KONDISI DAN UPAYA PENINGKATAN DAYA SAING KETENAGAKERJAAN INDONESIA DALAM MENGHADAPI AEC 2015 AEC 2015
KONDISI DAN UPAYA PENINGKATAN DAYA SAINGKETENAGAKERJAAN INDONESIA DALAMMENGHADAPI AEC 2015
AEC 2015
KOORDINASI KEBIJAKAN EKONOMI 2
Kebijakan Stabilitas Harga dan Pasokan Komoditas
Pangan |
EKONOMI INTERNASIONAL 4
Kebijakan Abenomics: Solusi Pemulihan Ekonomi
Jepang |
EKONOMI DOMESTIK 5
Perkembangan Inflasi dan Neraca Pembayaran
Mei 2013
EKONOMI DAERAH 6
Kesiapan Daerah Menjelang AEC 2015 |
Pembina : Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Pengarah : Sekretaris Kementerian
Koordinator Bidang Perekonomian, Deputi Fiskal & Moneter Koordinator : Bobby Hamzar Rafinus
Editor : Edi Prio Pambudi, Puji Gunawan, Ratih Kania Purbasari Analis : Alexcius Winang, Al isa
Fatimah, Dara Ayu Prastiwi, Fitria Faradila, Insani Sukandar, Masyitha Mutiara Ramadhan, Oktya
Setya Pratidina, Riski Raisa Putra, Windy Pradipta Distribusi : Chandra Mercury Kontributor : Adji
Dharma, Ahmad Rifa' i Sapta, Erns Saptenno, Ninasapti Triaswati , Sel ly Galvani, Predi Mul iansyah,
Komite Kebijakan KUR, Tim Koordinasi Kebijakan Stabil isasi Harga Pangan Pokok.
Tinjauan Ekonomi dan Keuangan diterbitkan dalam rangka meningkatkan pemahaman pimpinan daerah terhadap perkembanganindikator ekonomi makro dan APBN, sebagai salah satu Direktif Presiden pada retreat di Bogor, Agustus 2010
KREDIT USAHA RAKYAT (KUR) & UKM 24
Realisasi Penyaluran KUR Mei 2013
OPINI PAKAR 18
Rekomendasi Kebijakan dalam Mendorong
Daya Saing Tenaga Kerja Indonesia |
KEUANGAN 19
Potensi BUMN dalam Pinjaman dalam Negeri |
BUMN 20
Kesiapan BUMN Menghadapi AEC |
FISKAL & REGULASI EKONOMI 21
Perkembangan Devolusi PBB Perdesaan dan
Perkotaan |
MP3EI 23
Menjawab Kebutuhan Sumber Daya Manusia
Nasional: Pembangunan ITK |
KAJIAN PEMBANGUNAN 25Transformasi Kebijakan Penanggulangan
Kemiskinan di Indonesia |
LAPORAN KEGIATAN 26Propaganda Model Baru Pertumbuhan Global
Penyesuaian Harga BBM dan Program
Kompensasi |
Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian - Republik Indonesia
UPAYA MEMBANGUN PERLINDUNGANSOSIAL 8
Kondisi dan Kesiapan Ketenagakerjaan Indonesia
menghadapi AEC 2015 |
Siapkah Indonesia menghadapi Brain Drain Pasca
Penerpan AEC 2015? |
Menuju ASEAN Economic Community 2015 |
Strategi Peningkatan Daya Saing Tenaga Kerja
Indonesia Menjelang AEC 2015 |
Penerapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja di
Indonesia dalam rangka Peningkatan
Produktivitas Kerja |
Editorial
Pelaksanaan skema kerjasama Masyarakat Ekonomi
ASEAN (MEA) semakin dekat, sekitar 18 bulan lagi.
Peningkatan kerjasama antar-negara ASEAN ini perlu
disambut dengan kesiapan yang paripurna. MEA
bertujuan mewujudkan ASEAN sebagai pasar dan basis
produksi yang tunggal , berdaya saing tinggi, serta
mampu mewujudkan pembangunan ekonomi yang
merata. Persiapannya tidak terbatas pada konektivitas
prasarana dan sarana ekonomi, namun juga
konektivitas faktor-faktor produksi agar Indonesia
memperoleh manfaat dari berlangsungnya transformasi
arus barang, jasa, tenaga ahl i , serta modal menjadi
lebih bebas di ASEAN.
Proses transformasi tersebut sejatinya akan
meningkatkan keterkaitan kegiatan ekonomi antar-
negara ASEAN pada berbagai sektor yang berlangsung
selama ini. Migrasi pekerja Indonesia ke negara
tetangga, Singapura dan Malaysia, telah berlangsung
masif. Sementara itu perusahaan Indonesia mulai
banyak berinvestasi di Vietnam. Demikian pula
sebal iknya semakin banyak perusahaan Malaysia dan
Singapura memperluas usaha di Indonesia.
Perkembangan arus faktor produksi ini akan berperan
penting dalam menciptakan pemerataan pembangunan
antar negara ASEAN.
Masalah pemerataan tersebut membawa kita pada
pentingnya membangun sumberdaya manusia yang
berkual itas pada sektor produksi dalam jangka
menengah. Struktur neraca perdagangan kita
menunjukkan ketergantungan yang semakin besar
pada ekspor komoditas sumberdaya alam, sementara
impor barang antara, barang modal , serta jasa-jasa
terus meningkat. Kalangan dunia usaha telah
memberikan sinyal salah satu penyebab utamanya yaitu
kekurangan tenaga manajerial dan ahl i teknik pada
sektor pertambangan, pertanian, perikanan dan
industri .
Kondisi defisit tenaga berkual itas dan jumlah
penganggur berpendidikan sarjana dan menengah
yang masih besar menunjukkan belum terkaitnya
output dunia pendidikan dengan kebutuhan pasar
tenaga kerja. Selain itu juga mencerminkan belum
efektifnya kebijakan insentif fiskal dan moneter
mengangkat kegiatan pengembangan teknologi dan
pembiayaan pada sektor produksi sementara dukungan
infrastruktur dan sistem logistik belum memadai.
Menimbang besaran masalah sumberdaya manusia
tersebut maka strategi pembangunan ' 'pick-up the
winner" kiranya perlu ditempuh dengan tuntutan daya
saing yang makin tinggi. Program seperti 'certified
farmers' d i Jepang dapat dicontoh. Dunia usaha yang
unggul terus didorong untuk membangun jaringan
produksi di dalam negeri dan luar negeri. Upaya
tersebut jika diiringi dengan bertambahnya sediaan
pekerja Indonesia yang makin berkual itas dan
keseimbangan neraca perdagangan, akan mendorong
perubahan pola fikir masyarakat dari kompetisi
menjadi kolaborasi terhadap MEA. Semoga.
Bobby Hamzar RafinusPlt. Deputi Koordinasi Fiskal dan Moneter
Tinjauan Ekonomi dan Keuangan Juni 2013 1
Indikator Ekonomi, per Juni 2013
Koordinasi Kebijakan Ekonomi
Tinjauan Ekonomi dan Keuangan Juni 20132
Berdasarkan data
Badan Pusat
Statistik, pada
minggu III Juni
2013 komoditas
cabe merah, cabe
rawit, daging ayam
dan telur ayam
mengalami
peningkatan harga
di atas 5% masing-
masing sebesar
23,3%, 10%, 5,6%
dan 5,5% bila
dibandingkan
dengan rata-rata
harga pada bulan
Mei 2013.
B erdasarkan hasil prakiraan cuaca
Badan Meteorologi, Kl imatologi
dan Geofisika (BMKG), sampai dengan
akhir bulan Agustus 2013 ikl im
Indonesia cenderung tidak menentu
dengan potensi curah hujan diatas
normal . Selain itu, pemerintah harus
bersiap menghadapi adanya kenaikan
permintaan pangan pada semester II
2013, khususnya saat memasuki bulan
Puasa dan Idul Fitri (periode Jul i-
Agustus), Idul Adha (Oktober 2013)
serta Natal dan Tahun Baru
(Desember-Januari) . Pemerintah pun
harus menjamin ketersediaan pangan
yang cukup dengan harga yang wajar
pasca kenaikan harga BBM/ solar
bersubsidi. Demikian sejumlah
tantangan dalam upaya menciptakan
stabil isasi pasokan dan harga pangan
yang menjadi agenda pembahasan
dalam Rapat Koordinasi Terbatas
(Rakortas) Bidang Perekonomian di
Kantor Kementerian Koordinator
Bidang Perekonomian (20/6).
Rakortas kal i ini merupakan lanjutan
dari Rakortas Pemerintah dengan
Kamar Dagang dan Industri (KADIN) di
Kementerian Koordinator Bidang
Perekonomian pada tanggal 12 Juni
2013 dan Rakor Pemerintah dengan
asosiasi-asosiasi dan dinas
perdagangan seluruh Indonesia di
Kementerian Perdagangan tanggal 19
Juni 2013 yang telah menghasilkan
sejumlah kebijakan antara lain, (i) stok
pangan pada umumnya cukup, (i i )
Kementerian Perhubungan termasuk
ASDP telah melaksanakan langkah-
langkah pengamanan jalur distribusi
pangan dengan menambah dan
membentuk POSKO untuk memantau
distribusi bahan pokok dan BBM, dan
(ii i ) jenis komoditi bahan pokok yang
diusulkan mendapat prioritas
kelancaran jalur distribusi adalah BBM,
gas, ternak dan produk ternak, telur,
sayur mayur (termasuk cabe merah
dan bawang merah), pupuk, susu, air
mineral dalam kemasan, serta kiriman
antar pos.
Target inflasi dalam APBN-P 2013 telah
ditetapkan sebesar 7,2%, dan untuk
mencapai target tersebut diperlukan
sejumlah kebijakan khususnya untuk
mengendal ikan inflasi kelompok bahan
makanan diantaranya dengan menjaga
inflasi volatile food sebesar 9,4%. Oleh
karena itu, ketersediaan pasokan dan
kelancaran distribusi pangan harus
dijamin oleh pemerintah.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik,
pada minggu III Juni 2013 komoditas
cabe merah, cabe rawit, daging ayam
dan telur ayam mengalami
peningkatan harga di atas 5% masing-
masing sebesar 23,3%, 10%, 5,6% dan
5,5% bila dibandingkan dengan rata-
rata harga pada bulan Mei 2013.
Sementara komoditas yang mengalami
peningkatan harga kurang dari 1%
adalah minyak goreng curah, beras
umum, beras termurah, kedelai dan
tepung terigu. Beberapa komoditi lain
justru mengalami penurunan harga,
Kebijakan Stabilitas Harga dan PasokanKomoditas Pangan
Kebijakan Stabilitas Harga dan PasokanKomoditas Pangan
3Tinjauan Ekonomi dan Keuangan Juni 2013
seperti bawang
merah (turun 8,1%),
bawang putih
(turun 7,8%),
minyak goreng
kemasan (turun
0,6%) dan daging
sapi (turun 0,3%).
Secara keseluruhan, bahan
makanan memberikan andil deflasi
sebesar 0,2% dalam pembentukan
deflasi Mei 2013 sebesar 0,03%.
Selama bulan Juni diperkirakan
harga beras akan cenderung naik
setiap minggu meskipun dengan
presentasi yang relatif kecil .
Kecenderungan kenaikan harga
beras tersebut disebabkan oleh
adanya penurunan pasokan dari
sentra-sentra produksi. Dengan
demikian, dalam rangka
mengantisipasi terjadinya inflasi ,
maka perlu secepatnya diambil
langkah-langkah pengendal ian
mengingat kenaikan harga beras
berpengaruh langsung terhadap
masyarakat berpendapatan rendah.
Dengan memperhatikan telah
terpenuhinya dua dari pemicu
kondisi yang memungkingkan
pemerintah untuk dapat melakukan
impor, maka dalam rangka menjaga
stok akhir Bulog sekal igus untuk
menjaga stabil itas harga beras
sebagai antisipasi dari kebijakan
penyesuaian harga BBM, maka
pemerintah telah memutuskan
untuk melakukan tambahan impor
beras sejumlah 800.000 ton sampai
dengan 1 juta ton.
Stok kedelai dalam negeri untuk
kebutuhan industri diperkirakan
cukup untuk memenuhi kebutuhan
2-3 bulan ke depan. Pemerintah
akan mulai melaksanakan Program
Stabil isasi Harga Kedelai tanggal 1
Jul i 2013. Program ini merupakan
tindak lanjut dari penerbitan
Peraturan Menteri Perdagangan
tentang Ketentuan Impor dan
Penetapan Harga Bel i Petani yang
ditetapkan sebesar Rp7.000 per kg
dan Harga Jual Perajin Tahu Tempe
yang ditetapkan sebesar Rp7.450
per kg. Program tersebut perlu
didukung dengan kebijakan
penetapan masa panen raya oleh
Kementerian Pertanian, penetapan
kebutuhan kedelai bagi pengrajin
tahu/tempe oleh Kementerian
Perindustrian atas rekomendasi
Kementerian Koperasi dan Usaha
Kecil dan Menengah, serta
penetapan kebutuhan kedelai
nasional .
Untuk komoditas daging sapi, telah
ditetapkan alokasi impor daging
sapi/karkas sebesar 3.000 ton untuk
Perum BULOG yang nantinya akan
digunakan dalam rangka stabil isasi
harga melalui operasi pasar yang
direncanakan untuk dilakukan
sampai dengan bulan Desember
2013. Sebagai bagian dari upaya
stabil isasi harga daging di dalam
negeri, Pemerintah telah bekerja
sama dengan PT. PELNI terkait
upaya percepatan distribusi
sapi/daging dari sentra produksi
sapi NTB dan NTT.
Terkait dengan proses transportasi
bahan kebutuhan pokok,
Kementerian
Perhubungan dan
Kementerian
Dalam Negeri
telah ditugaskan
untuk melakukan
pembahasan
penyesuaian tarif
angkutan dengan pemangku
kepentingan dengan tujuan untuk
memastikan agar inflasi dapat tetap
terkendal i sesuai target yang
ditetapkan dalam APBN-P. Untuk
mengantisipasi padatnya arus
transportasi di pelabuhan
penyeberangan Merak-Bakauheuni,
sejumlah armada kapal feri yang
beroperasi di jalur Lamongan-
Makassar, akan dial ihkan ke jalur
penyeberangan feri Merak-
Bakauheuni. Kebijakan ini ditujukan
untuk mengatasi adanya lonjakan
antrian penggunaan feri di jalur
Merak tersebut.
