Top Banner
STASE THT RSIJ PONDOK KOPI BAB I PENDAHULUAN Rinosinusitis merupakan inflamasi pada lapisan mukosa dari sinus. Inflamasi yang paling sering pada sinus paranasal dan hidung adalah common cold atau rhinitis akut. Sinusitis dianggap salah satu penyebab gangguan kesehatan tersering di dunia. Sinus paranasal mempunyai bentuk yang bervariasi pada tiap individu. Terdapat empat macam sinus paranasal, antara lain sinus maksilaris (terletak di samping kanan-kiri hidung), sinus etmoidalis (terletak di belakang hidung dan sudut mata), sinus frontalis (terletak di dahi bagian depan), dan sinus sfenoidalis (terletak di belakang sinus etmoid). Terjadinya sinusitis dapat diakibatkan oleh virus, bakteri maupun jamur. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, hampir 70% kasus ditemukan Streptococcus pneumoniae, Haemophillus influenza, dan Streptococcus group A. Selain itu dapat juga disebabkan peradangan di sekitar sinus paranasal seperti radang mukosa hidung (yang menjalar melalui ostium sinus), radang tenggorok (menjalar melalui adenoid dan tonsil) atau infeksi gigi-geligi. Sinusitis dapat dibedakan menjadi dua yaitu sinusitis akut dan kronis. Untuk sinusitis akut itu biasanya terjadi karena rhinitis akut, faringitis, tonsilitis akut dan lain- lain. Gangguan drainase, perubahan mukosa, dan pengobatan merupakan penyebab terjadinya sinusitis kronis. Sinusitis menjadi perhatian khusus karena angka kejadiannya yang masih tinggi akibat banyak faktor yang dapat mempengaruhinya dan TUTORIAL RHINOSINUSITIS |1
67

TINJAUAN PUSTAKA

Jan 11, 2016

Download

Documents

laporan
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: TINJAUAN PUSTAKA

S T A S E T H T R S I J P O N D O K K O P I

BAB I

PENDAHULUAN

Rinosinusitis merupakan inflamasi pada lapisan mukosa dari sinus. Inflamasi yang

paling sering pada sinus paranasal dan hidung adalah common cold atau rhinitis akut.

Sinusitis dianggap salah satu penyebab gangguan kesehatan tersering di dunia. Sinus

paranasal mempunyai bentuk yang bervariasi pada tiap individu. Terdapat empat macam

sinus paranasal, antara lain sinus maksilaris (terletak di samping kanan-kiri hidung), sinus

etmoidalis (terletak di belakang hidung dan sudut mata), sinus frontalis (terletak di dahi

bagian depan), dan sinus sfenoidalis (terletak di belakang sinus etmoid).

Terjadinya sinusitis dapat diakibatkan oleh virus, bakteri maupun jamur. Berdasarkan

penelitian yang telah dilakukan, hampir 70% kasus ditemukan Streptococcus pneumoniae,

Haemophillus influenza, dan Streptococcus group A. Selain itu dapat juga disebabkan

peradangan di sekitar sinus paranasal seperti radang mukosa hidung (yang menjalar melalui

ostium sinus), radang tenggorok (menjalar melalui adenoid dan tonsil) atau infeksi gigi-

geligi.

Sinusitis dapat dibedakan menjadi dua yaitu sinusitis akut dan kronis. Untuk sinusitis

akut itu biasanya terjadi karena rhinitis akut, faringitis, tonsilitis akut dan lain-lain. Gangguan

drainase, perubahan mukosa, dan pengobatan merupakan penyebab terjadinya sinusitis

kronis. Sinusitis menjadi perhatian khusus karena angka kejadiannya yang masih tinggi

akibat banyak faktor yang dapat mempengaruhinya dan dapat menyebabkan komplikasi,

seperti komplikasi pada orbita, komplikasi intrakranial (meningitis akut, abses dura, abses

cerebral), osteomielitis dan abses subperiosteal serta kelainan pant seperti bronkitis kronik

maupun bronkiektasis. Tatalaksana dan pengenalan dini terhadap sinusitis ini menjadi

penting karena hal diatas. Awalnya diberikan terapi antibiotik dan jika telah begitu hipertrofi,

mukosa polipoid dan atau terbentuknya polip atau kista maka dibutuhkan tindakan operasi.

Konsep bahwa sinusitis terbanyak terjadi pada sinus maksilaris sudah terhapuskan

dan kini konsep yang berkembang adalah bahwa yang terlibat pertama pada sinusitis adalah

kompleks ostiomeatal (KOM).. Data dari DEPKES RI tahun 2003 menyebutkan bahwa

penyakit hidung dan sinus berada pada urutan ke-25 dari 50 pola penyakit peringkat utama

atau sekitar 102.817 penderita rawat jalan di rumah sakit. Survei Kesehatan Indera

Penglihatan dan Pendengaran 1996 yang diadakan oleh Binkesmas bekerja sama dengan

PERHATI dan Bagian THT RSCM mendapatkan data penyakit hidung dari 7 propinsi. Data

dari Divisi Rinologi Departemen THT RSCM Januari-Agustus 2005 menyebutkan jumlah

T U T O R I A L R H I N O S I N U S I T I S |1

Page 2: TINJAUAN PUSTAKA

S T A S E T H T R S I J P O N D O K K O P I

pasien rhinologi pada kurun waktu tersebut adalah 435 pasien, 69%nya adalah sinusitis

(PERHATI, 2006)Menurut American Academy of Otolaryngology - Head & Neck Surgery

(1996), istilah sinusitis lebih tepat diganti dengan rinosinusitis karena dianggap lebih akurat

dengan alasan: (1) secara embriologis mukosa sinus merupakan lanjutan mukosa hidung, (2)

sinusitis hampir selalu didahului dengan rinitis dan (3) gejala-gejala obstruksi nasi, rinore dan

hiposmia dijumpai pada rinitis ataupun sinusitis (4) Sinus paranasal merupakan hasil

pneumatisasi tulang-tulang kepala sehingga terbentuk rongga yang letaknya di sekitar hidung

dan bermuara ke dalam rongga hidung.

T U T O R I A L R H I N O S I N U S I T I S |2

Page 3: TINJAUAN PUSTAKA

S T A S E T H T R S I J P O N D O K K O P I

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

ANATOMI HIDUNG

a. Hidung bagian luar

Hidung luar berbentuk piramid dengan bagian-bagiannya dari atas ke bawah:

Pangkal hidung (root/radix)

Dorsum nasi (bridge)

Puncak hidung (apeks)

Ala nasi

Kolumela

Lubang hidung (nares anterior)

Gambar 1: Anatomi permukaan hidung

Hidung luar dibentuk oleh tulang dan tulang rawan yang dilapisi oleh kulit, jaringan

ikat dan beberapa otot yang berfungsi untuk melebarkan atau menyempitkan lubang

hidung. Tulang kerangka terdiri dari:

Sepasang os nasalis (tulang hidung)

Prosesus frontalis os maksila

Prosesus nasalis os frontalis

T U T O R I A L R H I N O S I N U S I T I S |3

Page 4: TINJAUAN PUSTAKA

S T A S E T H T R S I J P O N D O K K O P I

Gambar 2: Anatomi hidung

Sedangkan kerangka tulang rawan terdiri dari beberapa pasang tulang rawan yang

terletak dibagian bawah hidung, yaitu:

Sepasang kartilago nasalis lateralis superior

Sepasang kartilago nasalis lateralis inferior (kartilago ala mayor)

Beberapa pasang ala minor

Tepi anterior kartilago septum nasi

Otot- otot hidung terdiri dari tiga kelompok, yaitu:

1. Kelompok Elevator:

M. Proserus

M. Levator labii superioris alaeque nasi

2. Kelompok Depressor:

M. Nasalis Transversus

3. Kelompok Dilator:

M. Dilator nares (anterior dan posterior)

VASKULARISASI HIDUNG

Perdarahan dihidung dapat dibagi menjadi dua aliran utama yaitu

1. Cabang dari arteri carotid interna (arteri etmoid posterior dan anterior dari

arteri optalamika).

2. Cabang dari arteri carotis eksterna (Arteri sfenopalatina, greater palatine,

labial superior dan arteri angularis.

T U T O R I A L R H I N O S I N U S I T I S |4

Page 5: TINJAUAN PUSTAKA

S T A S E T H T R S I J P O N D O K K O P I

Bagian luar hidung mendapat suplai perdarahan dari arteri fasialis, yang

membentuk suatu angular yang memperdarahi bagian superomedial dari hidung.

Sementara dasar dan dorsal dari hidung diperdarahi oleh arteri maxillaris interna

dan arteri optalamika.

b. Hidung Bagian Dalam

Rongga hidung atau cavum nasi berbentuk terowongan dari depan ke belakang,

dipisahkan oleh septum nasi dibagian tengahnya. Kavum nasi bagian anterior

disebut nares anterior dan posterior disebut nares posterior (koana) yang

menghubungkan kavum nasi dengan nasofaring.

1. Vestibulum

Terletak tepat dibelakang nares anterior, dilapisi oleh kulit yang

mempunyai banyak kelenjar sebasea dan rambut-rambut panjang yang

disebut vibrisae.

2. Septum nasi

Septum dibentuk oleh tulang dan tulang rawan.

T U T O R I A L R H I N O S I N U S I T I S |5

Page 6: TINJAUAN PUSTAKA

S T A S E T H T R S I J P O N D O K K O P I

Bagian tulang terdiri dari:

- Lamina perpendikularis os etmoid

- Vomer

- Krista nasalis os maksila

- Krista nasalis os palatina

Bagian tulang rawan terdiri dari:

- Kartilago septum (lamina kuadrangularis)

- Kolumela

3. Kavum nasi

Dasar hidung

Dasar hidung dibentuk oleh prosesus palatina os maksila dan prosesus

horisontal os palatum.

Atap hidung

Terdiri dari kartilago lateralis superior dan inferior, os nasal, prosesus frontalis

os maksila, korpus os etmoid dan korpus os sfenoid. Sebagian besar atap hidung

dibentuk oleh lamina kribrosa yang dilalui filamen-filamen n.olfaktorius yang

berasal dari permukaan bawah bulbus olfaktorius berjalan menuju bagian teratas

septum nasi dan permukaan kranial konka superior.

T U T O R I A L R H I N O S I N U S I T I S |6

Page 7: TINJAUAN PUSTAKA

S T A S E T H T R S I J P O N D O K K O P I

Dinding lateral

Dinding lateral dibentuk oleh permukaan dalam prosesus frontalis os maksila,

os lakrimalis, konka superior, konka media, konka inferior, lamina

perpendikularis os palatum dan lamina pterigoideus medial.

Konka

Pada dinding lateral hidung terdapat 4 buah konka. Yang terbesar dan letaknya

paling bawah ialah konka inferior, kemudian yang lebih kecil ialah konka media

dan konka superior, sedangkan yang terkecil disebut konka suprema.konka

suprema ini biasanya rudimeter. Konka inferior merupakan tulang tersendiri

yang melekat pada os maksila dan labirin etmoid, sedangkan konka media,

superior dan suprema merupakan bagian dari labirin etmoid.

