7 TINJAUAN PUSTAKA Pengobatan Alternatif Pengobatan alternatif didefinisikan sebagai terapi atau praktek di luar dari praktek medis konvensional sebagai mana yang diajarkan dalam sebagian besar sekolah medis. Perhatian terhadap praktek penggunaan obat alternatif saat ini telah meningkat, baik di tingkat konsumen maupun di lingkungan ilmiah. National Institutes of Health, Office of Alternative Medicine telah ditetapkan pada tahun 1992 untuk menguji dan meneliti sebagian dari kebanyakan peluang terapi alternatif. Sasaran dari Office of Alternative Medicine adalah untuk memodifikasi konsep dari “alternatif,” ke arah istilah “komplementer” untuk menggambarkan terapi yang mungkin saja berguna untuk suatu intervensi yang menyeluruh di dalam praktek medis yang konvensional. Beberapa penanganan yang dianggap sebagai praktek medis outside mainstream US, misalnya akupunktur, telah menjadi bagian dari perawatan medis standar di beberapa Negara eropa (Borchers et al. 1997). Jenis lain dari complementary or alternative medicine (CAM), seperti acupressure, botanical remedies, homeopathy, dan mind-body therapies, juga diterima di berbagai tingkat dengan ketetapan medis, demikian pula di masyarakat umum dari berbagai negara (Farnsworth 1993 Dalam Borchers et al. 1997). Hasil estimasi World Health Organization (WHO) bahwa pada awal tahun l990-an 80% populasi dunia tinggal di negara-negara berkembang dan 80% tidak mempunyai akses untuk atau memilih menggunakan obat berstandar Barat (Borchers et al. 1997). Sebagai gantinya, mereka diarahkan ke obat tradisional, dengan kata lain, CAM adalah untuk pelayanan kesehatan primer mereka (Farnsworth 1993 Dalam Borchers et al. 1997). Jumlah orang yang menggunakan atau bentuk lain dari CAM dengan cepat meningkat di seluruh dunia, bahkan diantara mereka terdapat orang yang mampu untuk menggunakan obat berstandar Barat (Goldbeck-Wood et al. 1996 Dalam Borchers et al. 1997). Efek zat gizi terhadap penyakit degeneratif kronis telah menjadi salah satu wilayah penelitian yang menarik, yang menyempurnakan konsep dari zat gizi optimal, dari hanya mencegah terjadinya penyakit karena defisiensi nutrisi ke
27
Embed
TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · TINJAUAN PUSTAKA . Pengobatan Alternatif Pengobatan alternatif didefinisikan sebagai terapi atau praktek di luar dari praktek medis konvensional
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
7
TINJAUAN PUSTAKA
Pengobatan Alternatif
Pengobatan alternatif didefinisikan sebagai terapi atau praktek di luar dari
praktek medis konvensional sebagai mana yang diajarkan dalam sebagian besar
sekolah medis. Perhatian terhadap praktek penggunaan obat alternatif saat ini
telah meningkat, baik di tingkat konsumen maupun di lingkungan ilmiah.
National Institutes of Health, Office of Alternative Medicine telah ditetapkan pada
tahun 1992 untuk menguji dan meneliti sebagian dari kebanyakan peluang terapi
alternatif. Sasaran dari Office of Alternative Medicine adalah untuk memodifikasi
konsep dari “alternatif,” ke arah istilah “komplementer” untuk menggambarkan
terapi yang mungkin saja berguna untuk suatu intervensi yang menyeluruh di
dalam praktek medis yang konvensional. Beberapa penanganan yang dianggap
sebagai praktek medis outside mainstream US, misalnya akupunktur, telah
menjadi bagian dari perawatan medis standar di beberapa Negara eropa (Borchers
et al. 1997).
Jenis lain dari complementary or alternative medicine (CAM), seperti
acupressure, botanical remedies, homeopathy, dan mind-body therapies, juga
diterima di berbagai tingkat dengan ketetapan medis, demikian pula di masyarakat
umum dari berbagai negara (Farnsworth 1993 Dalam Borchers et al. 1997). Hasil
estimasi World Health Organization (WHO) bahwa pada awal tahun l990-an 80%
populasi dunia tinggal di negara-negara berkembang dan 80% tidak mempunyai
akses untuk atau memilih menggunakan obat berstandar Barat (Borchers et al.
1997). Sebagai gantinya, mereka diarahkan ke obat tradisional, dengan kata lain,
CAM adalah untuk pelayanan kesehatan primer mereka (Farnsworth 1993 Dalam
Borchers et al. 1997). Jumlah orang yang menggunakan atau bentuk lain dari
CAM dengan cepat meningkat di seluruh dunia, bahkan diantara mereka terdapat
orang yang mampu untuk menggunakan obat berstandar Barat (Goldbeck-Wood
et al. 1996 Dalam Borchers et al. 1997).
