Top Banner
TINJAUAN SOSIOLOGI HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK JUAL BELI KETELA DENGAN SISTEM TEBASAN DI DESA SUKOWIDI KECAMATAN PANEKAN KABUPATEN MAGETAN SKRIPSI Oleh: IMA MATUS SHOLIKAH NIM 210216067 Pembimbing: KHAIRIL UMAMI, M.S.I. NIDN 2009049101 JURUSAN HUKUM EKONOMI SYARIAH FAKULTAS SYARIAH INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) PONOROGO 2020
90

TINJAUAN SOSIOLOGI HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK JUAL …

Oct 16, 2021

Download

Documents

dariahiddleston
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: TINJAUAN SOSIOLOGI HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK JUAL …

TINJAUAN SOSIOLOGI HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK

JUAL BELI KETELA DENGAN SISTEM TEBASAN DI DESA

SUKOWIDI KECAMATAN PANEKAN KABUPATEN MAGETAN

SKRIPSI

Oleh:

IMA MATUS SHOLIKAH

NIM 210216067

Pembimbing:

KHAIRIL UMAMI, M.S.I.

NIDN 2009049101

JURUSAN HUKUM EKONOMI SYARIAH FAKULTAS SYARIAH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) PONOROGO

2020

Page 2: TINJAUAN SOSIOLOGI HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK JUAL …

ii

ABSTRAK

Sholikah, Ima Matus, 2020. Tinjauan Sosiologi Hukum Islam Terhadap Praktik

Jual Beli Ketela dengan Sistem Tebasan di Desa Sukowidi Kecamatan

Panekan Kabupaten Magetan. Skripsi. Jurusan Hukum Ekonomi

Syariah Fakultas Syariah Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Ponorogo.

Pembimbing Khairil Umami, M.S.I.

Kata kunci/keyword: Sosiologi, Hukum Islam, Jual Beli, Tebasan

Sosiologi hukum Islam yaitu ilmu yang membahas korelasi antara hukum

Islam dengan fenomena sosial. Korelasi antara hukum Islam dengan fenomena

sosial dapat dilihat pada orientasi masyarakat dalam menerapkan hukum Islam.

Begitu juga sebaliknya pengaruh hukum Islam terhadap perubahan masyarakat. Di

Desa Sukowidi Kecamatan Panekan Kabupaten Magetan terdapat praktik jual beli

ketela dengan sistem tebasan dimana praktik tersebut merugikan salah satu pihak

dikarenakan perubahan harga yang berbeda dari kesepakatan awal. Sehingga

penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang “Tinjauan Sosiologi Hukum

Islam Terhadap Praktik Jual Beli Ketela dengan Sistem Tebasan di Desa Sukowidi

Kecamatan Panekan Kabupaten Magetan”.

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: (1) Bagaimana tinjauan

sosiologi hukum Islam terhadap tindakan petani pada praktik jual beli ketela dengan

sistem tebasan di Desa Sukowidi Kecamatan Panekan Kabupaten Magetan? (2)

Bagaimana tinjauan sosiologi hukum Islam terhadap tindakan pemborong pada

praktik jual beli ketela dengan sistem tebasan di Desa Sukowidi Kecamatan

Panekan Kabupaten Magetan?

Adapun jenis penelitian yang dilakukan penulis merupakan penelitian

lapangan (field research) yang menggunakan metode kualitatif, sedangkan teknik

pengumpulan data yang dilakukan adalah menggunakan wawancara dan observasi.

Analisis yang digunakan menggunakan metode Miles dan Huberman yang meliputi

pengumpulan data, reduksi data, paparan data dan konklusi atau verifikasi.

Dari penelitian ini dapat disimpukan bahwa tindakan petani dan pemborong

pada praktik jual beli ketela dengan sistem tebasan di Desa Sukowidi Kecamatan

Panekan Kabupaten Magetan memiliki beberapa faktor yang sama yaitu: Pertama

faktor ekonomi, dimana petani dan pemborong sama-sama ingin mendapatkan

keuntungan dari jual beli ketela tersebut. Kedua, faktor emosional (perasaan)

dimana pemborong merasa telah membantu petani dalam memanen ketela dan

petani ingin menjaga kerukunan dengan pemborong. Ketiga, faktor kebiasaan

dimana praktik jual beli ini tetap dilakukan karena sudah menjadi kebiasaan

masyarakat setempat meskipun merugikan dan tidak sesuai dengan hukum Islam.

Tindakan petani juga memiliki faktor nilai agama dimana petani menganggap

keuntungan pemborong sebagai amal. Kebiasaan masyarakat Desa Sukowidi

Kecamatan Panekan Kabupaten Magetan pada praktik jual beli ketela dengan

sistem tebasan jika ditinjau dari ‘urf termasuk ‘urf fa>sid dikarenakan jual beli yang

dilakukan merugikan salah satu pihak dan termasuk dalam jual beli muh}a>d}arah.

Page 3: TINJAUAN SOSIOLOGI HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK JUAL …

ii

Page 4: TINJAUAN SOSIOLOGI HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK JUAL …

iii

Page 5: TINJAUAN SOSIOLOGI HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK JUAL …

iv

Page 6: TINJAUAN SOSIOLOGI HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK JUAL …

v

Page 7: TINJAUAN SOSIOLOGI HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK JUAL …

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Hukum Islam merupakan seperangkat aturan hukum yang

bersumber dari Alquran, Sunnah, ijma’ ulama, dan beberapa sumber

hukum lain yang sudah disepakati para ulama. Hukum Islam berfungsi

untuk mengatur perilaku manusia agar manusia mendapatkan

kemaslahatan di dalamnya.1

Secara sosiologis dan kultural, hukum Islam adalah hukum

yang mengalir dan berakar pada budaya masyarakat. Posisi hukum

Islam di Indonesia telah menjadi bagian yang tak terpisahkan dari

kehidupan sehari- hari masyarakat muslim.2

Ketika studi hukum Islam bersentuhan dengan realitas sosial,

maka bertambah pula ilmu-ilmu pendukung yang membantunya.

Sosiologi penting untuk dihadirkan dengan tujuan supaya dapat

membaca perubahan sosial masyarakat.3

M Atho’ Mudzhar menggunakan sosiologi sebagai sebuah

pendekatan dalam kajian hukum Islam. Sasaran utama dalam kajian

sosiologi hukum Islam ialah perilaku masyarakat atau interaksi sesama

manusia, baik sesama muslim, maupun antara muslim dan non muslim,

1 Fahmi Assulthoni, Perceraian Bawah Tangan dalam Perspektif Masyarakat Pamekasan,

Disertasi (Surabaya: UIN Sunan Ampel, 2017), 83. 2 Ibid., 86. 3 Ibid.

Page 8: TINJAUAN SOSIOLOGI HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK JUAL …

2

di sekitar masalah-masalah hukum Islam. Menurutnya, pendekatan

sosiologi dalam hukum Islam dapat mengambil beberapa tema:4

1. Pengaruh hukum Islam terhadap masyarakat dan perubahan

masyarakat.

2. Pengaruh struktur dan perubahan masyarakat terhadap pemahaman

ajaran agama.

3. Tingkat pengamalan hukum agama masyarakat. Seperti bagaimana

perilaku masyarakat Islam mengacu pada hukum Islam.

4. Pola sosial masyarakat muslim.

5. Gerakan masyarakat yang membawa paham yang dapat

melemahkan atau menunjang kehidupan beragama.

Hubungan timbal balik antara hukum Islam dan

masyarakatnya dapat dilihat pada orientasi masyarakat muslim dalam

menerapkan hukum Islam. Selain itu bisa ditilik dari perubahan hukum

Islam karena perubahan masyarakatnya, serta perubahan masyarakat

muslim yang disebabkan oleh berlakunya ketentuan baru dalam hukum

Islam.5

Fenomena atau gejala sosial dalam masyarakat sangat

beragam. Untuk menganalisis hal tersebut diperlukan adanya teori.

Salah satu teori yang digunakan untuk mengkaji gejala sosial di

masyarakat yaitu teori tindakan sosial Max Weber. Teori ini berorientasi

4 M. Rasyid Ridla, “Sosiologi Hukum Islam (Analisis Terhadap Pemikiran M. Atho’

Mudzar),”Jurnal Ahkam, 2 (12, 2012), 297-298.

5 Fahmi, Perceraian Bawah Tangan, 100.

Page 9: TINJAUAN SOSIOLOGI HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK JUAL …

3

tujuan dan motivasi pelaku. Dengan menggunakan teori ini kita dapat

memahami perilaku setiap individu maupun kelompok bahwa masing-

masing memiliki motif dan tujuan yang berbeda terhadap sebuah

tindakan yang dilakukan. Teori ini bisa digunakan untuk memahami

tipe-tipe perilaku tindakan setiap individu maupun kelompok. Dengan

memahami perilaku individu atau kelompok, sama halnya kita telah

menghargai dan memahami alasan-alasan mereka.6 Seperti gejala sosial

yang terjadi pada praktik jual beli ijon atau muh}a>d}arah yang dilakukan

oleh masyarakat Desa Sukowidi Kecamatan Panekan Kabupaten

Magetan. Jual beli ini dilakukan antara pembeli (pemborong) dengan

pemilik sawah (petani). Jual beli ini dilakukan dengan cara petani

menawarkan ketelanya yang masih di dalam tanah dan belum siap panen

kepada pemborong.

Jual beli muh}a>d}arah merupakan salah satu bentuk jual beli

yang dilarang dalam Islam. Hal ini dikarenakan barang tersebut masih

samar dan bisa saja rusak (busuk) sebelum diambil oleh pembelinya.7

Hal tersebut sesuai Hadits Nabi SAW:

ى عن أنس بن مالك رضي الله عنه أن رسول الله صلى الله عليه و سلم ن ه م م يل: وما زهوها؟ قال تحمار حتى ت زهى ق ب يع الث مار عن ق وتفار ت

ظ ل لبخاري عليه, والل“Dari Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu sesungguhnya

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang jual beli buah-

buahan sampai layak (dimakan). Seorang sahabat bertanya : Apa

6 Pip Jones, et. al. Pengantar Teori-Teori Sosial dari Teori Fungsionalisme Hingga

Postmodernisme, terj. Achmad Fedyani Saifudin (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2016), 117. 7 Agus Ruswandi, Al Islam III (Bandung: UNINUS, 2015), 7.

Page 10: TINJAUAN SOSIOLOGI HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK JUAL …

4

tanda-tanda kelayakan?”. Beliau bersabda ; memerah dan

menguning.” (Muttafaq ‘alaih, lafadznya oleh al Bukhari).8 Dalam sistem jual beli ketela tersebut, pemborong menawar

harga ketela dengan cara taksiran atau perkiraan. Kemudian terjadilah

tawar menawar antara petani dengan pemborong. Sebagai contoh

mereka sepakat dengan harga Rp. 3.500.000. Penyerahannya dilakukan

dikemudian hari. Tidak ada kesepakatan mengenai waktu pemanenan

ketela. Hal ini membuat petani tidak bisa menanam tanaman baru karena

masih menunggu pemborong memanen ketela tersebut. Jika

memanennya terlalu lama juga mengakibatkan ketela banyak yang

busuk.9

Setelah pemanenan dilakukan, pemborong menjual lagi

ketela tersebut ke pasar. Kemungkinan besar harga penjualan ketela di

pasar berbeda dengan harga saat kesepakatan antara pemborong dengan

petani. Hal tersebut dikarenakan penghitungan awal dilakukan dengan

sistem perkiraan. Penjualan di pasar bisa tinggi juga bisa rendah,

tergantung bobot dan harga pasar.

Ketika penjualan di pasar melebihi dari kesepakatan awal

maka itu menjadi keuntungan pemborong. Sebagai contoh penjualan di

pasar senilai Rp.5.000.000 maka yang diberikan kepada petani

Rp.3.500.000 sesuai kesepakatan awal. Akan tetapi, jika penjualan di

pasar kurang dari kesepakatan awal maka yang diberikan kepada petani

8 Al Hafizh Ibnu Hajar al-Asqalani, Terjemahan Lengkap Bulughul Maram, terj. Abdul

Rosyad Siddiq (Jakarta:Akbar Media, 2012), 223. 9 Surati, Hasil Wawancara, Magetan, 4 April 2020.

Page 11: TINJAUAN SOSIOLOGI HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK JUAL …

5

adalah sesuai penjualan di pasar. Sebagai contoh penjualan di pasar

senilai Rp.2.000.000 maka pemborong memberikan Rp.2.000.000

tersebut kepada petani. Padahal kesepakatan awal yang terjadi antara

petani dan pemborong yaitu Rp.3.500.000.10

Dari jual beli tersebut tampak pihak pemborong tidak ingin

mengalami kerugian. Sementara pihak petani yang mengalami kerugian

dikarenakan perubahan harga yang berbeda dari kesepakatan awal.

Walaupun terdapat unsur merugikan salah satu pihak, tetapi jual beli

tersebut tetap dilakukan oleh masyarakat Desa Sukowidi Kecamatan

Panekan Kabupaten Magetan.11

Untuk mengetahui faktor yang melatarbelakangi petani dan

pemborong dalam melakukan praktik jual beli ketela dengan sistem

Tebasan di Desa Sukowidi Kecamatan Panekan Kabupaten Magetan,

penulis akan melakukan kajian dan analisa mengenai praktik jual beli

tersebut dari sudut pandang sosiologi hukum Islam dengan judul

penelitian “Tinjauan Sosiologi Hukum Islam Terhadap Praktik Jual

Beli Ketela dengan Sistem Tebasan Di Desa Sukowidi Kecamatan

Panekan Kabupaten Magetan”

10 Ibid. 11 Ibid.

Page 12: TINJAUAN SOSIOLOGI HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK JUAL …

6

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana tinjauan sosiologi hukum Islam terhadap tindakan petani

pada praktik jual beli ketela dengan sistem tebasan di Desa

Sukowidi Kecamatan Panekan Kabupaten Magetan?

2. Bagaimana tinjauan sosiologi hukum Islam terhadap tindakan

pemborong pada praktik jual beli ketela dengan sistem tebasan di

Desa Sukowidi Kecamatan Panekan Kabupaten Magetan?

C. Tujuan Penelitian

1. Untuk menjelaskan tinjauan sosiologi hukum Islam terhadap

tindakan petani pada praktik jual beli ketela dengan sistem tebasan

di Desa Sukowidi Kecamatan Panekan Kabupaten Magetan.

2. Untuk menjelaskan tinjauan sosiologi hukum Islam terhadap

tindakan pemborong pada praktik jual beli ketela dengan sistem

tebasan di Desa Sukowidi Kecamatan Panekan Kabupaten Magetan.

D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Manfaat Teoritis

a. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan

sumbangan pengetahuan di bidang sosiologi hukum Islam

terkait praktik jual beli di masyarakat.

b. Dapat dijadikan sebagai bahan rujukan bagi kalangan akademisi

maupun praktisi

Page 13: TINJAUAN SOSIOLOGI HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK JUAL …

7

2. Manfaat Praktis

a. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat menambah

kesadaran akan hukum Islam bagi masyarakat Desa Sukowidi

Kecamatan Panekan Kabupaten Magetan dalam transaksi jual

beli ketela sehingga dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-

hari.

b. Sebagai bahan pertimbangan masyarakat Desa Sukowidi

Kecamatan Panekan Kabupaten Magetan dalam transaksi jual

beli ketela.

E. Telaah Pustaka

Telaah pustaka yaitu telaah kajian terhadap penelitian

terdahulu yang relevan dengan topik dan masalah penelitian. Maka

peneliti temukan beberapa kajian di antaranya:

Pertama, skripsi yang ditulis oleh Siti Nurjanah, IAIN Salatiga

tahun 2015 yang berjudul “Analisis Sosiologi Hukum Islam terhadap

Jual Beli Tebasan di Desa Surojoyo Kecamatan Candimulyo Kabupaten

Magelang”, masalah yang diangkat dalam penelitian ini yaitu padangan

sosiologi hukum Islam dan tokoh agama terkait jual beli Tebasan di

Desa Surojoyo Kecamatan Candimulyo Kabupaten Magelang. Faktor

yang mempengaruhi masyarakat melakukan jual beli tebasan yaitu

karena faktor ekonomi dan faktor kebiasaan. Para pemuka agama di

Desa Surojoyo memperbolehkan jual beli tebasan asalkan dalam jual

beli tebasan tidak mengandung gharar, akan tetapi dalam prakteknya

Page 14: TINJAUAN SOSIOLOGI HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK JUAL …

8

jual tebasan di Desa Surojoyo terdapat unsur gharar. Jual beli gharar

dalam Islam itu dilarang. Mereka sudah mengetahui hukumnya jual beli

tebasan yang mereka lakukan tidak diperbolehkan, namun mereka

masih melakukannya.12

Kedua, skripsi Kartika Rafiqa Utami, UIN Sunan Kalijaga

Yogyakarta tahun 2018 yang berjudul “Tinjauan Sosiologi Hukum

Islam terhadap Jual Beli Pakaian Bekas Impor di Daerah Istimewa

Yogyakarta”, masalah yang diangkat dalam penelitian ini yaitu praktik

jual beli pakaian bekas impor di Daerah Istimewa Yogyakarta ditinjau

dari sosiologi hukum Islam dan peran pemerintah Yogyakarta dalam

menangani maraknya praktik jual beli pakaian bekas impor di

Yogyakarta. Hasil penelitian tersebut menyatakan bahwa faktor

penyebab maraknya jual beli pakaian bekas impor di Yogyakarta karena

pengetahuan hukum masyarakat mengenai Undang-Undang No 7 tahun

2011 tentang perdagangan dan No 51/M-Dag/Per/7/2015 tentang

Larangan Impor Pakaian bekas sangat rendah, pelaku usaha yang tidak

mematuhi dan menaati peraturan yang dibuat pemerintah, dan lemahnya

pengawasan pemerintah Yogyakarta. Di sisi lain, pemerintah telah

melakukan kampanye dan sosialisasi sebagai upaya untuk mengurangi

minat masyarakat terhadap pakaian bekas impor. Dilihat dari hukum

Islam, praktik jual beli pakaian bekas impor terdapat hal-hal yag

12 Siti Nurjanah, “Analisis Sosiologi Hukum Islam Terhadap Jual Beli Tebasan di Desa

Surojoyo Kecamatan Candimulyo Kabupaten Magelang,” Skripsi (Salatiga: IAIN Salatiga, 2015),

x.

