Top Banner
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 ANATOMI DAN FISIOLOGI 2.1.1 Anatomi dan Fisiologi Vertebrae Anatomi tulang belakang perlu diketahui agar dapat ditentukan elemen yang terganggu pada timbulnya keluhan nyeri punggung bawah.Columna vertebralis adalah pilar utama tubuh. Merupakan struktur fleksibel yang dibentuk oleh tulang-tulang tak beraturan, disebut vertebrae.Vertebrae dikelompokkan sebagai berikut 1 : Cervicales (7) Thoracicae (12) Lumbales (5) Sacroles (5, menyatu membentuk sacrum) Coccygeae (4, 3 yang bawah biasanya menyatu) Tulang vertebrae merupakan struktur kompleks yang secara garis besar terbagi atas 2 bagian 1 : Bagian anterior tersusun atas korpus vertebra, diskus intervertebralis (sebagai artikulasi), dan ditopang oleh ligamentum longitudinale anterior dan posterior. Bagian posterior tersusun atas pedikel, lamina, kanalis vertebralis, serta prosesus tranversus dan spinosus yang
46

Tinjauan Dan Dafpus

Dec 10, 2015

Download

Documents

Arif Prianggara

dafpus
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Tinjauan Dan Dafpus

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 ANATOMI DAN FISIOLOGI

2.1.1 Anatomi dan Fisiologi Vertebrae

Anatomi tulang belakang perlu diketahui agar dapat ditentukan elemen yang

terganggu pada timbulnya keluhan nyeri punggung bawah.Columna vertebralis

adalah pilar utama tubuh. Merupakan struktur fleksibel yang dibentuk oleh tulang-

tulang tak beraturan, disebut vertebrae.Vertebrae dikelompokkan sebagai berikut1:

Cervicales (7)

Thoracicae (12)

Lumbales (5)

Sacroles (5, menyatu membentuk sacrum)

Coccygeae (4, 3 yang bawah biasanya menyatu)

Tulang vertebrae merupakan struktur kompleks yang secara garis besar terbagi

atas 2 bagian1:

Bagian anterior tersusun atas korpus vertebra, diskus intervertebralis

(sebagai artikulasi), dan ditopang oleh ligamentum longitudinale anterior

dan posterior.

Bagian posterior tersusun atas pedikel, lamina, kanalis vertebralis,

serta prosesus tranversus dan spinosus yang menjadi tempat otot

penyokong dan pelindung kolumna vertebrae.

Page 2: Tinjauan Dan Dafpus

Gambar 1. Gambaran lateral columna vertebralis 

Bagian posterior vertebrae antara satu dan lain dihubungkan dengan sendi

apofisial (fascet joint). Tulang vertebrae ini dihubungkan satu sama lainnya oleh

ligamentum dan tulag rawan. Bagian anterior columna vertebralis terdiri dari

corpus vertebrae yang dihubungkan satu sama lain oleh diskus fibrokartilago

yang disebut discus invertebralis dan diperkuat oleh ligamentum longitudinalis

anterior dan ligamentum longitudinalis posterior.1

2.1.2 Anatomi dan Fisiologi Diskus Intervertebralis

Diskus invertebralis menyusun seperempat panjang columna vertebralis.

Diskus ini paling tebal di daerah cervical dan lumbal, tempat dimana banyak

terjadi gerakan columna vertebralis. Struktur ini dapat dianggap sebagai discus

semielastis, yang terletak di antara corpus vertebrae yang berdekatan dan bersifat

kaku. Ciri fisiknya memungkinkan berfungsi sebagai peredam benturan bila beban

pada columna vertebralis mendadak bertambah, seperti bila seseorang melompat

dari tempat yang tinggi. Kelenturannya memungkinkan vertebra yang kaku dapat

bergerak satu dengan yang lain. Sayangnya daya pegas ini berangsur-angsur

menghilang dengan bertambahnya usia.1

Page 3: Tinjauan Dan Dafpus

Gambar 2. Lumbar vertebrae

Setiap discus terdiri atas bagian pinggir, anulus fibrosus, dan bagian tengah

yaitu nucleus pulposus.

Anulus fibrosus

Terdiri atas jaringan fibrocartilago, di dalamnya serabut-serabut kolagen

tersususn dalam lamel-lamel yang kosentris. Berkas kolagen berjalan

miring di antara corpus vertebrae yang berdekatan, dan lamel-lamel yang

lain berjalan dalam arah sebaliknya. Serabut-serabut yang lebih perifer

melekat dengan erat pada ligamentum longitudinale anterius dan

posterius columna vertebralis.1

Nucleus fibrosus

Pada anak-anak dan remaja merupakan massa lonjong dari zat gelatin

yang banyak mengandung air, sedikit serabut kolagen, dan sedikit sel-sel

tulang rawan. Biasanya berada dalam tekanan dan terletak sedikit ebih

dekat ke pinggir posterior daripada pinggir anterior discus. Permukaan

atas dan bawah corpus vertebrae yang berdekatan yang menempel pada

discus diliuti oleh cartiloago hyalin yang tipis. Sifat nucleus pulposus

yang setengah cair memungkinkannya berubah bentuk dan vertebrae

Page 4: Tinjauan Dan Dafpus

dapat mengjungkit kedepan dan kebelakang diatas yang lain, seperti pada

flexi dan ekstensi columna vertebralis.1

Peningkatan beban kompresi yang mendadak pada columna vertebralis

menyebabkan nucleus pulposus yang semi cair menjadi gepeng. Dorongan keluar

dari nucleus ini dapat ditahan oleh daya pegas anulus fibrosus disekelilingnya

kadang-kadang, dorongan keluar ini terlalu kuat bagi anulus, sehingga anulus

menjadi robek dan nucleus pulposus enjadinkeluar dan menonjol kedalam canalis

vertebralis, tempat nucleus ini dapat menekan radix nervus spinalis, nervus

spinalis, atau bahkan medula spinalis.1

Dengan bertambahnya umur, kandungan air di dalam nucleus pulposus

berkurang dan digantikan oleh fibrocartilago. Serabut-serabut collagen anulus

berdegenerasi, dan sebagai akibatnya anulus tidak lagi berada dalam tekanan.

Pada usia lanjut, discus ini tipis dan kurang lentur, dan tidak dapat lagi dibedakan

antara nucleus dan anulus.1

Page 5: Tinjauan Dan Dafpus

Gambar 3.A. Perubahan bentuk nucleus pulposus saat fleksi dan ekstensi. B. Diskus intervertebralis

Discus intervertebralis tidak ditemukan di antara vertebra C1 dan 2 atau di

dalam os sacrum atau os coccygeus. Diskus intervertebralis, baik annulus fibrosus

maupun nucleus pulposusnya adalah bangunan yang tidak peka nyeri.

