TINJAUAN PUSTAKA
DEMAM BERDARAH DENGUE
I. DEFINISI
Demam dengue adalah demam virus akut yang disertai sakit kepala,
nyeri otot, sendi dan tulang, penurunan jumlah sel darah putih dan
ruam-ruam. Demam berdarah dengue/dengue hemorrhagic fever (DHF)
adalah demam dengue yang disertai pembesaran hati dan manifestasi
perdarahan. Pada keadaan yang parah bisa terjadi kegagalan
sirkulasi darah dan pasien jatuh dalam syok hipovolemik akibat
kebocoran plasma. Keadaan ini disebut dengue shock syndrome (DSS).
(2)II. ETIOLOGIDemam Dengue (DD) dan Demam Berdarah Dengue (DBD)
disebabkan virus dengue yang termasuk kelompok B Arthropod Borne
Virus (Arboviroses) yang sekarang dikenal sebagai genus Flavivirus,
famili Flaviviridae, dan mempunyai 4 jenis serotipe, yaitu ; DEN-1,
DEN2, DEN-3, DEN-4. Seseorang yang tinggal di daerah endemis dengue
dapat terinfeksi oleh 3 atau 4 serotipe selama
hidupnya.(1)(2)Keempat serotipe virus dengue dapat ditemukan di
berbagai daerah di Indonesia. Di Indonesia, pengamatan virus dengue
yang dilakukan sejak tahun 1975 di beberapa rumah sakit menunjukkan
bahwa keempat serotipe ditemukan dan bersirkulasi sepanjang tahun.
Serotipe DEN-3 merupakan serotipe yang dominan dan diasumsikan
banyak yang menunjukkan manifestasi klinik yang berat.(1) Virus
dengue tipe 2 & 3 yang terdapat di Asia tenggara berhubungan
dengan sindroma klinis yang parah dengan ciri encephalopathy,
hypoglycemia, peningkatan enzim liver dan kadang-kadang
kuning.(3)(4)
III.PATOGENESIS
Virus merupakan mikrooganisme yang hanya dapat hidup di dalam
sel hidup. Maka demi kelangsungan hidupnya, virus harus bersaing
dengan sel manusia sebagai pejamu (host) terutama dalam mencukupi
kebutuhan akan protein. Persaingan tersebut sangat tergantung pada
daya tahan pejamu, bila daya tahan baik maka akan terjadi
penyembuhan dan timbul antibodi, namun bila daya tahan rendah maka
perjalanan penyakit menjadi makin berat dan bahkan dapat
menimbulkan kematian.(1)
Dua teori patogenesis DBD dan DSS (Dengue Syok Sindrom) yang
banyak dianut adalah hipotesis infeksi sekunder (teori secondary
heterologous infection) atau hipotesis immune enhancement.
Hipotesis ini menyatakan secara tidak langsung bahwa pasien yang
mengalami infeksi yang kedua kalinya dengan serotipe virus dengue
yang heterolog mempunyai risiko berat yang lebih besar untuk
menderita DBD/Berat. Antibodi heterolog yang telah ada sebelumnya
akan mengenai virus lain yang akan menginfeksi dan kemudian
membentuk kompleks antigen antibodi yang kemudian berikatan dengan
Fc reseptor dari membran sel leokosit terutama makrofag. Oleh
karena antibodi heterolog maka virus tidak dinetralisasikan oleh
tubuh sehingga akan bebas melakukan replikasi dalam sel
makrofag.(1)
Dihipotesiskan juga mengenai antibodi dependent enhancement
(ADE), suatu proses yang akan meningkatkan infeksi dan replikasi
virus dengue di dalam sel mononuklear. Sebagai tanggapan terhadap
infeksi tersebut, terjadi sekresi mediator vasoaktif yang kemudian
menyebabkan peningkatan permeabilitas pembuluh darah, sehingga
mengakibatkan keadaan hipovolemia dan syok.(1)
Sebagai akibat infeksi sekunder oleh tipe virus dengue yang
berlainan pada seorang pasien, respons antibodi anamnestik yang
akan terjadi dalam waktu beberapa hari mengakibatkan proliferasi
dan transformasi limfosit dengan menghasilkan titer tinggi antibodi
IgG anti dengue. Disamping itu, replikasi virus dengue terjadi juga
dalam limfosit yang bertransformasi dengan akibat terdapatnya virus
dalam jumlah banyak. Hal ini akan mengakibatkan terbentuknya virus
kompleks antigen-antibodi (virus antibody complex) yang selanjutnya
akan mengakibatkan aktivasi sistem komplemen. Pelepasan C3a dan C5a
akibat aktivasi C3 dan C5 menyebabkan peningkatan permeabilitas
dinding pembuluh darah dan merembesnya plasma dari ruang
intravaskular ke ruang ekstravaskular.(1) Redistribusi cairan ,
bersama-sama dengan defisit cairan akibat kurang minum dan muntah
menyebabkan terjadinya hemokonsentrasi, hipovolemi, peningkatan
beban jantung, hipoksia jaringan, asidosis metabolik dan
hiponatremia.(3)
Fragilitas kapiler meningkat yang terlihat dari tes tourniquet
yang positif dan kulit yang mudah lebam. Pada pasien dengan syok
berat, volume plasma dapat berkurang sampai lebih dari 30 % dan
berlangsung selama 24-48 jam. Perembesan plasma ini terbukti dengan
adanya, peningkatan kadar hematokrit, penurunan kadar natrium, dan
terdapatnya cairan di dalam rongga serosa (efusi pleura, asites).