Page 15: TINJAUAN SOSIOLOGI HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK JUAL …

9

dilarang seperti adanya unsur gharar pada jumlah pakaian bekas yag

terdapat dalam balpres, unsur cacat yang dapat ditemui pada pakaian

yang rusak, yang menyebabkan kemadharatan dimana peredaran

pakaian bekas impor dapat merusak industry garmen nasional dan

berbahaya bagi kesehatan tubuh manusia. Maka dari itu, jual beli

pakaian bekas impor sebaiknya dihindari oleh umat Islam.13

Ketiga, skripsi yang ditulis oleh Futuhatul Magfirah, UIN

Sunan Kalijaga Yogyakarta tahun 2017 yang berjudul “Tinjauan

Sosiologi Hukum Islam terhadap Sistem Pengupahan pada Mato Kopi

Yogyakarta”, masalah yang diangkat dalam penelitian ini yaitu cara

pembayaran gaji di Mato Kopi Yogyakarta ditinjau dari sosiologi

hukum Islam. Hasil penelitian tersebut menyatakan bahwa sistem

pengupahan di Mato Kopi Yogyakarta bersifat kekeluargaan dan

bersifat lentur yakni dengan adanya kebebasan perihal pengambilan gaji

karyawan. Motif terbentukya sistem kekeluargaan adalah pemahaman

pemodal terhadap nilai-nilai agama yang mewujud pada tiga elemen:

persangkaan hamba pada Tuhannya, prinsip tolong menolong dan

prinsip silaturrahmi. Sehingga, pengaturan terkait pengupahan yang

dibuat oleh pemodal kiranya bukanlah suatu peraturan yang

bertentangan dengan hukum atau perundang-undangan dalam Islam itu

13 Kartika Rafiqa Utami, “Tinjauan Sosiologi Hukum Islam Terhadap Jual Beli Pakaian

Bekas Impor di Daerah Istimewa Yogyakarta,” Skripsi (Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga, 2018), i.

Page 16: TINJAUAN SOSIOLOGI HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK JUAL …

10

sendiri. Tindakan pemodal juga berdampak pada individu sekelilingnya,

terlebih pada karyawan itu sendiri.14

Keempat, skripsi yang ditulis oleh Diky Faqih Maulana, UIN

Sunan Kalijaga Yogyakarta tahun 2019 yang berjudul “Tinjauan

Sosiologi Hukum Islam terhadap Jual Beli Buku Bajakan (Studi Di Kios

Buku Terban)”, masalah yang diangkat dalam penelitian ini yaitu

praktik jual beli buku bajakan ditinjau dari sosiologi hukum Islam. Hasil

penelitian tersebut menyatakan bahwa faktor yang melatarbelakangi

praktik jual beli buku bajakan masih berlangsung karena masyarakat dan

aparat penegak hukum mengesampingkan unsur keadilan, kepastian dan

kemanfaatan. Kesadaran hukum yang sangat lemah dari masyarakat

akan mempersulit penegakan hukum, karena efektifitas hukum

tergantung pada kemauan dan kesadaran hukum masyarakat. Sedangkan

penegakan hukum hanya melihat secara tekstual terhadap peraturan

tanpa mempertimbangkan prinsip keadilan dan kemanusiaan secara

progresif, dimana praktek tersebut hanya akan di proses hukum setelah

mendapat aduan.15

Dari beberapa telaah yang telah penulis paparkan, meskipun

sama-sama menganalisa dari sudut pandang sosiologi hukum Islam,

tetapi objek dan lokasi berbeda dengan yang penulis teliti. Penelitian ini

akan meneliti tentang praktik jual beli ketela yang berlokasi di Desa

14 Futuhatul Magfirah, “Tinjauan Sosiologi Hukum Islam Terhadap Sistem Pengupahan

pada Mato Kopi Yogyakarta,” Skripsi (Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga, 2017), ii. 15 Diky Faqih Maulana, “Tinjauan Sosiologi Hukum Islam Terhadap Jual Beli Buku

Bajakan (Studi di Kios Buku Terban),” Skripsi (Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga, 2019), ii.

Page 17: TINJAUAN SOSIOLOGI HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK JUAL …

11

Sukowidi Kecamatan Panekan Kabupaten Magetan dengan meninjau

dari sosiologi hukum Islam. Sehingga nantinya dapat diketahui

pandangan sosiologi Hukum Islam terhadap tindakan petani dan

pemborong dalam praktik jual beli tersebut.

F. Metode Penelitian

1. Jenis dan Pendekatan Penelitian

Dilihat dari jenis data, maka penelitian ini tergolong

penelitian kualitatif. Menurut Moleong penelitian kualitatif adalah

penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa

yang dialami oleh subjek penelitian misalnya perilaku, persepsi,

motivasi, tindakan, dll, secara holistik, dan dengan cara deskripsi

dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang

alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah.16

Penelitian kualitatif menekankan pada makna, penalaran, definisi

suatu situasi tertentu, serta lebih banyak meneliti hal-hal yang

berhubungan dengan kehidupan sehari-hari.17

Pendekatan yang dipakai pada penelitian ini adalah

pendekatan empirik. Pendekatan empirik bertitik tolak dari data

primer/dasar yakni data yang diperoleh langsung dari masyarakat

sebagai sumber pertama dengan melalui penelitian lapangan yang

dilakukan, baik melalui pengamatan (observasi), wawancara

16 Ismail Nurdin dan Sri Hartati, Metodologi Penelitian Sosial (Surabaya: Media Sahabat

Cendekia, 2019), 75. 17 Rukin, Metodologi Penelitian Kualitatif (Takalar: Yayasan Ahmar Cendekia Indonesia,

2019), 6.

Page 18: TINJAUAN SOSIOLOGI HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK JUAL …

12

ataupun penyebaran kuesioner.18 Penelitian ini bertitik tolak dari

data praktik jual beli ketela dengan sistem tebasan yang diperoleh

dari masyarakat Desa Sukowidi Kecamatan Panekan Kabupaten

Magetan.

2. Kehadiran Peneliti

Kehadiran peneliti di lapangan dalam sebuah penelitian

sangatlah penting. Peneliti dalam penelitian kualitatif sangat

berperan dalam proses pengumpulan data atau dalam kata lain

yang menjadi instrumen adalah peneliti itu sendiri.19 Dalam

penelitian ini, peneliti bertindak sebagai pengamat penuh, artinya

peneliti mengamati tingkah laku informan di lapangan tanpa

terlibat dalam objek penelitian. Penelitian ini dilakukan secara

terbuka antara peneliti dengan masyarakat Desa Sukowidi.

3. Lokasi Penelitian

Dalam penelitian ini, lokasi atau daerah yang dijadikan objek

penelitian yaitu Desa Sukowidi Kecamatan Panekan Kabupaten

Magetan. Letak Desa Sukowidi berbatasan langsung dengan

Gunung Lawu sehingga mayoritas penduduknya berprofesi

sebagai petani. Dalam jual beli hasil pertanian terdapat masalah

yang perlu untuk diteliti yaitu tindakan petani dan pemborong

18 Jonaedi Efendi dan Johny Ibrahim, Metode Penelitian Hukum Normatif dan Empiris

(Depok: Prenandamedia Group, 2016), 149. 19 Albi Anggito dan Johan Setiawan, Metodologi Penelitian Kualitatif (Sukabumi: CV

Jejak, 2018), 75.

Page 19: TINJAUAN SOSIOLOGI HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK JUAL …

13

dalam praktik jual beli ketela dengan sistem tebasan di daerah

tersebut .

4. Data dan Sumber Data

a. Data

Data menurut Sutanta adalah sebagai bahan keterangan

tentang kejadian nyata atau fakta-fakta yang dirumuskan dalam

sekelompok lambang tertentu yang tidak acak, yang

menunjukkan jumlah, tindakan,atau hal.20Adapun data yang

diperlukan oleh penulis dalam penelitian ini adalah data yang

berkaitan dengan penelitian yaitu data mengenai tindakan petani

dan pemborong dalam praktik jual beli ketela dengan sistem

tebasan yang ada di Desa Sukowidi Kecamatan Panekan

Kabupaten Magetan.

b. Sumber Data

Sumber data yang diperlukan dalam penelitian ini ada dua

kelompok, yaitu sebagai berikut:

1) Sumber Data Primer

Sumber data primer yaitu data yang diperoleh oleh

peneliti secara langsung dari sumbernya.21 Adapun sumber

data primer dalam penelitian ini diperoleh langsung dari

petani (penjual) dan pemborong (pembeli).

20 Ibid., 212. 21 Bagja Waluya, Sosiologi Menyelami Fenomena Sosial di Masyarakat (Bandung: Setia

Purna Inves, 2007), 79.

Page 20: TINJAUAN SOSIOLOGI HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK JUAL …

14

2) Sumber Data Sekunder

Sumber data sekunder yaitu keterangan yang

diperoleh dari pihak kedua, baik berupa orang maupun

catatan, seperti buku, laporan, bulletin dan majalah yang

sifatnya dokumentasi.22 Sumber data sekunder dalam

penelitian ini yaitu buku-buku, jurnal yang berkaitan dengan

sosiologi hukum Islam.

5. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian

ini meliputi:

a. Wawancara

Wawancara merupakan proses komunikasi antara

peneliti dengan sumber data dalam rangka menggali data yang

bersifat word view untuk mengungkapkan makna yang

terkandung dari masalah-masalah yang diteliti.23 Dalam

penelitian ini, peneliti melakukan wawancara dengan sumber

data yaitu para pelaku jual beli ketela yakni petani (penjual) dan

pemborong (pembeli).

22 Ibid., 79. 23 Ajat Rukajat, Pendekatan Penelitian Kualitatif (Sleman: Deepublish, 2018), 24.

Page 21: TINJAUAN SOSIOLOGI HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK JUAL …

15

b. Observasi

Observasi atau pengamatan merupakan aktivitas

yang sistematis terhadap gejala-gejala baik bersifat fisikal

maupun mental.24 Observasi digunakan untuk mengamati secara

langsung tentang perilaku personal.25 Dalam penelitian ini,

peneliti melakukan mengamati secara langsung praktik jual beli

ketela di Desa Sukowidi Kecamatan Panekan Kabupaten

Magetan.

6. Analisis Data

Analisis data dalam penelitian kualitatif dilakukan sejak

awal penelitian (on going).26 Menurut Spardley analisis adalah cara

berpikir. Hal ini berkaitan dengan pengujian secara sistematis

mengenai sesuatu untuk menentukan bagian, hubungan antar bagian,

dan hubungan antar keseluruhan. Pada prinsipnya analisis data

adalah mencari pola tentang sesuatu yang diteliti.27 Tujuan analisis

data adalah mengendalikan data agar sistematis dan sesuai dengan

perumusan masalah.28

24 Ibid., 22.

25 Ibid., 23. 26 Muri Yusuf, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan Penelitian Gabungan (Jakarta:

Kencana, 2014), 400. 27 Ibid., 401. 28 Wahyu Wibowo, Cara Cerdas Menulis Artikel Ilmiah (Jakarta: Buku Kompas, 2011),

47.

Page 22: TINJAUAN SOSIOLOGI HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK JUAL …

16

Menurut Miles dan Huberman, aktifitas yang dilakukan

dalam analisis data kualitatif adalah sebagai berikut:29

a. Pengumpulan data (data collection)

Pada kegiatan ini, penulis mengumpulkan data yang

dibutuhkan melalui observasi dan wawancara.

b. Reduksi data (data reduction)

Pada kegiatan ini, penulis melakukan reduksi data

dari sejumlah data yang masih umum dan komplek untuk

dipilih mana yang pokok/relevan, difokuskan pada hal-hal

yang penting, dicari tema atau polanya yang layak untuk

dipaparkan.

c. Paparan data (data display)

Paparan data yaitu merangkai atau menyusun,

mengorganisasi data menjadi informasi baru yang dapat

diambil gambaran keseluruhannya, sebagai bahan konklusi

ataupun tindakan selanjutnya.

d. Konklusi atau verifikasi (conclution / verification)

Pada kegiatan ini, penulis berusaha mencari makna

dari data yang telah diperoleh dan dikumpulkannya. Dan dari

data yang diperolehnya peneliti mencoba mengambil

kesimpulan.

29 Hernimawati, Model Implementasi Kebijakan Penataan Reklame (Surabaya: Jakad

Publishing, 2018), 116-117.

Page 23: TINJAUAN SOSIOLOGI HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK JUAL …

17

7. Pengecekan Keabsahan Data

Dalam pengecekan keabsahan data diperlukan teknik

pemeriksaan. Pelaksanaan pemeriksaan didasarkan atas kriteria

tertentu. Peneliti menggunakan kredibilitas. Kriteria kredibilitas

data digunakan untuk menjamin bahwa data yang dikumpulkan

peneliti mengandung nilai kebenaran.30 Untuk menjamin kesahihan

data, ada beberapa teknik pencapaian kredibilitas data. Dalam

penelitian ini, penulis menggunakan ketekunan pengamatan atau

observasi secara tekun. Hal tersebut berarti penulis secara mendalam

serta tekun dalam mengamati data-data yang terkait dengan praktik

jual beli ketela di Desa Sukowidi kecamatan Panekan Kabupaten

Magetan. Cara ini dilakukan oleh dengan maksud menemukan

semua data-data yang sesuai dengan persoalan. Penulis melakukan

pengamatan terlebih dahulu secara tekun dalam upaya mengali data

atau informasi dari berbagai sumber.

8. Tahapan-Tahapan Penelitian

Tahapan-tahapan penelitian kualitaif adalah sebagai berikut:

a. Tahap pra lapangan

Pada tahap pra lapangan penulis menyusun rancangan

penelitian dan menyiapkan instrumen yang diperlukan dalam

penelitian.

30 Mustajab, Masa Depan Pesantren: Telaah atas Model Kepemimpinan dan Manajeman

Pesantren Salaf (Yogyakarta: LKIS Yogyakarta, 2015), 29.

Page 24: TINJAUAN SOSIOLOGI HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK JUAL …

18

b. Tahap pekerjaan lapangan

Pada tahap ini peneliti mengumpulkan data-data yang

diperlukan berkaitan dengan fokus penelitian. Mengadakan

observasi, melakukan wawancara dengan pihak terkait dan

mencari dokumen-dokumen yang berkaitan dengan penelitian.

c. Tahap analisis data

Pada tahap ini penulis menganalisis data-data yang telah

diperoleh dan menyusunnya secara sistematis agar sesuai dengan

rumusan masalah.

G. Sistematika Pembahasan

Untuk mempermudah pembahasan dalam penelitian ini akan

disusun dalam beberapa bab dan masing-masing bab dibagi menjadi

sub-sub bab sebagai berikut:

BAB I : PENDAHULUAN

Bab ini mengemukakan tentang pola dasar yang

memberikan gambaran umum dari penelitian ini yang

meliputi latar belakang, rumusan masalah, tujuan

penelitian, manfaat penelitian, telaah pustaka, metode

penelitian dan sistematika pembahasan.

BAB II : KONSEP JUAL BELI DAN SOSIOLOGI HUKUM

ISLAM.

Bab ini merupakan landasan teori. Penulis akan

membahas mengenai konsep jual beli yang meliputi

Page 25: TINJAUAN SOSIOLOGI HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK JUAL …

19

pengertian jual beli, dasar hukum jual beli, rukun dan

syarat jual beli, macam-macam jual beli, prinsip-

prinsip jual beli, pengertian jual beli muh}a>d}arah, dasar

hukum muh}a>d}arah, pendapat para ulama tentang

muh}a>d}arah serta sosiologi hukum Islam yang meliputi

pengertian sosiologi hukum Islam, teori tindakan sosial

Max Weber yang digunakan untuk menganalisis

penelitian ini.

