Top Banner
TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG PRAKTIK PENGUPAHAN PEKERJA HARIAN KEBUN KOPI (Studi di Desa Pagar Agung Kecamatan Semende Darat Laut Kabupaten Muara Enim) Skripsi DEVI ANGGRAENI NPM. 1721030159 Program Studi Hukum Ekonomi Syariah (Muamalah) FAKULTAS SYARIAH UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN INTAN LAMPUNG 1442 H/2021 M
54

tinjauan hukum islam tentang praktik pengupahan

Mar 16, 2023

Download

Documents

Khang Minh
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: tinjauan hukum islam tentang praktik pengupahan

TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG PRAKTIK PENGUPAHAN

PEKERJA HARIAN KEBUN KOPI

(Studi di Desa Pagar Agung Kecamatan Semende Darat Laut

Kabupaten Muara Enim)

Skripsi

DEVI ANGGRAENI

NPM. 1721030159

Program Studi Hukum Ekonomi Syariah (Muamalah)

FAKULTAS SYARIAH

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN INTAN LAMPUNG

1442 H/2021 M

Page 2: tinjauan hukum islam tentang praktik pengupahan

TINJAUAN HUKUM ISLAM TENTANG PRAKTIK PENGUPAHAN

PEKERJA HARIAN KEBUN KOPI

(Studi di Desa Pagar Agung Kecamatan Semende Darat Laut

Kabupaten Muara Enim)

Skripsi

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat-syarat

Guna Mendapatkan Gelar Sarjana S1 dalam Ilmu Syariah

Oleh

DEVI ANGGRAENI

NPM. 1721030159

Prodi : Hukum Ekonomi Syariah (Muamalah)

Pembimbing I : Dr. H. A. Khumaidi Ja’far, S.Ag. M.H.

Pembimbing II: H. Rohmat, S.Ag., M.H.I.

FAKULTAS SYARIAH

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI RADEN INTAN LAMPUNG

1442 H/2021 M

Page 3: tinjauan hukum islam tentang praktik pengupahan

BAB I

PENDAHULUAN

A. Penegasan Judul

Sebagai langkah pertama untuk mempermudah mendapatkan

informasi serta gambaran yang jelas dalam mengartikan kalimat judul maka

adanya penjelasan arti dan makna dari beberapa yang terkait dengan tujuan

penelitian ini. Dengan penegasan judul tersebut diharapkan tidak akan terjadi

kesalah pahaman dalam memahami maksud dan tujuan serta ruang lingkup

terhadap pokok permasalahan yang akan dibahas Tinjauan Hukum Islam

Tentang Praktik Pengupahan Pekerja Harian Petani Kebun Kopi (Studi

di Desa Pagar Agung, Kecamatan Semende Darat Laut, Kabupaten

Muara Enim), adapun berbagai istilah sebagai berikut :

Hukum Islam adalah hukum yang dibagun berdasarkan pemahaman

manusia atas nash Al-Quran maupun As-Sunnah untuk mengatur kehidupan

manusia. Adapun menurut ahli ushul fiqh hukum Islam yaitu firman Allah

yang ditunjukkan kepada orang mukallaf yaitu orang-orang yang sudah cakap

bertanggung jawab hukum berupa perintah larangan atau kewenangan

memilih yang bersangkutan dengan perbuatan.1

Upah adalah memberikan imbalan sebagai bayaran kepada seseorang

yang telah diperintah untuk mengerjakan suatu pekerjaan tertentu dan bayaran

itu diberikan menurut perjanjian yang telah disepakati.2

1 Said Agil Husin Al-Anwar, Hukum Islam Dan Pluralitas Sosial, (Jakarta: Permadani,

2004), 6. 2 Khumedi Ja‟far, Hukum Perdata Islam Di Indonesia (Surabaya: GEMILANG, 2019),

137.

Page 4: tinjauan hukum islam tentang praktik pengupahan

2

Pekerja Harian yaitu orang yang menerima upah atas hasil kerjanya

yang upahnya diperhitungkan setiap hari bekerja (jumlah hari kerjanya).3

Kebun Kopi adalah sebidang tanah luas yang ditanami kopi.

Berdasarkan uraian diatas maka maksud dalam judul ini adalah untuk

mengetahui bagaimana praktik pengupahan pekerja harian kebun kopi yang

terjadi di Desa Pagar Agung Kecamatan Semende Darat Laut Kabupaten

Muara Enim dalam tinjauan hukum Islam.

B. Latar Belakang Masalah

Allah SWT menciptakan manusia sebagai makhluk sosial dimana

mereka hidup saling membutuhkan antara yang satu dengan lainnya. Allah

SWT juga mengatur hubungan antara manusia dengan Allah dalam rangka

menegakkan habluminannas yang keduanya merupakan misi kehidupan

manusia yang diciptakan sebagai khalifah diatas bumi. Hubungan sesama

manusia itu bernilai ibadah bila dilaksanakan sesuai dengan petunjuk Allah

sebagaimana telah diuraikan dalam fiqh.4

Dalam fiqh muamalah hubungan antara sesama manusia diantaranya

meliputi, jual beli, utang piutang, jasa penitipan, sewa-menyewa, upah-

mengupah, gadai dan lain sebagainya. Tak ada seorangpun yang bisa

memenuhi kebutuhan kebutuhan tanpa bantuan orang lain. Oleh karena itulah

mereka bekerja sama dengan cara bermuamalah.5

3 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Pusat Bahasa Edisi

Keempat, (Jakarta: PT Gramedia, 2011), 681. 4 Amir Syarifuddin, Gari-Garis Besar Fiqh (Jakarta: Kencana, 2003), 175.

5 Rahmat Syafe‟i, Fiqh Muamalah (Jawa Tengah: Pustaka Setia, n.d.), 115.

Page 5: tinjauan hukum islam tentang praktik pengupahan

3

Seorang pekerja atau yang biasa disebut dengan buruh adalah mereka

yang tidak mempunyai alat produksi untuk menghasilkan barang, akan tetapi

mereka mempunyai tenaga yang bisa digunakan untuk bekerja dan

menjalankan alat produksi tersebut sehingga menghasilkan barang yang

diinginkan. Bentuk kerjasama seperti itu disebut dengan ijarah.6 Ijarah baik

dalam bentuk sewa-menyewa atau dalam bentuk upah mengupah itu

merupakan muamalah yang telah disyariatkan dalam Islam. Hukum asalnya

adalah mubah atau boleh apabila dilakukan sesuai ketentuan yang

disyariatkan dalam Islam.

Pada prinsipnya setiap orang yang bekerja pasti akan mendapat

imbalan dari apa yang telah dikerjakan dan masing-masing tidak dirugikan.

Sehingga penting adanya akad yang jelas antara kedua belah pihak. Syarat-

syarat-syarat upah telah ditetapkan sedemikian rupa sehingga upah menjadi

adil dan tidak merugikan salah satu pihak baik musta‟jir dan mu‟ajir supaya

tercipta kesejahteraan sosial. Di dalam Islam dijelaskan bahwasanya

memberikan upah setelah pekerjaan selesai. Hal tersebut terkandung dalam

sebuah hadits Nabi Muhammad SAW yang berbunyi :

زقبل اى هجف عزق )را ابي هاج( االج اعط7

“Berikanlah upah orang yang bekerja sebelum keringatnya mengering”

Hadits diatas menerangkan supaya menyegerakan pembayaran

upah setelah selesai pekerjaan.

6 Siti Mardiyah, “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Upah Buruh Tani dengan Sistem

Bawaon” (Skripsi, IAIN Salatiga, 2020), 1. 7 Al-Qazwini Abi Muhammad ibn Yazid, Sunan Ibn Majah, 20.

Page 6: tinjauan hukum islam tentang praktik pengupahan

4

Berdasarkan pengamatan langsung, mayoritas masyarakat Desa Pagar

Agung Kecamatan Semende Darat Laut Kabupaten Muara Enim adalah

petani dan buruh tani karena tingkat pendidikan dan kurangnya ilmu

pengetahuan yang menuntut masyarakat hanya bisa bekerja sebagai petani

dan buruh tani. Sumber utama mata pencaharian masyarakat desa Pagar

Agung yaitu dari kebun kopi. Sebagian masyarakat yang bekerja sebagai

buruh tani karena mereka tidak memiliki kebun kopi, sedangkan sebagiannya

masyarakat memiliki kebun kopi hanya sebagian kecil saja. Petani yang

bekerja dengan sistem harian ada juga yang tahunan. Pada dasarnya pekerja

harian akan menerima upahnya perhari setelah melakukan pekerjaan. Namun

berbeda halnya yang terjadi di desa Pagar Agung dimana pekerja harian akan

menerima upah setelah bekerja secara berangsur dalam waktu yang tidak

ditentukan berakhirnya pembayaran.

Dalam Pelaksanaan pengupahannya adalah upah yang diberikan

secara berangsur kepada pekerja namun dalam akad tersebut pembayaran

upah yang diberikan oleh pemilik kebun kopi/pemberi upah kepada pekerja

tidak terikat waktu berakhirnya pembayaran upah. Sistem seperti ini sudah

dilakukan para petani kebun kopi dan menjadi kebiasaan di Desa Pagar

Agung Kecamatan Semende Darat Laut Kabupaten Muara Enim. Pada

kejadian ini akad yang dilakukan oleh 2 pihak dimana pihak pertama sebagai

pemberi upah (musta‟jir) dan pihak kedua yang menerima upah (mu‟ajir).

Dalam pembayaran upah secara berangsur tanpa akad waktu berakhirnya

pembayaran. Upah akan diberikan separuhnya sebelum bekerja dan sisanya

Page 7: tinjauan hukum islam tentang praktik pengupahan

5

akan dibayar setelah musta‟jir memiliki uang. Dalam hal ini penulis

mengamati bahwa salah satu pihak akan merasa dirugikan yaitu mu‟ajir

merasa karena penundaan pembayaran yang dilakukan oleh musta‟jir.

Dari pemaparan permasalahan tersebut, akan diteliti lebih lanjut

apakah ada pihak yang merasa dirugikan dengan praktik pengupahan tersebut.

Maka akan ditinjau dalam skripsi yang berjudul “Tinjauan Hukum Islam

Tentang Praktik Pengupahan Pekerja Harian Kebun Kopi ( Studi di

Desa Pagar Agung Kecamatan Semende Darat Laut Kabupaten Muara

Enim).”

C. Identifikasi dan Batasan Masalah

Berdasarkan penjelasan latar belakang diatas, maka adapat dibuat

suatu identifikasi masalah sebagai berikut:

1. Praktik Pengupahan Pekerja Harian Kebun Kopi di Desa Pagar Agung

Kecamatan Semende Darat Laut Kabupaten Muara Enim

2. Praktik Pengupahan Pekerja Harian Kebun Kopi di Desa Pagar Agung

Kecamatan Semende Darat Laut Kabupaten Muara Enim dalam Tinjauan

Hukum Islam

D. Fokus dan Sub-Fokus Penelitian

Berdasarkan latar belakang diatas maka penelitian ini berfokus

membahas tentang bagaimana praktik pengupahan pekerja harian kebun kopi

dan sub-fokus penelitian di Desa Pagar Agung Kecamatan Semende Darat

Laut Kabupaten Muara Enim.

