Top Banner
KONDISI DAN UPAYA PENINGKATAN DAYA SAING KETENAGAKERJAAN INDONESIA DALAM MENGHADAPI AEC 2015 AEC 2015
32

Tinjauan Ekonomi dan Keuangan Edisi Juni 2013

Jan 03, 2016

Download

Documents

fantau

Tinjauan Ekonomi dan Keuangan Edisi Juni 2013
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Tinjauan Ekonomi dan Keuangan Edisi Juni 2013

KONDISI DAN UPAYA PENINGKATAN DAYA SAINGKETENAGAKERJAAN INDONESIA DALAMMENGHADAPI AEC 2015

AEC 2015

Page 2: Tinjauan Ekonomi dan Keuangan Edisi Juni 2013

KOORDINASI KEBIJAKAN EKONOMI 2

Kebijakan Stabilitas Harga dan Pasokan Komoditas

Pangan |

EKONOMI INTERNASIONAL 4

Kebijakan Abenomics: Solusi Pemulihan Ekonomi

Jepang |

EKONOMI DOMESTIK 5

Perkembangan Inflasi dan Neraca Pembayaran

Mei 2013

EKONOMI DAERAH 6

Kesiapan Daerah Menjelang AEC 2015 |

Pembina : Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Pengarah : Sekretaris Kementerian

Koordinator Bidang Perekonomian, Deputi Fiskal & Moneter Koordinator : Bobby Hamzar Rafinus

Editor : Edi Prio Pambudi, Puji Gunawan, Ratih Kania Purbasari Analis : Alexcius Winang, Al isa

Fatimah, Dara Ayu Prastiwi, Fitria Faradila, Insani Sukandar, Masyitha Mutiara Ramadhan, Oktya

Setya Pratidina, Riski Raisa Putra, Windy Pradipta Distribusi : Chandra Mercury Kontributor : Adji

Dharma, Ahmad Rifa' i Sapta, Erns Saptenno, Ninasapti Triaswati , Sel ly Galvani, Predi Mul iansyah,

Komite Kebijakan KUR, Tim Koordinasi Kebijakan Stabil isasi Harga Pangan Pokok.

Tinjauan Ekonomi dan Keuangan diterbitkan dalam rangka meningkatkan pemahaman pimpinan daerah terhadap perkembanganindikator ekonomi makro dan APBN, sebagai salah satu Direktif Presiden pada retreat di Bogor, Agustus 2010

KREDIT USAHA RAKYAT (KUR) & UKM 24

Realisasi Penyaluran KUR Mei 2013

OPINI PAKAR 18

Rekomendasi Kebijakan dalam Mendorong

Daya Saing Tenaga Kerja Indonesia |

KEUANGAN 19

Potensi BUMN dalam Pinjaman dalam Negeri |

BUMN 20

Kesiapan BUMN Menghadapi AEC |

FISKAL & REGULASI EKONOMI 21

Perkembangan Devolusi PBB Perdesaan dan

Perkotaan |

MP3EI 23

Menjawab Kebutuhan Sumber Daya Manusia

Nasional: Pembangunan ITK |

KAJIAN PEMBANGUNAN 25Transformasi Kebijakan Penanggulangan

Kemiskinan di Indonesia |

LAPORAN KEGIATAN 26Propaganda Model Baru Pertumbuhan Global

Penyesuaian Harga BBM dan Program

Kompensasi |

Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian - Republik Indonesia

UPAYA MEMBANGUN PERLINDUNGANSOSIAL 8

Kondisi dan Kesiapan Ketenagakerjaan Indonesia

menghadapi AEC 2015 |

Siapkah Indonesia menghadapi Brain Drain Pasca

Penerpan AEC 2015? |

Menuju ASEAN Economic Community 2015 |

Strategi Peningkatan Daya Saing Tenaga Kerja

Indonesia Menjelang AEC 2015 |

Penerapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja di

Indonesia dalam rangka Peningkatan

Produktivitas Kerja |

Page 3: Tinjauan Ekonomi dan Keuangan Edisi Juni 2013

Editorial

Pelaksanaan skema kerjasama Masyarakat Ekonomi

ASEAN (MEA) semakin dekat, sekitar 18 bulan lagi.

Peningkatan kerjasama antar-negara ASEAN ini perlu

disambut dengan kesiapan yang paripurna. MEA

bertujuan mewujudkan ASEAN sebagai pasar dan basis

produksi yang tunggal , berdaya saing tinggi, serta

mampu mewujudkan pembangunan ekonomi yang

merata. Persiapannya tidak terbatas pada konektivitas

prasarana dan sarana ekonomi, namun juga

konektivitas faktor-faktor produksi agar Indonesia

memperoleh manfaat dari berlangsungnya transformasi

arus barang, jasa, tenaga ahl i , serta modal menjadi

lebih bebas di ASEAN.

Proses transformasi tersebut sejatinya akan

meningkatkan keterkaitan kegiatan ekonomi antar-

negara ASEAN pada berbagai sektor yang berlangsung

selama ini. Migrasi pekerja Indonesia ke negara

tetangga, Singapura dan Malaysia, telah berlangsung

masif. Sementara itu perusahaan Indonesia mulai

banyak berinvestasi di Vietnam. Demikian pula

sebal iknya semakin banyak perusahaan Malaysia dan

Singapura memperluas usaha di Indonesia.

Perkembangan arus faktor produksi ini akan berperan

penting dalam menciptakan pemerataan pembangunan

antar negara ASEAN.

Masalah pemerataan tersebut membawa kita pada

pentingnya membangun sumberdaya manusia yang

berkual itas pada sektor produksi dalam jangka

menengah. Struktur neraca perdagangan kita

menunjukkan ketergantungan yang semakin besar

pada ekspor komoditas sumberdaya alam, sementara

impor barang antara, barang modal , serta jasa-jasa

terus meningkat. Kalangan dunia usaha telah

memberikan sinyal salah satu penyebab utamanya yaitu

kekurangan tenaga manajerial dan ahl i teknik pada

sektor pertambangan, pertanian, perikanan dan

industri .

Kondisi defisit tenaga berkual itas dan jumlah

penganggur berpendidikan sarjana dan menengah

yang masih besar menunjukkan belum terkaitnya

output dunia pendidikan dengan kebutuhan pasar

tenaga kerja. Selain itu juga mencerminkan belum

efektifnya kebijakan insentif fiskal dan moneter

mengangkat kegiatan pengembangan teknologi dan

pembiayaan pada sektor produksi sementara dukungan

infrastruktur dan sistem logistik belum memadai.

Menimbang besaran masalah sumberdaya manusia

tersebut maka strategi pembangunan ' 'pick-up the

winner" kiranya perlu ditempuh dengan tuntutan daya

saing yang makin tinggi. Program seperti 'certified

farmers' d i Jepang dapat dicontoh. Dunia usaha yang

unggul terus didorong untuk membangun jaringan

produksi di dalam negeri dan luar negeri. Upaya

tersebut jika diiringi dengan bertambahnya sediaan

pekerja Indonesia yang makin berkual itas dan

keseimbangan neraca perdagangan, akan mendorong

perubahan pola fikir masyarakat dari kompetisi

menjadi kolaborasi terhadap MEA. Semoga.

Bobby Hamzar RafinusPlt. Deputi Koordinasi Fiskal dan Moneter

Tinjauan Ekonomi dan Keuangan Juni 2013 1

Indikator Ekonomi, per Juni 2013

Page 4: Tinjauan Ekonomi dan Keuangan Edisi Juni 2013

Koordinasi Kebijakan Ekonomi

Tinjauan Ekonomi dan Keuangan Juni 20132

Berdasarkan data

Badan Pusat

Statistik, pada

minggu III Juni

2013 komoditas

cabe merah, cabe

rawit, daging ayam

dan telur ayam

mengalami

peningkatan harga

di atas 5% masing-

masing sebesar

23,3%, 10%, 5,6%

dan 5,5% bila

dibandingkan

dengan rata-rata

harga pada bulan

Mei 2013.

B erdasarkan hasil prakiraan cuaca

Badan Meteorologi, Kl imatologi

dan Geofisika (BMKG), sampai dengan

akhir bulan Agustus 2013 ikl im

Indonesia cenderung tidak menentu

dengan potensi curah hujan diatas

normal . Selain itu, pemerintah harus

bersiap menghadapi adanya kenaikan

permintaan pangan pada semester II

2013, khususnya saat memasuki bulan

Puasa dan Idul Fitri (periode Jul i-

Agustus), Idul Adha (Oktober 2013)

serta Natal dan Tahun Baru

(Desember-Januari) . Pemerintah pun

harus menjamin ketersediaan pangan

yang cukup dengan harga yang wajar

pasca kenaikan harga BBM/ solar

bersubsidi. Demikian sejumlah

tantangan dalam upaya menciptakan

stabil isasi pasokan dan harga pangan

yang menjadi agenda pembahasan

dalam Rapat Koordinasi Terbatas

(Rakortas) Bidang Perekonomian di

Kantor Kementerian Koordinator

Bidang Perekonomian (20/6).

Rakortas kal i ini merupakan lanjutan

dari Rakortas Pemerintah dengan

Kamar Dagang dan Industri (KADIN) di

Kementerian Koordinator Bidang

Perekonomian pada tanggal 12 Juni

2013 dan Rakor Pemerintah dengan

asosiasi-asosiasi dan dinas

perdagangan seluruh Indonesia di

Kementerian Perdagangan tanggal 19

Juni 2013 yang telah menghasilkan

sejumlah kebijakan antara lain, (i) stok

pangan pada umumnya cukup, (i i )

Kementerian Perhubungan termasuk

ASDP telah melaksanakan langkah-

langkah pengamanan jalur distribusi

pangan dengan menambah dan

membentuk POSKO untuk memantau

distribusi bahan pokok dan BBM, dan

(ii i ) jenis komoditi bahan pokok yang

diusulkan mendapat prioritas

kelancaran jalur distribusi adalah BBM,

gas, ternak dan produk ternak, telur,

sayur mayur (termasuk cabe merah

dan bawang merah), pupuk, susu, air

mineral dalam kemasan, serta kiriman

antar pos.

Target inflasi dalam APBN-P 2013 telah

ditetapkan sebesar 7,2%, dan untuk

mencapai target tersebut diperlukan

sejumlah kebijakan khususnya untuk

mengendal ikan inflasi kelompok bahan

makanan diantaranya dengan menjaga

inflasi volatile food sebesar 9,4%. Oleh

karena itu, ketersediaan pasokan dan

kelancaran distribusi pangan harus

dijamin oleh pemerintah.

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik,

pada minggu III Juni 2013 komoditas

cabe merah, cabe rawit, daging ayam

dan telur ayam mengalami

peningkatan harga di atas 5% masing-

masing sebesar 23,3%, 10%, 5,6% dan

5,5% bila dibandingkan dengan rata-

rata harga pada bulan Mei 2013.

Sementara komoditas yang mengalami

peningkatan harga kurang dari 1%

adalah minyak goreng curah, beras

umum, beras termurah, kedelai dan

tepung terigu. Beberapa komoditi lain

justru mengalami penurunan harga,

Kebijakan Stabilitas Harga dan PasokanKomoditas Pangan

Kebijakan Stabilitas Harga dan PasokanKomoditas Pangan

Page 5: Tinjauan Ekonomi dan Keuangan Edisi Juni 2013

3Tinjauan Ekonomi dan Keuangan Juni 2013

seperti bawang

merah (turun 8,1%),

bawang putih

(turun 7,8%),

minyak goreng

kemasan (turun

0,6%) dan daging

sapi (turun 0,3%).

Secara keseluruhan, bahan

makanan memberikan andil deflasi

sebesar 0,2% dalam pembentukan

deflasi Mei 2013 sebesar 0,03%.

Selama bulan Juni diperkirakan

harga beras akan cenderung naik

setiap minggu meskipun dengan

presentasi yang relatif kecil .

Kecenderungan kenaikan harga

beras tersebut disebabkan oleh

adanya penurunan pasokan dari

sentra-sentra produksi. Dengan

demikian, dalam rangka

mengantisipasi terjadinya inflasi ,

maka perlu secepatnya diambil

langkah-langkah pengendal ian

mengingat kenaikan harga beras

berpengaruh langsung terhadap

masyarakat berpendapatan rendah.

Dengan memperhatikan telah

terpenuhinya dua dari pemicu

kondisi yang memungkingkan

pemerintah untuk dapat melakukan

impor, maka dalam rangka menjaga

stok akhir Bulog sekal igus untuk

menjaga stabil itas harga beras

sebagai antisipasi dari kebijakan

penyesuaian harga BBM, maka

pemerintah telah memutuskan

untuk melakukan tambahan impor

beras sejumlah 800.000 ton sampai

dengan 1 juta ton.

Stok kedelai dalam negeri untuk

kebutuhan industri diperkirakan

cukup untuk memenuhi kebutuhan

2-3 bulan ke depan. Pemerintah

akan mulai melaksanakan Program

Stabil isasi Harga Kedelai tanggal 1

Jul i 2013. Program ini merupakan

tindak lanjut dari penerbitan

Peraturan Menteri Perdagangan

tentang Ketentuan Impor dan

Penetapan Harga Bel i Petani yang

ditetapkan sebesar Rp7.000 per kg

dan Harga Jual Perajin Tahu Tempe

yang ditetapkan sebesar Rp7.450

per kg. Program tersebut perlu

didukung dengan kebijakan

penetapan masa panen raya oleh

Kementerian Pertanian, penetapan

kebutuhan kedelai bagi pengrajin

tahu/tempe oleh Kementerian

Perindustrian atas rekomendasi

Kementerian Koperasi dan Usaha

Kecil dan Menengah, serta

penetapan kebutuhan kedelai

nasional .

Untuk komoditas daging sapi, telah

ditetapkan alokasi impor daging

sapi/karkas sebesar 3.000 ton untuk

Perum BULOG yang nantinya akan

digunakan dalam rangka stabil isasi

harga melalui operasi pasar yang

direncanakan untuk dilakukan

sampai dengan bulan Desember

2013. Sebagai bagian dari upaya

stabil isasi harga daging di dalam

negeri, Pemerintah telah bekerja

sama dengan PT. PELNI terkait

upaya percepatan distribusi

sapi/daging dari sentra produksi

sapi NTB dan NTT.

Terkait dengan proses transportasi

bahan kebutuhan pokok,

Kementerian

Perhubungan dan

Kementerian

Dalam Negeri

telah ditugaskan

untuk melakukan

pembahasan

penyesuaian tarif

angkutan dengan pemangku

kepentingan dengan tujuan untuk

memastikan agar inflasi dapat tetap

terkendal i sesuai target yang

ditetapkan dalam APBN-P. Untuk

mengantisipasi padatnya arus

transportasi di pelabuhan

penyeberangan Merak-Bakauheuni,

sejumlah armada kapal feri yang

beroperasi di jalur Lamongan-

Makassar, akan dial ihkan ke jalur

penyeberangan feri Merak-

Bakauheuni. Kebijakan ini ditujukan

untuk mengatasi adanya lonjakan

antrian penggunaan feri di jalur

Merak tersebut.