Bagian yang merupakan bagian peka nyeri adalah:1

Lig. Longitudinale anterior 

Lig. Longitudinale posterior 

Corpus vertebra dan periosteumnya

Page 6: Tinjauan Dan Dafpus

Articulatio zygoapophyseal

Lig. Supraspinosum

Fasia dan otot fasia dan stabilitas vertebrae tergantung pada integritas

korpus vertebra dan diskus intervertebralis serta dua jenis jaringan penyokong

yaitu ligamentum (pasif) dan otot(aktif). Untuk menahan beban yang besar

terhadap kolumna vertebrale ini stabilitas daerah pinggang sangat bergantung

pada gerak kontraksi volunter dan refleks otot-otot sakrospinalis, abdominal,

gluteus maksimus, dan hamstring. Dengan bertambahnya usia, kadar air nukleus

pulposus menurun dan digantioleh fibrokartilago. Sehingga pada usia lanjut,

diskus ini tipis dan kurang lentur, dan sukar dibedakan dari anulus. Ligamen

longitudinalis posterior di bagian L5-S1 sangat lemah, sehingga HNP sering

terjadi di bagian postero lateral.1

 

Gambar 4. “penonjolan” nucleus pulposus

2.2 PAIN (NYERI)

2.2.1 Definisi Pain

The International Association for the Study of Pain mendefinisikan nyeri

sebagai “perasaan yang tidak menyenangkan baik itu sensasi maupun emosi

berkaitan dengan adanya suatu kerusakan jaringan. Definisi ini mencakup aspek

objektif, proses fisiologi nyeri, subjektif, emosi dan psikologi. Respon nyeri

sangat bervariasi antar individu maupun pada individu yang sama dalam waktu

yang berbeda.2

Page 7: Tinjauan Dan Dafpus

2.2.2 Intensitas Nyeri

Intensitas nyeri adalah gambaran tentang seberapa parah nyeri dirasakan

oleh individu, pengukuran intensitas nyeri sangat subjektif dan individual dan

kemungkinan nyeri dalam intensitas yang sama dirasakan sangat berbeda oleh dua

orang yang berbeda. Pengukuran nyeri dengan pendekatan objektif yang paling

mungkin adalah menggunakan respon fisiologik tubuh terhadap nyeri itu sendiri.

Namun, pengukuran dengan tehnik ini juga tidak dapat memberikan gambaran

pasti tentang nyeri itu sendiri.3

Menurut Smeltzer & Bare (2002), jenis pengukuran nyeri adalah sebagai

berikut:4

2.2.2.1 Skala Intensitas Nyeri Deskriptif

Skala pendeskripsi verbal (Verbal Descriptor Scale, VDS) merupakan

sebuah garis yang terdiri dari tiga sampai lima kata pendeskripsi yang tersusun

dengan jarak yang sama di sepanjang garis. Pendeskripsi ini diranking dari “tidak

terasa nyeri” sampai “nyeri yang tidak tertahankan”. Perawat menunjukkan pasien

skala tersebut dan meminta pasien untuk memilih intensitas nyeri terbaru yang ia

rasakan. Perawat juga menanyakan seberapa jauh nyeri terasa paling menyakitkan

dan seberapa jauh nyeri terasa paling tidak menyakitkan. Alat VDS ini

memungkinkan klien memilih sebuah kategori untuk mendeskripsikan nyeri.5

2.2.2.2 Skala Identitas Nyeri Numeriks

Skala penilaian numerik (Numerical Rating Scales, NRS) digunakan

sebagai pengganti alat pendeskripsi kata. Dalam hal ini, pasien menilai nyeri

dengan menggunakan skala 0-10. Skala biasanya digunakan saat mengkaji

intensitas nyeri sebelum dan setelah intervensi terapeutik. Apabila digunakan

Gambar 5

Page 8: Tinjauan Dan Dafpus

skala untuk menilai nyeri, maka direkomendasikan patokan 10 cm (AHCPR,

1992).5

2.2.2.3 Skala Analog Visual

Skala analog visual (Visual Analog Scale, VAS) tidak melebel subdivisi.

VAS adalah suatu garis lurus, yang mewakili intensitas nyeri yang terus menerus

dan pendeskripsi verbal pada setiap ujungnya. Skala ini memberi pasien

kebebasan penuh untuk mengidentifikasi keparahan nyeri. VAS dapat merupakan

pengukuran keparahan nyeri yang lebih sensitif karena pasien dapat

mengidentifikasi setiap titik pada rangkaian dari pada dipaksa memilih satu kata

atau satu angka.6

2.2.2.4 Skala Nyeri menurut Bourbanis

Kategori dalam skala nyeri Bourbanis sama dengan kategori VDS, yang

memiliki 5 kategori dengan menggunakan skala 0-10. Menurut AHCPR (1992),

kriteria nyeri pada skala ini yaitu:5

0 : Tidak nyeri

1-3 : Nyeri ringan, secara objektif pasien dapat berkomunikasi dengan baik.

4-6 : Nyeri sedang, secara objektif pasien mendesis, menyeringai, dapat

menunjukkan lokasi nyeri, dapat mendeskripsikannya, dapat mengikuti

perintah dengan baik.

Gambar 6

Gambar 7.

Page 9: Tinjauan Dan Dafpus

7-9 : Nyeri berat, secara objektif pasien terkadang tidak dapat mengikuti

perintah tapi masih respon terhadap tindakan, dapat menunjukkan lokasi

nyeri, tidak dapat mendeskripsikannya, tidak dapat diatasi dengan alih

posisi nafas panjang dan distraksi

10 : Nyeri sangat berat, pasien sudah tidak mampu lagi berkomunikasi.

2.3 LOW BACK PAIN

2.3.1 Definisi Low Back Pain

Low back pain (LBP) atau nyeri punggung bawah atau nyeri pinggang

bawah adalah nyeri yang dirasakan di daerah punggung bawah, dapat merupakan

nyeri lokal (inflamasi), maupun nyeri radikuler atau keduanya. Nyeri yang berasal

dari punggung bawah dapat berujuk kedaerah lain atau sebaliknya yang berasal

dari daerah lain dirasakan di daerah punggung bawah/refered pain.7

Menurut Rakel (2002) Low back pain (LBP) adalah nyeri di daerah

punggung antara sudut bawah kosta (tulang rusuk) sampai lumbosakral (sekitar

tulang ekor). Nyeri juga bisa menjalar ke daerah lain seperti punggung bagian atas

dan pangkal paha. LBP atau nyeri punggung bawah merupakan salah satu

gangguan muskuloskeletal yang disebabkan oleh aktivitas tubuh yang kurang

baik.8

2.3.2 Klasifikasi Low Back Pain

Jenis Low Back Pain dari beberapa symptom penyakit spinal (nyeri, kaku,

keterbatasan gerakan, dan deformitas), nyeri adalah yang paling penting. Empat

jenis nyeri dapat dibedakan, yaitu lokal, alih, radicular, dan yang diakibatkan oleh

spasme otot sekunder (protektif). Jenis-jenis nyeri ini dapat dibedakan dari

Gambar 8.

Page 10: Tinjauan Dan Dafpus

deskripsi pasien tentang karakteristik, lokasi, kondisi yang memodifikasi nyeri itu

sendiri.9

2.3.2.1 Nyeri Lokal

Nyeri lokal disebabkan oleh proses patologis yang mengenai struktur yang

mengandung serabut saraf sensorik. Keterlibatan dari periosteum copus vertebra,

kapsul sendi apophysial, otot-otot, annulus fibrosus, dan ligamentum-ligamentum

sering menyebabkan nyeri. Nyeri lokal sering digambarkan seperti nyeri yang

terus-menerus dan sangat nyeri, namun dapat juga intermiten dan tajam, dan

walaupun tidak berbatas jelas, nyeri selalu dirasakan di dalam atau dekat bagian

yang terlibat dari tulang belakang. Biasanya terdapat respon splinting secara

spontan untuk melindungi pusat nyeri dengan cara kontraksi otot-otot

paravertebral dan beberapa gerakan atau postur yang menawan spasme dan

mengubah posisi dari jaringan yang trauma yang justru dapat memperburuk nyeri.

