simphatolitic seperti hidralazine, diazoxine. Antagonis kalsium
seperti nefedipine (adalat).
Pengobatan hipertensi harus dilandasi oleh beberapa prinsip
menurut FKUI (1990) yaitu pengobatan hipertensi sekunder harus
lebih mendahulukan pengobatan kausal, pengobatan hipertensi
esensial ditujukan untuk menurunkan tekanan darah dengan harapan
memperpanjang umur dan mengurangi timbulnya komplikasi, upaya
menurunkan tekanan darah dicapai dengan menggunakan obat anti
hipertensi, pengobatan hipertensi adalah pengobatan jangka panjang
bahkan mungkin seumur hidup, pengobatan dengan menggunakan standard
triple therapy (STT) menjadi dasar pengobatan hipertensi.
Tujuan pengobatan dari hipertensi adalah menurunkan angka
morbiditas sehingga upaya dalam menemukan obat anti hipertensi yang
memenuhi harapan terus dikembangkan.
7. Komplikasi
Adapun komplikasi yang dapat terjadi pada penyakit hipertensi
menurut TIM POKJA RS Harapan Kita (2003:64) dan Dr. Budhi Setianto
(Depkes, 2007) adalah diantaranya : penyakit pembuluh darah otak
seperti stroke, perdarahan otak, transient ischemic attack (TIA).
Penyakit jantung seperti gagal jantung, angina pectoris, infark
miocard acut (IMA). Penyakit ginjal seperti gagal ginjal. Penyakit
mata seperti perdarahan retina, penebalan retina, oedema pupil.
8. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang menurut FKUI (2003:64) dan Dosen Fakultas
kedokteran USU, Abdul Madjid (2004), meliputi pemeriksaan
laboratorium rutin yang dilakukan sebelum memulai terapi bertujuan
menentukan adanya kerusakan organ dan factor resiko lain atau
mencari penyebab hipertensi. Biasanya diperiksa urin analisa, darah
perifer lengkap, kimia darah (kalium, natrium, kreatinin, gula
darah puasa, kolesterol total, HDL, LDL dan pemeriksaan EKG.
sebagai tambahan dapat dilakukan pemerisaan lain, seperti klirens
kreatinin, protein, asam urat, TSH dan ekordiografi.
Pemeriksaan diagnostik meliputi BUN /creatinin (fungsi ginjal),
glucose (DM) kalium serum (meningkat menunjukkan aldosteron yang
meningkat), kalsium serum (peningkatan dapat menyebabkan
hipertensi: kolesterol dan tri gliserit (indikasi pencetus
hipertensi), pemeriksaan tiroid (menyebabkan vasokonstrisi),
urinanalisa protein, gula (menunjukkan disfungsi ginjal), asam urat
(factor penyebab hipertensi) EKG (pembesaran jantung, gangguan
konduksi), IVP (dapat mengidentifikasi hipertensi.
9. Pengkajian Fokus
Menurut Doenges, (2004:41-42) dan mengemukakan bahwa pengkajian
pasien hipertensi meliputi:
a. Aktifitas & istirahat meliputi kelemahan, keletihan,
nafas pendek, frekwensi jantung meningkat, perubahan irama
jantung,
b. Sirkulasi meliputi adanya riwayat hipertensi, penyakit
jantung coroner,
episodepalpitasi, kenaikan tekanan darah, tekhicardi, kadang
bunyi jantung terdengar S2 pada dasar ,S3dan S4.
c. Integritas ego meliputi cemas, depresi, euphoria, mudah marah
,otot muka tegang, gelisah, pernafasan menghela, peningkatan pola
bicara.
d. Eliminasi meliputi Riwayat penyakit ginjal
e. Makanan /cairan meliputi makanan yang disukai terutama yang
mengandung tinggi garam, linggi lemak, dan kolesterol, mual,
muntah, perubahan berat badan, riwayat penggunaan obat diuritik,
adanya edema.
f. Neurosensori meliputi keluhan kepala pusing, berdenyut ,
sakit kepala sub oksipital, kelemahan pada salah satu sisi tubuh,
gangguan penglihatan (diplopia, pandangan kabur) ,epitaksis.
g. Nyeri /ketidak nyamanan meliputi nyeri hilang timbul pada
tungkai,sakit kepala sub oksipital berat, nyeri abdomen, nyeri
dada.
h. Pernafasan meliputi sesak nafas sehabis aktifitas, batuk
dengan atau tanpa sputum, riwayat merokok, penggunaan obat Bantu
pernafasan, bunyi nafas tambahan ,sianosis
i. Keamanan meliputi gangguan cara berjalan, parestesia,
hipotensi postural.
j. Pembalajaran/penyuluhan dengan adanya factor- factor resiko
keluarga yaitu arteriosclerosis, penyakit jantung, DM, penyakit
ginjal.
10. Diagnosa keperawatan (Doengoes, 2004)
a. Penurunan curah jantung berhubungan dengan peningkatan
afterload/ vasokonstriksi/ iskemi miokard/ hipertrophi
ventrikel
b. Ketidakmampuan melakukan aktifitas berhubungan dengan
kelemahan menyeluruh/ suplai dan kebutuhan oksigen tidak
seimbang
c. Gangguan rasa nyaman sakit kepala berhubungan dengan kenaikan
terkanan pada pembuluh darah cerebral
d. Gangguan nutrisi lebih dari kebutuhan berhubungan dengan
intake makanan berlebihan/ gaya hidup sedentary
e. Koping pasien tidak efektif berhubungan dengan krisis
situasional/ maturitas/ perubahan hidup yang multiple/ kurang
relaksasi/ tidak melakukan olah raga/ nutrisi krisis buruk/ harapan
tidak tidak terpenuhi/ beban kerja berlebihan/ persepsi tidak
realistis/ metode koping tidak adekuat.
B. Konsep Keluarga
1. Pegertian Keluarga
Banyak ahli menguraikan pengertian tentang keluarga. Terdapat
pengertian yang berbeda dalam hal mendefinisikan tentang keluarga.
UU. No. 10 tahun 1992 mendefinisikan keluarga adalah unit terkecil
dari masyarakat yang terdiri dari suami-istri, atau suami-istri dan
anaknya, atau ayah dan anaknya, atau ibu dan anaknya. Pakar
konseling dari yogyakarta, Sayekti (1994) mendefinisikan keluarga
adalah suatu ikatan/ persekutuan hidup atas dasar perkawinan antar
orang dewasa yang berlainan jenis yang hidup bersama atau seorang
laki-laki atau perempuan yang sudah sendirian dengan atau tanpa
anak, baik anaknya sendiri atau adopsi yang tinggal dalam sebuah
rumah tangga.
Dep.Kes. RI (1988) mendefinisikan keluarga adalah unit terkecil
dari masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga beserta beberapa
orang anggotanya yang terkumpul dan tinggal dalam satu tempat
karena pertalian darah, ikatan perkawinan, atau adopsi yang satu
sama lainnya saling tergantung dan beriteraksi. Friedman (1998)
mendefinisikan keluarga adalah kumpulan dua orang atau lebih yang
hidup bersama dengan keterikatan aturan dan emosional dan individu
mempunyai peran masing-masing yang merupakan bagian dari keluarga.
Bailon dan Maglaya (1989) mendefiniskan keluarga adalah dua atau
lebih dari dua individu yang tergabung karena hubungan darah,
hubungan perkawinan atau pengangkatan dan mereka hidup dalam suatu
rumah tangga, berinteraksi satu sama lain dan di dalam peranannya
masing- masing dan menciptakan serta mempertahankan suatu
kebudayaan. Effendy (2005), Keluarga adalah unit terkecil dari
masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga dan beberapa orang
yang berkumpul dan tinggal di suatu tempat di bawah suatu atap
dalam keadaan saling ketergantungan.
