TINJAUAN PUSTAKA Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus) Ikan lele dumbo merupakan salah satu jenis ikan air tawar yang memiliki nilai ekonomis tinggi di Indonesia. Ikan ini banyak dibudidayakan oleh para pembudidaya ikan baik dalam skala pembenihan maupun pembesaran. Tingginya permintaan konsumen dan kisaran toleransinya yang tinggi terhadap kualitas air yang ekstrim merupakan alasan lele dumbo terus dibudidayakan. Selain itu rasa dagingnya yang khas menyebabkan ikan lele terus disukai masyarakat untuk dikonsumsi sehingga budidaya ikan lele terus berlangsung (Shafrudin et al. 2006). Ikan Lele dumbo termasuk dalam famili clariidae dan nama inggrisnya disebut dengan Catfish. Ikan lele dumbo merupakan ikan carnivora yang memiliki bentuk badan memanjang, bagian kepala gepeng atau pipih, batok kepala umumnya keras dan meruncing ke belakang. Lele dumbo memiliki kulit tubuh yang licin, berlendir dan tidak bersisik. Tanda spesifik lele dumbo lainnya adalah adanya kumis atau sungut di sekitar mulut sebanyak delapan buah atau empat pasang, terdiri dari sungut nasal dua buah, sungut mandibular luar dua buah, dan sungut maxilar dua buah. Lele dumbo juga mempunyai lima buah sirip yang terdiri dari sirip pasangan (ganda) yaitu sirip dada (pectoral) dan sirip perut (ventral) serta sirip tunggal yaitu sirip punggung (dorsal), sirip ekor (caudal) dan sirip dubur (anal). Logam Berat Timah Hitam (Pb) Logam berat merupakan elemen yang memiliki berat atom antara 63,5 sampai 200,6 serta berat jenis yang lebih besar dari 5 (Srivastava dan Majumder 2008). Logam berat merupakan senyawa yang tidak dapat terdegradasi dan cenderung terakumulasi dalam mahluk hidup serta memiliki sifat toksik dan karsinogenik (Fu dan Wang 2011). Menurut Khan et al. (2011), keberadaan logam berat pada lingkungan berasal dari beberapa sumber yaitu unsur-unsur alami dari kerak bumi dan aktivitas manusia. Logam memiliki karakter bereaksi sebagai akseptor pasangan elektron (asam lewis) dan donor pasangan elektron (basa lewis) untuk membentuk beragam gugus kimia seperti suatu pasangan ion, kompleks logam, senyawa
16
Embed
TINJAUAN PUSTAKA - repository.ipb.ac.id · kerak bumi dan aktivitas manusia. ... alkohol coniferyl, dan alkohol sinapyl, menghasilkan struktur yang sangat padat . Karakteristik Bahan
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
TINJAUAN PUSTAKA
Ikan Lele Dumbo (Clarias gariepinus)
Ikan lele dumbo merupakan salah satu jenis ikan air tawar yang memiliki
nilai ekonomis tinggi di Indonesia. Ikan ini banyak dibudidayakan oleh para
pembudidaya ikan baik dalam skala pembenihan maupun pembesaran. Tingginya
permintaan konsumen dan kisaran toleransinya yang tinggi terhadap kualitas air
yang ekstrim merupakan alasan lele dumbo terus dibudidayakan. Selain itu rasa
dagingnya yang khas menyebabkan ikan lele terus disukai masyarakat untuk
dikonsumsi sehingga budidaya ikan lele terus berlangsung (Shafrudin et al. 2006).
Ikan Lele dumbo termasuk dalam famili clariidae dan nama inggrisnya
disebut dengan Catfish. Ikan lele dumbo merupakan ikan carnivora yang memiliki
bentuk badan memanjang, bagian kepala gepeng atau pipih, batok kepala
umumnya keras dan meruncing ke belakang. Lele dumbo memiliki kulit tubuh
yang licin, berlendir dan tidak bersisik. Tanda spesifik lele dumbo lainnya adalah
adanya kumis atau sungut di sekitar mulut sebanyak delapan buah atau empat
pasang, terdiri dari sungut nasal dua buah, sungut mandibular luar dua buah, dan
sungut maxilar dua buah. Lele dumbo juga mempunyai lima buah sirip yang
terdiri dari sirip pasangan (ganda) yaitu sirip dada (pectoral) dan sirip perut
(ventral) serta sirip tunggal yaitu sirip punggung (dorsal), sirip ekor (caudal) dan
sirip dubur (anal).
Logam Berat Timah Hitam (Pb)
Logam berat merupakan elemen yang memiliki berat atom antara 63,5
sampai 200,6 serta berat jenis yang lebih besar dari 5 (Srivastava dan Majumder
2008). Logam berat merupakan senyawa yang tidak dapat terdegradasi dan
cenderung terakumulasi dalam mahluk hidup serta memiliki sifat toksik dan
karsinogenik (Fu dan Wang 2011). Menurut Khan et al. (2011), keberadaan logam
berat pada lingkungan berasal dari beberapa sumber yaitu unsur-unsur alami dari
kerak bumi dan aktivitas manusia.