BAB III : PRAKTIK JUAL BELI KETELA DENGAN

SISITEM TEBASAN DI DESA SUKOWIDI

KECAMATAN PANEKAN KABUPATEN

MAGETAN

Bab ini merupakan data hasil penelitian dari penggalian

dan pengumpulan data lapangan yang meliputi:

gambaran umum, tindakan petani pada praktik jual beli

ketela dengan sistem tebasan di Desa Sukowidi

Kecamatan Panekan Kabupaten Magetan, dan tindakan

pemborong pada praktik jual beli ketela dengan sistem

tebasan di desa tersebut.

BAB IV : ANALISIS SOSIOLOGI HUKUM ISLAM

TERHADAP PRAKTIK JUAL BELI KETELA

DENGAN SISTEM TEBASAN DI DESA

Page 26: TINJAUAN SOSIOLOGI HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK JUAL …

20

SUKOWIDI KECAMATAN PANEKAN

KABUPATEN MAGETAN

Bab ini berisi tentang analisa dari data lapangan

menggunakan teori sosiologi hukum Islam yang

terdapat pada bab II. Analisa tersebut adalah tinjauan

sosiologi hukum Islam terhadap tindakan petani pada

praktik jual beli ketela dengan sistem tebasan di Desa

Sukowidi Kecamatan Panekan Kabupaten Magetan dan

tinjauan sosiologi hukum Islam terhadap tindakan

pemborong pada praktik jual beli ketela dengan sistem

tebasan di Desa Sukowidi Kecamatan Panekan

Kabupaten Magetan.

BAB V : PENUTUP

Bab ini berisi kesimpulan yang merupakan jawaban

umum dari permasalahan yang ditarik dari hasil

penelitian dan saran-saran yang ditujukan bagi pihak-

pihak terkait dengan permasalahan penelitian.

Page 27: TINJAUAN SOSIOLOGI HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK JUAL …

21

BAB II

KONSEP JUAL BELI DAN SOSIOLOGI HUKUM ISLAM

A. Jual Beli

1. Pengertian Jual Beli

Jual beli dalam istilah fikih disebut dengan bay’. Menurut bahasa,

bay’ adalah tukar menukar sesuatu dengan sesuatu yang lain. Adapun

menurut shara’, bay’ adalah menyerahkan hak kepemilikan suatu barang

yang berharga dengan cara pertukaran yang telah mendapatkan

persetujuan shara’ atau menyerahkan hak kepemilikan suatu manfaat

yang mubah secara permanen diganti dengan suatu harga yang

berharga.1

Bay’ dalam bahasa Arab terkadang digunakan untuk pengertian

lawannya, yaitu shira>’ (beli). Kata bay’ yang berarti jual, tetapi

sekaligus juga berarti beli, sehingga dalam adat sehari-hari, istilah bay’

diartikan jual beli.2

Segi istilah, ulama Hanafiyah, mendefinisikan bahwa jual beli

adalah saling menukar harta dengan harta melalui cara tertentu atau

tukar menukar sesuatu yang diinginkan dengan yang sepadan melalui

cara tertentu yang bermanfaat. Menurut Jumhur Ulama jual beli adalah

1 Ibnu Qasim Al Ghozzi, Fathul Qarib, terj. Bahrudin Fuad (Kediri: Mobile Santri, t.th.),

20. 2 Harun, Fiqh Muamalah (Surakarta: Muhammadiyah University Press, 2017), 66.

Page 28: TINJAUAN SOSIOLOGI HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK JUAL …

22

saling menukar harta dengan harta dalam bentuk pemindahan

kepemilikan.3

Berdasarkan tiga definisi jual beli tersebut, dapat diambil

kesimpulan bahwa yang dinamakan jual beli adalah saling tukar

menukar harta dengan cara ijab qabul yang berakibat terjadinya

pemindahan kepemilikan.4

2. Dasar Hukum Jual Beli

Jual beli sebagai sarana tolong menolong antara sesama manusia

mempunya landasan yang kuat baik Alquran maupun hadits. Terdapat

beberapa ayat Alqur’an dan sunnah Rasulullah SAW yang berbicara

tentang jual beli, antara lain:

a. Surat al Baqarah ayat 275:

ه الب يع وحرم الر باوأحل الل “Padahal, Allah telah menghalalkan jual-beli dan mengharamkan

riba”5

b. Surat al Baqarah ayat 198:

ت غوا فضلا م ن رب كم ليس عليكم جناح أن ت ب

“Tidak ada dosa bagimu untuk mencari karunia (rezeki hasil

perniagaan) dari Tuhanmu”6

3 Ibid. 4 Ibid.

5 Kementerian Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an Terjemah dan Tajwid (Bandung:

Sygma Creative Media, 2014), 47.

6 Ibid.

Page 29: TINJAUAN SOSIOLOGI HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK JUAL …

23

c. Surat an-Nisa’ ayat 29:

نكم بٱلبطل إل أن ت لكم ب ي را عن يأي ها ٱلذين ءامنوا ل تأكلوا أمو كون ت ت راض م نكم

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan

harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan

perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu.”7

d. Hadits yang diriwayatkah oleh Rifa’ah ibn Rafi’:

ليه و عن رفاعة بن رافع أن النبي صلى الله ع سلم سل : أي الكرور أطي ؟ قال : عمل الرجل بيده وكل ب يع مب

“Rifa’ah bin Rafi’i berkata bahwa Nabi SAW ditanya, “Apa mata

pencaharian yang paling baik? “Nabi menjawab, “Usaha tangan

manusia sendiri dan setiap jual beli yang diberkati. “(Diriwayatkan

oleh Bazzar dan dinilai sahih oleh Hakim).8

3. Rukun dan Syarat Jual Beli

Jumhur ulama sepakat bahwa rukun jual beli ada empat, yaitu:9

a. Orang yang berakad (penjual dan pembeli)

b. Shighah (ija>b dan qabu>l)

c. Ada barang yang dibeli

d. Ada nilai tukar pengganti barang.

Adapun syarat-syarat jual beli menurut jumhur ulama yaitu:

a. Syarat-syarat orang yang berakad.

Para ulama fiqh sepakat bahwa orang yang melakukan akad

jual beli harus memenuhi syarat:

7 Ibid.

8 Al-Asqalani, Terjemahan Lengkap Bulughul Maram, 203.

9 Abdul Rahman Ghazaly, Fiqh Muamalat, et. al. (Jakarta: Kencana, 2010), 71.

Page 30: TINJAUAN SOSIOLOGI HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK JUAL …

24

1) Berakal dan baligh

Yang dimaksud dengan berakal adalah warasnya akal

seseorang, dalam arti penjual dan pembeli bukanlah orang

yang gila. Bila salah satu dari keduanya termasuk orang yang

tidak sehat akalnya, maka jual beli yang terjadi dianggap

tidak sah.10

Jual beli yang dilakukan anak kecil yang belum

berakal dan orang gila, hukumnya tidak sah. Adapun anak

kecil yang telah mumayyiz, menurut ulama Hanafiyah,

apabila akad yang dilakukannya, membawa keuntungan bagi

dirinya, seperti menerima hibah, wasiat, dan sedekah maka

akadnya sah. Sebaliknya, apabila akad itu membawa

kerugian bagi dirinya, seperti meminjamkan hartanya

kepada orag lain, mewakafkan, atau menghibahkannya,

maka tindakan hukumnya ini tidak boleh dilaksanakan.

Apabila transaksi yang dilakukan anak kecil yang telah

mumayyiz mengadung manfaat dan bahaya sekaligus,

seperti jual-beli, sewa-menyewa, dan perserikatan dagang,

maka transaksi ini hukumnya sah jika walinya mengizinkan.

Dalam kaitan ini, wali anak kecil yang telah mumayyiz ini

benar-benar mempertimbangkan kemaslahatan anak kecil

itu.

10 Ahmad Sarwat, Fiqih Jual Beli (Jakarta:Rumah Fiqih Publishing, 2018), 12.

Page 31: TINJAUAN SOSIOLOGI HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK JUAL …

25

Jumhur ulama berpendirian bahwa orang yang

melakukan akad jual beli harus baligh dan berakal. Apabila

orang yang berakad itu masih mumayyiz, maka jual belinya

tidak sah, sekalipun mendapat izin dari walinya.11 Tetapi jika

barang yang diperjualbelikan itu barang yang ringan-ringan

atau kecil-kecilan, tidak diperlukan izin dari wali.12

2) Orang yang melakukan akad adalah orang yang berbeda.

Hal tersebut berarti seseorang tidak dapat bertindak

dalam waktu yang bersamaan sebagai penjual sekaligus

sebagai pembeli. Jika terdapat seseorang yang menjual

sekaligus membeli barangnya sendiri, maka jual belinya

tidak sah.13

b. Syarat-syarat yang berkaitan dengan ija>b qabu>l

Para ulama’ fiqh mengemukakan bahwa bahwa syarat ija>b

dan qabu>l adalah sebagai berikut:14

1) Menurut jumhur ulama’ orang yang mengucapkannya telah

baligh dan berakal, atau telah berakal menurut ulama

Hanafiyah, sesuai dengan perbedaan mereka dalam syarat-

syarat orang yang melakukan akad.

11 Ghazaly, Fiqh Muamalat, 71-72.

12 Harun, Fiqh Muamalah, 68.

13 Ghazaly, Fiqh Muamalat, 72.

14 Ibid.

Page 32: TINJAUAN SOSIOLOGI HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK JUAL …

26

2) Qabu>l sesuai dengan ija>b. Misalnya, penjual mengatakan:

“Saya jual buku ini dengan seharga Rp.20.000”, lalu pembeli

menjawab: “Saya beli buku ini dengan harga Rp.20.000”.

3) Ija>b dan qabu>l dilakukan dalam satu majelis. Artinya kedua

belah pihak yang melakukan jual beli hadir dan

membicarakan topik yang sama. Apabila penjual

mengucapkan ija>b, lalu pembeli berdiri sebelum

mengucapkan qabu>l, atau pembeli mengerjakan aktivitas

lain yang tidak terkait dengan jual beli, kemudian ia

mengucapkan ija>b qabu>l, maka menurut kesepakatan ulama’

fiqh, jual beli ini tidak sah sekalipun mereka berpendirian

bahwa ija>b tidak harus dijawab langsung dengan qabu>l.

Dalam kaitan ini, ulama’ Hanafiyah dan malikiyah

mengatakan bahwa antara ija>b dan qabu>l, boleh saja

diantarai oleh waktu, yang diperkirakan bahwa pihak

pembeli sempat untuk berpikir. Namun, ulama’ Syafi’iyah

dan Hanabilah berpendapat bahwa jarak ija>b dan qabu>l tidak

terlalu lama yang dapat menimbulkan dugaan bahwa objek

pembicaraan telah berubah.

c. Syarat-syarat barang yang diperjualbelikan

Syarat-syarat yang terkait dengan barang yang

diperjualbelikan sebagai berikut:15

15 Ibid.

Page 33: TINJAUAN SOSIOLOGI HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK JUAL …

27

1) Barang itu ada, atau tidak ada ditempat, tetapi pihak penjual

menyatakan kesanggupannya untuk mengadakan barang itu.

Misalnya, di satu toko karena tidak mungkin memajang

barang semuannya maka sebagian diletakkan pedagang di

gudang atau masi di pabrik, tetapi secara meyakinkan barang

itu boleh dihadirkan sesuai dengan persetujuan pembeli

dengan penjual. Contoh lain , dalam jual beli salam, yaitu

jual beli barang pesanan, pembayaran di muka secara tunai,

sedang barang diserahkan di kemudian hari sesuai

kesepakatan. Jual beli salam ini, barang belum ada ketika

akad, tetapi penjual menjelaskan spesifikasi barang tersebut

dan akan diserahkan kepada pembeli pada waktu yang telah

disepakati.16

2) Dapat dimanfaatkan dan bermanfaat bagi manusia. Oleh

sebab itu, bangai, khamr, dan darah tidak sah menjadi objek

jual beli, karena dalam pandangan shara’ benda-benda

seperti ini tidak bermanfaat bagi muslim.

3) Milik seseorang. Barang yang sifatnya dimiliki seseorang

tidak boleh diperjualbelikan, seperti memperjualbelikan ikan

di laut atau emas dalam tanah, karena ikan dan emas ini

belum dimiliki penjual.

16 Harun, Fiqh Muamalah, 68.

Page 34: TINJAUAN SOSIOLOGI HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK JUAL …

28

4) Boleh diserahkan saat akad berlangsung atau pada waktu

yang disepakati bersama ketika transaksi berlangsung.

d. Syarat-syarat nilai tukar.

Syarat-syarat nilai tukar menurut ulama’ fiqh yaitu sebagai

berikut:17

1) Harga yang disepakati kedua belah pihak harus jelas

jumlahnya.

2) Boleh diserahkan pada waktu akad, sekalipun secara hukum

seperti pembayaran dengan cek dan kartu kredit. Apabila

harga bayar itu dibayar kemudian maka waktu pembayaran

harus jelas.

3) Apabila jual beli itu dilakukan dengan saling

mempertukarkan barang, maka barang yang dijadikan nilai

tukar bukan barang yang diharamkan oleh shara’, seperti

babi dan khamr, karena kedua jenis benda ini tidak bernilai

menurut shara’.

4. Macam-Macam Jual Beli

Ulama hanafiyah membagi jual beli dari segi sah atau tidaknya

menjadi tiga bentuk, yaitu:

a. Jual beli yang s}ah{i>h{

Suatu jual beli dikatakan sebagai jual beli yang s}ah{i>h{ apabila

jual beli itu memenuhi rukun dan syarat yang ditentukan. Jual beli

17 Ghazaly, Fiqh Muamalat, 76-77.

Page 35: TINJAUAN SOSIOLOGI HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK JUAL …

29

seperti ini dikatakan sebagai jual beli yang s}ah{i>h{. Misalnya,

seseorang membeli suatu barang, seluruh rukun dan syarat jual

belinya telah terpenuhi. Barang itu juga sudah diperiksa oleh

pembeli dan tidak ada cacat, tidak ada yang rusak tidak terjadi

manipulasi harga. Jual beli seperti ini hukumnya shahih dan

mengikat kedua belah pihak.18

b. Jual beli yang ba>til

Apabila pada jual beli itu salah satu atau seluruh rukunnya

tidak terpenuhi, atau jual beli iu pada dasarnya dan sifatnya tidak

disyari’atkan, maka jual beli itu batil. Jual beli yang ba>til dan

terlarang yaitu sebagai berikut:

1) Jual beli yang dilarang dan hukumnya tidak sah (batal), yaitu jual

beli yang tidak memenuhi syarat dan rukunnya. Bentuk jual beli

yang termasuk dalam kategori ini sebagai berikut:

a) Jual beli yang zatnya haram, najis, atau tidak boleh

diperjualbelikan, seperti babi, berhala, bangkai. Khamr

(minuman yang memabukkan).

b) Jual beli yang belum jelas

Sesuatu yang bersifat spekulasi atau samar-samar

haram untuk diperjualbelikan, karena dapat merugikan salah

satu pihak, baik penjual maupun pembeli. Yang dimaksud

samar-samar adalah tidak jelas, baik barangnya, harganya,

18 Nasrun Haroen, Fiqh Muamalah (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2000), 121).

Page 36: TINJAUAN SOSIOLOGI HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK JUAL …

30

kadarnya, pembayarannya, maupun ketidakjelasan yang

lainnya.19

c) Jual beli bersyarat

Jual beli yang ijab qabulnya dikaitkan dengan syarat-

syarat tertentu yang tidak ada kaitannya dengan jual beli atau

ada unsur merugikan dilarang oleh agama. Contoh jual beli

bersyarat yang dilarang, misalnya ketika terjadi ijab qabul si

pembeli berkata: “baik, mobilmu akan kuberi sekian dengan

syarat anak gadismu harus menjadi milikku. Atau sebaliknya

si penjual berkata: “Ya, saya jual mobil ini kepadamu sekian

asal anak gadismu menjadi istriku.

d) Jual beli yang menimbulkan kemadharatan

Segala sesuatu yang menimbulkan kemadharatan,

kemaksiatan, bahkan kemusyrikan dilarang untuk

diperjualbelikan, seperti jual beli patung, salib, buku bacaan

porno,dan lain-lain. Memperjualbelikan barang-barang ini

dapat menimbulkan perbuatan-perbuatan maksiat.

e) Jual beli yang dilarang karena dianiaya

Segala bentuk jual beli yang mengakibatkan

penganiayaan hukumnya haram, seperti menjual anak

binatang yang masih membutuhkan induknya. Menjual

19 Ghazaly, Fiqh Muamalat, 80-82.

Page 37: TINJAUAN SOSIOLOGI HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK JUAL …

31

binatang seperti ini, selain memisahkan diri dari induknya

juga melakukan penganiayaan terhadap binatang ini.

f) Jual beli muh}a>qalah, yaitu menjual tanaman-tanaman yang

masih di sawah atau di ladang. Hal ini dilarang oleh agama

karena jual beli ini masih samar-samar dan mengandung

tipuan.

g) Jual beli muh}a>d}arah, yaitu menjual buah-buahan yang masih

hijau (belum pantas dipanen). Seperti menjual rambutan

yang masih hijau, mangga yang masih kecil. Hal ini dilarang

agama karena barang ini masih samar, dalam artian mungkin

saja buah ini jatuh tertiup angina kencang atau layu sebelum

diambil oleh pembelinya.

h) Jual beli mula>masah, yaitu jual beli secara sentuh

menyentuh. Misalnya, seseorang menyentuh sehelai kain

dengan tangannya, maka orang yang menyentuh berarti telah

membeli kain tersebut. Hal ini dilarang agama karena

mengandung tipuan dan kemungkinan akan menimbulkan

kerugian dari salah satu pihak.

i) Jual beli muna>badhah, yaitu jual beli secara lempar-

melempar. Seperti seseorang berkata: “Lemparkan kepadaku

apa yang ada padamu, nanti kulemparkan pula kepadamu apa

yang ada padaku”. Setelah terjadi lempar-melempar

Page 38: TINJAUAN SOSIOLOGI HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK JUAL …

32

terjadilah jual beli. Hal ini dilarang agama karena

mengandung tipuan dan tidak ada ijab qabul.

j) Jual beli muza>banah, yaitu menjual buah yang basah dengan

buah yang kering. Seperti menjual padi kering dengan

bayaran padi basah sedang ukurannya dengan ditimbang

sehingga akan merugikan pemilik padi kering.20

2) Jual beli yang sah tetapi dilarang, yaitu jual beli yang telah

memenuhi syarat dan rukunnya, tetapi ada beberapa faktor yang

menghalangi kebolehan jual beli tersebut. Bentuk jual beli yang

termasuk dalam kategori ini sebagai berikut:

a) Jual beli dari orang yang masih dalam tawar menawar

Apabila ada dua orang masih tawar menawar atas

sesuatu barang, maka terlarang bagi orang lain membeli

barang itu, sebelum penawar pertama diputuskan.

b) Jual beli dengan menghadang dagangan di luar kota/pasar,

maksudnya adalah menguasai barang sebelum sampai ke

pasar agar dapat membelinya dengan harga murah, sehingga

ia kemudian menjual di pasar dengan harga yang lebih

murah. Tindakan ini dapat merugikan pedagang lain,

terutama yang belum mengetahui harga pasar. Jual beli

seperti ini dilarang karena dapat mengganggu kegiatan pasar,

meskipun akadnya sah.