Otot-otot yang spasme tersebut dapat lebih sensitif nyeri dengan penekanan.9

2.3.2.2 Nyeri Alih

Nyeri alih memiliki 2 tipe. Pertama, yang berasal dari spinal ke visera dan

struktur lain yang mendasari dermatom lumbal dan sacral atas. Yang kedua, yang

berasal dari visera pelvis dan abdomen ke spinal. Nyer yang disebabkan oleh

penyakit dari lumbar bagian atas sering dialihkan ke panggul, panggul lateral,

inguinal, dan paha anterior. Hal ini dapat diatribusikan oleh n. cluneal superior

yang berasal dari divisi posterior tiga vertebrae lumbalis pertama dan

menginervasi bagian superior gluteal. Nyeri yang ditimbulkannya dari bagian

bawah lumbar biasanya dialihkan ke saraf spinal bawah, yang mengaktifkan

neuron-neuron yang berasal dari area yang sama yang menginervasi paha

posterior. Nyeri jenis ini biasanya luas dan memiliki kualitas yang dalam, dan

amat nyeri, namun cenderung beberapa kali lebih dialihkan ke superficial. McCall

dkk dan Kellgren dapat membuktikan area peralihan ini dengan injeksi larutan

salin hipertonik ke sendi apophysial. Namun, Sinclair dkk menyebutkan daerah

peralihan ini tidak jelas dan tidak dapat dibuktikan pada lesi yang tepat. Pada

umunya, intensitas nyeri alih memiliki kesamaan dengan nyeri lokal. Dengan kata

lain, gerakan yang membedakan nyeri lokal memiliki efek yang sama pada nyeri

alih, walaupun berbeda tempat lokasi asal yang disebut nyeri radiks.9

Page 11: Tinjauan Dan Dafpus

Nyeri yang berasal dari visceral biasanya dirasakan di dalam abdomen,

panggul, region lumbal, dan dimodifikasi oleh aktivitas visera dan terkadang

dengan postur tubuh berdiri tegak atau supinasi. Nyeri ini tidak banyak

berhubungan dengan gerakan-gerakan oleh punggung. Nyeri radik memiliki

beberapa karakteristik nyeri alih namun berbeda dalam intesitasnya yang lebih

berat, pengalihan distal, terbatas pada satu radiks, dan faktor yang

membangkitkannya. Mekanismenya adalah peregangan, iritasi, atau kompresi dari

radiks spinal. Karakteristik nyeri tersebut tajam dan intensitas tinggi. Batuk,

bersin, dan mengangkat beban dapat mencetuskan nyeri alih ini, walaupun tiap

aktivitas ini meningkatkan tekanan intrabdominal, dapat juga meningkatkan

tekanan intraspinal yang dapat menekan radiks.9

Pola yang paling sering adalah sciatica, nyeri yang berasal dari region

gluteal dan dialihkan ke paha posterior atau posterolateral. Nyeri ini berasal dari

iritasi radiks L5 atau S1. Keluhan lain yang menyertai adalah parestesia atau

hilangnya sensorik superficial, nyeri pada kulit, dan nyeri tekan di daerah tertentu

sepanjang sarah yang menyertai radiks tersebut. Jika radik anterior terlibat, dapat

juga terjadi hilangnya reflex, kelemahan, atropi, dan getaran-getaran fasciculus.9

2.3.2.3 Nyeri yang berasal dari spasme otot

Nyeri ini biasanya terjadi berhubungan dengan nyeri lokal. Spasme dapat

dipikirkan sebagai refleks nocifensive untuk proteksi melawan injuri.

Spasme otot berhubungan dengan gangguan punggung bawah dan

mengganggu postur normal. Kontraksi otot yang kronik dapat meningkat

menjadi tumpul dan terasa nyeri kram. Pasien dapat merasa kaku pada otot

sacrospinalis dan gluteal dan saat palpasi nyeri bersifat lokal.9

2.3.3 Faktor Risiko Low Back Pain

Obesitas yang berasal dari obesitas sentral, dan kehamilan pada tingkat

akhir dapat mengganggu kelengkungan spinal dan menyebabkan low back pain.

Pada kehamilan, nyeri biasanya membaik saat kelahiran. Beberapa aktivitas

seperti jogging, lari pada jalan bersemen ketimbang lintasan sintel, mengangkat

beban berat, duduk yang terlalu lama (mengendara truk, mobil, dan kursi yang

Page 12: Tinjauan Dan Dafpus

didesain tidak baik) dapat mencetuskan nyeri. Namun demikian faktor psikologis

juga dapat mencetuskan nyeri.10

2.3.4 Penyebab Low Back Pain

Beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya LBP, antara lain:

2.3.4.1 Kelainan Tulang Punggung (Spine) Sejak Lahir

Keadaan ini lebih dikenal dengan istilah Hemi Vertebrae. Kelainan-

kelainan kondisi tulang vertebra tersebut dapat berupa tulang vertebra hanya

setengah bagian karena tidak lengkap pada saat lahir. Hal ini dapat menyebabkan

timbulnya low back pain yang disertai dengan skoliosis ringan.11

Selain itu ditandai pula adanya dua buah vertebra yang melekat menjadi satu,

namun keadaan ini tidak menimbulkan nyeri. Terdapat lubang di tulang vertebra

di bagian bawah karena tidak melekatnya lamina dan keadaan ini dikenal dengan

Spina Bifida. Penyakit spina bifida dapat menyebabkan gejala- gejala berat

sepert club foot, rudimentair foot, kelayuan pada kaki, dan sebagainya.

