Page 1
TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG PRAKTIK PENGUPAHAN
PEKERJA HARIAN KEBUN KOPI
(Studi di Desa Pagar Agung Kecamatan Semende Darat Laut
Kabupaten Muara Enim)
Skripsi
DEVI ANGGRAENI
NPM. 1721030159
Program Studi Hukum Ekonomi Syariah (Muamalah)
FAKULTAS SYARIAH
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN INTAN LAMPUNG
1442 H/2021 M
Page 2
TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG PRAKTIK PENGUPAHAN
PEKERJA HARIAN KEBUN KOPI
(Studi di Desa Pagar Agung Kecamatan Semende Darat Laut
Kabupaten Muara Enim)
Skripsi
Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat-syarat
Guna Mendapatkan Gelar Sarjana S1 dalam Ilmu Syariah
Oleh
DEVI ANGGRAENI
NPM. 1721030159
Prodi : Hukum Ekonomi Syariah (Muamalah)
Pembimbing I : Dr. H. A. Khumaidi Ja’far, S.Ag. M.H.
Pembimbing II: H. Rohmat, S.Ag., M.H.I.
FAKULTAS SYARIAH
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN INTAN LAMPUNG
1442 H/2021 M
Page 3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Penegasan Judul
Sebagai langkah pertama untuk mempermudah mendapatkan
informasi serta gambaran yang jelas dalam mengartikan kalimat judul maka
adanya penjelasan arti dan makna dari beberapa yang terkait dengan tujuan
penelitian ini. Dengan penegasan judul tersebut diharapkan tidak akan terjadi
kesalah pahaman dalam memahami maksud dan tujuan serta ruang lingkup
terhadap pokok permasalahan yang akan dibahas Tinjauan Hukum Islam
Tentang Praktik Pengupahan Pekerja Harian Petani Kebun Kopi (Studi
di Desa Pagar Agung, Kecamatan Semende Darat Laut, Kabupaten
Muara Enim), adapun berbagai istilah sebagai berikut :
Hukum Islam adalah hukum yang dibagun berdasarkan pemahaman
manusia atas nash Al-Quran maupun As-Sunnah untuk mengatur kehidupan
manusia. Adapun menurut ahli ushul fiqh hukum Islam yaitu firman Allah
yang ditunjukkan kepada orang mukallaf yaitu orang-orang yang sudah cakap
bertanggung jawab hukum berupa perintah larangan atau kewenangan
memilih yang bersangkutan dengan perbuatan.1
Upah adalah memberikan imbalan sebagai bayaran kepada seseorang
yang telah diperintah untuk mengerjakan suatu pekerjaan tertentu dan bayaran
itu diberikan menurut perjanjian yang telah disepakati.2
1 Said Agil Husin Al-Anwar, Hukum Islam Dan Pluralitas Sosial, (Jakarta: Permadani,
2004), 6. 2 Khumedi Ja‟far, Hukum Perdata Islam Di Indonesia (Surabaya: GEMILANG, 2019),
137.
Page 4
2
Pekerja Harian yaitu orang yang menerima upah atas hasil kerjanya
yang upahnya diperhitungkan setiap hari bekerja (jumlah hari kerjanya).3
Kebun Kopi adalah sebidang tanah luas yang ditanami kopi.
Berdasarkan uraian diatas maka maksud dalam judul ini adalah untuk
mengetahui bagaimana praktik pengupahan pekerja harian kebun kopi yang
terjadi di Desa Pagar Agung Kecamatan Semende Darat Laut Kabupaten
Muara Enim dalam tinjauan hukum Islam.
B. Latar Belakang Masalah
Allah SWT menciptakan manusia sebagai makhluk sosial dimana
mereka hidup saling membutuhkan antara yang satu dengan lainnya. Allah
SWT juga mengatur hubungan antara manusia dengan Allah dalam rangka
menegakkan habluminannas yang keduanya merupakan misi kehidupan
manusia yang diciptakan sebagai khalifah diatas bumi. Hubungan sesama
manusia itu bernilai ibadah bila dilaksanakan sesuai dengan petunjuk Allah
sebagaimana telah diuraikan dalam fiqh.4
Dalam fiqh muamalah hubungan antara sesama manusia diantaranya
meliputi, jual beli, utang piutang, jasa penitipan, sewa-menyewa, upah-
mengupah, gadai dan lain sebagainya. Tak ada seorangpun yang bisa
memenuhi kebutuhan kebutuhan tanpa bantuan orang lain. Oleh karena itulah
mereka bekerja sama dengan cara bermuamalah.5
3 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Pusat Bahasa Edisi
Keempat, (Jakarta: PT Gramedia, 2011), 681. 4 Amir Syarifuddin, Gari-Garis Besar Fiqh (Jakarta: Kencana, 2003), 175.
5 Rahmat Syafe‟i, Fiqh Muamalah (Jawa Tengah: Pustaka Setia, n.d.), 115.
Page 5
3
Seorang pekerja atau yang biasa disebut dengan buruh adalah mereka
yang tidak mempunyai alat produksi untuk menghasilkan barang, akan tetapi
mereka mempunyai tenaga yang bisa digunakan untuk bekerja dan
menjalankan alat produksi tersebut sehingga menghasilkan barang yang
diinginkan. Bentuk kerjasama seperti itu disebut dengan ijarah.6 Ijarah baik
dalam bentuk sewa-menyewa atau dalam bentuk upah mengupah itu
merupakan muamalah yang telah disyariatkan dalam Islam. Hukum asalnya
adalah mubah atau boleh apabila dilakukan sesuai ketentuan yang
disyariatkan dalam Islam.
Pada prinsipnya setiap orang yang bekerja pasti akan mendapat
imbalan dari apa yang telah dikerjakan dan masing-masing tidak dirugikan.
Sehingga penting adanya akad yang jelas antara kedua belah pihak. Syarat-
syarat-syarat upah telah ditetapkan sedemikian rupa sehingga upah menjadi
adil dan tidak merugikan salah satu pihak baik musta‟jir dan mu‟ajir supaya
tercipta kesejahteraan sosial. Di dalam Islam dijelaskan bahwasanya
memberikan upah setelah pekerjaan selesai. Hal tersebut terkandung dalam
sebuah hadits Nabi Muhammad SAW yang berbunyi :
زقبل اى هجف عزق )را ابي هاج( االج اعط7
“Berikanlah upah orang yang bekerja sebelum keringatnya mengering”
Hadits diatas menerangkan supaya menyegerakan pembayaran
upah setelah selesai pekerjaan.
6 Siti Mardiyah, “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Upah Buruh Tani dengan Sistem
Bawaon” (Skripsi, IAIN Salatiga, 2020), 1. 7 Al-Qazwini Abi Muhammad ibn Yazid, Sunan Ibn Majah, 20.
Page 6
4
Berdasarkan pengamatan langsung, mayoritas masyarakat Desa Pagar
Agung Kecamatan Semende Darat Laut Kabupaten Muara Enim adalah
petani dan buruh tani karena tingkat pendidikan dan kurangnya ilmu
pengetahuan yang menuntut masyarakat hanya bisa bekerja sebagai petani
dan buruh tani. Sumber utama mata pencaharian masyarakat desa Pagar
Agung yaitu dari kebun kopi. Sebagian masyarakat yang bekerja sebagai
buruh tani karena mereka tidak memiliki kebun kopi, sedangkan sebagiannya
masyarakat memiliki kebun kopi hanya sebagian kecil saja. Petani yang
bekerja dengan sistem harian ada juga yang tahunan. Pada dasarnya pekerja
harian akan menerima upahnya perhari setelah melakukan pekerjaan. Namun
berbeda halnya yang terjadi di desa Pagar Agung dimana pekerja harian akan
menerima upah setelah bekerja secara berangsur dalam waktu yang tidak
ditentukan berakhirnya pembayaran.
Dalam Pelaksanaan pengupahannya adalah upah yang diberikan
secara berangsur kepada pekerja namun dalam akad tersebut pembayaran
upah yang diberikan oleh pemilik kebun kopi/pemberi upah kepada pekerja
tidak terikat waktu berakhirnya pembayaran upah. Sistem seperti ini sudah
dilakukan para petani kebun kopi dan menjadi kebiasaan di Desa Pagar
Agung Kecamatan Semende Darat Laut Kabupaten Muara Enim. Pada
kejadian ini akad yang dilakukan oleh 2 pihak dimana pihak pertama sebagai
pemberi upah (musta‟jir) dan pihak kedua yang menerima upah (mu‟ajir).
Dalam pembayaran upah secara berangsur tanpa akad waktu berakhirnya
pembayaran. Upah akan diberikan separuhnya sebelum bekerja dan sisanya
Page 7
5
akan dibayar setelah musta‟jir memiliki uang. Dalam hal ini penulis
mengamati bahwa salah satu pihak akan merasa dirugikan yaitu mu‟ajir
merasa karena penundaan pembayaran yang dilakukan oleh musta‟jir.
Dari pemaparan permasalahan tersebut, akan diteliti lebih lanjut
apakah ada pihak yang merasa dirugikan dengan praktik pengupahan tersebut.
Maka akan ditinjau dalam skripsi yang berjudul “Tinjauan Hukum Islam
Tentang Praktik Pengupahan Pekerja Harian Kebun Kopi ( Studi di
Desa Pagar Agung Kecamatan Semende Darat Laut Kabupaten Muara
Enim).”
C. Identifikasi dan Batasan Masalah
Berdasarkan penjelasan latar belakang diatas, maka adapat dibuat
suatu identifikasi masalah sebagai berikut:
1. Praktik Pengupahan Pekerja Harian Kebun Kopi di Desa Pagar Agung
Kecamatan Semende Darat Laut Kabupaten Muara Enim
2. Praktik Pengupahan Pekerja Harian Kebun Kopi di Desa Pagar Agung
Kecamatan Semende Darat Laut Kabupaten Muara Enim dalam Tinjauan
Hukum Islam
D. Fokus dan Sub-Fokus Penelitian
Berdasarkan latar belakang diatas maka penelitian ini berfokus
membahas tentang bagaimana praktik pengupahan pekerja harian kebun kopi
dan sub-fokus penelitian di Desa Pagar Agung Kecamatan Semende Darat
Laut Kabupaten Muara Enim.
Page 8
6
E. Rumusan Masalah
Berdasarkan dari uraian latar belakang di atas, maka perlu dirumuskan
fokus permasalahan yang akan dibahas nanti adapun yang menjadi pokok
permasalahan, yaitu:
1. Bagaimana praktik pengupahan pekerja harian kebun kopi di desa Pagar
Agung Kecamatan Semende Darat Laut ?
2. Bagaimana tinjauan hukum Islam tentang praktik pengupahan pekerja
kebun kopi di desa Pagar Agung Kecamatan Semende Darat Laut ?
