Pembahasan PDRB Jawa Barat Menurut Penggunaan 2005-2007 50 TINJAUAN EKONOMI REGIONAL MENURUT PENGGUNAAN Perekonomian Jawa Barat tidak terlepas dari kondisi nasional maupun internasional. Pengaruh global terhadap perekonomian sangat terasa di provinsi sebesar Jawa Barat. Perubahan-perubahan dunia luar turut mempengaruhi pola konsumsi, Investasi, ekspor-impor dan perubahan stok di Jawa Barat. Tingkat seluruh aktivitas ekonomi, yang terkait dengan dunia internasional, turut mempengaruhi pertumbuhan di negara berkembang tingkat aktivitas ekonomi tersebut, menurut Kuncoro (2007) adalah sebagai berikut; 1. Pertumbuhan ekspor hasil industri dipengaruhi oleh pertumbuhan perdagangan dunia, yang erat kaitannya dengan pasar negara maju dan adanya proteksi negara lain. 2. Keberadaan modal untuk investasi, baik berupa investasi langsung maupun pinjaman, dipengaruhi pula oleh faktor internasional. 3. Kemajuan teknologi negara-negara maju menjadi penghambat daya saing negara-negara berkembang. 4. Manajemen Organisasi, misalnya gaya Jepang ’just in time’ dalam pengadaan suku cadang yang didukung oleh pengendalian stok dengan komputer. Ekspor antar negara dari Jawa Barat pada tahun 2005, 2006 dan 2007 masing-masing Rp 140 triliun, Rp 146 triliun dan Rp 156 triliun. Besar ekspor tersebut mencapai sekitar 30 persen dari PDRB Jawa Barat setiap tahunnya. Dengan demikian pengaruh perdagangan internasional fluktuasi nilai dolar dan daya saing komoditi ekspor BAB III
33
Embed
TINJAUAN EKONOMI BAB REGIONAL MENURUT …jabarprov.go.id/root/pdrb/BABIIIpdrbpenggunaan2007.pdfEkspor antar negara dari Jawa Barat pada tahun 2005, 2006 dan 2007 masing-masing Rp 140
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Pembahasan
PDRB Jawa Barat Menurut Penggunaan 2005-2007 50
TINJAUAN EKONOMI REGIONAL MENURUT
PENGGUNAAN
Perekonomian Jawa Barat tidak terlepas dari kondisi nasional
maupun internasional. Pengaruh global terhadap perekonomian sangat
terasa di provinsi sebesar Jawa Barat. Perubahan-perubahan dunia luar
turut mempengaruhi pola konsumsi, Investasi, ekspor-impor dan
perubahan stok di Jawa Barat. Tingkat seluruh aktivitas ekonomi, yang
terkait dengan dunia internasional, turut mempengaruhi pertumbuhan di
negara berkembang tingkat aktivitas ekonomi tersebut, menurut
Kuncoro (2007) adalah sebagai berikut;
1. Pertumbuhan ekspor hasil industri dipengaruhi oleh
pertumbuhan perdagangan dunia, yang erat kaitannya dengan
pasar negara maju dan adanya proteksi negara lain.
2. Keberadaan modal untuk investasi, baik berupa investasi
langsung maupun pinjaman, dipengaruhi pula oleh faktor
internasional.
3. Kemajuan teknologi negara-negara maju menjadi penghambat
daya saing negara-negara berkembang.
4. Manajemen Organisasi, misalnya gaya Jepang ’just in time’
dalam pengadaan suku cadang yang didukung oleh
pengendalian stok dengan komputer.
Ekspor antar negara dari Jawa Barat pada tahun 2005, 2006 dan
2007 masing-masing Rp 140 triliun, Rp 146 triliun dan Rp 156 triliun.
Besar ekspor tersebut mencapai sekitar 30 persen dari PDRB Jawa
Barat setiap tahunnya. Dengan demikian pengaruh perdagangan
internasional fluktuasi nilai dolar dan daya saing komoditi ekspor
BAB III
Pembahasan
PDRB Jawa Barat Menurut Penggunaan 2005-2007 51
sangat berperan terhadap PDRB Jawa Barat.