Pengertian yang disampaikan para ahli terdapat beberapa
persamaan antara lain antara Sayekti (1994), Dep. Kesehatan. RI
(1988), Bailon dan Maglaya (1989) dan Effendi (2005) yaitu keluarga
tergabung karena adanya hubungan perkawinan. namun terdapat
perbedaan pandangan yaitu pandangan dari Friedman (1998) yang tidak
menyebutkan secara spesifik adanya hubungan perkawinan dalam rumah
tangga, hanya menyebutkan adanya keterikatan aturan dan emosional,
tetapi pada prinsipnya sama yaitu adanya perkumpulan dua orang atau
lebih yang hidup bersama, adanya aturan didalamnya, dan adanya
interaksi antar anggota keluarga.
Dari beberapa pengertian tentang keluarga tersebut di atas maka
dapat disimpulkan bahwa keluarga adalah :
1) Terdiri dari dua atau lebih individu yang diikat oleh
hubungan darah, perkawinan atau adopsi.
2) Anggota keluarga biasanya hidup bersama atau jika terpisah
mereka tetap memperhatikan satu sama lain.
3) Anggota keluarga berinteraksi satu sama lain dan
masing-masing mempunyai peran social
a. Tujuan dasar keluarga
Bergabungnya dua orang atau lebih yang membentuk keluarga,
mempunyai suatu tujuan. Menurut Friedman (1998) tujuan utama
keluarga adalah sebagai perantara yaitu menanggung semua harapan
dan kewajiban-kewajiban masyarakat serta membentuk dan mengubah
sampai taraf tertentu hingga dapat memenuhi kebutuhan dan
kepentingan setiap individu dalam keluarga.
b. Struktur keluarga
Struktur keluarga menurut Effendy (1998:33) terdiri dari
bermacam-macam, diantaranya: patrilineal, matrilineal, matrilokal,
patrilokal dan keluarga kawinan.
Patrilineal adalah keluarga sedarah yang terdiri dari sanak
saudara sedarah dalam beberapa generasi, dimana hubungan itu
disusun melalui jalur garis ayah, sedangkan matrilineal adalah sama
dengan patrilineal hanya hubungan disusun berdasarkan garis ibu.
Matrilokal merupakan sepasang suami-istri yang tinggal dengan
keluarga sedarah istri berbeda dengan patrilokal merupakan
kebalikan dari matrilokal yang tinggal dengan keluarga sedarah
suami. Sedangkan keluarga kawinan adalah hubungan suami istri
sebagai dasar bagi pembinaan keluarga dan beberapa sanak saudara
yang menjadi bagian keluarga karena adanya hubungan dengan suami
atau istri.
c. Ciri ciri struktur keluarga
Struktur keluarga mempunyai ciri-ciri khusus, menurut Effendy
(1998:33) yang mengutip dari Anderson Carter, ciri-ciri struktur
keluarga adalah: terorganisasi dimana antar anggota keluarga saling
ketergantungan antara anggota keluarga. Kedua, ada keterbatasan
yaitu setiap anggota memiliki kebebasan tetapi mereka juga
mempunyai keterbatasan dalam menjalankan fungsi dan tugasnya
masing-masing. Kektiga. Ada perbedaan dan kekhususan yaitu setiap
anggota keluarga mempunyai peranan dan fungsinya masing-masing.
d. Type-type keluarga :
Tipe atau bentuk keluarga berbeda menurut pandangan dan keilmuan
serta orang yang mengelompokkannya. Menurut Suprajitno, SKp
(2004:2), tipe keluarga dibagi menjadi 2 kelompok yaitu : 1.
kelompok tradisional, 2. Kelompok non tradisional.
Kelompok tradisional dibagi menjadi 2 yaitu : Keluarga inti
(Nuclear Family) yaitu keluarga yang hanya terdiri dari ayah, ibu
dan anak yang diperoleh dari keturunannya atau diadopsi atau
keduanya. dan keluarga besar (Extendeed Family) yaitu keluarga inti
ditambah anggota keluarga lain yang masih mempunyai hubungan darah
(kakek-nenek, paman-bibi).
Sedangkan kelompok kedua (Non Traditional) yaitu kelompok
tradisional dengan perkembangannya ditambah dengan kelompok lain
yaitu: keluarga bentukan kembali (Dyadic Family) yaitu keluarga
baru yang terbentuk dari pasangan yang telah bercerai atau
kehilangan pasangannya, orang tua tunggal (Single Parent Family)
yaitu keluarga yang terdiri dari salah satu orang tua dengan
anak-anaknya akibat perceraian atau ditinggal pasangannya, ibu
dengan anak tanpa perkawinan yang sah (The unmarried teenage
mother), orang dewasa laki-laki atau perempuan yang tinggal sendiri
tanpa pernah menikah (The single adult living alone), keluarga
dengan anak tanpa pernikahan sebelumnya (The non marital
heterosecual cohabiting family) dan keluarga yang dibentuk oleh
pasangan yang berjenis kelamin sama (gay and lesbian family).
Terdapat perbedaan dengan teori lain seperti yang disampaikan
oleh Effendy (1998:33) yang membagi tipe keluarga menjadi 6 tipe/
bentuk keluarga, yaitu: Keluarga inti (Nuclear family) yaitu
keluarga yang terdiri dari ayah, ibu, dan anak-anak. Keluarga besar
(Exstended family) yaitu keluarga inti ditambah dengan sanak
saudara, misalnya nenek, kakek, keponakan, saudara sepupu, paman,
bibi dan sebagainya.
Berbeda dengan keluarga berantai (Serial family) yaitu keluarga
yang terdiri dari wanita dan pria yang menikah lebih dari satu kali
dan merupakan satu keluarga inti. Keluarga duda/janda (single
family) yaitu keluarga yang terjadi karena perceraian atau
kematian, jika suami meninggal maka yang ada adalah keluarga janda
dan bila istri meninggal maka yang terbentuk adalah keluarga duda,
bila bentuk keluarga yang terjadi kerena perceraian maka akan
terbentuk dua keluarga yaitu keluarga duda dan keluarga janda.
Keluarga berkomposisi (Composite) yaitu keluarga yang perkawinannya
berpoligami dan hidup secara bersama, poligami yaitu satu orang
pria dengan lebih dari satu istri dan masih hidup bersama. Keluarga
kabitas (Cahabitation) yaitu dua orang menjadi satu tanpa
pernikahan tetapi membentuk suatu keluarga.
e. Tahap dan tugas perkembangan keluarga
Setiap keluarga mempunyai tahap perkembangan dan tugas
perkembangan sendiri dan mempuyai ciri yang berbeda dengan yang
lain. Terdapat beberapa teori tentang tahap dan tugas perkembangan
keluarga, yaitu: menurut Carter dan McGoldrick (1989), tahap
perkembangan terdiri dari : keluarga antara masa bebas (pacaran)
dewasa muda, terbentuknya keluarga baru melalui suatu perkawinan,
keluarga yang memiliki anak usia muda (anak usia bayi sampai
sekolah), keluarga yang memiliki anak dewasa, keluarga yang mulai
melepaskan anaknya untuk keluar rumah, keluarga lansia.