Meatus nasi

Diantara konka-konka dan dinding lateral hidung terdapat rongga sempit yang

disebut meatus. Meatus inferior terletak diantara konka inferior dengan dasar

hidung dan dinding lateral rongga hidung. Pada meatus inferior terdapat muara

ductus nasolakrimalis. Meatus media terletak diantara konka media dan dinding

lateral rongga hidung. Disini terdapat muara sinus maksila, sinus frontal dan

sinus etmoid anterior. Pada meatus superior yang merupakan ruang diantara

konka superior dan konka media terdapat muara sinus etmoid posterior dan

sfenoid.

Dinding medial

Dinding medial hidung adalah septum nasi. Hidung bagian dalam sisi

lateral posteroinferior diperdarahi oleh arteri sfenopalatina dan pada

bagian superior diperdarahi oleh arteri etmoid anterior dan posterior.

Sementara bagian septum diperdarahi oleh sfenopalatina dan arteri etmoid

anterior dan posterior dengan tambahan dari arteri labial superior (bagian

anterior) dan dari artery palatina mayor (bagian posterior). Pada bagian

depan septum terdapat anastomosis dari cabang-cabang arteri

sfenopalatina, arteri etmoid anterior, arteri labial superior dan arteri

palatina mayor yang disebut sebagai Plexus Kiesselbach atau Little area

T U T O R I A L R H I N O S I N U S I T I S |7

Page 8: TINJAUAN PUSTAKA

S T A S E T H T R S I J P O N D O K K O P I

Gambar 4: Anatomi Bagian dalam hidung

T U T O R I A L R H I N O S I N U S I T I S |8

Page 9: TINJAUAN PUSTAKA

S T A S E T H T R S I J P O N D O K K O P I

Sinus Paranasal

Sinus paranasal merupakan salah satu organ tubuh manusia yang sulit

dideskripsikan karena bentuknya yang sangat bervariasi. Ada empat pasang sinus

paranasal mulai dari yang terbesar yaitu sinus maksilaris, sinus frontal, sinus

ethmoiddan sinus sphenoid kanan dan kiri. Semua sinus mempunyai muara (ostium)

ke dalam rongga hidung. Sinus paranasal dilapisi oleh epitel torak berlapis semu

bersilia dan di antaranya terdapat goblet. Di bawalmya terdapat tunika propria yang

mengandung kelenjar mukosa dan serosa yang salurannya bermuara di permukaan

epitel. Sekresi kelenjar ini membentuk palut lendir (mucous blanket) yang menutupi

epitel.

Pada sepertiga tengah dinding lateral hidung yaitu di meatus medius, ada

muara saluran dari sinus maksilaris, sinus frontal, sinus sphenoid dan sinus etmoid.

Daerah ini rumit dan sempit, dinamakan kompleks osteomeatal (KOM), terdiri dari

infundibulum etmoid yang terdapat di belakang prosesus unsinatus, resesus frontalis,

bula etmoid, sel-sel etmoid anterior dengan ostiumnya dan ostium sinus maksilaris.

Selaput sinus menghasilkan cairan bening berupa lendir yang berguna

membersihkan KOM dari bahan yang tidak diinginkan. Cairan ini melewati saluran

drainase ke bagian belakang hidung dan tenggorokan. Ini terjadi terus-menerus,

meskipun kita biasanya tidak menyadarinya. Ketika kelebihan cairan yang dihasilkan

itu sering dikenal sebagai dahak yang dapat menghasilkan iritasi yang kronis di

tenggorokan dikenal dengan nama post-nasal drip.

T U T O R I A L R H I N O S I N U S I T I S |9

Page 10: TINJAUAN PUSTAKA

S T A S E T H T R S I J P O N D O K K O P I

Gambar 6: Osteomeatal Kompleks

Sinus paranasalis merupakan salah satu organ tubuh manusia yang sulit

dideskripsi karena bentuknya sangat bervariasi pada tiap individu. Ada empat pasang

sinus paranasal, mulai dari yang terbesar yaitu :

Sinus maksila

Sinus maksila merupakan sinus paranasal yang terbesar.Saat lahir sinus

maksila bervolume 6-8 ml, sinus kemudian berkembang dengan cepat dan akhirnya

mencapai ukuran maksimal, yaitu 15 ml saat dewasa.

Sinus maksila berbentuk piramid. Dinding anterior sinus ialah permukaan

fasia os maksila yang disebut fosa kanina, dinding posteriornya adalah permukaan

infra-temporal maksila, dinding medialnya ialah dinding lateral rongga hidung,

dinding superiornya ialah dasar orbita, dan dinding inferiornya ialah prosesus

alveolaris dan palatum. Ostium sinus maksila berada di sebelah superior dinding

medial sinus dan bermuara ke hiatus semilunaris melalui infundibulum etmoid.

Dari segi klinik yang perlu diperhatikan dari anatomi adalah dasar sinus

maksila sangat berdekatan dengan akar gigi rahang atas, yaitu premolar (P1 dan P2),

T U T O R I A L R H I N O S I N U S I T I S |10

Page 11: TINJAUAN PUSTAKA

S T A S E T H T R S I J P O N D O K K O P I

molar (M1 dan M2), kadang-kadang juga gigi taring (C) dan gigi molar M3, bahkan

akar-akar gigi tersebut dapat menonjol ke dalam sinus, sehingga infeksi gigi geligi

mudah naik ke atas menyebabkan sinusitis.Sinusitis maksila dapat menimbulkan

komplikasi orbita.ostium sinus maksila terletak lebih tinggi dari dasar sinus, sehingga

drainase hanya tergantung dari gerak silia, lagipula drainase juga harus melalui

infundibulum yang sempit. Infundibulum adalah bagian dari sinus etmoid anterior dan

pembengkakan akibat radang atau alergi pada daerah ini dapat menghalangi drainase

sinus maksila dan selanjutnya menyebabkan sinusitis.

Sinus frontal

Sinus frontal yang terletak di os frontal mulai terbentuk sejak bulan ke empat

fetus, berasal dari sel-sel resesus frontal atau sel-sel infundibulum etmoid. Sesudah

lahir, sinus frontal mulai berkembang pada usia 8-10 tahun dan akan mencapai ukuran

maksimal sebelum usia 20 tahun.

Sinus frontal kanan dan kiri biasanya tidak simetris, satu lebih besar daripada

lainnya dan dipisahkan oleh sekat yang terletak di garis tengah.Kurang lebih 15%

orang dewasa hanya mempunyai satu sinus frontal dan kurang lebih 5% sinus

frontalnya tidak berkembang.

Ukuran sinus frontal adalah 2,8 cm tingginya, lebarnya 2,4 cm dan dalamnya 2

cm. sinus frontal biasanya bersekat-sekat dan tepi sinus berlekuk-lekuk. Tidak adanya

gambaran septum-septum atau lekuk-lekuk dinding sinus pada foto rontgen

menunjukkan adanya infeksi sinus.Sinus frontal dipisahkan oleh tulang yang relatif

tipis dari orbita dan fosa serebri anterior, sehimgga infeksi dari sinus frontal mudah

menjalar ke daerah ini.

Sinus frontal berdrainase melalui ostiumnya yang terletak di resesus frontal,

yang berhubungan dengan infundibulum etmoid.

Sinus etmoid

Dari semua sinus paranasal, sinus etmoid yang paling bervariasi dan akhir-

akhir ini dianggap paling penting, karena dapat merupakan fokus infeksi bagi sinus-

sinus lainnya. Pada orang dewasa bentuk sinus etmoid seperti piramid dengan

dasarnya di bagian posterior 4-5 cm, tinggi 2,34 cm dan lebarnya 0,5 cm di bagian

anterior dan 1,5 cm di bagian posterior.

T U T O R I A L R H I N O S I N U S I T I S |11

Page 12: TINJAUAN PUSTAKA

S T A S E T H T R S I J P O N D O K K O P I

Sinus etmoid berongga-rongga, terdiri dari sel-sel yang menyerupai sarang

tawon, yang terdapat di dalam massa bagian lateral os etmoid, yang terletak di antar

konka media dan dinding medial orbita. Sel-sel ini jumlahnya bervariasi.Berdasarkan

letaknya, sinus etmoid dibagi menjadi sinus etmoid anterior yang bermuara di meatus

medius dan sinus etmoid posterior yang bermuara di meatus superior. Sel-sel sinus

etmoid anterior biasanya kecil-kecil dan banyak, letaknya di depan lempeng yang

menghubungkan bagian posterior konka media dengan dinding lateral (lamina

basalis), sedangkan sel-sel sinus etmoid posterior biasanya lebih besar dan lebih

sedikit jumlahnya dan terletak di posterior dari lamina basalis.

Di bagian terdepan sinus etmoid anterior ada bagian yang sempit, disebut

resesus frontal, yang berhubungan dengan sinus frontal.Sel etmoid yang terbesar

disebut bula etmoid.Di daerah etmoid anterior terdapat suatu penyempitan yang

disebut infundibulum, tempat bermuaranya ostium sinus maksila.Pembengkakan atau

peradangan di resesus frontal dapat menyebabkan Sinusitis frontal dan pembengkakan

di infundibulum dapat menyebabkan Sinusitis maksila.

Atap sinus etmoid yang disebut fovea etmoidalis berbatasan dengan lamina

kribrosa. Dinding lateral sinus adalah lamina papirasea yang sangat tipis dan

membatasi sinus etmoid dari rongga orbita. Di bagian belakang sinus etmoid posterior

berbatasan dengan sinus sfenoid.

Sinus sfenoid

Sinus sfenoid terletak dalam os sfenoid di belakang sinus etmoid

posterior.Sinus sfenoid dibagi dua sekat yang disebut septum intersfenoid. Ukurannya

adalah 2 cm tingginya, dalamnya 2,3 cm dan lebarnya 1,7 cm. volumenya bervariasi

dari 5-7,5 ml. saat sinus berkembang, pembuluh darah dan nervus di bagian lateral os

sfenoid akan menjadi sangat berdekatan dengan rongga sinus dan tampak sebagai

identasi pada dinding sinus sfenoid.

Batas-batas ialah sebelah superior terdapat fosa serebri media dan kelenjar

hipofisa, sebelah inferiornya atap nasofaring, sebelah lateral berbatasan dengan sinus

kavernosus dan a.karotis interna (sering tampak sebagai identasi) dan di sebelah

posteriornya berbatasan dengan fosa serebri posterior di daerah pons.

T U T O R I A L R H I N O S I N U S I T I S |12

Page 13: TINJAUAN PUSTAKA

S T A S E T H T R S I J P O N D O K K O P I

Gambar 1.Wajah Gambar 2. Sinus paranasalis

FUNGSI

Sampai saat ini belum ada persesuaian pendapat mengenai fisiologi sinus

paranasalis.Ada yang berpendapat bahwa sinus paranasal ini tidak mempunyai fungsi

apa-apa, karena terbentuknya sebagai akibat pertumbuhan tulang muka.