Permodalan asing khususnya PMA dalam tiga tahun ini
menunjukkan bahwa Jawa Barat masih merupakan provinsi yang paling
diminati investor. Berdasarkan laporan BKPM di tahun 2007 nilai
investasi Jawa Barat meningkat dengan total nilai Rp 23,54 triliun di
bandingkan pada tahun 2006 yang hanya Rp 18,37 triliun. Untuk
melihat perkembangan investasi, khususnya pembentukan barang
modal tetap bruto dapat dilihat dari PDRB penggunaan. Adapun daerah
yang memberikan kontribusi besar dalam pembentukan barang modal
tetap bruto adalah daerah : Kota Bandung, Kabupaten Bogor,
Kabupaten Bekasi Kabupaten Indramayu dan Kabupaten Karawang.
Dilihat dari institusi pelaku PMTB terbagi empat yaitu : Swasta, rumah
tangga, BUMN dan BUMD serta Pemerintah. Dengan demikian selain
para investor swata, pemerintah diharapkan dapat memperbesar porsi
pengeluarannya untuk barang modal. Belanja pemerintah dalam bentuk
barang modal (terutama infrastruktur) menjadi stimulus yang
mempunyai pengaruh yang sangat besar bagi pembangunan ekonomi.
Sisi konsumsi RT memperlihatkan perkembangan yang terjadi
sebagai akibat dari perubahan gaya hidup dan perilaku konsumsi dari
sebagian besar masyarakat modern. Hal ini mendorong para produsen
untuk meningkatkan produksinya baik secara kuantitas maupun kualitas
yang pada gilirannya juga akan mendorong pembangunan dan
pertumbuhan ekonomi.
Konsumsi Rumahtangga di Jawa Barat mengambil porsi
terbesar dari PDRB, di atas 60 persen. Konsumsi Masyarakat untuk
jenis konsumsi makanan pada tahun-tahun ini memberikan kontribusi
yang makin membesar pada makanan jadi. Maraknya kedai, rumah
makan, restoran yang bersifat lokal, nasional dan internasional makin
Pembahasan
PDRB Jawa Barat Menurut Penggunaan 2005-2007 52
memanjakan warga Jawa Barat dalam mengkonsumsi makanan jadi
terutama di daerah perkotaan.
Konsumsi non makanan yang meningkat sangat cepat adalah
konsumsi akan kendaraan terutama motor beroda dua. Kemudahan
dalam memperoleh motor serta kebutuhan akan barang ini menjadikan
konsumsi akan barang ini sangat tinggi. Konsumsi non makanan secara
keseluruhan juga makin bertambah porsinya terhadap konsumsi rumah
tangga.
Perubahan stok menjadi cukup penting dalam struktur ekonomi
terutama setelah adanya rush dan berbagai krisis pangan di Indonesia
karena ini akan mempengaruhi stabilitas harga secara keseluruhan.
Harga yang tidak stabil serta distribusi penjualan yang terganggu
menyebabkan terganggunya konsumsi rumahtangga lebih jauh akan
berpengaruh terhadap kestabilan sosial masyarakat.
Pengaruh Nasional dan Regional turut mewarnai proses ekonomi
Jawa Barat pada faktor ”demand”. Regulasi pada investasi, peraturan
ketenagakerjaan, UMR, tersedianya infrastruktur yang memadai,
kemudahan birokrasi, tingkat keamanan wilayah. Hal-hal yang
berpengaruh terhadap kegiatan ekonomi ini ternyata bukan hanya
faktor-faktor ekonomi, tetapi berbagai faktor seperti yang disebutkan di
atas.
3.1. Pengeluaran Konsumsi RumahTangga
Konsumsi rumahtangga bisa menjadi indikator nilai tambah
yang menjadi pendapatan, walaupun pendapatan tersebut belum tentu
seluruhnya menjadi penerimaan masyarakat. Secara sederhana,
pendapatan yang diturunkan oleh proses ekonomi produksi melalui
komponen nilai tambah akan digunakan oleh masyarakat untuk
Pembahasan
PDRB Jawa Barat Menurut Penggunaan 2005-2007 53
membiayai seluruh kebutuhan konsumsinya.