Sedangkan menurut Duvall (1989), tahap perkembangan keluarga
dibagi dalam 8 tahap perkembangan yaitu: keluarga baru menikah,
keluarga dengan anak baru lahir (usia anak tertua sampai 30 tahun),
keluarga dengan anak prasekolah (usia anak tertua 2 tahun -5
tahun), keluarga dengan anak usia sekolah (usia anak tertua 6-12
tahun), keluarga mulai melepaskan anak sebagia dewasa (anak-anaknya
mulai meninggalkan rumah), keluarga yang hanya terdiri dari orang
tua saja/ keluarga usia pertengahan (semua anak meninggalkan
rumah), keluarga lansia.
Tahap perkembangan keluarga baru menikah, tahap ini dimulai dari
pernikahan yang dilanjutkan dalam membentuk rumah tangga. Dalam
tahap ini keluarga mempunyai tugas perkembangan yaitu membina
hubungan intim yang memuaskan pasangannya, membina hubungan dengan
keluarga lain, teman dan keluarga sosial.
Tahap perkembangan yang kedua, keluarga keluarga dengan anak
baru lahir. Yaitu ditandai dengan kelahiran anak pertama sampai
dengan 30 bulan. Tugas perkembangan keluarga ini adalah
mempersiapkan menjadi orang tua, adaptasi dengan perubahan adanya
anggota keluarga, interaksi keluarga, hubungan seksual dan
kegiatan, mempertahankan hubungan dalam rangka memuaskan
pasangannya.
Tahap perkembangan selanjutnya adalah keluarga dengan anak usia
pra sekolah. Pada tahap ini mempunyai tugas perkembangan memenuhi
kebutuhan anggota keluarga, misal kebutuhan tempat tinggal, privasi
dan rasa aman, membantu anak untuk bersosialisasi, beradaptasi
dengan anak yang beru lahir, sementara kebutuhan anak yang lain
yang lebih tua juga harus terpenuhi, mempertahankan hubungan yang
sehat baik didalam maupun diluar keluarga, pembagian waktu untuk
individu, pasangan dan anak, pembagian tanggung jawab anggota
keluarga, merencanakan kegiatan dan waktu untuk menstimulasi
pertumbuhan dan perkembangan anak.
Tahap perkembangan yang keempat adalah keluarga dengan anak usia
sekolah. Tugas perkembangan pada tahap ini adalah membantu
sosialisasi anak terhadap lingkungan luar rumah, sekolah dan
lingkungan lebih luas ( yang tidak diperoleh dari sekolah atau
masyarakat ), tugas yang lain adalah mempunyai keintiman pasangan,
memenuhi kebutuhan yang meningkat termasuk biaya kehidupan dan
kesehatan anggota keluarga.
Tahap perkembangan selanjutnya adalah keluarga dengan anak
remaja. Tugas perkembangan pada tahap ini adalah memberikan
kebebasan yang seimbang dan bertanggung jawab mengingat anak remaja
adalah sorang dewasa muda dan mulai memiliki otonomi,
mempertahankan hubungan intim dalam keluarga, mempertahankan
komunikasi terbuka antara anak dan orang tua, mempersiapkan
perubahan sistem peran dan peraturan (anggota) keluarga untuk
memenuhi kebutuhan tumbuh kembang anggota keluarga.
Tahap perkembangan yang keenam adalah keluarga mulai melepaskan
anak sebagai dewasa. Tugas dalam tahap ini adalah memperluas
jaringan keluarga dari keluarga inti menjelaskan keluarga besar,
mempertahankan keintiman pasangan, membantu anak untuk mandiri
sebagai keluarga baru di masyarakat, penataan kembali peran orang
tua dan kegiatan dirumah.
Tahap perkembangan selanjutnya adalah keluarga dengan usia
pertengahan. Pada tahap ini mempunyai tugas perkembangan
mempertahankan kesehatan individu dan pasangan usia pertengahan,
mempertahankan hubungan yang serasi dan memuaskan dengan
anak-anaknya dan sebaya, meningkatkan keakraban pasangan.
Tahap perkembangan yang terakhir atau yang kedelapan adalah
keluarga usia tua. Tugas pada perkembangan ini adalah
mempertahankan suasana kehidupan rumah tangga yang saling
menyenangkan pasangan, adaptasi dengan perubahan yang akan terjadi,
kehilangan pasangan, kekuatan fisik dan penghasilan keluarga,
mempertahankan keakraban pasangan dan saling merawat dan melak life
review masa lalu.
f. Pemegang kekuasaan dalam keluarga
Pemegang kekuasaan dalam tiap keluarga berbeda dalam mengatur
kehidupan dalam keluarga. Effendy (1998:34) membagi pemegang
kekuasaan dalam rumah tangga atau keluarga dengan tiga jenis yaitu
keluarga patriakal, yang dominan dan memegang kekuasaan dalam
keluarga adalah pihak ayah. Sementara pada keluarga matriakal pihak
ibu lebih dominan dan sebagai pemegang kekuasaan. Dan yang ketiga
adalah equalitarian yaitu keluarga yang dalam keluarga ayah dan ibu
sama-sama memegang kekuasaan.
g. Peran Keluarga
Peranan keluarga menggambarkan seperangkat perilaku
interpersonal, sifat, kegiatan yang berhubungan dengan individu
dalam posisi dan situasi tertentu. Effendy (1998: 34) membagi
peranan keluarga dalam tiga peranan yaitu peranan ayah, peranan ibu
dan juga peranan anak. Peranan ayah adalah sebagai suami dari istri
dan ayah dari anak-anak, berperan sebagai pencari nafkah, pendidik,
pelindung dan pemberi rasa aman, sebagai kepala keluarga, sebagai
anggota dari kelompok sosialnya serta sebagai anggota masyarakat
dari lingkungan.
Peranan ibu adalah sebagai istri dari suami dan ibu dari
anak-anaknya, ibu mempunyai peranan untuk mengurus rumah tangga,
sebagai pengasuh dan pendidik anak-anaknya, pelindung dan sebagai
salah satu kelompok dari peranan sosialnya serta sebagai anggota
masyarakat dari lingkungannya, di samping itu juga ibu dapat
berperan sebagai pencari nafkah tambahan dalam keluarga, Apabila
dalam keluarga sudah mempunyai anak, maka selain ada peranan ayan,
peranan ibu, juga ada peranan anak.
Sedangkan Peranan anak adalah melaksanakan peranan psiko-sosial
sesuai dengan tingkat perkembangannya baik fisik, mental, sosial
dan spriritual.
h. Fungsi keluarga
Terbentuknya keluarga mempunyai berbagai fungsi dalam menunjang
kehidupan dalam Keluarganya. Beberapa ahli mempunyai perbedaan
dalam menyebutkan fungsi dalam keluarga.
Friedman ( 1998:13 ) mengidentifikasikan lima fungsi dasar
keluarga, yaitu: Fungsi afektif. Fungsi afektif berhubungan erat
dengan fungsi internal keluarga, yang merupakan basis kekuatan
keluarga. Fungsi afektif berguna untuk pemenuhan kebutuhan
psikososial. Keberhasilan melaksanakan fungsi afektif tampak pada
kebahagiaan dan kegembiraan dari seluruh anggota keluarga. Tiap
anggota keluarga saling mempertahankan iklim yang positif. Komponen
yang perlu dipenuhi oleh keluarga dalam melaksanakan fungsi afektif
adalah; saling mengasuh, cinta kasih, kehangatan, saling menrima,
saling mendukung, saling menghargai, dan ikatan antar anggota
keluarga dikembangkan melalui proses identifikasi dan penyesuaian
pada berbagai aspek kehidupan anggota keluarga.
