TINJAUAN PUSTAKA Asal dan Konstitusi Genetik Tanaman Gandum Gandum telah ditanam di Asia bagian barat daya, geografik pusat dari asalnya, selama lebih dari 10.000 tahun. Spesies liarnya masih tumbuh di Libanon, Syria, bagian utara Israel, Iraq, dan bagian timur Turki. Manusia mulai memuliakan gandum pada awal tahun 1800-an. Semenjak itu mulai ada perbaikan kualitas bulir dan peningkatan hasil, modifikasi dalam arsitektur tanaman serta peningkatan ketahanan kekeringan, masa simpan, hama dan penyakit (Sleper & Poehlman 2006) Bukti tertua bagi penanaman gandum datangnya dari Syria, Jordan, Turki, Armenia dan Irak. Sekitar 9000 tahun yang lalu, gandum einkorn liar ditemui dan ditanam pada lembah subur. Sekitar 8000 tahun yang lalu, melalui mutasi dikenallah gandum emmer dengan benih yang lebih besar, tetapi tidak mampu disebarkan oleh angin (Wikipedia 2011). Gandum (Triticum aestivum) merupakan spesies yang berasal dari genus Triticum, Tribe Triticeae, dan Famili Poaceae. Triticeae merupakan Tribe dari famili Poaceae yang terdiri lebih dari 15 genus dan 300 spesies yang termasuk gandum dan barley. Genus Triticum berkerabat dengan Hordeum, Avena, Secale, Zea, dan Oryza (Wittenberg 2004). Spesies – spesies yang termasuk di dalam genus Triticum dikelompokkan ke dalam tiga kelas ploidi yaitu diploid(2n=2x=14), tetraploid (2n=4x= 28) dan heksaploid (2n=6x=42) (Gambar 1) (Sakamura 1918 dalam Wittenberg 2004; Fehr 1987; Sleper & Poehlman 2006). Saat ini terdapat 11 spesies diploid, 12 spesies tetraploid, dan 6 spesies heksaploid yang sudah diidentifikasi dan dideskripsikan (Sleper & Poehlman 2006). Namun hanya dua spesies dari genus Triticum yang memiliki nilai ekonomis penting yaitu Triticum aestivum dan Triticum turgidum. Triticum aestivum merupakan gandum yang umum dikenal yang dimanfaatkan untuk bahan baku roti. Triticum turgidum yang dikenal dengan gandum durum digunakan untuk membuat pasta. Wilson (1955) mengklasifikasikan gandum berdasarkan kegunaannya yang meliputi gandum keras (hard wheat) yang memiliki kandungan gluten dan protein tinggi serta cocok untuk pembuatan roti; gandum lunak (soft wheat) yang memiliki kandungan gluten dan protein yang lebih rendah, cocok untuk pembuatan kue-kue
15
Embed
TINJAUAN PUSTAKA Asal dan Konstitusi Genetik …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/63664/BAB II... · Asal dan Konstitusi Genetik Tanaman Gandum . Gandum telah ditanam
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
10
TINJAUAN PUSTAKA
Asal dan Konstitusi Genetik Tanaman Gandum
Gandum telah ditanam di Asia bagian barat daya, geografik pusat dari
asalnya, selama lebih dari 10.000 tahun. Spesies liarnya masih tumbuh di
Libanon, Syria, bagian utara Israel, Iraq, dan bagian timur Turki. Manusia mulai
memuliakan gandum pada awal tahun 1800-an. Semenjak itu mulai ada perbaikan
kualitas bulir dan peningkatan hasil, modifikasi dalam arsitektur tanaman serta
peningkatan ketahanan kekeringan, masa simpan, hama dan penyakit (Sleper &
Poehlman 2006)
Bukti tertua bagi penanaman gandum datangnya dari Syria, Jordan, Turki,
Armenia dan Irak. Sekitar 9000 tahun yang lalu, gandum einkorn liar ditemui dan
ditanam pada lembah subur. Sekitar 8000 tahun yang lalu, melalui mutasi
dikenallah gandum emmer dengan benih yang lebih besar, tetapi tidak mampu
disebarkan oleh angin (Wikipedia 2011). Gandum (Triticum aestivum)
merupakan spesies yang berasal dari genus Triticum, Tribe Triticeae, dan Famili
Poaceae. Triticeae merupakan Tribe dari famili Poaceae yang terdiri lebih dari 15
genus dan 300 spesies yang termasuk gandum dan barley. Genus Triticum
berkerabat dengan Hordeum, Avena, Secale, Zea, dan Oryza (Wittenberg 2004).