Pemerintah memandang perlu
untuk mengendal ikan isu kenaikan
harga-harga pangan di berbagai
media dengan cara penerbitan
secara rutin data/informasi
perkembangan harga pangan yang
bersumber dari BPS agar pedagang
dan masyarakat dapat memperoleh
informasi perkembangan harga
yang sebenarnya.
Erns Saptenno
. . . .dalam rangka menjaga stok akhir Bulog sekaligus untukmenjaga stabilitas harga beras sebagai antisipasi dari
kebijakan penyesuaian harga BBM, maka pemerintah telahmemutuskan untuk melakukan tambahan impor berassejumlah 800.000 ton sampai dengan 1 juta ton.
4
B encana tsunami yang melanda
Jepang pada tahun 2011 lalu ,
membuat perekonomian Jepang
mengalami kondisi terburuk dalam
dua tahun belakangan. Degradasi
ekonomi Jepang terl ihat dari GDP
(yoy) yang terus menurun. Pada
kuartal III tahun 2010, GDP Jepang
(yoy) sebesar 6,0 persen, menurun
secara signifikan pada kuartal II
tahun 2011 yang tumbuh negatif
atau sebesar -1,6 persen
(bloomberg). Begitu juga dengan
Consumer Price Index (CPI) yang
terus mengalami deflasi selama
beberapa dekade.
Kondisi deflasi tersebut
menyebabkan real wages di Jepang
menjadi sangat tinggi. Oleh karena
itu, perusahaan-perusahaan di
Jepang enggan menaikkan upah
para pekerjanya. Hal ini mendorong
penduduk Jepang menjadi lebih
suka menabung daripada
membelanjakan uangnya.
Rendahnya belanja konsumen
itulah yang berkontribusi terhadap
perlambatan pertumbuhan
ekonomi di Jepang.
Mel ihat kinerja ekonomi negaranya
yang semakin menurun, Shinzo
Abe, Perdana Menteri Jepang
melakukan kebijakan pelonggaran
moneter, yang dikenal dengan
Abenomics. Kebijakan tersebut
merupakan reformasi moneter,
fiskal , dan struktural secara agresif
yang diarahkan untuk memacu
inflasi dan meningkatkan
pertumbuhan GDP tahunan, yang
saat ini berada di -0.7 persen
menjadi 2 persen dalam dua tahun
ke depan.
Kebijakan Abenomics memil iki tiga
sasaran utama, yaitu: (1) Kebijakan
moneter yang agresif yakni inflasi
sebesar 2 persen dan depresiasi
Yen; (2) Kebijakan fiskal yakni
meningkatkan pengeluaran
fiskal Jepang hingga 2 persen dari
total GDP Jepang; (3) Reformasi
struktural untuk mendorong
pertumbuhan Jepang yakni
termasuk negosiasi bersama untuk
Kemitraan Trans-Pasifik (TPP) yang
akan memberikan l iberal isasi
perdagangan dan deregulasi yang
lebih besar, untuk mendorong
investasi di sektor privat.
Pemerintah Jepang melakukan
beberapa langkah untuk
mendongkrak kembal i
perekonomiannya, yakni: (i)
pemberian stimulus jangka pendek
sebesar ¥ 10,3 tri l iun yang fokus
pada pembangunan infrastruktur;
(i i ) pembel ian obl igasi mil ik negara
maupun asing oleh Bank of Japan ;
(i i i ) promosi investasi dan (iv)
penciptaan sejumlah lapangan
pekerjaan untuk mendorong
tingkat partisipasi angkatan kerja.
Pemerintah Jepang meyakini
Abenomics sebagai satu-satunya
jalan keluar bagi kondisi
perekonomian Jepang. Namun, j ika
tidak diimplementasikan dengan
tepat sasaran dan hati-hati justru
akan berdampak lebih buruk bagi
perekonomian Jepang. Adanya
resiko hiperinflasi dan capital
outflow sebagai reaksi kepanikan
investor terhadap kondisi yang
belum pasti dari pemul ihan
ekonomi Jepang. Kondisi tersebut
menjadi konsekuensi negatif bagi
perekonomian Jepang jika mungkin
melanda Jepang jika implementasi
kebijakan ini tidak dilakukan
dengan hati-hati .
EKONOMI INTERNASIONAL
Tinjauan Ekonomi dan Keuangan Juni 2013
Kebijakan Abenomics :Solusi Pemulihan Ekonomi Jepang
Alisa Fatimah
5
T ingkat inflasi bulan Mei 2013 tercatat -0,03% (mtm)
dan 5,47% (yoy). Secara spasial , 43 kota dari 66
kota pemantauan IHK menunjukkan deflasi . Deflasi
tertinggi terjadi di Mataram sebesar 1,03% (mtm).
Sementara itu, 23 kota IHK yang mengalami inflasi . Kota
yang mengalami inflasi tertinggi yaitu Ambon sebesar
2,25% (mtm).
Berdasarkan komponen, inflasi inti dan inflasi volatile
food cenderung menurun, sedangkan inflasi
administered price meningkat tipis. Inflasi inti tercatat
0,06% (mtm) dan 3,99% (yoy). Rendahnya tingkat inflasi
inti berasal dari tekanan eksternal maupun domestik.
Tekanan eksternal berasal dari harga komonditas global
yang menurun serta nilai tukar yang terkendal i ,
sedangkan tekanan domestik berasal dari permintaan
yang relatif moderat dan sisi penawaran yang masih
memadai.
Selanjutnya, komponen volatile food tercatat mengalami
deflasi sebesar 1,10% (mtm). Sementara jika
dibandingkan dengan tahun sebelumnya, komponen ini
mengalami inflasi sebesar 12,06% (yoy). Perbaikan
pasokan pangan baik domestik maupun impor
mendorong deflasi pada inflasi volatile food.
Penambahan pasokan domestik bersumber dari panen
produk pertanian di daerah sentra produksi, seperti
bawang merah dan cabe rawit. Selain itu,
penyempurnaan kebijakan importasi hortikultura juga
berkontribusi pada rendahnya inflasi volatile food bulan
Mei 2013. Sementara itu, inflasi administered price bulan
Mei 2013 sebesar 0,96% (mtm) dan 3,62% (yoy),
meningkat tipis dibandingkan bulan sebelumnya yang
mencapai 2,72% (yoy). Kenaikan tarif beberapa
kebutuhan rumah tangga, seperti l istrik dan air
menyebabkan meningkatnya inflasi administered price.
Inflasi diperkirakan akan meningkat karena penetapan
kenaikan BBM bersubsidi pada tanggal 22 Juni 2013.
Oleh karena itu, pemerintah telah menyiapkan upaya
migitasi untuk meminimal isir dampak kebijakan BBM
serta merencanakan kebijakan untuk menstabilkan
harga pangan.
Berbeda dengan inflasi yang memberikan sinyal positif
pada perekonomian Indonesia, neraca perdagangan
justru memberikan sinyal negatif. Pada bulan Mei 2013,
neraca perdagangan kembal i mengalami defisit sebesar
US$ 590,4 juta. Pada bulan sebelumnya, defisit neraca
perdagangan Indonesia mencapai US$ 1,7 mil iar.
Pada bulan Mei 2013, ekspor tercatat sebesar US$16,07
mil iar atau meningkat sebesar 8,9% dari bulan April
2013 (mtm). Namun, angka tersebut menurun sebesar
4,49% dari bulan Mei 2012 (yoy). Sementara itu, impor
Indonesia tercatat US$ 16,66 mil iar pada bulan Mei
2013, meningkat 1,22% (mtm) dan menurun 2,19%
(yoy).
Walaupun peningkatan ekspor secara bulanan jauh
lebih tinggi dibandingkan peningkatan impor, namun
hal ini belum berhasil mengatasi defisit neraca
pembayaran. Defisit neraca perdagangan terbesar
terjadi pada minyak dan gas (migas) sebesar US$ 568,6
juta. Berdasarkan komponennya, defisit neraca
perdagangan migas terutama berasal dari komoditas
minyak mentah. Defisit neraca perdagangan minyak
mentah tercatat US$ 1,84 mil iar. Masih tingginya
konsumsi BBM di masyarakat mendorong impor yang
tinggi pada komoditas hasil minyak. Oleh karena itu,
pemerintah perlu menyesuaikan harga BBM bersubsidi
untuk mengurangi tekanan defisit neraca perdagangan
akibat impor migas.
Selain migas, defisit neraca perdagangan nonmigas juga
mengalami defisit sebesar US$ 21.8 juta. Kondisi ini
menurun dibandingkan bulan sebelumnya yang
mencapai US$ 525,2 juta. Dari 13 negara mitra dagang
utama, Indonesia mengalami defisit neraca
perdagangan nonmigas dengan 9 negara, yaitu
Singapura, Thailand, Jerman, Perancis, Cina, Jepang,
Austral ia, Korea Selatan dan Taiwan. Indonesia
mengalami defisit neraca perdagangan nonmigas
tertinggi dengan negara China sebesar US$ 1,08 mil iar.
Sebal iknya, Indonesia mencatatkan surplus neraca
perdagangan nonmigas dengan 4 negara, antara lain
Malaysia, Inggris, Amerika Serikat dan India. Indonesia
mencatatkan surplus neraca perdagangan nonmigas
terbesar dengan negara India yaitu sebesar US$ 984,7
juta.
Referensi:
Analisis Inflasi Mei 2013-Tim Pemantauan
dan Pengendalian Inflasi (TPI),
Berita Resmi Statistik: Perkembangan
Ekspor dan Impor Indonesia Mei 2013
Tinjauan Ekonomi dan Keuangan Juni 2013
Ekonomi Domestik
Fitria Faradila
Perkembangan Inflasi dan NeracaPerdagangan Mei 2013
6 Tinjauan Ekonomi dan Keuangan Juni 2013
Ekonomi Daerah
Kesiapan Daerah MenjelangASEAN Economic Community 2015
Kurang dari dua tahun ke depan,
kesepakatan Asean Economic
Community (AEC) akan segera
diberlakukan. Dengan berlakunya AEC,
Indonesia sebenarnya memil iki peluang
yang besar untuk menarik lebih banyak
investor sehingga akan mendorong
pertumbuhan ekonomi. Namun,
kompetisi antar negara ASEAN juga
akan semakin meningkat, khususnya
pasar tenaga kerja. Hal yang perlu kita
waspadai adalah dengan bebasnya
al iran modal , barang dan tenaga kerja
di ASEAN belum tentu sepenuhnya
akan memil iki dampak yang positif bagi
Indonesia jika tidak ada persiapan yang
matang.
Dalam rangka persiapan menuju AEC
2015 khususnya kesiapan dari sisi
tenaga kerja, di lakukan kajian untuk
mengetahui tingkat kesiapan pasar dan
kondisi tenaga kerja. Kajian dilakukan
pada sembilan provinsi pada enam
koridor ekonomi termasuk untuk
mengetahui seberapa besar
penyerapan tenaga kerja dari investasi
proyek yang sedang berjalan. Tiga dari
sembilan provinsi yang dikaji adalah
Sumatera Utara, Jawa Barat dan
Sulawesi Selatan. Pada daerah tersebut
diketahui pemahaman mengenai AEC
2015 belum merata dan sangat
bergantung pada inisiatif lokal untuk
mempersiapkan tenaga kerjanya,
Artinya, belum ada arahan standar
untuk membangun program kegiatan
persiapan tenaga kerja menghadapi
AEC 2015, dimana level pengetahuan
daerah terkait adanya program tersebut
sangat bergantung sekal i kepada
tingkat keinisiatifan daerah.
Seperti di Sumatera Utara, tiga SKPD
mengakui belum banyak mengetahui
AEC 2015, kecual i Bidang Ekonomi.
Bahkan, belum ada penyebaran
informasi kepada SKPD teknis untuk
mempersiapkan program kegiatan,
khususnya Dinas Tenaga Kerja dan
Transmigrasi serta BKPMD yang akan
berkaitan langsung dengan
implementasi AEC 2015. Secara umum,
belum ada program persiapan
ketenagakerjaan yang sistematis untuk
menghadapi AEC 2015 di Sumatera
Utara. Alokasi anggaran untuk pelatihan
tenaga kerja relatif kecil dan
pengawasan perij inan tenaga kerja
masih sangat longgar. Kelonggaran
pengawasan tersebut terbukti dari
adanya tenaga kerja asing Cina yang
memil iki i j in kerja sebagai operasional
namun pada faktanya bekerja sebagai
kul i panggul di daerah Langkat.
Dari sisi investasi , jumlah real isasi
investasi domestik maupun asing di
Sumatera Utara tergolong tinggi dan
memenuhi target. Namun lokasi dari
investasi tersebut tidak menyebar
secara merata di seluruh wilayah
Sumatera Utara karena infrastruktur
yang menjadi kebutuhan investor
terutama sumber energi belum merata.
Sumatera Utara perlu segera
membangun infrastruktur pendukung
seperti energi dan air bersih untuk
meningkatkan pertumbuhan investasi .
Sumatera Utara termasuk pusat
pertumbuhan ekonomi di koridor
ekonomi Sumatera. Faktanya, pasokan
l istrik di Sumatera Utara masih kurang
dibandingkan dengan pertumbuhan
kebutuhan. Padahal , pasokan energi
sangat dibutuhkan dalam
pengembangan suatu kawasan atau
lokasi investasi .
Lain halnya dengan Sumatera Utara,
Provinsi Jawa Barat dan Provinsi
Sulawesi Selatan relatif lebih siap dalam
menghadapi AEC 2015, bahkan dinas
terkait telah memahami AEC 2015.
Upaya memahami AEC 2015
merupakan inisiatif daerah dan belum
pernah dilakukan sosial isasi ataupun
arahan resmi dari pemerintah pusat
. . . Seperti di
Sumatera Utara,
tiga SKPD
mengakui belum
banyak
mengetahui AEC
2015. . .
Upaya memahamiAEC 2015
merupakan inisiatifdaerah dan belumpernah dilakukansosialisasi ataupunarahan resmi daripemerintah pusatterkait membangunprogram kegiatan
persiapanmenghadapi AEC
terkait membangun program
kegiatan persiapan menghadapi
AEC 2015.
Dalam pengembangan ketrampilan
tenaga kerja, ketiga daerah tersebut
sama-sama mengeluh keterbatasan
dana, meskipun sebenarnya hal ini
terkait dengan bagaimana
penempatan program prioritas dan
alokasi belanja. J ika program
pengembangan kemampuan
tenaga kerja dipandang prioritas
untuk menghadapi AEC 2015,
alokasi belanja dapat diarahkan
pada program tersebut. Provinsi
Jawa Barat dan Sulawesi Selatan
sama-sama sudah mempersiapkan
program peningkatan kompetensi
tenaga kerja. Sayangnya, alokasi
dana yang ada tidak memadai
untuk membiayai kegiatan dan
penerbitan sertifikasi tenaga kerja.