Page 8: tinjauan hukum islam tentang praktik pengupahan

6

E. Rumusan Masalah

Berdasarkan dari uraian latar belakang di atas, maka perlu dirumuskan

fokus permasalahan yang akan dibahas nanti adapun yang menjadi pokok

permasalahan, yaitu:

1. Bagaimana praktik pengupahan pekerja harian kebun kopi di desa Pagar

Agung Kecamatan Semende Darat Laut ?

2. Bagaimana tinjauan hukum Islam tentang praktik pengupahan pekerja

kebun kopi di desa Pagar Agung Kecamatan Semende Darat Laut ?

F. Tujuan Penelitian

Berdasarkan dari rumusan masalah diatas tujuan dalam penulisan

proposal ini diantaranya:

1. Untuk mengetahui praktik pengupahan pekerja harian petani kebun kopi

di desa Pagar Agung Kecamatan Semende Darat Laut.

2. Untuk mengetahui tinjauan hukum Islam terhadap praktik pengupahan

pekerja harian petani kebun kopi di desa Pagar Agung Kecamatan

Semende Darat Laut.

G. Manfaat Penelitian

1. Secara Teoritis

Secara teoritis berguna sebagai upaya menambah wawasan ilmu

pengetahuan bagi penulis, serta dapat dijadikan rujukan bagi penulis

berikutnya, dan dapat memberikan pemahaman kepada masyarakat tentang

ilmu pengetahuan khususnya terhadap praktik pengupahan pekerja harian

Page 9: tinjauan hukum islam tentang praktik pengupahan

7

kebun kopi di desa Pagar Agung Kecamatan Semende Darat Laut

Kabupaten Muara Enim.

2. Secara Praktis

Secara praktis penelitian ini dimaksudkan sebagai suatu syarat

tugas akhir guna memperoleh gelar sarjana S.H. pada fakultas syariah

Universitas Islam Negeri Raden Intan Lampung.

H. Kajian Penelitian Terdahulu Yang Relevan

Berdasarkan tinjauan pustaka ini, penulis menjelaskan beberapa

penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, relevan dengan judul proposal

ini:

Pertama, skripsi tentang upah seperti yang dibahas oleh Fauzan

Adhim (2018) dari Universitas Islam Negeri Ar-Raniry dengan judul

“Tinjauan Hukum Islam terhadap Sistem Upah Tenaga kerja PT. Global

Perkasa”. Pada praktiknya yang terjadi dalam memberikan upah kepada

pekerja PT. Global belum sepenuhnya menjalankan sesuai dengan ketentuan

yaitu menyebutkan terlebih dahulu upah yang akan diterima sebelum pekerja

menjalankan tugasnya dan yang belum sesuai adalah perusahaan tidak

membayarkan upah kepada pekerja tepat waktu sesuai kesepakatan antara

kedua belah pihak. Perusahaan juga belum bisa membayarkan upah sesuai

dengan peraturan pemerintah yaitu peraturan Gubernur Aceh Nomor 72

Tahun 2016 Pasal 2 Tentang Penetapan Upah Minimum (UMP) Aceh tahun

2017 ditetapkan sebesar Rp. 2. 500.000,- yang merupakan upah bulanan

terendah dnegan waktu kerja 7 jam perhari atau 40 jam perminggu bagi sitem

Page 10: tinjauan hukum islam tentang praktik pengupahan

8

kerja 6 hari perminggu dan 8 jam pe rhari atau 40 jam per minggu bagi sistem

kerja 5 hari per minggu.8

Kedua, Dewi Lestari (2015), yang berjudul “Sistem Pengupahan

Pekerja Dalam Perspektif Ekonomi Islam (Studi Kasus pada UMKM

Produksi Ikan Teri Salim Group di Desa Korowelang Cepiring-Kendal)”,

dalam skripsinya tersebut menjelaskan pengupahan pekerja yang dilakukan

pada usaha tersebut atas dasar borongan sesuai dengan ikan yang diproduksi.

Pada usaha tersebut juga melakukan pekerjaannya dari proses awal hingga

proses akhir. Dengan tidak adanya pembagian pekerjaan tersebut, amak

antara pekerja yang pemalas dengan pekerja yang rajin akan memperoleh

bagian upah yang sama. Upah juga diberikan secara sepihak tanpa ada

kesepakatan dari kedua belah pihak, sehingga ada salah satu pihak yang

dirugikan.9

Ketiga, Nur Khofifah (2018), yang berjudul “ Tinjauan Hukum Islam

Terhadap Sistem Pengupahan Buruh Emping Melinjo Di Desa Candirejo

Kecamatan Bawang Kabupaten Batang”, praktik yang masih tidak ada

kesepakatan terkait berapa upah yang akan diberikan oleh pengusaha di awal

akad atau tidak menetapkan atau menyebutkan upah berapa yang akan

diberikan perkilonya melinjo yang telah menjadi meping kering yang sudah

siap untuk digoreng dan dikonsumsi. Tidak jarang juga adanya perbedaan

antara upah upah seorang yang satu dengan orang yang lain berbeda

8 Fauzan Adhim, “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Sistem Upah Tenaga Kerja Pada PT.

Global Perkasa” (Skripsi, Universitas Negeri Ar-Raniry, 2018), 1. 9 Dewi Lestari, “Sistem Pengupahan Pekerja Dalam Persfektif Ekonomi Islam” (Skripsi,

Universitas Islam Negeri Walisongo, 2015), 3.

Page 11: tinjauan hukum islam tentang praktik pengupahan

9

meskipun dari bahan baku melinjo yang sama beratnya. Sistem upah yang

digunakan antara buruh dengan pengusaha emping yaitu menggunakan sistem

upah potongan dan upah tersebut dapat dikategorikan dalam upah khusus.10

Keempat, skripsi dari Cut Mirna (2018), yang berjudul “Sistem

Pengupahan Dalam Islam (Studi Terhadap Upah Pekerja Traktor Pemotong

Padi Pada Usaha Pelayanan Jasa Alsintan Sejahtera Pulo Panjoe Keamatan

Glumpang Baro Kabupaten Pidie)” yang menjelaskan tentang praktik kontrak

kerja pemotong padi yang dipraktikkan oleh Alsintan dengan pihak pekerja

adalah dengan cara saling memaklumi dan saling mempercayai yaitu akad

dengan lisan tanpa membuat surat perjanjian ataupun perjanjian tertulisnya.

Pekerja upah mengikat karung dan sopir traktor pemotong padi dikontrak

tetap oleh pihak Alsintan sedangkan agennya dikontrak berdasarkan kampung

dimana tempat pemotongan padi dilaksanakan, dalam artian seorang agen

hanya dikontrak untuk satu kampung. Pembagian upah kerja atau ujrah antara

pihak Alsintan dan pekerja dilakukan setelah pemotongan padi selesai dan

agen telah mengambil uang dari pemilik sawah yang menyewa jasa mereka.

Dalam tiap pemotongan padi 1 naleh maka pemilik sawah membayar Rp.

600.000. Uang tersebut diberikan kepada agen Rp. 100.000, untuk pihak

Alsintan Rp. 400.000, untuk sopir Rp. 50.000, dan untuk pekerja ikat karung

Rp. 50.000 yang bekerja dua orang maka maisng-masing mendapat Rp.

25.000. Pengambilan upah pada jasa traktor pemotong padi tidak hanya

dengan uang, tetapi dapat menggunakan hasil panen berupa padi, yang mana

10

Nur Khofifah, “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Sistem Pengupahan Buruh Emping

Melinjo Di Desa Candirejo Kecamatan Bawang Kabupaten Batang” (Skripsi, Universitas Islam

Negeri Walisongo, 2018), 4.

Page 12: tinjauan hukum islam tentang praktik pengupahan

10

harga pasaran yang dapat berubah pada setiap hari, sehingga bisa

menyebabkan kerugian pada salah satu pihak.11

Setelah penyusun melakukan penelusuran terhadap judul skripsi dan

kesimpulannya di atas, maka dapat diketahui perbedaan dalam segi pembagian

hasil, upah dan cara penentuan upah tersebut. Meskipun pada dasarnya judul

skripsi diatas memiliki permasalahan yang sama, namun substansi yang

diajukan penulis dalam proposal ini berbeda. Karena disini penulis akan

membahas terkait praktik pengupahan yang dilakukan antara mu‟ajir dan

musta‟jir, yakni dalam praktiknya upah yang diberikan secara berangsur

namun dalam akad tidak menentukan waktu atau tempo berakhirnya

pembayaran upah. Dalam hal ini dapat kita lihat dimana pihak musta‟jir yang

merasa dirugikan karena penundaan pembayaran upah yang tidak terikat

waktu pembayaran yang jelas.

Selain itu, skripsi yang sudah ada nantinya bisa penulis jadikan

rujukan dalam menyelesaikan proposal skripsi. Oleh karena itu, penulis

tertarik melakukan penelitian dengan judul: “Tinjauan Hukum Islam

Tentang Praktik Pengupahan Pekerja Harian Petani Kebun Kopi (Studi

di Desa Pagar Agung Kecamatan Semende Darat Laut Kabupaten Muara

Enim.”

11

Cut Mirna, “Sistem Pengupahan Ijarah” (Skripsi, Universitas Negeri Ar-Raniry, 2018),

10.

Page 13: tinjauan hukum islam tentang praktik pengupahan

11

I. Metode Penelitian

1. Jenis dan Sifat Penelitian

a. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah jenis penelitian di lapangan

(field research), yaitu penelitian yang langsung dilakukan dilapangan

atau pada responden. Penelitian ini dilakukan untuk langkah kehidupan

yang sebenarnya. Disini peneliti akan langsung terjun kelapangan untuk

melaksanakan penelitian secara langsung. 12 Penelitian field research

dilakukan dnegan cara menggali data yang bersumber dari lokasi atau

lapangan penelitian. Dalam penelitian ini bersumber di desa Pagar Agung

kecamatan Semende Darat Laut Kabupaten Muara Enim.

b. Sifat Penelitian

Penelitian ini bersifat deskriptif kualitatif yakni menggambarkan

secara tepat dari sifat-sifat individu, gejala, sifat-sifat, keadaan dan situasi

kelompok untuk menempatkan frekuensi adanya hubungan tertentu suatu

gejala dalam masyarakat.13

Dalam skripsi ini penulis akan memaparkan secara lebih spesifik

tentang praktik upah harian petani kopi yang dilakukan di desa Pagar

Agung kecamatan Semende Darat Laut Kabupaten Muara Enim.

12

Susiadi AS, Metode Penelitian, (Bandar Lampung: Lp2m Iain Raden Intan Lampung,

2019), 9. 13

Kencana Ningrat, Metode Penelitian Masyarakat, (Jakarta: Gramedia Pustaka, 1990),

93.

Page 14: tinjauan hukum islam tentang praktik pengupahan

12

2. Sumber data

Sumber data yang dipakai dalam skripsi ini, yaitu :

a. Data primer

Data primer merupakan sumber pertama terkait dengan

permasalahan yang masih perlu dikaji lebih dalam dan diolah

penggunaannya, yang didapat dari wawancara, dokumentasi secara

langsung dengan para petani di desa Pagar Agung kecamatan Semende

Darat Laut Kabupaten Muara Enim.

b. Data Sekunder

Data sekunder merupakan data yang diperoleh dari hasil studi

pustaka baik berupa buku, jurnal, sumber online dan bahan bacaan yang

digunakan untuk mendukung sumber data primer.