namun jika lubang tersebut kecil, tidak akan menimbulkan keluhan.11

2.3.4.2 Low Back Pain karena Trauma

Trauma dan gangguan mekanis merupakan penyebab utama LBP

(Bimariotejo, 2009). Pada orang-orang yang tidak biasa melakukan pekerjaan otot

atau melakukan aktivitas dengan beban yang berat dapat menderita nyeri

pinggang bawah yang akut.11

Gerakan bagian punggung belakang yang kurang baik dapat menyebabkan

kekakuan dan spasme yang tiba-tiba pada otot punggung, mengakibatkan

terjadinya trauma punggung sehingga menimbulkan nyeri. Kekakuan otot

cenderung dapat sembuh dengan sendirinya dalam jangka waktu tertentu. Namun

pada kasus-kasus yang berat memerlukan pertolongan medis agar tidak

mengakibatkan gangguan yang lebih lanjut.12

Page 13: Tinjauan Dan Dafpus

2.3.4.3 Low Back Pain karena Perubahan Jaringan

Kelompok penyakit ini disebabkan karena terdapat perubahan jaringan

pada tempat yang mengalami sakit. Perubahan jaringan tersebut tidak hanya pada

daerah punggung bagian bawah, tetapi terdapat juga disepanjang punggung

dan anggota bagian tubuh lain. Beberapa jenis penyakit dengan keluhan LBP yang

disebabkan oleh perubahan jaringan antara lain osteoartritis (spondylosis

deformans), fibrositis, dan penyakit infeksi sendi.12

2.3.4.4 Low Back Pain karena Pengaruh Gaya Berat

Gaya berat tubuh, terutama dalam posisi berdiri, duduk dan berjalan dapat

mengakibatkan rasa nyeri pada punggung dan dapat menimbulkan komplikasi

pada bagian tubuh yang lain, misalnya genu valgum, genu varum, coxa valgum

dan sebagainya. Beberapa pekerjaan yang mengaharuskan berdiri dan duduk

dalam waktu yang lama juga dapat mengakibatkan terjadinya LBP.11

Kehamilan dan obesitas merupakan salah satu faktor yang menyebabkan

terjadinya LBP akibat pengaruh gaya berat. Hal ini disebabkan terjadinya

penekanan pada tulang belakang akibat penumpukan lemak, kelainan postur tubuh

dan kelemahan otot.11

2.3.5 Terapi Low Back Pain

Tatalaksana pada pasien LBP bergantung dari riwayat pasien dan tipe dari

nyeri yang diderita oleh pasien. Dengan terapi tanpa pembedahan, sebagian besar

pasien dengan LBP akan sembuh dalam enam bulan. Jika tidak ada perbaikan,

diagnosis lebih lanjut dan pembedahan disarankan untuk dilakukan.13

2.3.5.1 Terapi Nonbedah

Terapi pasien dengan LBP dimulai dengan istirahat atau tirah baring untuk

membatasi aktivitas pasien. Istirahat ini dapat mengurangi inflamasi dan

mengurangi spasme otot yang menyebabkan nyeri.14 Istirahat juga dapat

memberikan kesempatan perbaikan pada syaraf yang cedera. Namun, istirahat

tirah baring melebihi dua hari tidak disarankan karena hal ini dapat merusak

tulang, jaringan lunak, otot, dan sistem peredarahan darah.15

Page 14: Tinjauan Dan Dafpus

Jika LBP disertai dengan fraktur dari sebagian vertebrae, pasien

direkomendasikan menggunakan korset rigid selama dua atau tiga bulan.

Penggunaan korset rigid juga dapat membatasi pergerakan sendi lumbosakral

sehingga mengurangi risiko cedera sendi lebih lanjut.14

Penggunaan terapi medikasi pada terapi LBP juga dapat dilakukan untuk

mengurangi nyeri. Obat-obatan yang digunakan pada umumnya berasal dari

golongan NSAIDs, muscle relaxant, dan antidepresan.15 Selain itu, nyeri juga

dapat dihindari dengan menghindari posisi atau gerakan tubuh yang dapat

mencetuskan nyeri. Oleh karena itu, pemilihan posisi yang membuat pasien

nyaman sangat penting untuk melindungi pasien dari kecelakaan sendi,

mereduksi gejala, dan mencegah cedera lebih lanjut.15 Walaupun demikian, pasien

dengan LBP juga perlu melakukan latihan-latihan untuk memperbaiki fleksibilitas

dari punggung dan hamstring serta untuk menguatkan kembali otot-otot punggung

dan abdominal.14

2.3.5.2 Terapi Pembedahan

Terapi pembedahan dilakukan jika terapi nonbedah tidak memperbaiki

keadaan pasien LBP dan jika telah diketahui pasti penyebab dari LBP yang telah

dibuktikan gambaran radiologi, MRI, atau CT-scan. Pada pasien LBP dengan

spondilolisthesis misalnya, pembedahan dilakukan jika terjadi pergeseran

vertebrae berat yang menyebabkan kesulitan berjalan, perubahan pada fungsi

ekskresi (bowel and bladder), dan perburukan fungsi syaraf.15

Pembedahan pada pasien MBP dapat berupa laminektomi,

mikrodistektomi, dan fusi. Tujuan dari pembedahan ini adalah untuk mengurangi

kompresi dari radiks syaraf. Dengan dilakukan pembedahan ini, diharapkan

penyebab utama dari LBP dapat diatasi dan pasien tidak menderita nyeri lagi.13,14

2.3.5.3 Rehabilitasi

Terapi rehabilitasi biasanya memerlukan waktu latihan beberapa kali

selama empat hingga enam minggu. Beberapa kasus memerlukan waktu lebih

panjang untuk menjalani terapi hingga selesai.14

Tujuan utama dari terapi rehabilitasi ini adalah untuk mengontrol gejala

LBP. Terapis akan membantu pasien menemukan posisi dan pergerakan yang

dapat mengurangi rasa nyeri. Terapi menggunakan panas (IRR, MWD, dan

Page 15: Tinjauan Dan Dafpus

SWD), dingin (cryoterapi), ultrasound (US), dan stimulasi elektrik (TENS) juga

dapat digunakan untuk mengurangi nyeri dan spasme otot.14

Latihan yang dijalani pasien LBP adalah peregangan otot-otot paha.

Seiring dengan perbaikan kondisi pasien, dilakukan juga latihan untuk

menguatkan otot-otot abdominal dan otot-otot punggung. Latihan ini dilakukan

pada otot-otot tersebut untuk membantu pasien agar mudah bergerak dan

mengurangi permasalahan nyeri di waktu mendatang jika nyeri ini kambuh lagi.

Sebenarnya latihan peregangan otot tidak dibatasi pada otot-otot ini saja karena

semua otot menahan tulang belakang lumbal dan korset pelvic dapat

diseimbangkan dan stretching yang regular dapat membantu memperbaiki gerakan

yang normal tulang belakang dan pelvis. Stretching menggunakan gerakan

dinamik postural (yoga postur) dapat secara khusus menolong karena dapat

memperbaiki keseimbangan otot tulang belakang dan korset pelvic.15

Latihan ini biasanya bersatu dengan program rehabilitasi yang lebih

komprehensif, meliputi latihan stabilisasi. Tujuan latihanini adalah untuk

mengajarkan kepada pasien bagaimana menemukan tulang belakang yang normal

selama latihan setiap hari. Posisi normal tulang belakang berbeda untuk setiap

individu, dibedakan oleh pelvis dan postur tulang belakang yang menempatkan

penekanan terakhir pada elemen tulang belakang dan struktur pendukung.

Stabilisasi spinal menekankan aktivasi yang sinergis dari trunkus dan otot-otot

pada posisi tengah karean kekuatan otot abdominal dan otot-otot gluteal. Selain

itu, memungkinkan pasien untuk melatih otot-otot yang mendukung trunkus dan

tulang belakang sehingga dapat mengurangi seluruh penekanan dari tulang

belakang.14

2.3.5.4 Edukasi

Edukasi pasien sangat penting untuk penyembuhan dan rehabilitasi dari

tulang belakang. Pada masa akut, pasien harus memeiliki pengertian yang baik

atas kondisi mereka dan kemungkinan efek merugikan dari tirah baring yang

lama. Instruksi pada postur yang sesuai dan mekanik tubuh dengan aktivitas

sehari-hari sangat penting untuk setiap pasien. Bila nyeri menjadi tidak terkontrol,