Padahal dalam menghadapi
persaingan tenaga kerja saat AEC
kelak, keberadaan sertifikasi tenaga
kerja sangat dibutuhkan untuk
membuktikan seberapa baik
kual ifikasi seorang tenaga kerja
tersebut.
Program pengembangan investasi
di Jawa Barat dan di Sulawesi
Selatan sendiri sangat baik. Jawa
Barat merupakan pelopor pelayanan
satu pintu untuk perij inan investasi
di Indonesia. Nilai total investasi di
Jawa Barat memperoleh peringkat
pertama untuk PMDN dan ke dua
untuk PMA dalam skala nasional ,
sehingga real isasi investasi di
daerah tersebut secara kuantitas
tidak mengkuatirkan. Pemerataan
infrastruktur masih menjadi
persoalan, baik di Sumatera Utara
maupun di Jawa Barat. Infrastruktur
di Jawa Barat terkonsentrasi di
bagian utara, sehingga bagian
selatan mengalami kekurangan
infrastruktur dan berakibat pada
minat investasi yang rendah.
Sulawesi Selatan merupakan pintu
gerbang kawasan timur Indonesia,
sekal igus salah satu daerah strategis
untuk berinvestasi karena didukung
oleh potensi alam yang berl impah
baik dari darat maupun laut.
Pemerintah Sulawesi Selatan sangat
perhatian kepada pengembangan
investasi disana. Dalam rangka
meningkatkan daya saing Sulawesi
Selatan, pemda Sulawesi Selatan
selalu mendorong para investornya
khususnya PMDN untuk terus
melakukan inovasi dalam
memproduksi produk yang menjadi
ciri khas Sulawesi Selatan. Dengan
adanya nilai khas tersebut maka
pemda yakin Sulsel dapat
memperoleh peluang yang baik
dengan adanya momentum
pengimplementasian AEC pada
tahun 2015 nanti.
Kesiapan daerah menjelang AEC
2015 kelak nampaknya masih perlu
mendapat perhatian lebih dari
pemerintah pusat. Walaupun saat
ini negara kita sudah berada dalam
sistem desentral isasi , masih
diperlukan sebuah koordinasi dalam
meningkatkan daya saing Indonesia
untuk menghadapi AEC hingga level
daerah. Kita tidak bisa memungkiri
bahwa potensi setiap daerah
tentunya berbeda, disini lah peran
penting pemerintah pusat untuk
membantu mengarahkan daerah
yang dirasa kurang mampu untuk
mempersiapkan daya saingnya
menuju AEC 2015.
7Tinjauan Ekonomi dan Keuangan Juni 2013
Dara Ayu Prastiwi
. . .masih diperlukan sebuah koordinasi dalam meningkatkan daya saing Indonesia
untuk menghadapi AEC hingga level daerah. . .
Kondisi dan Upaya Peningkatan Daya SaingKetenagakerjaan Indonesia dalam Menghadapi AEC
2015
Laporan Utama
Kondisi dan Kesiapan Ketenagakerjaan Indonesia dalam Menghadapi AEC 2015
Siapkah Indonesia Menghadapi Brain Drain Pasca Penerapan Masyarakat Ekonomi
ASEAN 2015?
Menuju ASEAN Economy Community 2015
Strategi Peningkatan Dayasaing Tenaga Kerja Indonesia Menjelang AEC 2015
Penerapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Indonesia Dalam Rangka
Peningkatan Produktivitas Kerja
PP Nomor 33 Tahun 2013: Pedoman Kebijakan Perluasan Kesempatan Kerja
Indonesia
Laporan Utama
P embentukan AEC 2015 didasari oleh adanya
keinginan untuk mewujudkan pusat perdagangan
kawasan terintegrasi sebagai komitmen demi
menciptakan dan meningkatkan pembangunan
komunitas ASEAN dalam menghadapi tantangan global .
Khusus di bidang Ketenagakerjaan, kesepakatan yang
ada dalam AEC memberikan kebebasan bagi siapapun
tenaga kerja yang memil iki kual ifikasi tertentu untuk
masuk dan bekerja secara bebas di negara-negara
anggota ASEAN. Dari
kesepakatan yang akan
diimplementasikan tersebut,
masih terdapat kendala dan
tantangan, seperti menghadapi
berbagai tantangan dan
kendala, seperti adanya
perbedaan pendapatan per
kapita dan angkatan kerja di
antara anggota ASEAN yang
menjadi faktor pendorong atau
penarik migrasi tenaga kerja.
Adapun konsep AEC itu sendiri
di landasi oleh 4 pilar yaitu (i)
free movement of goods and
services, (i i ) freedom of
movement for skilled and
talented labours, (i i i ) freedom of
establishment and provision of services and mutual
recognition of diplomas, (iv) free movement of capital.
Pada bulan Agustus 2006 di Kuala Lumpur, Malaysia
disepakati untuk mengembangkan ASEAN Economic
Community 2015 Blueprint, yang digunakan sebagai
pedoman bagi negara anggota ASEAN. Dalam blueprint
tersebut dimuat empat kerangka utama yaitu (i) ASEAN
sebagai pasar tunggal dan berbasis produksi tunggal
yang didukung dengan elemen al iran bebas barang,
jasa, investasi , tenaga kerja terdidik dan al iran modal
yang lebih bebas, (i i ) ASEAN sebagai kawasan dengan
dayasaing ekonomi tinggi, dengan elemen peraturan
kompetisi , perl indungan konsumen, hak atas kekayaan
intelektual , pengembangan infrastruktur, perpajakan,
dan e-commerce, (i i i ) ASEAN sebagai kawasan dengan
pengembangan ekonomi yang merata dengan elemen
pengembangan usaha kecil dan menengah dan
prakarasa integrasi ASEAN untuk negara-negara CMLV
(Cambodia, Myanmar, Laos dan Vietnam), (iv) ASEAN
sebagai kawasan yang terintegrasi secara penuh
dengan perekonomian global dengan elemen
pendekatan koheren dalam hubungan
ekonomi diluar kawasan dan
meningkatkan peran serta dalam
jejaring produksi global .
Selanjutnya, seperti yang disebutkan
pada blueprint diatas, untuk
mewujudkan AEC 2015 maka seluruh
negara ASEAN harus melakukan
l iberal isasi melalui perdagangan
barang, jasa, investasi , tenaga kerja
terampil secara bebas dan arus modal
yang lebih bebas.
Secara umum, kondisi
ketenagakerjaan Indonesia memil iki
tren yang meningkat namun
cenderung melambat. Data BPS
menyebutkan pada Februari 2013 tercatat 121,9 juta
orang tergolong dalam kategori angkatan kerja, dengan
114,02 juta orang penduduk yang bekerja dari total
angkatan kerja Indonesia. Dari sisi pengangguran terjadi
tren yang menurun namun melambat. Pada Februari
2013, tingkat pengangguran Indonesia tercatat sebesar
7,17 juta orang lebih rendah 70 ribu orang
dibandingkan bulan Agustus 2012 dan penurunan
sebanyak 440 ribu orang (yoy).
Berdasarkan penduduk usia kerja dari pendidikan yang
ditamatkan, terl ihat adanya tren yang terus meningkat
untuk tamatan universitas yang bekerja, tercatat 7,94
Tinjauan Ekonomi dan Keuangan Mei 2013 9Tinjauan Ekonomi dan Keuangan Juni 2013 9
. . . . konsep AEC itu sendiri
dilandasi oleh 4 pilar yaitu (i)
free movement of goods and
services, (ii) freedom of
movement for skilled and
talented labours, (iii) freedom
of establishment and
provision of services and
mutual recognition of
diplomas, (iv) free movement
of capital.
Kondisi dan Kesiapan Ketenagakerjaan Indonesiadalam Menghadapi AEC 2015
10 Tinjauan Ekonomi dan Keuangan Juni 2013
juta orang. Sementara itu, angka
pengangguran untuk tingkat
universitas terus mengalami
penurunan, pada Februari 2013
tercatat 5,04%. Artinya, terjadi
kual itas perbaikan para tenaga kerja
dari sisi pendidikan.
Dari sisi jumlah tenaga kerja,
Indonesia memil iki jumlah
penduduk yang sangat besar
sehingga dapat menyediakan
tenaga kerja yang cukup untuk
pasar yang besar dan Indonesia
menjadi pusat industri . Namun,
terdapat sedikit kekhawatiran
mel ihat minimnya jumlah SDM
berkual itas bila dikaitkan dengan
AEC 2015. Standarisasi kual itas SDM
pada setiap profesi bertujuan untuk
mengisi investasi yang akan
dilakukan dalam rangka AEC 2015
melalui Mutual Recognition
Arrangements (MRAs) yang dapat
menfasil itasi pergerakan tenaga
kerja tersebut. MRA akan
memberikan kebebasan bagi
siapapun tenaga kerja yang
memil iki kual ifikasi tersebut untuk
masuk dan bekerja secara bebas di
negara-negara ASEAN. Kemudian
terdapat 8 bidang profesi yang
sudah disepakati dalam MRA
negara ASEAN, yaitu
Kepariwisataan, Insinyur
(Engineering) , Arsitek, Praktisi
Kesehatan, Dokter Gigi,
Keperawatan, Jasa Survey Kual ifikasi
(Surveying Qualifications) dan Jasa
Akuntansi. Sementara, dari hasi l
laporan BPS penyerapan tenaga
kerja tertinggi berdasarkan sektor
utama ekonomi berada pada sektor
pertanian, perdagangan dan jasa
kemasyarakatan yang masing-
masing sebesar 39,96 juta orang,
24,81 juta orang dan 17,53 juta
orang. Artinya, tenaga kerja untuk
sektor formal khususnya pada
program AEC 2015 masih tergolong
rendah.
Di sisi lain, peluang dengan adanya
AEC 2015, yakni memberikan
dorongan untuk meningkatkan
efisiensi , daya saing dan peluang
penyerapan tenaga kerja di
kawasan ASEAN serta akan
meningkatkan kesejahteraan
seluruh negara di kawasan.
Indonesia mempunyai jumlah
penduduk terbesar di ASEAN
semestinya dapat menjadi
pemimpin pasar ASEAN di masa
depan apabila sebagian besar
penduduknya mempunyai
ketrampilan dan kompetitif. Namun,
apabila kondisi tenaga kerja
Indonesia memil iki daya saing dan
pendidikan yang rendah terdapat
kekhawatiran bahwa sebagian
sektor pekerja formal akan di isi
oleh tenaga kerja asing, sementara
sektor informal akan
mempekerjakan pekerja Indonesia.
Adanya peningkatkan daya saing
SDM tenaga kerja Indonesia baik
secara formal maupun informal
sangat diperlukan. Kemampuan
tersebut diharapkan harus minimal
memenuhi ketentuan dalam MRA
yang telah disetujui . Sehingga
Indonesia dapat meningkatkan
kual itas pekerja di dalam negeri
maupun intra-ASEAN.
Langkah-langkah strategis yang
diperlukan menuju AEC 2015 yaitu
(i) peningkatkan SDM dalam
birokrasi di dunia usaha atau
profesional , (i i ) penguatan
kemitraan antara sektor swasta dan
pemerintah, (i i i ) menciptkan ikl im
usaha yang kondusif dan
mengurangi ekonomi biaya, (iv)
mengembangkan sektor-sektor
prioritas yang berdampak luas dan
meningkatkan komoditi unggulan,
(v) perbaikan infrastruktur fisik
melalui pembangunan dan
perbaikan infrastruktur seperti
transportasi , telekomunikasi , jalan
tol , pelabulan, revital isasi dan
restrukturisasi industri .
Selain itu, adanya proyek MP3EI
diharapkan berjalan sesuai dengan
skenario yang telah ada, karena
proyek tersebut mampu menyerap
tenaga kerja dalam jumlah masif.
Windy Pradipta
S alah satu pilar yang ditetapkan
pada kesepakatan Masyarakat
Ekonomi ASEAN (MEA) adalah pasar
bebas tunggal yang didukung dengan
al iran bebas tenaga kerja terdidik (free
flow of skilled labor) . Hal ini menjadi
tantangan tersendiri bagi Indonesia
mengingat ketatnya daya saing antar
negara ASEAN, khususnya dalam
mempersiapkan tenaga kerja terampil
yang kompetitif. Lebih jauh lagi,
penerapan MEA 2015 diperkirakan
akan mendorong perpindahan
penduduk atau tenaga kerja
professional secara besar-besaran dari
Indonesia ke luar negeri (brain drain) .
Fenomena brain drain di Indonesia
bukanlah hal yang baru. Walaupun
jumlah perpindahannya masih kecil
dibandingkan dengan negara lain,
semua pihak perlu waspada. J ika hal ini
berlarut dan dibiarkan, dalam jangka
panjang akan merugikan Indonesia.
Risikonya, Indonesia akan kehilangan
cendekiawan yang berpotensi
membangun ekonomi masa depan.
Sementara itu, jumlah pelajar Indonesia
yang melanjutkan studi keluar negeri
cenderung mengalami peningkatan.
Peningkatan jumlah pelajar diluar
negeri diharapkan mampu mendorong
kual itas pendidikan Indonesia. Akan
tetapi tidak sedikit pelajar Indonesia
lebih memil ih untuk tinggal di luar
negeri dibandingkan kembal i ke tanah
air. Menurut studi BRIC Bussiness
Research , faktor utama penyebab hal
ini adalah kurangnya lapangan
pekerjaan di Indonesia yang sesuai
dengan latar belakang studi.
Kondisi yang sama juga dihadapi oleh
kaum profesional . Kebanyakan dari
pekerja profesional Indonesia di luar
negeri bekerja sebagai penel iti atau
pengajar. Alasan utama yang
diutarakan oleh profesional untuk
memil ih pekerjaan diluar negeri karena
kurangnya fasil itas pendukung yang
disediakan oleh pemerintah. Selain itu,
adanya tawaran dan insentif yang besar
untuk penel iti dan pengajar lebih besar
dibandingkan di Indonesia.
Joseph Stigl itz, ekonom dari Universitas
Colombia menjelaskan bahwa risiko
perpindahan pekerja terdidik akan
meningkat ke negara maju saat
penerapan Masyarakat Ekonomi
ASEAN. Stigl itz mengingatkan ASEAN
untuk berhati-hati pada arus bebas di
sektor tenaga kerja. Stigl itz
berpendapat bahwa kondisi ini akan
“melubangi” negara miskin. Untuk itu,
Stigl itz menyarankan adanya
pendampingan dari negara maju ke
negara berkembang untuk memastikan
keselarasan ekonomi.