3. Populasi dan Sampel

a. Populasi

Populasi atau universe adalah sejumlah orang atau unit yang

mempunyai karakteristik yang sama antaranya. 14 Populasi adalah

wilayah generalisasi yang terdiri atas objek/subjek yang mempunyai

kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk

dipelajari yang kemudian ditarik kesimpulannya. 15 Populasi pada

penelitian ini adalah petani kopi dan buruh di Desa Pagar Agung

Kecamatan Semende Darat Laut Kabupaten Muara Enim berjumlah 127

orang.

14

Suharmi Arikunto, Prosedur Penelitian, (Jakarta: Rineka Cipta, 1993), 102. 15

Mahli M. Hikmat, Metode Penelitian Dalam Perspektif Ilmu Komunikasi Dan Sastra,

(Yogyakarta: Graha Ilmu, 2011), 60.

Page 15: tinjauan hukum islam tentang praktik pengupahan

13

b. Sampel

Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang

dimiliki oleh populasi tersebut. Bila populasi besar dan peneliti tidak

mungkin mempelajari semua yang ada pada populasi, misalnya karena

keterbatasan dana, tenaga dan waktu, maka peneliti dapat menggunakan

sampel yang diambil dari populasi itu. 16 Seperti yang dikemukakan

Arikunto apabila subjek kurang dari 100 lebih baik diambil semua,

sehingga penelitian ini adalah penelitian populasi. Selanjutnya jika

jumlah subjeknya besar dapat diambil 10%-15% atau 20%-50% atau

lebih.17

Sesuai dengan pemaparan diatas karena populasinya dalam

penelitian ini lebih dari 100 maka diambil 10% dari 127 orang adalah

12,7 dibulatkan menjadi 13 orang yang akan dijadikan sampel di Desa

Pagar Agung Kecamatan Semende Darat Laut Kabupaten Muara Enim.

Dalam teknik pengambilan sampel pada penelitian ini adalah purposive

sampling. Menurut Sugiyono purposive sampling adalah teknik

pengambilan sampel dengan pertimbangan tertentu sesuai dengan

tujuan.18

16

Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan, (Bandung: Alfabeta, 2012), 118. 17

Ibid., 115. 18

Ibid., 130.

Page 16: tinjauan hukum islam tentang praktik pengupahan

14

Berdasarkan penjelasan diatas maka sampel pada penelitian ini

memiliki beberapa kriteria yaitu :

a) Pemilik kebun yang bekerja atau bertani selama minimal 8-10

tahun

b) Buruh yang telah menjadi pekerja tetap

Jadi, pemilik kebun dan buruh yang telah memenuhi kriteria

diatas dari 13 orang diantaranya 6 pemilik kebun (Holyati, Ani, Siti,

Hermansyah, Yusriadi, Yunani) dan 7 orang buruh (Harsol, Mahila,

Samsilawati, Masida, Amrin, Sulhiwa).

4. Metode Pengumpulan Data

Adapun metode pengumpulan data pada penelitian ini adalah

sebagai berikut :

a. Wawancara (Interview)

Wawancara merupakan cara yang digunakan untuk memperoleh

keterangan secara lisan guna mencapai tujuan tertentu. 19 Pada

praktiknya penelitian dengan teknik observasi sebelumnya penulis

sudah menyiapkan beberapa pertanyaan yang berhubungan dengan

permasalahan yang akan dieliti. Penelitian ini dengan mewawancarai

para petani dan yang memberi upah di desa Pagar Agung kecamatan

Semende Darat Laut Kabupaten Muara Enim.

b. Dokumentasi

19

Burhan Ashshofa, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Rineka Cipta, 2013), 95.

Page 17: tinjauan hukum islam tentang praktik pengupahan

15

Dokumentasi yaitu teknik pengumpulan data berupa transkip,

surat kabar, buku, majalah, notulen rapat dan sebagainya.

Mengumpulkan, mencari dan menyusun data-data yang diperoleh dari

wawancara dengan masyarakat desa Pagar Agung kecamatan Semende

Darat Laut Kabupaten Muara Enim.

5. Metode Pengolahan Data

Setelah data sudah tekumpul lalu diolah secara sistematis sehingga

menjadi hasil pembahasan dan gambaran data, pengolahan data pada

umumnya dilakukan dengan cara:

a. Pemerikasaan Data (Editing)

Yaitu memeriksa data yang sudah terkumpul dan mengoreksi

kembali apapkah data sudah relevan dengan masalah yang terjadi di

desa Pagar Agung kecamatan Semende Darat Laut Kabupaten Muara

Enim terkait sistem upah harian petani kopi.

b. Sistemating

Yaitu mensistematika dan menjabarkan secara deskriptif

tentang hal-hal yang akan didata dari praktik pengupahan pekerja

harian kebun kopi di desa Pagar Agung kecamatan Semende Darat

Laut Kabupaten Muara Enim, dengan mengunakan metode kualitatif

yaitu mengetahui sistem pelaksanaan pengupahan harian kebun

petani kopi.

Page 18: tinjauan hukum islam tentang praktik pengupahan

16

6. Analisis Data

Analisis data adalah proses mencari dan menyusun secara

sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan dan

dokumentasi. 20 Setelah data terkumpul sesuai dengan kebutuhan yang

telah ditentukan, maka langkah selanjutya adalah menghimpun dan

mengelola data yang sudah terkumpul dengan cara menjelaskan semua

jawaban untuk dianalisis. Data yang diperoleh dilapangan selanjutnya

dianalisa dengan menggunakan teknik analisis kualitatif yaitu untuk

mengetahui pada sistem upah.

Analisis data kualitatif bersifat induktif, artinya suatu analisis

berdasarkan data yang didapat, selanjutnya dikembangkan pola hubungan

tertentu atau menjadi hipotesis.21

J. Sistematika Pembahasan

Bab pertama merupakan pendahuluan yang berisi penegasan judul,

latar belakang, identifikasi masalah, fokus dan sub-fokus masalah, rumusan

masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kajian penelitian terdahulu

yang relevan, metode penelitian dan sistematika pembahasan.

Bab kedua membahas mengenai gambaran umum tentang upah yang

diawali dengan pembahasan tentang pengertian ujrah, dasar hukum ujrah,

rukun dan syarat ujrah, prinsip-prinsip ujrah, serta membahas tentang sistem

pengupahan dalam kajian hukum Islam.

20

Ibid., 335. 21

Ibid.

Page 19: tinjauan hukum islam tentang praktik pengupahan

17

Bab ketiga merupakan laporan penyusunan mengenai praktik

pengupahan pekerja harian kebun kopi dalam tinjauan hukum Islam studi di

Desa Pagar Agung Kecamatan Semende Darat Laut Kabupaten Muara Enim,

yang meliputi gambaran umum Desa Pagar Agung berupa sejarah berdirinya,

visi dan misi, letak geografis, keadaan demografis, struktur organisasi Desa

Pagar Agung serta sistem pengupahan harian pekerja harian kebun kopi di

Desa Pagar Agung Kecamatan Semende Darat Laut Kabupaten Muara Enim.

Bab keempat merupakan analisis praktik pengupahan pekerja harian

dan analisis hukum Islam terhadap praktik pengupahan pekerja harian kebun

kopi di Desa Pagar Agung Kecamatan Semende Darat Laut Kabupaten Muara

Enim dan para petani yang menjadi objek kajian. Adapun teori-teori yang

penyusun pergunakan untuk membahas bab ketiga adalah teori tentang upah

(ujrah) secara umum.

Bab kelima adalah penutup, berisi kesimpulan dari keseluruhan uraian

kemudian dilanjutkan dengan saran-saran sebagai upaya perbaikan dalam

pelaksanaan pemberian upah kepada pekerja harian kebun kopi di Desa Pagar

Agung Kecamatan Semende Darat Laut Kabupaten Muara Enim.

Page 20: tinjauan hukum islam tentang praktik pengupahan

18

Page 21: tinjauan hukum islam tentang praktik pengupahan

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Pengertian Upah

Upah dalam Islam yaitu secara bahasa disebut dikenal dengan ijarah.

Ijarah secara etimologi adalah masdar dari kata اجز-اجز (ajara-ya‟jiru), yaitu

upah yang diberikan sebagai kompensasi sebuah pekerjaan. Al-ajru berarti

upah atau imbalan untuk sebuah pekerjaan. Al-ajru berari upah atau imbalan

untuk sebuah pekerjaan. Al-ajru makna dasarnya adalah pengganti, baik yang

bersifat materi maupun immateri.1

Pengupahan dalam Islam disebut juga dengan ujrah. Ujrah termasuk

kedalam ijarah upah mengupah karena pengambilan manfaat atas jasa

seseorang yang kemudian diberikan imbalan, imbalan inilah yang dimaksud

dengan upah atau ujrah. Idris Ahmad dalam bukunya yang berjudul Fiqh

Syafi‟i, berpendapat bahwa ijarah berarti upah mengupah. Hal ini terlihat

ketika beliau menerangkan rukun dan syarat upah-mengupah yaitu mu‟jir dan

musta‟jir (yang memberikan upah dan yang menerima upah).2

Al-Ijarah berasal dari kata al-ajru yang arti menurut bahasanya ialah

al-„iwadh yang arti dalam bahasa Indonesianya ialah ganti dan upah.3

Menurut Fatwa Dewan Syariah Nassional, ijarah (اجارة), adalah akad

pemindahan hak guna (manfaat) atas suatu barang atas jasa dalam waktu

tertentu melalui pembayaran sewa atau upah, tanpa diikuti dengan

1 Imam Mustofa, Fiqh Mumalah Kontemporer, (Depok: Rajawali Pers, 2018), 101.

2 Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, (Jakarta: Rajawali Pers, 2014), 113.

3 Ibid., 114.

Page 22: tinjauan hukum islam tentang praktik pengupahan

19

pemindahan kepemilikan barang itu sendiri.4 Ijarah adalah akad pemindahan

hak guna (manfaat) suatu barang atau jasa dalam waktu tertentu dengan

adanya pembayaran upah, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan atas

barang itu sendiri. Oleh karenanya, Hanafiah mengatakan bahwa ijarah

adalah akad atas manfaat di sertai imbalan.5

Ada beberapa definisi ijarah yang dikemukakan oleh ulama fiqh.

a. Menurut ulama Hanafiyah mengatakan bahwa: ijarah yaitu suatu akad

yang dipergunakan untuk pemilik manfaat, yang diketahui dan disengaja

dari suatu barang yang disewakan dengan cara penggantian (bayar).6

Manfaat kadang berbentuk manfaat barang, seperti rumah untuk ditempati,

motor untuk dikendarai. Bisa juga berbentuk karya, misalnya tukang jahit,

insinyur bangunan dan sebagainya. Manfaatnya juga dapat berupa kerja

pribadi pembantu dan para pekerja (bangunan, pabrik dan lain-lain).

b. Para Ulama Syafi‟iyah mendefinisikan bahwa ijarah yaitu suatu akad atas

manfaat yang diketahui dan sengaja, yang diterima sebagai pengganti dan

kelebihan, dengan pesnggantian yang diketahui (jelas).7

c. Sedangkan menurut Ulama-Ulama Hanabilah ijarah yaitu suatu akad atas

manfaat yang mubah (boleh) dan dikenal, dengan jalan mengambil sesuatu

4 Evy Savitri Gani, “Sistem Perlindungan Upah Di Indonesia”, Tahkim, Vol, 9, no. 1

(2015): 187. 5 A. Riawan Ammin, Buku Pintar Transaksi Syariah (Menjalankan Kerja Sama Bisnis

Dan Menyelesaikan Sengketa Berdasarkan Panduan Islam) (Jakarta Selatan: Hikmah PT. Mizan

Publika, 2010), 145. 6 Abdurrahman Al-Jaziri, Al-Fiqih Ala Al-Mazhab Al-Arba‟ah Jilid 3, (Beirut: Dar Al-

Fikr, 1991), 94. 7 Ibid., 98.