Beberapa teori yang dikemukakan sebagai fungsi paranasal anatara lain :

Sebagai pengatur kondisi udara (air-conditioning)

Sinus berfungsi sebagai ruang tambahan untuk memanaskan dan mengatur

kelembaban udara inspirasi.Keberatan terhadap teori ini ialah karena ternyata

tidak didapati pertukaran udara yang definitif antara sinus dan rongga hidung.

T U T O R I A L R H I N O S I N U S I T I S |13

Page 14: TINJAUAN PUSTAKA

S T A S E T H T R S I J P O N D O K K O P I

Sebagai penahan suhu (thermal insulators)

Sinus paranasalis berfungsi sebagai penahan (buffer) panas, melindungi orbita

dan fosa serebri dari suhu rongga hidung yang berubah-ubah.Akan tetapi

kenyataannya sinus-sinus yang besar tidak terletak di antara hidung dan organ-

organ yang dilindungi.

Membantu keseimbangan kepala

Sinus membantu keseimbangan kepala karena mengurangi berat tulang muka.

Akan tetapi bila udara dalam sinus diganti dengan tulang, hanya akan

memberikan pertambahan berat sebesar 1% dari berat kepala, sehingga teori

ini dianggap tidak bermakna.

Membantu resonansi suara

Sinus mungkin berfungsi sebagai rongga untuk resonansi suara dan

mempengaruhi kualitas suara.Akan tetapi ada yang berpendapat, posisi sinus

dan ostiumnya tidak memungkinkan sinus berfungsi sebagai resonator yang

efektif.Lagi pula tidak adakorelasi antara resonansi suara dan besarnya sinus

pada hewan-hewan tingkat rendah.

Sebagai peredam perubahan tekanan udara

Fungsi ini berjalan bila ada perubahan tekanan yang besar dan mendadak,

misalnya pada waktu bersin atau membuang ingus.

Membantu produksi mukus

Mukus yang dihasilkan oleh sinus paranasal memang jumlahnya kecil

dibandingkan dengan mukus dari rongga hidung, namun efektif untuk

membersihkan partikel yang turut masuk dengan udara inspirasi karena mukus

ini keluar dari meatus medius, tempat yang paling strategis.

Anatomi Kompleks Ostiomeatal (KOM)

Kompleks ostiomeatal (KOM) adalah area yang dibatasi oleh konka media di medial

dan lamina papirasea di lateral. Kompleks ini berperan penting dalam patofisiologi sinusitis

paranasalis. Struktur yang termasuk dalam kompleks ini adalah konka media, prosesus

unsinatus, bulla ethmoid, infundibulum ethmoid, hiatus semilunaris, ostium sinus maksilaris,

T U T O R I A L R H I N O S I N U S I T I S |14

Page 15: TINJAUAN PUSTAKA

S T A S E T H T R S I J P O N D O K K O P I

Prosesus unsinatus

Prosesus unsinatus berbentuk bumerang memanjang dari antrosuperior ke posteroinferior

sepanjang dinding lateral hidung. Prosesus unsinatus dapat melekat di lamina papirasea, basis

kranii atau di konka media.

Bulla etmoid

Bulla etmoid merupakan salah satu sel etmoid anterior yang paling konstan dan paling besar.

Terletak di dalam meatus nasi medius, posterior dari prosesus unsinatus dan anterior dari

lamina basalis konka media. Di superior, dinding anterior bulla etmoid dapat meluas sampai

ke basis kranii dan membentuk batas posterior dari resesus frontalis. Bila bulla etmoid tidak

mencapai basis kranii, maka akan terbentuk resesus suprabullar antara basis kranii dengan

permukaan superior dari bulla. Di posterior, bulla bertautan langsung dengan lamina basalis

atau terdapat ruang antara bulla dan lamina basalis yang disebut resesus retrobullar.

Infundibulum etmoid

Infundibulum etmoid adalah terowongan tiga dimensi yang menghubungkan ostium natural

sinus maksilaris dengan meatus medius melalui hiatus semilunaris.

Batas-batas infundibulum etmoid

Batas medial : prosesus unsinatus dan hiatus semilunaris

Batas lateral : lamina papirasea

Batas anterior : pertemuan antara prosesus unsinatus dengan lamina papiracea

Batas posterior: permukaan anterior bulla etmoid

Batas superior : bervariasi tergantung dari perlekatan prosesus unsinatus

Hiatus semilunaris

T U T O R I A L R H I N O S I N U S I T I S |15

Page 16: TINJAUAN PUSTAKA

S T A S E T H T R S I J P O N D O K K O P I

Hiatus semilunaris adalah celah berbentuk bulan sabit terletak antara posterior tepi bebas

prosesus unsinatus dengan dinding anterior bulla etmoid.

Ostium sinus maksilaris

Ostium naturalis sinus maksilaris mengalirkan sekretnya ke dalam infundibulum. Ostium ini

terletak di dinding medial sinus maksilaris sedikit ditepi bawah lantai orbita. Van Alyea

melaporkan bahwa 10 % ostium maksilaris berada di 1/3 superior, 25 % berada di 1/3 tengah

dan 65 % berada di 1/3 bawah dari infundibulum. Ostium aksesoris sinus maksilaris

ditemukan pada 20 %- 25 % kasus. Ostium naturalis sinus maksilaris berbentuk bulat

sedangkan ostium aksesoris biasanya berbentuk elips dan berada di posterior ostium naturalis.

Resesus frontalis

Resesus frontalis ditemukan di bagian anterosuperior sinus etmoid anterior yang berhubungan

dengan sinus frontal

Batas-batas resesus frontalis

Batas medial : konka media

Batas lateral : lamina papirasea

Batas superior : basis kranii

Batas inferior : tergantung dari perlekatan prosesus unsinatus

Batas anterior : dinding posterosuperior sel-sel agger nasi

Batas posterior : dinding anterior bulla etmoid

Ostium natural sinus frontalis konfigurasinya bervariasi tetapi paling sering nampak

seperti jam pasir yang bermuara langsung ke resesus frontalis .

Sel agger nasi

Sel ager nasi merupakan sel ekstramural paling anterior dari sel etmoid anterior. Terletak

agak ke anterior dari perlekatan anterosuperior konka media dan anterior dari resesus frontal.

Sel ager nasi yang membesar dapat meluas ke sinus frontal dan menyebabkan penyempitan

resesus frontal.

Batas-batas sel agger nasi

Batas anterior : prosesus frontal os maksila

Batas superior : resesus frontalis

Batas anteroleteral : os nasalis

Batas inferomedial : prosesus uncinatus

Batas inferolateral : os lakrimalis

Kompleks ostiomeatal merupakan istilah yang digunakan oleh ahli bedah kepala leher

untuk menunjukkan daerah yang dibatasi oleh turbiante tengah pada bagian medial, lamina

T U T O R I A L R H I N O S I N U S I T I S |16

Page 17: TINJAUAN PUSTAKA

S T A S E T H T R S I J P O N D O K K O P I

papyracea pada bagian lateral, dan lamella basalis pada bagian superior dan posterior. Batas

inferior dan anterior dari kompleks osteomeatal ini terbuka. Isi dari ruang ini adalah sel agger

nasi, resseus nasofrontal (reses frontal), infundibulum, bula ethmoidalis dan kelompok

anterior sel udara ethmoidal.

Kompleks ini terdiri dari area anatomi yang sempit, yaitu:

1. Beberapa struktur tulang (turbinate tengah, prosessus uncinatus, bulla

ethmoidalis)

2. Ruang udara (resessus frontal, infundibulum ethmoidal, meatus media)

3. Ostium dari sinus ethmoidal, maksila dan frontal anterior.

Pada area ini, permukaan mukosanya sangat dekat, kadang-kadang bahkan dapat terjadi

kontak antar mukosa yang menyebabkan penumpukan sekresi. Silia dengan gerakan menyapu

nya dapat mendorong sekret hidung. Jika mukosa yang melapisi daerah ini menjadi meradang

dan bengkak, pembersihan mukosiliar dapat terhambat, yang akhirnya menghalangi sinus-

sinus di kepala.

Beberapa penulis membagi kompleks osteomeatal menjadi bagian anterior dan

posterior. Kompleks osteomeatal klasik digambarkan sebagai kompleks osteomeatal anterior,

sedangkan ruang di belakang lamella basalis yang mengandung sel-sel ethmoidal posterior

disebut sebagai kompleks ethmoidal posterior, sehingga mengakui pentingnya lamella basalis

sebagai landasan anatomi pada sistem ethmoidal posterior. Oleh karena itu kompleks

osteomeatal anterior dan posterior memiliki sistem drainase yang terpisah. Jadi, ketika

penyakit ini terbatas pada kompartemen anterior dari kompleks osteomeatal, sel-sel ethmoid

dapat dibuka dan jaringan yang sakit dapat dibuang sejauh lamella basalis, meninggalkan

lamella basalis tanpa gangguan serta meminimalkan risiko selama operasi.

Selaput sinus menghasilkan cairan bening berupa lendir yang berguna

membersihkan KOM dari bahan yang tidak diinginkan. Cairan ini melewati saluran drainase

ke bagian belakang hidung dan tenggorokan. Ini terjadi terus-menerus, meskipun kita

biasanya tidak menyadarinya. Ketika kelebihan cairan yang dihasilkan itu sering dikenal

sebagai dahak yang dapat menghasilkan iritasi yang kronis di tenggorokan dikenal dengan

nama post-nasal drip

Pada sepertiga tengah dinding lateral hidung yaitu di meatus medius, ada muara

saluran dari sinus maksilaris, sinus frontal, sinus sphenoid dan sinus etmoid. Daerah ini rumit

dan sempit, dinamakan kompleks osteomeatal (KOM), terdiri dari infundibulum etmoid yang

terdapat di belakang prosesus unsinatus, resesus frontalis, bula etmoid, sel-sel etmoid anterior

dengan ostiumnya dan ostium sinus maksilaris.

T U T O R I A L R H I N O S I N U S I T I S |17

Page 18: TINJAUAN PUSTAKA

S T A S E T H T R S I J P O N D O K K O P I

Selaput sinus menghasilkan cairan bening berupa lendir yang berguna

membersihkan KOM dari bahan yang tidak diinginkan. Cairan ini melewati saluran drainase

ke bagian belakang hidung dan tenggorokan. Ini terjadi terus-menerus, meskipun kita

biasanya tidak menyadarinya. Ketika kelebihan cairan yang dihasilkan itu sering dikenal

sebagai dahak yang dapat menghasilkan iritasi yang kronis di tenggorokan dikenal dengan

nama post-nasal drip.

Kompleks ostiomeatal (KOM)merupakan celah pada dinding lateral hidung yang

dibatasi oleh konka media dan lamina papirasea. Struktur anatomi penting yang

membentuk KOM adalah prosesus unsinatus, infundibulum etmoid, hiatus semilunaris,

bula etmoid, agger nasi dan resesus frontal. KOM merupakan unit fungsional yang

merupakan tempat ventilasi dan drenase dari sinus-sinus yang letaknya di anterior dan

frontal.