Dari aspek fungsi afektif dapat disimpulkan bahwa fungsi afek
merupakan sumber energi yang menentukan kebahagiaan keluarga.
Keretakan keluarga, kenakalan anak atau masalah keluarga timbul
karena fungsi afektif yang tidak terpenuhi.
Fungsi sosialisasi. Sosialisasi adalah proses perkembangan dan
perubahan yang dilalui individu, yang menghasilkan interaksi social
dan belajar berperan dalam lingkungan social (Friedman, 1998:13).
Keberhasilan perkembangan individu dan keluarga dicapai melalui
interaksi atau hubungan antar anggota keluarga yang diwujudkan
dalam sosialisasi.
Fungsi Reproduksi. Keluarga berfungsi untuk meneruskan
kelangsungan keturunan dan menambah sumber daya manusia. Dengan
adanya program keluarga berencana maka fugsi ini sedikit
terkontrol.
Fungsi Ekonomi. Fungsi ekonomi merupakan fungsi keluarga untuk
memenuhi kebutuhan seluruh anggota keluarga, seperti kebutuhan akan
makan, pakaian, dan tempat untuk berlindung (rumah).
Fungsi Perawatan Kesehatan. Keluarga juga berfungsi untuk
melaksanakan praktek asuhan kesehatan yaitu untuk mencegah
terjadinya gangguan kesehatan dan atau merawat anggota keluarga
yang sakit. Kemampuan keluarga dalam memberikan asuhan kesehatan
mempengaruhai status kesehatan keluarga. Keluarga yang dapat
melaksanakan tugas kesehatan berarti sanggup menyelesaikan masalah
kesehatan keluarga.
Berdasarkan fungsi perawatan keluarga inilah yang kemudian
dikembangkan menjadi tugas keluarga dibidang kesehatan. Adapun
tugas kesehatan keluarga (Friedman, 1998) adalah; mengenal masalah
kesehatan, membuat keputusan tindakan kesehatan yang tepat, memberi
perawatan pada anggota keluarga yang sakit, mempertahankan atau
menciptakan suasana rumah yang sehat dan mempertahankan hubungan
dengan (menggunakan ) fasilitas kesehatan masyarakat.
Fungsi keluarga menurut ahli yang lain yaitu Effendy (1998:35),
membagi fungsi keluarga menjadi fungsi biologis, fungsi psikologis,
fungsi sosialisasi, fungsi ekonomi dan fungsi pendidikan. Fungsi
biologis keluarga adalah untuk meneruskan keturunan, memelihara dan
membesarkan anak. Memenuhi kebutuhan gizi keluarga dan memelihara
serta merawat anggota keluarga juga merupakan fungsi biologis yang
dapat dijalankan keluarga (Effendy, 1998:35).
Fungsi psikologis yang dapat dijalankan keluarga adalah
memberikan kasih sayang dan rasa aman, memberikan perhatian di
antara anggota keluarga, membina pendewasaan kepribadian anggota
keluarga serta memberikan identitas keluarga. Adapun fungsi
sosialisasi keluarga yaitu membina sosial pada anak, membentuk
norma-norma tingkah laku sesuai dengan tingkat perkembangan anak
dan yang krusial adalah menaruh nilai-nilai budaya keluarga
(Effendy, 1998:35).
Keluarga juga mempunyai fungsi ekonomi yaitu mencari
sumber-sumber penghasilan untuk memenuhi kebutuhan keluarga dan
pengaturan penggunaan penghasilan keluarga untuk memenuhi kebutuhan
keluarga. Kebutuhan keluarga tidak hanya sesaat, tetapi terus
berlanjut sehingga keluarga perlu dapat mengatur ekonomi keluarga
sehingga dapat menunjang kehidupan baik sekarang maupun yang akan
datang. Untuk mempersiapkan kebutuhan yang akan datang, keluarga
dapat menabung yang berguna untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan
keluarga di masa yang akan datang, misalnya pendidikan anak-anak,
jaminan hari tua dan sebagainya (Effendy, 1998:35).
Memasuki taraf anak sekolah dan dewasa, keluarga mempunyai
fungsi pendidikan. Dalam hal ini fungsi keluarga adalah
menyekolahkan anak untuk memberikan pengetahuan, ketrampilan dan
membentuk perilaku anak sesuai dengan bakat dan minat yang dimiliki
dan berguna untuk mempersiapkan anak dalam memenuhi peranannya
sebagai orang dewasa. Keluarga juga melaksanaan fungsi pendidikan
baik di rumah maupun diluar rumah dengan cara mendidik anak sesuai
dengan tingkat-tingkat perkembangannya (Effendy, 1998:35).
Dari berbagai fungsi di atas, Effendy (1998:36) menyebutkan tiga
fungsi pokok keluarga terhadap anggotanya yaitu asih, asuh dan
asah. Asih adalah memberikan kasih sayang, perhatian, rasa aman,
kehangatan kepada anggota keluarga sehingga memungkinkan mereka
tumbuh dan berkembang sesuai usia dan kebutuhannya.
Asuh adalah memenuhi kebutuhan pemeliharaan dan perawatan anak
agar kesehatannya selalu terpelihara, sehingga diharapkan
menjadikan mereka anak-anak yang sehat baik fisik, mental, sosial
dan spiritual. Sedangkan asah adalah memenuhi kebutuhan pendidikan
anak, sehingga siap menjadi manusia dewasa yang mandiri dalam
mempersiapkan masa depannya, misalnya dengan menyekolahkan
anak-anak (Effendy, 1998:36).
Indonesia dalam fungsi keluarga membagi menjadi delapan (UU No.
10. tahun 1992 jo PP No.21 tahun 1994:14) yaitu: fungsi keagamaan.
Keluarga berfungsi dalam membina, menerjemahkan, memberi contoh
konkret dalam kehidupan sehari-hari, melengkapi dan menambah proses
kegiatan belajar keagamaan dan membina rasa, sikap dan praktik
kehidupan keluarga beragama. Hal ini dalam keluarga sebagai fondasi
menuju keluarga kecil bahagia dan sejahtera.
Keluarga sebagai fungsi budaya yaitu membina dalam meneruskan
norma dan budaya masyarakat dan bangs, membina dalam menyaring
budaya asing yang tidak sesuai, membina dalam pemecahan masalah
dari pengaruh negatif globalisasi, membina agar berperilaku positif
dan membina budaya yang sesuai dengan kebutuhan Indonesia yang
selaras, sesuai dan seimbang.
Dalam fungsi cinta kasih didalam keluarga, dengan
menumbuhkembangkan potensi kasih sayang, membina tingkahlaku,
membina praktik kecintaan terhadap kehidupan ukhrowi dan mampu
memberi dan menerima kasih sayang sebagai pola hidup yang
ideal.
Fungsi perlindungan, dengan memberi rasa aman keluarga baik
fisik maupun psikis dan menjadikan stabilitas dan keamanan
keluarga. Fungsi reproduksi, membina sebagai wahana reproduksi
sehat dengan memberikan contoh kaidah kaidah pembentukan keluarga
baik yang berkaitan dengan melahirkan, jarak anak, jumlah ideal
anak dalam keluarga sebagai modal kondusif keluarga. Fungsi
sosialisasi, membina proses sosialisasi dalam meningkatkan
kematangan dan kedewasaan anak sehingga dapat bermanfaat
positif.