Page 23: tinjauan hukum islam tentang praktik pengupahan

20

atas sesuatu dengan waktu yang diketahui (jelas) dan dengan penggantian

yang jelas pula.

Definisi ijarah menurut Ulama Malikiyah dan Hanabilah hampir

sama dengan pendapat ulama sebelumnya yang intinya adalah suatu

transaksi akad yang dapat memberikan manfaat dengan waktu yang telah

ditentukan dan memberikan imbalan.

Berdasarkan beberapa pengertian diatas bahwa upah (ujrah) adalah

harga yang dibayarkan kepada pekerja atas jasanya, tenaga kerja diberikan

imbalan. Yang mana upah merupakan aspek penting dalam suatu kontrak

kerja, dalam Islam upah harus dibayarkan secara adil supaya tidak

menzalimi serta harus mencukupi kebutuhan pekerja.

B. Dasar Hukum Upah

Para fuqoha telah sepakat bahwa ujrah dibolehkan dalam syariat

Islam. Adapun beberapa ulama yang tidak menyepakatinya, seperti Hasan Al-

Bashri, Isma‟il bin „Aliyah dan Abu Bakar Al-Asham. Dalam menanggapi

pandangan ulama yang tidak menyepakati ujrah maka Ibnu Rusyd

menyanggah bahwa kemanfaatan walaupun tidak berbentuk dapat dijadikan

alat pembayaran menurut kebiasaan (adat).8

Upah (Ujrah) disahkan berdasarkan Al-Quran , Sunnah dan Ijma‟

yaitu sebagai berikut ini :

1. Al-Quran

a. Dalam Surah Ath-Thalaq [65] : 6

8 Ahmad Wardi Muslich, Fiqh muamalat, (Jakarta: Amzah, 2010), 318.

Page 24: tinjauan hukum islam tentang praktik pengupahan

21

) ... 3 6الطالق)

“Kemudian jika mereka menyusukan (anak-anak)mu untukmu

Maka berikanlah kepada mereka upahnya.” (Surah Ath-Thalaq [65]: 6)

b. Surah Al-Qashash [28]: 26 dan 27

(376 - 72القصص)

“Salah seorang dari kedua wanita itu berkata: "Ya bapakku

ambillah ia sebagai orang yang bekerja (pada kita), karena

Sesungguhnya orang yang paling baik yang kamu ambil untuk bekerja

(pada kita) ialah orang yang kuat lagi dapat dipercaya".

Berkatalah Dia (Syu'aib): “Sesungguhnya aku bermaksud menikahkan

kamu dengan salah seorang dari kedua anakku ini, atas dasar bahwa

kamu bekerja denganku delapan tahun dan jika kamu cukupkan sepuluh

tahun Maka itu adalah (suatu kebaikan) dari kamu, Maka aku tidak

hendak memberati kamu. dan kamu insya Allah akan mendapatiku

Termasuk orang- orang yang baik.” (Q.S. Al-Qashash [28]: 26-27)

c. Surah Al-Baqarah [2]: 233

3(722)البقزة

“dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, Maka

tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut

yang patut. bertakwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa

Allah Maha melihat apa yang kamu kerjakan.” (Al-Baqarah [2]: 233).

Page 25: tinjauan hukum islam tentang praktik pengupahan

22

2. Sunnah

Dasar hukum haditsnya dapat dijelaskan sebagai berikut:

a. Hadits Bukhari

عي اب ل قال3احتجن رس ع للاه ي عبهاس رض عل صله اله سلهن للاه

اع )را بخار( كاى حزاها لوعط ل حجوت اجز طالذ9

“Ibnu Abbas r.a berkata, Rasulullah SAW berbekam dan

memberikan upah kepada orang yang membekamnya seandainya

berbekam itu haram, tidaklah beliau member upah.” (HR. Bukhari)

b. Hadits Nabi riwayat Shahih Bukhari

ع للاه عي اس رض عل ل للاه سءل عي اجز احجام فقال3 اختجن رضس أه

وض سلهو حخه ي اعطا صا ع بت ط 10هي طعام. )را بخار( اب

“Dari Anas r.a sesunggunya ketika ditanya mengenai upah dari

pekerja membekam, dia mengatakan, Rasulullah SAW dibekam oleh

Abu Thaibah dan beliau memberinya imbalan sebanyak dua sha‟

makanan.” (HR. Bukhari)

c. Hadits Muslim

تعال ثال ثت أ ملسو هيلع هللاا ىلص )قال للاه زـزة رض هللاا ع قال 3 قال رسل للاه عي أب ا

رجل باع حزا , فأكل ثو، م القاهت3 رجل أعظ ب ثنه غذر, ن ـ خصو

رجل استأج أجز ( لن ـعط , ف ه ا هسلن ...)ز أج زا , فاستـ (ر11

“Dari Abu Hurairah Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah

Shallallaahu 'alaihi wa Sallam bersabda: "Allah 'Azza wa Jalla

9

Muhammad Bin Ismail Al-Amir Ash-Sha‟ani, Subulus Salam “Syarah Bulughul

Maram”, Jilid:3, (Jakarta: Darus Sunnah, 2017), 153. 10

Achmad Sunarto dkk, Terjemah Shahih Bukhari, Jilid 7, (Semarang: CV Asy-Syifa,

1993), 483. 11

Muslim Bin al-Hajj Abu al-Husain al-Qosyiri al-Naisaburi, Shahih Muslim, (Beirut:

Dar Ihya‟ al-Turatsu al-Arabi. t.th), cet. ke-1, h. 417

Page 26: tinjauan hukum islam tentang praktik pengupahan

23

berfirman: Tiga orang yang Aku menjadi musuhnya pada hari kiamat

ialah: orang yang memberi perjanjian dengan nama-Ku kemudian

berkhianat, orang yang menjual orang merdeka laluDari Abu Hurairah

Radliyallaahu 'anhu bahwa Rasulullah Shallallaahu 'alaihi wa Sallam

bersabda: "Allah 'Azza wa Jalla berfirman: Tiga orang yang Aku

menjadi musuhnya pada hari kiamat ialah: orang yang memberi

perjanjian dengan nama-Ku kemudian berkhianat, orang yang menjual

orang merdeka lalu”.(HR. Muslim)

d. Hadits Sunan Ibnu Majah

عي س عي ابي حذهثا خالذ بي عبذ للاه اسط حذهثا عبذ الحوذ بي باى ال

ام أعط الحجه سلهن احتجن عل ه صله للاه سزي عي أس بي هالك أىه الهب

اج(ه را ابي ( أجز 12

“Telah menceritakan kepada kami (Abdul Hamid bin Bayan Al

Wasithi) berkata, telah menceritakan kepada kami (Khalid bin

Abdullah) dari (Yunus) dari (Ibnu Sirin) dari (Anas bin Malik) berkata,

"Nabi shallallahu 'alaihi wasallam melakukan bekam dan memberikan

upah kepada tukang bekamnya.” (Hadits Sunan Ibnu Majah nomor

2155).

e. Hadits Abu Hurairah

سلهن قال للاه عل ه صله للاه أىه الهب ع للاه زة رض ز ثالثت اا عي أب

ن م القاهت, خصو رجل ا فأكل ثو, رخل باع حز رجل أعط ب ثنه غذر,

لن عظ أجز )را أب ززة( , ف ه زافاست استأخزأخ13

“Dari Abu Hurairah r.a bahwa Nabi SAW, Allah Subhanallahu

wa ta‟ala berfirman: Ada tiga kelompok yang aku menjadi musush

mereka pada hari kiamat nanti. Pertama, orang yang bersumpah atas

nama-Ku lalu ia mengkhianatinya. Kedua, orang yang menjual orang

merdeka (bukan budak belian), lalu ia memakan (mengambil)

keuntungannya. Ketiga, orang yang mempekerjakan seseorang lalu

12 Muhammad bin Ismail Al-Bukhari, Matan Al-Bukhari Masykul Bihasyiyah As-Sindi,

Juz 2, (Beirut: Dar Al-Fikr), 36. 13

Muhammad Bin Ismail Abu Abdullah Al-Bukhari, Shohih Al-Bukhori, ( Digital

Library, al-maktabah al-syamilah al-Isdar al-Sani, 2005), Hadits no. 2227

Page 27: tinjauan hukum islam tentang praktik pengupahan

24

pekerja itu memenuhi kewajibannya sedangkan orang itu tidak

membayarkan upahnya”. (HR. Abu Hurairah)

3. Ijma‟

Segala sesuatu yang dapat mendatangkan manfaat, anak

pekerjaan tersebut menjadi baik dan halal. Umat Islam pada masa

sahabat telah berijma‟ bahwa ijarah dibolehkan sebab bermanfaat bagi

manusia. Para ulama tak seorangpun yang membantah kesepekatan

ijma‟ini. Sebagaimana diungkapkan Sayyid Sabiq: “Dan atas

disyari‟atkannya sewa-menyewa umat Islam telah sepakat, dan tidak

dianggap (serius) pendapat orang yang berbeda dengan kesepakatan

ijma‟ para Ulama ini”, Karena Ijarah merupakan akad pemindahan hak

guna (manfaat) atas suatu barang atau jasa dalam waktu tertentu melalui

pembayaran sewa/upah, tanpa diikuti dengan pemindahan kepemilikan

manfaat sesuatu yang mubah untuk masa tertentu disertai imbalan.

C. Rukun dan Syarat Upah

1. Rukun Upah

Rukun dari upah sebagai suatu transaksi adalah akad atau

perjanjian kedua belah pihak, yang menunjukkan bahwa transaksi itu telah

berjalan lancar secara suka sama suka.14

Ahli-ahli mazhab Hanafi, menyatakan bahwa rukun akad hanyalah

ijab dan qobul saja, mereka mengakui bahwa tidak mungkin ada akad

tanpa adanya para pihak yang membuatnya dan tanpa adanya objek akad.

14

Syafe‟i, Fiqh Muamalah, 125.

Page 28: tinjauan hukum islam tentang praktik pengupahan

25

Adapun menurut Jumhur Ulama‟, rukun ujrah ada (4) empat, yaitu :

a. A‟qid (orang yang berakad)

Aqid yaitu orang yang melakukan akad sewa menyewa atau

upah mengupah. Orang yang memberikan upah dan menyewakan

disebut Mu‟ajjir dan orang yang yang menerima upah untuk melakukan

sesuatu dan yang menyewa sesuatu disebut Musta‟jir.15

Karena begitu

pentingnya kecakapan bertindak itu sebagai persyaratan untuk

melakukan suatu akad, maka golongan Syafi‟iyah dan Hanabilah

menambahkan bahwa mereka yang melakukan akad itu harus orang

yang sudah dewasa dan tidak cukup hanya sekedar mumayyiz saja. Agar

suatu perikatan yang dijalankan oleh subjek perikatan terpenuhi, maka

harus memenuhi syarat-syarat tertentu. Sebagian ulama mazhab Maliki

berpendapat bahwa janji adalah mengikat secara hukum apabila

dkaitkan dengan suatu sebab walaupun orang yang berjanji tidak

menyebutkan sebab tersebut pernyataan janjinya.16

b. Sighat

Sighat yaitu ijab dan qobul berupa pertanyaan dari kedua belah

pihak yang berakad (berkontrak) baik secara verbal atau dalam bentuk

lain.17

Sighat disyaratkan berkesesuaian dan menyatunya majelis akad,

seperti yang dipersyaratkan dalam akad jual beli. Maka akad ijarah

15

Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, 117. 16

Oni Sahroni and M. Hasanuddin, FIKIH MUAMALAH (Dinamika Teori Akad Dan

Implementasinya Dalam Ekonomi Syariah), Cet. 2 (Depok: Rajawali Pers, 2017), 8. 17

Imam Mustofa, Fiqh Mumalah Kontemporer, 105.