Jika terjadi obstruksi pada celah yang sempit ini, maka akan terjadi perubahan

patologis yang signifikan pada sinus-sinus yang terkait.

T U T O R I A L R H I N O S I N U S I T I S |18

Page 19: TINJAUAN PUSTAKA

S T A S E T H T R S I J P O N D O K K O P I

SISTEM MUKOSILIAR

Seperti pada mukosa hidung, didalam sinus juga terdapat mukosa bersilia dan

palut lendir diatasnya. Didalam sinus silia bergerak secara teratur untuk mengalirkan

lendir menuju ostium alamiahnya mengikuti jalur-jalur yang sudah tertentu polanya.

Pada dinding lateral hidung terdapat 2 aliran transpor mukosiliar dari sinus. Lendir

yang berasal dari kelompok sinus anterior yang bergabung di infudibulum etmoid di

alirkan ke nasofaring di depan muara tuba Eustachius. Lendir yang berasal dari kelompok

sinus posterior bergabung di resesus sfenoetmoidalis, dialirkan ke nasofaring di postero-

superior muara tuba. Inilah sebabnya pada sinusitis didapati sekret pasca-nasal (post nasal

drip), tetapi belum tentu ada sekret di rongga hidung.

T U T O R I A L R H I N O S I N U S I T I S |19

Page 20: TINJAUAN PUSTAKA

S T A S E T H T R S I J P O N D O K K O P I

DEFINISI SINUSITIS

Sinusitis merupakan penyakit yang sering ditemukan dalam praktek dokter sehari

hari, bahkan dianggap sebagai salah satu penyebab gangguan kesehatan terserign di seluruh

dunia. Sinusistis didefinisikan sebagai inflamasi mukosa sinus paranasal. Umumnya disertai

atau dipicu oleh rinitis sehingga sering disebut rinosinusitis. Penyebab utamanya ialah

selesma (common cold) yang merupakan infeksi virus, yang selanjutnya dapat diikuti oleh

infeksi bakteri.

Bila mengenai beberapa sinus disebut multisinusitis, sedangkan bila mengenai semua

sinus paranasal disebut pansinusitis. Yang paling sering terkena ialah sinus etmoid dan

maksila, sedangkan sinus frontal lebih jarang dan sinus sfenoid lebih jarang lagi.

Sinus maksila disebut juga antrum Highmore, letaknya dekat akar gigi rahang atas, maka

infeksi gigi mudah menyebar ke sinus, disebut sinusitis dentogen.

Sinusitis dapat menjadi berbahaya karena menyebabkan kompliksi ke orbita dan

intrakranial, serta menyebabkan peningkatan serangan asma yang sulit diobati.

Sinusitis adalah suatu peradangan pada sinus yang terjadi karena alergi atau infeksi

virus, bakteri maupun jamur.Rhinitis dan sinusitis biasanya terjadi bersamaan dan saling

terkait pada kebanyakan individu, sehingga terminologi yang digunakan saat ini adalah

rinosinusitis.

Rhinosinusitis adalah bentuk peradangan pada mukosa hidung dan satu atau lebih

mukosa sinus paranasal. Penyakit rinosinusitis selalu dimulai dengan penyumbatan daerah

kompleks osteomeatal, oleh infeksi, obstruksi mekanis atau alergi dan oleh karena

penyebaran infeksi gigi. Dalam beberapa kasus rhinosinusitis dapat terjadi karena adanya

peningkatan produksi bakteri pada permukaan rongga sinus.

Sinusitis diberi nama sesuai dengan sinus yang terkena. Sinusitis adalah radang

mukosa sinus paranasal. Sinusitis kronis berlangsung selama beberapa bulan atau tahun.

Sinusitis kronis berbeda dari sinusitis akut. Pada sinusitis akut, perubahan patologik

membrana mukosa berupa infiltrat polimorfonuklear, kongesti vaskular dan deskuamasi

epitel permukaan bersifat reversibel. Sedangkan pada sinusitis kronik adalah kompleks dan

irreversible.

Sinusitis bisa terjadi pada salah satu dari keempat sinus yang ada (maksilaris,

etmoidalis, frontalis atau sfenoidalis).Bila mengenai beberapa sinus disebut multisinusitis,

sedangkan bila mengenai semua sinus paranasal disebut pansinusitis.Dari semua jenis

sinusitis, yang paling sering ditemukan adalah sinusitis maksilaris dan sinusitis ethmoidalis

T U T O R I A L R H I N O S I N U S I T I S |20

Page 21: TINJAUAN PUSTAKA

S T A S E T H T R S I J P O N D O K K O P I

Gambar 7: Sinusitis

ETIOLOGI DAN FAKTOR PREDISPOSISI

Beberapa faktor etiologi dan predisposisi antara lain ISPA akibat virus,

bermacam rinitis terutama rinitis alergi, rinitis hormonal pada wanita hamil, polip

hidnung, kelainan anatomi seperti deviasi septum atau hipertrofi konka, sumbatan

kompleks ostio-meatal (KOM), infeksi tonsil, infeksi gigi, kelainan imunologik,

diskinesia silia seperti pada sindroma Kartagener, dan di luar negeri adalah penyakit

fibrosis kistik.

Pada anak, hipertrofi adenoid merupakan faktor penting penyebab sinusitis

segingga perlu dilakukan adenoidektomi untuk menghilangkan sumbatan dan

menyembuhkan rinosinusitisnya. Hipertropi adenoid dapat didiagnosis dengan foto

polos leher posisi lateral.

Faktor lain yang juga berpengaruh adalah lingkungan berpolusi, udara dingin

dan kering serta kebiasaan merokok. Keadaan ini lama-lama menyebabkan perubahan

mukosa dan merusak silia.

T U T O R I A L R H I N O S I N U S I T I S |21

Page 22: TINJAUAN PUSTAKA

S T A S E T H T R S I J P O N D O K K O P I

Beberapa patogen seperti bakteri (Streptococcus pneumonia, Haemophillus

influenza, Streptococcus group A, Staphylococcus aureus, Neisseria, Klebsiella, Basil

gram (-), Pseudomonas, fusobakteria), virus (Rhinovirus, influenza virus,

parainfluenza virus), dan jamur (Aspergillus atau Candida sp).

Reaksi alergi terjadi di jalan nafas dan kavitas sinus yang menghasilkan edema

dan inflamasi di membran mukosa. Edema dan inflamasi ini menyebabkan blokade

dalam pembukaan kavitas sinus dan membuat daerah yang ideal untuk perkembangan

jamur, bakteri, atau virus yang selanjutnya menghancurkan epitel permukaan dan

siklus seterusnya berulang yang mengarah pada sinusitis kronis

Kelainan anatomi hidung dan sinus seperti deviasi septum, polip, konka bulosa atau

atau kelainan struktur lain di daerah kompleks osteomeatal dan ostium sinus, juga

dapat mengganggu fungsi mukosiliar secara lokal. Hal ini dapat diperparah dengan

penggunaan berlebihan obat dekongestan topikal dimana fungsi mukosiliar sementara.

Sinusitis terjadi jika kompleks osteomeatal di hidung mengalami obstruksi

mekanis, baik itu akibat edema mukosa setempat atau akibat berbagai etiologi semisal

ISPA atau rhinitis alergi. Keadaan ini membuat statis sekresi mukus di dalam sinus.

Stagnasi mukosa ini membentuk media yang nyaman untuk pertumbuhan patogen.

Awalnya, terjadi sinusitis akut dengan gejala klasik dan biasanya terdiri dari satu

macam bakteri aerob saja. Jika infeksi ini dibiarkan terus-menerus, akan tumbuh pula

berbagai flora, organisme anaerob, hingga kadang tumbuh jamur di dalam rongga

sinus. Sebagian besar kasus sinusitis kronis terjadi pada pasien dengan sinusitis akut

yang tidak respon atau tidak mendapat terapi. Peran bakteri sebagai dalang

patogenesis sinusitis kronis saat ini sebenarnya masih dipertanyakan juga. Infeksi

sinus yang berulang dan persisten dapat terjadi tidak hanya akibat timbunan bakteri,

tapi memang dari lahir orang tersebut sudah mengalami imunodefisiensi kongenital

atau penyakit lain seperti fibrosis kistik.

Sinusitis akut dapat disebabkan oleh :

1. Bakteri

Di dalam tubuh manusia terdapat beberapa jenis bakteri yang dalam keadaan

normal tidak menimbulkan penyakit (misalnya Streptococcus pneumoniae,

Haemophilus influenzae).

T U T O R I A L R H I N O S I N U S I T I S |22

Page 23: TINJAUAN PUSTAKA

S T A S E T H T R S I J P O N D O K K O P I

Jika sistem pertahanan tubuh menurun atau drainase dari sinus tersumbat akibat pilek

atau infeksi virus lainnya, maka bakteri yang sebelumnya tidak berbahaya akan

berkembang biak dan menyusup ke dalam sinus,sehingga terjadi infeksi sinus akut.

Bakteri lain diantaranya ; Streptococcus group A, Staphylococcus aureus, Neisseria,

Klebsiella, Basil gram negatif, Pseudomonas.

2. Virus

Sinusitis akut bisa terjadi setelah suatu infeksi virus pada saluran pernafasan

bagian atas. Infeksi virus diantaranya : Rhinovirus, influenza virus,

parainfluenza virus.

3. Jamur

Kadang infeksi jamur bisa menyebabkan Sinusitis akut. Aspergillus

merupakan jamur yang bisa menyebabkan sinusitis pada penderita gangguan

sistem kekebalan.

4. Peradangan menahun pada saluran hidung

Pada penderita Rinitis alergika bisa terjadi Sinusitis akut. Demikian pula

halnya pada penderita Rinitis vasomotor.

5. Penyakit tertentu.

Sinusitis akut lebih sering terjadi pada penderita gangguan sistem kekebalan

dan penderita kelainan sekresi lendir (misalnya Fibrosis kistik).

Sinusitis kronis dapat disebabkan oleh :

1. Asma

2. Penyakit alergi (misalnya Rinitis alergika)

3. Gangguan sistem kekebalan atau kelainan sekresi maupun pembuangan lendir

Beberapa faktor etiologi anatara lain ISPA akibat virus, bermacam rinitis

terutama Rinitis alergi, Rinitis hormonal pada wanita hamil, Polip hidung, kelainan

anatomi seperti deviasi septum atau hipertrofi, sumbatan kompleks ostio-meatal

(KOM), infeksi tonsil, infeksi gigi, kelainan imunologik, diskinensia silia seperti pada

Sindrom Kartagener, dan di luar negeri adalah Penyakit fibrosis kistik.

Pada anak, hipertrofi adenoid merupakan faktor penting penyebab sinusitis

sehingga perlu dilakukan adenoidektomi untuk menghilangkan sumbatan dan

menyembuhkan Rinosinusitisnya.Hipertrofi adenoid dapat didiagnosis dengan foto

polos leher posisi lateral.

T U T O R I A L R H I N O S I N U S I T I S |23

Page 24: TINJAUAN PUSTAKA

S T A S E T H T R S I J P O N D O K K O P I

Faktor lain yang juga berpengaruh adalah lingkungan polusi, udara dingin dan

kering serta kebiasaan merokok. Keadaan ini lama-lama menyebabkan perubahan

mukosa dan merusak silia.