Untuk mencegah dampak negatif brain
drain , Thailand dan Malaysia telah
membentuk suatu program. Khusus
untuk Thailand, fenomena
perpindahan tenaga kerja medis ke
Amerika Serikat telah menjadi masalah
yang muncul sebelum diterapkannya
MEA. Untuk itu, Thailand merubah
strategi dan regulasi pada pendidikan
dokter sehingga mampu
menyelesaikan masalah brain drain .
Sedangkan di Malaysia, pemerintah
telah menyediakan program khusus
untuk menarik kembal i ekspatriat
Malaysia sehingga akan pulang dan
mampu berkontribusi terhadap
kemajuan ekonomi negara. Bagaimana
dengan Indonesia?
Joseph Stiglitz,
ekonom dari
Universitas
Colombia
menjelaskan
bahwa risiko
perpindahan
pekerja terdidik
akan meningkat
ke negara maju
saat penerapan
Masyarakat
Ekonomi ASEAN.
Tinjauan Ekonomi dan Keuangan Mei 2013 9Tinjauan Ekonomi dan Keuangan Mei 2013 11
Masyitha Mutiara R
Siapkah Indonesia Menghadapi BrainDrain Pasca Penerapan MasyarakatEkonomi ASEAN 2015?
P ada era global isasi seperti sekarang, batasan-
batasan yang ada dalam hubungan antarnegara
yang dulu pernah ada menjadi semakin samar. Kegiatan
perdagangan, investasi , pergerakan tenaga kerja yang
dulu terbatas pada satu negara saat ini semakin bebas
pergerakannya. Berbagai nota kesepahaman
antarnegara baik dalam bidang ekonomi maupun
sosial-budaya semakin marak dilakukan dalam rangka
memperlancar kerjasama multirateral . Sebut saja Uni
Eropa, organisasi yang merupakan kerjasama antar
negara di Eropa ini merupakan sebuah bentuk
kesepakatan antar negara disana untuk menyatukan
Eropa dalam suatu ikatan perekonomian yang kuat.
Organisasi yang dulu bernama Masyarakat Ekonomi
Eropa ini berdiri pada awal 1957 kemudian berevolusi
menjadi Masyarakat Eropa yang kini dikenal dengan
nama Uni Eropa. Keberhasilan Uni Eropa dalam
memperkuat perekonomian negara-negara disana
nampaknya memberikan ide pada negara-negara di
kawasan lain untuk melakukan hal yang sama.
Association of South East Asia Nations (ASEAN)
merupakan kelompok 10 negara di kawasan Asia
Tenggara yang memil iki karakteristik ekonomi dan
sosial-budaya yang hampir sama. Potensi kesepuluh
negara yang berada di Asia Tenggara ini sangat besar
dan cukup diperhitungkan dalam kancah ekonomi
internasional , walaupun belum semua anggotanya
mampu mengekploitasi potensi ekonomi yang terdapat
didalamnya. Pada tahun 1992 terbentuklah AFTA (Asean
Free Trade Agreement) yang merupakan sebuah konsep
l iberasisasi perdagangan antar negara ASEAN. Sejak
adanya AFTA maka munculah ide perluasan integrasi
ekonomi di ASEAN beberapa tahun kemudian yang
dirumuskan saat ASEAN Summit tahun 1997 di Kuala
Lumpur yang menghasilkan Visi ASEAN 2020 :
tercapainya suatu kawasan yang stabil , makmur,
berdaya saing tinggi, dengan pertumbuhan ekonomi
yang berimbang serta berkurangnya kemiskinan dan
kesenjangan sosial ekonomi. Dalam rangka mencapai
visi tersebut maka melalui ASEAN Summit 2003 di Bal i
ditetapkanlah tiga pilar yaitu ASEAN Economic
Community (AEC), ASEAN Security Community¸ dan
ASEAN Socio-Cultural Community.
Pada awalnya target pengimplementasian AEC
maksimal tahun 2020, namun berdasarkan hasil ASEAN
Summit tahun 2007 disepakati untuk percepetan
pengimplementasian AEC menjadi tahun 2015.
Terdapat empat pilar yang tertuang dalam konsep AEC
yaitu :
1. Single Market Production Base yang mel iputi free flow
of goods, services,investment, skilled labor and freer
flow ofcapital, Priority Integration Sectors, and
food,agriculture and forestry
2. Competitive Economic Region yang mel iputi
competition policy, consumer protection,Intellectual
Property Rights (IPR), infrastructure development,
energy, taxation, e-commerce
3. Equitable Economic Development yang mel iputi SME
development, initiative forASEAN integration
4. Full Integration into Global Economy yang mel iputi
coherent approach toward externaleconomic
relations, enhanced participationin global supply
networks
Pencapaian keempat pilar tersebut akan dilakukan
secara bertahap, dimana fokus utama yang akan
dilakukan yaitu untuk terciptanya l iberasisasi
perdagangan barang, jasa dan investasi sesuai yang
tertuang dalam pilar pertama. Dengan tercapainya pilar
pertama yang merupakan dasar kuatnya persatuan
negara-negara ASEAN maka diharapkan kedepannya
pilar-pilar selanjutnya juga dapat terwujus. Dengan
demikian ASEAN akan mampu untuk sepenuhnya
berintegrasi dengan perekonomian global .
Menuju ASEAN Economy Community 2015
12 Tinjauan Ekonomi dan Keuangan Juni 2013
Dara Ayu Prastiwi
www.indonesiarayanews.comtajuk.co
B erkembangnya perdagangan
dikawasan ASEAN, mendorong
negara-negara ASEAN untuk menjaga
sentral itas ASEAN dan memperkuat
ASEAN dalam perekonomian
internasional . Konsep utama ASEAN
Economic Community (AEC), yaitu
menjadikan ASEAN sebagai pasar
tunggal dan basis produksi regional ,
kawasan berdayasaing tinggi, kawasan
dengan pembangunan ekonomi yang
merata, dan integrasi dengan
perekonomian dunia.
Salah satu implementasi AEC 2015
yaitu akan mendorong terjadinya
al iran bebas tenaga kerja terdidik (free
flow of skilled labor) . Hal ini akan
menjadi tantangan tersendiri bagi
tenaga kerja Indonesia untuk
berkompetisi dengan tenaga kerja
asing dari ASEAN. Kual itas Sumber
Daya Manusia (SDM) Indonesia perlu
dibangkitkan secepatnya guna meraih
peluang pasar tenaga kerja saat AEC
2015 nanti.
Apabila AEC terwujud, maka dipastikan
akan terbuka kesempatan kerja seluas
luasnya bagi warga negara ASEAN.
Para warga negara dapat keluar masuk
dari satu negara ke negara lain
mendapatkan pekerjaan di negara
yang dituju. Adapun perjanjian atau
kontrak yang mengatur pergerakan
tenaga kerja tersebut, yang tercantum
dalam Mutual Recognition
Arrangement (MRA).
MRA dapat diartikan sebagai
kesepakatan yang diakui bersama oleh
seluruh negara ASEAN untuk sal ing
mengakui beberapa aspek hasil
penilaian berupa sertifikat. Tujuan dari
pembentukan MRA ini, yaitu untuk
menciptakan prosedur dan mekanisme
akreditasi untuk mendapatkan
kesetaraan serta mengakui perbedaan
antarnegara untuk pendidikan,
pelatihan, pengalaman dan
persyaratan l isensi untuk para
profesional yang ingin berpratek.
Adapun 8 profesi yang telah disepakati
oleh negara-negara ASEAN dan
tercantum dalam MRA, yaitu untuk
jasa-jasa engineering, keperawatan,
arsitektur, surveying qualification ,
dokter umum, dokter gigi , akuntan
dan pariwisata.
Implementasi AEC akan diberlakukan
dua tahun lagi, yaitu pada tahun 2015.
Kunci menghadapi AEC 2015 adalah
komitmen untuk menyiapkan
peningkatan dayasaing sumber daya
manusia (SDM). Pasalnya, j ika kual itas
dan standarisasi SDM tak segera
disiapkan, Indonesia akan kesul itan
menghadapi tantangan di tengah
persaingan yang ketat diantara
negara ASEAN lainnya.
Salah satu strategi peningkatan
dayasaing SDM, yaitu
penyelenggaraan kurikulum
pendidikan yang seiring dengan
standar kompetensi kerja pada tingkat
internasional . Penyelenggara
pendidikan sebaiknya memperhatikan
standar kompetensi kerja minimal di
tingkat ASEAN. Sehingga tenaga kerja
Indonesia dapat mengejar
ketertinggalannya dari negara maju di
bidang ketenagakerjaan.
Link and match antara pendidikan dan
pasar tenaga kerja menjadi salah satu
strategi dalam peningkatan daya saing
tenaga kerja. Konsep link and match
diarahkan pada paradigma pendidikan
yang demand minded agar lulusannya
lebih mudah terserap pasar tenaga
kerja serta tepat sasaran sehingga
perlunya koordinasi antara dunia
pendidikan dengan pasar tenaga kerja
Tinjauan Ekonomi dan Keuangan Mei 2013 9Tinjauan Ekonomi dan Keuangan Juni 2013 13
"ImplementasiAEC akan
diberlakukandua tahun lagi,yaitu padatahun 2015.
KuncimenghadapiAEC 2015adalah
komitmenuntuk
menyiapkanpeningkatandayasaing
sumber dayamanusia(SDM)"
Strategi Peningkatan DayasaingTenaga Kerja Indonesiamenjelang AEC 2015
mengenai informasi kebutuhan
kompetensi tenaga kerja. Dalam
link and match antara pendidikan
dan pasar tenaga kerja diperlukan
kerja sama antara pemerintah,
dunia pendidikan serta dunia usaha.
Selain itu, penting untuk
menyiapkan standar kompetensi
kerja, yaitu untuk menghasilkan
sumber daya manusia yang
kompetitif. J ika tenaga kerja di
Indonesia mengantungi standar
kompetensi internasional , maka
diharapkan Indonesia akan menjadi
pusat pertumbuhan di kawasan
Asia sehingga tujuan untuk
meningkatnya kesejahteraan rakyat
dapat segera tercapai.
Standar kompetensi kerja juga
dapat meningkatkan produktivitas.
SDM yang berkompeten harus
disiapkan, karena masih banyak
industri padat karya yang
kekurangan tenaga kerja
berkompenten yang berpengaruh
pada produktivitas. Keberadaan
industri berteknologi tinggi (high-
tech) dapat menjadi lahan
pekerjaan SDM berkompeten yang
nantinya akan mendorong
peningkatan produktivitas dan
pertumbuhan ekonomi.
Produktivitas suatu negara yang
baik, akan menjadi daya tarik
investasi dan penciptaan lapangan
kerja yang lebih luas. Dua bidang
standar kompetensi dari
ketenagakerjaan yang sudah
dikeluarkan adalah hubungan
industrial dan jaminan sosial serta
Keselamatan dan kesehatan kerja .
Strategi lainnya adalah dengan
pelaksanaan program pelatihan.
Program pelatihan dibuat untuk
mengatasi kesenjangan
pengetahuan dan keterampilan
serta sikap seseorang untuk
memenuhi kual ifikasi tertentu.
Melalui penguasaan kompetensi
diharapkan tenaga kerja siap
mengisi kesempatan kerja atau
berwirausaha. Program pelatihan
diberikan kepada produsen/pelaku
usaha pada berbagai sektor.
Pemerintah Pusat melalui
Direktorat Jenderal Pembinaan
Pelatihan dan Produktivitas,
Kementerian Tenaga Kerja dan
Transmigrasi mengalokasikan
anggaran kegiatan bantuan
program pelatihan kepada
masyarakat dengan cara swakelola
oleh kelompok masyarakat itu
sendiri . Diharapkan dengan
program tersebut dapat mengatasi
permasalahan ketenagakerjaan
secara langsung di daerah maupun
sebagai upaya penyiapan kapasitas
tenaga kerja Indonesia.
Program pelatihan tenaga kerja
didaerah dilakukan oleh Dinas
Tenaga Kerja Provinsi maupun
kabupaten/Kota. Dengan
penguatan Balai Latihan Kerja(BLK)
telah dilaksanakan pelatihan yaitu
program pelatihan beberapa
bahasa seperti Bahasa Jepang,
Bahasa Korea, serta bahasa
Mandarin. Program pelatihan
lainnya yang diperuntukan bagi
lu lusan SMK yaitu program
pelatihan welding yaitu pelatihan
Las sampai tingkat mahir.
Beberapa strategi dalam upaya
mendukung daya saing tenaga
kerja indonesia tersebut
dilaksanakan menjelang AEC 2015.
Sehingga diharapkan dapat
memperkuat daya saing tenaga
kerja Indonesia menuju ASEAN
Economic Community (AEC).
Oktya Setya Pratidina
14 Tinjauan Ekonomi dan Keuangan Juni 2013
rri .co. id sosnakertrans.gunungkidulkab.go. id
. . . .Produktivitas suatu negara yang baik, akan menjadi daya tarik investasidan penciptaan lapangan kerja yang lebih luas. . .
Penerapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Indonesia
Dalam Rangka Peningkatan Produktivitas Kerja
M enjelang Asean EconomicCommunity (AEC) 201 5,
memberikan dampak persaingan
sangat ketat dalam segala aspek
khususnya ketenagakerjaan yang
salah satunya mempersyaratkan
adanya perl indungan atas
keselamatan dan kesehatan kerja
(K3) dalam rangka peningkatan
produktivitas. Keselamatan dan
Kesehatan Kerja (K3) adalah
segala kegiatan untuk menjamin
dan melindungi keselamatan dan
kesehatan tenaga kerja melalui
upaya pencegahan kecelakaan
kerja dan penyakit akibat kerja.
Penerapan K3 di berbagai negara
telah berkembang melalui
pedoman maupun standar. OHSAS
18001 merupakan suatu standar
internasional untuk sostem
Manajemen Keselamatan dan
Kesehatan Kerja diterbitkan tahun
2007 menggantikan OHSAS
18001:1999 yang dimaksudkan
untuk mengelola aspek
Keselamatan dan Kesehatan Kerja
mengenai bahaya-bahaya yang
timbul dari keamanan produk.
Dalam penerapannya di Indonesia,
Keselamatan dan Kesehatan Kerja
(K3) di Pemerintahan maupun
Swasta mengacu pada Peraturan
Pemerintah No.52 tahun 2012.