F. Tujuan Penelitian
Berdasarkan dari rumusan masalah diatas tujuan dalam penulisan
proposal ini diantaranya:
1. Untuk mengetahui praktik pengupahan pekerja harian petani kebun kopi
di desa Pagar Agung Kecamatan Semende Darat Laut.
2. Untuk mengetahui tinjauan hukum Islam terhadap praktik pengupahan
pekerja harian petani kebun kopi di desa Pagar Agung Kecamatan
Semende Darat Laut.
G. Manfaat Penelitian
1. Secara Teoritis
Secara teoritis berguna sebagai upaya menambah wawasan ilmu
pengetahuan bagi penulis, serta dapat dijadikan rujukan bagi penulis
berikutnya, dan dapat memberikan pemahaman kepada masyarakat tentang
ilmu pengetahuan khususnya terhadap praktik pengupahan pekerja harian
Page 9
7
kebun kopi di desa Pagar Agung Kecamatan Semende Darat Laut
Kabupaten Muara Enim.
2. Secara Praktis
Secara praktis penelitian ini dimaksudkan sebagai suatu syarat
tugas akhir guna memperoleh gelar sarjana S.H. pada fakultas syariah
Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung.
H. Kajian Penelitian Terdahulu Yang Relevan
Berdasarkan tinjauan pustaka ini, penulis menjelaskan beberapa
penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, relevan dengan judul proposal
ini:
Pertama, skripsi tentang upah seperti yang dibahas oleh Fauzan
Adhim (2018) dari Universitas Islam Negeri Ar-Raniry dengan judul
“Tinjauan Hukum Islam terhadap Sistem Upah Tenaga kerja PT. Global
Perkasa”. Pada praktiknya yang terjadi dalam memberikan upah kepada
pekerja PT. Global belum sepenuhnya menjalankan sesuai dengan ketentuan
yaitu menyebutkan terlebih dahulu upah yang akan diterima sebelum pekerja
menjalankan tugasnya dan yang belum sesuai adalah perusahaan tidak
membayarkan upah kepada pekerja tepat waktu sesuai kesepakatan antara
kedua belah pihak. Perusahaan juga belum bisa membayarkan upah sesuai
dengan peraturan pemerintah yaitu peraturan Gubernur Aceh Nomor 72
Tahun 2016 Pasal 2 Tentang Penetapan Upah Minimum (UMP) Aceh tahun
2017 ditetapkan sebesar Rp. 2. 500.000,- yang merupakan upah bulanan
terendah dnegan waktu kerja 7 jam perhari atau 40 jam perminggu bagi sitem
Page 10
8
kerja 6 hari perminggu dan 8 jam pe rhari atau 40 jam per minggu bagi sistem
kerja 5 hari per minggu.8
Kedua, Dewi Lestari (2015), yang berjudul “Sistem Pengupahan
Pekerja Dalam Perspektif Ekonomi Islam (Studi Kasus pada UMKM
Produksi Ikan Teri Salim Group di Desa Korowelang Cepiring-Kendal)”,
dalam skripsinya tersebut menjelaskan pengupahan pekerja yang dilakukan
pada usaha tersebut atas dasar borongan sesuai dengan ikan yang diproduksi.
Pada usaha tersebut juga melakukan pekerjaannya dari proses awal hingga
proses akhir. Dengan tidak adanya pembagian pekerjaan tersebut, amak
antara pekerja yang pemalas dengan pekerja yang rajin akan memperoleh
bagian upah yang sama. Upah juga diberikan secara sepihak tanpa ada
kesepakatan dari kedua belah pihak, sehingga ada salah satu pihak yang
dirugikan.9
Ketiga, Nur Khofifah (2018), yang berjudul “ Tinjauan Hukum Islam
Terhadap Sistem Pengupahan Buruh Emping Melinjo Di Desa Candirejo
Kecamatan Bawang Kabupaten Batang”, praktik yang masih tidak ada
kesepakatan terkait berapa upah yang akan diberikan oleh pengusaha di awal
akad atau tidak menetapkan atau menyebutkan upah berapa yang akan
diberikan perkilonya melinjo yang telah menjadi meping kering yang sudah
siap untuk digoreng dan dikonsumsi. Tidak jarang juga adanya perbedaan
antara upah upah seorang yang satu dengan orang yang lain berbeda
8 Fauzan Adhim, “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Sistem Upah Tenaga Kerja Pada PT.
Global Perkasa” (Skripsi, Universitas Negeri Ar-Raniry, 2018), 1. 9 Dewi Lestari, “Sistem Pengupahan Pekerja Dalam Persfektif Ekonomi Islam” (Skripsi,
Universitas Islam Negeri Walisongo, 2015), 3.
Page 11
9
meskipun dari bahan baku melinjo yang sama beratnya. Sistem upah yang
digunakan antara buruh dengan pengusaha emping yaitu menggunakan sistem
upah potongan dan upah tersebut dapat dikategorikan dalam upah khusus.10
Keempat, skripsi dari Cut Mirna (2018), yang berjudul “Sistem
Pengupahan Dalam Islam (Studi Terhadap Upah Pekerja Traktor Pemotong
Padi Pada Usaha Pelayanan Jasa Alsintan Sejahtera Pulo Panjoe Keamatan
Glumpang Baro Kabupaten Pidie)” yang menjelaskan tentang praktik kontrak
kerja pemotong padi yang dipraktikkan oleh Alsintan dengan pihak pekerja
adalah dengan cara saling memaklumi dan saling mempercayai yaitu akad
dengan lisan tanpa membuat surat perjanjian ataupun perjanjian tertulisnya.
Pekerja upah mengikat karung dan sopir traktor pemotong padi dikontrak
tetap oleh pihak Alsintan sedangkan agennya dikontrak berdasarkan kampung
dimana tempat pemotongan padi dilaksanakan, dalam artian seorang agen
hanya dikontrak untuk satu kampung. Pembagian upah kerja atau ujrah antara
pihak Alsintan dan pekerja dilakukan setelah pemotongan padi selesai dan
agen telah mengambil uang dari pemilik sawah yang menyewa jasa mereka.
Dalam tiap pemotongan padi 1 naleh maka pemilik sawah membayar Rp.
600.000. Uang tersebut diberikan kepada agen Rp. 100.000, untuk pihak
Alsintan Rp. 400.000, untuk sopir Rp. 50.000, dan untuk pekerja ikat karung
Rp. 50.000 yang bekerja dua orang maka maisng-masing mendapat Rp.
25.000. Pengambilan upah pada jasa traktor pemotong padi tidak hanya
dengan uang, tetapi dapat menggunakan hasil panen berupa padi, yang mana
10
Nur Khofifah, “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Sistem Pengupahan Buruh Emping
Melinjo Di Desa Candirejo Kecamatan Bawang Kabupaten Batang” (Skripsi, Universitas Islam
Negeri Walisongo, 2018), 4.
Page 12
10
harga pasaran yang dapat berubah pada setiap hari, sehingga bisa
menyebabkan kerugian pada salah satu pihak.11
Setelah penyusun melakukan penelusuran terhadap judul skripsi dan
kesimpulannya di atas, maka dapat diketahui perbedaan dalam segi pembagian
hasil, upah dan cara penentuan upah tersebut. Meskipun pada dasarnya judul
skripsi diatas memiliki permasalahan yang sama, namun substansi yang
diajukan penulis dalam proposal ini berbeda. Karena disini penulis akan
membahas terkait praktik pengupahan yang dilakukan antara mu‟ajir dan
musta‟jir, yakni dalam praktiknya upah yang diberikan secara berangsur
namun dalam akad tidak menentukan waktu atau tempo berakhirnya
pembayaran upah. Dalam hal ini dapat kita lihat dimana pihak musta‟jir yang
merasa dirugikan karena penundaan pembayaran upah yang tidak terikat
waktu pembayaran yang jelas.
Selain itu, skripsi yang sudah ada nantinya bisa penulis jadikan
rujukan dalam menyelesaikan proposal skripsi. Oleh karena itu, penulis
tertarik melakukan penelitian dengan judul: “Tinjauan Hukum Islam
Tentang Praktik Pengupahan Pekerja Harian Petani Kebun Kopi (Studi
di Desa Pagar Agung Kecamatan Semende Darat Laut Kabupaten Muara
Enim.”
11
Cut Mirna, “Sistem Pengupahan Ijarah” (Skripsi, Universitas Negeri Ar-Raniry, 2018),
10.
Page 13
11
I. Metode Penelitian
1. Jenis dan Sifat Penelitian
a. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah jenis penelitian di lapangan
(field research), yaitu penelitian yang langsung dilakukan dilapangan
atau pada responden. Penelitian ini dilakukan untuk langkah kehidupan
yang sebenarnya. Disini peneliti akan langsung terjun kelapangan untuk
melaksanakan penelitian secara langsung. 12 Penelitian field research
dilakukan dnegan cara menggali data yang bersumber dari lokasi atau
lapangan penelitian. Dalam penelitian ini bersumber di desa Pagar Agung
kecamatan Semende Darat Laut Kabupaten Muara Enim.
b. Sifat Penelitian
Penelitian ini bersifat deskriptif kualitatif yakni menggambarkan
secara tepat dari sifat-sifat individu, gejala, sifat-sifat, keadaan dan situasi
kelompok untuk menempatkan frekuensi adanya hubungan tertentu suatu
gejala dalam masyarakat.13
Dalam skripsi ini penulis akan memaparkan secara lebih spesifik
tentang praktik upah harian petani kopi yang dilakukan di desa Pagar
Agung kecamatan Semende Darat Laut Kabupaten Muara Enim.
12
Susiadi AS, Metode Penelitian, (Bandar Lampung: Lp2m Iain Raden Intan Lampung,
2019), 9. 13
Kencana Ningrat, Metode Penelitian Masyarakat, (Jakarta: Gramedia Pustaka, 1990),
93.
Page 14
12
2. Sumber data
Sumber data yang dipakai dalam skripsi ini, yaitu :
a. Data primer
Data primer merupakan sumber pertama terkait dengan
permasalahan yang masih perlu dikaji lebih dalam dan diolah
penggunaannya, yang didapat dari wawancara, dokumentasi secara
langsung dengan para petani di desa Pagar Agung kecamatan Semende
Darat Laut Kabupaten Muara Enim.
b. Data Sekunder
Data sekunder merupakan data yang diperoleh dari hasil studi
pustaka baik berupa buku, jurnal, sumber online dan bahan bacaan yang
digunakan untuk mendukung sumber data primer.
3. Populasi dan Sampel
a. Populasi
Populasi atau universe adalah sejumlah orang atau unit yang
mempunyai karakteristik yang sama antaranya. 14 Populasi adalah
wilayah generalisasi yang terdiri atas objek/subjek yang mempunyai
kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk
dipelajari yang kemudian ditarik kesimpulannya. 15 Populasi pada
penelitian ini adalah petani kopi dan buruh di Desa Pagar Agung
Kecamatan Semende Darat Laut Kabupaten Muara Enim berjumlah 127
orang.