EPIDEMIOLOGI

Penyakit ini terjadi pada semua ras, semua jenis kelamin baik laki-laki

maupun perempuan dan pada semua kelompok umur. Jarang menancam jiwa, tetapi

dapat menimbulkan komplikasi ke orbita dan intrakranial.

Data dari DEPKES RI tahun 2003 menyebutkan bahwa penyakit hidung dan

sinus berada pada urutan ke-25 dari 50 pola penyakit peringkat utama atau sekitar

102.817 penderita rawat jalan di rumah sakit. Survei Kesehatan Indera Penglihatan

dan Pendengaran 1996 yang diadakan oleh Binkesmas bekerja sama dengan

PERHATI dan Bagian THT RSCM mendapatkan data penyakit hidung dari 7

propinsi. Data dari Divisi Rinologi Departemen THT RSCM Januari Agustus 2005

menyebutkan jumlah pasien rinologi pada kurun waktu tersebut adalah 435 pasien,

69% nya adalah sinusitis.

KLASIFIKASI

Konsensus internasional tahun 1995 membagi rinosinusitis menjadi hanya akut

dengan batas sampai 8 minggu dan kronik jika lebih dari 8 minggu.

Konsensus tahun 2004 membagi menjadi akut dengan batas sampai 4 minggu,

sub aku antara 4 minggu sampai 3 bulan dan kronik jika lebih dari 3 bulan.

Sinusitis kronik dengan penyebab rinogenik umumnya merupakan lanjutan

dari sinusitis akut yang tidak terobati secara adekuat. Pada sinusitis kronik ada faktor

predisposisi harus di cari dan diobati secara tuntas.

Menurut dari berbagai penelitian, bakteri utama yang ditemukan pada

sinusitis akut adalah Streptococcus pneumonia (30-50%) Hemophylus influenzae (20-

40%) dan Moraxella catarrhalis (4%). M. Catarrhalis lebih banyak ditemukan (20%).

Pada sinusitis kronik faktor predisposisi lebih berperan, tetapi umumnya bakteri yang

ada lebih condong kearah bakteri negatif gram dan anaerob.

T U T O R I A L R H I N O S I N U S I T I S |24

Page 25: TINJAUAN PUSTAKA

S T A S E T H T R S I J P O N D O K K O P I

PATOGENESIS

Kesehatan sinus dipengaruhi oleh patensi ostium-ostium sinus dan lancarnya klirens

mukosiliar (mucociliary clearance) didalam KOM (Kompleks ostio-meatal). Mukus

juga mengandung substansi antimikrobial dan zat-zat yang berfungsi sebagai

mekanisme pertahanan tubuh terhadap kuman yang masuk bersama udara pernapasan.

Organ-organ yang membentuk KOM letaknya berdekatan dan bila terjadi edema,

mukosa yang berhadapan akan saling bertemu sehingga silia tidak dapat bergerak dan

ostium tersumbat. Akibatnya terjadi tekanan negatif di dalam rongga sinus yang

menyebabkan terjadinya transudasi, mula-mula serous. Kondisi ini bisa dianggap

sebagai rinosinusitis non-bacterial dan biasanya sembuh dalam beberapa hari tanpa

pengobatan.

Bila kondisi ini menetap, sekret yang terkumpul dalam sinus merupakan media baik

untuk tumbuhnya dan multiplikasi bakteri. Sekret menjadi purulen. Keadaan ini

disebut sebagai rinosinusitis akut bakterial dan memerlukan terapi antibiotik.

Jika terapi tidak berhasil (misalnya karena ada faktor predisposisi), inflamasi

berlanjut, terjadi hipoksia dan bakteri anaerob berkembang. Mukosa makin

membengkak dan ini merupakan rantai siklus yang terus berputar sampai akhir

perubahan mukosa menjadi kronik yaitu hipertrofi polipoid atau pembentukan polip

dan kista. Pada keadaan ini mungkin diperlukan tindakan operasi.

Pada dasarnya patofisiologi dari rhinosinusitis dipengaruhi oleh 3 faktor yaitu

obstruksi drainase sinus (sinus ostia), kerusakan path silia, dan kuantitas dan kualitas

mukosa.Sinusitis dapat terjadi bila terdapat gangguan pengaliran udara dari dan ke

rongga sinus serta adanya gangguan mukus. Bila terjadi edema di kompleks ostio-

meatal, mukosa yang letaknya berhadapan akan saling bertemu, sehingga silia tidak

dapat bergerak dan lendir tidak dapat dialirkan. Maka terjadi gangguan drainase dan

ventilasi di dalam sinus yang menyebabkan silia menjadi kurang aktif.

Rhinosinusitis berawal dari adanya suatu inflamasi dan infeksi yang

menyebabkan dilepasnya mediator diantaranya vasoactive amine, protease,

arachidonic acid metabolit, imunecomplek, lipolisaccharide yang dapat menyebabkan

terjadinya kerusakan dari mukosa hidung dan disfungsi mukosiliar sehingga terjadi

stagnasi mukos dan bakteri akan semakin mudah untuk berkolonisasi dan infeksi

inflamasi akan kembali terjadi. Hal ini diperberat dengan adanya infeksi virus akan

menyebabkan terjadinya udem pada dinding hidung dan sinus sehingga terjadi

T U T O R I A L R H I N O S I N U S I T I S |25

Page 26: TINJAUAN PUSTAKA

S T A S E T H T R S I J P O N D O K K O P I

penyempitan atau obstruksi jalur ostium sinus, dan berpengaruh pada mekanisme

drainase dalam sinus.

Konsumsi oksigen oleh bakteri akan menyebabkan keadaan hipoksia sinus dan

akan memberikan media yang menguntungkan untuk berkembangnya bakteri anaerob.

Penurunan jumlah oksigen juga akan mempengaruhi pergerakan silia dan aktivitas

leukosit.

Asap rokok merupakan penyebab dari rusaknya rambut halus ini sehingga

pengeluaran cairan mukus menjadi terganggu. Cairan mukus yang terakumulasi di

rongga sinus dalam jangka waktu yang lama merupakan tempat yang nyaman bagi

kehidupan bakteri, virus dan jamur.

Infeksi virus akan menyebabkan terjadinya udem pada dinding hidung dan

sinus sehingga menyebabkan terjadinya penyempitan pada ostium sinus, dan

berpengaruh pada mekanisme drainase di dalam sinus. Virus tersebut juga

memproduksi enzim dan neuraminidase yang mengendurkan mukosa sinus dan

mempercepat difusi virus pada lapisan mukosilia. Hal ini menyebabkan silia menjadi

kurang aktif dan sekret yang diproduksi sinus menjadi lebih kental, yang merupakan

media yang sangat baik untuk berkembangnya bakteri patogen.

Adanya bakteri dan lapisan mukosilia yang abnormal meningkatkan

kemungkinan terjadinya reinfeksi atau reinokulasi dari virus.

Konsumsi oksigen oleh bakteri akan menyebabkan keadaan hipoksia di dalam

sinus dan akan memberikan media yang menguntungkan untuk berkembangnya

bakteri anaerob. Penurunan jumlah oksigen juga akan mempengaruhi pergerakan silia

dan aktiviitas leukosit.

Sinusitis kronis dapat disebabkan oleh fungsi lapisan mukosilia yang tidak

adekuat, obstruksi sehingga drainase sekret terganggu, dan terdapatnya beberapa

bakteri patogen.

T U T O R I A L R H I N O S I N U S I T I S |26

Page 27: TINJAUAN PUSTAKA

S T A S E T H T R S I J P O N D O K K O P I

GEJALA KLINIS

1. Sinusitis a kut

a. Sinusitis maksilaris

Sinusitis ini biasanya menyusul suatu Infeksi saluran nafas atas ringan.Alergi

hidung kronik, benda asing, dan deviasi septum nasi merupakan faktor

predisposisi lokal yang paling sering ditemukan.Deformitas rahang wajah

terutama palatoskisis dapat menimbulkan masalah pada anak.

Gejala klinis Sinusitis maksilaris :

Demam, malaise

Nyeri kepala yang tak jelas yang biasanya reda dengan pemberian aspirin.

Sakit dirasa mulai dari pipi ( di bawah kelopak mata ) dan menjalar ke

dahi atau gigi. Sakit bertambah saat menunduk.

Wajah terasa bengkak dan penuh

Nyeri pipi yang khas : tumpul dan menusuk, serta sakit pada palpasi dan

perkusi.

Kadang ada batuk iritatif non-produktif

Sekret mukopurulen yang dapat keluar dari hidung dan kadang berbau

busuk

Adanya pus atau sekret mukopurulen di dalam hidung, yang berasal dari

metus media, dan nasofaring.

Transiluminasi berkurang bila sinus penuh cairan.Gambaran radiologik berupa

penebalan mukosa, selanjutnya diikuti opasifikasi sinus lengkap akibat mukosa

yang membengkak hebat, atau akibat akumulasi cairan yang memenuhi

sinus.Akhirnya terbentuk gambaran air fluid level yang khas akibat akumulasi

pus.Oleh karena itu radiogram sinus harus dibuat dalam posisi telentnag dan

tegak.Pemeriksaan lebih lanjut memerlukan hitung darah lengkap dan biakan

hidung. Biakan dari bagian posterior hidung atau nasofaring akan jauh lebih

akurat, namun secara teknis lebih sulit diambil. Biakan bakteri spesifik pada

sinusitis dilakukan dengan irigasi maksilaris.

T U T O R I A L R H I N O S I N U S I T I S |27

Page 28: TINJAUAN PUSTAKA

S T A S E T H T R S I J P O N D O K K O P I

b. Sinusitis etmoidalis

Sinusitis ini terisolasi lebih lazim pada anak, seringkali bermanifestasi

sebagai Selulitis orbita. Pada dewasa seringkali bersama-sama dengan Sinusitis

maksilaris, serta dianggap sebagai penyerta Sinusitis frontalis yang tidak dapat

dielakkan. Gejala berupa :

Nyeri dan nyeri tekan di antara kedua mata dan di atas jembatan

hidung menjalar ke arah temporal

Nyeri sering dirasakan di belakang bola mata dan bertambah apabila

mata digerakkan

Sumbatan pada hidung

Pada anak sering bermanifestasi sebagai Selulitis orbita karena Lamina

papiracea anak seringkali merekah

Mukosa hidung hiperemis dan udem

Adanya pus dalam rongga hidung yang berasal dari meatus media

c. Sinusitis frontalis

Sinusitits ini hampir selalu bersama dengan infeksi sinus etmoidalis

anterior. Sinus frontalis berkembang dari sel-sel udara etmoidalis anterior, dan

duktus nasalis frontalis yang berlekuk berjalan amat dekat dengan sel ini.

Gejalanya antara lain :

Nyeri kepala yang khas di atas alis mata. Nyeri biasanya pada pagi hari,

memburuk pada tengah hari dan berangsur-angsur hilang pada malam

hari.