Pemerintah memandang perlu

untuk mengendal ikan isu kenaikan

harga-harga pangan di berbagai

media dengan cara penerbitan

secara rutin data/informasi

perkembangan harga pangan yang

bersumber dari BPS agar pedagang

dan masyarakat dapat memperoleh

informasi perkembangan harga

yang sebenarnya.

Erns Saptenno

. . . .dalam rangka menjaga stok akhir Bulog sekaligus untukmenjaga stabilitas harga beras sebagai antisipasi dari

kebijakan penyesuaian harga BBM, maka pemerintah telahmemutuskan untuk melakukan tambahan impor berassejumlah 800.000 ton sampai dengan 1 juta ton.

Page 6: Tinjauan Ekonomi dan Keuangan Edisi Juni 2013

4

B encana tsunami yang melanda

Jepang pada tahun 2011 lalu ,

membuat perekonomian Jepang

mengalami kondisi terburuk dalam

dua tahun belakangan. Degradasi

ekonomi Jepang terl ihat dari GDP

(yoy) yang terus menurun. Pada

kuartal III tahun 2010, GDP Jepang

(yoy) sebesar 6,0 persen, menurun

secara signifikan pada kuartal II

tahun 2011 yang tumbuh negatif

atau sebesar -1,6 persen

(bloomberg). Begitu juga dengan

Consumer Price Index (CPI) yang

terus mengalami deflasi selama

beberapa dekade.

Kondisi deflasi tersebut

menyebabkan real wages di Jepang

menjadi sangat tinggi. Oleh karena

itu, perusahaan-perusahaan di

Jepang enggan menaikkan upah

para pekerjanya. Hal ini mendorong

penduduk Jepang menjadi lebih

suka menabung daripada

membelanjakan uangnya.

Rendahnya belanja konsumen

itulah yang berkontribusi terhadap

perlambatan pertumbuhan

ekonomi di Jepang.

Mel ihat kinerja ekonomi negaranya

yang semakin menurun, Shinzo

Abe, Perdana Menteri Jepang

melakukan kebijakan pelonggaran

moneter, yang dikenal dengan

Abenomics. Kebijakan tersebut

merupakan reformasi moneter,

fiskal , dan struktural secara agresif

yang diarahkan untuk memacu

inflasi dan meningkatkan

pertumbuhan GDP tahunan, yang

saat ini berada di -0.7 persen

menjadi 2 persen dalam dua tahun

ke depan.

Kebijakan Abenomics memil iki tiga

sasaran utama, yaitu: (1) Kebijakan

moneter yang agresif yakni inflasi

sebesar 2 persen dan depresiasi

Yen; (2) Kebijakan fiskal yakni

meningkatkan pengeluaran

fiskal Jepang hingga 2 persen dari

total GDP Jepang; (3) Reformasi

struktural untuk mendorong

pertumbuhan Jepang yakni

termasuk negosiasi bersama untuk

Kemitraan Trans-Pasifik (TPP) yang

akan memberikan l iberal isasi

perdagangan dan deregulasi yang

lebih besar, untuk mendorong

investasi di sektor privat.

Pemerintah Jepang melakukan

beberapa langkah untuk

mendongkrak kembal i

perekonomiannya, yakni: (i)

pemberian stimulus jangka pendek

sebesar ¥ 10,3 tri l iun yang fokus

pada pembangunan infrastruktur;

(i i ) pembel ian obl igasi mil ik negara

maupun asing oleh Bank of Japan ;

(i i i ) promosi investasi dan (iv)

penciptaan sejumlah lapangan

pekerjaan untuk mendorong

tingkat partisipasi angkatan kerja.

Pemerintah Jepang meyakini

Abenomics sebagai satu-satunya

jalan keluar bagi kondisi

perekonomian Jepang. Namun, j ika

tidak diimplementasikan dengan

tepat sasaran dan hati-hati justru

akan berdampak lebih buruk bagi

perekonomian Jepang. Adanya

resiko hiperinflasi dan capital

outflow sebagai reaksi kepanikan

investor terhadap kondisi yang

belum pasti dari pemul ihan

ekonomi Jepang. Kondisi tersebut

menjadi konsekuensi negatif bagi

perekonomian Jepang jika mungkin

melanda Jepang jika implementasi

kebijakan ini tidak dilakukan

dengan hati-hati .

EKONOMI INTERNASIONAL

Tinjauan Ekonomi dan Keuangan Juni 2013

Kebijakan Abenomics :Solusi Pemulihan Ekonomi Jepang

Alisa Fatimah

Page 7: Tinjauan Ekonomi dan Keuangan Edisi Juni 2013

5

T ingkat inflasi bulan Mei 2013 tercatat -0,03% (mtm)

dan 5,47% (yoy). Secara spasial , 43 kota dari 66

kota pemantauan IHK menunjukkan deflasi . Deflasi

tertinggi terjadi di Mataram sebesar 1,03% (mtm).

Sementara itu, 23 kota IHK yang mengalami inflasi . Kota

yang mengalami inflasi tertinggi yaitu Ambon sebesar

2,25% (mtm).

Berdasarkan komponen, inflasi inti dan inflasi volatile

food cenderung menurun, sedangkan inflasi

administered price meningkat tipis. Inflasi inti tercatat

0,06% (mtm) dan 3,99% (yoy). Rendahnya tingkat inflasi

inti berasal dari tekanan eksternal maupun domestik.

Tekanan eksternal berasal dari harga komonditas global

yang menurun serta nilai tukar yang terkendal i ,

sedangkan tekanan domestik berasal dari permintaan

yang relatif moderat dan sisi penawaran yang masih

memadai.

Selanjutnya, komponen volatile food tercatat mengalami

deflasi sebesar 1,10% (mtm). Sementara jika

dibandingkan dengan tahun sebelumnya, komponen ini

mengalami inflasi sebesar 12,06% (yoy). Perbaikan

pasokan pangan baik domestik maupun impor

mendorong deflasi pada inflasi volatile food.

Penambahan pasokan domestik bersumber dari panen

produk pertanian di daerah sentra produksi, seperti

bawang merah dan cabe rawit. Selain itu,

penyempurnaan kebijakan importasi hortikultura juga

berkontribusi pada rendahnya inflasi volatile food bulan

Mei 2013. Sementara itu, inflasi administered price bulan

Mei 2013 sebesar 0,96% (mtm) dan 3,62% (yoy),

meningkat tipis dibandingkan bulan sebelumnya yang

mencapai 2,72% (yoy). Kenaikan tarif beberapa

kebutuhan rumah tangga, seperti l istrik dan air

menyebabkan meningkatnya inflasi administered price.

Inflasi diperkirakan akan meningkat karena penetapan

kenaikan BBM bersubsidi pada tanggal 22 Juni 2013.

Oleh karena itu, pemerintah telah menyiapkan upaya

migitasi untuk meminimal isir dampak kebijakan BBM

serta merencanakan kebijakan untuk menstabilkan

harga pangan.

Berbeda dengan inflasi yang memberikan sinyal positif

pada perekonomian Indonesia, neraca perdagangan

justru memberikan sinyal negatif. Pada bulan Mei 2013,

neraca perdagangan kembal i mengalami defisit sebesar

US$ 590,4 juta. Pada bulan sebelumnya, defisit neraca

perdagangan Indonesia mencapai US$ 1,7 mil iar.

Pada bulan Mei 2013, ekspor tercatat sebesar US$16,07

mil iar atau meningkat sebesar 8,9% dari bulan April

2013 (mtm). Namun, angka tersebut menurun sebesar

4,49% dari bulan Mei 2012 (yoy). Sementara itu, impor

Indonesia tercatat US$ 16,66 mil iar pada bulan Mei

2013, meningkat 1,22% (mtm) dan menurun 2,19%

(yoy).

Walaupun peningkatan ekspor secara bulanan jauh

lebih tinggi dibandingkan peningkatan impor, namun

hal ini belum berhasil mengatasi defisit neraca

pembayaran. Defisit neraca perdagangan terbesar

terjadi pada minyak dan gas (migas) sebesar US$ 568,6

juta. Berdasarkan komponennya, defisit neraca

perdagangan migas terutama berasal dari komoditas

minyak mentah. Defisit neraca perdagangan minyak

mentah tercatat US$ 1,84 mil iar. Masih tingginya

konsumsi BBM di masyarakat mendorong impor yang

tinggi pada komoditas hasil minyak. Oleh karena itu,

pemerintah perlu menyesuaikan harga BBM bersubsidi

untuk mengurangi tekanan defisit neraca perdagangan

akibat impor migas.

Selain migas, defisit neraca perdagangan nonmigas juga

mengalami defisit sebesar US$ 21.8 juta. Kondisi ini

menurun dibandingkan bulan sebelumnya yang

mencapai US$ 525,2 juta. Dari 13 negara mitra dagang

utama, Indonesia mengalami defisit neraca

perdagangan nonmigas dengan 9 negara, yaitu

Singapura, Thailand, Jerman, Perancis, Cina, Jepang,

Austral ia, Korea Selatan dan Taiwan. Indonesia

mengalami defisit neraca perdagangan nonmigas

tertinggi dengan negara China sebesar US$ 1,08 mil iar.

Sebal iknya, Indonesia mencatatkan surplus neraca

perdagangan nonmigas dengan 4 negara, antara lain

Malaysia, Inggris, Amerika Serikat dan India. Indonesia

mencatatkan surplus neraca perdagangan nonmigas

terbesar dengan negara India yaitu sebesar US$ 984,7

juta.

Referensi:

Analisis Inflasi Mei 2013-Tim Pemantauan

dan Pengendalian Inflasi (TPI),

Berita Resmi Statistik: Perkembangan

Ekspor dan Impor Indonesia Mei 2013

Tinjauan Ekonomi dan Keuangan Juni 2013

Ekonomi Domestik

Fitria Faradila

Perkembangan Inflasi dan NeracaPerdagangan Mei 2013

Page 8: Tinjauan Ekonomi dan Keuangan Edisi Juni 2013

6 Tinjauan Ekonomi dan Keuangan Juni 2013

Ekonomi Daerah

Kesiapan Daerah MenjelangASEAN Economic Community 2015

Kurang dari dua tahun ke depan,

kesepakatan Asean Economic

Community (AEC) akan segera

diberlakukan. Dengan berlakunya AEC,

Indonesia sebenarnya memil iki peluang

yang besar untuk menarik lebih banyak

investor sehingga akan mendorong

pertumbuhan ekonomi. Namun,

kompetisi antar negara ASEAN juga

akan semakin meningkat, khususnya

pasar tenaga kerja. Hal yang perlu kita

waspadai adalah dengan bebasnya

al iran modal , barang dan tenaga kerja

di ASEAN belum tentu sepenuhnya

akan memil iki dampak yang positif bagi

Indonesia jika tidak ada persiapan yang

matang.

Dalam rangka persiapan menuju AEC

2015 khususnya kesiapan dari sisi

tenaga kerja, di lakukan kajian untuk

mengetahui tingkat kesiapan pasar dan

kondisi tenaga kerja. Kajian dilakukan

pada sembilan provinsi pada enam

koridor ekonomi termasuk untuk

mengetahui seberapa besar

penyerapan tenaga kerja dari investasi

proyek yang sedang berjalan. Tiga dari

sembilan provinsi yang dikaji adalah

Sumatera Utara, Jawa Barat dan

Sulawesi Selatan. Pada daerah tersebut

diketahui pemahaman mengenai AEC

2015 belum merata dan sangat

bergantung pada inisiatif lokal untuk

mempersiapkan tenaga kerjanya,

Artinya, belum ada arahan standar

untuk membangun program kegiatan

persiapan tenaga kerja menghadapi

AEC 2015, dimana level pengetahuan

daerah terkait adanya program tersebut

sangat bergantung sekal i kepada

tingkat keinisiatifan daerah.

Seperti di Sumatera Utara, tiga SKPD

mengakui belum banyak mengetahui

AEC 2015, kecual i Bidang Ekonomi.

Bahkan, belum ada penyebaran

informasi kepada SKPD teknis untuk

mempersiapkan program kegiatan,

khususnya Dinas Tenaga Kerja dan

Transmigrasi serta BKPMD yang akan

berkaitan langsung dengan

implementasi AEC 2015. Secara umum,

belum ada program persiapan

ketenagakerjaan yang sistematis untuk

menghadapi AEC 2015 di Sumatera

Utara. Alokasi anggaran untuk pelatihan

tenaga kerja relatif kecil dan

pengawasan perij inan tenaga kerja

masih sangat longgar. Kelonggaran

pengawasan tersebut terbukti dari

adanya tenaga kerja asing Cina yang

memil iki i j in kerja sebagai operasional

namun pada faktanya bekerja sebagai

kul i panggul di daerah Langkat.

Dari sisi investasi , jumlah real isasi

investasi domestik maupun asing di

Sumatera Utara tergolong tinggi dan

memenuhi target. Namun lokasi dari

investasi tersebut tidak menyebar

secara merata di seluruh wilayah

Sumatera Utara karena infrastruktur

yang menjadi kebutuhan investor

terutama sumber energi belum merata.

Sumatera Utara perlu segera

membangun infrastruktur pendukung

seperti energi dan air bersih untuk

meningkatkan pertumbuhan investasi .

Sumatera Utara termasuk pusat

pertumbuhan ekonomi di koridor

ekonomi Sumatera. Faktanya, pasokan

l istrik di Sumatera Utara masih kurang

dibandingkan dengan pertumbuhan

kebutuhan. Padahal , pasokan energi

sangat dibutuhkan dalam

pengembangan suatu kawasan atau

lokasi investasi .

Lain halnya dengan Sumatera Utara,

Provinsi Jawa Barat dan Provinsi

Sulawesi Selatan relatif lebih siap dalam

menghadapi AEC 2015, bahkan dinas

terkait telah memahami AEC 2015.

Upaya memahami AEC 2015

merupakan inisiatif daerah dan belum

pernah dilakukan sosial isasi ataupun

arahan resmi dari pemerintah pusat

. . . Seperti di

Sumatera Utara,

tiga SKPD

mengakui belum

banyak

mengetahui AEC

2015. . .

Upaya memahamiAEC 2015

merupakan inisiatifdaerah dan belumpernah dilakukansosialisasi ataupunarahan resmi daripemerintah pusatterkait membangunprogram kegiatan

persiapanmenghadapi AEC

Page 9: Tinjauan Ekonomi dan Keuangan Edisi Juni 2013

terkait membangun program

kegiatan persiapan menghadapi

AEC 2015.