14
Suharmi Arikunto, Prosedur Penelitian, (Jakarta: Rineka Cipta, 1993), 102. 15
Mahli M. Hikmat, Metode Penelitian Dalam Perspektif Ilmu Komunikasi Dan Sastra,
(Yogyakarta: Graha Ilmu, 2011), 60.
Page 15
13
b. Sampel
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang
dimiliki oleh populasi tersebut. Bila populasi besar dan peneliti tidak
mungkin mempelajari semua yang ada pada populasi, misalnya karena
keterbatasan dana, tenaga dan waktu, maka peneliti dapat menggunakan
sampel yang diambil dari populasi itu. 16 Seperti yang dikemukakan
Arikunto apabila subjek kurang dari 100 lebih baik diambil semua,
sehingga penelitian ini adalah penelitian populasi. Selanjutnya jika
jumlah subjeknya besar dapat diambil 10%-15% atau 20%-50% atau
lebih.17
Sesuai dengan pemaparan diatas karena populasinya dalam
penelitian ini lebih dari 100 maka diambil 10% dari 127 orang adalah
12,7 dibulatkan menjadi 13 orang yang akan dijadikan sampel di Desa
Pagar Agung Kecamatan Semende Darat Laut Kabupaten Muara Enim.
Dalam teknik pengambilan sampel pada penelitian ini adalah purposive
sampling. Menurut Sugiyono purposive sampling adalah teknik
pengambilan sampel dengan pertimbangan tertentu sesuai dengan
tujuan.18
16
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan, (Bandung: Alfabeta, 2012), 118. 17
Ibid., 115. 18
Ibid., 130.
Page 16
14
Berdasarkan penjelasan diatas maka sampel pada penelitian ini
memiliki beberapa kriteria yaitu :
a) Pemilik kebun yang bekerja atau bertani selama minimal 8-10
tahun
b) Buruh yang telah menjadi pekerja tetap
Jadi, pemilik kebun dan buruh yang telah memenuhi kriteria
diatas dari 13 orang diantaranya 6 pemilik kebun (Holyati, Ani, Siti,
Hermansyah, Yusriadi, Yunani) dan 7 orang buruh (Harsol, Mahila,
Samsilawati, Masida, Amrin, Sulhiwa).
4. Metode Pengumpulan Data
Adapun metode pengumpulan data pada penelitian ini adalah
sebagai berikut :
a. Wawancara (Interview)
Wawancara merupakan cara yang digunakan untuk memperoleh
keterangan secara lisan guna mencapai tujuan tertentu. 19 Pada
praktiknya penelitian dengan teknik observasi sebelumnya penulis
sudah menyiapkan beberapa pertanyaan yang berhubungan dengan
permasalahan yang akan dieliti. Penelitian ini dengan mewawancarai
para petani dan yang memberi upah di desa Pagar Agung kecamatan
Semende Darat Laut Kabupaten Muara Enim.
b. Dokumentasi
19
Burhan Ashshofa, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Rineka Cipta, 2013), 95.
Page 17
15
Dokumentasi yaitu teknik pengumpulan data berupa transkip,
surat kabar, buku, majalah, notulen rapat dan sebagainya.
Mengumpulkan, mencari dan menyusun data-data yang diperoleh dari
wawancara dengan masyarakat desa Pagar Agung kecamatan Semende
Darat Laut Kabupaten Muara Enim.
5. Metode Pengolahan Data
Setelah data sudah tekumpul lalu diolah secara sistematis sehingga
menjadi hasil pembahasan dan gambaran data, pengolahan data pada
umumnya dilakukan dengan cara:
a. Pemerikasaan Data (Editing)
Yaitu memeriksa data yang sudah terkumpul dan mengoreksi
kembali apapkah data sudah relevan dengan masalah yang terjadi di
desa Pagar Agung kecamatan Semende Darat Laut Kabupaten Muara
Enim terkait sistem upah harian petani kopi.
b. Sistemating
Yaitu mensistematika dan menjabarkan secara deskriptif
tentang hal-hal yang akan didata dari praktik pengupahan pekerja
harian kebun kopi di desa Pagar Agung kecamatan Semende Darat
Laut Kabupaten Muara Enim, dengan mengunakan metode kualitatif
yaitu mengetahui sistem pelaksanaan pengupahan harian kebun
petani kopi.
Page 18
16
6. Analisis Data
Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara
sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan dan
dokumentasi. 20 Setelah data terkumpul sesuai dengan kebutuhan yang
telah ditentukan, maka langkah selanjutya adalah menghimpun dan
mengelola data yang sudah terkumpul dengan cara menjelaskan semua
jawaban untuk dianalisis. Data yang diperoleh dilapangan selanjutnya
dianalisa dengan menggunakan teknik analisis kualitatif yaitu untuk
mengetahui pada sistem upah.
Analisis data kualitatif bersifat induktif, artinya suatu analisis
berdasarkan data yang didapat, selanjutnya dikembangkan pola hubungan
tertentu atau menjadi hipotesis.21
J. Sistematika Pembahasan
Bab pertama merupakan pendahuluan yang berisi penegasan judul,
latar belakang, identifikasi masalah, fokus dan sub-fokus masalah, rumusan
masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kajian penelitian terdahulu
yang relevan, metode penelitian dan sistematika pembahasan.
Bab kedua membahas mengenai gambaran umum tentang upah yang
diawali dengan pembahasan tentang pengertian ujrah, dasar hukum ujrah,
rukun dan syarat ujrah, prinsip-prinsip ujrah, serta membahas tentang sistem
pengupahan dalam kajian hukum Islam.
20
Ibid., 335. 21
Ibid.
Page 19
17
Bab ketiga merupakan laporan penyusunan mengenai praktik
pengupahan pekerja harian kebun kopi dalam tinjauan hukum Islam studi di
Desa Pagar Agung Kecamatan Semende Darat Laut Kabupaten Muara Enim,
yang meliputi gambaran umum Desa Pagar Agung berupa sejarah berdirinya,
visi dan misi, letak geografis, keadaan demografis, struktur organisasi Desa
Pagar Agung serta sistem pengupahan harian pekerja harian kebun kopi di
Desa Pagar Agung Kecamatan Semende Darat Laut Kabupaten Muara Enim.
Bab keempat merupakan analisis praktik pengupahan pekerja harian
dan analisis hukum Islam terhadap praktik pengupahan pekerja harian kebun
kopi di Desa Pagar Agung Kecamatan Semende Darat Laut Kabupaten Muara
Enim dan para petani yang menjadi objek kajian. Adapun teori-teori yang
penyusun pergunakan untuk membahas bab ketiga adalah teori tentang upah
(ujrah) secara umum.
Bab kelima adalah penutup, berisi kesimpulan dari keseluruhan uraian
kemudian dilanjutkan dengan saran-saran sebagai upaya perbaikan dalam
pelaksanaan pemberian upah kepada pekerja harian kebun kopi di Desa Pagar
Agung Kecamatan Semende Darat Laut Kabupaten Muara Enim.
Page 21
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Pengertian Upah
Upah dalam Islam yaitu secara bahasa disebut dikenal dengan ijarah.
Ijarah secara etimologi adalah masdar dari kata اجز-اجز (ajara-ya‟jiru), yaitu
upah yang diberikan sebagai kompensasi sebuah pekerjaan. Al-ajru berarti
upah atau imbalan untuk sebuah pekerjaan. Al-ajru berari upah atau imbalan
untuk sebuah pekerjaan. Al-ajru makna dasarnya adalah pengganti, baik yang
bersifat materi maupun immateri.1
Pengupahan dalam Islam disebut juga dengan ujrah. Ujrah termasuk
kedalam ijarah upah mengupah karena pengambilan manfaat atas jasa
seseorang yang kemudian diberikan imbalan, imbalan inilah yang dimaksud
dengan upah atau ujrah. Idris Ahmad dalam bukunya yang berjudul Fiqh
Syafi‟i, berpendapat bahwa ijarah berarti upah mengupah. Hal ini terlihat
ketika beliau menerangkan rukun dan syarat upah-mengupah yaitu mu‟jir dan
musta‟jir (yang memberikan upah dan yang menerima upah).2
Al-Ijarah berasal dari kata al-ajru yang arti menurut bahasanya ialah
al-„iwadh yang arti dalam bahasa Indonesianya ialah ganti dan upah.3
Menurut Fatwa Dewan Syariah Nassional, ijarah (اجارة), adalah akad
pemindahan hak guna (manfaat) atas suatu barang atas jasa dalam waktu
tertentu melalui pembayaran sewa atau upah, tanpa diikuti dengan
1 Imam Mustofa, Fiqh Mumalah Kontemporer, (Depok: Rajawali Pers, 2018), 101.
2 Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, (Jakarta: Rajawali Pers, 2014), 113.
3 Ibid., 114.
Page 22
19
pemindahan kepemilikan barang itu sendiri.4 Ijarah adalah akad pemindahan
hak guna (manfaat) suatu barang atau jasa dalam waktu tertentu dengan
adanya pembayaran upah, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan atas
barang itu sendiri. Oleh karenanya, Hanafiah mengatakan bahwa ijarah
adalah akad atas manfaat di sertai imbalan.5
Ada beberapa definisi ijarah yang dikemukakan oleh ulama fiqh.
a. Menurut ulama Hanafiyah mengatakan bahwa: ijarah yaitu suatu akad
yang dipergunakan untuk pemilik manfaat, yang diketahui dan disengaja
dari suatu barang yang disewakan dengan cara penggantian (bayar).6
Manfaat kadang berbentuk manfaat barang, seperti rumah untuk ditempati,
motor untuk dikendarai. Bisa juga berbentuk karya, misalnya tukang jahit,
insinyur bangunan dan sebagainya. Manfaatnya juga dapat berupa kerja
pribadi pembantu dan para pekerja (bangunan, pabrik dan lain-lain).
b. Para Ulama Syafi‟iyah mendefinisikan bahwa ijarah yaitu suatu akad atas
manfaat yang diketahui dan sengaja, yang diterima sebagai pengganti dan
kelebihan, dengan pesnggantian yang diketahui (jelas).7
c. Sedangkan menurut Ulama-Ulama Hanabilah ijarah yaitu suatu akad atas
manfaat yang mubah (boleh) dan dikenal, dengan jalan mengambil sesuatu
4 Evy Savitri Gani, “Sistem Perlindungan Upah Di Indonesia”, Tahkim, Vol, 9, no. 1
(2015): 187. 5 A. Riawan Ammin, Buku Pintar Transaksi Syariah (Menjalankan Kerja Sama Bisnis
Dan Menyelesaikan Sengketa Berdasarkan Panduan Islam) (Jakarta Selatan: Hikmah PT. Mizan
Publika, 2010), 145. 6 Abdurrahman Al-Jaziri, Al-Fiqih Ala Al-Mazhab Al-Arba‟ah Jilid 3, (Beirut: Dar Al-
Fikr, 1991), 94. 7 Ibid., 98.