20 Ibid.

Page 39: TINJAUAN SOSIOLOGI HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK JUAL …

33

c) Membeli barang dengan memborong untuk ditimbun,

kemudian kan dijual ketika harga naik karena kelangkaan

barang tersebut. Jual beli seperti ini dilarang karena

menyiksa pihak pembeli disebabkan mereka tidak

memperoleh barang keperluannya saat harga masih standar.

d) Jual beli barang rampasan atau curian. Jika si pembeli telah

tau bahwa barang itu barang curian/rampasan, maka

keduanya telah bekerja sama dalam perbuatan dosa.21

c. Jual beli yang fa>sid

Ulama hanafiyah yang membedakan jual beli yang fa>sid

dengan jual beli yang batal. Apabila kerusakan dalam jual beli itu

terkait dengan barang yang dijualbelikan, maka hukumnya batal,

seperti memperjualbelikan benda haram (khamr, babi, dan darah).

Apabila kerusakan pada jual beli menyangkut harga barang dan

boleh diperbaiki, akad jual beli itu dinamakan fa>sid. Akan tetapi,

jumhur ulama tidak membedakan antara jual beli yang fa>sid dan

ba>til. Menurut mereka jual beli terbagi menjadi dua, yaitu jual beli

yang s}ah{i>h{ dan jual beli yang ba>til. Apabila rukun dan syarat jual

beli tepenuhi, maka jual beli itu sah.22

21 Ibid.

22 Haroen, Fiqh Muamalah, 125-126.

Page 40: TINJAUAN SOSIOLOGI HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK JUAL …

34

5. Prinsip-Prinsip Jual Beli

Berbagai penjelasan tentang jual beli dimaksudkan agar aktivitas

jual beli dalam Islam. Secara garis besar, prinsip-prinsip jual beli yaitu:

a. Prinsip suka sama suka

Prinsip ini menunjukkan bahwa segala bentuk aktivitas jual

beli tidak boleh dilakukan dengan paksaan, penipuan, kecurangan,

intimidasi dan praktik-praktik lain yang dapat menghilangkan

kebebasan, kebenaran, dan kejujuran dalam transaksi ekonomi.

Menurut Wahbah Al Zuhayli, prinsip dasar yang telah ditetapkan

Islam mengenai jual beli adalah ‘an tara>d}in (suka sama suka).23

Sebagaimana firman Allah surah al- Nisa>’ ayat 29:

نكم بٱلبطل إل أن ت لكم ب ي را عن يأي ها ٱلذين ءامنوا ل تأكلوا أمو كون تكم اإن ٱلله كان بكم ر ت راض م نكم ول ت قت لوا أن محيما

Artinya: Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling

memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil,

kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan

suka sama-suka di di antara kamu. Dan janganlah kamu

membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha

Penyayang kepadamu.24

Suka sama suka (‘an tara>d}in) merupakan prinsip dasar dalam

melaksanakan transaksi jual beli, baik penjual, pembeli, barang,

23 Idri, Hadis Ekonomi: Ekonomi dalam Perspektif Hadis Nabi (Jakarta: Kencana, 2015),

179.

24 Kementerian Agama Republik Indonesia, Al Qur’an Terjemah Perkata Asbabun Nuzul

dan Tafsir Bil Hadits (Bandung: Semesta Al Qur’an, 2013), 83.

Page 41: TINJAUAN SOSIOLOGI HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK JUAL …

35

maupun harga. Dalam arti, penjual dan pembeli sepakat terhadap

barang dan harga yang ditransaksikan. Penjual dan pembeli harus

sehat akal dan baligh. Adapun barang yang diperjualbelikan tidak

mengandung unsur gharar, timbangannya tepat, dan wujudnya

jelas.25

b. Takaran dan timbangan yang benar.

Dalam jual beli nilai timbangan dan ukuran yang tepat dan

standar benar-benar harus diutamakan. Padahal Islam telah

meletakkan penekanan penting dari faedah memberikan timbangan

dan ukuran yang benar.26 Hal ini sebagaimana firman Allah SWT

dalam surah al-Mutaffifi>>n (83) ayat 1-7:

ين ويل ت وفون مل لمط وإذا كالوهم أو مٱلذين إذا ٱكتالوا على ٱلناس يرون عوثون موزنوهم يخ ي وم ي قوم معظيم لي وم مأل يظن أولك أن هم مب

ينم كت ان كل الن اس لرب العالمينم ى س ار ل ال

Artinya: Kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang curang,

(yaitu) orang-orang yang apabila menerima takaran dari

orang lain mereka minta dipenuhi, dan apabila mereka

menakar atau menimbang untuk orang lain, mereka

mengurangi. Tidaklah orang-orang itu menyangka, bahwa

sesungguhnya mereka akan dibangkitkan, pada suatu hari

yang besar, (yaitu) hari (ketika) manusia berdiri

menghadap Tuhan semesta alam. Sekali-kali jangan

curang, karena sesungguhnya kitab orang yang durhaka

tersimpan dalam sijjin.27

25 Idri, Hadis Ekonomi, 179.

26 Ibid, 179-180.

27 Kementerian Agama, Al Qur’an Terjemah Perkata, 587-588.

Page 42: TINJAUAN SOSIOLOGI HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK JUAL …

36

c. Itikad baik

Islam tidak hanya menekankan agar memberikan timbangan

dan ukuran yang penuh, tetapi juga menunjukkan itikad baik dalam

transaksi bisnis karena hal ini dianggap sebagai hakikat bisnis.

Mengenai masalah ini terdapat perintah dalam Alqur’an untuk

membina hubungan baik dalam usaha, semua perjanjian harus

dinyatakan secara tertulis karena yang demikian itu dapat

menguatkan persaksian serta mencegah timbulnya keragu-raguan.28

Hal ini dapat dilihat pada surah al-Baqarah ayat 282:

مى فٱكت يأي ها بوه وليكت ٱلذين ءامن وا إذا تداينتم بدين إلى أجل م نكم له ف ليكت كات بٱلعدل ول يأب كات أن يكت كما علمه ٱل ب ي

مس منه شي ااحق ولي تق ٱلله ربهۥ ول ي بخ وليملل ٱلذى عليه ٱل Artinya: Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu

bermu'amalah tidak secara tunai untuk waktu yang

ditentukan, hendaklah kamu menuliskannya. Dan

hendaklah seorang penulis di antara kamu

menuliskannya dengan benar. Dan janganlah penulis

enggan menuliskannya sebagaimana Allah

mengajarkannya, meka hendaklah ia menulis, dan

hendaklah orang yang berhutang itu mengimlakkan (apa

yang akan ditulis itu), dan hendaklah ia bertakwa kepada

Allah Tuhannya, dan janganlah ia mengurangi

sedikitpun daripada hutangnya.29

28 Idri, Hadis Ekonomi, 180.

29 Kementerian Agama, Al Qur’an Terjemah Perkata, 48.

Page 43: TINJAUAN SOSIOLOGI HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK JUAL …

37

B. Jual Beli Muh}a>d}arah

1. Pengertian Muh}a>d}arah

Jual beli muh}a>d}arah yaitu menjual buah-buahan yang belum pantas

untuk dipanen atau menjual buah yang belum jelas matangnya, seperti

menjual rambutan yang masih hijau, mangga yang masih kecil-kecil dan

yang lainnya. Hal ini dilarang karena barang tersebut masih samar,

dalam artian mungkin saja buah tersebut jatuh tertiup angin kencang

atau yang lainnya, sebelum diambil oleh pembeli.30

Dalam jual beli ini, pembeli membayar lunas harga buah-buahan di

pohon yang masih belum saatnya dipanen karena belum matang (masih

hijau). Ketika panen tiba, berapapun jumlah buah yang ada di pohon

adalah milik pembeli. Mungkin pembeli mendapatkan keuntungan besar

ketika buah yang dipanen lebih banyak dari yang diperkiraan. Mungkin

pula ia menderita kerugian karena yang dipanen lebih sedikit dari yang

diperkirakan. Jadi disini terdapat unsur ketidakjelasan (gharar) dalam

hal jumlah barang yang diperjuabelikan. Demikian pula tidak ada

kejelasan waktu mengenai penyerahan.31

30 Ruswandi, Al Islam, 7.

31 Veithzal Rivai dan Antoni Nizar Usman ( Islamic Economics dan Finance: Ekonomi

dan Keuangan Islam Bukan Alternatif Tetapi Solusi (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2012),

402.

Page 44: TINJAUAN SOSIOLOGI HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK JUAL …

38

2. Dasar Hukum Muh}a>d}arah

عن أنس بن مالك رضي الله عنه أن رسول الله صلى الله عليه و سلم ن هى, ه ي ل ع ق ت م م وتفار ر ام قال تح زهوها؟وما يل:حتى ت زهى ق ر ام الث ب يع عن

ظ للبخاري والل

Artinya:“Dari Anas bin Malik radhiallahu ‘anhu sesungguhnya

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang jual beli

buah-buahan sampai layak (dimakan). Seorang sahabat

bertanya ; Apa tanda-tanda kelayakan? Beliau bersabda ;

memerah dan menguning.” (Muttafaq ‘alaih, lafadznya oleh al

Bukhari).32

ن هى رسول الله صلى الله عليه و سلم عن المحاق لة وعن انس قال: والمزاب نة )رواه البخاري( ة والمنابذ والمحاضر والملم

Artinya:“Dari Anas r.a, ia berkata: Rasulullah SAW melarang jual beli

dengan cara muh}aqalah, muh}a>darah (menjual biji-bijian atau

buah-buahan sebelum tampak kelayakannya), mula>masah

(menjual suatu barang dengan barang lain tanpa melihatnya

terlebih dahulu melainkan langsung digunakan), muna>badhah

(menjual barang dengan saling melempar) dan

muza>banah”(H.R Bukhari).33 3. Pendapat Para Ulama tentang Muh}a>d}arah

Para fuqaha berbeda pendapat mengenai jual beli di atas pohon dan hasil

pertanian di dalam bumi. Hal ini karena adanya kemungkinan bentuk

muh}a>d}arah yang didasarkan pada adanya perjanjian tertentu sebelum akad.

Para ulama tidak mengartikan larangan jual beli muh}a>d}arah tersebut

kepada kemutlakannya, yakni larangan menjual beli sebelum bercahaya.

32 Al-Asqalani, Terjemahan Lengkap Bulughul Maram , 223.

33 Ibid.

Page 45: TINJAUAN SOSIOLOGI HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK JUAL …

39

Kebanyakan ulama malah berpendapat bahwa makna larangan tersebut adalah

menjualnya dengan syarat tetap di pohon hingga bercahaya.34

Jumhur (Ma>likiyyah, Sha>fi’iyah, dan Hanabilah) berpendapat, jika buah

tersebut belum layak dipetik, maka apabila disyaratkan harus segera dipetik.

Karena menurut mereka, sesungguhnya yang menjadi halangan keabsahannya

adalah gugurnya buah atau ada serangan hama. Kekawatiran seperti ini tidak

terjadi jika langsung dipetik. Sedang jual beli yang belum pantas (masih hijau)

secara mutlak tanpa persyaratan apapun adalah batal.35

Menjual buah yang belum tampak bagusnya (matang). Dalam hal ini

ada tiga kondisi sebagaimana berikut:

a. Membeli buah yang masih berada dipohon dengan syarat

dibiarkan sampai waktu panen. Jual beli demikian tidak sah

karena Rasulullah Saw melarangnya.

b. Seseorang menjual buah-buahan yang masih berada dipohon

dengan syarat langsung dipetik seketika. Jual beli ini sah

menurut ijma’ (kesepakatan) ulama karena larangan itu

dikhawatirkan terjadi kerusakan pada buah dan terkena penyakit

sebelum dipanen. Adapun jika langsung dipanen maka akan

aman dari bencana tersebut sehingga hukumnya sah.

c. Seseorang menjual buah-buahan yang masih berada dipohon

tanpa syarat memetik seketika atau dibiarkan sampai waktu

34 Ibnu Rusyd, Terjemah Bidayatul Mujtahid, (Semarang: CV. As-Sifa, 1990), 52.

35 Ibid.

Page 46: TINJAUAN SOSIOLOGI HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK JUAL …

40

panen. Jual beli demikian ini tidak sah menurut Ima>m Ma<lik,

Ima>m Sha>fi’i> dan Ima>m Ahmad. Sementara itu Abu< Hani>fah

memperbolehkannya karena memutlakkan transaksi tanpa

syarat. Ini berarti mengharuskan memetik seketika sebagaimana

jika mensyaratkan demikian itu dan pembeli harus

memetiknya.36

C. Sosiologi Hukum

1. Pengertian Sosiologi Hukum

Secara etimologi sosiologi berasal dari dua kata yakni socius (Latin)

dan logos (Yunani). Socius memiliki arti kawan, berkawan, ataupun

bermasyarakat, sedangkan logos memiliki arti ilmu atau bisa juga berarti

berbicara tentang sesuatu. Sedangkan menurut terminologi, sosiologi

diartikan sebuah ilmu yang membahas masyarakat sebagai objek kajian.

Sosiologi dapat diartikan sebagai ilmu yang mempelajari manusia yang

hidup bersama atau ilmu tentang tata cara manusia berinteraksi dengan

sesamanya sehingga tercipta hubungan timbal balik dan pembagian tugas

serta fungsinya masing-masing.37

Menurut Soerjono Soekanto sosiologi adalah ilmu tentang

masyarakat. Masyarakat sebagai objek sosiologi bersifat empiris,

realistik, dan tidak bersandae pada kebenaran spekulatif. Dalam

sosiologi, setiap kajian yang diperoleh dalam masyarakat secara

36 Henri Prasetiawan, “Jual Beli Pete Muda di Desa Selur Kecamatan Ngrayun Kabupaten

Ponorogo,” Skripsi (Ponorogo: IAIN Ponorogo, 2020), 26-27.

37 Beni Ahmad Saebani, Sosiologi Hukum, (Bandung: Pustaka Setia, 2007),9.

Page 47: TINJAUAN SOSIOLOGI HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK JUAL …

41

observatif akan menghasilkan teori yang dapat dijadikan dalil atau

pijakan bagi peneliti berikutnya.38

Anthony Giddens mengatakan bahwa sosiologi merupakan disiplin

ilmu yang telah mapan dan kuat yang bersifat normatif karena sosiologi

tidak menggali apa yang seharusnya terjadi, melainkan apa yang sedang

terjadi yang dapat disaksikan oleh semua orang sebagai ilmu

pengetahuan murni (pure science) dan bukan merupakan ilmu

pengetahuan terapan (applied science).39

Gejala sosial yang terjadi merupakan objek penting sosiologi.