Keluarga berfungsi ekonomi, melakukan kegiatan ekonomi,
mengelola, mengatur hasil kegiatan ekonomi sebagai modal dalam
mewujudkan keluarga kecil bahagia dan sejahtera. Fungsi pelestarian
lingkungan, dengan membina kesadaran, sikap, praktik perilaku
pelestarian lingkungan.
Dari berbagai literatur diatas dapat disimpulkan bahwa keluarga
mempunyai bermacam fungsi yang bertujuan dalam mewujudkan keluarga
yang penuh dengan sifat asah, asih dan asuh sehingga dapat
terpenuhi tujuan dalam pembentukan keluarga yang sejahtera.
i. Tugas Keluarga Dalam Bidang Kesehatan
Keluarga dalam masalah kesehatan mempunyai tugas pemeliharaan
kesehatan para anggotanya dan saling memelihara. Suprajitno
(2004:16) membagi 5 tugas kesehatan yang harus dilakukan oleh
keluarga yaitu mengenal gangguan atau masalah perkembangan
kesehatan setiap anggota keluarga, setelah mengenal keluarga
diharapkan mampu mengambil keputusan untuk melakukan tindakan yang
tepat. keluarga juga bertugas memberi keperawatan kepada anggota
keluarganya yang sakit dan yang tidak dapat membantu dirinya karena
cacat atau usia yang terlalu muda.
Dalam hal lingkungan untuk menjamin kesehatan, keluarga
diharapkan dapat memodifikasi lingkungan sehingga tidak terjadi
dampak dari lingkungan yang tidak sehat baik didalam maupun diluar
rumah. Suprajitno (2004:18) menambahkan keluarga memannfaatkan
dengan baik fasilitas-fasilitas kesehatan dalam menjamin kondisi
yang sehata didalam keluarga.
2. Proses Keperawatan Keluarga
Menurut Bailon dan Maglaya (1978:2) dalam proses keperawatan
keluarga terdapat berbagai bentuk proses keperawatan kesehatan
dimana perawatan kesehatan keluarga adalah tingkat perawatan
kesehatan masyarakat yang ditujukan atau dipusatkan pada keluarga
sebagai unit terkecil d\atau satu kesatuan yang dirawat, dengan
sehat sebagi tujuannya dan melalui perawatan kesehatan sebagai
sarananya. Sedangkan menurut Effendi (1998:46) Proses keperawatan
adalah metode ilmiah yang digunakan secara sistematis untuk
mengkaji dan menentukan masalah kesehatan dan keperawatan keluarga,
merencanakan asuhan keperawatan dan melaksanakan intervensi
terhadap keluarga sesuai dengan rencana yang telah disusun dan
mengevaluasi mutu hasil asuhan keperawatan yang dilaksanakan
terhadap keluarga.
Proses keperawatan merupakan pusat bagi semua tindakan
keperawatan, yang dapat diaplikasikan dalam situasi apa saja, dalam
kerangka referensi tertentu, konsep tertentu, teori atau falsafah
(Yora & Walsh, 1979 dikutip oleh Friedman, 1998:54).
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa perawatan
kesehatan keluarga dipusatkan pada keluarga dengan tujuan untuk
meningkatkan kemampuan keluarga dalam status kesehatan
keluarga.
Proses keperawatan keluarga terdapat beberapa langkah yang
disusun secara sistematis untuk menggambarkan perkembangan dari
tahap ke tahap. Menurut Friedman (1998: 55) membagi proses
keperawatan kedalam lima tahap yang terdiri dari pengkajian
terhadap keluarga, identifikasi masalah keluarga dan individu atau
diagnosa keperawatan, rencana perawatan, implemntasi rencana
pengerahan sumber-sumber dan evaluasi perawatan.
Effendi (1998:45) menambahkan, dalam melakukan asuhan
keperawatan kesehatan keluarga dengan melalui membina hubungan
kerjasama yang baik dengan keluarga yaitu dengan mengadakan kontrak
dengan keluarga, menyampaikan maksud dan tujuan, serta minat untuk
membantu keluarga dalam mengatasi masalah kesehatan keluarga,
menyatakan kesediaan untuk membantu memenuhi kebutuhan kebutuhan
kesehatan yang dirasakan keluarga dan membina komunikasi dua arah
dengan keluarga.
a. Pengkajian
Pengkajian adalah suatu tahapan ketika seorang perawat
mengumpulkan informasi secara terus menerus tentang keluarga yang
dibinanya (Suprajitno, 2004:29). Pengkajian merupakan langkah awal
pelaksanaan asuhan keperawatan keluarga. Agar diperoleh data
pengkajian yang akurat dan sesuai dengan keadaan keluarga, perawat
diharapkan menggunakan bahasa ibu (bahasa yang digunakan
sehari-hari), lugas dan sederhana (Suprajitno: 2004).
Kegiatan yang dilakukan dalam pengkajian meliputi pengumpulan
informasi dengan cara sistematis dengan menggunakan suatu alat
pengkajian keluarga, diklasifikasikan dan dianalisa (Friendman,
1998: 56)
a.1. Pengumpulan data
1) Identitas keluarga yang dikaji adalah umur, pekerjaan, tempat
tinggal, dan tipe keluarga.
Pada umumnya penderita hipertensi merupakan penyakit yang
dipengaruhi oleh pola hidup terutama pola hidup yang salah, pola
hidup yang berhubungan dengan emosi yang negative seperti emosi
yang tidak terkendali atau temperamental, ambisius, pekerja
kerasyang tidak tenang, takut dan kecemasan yang berlebihan
(Indomedia, 2002).
2) Latar belakang budaya /kebiasaan keluarga
a. Kebiasaan makan
Kebiasaan makan ini meliputi jenis makanan yang dikosumsi oleh
Keluarga. Pada keluarga dengan hipertensi sering dijumpai pola
makan yang tidak benar seperti mengkosumsi makanan yang banyak
mengandung zat pengawet ,makanan yang asin serta emosi yang
negatif
b. Pemanfaatan fasilitas kesehatan
Perilaku keluarga didalam memanfaatkan fasilitas kesehatan
merupakan faktor yang penting dalam penggelolaan penyakit
hipertensi. Adanya sumber pelayanan kesehatan digunakan untuk upaya
pencegahan dan pengobatan dini karena dapat mencegah timbulnya
komplikasi (Rokhaeni,2001:115).
c. Pengobatan tradisional
Keluarga dapat mengobati hipertensi dengan pengobatan
tradisional, yaitu minum sari bawang putih yang ditumbuk halus dan
diberi air secukupnya di minum pagi dan sore (Hariadi, 2001:26).
Hipertensi akan menjadi parah dan menimbulkan komplikasi bila
pasien tidak memilih pengobatan tradisional hipertensi yang benar
dan tepat justru akan memperparah dan bahkan akan menimbulkan
gangguan pada organ lain seperti hati, ginjal dan lambung.
3) Status Sosial Ekonomi
a. Pendidikan
Tingkat pendidikan keluarga mempengaruhi keluarga dalam mengenal
hipertensi beserta pengelolaannya. berpengaruh pula terhadap pola
pikir dan kemampuan untuk mengambil keputusan dalam mengatasi
masalah dangan tepat dan benar.
b. Pekerjaan dan Penghasilan
Penghasilan yang tidak seimbang juga berpengaruh terhadap
keluarga dalam melakukan pengobatan dan perawatan pada angota
keluarga yang sakit salah satunya disebabkan karena hipertensi.
Menurut (Effendy,1998) mengemukakan bahwa ketidakmampuan keluarga
dalam merawat anggota keluarga yang sakit salah satunya disebabkan
karena tidak seimbangnya sumber-sumber yang ada pada keluarga.