Dalam pengembangan ketrampilan

tenaga kerja, ketiga daerah tersebut

sama-sama mengeluh keterbatasan

dana, meskipun sebenarnya hal ini

terkait dengan bagaimana

penempatan program prioritas dan

alokasi belanja. J ika program

pengembangan kemampuan

tenaga kerja dipandang prioritas

untuk menghadapi AEC 2015,

alokasi belanja dapat diarahkan

pada program tersebut. Provinsi

Jawa Barat dan Sulawesi Selatan

sama-sama sudah mempersiapkan

program peningkatan kompetensi

tenaga kerja. Sayangnya, alokasi

dana yang ada tidak memadai

untuk membiayai kegiatan dan

penerbitan sertifikasi tenaga kerja.

Padahal dalam menghadapi

persaingan tenaga kerja saat AEC

kelak, keberadaan sertifikasi tenaga

kerja sangat dibutuhkan untuk

membuktikan seberapa baik

kual ifikasi seorang tenaga kerja

tersebut.

Program pengembangan investasi

di Jawa Barat dan di Sulawesi

Selatan sendiri sangat baik. Jawa

Barat merupakan pelopor pelayanan

satu pintu untuk perij inan investasi

di Indonesia. Nilai total investasi di

Jawa Barat memperoleh peringkat

pertama untuk PMDN dan ke dua

untuk PMA dalam skala nasional ,

sehingga real isasi investasi di

daerah tersebut secara kuantitas

tidak mengkuatirkan. Pemerataan

infrastruktur masih menjadi

persoalan, baik di Sumatera Utara

maupun di Jawa Barat. Infrastruktur

di Jawa Barat terkonsentrasi di

bagian utara, sehingga bagian

selatan mengalami kekurangan

infrastruktur dan berakibat pada

minat investasi yang rendah.

Sulawesi Selatan merupakan pintu

gerbang kawasan timur Indonesia,

sekal igus salah satu daerah strategis

untuk berinvestasi karena didukung

oleh potensi alam yang berl impah

baik dari darat maupun laut.

Pemerintah Sulawesi Selatan sangat

perhatian kepada pengembangan

investasi disana. Dalam rangka

meningkatkan daya saing Sulawesi

Selatan, pemda Sulawesi Selatan

selalu mendorong para investornya

khususnya PMDN untuk terus

melakukan inovasi dalam

memproduksi produk yang menjadi

ciri khas Sulawesi Selatan. Dengan

adanya nilai khas tersebut maka

pemda yakin Sulsel dapat

memperoleh peluang yang baik

dengan adanya momentum

pengimplementasian AEC pada

tahun 2015 nanti.

Kesiapan daerah menjelang AEC

2015 kelak nampaknya masih perlu

mendapat perhatian lebih dari

pemerintah pusat. Walaupun saat

ini negara kita sudah berada dalam

sistem desentral isasi , masih

diperlukan sebuah koordinasi dalam

meningkatkan daya saing Indonesia

untuk menghadapi AEC hingga level

daerah. Kita tidak bisa memungkiri

bahwa potensi setiap daerah

tentunya berbeda, disini lah peran

penting pemerintah pusat untuk

membantu mengarahkan daerah

yang dirasa kurang mampu untuk

mempersiapkan daya saingnya

menuju AEC 2015.

7Tinjauan Ekonomi dan Keuangan Juni 2013

Dara Ayu Prastiwi

. . .masih diperlukan sebuah koordinasi dalam meningkatkan daya saing Indonesia

untuk menghadapi AEC hingga level daerah. . .

Page 10: Tinjauan Ekonomi dan Keuangan Edisi Juni 2013

Kondisi dan Upaya Peningkatan Daya SaingKetenagakerjaan Indonesia dalam Menghadapi AEC

2015

Laporan Utama

Kondisi dan Kesiapan Ketenagakerjaan Indonesia dalam Menghadapi AEC 2015

Siapkah Indonesia Menghadapi Brain Drain Pasca Penerapan Masyarakat Ekonomi

ASEAN 2015?

Menuju ASEAN Economy Community 2015

Strategi Peningkatan Dayasaing Tenaga Kerja Indonesia Menjelang AEC 2015

Penerapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Indonesia Dalam Rangka

Peningkatan Produktivitas Kerja

PP Nomor 33 Tahun 2013: Pedoman Kebijakan Perluasan Kesempatan Kerja

Indonesia

Page 11: Tinjauan Ekonomi dan Keuangan Edisi Juni 2013

Laporan Utama

P embentukan AEC 2015 didasari oleh adanya

keinginan untuk mewujudkan pusat perdagangan

kawasan terintegrasi sebagai komitmen demi

menciptakan dan meningkatkan pembangunan

komunitas ASEAN dalam menghadapi tantangan global .

Khusus di bidang Ketenagakerjaan, kesepakatan yang

ada dalam AEC memberikan kebebasan bagi siapapun

tenaga kerja yang memil iki kual ifikasi tertentu untuk

masuk dan bekerja secara bebas di negara-negara

anggota ASEAN. Dari

kesepakatan yang akan

diimplementasikan tersebut,

masih terdapat kendala dan

tantangan, seperti menghadapi

berbagai tantangan dan

kendala, seperti adanya

perbedaan pendapatan per

kapita dan angkatan kerja di

antara anggota ASEAN yang

menjadi faktor pendorong atau

penarik migrasi tenaga kerja.

Adapun konsep AEC itu sendiri

di landasi oleh 4 pilar yaitu (i)

free movement of goods and

services, (i i ) freedom of

movement for skilled and

talented labours, (i i i ) freedom of

establishment and provision of services and mutual

recognition of diplomas, (iv) free movement of capital.

Pada bulan Agustus 2006 di Kuala Lumpur, Malaysia

disepakati untuk mengembangkan ASEAN Economic

Community 2015 Blueprint, yang digunakan sebagai

pedoman bagi negara anggota ASEAN. Dalam blueprint

tersebut dimuat empat kerangka utama yaitu (i) ASEAN

sebagai pasar tunggal dan berbasis produksi tunggal

yang didukung dengan elemen al iran bebas barang,

jasa, investasi , tenaga kerja terdidik dan al iran modal

yang lebih bebas, (i i ) ASEAN sebagai kawasan dengan

dayasaing ekonomi tinggi, dengan elemen peraturan

kompetisi , perl indungan konsumen, hak atas kekayaan

intelektual , pengembangan infrastruktur, perpajakan,

dan e-commerce, (i i i ) ASEAN sebagai kawasan dengan

pengembangan ekonomi yang merata dengan elemen

pengembangan usaha kecil dan menengah dan

prakarasa integrasi ASEAN untuk negara-negara CMLV

(Cambodia, Myanmar, Laos dan Vietnam), (iv) ASEAN

sebagai kawasan yang terintegrasi secara penuh

dengan perekonomian global dengan elemen

pendekatan koheren dalam hubungan

ekonomi diluar kawasan dan

meningkatkan peran serta dalam

jejaring produksi global .

Selanjutnya, seperti yang disebutkan

pada blueprint diatas, untuk

mewujudkan AEC 2015 maka seluruh

negara ASEAN harus melakukan

l iberal isasi melalui perdagangan

barang, jasa, investasi , tenaga kerja

terampil secara bebas dan arus modal

yang lebih bebas.

Secara umum, kondisi

ketenagakerjaan Indonesia memil iki

tren yang meningkat namun

cenderung melambat. Data BPS

menyebutkan pada Februari 2013 tercatat 121,9 juta

orang tergolong dalam kategori angkatan kerja, dengan

114,02 juta orang penduduk yang bekerja dari total

angkatan kerja Indonesia. Dari sisi pengangguran terjadi

tren yang menurun namun melambat. Pada Februari

2013, tingkat pengangguran Indonesia tercatat sebesar

7,17 juta orang lebih rendah 70 ribu orang

dibandingkan bulan Agustus 2012 dan penurunan

sebanyak 440 ribu orang (yoy).

Berdasarkan penduduk usia kerja dari pendidikan yang

ditamatkan, terl ihat adanya tren yang terus meningkat

untuk tamatan universitas yang bekerja, tercatat 7,94

Tinjauan Ekonomi dan Keuangan Mei 2013 9Tinjauan Ekonomi dan Keuangan Juni 2013 9

. . . . konsep AEC itu sendiri

dilandasi oleh 4 pilar yaitu (i)

free movement of goods and

services, (ii) freedom of

movement for skilled and

talented labours, (iii) freedom

of establishment and

provision of services and

mutual recognition of

diplomas, (iv) free movement

of capital.

Kondisi dan Kesiapan Ketenagakerjaan Indonesiadalam Menghadapi AEC 2015

Page 12: Tinjauan Ekonomi dan Keuangan Edisi Juni 2013

10 Tinjauan Ekonomi dan Keuangan Juni 2013

juta orang. Sementara itu, angka

pengangguran untuk tingkat

universitas terus mengalami

penurunan, pada Februari 2013

tercatat 5,04%. Artinya, terjadi

kual itas perbaikan para tenaga kerja

dari sisi pendidikan.

Dari sisi jumlah tenaga kerja,

Indonesia memil iki jumlah

penduduk yang sangat besar

sehingga dapat menyediakan

tenaga kerja yang cukup untuk

pasar yang besar dan Indonesia

menjadi pusat industri . Namun,

terdapat sedikit kekhawatiran

mel ihat minimnya jumlah SDM

berkual itas bila dikaitkan dengan

AEC 2015. Standarisasi kual itas SDM

pada setiap profesi bertujuan untuk

mengisi investasi yang akan

dilakukan dalam rangka AEC 2015

melalui Mutual Recognition

Arrangements (MRAs) yang dapat

menfasil itasi pergerakan tenaga

kerja tersebut. MRA akan

memberikan kebebasan bagi

siapapun tenaga kerja yang

memil iki kual ifikasi tersebut untuk

masuk dan bekerja secara bebas di

negara-negara ASEAN. Kemudian

terdapat 8 bidang profesi yang

sudah disepakati dalam MRA

negara ASEAN, yaitu

Kepariwisataan, Insinyur

(Engineering) , Arsitek, Praktisi

Kesehatan, Dokter Gigi,

Keperawatan, Jasa Survey Kual ifikasi

(Surveying Qualifications) dan Jasa

Akuntansi. Sementara, dari hasi l

laporan BPS penyerapan tenaga

kerja tertinggi berdasarkan sektor

utama ekonomi berada pada sektor

pertanian, perdagangan dan jasa

kemasyarakatan yang masing-

masing sebesar 39,96 juta orang,

24,81 juta orang dan 17,53 juta

orang. Artinya, tenaga kerja untuk

sektor formal khususnya pada

program AEC 2015 masih tergolong

rendah.

Di sisi lain, peluang dengan adanya

AEC 2015, yakni memberikan

dorongan untuk meningkatkan

efisiensi , daya saing dan peluang

penyerapan tenaga kerja di

kawasan ASEAN serta akan

meningkatkan kesejahteraan

seluruh negara di kawasan.

Indonesia mempunyai jumlah

penduduk terbesar di ASEAN

semestinya dapat menjadi

pemimpin pasar ASEAN di masa

depan apabila sebagian besar

penduduknya mempunyai

ketrampilan dan kompetitif. Namun,

apabila kondisi tenaga kerja

Indonesia memil iki daya saing dan

pendidikan yang rendah terdapat

kekhawatiran bahwa sebagian

sektor pekerja formal akan di isi

oleh tenaga kerja asing, sementara

sektor informal akan

mempekerjakan pekerja Indonesia.

Adanya peningkatkan daya saing

SDM tenaga kerja Indonesia baik

secara formal maupun informal

sangat diperlukan. Kemampuan

tersebut diharapkan harus minimal

memenuhi ketentuan dalam MRA

yang telah disetujui . Sehingga

Indonesia dapat meningkatkan

kual itas pekerja di dalam negeri

maupun intra-ASEAN.

Langkah-langkah strategis yang

diperlukan menuju AEC 2015 yaitu

(i) peningkatkan SDM dalam

birokrasi di dunia usaha atau

profesional , (i i ) penguatan

kemitraan antara sektor swasta dan

pemerintah, (i i i ) menciptkan ikl im

usaha yang kondusif dan

mengurangi ekonomi biaya, (iv)

mengembangkan sektor-sektor

prioritas yang berdampak luas dan

meningkatkan komoditi unggulan,

(v) perbaikan infrastruktur fisik

melalui pembangunan dan

perbaikan infrastruktur seperti

transportasi , telekomunikasi , jalan

tol , pelabulan, revital isasi dan

restrukturisasi industri .

Selain itu, adanya proyek MP3EI

diharapkan berjalan sesuai dengan

skenario yang telah ada, karena

proyek tersebut mampu menyerap

tenaga kerja dalam jumlah masif.

Windy Pradipta

Page 13: Tinjauan Ekonomi dan Keuangan Edisi Juni 2013

S alah satu pilar yang ditetapkan

pada kesepakatan Masyarakat

Ekonomi ASEAN (MEA) adalah pasar

bebas tunggal yang didukung dengan

al iran bebas tenaga kerja terdidik (free

flow of skilled labor) . Hal ini menjadi

tantangan tersendiri bagi Indonesia

mengingat ketatnya daya saing antar

negara ASEAN, khususnya dalam

mempersiapkan tenaga kerja terampil

yang kompetitif. Lebih jauh lagi,

penerapan MEA 2015 diperkirakan

akan mendorong perpindahan

penduduk atau tenaga kerja

professional secara besar-besaran dari

Indonesia ke luar negeri (brain drain) .

Fenomena brain drain di Indonesia

bukanlah hal yang baru. Walaupun

jumlah perpindahannya masih kecil

dibandingkan dengan negara lain,

semua pihak perlu waspada. J ika hal ini

berlarut dan dibiarkan, dalam jangka

panjang akan merugikan Indonesia.

Risikonya, Indonesia akan kehilangan

cendekiawan yang berpotensi

membangun ekonomi masa depan.

Sementara itu, jumlah pelajar Indonesia

yang melanjutkan studi keluar negeri

cenderung mengalami peningkatan.

Peningkatan jumlah pelajar diluar

negeri diharapkan mampu mendorong

kual itas pendidikan Indonesia. Akan

tetapi tidak sedikit pelajar Indonesia

lebih memil ih untuk tinggal di luar

negeri dibandingkan kembal i ke tanah

air. Menurut studi BRIC Bussiness

Research , faktor utama penyebab hal

ini adalah kurangnya lapangan

pekerjaan di Indonesia yang sesuai

dengan latar belakang studi.

Kondisi yang sama juga dihadapi oleh

kaum profesional . Kebanyakan dari

pekerja profesional Indonesia di luar

negeri bekerja sebagai penel iti atau

pengajar. Alasan utama yang

diutarakan oleh profesional untuk

memil ih pekerjaan diluar negeri karena

kurangnya fasil itas pendukung yang

disediakan oleh pemerintah. Selain itu,

adanya tawaran dan insentif yang besar

untuk penel iti dan pengajar lebih besar

dibandingkan di Indonesia.