Manusia sebagai pelaku sosial tidak dinilai oleh sosiologi secara

normatif, melainkan dipotret dan dibaca secara sistematis-objektif

sehingga hubungan dalam berbagai gejala sosial yang muncul akan

dengan mudah ditemukan indikator-indikatornya, yang secara

fenomenologis salah satu pihak menentukan, mempengaruhi, atau

memberi dampak pada pihak lain. Hal ini karena secara realistis, gejala

sosial dapat dikatakan sebagai penyebab munculnya realitas itu sendiri,

sedangkan dalam perspektif sosiologis, tidak ada gejala sosial tanpa

kehadiran realitasnya. Pentingnya sosiologi adalah karena realitasnya

yang sangat penting. Tanpa menggalinya secara mendalam, kehidupan

sosial dengan berbagai nuansatidak akan menjadi kenyataan ilmiah

dalam kehidupan manusia, baik individu maupun sosial.40

38 Ibid.

39 Ibid., 10.

40 Ibid., 10-11.

Page 48: TINJAUAN SOSIOLOGI HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK JUAL …

42

Hukum adalah ketentuan-ketentuan yang menjadi peraturan idup

suatu masyarakat yang bersifat mengendalikan, mencegah, mengikat dan

memaksa. Hukum diartikan pula sebagai ketentuan suatu perbuatan yang

terlarang berikut berbagai akibat (sanksi) hukum di dalamnya.41

Sosiologi hukum didefinisikan sebagai suatu cabang ilmu

pengetahuan yang secara analitis dan empiris menganalisis atau

mempelajari hubungan timbal balik antara hukum dengan gejala-gejala

sosial lainnya. Menurut Soerjono Soekanto sosiologi hukum (sociology

of law) adalah pengetahuan hukum terhadap pola perilaku masyarakat

dalam konteks sosialnya. Adapun menurut R. Otje Salman sosiologi

hukum adalah suatu cabang kajian sosiologi yang memusatkan

perhatiannya pada ihwal hukum sebagaimana terwujud sebagai bagian

dari pengalaman kehidupan masyarakat sehari-hari.42

Secara umum, sosiologi hukum berusaha memandang sistem hukum

dari sudut pandang ilmu sosial. Sosiologi hukum menilai bahwa hukum

hanya salah satu dari banyak sistem sosial yang memberi arti dan

pengaruh terhadap hukum. Meskipun di sisi lain justru sistem-sistem

sosial lain yang ada di dalam masyarakat turut memberi arti terhadap

hukum.43

Sosiologi hukum mempelajari hubungan timbal balik antara hukum

dan gejala sosial. Hukum dapat mempengaruhi tingkah laku sosial dan

41 Ibid., 12.

42 Amran Suadi, Sosiologi Hukum (Jakarta: Kencana, 2018), 3.

43 Achmad Ali dan Wiwie Heryani, Sosiologi Hukum: Kajian Empiris Terhadap

Pengadilan, (Jakarta: Kencana, 2012), 10.

Page 49: TINJAUAN SOSIOLOGI HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK JUAL …

43

sebaliknya tingkah laku sosial mempengaruhi pembentukan hukum.

Dengan demikian dapat dimengerti bahwa dalam kajian sosiologi hukum

ada unsur perubah antara masyarakat dan hukum itu sendiri.44

2. Teori Tindakan Sosial Max Weber

Max Weber dilahirkan pada 21 April 1864 di Erfurt, Thuringia,

Jerman dan meninggal di Munchen pada 14 Juni 1920. Ia merupakan

anak tertua dari delapan orang bersaudara. Max Weber menempuh

berbagai pendidikan, antara lain ekonomi, sejarah, hukum, filosofi, dan

teologi. Ia diangkat menjadi guru besar ekonomi di Freiburg pada tahun

1894 dan tahun 1896 di Heidelburg. Pokok persoalan dari sosiologi Max

Weber adalah tindakan sosial.45

Menurut Weber, tindakan sosial (social action) merupakan suatu

tindakan individu yang memiliki arti atau makna subjektif bagi dirinya

dan dikaitkan dengan orang lain. Sebaliknya, sebuah tindakan individu

yang diarahkan ke benda mati dan tanpa ada kaitannya dengan orang lain,

bukan merupakan tindakan sosial. Misalnya, tindakan orang memukul

pintu, bukan merupakan tindakan sosial. Akan tetapi, tindakan tersebut

dapat menjadi tindakan sosial apabila ternyata dibelakang pintu tersebut

berdiri seseorang, dan orang tersebut bereaksi marah karena kesakitan

terkena pintu yang terdorong akibat pukulan.46 Bagi Max Weber,

manusia melakukan sesuatu karena mereka memutuskan untuk

44 Soerjono Soekanto, Pengantar Sosiologi Hukum, (Jakarta: Bhratara Karya, 1997), 17.

45 Damsar, Pengantar Teori Sosiologi (Jakarta: Kencana, 2015), 115-116.

46 Janu Murdyatmoko, Sosiologi: Memahami dan Mengkaji Masyarakat (Bandung:

Grafindo Media Pratama, 2007), 64.

Page 50: TINJAUAN SOSIOLOGI HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK JUAL …

44

melakukan sesuatu itu untuk mencapai apa yang mereka kehendaki.

Setelah memilih sasaran, mereka memperhitungkan keadaan, kemudian

memilih tindakan.47

Ada 5 ciri pokok tindakan sosial menurut Max Weber:48

a. Jika tindakan manusia itu menurut aktornya mengandung makna

subjektif dan hal ini bisa meliputi berbagai tindakan nyata.

b. Tindakan nyata itu bisa bersifat membatin sepenuhnya.

c. Tindakan itu bisa berasal dari akibat pengaruh positif atas suatu

situasi, tindakan yang sengaja diulang, atau tindakan dalam bentuk

persetujuan secara diam-diam dari pihak manapun.

d. Tindakan itu diarahkan kepada seseorang atau kepada beberapa

individu.

e. Tindakan itu memperhatikan tindakan orang lain dan terarah kepada

orang lain itu.

Teori tindakan sosial berorientasi tujuan dan motivasi pelaku,

tidaklah berarti tertarik pada kelompok kecil, dalam hal interaksi spesifik

antar individu belaka, tetapi juga memperhatikan lintasan besar sejarah

dan perubahan sosial dan yakin bahwa cara terbaik untuk memahami

berbagai masyarakat adalah menghargai bentuk-bentuk tipikal tindakan

yang menjadi ciri khasnya.49

47 Jones, Pengantar Teori- Teori,, 117.

48 LB Wirawan, Teori-Teori Sosial dalam Tiga Paradigma (Jakarta: Kencana, t.th.), 83.

49 Jones, Pengantar Teori-Teori, 118.

Page 51: TINJAUAN SOSIOLOGI HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK JUAL …

45

Weber menyatakan bahwa tindakan sosial tidak selalu memiliki

dimensi rasional tetapi terdapat berbagai tindakan nonrasional yang

dilakukan oleh orang termasuk kaitannya dengan berbagai aspek dari

kehidupan, seperti politik, sosial dan ekonomi. Ia secara khusus

mengklasifikasikan tindakan sosial yang memiliki arti-arti subjektif

tersebut ke dalam empat tipe untuk menjelaskan makna tindakan yang

dibedakan dalam konteks motif para pelakunya:50

1) Tindakan rasional instrumental (zwekrationalitat/instrumentaly

rational action), yaitu suatu tindakan yang dilakukan berdasarkan

pertimbangan dan pilihan yang sadar dalam kaitannya dengan tujuan

suatu tindakan dan alat yang dipakai untuk meraih tujuan yang ada.

Manusia dianggap memiliki berbagai tujuan yang mungkin

diinginkannya, dan atas dasar suatu kriteria ia akan menentukan satu

pilihan. Ia lalu menilai dan memilih alat yang mungkin dapat

digunakannya untuk mencapai tujuan tersebut dengan

mempertimbangkan alternatif alat dan yang akan digunakan untuk

mencapai tujuan dan hasil yang mungkin dicapai dengan alat

tersebut.51 Misalnya, seseorang mempunyai suatu pekerjaan. Ia

memilih pekerjaan tersebut atas dasar pendidikan, kesempatan,

keterampilan, latar belakang, dan kondisi keluarga.

50 Damsar, Pengantar Sosiologi Perdesaan (Jakarta: Kencana, 2016), 12-14.

51 Murdyatmoko, Sosiologi, 65.

Page 52: TINJAUAN SOSIOLOGI HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK JUAL …

46

2) Tindakan rasional nilai (wertrationalitat/ value rational action),

yaitu tindakan dimana tujuan telah ada dalam hubungannya dengan

nilai absolut dan nilai akhir bagi individu, yang dipertimbangkan

secara sadar adalah alat mencapai tujuan. Misalnya, seseorang

membutuhkan pekerjaan, tetapi tidak semua pekerjaan ingin

diakukan sebab ia memiliki nilai dan norma yang menjadi patokan.

Oleh karena itu ia hanya memilih pekerjaan yang tidak melanggar

agama, undang-undang, dan norma masyarakat setempat.

3) Tindakan afektif (affectual action), yaitu tindakan yang didominasi

perasaan atau emosi tanpa refleksi intelektual atau perencanaan yang

sadar. Tindakan ini seringkali dilakukan tanpa perencanaan matang

dan tanpa kesadaran penuh.52 Misalnya tindakan yang dilakukan

atas dasar marah, takut, gembira, benci. Tindakan ini merupakan tipe

rasional yang sangat bermuara dalam hubungan emosi atau perasaan

yang sangat mendalam, sehingga ada hubungan khusus yang tidak

dapat diterangkan di luar lingkaran tersebut. Kondisi ini ditentukan

oleh kondisi emosi aktor.

4) Tindakan tradisional (traditional action), yaitu kebiasaan-kebiasaan

yang mendarah daging (mengakar secara turun temurun). Tindakan

tipe ini merupakan tindakan yang berdasarkan kebiasaan-kebiasaan

pada masa lalu. Seseorang melakukan tindakan hanya karena

kebiasaan tanpa menyadari alasannya atau tanpa membuat

52 Ibid.

Page 53: TINJAUAN SOSIOLOGI HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK JUAL …

47

perencanaan terlebih dahulu mengenai tujuan dan cara yang akan

digunakan. Jika orang tersebut ditanya mengapa ia melakukan

tindakan demikian, jawabannya mungkin “ini sudah kebiasaan

kami”.53

Pip Jones dalam bukunya yang berjudul “Pengantar Teori-Teori

Sosial dari Teori Fungsionalisme hingga Postmodernisme”, telah

menguraikan keempat tipe tindakan tersebut menjadi bentuk yang lebih

operasional ketika digunakan untuk memahami para pelakunya, yaitu:

a) Tindakan rasionalitas instrumental, “Tindakan ini paling efisien

untuk mencapai tujuan ini, dan inilah cara terbaik untuk

mencapainya”.

b) Tindakan rasionalitas nilai, “Yang saya tahu hanya melakukan ini”.

c) Tindakan afektif, “Apa boleh buat saya lakukan”.

d) Tindakan tradisional, “Saya melakukan ini karena saya selalu

melakukannya”.54

Jadi dalam satu tindakan yang dilakukan oleh setiap individu

maupun kelompok terdapat orientasi atau motif dan tujuan yang berbeda-

beda. Oleh karena itu, dengan melakukan pemetaan teori tindakan sosial

menjadi empat tipe tindakan ini, kita bisa memahami motif dan tujuan

dari masing-masing pelaku yang melakukan tradisi tersebut.55

53 Ibid.

54 Khusniati Rofiah dan Moh. Munir, “Jihad Harta dan Kesejahteraan Ekonomi pada

Keluarga Jamaah Tabligh: Perspektif Teori Tindakan Sosial Max Weber,” Justitia Islamica, 1 (6,

2019), 199.

55 Ibid.

Page 54: TINJAUAN SOSIOLOGI HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK JUAL …

48

D. Sosiologi Hukum Islam

1. Pengertian Sosiologi Hukum Islam

Sosiologi hukum bukanlah sesuatu hal yang baru dalam sejarah

perkembangan dan pembentukan hukum Islam, karena pada dasarnya

hukum Islam terbentuk oleh faktor-faktor tertentu yang ada dalam

masyarakatnya. Akan tetapi istilah sosiologi merupakan nomenklatur

baru dalam hukum Islam, sehingga tidaklah aneh jika hukum Islam

ditinjau dari sosiologisnya.56

Sosiologi hukum Islam (sociology of Islamic law) adalah cabang

ilmu yang mempelajari hukum Islam dalam konteks sosial, cabang ilmu

yang secara analitis dan empiris mempelajari pengaruh timbal balik

antara hukum Islam dan gejala-gejala sosial lainnya.57

Sudirman Tebba menyatakan bahwa sosiologi hukum Islam adalah

metodologi yang secara teoretis analitis dan empiris menyoroti pengaruh

gejala sosial terhadap hukum Islam. Tinjauan hukum Islam dalam

perspektif sosiologis dapat dilihat dari pengaruh hukum Islam terhadap

perubahan masyarakat muslim. Demikian juga sebaliknya pengaruh

masyarakat muslim terhadap perkembangan hukum Islam. Ia

menerapkan konsep sosiologi hukum ke dalam kajian hukum Islam.

Dengan demikian pembicaraan mengenai sosiologi hukum Islam

56 Ibid.

57 Taufan, Sosiologi Hukum Islam (Yogyakarta: Deepublish, 2016), 11.

Page 55: TINJAUAN SOSIOLOGI HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK JUAL …

49

merupakan suatu metode melihat aspek hukum Islam dari sisi perilaku

masyarakatnya.58

2. ‘Urf

a. Pengertian ‘Urf

‘Urf secara etimologi berasal dari kata ‘arafa, yu’rifu. Sering

diartikan dengan al ma’ru >f dengan arti sesuatu yang dikenal. Kata

‘urf juga terdapat dalam Alquran dengan arti “ma’ru >f” yang artinya

kebajikan (berbuat baik).59

Ulama us}u>l fiqih membedakan antara adat istiadat dengan

‘urf dalam membahas kedudukannya sebagai salah satu dalil untuk

menetapkan hukum shara’.‘Urf adalah sesuatu yang telah dikenal

oleh masyarakat dan merupakan kebiasaan di kalangan mereka baik

berupa perkataan maupun perbuatan. Adat adalah segala apa yang

telah dikenal manusia, sehingga hal itu menjadi suatu kebiasaan

yang berlaku di kehidupan mereka baik berupa perkataan atau

perbuatan.60

Sebagian ulama us}u>l fiqih, ‘urf disebut dengan adat (adat

kebiasaan). Sekalipun dalam pengertian is}tila>hi tidak ada perbedaan

antara ‘urf dengan adat. Contohnya adalah dalam jual beli salam

(pesanan) yang tidak memenuhi syarat jual beli. Menurut syarat jual

58 Fahmi, Perceraian Bawah Tangan, 99.

59 Totok Jumantoro dan Samsul Munir Amin, Kamus Ilmu Usul Fikih, (Jakarta: Amzah,

2009) 333.

60 Ibid., 334.

Page 56: TINJAUAN SOSIOLOGI HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK JUAL …

50

beli adalah pada saat jual beli dilangsungkan pihak pembeli telah

menerima uang penjualan barangnya. Sedangkan pada jual beli

salam barang yang akan dibeli itu belum ada wujudnya pada saat

akad jual beli. Tetapi karena telah menjadi adat kebiasaan dalam

masyarakat, bahkan dapat memperlancar arus jual beli, maka salam

itu diperbolehkan.61

Di antara ahli bahasa Arab ada yang menyamakan kata adat

dan ‘urf tersebut, kedua kata tersebut mutaradif (sinonim).

Seandainya kedua kata ini dirangkai dalam suatu kalimat, seperti

“hukum itu didasarkan kepada adat dan ‘urf” tidaklah berarti kata

adat dan ‘urf berbeda maksudnya meskipun digunakan kata

sambung “dan” yang bisa dipakai sebagai kata yang membedakan

antara dua kata. Karena kedua kata itu memiliki arti yang sama,

maka dalam contoh tersebut, kata ‘urf adalah sebagai penguat

terhadap kata adat.62

Perbedaan antara ‘urf dan adat dapat dilihat dari segi

kandungan artinya, yaitu adat hanya memandang dari segi berulang

kalinya suatu perbuatan dilakukan dan tidak meliputi penilaian

mengenai segi baik dan buruknya perbuatan tersebut. Jadi kata adat

berkonotasi netral, sehingga ada adat yang baik dan ada adat yang

buruk. Sementara itu kata ‘urf digunakan dengan memandang pada

61 Ibid., 334-335.

62 Zulbaidah, Ushul Fiqh 1, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2016), 147.

Page 57: TINJAUAN SOSIOLOGI HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK JUAL …

51

kualitas perbuatan yang dilakukan, yaitu diakui, diketahui, dan

diterima oleh orang banyak.63

b. Macam-Macam ‘Urf

Penggolongan macam-macam adat atau ‘urf itu dapat dilihat

dari beberapa segi berikut:

1) Dari segi materi,‘urf dibagi menjadi dua, yaitu:

a) ‘Urf qauli, yaitu kebiasaan yang berlaku

dalam penggunaan kata-kata atau ucapan.

Misalnya kata walad secara etomologi artinya

“anak” yang digunakan utuk laki-laki atau

perempuan. Berlakunya kata tersebut untuk

perempuan karena tidak ditemukannya kata

ini khusus untuk perempuan (mu’annath).

b) ‘Urf fi’li, yaitu kebiasaan yang berlaku dalam

perbuatan. Misalnya kebiasaan jual beli

barang yang enteng (murah dan kurang begitu

bernilai) transaksi antara penjual dan pembeli

cukup hanya menunjukkan barang serta serah

terima barang dan uang tanpa ucapan (akad).