4) Tingkat perkembangandan riwayat keluarga
Riwayat keluarga mulai lahir hingga saat ini. termasuk riwayat
perkembangan dan kejadian serta pengalaman kesehatan yang unik atau
berkaitan dengan kesehatan yang terjadi dalam kehidupan keluarga
yang belum terpenuhi berpengaruh terhadap psikologis seseorang yang
dapat mengakibatkan cemas stres(friedmen, 1998:125).
5) Aktiftas
aktifitas fisik yang keras dapat menambah terjadinya peningkatan
tekanan darah. Serangan hipertensi dapat timbul sesudah atau waktu
melakukan kegiatan fisik, seperti olah raga.
6) Data Lingkungan
a. Karakteristik rumah
Cara memodifikasikan lingkungan fisik yang baik seperti lantai
rumah, penerangan dan fentilasi yang baik dapat mengurangai factor
penyebab terjadinya hipertansi dan juga ketenangan dalam rumah
tangga dapat memperkecil serangan hipertensi.
b. Karakteristik Lingkungan
Menurut (friedman,1998 :22) derajad kesehatan dipengaruhi oleh
lingkungan. Ketenangan lingkungan sangat mempengaruhi derajat
kesehatan tidak terkecuali pada hipertensi
c. Perkumpulan keluarga dan interaksi dengan masyarakat
Masalah dalam keluarga dapat menjadi salah satunya faktor
pencetus terjadinya hipertensi dimana akan menyebabkan cemas
merupakan factor resiko hipertensi
7) Struktur Keluarga
a. Pola komunikasi
Menurut (Nursalam, 2001:26) Semua interaksi perawat dengan
pasien adalah berdasarkan komunikasi. Istilah komunikasi teurapetik
merupakan suatu tekhnik diman usaha mengajak pasien dan keluarga
untuk bertukar pikiran dan perasaan. Tekhnik tersebut mencakup
ketrampilan secara verbal maupun non verbal, empati dan rasa
kepedulian yang tinggi.
b. Struktur Kekuasaan
Kekuasaan dalam keluarga mempengaruhi dalam kondisi kesehatan,
kekuasaan yang otoriter dapat menyebabkan stress psikologik yang
mempengaruhi dalam hipertensi.
c. Struktur peran
Bila anggota keluarga menerima dan konsisten terhadap peran yang
dilakukan, maka ini akan membuat anggota keluarga puas atau tidak
ada konflik dalam peran, dan sebaliknya bila peran tidak dapat
diterima dan tidak sesuai dengan harapan maka akan mengakibatkan
ketegangan dalam keluarga (Friedman, 1998).
Fungsi Keluarga
a. Fungsi afektif
Keluarga yang tidak menghargai anggota keluarganya yang
menderita hipertensi, maka akan menimbulkan stressor tersendiri
bagi penderita. Hal ini akan menimbulkan suatu keadaan yang dapat
menambah seringnya terjadi serangan hipertensi karena kurangnya
partisipasi keluarga dalam merawat anggota keluarga yang sakit
(Friedman, 1998).
b. Fungsi sosialisasi .
Keluarga memberikan kebebasan bagi anggota keluarga yang
menderita hipertensi dalam bersosialisasi dengan lingkungan
sekitar. Bila keluarga tidak memberikan kebebasan pada anggotanya,
maka akan mengakibatkan anggota keluarga menjadi sepi. Keadaan ini
mengancam status emosi menjadi labil dan mudah stress.
c. Fungsi kesehatan
Pengetahuan keluarga tentang penyakit dan penanganannya
a) Mengenal masalah kesehatan
Ketidaksanggupan keluarga mengenal masalah kesehatan pada
keluarganya, salah satunya adalah disebabkan karena kurang
pengetahuan (Effendy, 1998:50). Bila keluarga tidak mampu mengenali
masalah hipertensi yang disertai anggota keluarganya, maka
hipertensi akan berakibat terjadinya komplikasi.
b) Mengambil keputusan.
Ketidaksanggupan keluarga mengambil keputusan dalam melakukan
tindakan yang tepat, disebabkan karena tidak memahami mengenai
sifat, berat dan luasnya masalah tidak begitu menonjol (Eendy,
1998:50).
c) Merawat anggota keluarga yang sakit
Ketidakmampuan merawat anggota keluarga yang sakit disebabkan
karena tidak mengetahui keadaan penyakit, misalnya komplikasi,
progrfosis, cara perawatan dan sumber-sumber yang ada dalam
keluarga.
d) Memelihara lingkungan rumah yang sehat
Keluarga diharapkan mengetahui keuntungan atau manfaat
pemeliharaan lingkungan yang sehat, dan menyadarinya sebagai salah
satu media perawatan bagi anggota keluarga yang sakit.
Lingkungan rumah yang berdebu dan asap rokok bisa menjadi pemicu
serangan hipertensi (Sundaru, 2001). Dengan melihat hal tersebut,
keluarga harus mampu memodifikasi lingkungan yang sehat dan nyaman
bagi penderita hipertensi.
e) Menggunakan fasilitas kesehatan yang ada
Pengetahuan keluarga tentang keberadaan dan keuntungan yang
didapat dari fasilitas-fasilitas kesehatan, sangat berpengaruh
terhadap penderita hipertensi. Fasilitas kesehatan di masyarakat
sangat berperan daiam hal ini, juga saat penderita hipertensi
memerlukan pengobatan.
9) Pola istirahat tidur
Istirahat tidur seseorang akan terganggu manakala sedang
mengalami masalah yang belum terselesaikan. Pada penderita
hipertensi, gangguan istirahat tidur sering diakibatkan oleh sesak
nafas dan batuk. Tidak terpenuhinya kebutuhan istirahat tidur
beresiko memperburuk keadaan hipertensi.
10) Pemeriksaan fisik anggota keluarga
Sebagaimana prosedur pengkajian yang komprehensif, pemeriksaan
fisik juga dilakukan menyeluruh dari ujung rambut sampai kuku.
Setelah ditemukan masalah kesehatan, pemeriksaan fisik lebih
difokuskan lagi pada pemeriksaan sistem pernafasan terutama pada
penderita hipertensi dikarenakan dengan adanya hipertensi dapat
terjadi peningkatan tekanan intra kranial yang dapat menyebabkan
kelainan pada syaraf yang mempersyarafi pada pernafasan.
11) Koping keluarga
Bila ada stressor yang muncul dalam keluarga, sedangkan koping
keluarga tidak efektif, maka ini akan menjadi stress anggota
keluarga yang berkepanjangan. Salah satu pencegahan agar serangan
hipertensi tidak sering muncul adalah dengan mencegah timbulnya
stress (Tanjung, 2003).
b. Diagnosa keperawatan
Menurut pendapat Friedman (1998:59) diagnosa keperawatan
keluarga merupakan perpanjangan dari diagnosa-diagnosa keperawatan
terhadap sistem keluarga dan merupakan hasil dari pengkajian.
Diagnosa keperawatan keluarga di dalamnya termasuk masalah-masalah
kesehatan yang aktual dan potensial.
Doenges (1999) mendefinisikan diagnosa keperawatan adalah cara
mengidentifikasi, memfokuskan dan mengatasi kebutuhan pasien serta
respon terhadap masalah aktual dan resiko tinggi.
Carpenito (1998:5) mendefinisikan diagnosa keperawatan sebagai
berikut :
Diagnosa keperawatan adalah pernyataan yang menggambarkan respon
manusia (keadaan sehat atau perubahan pola interaksi potensial dan
aktual dari individu atau kelompok dimana perawat dapat secara
legal mengidentifikasi dan untuk itu pula perawat dapat menyusun
intervensi-intervensi definitif untuk mempertahankan status
kesehatan atau untuk mengurangi, menghilangkan, atau mencegah.