Konsumsi Rumah Tangga sering kali dijadikan barometer
kesejahteraan masyarakat suatu wilayah. Peningkatan konsumsi dan
perubahan proporsi pola konsumsi dari makanan menuju non makanan
dijadikan indikator peningkatan pendapatan, kemampuan daya beli
yang pada akhirnya dianggap sebagai peningkatan kesejahteraan
masyarakat.
Secara teoritis peningkatan konsumsi rumah tangga dipacu oleh
pertambahan penduduk dan peningkatan pendapatan masyarakat. Oleh
karena itu pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkelanjutan
menjadi mutlak bagi kelangsungan pembangunan ekonomi dan
peningkatan kesejahteraan.
Peningkatan permintaan atau konsumsi merupakan pangsa pasar
yang dapat menggerakkan roda perekonomian berjalan lebih cepat dan
akan menggerakkan sektor-sektor usaha untuk memenuhi permintaan
tersebut.
Grafik 1. Perkembangan Peranan Konsumsi Makanan dan Non Makanan Tahun 2000-2007 Propinsi Jawa Barat
Non Makanan
Makanan
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007
Pembahasan
PDRB Jawa Barat Menurut Penggunaan 2005-2007 54
Pengeluaran konsumsi rumah tangga merupakan komponen
utama PDRB penggunaan. Besarnya konsumsi rumahtangga atas dasar
harga berlaku pada tahun 2005 sebesar Rp 261,55 triliun, meningkat
signifikan menjadi Rp 339,39 triliun pada tahun 2007. Fluktuasi
konsumsi rumah tangga ini terpengaruh oleh tingkat harga (inflasi),
pertumbuhan jumlah penduduk serta pendapatan rumah tangga.
Konsumsi rumahtangga terdiri dari konsumsi makanan dan non
makanan, proporsi di antara kedua komponen tersebut selama tiga
tahun terakhir ada kecenderungan kenaikan pada non makanan
dibanding tahun-tahun pada awal 2000.
Laju pertumbuhan Konsumsi rumahtangga atas dasar harga
konstan tahun 2007 mengalami peningkatan yang signifikan mencapai
5,66 persen, namun terjadi perlambatan pada konsumsi makanan yang
hanya sebesar 3,99 persen sedangkan konsumsi non makanan
meningkat cukup tajam sebesar 7,89 persen. Pada tahun 2006 laju
pertumbuhan konsumsi rumahtangga relatif moderat, hampir sama
dengan tahun sebelumnya, yaitu 4,43 persen pada tahun 2005 menjadi
Grafik 2. Laju Pertumbuhan Konsumsi Rumahtangga Tahun 2004-2007 Propinsi Jawa Barat
Laju KRT
Laju Mak
LPP
Laju Non Mak
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
2004 2005 2006 2007
persen
Pembahasan
PDRB Jawa Barat Menurut Penggunaan 2005-2007 55
4,56 persen pada tahun 2006. Kenaikan BBM punya pengaruh yang
signifikan terhadap konsumsi rumahtangga. Demikian halnya pada
peningkatan konsumsi makanan dan non makanan hampir sebanding
kurang lebih 4 persenan. Pada tahun 2005 konsumsi makanan
meningkat 4,18 persen, sedangkan konsumsi non makanan meningkat
4,77 persen. Pada tahun 2006 peningkatan konsumsi makanan sebesar
4,24 persen dan non makanan 4,98 persen. Hal ini mengindikasikan
adanya perbaikan daya beli masyarakat, sehingga diharapkan
kesejahteraan menjadi lebih baik.
Perbaikan kesejahteraan masyarakat terlihat dari meningkatnya
konsumsi rumahtangga perkapita atas dasar harga konstan yang sejalan
dengan meningkatnya PDRB perkapita atas dasar harga konstan.
Berbagai hal dapat menjadi penyebab meningkatnya konsumsi
masyarakat, salah satu penyebabnya adalah semakin mudahnya akses
masyarakat terhadap dunia perbankan untuk keperluan konsumsi.
Kredit konsumsi selama periode tahun 2005 – 2007 rata meningkat
22,15 persen setiap tahunnya. Di samping itu kemudahan dalam
pengajuan kredit kendaraan bermotor dan barang-barang elektronik
turut menjadi andil dalam meningkatnya konsumsi masyarakat.