63 Zulbaidah, Ushul Fiqh, 147-148.

Page 58: TINJAUAN SOSIOLOGI HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK JUAL …

52

2) Dari segi ruang lingkup penggunaanya,‘urf dibagi

menjadi dua yaitu:

a) ‘Urf umum, yaitu kebiasaan yang telah

berlaku dimana-mana, hampir di seluruh

pejuru dunia, tanpa memandang negara,

bangsa dan agama. Misalnya,

menganggukkan kepala sebagai tanda

menyetujui dan menggelengkan kepala tanda

penolakan.

b) ‘Urf khusus, yaitu kebiasaan yang dilakukan

sekelompok orang di tempat tertentu atau

pada waktu tertentu, tidak berlaku di

sembarang tempat dan di sembarang waktu.

Misalnya, bagi masyarakat tertentu

penggunaan kata “budak” dianggap

menghina, karena kata itu hanya terpakai

untuk hamba sahaya. Tetapi bagi masyarakat

lainnya kata “budak” bisa digunakan untuk

anak-anak.

3) Dari segi penilaian baik dan buruk, ‘urf dibagi

menjadi dua yaitu:

a) ‘Urf s}ah}i>h} yaitu adat yang berulang-ulang

dilakukan, diterima oleh orang banyak, tidak

Page 59: TINJAUAN SOSIOLOGI HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK JUAL …

53

bertentangan dengan agama, sopan santun,

dan budaya yang luhur. Misalnya,

mengadakan hala>l bihala>l saat hari raya.

Telah disepakati bahwa ‘urf s}ah}i>h

harus dipelihara dalam pembentukan hukum

dan pengadilan. Maka seorang mujtahid

diharuskan untuk memeliharanya ketika ia

menetapkan hukum. Begitu juga seorang

hakim harus memeliharanya ketika sedang

mengadili. Sesuatu yang telah saling dikenal

manusia meskipun tidak menjadi adat

kebiasaan, tetapi telah disepakati dan

dianggap mendatangkan kemaslahatan bagi

manusia serta selama hal itu tidak

bertentangan dengan shara’ harus

dipelihara.64

b) ‘Urf fa>sid yaitu adat yang berlaku di suatu

tempat meskipun merata pelaksanaannya,

namun bertetangan dengan agama, undang-

undang Negara dan sopan santun. Misalnya,

64 Rachmat Syafe’i, Ilmu Ushul Fiqih, (Bandung: Pustaka Setia, 2010), 129.

Page 60: TINJAUAN SOSIOLOGI HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK JUAL …

54

membunuh anak perempuan yang baru

lahir.65

Adapun ‘urf fa>sid tidak diharuskan

untuk memeliharanya, karena memeliharanya

itu berarti menentang dalil shara’ atau

membatalkan dalil shara’. Apabila manusia

saling mengerti akad-akad yang rusak, seperti

akad riba atau akad gharar, maka bagi ‘urf ini

tidak mempunyai pengaruh dalam

memperbolehkannya.66

c. Syarat-Syarat ‘Urf

Mayoritas ulama’ membedakan ‘urf dan adat. Akan tetapi

mereka tetap bersepakat untuk menyatakan bahwa adat atau ‘urf bisa

diterima sebagai salah satu patokan hukum jika memenuhi syarat-

syarat sebagai berikut:

1) Tidak bertentangan dengan shara’.

2) Tidak menyebabkan kemafsadahan dan menghilangkan

kemaslahahan.

3) Tidak berlaku umum di kalangan kaum muslim.

4) Tidak berlaku dalam ibadah mahdah.

65 Zulbaidah, Ushul Fiqh, 149-151.

66 Syafe’i, Ilmu Ushul Fiqih, 130.

Page 61: TINJAUAN SOSIOLOGI HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK JUAL …

55

5) ‘Urf tersebut sudah memasyarakat saat akan ditetapkan sebagai

salah satu patokan hukumnya.

6) Tidak bertentangan dengan sesuatu perkara yang telah

diungkapkan dengan jelas.67

d. Keh}ujjahan ‘Urf

Menanggapi masalah keh}ujjahan ‘urf para ahli hukum

berbeda pendapat, yaitu:

1) Kelompok H}anafiyyah dan Ma>likiyyah berpendapat bahwa teori

‘urf dapat dijadikan sebagai h}ujjah untuk menetapkan hukum.

2) Kelompok Sha>fi’iyyah dan H}anabillah berpendapat bahwa ‘urf

tidak bisa dijadikan sebagai h}ujjah untuk menetapkan hukum.

Adapun untuk mengetahui kedudukan ‘urf sebagai salah satu

patokan hukum, para ahli beragam dalam memeganginya

sebagai dalil hukum, yaitu:

a) Ima>m H>>>>>}ani>fah: Alquran, sunnah, ijma>’, qiya>s, istih}san, dan

‘urf.

b) Ima>m Ma>lik: Alquran, sunnah, ijma>’, qiya>s, istih}san,

istis}h}>ab, mas}lah}ah} mursalah, sad al dhari >’ah, dan ‘urf.

c) Ma>likiyyah, membagi adat atau ‘urf mejadi tiga, yaitu:

1) Yang dapat ditetapkan sebagai hukum Islam lantaran

nas}s} menunjukkan hal tersebut.

67 Muhammad Ma’sum Zein, Ushul Fiqh, (Jombang: Darul Hikmah, 2008), 129.

Page 62: TINJAUAN SOSIOLOGI HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK JUAL …

56

2) Yang mengamalkannya berarti mengamalkan yang

dilarang atau mengabaikan shara’.

3) Yang tidak dilarang dan tidak diterima lantaran tidak ada

larangan.

4) Ima>m Sha>fi’i > tidak menggunakan ‘urf sebagai dalil,

karena beliau berpegang teguh pada Alquran, sunnah,

ijma>’ dan ijtiha>d yang hanya dibatasi dengan qiyas saja.

Karena itu keputusan yang telah diambil oleh Ima>m

Shafi’i dalam wujud qaul jadi>d, merupakan suatu

penyeimbang terhadap penetapan hukumnya di Baghdad

dalam wujud qaul qadi>m.68

68 Ibid., 130-131.

Page 63: TINJAUAN SOSIOLOGI HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK JUAL …

57

BAB III

PRAKTIK JUAL BELI KETELA DENGAN SISTEM TEBASAN DI DESA

SUKOWIDI KECAMATAN PANEKAN KABUPATEN MAGETAN

A. Gambaran Umum Desa Sukowidi Kecamatan Panekan Kabupaten

Magetan

1. Keadaan Geografis

Desa Sukowidi dibabat oleh sepasang suami-istri yang bernama

Kyai Ageng Sukowati dan Nyi Mas Widiretno sekitar tahun 1819 Masehi.

Mereka merupakan pendatang baru dari Kerajaan Mataram Ngayogyakarta,

Jawa Tengah. Nama “Sukowidi” merupakan gabungan dua nama yaitu Kyai

Ageng Sukowati dan Nyi Mas Widiretno. Kata “Sukowidi” mengandung

arti tersendiri yang berarti “SUKO” artinya senang dan “WIDI” artinya

Pangeran atau Tuhan Yang Maha Esa, yang mengandung arti bahwa rakyat

daerah tersebut selalu mendekatkan diri kepada Tuhan Yang Maha Esa.1

Desa Sukowidi terletak di Kecamatan Panekan Kabupaten Magetan

memiliki luas administrasi 506,67 Ha, terdiri dari tiga dusun yaitu Dusun

Sukowidi, Dusun Sempu dan Dusun Nerang yang memiliki 3 RW (Rukun

Warga) dan 19 RT (Rukun Tetangga). Desa ini merupakan salah satu desa

yang memiliki potensi disektor pertanian yang cukup baik, ini dilihat dari

kondisi tanah yang subur ditambah dengan adanya sumber mata air yang

1 Dokumen Profil Desa Sukowidi, tahun 2020.

Page 64: TINJAUAN SOSIOLOGI HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK JUAL …

58

sangat besar. Desa Sukowidi merupakan salah satu pemasok kebutuhan

sayur mayur di Kabupaten Magetan.

Ditinjau secara klimatologis Desa Sukowidi merupakan daerah

dengan iklim tropis yang memiliki tingkat curah hujan yang tinggi. Untuk

lebih memahami kondisi Desa Sukowidi berikut adalah data mengenai

kondisi fisik Desa Sukowidi:2

a. Batas Wilayah

1) Sebelah Utara : Desa Bedagung

2) Sebelah Selatan : Desa Tapak

3) Sebelah Timur : Desa Manjung

4) Sebelah Barat : Lereng Lawu

b. Luas Desa, terdiri dari :

1) Tegal/Ladang : 68,620 Ha

2) Pemukiman : 45,380 Ha

3) Sawah irigasi : 25,400 Ha

4) Perkebunan Rakyat : 170 Ha

5) Hutan Rakyat : 125 Ha

6) Makam : 0,4000 Ha

7) Tanah Bengkok : 5,685 Ha

c. Penggunaan Tanah Untuk Fasilitas Umum:

1) Lapangan : 0,200 Ha

2) Perkantoran : 0,1000 Ha

d. Topografi

1) Dataran : 87,380 Ha

2) Perbukitan/Pegunungan : 98,890 Ha

e. Orbitasi

1) Jarak ke kecamatan: 4 KM

2 Ibid.

Page 65: TINJAUAN SOSIOLOGI HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK JUAL …

59

2) Jarak ke kabupaten: 12 KM

2. Keadaan Penduduk

Untuk melihat keadaan penduduk Desa Sukowidi dapat kita lihat

tabel sebagai berikut :3

Tabel 3.I

Jumlah Penduduk Berdasar Jenis Kelamin

No Uraian Keterangan

1 Laki-laki 1.167 Orang

2 Perempuan 1.248 Orang

3 KK 536 KK

Tabel 3.2

Jumlah Penduduk Berdasar Usia

No Uraian Orang

1 0-12 Bulan 74

2 1 Tahun 64

3 2 Tahun 60

4 3 Tahun 42

5 4 Tahun 39

6 5 Tahun 35

7 6 Tahun 45

8 7 Tahun 41

9 8 Tahun 42

10 9 Tahun 37

11 10 Tahun 44

3 Ibid.

Page 66: TINJAUAN SOSIOLOGI HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK JUAL …

60

12 11 Tahun 36

13 12 Tahun 32

14 13 Tahun 39

15 14 Tahun 37

16 15 Tahun 42

17 16 Tahun 34

18 17 Tahun 40

19 18 Tahun 42

20 19 Tahun 40

21 20 Tahun 37

22 21 Tahun 38

23 22 Tahun 40

24 23 Tahun 47

25 24 Tahun 41

26 25 Tahun ke atas 1.239

Jumlah 2.415 Orang

Tabel 3.3

Jumlah Penduduk Berdasar Mata Pencaharian

No Mata Pencaharian Jumlah Orang

1 Petani 605

2 Buruh Tani 234

3 Buruh Swasta 76

4 Pegawai Negeri 10

5 Pengrajin 95

6 Pedagang 78

Page 67: TINJAUAN SOSIOLOGI HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK JUAL …

61

7 Peternak 168

8 Montir 4

9 Penjahit 20

10 Tukang 104

3. Keadaan Pendidikan

Tingkat pendidikan masyarakat Desa Sukowidi menurut data

terakhir tahun 2020 adalah sebagai berikut:4

Tabel 3.4

Tingkat Pendidikan

No Pendidikan Jumlah Orang

1 Tidak Tamat SD 416

2 TK 23

3 SD / Sederajat 1.157

4 SLTP / Sederajat 547

5 SLTA / Sederajat 126

6 D-1 -

7 D-2 5

8 D-3 6

9 S-1 15

4 Ibid.

Page 68: TINJAUAN SOSIOLOGI HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK JUAL …

62

4. Keadaan Keagamaan

Berdasarkan data Agama, penduduk Desa Sukowidi Kecamatan

Panekan Kabupaten Magetan seluruhnya memeluk agama Islam. Hal

tersebut dapat dilihat dalam tabel berikut:5

Tabel 3.5

Jumlah Penduduk Berdasar Agama

No Uraian Keterangan

1 Islam 2.415 Orang

2 Kristen 0 Orang

Adapun jumlah sarana peribadatan di Desa Sukowidi Kecamatan

Panekan Kabupaten Magetan yaitu:

a. Masjid : 4

b. Musholla : 26

5. Keadaan Sosial Ekonomi

Penduduk Desa Sukowidi memiliki beberapa organisasi sosial dan

ekonomi diantaranya:

a. Organisasi gotong royong 19 lembaga.

b. Organisasi pemuda 1 Lembaga.

c. Organisasi HIPPA (Himpunan Petani Pemakai Air) dan Kelompok

Tani sebanyak 6 Lembaga.

d. UPK (Unit Pengelola Keuangan) 1 unit dengan 254 anggota.

5 Ibid.

Page 69: TINJAUAN SOSIOLOGI HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK JUAL …

63

e. Gapoktan (Gabungan Kelompok Tani) 1 unit dengan 145 anggota.

f. Kelompok Simpan Pinjam / Gotong Royong sebanyak 59 kelompok.

Dari segi ekonomi, penduduk Desa Sukowidi memiliki beberapa

mata pencaharian diantaranya petani, peternak, tukang, pedagang dan lain-

lain. Namun potensi yang paling besar adalah di sektor pertanian. Hal

tersebut dilihat dari kondisi tanah yang subur dan potensi sumber mata air

yang besar. Desa Sukowidi merupakan salah satu pemasok kebutuhan sayur

mayur di Kabupaten Magetan. Hasil dari lahan pertanian diantaranya padi,

jagung, ketela, sayur-sayuran dan lain-lain. Sarana yang digunakan petani di

Desa Sukowidi masih menggunakan peralatan tradisional. Petani sebagian

besar belum memiliki pengetahuan tentang sistem pertanian modern untuk

mendapatkan hasil yang efektif dan efisien. Mengenai keadaan ekonomi,

untuk lebih jelasnya berikut paparan data penduduk berdasarkan mata

pencaharian:6

Tabel 3.6

Jumlah Penduduk Berdasar Mata Pencaharian

No Mata Pencaharian Jumlah Orang

1 Petani 605

2 Buruh Tani 234

3 Buruh Swasta 76

4 Pegawai Negeri 10

5 Pengrajin 95

6 Ibid.

Page 70: TINJAUAN SOSIOLOGI HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK JUAL …

64

6 Pedagang 78

7 Peternak 168

8 Montir 4

9 Penjahit 20

10 Tukang 104

B. Tindakan Petani pada Praktik Jual Beli Ketela dengan Sistem Tebasan

di Desa Sukowidi Kecamatan Panekan Kabupaten Magetan

Praktik jual beli ketela dengan sistem tebasan di Desa Sukowidi

Kecamatan Panekan Kabupaten Magetan dilakukan dengan cara petani

menawarkan ketela yang masih di dalam tanah dan belum siap panen kepada

pemborong. Pemborong menawar harga ketela dengan cara taksiran sampai

adanya kesepakatan dengan petani. Tidak ada kesepakatan mengenai waktu

pemanena ketela. Penyerahan hasil panen tersebut dilakukan setelah ketela

di jual ke pasar oleh pemborong.

Ketika penjualan di pasar melebihi dari kesepakatan awal maka itu

menjadi keuntungan pemborong. Sebaliknya, jika penjualan di pasar kurang

dari kesepakatan awal maka yang diberikan kepada petani adalah sesuai

penjualan di pasar. Dari praktik jual beli tersebut tampak pihak pemborong

siap untung tetapi tidak siap rugi sementara pihak petani siap rugi tetapi

untung belum pasti. Hal tersebut dikarenakan perubahan harga yang

berbeda saat terjadi kesepakatan dengan pemborong. Akan tetapi pihak

petani merasa sudah mempercayakan sepenuhnya ketela tersebut kepada

Page 71: TINJAUAN SOSIOLOGI HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK JUAL …

65

pemborong karena petani tidak perlu repot dalam memanen ketela meskipun

terpaksa dan merugikan.

Seperti pengalaman Bapak Sugito saat menebas ketela kepada

pemborong:

Saya melakukan kesepakatan harga kepada pemborong yang

menawarkan harga tertinggi. Setelah sepakat kemudian saya

mempercayakan waktu pemanenan dan penjualan di pasar kepada

pemborong tersebut, karena saya menganggap bahwa pemborong

adalah orang yang berpengalaman. Waktu itu saya pernah

mengalami kerugian, saya ditawari dengan harga Rp. 3.500.000

saya menyepakatinya dan ternyata harga di pasar jauh lebih murah,

yaitu Rp 2.800.000 jadi saya mau tidak mau menerimanya.

Sejujurnya saya terpaksa tapi mau gimana lagi karena hal tersebut

sudah menjadi kebiasaan dan menjadi kebutuhan pemborong untuk

membiayai buruh yang bekerja memanen ketela. Dengan

melakukan sistem tebasan pun saya rasa lebih simpel karena saya

bisa menerima hasil tanpa repot walaupun saya dirugikan.7

Menurut Ibu Nurul jual beli dengan model tersebut adalah sesuatu

yang maklum dan merasa empati jika pemborong mengalami kerugian.