Page 23
20
atas sesuatu dengan waktu yang diketahui (jelas) dan dengan penggantian
yang jelas pula.
Definisi ijarah menurut Ulama Malikiyah dan Hanabilah hampir
sama dengan pendapat ulama sebelumnya yang intinya adalah suatu
transaksi akad yang dapat memberikan manfaat dengan waktu yang telah
ditentukan dan memberikan imbalan.
Berdasarkan beberapa pengertian diatas bahwa upah (ujrah) adalah
harga yang dibayarkan kepada pekerja atas jasanya, tenaga kerja diberikan
imbalan. Yang mana upah merupakan aspek penting dalam suatu kontrak
kerja, dalam Islam upah harus dibayarkan secara adil supaya tidak
menzalimi serta harus mencukupi kebutuhan pekerja.
B. Dasar Hukum Upah
Para fuqoha telah sepakat bahwa ujrah dibolehkan dalam syariat
Islam. Adapun beberapa ulama yang tidak menyepakatinya, seperti Hasan Al-
Bashri, Isma‟il bin „Aliyah dan Abu Bakar Al-Asham. Dalam menanggapi
pandangan ulama yang tidak menyepakati ujrah maka Ibnu Rusyd
menyanggah bahwa kemanfaatan walaupun tidak berbentuk dapat dijadikan
alat pembayaran menurut kebiasaan (adat).8
Upah (Ujrah) disahkan berdasarkan Al-Quran , Sunnah dan Ijma‟
yaitu sebagai berikut ini :
1. Al-Quran
a. Dalam Surah Ath-Thalaq [65] : 6
8 Ahmad Wardi Muslich, Fiqh muamalat, (Jakarta: Amzah, 2010), 318.
Page 24
21
) ... 3 6الطالق)
“Kemudian jika mereka menyusukan (anak-anak)mu untukmu
Maka berikanlah kepada mereka upahnya.” (Surah Ath-Thalaq [65]: 6)
b. Surah Al-Qashash [28]: 26 dan 27
(376 - 72القصص)
“Salah seorang dari kedua wanita itu berkata: "Ya bapakku
ambillah ia sebagai orang yang bekerja (pada kita), karena
Sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja
(pada kita) ialah orang yang kuat lagi dapat dipercaya".
Berkatalah Dia (Syu'aib): “Sesungguhnya aku bermaksud menikahkan
kamu dengan salah seorang dari kedua anakku ini, atas dasar bahwa
kamu bekerja denganku delapan tahun dan jika kamu cukupkan sepuluh
tahun Maka itu adalah (suatu kebaikan) dari kamu, Maka aku tidak
hendak memberati kamu. dan kamu insya Allah akan mendapatiku
Termasuk orang- orang yang baik.” (Q.S. Al-Qashash [28]: 26-27)
c. Surah Al-Baqarah [2]: 233
3(722)البقزة
“dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, Maka
tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut
yang patut. bertakwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa
Allah Maha melihat apa yang kamu kerjakan.” (Al-Baqarah [2]: 233).
Page 25
22
2. Sunnah
Dasar hukum haditsnya dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. Hadits Bukhari
عي اب ل قال3احتجن رس ع للاه ي عبهاس رض عل صله اله سلهن للاه
اع )را بخار( كاى حزاها لوعط ل حجوت اجز طالذ9
“Ibnu Abbas r.a berkata, Rasulullah SAW berbekam dan
memberikan upah kepada orang yang membekamnya seandainya
berbekam itu haram, tidaklah beliau member upah.” (HR. Bukhari)
b. Hadits Nabi riwayat Shahih Bukhari
ع للاه عي اس رض عل ل للاه سءل عي اجز احجام فقال3 اختجن رضس أه
وض سلهو حخه ي اعطا صا ع بت ط 10هي طعام. )را بخار( اب
“Dari Anas r.a sesunggunya ketika ditanya mengenai upah dari
pekerja membekam, dia mengatakan, Rasulullah SAW dibekam oleh
Abu Thaibah dan beliau memberinya imbalan sebanyak dua sha‟
makanan.” (HR. Bukhari)
c. Hadits Muslim
تعال ثال ثت أ ملسو هيلع هللاا ىلص )قال للاه زـزة رض هللاا ع قال 3 قال رسل للاه عي أب ا
رجل باع حزا , فأكل ثو، م القاهت3 رجل أعظ ب ثنه غذر, ن ـ خصو
رجل استأج أجز ( لن ـعط , ف ه ا هسلن ...)ز أج زا , فاستـ (ر11
“Dari Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah
Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Allah 'Azza wa Jalla
9
Muhammad Bin Ismail Al-Amir Ash-Sha‟ani, Subulus Salam “Syarah Bulughul
Maram”, Jilid:3, (Jakarta: Darus Sunnah, 2017), 153. 10
Achmad Sunarto dkk, Terjemah Shahih Bukhari, Jilid 7, (Semarang: CV Asy-Syifa,
1993), 483. 11
Muslim Bin al-Hajj Abu al-Husain al-Qosyiri al-Naisaburi, Shahih Muslim, (Beirut:
Dar Ihya‟ al-Turatsu al-Arabi. t.th), cet. ke-1, h. 417
Page 26
23
berfirman: Tiga orang yang Aku menjadi musuhnya pada hari kiamat
ialah: orang yang memberi perjanjian dengan nama-Ku kemudian
berkhianat, orang yang menjual orang merdeka laluDari Abu Hurairah
Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam
bersabda: "Allah 'Azza wa Jalla berfirman: Tiga orang yang Aku
menjadi musuhnya pada hari kiamat ialah: orang yang memberi
perjanjian dengan nama-Ku kemudian berkhianat, orang yang menjual
orang merdeka lalu”.(HR. Muslim)
d. Hadits Sunan Ibnu Majah
عي س عي ابي حذهثا خالذ بي عبذ للاه اسط حذهثا عبذ الحوذ بي باى ال
ام أعط الحجه سلهن احتجن عل ه صله للاه سزي عي أس بي هالك أىه الهب
اج(ه را ابي ( أجز 12
“Telah menceritakan kepada kami (Abdul Hamid bin Bayan Al
Wasithi) berkata, telah menceritakan kepada kami (Khalid bin
Abdullah) dari (Yunus) dari (Ibnu Sirin) dari (Anas bin Malik) berkata,
"Nabi shallallahu 'alaihi wasallam melakukan bekam dan memberikan
upah kepada tukang bekamnya.” (Hadits Sunan Ibnu Majah nomor
2155).
e. Hadits Abu Hurairah
سلهن قال للاه عل ه صله للاه أىه الهب ع للاه زة رض ز ثالثت اا عي أب
ن م القاهت, خصو رجل ا فأكل ثو, رخل باع حز رجل أعط ب ثنه غذر,
لن عظ أجز )را أب ززة( , ف ه زافاست استأخزأخ13
“Dari Abu Hurairah r.a bahwa Nabi SAW, Allah Subhanallahu
wa ta‟ala berfirman: Ada tiga kelompok yang aku menjadi musush
mereka pada hari kiamat nanti. Pertama, orang yang bersumpah atas
nama-Ku lalu ia mengkhianatinya. Kedua, orang yang menjual orang
merdeka (bukan budak belian), lalu ia memakan (mengambil)
keuntungannya. Ketiga, orang yang mempekerjakan seseorang lalu
12 Muhammad bin Ismail Al-Bukhari, Matan Al-Bukhari Masykul Bihasyiyah As-Sindi,
Juz 2, (Beirut: Dar Al-Fikr), 36. 13
Muhammad Bin Ismail Abu Abdullah Al-Bukhari, Shohih Al-Bukhori, ( Digital
Library, al-maktabah al-syamilah al-Isdar al-Sani, 2005), Hadits no. 2227
Page 27
24
pekerja itu memenuhi kewajibannya sedangkan orang itu tidak
membayarkan upahnya”. (HR. Abu Hurairah)
3. Ijma‟
Segala sesuatu yang dapat mendatangkan manfaat, anak
pekerjaan tersebut menjadi baik dan halal. Umat Islam pada masa
sahabat telah berijma‟ bahwa ijarah dibolehkan sebab bermanfaat bagi
manusia. Para ulama tak seorangpun yang membantah kesepekatan
ijma‟ini. Sebagaimana diungkapkan Sayyid Sabiq: “Dan atas
disyari‟atkannya sewa-menyewa umat Islam telah sepakat, dan tidak
dianggap (serius) pendapat orang yang berbeda dengan kesepakatan
ijma‟ para Ulama ini”, Karena Ijarah merupakan akad pemindahan hak
guna (manfaat) atas suatu barang atau jasa dalam waktu tertentu melalui
pembayaran sewa/upah, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan
manfaat sesuatu yang mubah untuk masa tertentu disertai imbalan.
C. Rukun dan Syarat Upah
1. Rukun Upah
Rukun dari upah sebagai suatu transaksi adalah akad atau
perjanjian kedua belah pihak, yang menunjukkan bahwa transaksi itu telah
berjalan lancar secara suka sama suka.14
Ahli-ahli mazhab Hanafi, menyatakan bahwa rukun akad hanyalah
ijab dan qobul saja, mereka mengakui bahwa tidak mungkin ada akad
tanpa adanya para pihak yang membuatnya dan tanpa adanya objek akad.
14
Syafe‟i, Fiqh Muamalah, 125.
Page 28
25
Adapun menurut Jumhur Ulama‟, rukun ujrah ada (4) empat, yaitu :
a. A‟qid (orang yang berakad)
Aqid yaitu orang yang melakukan akad sewa menyewa atau
upah mengupah. Orang yang memberikan upah dan menyewakan
disebut Mu‟ajjir dan orang yang yang menerima upah untuk melakukan
sesuatu dan yang menyewa sesuatu disebut Musta‟jir.15
Karena begitu
pentingnya kecakapan bertindak itu sebagai persyaratan untuk
melakukan suatu akad, maka golongan Syafi‟iyah dan Hanabilah
menambahkan bahwa mereka yang melakukan akad itu harus orang
yang sudah dewasa dan tidak cukup hanya sekedar mumayyiz saja. Agar
suatu perikatan yang dijalankan oleh subjek perikatan terpenuhi, maka
harus memenuhi syarat-syarat tertentu. Sebagian ulama mazhab Maliki
berpendapat bahwa janji adalah mengikat secara hukum apabila
dkaitkan dengan suatu sebab walaupun orang yang berjanji tidak
menyebutkan sebab tersebut pernyataan janjinya.16
b. Sighat
Sighat yaitu ijab dan qobul berupa pertanyaan dari kedua belah
pihak yang berakad (berkontrak) baik secara verbal atau dalam bentuk
lain.17
Sighat disyaratkan berkesesuaian dan menyatunya majelis akad,
seperti yang dipersyaratkan dalam akad jual beli. Maka akad ijarah
15
Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, 117. 16
Oni Sahroni and M. Hasanuddin, FIKIH MUAMALAH (Dinamika Teori Akad Dan
Implementasinya Dalam Ekonomi Syariah), Cet. 2 (Depok: Rajawali Pers, 2017), 8. 17
Imam Mustofa, Fiqh Mumalah Kontemporer, 105.