Syok yang tidak ditanggulangi secara adekuat, akan menyebabkan
asidosis dan anoksia, yang dapat berakhir fatal; oleh karena itu,
pengobatan syok sangat penting guna mencegah kematian.(1)
Sebagai tanggapan terhadap infeksi virus dengue, kompleks
antigen-antibodi selain mengaktivasi sistem komplemen, juga
menyebabkan agregasi trombosit dan mengaktivitasi sistem koagulasi
melalui kerusakan sel endotel pembuluh darah. Kedua faktor tersebut
akan menyebabkan perdarahan pada DBD. Agregasi trombosit terjadi
sebagai akibat dari perlekatan kompleks antigen-antibodi pada
membran trombosit mengakibatkan pengeluaran ADP (adenosin di
phosphat), sehingga trombosit melekat satu sama iain. Hal ini akan
menyebabkan trombosit dihancurkan oleh RES (reticulo endothelial
system) sehingga terjadi trombositopenia. Agregasi trombosit ini
akan menyebabkan pengeluaran platelet faktor III mengakibatkan
terjadinya koagulopati konsumtif (KID = koagulasi intravaskular
deseminata), ditandai dengan peningkatan FDP (fibrinogen
degredation product) sehingga terjadi penurunan faktor pembekuan.
Agregasi trombosit ini juga mengakibatkan gangguan fungsi
trombosit, sehingga walaupun jumlah trombosit masih cukup banyak,
tidak berfungsi baik.(1) Hal ini menjelaskan fenomena seseorang
yang memiliki kadar platelet > 100.000 tetapi memiliki waktu
pendarahan yang memanjang.(3)
Di sisi lain, aktivasi koagulasi akan menyebabkan aktivasi
faktor Hageman sehingga terjadi aktivasi sistem kinin sehingga
memacu peningkatan permeabilitas kapiler yang dapat mempercepat
terjadinya syok. Jadi, perdarahan masif pada DBD diakibatkan oleh
trombositpenia, penurunan faktor pembekuan (akibat KID), kelainan
fungsi trombosit, dan kerusakan dinding endotel kapiler. Akhirnya,
perdarahan akan memperberat syok yang terjadi.(1) Kematian biasanya
disebabkan oleh pendarahan saluran pencernaan atau intrakranial.