Jika harga di pasar berbeda dari kesepakatan maka saya dapat

memakluminya karena harga di pasar bisa naik juga bisa turun.

Apabila harga tersebut naik saya menggapa bahwa itu keuntungan

untuk pemborong. Kalau harganya turun maka itu sudah biasa saya

juga tidak menyesalinya. Saya juga merasa kasihan kalau

pemborong mengalami kerugian ketika membeli ketela saya. Saya

juga merasa tidak direpotkan oleh pemborong.8

Perubahan harga dalam menjual ketela memang tak bisa

dihindarkan. Pihak petani lebih memilih untuk berlapang dada. Salah satu

alasannya yaitu petani ingin menjaga kerukunan dengan pemborong. Seperti

yang dikatakan oleh Bapak Supardi:

7 Sugito, Hasil Wawancara, Magetan, 15 Juli 2020.

8 Nurul, Hasil Wawancara, Magetan, 15 Juli 2020.

Page 72: TINJAUAN SOSIOLOGI HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK JUAL …

66

Saya hanya mengira-ngira harga ketela saya di sawah. Jadi ketika

ada pemborong yang ingin membeli ketela saya, saya sudah

memperkirakan hasil panenannya ketika di jual kembali ke pasar.

Saya menyadari perdagangan merupakan suatu teka-teki jadi

walaupun saya sudah memiliki perkiraan harga sendiri hal tersebut

mungkin saja meleset. Saya sering mengalami perubahan harga

ketika menebas ketela, tapi saya tidak ingin memperkeruh masalah

karena saya ingin tetap rukun dengan siapapun termasuk

pemborong.9

Sama halnya dengan Bapak Supardi, Ibu Suparni juga menganggap

perubahan harga tersebut sebagai amal. Tugas seorang petani adalah

merawat tanaman dengan sebaik-baiknya. Masalah hasil sudah ada yang

menentukan.

Ketika saya menebaskan ketela ke pemborong, saya menyerahkan

semuanya ke pemborong baik hasil panen maupun harga saat di jual

lagi ke pasar. Hal yang saya tekankan sebagai petani adalah merawat

tanaman dengan sebaik mungkin masalah hasil sudah ada yang

mengatur. Termasuk dalam hal ini jika harga ketela turun dari

kesepakatan awal saya anggap itu sebagai amal saya kepada

pemborong. Saya menyadari saat pemborong menawar ketela saya,

ia juga mengharapkan hasil yang menguntungkan dan membiayai

pemanenan ketela.10

Sementara itu Ibu Surati menyadari bahwa jual beli ini

merugikannya dan tidak sesuai shari>ah Islam. Akan tetapi menurutnya disini

ada unsur saling membutuhkan dan sudah menjadi budaya masyarakat

sekitar:

Jual beli ketela dengan sistem tebasan saya rasa memang merugikan

petani khususnya saya karena harga yang berubah dari kesepakatan

awal. Tapi mau bagaimana lagi saya membutuhkan pemborong

untuk membeli ketela saya dan saya yakin pemborong juga

membutuhkan barang dagangan. Jadi disini kita sama-sama

membutuhkan. Saya kira mungkin jual beli ini tidak sah menurut

Islam namun hal ini sudah menjadi budaya masyarakat sekitar.11

9 Supardi, Hasil Wawancara, Magetan, 17 Juli 2020

10 Suparni, Hasil Wawancara, Magetan, 15 Juli 2020.

11 Surati, Hasil Wawancara, Magetan, 17 Juli 2020.

Page 73: TINJAUAN SOSIOLOGI HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK JUAL …

67

Dari wawancara tersebut, pihak petani menyadari jual beli ketela

dengan sistem tebasan di Desa Sukowidi Kecamatan Panekan Kabupaten

Magetan merugikan pihak petani dan tidak sesuai menurut shari>ah Islam.

Akan tetapi jual beli dengan sistem tersebut sudah menjadi kebiasaan yang

dilakukan masyarakat sekitar. Petani merasa lebih simpel, mereka tinggal

menerima hasil penjualan tanpa perlu repot memanen ketela dan membawa

ke pasar. Mereka juga memaklumi harga di pasar bisa naik bisa juga turun.

Selain itu jika perubahan harga ini diperselisihkan, akan terjadi

ketidakrukunan antar sesama. Petani memilih menerima untuk menjaga

kerukunan dan menjadikan kelebihan harga sebagai amal.

C. Tindakan Pemborong pada Praktik Jual Beli Ketela dengan Sistem

Tebasan di Desa Sukowidi Kecamatan Panekan Kabupaten Magetan

Praktik jual beli ketela dengan sistem tebasan di Desa Sukowidi

Kecamatan Panekan Kabupaten Magetan dilakukan dengan cara petani

menawarkan ketela yang masih di dalam tanah dan belum siap panen kepada

pemborong. Pemborong menawar harga ketela dengan cara mengambil

sampel ketela di beberapa titik untuk melihat kualitas ketela dikalikan harga

saat itu dan dikurangi biaya pemanenan. Oleh karena harga dan bobot yang

tak pasti, penjualan saat di pasar bisa naik juga bisa turun. Pemborong

mengharapkan penjualannya naik karena ia juga membiayai pekerja saat

pemanenan ketela. Oleh karena itu, jika harga saat di pasar melebihi dari

kesepakatan awal maka yang hasil yang diberikan kepada petani adalah

Page 74: TINJAUAN SOSIOLOGI HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK JUAL …

68

sesuai harga pasar dan jika harga di pasar kurang dari kesepakatan maka

hasil yang diberikan petani adalah sesuai dari kesepakatan awal.

Seperti pengalaman Bapak Ruri sebagai berikut:

Setelah terjadi kesepakatan harga dengan petani, saya akan mengira-ngira

waktu ketela tersebut untuk layak dipanen untuk kemudian saya jual lagi

kepasar. Pemborong itu bisa untung bisa rugi setelah ketela tersebut dijual

ke pasar. Hal tersebut karena bobot dan harga yang tak pasti. Jika harganya

naik maka itu menjadi keuntungan saya, karena dalam proses pemanenan

ketela saya juga mempekerjakan orang. Sebaliknya, jika harganya turun

maka yang saya kasihkan ke petani adalah harga pasar karena saya tidak

mau rugi.12

Ibu Waki juga mengatakan hal yang sama, Ibu Waki juga

mengatakan model jual beli tersebut sudah menjadi adat kebiasaan: “Harga

saat di pasar berbeda dengan kesepakatan menurut saya adalah hal yang

umum karena harga di pasar tidak bisa dipastikan. Saya pribadi sebenarnya

tidak ingin terlalu merugikan petani tetapi bagaimana lagi hal tersebut sudah

biasa”.13

Sementara itu menurut Bapak Mudzakir, ketika petani menyepakati

harga pemborong itu artinya ketela tersebut sudah dipasrahkan. Petani

tinggal menunggu hasil sementara pemborong memanen dan menjual ketela

tersebut ke pasar. Jadi ketika pemborong tidak ingin rugi itu juga wajar.

Menurutnya, pihak pemborong berhak mendapatkan keuntungan baik untuk

dirinya sendiri, pekerja dan keperluan dalam memanen ketela:

Ketika petani menyepakati harga saya anggap masalah penjualan

ketela sudah dipasrahkan ke saya. Dengan kata lain, ketela ini adalah

milik saya. Masalah harga di pasar naik atau turun dari kesepakatan,

itu sesuatu yang wajar, namanya juga perdangangan. Petani kan

hanya menerima hasil dari penjualan ketela di pasar tanpa ikut serta

12 Ruri, Hasil Wawancara, Magetan, 15 Juli 2020.

13 Waki, Hasil Wawancara, Magetan, 15 Juli 2020.

Page 75: TINJAUAN SOSIOLOGI HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK JUAL …

69

dalam pemanenannya. Kita disini tarik menarik, petani hanya ingin

mendapatkan hasil dan saya mendapatkan keuntungan. Jadi dalam

sistem jual beli ini, saya berhak mendapatkan keuntungan baik untuk

diri saya sendiri, pekerja dan konsumsi dalam memanen ketela.14

Dari hasil wawancara tersebut, pihak pemborong merasa sudah

diberi kepercayaan untuk memanen ketela petani. Petani dianggap tinggal

menerima hasilnya sementara pemborong yang bekerja dalam memanen

ketela sampai membawanya ke pasar. Jadi pihak pemborong merasa ingin

mendapatkan keuntungan. Mereka menyadari bahwa dalam sistem jual beli

ini petani bisa dirugikan tetapi hal ini sudah dianggap biasa oleh masyarakat

Desa Sukowidi Kecamatan Panekan Kabupaten Magetan.

14 Mudzakir, Hasil Wawancara, Magetan, 16 Juli 2020.

Page 76: TINJAUAN SOSIOLOGI HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK JUAL …

70

BAB IV

ANALISIS SOSIOLOGI HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK JUAL

BELI KETELA DENGAN SISTEM TEBASAN DI DESA SUKOWIDI

KECAMATAN PANEKAN KABUPATEN MAGETAN

A. Analisis Sosiologi Hukum Islam Terhadap Tindakan Petani pada Praktik

Jual Beli Ketela dengan Sistem Tebasan di Desa Sukowidi Kecamatan

Panekan Kabupaten Magetan

Sosiologi hukum Islam adalah cabang ilmu yang mempelajari

hukum Islam dalam konteks sosial, cabang ilmu yang secara analitis dan

empiris mempelajari pengaruh timbal balik antara hukum Islam dan gejala-

gejala sosial lainnya.1

Hubungan timbal balik antara hukum Islam dan masyarakatnya

dapat dilihat pada orientasi masyarakat muslim dalam menerapkan hukum

Islam. Selain itu bisa ditilik dari perubahan hukum Islam karena perubahan

masyarakatnya, serta perubahan masyarakat muslim yang disebabkan oleh

berlakunya ketentuan baru dalam hukum Islam.2

Praktik jual beli ketela yang dilakukan masyarakat Desa Sukowidi

Kecamatan Panekan Kabupaten Magetan merupakan jual beli ijon atau

muh}a>d}arah. Jual beli ijon atau muh}a>d}arah merupakan salah satu jual beli yang

dilarang dalam Islam. Jual beli ini menggunakan sistem tebasan. Artinya

1 Taufan, Sosiologi Hukum Islam, 11.

2 Fahmi, Perceraian Bawah Tangan, 100.

Page 77: TINJAUAN SOSIOLOGI HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK JUAL …

71

pemborong membeli seluruh ketela tersebut dengan pembayaran

ditangguhkan. Jual beli ini juga merugikan petani dikarenakan perubahan

harga yang berbeda dari kesepakatan awal. Meskipun merugikan dan tidak

sesuai menurut hukum Islam jual beli ini tetap dilakukan oleh masyarakat Desa

Sukowidi Kecamatan Panekan Kabupaten Magetan.

Untuk mengetahui motif dan tujuan petani dalam praktik jual beli

ketela dengan sistem tebasan penulis menggunakan teori tindakan sosial Max

Weber. Diitinjau dari teori tindakan sosial Max Weber, tindakan petani pada

praktik jual beli ketela dengan sistem tebasan di Desa Sukowidi Kecamatan

Panekan Kabupaten Magetan dapat dijelaskan sebagai berikut:3

1. Tindakan rasional instrumental (zwekrationalitat/instrumentaly rational

action), yaitu suatu tindakan yang dilakukan berdasarkan pertimbangan

dan pilihan yang sadar dalam kaitannya dengan tujuan suatu tindakan

dan alat yang dipakai untuk meraih tujuan yang ada. Manusia dianggap

memiliki berbagai tujuan yang mungkin diinginkannya, dan atas dasar

suatu kriteria ia akan menentukan satu pilihan. Ia lalu menilai dan

memilih alat yang mungkin dapat digunakannya untuk mencapai tujuan

tersebut dengan mempertimbangkan alternatif alat dan yang akan

digunakan untuk mencapai tujuan dan hasil yang mungkin dicapai

dengan alat tersebut.4

3 Damsar, Pengantar Sosiologi Perdesaan, 12-14.

4 Murdyatmoko, Sosiologi, 65.

Page 78: TINJAUAN SOSIOLOGI HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK JUAL …

72

Petani telah mempertimbangkan dalam melakukan praktik jual

beli ketela dengan sistem tebasan. Mereka menyadari bahwa sistem ini

memang merugikan. Akan tetapi petani memiliki tujuan yang

dinginkan. Tujuan tersebut adalah petani merasa lebih simpel dalam

memperoleh hasil dari penanaman ketela. Cara ini dianggap lebih

efisien daripada petani memanen ketela dan menjualnya sendiri. Petani

menyerahkan pemanenan dan penjualan ketela kepada pemborong.

Mereka tidak perlu repot dalam memanen ketela dan tinggal menunggu

hasil penjualan.

2. Tindakan rasional nilai (wertrationalitat/ value rational action), yaitu

tindakan dimana tujuan telah ada dalam hubungannya dengan nilai

absolut dan nilai akhir bagi individu, yang dipertimbangkan secara sadar

adalah alat mencapai tujuan.

Petani telah mempercayakan ketela kepada pemborong saat

terjadi kesepakatan. Mereka juga memaklumi jika harga di pasar bisa

naik juga bisa turun. Hal tersebut karena bobot dan harga ketela yag

tidak bisa dipastikan. Menurutnya, tugas petani adalah merawat

tanaman dengan sebaik-baiknya. Masalah hasil sudah ada yang

menentukan. Petani menganggap keuntungan pemborong adalah amal

baginya.

3. Tindakan afektif (affectual action), yaitu tindakan yang didominasi

perasaan atau emosi tanpa refleksi intelektual atau perencanaan yang

sadar. Tindakan ini seringkali dilakukan tanpa perencanaan matang dan

Page 79: TINJAUAN SOSIOLOGI HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK JUAL …

73

tanpa kesadaran penuh.5 Tindakan ini merupakan tipe rasional yang

sangat bermuara dalam hubungan emosi atau perasaan yang sangat

mendalam, sehingga ada hubungan khusus yang tidak dapat diterangkan

di luar lingkaran tersebut. Kondisi ini ditentukan oleh kondisi emosi

aktor.

Dalam melakukan praktik jual beli ketela dengan sistem

tebasan, petani juga didominasi oleh emosi atau perasaan. Meskipun

merugikan, petani tetap berlapang dada. Petani hanya ingin menjaga

kerukunan dengan pemborong dan tidak mempermasalahkan sistem ini.

4. Tindakan tradisional (traditional action), yaitu kebiasaan-kebiasaan

yang mendarah daging (mengakar secara turun temurun). Tindakan tipe

ini merupakan tindakan yang berdasarkan kebiasaan-kebiasaan pada

masa lalu. Seseorang melakukan tindakan hanya karena kebiasaan tanpa

menyadari alasannya atau tanpa membuat perencanaan terlebih dahulu

mengenai tujuan dan cara yang akan digunakan.6 Sesuatu yang sudah

berlaku dan menjadi tradisi di masyarakat cenderung dianggap benar.

Dalam proses wawancara hampir seluruh petani mengatakan

bahwa sistem jual beli ini sudah menjadi kebiasaan masyarakat Desa

Sukowidi Kecamatan Panekan Kabupaten Magetan. Sistem jual beli ini

tidak dapat dihindarkan oleh masyarakat setempat. Hal ini karena

mereka sudah terbiasa melakukannya meskipun merugikan dan tidak

5 Ibid.

6 Ibid.

Page 80: TINJAUAN SOSIOLOGI HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK JUAL …

74

sesuai menurut hukum Islam. Untuk itu praktik jual beli ini termasuk

‘urf yang tidak baik dan tidak diterima karena bertentangan dengan

shara’.

Jika dilihat dari segi penilaian, tindakan petani pada praktik

jual beli ketela dengan sistem tebasan di Desa Sukowidi Kecamatan

Panekan Kabupaten Magetan termasuk ‘urf fa >sid. ‘Urf fa>sid yaitu adat

yang berlaku di suatu tempat meskipun merata pelaksanaannya, namun

bertetangan dengan agama.7 Petani dalam hal ini menjual ketela saat

masih di dalam tanah dan belum siap panen. Jual beli tersebut termasuk

dalam jual beli muh}a>d}arah atau ijon yang merupakan salah satu bentuk

jual beli yang dilarang dalam Islam.

B. Analisis Sosiologi Hukum Islam Terhadap Tindakan Pemborong pada

Praktik Jual Beli Ketela dengan Sistem Tebasan di Desa Sukowidi

Kecamatan Panekan Kabupaten Magetan

Tindakan sosial (social action) merupakan suatu tindakan individu

yang memiliki arti atau makna subjektif bagi dirinya dan dikaitkan dengan

orang lain. Manusia melakukan sesuatu karena mereka memutuskan untuk

melakukan sesuatu itu untuk mencapai apa yang mereka kehendaki. Setelah

memilih sasaran, mereka memperhitungkan keadaan, kemudian memilih

tindakan.8

7 Zulbaidah, Ushul Fiqh, 151.

8 Jones, Pengantar Teori- Teori,, 117.

Page 81: TINJAUAN SOSIOLOGI HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK JUAL …

75

Praktik jual beli ketela dengan sistem tebasan merupakan tindakan

sosial dimana tindakan petani yang berkaitan dengan pemborong ataupun

sebaliknya. Petani dan pemborong melakukan sistem jual beli yang telah

dipaparkan memiliki tujuan tersendiri. Termasuk juga pihak pemborong.

