TINJAUAN PUSTAKA DEFINISI Grave’s disease adalah pnyakit autoimun dimana tiroid terlalu aktif menghasilkan jumlah yang berlebihan dari hormone tiroid (ketidakseimbangan metabolism serius yang dikenal sebagai hipertiroidisme dan tirotoksikosis) dan kelainannya dapat mengenai mata dan kulit. Penyakit Grave’s merupakan bentuk tiroksikosis yang tersering dijumpai dan dapat terjadi pada segala usia, lebih sering terjadi pada wanita disbanding pria. Sindroma ini terdiri dari satu atau lebih dari gambaran tirotoksikosis, goiter, ophtalmopathy (exophtalmus), dermopathy (pretibial myxedema). A. Etiologi Graves Disease Penyakit Graves merupakan salah satu penyakit autoimun yang disebabkan thyroid-stimulating antibodies (TSAb). Antibodi ini berikatan dan mengaktifkan thyrotropin receptor (TSHR) pada sel tiroid yang mensintesis dan melepaskan hormon tiroid. Penyakit Graves berbeda dari penyakit imun lainnya karena memiliki manifestasi klinis yang spesifik, seperti hipertiroid, vascular goitre, oftalmopati, dan yang paling jarang infiltrative dermopathy (Karasek dan Lewinski, 2003). Penyakit ini mempunyai predisposisi genetik yang kuat, dimana 15% penderita mempunyai hubungan keluarga yang erat
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
TINJAUAN PUSTAKA
DEFINISI
Grave’s disease adalah pnyakit autoimun dimana tiroid terlalu aktif menghasilkan jumlah
yang berlebihan dari hormone tiroid (ketidakseimbangan metabolism serius yang dikenal sebagai
hipertiroidisme dan tirotoksikosis) dan kelainannya dapat mengenai mata dan kulit. Penyakit
Grave’s merupakan bentuk tiroksikosis yang tersering dijumpai dan dapat terjadi pada segala
usia, lebih sering terjadi pada wanita disbanding pria. Sindroma ini terdiri dari satu atau lebih
dari gambaran tirotoksikosis, goiter, ophtalmopathy (exophtalmus), dermopathy (pretibial
myxedema).
A. Etiologi Graves Disease
Penyakit Graves merupakan salah satu penyakit autoimun yang disebabkan thyroid-
stimulating antibodies (TSAb). Antibodi ini berikatan dan mengaktifkan thyrotropin
receptor (TSHR) pada sel tiroid yang mensintesis dan melepaskan hormon tiroid. Penyakit
Graves berbeda dari penyakit imun lainnya karena memiliki manifestasi klinis yang spesifik,
seperti hipertiroid, vascular goitre, oftalmopati, dan yang paling jarang infiltrative
dermopathy (Karasek dan Lewinski, 2003).
Penyakit ini mempunyai predisposisi genetik yang kuat, dimana 15% penderita
mempunyai hubungan keluarga yang erat dengan penderita penyakit yang sama. Sekitar 50%
dari keluarga penderita penyakit Graves, ditemukan autoantibodi tiroid didalam darahnya.
Penyakit ini ditemukan 5 kali lebih banyak pada wanita dibandingkan pria, dan dapat terjadi
pada semua umur. Angka kejadian tertinggi terjadi pada usia antara 20 tahun sampai 40
tahun (Shahab, 2002; Harrison, 2000).
Faktor- faktor resiko antara lain : faktor genetik, faktor imunologis, infeksi, faktor
trauma psikis, iod Basedow, penurunan berat badan secara drastis, chorionic gonadotropin,
periode post partum, kromosom X, dan radiasi eksternal (Moelyanto, 2007).
1. Faktor genetik
Penyakit Hashimoto dan penyakit graves sering terjadi secara mengelompok
dalam keluarga nampak bersifat genetik. Dalam praktek sehari-sehari sering ditemukan
pengelompokkan penyakit graves dalam satu keluarga atau keluarga besarnya dalam
beberapa generasi. Abnormalitas ini meliputi antibodi anti-Tg, respon TRH yang
abnormal. Meskipun demikian TSAb jarang ditemukan. Predisposisi untuk penderita
penyakit gaves diturunkan lewat gen yang mengkode antigen HLA.