Joseph Stigl itz, ekonom dari Universitas

Colombia menjelaskan bahwa risiko

perpindahan pekerja terdidik akan

meningkat ke negara maju saat

penerapan Masyarakat Ekonomi

ASEAN. Stigl itz mengingatkan ASEAN

untuk berhati-hati pada arus bebas di

sektor tenaga kerja. Stigl itz

berpendapat bahwa kondisi ini akan

“melubangi” negara miskin. Untuk itu,

Stigl itz menyarankan adanya

pendampingan dari negara maju ke

negara berkembang untuk memastikan

keselarasan ekonomi.

Untuk mencegah dampak negatif brain

drain , Thailand dan Malaysia telah

membentuk suatu program. Khusus

untuk Thailand, fenomena

perpindahan tenaga kerja medis ke

Amerika Serikat telah menjadi masalah

yang muncul sebelum diterapkannya

MEA. Untuk itu, Thailand merubah

strategi dan regulasi pada pendidikan

dokter sehingga mampu

menyelesaikan masalah brain drain .

Sedangkan di Malaysia, pemerintah

telah menyediakan program khusus

untuk menarik kembal i ekspatriat

Malaysia sehingga akan pulang dan

mampu berkontribusi terhadap

kemajuan ekonomi negara. Bagaimana

dengan Indonesia?

Joseph Stiglitz,

ekonom dari

Universitas

Colombia

menjelaskan

bahwa risiko

perpindahan

pekerja terdidik

akan meningkat

ke negara maju

saat penerapan

Masyarakat

Ekonomi ASEAN.

Tinjauan Ekonomi dan Keuangan Mei 2013 9Tinjauan Ekonomi dan Keuangan Mei 2013 11

Masyitha Mutiara R

Siapkah Indonesia Menghadapi BrainDrain Pasca Penerapan MasyarakatEkonomi ASEAN 2015?

Page 14: Tinjauan Ekonomi dan Keuangan Edisi Juni 2013

P ada era global isasi seperti sekarang, batasan-

batasan yang ada dalam hubungan antarnegara

yang dulu pernah ada menjadi semakin samar. Kegiatan

perdagangan, investasi , pergerakan tenaga kerja yang

dulu terbatas pada satu negara saat ini semakin bebas

pergerakannya. Berbagai nota kesepahaman

antarnegara baik dalam bidang ekonomi maupun

sosial-budaya semakin marak dilakukan dalam rangka

memperlancar kerjasama multirateral . Sebut saja Uni

Eropa, organisasi yang merupakan kerjasama antar

negara di Eropa ini merupakan sebuah bentuk

kesepakatan antar negara disana untuk menyatukan

Eropa dalam suatu ikatan perekonomian yang kuat.

Organisasi yang dulu bernama Masyarakat Ekonomi

Eropa ini berdiri pada awal 1957 kemudian berevolusi

menjadi Masyarakat Eropa yang kini dikenal dengan

nama Uni Eropa. Keberhasilan Uni Eropa dalam

memperkuat perekonomian negara-negara disana

nampaknya memberikan ide pada negara-negara di

kawasan lain untuk melakukan hal yang sama.

Association of South East Asia Nations (ASEAN)

merupakan kelompok 10 negara di kawasan Asia

Tenggara yang memil iki karakteristik ekonomi dan

sosial-budaya yang hampir sama. Potensi kesepuluh

negara yang berada di Asia Tenggara ini sangat besar

dan cukup diperhitungkan dalam kancah ekonomi

internasional , walaupun belum semua anggotanya

mampu mengekploitasi potensi ekonomi yang terdapat

didalamnya. Pada tahun 1992 terbentuklah AFTA (Asean

Free Trade Agreement) yang merupakan sebuah konsep

l iberasisasi perdagangan antar negara ASEAN. Sejak

adanya AFTA maka munculah ide perluasan integrasi

ekonomi di ASEAN beberapa tahun kemudian yang

dirumuskan saat ASEAN Summit tahun 1997 di Kuala

Lumpur yang menghasilkan Visi ASEAN 2020 :

tercapainya suatu kawasan yang stabil , makmur,

berdaya saing tinggi, dengan pertumbuhan ekonomi

yang berimbang serta berkurangnya kemiskinan dan

kesenjangan sosial ekonomi. Dalam rangka mencapai

visi tersebut maka melalui ASEAN Summit 2003 di Bal i

ditetapkanlah tiga pilar yaitu ASEAN Economic

Community (AEC), ASEAN Security Community¸ dan

ASEAN Socio-Cultural Community.

Pada awalnya target pengimplementasian AEC

maksimal tahun 2020, namun berdasarkan hasil ASEAN

Summit tahun 2007 disepakati untuk percepetan

pengimplementasian AEC menjadi tahun 2015.

Terdapat empat pilar yang tertuang dalam konsep AEC

yaitu :

1. Single Market Production Base yang mel iputi free flow

of goods, services,investment, skilled labor and freer

flow ofcapital, Priority Integration Sectors, and

food,agriculture and forestry

2. Competitive Economic Region yang mel iputi

competition policy, consumer protection,Intellectual

Property Rights (IPR), infrastructure development,

energy, taxation, e-commerce

3. Equitable Economic Development yang mel iputi SME

development, initiative forASEAN integration

4. Full Integration into Global Economy yang mel iputi

coherent approach toward externaleconomic

relations, enhanced participationin global supply

networks

Pencapaian keempat pilar tersebut akan dilakukan

secara bertahap, dimana fokus utama yang akan

dilakukan yaitu untuk terciptanya l iberasisasi

perdagangan barang, jasa dan investasi sesuai yang

tertuang dalam pilar pertama. Dengan tercapainya pilar

pertama yang merupakan dasar kuatnya persatuan

negara-negara ASEAN maka diharapkan kedepannya

pilar-pilar selanjutnya juga dapat terwujus. Dengan

demikian ASEAN akan mampu untuk sepenuhnya

berintegrasi dengan perekonomian global .

Menuju ASEAN Economy Community 2015

12 Tinjauan Ekonomi dan Keuangan Juni 2013

Dara Ayu Prastiwi

www.indonesiarayanews.comtajuk.co

Page 15: Tinjauan Ekonomi dan Keuangan Edisi Juni 2013

B erkembangnya perdagangan

dikawasan ASEAN, mendorong

negara-negara ASEAN untuk menjaga

sentral itas ASEAN dan memperkuat

ASEAN dalam perekonomian

internasional . Konsep utama ASEAN

Economic Community (AEC), yaitu

menjadikan ASEAN sebagai pasar

tunggal dan basis produksi regional ,

kawasan berdayasaing tinggi, kawasan

dengan pembangunan ekonomi yang

merata, dan integrasi dengan

perekonomian dunia.

Salah satu implementasi AEC 2015

yaitu akan mendorong terjadinya

al iran bebas tenaga kerja terdidik (free

flow of skilled labor) . Hal ini akan

menjadi tantangan tersendiri bagi

tenaga kerja Indonesia untuk

berkompetisi dengan tenaga kerja

asing dari ASEAN. Kual itas Sumber

Daya Manusia (SDM) Indonesia perlu

dibangkitkan secepatnya guna meraih

peluang pasar tenaga kerja saat AEC

2015 nanti.

Apabila AEC terwujud, maka dipastikan

akan terbuka kesempatan kerja seluas

luasnya bagi warga negara ASEAN.

Para warga negara dapat keluar masuk

dari satu negara ke negara lain

mendapatkan pekerjaan di negara

yang dituju. Adapun perjanjian atau

kontrak yang mengatur pergerakan

tenaga kerja tersebut, yang tercantum

dalam Mutual Recognition

Arrangement (MRA).

MRA dapat diartikan sebagai

kesepakatan yang diakui bersama oleh

seluruh negara ASEAN untuk sal ing

mengakui beberapa aspek hasil

penilaian berupa sertifikat. Tujuan dari

pembentukan MRA ini, yaitu untuk

menciptakan prosedur dan mekanisme

akreditasi untuk mendapatkan

kesetaraan serta mengakui perbedaan

antarnegara untuk pendidikan,

pelatihan, pengalaman dan

persyaratan l isensi untuk para

profesional yang ingin berpratek.

Adapun 8 profesi yang telah disepakati

oleh negara-negara ASEAN dan

tercantum dalam MRA, yaitu untuk

jasa-jasa engineering, keperawatan,

arsitektur, surveying qualification ,

dokter umum, dokter gigi , akuntan

dan pariwisata.

Implementasi AEC akan diberlakukan

dua tahun lagi, yaitu pada tahun 2015.

Kunci menghadapi AEC 2015 adalah

komitmen untuk menyiapkan

peningkatan dayasaing sumber daya

manusia (SDM). Pasalnya, j ika kual itas

dan standarisasi SDM tak segera

disiapkan, Indonesia akan kesul itan

menghadapi tantangan di tengah

persaingan yang ketat diantara

negara ASEAN lainnya.

Salah satu strategi peningkatan

dayasaing SDM, yaitu

penyelenggaraan kurikulum

pendidikan yang seiring dengan

standar kompetensi kerja pada tingkat

internasional . Penyelenggara

pendidikan sebaiknya memperhatikan

standar kompetensi kerja minimal di

tingkat ASEAN. Sehingga tenaga kerja

Indonesia dapat mengejar

ketertinggalannya dari negara maju di

bidang ketenagakerjaan.

Link and match antara pendidikan dan

pasar tenaga kerja menjadi salah satu

strategi dalam peningkatan daya saing

tenaga kerja. Konsep link and match

diarahkan pada paradigma pendidikan

yang demand minded agar lulusannya

lebih mudah terserap pasar tenaga

kerja serta tepat sasaran sehingga

perlunya koordinasi antara dunia

pendidikan dengan pasar tenaga kerja

Tinjauan Ekonomi dan Keuangan Mei 2013 9Tinjauan Ekonomi dan Keuangan Juni 2013 13

"ImplementasiAEC akan

diberlakukandua tahun lagi,yaitu padatahun 2015.

KuncimenghadapiAEC 2015adalah

komitmenuntuk

menyiapkanpeningkatandayasaing

sumber dayamanusia(SDM)"

Strategi Peningkatan DayasaingTenaga Kerja Indonesiamenjelang AEC 2015

Page 16: Tinjauan Ekonomi dan Keuangan Edisi Juni 2013

mengenai informasi kebutuhan

kompetensi tenaga kerja. Dalam

link and match antara pendidikan

dan pasar tenaga kerja diperlukan

kerja sama antara pemerintah,

dunia pendidikan serta dunia usaha.

Selain itu, penting untuk

menyiapkan standar kompetensi

kerja, yaitu untuk menghasilkan

sumber daya manusia yang

kompetitif. J ika tenaga kerja di

Indonesia mengantungi standar

kompetensi internasional , maka

diharapkan Indonesia akan menjadi

pusat pertumbuhan di kawasan

Asia sehingga tujuan untuk

meningkatnya kesejahteraan rakyat

dapat segera tercapai.

Standar kompetensi kerja juga

dapat meningkatkan produktivitas.

SDM yang berkompeten harus

disiapkan, karena masih banyak

industri padat karya yang

kekurangan tenaga kerja

berkompenten yang berpengaruh

pada produktivitas. Keberadaan

industri berteknologi tinggi (high-

tech) dapat menjadi lahan

pekerjaan SDM berkompeten yang

nantinya akan mendorong

peningkatan produktivitas dan

pertumbuhan ekonomi.

Produktivitas suatu negara yang

baik, akan menjadi daya tarik

investasi dan penciptaan lapangan

kerja yang lebih luas. Dua bidang

standar kompetensi dari

ketenagakerjaan yang sudah

dikeluarkan adalah hubungan

industrial dan jaminan sosial serta

Keselamatan dan kesehatan kerja .

Strategi lainnya adalah dengan

pelaksanaan program pelatihan.

Program pelatihan dibuat untuk

mengatasi kesenjangan

pengetahuan dan keterampilan

serta sikap seseorang untuk

memenuhi kual ifikasi tertentu.

Melalui penguasaan kompetensi

diharapkan tenaga kerja siap

mengisi kesempatan kerja atau

berwirausaha. Program pelatihan

diberikan kepada produsen/pelaku

usaha pada berbagai sektor.

Pemerintah Pusat melalui

Direktorat Jenderal Pembinaan

Pelatihan dan Produktivitas,

Kementerian Tenaga Kerja dan

Transmigrasi mengalokasikan

anggaran kegiatan bantuan

program pelatihan kepada

masyarakat dengan cara swakelola

oleh kelompok masyarakat itu

sendiri . Diharapkan dengan

program tersebut dapat mengatasi

permasalahan ketenagakerjaan

secara langsung di daerah maupun

sebagai upaya penyiapan kapasitas

tenaga kerja Indonesia.

Program pelatihan tenaga kerja

didaerah dilakukan oleh Dinas

Tenaga Kerja Provinsi maupun

kabupaten/Kota. Dengan

penguatan Balai Latihan Kerja(BLK)

telah dilaksanakan pelatihan yaitu

program pelatihan beberapa

bahasa seperti Bahasa Jepang,

Bahasa Korea, serta bahasa

Mandarin. Program pelatihan

lainnya yang diperuntukan bagi

lu lusan SMK yaitu program

pelatihan welding yaitu pelatihan

Las sampai tingkat mahir.

Beberapa strategi dalam upaya

mendukung daya saing tenaga

kerja indonesia tersebut

dilaksanakan menjelang AEC 2015.

Sehingga diharapkan dapat

memperkuat daya saing tenaga

kerja Indonesia menuju ASEAN

Economic Community (AEC).

Oktya Setya Pratidina

14 Tinjauan Ekonomi dan Keuangan Juni 2013

rri .co. id sosnakertrans.gunungkidulkab.go. id

. . . .Produktivitas suatu negara yang baik, akan menjadi daya tarik investasidan penciptaan lapangan kerja yang lebih luas. . .

Page 17: Tinjauan Ekonomi dan Keuangan Edisi Juni 2013

Penerapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Indonesia

Dalam Rangka Peningkatan Produktivitas Kerja

M enjelang Asean EconomicCommunity (AEC) 201 5,

memberikan dampak persaingan

sangat ketat dalam segala aspek

khususnya ketenagakerjaan yang

salah satunya mempersyaratkan

adanya perl indungan atas

keselamatan dan kesehatan kerja

(K3) dalam rangka peningkatan

produktivitas. Keselamatan dan

Kesehatan Kerja (K3) adalah

segala kegiatan untuk menjamin

dan melindungi keselamatan dan

kesehatan tenaga kerja melalui

upaya pencegahan kecelakaan

kerja dan penyakit akibat kerja.

Penerapan K3 di berbagai negara

telah berkembang melalui

pedoman maupun standar. OHSAS

18001 merupakan suatu standar

internasional untuk sostem

Manajemen Keselamatan dan

Kesehatan Kerja diterbitkan tahun

2007 menggantikan OHSAS

18001:1999 yang dimaksudkan

untuk mengelola aspek

Keselamatan dan Kesehatan Kerja

mengenai bahaya-bahaya yang

timbul dari keamanan produk.