Pendarahan pada saluran pencernaan bagian atas dan pteki pada
septum interventrikel jantung, pericardium, dan permukaan subserosa
organ. Pendarahan focal sering terjadi di paru-paru, hati, adrenal
dan ruang subarachnoid. Liver biasanya membesar dan mengalami
perlemakan. Efusi berupa cairan kekuningan atau kemerahan ditemukan
pada rongga serosa.(3)
IV.MANIFESTASI KLINIS
IV.1Demam Dengue
Periode inkubasi adalah 1-7 hari. Manifestasi klinis bervariasi
dan dipengaruhi oleh umur. Pada bayi dan anak muda, penyakit sulit
dibedakan dengan ciri demam selama 1-5 hari, inflamasi faring,
rhinitis, dan batuk ringan. Sebagian besar anak dewasa yang terkena
mengalami demam mendadak , dengan peningkatan suhu hingga 39.441.1C
(103106F), biasanya diikuti oleh nyeri frontal atau retro-orbital,
terutama ketika mata ditekan. Kadang-kadang nyeri punggung muncul
sebelum demam (back-break fever). Rash berupa macular luas yang
hilang jika ditekan dapat ditemukan setelah 2448jam demam. Denyut
nadi dapat melambat relatif terhadap derajat demam. Myalgia dan
arthralgia semakin lama bertambah berat. Pada hari ke 2 dan 6
demam, dapat terjadi mual dan muntah, generalized lymphadenopathy,
cutaneous hyperesthesia or hyperalgesia, perubahan pengecapan, dan
anorexia.(3)
Pada hari ke 1 dan 2 pemulihan, terjadi rash morbilliform,
maculopapular yang terjadi menyeluruh kecuali pada telapak tangan
dan telapak kaki. Rash menghilang pada hari ke 1-5, setelah itu
dapat terjadi pengelupasan kulit. Jarang, tetapi dapat juga terjadi
edema pada telapak tangan dan kaki. Pada saat rash muncul, suhu
tubuh, yang sebelumnya telah mencapai normal dapat meningkat
menghasilkan gambaran biphasic.(3)
Pada daerah epidemic, dengue juga dapat disertai oleh komplikasi
seperti epistaxis, pendarahan gusi, pendarahan saluran cerna, dan
hematuria. (3)
IV.2Demam berdarah dengue
Kasus DHF tipikal memiliki 4 ciri gejala utama yaitu : demam
tinggi, fenomena pendarahan, hepatomegaly dan kegagalan sirkulasi.
Pada pemeriksaan lab dapat ditemukan trombocytopenia dan
hemokonsentrasi. Perubahan patofisiologis yang menentukan tingkat
keparahan DHF dan membedakan dengan DF adalah plasma leakage yang
terlihat sebagai peningkatan hematocrit, efusi serosa atau
hipoproteinemia.(2)
Pada fase awal terjadi demam mendadak, malaise, muntah, nyeri
kepala, anorexia, dan batuk yang berlangsung selama 2-5 hari.(3)
Demam tinggi berlanjut hingga 2-7 hari. Suhu dapat mencapai 40-41
C. Pada suhu ini bayi rentan terkena kejang demam. Beberapa pasien
mungkin mengeluh sakit tenggorokan, dan faring yang merah dapat
terlihat pada pemeriksaan, namun gejala pilek dan batuk sangat
jarang. Dapat juga terlihat injeksi konjungtiva.(2) Pada fase
kedua, pasien merasa dingin, ekstrimitas dingin, batang tubuh
terasa hangat, muka flushing, keringat berlebih, gelisah, iritabel,
dan nyeri pada mid epigastric. Sering, ptekie tersebar pada dahi
dan ekstrimitas. Ekimosis dapat terlihat, kulit mudah lebam dan
pendarahan pada tempat penyuntikan dapat terjadi. Rash macular atau
maculopapular dapat terlihat, juga terdapat cyanosis circumoral dan
peripheral. Liver dapat membesar hingga 4-6 cm di bawah batas costa
dan teraba lunak.(3) Pasien juga mengalami nyeri tekan epigastric
dan di bawah arkus costarum atau nyeri perut menyeluruh. Fase
kritis terjadi pada akhir fase demam. Setelah demam selama 2-7 hari
terjadi penurunan suhu yang diikuti oleh tanda-tanda gangguan
sirkulasi yaitu : berkeringat, gelisah, ekstrimitas dingin,
respirasi cepat, nadi lemah, cepat, kecil dan suara jantung
redup.(2) Sekitar 20-30% penyakit DBD mengalami komplikasi shock
(dengue shock syndrome). Kurang dari 10% pasien mengalami ekimosis
atau pendarahan saluran cerna, biasanya setelah periode syok yang
tidak terkoreksi. Setelah fase krisis selama 24-36 jam, penyembuhan
terjadi dengan cepat terutama pada anak-anak. Suhu dapat menjadi
normal selama fase syok. Pada fase penyembuhan sering terjadi
bradycardi dan ventricular extrasystoles.(3)
IV.3Dengue Shock Syndrome (DSS)
Kondisi pasien mengalami perburukan setelah demam 2-7 hari.
Gejala gangguan sirkulasi utama yang muncul adalah : kulit yang
menjadi dingin, nadi cepat, terdapat cyanosis sirkumoral. Pasien
awalanya letargis namun dengan cepat dapat menjadi gelisah pada
fase kritis syok. Nyeri akut abdomen sering dikeluhkan pada fase
awal syok. DSS memiliki ciri nadi yang cepat dan tekanan nadi yang
sempit (< 20 mmHg) atau hipotensi yang diikuti ekstrimitas yang
dingin dan gelisah. Pasien beresiko meninggal jika terapi tidak
tepat. Kebanyakan pasien tetap sadar hingga fase akhir penyakit.