Page 29: tinjauan hukum islam tentang praktik pengupahan

26

tidak sah, apabila antara ijab dan kabul tidak berkesesuaian, seperti

tidak berkesesuaian antara objek akad atau batas waktu.18

c. Ujrah

Ujrah disyaratkan diketahui oleh kedua belah pihak, baik dalam

sewa-menyewa maupun dalam upah mengupah. Karena ijarah tidak sah

apabila upah belum diketahui. Upah adalah sesuatu yang diberikan oleh

pemberi kerja kepada musta‟jir (pekerja) atas jasa dan manfaat yang

telah diambil oleh mu‟jir. Dengan syarat bahwa: Sudah diketahui

jumlah upah, tidak sah ijarah apabila upah tidak diketahui. Pegawai

khusus seperti hakim tidak boleh mengambil upah dari bawahannya

karena sudah diberikan gaji oleh pemerintah. Upah/imbalan tidak

disyaratkan dari jenis yang diakadkan, misalnya sewa rumah dengan

sebuah rumah, upah mengerjakan sawah dengan sebidang tanah. Syarat

seperti ini sama dengan riba.19

d. Manfaat

Untuk mengontrak seorang musta‟jir harus diketahui bentuk

kerjanya, waktu, upah serta tenaganya. Oleh karena itu jenis

pekerjaannya harus dijelaskan, sehingga tidak kabur. Karena transaksi

upah yang masih kabur hukumnya adalah fasid.20

18

Rozalinda, Fikih Ekonomi Syariah (Prinsip Dan Implementasi Pada Sektor Keuangan

Syariah), Cet. 2 (Jakarta: Rajawali Pers, 2017), 133. 19

Ibid. 20

M. Ali Hasan, Berbagai Macam Transaksi Dalam Islam : Fiqh Muamalat (Jakarta:

Raja Grafindo, 2004), 23.

Page 30: tinjauan hukum islam tentang praktik pengupahan

27

Fatwa DSN MUI NO. 09/DSN-MUI/IV/2000 menetapkan

mengenai rukun ijarah yang terdiri dari:

1) Sighat ijarah yaitu ijab dan qabul berupa pernyataan dari kedua

belah pihak yang berakad (berkontrak) baik secara verbal atau dalam

bentuk lainnya.

2) Pihak-pihak yang berakad, terdiri dari pemberi sewa/pemberi jasa

dan penyewa/pengguna jasa.

3) Objek akad ijarah yaitu : manfaat barang dan sewa, manfaat jasa dan

upah.21

2. Syarat Upah (Ujrah)

Syarat adalah ketentuan atau perbuatan yang harus dipenuhi

sebelum melakukan suatu pekerjaan atau ibadah. Tanpa memenuhi

ketentuan/perbuatan tersebut, suatu pekerjaan dianggap tidak sah.

Contohnya menutup aurat sebelum dan selama mengerjakan sholat. Seperti

halnya dengan akad jual beli, syarat-syarat ijarah ini juga terdiri atas

empat jenis persyaratan :

a. In‟iqad yaitu syarat terjadinya akad

b. Nafadz, berlangsungnya akad

c. Syarat sahnya akad

d. Luzum, Syarat mengikatnya akad

21

Imam Mustofa, Fiqh Mumalah Kontemporer, 105.

Page 31: tinjauan hukum islam tentang praktik pengupahan

28

Dari keempat syarat tersebut mempunyai makna sebagai berikut :

1) Syarat Terjadinya akad (Syarat In‟iqad)

Syarat terjadinya akad (syarat in‟iqad) berkaitan dengan aqid,

akad dan objek akad. Syarat yang berkaitan dengan aqid adalah berakal,

mumayyiz, menurut Hanafiah dan baligh menurut Syafi‟iyah dan

Hanabilah. Dengan demikian, akad ijarah tidak sah apabila pelakunya

(mu‟jir dan musta‟jir) gila atau masih dibawah umur. Menurut

Malikiyah, tamyiz merupakan syarat dalam sewa-menyewa dan jual

beli, sedangkan baligh merupakan syarat untuk kelangsungan (nafadz).

Dengan demikian, apabila anak yang mumayyiz menyewakan dirinya

(sebagai tenaga kerja) atau barang yang dimilikinya, maka hukum

akadnya sah, tetapi untuk kelangsungannya menunggu izin walinya.22

Pada dasarnya penyewa boleh menyewakan barang atau benda yang

disewakannya kepada orang lain. Pihak penyewa boleh menyewakan

kembali dengan ketentuan bahwa penggunaan barang yang disewa

tersebut harus sesuai dengan penggunaan yang disewa pertama,

sehingga tidak menimbulkan kerusakan terhadap barang yang

disewakan.

Syarat-syarat yang terkait dengan rukun akad ini disebut syarat

terbentuknya akad (syuruth al-in‟iqad). Jumlahnya, seperti terlihat dari

apa yang dikemukakan diatas, atas delapan macam yaitu :

a) Tamyiz

22

Ahmad Wardi Muslich , Fiqh muamalat, (Jakarta: Amzah, 2010), 321.

Page 32: tinjauan hukum islam tentang praktik pengupahan

29

b) berbilang pihak (at-ta‟adud)

c) persesuaian ijab dan Kabul (kesepakatan)

d) kesatuan majelis akad

e) objek akad dapat diserahkan

f) objek akad tertentu atau dapat ditentukan

g) objek akad dapat ditransaksikan (artinya berupa benda bernilai dan

dimilki/mutaqawwim dan mamluk)23

h) tujuan akad tidak bertentangan dengan syarak

Dalam melakukan perjanjian para pihak disyaratkan saling

meridhai satu sama lain. Sebagaimana yang terdapat dalam Al-Quran

Surat An-Nissa (4) ayat 29, yang berbunyi:

3(72)الساء

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan

harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan

perniagaan yang Berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. dan

janganlah kamu membunuh dirimu; Sesungguhnya Allah adalah Maha

Penyayang kepadamu.” (An-Nisa‟ [4] : 29)

Ayat diatas menjelaskan bahwa setiap orang mukmin

mempunyai kewajiban untuk menunaikan apa yang telah dijanjikan dan

diakadkan baik berupa perkataan maupun perbuatan.

2) Syarat Kelangsungan Akad (Nafadz)

23

Syamsul Anwar, Hukum Perjanjian Syariah: Studi Tentang Teori Akad Dalam Fikih

Muamalat (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2007), 98.

Page 33: tinjauan hukum islam tentang praktik pengupahan

30

Akad ijarah dapat terlaksana apabila ada kepemilikan dan

penugasan, karena tidak sah akad ijarah terhadap barang milik atau

sedang dalam penguasaan orang lain. Tanpa adanya kepemilikan dan

atas penguasaan, maka ijarah tidak sah.24

Setelah akad itu terbentuk,

sah dan berlaku efektif itu juga tidak serta merta melahirkan akibat

hukum secara sempurna karena harus memenuhi ketentuan lain. Oleh

karena itu, setelah fase nafadz, akad ini harus melawati fase selanjutnya

(keempat), yaitu fase luzum.25

3) Syarat Sah (Syurut al-shihah)

Syarat ini ada terkait dengan para pihak yang berakad, objek

akad dan upah. Syarat sah sebagai berikut:

a) Adanya keridaan dari kedua belah pihak yang melakukan akad.

Syarat ini berdasarkan firman Allah SWT dalam surah Al-Baqarah

[2]: 188

).... 3811البقزة)

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling

memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan

jalan perniagaan yang Berlaku dengan suka sama-suka di antara

kamu.” (Q.S. Al- Baqarah [2]:188)

b) Ma‟qud alaihi bermanfaat dengan jelas

24

Imam Mustofa, Fiqh Mumalah Kontemporer, 106. 25

Sahroni and M. Hasanuddin, Fikih Muamalah, (Dinamika Teori Akad Dan

Implementasinya Dalam Ekonomi Syariah), 98.

Page 34: tinjauan hukum islam tentang praktik pengupahan

31

Adanya kejelasan pada ma‟qud alaihi (barang)

menghilangkan pertentangan diantara „aqid. Diantara cara untuk

mengetahui ma‟qud alaihi (barang) adalah dengan menjelaskan

manfaatnya, pembatasan waktu, atau menjelaskan jenis pekerjaan

jika ijarah atas pekerjaan atau jasa seseorang.

(1) Penjelasan jenis pekerjaan, penjelasan tentang jenis pekerjaan

yang sangat penting dan diperlukan ketika menyewa orang

untuk bekerja sehingga tidak terjadi kesalahan atau

pertentangan.

(2) penjelasan waktu kerja, tentang batasan waktu kerja sangat

bergantung pada pekerjaan dan kesepakatan dalam akad.

(3) Syarat yang terkait dengan upah atau uang sewa adalah upah

harus berharga dan jelas bilangan atau ukurannya.

(4) Syarat terkait dengan manfaat barang atau jasa seseorang ada

tujuh, yaitu:

(a) Manfaat barang yang harus mubah atau tidak dilarang;

syarat ini untuk menghindari penyewaan barang atau jasa

yang terlarang

(b) manfaat barang atau jasa bisa diganti dengan materi

(c) manfaat barang atau jasa merupakan suatu yang berharga

dan ternilai

(d) Manfaat merupakan suatu yang melekat pada barang yang

sah kepemilikannya

Page 35: tinjauan hukum islam tentang praktik pengupahan

32

(e) manfaat barang objek sewa bukan untuk menghasilkan

barang, seperti menyewa pohon untuk diambil buahnya,

sewa semacam ini tidak sah, termasuk dalam pengecualian

syarat ini adalah sewa jasa menyusui, karena darurat dalam

hadanah

(f) Manfaat dapat diserahterimakan

(g) Manfaat harus jelas dan dapat diketahui

4) Syarat Mengikatnya Akad Ijarah

Akad ijarah itu mengikat, diperlukan dua syarat:

a) Benda yang disewakan harus terhindar dari cacat („aib) yang

menyebabkan terhalangnya pemanfaatan benda yang disewaitu.

Apabila terdapat suatu cacat („aib) yang demikian sifatnya, maka

orang yang menyewa (musta‟jir) boleh memilih antara meneruskan

ijarah dengan pengurangan uang sewa dan membatalkannya.

Misalnya sebagian rumah yang akan disewa runtuh, kendaraan yang

dicarter rusak atau mogok. Apabila rumah yang disewa itu hancur

seluruhnya maka akad ijarah jelas harus fasakh (batal), karena

ma‟qud „alaihi rusak total, dan hal itu menyebabkan fasakh-nya

akad.

b) Tidak terdapat udzur (alasan) yang dapat membatalkan akad ijarah.