Dalam penerapannya di Indonesia,

Keselamatan dan Kesehatan Kerja

(K3) di Pemerintahan maupun

Swasta mengacu pada Peraturan

Pemerintah No.52 tahun 2012.

Pelaksanaannya dilakukan melalui

Sistem Manajemen Keselamatan

dan Kesehatan Kerja (SMK3) agar

menciptakan suatu sistem

keselamatan dan kesehatan kerja

dengan mel ibatkan unsur

manajemen, pekerja, serta serikat

pekerja sehingga tercipta tempat

kerja yang nyaman, efisien dan

produktif.

Pelaksanaan K3 sangat penting

karena resiko kerja masih tergolong

tinggi, seperti kecelakaan kerja,

penyakit karena terekspos

l ingkungan kerja dalam waktu lama.

Kondisi ini sering terjadi pada

pekerja di l ingkungan industri ,

pertambangan, lalu l intas, dan

konstruksi. Pada tahun 2010 jumlah

kecelakaan kerja di dalam

perusahaan mencapai 70.079 kasus,

kecelakaan lalu l intas sebanyak

18.472 kasus, serta diluar

perusahaan sebesar 10.160 kasus.

Tinginya angka kecelakaan kerja

berakibat pada penurunan

produktivitas serta peningkatan

biaya yang harus dikeluarkan

perusahaan pada saat terjadi

kecelakaan kerja.

Perusahaan-perusahaan dari

berbagai sektor telah

mengimplementasikan SMK3

sebagai salah satu bagian penting

dalam sistem manajemen dengan

mengacu pada OHSAS 18001 serta

PP No.50 tahun 2012. Dengan

menerapkan standar baik nasional

maupun internasional maka produk

yang dihasilkanpun akan diakui

secara internasional dan dapat

memasuki pasar global karena

dalam proses produksi sudah sesuai

dengan standar internasional .

Penerapan SMK3 perusahaan

mel iputi : Penetapan kebijakan,

Perencanaan K3, Pelaksanaan

rencana K3, Pemantauan dan

evaluasi kinerjaK3, Peninjauan dan

peningkatan kinerja, penilaian

penerapan SMK3,Audit dan

pelaporan SMK3, Pengawasan

SMK3, serta sanksi administratif.

Kaitan dengan capacity building

SMK3 diperusahaan,

kemenakertrans telah

memberlakukan sertifikasi

Keselamatan dan Kesehatan Kerja

bagi safety officer yang berlaku

secara nasional dan bisa digunakan

di semua perusahaan. Diharapkan

dengan adanya sertifikasi K3 dapat

meningkatkan skill serta

pengetahuan dalam hal

pencegahan kecelakan serta

penyakit akibat kerja, bahkan dapat

mencapai zero accident.

Sebagai bentuk peran pemerintah

dalam implementasi K3, Dinas

Tenaga Kerja dan Transmigrasi

tingkat provinsi dan Kabupaten/

Kota harus melakukan pembinaan

pada perusahaan-perusahaan di

daerahnya tentang K3. Aparatur

pemerintah yang ada telah

diberikan pelatihan SMK3 sehingga

mereka dapat melakukan

pembinaan serta pengawasan K3

pada perusahaan-perusahaan

didaerahnya. Selain itu program-

program mengenai K3 dapat

menjadi prioritas dalam

perencanaan pembangunan

daerah .

Tinjauan Ekonomi dan Keuangan Mei 2013 9Tinjauan Ekonomi dan Keuangan Juni 2013 15

nysmpos.org

Ratih Purbasari Kania

Page 18: Tinjauan Ekonomi dan Keuangan Edisi Juni 2013

16 Tinjauan Ekonomi dan Keuangan Juni 2013

P engangguran merupakan masalah nasional yang

merupakan tanggung jawab stakeholders

Ketenagakerjaan, termasuk Pemerintah Pusat,

Pemerintah Daerah dan pelaku usaha. Pembangunan

ketenagakerjaan melalui penanggulangan

pengangguran harus dilakukan secara bersama,

terintegrasi , l intas sektor, dengan cara mengupayakan

perluasan kesempatan kerja, baik di dalam maupun di

luar hubungan kerja. Tantangan dalam rangka

pembangunan ketenagakerjaan sangatlah besar

mengingat banyaknya dimensi dan keterkaitan, yang

tidak hanya berhubungan dengan kepentingan tenaga

kerja pada waktu sebelum, selama dan sesudah masa

kerja, tetapi juga dengan upaya perluasan kesempatan

kerja.

J ika mel ihat kondisi terkini , jumlah angkatan kerja

Indonesia hingga Februari 2013 telah mencapai 121,2

juta, atau telah meningkat 3,1 juta jika dibandingkan

jumlah pada bulan Agustus 2012. Di sisi lain, Tingkat

penganggurannya sendiri berkurang menjadi 5,29

persen lebih rendah dibanding Februari 2012 sebanyak

6,32 persen. Namun persentase ini masih jauh dari

target pengangguran Pemerintah sebanyak 5 persen

hingga 2014.

Pasal 27 ayat 2 UUD 1945 menyatakan bahwa “Tiap-tiap

warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan

yang layak dan kemanusiaan”. Untuk mewujudkannya,

Pemerintah selama ini terus melakukan upaya

melakukan pembangunan ketenagakerjaan dan

memaksimalkan penyerapan tenaga kerja, diantaranya

dituangkan dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun

2013 tentang Ketenagakerjaan. Salah satu upaya terkini

adalah dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah

(PP) Nomor 33 Tahun 2013 tentang Perluasan

Kesempatan Kerja pada tanggal 8 Mei 2013. PP Nomor

33 tahun 2013 meletakkan dasar perluasan kesempatan

kerja sebagai upaya yang dilakukan untuk menciptakan

lapangan pekerjaan baru dan/atau mengembangkan

lapangan pekerjaan yang tersedia, baik di dalam

hubungan kerja (berdasarkan perjanjian kerja, ada unsur

perintah, pekerjaan, dan upah) maupun di luar

hubungan kerja (tidak berdasarkan perjanjian kerja).

Berdasarkan Pasal 2 PP ini, Pemerintah Pusat dan

Pemerintah Daerah menetapkan kebijakan perluasan

kesempatan kerja di setiap sektor sesuai dengan

kewenangannya yang diarahkan untuk menciptakan

dan mengembangkan perluasan kesempatan kerja.

Lebih lanjut berdasarkan Pasal 4 dan penjelasannya,

Pemerintah dan Pemerintah Daerah dapat memberi

kemudahan investasi dalam rangka menciptakan dan

mengembangkan perluasan kesempatan kerja antara

lain menyangkut kemudahan dalam hal perpajakan,

perbankan, penyediaan infrastruktur, pelayanan, dan

peraturan perundang-undangan.

Tabel 1 Kondisi Ketenagakerjaan Indonesia 2007-2013

PP Nomor 33 Tahun 2013:Pedoman Kebijakan Perluasan Kesempatan Kerja

Indonesia

Page 19: Tinjauan Ekonomi dan Keuangan Edisi Juni 2013

Tinjauan Ekonomi dan Keuangan Mei 2013 9Tinjauan Ekonomi dan Keuangan Juni 2013 17

Diversifikasi dan Ekstensifikasi

dan Kewirausahaan

Pasal 5 Ayat (3) PP 33 tahun 2013

juga menegaskan bahwa

Pemerintah Pusat mendorong agar

dunia usaha, baik Badan Usaha

Mil ik Negara (BUMN), Badan Usaha

Mil ik Daerah (BUMD), dan swasta

untuk melakukan diversifikasi usaha

dan ekstensifikasi usaha dalam

rangka mengoptimalkan

penyerapan tenaga kerja di

Indonesia. Diversifikasi dijelaskan

sebagai usaha membentuk

keanekaragaman satu jenis usaha

menjadi beberapa jenis usaha,

sedangkan Ekstensifikasi usaha

adalah memperluas usaha yang

sudah ada untuk meningkatkan

produksi.

Mengenai kebijakan perluasan

kesempatan kerja di luar hubungan

kerja, pasal 6 PP ini menjelaskan

landasan penciptaan dan

pengembangan kesempatan kerja

yang produktif dan berkelanjutan

dengan mendayagunakan potensi

sumber daya alam, sumber daya

manusia, kelembagaan masyarakat,

dan teknologi tepat guna.

Kelembagaan masyarakat yang

dimaksud adalah lembaga yang

bergerak di bidang pemberdayaan

ekonomi masyarakat. Berdasarkan

pasal 8 Ayat (1), perluasan

kesempatan kerja di luar hubungan

kerja dilakukan dalam bentuk

program kewirausahaan dengan

pola pembentukan dan pembinaan

tenaga kerja mandiri , sistem padat

karya, penerapan teknologi tepat

guna, pendayagunaan tenaga kerja

sukarela, dan/atau pola lain yang

dapat mendorong terciptanya

perluasan kesempatan kerja.

Dalam rangka mendukung program

kewirausahaan tersebut, PP ini

mengamanatkan agar Pemerintah

dan Pemerintah Daerah untuk

memberikan fasil itas melalui

kegiatan: (a)Permodalan;

(b)Penjaminan; (c)Pendampingan;

(d)Pelatihan; (e)Konsultasi ;

(f)Bimbingan teknis; dan/atau (g)

Penyediaan data dan informasi. PP

ini juga mengamanatkan agar

Lembaga Keuangan dan Lembaga

Penjaminan untuk memberikan

kemudahan dan fasil itas kepada

masyarakat yang dapat

menciptakan atau memperluas

kesempatan kerja berupa fasil itas

kredit dan/atau fasi l itas penjaminan

kredit.

Secara keseluruhan, bisa dikatakan

bahwa program Perluasan

kesempatan kerja adalah sebuah

program lintas sektor. Keberhasilan

program ini tergantung pada

ketepatan sasaran program untuk

mendorong setiap faktor terkait

untuk berkembang secara baik dan

simultan. PP No 33 2013 ini sudah

menyediakan landasan yang

komprehensif bagi pelaksana

kebijakan. Namun pertanyaan

mendasarnya kedepan adalah

apakah setiap stakeholder mampu

menurunkannya menjadi program

teknis yang berdampak optimal?

Riski Raisa Putra

Page 20: Tinjauan Ekonomi dan Keuangan Edisi Juni 2013

S

Opini Pakar

Sampai dengan Februari 2013, kondisi ketenagakerjaan

Indonesia cenderung menunjukan perbaikan. J ika

dibandingkan dengan Agustus 2012, jumlah penduduk

yang bekerja bertambah sebesar 3,2 juta orang dan

jumlah penganggur berkurang sebanyak 70 ribu orang,

sehingga tingkat pengangguran terbuka (TPT) tercatat

5,92%.

Walaupun mengalami perbaikan, namun

tren penyerapan tenaga kerja cenderung

menurun. Pengajar Fakultas Ekonomi

Universitas Indonesia sekal igus anggota

Komite Ekonomi Nasional (KEN), Ninasapti

Triaswati , menjelaskan bahwa minat industri

yang lebih memil ih menggunakan modal

secara lebih intensif dibandingkan

dengan penggunaan tenaga kerja

mendorong penurunan penyerapan

tenaga kerja. Menurut Nina,

seharusnya pertumbuhan ekonomi dapat

menyerap tenaga kerja secara optimal . Selain itu, untuk

menghadapi era global isasi kedepan, pemerintah

seharusnya menyusun strategi untuk angkatan kerja

spesifik agar tercipta perluasan kesempatan kerja yang

lebih besar. Pemerintah harus mendorong penciptaan

pekerja dengan kual itas yang tinggi agar mampu bersaing

di pasar global .

Dalam laporan The Global Competitiveness Index tahun

2012-2013, daya saing Indonesia berada pada peringkat

50, atau turun sebesar 4 poin dari tahun sebelumya.

Menurut Nina, salah satu faktor utama pendorong

penurunan ini adalah rendahnya efisiensi pasar tenaga

kerja di Indonesia. Menurut pandangan pengusaha,

peraturan terkait tenaga kerja merupakan faktor utama

inefisinesi ini , sehingga keseimbangan antara penawaran

dan permintaan tenaga kerja tidak tercapai.

Dalam mengatasi ketidakseimbangan ini , Pemerintah

perlu: (i) merombak regulasi dari sisi anggaran melalui

pengal ihan subsidi barang kepada subsidi orang, seperti

penurunan subsidi BBM yang dial ihkan untuk program

jaminan sosial ; (i i ) menjaga kesejahteraan masyarakat

dengan menetapkan upah berdasarkan komponen

Kebutuhan Hidup Layak (KHL); (i i i ) membuat strategi

pasar tenaga kerja yang beriringan dengan strategi

industri ; dan (iv) memperioritaskan antara low to middle

skilled dan medium to high skilled. Pendekatan low to

middle skilled akan lebih fokus kepada blue col lar melalui

pembinaan dan pelatihan kerja yang spesifik, sehingga

penyerapan tenaga kerja blue collar mempunyai arahan

atau target yang tepat. Sementara itu, pada pendekatan

medium to high skilled, terdapat dorongan yang kuat bagi

Rekomendasi Kebijakan dalam Mendorong Daya Saing Tenaga Kerja

Indonesia

18 Tinjauan Ekonomi dan Keuangan Juni 2013

tenaga kerja white collar untuk menciptakan suatu

produk, sehingga pada tahap ini akan terjadi

pengurangan impor. Secara umum, kebijakan tenaga

kerja harus dapat mendorong produktivitas tenaga

kerja baik blue collar dan white collar, namun dengan

pendekatan yang berbeda.

Terkait AEC 2015, menurut Nina, posisi

ketenagakerjaan Indonesia relatif tertinggal .

Beberapa permasalahan yang mendasari

ketidaksiapan Indonesia adalah

ketidakselarasan pertumbuhan tenaga kerja

dan industri , serta kondisi pasar tenaga kerja

khususnya informal yang tidak terjaga.

Pertumbuhan industri padat modal yang

lebih tinggi dibandingkan industri

padat karya menyebabkan tidak

maksimalnya perluasan lapangan

kerja, sehingga kondisi

ketenagakerjaan di Indonesia relatif tidak stabil .

Selain itu, tidak terjaganya sektor informal di

Indonesia mendorong peningkatan tenaga kerja blue

collar. Hal ini karena tenaga kerja blue collar yang

umumnya merupakan tenaga kerja less skilled akan

lebih mudah untuk masuk ke sektor informal .

Berbeda dengan Indonesia, negara maju cenderung

mengabaikan sektor informalnya dan lebih fokus

pada perl indungan white collar, sehingga tenaga

kerja akan lebih terserap di white collar. Sementara

itu, sektor informal yang membutuhkan blue collar

akan diisi oleh tenaga kerja asing. Oleh karena itu,

dalam menghadapi AEC 2015, pemerintah perlu lebih

membangun pedesaan agar tidak terjadi urbanisasi

yang akan mendorong peningkatan sektor informal di

perkotaan. Hal ini dapat dilakukan melalui program

pembangunan infrastruktur, seperti l istrik dan air.