Page 29
26
tidak sah, apabila antara ijab dan kabul tidak berkesesuaian, seperti
tidak berkesesuaian antara objek akad atau batas waktu.18
c. Ujrah
Ujrah disyaratkan diketahui oleh kedua belah pihak, baik dalam
sewa-menyewa maupun dalam upah mengupah. Karena ijarah tidak sah
apabila upah belum diketahui. Upah adalah sesuatu yang diberikan oleh
pemberi kerja kepada musta‟jir (pekerja) atas jasa dan manfaat yang
telah diambil oleh mu‟jir. Dengan syarat bahwa: Sudah diketahui
jumlah upah, tidak sah ijarah apabila upah tidak diketahui. Pegawai
khusus seperti hakim tidak boleh mengambil upah dari bawahannya
karena sudah diberikan gaji oleh pemerintah. Upah/imbalan tidak
disyaratkan dari jenis yang diakadkan, misalnya sewa rumah dengan
sebuah rumah, upah mengerjakan sawah dengan sebidang tanah. Syarat
seperti ini sama dengan riba.19
d. Manfaat
Untuk mengontrak seorang musta‟jir harus diketahui bentuk
kerjanya, waktu, upah serta tenaganya. Oleh karena itu jenis
pekerjaannya harus dijelaskan, sehingga tidak kabur. Karena transaksi
upah yang masih kabur hukumnya adalah fasid.20
18
Rozalinda, Fikih Ekonomi Syariah (Prinsip Dan Implementasi Pada Sektor Keuangan
Syariah), Cet. 2 (Jakarta: Rajawali Pers, 2017), 133. 19
Ibid. 20
M. Ali Hasan, Berbagai Macam Transaksi Dalam Islam : Fiqh Muamalat (Jakarta:
Raja Grafindo, 2004), 23.
Page 30
27
Fatwa DSN MUI NO. 09/DSN-MUI/IV/2000 menetapkan
mengenai rukun ijarah yang terdiri dari:
1) Sighat ijarah yaitu ijab dan qabul berupa pernyataan dari kedua
belah pihak yang berakad (berkontrak) baik secara verbal atau dalam
bentuk lainnya.
2) Pihak-pihak yang berakad, terdiri dari pemberi sewa/pemberi jasa
dan penyewa/pengguna jasa.
3) Objek akad ijarah yaitu : manfaat barang dan sewa, manfaat jasa dan
upah.21
2. Syarat Upah (Ujrah)
Syarat adalah ketentuan atau perbuatan yang harus dipenuhi
sebelum melakukan suatu pekerjaan atau ibadah. Tanpa memenuhi
ketentuan/perbuatan tersebut, suatu pekerjaan dianggap tidak sah.
Contohnya menutup aurat sebelum dan selama mengerjakan sholat. Seperti
halnya dengan akad jual beli, syarat-syarat ijarah ini juga terdiri atas
empat jenis persyaratan :
a. In‟iqad yaitu syarat terjadinya akad
b. Nafadz, berlangsungnya akad
c. Syarat sahnya akad
d. Luzum, Syarat mengikatnya akad
21
Imam Mustofa, Fiqh Mumalah Kontemporer, 105.
Page 31
28
Dari keempat syarat tersebut mempunyai makna sebagai berikut :
1) Syarat Terjadinya akad (Syarat In‟iqad)
Syarat terjadinya akad (syarat in‟iqad) berkaitan dengan aqid,
akad dan objek akad. Syarat yang berkaitan dengan aqid adalah berakal,
mumayyiz, menurut Hanafiah dan baligh menurut Syafi‟iyah dan
Hanabilah. Dengan demikian, akad ijarah tidak sah apabila pelakunya
(mu‟jir dan musta‟jir) gila atau masih dibawah umur. Menurut
Malikiyah, tamyiz merupakan syarat dalam sewa-menyewa dan jual
beli, sedangkan baligh merupakan syarat untuk kelangsungan (nafadz).
Dengan demikian, apabila anak yang mumayyiz menyewakan dirinya
(sebagai tenaga kerja) atau barang yang dimilikinya, maka hukum
akadnya sah, tetapi untuk kelangsungannya menunggu izin walinya.22
Pada dasarnya penyewa boleh menyewakan barang atau benda yang
disewakannya kepada orang lain. Pihak penyewa boleh menyewakan
kembali dengan ketentuan bahwa penggunaan barang yang disewa
tersebut harus sesuai dengan penggunaan yang disewa pertama,
sehingga tidak menimbulkan kerusakan terhadap barang yang
disewakan.
Syarat-syarat yang terkait dengan rukun akad ini disebut syarat
terbentuknya akad (syuruth al-in‟iqad). Jumlahnya, seperti terlihat dari
apa yang dikemukakan diatas, atas delapan macam yaitu :
a) Tamyiz
22
Ahmad Wardi Muslich , Fiqh muamalat, (Jakarta: Amzah, 2010), 321.
Page 32
29
b) berbilang pihak (at-ta‟adud)
c) persesuaian ijab dan Kabul (kesepakatan)
d) kesatuan majelis akad
e) objek akad dapat diserahkan
f) objek akad tertentu atau dapat ditentukan
g) objek akad dapat ditransaksikan (artinya berupa benda bernilai dan
dimilki/mutaqawwim dan mamluk)23
h) tujuan akad tidak bertentangan dengan syarak
Dalam melakukan perjanjian para pihak disyaratkan saling
meridhai satu sama lain. Sebagaimana yang terdapat dalam Al-Quran
Surat An-Nissa (4) ayat 29, yang berbunyi:
3(72)الساء
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan
harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan
perniagaan yang Berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. dan
janganlah kamu membunuh dirimu; Sesungguhnya Allah adalah Maha
Penyayang kepadamu.” (An-Nisa‟ [4] : 29)
Ayat diatas menjelaskan bahwa setiap orang mukmin
mempunyai kewajiban untuk menunaikan apa yang telah dijanjikan dan
diakadkan baik berupa perkataan maupun perbuatan.
2) Syarat Kelangsungan Akad (Nafadz)
23
Syamsul Anwar, Hukum Perjanjian Syariah: Studi Tentang Teori Akad Dalam Fikih
Muamalat (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2007), 98.
Page 33
30
Akad ijarah dapat terlaksana apabila ada kepemilikan dan
penugasan, karena tidak sah akad ijarah terhadap barang milik atau
sedang dalam penguasaan orang lain. Tanpa adanya kepemilikan dan
atas penguasaan, maka ijarah tidak sah.24
Setelah akad itu terbentuk,
sah dan berlaku efektif itu juga tidak serta merta melahirkan akibat
hukum secara sempurna karena harus memenuhi ketentuan lain. Oleh
karena itu, setelah fase nafadz, akad ini harus melawati fase selanjutnya
(keempat), yaitu fase luzum.25
3) Syarat Sah (Syurut al-shihah)
Syarat ini ada terkait dengan para pihak yang berakad, objek
akad dan upah. Syarat sah sebagai berikut:
a) Adanya keridaan dari kedua belah pihak yang melakukan akad.
Syarat ini berdasarkan firman Allah SWT dalam surah Al-Baqarah
[2]: 188
).... 3811البقزة)
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling
memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan
jalan perniagaan yang Berlaku dengan suka sama-suka di antara
kamu.” (Q.S. Al- Baqarah [2]:188)
b) Ma‟qud alaihi bermanfaat dengan jelas
24
Imam Mustofa, Fiqh Mumalah Kontemporer, 106. 25
Sahroni and M. Hasanuddin, Fikih Muamalah, (Dinamika Teori Akad Dan
Implementasinya Dalam Ekonomi Syariah), 98.
Page 34
31
Adanya kejelasan pada ma‟qud alaihi (barang)
menghilangkan pertentangan diantara „aqid. Diantara cara untuk
mengetahui ma‟qud alaihi (barang) adalah dengan menjelaskan
manfaatnya, pembatasan waktu, atau menjelaskan jenis pekerjaan
jika ijarah atas pekerjaan atau jasa seseorang.
(1) Penjelasan jenis pekerjaan, penjelasan tentang jenis pekerjaan
yang sangat penting dan diperlukan ketika menyewa orang
untuk bekerja sehingga tidak terjadi kesalahan atau
pertentangan.
(2) penjelasan waktu kerja, tentang batasan waktu kerja sangat
bergantung pada pekerjaan dan kesepakatan dalam akad.
(3) Syarat yang terkait dengan upah atau uang sewa adalah upah
harus berharga dan jelas bilangan atau ukurannya.
(4) Syarat terkait dengan manfaat barang atau jasa seseorang ada
tujuh, yaitu:
(a) Manfaat barang yang harus mubah atau tidak dilarang;
syarat ini untuk menghindari penyewaan barang atau jasa
yang terlarang
(b) manfaat barang atau jasa bisa diganti dengan materi
(c) manfaat barang atau jasa merupakan suatu yang berharga
dan ternilai
(d) Manfaat merupakan suatu yang melekat pada barang yang
sah kepemilikannya
Page 35
32
(e) manfaat barang objek sewa bukan untuk menghasilkan
barang, seperti menyewa pohon untuk diambil buahnya,
sewa semacam ini tidak sah, termasuk dalam pengecualian
syarat ini adalah sewa jasa menyusui, karena darurat dalam
hadanah
(f) Manfaat dapat diserahterimakan
(g) Manfaat harus jelas dan dapat diketahui
4) Syarat Mengikatnya Akad Ijarah
Akad ijarah itu mengikat, diperlukan dua syarat:
a) Benda yang disewakan harus terhindar dari cacat („aib) yang
menyebabkan terhalangnya pemanfaatan benda yang disewaitu.
Apabila terdapat suatu cacat („aib) yang demikian sifatnya, maka
orang yang menyewa (musta‟jir) boleh memilih antara meneruskan
ijarah dengan pengurangan uang sewa dan membatalkannya.
Misalnya sebagian rumah yang akan disewa runtuh, kendaraan yang
dicarter rusak atau mogok. Apabila rumah yang disewa itu hancur
seluruhnya maka akad ijarah jelas harus fasakh (batal), karena
ma‟qud „alaihi rusak total, dan hal itu menyebabkan fasakh-nya
akad.
b) Tidak terdapat udzur (alasan) yang dapat membatalkan akad ijarah.