Efek zat gizi terhadap penyakit degeneratif kronis telah menjadi salah satu
wilayah penelitian yang menarik, yang menyempurnakan konsep dari zat gizi
optimal, dari hanya mencegah terjadinya penyakit karena defisiensi nutrisi ke
mengurangi resiko penyakit kronis (Shils & Rude 1996 Dalam Borchers et al.
1997). Suatu kelompok zat gizi yang berperan penting dalam hal pencegahan
penyakit adalah antioksidan (Borchers et al. 1997). Terkecuali manfaat
antioksidatifnya, tanaman mengandung banyak senyawa yang mempunyai efek
yang berpotensi baik terhadap banyak penyakit dan hal ini adalah salah satu dari
alasan utama mengapa para ilmuwan, menunjukkan peningkatan minat pada
medicinal botanicals.
Sadar akan banyak pertanyaan yang tidak terjawab di sekitar penggunaan
obat herbal, National Institutes of Health’s Office of Alternative Medicine
bekerjasama dengan Food and Drug Administration mensponsori suatu pertemuan
dari orang-orang yang terlibat dalam manufaktur serta distribusi CAM untuk
mendiskusikan 1) keamanan dan kemanjuran medicinal botanicals, dan 2) bukti
yang diperlukan untuk mengijinkan pemberian label efektif dalam penanganan
dari penyakit spesifik. Hal ini menegaskan bahwa pengalaman dari negara lain
mungkin memberikan suatu model demikian pula petunjuk untuk regulasi dari
beberapa klaim kesehatan (Borchers et al. 1997).
Obat Herbal sebagai Obat Tradisional
Obat herbal adalah campuran kompleks, sekurang-kurangnya
pemrosesannya (misalnya bagian-bagian tanaman yang direbus untuk dibuat teh).
Bersama dengan komponen lainnya seperti akupunktur atau pijatan yang juga
termasuk dalam katagori penyembuhan tradisional, obat herbal digunakan untuk
pengobatan dalam suatu jangkauan yang lebih luas terhadap gejala dan penyebab
penyakit (Plaeger 2003).
Penggunaan herbal untuk pengobatan penyakit dalam suatu tradisi
penyembuhan kuno itu dimulai di Asia lebih dari 3,000 tahun yang lalu (Nestler
2002 Dalam Plaeger 2003). Oleh praktisi abad ke-19 dan 20 pengobatan tersebut
sebagian besar telah diabaikan karena pengaruh pengobatan ala Barat. Memasuki
abad ke-21 praktek penyembuhan ramuan obat herbal, seperti obat tradisional
Cina (Traditional Chinese Medicine/TCM), Kampo Jepang, dan Ayurveda India,
dengan cepat meningkat penerimaannya di Barat (Plaeger 2003).
Kebangkitan kembali praktek pengobatan tradisional telah banyak
dijelaskan (Ernst & Pittler 2002 Dalam Plaeger 2003), tetapi kenyataannya bahwa
obat herbal dan obat alami lainnya atau pengobatan alternatif dengan cepat
berasimilasi menjadi praktek medis ala Barat (Plaeger 2003). Pada tahun 1998,
dalam suatu survey dilaporkan bahwa 75% dari dokter Jepang telah meresepkan
obat Kampo, dan dalam asuransi kesehatan nasional Jepang (Japanese National
Health Insurance) sekarang ini juga tercakup pengobatan Kampo (Borchers el al.
2000 Dalam Plaeger 2003). Walaupun pada abad ke-20 Cina dengan cara yang
sama mengadopsi pengobatan ala Barat sebagai pengobatan ortodoks, Institute of
Chinese Medicine senilai $64 juta, sekarang ini sedang dibangun di Hong Kong,
dan Taiwan serta daratan Cina juga sedang memompa dana ke penelitian formula
tradisional (Normile 2003 Dalam Plaeger 2003). Diperkirakan bahwa pada tahun
1997 dan 1998, orang Amerika telah menghabiskan lebih dari $4 milyar terhadap
obat herbal (Ernst & Pittler 2002 Dalam Plaeger 2003). Minat Amerika terhadap
pengobatan dengan obat tradisional bukan semata-mata hanya untuk penggemar
makanan kesehatan atau penduduk West Coast saja (Plaeger 2003).
Untuk menambah dorongan lebih lanjut pada beberapa penelitian telah
tersedia dana penelitian yang sangat memadai untuk penelitian obat herbal
tradisional. Pada tahun 1998, National Institutes of Health mendirikan National
Center for Complementary and Alternative Medicine, yang merupakan suatu
ekspansi yang sebelumnya Office of Alternative Medicine, dengan 2002 anggaran
penelitian lebih dari $100 juta. National Center for Complementary and
Alternative Medicine sekarang ini telah membiayai empat pusat penelitian yang
mengkhususkan pada penelitian botanikal dan banyak menginisiasi untuk
membiayai pelatihan penelitian dari pengobatan alternatif (http://nccam.nih.gov/).