Spesies – spesies yang termasuk di dalam genus Triticum dikelompokkan ke
dalam tiga kelas ploidi yaitu diploid(2n=2x=14), tetraploid (2n=4x= 28) dan
heksaploid (2n=6x=42) (Gambar 1) (Sakamura 1918 dalam Wittenberg 2004;
Fehr 1987; Sleper & Poehlman 2006). Saat ini terdapat 11 spesies diploid, 12
spesies tetraploid, dan 6 spesies heksaploid yang sudah diidentifikasi dan
dideskripsikan (Sleper & Poehlman 2006). Namun hanya dua spesies dari genus
Triticum yang memiliki nilai ekonomis penting yaitu Triticum aestivum dan
Triticum turgidum. Triticum aestivum merupakan gandum yang umum dikenal
yang dimanfaatkan untuk bahan baku roti. Triticum turgidum yang dikenal
dengan gandum durum digunakan untuk membuat pasta. Wilson (1955)
mengklasifikasikan gandum berdasarkan kegunaannya yang meliputi gandum
keras (hard wheat) yang memiliki kandungan gluten dan protein tinggi serta
cocok untuk pembuatan roti; gandum lunak (soft wheat) yang memiliki
kandungan gluten dan protein yang lebih rendah, cocok untuk pembuatan kue-kue
11
kering, biskuit, dan crackers, dan gandum durum, Gandum durum : gandum yang
memiliki kandungan gluten dan protein sangat rendah, cocok untuk pembuatan
macaroni dan spaghetti. Fehr (1987) mengklasifikasikan beberapa spesies
Triticum berdasarkan kelas ploidinya (Tabel 1).
Gambar 2 Asal gandum tetraploid dan hexaploid. spesies T.turgidum, tetraploid berasal
dari kombinasi genom A dari T.monococcum dan genom B dari spesies liar,
sedang T.aestivum, hexaploid berasal dari kombinasi genom AB dari T.turgidum
dan genom D dari Ae. Tauchi.
T.monococcum
2n=2x = 14
(DD) 2n=4x = 28
(AABB)
Spesies
Diploid
3x = 21
(ABD)
Ae.tauchi T.turgidum
Gandum Tetraploid
Penggandaan Kromosom
2x = 14
(AB)
2n=2x = 14
(BB) 2n=2x = 14
(AA)
Spesies tidak
dikenal X
X
Penggandaan Kromosom
T.aestivum
Gandum Hexaploid 2n=6x = 42
(AABBDD)
12
Tabel 1. Klasifikasi Beberapa Spesies Triticum Berdasarkan Kelas Ploidi
Species Genome Status
Diploid Species (2n = 14)
T. Monoccocum var. monoccocum AA Budidaya
T. Monoccocum var. boeoticum AA spesies liar
T. Dichasians CC spesies liar
T. Tauschii DD spesies liar
T. Comosum MM spesies liar
T. Speltoides SS spesies liar
T. Umbellatum UU spesies liar
Spesies Tetraploid (2n = 4x = 28)
T. turgidum L. var. dococcon AABB Budidaya
T. turgidum L. var. durum AABB Budidaya
T. turgidum L. var. turgidum AABB Budidaya
T. turgidum L. var. polonicum AABB Budidaya
T. turgidum L. var. carthlicum AABB Budidaya
T. turgidum L. var. dicoccoides AABB spesies liar
T. timopheevii var. araraticum AAGG spesies liar
T. cylindricum DDCC spesies liar
T. ventricosum DDMM spesies liar
T. triunciale UUCC spesies liar
T. ovatum UUMM spesies liar
T. kotschyi UUSS spesies liar
Spesies Heksaploid (2n = 6x = 42)
T. aestivum L. var. aestivum AABBDD Budidaya
T. aestivum L. var. spelta AABBDD Budidaya
T. aestivum L. var. compactum AABBDD Budidaya
T. aestivum L. var. sphaerococcum AABBDD Budidaya
T. syriacum DDMMSS spesies liar
T. juvenile DDMMUU spesies liar
T. triaristatum UUMMMM spesies liar
Sumber : Fehr (1987)
Adaptasi Tanaman terhadap Perubahan Lingkungan
Adaptasi tanaman adalah kemampuan tanaman untuk menyesuaikan diri
terhadap kondisi lingkungan yang spesifik seperti kondisi suhu, cahaya, dan
ketersediaan mineral dan hara. Memahami mekanisme genetik dan fisiologis
tanaman dengan perubahan-perubahan kondisi lingkungan sangat penting untuk
menciptakan strategi yang efisien untuk mengembangkan kultivar tahan cekaman
untuk sistem produksi yang berkelanjutan.