Logam memiliki karakter bereaksi sebagai akseptor pasangan elektron
(asam lewis) dan donor pasangan elektron (basa lewis) untuk membentuk
beragam gugus kimia seperti suatu pasangan ion, kompleks logam, senyawa
8
koordinasi dan kompleks donor-akseptor (Connel dan Miller 2006). Berdasarkan
karakteristik inilah logam berat dapat diikat oleh bahan lain yang bisa menjadi
pasangan atau senyawa koordinasi yang sering disebut dengan ligan.
Logam berat timah hitam atau timbal (Pb) merupakan salahsatu logam
berat yang berbahaya bagi mahluk hidup. Logam berat ini merupakan elemen non
esensial yang ditemukan pada konsentrasi yang tinggi di alam akibat kegiatan
manusia, seperti : kegiatan pertambangan (Leston et al. 2010). Sifat berbahaya Pb
pada mahluk hidup antara lain dapat menimbulkan penghambatan sintesis
hemoglobin, disfungsi pada ginjal, sendi dan sistem reproduksi, sistem
kardiovaskular, dan kerusakan akut dan kronis dari sistem saraf pusat (SSP) serta
sistem saraf perifer (PNS). Efek lainnya termasuk kerusakan pada saluran
pencernaan (GIT) dan saluran kemih, gangguan neurologis, serta kerusakan otak
parah dan permanen (Khan et al. 2011).
Timah hitam (Pb) merupakan toksik yang paling signifikan dari logam
berat (Ferner 2001 dalam Khan et al. 2011). Logam Pb yang bersifat toksik
biasanya dalam bentuk Pb2+
. Logam berat Pb juga menyebabkan berbagai
permasalahan termasuk dalam kegiatan perikanan budidaya. Pada berbagai
organisme akuatik air tawar, timbal telah terbukti memiliki efek toksik dengan
sensitivitas terendah 4 µg/l. Ion Pb masuk kedalam tubuh ikan melalui insang
setelah terikat pada lapisan lendir (Ahmed dan Bibi 2010). Tetapi akumulasi
dalam jaringan hewan air tergantung pada konsentrasi paparan dan periode serta
beberapa faktor lain seperti salinitas, suhu, interaksi agen dan aktivitas metabolik
pada jaringan. Selain itu, akumulasi logam berat Pb dalam jaringan ikan
tergantung pada tingkat penyerapan, penyimpanan dan depurasi. Menurut Chen
dan Chen (2001), Serapan dan bioakumulasi logam berat tersimpan dengan baik
di kulit, insang, lambung, otot, usus, hati, otak, ginjal dan organ reproduksi, tetapi
organ target utamanya adalah hati, ginjal dan otot tergantung pada konsentrasi dan
waktu pemaparan. Menurut Seymore (1995) dalam Ahmed dan Bibi (2010), Pb
dimetabolisme melalui jalur metabolik Ca2+
. Oleh karena itu Pb terakumulasi
dalam jaringan kerangka. Namun, Pb juga dikenal terakumulasi secara biologis
dalam jaringan ikan lainnya, termasuk kulit dan sisik, insang, mata, hati, ginjal
9
dan otot . Disamping itu ion Pb juga dapat masuk kedalam tubuh ikan bersama
dengan makanan dan air yang akhirnya diserap di usus dan jaringan lainnya.
Toksisitas kronis Pb umumnya sama antara ikan dan mamalia terutama
yang melibatkan disfungsi neurologis dan hematologi (Mager dan Grossel 2011).
Pada ikan, efek sublethal Pb dapat menyebabkan efek orde tinggi, seperti
berkurangnya kemampuan renang. Secara neurologis efek sublethal Pb berpotensi
melibatkan gangguan respon koordinasi sensorik-motorik yang diperlukan untuk
menangkap mangsa dan menghindari predator. Penelitian Olaifa et al. (2003)
menemukan bahwa efek sublethal Pb pada ikan yaitu kehilangan keseimbangan,
pemutihan kulit dan pelemahan ikan.
Kompos
Kompos merupakan bahan organik matang (stabil) yang terbentuk dari
proses dekomposisi secara biokimiawi melalui peran mikroorganisme
(Cooperband 2000). Menurut Insam dan Bertoldi (2007), pengomposan
merupakan proses biodegradasi dari campuran substrat yang dilakukan oleh
komunitas mikroba terdiri dari berbagai populasi dalam kondisi aerobik dan padat
(solid). Proses pengomposan membutuhkan mikroorganisme untuk mengurai
(break down) bahan organik. Pengomposan akan berjalan dengan baik jika
mikroorganisme mendapatkan suplai yang kontinyu berupa bahan organik
(makanan), air dan oksigen. Menurut Rudnik (2008), proses degradasi bahan
organik menjadi kompos melalui tiga fase yaitu : fase mesofilik, termofilik,
pendinginan (cooling) dan pematangan (maturity). Fase mesofilik adalah fase
dimana kondisi suhu yang terjadi berada pada kisaran antara 20 – 45 oC. Pada fase
termofilik suhu yang berlangsung yaitu 45 – 75oC. Bakteri yang hidup pada fase
ini adalah bakteri termofilik. Setelah fase termofilik ini, bahan organik akan
mengalami penurunan suhu dan kematangan.
Kompos dapat dibuat dari semua bahan organik termasuk dari jenis
tanaman. Selama pengomposan bahan organik akan terurai dan memproduksi
karbondioksida, air, panas dan kompos. Hal ini tunjukan pada reaksi berikut ini