Pelaksanaannya dilakukan melalui
Sistem Manajemen Keselamatan
dan Kesehatan Kerja (SMK3) agar
menciptakan suatu sistem
keselamatan dan kesehatan kerja
dengan mel ibatkan unsur
manajemen, pekerja, serta serikat
pekerja sehingga tercipta tempat
kerja yang nyaman, efisien dan
produktif.
Pelaksanaan K3 sangat penting
karena resiko kerja masih tergolong
tinggi, seperti kecelakaan kerja,
penyakit karena terekspos
l ingkungan kerja dalam waktu lama.
Kondisi ini sering terjadi pada
pekerja di l ingkungan industri ,
pertambangan, lalu l intas, dan
konstruksi. Pada tahun 2010 jumlah
kecelakaan kerja di dalam
perusahaan mencapai 70.079 kasus,
kecelakaan lalu l intas sebanyak
18.472 kasus, serta diluar
perusahaan sebesar 10.160 kasus.
Tinginya angka kecelakaan kerja
berakibat pada penurunan
produktivitas serta peningkatan
biaya yang harus dikeluarkan
perusahaan pada saat terjadi
kecelakaan kerja.
Perusahaan-perusahaan dari
berbagai sektor telah
mengimplementasikan SMK3
sebagai salah satu bagian penting
dalam sistem manajemen dengan
mengacu pada OHSAS 18001 serta
PP No.50 tahun 2012. Dengan
menerapkan standar baik nasional
maupun internasional maka produk
yang dihasilkanpun akan diakui
secara internasional dan dapat
memasuki pasar global karena
dalam proses produksi sudah sesuai
dengan standar internasional .
Penerapan SMK3 perusahaan
mel iputi : Penetapan kebijakan,
Perencanaan K3, Pelaksanaan
rencana K3, Pemantauan dan
evaluasi kinerjaK3, Peninjauan dan
peningkatan kinerja, penilaian
penerapan SMK3,Audit dan
pelaporan SMK3, Pengawasan
SMK3, serta sanksi administratif.
Kaitan dengan capacity building
SMK3 diperusahaan,
kemenakertrans telah
memberlakukan sertifikasi
Keselamatan dan Kesehatan Kerja
bagi safety officer yang berlaku
secara nasional dan bisa digunakan
di semua perusahaan. Diharapkan
dengan adanya sertifikasi K3 dapat
meningkatkan skill serta
pengetahuan dalam hal
pencegahan kecelakan serta
penyakit akibat kerja, bahkan dapat
mencapai zero accident.
Sebagai bentuk peran pemerintah
dalam implementasi K3, Dinas
Tenaga Kerja dan Transmigrasi
tingkat provinsi dan Kabupaten/
Kota harus melakukan pembinaan
pada perusahaan-perusahaan di
daerahnya tentang K3. Aparatur
pemerintah yang ada telah
diberikan pelatihan SMK3 sehingga
mereka dapat melakukan
pembinaan serta pengawasan K3
pada perusahaan-perusahaan
didaerahnya. Selain itu program-
program mengenai K3 dapat
menjadi prioritas dalam
perencanaan pembangunan
daerah .
Tinjauan Ekonomi dan Keuangan Mei 2013 9Tinjauan Ekonomi dan Keuangan Juni 2013 15
nysmpos.org
Ratih Purbasari Kania
16 Tinjauan Ekonomi dan Keuangan Juni 2013
P engangguran merupakan masalah nasional yang
merupakan tanggung jawab stakeholders
Ketenagakerjaan, termasuk Pemerintah Pusat,
Pemerintah Daerah dan pelaku usaha. Pembangunan
ketenagakerjaan melalui penanggulangan
pengangguran harus dilakukan secara bersama,
terintegrasi , l intas sektor, dengan cara mengupayakan
perluasan kesempatan kerja, baik di dalam maupun di
luar hubungan kerja. Tantangan dalam rangka
pembangunan ketenagakerjaan sangatlah besar
mengingat banyaknya dimensi dan keterkaitan, yang
tidak hanya berhubungan dengan kepentingan tenaga
kerja pada waktu sebelum, selama dan sesudah masa
kerja, tetapi juga dengan upaya perluasan kesempatan
kerja.
J ika mel ihat kondisi terkini , jumlah angkatan kerja
Indonesia hingga Februari 2013 telah mencapai 121,2
juta, atau telah meningkat 3,1 juta jika dibandingkan
jumlah pada bulan Agustus 2012. Di sisi lain, Tingkat
penganggurannya sendiri berkurang menjadi 5,29
persen lebih rendah dibanding Februari 2012 sebanyak
6,32 persen. Namun persentase ini masih jauh dari
target pengangguran Pemerintah sebanyak 5 persen
hingga 2014.
Pasal 27 ayat 2 UUD 1945 menyatakan bahwa “Tiap-tiap
warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan
yang layak dan kemanusiaan”. Untuk mewujudkannya,
Pemerintah selama ini terus melakukan upaya
melakukan pembangunan ketenagakerjaan dan
memaksimalkan penyerapan tenaga kerja, diantaranya
dituangkan dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun
2013 tentang Ketenagakerjaan. Salah satu upaya terkini
adalah dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah
(PP) Nomor 33 Tahun 2013 tentang Perluasan
Kesempatan Kerja pada tanggal 8 Mei 2013. PP Nomor
33 tahun 2013 meletakkan dasar perluasan kesempatan
kerja sebagai upaya yang dilakukan untuk menciptakan
lapangan pekerjaan baru dan/atau mengembangkan
lapangan pekerjaan yang tersedia, baik di dalam
hubungan kerja (berdasarkan perjanjian kerja, ada unsur
perintah, pekerjaan, dan upah) maupun di luar
hubungan kerja (tidak berdasarkan perjanjian kerja).
Berdasarkan Pasal 2 PP ini, Pemerintah Pusat dan
Pemerintah Daerah menetapkan kebijakan perluasan
kesempatan kerja di setiap sektor sesuai dengan
kewenangannya yang diarahkan untuk menciptakan
dan mengembangkan perluasan kesempatan kerja.
Lebih lanjut berdasarkan Pasal 4 dan penjelasannya,
Pemerintah dan Pemerintah Daerah dapat memberi
kemudahan investasi dalam rangka menciptakan dan
mengembangkan perluasan kesempatan kerja antara
lain menyangkut kemudahan dalam hal perpajakan,
perbankan, penyediaan infrastruktur, pelayanan, dan
peraturan perundang-undangan.
Tabel 1 Kondisi Ketenagakerjaan Indonesia 2007-2013
PP Nomor 33 Tahun 2013:Pedoman Kebijakan Perluasan Kesempatan Kerja
Indonesia
Tinjauan Ekonomi dan Keuangan Mei 2013 9Tinjauan Ekonomi dan Keuangan Juni 2013 17
Diversifikasi dan Ekstensifikasi
dan Kewirausahaan
Pasal 5 Ayat (3) PP 33 tahun 2013
juga menegaskan bahwa
Pemerintah Pusat mendorong agar
dunia usaha, baik Badan Usaha
Mil ik Negara (BUMN), Badan Usaha
Mil ik Daerah (BUMD), dan swasta
untuk melakukan diversifikasi usaha
dan ekstensifikasi usaha dalam
rangka mengoptimalkan
penyerapan tenaga kerja di
Indonesia. Diversifikasi dijelaskan
sebagai usaha membentuk
keanekaragaman satu jenis usaha
menjadi beberapa jenis usaha,
sedangkan Ekstensifikasi usaha
adalah memperluas usaha yang
sudah ada untuk meningkatkan
produksi.
Mengenai kebijakan perluasan
kesempatan kerja di luar hubungan
kerja, pasal 6 PP ini menjelaskan
landasan penciptaan dan
pengembangan kesempatan kerja
yang produktif dan berkelanjutan
dengan mendayagunakan potensi
sumber daya alam, sumber daya
manusia, kelembagaan masyarakat,
dan teknologi tepat guna.
Kelembagaan masyarakat yang
dimaksud adalah lembaga yang
bergerak di bidang pemberdayaan
ekonomi masyarakat. Berdasarkan
pasal 8 Ayat (1), perluasan
kesempatan kerja di luar hubungan
kerja dilakukan dalam bentuk
program kewirausahaan dengan
pola pembentukan dan pembinaan
tenaga kerja mandiri , sistem padat
karya, penerapan teknologi tepat
guna, pendayagunaan tenaga kerja
sukarela, dan/atau pola lain yang
dapat mendorong terciptanya
perluasan kesempatan kerja.
Dalam rangka mendukung program
kewirausahaan tersebut, PP ini
mengamanatkan agar Pemerintah
dan Pemerintah Daerah untuk
memberikan fasil itas melalui
kegiatan: (a)Permodalan;
(b)Penjaminan; (c)Pendampingan;
(d)Pelatihan; (e)Konsultasi ;
(f)Bimbingan teknis; dan/atau (g)
Penyediaan data dan informasi. PP
ini juga mengamanatkan agar
Lembaga Keuangan dan Lembaga
Penjaminan untuk memberikan
kemudahan dan fasil itas kepada
masyarakat yang dapat
menciptakan atau memperluas
kesempatan kerja berupa fasil itas
kredit dan/atau fasi l itas penjaminan
kredit.
Secara keseluruhan, bisa dikatakan
bahwa program Perluasan
kesempatan kerja adalah sebuah
program lintas sektor. Keberhasilan
program ini tergantung pada
ketepatan sasaran program untuk
mendorong setiap faktor terkait
untuk berkembang secara baik dan
simultan. PP No 33 2013 ini sudah
menyediakan landasan yang
komprehensif bagi pelaksana
kebijakan. Namun pertanyaan
mendasarnya kedepan adalah
apakah setiap stakeholder mampu
menurunkannya menjadi program
teknis yang berdampak optimal?
Riski Raisa Putra
S
Opini Pakar
Sampai dengan Februari 2013, kondisi ketenagakerjaan
Indonesia cenderung menunjukan perbaikan. J ika
dibandingkan dengan Agustus 2012, jumlah penduduk
yang bekerja bertambah sebesar 3,2 juta orang dan
jumlah penganggur berkurang sebanyak 70 ribu orang,
sehingga tingkat pengangguran terbuka (TPT) tercatat
5,92%.
Walaupun mengalami perbaikan, namun
tren penyerapan tenaga kerja cenderung
menurun. Pengajar Fakultas Ekonomi
Universitas Indonesia sekal igus anggota
Komite Ekonomi Nasional (KEN), Ninasapti
Triaswati , menjelaskan bahwa minat industri
yang lebih memil ih menggunakan modal
secara lebih intensif dibandingkan
dengan penggunaan tenaga kerja
mendorong penurunan penyerapan
tenaga kerja. Menurut Nina,
seharusnya pertumbuhan ekonomi dapat
menyerap tenaga kerja secara optimal . Selain itu, untuk
menghadapi era global isasi kedepan, pemerintah
seharusnya menyusun strategi untuk angkatan kerja
spesifik agar tercipta perluasan kesempatan kerja yang
lebih besar. Pemerintah harus mendorong penciptaan
pekerja dengan kual itas yang tinggi agar mampu bersaing
di pasar global .
Dalam laporan The Global Competitiveness Index tahun
2012-2013, daya saing Indonesia berada pada peringkat
50, atau turun sebesar 4 poin dari tahun sebelumya.
Menurut Nina, salah satu faktor utama pendorong
penurunan ini adalah rendahnya efisiensi pasar tenaga
kerja di Indonesia. Menurut pandangan pengusaha,
peraturan terkait tenaga kerja merupakan faktor utama
inefisinesi ini , sehingga keseimbangan antara penawaran
dan permintaan tenaga kerja tidak tercapai.
Dalam mengatasi ketidakseimbangan ini , Pemerintah
perlu: (i) merombak regulasi dari sisi anggaran melalui
pengal ihan subsidi barang kepada subsidi orang, seperti
penurunan subsidi BBM yang dial ihkan untuk program
jaminan sosial ; (i i ) menjaga kesejahteraan masyarakat
dengan menetapkan upah berdasarkan komponen
Kebutuhan Hidup Layak (KHL); (i i i ) membuat strategi
pasar tenaga kerja yang beriringan dengan strategi
industri ; dan (iv) memperioritaskan antara low to middle
skilled dan medium to high skilled. Pendekatan low to
middle skilled akan lebih fokus kepada blue col lar melalui
pembinaan dan pelatihan kerja yang spesifik, sehingga
penyerapan tenaga kerja blue collar mempunyai arahan
atau target yang tepat. Sementara itu, pada pendekatan
medium to high skilled, terdapat dorongan yang kuat bagi
Rekomendasi Kebijakan dalam Mendorong Daya Saing Tenaga Kerja
Indonesia
18 Tinjauan Ekonomi dan Keuangan Juni 2013
tenaga kerja white collar untuk menciptakan suatu
produk, sehingga pada tahap ini akan terjadi
pengurangan impor. Secara umum, kebijakan tenaga
kerja harus dapat mendorong produktivitas tenaga
kerja baik blue collar dan white collar, namun dengan
pendekatan yang berbeda.
Terkait AEC 2015, menurut Nina, posisi
ketenagakerjaan Indonesia relatif tertinggal .
Beberapa permasalahan yang mendasari
ketidaksiapan Indonesia adalah
ketidakselarasan pertumbuhan tenaga kerja
dan industri , serta kondisi pasar tenaga kerja
khususnya informal yang tidak terjaga.
Pertumbuhan industri padat modal yang
lebih tinggi dibandingkan industri
padat karya menyebabkan tidak
maksimalnya perluasan lapangan
kerja, sehingga kondisi
ketenagakerjaan di Indonesia relatif tidak stabil .
Selain itu, tidak terjaganya sektor informal di
Indonesia mendorong peningkatan tenaga kerja blue
collar. Hal ini karena tenaga kerja blue collar yang
umumnya merupakan tenaga kerja less skilled akan
lebih mudah untuk masuk ke sektor informal .
Berbeda dengan Indonesia, negara maju cenderung
mengabaikan sektor informalnya dan lebih fokus
pada perl indungan white collar, sehingga tenaga
kerja akan lebih terserap di white collar. Sementara
itu, sektor informal yang membutuhkan blue collar
akan diisi oleh tenaga kerja asing. Oleh karena itu,
dalam menghadapi AEC 2015, pemerintah perlu lebih
membangun pedesaan agar tidak terjadi urbanisasi
yang akan mendorong peningkatan sektor informal di
perkotaan. Hal ini dapat dilakukan melalui program
pembangunan infrastruktur, seperti l istrik dan air.