Setidaknya ada dua gen yang dipostulasikan berperan dalam penyakit graves.
Pertama gen dari HLA, yang kedua gen yang berhubungan dengan alotipe IgG rantai
berat (IgG heavy chain) yang disebut Gm. Pada orang kulit putih (Eropa) hubungan erat
terlihat antara penyakit graves dan HLA-B8 dan HLA-D3 sedangakan pada orang Jepang
HLA-Bw35 dan DW13, untuk Cina HLA-BW 4 dan di Filipina seperti dilaporkan oleh
Pascasio erat dengan HLA-B13 dengan risk-ration 5,1.
Adanya gen Gm menunjukkan bahwa orang tersebut mampu memproduksi
immunoglobulin tertentu. Sehingga gen HLA berparan dalam mengatur fungsi limfosit T-
supresor dan T-helper dalam memroduksi TSAb, dan Gm menunjukkan kemampuan
limfosit B untuk membuat TSAb.
2. Faktor imunologis
Penyakit graves merupakan contoh penyakit autoimun yang organ spesifik, yang
ditandai oleh adanya antibodi yang merangsang kelenjar tiroid (thyroid stimulating
antibody atau TSAb).
Teori imunologis penyakit graves :
a. persistensi sel T dan sel B yang autoreaktif
b. diwariskannya HLA khusus dang en lain yang berespon immunologic khusus
c. rendahnya sel T dengan fungsi suppressor
d. adanya cross reacting epitope
e. adanya ekspresi HLA yang tidak tepat
f. adanya klon sel T atau B yang mengalami mutasi
g. stimulus poliklonal dapat mengaktifkan sel T
h. adanya reeksposure antigen oleh kerusakan sel tiroid.
Ehrlich menyatakan bahwa dalam keadaan normal sistem imun tidak bereaksi
atau memproduksi antibodi yang tertuju pada komponen tubuh sendiri yang disebut
mempunyai toleransi imunologik terhadap komponen diri. Apabila toleransi ini gagal dan
sistem imun mulai bereaksi terhadap komponen diri maka mulailah proses yang disebut
autoimmunity. Akibatnya ialah bahwa antibodi atau sel bereaksi terhadap komponen
tubuh, dan terjadilah penyakit. Toleransi sempurna terjadi selama periode prenatal.
Toleransi diri ini dapat berubah atau gagal sebagai akibat dari berbagai faktor, misalnya
gangguan faktor imunologik, virologik, hormonal dan faktor lain, sedangkan faktor-
faktor tersebut dapat berefek secara tunggal maupun sinkron dengan faktor lainnya.
Adanya autoantibodi dapat menyebabkan kerusakan autoimune jaringan, dan sebaliknya
seringkali autoantibodi ini akibat dari kerusakan jaringan.
Pada penyakit graves anti-self-antibody dan cell mediated response, yang
biasanya ditekan, justru dilipatgandakan. Reaksinya mencakup meningkatnya TSAb, Anti
TgAb, Anti TPO-Ab, reaksi antibodi terhadap jaringan orbita, TBII dan respons CMI
(Cell Mediated Immunoglobulin).
Hipertiroidisme pada penyakit graves disebabkan karena TSAb. Setelah terikat
dengan reseptor TSH, antibodi ini berlaku sebagai agonis TSH dan merangsang adenilat
siklase dan cAMP. Diperkirakan ada seribu reseptor TSH pada setiap sel tiroid. Kecuali
berbeda karena efeknya yang lama, efek seluler yang ditimbulkannya identik dengan efek
TSH yang berasal dari hipofisis. TSAb ini dapat menembus plasenta dan transfer pasif ini
mampu menyebabkan hipertiroidisme fetal maupun neonatal, tetapi hanya berlangsung
selama TSAb masih berada dalam sirkulasi bayi. Biasanya pengaruhnya akan hilang
dalam jangka waktu 3-6 bulan.