Misalnya udzur pada salah seorang yang melakukan akad, atau pada

sesuatu yang disewakan. Apabila udzur , baik pada pelaku maupun

pada ma‟qud „alaihi, maka pelaku berhak membatalkan akad. Ini

Page 36: tinjauan hukum islam tentang praktik pengupahan

33

menurut Hanafiah. Akan tetapi, menurut Jumhur Ulama‟ akad ijarah

tidak batal karena adanya udzur selama objek akad yaitu manfaat

tidak hilang sama sekali.26

Ketika terpenuhi syarat-syarat ijarah, timbul hubungan hukum

diantara pihak-pihak yang melakukan akad sehingga menimbulkan hak

dan kewajiban diantara keduanya. Hak-hak mu‟jir yang wajib dipenuhi

oleh musta‟jir diantaranya adalah:

(1) Hak memperoleh pekerjaan. Bekerja merupakan tuntutan hidup, Islam

mewajibkan setiap orang untuk bekerja memperoleh kebutuhan

hidupnya dan bekerja itu bernilai ibadah.

(2) Hak atas upah yang diperjanjikan.

(3) Hak untuk diperlakukan secara baik dalam lingkungan kerja.

(4) Hak atas jaminan perlindungan atas bahaya yang dialami pekerja

dalam melakukan pekerjaan.

Kewajiban-kewajiban pekerja, meliputi:

(1) Mengerjakan pekerjaan sendiri sesuai yang dijanjikan

(2) Bekerja pada waktu yang telah ditentukan

(3) Mengerjakan pekerjaan dengan tekun, cermat dan teliti

(4) Mengganti kerugian kalau ada barang yang rusak (apabila akibat

kelalaian atau kesengajaan.27

26

Ahmad Wardi Muslich, Fiqh muamalat, 327. 27

Qadariah Barkah, Peny Cahaya Azwari dan Zuul Fitriani Umari, “Konsep Aplikatif

Fiqh Muamalah Terhadap Pelaksanaan Upad Di Desa Prambatan Arab Kabupaten Pali, “ Jurnal

Kajian Ekonomi Islam, Vol. 3, No. 2 (2018), https://core.ac.uk/download/pdf/229197455.pdf

Page 37: tinjauan hukum islam tentang praktik pengupahan

34

D. Macam-Macam Upah

Berdasarkan uraian tentang definisi dan syarat ijarah, maka ijarah

dapat dikelompokkan menjadi dua bagian.

1. Ijarah „ala al-manafi‟, yaitu ijarah yang objek akadnya adalah manfaat,

seperti menyewakan rumah untuk ditempati, mobil untuk dikendarai, baju

untuk dipakai dan lain-lain. Dalam ijarah dibolehkan menjadikan objeknya

sebagai tempat yang dimanfaatkan untuk kepentingan yang dilarang oleh

syara‟.28

Akad ijarah „ala al-manafi yang perlu mendapatkan perincian lebih

lanjut, yaitu :

a. Ijarah al-„ardh (akad sewa tanah) untuk ditanami atau didirkan

bangunan. Akad sewa tersebut baru sah jika dijelaskan peruntuknya.

Apabila akadnya untuk ditanami, harus diterangkan jenis tanamannya,

kecuali jika pemilik tanah (mu‟jir) memberi izin untuk ditanami tanaman

apa saja.

b. Akad sewa pada binatang harus jelas peruntukkannya, untuk angkutan

atau kendaraan dan juga masa penggunaannya. Karena binatang dapat

dimanfaatkan untuk aneka kegiatan, jadi untuk menghindari sengketa

kemudian hari, harus disertai rincian pada saat akad. 29

2. Ijarah „ala al-„amaal ijarah, yaitu ijarah yang objek akadnya jasa atau

pekerjan, seperti membangun gedung atau menjahit pakaian. Akad ijarah ini

28

Qomarul Huda, Fiqh Muamalah, (Yogyakarta: Teras, 2011), 14. 29

Ibid., 85-86

Page 38: tinjauan hukum islam tentang praktik pengupahan

35

terkait erat dengan masalah upah mengupah. Karena itu, pembahasannya

lebih dititik beratkan kepada pekerjaan atau buruh (ajir).

Ajir dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu ajir khass dan ajir

musytarak. Pengertian ajir khass adalah pekerja atau buruh yang melakukan

suatu pekerjaan secara individual dalam waktu yang telah ditetapkan, seperti

pembantu rumah tangga dan sopir. Menurut Wahbah az-Zuhaili, pekerjaan

menyusukan anak kepada orang lain dapat digolongkan dalam akad ijarah

khass.

Ajir Musytarak adalah seseorang yang bekerja dengan profesinya

dan tidak terikat oleh orang tertentu. Dia mendapatkan upah karena

profesinya, bukan karena penyerahan dirinya terhadap pihak lain, misalnya

pengacara dan konsultan. 30

E. Prinsip-Prinsip Upah

Islam menawarkan suatu penyelesaian yang baik atas masalah upah

demi menyelamatkan kepentingan dua belah pihak, yakni buruh dan

pengusaha. Dalam hal ini ada beberapa hal yang harus dipenuhi berdasarkan

prinsip-prinsip ijarah, yaitu prinsip keadilan dan kebajikan dan kelayakan.

1. Prinsip Keadilan

Hukum Islam disyariatkan oleh Allah dengan tujuan utama

merealisasikan dan melindungi kemaslahatan umat manusia, baik

kemaslahatan individu maupun masyarakat. Kemaslahatan yang ingin

diwujudkan dalam hukum Islam itu menyangkut seluruh aspek kepentingan

30

Ibid., 86-87

Page 39: tinjauan hukum islam tentang praktik pengupahan

36

manusia.31

Dalam prinsip keadilan, terdapat dua model keadilan dalam

pemberian upah pada buruh, pertama adalah keadilan distributive dimana

menuntut agar para buruh yang mengerjakan pekerjaan yang sama dengan

kemampuan yang dimilikinya serta memperoleh imbalan atau upah yang

sama tanpa memperhatikan kebutuhan perorangan dan keluarganya. Kedua

adalah keadilan harga kerja dimana menuntut pada para buruh untuk

diberikan upah yang seimbang dengan tenaga kerja yang diberikannya tanpa

dipengaruhi oleh hukum penawarandan permintaan yang menguntungkan

pemilik perusahaan.

Sebagaimana Allah SWT berfirman dalam surah Al-Baqarah ayat

282:

( .... 3717البقزة )

“Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermuamalah tidak

secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu

menuliskannya, dan hendaklah seorang penulis diantara kamu

menuliskannya dengan benar.” (Q.S. Al-Baqarah : 282)

Dalam Surat Al-Maidah ayat 1:

3(8.... )الواءدة

“Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad itu

Dihalalkan bagimu binatang ternak, kecuali yang akan dibacakan

31

Said Aqil Husin Al Munawar, Hasan M. Noer, and Musyafaullah, Hukum Islam &

Pluralitas Sosial, Cet. 1 (Jakarta: Penamadani, 2004), 19.

Page 40: tinjauan hukum islam tentang praktik pengupahan

37

kepadamu. (yang demikian itu) dengan tidak menghalalkan berburu ketika

kamu sedang mengerjakan haji.” (Q.S. Al-Maidah : 1)

Berdasarkan kedua ayat tersebut, maka dapat diketahui bahwa

prinsip utama keadilan terletak pada kejelasan akad (transaksi) dan

komitmen melakukannya. Bahwasanya Allah SWT menegaskan dalam

kalimat: “Dan hendaklah seorang penulis diantara kamu menulisnya dnegan

adil”, yakni dengan benar tidak menyalahi ketentuan Allah SWT dan

perundangan yang berlaku dalam masyarakat.

Adil mempunyai bermacam-macam makna, diantaranya sebagai

berikut:

a. Adil bermakna jelas dan transparan

Prinsip utama keadilan terletak pada kejelasan akad (transaksi)

dan komitmen melakukannya. Akad dalam perburuhan adalah akad yang

terjadi antara pekerja dan pengusaha. Artinya, sebelum pekerja

dipekerjakan harus jelas dahulu bagaimana upah yang akan diterima oleh

pekerja.

b. Adil bermakna Proporsional

Sebagaimana disebutkan dalam firman Allah SWT Surat Yaasin

(36) ayat 54, yang berbunyi:

3(45)س

Page 41: tinjauan hukum islam tentang praktik pengupahan

38

“Maka pada hari itu seseorang tidak akan dirugikan sedikitpun

dan kamu tidak dibalasi, kecuali dengan apa yang telah kamu kerjakan.”32

(Surah Yaasin [36]: 54).

Dalam ayat lain juga dijelaskan berkenaan dengan arti adil tersebut

diantaranya firman Allah SWT dalam Surah Al-Baqarah [2] ayat: 286

(286)البقرة:

“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan

kesanggupannya. ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang

diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang

dikerjakannya.” (Surah Al- Baqarah [2] :286)

Secara hakiki ayat ini menjelaskan tentang balsan yang akan

diterima seorang hamba atas segala perbuatannya selama didunia. Akan

tetapi nilai keadilan yang diembannya tersebut bisa diterapkan pada

perolehan manusia selama hidup di dunia, bahwa imbalan yang akan

diterima pekerja disesuaikan dengan pekerjaan yang telah ditunaikannya

dan tidak boleh ada seorang pekerja pun yang diperlakukan secara tidak

adil. Para pekerja akan memperoleh upah sesuai dengan produktivitas dan

kontribusinya dalam produksi. Sedangkan para pengusaha juga akan

memperoleh keuntungan sesuai dengan modal dan kontribusinya terhadap

produksi bersama, sehingga setiap pihak akan memperoleh bagian sesuai

dengan produktivitasnya dan tidak ada satu pihak pun yang dirugikan.33

32

Ibid., 443 33

Armansyah Waliam, “Upah Berkeadilan Dintinjau Dari Perspektif Islam,” Jurnal

Bisnis dan Manajemen Islam, Vol. 5, No. 2 (2017): 270-271,

Page 42: tinjauan hukum islam tentang praktik pengupahan

39

2. Prinsip Kebajikan

Dalam mempertahankan upah pada suatu standar yang wajar, Islam

memberikan kebebasan sepenuhnya dalam mobilitas tenaga kerja sesuai

dengan perjanjian yang disepakati (akad). Mereka bebas bergerak untuk

mencari penghidupan di bagian mana saja di dalam negaranya. Prinsip

kebajikan yang ada dalam hubungan kerja dapat diterjemahkan sevagai asas

kerohanian dan diharapkan mampu mengunggah hati nurani para pemilik

kerja untuk dapat menghargai jasa para buruh atau pekerja yang telah

memberikan sumbangan untuk mendapatkan kekayaan yang lebih.34

Adapun prinsip-prinsip upah dalam mengajarkan agama yang

terkandung dalam beberapa hadits diatas antara lain:35

a. Seseorang yang mempekerjakan orang lain untuk mengerjakan seseuatu

pekerjaan harus membayar upahnya.

b. Pihak yang mempekerjakan buruh itu harus membayar upahnya setelah

buruh itu selesai mengerjakan pekerjaannya tersebut.

c. Pihak orang yang mengupah pekerja harus menjelaskan besar kecilnya

upah bagi pekerja.

d. Pihak pekerja juga tidak boleh bekerja sebelum jelas upahnya.

e. Antara pihak pekerja dan pihak yang mempekerjakannya harus ada

kesepakatan dalam hal besar dan kecilnya upah.

https://media.neliti.com/media/publications/267932-pengupahan-perspektif-ekonomi-islam-pada-

cf911537.pdf 34

Firmansyah, “Sistem Upah Minimum Kabupaten Dalam Perspektif Islam”, Jurnal

Ekonomi Syariah, Vol. 4, No. 6, 2017. 35

Ahmad Wardi Muslich, Fiqh muamalat, 345.