Walaupun terlihat hanya bersifat konsumtif, tetapi secara ekonomi
meningkatnya konsumsi rumahtangga sebagai sisi permintaan akan
menyebabkan meningkatnya produksi atau sisi suplai. Hal ini akan
menjadi hal yang positif dengan catatan barang-barang yang
dikonsumsi adalah barang produksi dalam region, bukan barang impor.
Dari segi pemanfaatan, apabila kemudahan untuk memperoleh
kendaraan bermotor atau barang-barang elektronik menjadi pemacu
bagi rumahtangga untuk memanfaatkannya menjadi barang yang
produktif akan meningkatkan pendapatan rumahtangga. Dampak lebih
Pembahasan
PDRB Jawa Barat Menurut Penggunaan 2005-2007 56
jauh dari hal tersebut akan menghidupkan kekuatan “grass root “ yang
akan menggerakkan ekonomi dengan lebih pesat.
Konsumsi rumahtangga jika dilihat secara triwulanan terlihat
pola yang cukup menarik, hal ini bisa dilihat pada grafik berikut. Pola
laju pertumbuhan konsumsi rumahtangga secara triwulanan selama
tiga tahun terakhir (2005-2007) terlihat adanya kecenderungan yang
berulang. Pada triwulan IV terjadi peningkatan konsumsi yang cukup
signifikan dibanding triwulan sebelumnya, kemudian menurun tajam
pada triwulan I. Fenomena ini terjadi karena perilaku konsumsi
masyarakat yang cenderung berubah sesuai dengan momen atau
peristiwa yang secara umum dan periodik berulang mempengaruhi
konsumsi rumahtangga. Misalnya perayaan hari raya yang jatuh di saat
yang hampir bersamaan pada triwulan akhir setiap tahun, adanya
momen awal masuk sekolah yang diikuti masa liburan sekolah pada
setiap triwulan III. Peristiwa- peristiwa lain yang secara nyata dapat
terlihat dan dirasakan oleh masyarakat dan mempengaruhi konsumsi
secara langsung misalnya kenaikan harga BBM.
Grafik 3. KRT perkapita dan PDRB perkapita konstanTahun 2005-2007 propinsi Jawa Barat
KRT
PDRB
Mkn
NMkn
0
1
2
3
4
5
6
7
2005 2006 2007
Pembahasan
PDRB Jawa Barat Menurut Penggunaan 2005-2007 57
Pada setiap triwulan IV yang bertepatan dengan beberapa
perayaan Hari Raya serta liburan sekolah, konsumsi rumahtangga
cenderung meningkat. Kebutuhan sepanjang bulan Ramadhan dan pada
saat hari raya meningkat tajam baik untuk komoditi makanan maupun
non makanan. Tradisi masyarakat merayakan hari raya dengan
menyajikan makanan dengan menu istimewa untuk keluarga yang
selalu diikuti oleh naiknya harga bahan makanan menyebabkan nilai
konsumsi meningkat tajam. Di samping itu, pada saat hari raya
masyarakat ingin berpenampilan yang lebih baik sehingga konsumsi
sandang seperti tekstil dan produk tekstil, perlengkapannya serta alas
kaki juga meningkat tajam. Demikian halnya dengan kebutuhan
transportasi juga meningkat, adanya tradisi mudik menjadi penyebab
utama meningkatnya konsumsi untuk transportasi. Beberapa komoditi
lain juga mengalami peningkatan misalnya perlengkapan rumahtangga
setiap triwulan IV juga mengalami peningkatan.
Grafik 4. Laju Pertumbuhan Konsumsi Rumahtangga Triwulanan Tahun 2005-2007 Propinsi Jawa Barat
Laju Mak
Laju KRT
Laju Non Mak
-3
-2
-1
0
1
2
3
4
5
I II III IV I II III IV I II III IV
2005 2006 2007
Pembahasan
PDRB Jawa Barat Menurut Penggunaan 2005-2007 58
Konsumsi yang tinggi pada triwulan IV akan kembali normal
begitu memasuki triwulan I. Hal ini yang menyebabkan laju
pertumbuhan konsumsi yang menurun. Menurunnya laju lebih
disebabkan karena berangkat dari ’level’ dengan perilaku konsumsi
yang tinggi pada triwulan sebelumnya. Pada saat inilah konsumsi
rumahtangga menjadi normal kembali.