Pada penyakit graves terjadi kegagalan sistem imun umum. Terbentuknya TSAb dapat
disebabkan oleh:
a. Paparan infeksi atau zat lain yang menyebabkan terbentuknya antibodi yang dapat
bereaksi silang dengan jaringan tiroid. Salah satu bahan yang banyak diteliti adalah
organisme Yersinia enterocolica. Beberapa subtipe organisme ini mempunyai
binding sites untuk TSH, dan beberapa pasien dengan penyakit graves juga
menunjukkan antibodi terhadap anti-Yersinia.
b. Produksi TSAb diawali dengan injury yang merubah susunan normal komponen
tiroid, mungkin sebagian dari reseptor TSH berubah jadi antigenik, sehingga
bertindak sebagai stimulus bagi pembentukan TSAb.
c. Produksi TSAb disebabkan karena aktivasi sel limfosit B yang selama dirahim tidak
deleted. Kemampuan sel T untuk membentuk TSAb harus dirangsang dan
mengalami diferensiasi menjadi antibody-secreting cells yang secara terus-menerus
distimulasi. Aktivasi, pengembangan dan kelanjutannya mungkin terjadi karena
rangsangan interleukin atau sitokin lain yang diproduksi oleh sel T helper inducer.
Secara ringkas dapat dikatakan bahwa penyakit graves adalah kondisi autoimmun
dimana terbentuk antibody terhadap reseptor TSH. Penyakit graves adalah gangguan
multifaktorial, susceptibilitas genetik berinteraksi dengan faktor endogen dan faktor
lingkungan untuk menjadi penyakit. Termasuk dalam hal ini HLA-DQ dan HLA-DR juga
gen non HLA seperti TNF-β, CTLA 4 (Cytotoxic T Limphocyte Antigen 4), dan gen
reseptor TSH. Penyakit graves bersifat poligenik dan suseptibilitas gennya dipengaruhi
oleh faktor lingkungan seperti stress, merokok, dan beberapa faktor infeksi.
2. Trauma Psikis
Pada stress kadar glukokortikoid naik tetapi justru menyebabkan konversi dari T3
ke T4 terganggu, produksi TRH terhambat, dan akibatnya produksi hormon tiroid justru
turun. Secara teoritis stress mengubah fungsi limfosit T supresor atau T helper,
meningkatkan respon imun dan memungkinkan terjadinya penyakit graves. Baik stress
akut maupun kronik menimbulkan supresi sistem imun lewat non antigen specific
mechanism, diduga karena efek kortisol dan CRH ditingkat sel immun.
3. Radiasi Tiroid eksternal
Dilaporkan kasus eksoftalmus dan tirotoksikosis sesudah mengalami radioterapi
daerah leher karena proses keganasan. Secara teoritis radiasi ini yang merusak kelenjar
tiroid dan menyebabkan hipotiroidisme, dapat melepaskan antigen serta menyulut
penyakit tiroid autoimmun. Iradiasi memberi efek bermacam-macam pada subset sel T,
yang mendorong disregulasi imun.
4. Chorionic Gonadothropin Hormon
Hipertiroidisme dapat disulut oleh stimulator yang dihasilkan oleh
jaringan trofoblastik. Tirotropin trofoblast ini bukan suatu IgG, tetapi secara imunologik cross-
react dengan TSH manusia. Diduga bahan ini ialah hCG (yang mempunyai sub unuit alfa yang
sama dengan TSH) atau derivat hCG yang desialated. Efek yang menyerupai efek TSH pun
dikeluarkan oleh karsinoma testis embrional (seminoma testis). Secara klinis gejala tirotoksikosis
ini terlihat pada hyperemesis gravidarum, dimana T4 dan juga T3 dapat meningkat disertai
menurunnya TSH, kalau hebat maka klinis terlihat tanda hipertiroidisme juga. Apabila
muntahnya berhenti maka kadar hormon tiroid diatas kembali normal.
B. Anatomi dan Fisiologi Kelenjar Tiroid
Kelenjar tiroid merupakan salah satu kelenjar terbesar, yang normalnya memiliki berat 15
- 20 gram. Tiroid mengsekresikan tiga macam hormon, yaitu tiroksin (T4), triiodotironin (T3),
dan kalsitonin. Secara anatomi, tiroid merupakan kelenjar endokrin (tidak mempunyai ductus)
dan bilobular (kanan dan kiri), dihubungkan oleh isthmus (jembatan) yang terletak di depan
trachea tepat di bawah cartilago cricoidea. Kadang juga terdapat lobus tambahan yang
membentang ke atas (ventral tubuh), yaitu lobus piramida.