Selain dari pada itu, National Institute of Allergy and Infectious Diseases telah
mendanai penelitian manfaat imunomodulatori dari obat herbal serta efek
terapeutiknya terhadap penyakit infeksi. National Institutes of Health didirikan
yang berminat pada penyakit spesifik (misalnya National Cancer Institute and the
National Institute of Arthritis and Musculoskeletal and Skin Diseases) untuk
mendukung penelitian tentang pengobatan herbal (Plaeger 2003).
Sehubungan dengan keterbatasan ekonomi, sediaan modern medical
healthcare di negara-negara berkembang seperti India adalah masih suatu
pencapaian yang sulit untuk dijangkau. Sehingga penggunaan obat alternatif
menjadi sangat penting dalam penanganan berbagai penyakit. Fenomena ini juga
dialami di Indonesia yang masyarakatnya masih banyak yang miskin. Obat-
obatan yang paling umum digunakan dari obat modern seperti aspirin, anti-
malaria, anti-kanker, digitalis, dan lain-lain awalnya berasal dari sumber tanaman.
Ke depan, harus dapat dilihat pengobatan terintegrasi dan diharapkan bahwa
penelitian obat alternatif akan membantu mengidentifikasikan mana obat yang
aman serta efektif daripada marginalnya, klaim dan penemuan medis yang tak
lazim (Sagrawat & Khan 2007). Dalam pengobatan tradisional, bagian tanaman
yang berbeda dipercaya mempunyai manfaat pengobatan yang spesifik termasuk
kemampuan untuk menstimulasi mekanisme melawan penyakit (Craig 1999;
Jones 1996 Dalam Punturee et al. 2005).
Pasar dan Permintaan Tanaman Obat
Permintaan produk bahan alam untuk tujuan kesehatan dan kebugaran
terus meningkat. Menurut laporan Convention on Biological Diversity (CBD),
pasar herbal dunia tahun 2000 mencapai 43 miliar US$, nilai penjualan suplemen
bahan alam mencapai 20 M US$ (Dennin 2000 dalam Komarawinata 2007) atau
30% dari nilai penjualan produk yang berasal dari bahan alam. Kontribusi
Indonesia terhadap pasar herbal dunia baru 100 juta US$. Nilai perdagangan
dunia meningkat menjadi 60 miliar US$ tahun 2002, pada tahun 2010 diprediksi
menjadi 300 miliar US$ (Bodecker 2003 dalam Komarawinata 2007). Omset
penjualan produk tanaman obat Indonesia saat ini baru mencapai 3 triliun rupiah
dan diharapkan meningkat menjadi 8 triliun rupiah pada tahun 2010.
Di Amerika Serikat, konsumsi tanaman obat naik hampir mendekati 15%
setiap tahunnya (Marwick 1995 Dalam Borchers et al. 1997). Sebagian botanikal
dapat diperoleh atau dibeli, baik keseluruhan dari tanaman, atau bagian-bagian
daripadanya, atau dapat diperoleh sebagai teh, serbuk, ekstrak cair, kapsul, atau
tablet (Wuest & Gossel 1995 Dalam Borchers et al. 1997). Di Amerika Serikat,
ekstrak tanaman secara umum dijual sebagai food supplements sehingga
pertimbangan konsumen untuk memenuhi kebutuhan zat gizi kelihatannya
terjamin (Borchers et al. 1997). Dalam konteks ini adalah menarik untuk dicatat
bahwa hal itu telah diketahui untuk beberapa dekade dimana zat gizi dan
kesehatan adalah saling berhubungan (Feigin 1997 Dalam Borchers et al. 1997).
Indonesia mempunyai keragaman hayati yang cukup luas, mempunyai
prospek yang cukup cerah dalam pengembangan produk obat-obatan dan pangan
fungsional berbasis bahan alami. Potensi Indonesia untuk menghasilkan obat-
obatan atau pangan fungsional berbasis bahan alami sangat tinggi, mengingat
Indonesia kaya akan kekayaan hayati tumbuhan obat yang mencapai 7000 jenis
dan pengetahuan tradisional untuk pemanfaatan tumbuhan obat dari berbagai etnis
yang mencapai 370 etnis. Di negara lain, penggunaan ekstrak tanaman untuk
tujuan pengobatan dan kebugaran telah banyak dilakukan, karena di dalam ekstrak
tanaman mengandung beberapa senyawa, yang dapat memainkan peran penting
terhadap fungsi fisiologis dengan cara spesifik yang dimilikinya (Sharma &
Jaimala 2003). Namun di Indonesia, penelitian tentang tanaman obat serta
pengetahuan tradisional untuk produk alam masih sangat terbatas. Oleh karena itu
investigasi yang luas dan mendalam tentang khasiat berbagai macam tanaman
obat termasuk diantaranya tanaman obat pegagan atau pegagan perlu dilakukan.