Misalnya udzur pada salah seorang yang melakukan akad, atau pada
sesuatu yang disewakan. Apabila udzur , baik pada pelaku maupun
pada ma‟qud „alaihi, maka pelaku berhak membatalkan akad. Ini
Page 36
33
menurut Hanafiah. Akan tetapi, menurut Jumhur Ulama‟ akad ijarah
tidak batal karena adanya udzur selama objek akad yaitu manfaat
tidak hilang sama sekali.26
Ketika terpenuhi syarat-syarat ijarah, timbul hubungan hukum
diantara pihak-pihak yang melakukan akad sehingga menimbulkan hak
dan kewajiban diantara keduanya. Hak-hak mu‟jir yang wajib dipenuhi
oleh musta‟jir diantaranya adalah:
(1) Hak memperoleh pekerjaan. Bekerja merupakan tuntutan hidup, Islam
mewajibkan setiap orang untuk bekerja memperoleh kebutuhan
hidupnya dan bekerja itu bernilai ibadah.
(2) Hak atas upah yang diperjanjikan.
(3) Hak untuk diperlakukan secara baik dalam lingkungan kerja.
(4) Hak atas jaminan perlindungan atas bahaya yang dialami pekerja
dalam melakukan pekerjaan.
Kewajiban-kewajiban pekerja, meliputi:
(1) Mengerjakan pekerjaan sendiri sesuai yang dijanjikan
(2) Bekerja pada waktu yang telah ditentukan
(3) Mengerjakan pekerjaan dengan tekun, cermat dan teliti
(4) Mengganti kerugian kalau ada barang yang rusak (apabila akibat
kelalaian atau kesengajaan.27
26
Ahmad Wardi Muslich, Fiqh muamalat, 327. 27
Qadariah Barkah, Peny Cahaya Azwari dan Zuul Fitriani Umari, “Konsep Aplikatif
Fiqh Muamalah Terhadap Pelaksanaan Upad Di Desa Prambatan Arab Kabupaten Pali, “ Jurnal
Kajian Ekonomi Islam, Vol. 3, No. 2 (2018), https://core.ac.uk/download/pdf/229197455.pdf
Page 37
34
D. Macam-Macam Upah
Berdasarkan uraian tentang definisi dan syarat ijarah, maka ijarah
dapat dikelompokkan menjadi dua bagian.
1. Ijarah „ala al-manafi‟, yaitu ijarah yang objek akadnya adalah manfaat,
seperti menyewakan rumah untuk ditempati, mobil untuk dikendarai, baju
untuk dipakai dan lain-lain. Dalam ijarah dibolehkan menjadikan objeknya
sebagai tempat yang dimanfaatkan untuk kepentingan yang dilarang oleh
syara‟.28
Akad ijarah „ala al-manafi yang perlu mendapatkan perincian lebih
lanjut, yaitu :
a. Ijarah al-„ardh (akad sewa tanah) untuk ditanami atau didirkan
bangunan. Akad sewa tersebut baru sah jika dijelaskan peruntuknya.
Apabila akadnya untuk ditanami, harus diterangkan jenis tanamannya,
kecuali jika pemilik tanah (mu‟jir) memberi izin untuk ditanami tanaman
apa saja.
b. Akad sewa pada binatang harus jelas peruntukkannya, untuk angkutan
atau kendaraan dan juga masa penggunaannya. Karena binatang dapat
dimanfaatkan untuk aneka kegiatan, jadi untuk menghindari sengketa
kemudian hari, harus disertai rincian pada saat akad. 29
2. Ijarah „ala al-„amaal ijarah, yaitu ijarah yang objek akadnya jasa atau
pekerjan, seperti membangun gedung atau menjahit pakaian. Akad ijarah ini
28
Qomarul Huda, Fiqh Muamalah, (Yogyakarta: Teras, 2011), 14. 29
Ibid., 85-86
Page 38
35
terkait erat dengan masalah upah mengupah. Karena itu, pembahasannya
lebih dititik beratkan kepada pekerjaan atau buruh (ajir).
Ajir dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu ajir khass dan ajir
musytarak. Pengertian ajir khass adalah pekerja atau buruh yang melakukan
suatu pekerjaan secara individual dalam waktu yang telah ditetapkan, seperti
pembantu rumah tangga dan sopir. Menurut Wahbah az-Zuhaili, pekerjaan
menyusukan anak kepada orang lain dapat digolongkan dalam akad ijarah
khass.
Ajir Musytarak adalah seseorang yang bekerja dengan profesinya
dan tidak terikat oleh orang tertentu. Dia mendapatkan upah karena
profesinya, bukan karena penyerahan dirinya terhadap pihak lain, misalnya
pengacara dan konsultan. 30
E. Prinsip-Prinsip Upah
Islam menawarkan suatu penyelesaian yang baik atas masalah upah
demi menyelamatkan kepentingan dua belah pihak, yakni buruh dan
pengusaha. Dalam hal ini ada beberapa hal yang harus dipenuhi berdasarkan
prinsip-prinsip ijarah, yaitu prinsip keadilan dan kebajikan dan kelayakan.
1. Prinsip Keadilan
Hukum Islam disyariatkan oleh Allah dengan tujuan utama
merealisasikan dan melindungi kemaslahatan umat manusia, baik
kemaslahatan individu maupun masyarakat. Kemaslahatan yang ingin
diwujudkan dalam hukum Islam itu menyangkut seluruh aspek kepentingan
30
Ibid., 86-87
Page 39
36
manusia.31
Dalam prinsip keadilan, terdapat dua model keadilan dalam
pemberian upah pada buruh, pertama adalah keadilan distributive dimana
menuntut agar para buruh yang mengerjakan pekerjaan yang sama dengan
kemampuan yang dimilikinya serta memperoleh imbalan atau upah yang
sama tanpa memperhatikan kebutuhan perorangan dan keluarganya. Kedua
adalah keadilan harga kerja dimana menuntut pada para buruh untuk
diberikan upah yang seimbang dengan tenaga kerja yang diberikannya tanpa
dipengaruhi oleh hukum penawarandan permintaan yang menguntungkan
pemilik perusahaan.
Sebagaimana Allah SWT berfirman dalam surah Al-Baqarah ayat
282:
( .... 3717البقزة )
“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermuamalah tidak
secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu
menuliskannya, dan hendaklah seorang penulis diantara kamu
menuliskannya dengan benar.” (Q.S. Al-Baqarah : 282)
Dalam Surat Al-Maidah ayat 1:
3(8.... )الواءدة
“Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad itu
Dihalalkan bagimu binatang ternak, kecuali yang akan dibacakan
31
Said Aqil Husin Al Munawar, Hasan M. Noer, and Musyafaullah, Hukum Islam &
Pluralitas Sosial, Cet. 1 (Jakarta: Penamadani, 2004), 19.
Page 40
37
kepadamu. (yang demikian itu) dengan tidak menghalalkan berburu ketika
kamu sedang mengerjakan haji.” (Q.S. Al-Maidah : 1)
Berdasarkan kedua ayat tersebut, maka dapat diketahui bahwa
prinsip utama keadilan terletak pada kejelasan akad (transaksi) dan
komitmen melakukannya. Bahwasanya Allah SWT menegaskan dalam
kalimat: “Dan hendaklah seorang penulis diantara kamu menulisnya dnegan
adil”, yakni dengan benar tidak menyalahi ketentuan Allah SWT dan
perundangan yang berlaku dalam masyarakat.
Adil mempunyai bermacam-macam makna, diantaranya sebagai
berikut:
a. Adil bermakna jelas dan transparan
Prinsip utama keadilan terletak pada kejelasan akad (transaksi)
dan komitmen melakukannya. Akad dalam perburuhan adalah akad yang
terjadi antara pekerja dan pengusaha. Artinya, sebelum pekerja
dipekerjakan harus jelas dahulu bagaimana upah yang akan diterima oleh
pekerja.
b. Adil bermakna Proporsional
Sebagaimana disebutkan dalam firman Allah SWT Surat Yaasin
(36) ayat 54, yang berbunyi:
3(45)س
Page 41
38
“Maka pada hari itu seseorang tidak akan dirugikan sedikitpun
dan kamu tidak dibalasi, kecuali dengan apa yang telah kamu kerjakan.”32
(Surah Yaasin [36]: 54).
Dalam ayat lain juga dijelaskan berkenaan dengan arti adil tersebut
diantaranya firman Allah SWT dalam Surah Al-Baqarah [2] ayat: 286
(286)البقرة:
“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan
kesanggupannya. ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang
diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang
dikerjakannya.” (Surah Al- Baqarah [2] :286)
Secara hakiki ayat ini menjelaskan tentang balsan yang akan
diterima seorang hamba atas segala perbuatannya selama didunia. Akan
tetapi nilai keadilan yang diembannya tersebut bisa diterapkan pada
perolehan manusia selama hidup di dunia, bahwa imbalan yang akan
diterima pekerja disesuaikan dengan pekerjaan yang telah ditunaikannya
dan tidak boleh ada seorang pekerja pun yang diperlakukan secara tidak
adil. Para pekerja akan memperoleh upah sesuai dengan produktivitas dan
kontribusinya dalam produksi. Sedangkan para pengusaha juga akan
memperoleh keuntungan sesuai dengan modal dan kontribusinya terhadap
produksi bersama, sehingga setiap pihak akan memperoleh bagian sesuai
dengan produktivitasnya dan tidak ada satu pihak pun yang dirugikan.33
32
Ibid., 443 33
Armansyah Waliam, “Upah Berkeadilan Dintinjau Dari Perspektif Islam,” Jurnal
Bisnis dan Manajemen Islam, Vol. 5, No. 2 (2017): 270-271,
Page 42
39
2. Prinsip Kebajikan
Dalam mempertahankan upah pada suatu standar yang wajar, Islam
memberikan kebebasan sepenuhnya dalam mobilitas tenaga kerja sesuai
dengan perjanjian yang disepakati (akad). Mereka bebas bergerak untuk
mencari penghidupan di bagian mana saja di dalam negaranya. Prinsip
kebajikan yang ada dalam hubungan kerja dapat diterjemahkan sevagai asas
kerohanian dan diharapkan mampu mengunggah hati nurani para pemilik
kerja untuk dapat menghargai jasa para buruh atau pekerja yang telah
memberikan sumbangan untuk mendapatkan kekayaan yang lebih.34
Adapun prinsip-prinsip upah dalam mengajarkan agama yang
terkandung dalam beberapa hadits diatas antara lain:35
a. Seseorang yang mempekerjakan orang lain untuk mengerjakan seseuatu
pekerjaan harus membayar upahnya.
b. Pihak yang mempekerjakan buruh itu harus membayar upahnya setelah
buruh itu selesai mengerjakan pekerjaannya tersebut.
c. Pihak orang yang mengupah pekerja harus menjelaskan besar kecilnya
upah bagi pekerja.
d. Pihak pekerja juga tidak boleh bekerja sebelum jelas upahnya.
e. Antara pihak pekerja dan pihak yang mempekerjakannya harus ada
kesepakatan dalam hal besar dan kecilnya upah.
https://media.neliti.com/media/publications/267932-pengupahan-perspektif-ekonomi-islam-pada-
cf911537.pdf 34
Firmansyah, “Sistem Upah Minimum Kabupaten Dalam Perspektif Islam”, Jurnal
Ekonomi Syariah, Vol. 4, No. 6, 2017. 35
Ahmad Wardi Muslich, Fiqh muamalat, 345.