Pembengkakan daerah supraorbita

Nyeri hebat pada palpasi atau perkusi daerah sinus yang terinfeksi

d. Sinusitis sfenoidalis

Sinusitis ini amat jarang. Sinusitis ini dicirikan oleh nyeri kepala yang

mengarah ke verteks kranium. Namun penyakit ini lebih lazim menjadi bagian

dari Parasinusitis, dan oleh karena itu gejalanya menjadi satu dengan sinustitis

lain. Gejala berupa nyeri kepala dan retro orbita yang menjalar ke verteks atau

oksipital.

T U T O R I A L R H I N O S I N U S I T I S |28

Page 29: TINJAUAN PUSTAKA

S T A S E T H T R S I J P O N D O K K O P I

2. Sinusitis k ronis

Definisi Sinusitis kronik berlangsusng selama beberapa bulan atau tahun.

Etiologi dan predisposisi cukup beragam. Gangguan faktor anatomi atau faal

menyebabkan kegagalan drainase dan ventilasi sinus, maka tercipta suatu medium

untuk infeksi selanjutnya oleh kokus mikroaerofilik atau anaerobik. Kegagalan

pengobatan Sinusitis akut atau berulang secara adekuat akan menyebabkan regenerasi

epitel permukaan bersilia yang tidak lengkap, akibatnya terjadi kegagalan

mengeluarkan seket sinus dan oleh karena itu menciptakan predisposisi infeksi.

Sumbatan drainase dapat pula ditimbulkan perubahan struktur ostium sinus, atau oleh

lesi dalam rongga hidung misalnya Hipertrofi adenoid, Tumor hidung dan nasofaring,

dan suatu septum deviasi. Akan tetapi, faktor predisposisi yang lazim yaitu poliposis

nasal yang timbul pada Rinitis alergika; polip dapat memenuhi rongga hidung dan

menyumbat total ostium sinus.

Alergi juga dapat merupakan faktor predisposisi infeksi karena terjadi edema

mukosa dan hipersekresi. Mukosa sinus yang membengkak dapat menyumbat ostium

sinus dan mengganggu drainase, menyebabkan infeksi lebih lanjut yang selanjutnya

menghancurkan epitel permukaan, dan siklus seterusnya berulang.

Gejala klinis diantaranya :

Rasa tidak nyaman dan gatal di tenggorok

Pendengaran terganggu karena Oklusi tuba Eustachii

Nyeri atau sakit kepala

Infeksi pada mata yang menjalar dari duktus nasolakrimalis

Gastroenteritis ringan pada anak akibat mukopus yang tertelan

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan Penunjang yang dapat dilakukan adalah:

Transluminasi (diafanoskopi)

Dilakukan dikamar gelap, memakai sumber cahaya penlight yang

dimasukkan ke dalam mulut dan bibir dikatupkan.Pada sinus normal tampak

gambaran bulan sabit terang di infraorbita.Pada sinus tampak suram.

T U T O R I A L R H I N O S I N U S I T I S |29

Page 30: TINJAUAN PUSTAKA

S T A S E T H T R S I J P O N D O K K O P I

Pemeriksaan Radiologi

Posisi rutin yang dipakai adalah posisi Waters, PA dan lateral. Posisi Waters

adalah untuk memproyeksikan tulang petrosus supaya terletak di bawah antrum

maksila, yakni dengan cara menengadahkan kepala pasien sedemikian rupa sehingga

dagu menyentuh permukaan meja. Posisi ini terutama untuk melihat adanya kelainan

di sunus maksila, frontal dan etmoid. Posisi Posteroanterior untuk menilai sinus

frontal dan posisi lateral untuk menilai sinus frontal, sphenoid dan etmoid.Akan

tampak penebalan mukosa (radioopaq), dapat disertai gambaran air fluid level pada

sinus maksilaris.

Foto waters dan gambaran air fluid level

Pungsi sinus

Pungsi sinus dapat digunakan untuk menegakkan diagnosis dan untuk

terapi.Kultur dilakukan pada secret yang keluar dari pungsi ini.

Endoskopi (sinoskopi)

Sinoskopi sinus maksilaris, dengan sinoskopi dapat dilihat keadaan dalam

sinus, apakah ada secret, polip, jaringan granulasi, massa tumor atau kista dan

bagaimana keadaan dalam mukosa dan apakah osteumnya terbuka. Pada sinusitis

kronis akibat perlengketan akan menyebabkan osteum tertutup sehingga drenase

menjadi terganggu.

Pemeriksaan CT –Scan

Merupakan cara terbaik untuk memperlihatkan sifat dan sumber masalah pada

sinus dengan komplikasi. CT-Scan pada sinusitis akan tampak penebalan mukosa, air

T U T O R I A L R H I N O S I N U S I T I S |30

Page 31: TINJAUAN PUSTAKA

S T A S E T H T R S I J P O N D O K K O P I

fluid level, perselubungan homogen atau tidak homogen pada satu atau lebih sinus

paranasal, penebalan di dinding sinus dengan sklerotik (pada kasus-kasus kronik).

Foto SPN 3 posisi dan endoskopi

Transiluminasi

Transiluminasi menggunakan angka sebagai parameternya.

Transiluminasi akan menunjukkan angka 0 atau 1 apabila terjadi sinusitis (sinus

penuh dengan cairan).

DIAGNOSIS

Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang.

Anamnesa (gejala subyektif)

Sinusitis Akut : demam, rasa lesu, terdapat ingus kental kadang berbau pada rongga hidung

dan dirasakan mengalir ke nasofaring. Hidung terasa tersumbat.Pada sinusitis maksila, rasa

nyeri dirasakan di bawah kelopak mata kadang menyebar ke alveolus sehingga gigi terasa

nyeri, nyeri alih dirasakan didahi dan didepan telinga.

Sinusitis Kronik : hidung terasa tersumbat dan mengeluarkan ingus yang kental dan berwarna

kuning atau hijau. Dan kadang-kadang menyebabkan nafas berbau, disertai adanya ingus

yang turun ke tenggorok.Sering disertai gangguan indera penciuman dan iritasi kronis pada

tenggorok yang menyebabkan batuk yang tidak sembuh-sembuh.Biasanya, tidak ada rasa

nyeri.

T U T O R I A L R H I N O S I N U S I T I S |31

Page 32: TINJAUAN PUSTAKA

S T A S E T H T R S I J P O N D O K K O P I

Pemeriksaan fisik (gejala obyektif)

Sinusitis Akut :

- Tampak pembengkakan di daerah muka

- Nyeri tekan/ nyeri ketok daerah pipi infraorbita

- Rinoskopi anterior : mukosa hiperemis, konka udem dan hiperemis, tampak secret

purulen/ mukopurulen di meatus media.

- Rinoskopi posterior : post nasal drip (secret di nasofaring)

Pada sinusitis kronik, gejala obyektif tidak seberat sinusitis akut, serta tidak terdapat

pembengkakan di daerah wajah. Pada diagnosa sinusitis terdapat trias gejala, yaitu:

- Hidung tersumbat dan batuk produktif

- Ingus di meatus medius

- Post nasal drip

PENATALAKSANAAN

Penatalaksanaan primer dari Sinusitis akut adalah secara medikamentosa

1. Analgetik

Rasa sakit yang disebabkan oleh sinusitis dapat hilang dengan pemberian aspirin atau

preparat codein. Kompres hangat pada wajah juga dapat menbantu untuk

menghilangkan rasa sakit tersebut.

2. Antibiotik

Secara umum, dapat diberikan antibiotika yang sesuia selama 10 – 14 hari walaupun

gejala klinik telah hilang. Antibiotik yang sering diberikan adalah amoxicillin,

ampicillin, erythromicin plus sulfonamid, sefuroksim dan trimetoprim plus sulfonamid.

3. Dekongestan

Pemberian dekongestan seperti pseudoefedrin, dan tetes hidung poten seperti

fenilefrin dan oksimetazolin cukup bermanfaat untuk mengurangi udem sehingga

dapat terjadi drainase sinus.

4. Irigasi antrum

Indikasinya adalah apabila ketiga terapi di atas gagal, dan ostium sinus sedemikian

udematosa sehingga terbentuk abses sejati. Irigasi antrum maksilaris dilakukan

dengan mengalirkan larutan salin hangat melalui fossa incisivus kedalam antrum

maksillaris. Cairan ini kemudian akan mendorong pus untuk keluar melalui ostium

normal.

T U T O R I A L R H I N O S I N U S I T I S |32

Page 33: TINJAUAN PUSTAKA

S T A S E T H T R S I J P O N D O K K O P I

5. Diatermi gelombang pendek

6. Menghilangkan faktor predisposisi

Prinsip utama penanganan Sinusitis kronik adalah :

1. Mengenali faktor penyebab dan mengatasinya

2. Mengembalikan integritas dari mukosa yang udem

Pengembalian ventilasi sinus dan koreksi mukosa akan mengembalikan fungsi

lapisan mukosilia.

Referensi lain mengatakan penatalaksanaan pada sinusitis adalah sebagai berikut:

1. Antibiotika

Sinusitis kronis biasanya disebabkan oleh bakteri anaerob. Antibiotik yang biasanya

digunakan adalah metronidazole, co-amoxiclav dan clindamycin

2. Mukolitik

Sinusitis kronis biasanya menghasilkan sekret yang kental. Terapi dengan mukolitik

ini biasanya diberikan pada penderita Rinosinusitis. Sekret yang encer akan lebih

mudah dikeluarkan dibandingkan dengan sekret yang kental.

3. Nasal toilet

Pembersihan hidung dan sinus dari sekret yang kental dapat dilakukan dengan

saline sprays atau irigasi. Cara yang efektif dan murah adalah dengan menggunakan

kanula dan Higgison’s syringe

4. Kortikosteroid

Kortikosteroid merupakan obat yang paling efektif untuk mengurangi udem pada

mukosa yang berkaitan dengan infeksi.

5. Pembedahan

Pembedahan dilakukan apabila pengobatan dengan medikamentosa sudah gagal.

Pembedahan radikal dilakukan dengan mengangkat mukosa yang patologik dan

membuat drainase dari sinus yang terkena. Untuk sinus maksila dilakukan operasi

Caldwell – Luc, sedangkan untuk sinus etmoid dilakukan etmoidektomi.

Pembedahan tidak radikal yang akhir akhir ini sedang dikembangkan adalah

menggunakan endoskopi yang disebut Bedah Sinus Endoskopi Fungsional.

Prisnsipnya adalah membuka daerah kompleks osteo-meatal yang menjadi sumber

penyumbatan dan infeksi sehingga ventilasi dan drainase sinus dapat lancar kembali

melaui ostium alami

.

T U T O R I A L R H I N O S I N U S I T I S |33

Page 34: TINJAUAN PUSTAKA

S T A S E T H T R S I J P O N D O K K O P I

Definisi menurut Epos 2007 .