Durasi syok berlangsung sangat singkat, pasien dapat meninggal
dalam 12-24 jam atau membaik dengan cepat. Efusi pleura dan ascites
dapat dideteksi pada pemeriksaan fisik. Syok yang tidak terkoreksi
menyebabkan komplikasi pendarahan gastrointestinal dan metabolik
acidosis. Pasien dengan pendarahan intrakranial dapat mengalami
kejang dan menjadi koma. Encephalopaty dapat terjadi akibat
gangguan elektrolit atau akibat pendarahan intrakranial.(2) Fase
pemulihan berlangsung cepat dalam 2-3 hari, meskipun ascites dan
efusi pleura dapat tetap ada. Tanda prognosis yang baik adalah
membaiknya output urin dan kembalinya nafsu makan. Pada fase
pemulihan sering ditemukan bradycardia dan arrhytmia dan rash
konfluen yang menyisakan sedikit kulit normal. Gejala biasanya
hanya berlangsung selama 7-10 hari.(3)
V.KLASIFIKASI
Menurut WHO (1997), DBD dibagi atas 4 derajat : (2)1. Derajat I
: Demam dan uji tourniquet (+)2. Derajat II : Demam dengan
perdarahan spontan, pada umumnya di kulit dan/atau perdarahan di
tempat lain3. Derajat III : Ditemukan kegagalan sirkulasi yang
ditandai dengan nadi cepat dan lembut, tekanan nadi (< 20 mmHg)
atau hipotensi dengan kulit dingin, lembab dan gelisah4. Derajat IV
: Renjatan berat dengan nadi tidak teraba dan tensi yang tidak
dapat diukur VI.PEMERIKSAAN PENUNJANG
Trombositopeni dan hemokonsentrasi merupakan kelainan yang
selalu ditemukan pada DBD. Penurunan jumlah trombosit <
100.000/pl biasa ditemukan pada hari ke-3 sampai ke-8 sakit, sering
terjadi sebelum atau bersamaan dengan perubahan nilai hematokrit.
Hemokonsentrasi yang disebabkan oleh kebocoran plasma dinilai dari
peningkatan nilai hematokrit. Penurunan nilai trombosit yang
disertai atau segera disusul dengan peningkatan nilai hematokrit
sangat unik untuk DBD, kedua hal tersebut biasanya terjadi pada
saat suhu turun atau sebelum syok terjadi. Perlu diketahui bahwa
nilai hematokrit dapat dipengaruhi oleh pemberian cairan atau oleh
perdarahan. Jumlah leukosit bisa menurun (leukopenia) atau
leukositosis, limfositosis relatif dengan limfosit atipik sering
ditemukan pada saat sebelum suhu turun atau syok. Hipoproteinemi
akibat kebocoran plasma biasa ditemukan. Adanya fibrinolisis dan
ganggungan koagulasi tampak pada pengurangan fibrinogen,
protrombin, faktor VIII, faktor XII, dan antitrombin III. PTT dan
PT memanjang pada sepertiga sampai setengah kasus DBD. Fungsi
trombosit juga terganggu. Asidosis metabolik dan peningkatan BUN
ditemukan pada syok berat. Pada pemeriksaan radiologis bisa
ditemukan efusi pleura, terutama sebelah kanan. Berat-ringannya
efusi pleura berhubungan dengan berat-ringannya penyakit. Pada
pasien yang mengalami syok, efusi pleura dapat ditemukan
bilateral.(1)
Diagnosis pasti ditegakkan dengan melakukan : (2)
Isolasi virus Peningkatan antibodi
- Haemagglution inhibition test (HI)
- Complement Fixation test (CF)
- Neutralization test (NT)
- Test to detect IgM and IgG VII.TERAPI
Pada dasarnya pengobatan DBD bersifat suportif, yaitu mengatasi
kehilangan cairan plasma sebagai akibat peningkatan permeabilitas
kapiler dansebagai akibat perdarahan. Pasien DD dapat berobat jalan
sedangkan pasien DBD dirawat di ruang perawatan biasa. Tetapi pada
kasus DBD dengan komplikasi diperlukan perawatan intensif.