Dengan pengertian diatas yang telah disampaikan para ahli,
keluarga merupakan satu tipe kelompok dimana diagnosa keperawatan
dapat diberlakukan, meskipun demikian, diagnosa keperawatan masih
berorientasi pada individu. Diagnosa yang mungkin muncul dalam
keluarga dengan penyakit hipertensi menurut Doenges (2000:152)
antara lain nyeri kepala, insomnia, gang perfusi jaringan,
penurunan curah jantung, intoleransi aktifitas, nyeri dada dan
resti injuri (diplopia).
1) Prioritas masalah
Menurut Effendy (1998:52) hal-hal yang perlu diperhatikan dala
penyusunan prioritas masalah adalah tidak mungkin masalah-masalah
kesehatan dan keperawatan yang ditemukan dalam keluarga
diselesaikan sekaligus, perlu mempertimbangkan masalah-masalah yang
dapat mengancam kesehatan seperti masalah penyakit.
Mempertimbangkan respon dan perhatian keluarga terhadap asuhan
keperawatan keluarga yang diberikan, keterlibatan anggota keluarga
dalam memecahkan masalah yang mereka hadapi, sumber daya keluarga
yang dapat menunjang pemecahan masalah kesehatan atau keperawatan
keluarga serta yang tidak kalah pentingya adalah pengetahuan dan
kebudayaan keluarga.
2) Kriteria prioritas masalah
penyusunann prioritas masalah kesehatan dan keperawatan
keluarga, didasarkan pada beberapa kriteria. Menurut Effendy
(1998:52-54), kriteria yang menjadi dasar prioritas masalah adalah
sifat masalah, kemungkinan masalah dapat diubah, potensial masalah
untuk dicegah dan menonjolnya masalah.
Sifat masalah dikelompokkan menjadi ancaman kesehatan, tidak
atau kurang sehat, dan krisis. Dalam menentukan sifat masalah,
bobot yang paling besar diberikan pada keadaan sakit atau yang
mengancam kehidupan keluarga, yaitu keadaan sakit kemudian baru
diberikan kepada hal-hal yang mengancam kesehatan keluarga dan
selanjutnya pada situasi krisis dalam keluarga di mana terjadi
situasi yang menuntut penyesuaian dalam keluarga (Efiendy,
1998:54).
Sedangkan kemungkinan masalah hipertensi dapat diubah, adalah
kemungkinan keberhasilan mengurangi atau mencegah masalah yang
berhubungan dengan hipertensi jika dilakukan intervensi.
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi masalah hipertensi dapat
diubah adalah faktor pengetahuan dan tindakan untuk menangani
masalah hipertensi, sumber daya keluarga, di antaranya adalah
keuangan, tenaga, sarana dan prasarana. Selain itu sumber daya
perawatan, diantaranya adalah pengetahuan dan keterampilan dalam
penanganan masalah keperawatan serta waktu dan sumber daya
masyarakat, dapat dalam bentuk fasilitas, organisasi seperti
posyandu, polindes, dan sebagainya juga menjadi faktor yang
mempengaruhi kemungkinan masalah hipertensi untuk diubah (Effendy,
1998:54).
Potensial masalah hipertensi untuk dicegah, adalah sifat dan
beratnya masalah berhubungan dengan hipertensi yang timbul dan
dapat dikurangi atau dicegah melalui tindakan keperawatan, misalnya
dengan memberikan informasi tentang hipertensi, cara mencegah
terjadinya serta menganjurkan penderita hipertensi untuk
memeriksakan kesehatannya ke tempat palayanan kesehatan (puskesmas,
rumah sakit, dan dokter).
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam melihat potensi pencegahan
masalah hipertensi adalah kepelikan atau kesulitan masalah
hipertensi hal ini berkaitan dengan beratnya penyakit atau
hipertensi yang dialami oleh keluarga. Kedua perhatikan tindakan
yang sudah dan sedang dilaksanakan, yaitu tindakan untuk mencegah
dan mengobati masalah hipertensi dalam rangka meningkatkan status
kesehatan keluarga (Effendy, 1998:54).
Hal lain yang perlu diperhatikan dalam melihat potensi
pencegahan masalah hipertensi berhubungan dengan jangka waktu
terjadinya masalah hipertensi. Keadaan ini erat hubungannya dengan
beratnya masalah hipertensi pada keluarga dan potensi masalah untuk
dicegah. Dan yang tidak kalah pentingnya adalah adanya keiompok
resiko tinggi dalam keluarga atau kelompok yang sangat peka
menambah potensi untuk mencegah masalah hipertensi (Effendy,
1998:54).
Menonjolnya masalah hipertensi adalah cara keluarga melihat dan
menilai masalah yang berhubungan dengan masalah hipertensi dalam
hal berat dan mendesak masalah hipertensi untuk diatasi melalui
intervensi keperawatan.
c. Rencana Asuhan Keperawatan
Effendy (1998: 54), mendefinisikan: rencana keperawatan keluarga
adalah sekumpulan tindakan yang ditentukan perawat untuk
dilaksanakan, dalam memecahkan masalah kesehatan dan keperawatan
yang telah didefinisikan.
Rencana keperawatan keluarga mencakup tujuan umum dan tujuan
khusus yang didasarkan pada masalah yang dilengkapi dengan kriteria
dan standar yang mengacu pada penyebab (Suprajitno, 2004:49).
Sedangkan Friedman (1998:65) menyatakan ada beberapa tingkat
tujuan. Tingkat pertama meliputi tujuan-tujuan jangka pendek yang
sifatnya dapat diukur, langsung dan spesiflk. Sedangkan tingkat
kedua adalah tujuan jangka panjang yang merupakan tingkatan
terakhir yang menyatakan maksud-maksud luas yang yang diharapkan
oleh perawat maupun keluarga agar dapat tercapai.
Dalam menyusun kriteria evaluasi dan standar evaluasi,
disesuaikan dengan sumber daya yang mendasar dalam keluarga pada
umumnya yaitu biaya, pengetahuan, dan sikap dari keiuarga, sehingga
dapat diangkat tiga respon yaitu respon verbal, kognitif, afektif
atau perilaku, dan respon psikomotor untuk mangatasi masalahnya.
Tujuan asuhan keperawatan keluarga dengan masalah hipertensi dapat
dibedakan menjadi dua yaitu tujuan jangka pendek dan tujuan jangka
panjang (Effendy, 1998:57).
Tujuan jangka pendek pada penderita hipertensi antara lain :
setelah diberikan informasi kepada keluarga mengenai hipertensi
keluarga mampu mengambil keputusan dalam melakukan tindakan yang
tepat untuk anggota keluarga yang menderita hipertensi dengan
respon verbal keluarga mampu menyebutkan pengertian, tanda dan
gejala, penyebab serta perawatan hipertensi. Respon afektif,
keluarga mampu menentukan cara penanganan atau perawatan bagi
anggotanya yang menderita hipertensi secara tepat. Sedangkan respon
psikomotor, keluarga mampu memberikan perawatan secara tepat dan
memodifikasi lingkungan yang sehat dan nyaman bagi penderita
hipertensi. Standar evaluasi yang digunakan adalah pengertian,
tanda dan gejala, penyebab, perawatan, komplikasi dan pengobatan
hipertensi (Effendy, 1998:57-60).