Selain itu, pemerintah juga perlu mendorong

pembangunan di sektor-sektor primer, seperti

pertanian dan pertambangan serta membuat

program pelatihan tenaga kerja di sektor tersebut.

Dari sisi anggaran, pemerintah juga perlu

mengalokasikan dana yang lebih besar untuk

pendidikan karena pendidikan merupakan faktor

utama yang dapat mendorong kapabil itas tenaga

kerja.

Insani Sukandar

Dr. Ninasapti Triaswati

Pengajar FE UI, Anggota KEN

Page 21: Tinjauan Ekonomi dan Keuangan Edisi Juni 2013

19Tinjauan Ekonomi dan Keuangan Juni 2013

Keuangan

Potensi Bank BUMN

dalam Pinjaman Dalam Negeri

Pinjaman Dalam Negeri (PDN)

sebagai salah satu bentuk

pembiayaan pemerintah dapat

digunakan untuk membiayai

kegiatan tertentu pada

Kementerian/ Lembaga, Pemda

dan BUMN. Dalam Peraturan

Pemerintah nomor 54 tahun 2008

tentang Tata Cara Pengadaan dan

Penerusan Pinjaman Dalam Negeri

oleh Pemerintah menyebutkan

bahwa PDN bersumber dari

Pemda, BUMN dan Perusahaan

Daerah. Saat ini PDN telah

digunakan sebagai pembiayaan

dalam pemenuhan alat utama

sistem pertahanan dan keamanan.

Bank BUMN memil iki kapasitas

pendanaan yang cukup tinggi

dengan nilai aset yang mencapai

lebih dari 30% aset perbankan

nasional . Kapasitas yang besar

menimbulkan potensi bagi peluang

pembiayaan untuk kegiatan PDN.

Dari sisi perbankan, PDN termasuk

ke dalam kategori portofol io

“Tagihan Kepada Pemerintah”

dengan bobot risiko kredit 0%. Hal

ini sejalan dengan prinsip kehati-

hatian yang diterapkan perbankan

dalam memberikan kredit. Selain

itu dari segi permodalan, melalui

Peratuan Bank Indonesia No.

8/13/PBI/2006 tentang Perubahan

atas Peraturan Bank Indonesia

Nomor 7/3/PBI/2005 tentang Batas

Maksimum Pemberian Kredit

(BMPK), mewajibkan perbankan

untuk melakukan penyebaran dan

diversifikasi pemberian kredit. Hal

ini di lakukan sebagai upaya untuk

mengurangi potensi kegagalan

bank sebagai akibat dari

konsentrasi penyediaan dana.

Dalam regulasi tersebut juga

mengatur tentang penyediaan

dana kepada pemerintah pusat

atau daerah yang dijamin oleh

Pemerintah Indonesia dikecual ikan

dari perhitungan BMPK. Sementara

untuk penyediaan dana kepada

BUMN untuk tujuan pembangunan

ditetapkan maksimal 30% dari

modal maksimum, dan BMPK

untuk non BUMN maksimal 20%

untuk individu/ korporasi dan

maksimal 25% untuk grup/

kelompok.

Pinjaman kepada Pemerintah

memil iki perbedaan karakteristik

dengan pinjaman yang diberikan

kepada swasta. Kredit kepada

pemerintah diambil melalui PDN,

dinilai sebagai kredit tanpa resiko

pengembal ian, karena pembayaran

dijamin oleh pemerintah.

Berangkat dari kondisi tersebut,

sesuai dengan prinsip resiko

pengembal ian tercermin dalam

tarif suku bunga kredit, maka

seharusnya bunga PDN lebih

rendah dibandingkan bunga yang

dikenakan pada sektor swasta.

Selain itu penggunaan mata uang

rupiah juga mengurangi resiko nilai

tukar, apabila dibandingkan

dengan kredit yang menggunakan

mata uang asing.

Selain potensi Bank BUMN dan

regulasi yang mendukung menurut

kajian Direktorat Perencanaan dan

Pengembangan Pendanaan

Pembangunan, Bappenas yang

berjudul “Anal isis Pemanfaatan

Pinjaman Dalam Negeri Untuk

Membiayai Kegiatan Pembangunan

Nasional” menyebutkan beberapa

hal yang perlu menjadi perhatian,

antara lain : (i) Adanya potensi

crowding out effect apabila kredit

yang diserap Pemerintah terlalu

besar, yang mengakibatkan kecil

penyaluran kredit pada sektor

swasta. Hal ini pada muaranya akan

menyebabkan menurunnya

investasi swasta yang pada

akhirnya akan memperlambat

perekonomian. (i i ) Sebagian

sumber dana perbankan BUMN

berasal dari dana pihak ketiga yang

memil iki jangka pendek, yakni

tabungan dan deposito, di sisi lain

PDN diarahkan untuk pembiayaan

infrastruktur yang memil iki jangka

waktu yang panjang. Kemungkinan

bisa timbul mismatch pendanaan

terkait perbedaan jangka waktu

pembiayaan.

Adanya potensi mismatch ini perlu

direspon dengan kebijakan

portofol io yang memeberikan

proporsi yang tepat antara kredit

jangka panjang dan kredit jangka

pendek untuk menjaga tingkat

l ikuiditas perbankan. Pemanfaatan

potensi perbankan BUMN dalam

kegiatan PDN secara lebih luas

perlu dilakukan secara bertahap

dan terukur serta mel ibatkan BI

dalam melakukan assesment

terhadap penarikan PDN.

Referensi : Direktorat Perencanaan

dan Pengembangan Pendanaan

Pembangunan, Bappenas

Alexcius Winang

Page 22: Tinjauan Ekonomi dan Keuangan Edisi Juni 2013

Para pemimpin negara-negara

ASEAN telah merumuskan

kesepakatan bersama berupa

pencapaian ASEAN Community

yang terdiri dari tiga pilar utama

yang sal ing terintegrasi , yakni

ASEAN Security Community, ASEAN

Economic Community dan ASEAN

Socio-Culture Community.

Sedangkan penerapan terlebih

dahulu yang akan dilaksanakan

pada tahun 2015 adalah ASEAN

Economic Community

ASEAN Economic Community

merupakan wujud nyata dalam

rangka menjaga stabil itas pol itik

dan keamanan regional ASEAN,

meningkatkan daya saing kawasan

secara keseluruhan di pasar dunia,

dan mendorong pertumbuhan

ekonomi, mengurangi kemiskinan

serta meningkatkan standar hidup

penduduk Anggota ASEAN.

Dengan terwujudnya AEC pada

tahun 2015 maka akan terjadi

perdagangan bebas antara anggota

ASEAN. Tantangan dan hambatan

akan semakin komplek namun

peluang pasar yang terjadi akan

semakin luas dengan potensi

ASEAN yang ada.

Kawasan ASEAN terdiri dari 10

negara anggota dengan luas total

4,5 juta kilometer persegi dan

populasi sekitar 688 juta jiwa,

dimana 40% berada di Indonesia.

Pertumbuhan ekonomi di kawasan

ASEAN mencapai 5-7% per tahun

dan total Gross Domestic Product

(GDP) sebesar US$ 3,36 tri l iun.

Potensi ASEAN yang begitu besar,

harus dapat dimanfaatkan dan

dieksploitasi oleh BUMN Indonesia.

Peluang dari pelaksanaan AEC

pada tahun 2015 adalah akan

mendorong arus investasi ke dalam

negeri yang akan menciptakan

multiplier effect, kemudahan untuk

melakukan joint venture, terjadinya

percepatan perpindahan arus modal

dan manusia, dan meningkatnya

transfer teknologi.

Sedangkan tantangan yang akan

dihadapi oleh perusahaan BUMN di

Indonesia dengan terjadinya pasar

bebas, tanpa ada perl indungan atas

barang domestic dan keluar masuk

barang maka BUMN harus dapat

lebih proaktif menempatkan ASEAN

sebagai tujuan ekspor, persaingan

perusahaan akan semakin ketat,

tuntutan investor asing dan

domestik semakin tinggi, konsumen

semakin kritis dan memil iki

preferensi.

Namun dibal ik semua itu, beberapa

BUMN Indonesia telah melakukan

ekspansi terlebih dahulu, seperti PT

Wijaya Karya Tbk, PT BNI Tbk, PT

Pertamina (Persero) yang sudah

membangun kantor perwakilan di

Myanmar.

Perusahaan BUMN lain pun telah

bersiap untuk menyambut pasar

tunggal ASEAN ini, misalnya: PT

Telkom telah menyiapkan dana Rp

50 mil iar untuk mengirim 1000

pegawai keluar negeri guna

mempertajam ilmu dan

memberikan beasiswa S2 luar

negeri. Lain halnya dengan PT

Semen Indonesia yang berencana

membangun pabrik semen di

Vietnam dan Myanmar, pabrik

tersebut direncanakan berkapasitas

produksi 1 juta ton dan estmasi

biaya yang diperlukan sebesar

US$200-250 juta. PT Semen

Indonesia juga telah memil iki anak

perusahaan di Vietnam dengan

proporsi kepemil ikan sebesar 70%

pada perusahaan Tang Long semen.

Bagaimana pun juga masih banyak

perusahaan BUMN yang belum siap

dalam menghadapi implementasi

AEC ini. Ada beberapa hal yang

dapat dilakukan perusahaan BUMN

dalam menghadapi tantangan ini ,

adalah:

1. Meningkatkan efisiensi usaha dan

kual itas produk

2. Riset pasar dan networking

dengan mitra lokal

3. Promosi produk dan mengikuti

pameran

4. Mengikuti misi dagang ke negara

tujuan ekspor

5. Melakukan sinergitas dengan

BUMN lain untuk menjadi

Perusahaan yang berdaya saing

tinggi

Namun diluar hal itu peranan

Pemerintah Indonesia harus mampu

mengatasi masalah-masalah yang

menyebabkan munculnya ekonomi

biaya tinggi seperti keterbatasan

infrastruktur, biaya atau bunga bank

yang masih tinggi, dan banyaknya

pungutan l iar.

BUMN/ Korporasi

Adji Dharma

www.riau24.com

20 Tinjauan Ekonomi dan Keuangan Juni 2013

Kesiapan Badan Usaha Milik Negara (BUMN)

Menghadapi ASEAN Economic Community 2015

Page 23: Tinjauan Ekonomi dan Keuangan Edisi Juni 2013

Tahun 2013 masih menyisakan waktu sekitar

beberapa bulan lagi. Sesuai dengan amanah UU

Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan

Retribusi Daerah, 31 Desember 2013 merupakan batas

waktu persiapan pengal ihan (devolusi) Pajak Perdesaan

dan Perkotaan (PBB-P2) menjadi pajak daerah. Mulai 1

Januari tahun 2014, Pemerintah Pusat tidak lagi

memungut PBB-P2 karena kewenangan pemungutan

PBB-P2 telah berpindah pada daerah (Kabupaten/Kota).

J ika pada tahun 2014 masih ada daerah yang belum

siap melakukan pemungutan, maka potensi penerimaan

dari PBB-P2 otomatis akan hilang.

Devolusi PBB Perdesaan

dan Perkotaan didasarkan

pada beberapa

pertimbangan.

Pertimbangan tersebut

diantaranya adalah karena

berdasarkan teori, property

tax lebih bersifat lokal

(local origin) , visibi l itas,

objek pajak tidak

berpindah-pindah

(immobile) , dan terdapat

hubungan erat antara pembayar pajak dan yang

menikmati hasil pajak tersebut (the benefit tax-link

principle) . Dengan kondisi tersebut, diharapkan

pemungutan PBB-P2 akan lebih efektif j ika dipungut

oleh daerah karena daerah sebagai pihak yang punya

wilayah tentu lebih memahami karakteristik dan potensi

penerimaan PBB-P2. Hal tersebut juga sejalan dengan

tujuan pemerintah pusat agar PBB-P2 menjadi salah

satu sumber PAD yang potensial .

Dalam proses devolusi tersebut, Kementerian Keuangan

mengelompokkan daerah menjadi 3 kelompok yaitu

kelompok pertama, kelompok kedua, dan kelompok

ketiga. Kelompok pertama adalah daerah dengan

potensi PBB-P2 yang cukup tinggi, kelompok kedua

adalah daerah dengan potensi PBB-P2 yang cukup

memadai atau sedang, dan kelompok ketiga adalah

daerah dengan potensi PBB-P2 yang kurang memadai

atau relatif kecil . Hal ini akan berpengaruh pada

semangat dari daerah dalam rangka mempersiapkan

proses pemungutan PBB-P2. Kelompok daerah dengan

potensi PBB-P2 tinggi akan berusaha memungut PBB-

P2 dengan segera sementara kelompok dengan potensi

PBB-P2 rendah akan

memungut PBB-P2 pada

batas waktu yang

dipersyaratkan (1

Januari 2014) atau

bahkan sampai saat ini

belum siap sama sekal i

dalam pemungutan

PBB-P2.

Contoh dari daerah

yang masuk dalam

kelompok 1 dan juga sebagai pilot project kebijakan

devolusi PBB-P2 adalah Kota Surabaya. Kota Surabaya

mulai melakukan pemungutan PBB-P2 pada tahun 2011.

Ketentuan memang membolehkan daerah melakukan

pemungutan PBB-P2 sebelum tahun 2014 jika sudah

siap. Penerimaan PAD Kota Surabaya meningkat

signifikan dengan adanya devolusi PBB-P2. Sebelum

adanya devolusi rata-rata peningkatan PAD adalah

sebesar 14,03% per tahun. Setahun sebelum devolusi

(tahun 2010) PAD Kota Surabaya adalah sebesar

Fiskal dan Regulasi Ekonomi

Perkembangan Devolusi Pajak Bumi danBangunan (PBB) Perdesaan dan Perkotaan

21Tinjauan Ekonomi dan Keuangan Juni 2013

Grafik Pertumbuhan PAD Surabaya

Page 24: Tinjauan Ekonomi dan Keuangan Edisi Juni 2013

Rp908.648.000.000,00 dan setelah

devolusi (tahun 2011), PAD Kota

Surabaya adalah sebesar

Rp1.886.514.301.580,72. Hal itu berarti

PAD Kota Surabaya meningkat menjadi

sekitar 2 kal i l ipat. Dengan tidak

mengesampingkan peran pertumbuhan

jenis PAD lainnya, penerimaan PBB-P2

berperan besar dalam menyokong

penerimaan Kota Surabaya.

Kondisi Kota Surabaya tidak bisa

disamaratakan dengan daerah lainnya.

Masing-masing daerah mempunyai

karakteristik sendiri . Data yang diri l is oleh

Direktorat Jenderal Perimbangan

keuangan, Kementerian Keuangan

menunjukkan gambaran tersebut.