Rhinosinusitis merupakan peradangan pada hidung dan sinus paranasal yang ditandai

dengan dua atau lebih gejala, yang salah satu gejalanya adalah hidung tersumbat / obstruksi /

kongesti atau nasal discharge (anterior/ posterior nasal drip). Nyeri tekan pada wajah, Indera

penciuman menjadi menurun / hilang

Tanda – tanda dari endoskopik:

Polip dan/atau

Discharge mukopurulen terutama dari meatus media dan/atau

Edema / obstruksi mukosa terutama di meatus media.

Diagnosis

• Berdasarkan gejala, tidak perlu dilakukannya pencitraan (x-ray tidak dianjurkan).

• Jika Gejala kurang dari 12 minggu:

• Terdapat dua gejala / lebih, dan salah satunya terdapat hidung tersumbat / obstruksi /

kongesti / nasal discharge (anterior/posterior nasal drip),Nyeri tekanan pada wajah,

Penurunan penciuman / hilang

Dengan lamanya gejala, jika masalahnya berulang, harus ditanyakan pada gejala alergi, yaitu

bersin, berair, rhinorrhea, hidung gatal dan mata berair disertai gatal.

• Common cold/rhinosinusitis akut virus didefinisikan sebagai : durasi gejala yang

kurang dari 10 hari.

• Akut rhinosinusitis non virus didefinisikan sebagai:

• meningkatnya gejala setelah 5 hari / gejala peresisten setelah 10 hari dengan < 12

minggu.

T U T O R I A L R H I N O S I N U S I T I S |34

Page 35: TINJAUAN PUSTAKA

S T A S E T H T R S I J P O N D O K K O P I

T U T O R I A L R H I N O S I N U S I T I S |35

Skema manajemen untuk perawatan primer untuk orang dewasa dengan rhinosinusitis

akut

Gejala dua atau lebih dan salah satunya harus berupa:

Hidung tersumbat / obstruksi/kongesti/nasal

discharge : anterior/posterior nasal dripTerdapat nyeri tekan pada

wajah Penurunan penciuman /

hilangPemeriksaan rhinoskopi

anteriorXray / CT Scan tidak

dianjurkan

Pada setiap titik langsung rujuk /

rawat inap:Edema periorbital Optalmioplegia

Penurunan ketajaman visual

Sakit kepala berat di frontal

unilateral / bilateral pembengakakn

frontalTanda-tanda

meningitis / tanda neurologis fokal

Gejala kurang dari 5 hari / meningkat setelahnya

Gejala bertahan / meningkat

setelah 5 hariCommon coldMengurangi gejala-gejala

Tidak ada perbaikan

setelah 14 hari dari pengobatanPertimbangkan rujuk ke dokter

spesialis untuk 7 – 14 hari

ModerateSteroid topikal

Efek dalam 48 jam

Teruskan pengobatan

ParahAntibiotik

Steriod topikal

Tidak ada efek dalam

48 jamMerujuk ke

spesialis *Demam > 380 C, sakit parah

Page 36: TINJAUAN PUSTAKA

S T A S E T H T R S I J P O N D O K K O P I

Rhinosinusitis Kronik

Gejala > 12 minggu, dua atau lebih gejala, satu diantaranya memiliki gejala hidung tersumbat

atau discharge hidung : Nyeri wajah / tertekan, Penciuman berkurang / menghilang

Bila dari anamnesis didapatkan adanya gejala alergi, hidung meler, gatal, dan mata

berair atau gatal sebaiknya dilakukan tes alergi (X Ray dan CT Scan tidak dianjurkan

T U T O R I A L R H I N O S I N U S I T I S |36

Skema manajemen untuk spesialis THT orang dewasa dengan rhinosinusitis akut

Rujukan dari perawatan Primer

Gejala sedang dan ada

perbaikan setelah 14 hari

pengobatan

Gejala yang parah dan tidak ada perbaikan setelah 48 jam

pengobatan

Komplikasi

Pertimbangkan kembali

diagnosis:Nasal

endoskopi Pertimbangkan

pencitraan Pertimbangkan

kultur Antibiotika

oral Pengobatan

sesuai diagnosis

Pertimbangkan rawat inap

Nasal endoskopi Pencitraan

Kultur

Pertimbangkan Antibiotika IV

Pertimbangkan steroid oral

Pertimbangkan operasi

Rawat inapNasal

endoskopi Pencitraan

Kultur Antibiotika IV

dan / atau pembedahan

Page 37: TINJAUAN PUSTAKA

S T A S E T H T R S I J P O N D O K K O P I

T U T O R I A L R H I N O S I N U S I T I S |37

Skema manajemen Rhinosinusitis Kronik dengan atau tanpa Polip Nasal

Gejala > 12 minggudua atau lebih gejala, satu

diantaranya memiliki gejala hidung tersumbat atau

discharge hidung :- Nyeri wajah / tertekan

- Penciuman berkurang / menghilangEndosk

opi

Tidak ada

endoskopi

LIHAT SKEMA spesialis THT untuk NASAL POLIP

Polip Tidak ada polipLIHAT

SKEMA spesialis THT untuk Rhinosinusiti

s kronik

Rujuk Spesialis THT jika Operasi

diperlukan

Pem : Rhinoskopi anteriorDiberikan steroid

topikal + antihistamin jika ada

alergi

Page 38: TINJAUAN PUSTAKA

S T A S E T H T R S I J P O N D O K K O P I

Bukti Berbasis Skema Manajemen Untuk Dewasa Dengan Crs Tanpa Np Untuk

Spesialis Tht

Diagnosis

Gejala timbul lebih dari 12 minggu Dua atau lebih gejala , salah satunya harus berupa hidung

tersumbat / obstruksi / kongesti atau hidung discharge ( anterior / posterior nasal drip ) : nyeri

/ tekanan wajah , pengurangan atau hilangnya penciuman

Pemeriksaan

NE-tidak terlihat polip di meatus media, beri dekongestan bila perlu . ( Definisi ini menerima

bahwa ada spektrum penyakit pada CRS yang meliputi perubahan polypoid dalam sinus dan /

atau meatus tengah tetapi tidak termasuk mereka dengan penyakit polypoid menyajikan

dalam rongga hidung untuk menghindari tumpang tindih )

Diagnosis review dokter perawatan primer dan pengobatan kuesioner untuk alergi dan jika

positif , tes alergi jika belum dilakukan . Pengobatan harus didasarkan pada keparahan gejala

Tentukan keparahan gejala-gejala menggunakan VAS

T U T O R I A L R H I N O S I N U S I T I S |38

Lanjutkan terapi

Perbaikan

Tidak ada

perbaikanRujuk

spesialis THT

Evaluasi setelah 4 minggu

Page 39: TINJAUAN PUSTAKA

S T A S E T H T R S I J P O N D O K K O P I

T U T O R I A L R H I N O S I N U S I T I S |39

Skema 4. manajemen untuk spesialis THT untuk orang dewasa dengan

CRS tanpa polip hidungDua gejala: salah satunya sumbatan hidung atau

perubahan warna± nyeri frontal, sakit

kepala± gangguan bau

Pemeriksaan THT termasuk endoskopi

Pertimbangkan CT scanPeriksa alergi

Pertimbangkan diagnosis dan pengobatan penyakit penyerta, misalnya asma

Pertimbangkan diagnosis gejala unilateral lainnya Pendarahan Cacosmia Crusting Gejala Orbital: Periorbital edema berkurang optalmoplegia Parah sakit kepala frontal Tanda meningitis atau pembengkakan fokal tanda neurologis

RINGANVAS 3-0

Perbaikan

Gagal setelah 3

bulan

Topical steroidKultur

Makrodila jangka

panjang

PEMBEDAHAN

CT SCAN

Gagal setelah 3

bulan

Urgent investigatio

n and interventio

n

SEDAN/BERAT

VAS > 3-10

Steroid topikal

Menindaklanjuti

dengan steroid topikal dengan jangka

panjang

Page 40: TINJAUAN PUSTAKA

S T A S E T H T R S I J P O N D O K K O P I

BUKTI BERBASIS SKEMA MANAJEMEN UNTUK DEWASA Dengan CRS Dengan

NP Untuk SPESIALIS THT

Diagnosis

Gejala timbul lebih dari 12 minggu Dua atau lebih gejala , salah satunya harus berupa hidung

tersumbat / obstruksi / kongesti atau hidung discharge ( anterior / posterior nasal drip ) : nyeri

/ tekanan wajah , pengurangan atau hilangnya penciuman

Pemeriksaan

Nasal endoscopy-polip bilateral, gambaran endoskopi di meatus media.

– Diagnosis review dokter perawatan primer dan pengobatan

– kuesioner untuk alergi dan jika positif , tes alergi jika belum dilakukan

Keparahan gejala (dinilai berdasarkan VAS)

T U T O R I A L R H I N O S I N U S I T I S |40

Page 41: TINJAUAN PUSTAKA

S T A S E T H T R S I J P O N D O K K O P I

T U T O R I A L R H I N O S I N U S I T I S |41

Skema 5. manajemen untuk spesialis THT untuk orang dewasa dengan CRS dengan polip hidung

Dua gejala: salah satunya harus sumbatan hidung atau terdapat perubahan warna± nyeri frontal, sakit kepala, ± gangguan bauPemeriksaan THT termasuk endoskopi (ukuran polip), Pertimbangkan CT scan, Pertimbangkan diagnosis dan pengobatan penyakit penyerta, misalnya, ASA

Pertimbangkan diagnosis lain gejala unilateral, pendarahanKrusta, Cacosmia,Gejala Orbital: periorbital edema Penglihatan ganda atau optalmoplegia Sakit kepala frontal parah frontal pembengkakan Tanda-tanda meningitis atau fokal T anda-tanda neurologis

Perbaikan

Diulang setelah 3

bulan

PEMBEDAHAN

CT SCAN

Diulang setelah 1

bulan

Urgent investigati

on and interventio

n

Steroid topikal spray

RINGANVAS 0-3

SEDANGVAS> 3-

7

BERATVAS > 7-

10Steroid topikal drops

Steroid oral

(jangka panjang)Steroid topikal

Tidak ada

Perbaikan

Perbaikan

Tidak ada

Perbaikan

Tindak lanjut, douching

steroid topikal, ± oral,

± antibiotik jangka panjang

Lanjutkan dengan

topikal steroidDiulang setiap 6 bulan

Page 42: TINJAUAN PUSTAKA

S T A S E T H T R S I J P O N D O K K O P I

T U T O R I A L R H I N O S I N U S I T I S |42

Gejala salah satunya hidung tersumbat/ obstruksi/

kongesti/ meler/ post nasal drip: nyeri frontal, hiposmia,

rinoskopi anterior, X Ray tidak di rekomendasi

Rawat inap:Bila ada:Edema periorbitalOptalmoplegia Penglihatan ganda

Gejala < 5 hari/

meningkat setelahnya

Gejala persisten/ meningkat

setelah 5 hariCommon

cold

Perbaikan gejala

Tidak

Perbaikan gejala

ParahSedang

Asma, bronkitis

kronik

Ya

Amoxicilin oral

Non toksik

Antibiotik oralTidak ada efek

dalam 48 jam

Dirawat

Demam >

380 C

TOKSISK, PARAH

Rawat, Antibiotik

IVRawat:

Endoskopi nasal, kulturAntibiotik IV

Operasi

Skema 6. Manajemen Rhinosinusitis Akut Pada Anak

Page 43: TINJAUAN PUSTAKA

S T A S E T H T R S I J P O N D O K K O P I

PENCEGAHAN

Pencegahan yang paling mudah, jangan sampai terkena infeksi saluran nafas.