Konsumsi rumahtangga mulai beranjak meningkat pada akhir
triwulan II dan awal triwulan III dimana bertepatan dengan awal tahun
ajaran baru. Konsumsi untuk pendidikan mulai meningkat, ini terjadi
sejak akhir triwulan II dimana masyarakat mulai melakukan beberapa
pembayaran untuk pendaftaran masuk sekolah maupun untuk biaya
perjalanan liburan sekolah. Konsumsi untuk biaya pendidikan serta
perlengkapannya yaitu buku-buku sekolah, sumbangan untuk sekolah
serta buku-buku pelajaran mulai terjadi pada awal triwulan III.
Grafik 5. Peranan Konsumsi Makanan dan Non Makanan Triwulanan Tahun 2005-2007 Propinsi Jawa Barat
Makanan
Non Makanan
0%10%20%30%40%50%60%70%80%90%
100%
I II III IV I II III IV I II III IV
Pembahasan
PDRB Jawa Barat Menurut Penggunaan 2005-2007 59
Grafik 6.Lima Kabupaten/Kota dengan Konsumsi Rumahtangga Terbesar Tahun 2007
di Provinsi Jawa Barat
20 kab/kota lainnya
Kota Bandung
Bogor
Bandung
Kota Bekasi
Bekasi
Kalau kita amati lebih jauh, dari sisi pengeluaran konsumsi
rumahtangga kabupaten/kota di Jawa Barat pada tahun 2007, kurang
lebih 42 persen dari total konsumsi terdapat di lima wilayah kabupaten
kota. Lima kabupaten/kota dengan konsumsi rumahtangga terbesar
adalah Kota Bandung pada posisi pertama, posisi kedua ditempati oleh
Kabupaten Bogor, posisi ketiga Kabupaten Bandung, posisi keempat
Kota Bekasi dan posisi kelima adalah Kabupaten Bekasi. Kelima
kabupaten/kota tersebut juga digolongkan ke dalam wilayah dengan
daya beli yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan wilayah-wilayah
lainnya di Jawa Barat.
Adapun kabupaten/kota dengan konsumsi rumahtangga
terendah adalah Kota Sukabumi disusul oleh Kota Cirebon dan posisi
terakhir ditempati oleh Kota Banjar. Ketiga kota tersebut memiliki
tingkat pengeluaran konsumsi rumahtangga terendah tetapi bukan
berarti daya beli masyarakatnya rendah, hal ini disebabkan oleh
rendahnya jumlah penduduk pada ketiga kota tersebut.
Pembahasan
PDRB Jawa Barat Menurut Penggunaan 2005-2007 60
3.2. Pengeluaran Konsumsi Lembaga Non Profit
Pengertian Lembaga Non Profit yang melayani rumah tangga
(LNPRT) adalah lembaga formal maupun informal yang dibentuk atau
dibiayai oleh perorangan atau kelompok masyarakat dalam rangka
menyediakan jasa pelayanan yang bersifat non komersial khususnya
bagi anggota masyarakat umum tanpa adanya motivasi untuk meraih
keuntungan. Lembaga Non Profit yang melayani rumah tangga
(LNPRT) berdasarkan konsep PDRB adalah lembaga formal maupun
informal yang dibentuk atau dibiayai oleh perorangan atau kelompok
masyarakat dalam rangka menyediakan jasa pelayanan yang bersifat
non komersial khususnya bagi anggota masyarakat umum tanpa adanya
motivasi untuk meraih keuntungan. Secara khusus Bank Dunia
mendefinisikan Non Government Organization atau kemudian juga
diterjemahkan sebagai organisasi swasta yang pada umumnya bergerak
dalam kegiatan-kegiatan pengentasan kemiskinan, mengangkat dan
menyuarakan berbagai kepentingan orang miskin atau pihak yang
terpinggirkan, memberikan pelayanan sosial dasar, atau melakukan
pengembangan dan pemberdayaan masyarakat.