Dari tabel tersebut diatas dapat dil ihat

bahwa terdapat 284 daerah atau 57,7

persen dari jumlah daerah yang telah

menetapkan Perda PBB-P2 dengan

rincian 1 daerah memungut pada tahun

2011, 17 daerah daerah memungut pada

tahun 2012, 105 daerah pada tahun

2013, dan 161 daerah memungut pada

tahun 2014. Potensi PBB-P2 dari 284

daerah tersebut mencakup sekitar 93,9

persen dari total penerimaan PBB-P2

tahun 2011.

Sementara itu, terdapat 107 daerah atau

21,8 persen dari jumlah daerah yang

masih dalam proses menetapkan Perda

PBB-P2 dengan potensi penerimaan PBB-

P2 sekitar 4,2 persen dari total

penerimaan PBB-P2 tahun 2011. Daerah

lainnya sebanyak 101 daerah atau 20,5

persen dari jumlah daerah yang belum

menyusun Raperda PBB-P2 dengan

potensi penerimaan PBB-P2 sekitar 1,9

persen dari total penerimaan tahun 2011.

Masih banyaknya daerah yang bahkan

belum menyusun Raperda menandakan

bahwa daerah tersebut belum siap untuk

memungut PBB-P2. J ika dil ihat dari

potensi penerimaannya yang hanya 1,9

persen maka ketidaksiapan tersebut bisa

dipahami. Sebelum adanya devolusi ,

daerah tidak perlu melakukan upaya

apapun karena PBB-P2 dipungut oleh

pusat dan dibagihasilkan kepada

kabupaten/kota dengan prosentase

64,8%. Dengan adanya devolusi , maka

daerah mau tak mau harus melakukan

upaya untuk melakukan pemungutan

sendiri PBB-P2. Dalam hal ini , daerah

yang masuk dalam kelompok ketiga

dengan potensi penerimaan PBB-P2

yang rendah memang mengalami

dilema. J ika dipaksakan justru bisa

membuat biaya pemungutan melebihi

hasil pemungutan.

Pemerintah daerah bukanlah entitas yang

berorientasi mencari keuntungan

layaknya perusahaan. Dalam pelaksanaan

pemungutan pajak, pola pikir perusahaan

yang mempertimbangkan untung rugi

juga harus diterapkan. Pajak daerah

sendiri harus memenuhi kriteria potensi

pajak memadai yang artinya hasil

penerimaan pajak harus lebih besar dari

biaya pemungutan.

Namun demikian, j ika kita

memperhatikan hal yang terjadi pada

perusahaan, bukankah banyak

perusahaan yang mendapatkan

keuntungan setelah beberapa tahun

beroperasi? Oleh karena itu, daerah

dengan potensi penerimaan PBB-P2

rendah tidak boleh mengabaikan

kebijakan devolusi PBB-P2. Segala

persiapan tetap harus ditempuh

terutama mengenai penyusunan

database perpajakan. J ika tahun ini

potensinya masih rendah maka perlu

dilakukan upaya agar pada masa

mendatang potensinya berkembang.

Referensi:Kementerian Keuangan 2010, 2012 dan2013.Ahmad Rifai Sapta

22 Tinjauan Ekonomi dan Keuangan Juni 2013

Kesiapan Daerah dalam Memungut PBB-P2

(Posisi 18 Maret 2013)

Masih banyaknya

daerah yang

bahkan belum

menyusun Raperda

menandakan

bahwa daerah

tersebut belum

siap untuk

memungut PBB-

P2. Jika dilihat dari

potensi

penerimaannya

yang hanya 1 ,9

persen. . . . . .

Sumber: Kementerian Keuangan, 2013

Page 25: Tinjauan Ekonomi dan Keuangan Edisi Juni 2013

S

Kolom MP3EI

Sel ly Galvani

Salah satu dari tiga strategi utama pelaksanaan MP3EI

adalah peningkatan kemampuan SDM dan IPTEK

Nasional , melalui program pembangunan Instistut

Teknologi Kal imantan. Sebagai salah satu strategi

utama, strategi ini dini lai sangat penting untuk era

ekonomi berbasis pengetahuan, mesin pertumbuhan

ekonomi sangat bergantung pada kapital isasi hasi l

penemuan menjadi produk inovasi. Dengan demikian

peran SDM yang berpendidikan menjadi kunci utama

dalam mendukung pertumbuhan ekonomi yang

berkesinambungan. Untuk mendukung hal tersebut

maka sistem pendidikan harus mampu menghasilkan

tenaga kerja yang unggul , produktif, dan mampu

menerapkan IPTEK yang dibutuhkan untuk

meningkatkan nilai tambah kegiatan ekonomi yang

berkelanjutan.

Peningkatan kual itas dapat ditempuh melalui jalur

pendidikan tinggi. Pada tahun 2009, Angka Partisipasi

Kasar (APK) perguruan tinggi, 22 persen, berada di

peringkat bawah dibandingkan dengan negara-negara

Asia Tenggara lainnya. Dengan kata lain, hanya 22

persen dari penduduk Indonesia yang berusia 19-24

tahun merasakan pendidikan tinggi. Angka tersebut

masih jauh dibawah target dari Kementerian Pendidikan

dan Budaya (Kemendikbud) yaitu 30 persen pada tahun

2014, sesuai dengan Rencana Strategis.

Dalam rangka mendukung upaya percepatan

pembangunan nasional yang sejalan dengan program

pemerintah dalam MP3EI, salah satu dukungan SDM

dan IPTEK utama adalah bidang sains dan teknologi.

Seperti dikatakan oleh Menteri Pendidikan dan

Kebudayaan Indonesia M. Nuh, “Peningkatan nilai

tambah terhadap sumber daya alam memerlukan

sumber daya sains dan teknologi untuk menghasilkan

inovasi produk dan inovasi proses. Selain itu, sains dan

teknologi sangat diperlukan sebagai driver dan enabler

pengembangan industri”(2011). Harus diakui bahwa

perkembangan teknologi di Indonesia sampai saat ini

masih berlangsung lambat, sehingga diperlukan

pengembangan lembaga pendidikan tinggi teknologi

yang ada di Indonesia.

Data dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan

Nasional 2010 menunjukan jumlah pendaftar untuk

bidang studi teknik atau teknologi sebanyak 325.156

orang dan jumlah mahasiswa baru yang berhasil

diterima sebanyak 140.501 orang. Hal lain yang patut

untuk diperhatikan adalah terjadinya krisis lu lusan

bidang sains dan teknologi di Indonesia. Data Persatuan

Insinyur Indonesia (PII) memperl ihatkan sedikitnya

diperlukan 92.000 lulusan bidang sains dan teknologi

baru setiap tahun. Namun dalam kenyataannya, hingga

saat ini Indonesia hanya mampu menyetak 42.000

lulusan bidang sains dan teknologi tiap tahunnya.

Dalam konteks MP3EI, permasalahan ini menjadi satu

hambatan tersendiri karena ketersediaan lulusan bidang

sains dan teknologi sangat dibutuhkan dalam berbagai

proyek MP3EI. Bahkan Menko Perekonomian, Ir. Hatta

Rajasa, sudah mensinyal ir program MP3EI memil iki

ancaman kelangkaan lulusan bidang sains dan

teknologi yang mampu menangani ribuan proyek.

Indonesia baru memil iki dua kampus Institut Teknologi

Negeri yaitu Institut Teknologi Bandung (ITB) dan

Institut Teknologi Sepuluh November (ITS). Dengan

menimbang luas wilayah Indonesia, tingginya

pertumbuhan penduduk dan pesebarannya, serta

tingginya tuntutan bagi pemenuhan pesebaran ilmu

pengetahuan dan teknologi di Indonesia maka upaya

untuk membangun Kampus Institut Teknologi Negeri di

wilayah luar Jawa menjadi hal yang penting. Kesadaran

ini mendorong pemerintah untuk membangun Institut

Teknologi baru di wilayah Kal imantan. Kal imantan

merupakan daerah dengan integrasi ekonomi yang baik

dan dapat menjadi modal untuk menjadi basis industri

baru dalam negeri. ITK saat ini sedang berada dalam

tahap pembangunan.

Pada akhirnya, pembangunan Institut Teknologi

Kal imantan diharapkan dapat menjadi salah satu

jawaban atas kebutuhan SDM dan IPTEK di bidang sains

dan teknologi. Terutama sejalan dengan tujuan MP3EI

untuk melakukan percepatan pembangunan ekonomi

sampai tahun 2025.

Menjawab Kebutuhan SDM dan IPTEK Nasional: Pembangunan

Institut Teknologi Kalimantan (ITK)

Sumber: World Bank, 201 2

Gambar 1 . Perbandingan Angka Partisipasi Kasar Perguruan

Tinggi Indonesia, Fi l ipina, Malaysia, dan Thailand, 2009

23Tinjauan Ekonomi dan Keuangan Juni 2013

Page 26: Tinjauan Ekonomi dan Keuangan Edisi Juni 2013

P

KUR dan UKM

Penyaluran KUR pada bulan Mei 2013

terjadi peningkatkan hingga Rp 3,8 tri l iun

dibandingkan bulan sebelumnya, sebesar

Rp 3,4 tri l iun dengan jumlah debitur

sebanyak 223,519 orang. Sejak bulan

November 2007 hingga Mei 2013 total

penyaluran KUR mencapai Rp 115 tri l iun

dengan jumlah debitur tercatat sebanyak

8,68 juta orang. Rata-rata setiap debitur

mendapatkan kredit sebesar Rp 13,3 juta

per orang dengan tingkat NPL 4,5%.

Bank BRI merupakan bank penyalur

tertinggi, khususnya BRI Mikro yang telah

menyalurkan hingga bulan Mei 2013

sebesar Rp 56 tri l iun. Selanjutnya KUR

Ritel BRI telah menyalurkan sebesar Rp

14,4 tri l iun. Jumlah masing-masing debitur

sebesar 7,9 juta orang dan 87.459 orang

untuk KUR Ritel BRI.

Sementara itu penyaluran KUR melalui

BPD bulan Mei 2013 sebesar Rp 34,9

mil l iar dengan jumlah debitur sebanyak

423 orang. Penyaluran melalui BPD

periode November 2007 hingga Mei

2013, penyalur tertinggi adalah Bank Jatim

diikuti Bank Jabar Banten masing-masing

sebesar Rp 3,54 tri l iun dan Rp 2,58 tri l iun

dengan jumlah debitur sebesar 33.830

orang dan 23.610 orang dengan tingkat

rata-rata NPL sebesar 8,3%.

Dil ihat dari sektor yang menerima KUR

pada bulan Mei 2013, sektor perdagangan

mendapatkan KUR terbanyak hingga 65%.

Selanjutnya, untuk urutan kedua adalah

sektor pertanian yang mencapai 16%.

Berdasarkan sebaran regional penyaluran

tertinggi tercatat pada provinsi Jawa

Tengah, Jawa Timur dan Jawa Barat

dengan penyaluran masing-masing

sebesar Rp 17,7 tri l iun, Rp 17,4 tri l iun dan

Rp 14,7 tri l iun.

Untuk laporan penyaluran KUR TKI juga

mengalami peningkatan dari segi debitur

dan penyaluran. Pada bulan Mei 2013

tercatat penyaluran KUR TKI mencapai Rp

52.3 mil iar dengan jumlah debitur

sebanyak 4.489 TKI.

Beberapa negara tujuan TKI yang

menerima penyaluran KUR TKI

diantaranya adalah Korea, Malaysia,

Brunei Darussalam dan Hongkong.

Realisasi Penyaluran KUR Periode Mei 2013

Windy Pradipta

"Dilihat darisektor yangmenerima KURpada bulan Mei2013, sektorperdaganganmendapatkanKUR terbanyakhingga 65%.Selanjutnya,untuk urutankedua adalahsektor pertanianyang mencapai16%"

24 Tinjauan Ekonomi dan Keuangan Juni 2013

Page 27: Tinjauan Ekonomi dan Keuangan Edisi Juni 2013

KTransformasi Kebijakan Penanggulangan Kemiskinan di Indonesia

Kemiskinan masih menjadi prioritas kebijakan di

Indonesia. Banyak alasan kenapa topik ini patut menjadi

perhatian utama seluruh pihak yang berkepentingan.

Pertama, tingkat kemiskinan di Indonesia masih tinggi.

H ingga tahun 2012 jumlah penduduk miskin masih 12

persen (29 juta dari 240 juta). Kedua, tingginya jumlah

penduduk yang berada di area rawan miskin

(vulnerable) . Berdasarkan data yang diri l is oleh TNP2K

hingga tahun 2012, 40 persen penduduk masih berada

di area ini. Ketiga, masih tingginya tingkat ketimpangan

antar penduduk di Indonesia. Pada tahun 2008-2012

pertumbuhan ekonomi kelompok miskin hanya 2

persen jauh lebih rendah dibandingkan kelompok kaya

yang tumbuh 9 persen.

Sudah banyak program yang dilakukan pemerintah dan

lembaga terkait lain dalam penanggulangan

kemiskinan. Kalau kita l ihat dulu hampir tidak ada

kebijakan yang langsung ditargetkan pada kelompok

miskin. Kebijakan yang banyak dilakukan adalah

berfokus pada peningkatan pertumbuhan ekonomi

makro secara umum yang dikombinasikan dengan

pembangunan infrastruktur di daerah rural .

Namun, berdasarkan penel itian TNP2K ditunjukkan

bahwa model kebijakan ini tidak signifikan dalam

penanggulagan kemiskinan, walau secara statistik kala

itu terjadi penurunan angka kemiskinan, terbukti saat

terjadi krisis kelompok ini kembal i terjun dalam

kemiskinan. Secara umum lack of social safety net dan

social protection yang menjadi masalahnya.

Era baru penanggulangan kemiskinan

Berdasarkan kondisi aktual dan pengalaman di masa

lampau tersebut maka sekarang dibutuhkan metode

penanggulangan kemiskinan yang baru lebih adaptif.

Metode yang dilakukan dirubah dari pendekatan

general economic development menjadi targeted policy.

Dalam jangka panjang secara simultan pendekatan

social insurance juga perlu terus dikembangkan.

Pentingnya pendekatan yang lebih tertaget ini ditujukan

untuk mampu mengakomodasi fenomena kemiskinan

di Indonesia. Pertama, dynamic poverty. Program

kemiskinan harus didisain tidak hanya untuk

mendorong penduduk miskin keluar dari kemiskinannya

namun juga harus mampu membuat mereka lepas dari

kerentanan.

Sebagai contoh, pada tahun 2009 terdapat 14,7 juta

yang lepas dari kemiskinan. Namun, 13,2 juta orang

kembal i jatuh ke jurang kemiskinan karena krisis. Hal ini

terjadi karena pemerintah tidak mampu memberikan

social assistance bagi mereka yang berada di wilayah

rawan miskin. Kedua, perlu adanya targeted policy yang

menjamin dan mendorong akses pada pendidikan,

kesehatan dan pekerja bagi mereka kelompok miskin.