Rajin mecuci tangan karena tindakan sederhana ini terbukti efektif dalam mengurangi

risiko tertular penyakit saluran pemafasan. Selain itu, sedapat mungkin menghindari

kontak erat dengan mereka yang sedang terkena batuk pilek.

T U T O R I A L R H I N O S I N U S I T I S |43

Skema 7. Manajemen Rhinosinusitis Kronis Pada Anak

Gejala salah satunya hidung tersumbat/ obstruksi/

kongesti/ meler/ post nasal drip: nyeri frontal, hiposmia,

rinoskopi anterior, X Ray tidak di rekomendasi

Pertimbangkan diagnosis bila:Gejala unilateral:PerdarahanKrustaCaeosmiaGejala orbita:

periorbital edema, penglihatan ganda, optalmoplegia, sakit kepala frontal, tanda-tanda meningitis, tanda-tanda neurologis.

Tidak parah EksasebasiTidak perlu

pengobatan

Tidak ada

perbaikan

Teruskan pengobat

an

Tidak ada peny.

sistemikAlergi Steroid topikal,

pencucian hidung,

antihistaminTinjau

setelah 4 mingguperbaikan

Antibiotik 2-6

minggu

Tidak ada

perbaikan

imunodefisiensi

Perawatan penyakit sistemik

Anjuran

operasi

Page 44: TINJAUAN PUSTAKA

S T A S E T H T R S I J P O N D O K K O P I

Bila anda memakai AC, sering-seringlah membersihkan penyaringnya agar

debu, jamur dan berbagai substansi yang mungkin dapat mencetuskan alergi dapat

dikurangi. Demikian juga dengan karpet dan sofa.

Meningkatkan daya tahan tubuh dengan cukup istirahat dan konsumsi makanan

dan minuman yang memiliki nilai nutrisi baik dan berolahraga yang teratur. Perbanyak

menghirup udara bersih. Hal ini sangat bermanfaat selain untuk menguatkan paru-paru

juga untuk mengisi daerah sinus dengan oksigen. Sehingga daerah-daerah sinus menjadi

lebih bersih dan kebal terhadap berbagai infeksi dan bakteri. Dan yang tidak kalah

pentingnya adalah segera kunjungi dokter bila terdapat gejala-gejala yang mungkin

merupakan gejala sinusitis. Diagnosa dan pengobatan secara dini dan tepat akan

mempercepat kesembuhan penyakit yang diderita.

KOMPLIKASI

1. Abses Mata

Ditandai dengan mata yang keluar nanah, gatal-gatal, membengkak, dan yang paling

parah adalah bisa menyebabkan kebutaan.Ini mudah sekali terjadi karena lokasi antara

hidung dan mata sangat berdekatan.

2. Meningitis dan Abses Otak

Bakteri, salah satunya pneumokokus, bisa masuk ke otak yang dapat menimbulkan

meningitis atau radang selaput otak. Bisa juga jaringan otak terinfeksi yang disebut

dengan abses otak. Meskipun hal ini jarang sekali terjadi namun kita perlu

mewaspadainya mengingat dampaknya sangat berbahaya bagi keselamatan jiwa anak.

Gejala yang muncul biasanya demam tinggi dan anak mengalami kejang-kejang.

3. Bronkitis dan Pneumonia

Lendir bisa turun ke saluran napas bawah seperti bronchus dan paru-paru sehingga

bakteri yang terkandung di dalamnya dapat menginfeksi bronchus, disebut dengan

sinubronchitis atau bronchitis yang disebabkan adanya rhinosinusitis. Bila masuk ke

dalam paru-paru dan kebetulan daya tahan tubuh anak sedang lemah, dapat

memunculkan pneumonia atau radang paru. Bila paru-paru sudah diserang,

pengobatannya sangat sulit dilakukan. Gejala yang muncul biasanya panas tinggi, sesak

napas, batuk-batuk, dan sebagainya.

4. Radang Telinga

T U T O R I A L R H I N O S I N U S I T I S |44

Page 45: TINJAUAN PUSTAKA

S T A S E T H T R S I J P O N D O K K O P I

Sering kali, saat rhinosinusitis muncul, telinga pun ikut terasa sakit. Hal ini disebabkan

organ telinga tengah yang juga ikut terinfeksi. Bukankah lokasi keduanya sangat

berdekatan? Gejala yang muncul pada telinga biasanya terasa sakit seperti ada yang

menusuk, berbunyi "nguing", panas tinggi, juga keluar nanah atau congekan. Congek

yang tak kunjung sembuh bisa mengakibatkan tuli konduktif.

Komplikasi sinusitis telah menurun nyata sejak diberikannya antibiotik. Komplikasi yang

mungkin terjadi adalah : Kelainan pada orbita . Terutama disebabkan oleh Sinusitis

etmoidalis karena letaknya yang berdekatan dengan mata.

Penyebaran infeksi melalui tromboflebitis dan perkontinuitatum. Gejala berupa :

Edema palpebra

Preseptal selulitis

Selulitis orbita tanpa abses

Selulitis orbita dengan sub atau ekstraperiostel abses

Selulitis orbita dengan intraperiosteal abses

Trombosis sinus kavernosus

Kelainan intrakranial

Abses ekstradural, subdural, dan intraserebral

Meningitis

Ensefalitis

Trombosis sinus kavernosus atau sagittal

Kelainan pada tulang

Osteitis

Osteomielitis

Kelainan pada paru

Bronkitis kronik

Bronkiektasis

Otitis media , Toxic shock syndrome, Mukokele , piokokele

T U T O R I A L R H I N O S I N U S I T I S |45

Page 46: TINJAUAN PUSTAKA

S T A S E T H T R S I J P O N D O K K O P I

BAB III

KESIMPULAN

Rhinosinusitis adalah bentuk peradangan pada mukosa hidung dan satu atau

lebih mukosa sinus paranasal. Penyakit rinosinusitis selalu dimulai dengan

penyumbatan daerah kompleks osteomeatal, oleh infeksi,obstruksi mekanis atau

alergi, dan oleh karena penyebaran infeksi gigi. Dalam beberapa kasus rhinosinusitis

dapat terjadi karena adanya peningkatan produksi bakteri pada permukaan rongga

sinus.

Penyakit ini terjadi pada semua ras, semua jenis kelamin baik laki-laki

maupun perempuan dan pada semua kelompok umur. Jarang menancam jiwa, tetapi

dapat menimbulkan komplikasi ke orbita dan intrakranial

Etiologinya bisa disebabkan beberapa hal, antara lain : infeksi bakteri, adanya

ISPA, reaksi alergi, trauma, ataupun kelainan kongenital.

Pada dasarnya patofisiologi dari rhinosinusitis dipengaruhi oleh 3 faktor yaitu

obstruksi drainase sinus (sinus ostia), kerusakan path silia, dan kuantitas dan kualitas

mukosa. Sinusitis dapat terjadi bila terdapat gangguan pengaliran udara dari dan ke

rongga sinus serta adanya gangguan mukus. Bila terjadi edema di kompleks ostio-

meatal, mukosa yang letaknya berhadapan akan saling bertemu, sehingga silia tidak

dapat bergerak dan lendir tidak dapat dialirkan. Maka terjadi gangguan drainase dan

ventilasi di dalam sinus, sehingga silia menjadi kurang aktif.

Manifestasi klinisnya bisa dilihat dari gejala subyektif dan obyektif. Juga bisa

dinilai dari gejala mayor dan minor.

Rhinosinusitis berdasarkan waktu dan kondisinya bisa diklasifikasikan

menjadi akut, sub akut, dan kronik.

Diagnosis dilakukan dengan anamnesa, pemeriksaan fisik, pemeriksaan

penunjang seperti transluminasi, foto rontgen 3 posisi, foto waters, dan juga

endoskopi.

Komplikasi rhinosinusitis bisa terjadi hingga intrakranial, periorbita dan paru.

Penatalaksanaan dan pencegahannya dilakukan sesuai dengan indikasi

T U T O R I A L R H I N O S I N U S I T I S |46

Page 47: TINJAUAN PUSTAKA

S T A S E T H T R S I J P O N D O K K O P I

.

DAFTAR PUSTAKA

1. Bousquet, J. Cauwenberge, P. ARIA (Allergic Rhinitis and Its Impact on Asthma

Initiative).

2. Burnside – Mc Glynn; Hidung dan Sinus Dalam : ADAMS Diagnosis Fisik, edisi 17,

Cetakan ke lima, Penerbit Buku Kedokteran EGC; Jakarta, 1995 : 141-144

3. Endang Mangunkusumo, Nusjirwan Rifki, Sinusitis, dalam Eviati, nurbaiti,

editor,Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher. Balai

Penerbit FK UI, Jakarta, 2002, 121 – 125

4. Krouse, John H. Chadwick, Stephen J. Gordon, Bruce R. Derebery, M. Jennifer.

Allergy and Immunology, An Otolaryngic Approach. Lippincott Williams&Wilkins.

USA. 209-219. 2002.

5. Lee, K. Essential Otolaryngology, Head and Neck Surgery. Edisi ke delapan.

McGrawl-Hill. 2003.

6. Newlands, Shawn D. Bailey, Biron J. et al.. Textbook of Head and Neck Surgery-

Otolaryngology. 3rd edition. Volume 1. Lippincot: Williams & Wilkins. Philadelphia.

273-9. 2000.

7. PERHATI Jaya - Bagian THT FK U1 / RSCM. Jakarta; 2001. h 14-18.

8. Pinheiro AD, Facer GW, Kern EB. Rhinosinusitis: Current Concepts And

Management. Dalam: Bailey BJ, penyunting. Head & neck surgery-otolaryngology

Vol.3. Edisi ke-3. Philadelphia-New York: Lippincott Raven publ; 2001. h.345-56.

9. Soepardi, Efiaty Arsyad, Iskandar, Nurbaiti, dkk. (2007). Buku Ajar Ilmu Kesehatan:

Telinga Hidung Tenggorokkan Kepala & Leher. Edisi ke 6. Jakarta : Balai Penerbit

FK UI.

10. Sumarman I. Patofisiologi dan Prosedur Diagnostic Rinitis Alergi. Dalam : Kumpulan

Makalah Simposium "Current and Future Approach in Treatment of Allergic Rhinitis"

kerjasama

11. Weir N, GoldingWood DG(1997) Infective rhinitis and Sinusitis.in:mackay IS, Bull

TR, Editors. Scott-Brown Otolaryngology (Rhinologi). 6thed.

Oxford,Boston,Singappore: Butterworth-Heinemann:4/8/1-49

12. http://emedicine.medscape.com/article/835134-overview#showall

T U T O R I A L R H I N O S I N U S I T I S |47