Page 43
40
f. Tidak boleh upah ditentukan setelah selesai pekerjaan atau hanya
berdasarkan belas kasihan pihak orang yang mempekerjakannya atau
tidak boleh ditentukan secara sepihak.
Jadi kedua belah pihak harus dituntut untuk memenuhi tanggung
jawabnya masing-masing. Pihak pengupah berkewajiban membayar upah
pekerja atau buruh dan sebaliknya pihak pekerja berhak untuk menuntut
upahnya setelah menyelesaikan tugasnya dengan baik dan sesuai dengan
kehendak pihak yang mengupahnya.36
Islam juga melihat upah sangat besar kaitannya dengan konsep
moral, sementara barat tidak, Islam tidak hanya materi (kebendaan atau
keduniaan) tetapi menembus batas kehidupan, yakni berdimensi akhirat
yang disebut dengan pahala, sementara barat tidak, adapun persamaan kedua
konsep upah antara barat dan Islam adalah prinsip keadilan (justice) dan
prinsip kelayakan (kecukupan).37
3. Prinsip Kelayakan
Layak bermakna cukup pangan, sandang, papan artinya upah harus
mencukupi kebutuhan minimum dari ketiga kebutuhan yang merupakan
kebutuhan dasar.38
( 881-882ط 3 )
36
Abu Bakar Muhammad, Hadits Tarbiyah, (Surabaya: Al-Ikhlas, 1995), 335. 37
Siswadi , “Pemberian Upah Yang Benar Dalam Islam Upaya Pemerataan Ekonomi
Umat Dan Keadilan”, Jurnal Ummul Qura, Vol.IV, No. 2, 2014. 38
Eggi Sudjana, Bayarlah Upah Sebelum Keringatnya Kering, (Yogyakarta: PPMI,
2000), 35–36.
Page 44
41
“Sesungguhnya kamu tidak akan kelaparan di dalamnya dan tidak
akan telanjang, dan Sesungguhnya kamu tidak akan merasa dahaga dan
tidak (pula) akan ditimpa panas matahari di dalamnya". (Surah Thaha
[20]: 118-119)
Menurut Shihab (2002:384) dalam tafsirnya mengatakan
seseungguhnya engkau tidak lapar sesaatpun di dalam surge karena pangan
yang melimpah dan tidak akan telanjang karena pakaian tersedia beraneka
ragam dan tidak akan merasa dahaga dan kata “tadha” dipahami dalam arti
tidak disengat matahari, banyak ulama‟ yang memahaminya dalam arti
naungan yakni naungan. Ayat diatas menyebut dengan teliti kebutuhan
pokok manusia kapan dimanapun mereka berada yaitu pangan, sandang
dan papan. Hal itulah yang akan bersifat material minimal yang harus
dipenuhi manusia.
F. Sistem Pengupahan Dalam Islam
Dalam Islam secara konsep yang menjadi dasar penetapan upah
adalah dari jasa pekerja, buku tenaga yang dicurahkan dalam pekerjaan.
Apabila uapah ditetapkan berdasarkan tenaga yang dicurahkan, maka upah
buruh kasar bangunan akan lebih tinggi dari pada arsitek yang merancang
bangunan tersebut. Selain itu dalam penetapan upah dapat didasarkan pada
tiga prinsip, yaitu asas keadilan, kelayakan dan kebijakan.39
Menurut Yususf Qardhawi ada dua hal dalam menetapkan upah
beberapa yang perlu diperhatikan yaitu nilai kerja dan kebutuhan hidup. Nilai
39
Thahir Abdul Muhasin Sulaiman, Menanggulangi Krisis Ekonomi Secara Islam
(Bandung: Pustaka, 1985), 67.
Page 45
42
kerja menjadi pijakan penetapan upah, karena tidak mungkin
menyamaratakan upah bagi buruh terdidik atau buruh yang tidak mempunyai
keahlian, sedangkan kebutuhan pokok harus diperhatikan karena berkaitan
dengan kelangsungan hidup buruh.40
Dalam Al-Quran maupun sunnah Rasul atau hadits tidak dijelaskan
secara rinci terkait sistem upah dalam syariat Islam. Namun secara umum
dalam ketentuan Al-Quran terdapat keretkaitan dengan sistem pengupahan
dalam surat An-Nahl ayat 90, yaitu:
3(29)الحل
“Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) Berlaku adil dan berbuat
kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari
perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran
kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.” (Surah An-Nahl [16]:
90)
Ayat diatas dapat dikaitkan dengan pengupahan dalam perjanjian
kerja, sebagaimana Allah SWT memerintahkan kepada para pemberi kerja
(majikan) untuk berlaku adil, berbuat baik dan dermawan kepada para
pekerjanya. Kata kerabat dapat diartikan dengan tenaga kerja, sebab para
pekerja tersebut sudah merupakan bagian dari perusahaan, dan kalaulah
bukan karena jerih payah pekerja tidak mungkin usaha majikan atau
pengusaha berhasil.41
40
Ibid. 41
Hasan, Berbagai Macam Transaksi Dalam Islam : Fiqh Muamalat, 157.
Page 46
43
Dalam pengupahan jika musta‟jir berhak menerima bayarannya
karena penyewa sudah menerima kegunaannya.42
Upah berhak diterima
dengan syarat:
1. Pekerjaan telah selesai, jika akadnya atas jasa maka wajib membayar
upahnya pada saat jasa telah selesai dilakukan.
2. Mendapat manfaat, jika ijarah dalam bentuk barang. Apabila ada
kerusakan pada barang sebelum dimanfaatkan dan masih ada selang
waktu, akad menjadi batal.
3. kemungkinan untuk mendapat manfaat pada masa itu sekalipun tidak
terpenuhi secara keseluruhan
4. Mempercepat pembayaran upah sesuai kesepakatan kedua belah pihak
sesuai dengan penangguhan pembayaran.43
Menurut mazhab Hanafi mensyaratkan mempercepat upah dan
menangguhkannya sah seperti juga halnya mempercepat yang sebagian
dan menagguhkannya sebagian lagi, sesuai dengan kesepakatan kedua
belah pihak. Jika dalam akad tidak ada kesepakatan mempercepat atau
menangguhkan, sekiranya dikaitkan dengan waktu tertentu maka wajib
dipenuhi sesudah berakhirnya akad.
Menurut Benham yang dikutip Afzalur Rahman dalam bukunya
“Doktrin Ekonomi Islam”, upah yitu sejumlah uang yang dibayar oleh
42
Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, 236. 43
Taqyudin An-Nabhan, Membangun Sistem Ekonomi Alternatif Perspektif Islam,
(Surabaya: Risalah Gusti, 1960), 102.
Page 47
44
orang yang member pekerjaan kepada seseorang pekerja atas jasa sesuai
dengan perjanjian.44
Proses penentuan upah yang sesuai syariat Islam terdapat dua
faktor yaitu objektif dan subjektif. Objektif adalah upah yang ditentukan
melalui pertimbangan tingkat upah dipasar tenaga kerja. Sedangkan
subjektif yaitu upah yang ditentukan melalui pertimbangan-pertimbangan
sosial atau nilai-nilai kemanusian tenaga kerja. Sebagaimana yang
dicontohkan atau yang diterapkan oleh Rasulullah Shallallahu „alaihi
wasallam yang terdapat dalam sebuah hadits berbunyi sebagai berikut:
حذهثا ع ب بي سعذ بي عطهت السهلو حذهثا هشق لذ الذ بذ حذهثا العبهاس بي ال
عي عبذ للاه ذ بي أسلن عي أب حوي بي س الزه صله للاه بي عوز قال قال رسل للاه
سلهن أعطا الجز أجز قبل أى جفه عزق عل45
)را ابي ها ج(
“Telah menceritakan kepada kami (Al Abbas bin Al Walid Ad
Dimasyqi) berkata, telah menceritakan kepada kami (Wahb bin Sa'id bin
Athiah As Salami) berkata, telah menceritakan kepada kami
('Abdurrahman bin Zaid bin Aslam) dari Bapaknya) dari (Abdullah bin
Umar) ia berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
"berikanlah upah kepada pekerja sebelum kering keringatnya." (Hadits
Riwayat Ibnu Majah nomor 2434).
Adapun dalam sistem pembayaran upah yang umum diterapkan
diantaranya :
a. Sistem Waktu
Dalam sistem waktu, upah dapat di tentukan dalam bentuk upah
per jam, upah perhari, upah per minggu atau per bulan. Sistem waktu
ini di terapkan jika prestasi kerja sulit di ukur per unitnya. Kebaikan
44
Afzalur Rahman, Diktrin Ekonomi Islam, 2 ed. (Yogyakarta: Dana Bhakti Wakaf,
1995), 361. 45 Al-Qazwini Abi Muhammad ibn Yazid, Sunan Ibn Majah, 20.
Page 48
45
sistem waktu yaitu administrasi pengupahan dan besarnya upah yang
dibayarkan tetap.
b. Sistem Hasil
Besarnya upah ditetapkan atas satuan unit yang dihasilkan pekerja,
seperti per potong, meter, liter dan kilogram. Dalam sistem hasil,
besarnya upah yang dibayar didasarkan kepada banyaknya hasil yang
dikerjakan bukan kepada lamanya waktu mengerjakan.
c. Sistem Borongan
Suatu cara pengupahan yang penetapan besarnya jasa didasarkan
atau volume pekerjaan dan lama mengerjakannya. Dalam sistem
borongan ini pekerja bisa mendapat balasa jasa besar atau kecil
tergantung atas kecermatan kalkulasi mereka.46
G. Berakhirnya Akad Upah
Akad upah dapat berakhir karena hal-hal berikut:
1. Meninggalnya salah satu pihak yang melakukan akad. Ini menurut
pendapat Hanafia, sedangkan menurur jumhur ukama, kematian adalah
salah satu pihak tidak mengakibatkan fasakh atau berakhirnya akad ijarah.
Hal tersebut dikarenakan ijarah merupakan akad yang lazim, seperti
halnya jual beli, dimana musta‟jir memiliki manfaat atas barang yang
disewa dengan sekaligurs sebagai hak milik yang tetap, sehingga haknya
berpindah kepada ahli waris.
46
Hendy Herijanto dan Muhammad Nurul Hafiz, “Pengupahan Perspektif Ekonomi Islam
Pada Perusahaan Outsourching,” Jurnal Islaminomic, Vol. 7, no. 1 (2016): 16,
https://media.neliti.com/media/publications/267932-pengupahan-perspektif-ekonomi-islam-pada-
cf911537.pdf
Page 49
46
2. Iqalah, yaitu pembatalan oleh kedua belah pihak . Hal ini karena ijarah
adalah akad mu‟awwadhah (tukar-menukar), harta dengan harta sehingga
memungkinkan untuk dilakukan pembatalan (iqalah) seperti halnya jual
beli.