pasien harus aktif pada program rehabilitasi tulang belakang yang meningkat yang

kemudian dapat digabungkan dengan program latihan rumah untuk melanjutkan

Page 16: Tinjauan Dan Dafpus

kekuatan fungsi. Strategi keamanan punggugn dan proteksi sendi disatukan

melalui proses rehabilitasi.15

2.3.6 Prognosis

Prognosis mencakup prognosis klinis dan prognosis fungsional. Tujuan

dari menentukan prognosis adalah untuk memberikan penilaian terhadap

perkembangan lebih lanjut dari penyakit yang diderita.16

2.3.6.1 Prognosis Klinis

Secara klinis, prognosis LBP bergantung dari etiologi LBP, tata laksana

yang akan dijalani oleh pasien, kepatuhan pasien, dan latihan-latihan yang akan

dilakukan oleh pasien. Pasien sedang menjalani fisioterapi berupa pemanasan

dalam (SWD dan IRR), TENS, dan disarankan untuk menggunakan korset. Jika

pasien patuh, mengikuti latihan dan tata laksana dengan baik, prognosis secara

klinis dari pasien ini adalah dubia ad bonam.16

2.3.6.2 Prognosis Fungsional

Prognosis secara fungsional dapat dinilai dengan menggunakan standar

fungsional Functional Independence Measure (FIM), Indeks Katz, atau Indeks

Barthel. Secara umum yang dinilai adalah fungsional aktivitas pasien yang

mencakup kegiatan sehari-hari, yaitu makan, mobilitas, mandi, personal toilet,

berpakaian, mengatur BAB dan BAK. Pasien ini dapat dapat melakukan semua

kegiatan tersebut secara mandiri, tetapi ada keterbatasan gerak pada saat duduk,

hendak berdiri, dan beribadah (sholat). Dengan program rehabibiltasi tulang

belakang yang aktif dan terfokus, prognosis dari pasien ini untuk dapat

beraktivitas yang bebas dari nyeri sangat baik, walaupun beberapa pasien LBP

menetap dan membutuhkan lebih banyak intervensi. Oleh karena itu, prognosis

fungsional pasien ini adalah dubia ad bonam.16

2.4 SPONDYLOLISTHESIS

2.4.1 Definisi Spondylolisthesis

Kata spondylolisthesis berasal dari bahasa Yunani yang terdiri atas kata

spondylo yang berarti “tulang belakang (vertebra)”, dan listhesis yang berarti

“bergeser”. Maka spondilolistesis merupakan istilah deskriptif untuk pergeseran

Page 17: Tinjauan Dan Dafpus

(biasanya ke anterior) dari vertebra relatif terhadap vertebra yang

dibawahnya.17,20,21,25

2.4.2 Etiopatofisiologi

Penyebab dari sindrom ini adalah malformasi persimpangan lumbosakral

(kecil bagian belakang dan bagian belakang panggul) yang kecil, sendi facet tidak

kompeten, yang dapat bersifat kongenital (bawaan), disebut sebagai

spondilolisthesis displastik, atau mungkin terjadi selama masa remaja karena

patah tulang atau cedera pada salah satu tulang-tulang belakang darikegiatan

olahraga terkait seperti angkat berat, berlari, berenang, atau sepak bola yang

menyebabkan seseorang memiliki spondilolisthesisisthmic.17,25

Ada lima jenis utama dari Spondilolisthesis yang dikategorikan

berdasarkan sistem klasifikasi Wiltse:

a. Tipe I disebut dengan spondylolisthesis displastik (kongenital) dan terjadi

akibat kelainan kongenital pada permukaan sacral superior dan permukaan L5

inferior atau keduanya dengan pergeseran vertebra L5.

b. Tipe II, isthmic atau spondilolitik, dimana lesi terletak pada bagian isthmus

atau pars interartikularis, mempunyai angka kepentingan klinis yang

bermakna pada individu di bawah 50 tahun. Jika defeknya pada pars

interartikularis tanpa adanya pergeseran tulang, keadaan ini disebut dengan

spondilolisis. Jika satu vertebra mengalami pergeseran kedepan dari vertebra

yang lain, kelainan ini disebut dengan spondylolisthesis.

Tipe II dapat dibagi kedalam tiga subkategori:

- Tipe IIA yang kadang-kadang disebut dengan lytic atau stress

spondilolisthesis dan umumnya diakibatkan oleh mikro-fraktiur rekuren

yang disebabkan oleh hiperketensi. Juga disebut dengan stress fracture

pars interarticularis dan paling sering terjadi pada laki-laki.

- Tipe IIB umumnya juga terjadi akibat mikro-fraktur pada pars

interartikularis. Meskipun demikian, berlawanan dengan tipe IIA, pars

interartikularis masih tetap intak akan tetapi meregang dimana fraktur

mengisinya dengan tulang baru.

Page 18: Tinjauan Dan Dafpus

- Tipe IIC sangat jarang terjadi dan disebabkan oleh fraktur akut pada

bagian pars interartikularis. Pencitraan radioisotope diperlukan dalam

menegakkan diagnosis kelainan ini.

c. Tipe III, merupakan spondylolisthesis degeneratif, dan terjadi sebagai akibat

degenerasi permukaan sendi lumbal. Perubahan pada permukaan sendi

tersebut akan mengakibatkan pergeseran vertebra ke depan atau ke belakang.

Tipe spondylolisthesis ini sering dijumpai pada orang tua. Pada tipe III,

spondylolisthesis degeneratif pergeseran vertebra tidak melebihi 30%.

d. Tipe IV, spondylolisthesis traumatik, berhubungan dengan fraktur akut pada

elemen posterior (pedikel, lamina atau permukaan/facet) dibandingkan dengan

fraktur pada bagian pars interartikularis.

e. Tipe V, spondylolisthesis patologik, terjadi karena kelemahan struktur tulang

sekunder akibat proses penyakit seperti tumor atau penyakit tulang lainnya

2.4.3 Epidemiologi

Insidensi spondilolisthesis tipe ismik berkisar 5% berdasarkan studi otopsi.

Spondilolisthesis degeneratif memiliki frekuensi tersering karena secara umum

populasi pastinya akan mengalami penuaan. Paling sering melibatkan level L4-

L5. Sampai 5,8% pria dan 9,1% wanita memiliki listhesis tipe ini.17,18,24

2.4.4 Gejala klinis

Presentasi klinis dapat bermacam-macam, tergantung pada jenis

pergeseran dan usia pasien.Selama tahun-tahun awal kehidupan, presentasi klinis

dapat berupa nyeri punggung bawah ringan yang sesekali dirasakan pada panggul

dan paha posterior, terutama saat beraktivitas. Gejala jarang berkorelasi dengan

tingkat pergeseran, meskipun mereka disebabkan ketidakstabilan segmental.

Tanda neurologis seringkali berkorelasi dengan tingkat selip dan melibatkan

motorik, sensorik, dan perubahan refleks yang sesuai untuk pelampiasan akar

saraf (biasanya S1).19

Gejala yang paling umum dari spondylolisthesis adalah:

1. Nyeri punggung bawah.

Hal ini sering lebih memberat dengan latihan terutama dengan ekstensi

tulang belakang lumbal.20

Page 19: Tinjauan Dan Dafpus

2. Beberapa pasiendapat mengeluhkan nyeri, mati rasa, kesemutan,atau

kelemahan pada kaki karena kompresi saraf. Kompresi parah dari saraf

dapat menyebabkan hilangnya kontrol dari usus atau fungsi kandung

kemih.20

3. Keketatan dari paha belakang dan penurunan jangkauan gerak

daripunggung bawah.20

Pasien dengan spondilolistesis degeneratif biasanya lebih tua dan datang

dengan nyeri punggung, radikulopati, klaudikasio neurogenik, atau kombinasi dari

gejala-gejala tersebut. Pergeseran yang paling umum adalah di L4-5 dan kurang

umum di L3-4. Gejala-gejala radikuler sering hasil dari stenosis recessus lateral

dari facet dan ligamen hipertrofi dan/atau disk herniasi. Akar saraf L5 dipengaruhi

paling sering dan menyebabkan kelemahan ekstensor halusis longus. Stenosis

pusat dan klaudikasio neurogenik bersamaan mungkin atau mungkin tidak ada.20

Penyebab gejala klaudikasio selama ambulasi adalah multifaktorial. Rasa

sakit ini berkurang ketika pasien memfleksikan tulang belakang dengan duduk

atau bersandar. Fleksi memperbesar ukuran kanal oleh peregangan ligamentum

flavum menonjol, pengurangan lamina utama dan aspek, dan pembesaran foramen

tersebut. Hal ini mengurangi tekanan pada akar saraf keluar dan, dengan

demikian, mengurangi rasa sakit.20

2.4.5 Diagnosis

Pada kebanyakan kasus, jarang ditemukan kelainan pada pemeriksaan fisik

pasien spondilolistesis. Pasien biasanya mengeluh nyeri di bagian punggung yang

disertai dengan nyeri intermitten pada tungkai. Spondilolistesis sering

menyebabkan spasme otot, atau kekakuan pada betis.