Ketiga, program penanggulangan kemiskinan dirancang

juga untuk membuat lmereka tahan terhasap gejolak

krisis.

Targeted policy ini kemudian diterjemahkan dalam

berbagai model program yang disesuaikan dengan

kebutuhan.Pelaksanaan program dibagi menjadi tiga

kluster besar. Kluster satu fokus pada program

pengembangan rumah tangga miskin, seperti BLT, PKH,

BSM, Raskin. Kluster dua ditujukan pada

pengembangan komunitas dengan turunan program

seperti PNPM. Sedangkan kluster tiga ditargetkan pada

perluasan usaha kecil dan kewirausaan.

Tantangan kebijakan

Sejak tahun 2009 model penanggulangan kemiskinan

ini dilakukan sudah banyak progres yang dirasakan di

Indonesia, penduduk miskin khususnya. Namun

demikian masih banyak tantangan yang dihadapi dalam

pelaksanaannya. Diantaranya, pertama, buruknya data

base kependudukan khsusunya data kemiskinan di

Indonesia. Hal ini yang seringkal i membuat program

yang dirancang dengan baik tidak optimal dalam

prakteknya di lapangan.

Kedua, masih lemahnya kinerja birokrasi di Indonesia

yang seringkal i memperlambat proses pelaksanan

program. Ketiga, paska desentral isasi terdapat aturan

yang memisahkan kewenangan dalam pendanan.

Sebagai contoh, dalam penanggulangan kemiskinan

salah satu faktor penting adalah ketersediaan

infrastruktur dasar sedangkan tidak semua daerah

memil iki fokus yang sama dengan program

penanggulangan kemiskinan dari pusat.

Program yang lebih adaptif dan menggunakan

pendekatan keperilakuan (behavioral aproach) menjadi

titik cerah baru penanggulangan kemiskinan di

Indonesia. Namun betapapun baiknya rancangan

program ini akan tidak optimal bila dalam

pelaksanaannya bila salah dalam menurunkan bentuk

praktis dan teknisnya di masyarakat dan model

pemerintahan Indonesia yang unik. Sehingga,

keberhasilan model baru ini sangat bergantung pada

banyak pihak yang terkait dan masyarakat miskinnya

sendiri .

Riski Raisa Putra

Forum Kajian Pembangunan

25Tinjauan Ekonomi dan Keuangan Juni 2013

Page 28: Tinjauan Ekonomi dan Keuangan Edisi Juni 2013

S

Laporan Kegiatan

Propaganda Model Baru Pertumbuhan GlobalLaporan Delegasi RI Pada Acara

ST. Petersburg International Economic Forum 2013Rusia, 20 – 22 Juni 2013

Saint Petersburg International

Economic Forumke-17 tahun 2013

(SPIEF) tergolong pertemuan diskusi

panel bergengsi para pelaku bisnis dan

pakar ekonomi kelas dunia sekal igus

ajang promosi Pemerintah Rusia. SPIEF

ke-17 tahun 2013 mengusung tema

utama “mencari solusi bagi

pembangunan ekonomi global yang

baru”. Kata “baru” mengandung arti

sebagai upaya promosi Rusia yang

memanfaatkan kepemimpinannya

dalam G20 untuk mengenalkan

pendekatan, pemikiran dan model baru

pertumbuhan ekonomi yang lebih

stabil dan berkelanjutan

dengan basis inovasi,

teknologi dan sumber daya

manusia yang lebih unggul .

Topik diskusi SPIEF 2013

mel iputi pengendal ian

pertumbuhan ekonomi

BRICS, percepatan investasi

sektor energi dan

infrastruktur Rusia,

kerjasama ekonomi Rusia

dengan Amerika Serikat,

Asia Tenggara, Eropa dan

India, dan peran bank sentral

dalam pertumbuhan

ekonomi. Presiden Rusia,

Vladimir Putin dan Kansel ir

Jerman, Angle Merkel turut

hadir menjadi pembicara.

Pengaruh kuat ekonomi

Rusia pada kawasan Eropa

berhasil menarik kehadiran pengusaha-

pengusaha besar Eropa,seperti Paul

Polman, CEO Unilever dan Randolf

Rodenstock, pewaris produsen lensa

optik kelas dunia.

Rusia mengambil pelajaran penting dari

kejatuhan ekonomi Eropa yang

berdampak secara langsung pada

sektor energi Rusia. Selain itu, Rusia

tengah membidik pasar-pasar baru di

kawasan Asia yang lebih

menjanjikan.Topik diskusi SPIEF

menyentuh kerangka pikir model

pertumbuhan ekonomi berbasis energi,

inovasi dan infrastruktur .Diskusi dibagi

dalam 4 pokok bahasan,terdiri dari : (1)

Agenda Pertumbuhan Global

bagiandari G-20, (2) Landasan

Pertumbuhan Berkelanjutan, (3)

Cakrawala Baru Rusiadan (4) Katal isator

Baru Perubahan,total membahas 63

topik selama 3 hari perhelatan.

Dalam diskusi panel , Presiden Putin

menegaskan akan mengal ihkan fokus

investasi Rusia ke Asia dan akan

membelanjakan US$13,7 untuk

infrastruktur jalan dan kereta cepat

trans-Siberia. Jalur Trans-Siberia ini

akan menjadi arteri koneksi antara

kawasan Eropa dan Asia-Pasifik.

Pengal ihan fokus investasi Rusia

sebenarnya terindikasisejak

kesepakatan suplai migas Rusia ke

China yang akan diikuti pembangunan

jaringan pipa gas jarak jauh.

Presiden Putin

menegaskan akan

mengalihkan fokus

investasi Rusia ke

Asia dan akan

membelanjakan

US$13,7 untuk

infrastruktur jalan

dan kereta cepat

trans-Siberia. . .

26 Tinjauan Ekonomi dan Keuangan Juni 2013

Page 29: Tinjauan Ekonomi dan Keuangan Edisi Juni 2013

Kesepakatan ini sebagai respon

Rusia setelah Gazprom, supl ier Gas

terbesar Rusia ke Eropa kehilangan

dominasi pasar LNG di Eropa

terimbas krisis Eropa

Salah satu diskusi panel membahas

krisis kapital isme dengan mengkaji

keruntuhan negara berbasis pasar

bebas untuk menggal i perbedaan

pandangan dampak kapital isme,

l iberal isasi dan global isasi serta

upaya untuk mengendal ikannya.

Beberapa panel is menyatakan

bahwa kapital isme memberikan

manfaat sekal igus membawa

masalah. Manfaat kapital isme

berupa pertumbuhan lapangan

kerja yang pesat dan transformasi

teknologi, sedangkan masalah yang

terjadi berupa ketidakpastian yang

timbul sebagai episentrum krisis

terstruktur. Era global isasi membuat

al iran kapital semakin bebas

bergerak, memicu ketidakpastian

dan spekulasi yang menimbulkan

ketidakseimbangan pasar. Selain

itu, kapital isme sebenarnya

mengajak masyarakat untuk

berpikir kompetisi dan berinovasi

menghasilkan keunggulan produk.

Inovasi dapat membentuk kekuatan

penetrasi dan dominasi pasar lalu

berevolusi menjadi kekuatan

industri dan keuangan untuk

menggerakkan kapital .

Diskusi lain membahas resil iansi

dan kompetisi daerah dalam

menarik investasi . Upaya agresif

daerah menarik investasi dapat

menimbulkan persaingan antar

daerah yang mempunyai tujuan

sama, sehingga terjadi tarik-

menarik sumber daya antara

kawasan yang unggul dengan yang

harus bertahan. Resil iansi dan

kompetisi wilayah juga terjadi di

Rusia. Moscow selama ini menjadi

sentral atensi investor dan tujuan

migrasi penduduk Rusia karena

memil iki prasarana penunjang

investasi yang lebih lengkap.

Struktur demografi menjadi faktor

makro berpengaruh pada al iran

investasi yang mengarah pada

teritorial . Tetapi kontrol makro saja

tidak cukup untuk mengakomodasi

minat investasi , sehingga kebijakan

harus memil iki target spesifik.

Struktur proyek antar teritorial yang

kompleks justru membuat

kompetisi makin ketat dan tidak

ramah investasi , sehingga

rancangan pengembangan daerah

harus mudah dilakukan dan tidak

glamour.

Agenda lain membahas rencana

rekomendasi perluasan kesempatan

kerja tentang prinsip kual itas

pemagangan (apprenticeships) . B20

dan L20 sepakat mengusung

tenaga kerja usia muda (youth

employment) sebagai prioritas

pal ing utama bagi pemberi kerja.

Sistem pemagangan diusulkan

sebagai kombinasi antara pelatihan

di tempat kerja (workplace-based)

dan di tempat pelatihan khusus

(off-the-job training) karena terbukti

berhasil meningkatkan kemampuan

dan keahl ian tenaga kerja. Sistem

pemagangan juga menjadi bagian

promosi program pendidikan dan

latihan yang menjadi jembatan

antara dunia pendidikan dan kerja.

Edi Prio Pambudi

27Tinjauan Ekonomi dan Keuangan Juni 2013

Page 30: Tinjauan Ekonomi dan Keuangan Edisi Juni 2013

Laporan Kegiatan

Melalui pertimbangan yang matang,

Pemerintah melalui Peraturan

Menteri Energi dan Sumber Daya

Mineral Nomor 1 8 Tahun 201 3

menyesuaikan harga bensin

(gasoline) RON 88 dan minyak

solar (gas oil) bersubsidi.

Penyesuaian harga ini mulai

berlaku pada tanggal 22 Juni 201 3

pukul 00.00 WIB, dengan rincian

sebagai berikut:

Seiring dengan penyesuaian harga

BBM bersubsidi , pemerintah akan

melaksanakan program

kompensasi guna menjaga daya

bel i masyarakat yang rentan dari

kemungkinan kenaikan harga

kebutuhan dasar.

Program Kompensasi

Pemerintah telah menyiapkan

Program Kompensasi yang

menyasar Rumah Tangga miskin

dan rentan, sebagai berikut:

1) Program Bantuan Langsung

Sementara Masyarakat (BLSM), yaitu

bantuan tunai sebesar Rp150.000

selama 4(empat)bulan untuk sekitar

15,5 juta Rumah Tangga miskin dan

rentan yang akan dibayarkan

sebanyak 2(dua)kal i , atau Rp300.000

per pembayaran.

2) Tambahan alokasi beras dari

Program RASKIN , sebanyak 15 kg

per Rumah Tangga selama 3 bulan

yaitu Juni, Ju l i , dan September 2013.

Sehingga untuk bulan-bulan

tersebut alokasi beras per Rumah

Tangga menjadi 30 kg.

3) Tambahan nilai bantuan dan

jumlah cakupan siswa penerima

Bantuan Siswa Miskin (BSM) ,

sehingga dari cakupan sebelumnya

sebesar 8,7 juta anak usia sekolah

menjadi 16,6 juta anak usia sekolah.

4) Tambahan nilai bantuan untuk

2,4 juta Rumah Tangga peserta

Program Keluarga Harapan

(PKH) , dari rata-rata sebesar Rp1,4

Juta per tahun menjadi Rp1,8 Juta

per tahun.

5) Program Percepatan dan

Perluasan Pembangunan

Infrastruktur (P4I) , terdiri dari :

a. Program Infrastruktur

Permukiman yang mencakup 13.000

desa dan 1.200 kelurahan.

b. Program Sistem Penyediaan Air

Minum yang mencakup 159

kawasan di 28 provinsi , 341

kawasan perkotaan di 31 provinsi ,

dan 260 desa rawan air di 29

provinsi.

c. Program Infrastruktur

Sumberdaya Air di 27 provinsi

rawan air.

Untuk dapat mengakses Program

BLSM, RASKIN, dan BSM,

Pemerintah telah menerbitkan Kartu

Perl indungan Sosial (KPS) yang

dibagikan secara langsung kepada

15,5 juta Rumah Tangga miskin dan

rentan secara bertahap. Pengiriman

untuk seluruh Rumah Tangga

Sasaran diharapkan selesai pada

akhir Juni 2013. Cakupan ini

merupakan 25% dari seluruh rumah

tangga dengan status sosial

ekonomi terendah di Indonesia.

Mekanisme pemutakhiran daftar

Rumah Tangga Sasaran telah

disiapkan untuk mengganti Rumah

Tangga yang dianggap tidak tepat,

melalui Musyawarah

Desa/Kelurahan. Rumah Tangga

Pengganti hasi l Musyarawah

Desa/Kelurahan akan mendapat

Surat Keterangan Rumah Tangga

Miskin (SKRTM) dari Kepala

Desa/Lurah dan kemudian akan

mendapatkan KPS baru.

Masyarakat pemegang KPS secara

bertahap dapat mengambil BLSM

dengan membawa identitas

pendukung, misalnya Kartu

Keluarga (KK), Kartu Tanda

Penduduk (KTP), atau Surat

Keterangan Domisil i .

PT. Pos mulai hari Sabtu tanggal 22

Juni 2013 mulai membagikan BLSM

di 14 kota besar. Menko

Perekonomian Hatta Rajasa

memantau langsung menyaluran

BLSM di Kantor Pos Mampang

Prapatan, Jakarta Selatan, Sabtu

pagi 22 Juni 2013. Dalam

kesempatan itu, Menko

Perekonomian menjelaskan bahwa

bantuan yang diberikan pemerintah

kal i ini sangat berbeda dengan

bantuan-bantuan sebelumnya.

BLSM yang sekarang ini lebih

terkoordinasi dengan baik serta

dipantau langsung oleh pemerintah.

Menurutnya, kemungkinan

penyelewengan dana BLSM itu

sangat kecil sekal i , karena sistemnya

lebih baik dan lebih tertib. Selain

itu, Menko Perekonomian, Hatta

Rajasa juga mengatakan bahwa

BLSM diberikan langsung kepada

masyarakat yang membutuhkan

sebagai kompensasi atas kebijakan

pemerintah yang menaikkan harga

BBM bersubsidi.

Referensi:Bagian Hubungan Masyarakat,Kemenko Perekonomian

Penyesuaian Harga BBM dan Program Kompensasi

Predi Mul iansyah

28 Tinjauan Ekonomi dan Keuangan Juni 2013

Page 31: Tinjauan Ekonomi dan Keuangan Edisi Juni 2013

Selamat Menjalankan IbadahPuasa Bagi Umat MuslimRamadhan 1433 H

Page 32: Tinjauan Ekonomi dan Keuangan Edisi Juni 2013

Untuk informasi lebih lanjut hubungi :Redaksi Tinjauan Ekonomi dan KeuanganKementerian Koordinator Bidang PerekonomianGedung Sjafruddin Prawiranegara (d.h. Gd. PAIK II) Lantai 4Jalan Lapangan Banteng Timur No. 2­4 Jakarta, 10710Telepon. 021­3521843, Fax. 021­3521836Email : [email protected] Ekonomi dan Keuangan dapat didownload pada websitewww.ekon.go.id