Page 43: tinjauan hukum islam tentang praktik pengupahan

40

f. Tidak boleh upah ditentukan setelah selesai pekerjaan atau hanya

berdasarkan belas kasihan pihak orang yang mempekerjakannya atau

tidak boleh ditentukan secara sepihak.

Jadi kedua belah pihak harus dituntut untuk memenuhi tanggung

jawabnya masing-masing. Pihak pengupah berkewajiban membayar upah

pekerja atau buruh dan sebaliknya pihak pekerja berhak untuk menuntut

upahnya setelah menyelesaikan tugasnya dengan baik dan sesuai dengan

kehendak pihak yang mengupahnya.36

Islam juga melihat upah sangat besar kaitannya dengan konsep

moral, sementara barat tidak, Islam tidak hanya materi (kebendaan atau

keduniaan) tetapi menembus batas kehidupan, yakni berdimensi akhirat

yang disebut dengan pahala, sementara barat tidak, adapun persamaan kedua

konsep upah antara barat dan Islam adalah prinsip keadilan (justice) dan

prinsip kelayakan (kecukupan).37

3. Prinsip Kelayakan

Layak bermakna cukup pangan, sandang, papan artinya upah harus

mencukupi kebutuhan minimum dari ketiga kebutuhan yang merupakan

kebutuhan dasar.38

( 881-882ط 3 )

36

Abu Bakar Muhammad, Hadits Tarbiyah, (Surabaya: Al-Ikhlas, 1995), 335. 37

Siswadi , “Pemberian Upah Yang Benar Dalam Islam Upaya Pemerataan Ekonomi

Umat Dan Keadilan”, Jurnal Ummul Qura, Vol.IV, No. 2, 2014. 38

Eggi Sudjana, Bayarlah Upah Sebelum Keringatnya Kering, (Yogyakarta: PPMI,

2000), 35–36.

Page 44: tinjauan hukum islam tentang praktik pengupahan

41

“Sesungguhnya kamu tidak akan kelaparan di dalamnya dan tidak

akan telanjang, dan Sesungguhnya kamu tidak akan merasa dahaga dan

tidak (pula) akan ditimpa panas matahari di dalamnya". (Surah Thaha

[20]: 118-119)

Menurut Shihab (2002:384) dalam tafsirnya mengatakan

seseungguhnya engkau tidak lapar sesaatpun di dalam surge karena pangan

yang melimpah dan tidak akan telanjang karena pakaian tersedia beraneka

ragam dan tidak akan merasa dahaga dan kata “tadha” dipahami dalam arti

tidak disengat matahari, banyak ulama‟ yang memahaminya dalam arti

naungan yakni naungan. Ayat diatas menyebut dengan teliti kebutuhan

pokok manusia kapan dimanapun mereka berada yaitu pangan, sandang

dan papan. Hal itulah yang akan bersifat material minimal yang harus

dipenuhi manusia.

F. Sistem Pengupahan Dalam Islam

Dalam Islam secara konsep yang menjadi dasar penetapan upah

adalah dari jasa pekerja, buku tenaga yang dicurahkan dalam pekerjaan.

Apabila uapah ditetapkan berdasarkan tenaga yang dicurahkan, maka upah

buruh kasar bangunan akan lebih tinggi dari pada arsitek yang merancang

bangunan tersebut. Selain itu dalam penetapan upah dapat didasarkan pada

tiga prinsip, yaitu asas keadilan, kelayakan dan kebijakan.39

Menurut Yususf Qardhawi ada dua hal dalam menetapkan upah

beberapa yang perlu diperhatikan yaitu nilai kerja dan kebutuhan hidup. Nilai

39

Thahir Abdul Muhasin Sulaiman, Menanggulangi Krisis Ekonomi Secara Islam

(Bandung: Pustaka, 1985), 67.

Page 45: tinjauan hukum islam tentang praktik pengupahan

42

kerja menjadi pijakan penetapan upah, karena tidak mungkin

menyamaratakan upah bagi buruh terdidik atau buruh yang tidak mempunyai

keahlian, sedangkan kebutuhan pokok harus diperhatikan karena berkaitan

dengan kelangsungan hidup buruh.40

Dalam Al-Quran maupun sunnah Rasul atau hadits tidak dijelaskan

secara rinci terkait sistem upah dalam syariat Islam. Namun secara umum

dalam ketentuan Al-Quran terdapat keretkaitan dengan sistem pengupahan

dalam surat An-Nahl ayat 90, yaitu:

3(29)الحل

“Sesungguhnya Allah menyuruh (kamu) Berlaku adil dan berbuat

kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melarang dari

perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memberi pengajaran

kepadamu agar kamu dapat mengambil pelajaran.” (Surah An-Nahl [16]:

90)

Ayat diatas dapat dikaitkan dengan pengupahan dalam perjanjian

kerja, sebagaimana Allah SWT memerintahkan kepada para pemberi kerja

(majikan) untuk berlaku adil, berbuat baik dan dermawan kepada para

pekerjanya. Kata kerabat dapat diartikan dengan tenaga kerja, sebab para

pekerja tersebut sudah merupakan bagian dari perusahaan, dan kalaulah

bukan karena jerih payah pekerja tidak mungkin usaha majikan atau

pengusaha berhasil.41

40

Ibid. 41

Hasan, Berbagai Macam Transaksi Dalam Islam : Fiqh Muamalat, 157.

Page 46: tinjauan hukum islam tentang praktik pengupahan

43

Dalam pengupahan jika musta‟jir berhak menerima bayarannya

karena penyewa sudah menerima kegunaannya.42

Upah berhak diterima

dengan syarat:

1. Pekerjaan telah selesai, jika akadnya atas jasa maka wajib membayar

upahnya pada saat jasa telah selesai dilakukan.

2. Mendapat manfaat, jika ijarah dalam bentuk barang. Apabila ada

kerusakan pada barang sebelum dimanfaatkan dan masih ada selang

waktu, akad menjadi batal.

3. kemungkinan untuk mendapat manfaat pada masa itu sekalipun tidak

terpenuhi secara keseluruhan

4. Mempercepat pembayaran upah sesuai kesepakatan kedua belah pihak

sesuai dengan penangguhan pembayaran.43

Menurut mazhab Hanafi mensyaratkan mempercepat upah dan

menangguhkannya sah seperti juga halnya mempercepat yang sebagian

dan menagguhkannya sebagian lagi, sesuai dengan kesepakatan kedua

belah pihak. Jika dalam akad tidak ada kesepakatan mempercepat atau

menangguhkan, sekiranya dikaitkan dengan waktu tertentu maka wajib

dipenuhi sesudah berakhirnya akad.

Menurut Benham yang dikutip Afzalur Rahman dalam bukunya

“Doktrin Ekonomi Islam”, upah yitu sejumlah uang yang dibayar oleh

42

Hendi Suhendi, Fiqh Muamalah, 236. 43

Taqyudin An-Nabhan, Membangun Sistem Ekonomi Alternatif Perspektif Islam,

(Surabaya: Risalah Gusti, 1960), 102.

Page 47: tinjauan hukum islam tentang praktik pengupahan

44

orang yang member pekerjaan kepada seseorang pekerja atas jasa sesuai

dengan perjanjian.44

Proses penentuan upah yang sesuai syariat Islam terdapat dua

faktor yaitu objektif dan subjektif. Objektif adalah upah yang ditentukan

melalui pertimbangan tingkat upah dipasar tenaga kerja. Sedangkan

subjektif yaitu upah yang ditentukan melalui pertimbangan-pertimbangan

sosial atau nilai-nilai kemanusian tenaga kerja. Sebagaimana yang

dicontohkan atau yang diterapkan oleh Rasulullah Shallallahu „alaihi

wasallam yang terdapat dalam sebuah hadits berbunyi sebagai berikut:

حذهثا ع ب بي سعذ بي عطهت السهلو حذهثا هشق لذ الذ بذ حذهثا العبهاس بي ال

عي عبذ للاه ذ بي أسلن عي أب حوي بي س الزه صله للاه بي عوز قال قال رسل للاه

سلهن أعطا الجز أجز قبل أى جفه عزق عل45

)را ابي ها ج(

“Telah menceritakan kepada kami (Al Abbas bin Al Walid Ad

Dimasyqi) berkata, telah menceritakan kepada kami (Wahb bin Sa'id bin

Athiah As Salami) berkata, telah menceritakan kepada kami

('Abdurrahman bin Zaid bin Aslam) dari Bapaknya) dari (Abdullah bin

Umar) ia berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:

"berikanlah upah kepada pekerja sebelum kering keringatnya." (Hadits

Riwayat Ibnu Majah nomor 2434).

Adapun dalam sistem pembayaran upah yang umum diterapkan

diantaranya :

a. Sistem Waktu

Dalam sistem waktu, upah dapat di tentukan dalam bentuk upah

per jam, upah perhari, upah per minggu atau per bulan. Sistem waktu

ini di terapkan jika prestasi kerja sulit di ukur per unitnya. Kebaikan

44

Afzalur Rahman, Diktrin Ekonomi Islam, 2 ed. (Yogyakarta: Dana Bhakti Wakaf,

1995), 361. 45 Al-Qazwini Abi Muhammad ibn Yazid, Sunan Ibn Majah, 20.

Page 48: tinjauan hukum islam tentang praktik pengupahan

45

sistem waktu yaitu administrasi pengupahan dan besarnya upah yang

dibayarkan tetap.

b. Sistem Hasil

Besarnya upah ditetapkan atas satuan unit yang dihasilkan pekerja,

seperti per potong, meter, liter dan kilogram. Dalam sistem hasil,

besarnya upah yang dibayar didasarkan kepada banyaknya hasil yang

dikerjakan bukan kepada lamanya waktu mengerjakan.

c. Sistem Borongan

Suatu cara pengupahan yang penetapan besarnya jasa didasarkan

atau volume pekerjaan dan lama mengerjakannya. Dalam sistem

borongan ini pekerja bisa mendapat balasa jasa besar atau kecil

tergantung atas kecermatan kalkulasi mereka.46

G. Berakhirnya Akad Upah

Akad upah dapat berakhir karena hal-hal berikut:

1. Meninggalnya salah satu pihak yang melakukan akad. Ini menurut

pendapat Hanafia, sedangkan menurur jumhur ukama, kematian adalah

salah satu pihak tidak mengakibatkan fasakh atau berakhirnya akad ijarah.

Hal tersebut dikarenakan ijarah merupakan akad yang lazim, seperti

halnya jual beli, dimana musta‟jir memiliki manfaat atas barang yang

disewa dengan sekaligurs sebagai hak milik yang tetap, sehingga haknya

berpindah kepada ahli waris.