Spondilolistesis mudah didiagnosis dengan menggunakan foto polos tulang

belakang. X-ray lateral akan menunjukkan kelainan apabila terdapat vertebra yang

bergeser ke depan dibandingkan dengan vertebra di dekatnya. Spondilolistesis

dibagi berdasarkan derajatnya berdasarkan persentase pergeseran vertebra

dibandingkan dengan vertebra di dekatnya, yaitu:

1. Derajat I: pergeseran kurang dari 25%

2. Derajat II diantara 26-50%

3. Derajat III diantara 51-75%

Page 20: Tinjauan Dan Dafpus

4. Derajat IV diantara 76-100%

5. Derajat V, atau spondiloptosis terjadi ketika vertebra telah terlepas dari

tempatnya

Gambar 9. Pengukuran Derajat Spondilolisthesis

Gambar 10. Derajat Spondilolisthesis

Jika pasien mengeluh nyeri, kebas-kebas, kelemahan pada tungkai,

pemeriksaan penunjang tambahan mungkin diperlukan. Gejala-gejala ini dapat

disebabkan stenosis atau penyempitan ruang tempat lewatnya saraf pada tungkai.

Page 21: Tinjauan Dan Dafpus

CT scan atau MRI dapat membantu mengidentifikasi kompresi saraf yang

berhubungan dengan spondilolistesis. Pada keadaan tertentu, PET scan dapat

membantu menentukan adanya proses akftif pada tulang yang mengalami

kelainan. Pemeriksaan ini juga berperan dalam menentuskan terapi pilihan untuk

spondilolistesis.22

2.4.6 Pemeriksaan Penunjang

Berikut adalah pemeriksaan-pemeriksaan yang menunjang diagnosis

spondilolisthesis:

a. X-ray

Pemeriksaan awal untuk spondilolistesis yaitu foto AP, lateral, dan spot

view radiograffi dari lumbal dan lumbosacral junction. Foto oblik dapat

memberikan informasi tambahan, namun tidak rutin dilakukan. Foto lumbal dapat

memberikan gambaran dan derajat spondilolistesis tetapi tidak selalu

membuktikan adanya isolated spondilolistesis.

b. SPECT

Bone scan ( SPECT scan) bermanfaat dalam diagnosis awal reaksi

stress/tekanan pada defek pars interartikularis yang tidak terlihat baik dengan foto

polos. Scan positif menunjukkan bahwa proses penyembuhan tulang telah

dimulai, akan tetapi tidak mengindikasikan bahwa penyembuhan yang definitif

akan terjadi.

c. Computed tomography (CT) scan

CT scan dengan potongan 1 mm, koronal ataupun sagital, dapat

memeberikan gambaran yang lebih baik dari spondilolistesis. CT scan juga dapat

membantu menegakkan penyebab spondilolistesis yang lebih serius.

Page 22: Tinjauan Dan Dafpus

d. Magnetic resonance imaging (MRI)

MRI sekarang lebih sering digunakan karena selain dapat mengidentifikasi

tulang juga dapat mengidentifikasi jaringan lunak ( diskus, kanal, dan anatomi

serabut saraf) lebih baik dibandingkan dengan foto polos.

e. EMG

EMG dapat mengidentifikasi radikulopati lainnya atau poliradikulopati

(stenosis), yang dapat timbul pada spondilolistesis.23

2.4.7 Penatalaksanaan

2.4.7.1 Nonoperatif

Pengobatan untuk spondilolistesis umumnya konservative. Pengobatan

non operative diindikasikan untuk semua pasien tanpa defisit neurologis atau

defisit neurologis yang stabil. Hal ini dapat merupakan pengurangan berat badan,

stretching exercise, pemakaian brace, pemakain obat anti inflamasi. Hal terpenting

dalam manajemen pengobatan spondilolistesis adalah motivasi pasien.22

2.4.7.2 Operatif

Pasien dengan defisit neurologis atau nyeri yang mengganggu aktifitas,

yang gagal dengan non operative manajemen diindikasikan untuk operasi. Bila

radiologis tidak stabil atau terjadi progresivitas slip dengan serial x-ray disarankan

untuk operasi stabilisasi. Jika progresivitas slip menjadi lebih 50% atau jika slip

50% pada waktu diagnosis, ini indikasi untuk fusi. Pada high grade

spondilolistesis walaupun tanpa gejala, fusi tetap harus dilakukan. Dekompresi

tanpa fusi adalah logis pada pasien dengan simptom oleh karena neural kompresi.

Bila manajemen operative dilakukan pada dewasa muda maka fusi harus

dilakukan karena akan terjadi peningkatan slip yang bermakna bila dilakukan

operasi tanpa fusi. Jadi indikasi fusi antara lain: usia muda, progresivitas slip lebih

besar 25%, pekerja yang sangat aktif, pergeseran 3mm pada fleksi/ekstensi lateral

x-ray. Fusi tidak dilakukan bila multi level disease, motivasi rendah, aktivitas

rendah, osteoporosis, habitual tobacco abuse. Pada habitual tobacco abuse angka

kesuksesan fusi menurun. Brown dkk mencatat pseudoarthrosis (surgical non

Page 23: Tinjauan Dan Dafpus

union) rate 40% pada perokok dan 8% pada tidak perokok. Fusi insitu dapat

dilakukan dengan beberapa pendekatan:22

1. anterior approach

2. posterior approach (yang paling sering dilakukan)

3. posterior lateral approach

2.4.8 Komplikasi

Progresifitas dari pergeseran dengan peningkatan tekanan ataupun

penarikan (traction) pada saraf spinal, bisa menyebabkan komplikasi. Pada pasien

yang membutuhkan penanganan dengan pembedahan untuk menstabilkan

spondilolistesis, dapat terjadi komplikasi seperti nerve root injury (<1%),

kebocoran cairan serebrospinal (2%-10%), kegagalan melakukan fusi (5%-25%),

infeksi dan perdarahan dari prosedur pembedahan (1%-5%). Pada pasien yang

perokok, kemungkinan untuk terjadinya kegagalan pada saat melakukan fusi ialah

(>50%). Pasien yang berusia lebih muda memiliki resiko yang lebih tinggi untuk

menderita spondilolistesis isthmic atau congenital yang lebih progresif. Radiografi