Tindakan pemborong yang melakukan perubahan harga juga memiliki motif

dan tujuan tertentu.

Ditinjau teori tindakan sosial Max Weber, tindakan pemborong

dapat dijelaskan sebagai berikut:

1. Tindakan rasional instrumental (zwekrationalitat/instrumentaly rational

action). Tindakan ini merupakan suatu tindakan sosial yang dilakukan

seseorang didasarkan atas pertimbangan dan pilihan sadar yang

berhubungan dengan tujuan tindakan itu dan ketersediaan alat yang

dipergunakan untuk mencapainya.9

Tindakan pemborong yang melakukan perubahan harga telah

melalui pertimbangan. Pemborong dalam hal ini ingin mendapatkan

keuntungan. Harga ketela saat kesepakatan dan di pasar tidak bisa di

pastikan. Untuk mendapatkan keuntungan, pemborong memberikan

kepada petani harga ketela saat penjualan di pasar turun dan apabila

harga naik, harga yang diberikan kepada petani adalah harga saat

kesepakatan awal.

9 Tanpa nama, “Teori Tindakan Sosial Max Weber,” dalam

https://diglib.uinsby.ac.id///5932/5/Bab%202.pdf/, (diakses pada tanggal 10 Agustus 2020, jam

7.09).

Page 82: TINJAUAN SOSIOLOGI HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK JUAL …

76

2. Tindakan afektif (affectual action). Menurut teori ini, berlangsungnya

sebuah tindakan atau perilaku ditentukan oleh kondisi dan orientasi

emosional si pelaku. Disini kita akan melihat bagaimana sikap

emosional ini memiliki peran penting terhadap para pelaku.10

Berdasarkan wawancara dengan pemborong, ketika petani

menyepakati harga mereka menganggap masalah penjualan ketela sudah

dipasrahkan kepada pemborong. Dalam melakukan pemanenan ketela,

pemborong merasa sudah diberi kepercayaan untuk memanen ketela

petani. Petani dianggap tinggal menerima hasilnya sementara

pemborong yang bekerja dalam memanen ketela. Artinya, pemborong

telah membantu petani dalam memanen ketela.

3. Tindakan tradisional (traditional action), yaitu menurut teori ini semua

tindakan ditentukan oleh kebiasaan-kebiasaan yang sudah mengakar

secara turun-temurun dan tetap dilestarikan dari satu generasi ke

generasi selanjutnya.11

Berdasarkan wawancara dengan pemborong, mereka juga

menyadari bahwa dalam sistem jual beli ini petani bisa dirugikan

dikarenakan perubahan harga yang berbeda pada saat kesepakatan awal.

Pemborong tetap melakukan sistem jual beli yang sudah dipaparkan

karena hal ini sudah dianggap biasa oleh masyarakat Desa Sukowidi

Kecamatan Panekan Kabupaten Magetan.

10 Muhlis dan Norkholis, “Analisis Tindakan Sosial Max Weber dalam Tradisi

Pembacaan Kitab Mukhtashar Al-Bukhari (Studi Living Hadis),” Jurnal Living Hadis, 2 (10,

2016), 252.

11 Ibid.

Page 83: TINJAUAN SOSIOLOGI HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK JUAL …

77

Jika dilihat dari segi penilaian, tindakan pemborong pada

praktik jual beli ketela dengan sistem tebasan di Desa Sukowidi

Kecamatan Panekan Kabupaten Magetan termasuk ‘urf fa>sid. ‘Urf fa>sid

ialah kebiasaan yang tidak baik karena bertentangan dengan shara’.12

Pemborong dalam hal ini melakukan kebiasaan yang bertentangan

dengan shara’ yaitu melakukan jual beli muh}a>d}arah dikarenakan ketela

saat dibeli masih di dalam tanah dan belum siap panen. Selain itu

kebiasaan tidak ingin rugi dengan melakukan perubahan harga pada

transaksi jual beli ketela dengan sistem tebasan juga merupakan

kebiasaan yang tidak sesuai dengan shara’ dikarenakan merugikan salah

satu pihak yaitu petani.

12 Ahmad Sanusi dan Sohari, Ushul Fiqh, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 2017), 83.

Page 84: TINJAUAN SOSIOLOGI HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK JUAL …

78

BAB V

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Dari analisis yang telah dipaparkan, maka dapat diambil kesimpulan

bahwa:

1. Tindakan petani pada praktik jual beli ketela dengan sistem tebasan di

Desa Sukowidi Kecamatan Panekan Kabupaten Magetan memiliki

beberapa faktor yaitu Pertama, Faktor ekonomi. Petani merasa lebih

simpel dalam memperoleh hasil dari penanaman ketela. Mereka tidak

perlu repot memanen dan menjual ketela ke pasar. Petani menyerahkan

pemanenan dan penjualan ketela kepada pemborong dan tinggal

menunggu hasil penjualan. Kedua, Faktor nilai agama. Petani menyadari

penjualan di pasar bisa naik juga bisa turun. Jika pemborong mengambil

keuntungan dari penjualan ketela, petani menaggap keuntungan tersebut

sebagai amal. Ketiga, Faktor emosional (perasaan). Petani tetap

berlapang dada ketika menerima hasil yang tidak sesuai dengan

kesepakatan. Meskipun kecewa, petani tidak ingin memperuncing

masalah. Petani hanya ingin menjaga kerukunan dengan pemborong.

Keempat, Faktor kebiasaan. Petani menyadari praktik jual beli ketela

dengan sistem tebasan memang merugikan dan dilarang dalam Islam.

Praktik jual beli ini tetap dilakukan karena sudah menjadi kebiasaan

masyarakat setempat. Tindakan petani pada praktik jual beli ketela

dengan sistem tebasan di Desa Sukowidi Kecamatan Panekan

Page 85: TINJAUAN SOSIOLOGI HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK JUAL …

79

Kabupaten Magetan termasuk ‘urf fasid. Petani dalam hal ini menjual

ketela saat masih di dalam tanah dan belum siap panen. Jual beli tersebut

termasuk dalam jual beli muh}a>d}arah atau ijon yang merupakan salah

satu bentuk jual beli yang dilarang dalam Islam.

2. Tindakan pemborong pada praktik jual beli ketela dengan sistem

tebasan di Desa Sukowidi Kecamatan Panekan Kabupaten Magetan

memiliki beberapa faktor yaitu Pertama, Faktor ekonomi. Pemborong

ingin mendapatkan keuntungan dalam penjualan ketela karena

pemborong yang memanen dan menjual ketela ke pasar. Kedua, Faktor

emosional (perasaan). Pemborong merasa telah membantu petani dalam

memanen ketela. Petani dianggap tinggal menerima hasilnya sementara

pemborong yang bekerja dalam memanen ketela. Ketiga, Faktor

kebiasaan. Pemborong juga menyadari bahwa dalam sistem jual beli ini

petani bisa dirugikan. Pemborong tetap melakukan sistem jual beli ini

karena sudah dianggap biasa oleh masyarakat Desa Sukowidi

Kecamatan Panekan Kabupaten Magetan. Tindakan pemborong pada

praktik jual beli ketela dengan sistem tebasan di Desa Sukowidi

Kecamatan Panekan Kabupaten Magetan termasuk ‘urf fasid.

Pemborong dalam hal ini melakukan kebiasaan yang bertentangan

dengan shara’ yaitu melakukan jual beli muh}a>d}arah dikarenakan ketela

saat dibeli masih di dalam tanah dan belum siap panen. Selain itu

kebiasaan tidak ingin rugi dengan melakukan perubahan harga pada

transaksi jual beli ketela dengan sistem tebasan juga merupakan

Page 86: TINJAUAN SOSIOLOGI HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK JUAL …

80

kebiasaan yang tidak sesuai dengan shara’ dikarenakan merugikan salah

satu pihak yaitu petani.

B. SARAN

1. Bagi petani sebaiknya menjual tanaman hasil pertanian dalam keadaan

siap panen agar terhindar dari jual beli ijon atau muh}a>d}arah yang

dilarang dalam Islam.

2. Bagi pemborong sebaiknya menjelaskan keuntungan serta kebutuhan

dalam memanen kepada petani agar terciptanya keterbukaan antara

petani dan pemborong.

3. Bagi petani dan pemborong sebaiknya melakukan perjanjian terlebih

dahulu sebelum tanaman di bawa ke pasar. Perjanjian tersebut berisi

pembagian prosentase antara petani dan pemborong mengenai hasil

penjualan di pasar.

Page 87: TINJAUAN SOSIOLOGI HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK JUAL …

DAFTAR PUSTAKA

Referensi Buku:

Ali, Achmad dan Wiwie Heryani. Sosiologi Hukum: Kajian Empiris

Terhadap Pengadilan. Jakarta: Kencana, 2012.

Anggito, Albi dan Johan Setiawan. Metodologi Penelitian Kualitatif.

Sukabumi: CV Jejak, 2018.

Al-Asqalani, Al Hafizh Ibnu Hajar. Terjemahan Lengkap Bulughul

Maram, terj. Abdul Rosyad Siddiq. Jakarta:Akar Media, 2012.

Al Ghozzi, Ibnu Qasim. Fathul Qarib, terj. Bahrudin Fuad. Kediri: Mobile

Santri, t.th.

Damsar. Pengantar Teori Sosiologi. Jakarta: Kencana, 2015.

---------. Pengantar Sosiologi Perdesaan. Jakarta: Kencana, 2016.

Departemen Agama Republik Indonesia. Al Qur’an dan Terjemahnya.

Bandung: Sygma Examedia, 2007.

Dokumen Profil Desa Sukowidi, tahun 2020.

Efendi, Jonaedi dan Johny Ibrahim. Metode Penelitian Hukum Normatif

dan Empiris. Depok: Prenandamedia Group, 2016.

Ghazaly, Abdul Rahman. Fiqh Muamalat, et. al. Jakarta: Kencana, 2010.

Haroen, Nasrun. Fiqh Muamalah. Jakarta: Gaya Media Pratama, 2000.

Harun. Fiqh Muamalah. Surakarta: Muhammadiyah University Press,

2017.

Hernimawati. Model Implementasi Kebijakan Penataan Reklame.

Surabaya: Jakad Publishing, 2018.

Idri. Hadis Ekonomi: Ekonomi dalam Perspektif Hadis Nabi. Jakarta:

Kencana, 2015.

Jones, Pip, et. al. Pengantar Teori-Teori Sosial dari Teori Fungsionalisme

Hingga Postmodernisme, terj.Achmad Fedyani Saifudin.

Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2016.

Page 88: TINJAUAN SOSIOLOGI HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK JUAL …

Jumantoro, Totok dan Samsul Munir Amin. Kamus Ilmu Usul Fikih.

Jakarta: Amzah, 2009.

Kementerian Agama Republik Indonesia. Al Qur’an Terjemah Perkata

Asbabun Nuzul dan Tafsir Bil Hadits. Bandung: Semesta Al

Qur’an., 2013.

Kementerian Agama Republik Indonesia. Al-Qur’an Terjemah dan

Tajwid. Bandung: Sygma Creative Media, 2014.

Murdyatmoko, Janu. Sosiologi:Memahami dan Mengkaji Masyarakat.

Bandung: Grafindo Media Pratama, 2007.

Mustajab. Masa Depan Pesantren:Telaah atas Model Kepemimpinan dan

Manajeman Pesantren Salaf. Yogyakarta: LKIS Yogyakarta, 2015.

Nurdin, Ismail dan Sri Hartati. Metodologi Penelitian Sosial.

Surabaya: Media Sahabat Cendekia, 2019.

Rivai, Veithzal dan Antoni Nizar Usman. Islamic Economics dan Finance:

Ekonomi dan Keuangan Islam Bukan Alternatif Tetapi Solusi.

Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Rukajat, Ajat. Pendekatan Penelitian Kualitatif. Sleman: Deepublish,

2018.

Rukin. Metodologi Penelitian Kualitatif. Takalar: Yayasan Ahmar

Cendekia Indonesia, 2019.

Ruswandi, Agus. Al Islam III. Bandung: UNINUS, 2015.

Rusyd, Ibnu. Terjemah Bidayatul Mujtahid. Semarang: CV. As-Sifa.

Saebani, Beni Ahmad. Sosiologi Hukum. Bandung: Pustaka Setia, 2007.

Sanusi, Ahmad dan Sohari. Ushul Fiqh. Jakarta: RajaGrafindo Persada,

2017.

Sarwat, Ahmad. Fiqih Jual Beli. Jakarta:Rumah Fiqih Publishing, 2018.

Soekanto, Soerjono. Pengantar Sosiologi Hukum. Jakarta: Bhratara Karya,

1997.

Suadi, Amran. Sosiologi Hukum. Jakarta: Kencana, 2018.

Page 89: TINJAUAN SOSIOLOGI HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK JUAL …

Syafe’i, Rachmat. Ilmu Ushul Fiqih..Bandung: Pustaka Setia, 2010.

Taufan. Sosiologi Hukum Islam. Yogyakarta:Deepublish. 2016.

Turner, Bryan S. Teori Sosial dari Klasik Sampai Post Modernisme.

Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2012.

Waluya, Bagja. Sosiologi Menyelami Fenomena Sosial di Masyarakat.

Bandung: Setia Purna Inves, 2007.

Wibowo, Wahyu. Cara Cerdas Menulis Artikel Ilmiah, Jakarta: Buku

Kompas, 2011.

Wirawan, LB. Teori-Teori Sosial dalam Tiga Paradigma. Jakarta:

Kencana, t.th.

Yusuf, Muri. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan Penelitian

Gabungan. Jakarta: Kencana, 2014.

Zein, Muhammad Ma’sum. Ushul Fiqh. Jombang: Darul Hikmah, 2008.

Zulbaidah. Ushul Fiqh 1, Bogor: Ghalia Indonesia, 2016.

Referensi Jurnal dan Artikel Ilmiah:

Assulthoni, Fahmi. “Perceraian Bawah Tangan dalam Perspektif

Masyarakat Pamekasan”, Disertasi. Surabaya: UIN Sunan Ampel,

2017.

Magfirah, Futuhatul. “Tinjauan Sosiologi Hukum Islam Terhadap Sistem

Pengupahan pada Mato Kopi Yogyakarta.” Skripsi.Yogyakarta:

UIN Sunan Kalijaga, 2017.

Maulana, Diky Faqih. “Tinjauan Sosiologi Hukum Islam Terhadap Jual

Beli Buku Bajakan (Studi di Kios Buku Terban).”Skripsi.

Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga, 2019.

Muhlis dan Norkholis. “Analisis Tindakan Sosial Max Weber dalam

Tradisi Pembacaan Kitab Mukhtashar Al-Bukhari (Studi Living

Hadis).” Jurnal Living Hadis. 2 (10, 2016).

Nurjanah, Siti. “Analisis Sosiologi Hukum Islam Terhadap Jual Beli

Tebasan di Desa Surojoyo Kecamatan Candimulyo Kabupaten

Magelang.” Skripsi. Salatiga: IAIN Salatiga, 2015.

Page 90: TINJAUAN SOSIOLOGI HUKUM ISLAM TERHADAP PRAKTIK JUAL …

Prasetiawan, Henri. “Jual Beli Pete Muda di Desa Selur Kecamatan

Ngrayun Kabupaten Ponorogo,” Skripsi. Ponorogo: IAIN Ponorogo.

Ridla, M.Rasyid. “Sosiologi Hukum Islam (Analisis Terhadap Pemikiran

M. Atho’ Mudzar).”Jurnal Ahkam. 2 (12, 2012).

Rofiah, Khusniati dan Moh. Munir. “Jihad Harta dan Kesejahteraan

Ekonomi pada Keluarga Jamaah Tabligh: Perspektif Teori

Tindakan Sosial Max Weber.” Justitia Islamica. 1 (6, 2019).

Utami, Kartika Rafiqa. “Tinjauan Sosiologi Hukum Islam Terhadap Jual

Beli Pakaian Bekas Impor di Daerah Istimewa

Yogyakarta.”Skripsi. Yogyakarta: UIN Sunan Kalijaga. 2018.

Referensi Internet:

Tanpa nama, “Teori Tindakan Sosial Max Weber,” dalam

https://diglib.uinsby.ac.id///5932/5/Bab%202.pdf/, (diakses pada

tanggal 10 Agustus 2020, jam 7.09).

Hasil Wawancara:

Mudzakir, Hasil Wawancara, Magetan, 16 Juli 2020.

Nurul, Hasil Wawancara, Magetan, 15 Juli 2020.

Ruri, Hasil Wawancara, Magetan, 15 Juli 2020.

Sugito, Hasil Wawancara, Magetan, 15 Juli 2020.

Supardi, Hasil Wawancara, Magetan, 17 Juli 2020.

Suparni, Hasil Wawancara, Magetan, 15 Juli 2020.

Surati, Hasil Wawancara, Magetan, 17 Juli 2020.

Waki, Hasil Wawancara, Magetan, 15 Juli 2020.