Tabel 1. Persentase Konsumsi Lembaga Non Profit Terhadap
PDRB Atas Dasar Harga Berlaku dan Pengeluaran Total Provinsi Jawa Barat Tahun 2005 – 2007
Tahun Uraian 2005 2006 2007
(1) (2) (3) (4) 1. PDRB adh Berlaku (milyar rupiah)
Kontribusi konsumsi Lembaga Non Profit sangat kecil kurang
dari 1 persen, pada tahun 2005 sebesar 0,46 persen sedikit menurun
pada tahun 2006 menjadi 0,44 dan meningkat kembali pada tahun 2007
menjadi 0,45 persen. Mengingat peran lembaga ini lebih banyak
orientasi pada pelayanan masyarakat maka dapat diasumsikan bahwa
peran komponen ini masih stagnan, lembaga-lembaga non profit ini
belum dapat menunjukan kinerja yang baik.
Nilai Konsumsi Lembaga Non Profit atas dasar harga konstan
pada tahun 2004 sebesar Rp 1,68 triliun, kemudian menurun menjadi
Rp 1,27 triliun pada tahun 2005. Tingginya konsumsi Lembaga Non
Profit pada tahun 2004 bertepatan dengan masa kampanye pemilihan
presiden, di mana pengeluaran partai politik menjadi meningkat. Di
samping itu aktifitas LSM sebagai pengawal yang bertugas memastikan
lancarnya pesta demokrasi semakin meningkat, hal ini menyebabkan
Grafik 7. Nilai dan Laju Pertumbuhan Konsumsi Lembaga Non Profit Konstan Tahun 2004-2007
PropinsiJawa Barat
0
0.2
0.4
0.6
0.8
1
1.2
1.4
1.6
1.8
2004 2005 2006 2007
Rp
trily
un
-30
-20
-10
0
10
20
30
40
Pers
en
KLNPRT adhk Laju KLNPRT
Pembahasan
PDRB Jawa Barat Menurut Penggunaan 2005-2007 62
pengeluaran konsumsinya juga meningkat.
Penurunan konsumsi lembaga non profit pada tahun 2005
mencapai -24,23 persen. Hal ini disebabkan tahun 2004 banyak LNPRT
yang muncul pada saat pemilu. Pada tahun 2006 meningkat 4,77 persen
menjadi Rp 1,33 triliun. Peningkatan kembali terjadi pada tahun 2007
yaitu sebesar 7,50 persen menjadi Rp1,43 triliun.
3.3. Pengeluaran Konsumsi Pemerintah
Tuntutan masyarakat untuk terciptanya Good Governance
sebagai cita-cita reformasi merupakan tugas berat pemerintah untuk
mewujudkannya. Terutama dalam pengelolaan keuangan daerah yang
harus bertumpu pada kepentingan umum (public oriented) dan
terjaminnya kejelasan tentang misi pengelolaan keuangan daerah pada
umumnya serta anggaran daerah pada khususnya.
Berdasarkan definisi World Bank, Good Governance adalah
suatu penyelenggaraan manajemen pembangunan yang solid dan
bertanggungjawab yang sejalan dengan prinsip demokrasi dan pasar
yang efisien, penghindaran salah alokasi dana investasi dan pencegahan
korupsi baik secara politik maupun administratif, menjalankan disiplin
anggaran serta penciptaan kebijakan hukum dan politis bagi tumbuhnya
aktivitas usaha.
Salah satu upaya pemerintah guna terciptanya Good
Governance adalah dengan selalu memperbaiki manajemen dalam
pengelolaan keuangan daerah baik pada sisi penerimaan maupun dari
sisi pengeluaran. Konsumsi Pemerintah merupakan komponen
pengeluaran yang dilakukan pemerintah dalam rangka melaksanakan
kegiatannya dalam melayani masyarakat.
Pembahasan
PDRB Jawa Barat Menurut Penggunaan 2005-2007 63
Salah satu indikator yang dapat menggambarkan kinerja
pemerintah, terutama dalam hal pembiayaan kegiatannya adalah
komponen pengeluaran PDRB untuk Konsumsi Pemerintah.
Pengeluaran konsumsi pemerintah didefinisikan sebagai jumlah
seluruh pengeluaran pemerintah yang meliputi : pembelian barang dan
jasa (belanja barang), pembayaran balas jasa pegawai (belanja pegawai)
dan, penyusutan barang modal dikurangi dengan hasil penjualan barang
dan jasa (output pasar) pemerintah yang tidak dapat dipisahkan dari
kegiatan pemerintah (yang bukan dikonsumsi oleh pemerintah).