serial dengan posisi lateral harus dilakukan setiap 6 bulan untuk mengetahui

perkembangan pasien ini.24

2.4.9 Prognosis

Pasien dengan fraktur akut dan pergeseran tulang yang minimal

kemungkinan akan kembali normal apabila fraktur tersebut membaik. Pasien

dengan perubahan vertebra yang progresif dan degenerative kemungkinan akan

mengalami gejala yang sifatnya intermiten. Resiko untuk terjadinya

spondilolistesis degenerative meningkat seiring dengan bertambahnya usia, dan

pergeseran vertebra yang progresif terjadi pada 30% pasien. Bila pergeseran

vertebra semakin progresif, foramen neural akan semakin dekat dan menyebabkan

penekanan pada saraf (nerve compression) atau sciatica hal ini akan

membutuhkan pembedahan dekompresi.24

Page 24: Tinjauan Dan Dafpus

2.5 Hernia Nucleus Pulposus (HNP)

2.5.1 Definisi

Hernia Nucleus Pulposus (HNP) adalah suatu penyakit, dimana bantalan

yang berada diatara ruas tulang belakang biasa disebut nucleus pulposus

mengalami kompresi di bagian posterior atau lateral, kompresi tersebut

menyebabkan nucleus pulposus pecah sehingga terjadi penonjolan melalui anulus

fibrosus ke dalam kanalis spinalis dan mengakibatkan iritasi dan penekanan

radiks saraf sehingga di daerah iritasi terasa nyeri yang menjalar.26 Berikut ini

adalah sifat nyeri dari HNP adalah:

1. Nyeri pinggang bawah yang intermiten (dalam beberapa minggu

sampai beberapa tahun). Nyeri menyebar sesuai dengan distribusi saraf

skiatik.

2. Sifat nyeri khan dari posisi berbaring ke duduk,nyeri mulai dari pantat

dan terus menjalar ke bagian belakang lalu kemudian ke tungkai

bawah.

3. Nyeri bertambah hebat karena pencetus seperti gerakan-gerakan

pinggang saat batuk atau mengedan, berdiri, atau duduk untuk jangka

waktu yang lama dan nyeri berkurang klien beristiraho berbaring.

4. Penderita sering mengeluh kesemutan (parostesia) atau baal bahkan

kekuatan otot menurun sesuai dengan distribusi persarafan yang

terlibat.

5. Nyeri bertambah bila daerah L5—S1 (garis antara dua krista iliaka)

ditekan.

Page 25: Tinjauan Dan Dafpus

Gambar 11.Gambaran herniasi pada nukleus pulposus4.5.2 Etiologi dan Predisposisi

Herniasi dari diskus intervertrebalis membentuk tonjolan dari anulus

fibrosus. Dalam keadaan normal anulus fibrosus melindungi dari letak nukleus

yang terkandung di dalamnya. Pada saat terjadi herniasi pada nukleus, terjadi

kompresi pada jaras syaraf yang berdekatan dengan tempat terjadinya herniasi

sehingga terjadi iritasi yang menyebabkan rasa nyeri yang bisa disebut skiatika,

apabila semakin parah dapat terjadi disfungsi sistem saraf.27

Faktor resiko terjadinya HNP terdiri dari faktor resiko yang dapat dirubah

dan yang tidak dapat dirubah yaitu faktor risiko yang tidak dapat dirubah adalah

umur, makin bertambah umur risiko makin tinggi, jenis kelamin padalaki-laki

lebih banyak dari wanita, riawayat cedera atau trauma pada punggung, kemudian

faktor risiko yang dapat dirubah antara lain pekerjaan dan aktivitas: duduk yang

terlalu lama, mengangkat atau menarik barang-barang berta, sering membungkuk

atau gerakan memutar pada punggung, latihan fisik yang berat, paparan pada

vibrasi yang konstan seperti supir, olahraga yang tidak teratur, mulai latihan

setelah lama tidak berlatih, latihan yang berat dalam jangka waktu yang lama,

merokok, nikotin dan racun-racun lain dapat mengganggu kemampuan diskus

untuk menyerap nutrien yang diperlukan dari dalam darah, berat badan

berlebihan, terutama beban ekstra di daerah perut dapat menyebabkan strain pada

punggung bawah.

Page 26: Tinjauan Dan Dafpus

Gambar 12. Gambar proses terjadinya herniasi

2.5.3 Patofisiologi

Faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya HNP adalah aliran darah ke

discus berkurang, beban berat, ligamentum longitudinalis posterior menyempit.

jika beban pada discus bertambah, annulus fibrosus tidak kuat menahan nukleus

pulposus (gel) akan keluar, akan timbul rasa nyeri oleh karena gel yang berada di

canalis vertebralis menekan radiks. Bangunan peka nyeri mengandung reseptor

nosiseptif (nyeri) yang diberikan rangsang oleh berbagai stimulus lokal (mekanis,

termal, kimiawi). Stimulus ini akan direspon dengan pengeluaran berbagai

mediator inflamasi yang akan menimbulkan persepsi nyeri. Mekanisme nyeri

merupakan proteksi yang bertujuan untuk mencegah pergerakan sehingga proses

penyembuhan dimungkinkan. Salah satu bentuk proteksi adalah spasme otot, yang

selanjutnya dapat menimbulkan iskemia. Nyeri yang timbul dapat berupa nyeri

inflamasi pada jaringan dengan terlibatnya berbagai mediator inflamasi; atau nyeri

neuropatik yang diakibatkan lesi primer pada sistem saraf. Iritasi neuropatik pada

serabut saraf dapat menyebabkan 2 kemungkinan. Pertama, penekanan hanya

terjadi pada selaput pembungkus saraf yang kaya nosiseptor dari nervi nevorum

yang menimbulkan nyeri inflamasi. Nyeri dirasakan sepanjang serabut saraf dan

bertambah dengan peregangan serabut saraf misalnya karena pergerakan.

Kemungkinan kedua, penekanan mengenai serabut saraf. Pada kondisi ini terjadi

perubahan biomolekuler di mana terjadi akumulasi saluran ion Na dan ion

lainnya. Penumpukan ini menyebabkan timbulnya rangsang mekanik panas yang

sangat peka terhadap rangsang mekanikal dan termal.27

2.5.4 Penegakan Diagnosis

a. Anamnesis

Page 27: Tinjauan Dan Dafpus

Pada anamesis didapatkan nyeri diskogenik yang akan bertambah berat

apabila duduk, membungkuk, batuk, bersin atau kegiatan yang dapat

meningkatkan tekanan dari intradiscal. Lalu diperhatikan kapan mulai timbulnya

keluhan, bagaimana mulai timbulnya keluhan, lokasi nyeri, sifat nyeri, kualitas

nyeri, apakah nyeri yang diderita diawali kegiatan fisik, faktor yang memperberat

atau memperingan, ada riwayat trauma sebelumnya dan apakah ada keluarga

penderita penyakit yang sama. Perlu juga ditanyakan keluhan yang mengarah pada

lesi saraf seperti adanya nyeri radikuler, riwayat gangguan miksi, lemah tungkai

dan adanya saddle anestesi(windsor, 2012).

b. Pemeriksaan Fisik

Posisi berdiri:

a. Perhatikan cara penderita berdiri dan sikap berdirinya.

b. Perhatikan bagian belakang tubuh: adakah deformitas, gibus, skoliosis,

lordosis lumbal (normal, mendatar, atau hiperlordosis), pelvis yang

miring tulang panggul kanan dan kiri tidak sama tinggi, atrofi otot.

c. Derajat gerakan (range of motion) dan spasmus otot.

d. Hipersensitif denervasi (piloereksi terhadap hawa dingin).

e. Palpasi untuk mencari trigger zone, nodus miofasial, nyeri pada sendi

sakroiliaka, dan lain-lain.

f. Perhatikan cara penderita berjalan/gaya jalannya.