Selain itu, pemerintah juga perlu mendorong
pembangunan di sektor-sektor primer, seperti
pertanian dan pertambangan serta membuat
program pelatihan tenaga kerja di sektor tersebut.
Dari sisi anggaran, pemerintah juga perlu
mengalokasikan dana yang lebih besar untuk
pendidikan karena pendidikan merupakan faktor
utama yang dapat mendorong kapabil itas tenaga
kerja.
Insani Sukandar
Dr. Ninasapti Triaswati
Pengajar FE UI, Anggota KEN
19Tinjauan Ekonomi dan Keuangan Juni 2013
Keuangan
Potensi Bank BUMN
dalam Pinjaman Dalam Negeri
Pinjaman Dalam Negeri (PDN)
sebagai salah satu bentuk
pembiayaan pemerintah dapat
digunakan untuk membiayai
kegiatan tertentu pada
Kementerian/ Lembaga, Pemda
dan BUMN. Dalam Peraturan
Pemerintah nomor 54 tahun 2008
tentang Tata Cara Pengadaan dan
Penerusan Pinjaman Dalam Negeri
oleh Pemerintah menyebutkan
bahwa PDN bersumber dari
Pemda, BUMN dan Perusahaan
Daerah. Saat ini PDN telah
digunakan sebagai pembiayaan
dalam pemenuhan alat utama
sistem pertahanan dan keamanan.
Bank BUMN memil iki kapasitas
pendanaan yang cukup tinggi
dengan nilai aset yang mencapai
lebih dari 30% aset perbankan
nasional . Kapasitas yang besar
menimbulkan potensi bagi peluang
pembiayaan untuk kegiatan PDN.
Dari sisi perbankan, PDN termasuk
ke dalam kategori portofol io
“Tagihan Kepada Pemerintah”
dengan bobot risiko kredit 0%. Hal
ini sejalan dengan prinsip kehati-
hatian yang diterapkan perbankan
dalam memberikan kredit. Selain
itu dari segi permodalan, melalui
Peratuan Bank Indonesia No.
8/13/PBI/2006 tentang Perubahan
atas Peraturan Bank Indonesia
Nomor 7/3/PBI/2005 tentang Batas
Maksimum Pemberian Kredit
(BMPK), mewajibkan perbankan
untuk melakukan penyebaran dan
diversifikasi pemberian kredit. Hal
ini di lakukan sebagai upaya untuk
mengurangi potensi kegagalan
bank sebagai akibat dari
konsentrasi penyediaan dana.
Dalam regulasi tersebut juga
mengatur tentang penyediaan
dana kepada pemerintah pusat
atau daerah yang dijamin oleh
Pemerintah Indonesia dikecual ikan
dari perhitungan BMPK. Sementara
untuk penyediaan dana kepada
BUMN untuk tujuan pembangunan
ditetapkan maksimal 30% dari
modal maksimum, dan BMPK
untuk non BUMN maksimal 20%
untuk individu/ korporasi dan
maksimal 25% untuk grup/
kelompok.
Pinjaman kepada Pemerintah
memil iki perbedaan karakteristik
dengan pinjaman yang diberikan
kepada swasta. Kredit kepada
pemerintah diambil melalui PDN,
dinilai sebagai kredit tanpa resiko
pengembal ian, karena pembayaran
dijamin oleh pemerintah.
Berangkat dari kondisi tersebut,
sesuai dengan prinsip resiko
pengembal ian tercermin dalam
tarif suku bunga kredit, maka
seharusnya bunga PDN lebih
rendah dibandingkan bunga yang
dikenakan pada sektor swasta.
Selain itu penggunaan mata uang
rupiah juga mengurangi resiko nilai
tukar, apabila dibandingkan
dengan kredit yang menggunakan
mata uang asing.
Selain potensi Bank BUMN dan
regulasi yang mendukung menurut
kajian Direktorat Perencanaan dan
Pengembangan Pendanaan
Pembangunan, Bappenas yang
berjudul “Anal isis Pemanfaatan
Pinjaman Dalam Negeri Untuk
Membiayai Kegiatan Pembangunan
Nasional” menyebutkan beberapa
hal yang perlu menjadi perhatian,
antara lain : (i) Adanya potensi
crowding out effect apabila kredit
yang diserap Pemerintah terlalu
besar, yang mengakibatkan kecil
penyaluran kredit pada sektor
swasta. Hal ini pada muaranya akan
menyebabkan menurunnya
investasi swasta yang pada
akhirnya akan memperlambat
perekonomian. (i i ) Sebagian
sumber dana perbankan BUMN
berasal dari dana pihak ketiga yang
memil iki jangka pendek, yakni
tabungan dan deposito, di sisi lain
PDN diarahkan untuk pembiayaan
infrastruktur yang memil iki jangka
waktu yang panjang. Kemungkinan
bisa timbul mismatch pendanaan
terkait perbedaan jangka waktu
pembiayaan.
Adanya potensi mismatch ini perlu
direspon dengan kebijakan
portofol io yang memeberikan
proporsi yang tepat antara kredit
jangka panjang dan kredit jangka
pendek untuk menjaga tingkat
l ikuiditas perbankan. Pemanfaatan
potensi perbankan BUMN dalam
kegiatan PDN secara lebih luas
perlu dilakukan secara bertahap
dan terukur serta mel ibatkan BI
dalam melakukan assesment
terhadap penarikan PDN.
Referensi : Direktorat Perencanaan
dan Pengembangan Pendanaan
Pembangunan, Bappenas
Alexcius Winang
Para pemimpin negara-negara
ASEAN telah merumuskan
kesepakatan bersama berupa
pencapaian ASEAN Community
yang terdiri dari tiga pilar utama
yang sal ing terintegrasi , yakni
ASEAN Security Community, ASEAN
Economic Community dan ASEAN
Socio-Culture Community.
Sedangkan penerapan terlebih
dahulu yang akan dilaksanakan
pada tahun 2015 adalah ASEAN
Economic Community
ASEAN Economic Community
merupakan wujud nyata dalam
rangka menjaga stabil itas pol itik
dan keamanan regional ASEAN,
meningkatkan daya saing kawasan
secara keseluruhan di pasar dunia,
dan mendorong pertumbuhan
ekonomi, mengurangi kemiskinan
serta meningkatkan standar hidup
penduduk Anggota ASEAN.
Dengan terwujudnya AEC pada
tahun 2015 maka akan terjadi
perdagangan bebas antara anggota
ASEAN. Tantangan dan hambatan
akan semakin komplek namun
peluang pasar yang terjadi akan
semakin luas dengan potensi
ASEAN yang ada.
Kawasan ASEAN terdiri dari 10
negara anggota dengan luas total
4,5 juta kilometer persegi dan
populasi sekitar 688 juta jiwa,
dimana 40% berada di Indonesia.
Pertumbuhan ekonomi di kawasan
ASEAN mencapai 5-7% per tahun
dan total Gross Domestic Product
(GDP) sebesar US$ 3,36 tri l iun.
Potensi ASEAN yang begitu besar,
harus dapat dimanfaatkan dan
dieksploitasi oleh BUMN Indonesia.
Peluang dari pelaksanaan AEC
pada tahun 2015 adalah akan
mendorong arus investasi ke dalam
negeri yang akan menciptakan
multiplier effect, kemudahan untuk
melakukan joint venture, terjadinya
percepatan perpindahan arus modal
dan manusia, dan meningkatnya
transfer teknologi.
Sedangkan tantangan yang akan
dihadapi oleh perusahaan BUMN di
Indonesia dengan terjadinya pasar
bebas, tanpa ada perl indungan atas
barang domestic dan keluar masuk
barang maka BUMN harus dapat
lebih proaktif menempatkan ASEAN
sebagai tujuan ekspor, persaingan
perusahaan akan semakin ketat,
tuntutan investor asing dan
domestik semakin tinggi, konsumen
semakin kritis dan memil iki
preferensi.
Namun dibal ik semua itu, beberapa
BUMN Indonesia telah melakukan
ekspansi terlebih dahulu, seperti PT
Wijaya Karya Tbk, PT BNI Tbk, PT
Pertamina (Persero) yang sudah
membangun kantor perwakilan di
Myanmar.
Perusahaan BUMN lain pun telah
bersiap untuk menyambut pasar
tunggal ASEAN ini, misalnya: PT
Telkom telah menyiapkan dana Rp
50 mil iar untuk mengirim 1000
pegawai keluar negeri guna
mempertajam ilmu dan
memberikan beasiswa S2 luar
negeri. Lain halnya dengan PT
Semen Indonesia yang berencana
membangun pabrik semen di
Vietnam dan Myanmar, pabrik
tersebut direncanakan berkapasitas
produksi 1 juta ton dan estmasi
biaya yang diperlukan sebesar
US$200-250 juta. PT Semen
Indonesia juga telah memil iki anak
perusahaan di Vietnam dengan
proporsi kepemil ikan sebesar 70%
pada perusahaan Tang Long semen.
Bagaimana pun juga masih banyak
perusahaan BUMN yang belum siap
dalam menghadapi implementasi
AEC ini. Ada beberapa hal yang
dapat dilakukan perusahaan BUMN
dalam menghadapi tantangan ini ,
adalah:
1. Meningkatkan efisiensi usaha dan
kual itas produk
2. Riset pasar dan networking
dengan mitra lokal
3. Promosi produk dan mengikuti
pameran
4. Mengikuti misi dagang ke negara
tujuan ekspor
5. Melakukan sinergitas dengan
BUMN lain untuk menjadi
Perusahaan yang berdaya saing
tinggi
Namun diluar hal itu peranan
Pemerintah Indonesia harus mampu
mengatasi masalah-masalah yang
menyebabkan munculnya ekonomi
biaya tinggi seperti keterbatasan
infrastruktur, biaya atau bunga bank
yang masih tinggi, dan banyaknya
pungutan l iar.
BUMN/ Korporasi
Adji Dharma
www.riau24.com
20 Tinjauan Ekonomi dan Keuangan Juni 2013
Kesiapan Badan Usaha Milik Negara (BUMN)
Menghadapi ASEAN Economic Community 2015
Tahun 2013 masih menyisakan waktu sekitar
beberapa bulan lagi. Sesuai dengan amanah UU
Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan
Retribusi Daerah, 31 Desember 2013 merupakan batas
waktu persiapan pengal ihan (devolusi) Pajak Perdesaan
dan Perkotaan (PBB-P2) menjadi pajak daerah. Mulai 1
Januari tahun 2014, Pemerintah Pusat tidak lagi
memungut PBB-P2 karena kewenangan pemungutan
PBB-P2 telah berpindah pada daerah (Kabupaten/Kota).
J ika pada tahun 2014 masih ada daerah yang belum
siap melakukan pemungutan, maka potensi penerimaan
dari PBB-P2 otomatis akan hilang.
Devolusi PBB Perdesaan
dan Perkotaan didasarkan
pada beberapa
pertimbangan.
Pertimbangan tersebut
diantaranya adalah karena
berdasarkan teori, property
tax lebih bersifat lokal
(local origin) , visibi l itas,
objek pajak tidak
berpindah-pindah
(immobile) , dan terdapat
hubungan erat antara pembayar pajak dan yang
menikmati hasil pajak tersebut (the benefit tax-link
principle) . Dengan kondisi tersebut, diharapkan
pemungutan PBB-P2 akan lebih efektif j ika dipungut
oleh daerah karena daerah sebagai pihak yang punya
wilayah tentu lebih memahami karakteristik dan potensi
penerimaan PBB-P2. Hal tersebut juga sejalan dengan
tujuan pemerintah pusat agar PBB-P2 menjadi salah
satu sumber PAD yang potensial .
Dalam proses devolusi tersebut, Kementerian Keuangan
mengelompokkan daerah menjadi 3 kelompok yaitu
kelompok pertama, kelompok kedua, dan kelompok
ketiga. Kelompok pertama adalah daerah dengan
potensi PBB-P2 yang cukup tinggi, kelompok kedua
adalah daerah dengan potensi PBB-P2 yang cukup
memadai atau sedang, dan kelompok ketiga adalah
daerah dengan potensi PBB-P2 yang kurang memadai
atau relatif kecil . Hal ini akan berpengaruh pada
semangat dari daerah dalam rangka mempersiapkan
proses pemungutan PBB-P2. Kelompok daerah dengan
potensi PBB-P2 tinggi akan berusaha memungut PBB-
P2 dengan segera sementara kelompok dengan potensi
PBB-P2 rendah akan
memungut PBB-P2 pada
batas waktu yang
dipersyaratkan (1
Januari 2014) atau
bahkan sampai saat ini
belum siap sama sekal i
dalam pemungutan
PBB-P2.
Contoh dari daerah
yang masuk dalam
kelompok 1 dan juga sebagai pilot project kebijakan
devolusi PBB-P2 adalah Kota Surabaya. Kota Surabaya
mulai melakukan pemungutan PBB-P2 pada tahun 2011.
Ketentuan memang membolehkan daerah melakukan
pemungutan PBB-P2 sebelum tahun 2014 jika sudah
siap. Penerimaan PAD Kota Surabaya meningkat
signifikan dengan adanya devolusi PBB-P2. Sebelum
adanya devolusi rata-rata peningkatan PAD adalah
sebesar 14,03% per tahun. Setahun sebelum devolusi
(tahun 2010) PAD Kota Surabaya adalah sebesar
Fiskal dan Regulasi Ekonomi
Perkembangan Devolusi Pajak Bumi danBangunan (PBB) Perdesaan dan Perkotaan
21Tinjauan Ekonomi dan Keuangan Juni 2013
Grafik Pertumbuhan PAD Surabaya
Rp908.648.000.000,00 dan setelah
devolusi (tahun 2011), PAD Kota
Surabaya adalah sebesar
Rp1.886.514.301.580,72. Hal itu berarti
PAD Kota Surabaya meningkat menjadi
sekitar 2 kal i l ipat. Dengan tidak
mengesampingkan peran pertumbuhan
jenis PAD lainnya, penerimaan PBB-P2
berperan besar dalam menyokong
penerimaan Kota Surabaya.
Kondisi Kota Surabaya tidak bisa
disamaratakan dengan daerah lainnya.
Masing-masing daerah mempunyai
karakteristik sendiri . Data yang diri l is oleh
Direktorat Jenderal Perimbangan
keuangan, Kementerian Keuangan
menunjukkan gambaran tersebut.