3. Rusaknya barang yang disewakan, sehingga ijarah tidak mungkin untuk
diteruskan.
4. Telah selesainya masa sewa, kecuali ada udzur. Mislanya sewa tanah
untuk ditanami, tetapi ketika masa sewa habis, tanaman belum bias
dipanen. Dalam hal ini ijarah dianggap belum selesai.47
Menurut Sayyid Sabiq, berakhirnya akad ijarah dengan sebab-
sebab berikut:
a. Terjadinya aib terhadap barang sewaan yang kejadiannya ditangan
penyewa atau terlihat aib lama padanya
b. Rusaknya barang yang disewa seperti rumah dan binatang yang
menjadi „ain.
c. Rusaknya barang yang diupahkan (ma‟jur „alaih) seperti baju yang
diupahkan untuk dijahit, karena akad tidak mungkin sesudah rusaknya
barang.
d. Telah terpenuhinya manfaat yang telah diakadkan, atau selesainya
pekerjaan atau berakhirnya masa kecuali jika terdapat udzur yang
mencegah fasakh. Seperti jika masa ijarah tenah pertanian telah
berakhir sebelum tanaman dipanen, maka ia tetap berada ditangan
47 Ahmad Wardi Muslich, Fiqh muamalat, 338.
Page 50
47
penyewa sampai masa diketam, sekalipun terjadi pemaksaan, hal ini
bermaksud untuk mencegah terjadinya bahaya (kerugian) pada pihak
penyewa, yaitu dengan mencabut tanaman yang belum siap panen.
Page 51
DAFTAR PUSTAKA
BUKU
Abu Bakar Muhammad. Hadits Tarbiyah. Surabaya: Al-Ikhlas, 1995.
Achmad Sunarto dkk, Terjemah Shahih Bukhari, Jilid 7, (Semarang: CV Asy-
Syifa, 1993)
Adhim, Fauzan. “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Sistem Upah Tenaga Kerja
Pada PT. Global Perkasa.” Skripsi, Universitas Negeri Ar-Raniry, 2018.
Afzalur Rahman. Doktrin Ekonomi Islam. 2nd ed. Yogyakarta: Dana Bhakti
Wakaf, 1995.
Agil Husin Al-Anwar, Said. Hukum Islam Dan Pluralitas Sosial. Jakarta:
Permadani, 2004.
Ahmad Wardi Muslich. Fiqh muamalat. Jakarta: Amzah, 2010.
Al-Bukhari, Muhammad Bin Ismail Abu Abdullah Al-Bukhari, Shohih Al-
Bukhori, ( Digital Library, al-maktabah al-syamilah al-Isdar al-Sani,
2005)
Al-Bukhari, Muhammad bin Ismail Al-Bukhari, Matan Al-Bukhari Masykul
Bihasyiyah As-Sindi, Juz 2, (Beirut: Dar Al-Fikr)
Al Munawar, Said Aqil Husin, Hasan M. Noer, and Musyafaullah. Hukum Islam
& Pluralitas Sosial. Cet. 1. Jakarta: Penamadani, 2004.
Al-Jaziri, Abdurrahman. Kitab Al-Fiqih Ala Al-Mazhab Al-Arba‟ahJilid 3. Beirut:
Dar Al-Fikr, 1991.
Al-Naisaburi, Muslim Bin al-Hajj Abu al-Husain al-Qosyiri al-Naisaburi,
Shahih Muslim, (Beirut: Dar Ihya‟ al-Turatsu al-Arabi. t.th), cet. ke-1
Ammin, A. Riawan. Buku Pintar Transaksi Syariah (Menjalankan Kerja Sama
Bisnis Dan Menyelesaikan Sengketa Berdasarkan Panduan Islam). Jakarta
Selatan: Hikmah PT. Mizan Publika, 2010.
Anwar, Syamsul. Hukum perjanjian syariah: studi tentang teori akad dalam fikih
muamalat. Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2007.
Arikunto, Suharmi. Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta, 1993.
Ash-Sha‟ani, Muhammad Bin Ismail Al-Amir Ash-Sha‟ani, Subulus
Salam “Syarah Bulughul Maram”, Jilid:3, (Jakarta: Darus Sunnah, 2017)
AS, Susiadi. Metode Penelitian. Bandar Lampung: Lp2m Iain Raden Intan
Lampung, 2019.
Departemen Pendidikan Nasional. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Pusat Bahasa Edisi Keempat. Jakarta: PT Gramedia, 2011.
Gani, Evy Savitri. “Sistem Perlindungan Di Indonesia” 9, no. 1 (2015): 17.
Page 52
Hasan, M. Ali. Berbagai Macam Transaksi Dalam Islam : Fiqh Muamalat.
Jakarta: Raja Grafindo, 2004.
Hendi Suhendi. Fiqh Muamalah. Jakarta: Rajawali Pers, 2014.
Huda, Qomarul. Fiqh Muamalah. Yogyakarta: Teras, 2011.
Imam Mustofa. Fiqh Mumalah Kontemporer. Depok: Rajawali Pers, 2018.
Khofifah, Nur. “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Sistem Pengupahan Buruh
Emping Melinjo Di Desa Candirejo Kecamatan Bawang Kabupaten
Batang.” Skripsi, Universitas Islam Negeri Walisongo, 2018.
Lestari, Dewi. “Sistem Pengupahan Pekerja Dalam Persfektif Ekonomi Islam.”
Skripsi, Universitas Islam Negeri Walisongo, 2015.
M. Hikmat, Mahli. Metode Penelitian Dalam Perspektif Ilmu Komunikasi Dan
Sastra. Yogyakarta: Graha Ilmu, 2011.
Mardiyah, Siti. “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Upah Buruh Tani Dengan
Sistem Bawaon.” Skripsi, IAIN Salatiga, 2020.
Mirna, Cut. “Sistem Pengupahan Ijarah.” Skripsi, Universitas Negeri Ar-Raniry,
2018.
Ningrat, Kencana. Metode Penelitian Masyarakat. Jakarta: Gramedia Pustaka,
1990.
Rozalinda. Fikih Ekonomi Syariah (Prinsip Dan Implementasi Pada Sektor
Keuangan Syariah). Cet. 2. Jakarta: Rajawali Pers, 2017.
Sahroni, Oni, and M. Hasanuddin. FIKIH MUAMALAH (Dinamika Teori Akad
Dan Implementasinya Dalam Ekonomi Syariah). Cet. 2. Depok: Rajawali
Pers, 2017.
Sudjana, Eggi. Bayarlah Upah Sebelum Keringatnya Kering. Yogyakarta: PPMI,
2000.
Sugiyono. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta, 2012.
Syafe‟i, Rahmat. Fiqh Muamalah. Jawa Tengah: Pustaka Setia, n.d.
Syarifuddin, Amir. Gari-Garis Besar Fiqh. Jakarta: Kencana, 2003.
Taqyudin An-Nabhan. Membangun Sistem Ekonomi Alternatif Perspektif Islam.
Surabaya: Risalah Gusti, 1960.
Thahir Abdul Muhasin Sulaiman. Menanggulangi Krisis Ekonomi Secara Islam.
Bandung: Pustaka, 1985.
Yazid, Al-Qazwini Abi Muhammad ibn, Sunan Ibn Majah, juz II, Beirut: Dar al-
Alya al-Kutub al-Arabiyyah, t.th, 2008)
Page 53
Jurnal
Barkah, Qadariah, Peny Cahaya Azwari dan Zuul Fitriani Umari, “Konsep
Aplikatif Fiqh Muamalah Terhadap Pelaksanaan Upad Di Desa Prambatan
Arab Kabupaten Pali, “ Jurnal Kajian Ekonomi Islam, Vol. 3, No. 2
(2018), https://core.ac.uk/download/pdf/229197455.pdf
Firmansyah, “Sistem Upah Minimum Kabupaten Dalam Perspektif Islam”, Jurnal
Ekonomi Syariah, Vol. 4, No. 6, 2017.
Fitri Ayu dan Nia Permatasari, “Rancangan Sistem Informasi Pengolahan Data
Praktek Kerja Lapangan (PKL) Pada Devisis Humas PT. Pegadaian,”
Jurnal Intra-Tech, Vol. 2, No. 2 (2018): 2,
https://www.journal.amikmahaputra.ac.id/index.php/JIT/article/download/
33/25.
Hafiz, Hendy Herijanto dan Muhammad Nurul, “Pengupahan Perspektif Ekonomi
Islam Pada Perusahaan Outsourching,” Jurnal Islaminomic, Vol. 7, no. 1
(2016): 16, https://media.neliti.com/media/publications/267932-
pengupahan-perspektif-ekonomi-islam-pada-cf911537.pdf
Siswadi, “Pemberian Upah Yang Benar Dalam Islam Upaya Pemerataan Ekonomi
Umat Dan Keadilan”, Jurnal Ummul Qura, Vol.IV, No. 2, 2014.
Waliam, Armansyah, “Upah Berkeadilan Dintinjau Dari Perspektif Islam,”
Jurnal Bisnis dan Manajemen Islam, Vol. 5, No. 2 (2017): 270-271,
https://media.neliti.com/media/publications/267932-pengupahan-
perspektif-ekonomi-islam-pada-cf911537.pdf
Wawancara
Ahmad Dailani, Sejarah Pagar Agung, 10 Agustus 2020
Ani, Praktik Pengupahan Di Desa Pagar Agung, 12 Maret 2021
Hemaidah, Praktik Pengupahan Di Desa Pagar Agung, 12 Maret 2021
Holyati, Praktik Pengupahan Di Desa Pagar Agung, 12 Maret 2021
M. Saili, Demografis Desa Pagar Agung, 10 Agustus 2020
Mahila, Praktik Pengupahan Di Desa Pagar Agung, 12 Maret 2021
Mansah, Praktik Pengupahan Di Desa Pagar Agung, 12 Maret 2021
Page 54
Nisi, Praktik Pengupahan Di Desa Pagar Agung, 12 Maret 2021
Sar‟an, Praktik Pengupahan Di Desa Pagar Agung, 12 Maret 2021
Samsila, Praktik Pengupahan Di Desa Pagar Agung, 12 Maret 2021
Siti, Praktik Pengupahan Di Desa Pagar Agung, 12 Maret 2021
Yanto, Praktik Pengupahan Di Desa Pagar Agung, 12 Maret 2021
Yusriadi, Praktik Pengupahan Di Desa Pagar Agung, 12 Maret 2021
Yumiana, Praktik Pengupahan Di Desa Pagar Agung, 12 Maret 2021
Yusriadi, Praktik Pengupahan Di Desa Pagar Agung, 12 Maret 2021