Kelenjar tiroid dialiri oleh beberapa arteri:
1. A. thyroidea superior cabang dari A. Carotis communis
2. A. thyroidea inferior cabang dari A. subclavia
3. Terkadang masih pula terdapat A. thyroidea ima, cabang langsung dari aorta atau A.
anonyma.
Kelenjar tiroid mempunyai 3 pasang vena utama:
1. V. thyroidea superior (bermuara di V. jugularis interna).
2. V. thyroidea medialis (bermuara di V. jugularis interna).
3. V. thyroidea inferior (bermuara di V. anonyma kiri).
Persarafan kelenjar tiroid:
1. Ganglion simpatis (dari truncus sympaticus) cervicalis media dan inferior
2. Parasimpatis, yaitu N. laryngea superior dan N. laryngea recurrens (cabang N.vagus)
3. N. laryngea superior dan inferior sering cedera waktu operasi, akibatnya pita suara
terganggu (serak/stridor)
Sintesis dan Sekresi Hormon Tiroid
1. Iodide Trapping, yaitu penangkapan iodium oleh pompa Na+/K+ ATPase.
2. Yodium masuk ke dalam koloid dan mengalami oksidasi. Kelenjar tiroid merupakan satu-
satunya jaringan yang dapat mengoksidasi I hingga mencapai status valensi yang lebih
tinggi. Tahap ini melibatkan enzim peroksidase.
3. Iodinasi tirosin, dimana yodium yang teroksidasi akan bereaksi dengan residu tirosil dalam
tiroglobulin di dalam reaksi yang mungkin pula melibatkan enzim tiroperoksidase (tipe
enzim peroksidase).
4. Pembentukan iodotironil, yaitu perangkaian dua molekul DIT (diiodotirosin) menjadi T4
(tiroksin, tetraiodotirosin) atau perangkaian MIT (monoiodotirosin) dan DIT menjadi T3
(triiodotirosin). reaksi ini diperkirakan juga dipengaruhi oleh enzim tiroperoksidase.
5. Hidrolisis yang dibantu oleh TSH (Thyroid-Stimulating Hormone) tetapi dihambat oleh I,
sehingga senyawa inaktif (MIT dan DIT) akan tetap berada dalam sel folikel.
6. Tiroksin dan triiodotirosin keluar dari sel folikel dan masuk ke dalam darah. Proses ini
dibantu oleh TSH.
7. MIT dan DIT yang tertinggal dalam sel folikel akan mengalami deiodinasi, dimana tirosin
akan dipisahkan lagi dari I. Enzim deiodinase sangat berperan dalam proses ini.
8. Tirosin akan dibentuk menjadi tiroglobulin oleh retikulum endoplasma dan kompleks golgi.
Pengangkutan Tiroksin dan Triiodotirosin ke Jaringan
Setelah dikeluarkan ke dalam darah, hormon tiroid yang sangat lipofilik secara cepat
berikatan dengan beberapa protein plasma. Kurang dari 1% T3 dan kurang dari 0,1% T4 tetap
berada dalam bentuk tidak terikat (bebas). Keadaan ini memang luar biasa mengingat bahwa
hanya hormon bebas dari keseluruhan hormon tiroid memiliki akses ke sel sasaran dan mampu
menimbulkan suatu efek.
Terdapat 3 protein plasma yang penting dalam pengikatan hormon tiroid:
1. TBG (Thyroxine-Binding Globulin) yang secara selektif mengikat 55% T4 dan 65% T3
yang ada di dalam darah.
2. Albumin yang secara nonselektif mengikat banyak hormone lipofilik, termasuk 10%
dari T4 dan 35% dari T3.
3. TBPA (Thyroxine-Binding Prealbumin) yang mengikat sisa 35% T4.
Di dalam darah, sekitar 90% hormon tiroid dalam bentuk T4, walaupun T3 memiliki aktivitas
biologis sekitar empat kali lebih poten daripada T4. Namun, sebagian besar T4 yang disekresikan
kemudian dirubah menjadi T3, atau diaktifkan, melalui proses pengeluaran satu yodium di hati
dan ginjal. Sekitar 80% T3 dalam darah berasal dari sekresi T4 yang mengalami proses
pengeluaran yodium di jaringan perifer. Dengan demikian, T3 adalah bentuk hormon tiroid yang
secara biologis aktif di tingkat sel.