Penelitian tentang Manfaat Pegagan
Dilaporkan bahwa pegagan bermanfaat untuk berbagai keadaan klinis
misalnya sebagai antibakteri (Taemchuay et al. 2008), antisestoda (Temjenmongla
& Yadav 2005) larvasida (Rajkumar & Jebanesan 2005), anti-inflamasi dan
antinosiseptif (Somchit et al. 2004) antioksidan (Hamida et al. 2002; Veerendra &
Gupta 2002; Zainol et al. 2003; Gnanapragasam et al. 2007; Hussin et al. 2007;
Shetty et al. 2008), antitumor (Babu et al. 1995; Punturee et al. 2005),
imunostimulan (Punturee et al. 2005; Wang et al. 2004; Wang et al. 2005),
penyembuhan luka (Rao Vishnu et al. 1996; Shukla et al. 1999; Hong et al. 2005;
Shetty et al. 2008; Suwantong et al. 2008), radio protektif (Sharma & Jaimala
2003), dan fungsi kognitif (Veerendra & Gupta 2002; Rao et al. 2005; Rao et al.
2006; Rao et al. 2007; Wattanathorn et al. 2008). Tabel 1 berikut ini menyajikan
sebagian dari hasil penelitian tentang manfaat pegagan terhadap kesehatan.
Tabel 1 Beberapa hasil penelitian tentang pegagan Indikasi Peneliti o Anti-inflamasi
Ekstrak air pegagan pada level 10, 30, 100 dan 300 mg/kg bobot badan memperlihatkan aktivitas antinociceptive dan aktivitas antiinflamasi
Somchit et al. 2004
o Imunostimulasi
Deasetilasi dan carboxyl-reduction, pektin dan produk turunannya yang terdapat di dalam pegagan menunjukkan aktivitas imunostimulasi
Wang et al. 2005
o Antithrombotik
Ekstrak metanol (45 mg/kg) dan etanol pegagan (14 mg/kg bobot badan) bermanfaat untuk pencegahan penyakit yang berhubungan dengan gaya hidup seperti hipertensi, kardiopati dan apopleksia serebral yang disebabkan oleh pengapuran pembuluh darah (arteriosclerosis).
Satake et al. 2007
o Tulang dan Sendi
Pengujian in vitro, fraksi pegagan 10 µg/mL dapat menghambat degradasi tulang rawan, menghambat pelepasan IL-1ß dan produksi nitric okside oleh eksplan tulang rawan
Hartog et al. 2009
o Tumor
Pengujian dengan metoda brine shrimp lethality test, ekstrak etanol pegagan 100, 500 dan 1000 µg/mL tidak menunjukkan aktivitas sitotoksik.
Ekstrak metanol pegagan dapat memperlambat perkembangan tumor solid dan tumor asites dan mempunyai tingkat keracunan selektif terhadap sel tumor serta memberikan manfaat anti-tumor yang potensial dengan cara menstimulasi sistem kekebalan. Level efektif dari fraksi aseton ekstrak metanol adalah 17 µg/mL untuk Ehrlich ascites tumour cells, 22 µg/mL untuk Dalton’s lymphoma ascites tumour cells dan 8 µg/mL untuk mouse lung fibroblast.