Dari tabel tersebut diatas dapat dil ihat
bahwa terdapat 284 daerah atau 57,7
persen dari jumlah daerah yang telah
menetapkan Perda PBB-P2 dengan
rincian 1 daerah memungut pada tahun
2011, 17 daerah daerah memungut pada
tahun 2012, 105 daerah pada tahun
2013, dan 161 daerah memungut pada
tahun 2014. Potensi PBB-P2 dari 284
daerah tersebut mencakup sekitar 93,9
persen dari total penerimaan PBB-P2
tahun 2011.
Sementara itu, terdapat 107 daerah atau
21,8 persen dari jumlah daerah yang
masih dalam proses menetapkan Perda
PBB-P2 dengan potensi penerimaan PBB-
P2 sekitar 4,2 persen dari total
penerimaan PBB-P2 tahun 2011. Daerah
lainnya sebanyak 101 daerah atau 20,5
persen dari jumlah daerah yang belum
menyusun Raperda PBB-P2 dengan
potensi penerimaan PBB-P2 sekitar 1,9
persen dari total penerimaan tahun 2011.
Masih banyaknya daerah yang bahkan
belum menyusun Raperda menandakan
bahwa daerah tersebut belum siap untuk
memungut PBB-P2. J ika dil ihat dari
potensi penerimaannya yang hanya 1,9
persen maka ketidaksiapan tersebut bisa
dipahami. Sebelum adanya devolusi ,
daerah tidak perlu melakukan upaya
apapun karena PBB-P2 dipungut oleh
pusat dan dibagihasilkan kepada
kabupaten/kota dengan prosentase
64,8%. Dengan adanya devolusi , maka
daerah mau tak mau harus melakukan
upaya untuk melakukan pemungutan
sendiri PBB-P2. Dalam hal ini , daerah
yang masuk dalam kelompok ketiga
dengan potensi penerimaan PBB-P2
yang rendah memang mengalami
dilema. J ika dipaksakan justru bisa
membuat biaya pemungutan melebihi
hasil pemungutan.
Pemerintah daerah bukanlah entitas yang
berorientasi mencari keuntungan
layaknya perusahaan. Dalam pelaksanaan
pemungutan pajak, pola pikir perusahaan
yang mempertimbangkan untung rugi
juga harus diterapkan. Pajak daerah
sendiri harus memenuhi kriteria potensi
pajak memadai yang artinya hasil
penerimaan pajak harus lebih besar dari
biaya pemungutan.
Namun demikian, j ika kita
memperhatikan hal yang terjadi pada
perusahaan, bukankah banyak
perusahaan yang mendapatkan
keuntungan setelah beberapa tahun
beroperasi? Oleh karena itu, daerah
dengan potensi penerimaan PBB-P2
rendah tidak boleh mengabaikan
kebijakan devolusi PBB-P2. Segala
persiapan tetap harus ditempuh
terutama mengenai penyusunan
database perpajakan. J ika tahun ini
potensinya masih rendah maka perlu
dilakukan upaya agar pada masa
mendatang potensinya berkembang.
Referensi:Kementerian Keuangan 2010, 2012 dan2013.Ahmad Rifai Sapta
22 Tinjauan Ekonomi dan Keuangan Juni 2013
Kesiapan Daerah dalam Memungut PBB-P2
(Posisi 18 Maret 2013)
Masih banyaknya
daerah yang
bahkan belum
menyusun Raperda
menandakan
bahwa daerah
tersebut belum
siap untuk
memungut PBB-
P2. Jika dilihat dari
potensi
penerimaannya
yang hanya 1 ,9
persen. . . . . .
Sumber: Kementerian Keuangan, 2013
S
Kolom MP3EI
Sel ly Galvani
Salah satu dari tiga strategi utama pelaksanaan MP3EI
adalah peningkatan kemampuan SDM dan IPTEK
Nasional , melalui program pembangunan Instistut
Teknologi Kal imantan. Sebagai salah satu strategi
utama, strategi ini dini lai sangat penting untuk era
ekonomi berbasis pengetahuan, mesin pertumbuhan
ekonomi sangat bergantung pada kapital isasi hasi l
penemuan menjadi produk inovasi. Dengan demikian
peran SDM yang berpendidikan menjadi kunci utama
dalam mendukung pertumbuhan ekonomi yang
berkesinambungan. Untuk mendukung hal tersebut
maka sistem pendidikan harus mampu menghasilkan
tenaga kerja yang unggul , produktif, dan mampu
menerapkan IPTEK yang dibutuhkan untuk
meningkatkan nilai tambah kegiatan ekonomi yang
berkelanjutan.
Peningkatan kual itas dapat ditempuh melalui jalur
pendidikan tinggi. Pada tahun 2009, Angka Partisipasi
Kasar (APK) perguruan tinggi, 22 persen, berada di
peringkat bawah dibandingkan dengan negara-negara
Asia Tenggara lainnya. Dengan kata lain, hanya 22
persen dari penduduk Indonesia yang berusia 19-24
tahun merasakan pendidikan tinggi. Angka tersebut
masih jauh dibawah target dari Kementerian Pendidikan
dan Budaya (Kemendikbud) yaitu 30 persen pada tahun
2014, sesuai dengan Rencana Strategis.
Dalam rangka mendukung upaya percepatan
pembangunan nasional yang sejalan dengan program
pemerintah dalam MP3EI, salah satu dukungan SDM
dan IPTEK utama adalah bidang sains dan teknologi.
Seperti dikatakan oleh Menteri Pendidikan dan
Kebudayaan Indonesia M. Nuh, “Peningkatan nilai
tambah terhadap sumber daya alam memerlukan
sumber daya sains dan teknologi untuk menghasilkan
inovasi produk dan inovasi proses. Selain itu, sains dan
teknologi sangat diperlukan sebagai driver dan enabler
pengembangan industri”(2011). Harus diakui bahwa
perkembangan teknologi di Indonesia sampai saat ini
masih berlangsung lambat, sehingga diperlukan
pengembangan lembaga pendidikan tinggi teknologi
yang ada di Indonesia.
Data dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan
Nasional 2010 menunjukan jumlah pendaftar untuk
bidang studi teknik atau teknologi sebanyak 325.156
orang dan jumlah mahasiswa baru yang berhasil
diterima sebanyak 140.501 orang. Hal lain yang patut
untuk diperhatikan adalah terjadinya krisis lu lusan
bidang sains dan teknologi di Indonesia. Data Persatuan
Insinyur Indonesia (PII) memperl ihatkan sedikitnya
diperlukan 92.000 lulusan bidang sains dan teknologi
baru setiap tahun. Namun dalam kenyataannya, hingga
saat ini Indonesia hanya mampu menyetak 42.000
lulusan bidang sains dan teknologi tiap tahunnya.
Dalam konteks MP3EI, permasalahan ini menjadi satu
hambatan tersendiri karena ketersediaan lulusan bidang
sains dan teknologi sangat dibutuhkan dalam berbagai
proyek MP3EI. Bahkan Menko Perekonomian, Ir. Hatta
Rajasa, sudah mensinyal ir program MP3EI memil iki
ancaman kelangkaan lulusan bidang sains dan
teknologi yang mampu menangani ribuan proyek.
Indonesia baru memil iki dua kampus Institut Teknologi
Negeri yaitu Institut Teknologi Bandung (ITB) dan
Institut Teknologi Sepuluh November (ITS). Dengan
menimbang luas wilayah Indonesia, tingginya
pertumbuhan penduduk dan pesebarannya, serta
tingginya tuntutan bagi pemenuhan pesebaran ilmu
pengetahuan dan teknologi di Indonesia maka upaya
untuk membangun Kampus Institut Teknologi Negeri di
wilayah luar Jawa menjadi hal yang penting. Kesadaran
ini mendorong pemerintah untuk membangun Institut
Teknologi baru di wilayah Kal imantan. Kal imantan
merupakan daerah dengan integrasi ekonomi yang baik
dan dapat menjadi modal untuk menjadi basis industri
baru dalam negeri. ITK saat ini sedang berada dalam
tahap pembangunan.
Pada akhirnya, pembangunan Institut Teknologi
Kal imantan diharapkan dapat menjadi salah satu
jawaban atas kebutuhan SDM dan IPTEK di bidang sains
dan teknologi. Terutama sejalan dengan tujuan MP3EI
untuk melakukan percepatan pembangunan ekonomi
sampai tahun 2025.
Menjawab Kebutuhan SDM dan IPTEK Nasional: Pembangunan
Institut Teknologi Kalimantan (ITK)
Sumber: World Bank, 201 2
Gambar 1 . Perbandingan Angka Partisipasi Kasar Perguruan
Tinggi Indonesia, Fi l ipina, Malaysia, dan Thailand, 2009
23Tinjauan Ekonomi dan Keuangan Juni 2013
P
KUR dan UKM
Penyaluran KUR pada bulan Mei 2013
terjadi peningkatkan hingga Rp 3,8 tri l iun
dibandingkan bulan sebelumnya, sebesar
Rp 3,4 tri l iun dengan jumlah debitur
sebanyak 223,519 orang. Sejak bulan
November 2007 hingga Mei 2013 total
penyaluran KUR mencapai Rp 115 tri l iun
dengan jumlah debitur tercatat sebanyak
8,68 juta orang. Rata-rata setiap debitur
mendapatkan kredit sebesar Rp 13,3 juta
per orang dengan tingkat NPL 4,5%.
Bank BRI merupakan bank penyalur
tertinggi, khususnya BRI Mikro yang telah
menyalurkan hingga bulan Mei 2013
sebesar Rp 56 tri l iun. Selanjutnya KUR
Ritel BRI telah menyalurkan sebesar Rp
14,4 tri l iun. Jumlah masing-masing debitur
sebesar 7,9 juta orang dan 87.459 orang
untuk KUR Ritel BRI.
Sementara itu penyaluran KUR melalui
BPD bulan Mei 2013 sebesar Rp 34,9
mil l iar dengan jumlah debitur sebanyak
423 orang. Penyaluran melalui BPD
periode November 2007 hingga Mei
2013, penyalur tertinggi adalah Bank Jatim
diikuti Bank Jabar Banten masing-masing
sebesar Rp 3,54 tri l iun dan Rp 2,58 tri l iun
dengan jumlah debitur sebesar 33.830
orang dan 23.610 orang dengan tingkat
rata-rata NPL sebesar 8,3%.
Dil ihat dari sektor yang menerima KUR
pada bulan Mei 2013, sektor perdagangan
mendapatkan KUR terbanyak hingga 65%.
Selanjutnya, untuk urutan kedua adalah
sektor pertanian yang mencapai 16%.
Berdasarkan sebaran regional penyaluran
tertinggi tercatat pada provinsi Jawa
Tengah, Jawa Timur dan Jawa Barat
dengan penyaluran masing-masing
sebesar Rp 17,7 tri l iun, Rp 17,4 tri l iun dan
Rp 14,7 tri l iun.
Untuk laporan penyaluran KUR TKI juga
mengalami peningkatan dari segi debitur
dan penyaluran. Pada bulan Mei 2013
tercatat penyaluran KUR TKI mencapai Rp
52.3 mil iar dengan jumlah debitur
sebanyak 4.489 TKI.
Beberapa negara tujuan TKI yang
menerima penyaluran KUR TKI
diantaranya adalah Korea, Malaysia,
Brunei Darussalam dan Hongkong.
Realisasi Penyaluran KUR Periode Mei 2013
Windy Pradipta
"Dilihat darisektor yangmenerima KURpada bulan Mei2013, sektorperdaganganmendapatkanKUR terbanyakhingga 65%.Selanjutnya,untuk urutankedua adalahsektor pertanianyang mencapai16%"
24 Tinjauan Ekonomi dan Keuangan Juni 2013
KTransformasi Kebijakan Penanggulangan Kemiskinan di Indonesia
Kemiskinan masih menjadi prioritas kebijakan di
Indonesia. Banyak alasan kenapa topik ini patut menjadi
perhatian utama seluruh pihak yang berkepentingan.
Pertama, tingkat kemiskinan di Indonesia masih tinggi.
H ingga tahun 2012 jumlah penduduk miskin masih 12
persen (29 juta dari 240 juta). Kedua, tingginya jumlah
penduduk yang berada di area rawan miskin
(vulnerable) . Berdasarkan data yang diri l is oleh TNP2K
hingga tahun 2012, 40 persen penduduk masih berada
di area ini. Ketiga, masih tingginya tingkat ketimpangan
antar penduduk di Indonesia. Pada tahun 2008-2012
pertumbuhan ekonomi kelompok miskin hanya 2
persen jauh lebih rendah dibandingkan kelompok kaya
yang tumbuh 9 persen.
Sudah banyak program yang dilakukan pemerintah dan
lembaga terkait lain dalam penanggulangan
kemiskinan. Kalau kita l ihat dulu hampir tidak ada
kebijakan yang langsung ditargetkan pada kelompok
miskin. Kebijakan yang banyak dilakukan adalah
berfokus pada peningkatan pertumbuhan ekonomi
makro secara umum yang dikombinasikan dengan
pembangunan infrastruktur di daerah rural .
Namun, berdasarkan penel itian TNP2K ditunjukkan
bahwa model kebijakan ini tidak signifikan dalam
penanggulagan kemiskinan, walau secara statistik kala
itu terjadi penurunan angka kemiskinan, terbukti saat
terjadi krisis kelompok ini kembal i terjun dalam
kemiskinan. Secara umum lack of social safety net dan
social protection yang menjadi masalahnya.
Era baru penanggulangan kemiskinan
Berdasarkan kondisi aktual dan pengalaman di masa
lampau tersebut maka sekarang dibutuhkan metode
penanggulangan kemiskinan yang baru lebih adaptif.
Metode yang dilakukan dirubah dari pendekatan
general economic development menjadi targeted policy.
Dalam jangka panjang secara simultan pendekatan
social insurance juga perlu terus dikembangkan.
Pentingnya pendekatan yang lebih tertaget ini ditujukan
untuk mampu mengakomodasi fenomena kemiskinan
di Indonesia. Pertama, dynamic poverty. Program
kemiskinan harus didisain tidak hanya untuk
mendorong penduduk miskin keluar dari kemiskinannya
namun juga harus mampu membuat mereka lepas dari
kerentanan.
Sebagai contoh, pada tahun 2009 terdapat 14,7 juta
yang lepas dari kemiskinan. Namun, 13,2 juta orang
kembal i jatuh ke jurang kemiskinan karena krisis. Hal ini
terjadi karena pemerintah tidak mampu memberikan
social assistance bagi mereka yang berada di wilayah
rawan miskin. Kedua, perlu adanya targeted policy yang
menjamin dan mendorong akses pada pendidikan,
kesehatan dan pekerja bagi mereka kelompok miskin.