Fungsi Fisiologis Hormon Tiroid
1. Meningkatkan transkripsi gen ketika hormon tiroid (kebanyakan T3) berikatan dengan
reseptornya di inti sel.
2. Meningkatkan jumlah dan aktivitas mitokondria sehingga pembentukkan ATP (adenosin
trifosfat) meningkat.
3. Meningkatkan transfor aktif ion melalui membran sel.
4. Meningkatkan pertumbuhan dan perkembangan otak, terutama pada masa janin
C. Patofisiologi Graves Disease
Pada penyakit Graves, limfosit T mengalami perangsangan terhadap antigen yang
berada didalam kelenjar tiroid yang selanjutnya akan merangsang limfosit B untuk
mensintesis antibodi terhadap antigen tersebut. Antibodi yang disintesis akan bereaksi
dengan reseptor TSH didalam membran sel tiroid sehingga akan merangsang pertumbuhan
dan fungsi sel tiroid, dikenal dengan TSH-R antibody. Adanya antibodi didalam sirkulasi
darah mempunyai korelasi yang erat dengan aktivitas dan kekambuhan penyakit. Mekanisme
autoimunitas merupakan faktor penting dalam patogenesis terjadinya hipertiroidisme,
oftalmopati, dan dermopati pada penyakit Graves (Shahab, 2002).
Sampai saat ini dikenal ada 3 autoantigen utama terhadap kelenjar tiroid yaitu
tiroglobulin (Tg), thyroidal peroxidase (TPO) dan reseptor TSH (TSH-R). Disamping itu
terdapat pula suatu protein dengan BM 64 kiloDalton pada permukaan membran sel tiroid
dan sel-sel orbita yang diduga berperan dalam proses terjadinya perubahan kandungan orbita
dan kelenjar tiroid penderita penyakit Graves (Shahab, 2002).
Sel-sel tiroid mempunyai kemampuan bereaksi dengan antigen diatas dan bila
terangsang oleh pengaruh sitokin (seperti interferon gamma) akan mengekspresikan molekul-
molekul permukaan sel kelas II (MHC kelas II, seperti DR4) untuk mempresentasikan
antigen pada limfosit T (Shahab, 2002).
Terjadinya oftalmopati Graves melibatkan limfosit sitotoksik (killer cells) dan antibodi
sitotoksik lain yang terangsang akibat adanya antigen yang berhubungan dengan tiroglobulin
atau TSH-R pada fibroblast, otot-otot bola mata dan jaringan tiroid. Sitokin yang terbentuk
dari limfosit akan menyebabkan inflamasi fibroblast dan miositis orbita, sehingga
menyebabkan pembengkakan otot-otot bola mata, proptosis dan diplopia.
Dermopati Graves (miksedema pretibial) juga terjadi akibat stimulasi sitokin didalam
jaringan fibroblast didaerah pretibial yang akan menyebabkan terjadinya akumulasi
glikosaminoglikans (Shahab, 2002).
Berbagai gejala tirotoksikosis berhubungan dengan perangsangan katekolamin, seperti
takhikardi, tremor, dan keringat banyak. Adanya hiperreaktivitas katekolamin, terutama
epinefrin diduga disebabkan karena terjadinya peningkatan reseptor katekolamin didalam
otot jantung (Shahab, 2002).
Gambar 1: Patogenesis Penyakit Graves
D. Gambaran Klinis Graves Disease
1. Gejala dan Tanda
Pada penyakit graves terdapat dua kelompok gambaran utama yaitu tiroidal dan
ekstratiroidal yang keduanya mungkin tidak tampak. Ciri-ciri tiroidal berupa goiter akibat
hiperplasia kelenjar tiroid dan hipertiroidisme akibat sekresi hormon tiroid yang
berlebihan. Gejala-gejala hipertiroidisme berupa manifestasi hipermetabolisme dan
aktifitas simpatis yang berlebihan. Pasien mengeluh lelah, gemetar, tidak tahan panas,
keringat semakin banyak bila panas, kulit lembab, berat badan menurun walaupun nafsu