Di samping sitotoksik langsung terhadap sel tumor, ekstrak air pegagan 100 mg/kg bobot badan juga dapat mencegah karsinogenesis dengan cara memodulasi respon imun (meningkatkan produksi IL-2 dan TNF-α), sedangkan ekstrak etanol menunjukkan aktivitas imunosuppressif (menurunkan produksi IL-2 dan TNF-α)
Padmaja et al. 2002 Babu et al. 1995 Punturee et al. 2005
Indikasi Peneliti Antisestoda
Aktivitas antisestoda yang moderat telah dilaporkan untuk ekstrak etanol daun pegagan pada konsentrasi 5 - 40 mg/mL, dengan waktu rata-rata kematian parasit berkisar dari 4 – 14,66 jam
Temjenmongla & Yadav 2005
Larvisidal
Ekstrak etanol daun pegagan pada konsentrasi 6,84 ppm (19 °C) dan 1,12 ppm (31°C) dapat membunuh 50% larva Culex quinquefasciatus
Rajkumar & Jebanesan 2005
Antibakteri
Ekstrak air pegagan mempunyai nilai minimum inhibitory concentration pada konsentrasi 2-3 mg/ml terhadap bakteri Staphylococcus aureus
Taemchuay et al. 2008
Penyembuhan Luka
Pemberian ekstrak etanol daun pegagan 800 mg/kg bobot badan selama 10 hari dapat memacu penyembuhan luka pada tikus dan juga mampu mengatasi reaksi hambatan penyembuhan luka oleh steroid
Senyawa asitikosida dari tanaman pegagan diyakini sebagai senyawa aktif yang berhubungan dengan penyembuhan luka
Pemberian ekstrak air pegagan dalam bentuk suspensi propylene glycol 5% secara topikal dapat meningkatkan kandungan kolagen pada jaringan luka
Aplikasi larutan yang mengandung 0,2% dan 0,4% asiatikosida secara topikal pada marmut normal demikian pula pada yang diabetik atau pemberian 1 mg/kg bobot badan secara oral dapat meningkatkan tingkat penyembuhan luka yang ditandai dengan peningkatan sintesa kolagen dan kekuatan tensil dari jaringan yang luka
Ekstrak pegagan telah digunakan di Eropa untuk penanganan penyembuhan luka
Shetty et al. 2008 Suwantong et al. 2008 Rao Vishnu et al. 1996 Shukla et al. 1999 Maquart et al. 1999
Perlukaan Lambung
Pemberian ekstrak air pegagan pada tikus dengan dosis 10 dan 20 mg/kg bobot badan mempu mencegah terjadinya tukak lambung karena pemakaian obat anti inflamasi (indomethacin)
Sripanidkulchai et al. 2007
Kecerdasan
Indikasi Peneliti
Pemberian ekstrak air pegagan pada level 200 dan 300 mg/kg bobot badan tikus selama 14 hari dapat meningkatkan kinerja belajar dan memori
Pemberian jus daun segar pegagan selama periode pertumbuhan cepat pada tikus neonatal dapat meningkatkan kinerja memori
Pemberian ekstrak daun segar pegagan 0,158-0,474 g/kg bobot badan tikus dapat menstimulus pertumbuhan dendritik neuronal, sehingga dapat digunakan untuk meningkatkan dendrit neuronal pada stres dan neurodegeneratif serta kelainan memori
Pemberian jus daun segar pegagan dapat meningkatkan arborisasi dendritik di neuron amygdaloid tikus
Pemberian ekstrak pegagan 750 mg per hari selama 2 bulan berpotensi untuk mengurangi kemunduran fungsi kognitif yang berhubungan dengan umur dan ketidakteraturan suasana hati pada orang tua yang sehat
Veerendra & Gupta 2002 Rao et al. 2005 Rao et al. 2006 Rao et al. 2007 Wattanathorn et al. 2008
Antioksidan
Ekstrak etanol dari semua bagian pegagan memperlihatkan aktivitas antioksidatif yang lebih tinggi dibandingkan ekstrak air. Bagian akar menunjukkan aktivitas tertinggi daripada bagian lainnya
Pemberian ekstrak air 100-300 mg/kg bobot badan tikus dapat meningkatkan kemampuan belajar dan memori serta manfaat antioksidan dengan cara mengurangi peroksidasi lemak dan memperbanyak enzim antioksidan endogenus di dalam otak
Aksesi pegagan yang berbeda mempunyai aktivitas antioksidatif yang berbeda pula. Bagian daun mempunyai aktivitas antioksidatif yang tinggi, diikuti bagian akar dan tangkai Ekstrak air pegagan 200 mg/kg bobot badan tikus efektif menetralkan perubahan enzim mitokhondria dan sistem pertahanan mitokhondria (mengurangi kardiomiopati mitokhondria)
Pemberian 5% tepung dan 0,3% ekstrak pegagan dalam
Hamida et al. 2002 Veerendra & Gupta 2002 Zainol et al. 2003 Gnanapragasam et al. 2007 Hussin et al.
Indikasi Peneliti
makanan dapat memperbaiki stres oksidatif dengan cara mengurangi peroksidasi lemak melalui perubahan sistem pertahanan antioksidan
Ekstrak alkohol pegagan 800 mg/kg bobot badan tikus dapat menigkatkan konsentrasi antioksidan, protein dan lysyl oxidase dan mengurangi peroksidasi lemak
2007 Shetty et al. 2008
Pegagan
Pegagan merupakan tanaman merambat yang tumbuh di tempat lembab di
India dan negara Asia lainnya (Rao et al. 2007), terutama ditemukan di Asia
bagian selatan (Wang et al. 2005). Ekstrak tanaman pegagan mengandung
beberapa senyawa yang dapat berperan pada fungsi fisiologi dengan cara spesifik
yang dimilikinya (Sharma & Jaimala 2003). Pegagan adalah tanaman obat dari
famili Apiaceae/Umbelliferae (Sharma & Jaimala 2003), dan menurut Babu et al.