Diagnosis dini danmemberikan nasehat untuk segera dirawat bila
terdapat tanda syok, merupakan hal yang penting untuk mengurangi
angka kematian. Di pihak lain, perjalanan penyakit DBD sulit
diramalkan. Pasien yang pada waktu masuk keadaan umumnya tampak
baik, dalam waktu singkat dapat memburuk dantidak tertolong. Kunci
keberhasilan tatalaksana DBD/SSD terletak pada ketrampilan para
dokter untuk dapat mengatasi masa peralihan dari fase demam ke fase
penurunan suhu (fase kritis, fase syok) dengan baik.(1)
Tatalaksana Demam Dengue/ Tersangka Demam Berdarah Dengue
Tatalaksana DBD derajat I/II tanpa peningkatan Ht
Tatalaksana DBD derajat III/ IV
Monitoring(1)
Tanda vital dan kadar hematokrit harus dimonitor dan dievaluasi
secara teratur untuk menilai hasil pengobatan. Hal-hal yang harus
diperhatikan pada monitoring adalah :
Nadi, tekanan darah, respirasi, dan temperatur harus dicatat
setiap 15-30 menit atau lebih sering, sampai syok dapat
teratasi.
Kadar hematokrit harus diperiksa tiap 4-6 jam sekali sampai
keadaan klinis pasien stabil.
setiap pasien harus mempunyai formulir pemantauan, mengenai
jenis cairan, jumlah, dan tetesan, untuk menentukan apakah cairan
yang diberikan sudah mencukupi.
Jumlah dan frekuensi diuresis. Apabila diuresis belum cukup 1
ml/kg/BB, sedang jumlah cairan sudah melebihi kebutuhan diperkuat
dengan tanda overload antara lain edema, pernapasan meningkat, maka
selanjutnya furasemid 1 mg/kgBB dapat diberikan. Pemantauan jumlah
diuresis, kadar ureum dankreatinin tetap harus dilakukan. Tetapi,
apabila diuresis tetap belum mencukupi, pada umumnya syok belum
dapat terkoreksi dengan baik, maka pemberian dopamin perlu
dipertimbangkan.
Kreteria Memulangkan Pasien :(2)
Pasien dapat dipulang apabila, memenuhi semua keadaan dibawah
ini :
1.Tampak perbaikan secara klinis
2.Tidak demam selaina 24 jam tanpa antipiretik
3.Tidak dijumpai distres pernafasan (disebabkan oleh efusi
pleura atau asidosis)
4. Hematokrit stabil
5. Jumlah trombosit cenderung naik > 50.000/pl
6. Tiga hari setelah syok teratasi
7. Nafsu makan membaik
VIII.PENCEGAHAN
Profilaksis meliputi menghindari gigitan nyamuk dengan
insektisida, repellan, pakaian pelindung tubuh, jaring rumah, dan
penghancuran tempat persarangan A. aegypti. Jika memerlukan tempat
penyimpanan air sebaiknya ditutup rapat atau dituang sedikit minyak
untuk mencegah telur menempel dan menetas..(1)
IX.PROGNOSIS
Prognosis dengue tergantung kepada adanya antibodi yang didapat
secara pasif atau didapat yang meningkatkan kecenderungan
terjadinya demam berdarah dengue. Pada DBD kematian terjadi pada
4050% pasien dengan syok, tetapi dengan perawatan intensif,
kematian dapat diturunkan hingga < 1%. Kemampuan bertahan
berhubungan dengan terapi suportif awal. Kadang-kadang terdapat
sisa kerusakan otak yang diakibatkan oleh syok berkepanjangan atau
terjadi pendarahan intrakranial.(3)
DAFTAR PUSTAKA1. Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Tatalaksana Demam Berdarah Dengue. Jakarta : 2000.
2. World Health Organization. Dengue hemorrhagic fever.
Diagnosis, treatment, prevention and control; edisi ke-2. WHO,
1997.
3. Kliegman, Behrman, Jenson, Stanton. Nelson Textbook of
Pediatric. Ed 18. Saunders. 2007.
4. World Health Organization. Dengue hemorrhagic fever.
Guideline for Diagnosis, Treatment, Prevention and Control; WHO :
2009.
5. Centers for Disease Control and Prevention. Dengue. Clinical
Manifestation and Epidemiology. CDC : 2009.
6. Garna, H, Melinda H. Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu
Kesehatan Anak ed 3. Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran
Universitas Padjadjaran RS Dr. Hasan Sadikin Bandung. 2005
17