Tujuan jangka panjang yang ingin dicapai dalam perawatan
hipertensi adalah masalah dalam keluarga dapat teratasi atau
dikurangi setelah dilakukan tindakan keperawatan. Tahap intervensi
diawali dengan menyelesaikan perencanaan perawatan. Seperti
pendapat Friedman (1998:67) bahwa:
.selama pelaksanaan intervensi perawatan, data-data baru secara
terus-menerus mengalir masuk. Karena informasi ini (respon pada
klien, perubahan situasi dan lain-lain) dikumpulkan, perawat perlu
cukup fleksibel dan dapat beradaptasi untuk mengkaji ulang situasi
dengan keiuarga dengan membuat modifikasi-modifikasi tanpa rencana
terhadap perencanaan.
Dalam memilih tindakan keperawatan tergantung pada sifat
masalah dan sumber-sumber yang tersedia untuk pemecahan.
Intervensi keluarga dengan masalah hipertensi menurut Doengoes
(1999) antara lain mengkaji tekanan darah, menganjurkan kepada
keluarga menciptakan lingkungan yang nyaman, segar, bebas polusi
pertahankan pembatasan aktivitas, seperti istirahat di tempat tidur
dan menghindari stres.
Selain itu juga perlu dikaji pemahaman klien tentang hipertensi
kemudian mendiskusikan dengan keluarga tentang hipertensi
(pengertian, penyebab, tanda dan gejala, perawatan, pengobatan,
serta komplikasi hipertensi). Menganjurkan pada klien agar
manghindari makan makanan yang mengandung banyak Natrium
(garam/asin). Kaji keefektifan strategi koping dengan mengobservasi
perilaku klien dan keluarga, misal kemampuan menyatakan perasaan
dan perhatian, keinginan berpartisipasi dalam rencana pengobatan.
Berikan informasi tentang sumber-sumber di masyarakat dan dukungan
anggota keluarga (Doengoes, 1999).
d. Implementasi
Implementasi dapat dilakukan oleh banyak orang seperti klien
(individu atau keluarga), perawat dan anggota tim perawatan
kesehatan yang lain, keluarga luas dan orang-orang lain dalam
jaringan kerja sosial keluarga (Friedman, 1998:67). Hal senada juga
diutarakan Suprajitno (2004). Implementasi terhadap keluarga dengan
masalah hipertensi didasarkan kepada rencana asuhan keperawatan
yang telah disusun.
Hal yang perlu diperhatikan dalam tindakan keperawatan keluarga
dengan hipertensi menurut Effendy (1998:59) adalah sumber daya dan
dana keluarga, tingkat pendidikan keluarga, adat istiadat yang
berlaku, respon dan penerimaan keluarga serta sarana dan prasarana
yang ada dalam keluarga.
Sumberdaya dan dana keluarga yang memadai diharapkan dapat
menunjang proses penyembuhan dan penatalaksanaan penyakit
hipertensi menjadi lebih baik. Sedangkan tingkat pendidikan
keluarga juga mempengaruhi keluarga dalam mengenal masalah
hipertensi dan dalam mengambil keputusan mengenai tindakan
kesehatan yang tepat terhadap anggota keluarga yang terkena
hipertensi.
Adat istiadat dan kebudayaan yang berlaku dalam keluarga akan
mempengaruhi pengambilan keputusan keluarga tentang pola pengobatan
dan penatalaksanaan penderita hipertensi, seperti pada suku
pedalaman lebih cenderung menggunakan dukun daripada pelayanan
kesehatan.
Demikin juga respon dan penerimaan terhadap anggota keluarga
yang sakit hipertensi akan mempengaruhi keluarga dalam merawat
anggota yang sakit hipertensi.
Sarana dan prasarana baik dalam keluarga atau masyarakat
merupakan faktor yang penting dalam perawatan dan pengobatan
hipertensi. Sarana dalam keluarga dapat berupa kemampuan keluarga
menyediakan makanan yang sesuai dan menjaga diit atau kemampuan
keluarga, mengatur pola makan rendah garam, menciptakan suasana
yang tenang dan tidak memancing kemarahan. Sarana dari lingkungan
adalah, terjangkaunya sumber-sumber makanan sehat, tempat latihan,
juga fasilitas kesehatan (Effendy, 1998:59).
e. Evaluasi
Komponen kelima dari proses keperawatan ini adalah evaluasi.
Evaluasi didasarkan pada bagaimana efektifnya tindakan
keperawatan
yang dilakukan oleh keluarga, perawat, dan yang lainnya.
Evaluasi merupakan proses berkesinambungan yang terjadi setiap kali
seorang perawat memperbaharui rencana asuhan keperawatan (Friedman,
1998:7).
Evaluasi merupakan kegiatan yang membandingkan antara hasil
implementasi dengan kriteria dan standar yang telah ditetapkan
untuk melihat keberhasilannya.
Evaluasi dapat dilaksanakan dengan dua cara yaitu evaluasi
formatif dan evaluasi sumatif (Suprijatno, 2004:57) yaitu dengan
SOAP, dengan pengertian S adalah ungkapan perasaan dan keluhan yang
dirasakan secara subjektif oleh keluarga setelah diberikan
implementasi keperawatan, O adalah keadaan obyektif yang dapat
diidentifikasi oleh perawat menggunakan penagamatan. A adalah
merupakan analisis perawat setelah mengetahui respon keluarga
secara subjektif dan objektif, P adalah perencanaan selanjutnya
setelah perawat melakukan tindakan.
Dalam mengevaluasi harus melihat tujuan yang sudah dibuat
sebelumnya. Bila tujuan tersebut belum tercapai, maka dibuat
rencana tindak lanjut yang masih searah dengan tujuan.
DAFTAR PUSTAKA
Doengoes. M. E, Et. All. Nursing Care Plans Guidelines for
Planning and Documenting Patient Care, Edisi 3. Alih Bahasa: I Made
Kariasa, Et. All. 2000. Jakarta: EGC
Smeltzer, Suzanne, and Bare. (2001), Buku Saku Ajar Keperawatan
Medikal Bedah, Edisi 8. Jakarta: EGC
Suprajitno. (2004). Asuhan Keperawatan Keluarga. Jakata:
EGC.
Carpenito, L. J. Handbook of Nursing Diagnosis. Edisi 8, Alih
Bahasa Monica Ester. (2001). Jakarta: EGC
Carpenito, L. J. (1999) Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 7,
Alih Bahasa Monica Ester. Jakarta: EGC
Friedman, M. M. (1998). Keperawatan Keluarga Teori dan Praktek,
Edisi 3. alih Bahasa: Debora R. L & Asy. Y, Jakarta: EGC
Effendy. N (1998). Dasar- dasar Keperawatan Kesehatan
Masyarakat, Edisi 2. Jakarta; EGC
Long. Barbara. C. Essential of Medical Surgical Nursing,
Penerjemah. Karnaen R, Et. All, Edisi ke 3. 1996. Bandung: Yayasan
Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan Padjajaran.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. (2006). Mengenal
Hipertensi, (Online), (http:// depkes.co.id/stroke.html)
Tim POKJA RS Jantung Harapan Kita. (2003). Standar Asuhan
Keperawatan Kardiovaskuler. Direktorat Medik dan Pelayanan RS
Jantung dan pembuluh darah Harapan kita. Jakarta
FKUI. (1990). Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Balai Penerbit FKUI.
Jakarta
DIKLIT RS Jantung Harapan Kita. (1993). Dasar-dasar Keperawatan
Kardiovaskuler. RS Jantung Harapan Kita. Jakarta