(1995), pegagan merupakan salah satu tanaman dari famili Umbelliferae yang
mempunyai manfaat pengobatan yang tinggi. Tanaman obat ini pada umumnya
dikenal sebagai Gotukola dan Marsh Pennywort (AS) (Sharma & Jaimala 2003).
Gambar 1 Tanaman pegagan
Di Thailand, tanaman ini umumnya dikenal sebagai Buabok dan biasanya
diminum sebagai teh atau jus (Farnsworth & Bunyapraphatsara 1992 Dalam
Punturee et al. 2005). Di Indonesia, pegagan banyak dijumpai mulai di dataran
rendah sampai di dataran tinggi, pada lahan terbuka maupun ternaungi dan tanah
basah sampai kering (Widowati et al. 1992). Pegagan dapat diklasifikasikan
sebagai berikut:
Klas : Dicotyledenae
Sub-Klas : Polypetalae
Series : Calyciflorae
Order : Umbellales
Famili : Umbelliferae (Apiaceae)
Genus : Centella
Spesies : asiatica
Pegagan telah digunakan berabad-abad sebagai tanaman obat dan
tercantum di dalam Pharmacopoeia Perancis tahun 1884, demikian pula pada
tradisi kuno Chinese Shennong Herbal sekitar 2000 tahun yang lalu, dan juga
pada Indian Ayurvedic Medicine sekitar 3000 tahun yang lalu (Sharma & Jaimala
2003). Menurut Satake et al. (2007) pegagan juga telah digunakan di seluruh
dunia untuk menyembuhkan berbagai macam penyakit. Pegagan juga dikenal
sebagai rasayana pada penggunaan Ayurveda sebagai tonikum otak dan
penyembuh luka (Sharma & Jaimala 2003), dan juga pegagan menjadi sangat
penting berdasarkan peran kritisnya pada pencegahan penyakit (Shetty et al.
2008). Manfaat pengobatan dari ekstrak pegagan mungkin berhubungan dengan
keberadaan senyawa fenolik yang dikandungnya (Zainol et al. 2003).
Kandungan Kimia
Ekstrak air pegagan mengandung senyawa asiatikosida, asam asiatik,
triterpines, centoic acid, centellic acid dan esternya. Ekstrak tanaman ini juga
kaya akan vitamin, mineral dan nutrien yang secara umum tidak beracun terhadap
tubuh. Disamping senyawa tersebut, juga banyak dijumpai senyawa lainnya
termasuk asam askorbik (Sharma & Jaimala 2003), dan senyawa pektin yang
mengandung arabinose, rhamnose, galactose, xylose serta galacturonic acid
(Wang et al. 2005), serta sterol bebas (Mangas et al. 2008). Di dalam pegagan
juga ditemukan senyawa flavonoid lainnya seperti castilliferol, castillicetin, dan
isochlorogenic acid (Subban et al. 2008).
Menurut Zhang et al. (2009), selain asiatikosida, pegagan juga
mengandung madekassosida, brahmosida, brahminosida dan thankunisida yang
merupakan komponen utama dari triterpene dalam bentuk saponin triterpenoid.
Diantara senyawa aktif tersebut, asam asiatik merupakan suatu senyawa triterpin
yang digunakan dalam penanganan demensia dan dapat meningkatkan kognisi
(Rao et al. 2005). Asam asiatik tersebut adalah suatu metabolit aktif dari
asiatikosida, dan juga merupakan senyawa ionik (Thongnopnua 2008).
Rumus kimia, rumus molekul dan berat molekul dari senyawa asiatikosida,
madekassosida, asam madekassik dan asam asiatik disajikan pada Tabel 2 (Aziz et
al. 2007).
Tabel 2 Rumus kimia, rumus molekul dan berat molekul dari senyawa
asiatikosida, madekassosida, asam madekassik dan asam asiatik
Senyawa aktif Rumus molekul Berat molekul Asiatikosida Madekassosida Asam madekassik Asam asiatik
C48H78O19 C48H78O20 C30H48O6 C30H48O
958 974 504 488 5
Sumber: (Aziz et al. 2007) Gambar berikut menjelaskan struktur asiatikosida, madekassosida, asam
madekassik dan asam asiatik (Aziz et al. 2007).
Gambar 2 Struktur dari asiatikosida, madekassosida, asam madekassik, dan asam asiatik. Asiatikosida (R1 = H; R2 = O-glu-glu-rham), Madekassosida (R1 = OH; R2 = O-glu-glu-rham), Asam madekassik (R1 = OH; R2 = OH), Asam asiatik (R1 = H; R2 = OH) (Aziz et al. 2007).