13
Menurut Rao (2001) perbaikan adaptasi tanaman terhadap lingkungan dapat
dicapai dengan dua pendekatan umum: perubahan lingkungan pertumbuhan, atau
dengan pengembangan genotipe tanaman. Seringkali gabungan pendekatan
tersebut yang paling efektif. Peningkatan hasil panen yang dicapai oleh pemulia
tanaman umumnya terutama disebabkan pada perubahan-perubahan yang terbagi
dalam dua kategori (1) perubahan agronomi melalui perbaikan adaptasi genetik
untuk mengatasi kendala biotik utama dalam produksi tanaman (misalnya, hama
dan penyakit) dan abiotik (misalnya, suhu, kekeringan, kekurangan dan keracunan
mineral, dan salinitas) serta (2) meningkatkan potensial hasil genetik di atas
kultivar standar dalam lingkungan yang sama (Evans 1993; Miflin 2000).
Pendekatan yang paling berhasil untuk meningkatkan adaptasi tanaman
pangan dan pakan terhadap cekaman abiotik secara historis menggunakan
penilaian berbasis lapangan untuk mengidentifikasi kultivar toleran, diikuti
dengan program pemuliaan dan menyeleksi genotipe pada lingkungan
bercekaman penuh untuk mendapatkan galur-galur yang toleran serta diperoleh
karakter tanaman yang diinginkan sebagai kriteria seleksi sesuai dengan target
cekaman (Blum 1983; Hall 1992).
Sebuah program pengembangan tanaman yang efektif untuk meningkatkan
adaptasi tanaman secara genetik terhadap faktor-faktor cekaman abiotik akan
termasuk (1) mengidentifikasi plasma nutfah toleran terhadap faktor interes
cekaman abiotik, (2) karakterisasi sifat tanaman dan mekanisme yang
bertanggung jawab atas adaptasi genetik unggul, (3) menentukan mekanisme
warisan untuk sifat utama tanaman, (4) mengidentifikasi lokus sifat kuantitatif
(QTLs) terkait dengan sifat kunci yang terlibat dalam toleransi cekaman dalam
menyeleksi dengan bantuan marker (marker-assisted selection) dalam populasi
layak, dan (5) mengembangkan skema peningkatan genetik yang terintegrasi.
Identifikasi Sifat Morfofisiologis Utama
Efektivitas seleksi untuk sifat-sifat morfofisiologis tergantung pada faktor-
faktor seperti heritabilitas, korelasi genetik antara sifat-sifat, input yang
diperlukan untuk mengukur suatu sifat, intensitas seleksi dan cara di mana seleksi
diintegrasikan ke dalam program pemuliaan (Buttery et al. 1981). Penelitian
14
tentang respon tanaman pada iklim yang berbeda dan faktor-faktor cekaman
edafik menunjukkan bahwa variasi genetik tersedia untuk sejumlah sifat fisiologis
penting. Pemulia telah mencoba untuk memasukkan variasi genetik ini ke dalam
kultivar yang menunjukkan semua toleransi tanaman terhadap cekaman.
Selain itu, banyak metode yang diusulkan oleh ahli fisiologi untuk
memantau toleransi terhadap cekaman didasarkan pada penampilan masing-
masing sel tunggal, jaringan, organ, atau individu tanaman dan tidak memberikan
indikasi yang baik pada semua respon tanaman terhadap cekaman ketika
ditumbuhkan dalam pembibitan berjarak tanam atau dalam lingkungan yang
kompetitif di lapangan. Ceccarelli et al. (1991a) berpendapat bahwa seleksi untuk
satu sifat sering tidak berhasil, terutama pada lingkungan yang tak terduga di
mana frekuensi, waktu, dan tingkat keparahan cekaman tidak diketahui.