Pengeluaran konsumsi pemerintah provinsi mencakup:
konsumsi seluruh pemerintah desa; konsumsi pemerintah daerah
kabupaten/kota yang terdapat di wilayah provinsi; konsumsi
pemerintah daerah provinsi serta konsumsi pemerintah pusat yang
merupakan bagian dari konsumsi pemerintah daerah provinsi
Dalam kurun waktu tiga tahun terakhir konsumsi pemerintah
mengalami kcenderungan yang terus meningkat, baik secara berlaku
maupun konstan. Jika ditelaah pada struktur pembentuknya, belanja
barang dan jasa bertujuan untuk membiayai kegiatan yang hasil,
manfaat dan dampaknya dinikmati oleh masyarakat baik secara
langsung maupun tidak langsung. Demikian halnya dengan belanja
pegawai, bertujuan untuk menjamin kesejahteraan pegawai pemerintah
sehingga dapat lebih meningkatkan kinerjanya dan menjalankan
tugasnya dalam melayani masyarakat.
Pembahasan
PDRB Jawa Barat Menurut Penggunaan 2005-2007 64
Tabel 2. Persentase Pengeluaran Konsumsi Pemerintah Terhadap Total Konsumsi dan PDRB Atas Dasar Harga Berlaku serta Laju Pertumbuhan Konsumsi Pemerintah Provinsi Jawa Barat Tahun
2005 – 2007 Tahun
Uraian 2005 2006 2007
(1) (2) (3) (4) 1. Konsumsi Pemerintah adh
berlaku (milyar Rp) 2. Konsumsi Pemerintah adh
konstan 2000 (milyar Rp) 3. Total Pengeluaran (PDRB
adhb + Impor) (milyar Rp) 4. PDRB adh Berlaku (milyar
Rp)
27.419,14
14.856,06
571.995,36
389.244,65
35.514,67
17.454,75
656.733,32
473.187,29
38.292,40
18.159,28
710.973,78
526.220,22
Persentase Konsumsi Pemerintah thd total Pengeluaran (persen)
4,79
5,41
5,39
Persentase Konsumsi Pemerintah thd PDRB (persen)
7,04
7,51
7,28
Laju Pertumbuhan Konsumsi Pemerintah adh Konstan (persen)
5,28
17,49
4,04
Pola proporsi pengeluaran Konsumsi Pemerintah pada tahun
2005 – 2007 baik terhadap PDRB ataupun pengeluaran akhir
menunjukan kesamaan, tampaknya pembiayaan pemerintah relatif
stabil proporsinya antara penggunaan dari hasil wilayah dengan
penggunaan yang bersumber dari luar wilayah (APBN dan bantuan luar
negeri).
Pertumbuhan Pengeluaran Konsumsi Pemerintah secara riil
pada tahun 2007 mengalami peningkatan sebesar 4,04 persen, setelah
pada tahun sebelumnya meningkat tajam sebesar 17,49 persen.
Peningkatan ini disebabkan oleh meningkatnya belanja barang yang
signifikan, pengeluaran diarahkan untuk meningkatkan pelayanan yang
bersifat langsung kepada masyarakat baik untuk pelayanan pendidikan
Pembahasan
PDRB Jawa Barat Menurut Penggunaan 2005-2007 65
maupun kesehatan, terutama untuk masyarakat miskin.
Konsumsi pemerintah jika dilihat secara spasial, lebih banyak
terjadi di Kota Bandung sebagai ibukota Provinsi Jawa Barat. Hal ini
sebanding dengan jumlah PNS nya yang paling banyak, secara otomatis
pengeluaran pemerintah akan lebih terkonsentrasi pada wilayah ini.
Sebagai pusat pemerintahan provinsi, konsumsi pemerintah yang
terjadi pada wilayah Kota Bandung mencapai 14,69 persen dari total
konsumsi pemerintah di Provinsi Jawa Barat.
Grafik 8. Nilai Konsumsi Pemerintah adhb dan Jumlah PNS Menurut Kabupaten/Kota Tahun 2005-2007