46

Hendy Herijanto dan Muhammad Nurul Hafiz, “Pengupahan Perspektif Ekonomi Islam

Pada Perusahaan Outsourching,” Jurnal Islaminomic, Vol. 7, no. 1 (2016): 16,

https://media.neliti.com/media/publications/267932-pengupahan-perspektif-ekonomi-islam-pada-

cf911537.pdf

Page 49: tinjauan hukum islam tentang praktik pengupahan

46

2. Iqalah, yaitu pembatalan oleh kedua belah pihak . Hal ini karena ijarah

adalah akad mu‟awwadhah (tukar-menukar), harta dengan harta sehingga

memungkinkan untuk dilakukan pembatalan (iqalah) seperti halnya jual

beli.

3. Rusaknya barang yang disewakan, sehingga ijarah tidak mungkin untuk

diteruskan.

4. Telah selesainya masa sewa, kecuali ada udzur. Mislanya sewa tanah

untuk ditanami, tetapi ketika masa sewa habis, tanaman belum bias

dipanen. Dalam hal ini ijarah dianggap belum selesai.47

Menurut Sayyid Sabiq, berakhirnya akad ijarah dengan sebab-

sebab berikut:

a. Terjadinya aib terhadap barang sewaan yang kejadiannya ditangan

penyewa atau terlihat aib lama padanya

b. Rusaknya barang yang disewa seperti rumah dan binatang yang

menjadi „ain.

c. Rusaknya barang yang diupahkan (ma‟jur „alaih) seperti baju yang

diupahkan untuk dijahit, karena akad tidak mungkin sesudah rusaknya

barang.

d. Telah terpenuhinya manfaat yang telah diakadkan, atau selesainya

pekerjaan atau berakhirnya masa kecuali jika terdapat udzur yang

mencegah fasakh. Seperti jika masa ijarah tenah pertanian telah

berakhir sebelum tanaman dipanen, maka ia tetap berada ditangan

47 Ahmad Wardi Muslich, Fiqh muamalat, 338.

Page 50: tinjauan hukum islam tentang praktik pengupahan

47

penyewa sampai masa diketam, sekalipun terjadi pemaksaan, hal ini

bermaksud untuk mencegah terjadinya bahaya (kerugian) pada pihak

penyewa, yaitu dengan mencabut tanaman yang belum siap panen.

Page 51: tinjauan hukum islam tentang praktik pengupahan

DAFTAR PUSTAKA

BUKU

Abu Bakar Muhammad. Hadits Tarbiyah. Surabaya: Al-Ikhlas, 1995.

Achmad Sunarto dkk, Terjemah Shahih Bukhari, Jilid 7, (Semarang: CV Asy-

Syifa, 1993)

Adhim, Fauzan. “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Sistem Upah Tenaga Kerja

Pada PT. Global Perkasa.” Skripsi, Universitas Negeri Ar-Raniry, 2018.

Afzalur Rahman. Doktrin Ekonomi Islam. 2nd ed. Yogyakarta: Dana Bhakti

Wakaf, 1995.

Agil Husin Al-Anwar, Said. Hukum Islam Dan Pluralitas Sosial. Jakarta:

Permadani, 2004.

Ahmad Wardi Muslich. Fiqh muamalat. Jakarta: Amzah, 2010.

Al-Bukhari, Muhammad Bin Ismail Abu Abdullah Al-Bukhari, Shohih Al-

Bukhori, ( Digital Library, al-maktabah al-syamilah al-Isdar al-Sani,

2005)

Al-Bukhari, Muhammad bin Ismail Al-Bukhari, Matan Al-Bukhari Masykul

Bihasyiyah As-Sindi, Juz 2, (Beirut: Dar Al-Fikr)

Al Munawar, Said Aqil Husin, Hasan M. Noer, and Musyafaullah. Hukum Islam

& Pluralitas Sosial. Cet. 1. Jakarta: Penamadani, 2004.

Al-Jaziri, Abdurrahman. Kitab Al-Fiqih Ala Al-Mazhab Al-Arba‟ahJilid 3. Beirut:

Dar Al-Fikr, 1991.

Al-Naisaburi, Muslim Bin al-Hajj Abu al-Husain al-Qosyiri al-Naisaburi,

Shahih Muslim, (Beirut: Dar Ihya‟ al-Turatsu al-Arabi. t.th), cet. ke-1

Ammin, A. Riawan. Buku Pintar Transaksi Syariah (Menjalankan Kerja Sama

Bisnis Dan Menyelesaikan Sengketa Berdasarkan Panduan Islam). Jakarta

Selatan: Hikmah PT. Mizan Publika, 2010.

Anwar, Syamsul. Hukum perjanjian syariah: studi tentang teori akad dalam fikih

muamalat. Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2007.

Arikunto, Suharmi. Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta, 1993.

Ash-Sha‟ani, Muhammad Bin Ismail Al-Amir Ash-Sha‟ani, Subulus

Salam “Syarah Bulughul Maram”, Jilid:3, (Jakarta: Darus Sunnah, 2017)

AS, Susiadi. Metode Penelitian. Bandar Lampung: Lp2m Iain Raden Intan

Lampung, 2019.

Departemen Pendidikan Nasional. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Pusat Bahasa Edisi Keempat. Jakarta: PT Gramedia, 2011.

Gani, Evy Savitri. “Sistem Perlindungan Di Indonesia” 9, no. 1 (2015): 17.

Page 52: tinjauan hukum islam tentang praktik pengupahan

Hasan, M. Ali. Berbagai Macam Transaksi Dalam Islam : Fiqh Muamalat.

Jakarta: Raja Grafindo, 2004.

Hendi Suhendi. Fiqh Muamalah. Jakarta: Rajawali Pers, 2014.

Huda, Qomarul. Fiqh Muamalah. Yogyakarta: Teras, 2011.

Imam Mustofa. Fiqh Mumalah Kontemporer. Depok: Rajawali Pers, 2018.

Khofifah, Nur. “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Sistem Pengupahan Buruh

Emping Melinjo Di Desa Candirejo Kecamatan Bawang Kabupaten

Batang.” Skripsi, Universitas Islam Negeri Walisongo, 2018.

Lestari, Dewi. “Sistem Pengupahan Pekerja Dalam Persfektif Ekonomi Islam.”

Skripsi, Universitas Islam Negeri Walisongo, 2015.

M. Hikmat, Mahli. Metode Penelitian Dalam Perspektif Ilmu Komunikasi Dan

Sastra. Yogyakarta: Graha Ilmu, 2011.

Mardiyah, Siti. “Tinjauan Hukum Islam Terhadap Upah Buruh Tani Dengan

Sistem Bawaon.” Skripsi, IAIN Salatiga, 2020.

Mirna, Cut. “Sistem Pengupahan Ijarah.” Skripsi, Universitas Negeri Ar-Raniry,

2018.

Ningrat, Kencana. Metode Penelitian Masyarakat. Jakarta: Gramedia Pustaka,

1990.

Rozalinda. Fikih Ekonomi Syariah (Prinsip Dan Implementasi Pada Sektor

Keuangan Syariah). Cet. 2. Jakarta: Rajawali Pers, 2017.

Sahroni, Oni, and M. Hasanuddin. FIKIH MUAMALAH (Dinamika Teori Akad

Dan Implementasinya Dalam Ekonomi Syariah). Cet. 2. Depok: Rajawali

Pers, 2017.

Sudjana, Eggi. Bayarlah Upah Sebelum Keringatnya Kering. Yogyakarta: PPMI,

2000.

Sugiyono. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta, 2012.

Syafe‟i, Rahmat. Fiqh Muamalah. Jawa Tengah: Pustaka Setia, n.d.

Syarifuddin, Amir. Gari-Garis Besar Fiqh. Jakarta: Kencana, 2003.

Taqyudin An-Nabhan. Membangun Sistem Ekonomi Alternatif Perspektif Islam.

Surabaya: Risalah Gusti, 1960.

Thahir Abdul Muhasin Sulaiman. Menanggulangi Krisis Ekonomi Secara Islam.

Bandung: Pustaka, 1985.

Yazid, Al-Qazwini Abi Muhammad ibn, Sunan Ibn Majah, juz II, Beirut: Dar al-

Alya al-Kutub al-Arabiyyah, t.th, 2008)

Page 53: tinjauan hukum islam tentang praktik pengupahan

Jurnal

Barkah, Qadariah, Peny Cahaya Azwari dan Zuul Fitriani Umari, “Konsep

Aplikatif Fiqh Muamalah Terhadap Pelaksanaan Upad Di Desa Prambatan

Arab Kabupaten Pali, “ Jurnal Kajian Ekonomi Islam, Vol. 3, No. 2

(2018), https://core.ac.uk/download/pdf/229197455.pdf

Firmansyah, “Sistem Upah Minimum Kabupaten Dalam Perspektif Islam”, Jurnal

Ekonomi Syariah, Vol. 4, No. 6, 2017.

Fitri Ayu dan Nia Permatasari, “Rancangan Sistem Informasi Pengolahan Data

Praktek Kerja Lapangan (PKL) Pada Devisis Humas PT. Pegadaian,”

Jurnal Intra-Tech, Vol. 2, No. 2 (2018): 2,

https://www.journal.amikmahaputra.ac.id/index.php/JIT/article/download/

33/25.

Hafiz, Hendy Herijanto dan Muhammad Nurul, “Pengupahan Perspektif Ekonomi

Islam Pada Perusahaan Outsourching,” Jurnal Islaminomic, Vol. 7, no. 1

(2016): 16, https://media.neliti.com/media/publications/267932-

pengupahan-perspektif-ekonomi-islam-pada-cf911537.pdf

Siswadi, “Pemberian Upah Yang Benar Dalam Islam Upaya Pemerataan Ekonomi

Umat Dan Keadilan”, Jurnal Ummul Qura, Vol.IV, No. 2, 2014.

Waliam, Armansyah, “Upah Berkeadilan Dintinjau Dari Perspektif Islam,”

Jurnal Bisnis dan Manajemen Islam, Vol. 5, No. 2 (2017): 270-271,

https://media.neliti.com/media/publications/267932-pengupahan-

perspektif-ekonomi-islam-pada-cf911537.pdf

Wawancara

Ahmad Dailani, Sejarah Pagar Agung, 10 Agustus 2020

Ani, Praktik Pengupahan Di Desa Pagar Agung, 12 Maret 2021

Hemaidah, Praktik Pengupahan Di Desa Pagar Agung, 12 Maret 2021

Holyati, Praktik Pengupahan Di Desa Pagar Agung, 12 Maret 2021

M. Saili, Demografis Desa Pagar Agung, 10 Agustus 2020

Mahila, Praktik Pengupahan Di Desa Pagar Agung, 12 Maret 2021

Mansah, Praktik Pengupahan Di Desa Pagar Agung, 12 Maret 2021

Page 54: tinjauan hukum islam tentang praktik pengupahan

Nisi, Praktik Pengupahan Di Desa Pagar Agung, 12 Maret 2021

Sar‟an, Praktik Pengupahan Di Desa Pagar Agung, 12 Maret 2021

Samsila, Praktik Pengupahan Di Desa Pagar Agung, 12 Maret 2021

Siti, Praktik Pengupahan Di Desa Pagar Agung, 12 Maret 2021

Yanto, Praktik Pengupahan Di Desa Pagar Agung, 12 Maret 2021

Yusriadi, Praktik Pengupahan Di Desa Pagar Agung, 12 Maret 2021

Yumiana, Praktik Pengupahan Di Desa Pagar Agung, 12 Maret 2021

Yusriadi, Praktik Pengupahan Di Desa Pagar Agung, 12 Maret 2021