Distribusi senyawa asiatikosida dan madekassosida di dalam bagian organ
spesifik pegagan adalah berbeda, dimana bagian daun mengandung senyawa
tersebut yang lebih tinggi (Aziz et al. 2007). Zainol et al. (2003) juga melaporkan
bahwa ekstrak daun mengandung senyawa fenolik yang tertinggi pada semua
aksesi tanaman pegagan, diikuti oleh akar sementara konsentrasi paling rendah
adalah pada bagian tangkai daun, dengan aktivitas antioksidatif yang serupa.
Sedangkan menurut Kim et al. (2007), asiatikosida dan madekassosida dihasilkan
dalam jumlah yang sedikit di dalam bagian akar (Tabel 3).
Tabel 3 Kandungan asiatikosida dan persentase distribusi dari setiap jaringan
dari keseluruhan bagian tanaman pegagan
Jaringan Asiatikosida Kandungan (mg/g BK) Distribusi (%)
Daun Tangkai daun Akar Node Keseluruhan tanaman
9,56 + 0,91 1,85 + 0,07 0,17 + 0,01
ND 4,32 + 0,35
82,6 15,9 1,5 0
Sumber: Kim et al. (2007). BK = Berat Kering, ND = Tidak ada data
Pegagan dari dua fenotip yang berbeda memperlihatkan perbedaan pada
kandungan asiatikosida dan madekassosida. Pada phenotype-Smoot kandungan
asiatikosida dan madekassosida lebih tinggi dibandingkan dengan phenotype-
Fringed. Kandungan asiatikosida dan madekassosida pada tanaman yang
diregenerasi bervariasi sesuai dengan medium regenerasi yang digunakan.
Kandungan rata-rata dari kedua senyawa tersebut paling banyak dijumpai di
dalam daun (Aziz et al. 2007). Variasi kandungan kimia juga dijumpai di antara
populasi pegagan (Zhang et al. 2009).
Peningkatan senyawa target yang dihasilkan pada pegagan dapat dilakukan
dengan suatu protokol transformasi genetik yang efisien menggunakan strain
R1000 dari Agrobacterium rhizogenes yang mengandung encoding
pCAMBIA1302 gen hygromycin phosphotransferase (hpt) dan green fluorescence
protein (mgfp5) (Kim et al. 2007). Kandungan senyawa aktif tersebut juga
dipengaruhi oleh faktor lingkungan, dimana kondisi lingkungan harus optimal
untuk memaksimalkan sintesa senyawa aktif tersebut. Variasi kandungan
asiatikosida di dalam pegagan juga berhubungan dengan asal tanaman. Tanaman
yang diperoleh dari ketinggian 609 m di atas permukaan laut mengandung 0,11 %
asiatikosida per daun kering, sedangkan yang diperoleh dari ketinggian yang lebih
rendah yaitu 5 m di atas permukaan laut mengandung hampir setengah nilai
tersebut (Aziz et al. 2007).
Jalur biosintesis senyawa asiatikosida dan madekassosida masih belum
diketahui secara pasti (Aziz et al. 2007), namun diduga bahwa sintesis
asiatikosida adalah melalui jalur squalene (Gambar 3).
Gambar 3 Jalur biosintesis asiatikosida di dalam tanaman pegagan. HMGCoA (3-hydroxy-3-methylglutaryl-coenzyme A), MVA (mevalonic acid), IPP (isopentenyl diphosphate), DMAPP (dimethylallyl diphosphate), FPP (farnesyl diphosphate), CYS (cycloartenol synthase), bAS (β-amyrin synthase), LUS (lupeol synthase) (Aziz et al. 2007).
Manfaat Pegagan
Antibakteri, Antisestoda dan Larvisidal
Pemanfaatan pegagan sebagai phytochemical telah dilaporkan oleh
beberapa peneliti. Dinyatakan bahwa pegagan dapat bertindak sebagai alternatif
yang tepat untuk insektisida sintetis pada masa mendatang karena relatif aman,
tidak mahal, dan banyak tersedia di banyak area (Rajkumar & Jebanesan 2005).
Ekstrak kasar pegagan, terutama sekali yang diekstrak dengan air, mempunyai
efek antibakteri terhadap Staphylococcus aureus (Taemchuay et al. 2008),
antisestoda (Temjenmongla & Yadav 2005), larvisida dan menghambat
munculnya Culex quinquefasciatus serta dapat digunakan secara langsung dalam
volume yang kecil di habitat air atau pada tempat pembiakan ukuran terbatas di
sekitar manusia (Rajkumar & Jebanesan 2005). Aktivitas biologis dari ekstrak
tanaman ini berhubungan dengan senyawa phenol, terpenoid, dan alkaloid yang
ada di dalam tanaman tersebut. Senyawa ini secara bersama-sama atau secara
terpisah berperan untuk menghasilkan aktivitas larvisidal dan menghambat
munculnya nyamuk dewasa Culex quinquefasciatus. Ekstrak ini dapat digunakan
untuk mengontrol larva Culex quinquefasciatus pada cakupan temperatur yang
luas (Rajkumar & Jebanesan 2005).