Simulasi pemodelan dapat membuat kontribusi penting untuk
meningkatkan adaptasi tanaman terhadap lingkungan bercekaman penuh.
Kemampuan kita untuk menilai secara akurat berbagai proses interaksi selama
siklus hidup tanaman terbatas, dan pengembangan model dapat menghapus
banyak "hunch taking" dalam memilih sifat-sifat fisiologis yang relevan untuk
manipulasi genetika (Moorby 1987; Shorter et al. 1991). Hasil benih dapat
digambarkan sebagai akumulasi laju fotosintat, intensitas atau fraksi asimilat
yang terbentuk untuk dialokasikan benih, durasi photoassimilate partitioning
untuk benih, dan sejauh mana remobilisasi dari bahan asimilasi sebelumnya ke
benih. Boote dan Tollenaar (1994) menggunakan simulasi pertumbuhan tanaman
untuk mengevaluasi hipotesis respon hasil pada banyak sifat-sifat genetis.
Dengan menggunakan pendekatan pemodelan, mereka membuat evaluasi yang
sistematis tentang pentingnya sifat tanaman sebagai efek dari 5P potensi hasil:
prior events- peristiwa sebelum (kanopi vegetatif dengan tillering yang memadai
dan penentuan posisi buah-fruiting sites), fotosintesis, partitioning, pod-filling
or grain-filling period (periode pengisian poling/biji), dan prior accumulation
(sebelum akumulasi) serta remobilization of photosynthates and minerals
(remobilisasi fotosintat dan mineral). Mereka menemukan bahwa dari lima P
terdaftar, lamanya periode pengisian polong yang paling mungkin untuk
menjelaskan peningkatan hasil sebelumnya, sekarang dan masa depan. Mereka
15
menyarankan bahwa perbaikan hasil juga berasal dari peningkatan toleransi
terhadap cekaman sejauh fotosintesis dipertahankan, pengisian biji lebih panjang,
dan mobilisasi lebih lambat.
Peningkatan Keragaman Genetik melalui Pemuliaan Mutasi
Upaya perbaikan sifat genetik dan peningkatan keragaman genetik
tanaman gandum di Indonesia selama ini hanya bertumpu pada introduksi galur-
galur homosigot atau yang telah dilepas sebagai varietas di Negara tertentu,
karena tanaman gandum pada dasarnya merupakan tanaman subtropik yang
diupayakan untuk dikembangkan diderah tropik, khususnya di Indonesia. Hal ini
merupakan penyebab utama rendahnya keragaman genetik tanaman gandum di
Indonesia. Peningkatan keragaman genetik tanaman gandum yang telah
diintroduksi, dapat dilakukan melalui hibridisasi dan induksi mutasi. Pemuliaan
secara mutasi dapat diinduksi dengan mutagen fisik atau mutagen kimia. Pada
umumnya mutagen fisik dapat menyebabkan mutasi pada tahap
kromosom,sedangkan mutagen kimia umumnya menyebabkan mutasi pada
tahapan gen atau basa nitrogen (Aisyah 2006)
Mutasi adalah suatu perubahan baik terhadap gen tunggal, terhadap sejumlah
gen atau terhadap susunan kromosom. Mutasi dapat terjadi pada setiap bagian
tanaman dan fase pertumbuhan tanaman, namun lebih banyak terjadi pada bagian
yang sedang aktif mengadakan pembelahan sel seperti tunas, biji dan sebagainya.
Secara molekuler, dapat dikatakan bahwa mutasi terjadi karena adanya perubahan
urutan (sequence) nukleotida DNA kromosom, yang mengakibatkan terjadinya
perubahan pada protein yang dihasilkan (Poespodarsono 1988).
Pemuliaan mutasi adalah metode pemuliaan untuk meningkatkan
keragaman genetik dalam rangka perbaikan varietas tanaman yang dilakukan
dengan menggunakan mutagen fisik atau kimia (Chopra 2005). Mutagen fisik,
sebagai contoh sinar gamma, telah banyak digunakan untuk menginduksi mutasi
pada beberapa genera tanaman, diantaranya Chrysanthemum morifolium
(Yamaguchi et al. 2008), Ipomea batatas (Wang et al. 2006), Orthosiphon