Ketiga, program penanggulangan kemiskinan dirancang
juga untuk membuat lmereka tahan terhasap gejolak
krisis.
Targeted policy ini kemudian diterjemahkan dalam
berbagai model program yang disesuaikan dengan
kebutuhan.Pelaksanaan program dibagi menjadi tiga
kluster besar. Kluster satu fokus pada program
pengembangan rumah tangga miskin, seperti BLT, PKH,
BSM, Raskin. Kluster dua ditujukan pada
pengembangan komunitas dengan turunan program
seperti PNPM. Sedangkan kluster tiga ditargetkan pada
perluasan usaha kecil dan kewirausaan.
Tantangan kebijakan
Sejak tahun 2009 model penanggulangan kemiskinan
ini dilakukan sudah banyak progres yang dirasakan di
Indonesia, penduduk miskin khususnya. Namun
demikian masih banyak tantangan yang dihadapi dalam
pelaksanaannya. Diantaranya, pertama, buruknya data
base kependudukan khsusunya data kemiskinan di
Indonesia. Hal ini yang seringkal i membuat program
yang dirancang dengan baik tidak optimal dalam
prakteknya di lapangan.
Kedua, masih lemahnya kinerja birokrasi di Indonesia
yang seringkal i memperlambat proses pelaksanan
program. Ketiga, paska desentral isasi terdapat aturan
yang memisahkan kewenangan dalam pendanan.
Sebagai contoh, dalam penanggulangan kemiskinan
salah satu faktor penting adalah ketersediaan
infrastruktur dasar sedangkan tidak semua daerah
memil iki fokus yang sama dengan program
penanggulangan kemiskinan dari pusat.
Program yang lebih adaptif dan menggunakan
pendekatan keperilakuan (behavioral aproach) menjadi
titik cerah baru penanggulangan kemiskinan di
Indonesia. Namun betapapun baiknya rancangan
program ini akan tidak optimal bila dalam
pelaksanaannya bila salah dalam menurunkan bentuk
praktis dan teknisnya di masyarakat dan model
pemerintahan Indonesia yang unik. Sehingga,
keberhasilan model baru ini sangat bergantung pada
banyak pihak yang terkait dan masyarakat miskinnya
sendiri .
Riski Raisa Putra
Forum Kajian Pembangunan
25Tinjauan Ekonomi dan Keuangan Juni 2013
S
Laporan Kegiatan
Propaganda Model Baru Pertumbuhan GlobalLaporan Delegasi RI Pada Acara
ST. Petersburg International Economic Forum 2013Rusia, 20 – 22 Juni 2013
Saint Petersburg International
Economic Forumke-17 tahun 2013
(SPIEF) tergolong pertemuan diskusi
panel bergengsi para pelaku bisnis dan
pakar ekonomi kelas dunia sekal igus
ajang promosi Pemerintah Rusia. SPIEF
ke-17 tahun 2013 mengusung tema
utama “mencari solusi bagi
pembangunan ekonomi global yang
baru”. Kata “baru” mengandung arti
sebagai upaya promosi Rusia yang
memanfaatkan kepemimpinannya
dalam G20 untuk mengenalkan
pendekatan, pemikiran dan model baru
pertumbuhan ekonomi yang lebih
stabil dan berkelanjutan
dengan basis inovasi,
teknologi dan sumber daya
manusia yang lebih unggul .
Topik diskusi SPIEF 2013
mel iputi pengendal ian
pertumbuhan ekonomi
BRICS, percepatan investasi
sektor energi dan
infrastruktur Rusia,
kerjasama ekonomi Rusia
dengan Amerika Serikat,
Asia Tenggara, Eropa dan
India, dan peran bank sentral
dalam pertumbuhan
ekonomi. Presiden Rusia,
Vladimir Putin dan Kansel ir
Jerman, Angle Merkel turut
hadir menjadi pembicara.
Pengaruh kuat ekonomi
Rusia pada kawasan Eropa
berhasil menarik kehadiran pengusaha-
pengusaha besar Eropa,seperti Paul
Polman, CEO Unilever dan Randolf
Rodenstock, pewaris produsen lensa
optik kelas dunia.
Rusia mengambil pelajaran penting dari
kejatuhan ekonomi Eropa yang
berdampak secara langsung pada
sektor energi Rusia. Selain itu, Rusia
tengah membidik pasar-pasar baru di
kawasan Asia yang lebih
menjanjikan.Topik diskusi SPIEF
menyentuh kerangka pikir model
pertumbuhan ekonomi berbasis energi,
inovasi dan infrastruktur .Diskusi dibagi
dalam 4 pokok bahasan,terdiri dari : (1)
Agenda Pertumbuhan Global
bagiandari G-20, (2) Landasan
Pertumbuhan Berkelanjutan, (3)
Cakrawala Baru Rusiadan (4) Katal isator
Baru Perubahan,total membahas 63
topik selama 3 hari perhelatan.
Dalam diskusi panel , Presiden Putin
menegaskan akan mengal ihkan fokus
investasi Rusia ke Asia dan akan
membelanjakan US$13,7 untuk
infrastruktur jalan dan kereta cepat
trans-Siberia. Jalur Trans-Siberia ini
akan menjadi arteri koneksi antara
kawasan Eropa dan Asia-Pasifik.
Pengal ihan fokus investasi Rusia
sebenarnya terindikasisejak
kesepakatan suplai migas Rusia ke
China yang akan diikuti pembangunan
jaringan pipa gas jarak jauh.
Presiden Putin
menegaskan akan
mengalihkan fokus
investasi Rusia ke
Asia dan akan
membelanjakan
US$13,7 untuk
infrastruktur jalan
dan kereta cepat
trans-Siberia. . .
26 Tinjauan Ekonomi dan Keuangan Juni 2013
Kesepakatan ini sebagai respon
Rusia setelah Gazprom, supl ier Gas
terbesar Rusia ke Eropa kehilangan
dominasi pasar LNG di Eropa
terimbas krisis Eropa
Salah satu diskusi panel membahas
krisis kapital isme dengan mengkaji
keruntuhan negara berbasis pasar
bebas untuk menggal i perbedaan
pandangan dampak kapital isme,
l iberal isasi dan global isasi serta
upaya untuk mengendal ikannya.
Beberapa panel is menyatakan
bahwa kapital isme memberikan
manfaat sekal igus membawa
masalah. Manfaat kapital isme
berupa pertumbuhan lapangan
kerja yang pesat dan transformasi
teknologi, sedangkan masalah yang
terjadi berupa ketidakpastian yang
timbul sebagai episentrum krisis
terstruktur. Era global isasi membuat
al iran kapital semakin bebas
bergerak, memicu ketidakpastian
dan spekulasi yang menimbulkan
ketidakseimbangan pasar. Selain
itu, kapital isme sebenarnya
mengajak masyarakat untuk
berpikir kompetisi dan berinovasi
menghasilkan keunggulan produk.
Inovasi dapat membentuk kekuatan
penetrasi dan dominasi pasar lalu
berevolusi menjadi kekuatan
industri dan keuangan untuk
menggerakkan kapital .
Diskusi lain membahas resil iansi
dan kompetisi daerah dalam
menarik investasi . Upaya agresif
daerah menarik investasi dapat
menimbulkan persaingan antar
daerah yang mempunyai tujuan
sama, sehingga terjadi tarik-
menarik sumber daya antara
kawasan yang unggul dengan yang
harus bertahan. Resil iansi dan
kompetisi wilayah juga terjadi di
Rusia. Moscow selama ini menjadi
sentral atensi investor dan tujuan
migrasi penduduk Rusia karena
memil iki prasarana penunjang
investasi yang lebih lengkap.
Struktur demografi menjadi faktor
makro berpengaruh pada al iran
investasi yang mengarah pada
teritorial . Tetapi kontrol makro saja
tidak cukup untuk mengakomodasi
minat investasi , sehingga kebijakan
harus memil iki target spesifik.
Struktur proyek antar teritorial yang
kompleks justru membuat
kompetisi makin ketat dan tidak
ramah investasi , sehingga
rancangan pengembangan daerah
harus mudah dilakukan dan tidak
glamour.
Agenda lain membahas rencana
rekomendasi perluasan kesempatan
kerja tentang prinsip kual itas
pemagangan (apprenticeships) . B20
dan L20 sepakat mengusung
tenaga kerja usia muda (youth
employment) sebagai prioritas
pal ing utama bagi pemberi kerja.
Sistem pemagangan diusulkan
sebagai kombinasi antara pelatihan
di tempat kerja (workplace-based)
dan di tempat pelatihan khusus
(off-the-job training) karena terbukti
berhasil meningkatkan kemampuan
dan keahl ian tenaga kerja. Sistem
pemagangan juga menjadi bagian
promosi program pendidikan dan
latihan yang menjadi jembatan
antara dunia pendidikan dan kerja.
Edi Prio Pambudi
27Tinjauan Ekonomi dan Keuangan Juni 2013
Laporan Kegiatan
Melalui pertimbangan yang matang,
Pemerintah melalui Peraturan
Menteri Energi dan Sumber Daya
Mineral Nomor 1 8 Tahun 201 3
menyesuaikan harga bensin
(gasoline) RON 88 dan minyak
solar (gas oil) bersubsidi.
Penyesuaian harga ini mulai
berlaku pada tanggal 22 Juni 201 3
pukul 00.00 WIB, dengan rincian
sebagai berikut:
Seiring dengan penyesuaian harga
BBM bersubsidi , pemerintah akan
melaksanakan program
kompensasi guna menjaga daya
bel i masyarakat yang rentan dari
kemungkinan kenaikan harga
kebutuhan dasar.
Program Kompensasi
Pemerintah telah menyiapkan
Program Kompensasi yang
menyasar Rumah Tangga miskin
dan rentan, sebagai berikut:
1) Program Bantuan Langsung
Sementara Masyarakat (BLSM), yaitu
bantuan tunai sebesar Rp150.000
selama 4(empat)bulan untuk sekitar
15,5 juta Rumah Tangga miskin dan
rentan yang akan dibayarkan
sebanyak 2(dua)kal i , atau Rp300.000
per pembayaran.
2) Tambahan alokasi beras dari
Program RASKIN , sebanyak 15 kg
per Rumah Tangga selama 3 bulan
yaitu Juni, Ju l i , dan September 2013.
Sehingga untuk bulan-bulan
tersebut alokasi beras per Rumah
Tangga menjadi 30 kg.
3) Tambahan nilai bantuan dan
jumlah cakupan siswa penerima
Bantuan Siswa Miskin (BSM) ,
sehingga dari cakupan sebelumnya
sebesar 8,7 juta anak usia sekolah
menjadi 16,6 juta anak usia sekolah.
4) Tambahan nilai bantuan untuk
2,4 juta Rumah Tangga peserta
Program Keluarga Harapan
(PKH) , dari rata-rata sebesar Rp1,4
Juta per tahun menjadi Rp1,8 Juta
per tahun.
5) Program Percepatan dan
Perluasan Pembangunan
Infrastruktur (P4I) , terdiri dari :
a. Program Infrastruktur
Permukiman yang mencakup 13.000
desa dan 1.200 kelurahan.
b. Program Sistem Penyediaan Air
Minum yang mencakup 159
kawasan di 28 provinsi , 341
kawasan perkotaan di 31 provinsi ,
dan 260 desa rawan air di 29
provinsi.
c. Program Infrastruktur
Sumberdaya Air di 27 provinsi
rawan air.
Untuk dapat mengakses Program
BLSM, RASKIN, dan BSM,
Pemerintah telah menerbitkan Kartu
Perl indungan Sosial (KPS) yang
dibagikan secara langsung kepada
15,5 juta Rumah Tangga miskin dan
rentan secara bertahap. Pengiriman
untuk seluruh Rumah Tangga
Sasaran diharapkan selesai pada
akhir Juni 2013. Cakupan ini
merupakan 25% dari seluruh rumah
tangga dengan status sosial
ekonomi terendah di Indonesia.
Mekanisme pemutakhiran daftar
Rumah Tangga Sasaran telah
disiapkan untuk mengganti Rumah
Tangga yang dianggap tidak tepat,
melalui Musyawarah
Desa/Kelurahan. Rumah Tangga
Pengganti hasi l Musyarawah
Desa/Kelurahan akan mendapat
Surat Keterangan Rumah Tangga
Miskin (SKRTM) dari Kepala
Desa/Lurah dan kemudian akan
mendapatkan KPS baru.
Masyarakat pemegang KPS secara
bertahap dapat mengambil BLSM
dengan membawa identitas
pendukung, misalnya Kartu
Keluarga (KK), Kartu Tanda
Penduduk (KTP), atau Surat
Keterangan Domisil i .
PT. Pos mulai hari Sabtu tanggal 22
Juni 2013 mulai membagikan BLSM
di 14 kota besar. Menko
Perekonomian Hatta Rajasa
memantau langsung menyaluran
BLSM di Kantor Pos Mampang
Prapatan, Jakarta Selatan, Sabtu
pagi 22 Juni 2013. Dalam
kesempatan itu, Menko
Perekonomian menjelaskan bahwa
bantuan yang diberikan pemerintah
kal i ini sangat berbeda dengan
bantuan-bantuan sebelumnya.
BLSM yang sekarang ini lebih
terkoordinasi dengan baik serta
dipantau langsung oleh pemerintah.
Menurutnya, kemungkinan
penyelewengan dana BLSM itu
sangat kecil sekal i , karena sistemnya
lebih baik dan lebih tertib. Selain
itu, Menko Perekonomian, Hatta
Rajasa juga mengatakan bahwa
BLSM diberikan langsung kepada
masyarakat yang membutuhkan
sebagai kompensasi atas kebijakan
pemerintah yang menaikkan harga
BBM bersubsidi.
Referensi:Bagian Hubungan Masyarakat,Kemenko Perekonomian
Penyesuaian Harga BBM dan Program Kompensasi
Predi Mul iansyah
28 Tinjauan Ekonomi dan Keuangan Juni 2013
Selamat Menjalankan IbadahPuasa Bagi Umat MuslimRamadhan 1433 H
Untuk informasi lebih lanjut hubungi :Redaksi Tinjauan Ekonomi dan KeuanganKementerian Koordinator Bidang PerekonomianGedung Sjafruddin Prawiranegara (d.h. Gd. PAIK II) Lantai 4Jalan Lapangan Banteng Timur No. 24 Jakarta, 10710Telepon. 0213521843, Fax. 0213521836Email : [email protected] Ekonomi dan Keuangan dapat didownload pada websitewww.ekon.go.id