Ekstrak daun pegagan dapat menyebabkan kematian larva Culex
quinquefasciatus pada semua temperature yang diuji. Pada 24 jam, LC50 (Lethal
Concentration) adalah 1,12 ppm pada 31°C dan nilai LC50
Tabel 4 Aktivitas larvisidal dari ekstrak daun pegagan terhadap Culex quinquefasciatus pada lima temperatur yang berbeda.
meningkat mencapai
6,84 ppm dengan menurunnya temperatur menjadi 19°C (Tabel 4) (Rajkumar &
Jebanesan 2005).
Temperatur (o
LCC)
95% Confidence limit (ppm)
50 (ppm)
LC 95% Confidence limit (ppm)
90 (ppm)
19 6,84+1,32 4,85-8,79 a 9,12+2,12 5,92-12,57 a 22 5,64+1,57 3,78-7,56 b 8,32+1,82 4,98-11,39 b 25 3,92+1,23 2,22-4,82 c 6,78+1,47 4,06-8,71 c 28 2,79+1,43 1,37-3,57 d 5,28+1,43 3,32-7,19 d 31 1,12+1,23 0,22-2,08 e 3,63+1,57 2,68-4,52 e
Sumber: Rajkumar & Jebanesan (2005). Nilai dalam kolom dengan superscript
yang berbeda adalah perbedaan signifikan pada tingkat P<0,05 (DMRT test).
Anti-inflamasi dan Antinosiseptif
Ekstrak air pegagan memperlihatkan aktivitas antinosiseptif. Aktivitas
antinosiseptif tersebut sama dengan aspirin tetapi tidak lebih kuat dibandingkan
dengan morfin. Ekstrak pegagan juga memperlihatkan aktivitas anti-inflamatori.
Efek antiinflamatori tersebut sama dengan asam mefenamat yaitu sejenis obat
antiinflamatori non-steroid. Pemberian ekstrak pegagan 2 mg/kg menunjukkan
aktivitas antiinflamatori dan pemberian dengan dosis yang lebih besar
memberikan aktivitas yang lebih efektif dari asam mefenamat. Penemuan ini
memberikan alasan penggunaan secara tradisional dari tanaman ini pada
penanganan peradangan atau rheumatik (Somchit et al. 2004).
Aktivitas Antioksidan
Aktivitas antioksidan dari suatu tanaman sangat ditentukan oleh
kandungan senyawa aktif yang dijumpai di dalam tanaman tersebut. Dilaporkan
bahwa antioksidan alami dari tanaman memperkuat pertahanan antioksidan
endogenus dari kerusakan reactive oxygen species (ROS) dan membangun
kembali keseimbangan optimal dengan cara menetralkan reactive species (Shetty
et al. 2008) juga dapat memberikan perlindungan dari kerusakan oksidatif (Hussin
et al. 2007).
Ekstrak air dari keseluruhan tanaman pegagan mempunyai dua efek yaitu
untuk meningkatkan kemampuan belajar dan memori serta sebagai antioksidan
dengan cara mengurangi peroksidasi lemak serta memperbanyak enzim
antioksidan endogenus di dalam otak (Veerendra & Gupta 2002). Laporan
lainnya menyebutkan bahwa pemberian ekstrak pegagan dapat meningkatkan
konsentrasi antioksidan, protein dan lysyl oxidase serta mengurangi kadar lipid
peroksidasi (Shetty et al. 2008). Efek ini kemungkinan berhubungan dengan
kehadiran senyawa flavonoid, quersetin, katekhin dan rutin, yang diketahui adalah
sebagai antioksidan yang kuat (Hussin et al. 2007).
Gambar 4 Anatomi otak pada posisi pandangan coronal. Inside adalah bagian hipokampus yang dibagi menjadi subdevisi CA1, CA2 dan CA3 (CA = Cornu Ammonis)
Fungsi penting dari otak adalah membangun komunikasi sel ke sel, dan
sinaps merupakan titik dimana komunikasi terjadi. Fungsi otak sangat tergantung
pada kemampuan neuron untuk mengirim sinyal elektrokimia ke sel lain, dan
kemampuan sel neuron untuk merespon dengan tepat terhadap sinyal-sinyal
elektrokimia yang diterima dari sel lain. Sifat listrik dari neuron dikendalikan
oleh berbagai proses biokimia dan metabolik, terutama interaksi antara