Posisi duduk:

a. Perhatikan cara penderita duduk dan sikap duduknya.

b. Perhatikan bagian belakang tubuhnya.

Posisi berbaring :

a. Perhatikan cara penderita berbaring dan sikap berbaringnya.

b. Pengukuran panjang ekstremitas inferior.

c. Pemeriksaan abdomen, rektal, atau urogenital.

Pemeriksaan neurologik,

a. Pemeriksaan sensorik

b. Pemeriksaan motorik mencari apakah ada kelemahan, atrofi atau

fasikulasi otot

Page 28: Tinjauan Dan Dafpus

c. Pemeriksaan tendon

d. Pemeriksaan yang sering dilakukan

1. Tes untuk meregangkan saraf ischiadikus (tes laseque)

2. Tes untuk menaikkan tekanan intratekal (tes Nafzigger, tes Valsava)

3. Tes Patrick dan Tes Contra Patrick

4. Tes Distraksi dan Tes Kompresi

Gambar 13.Pemeriksaan patrik dan laseque

c. Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan lab untuk mengetahui adanya infeksi.

2. Skrining rheumatologi.

3. Tes neuroendokrin

4. Elektromiografi (EMG)

5. Somato Sensoric Evoked Potential (SSEP)

6. Magnetic resonance imaging (MRI)

d. Pemeriksaan Gold standard

Untuk pemeriksaan terbaik adalah dengan menggunakan Magnetic

resonance imaging karena dengan pemeriksaan tersebut dapat mendiagnosis

terjadinya kompresi pada tulang belakang.

Page 29: Tinjauan Dan Dafpus

Gambar 14.Gambaran MRI HNP

2.5.5 Penatalaksanaan

a. Medikamentosa

OAINS dapat membantu mengurangi nyeri yang dirasakan

oleh pasien. OAINS yang dapat dipilih adalah bergantung pada dosis

yang akan digunakan dan harga yang akan diberikan. Apabila nyeri

dirasakan sangat menyiksa, dapat diberikan analgesic narkotik untuk

mengurangi rasa nyeri dengan cepat. Contoh obat anti inflamasi non

steroid yang dapat diberikan adalah:

1. Calecoxib

2. Ibuprofen

3. Naproxen

4. Ketoprofen

Selain diberikan terapi obat dapat juga dilakukan terapi

bedah. Terapi bedah yang dapat dilakukan apabila terjadi herniasi

diskus intravertebralis adalah microdiscectomy dan laminotomy

b. non-medikamentosa

Memberikan program rehabilitasi untuk 3 waktu yang

berbeda yaitu:

Page 30: Tinjauan Dan Dafpus

1. Fase akut dapat dilakukan terapi konservatif berupa pemberian

penanganan awal seperti pemberian analgetik, anti inflamasi,

dan terapi fisik.

2. Fase recovery fokus dari terapi pada fase ini adalah fungsi dari

biokimia dan deficit jaringan ikat . Dapat pula dimulai latihan

fisik ringan untuk memperkuat otot.

3. Fase maintenance fakus dari terapi pada fase adalah untuk

mencegah agar rasa nyeri kembali menyerang

2.5.6 Prognosis

Sebagian besar pasien akan membaik dalam 6 minggu dengan terapi

konservatif. Sebagian kecil dapat berkembang menjadi kronik meskipun sudah

diterapi. Pada pasien yang dioperasi: 90 % membaik terutama nyeri tungkai,

kemungkinan terjadinya kekambuhan adalah 5%.

DAFTAR PUSTAKA

1. Snell, Richard S. 2006. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran. Jakarta: EGC.

2. IASP. 2011. IASP Taxonomy. Diunduh dari http://www.iasp-pain.org/. [Diakses tanggal 22 Maret 2013].

3. Tamsuri, A. 2007. Konsep dan penatalaksanaan nyeri. Jakarta : EGC. Hlm 1-63

4. Smeltzer, S. C, Bare, B. G. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Volume 2. Edisi 8. Jakarta: EGC

5. Agency for Health Care Policy and Research. 1992. Assessment & management of pain. Diunduh dari http://rnao.ca/. [Diakses tanggal 25 Juli 2015].

Page 31: Tinjauan Dan Dafpus

6. Potter, P.A, Perry, A.G. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses, dan Praktik Edisi 4 Vol 1. Jakarta: EGC.

7. Meliala, L. dan Pinzon, R. 2004. Patofisiologi dan Penatalaksanaan Nyeri Punggung Bawah. Dalam Meliala, L. et al. Kumpulan Makalah Pain Symposium: Toward Mechanism Based Treatment, hal 109-116. Yogyakarta: Medikagama Press.

8. Maher, Salmond dan Pellino. 2002. Low Back Pain Syndrome. Philadelphia: FA Davis Company.

9. Roper, A.H. dan R.H. Brown. 2005. Adams dan Victor’s Priciples of Neurology. Edisi 8. The McGraw Hill Companies. Inc. USA. Halaman 168-170.

10. Ehrilch, G.E. 2003. Low Back Pain. Bulletin of the World Health Organization; 81. Halaman 671-676.

11. Bimariotejo. (2009). Low Back Pain (LBP). Diunduh dari www.backpainforum.com/ [Diakses tanggal 25 Juli 2015].

12. Idyan, Z. (2008). Hubungan Lama duduk Saat Perkuliahan dengan Keluhan Low. Back Pain. Diunduh dari http://inna-ppni.or.id/ [Diakses tanggal 25 Juli 2015].

13. Ullrich, P.F. 2007. Lower back Pain Treatment. Diunduh dari http://www.spine-health.com/. [Diakses tanggal 25 Juli 2015].

14. Aging Spine Center. 2003. A Patients’ Guide to Lumbar Spondylolisthesis. http://www.agingspinecenter.com/. [Diakses tanggal 25 Juli 2015].

15. Ruslan, H.M. dan Fauziah N.K. 2009. Terapi Fisik dan Rehabilitasi Medik Edisi Ketiga. Palembang: Bagian Rehabilitasi Medik Fakultas Kedokteran Unsri.

16. Jalalin. 2006. Penuntun Pemeriksaan Fisik dan Fungsional Ilmu Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi. Palembang: Bagian Rehabilitasi Medik Fakultas Kedokteran Unsri.

17. Sjamsuhidajat R, Jong Wd., Spondilolistesis. Dalam: Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi ke-2. Jakarta: EGC. 835. 2005

18. Spondylolisthesis.org. 2011. Spondylolisthesis. Diunduh dari: http://www.spondylolisthesis.org/ [Diakses tanggal 26 Juli 2015].

19. Syaanin, Syaiful. Neurosurgery of Spondylolisthesis. Padang: RSUP. Dr. M. Djamil/FK-UNAND Padang.

20. Nicrovic, Peter. A., Back pain in children and adolescents: Overview of causes. UpToDate Systematic review ver. 17.3. 2009.

21. Lee, Dennis,. Spondylolisthesis Symptoms. 2011. Diunduh dari: http://www.medicinenet.com/ [Diakses tanggal 26 Juli 2015].

22. Irani, Z. Spondylolisthesis Imaging. Diunduh dari: http://emedicine.medscape.com/ [Diakses tanggal 26 Juli 2015].

23. Shiel Jr, William C.Spondylolisthesis. MedicineNet.com . Diunduh dari: http://www.medicinenet.com/ [Diakses tanggal 26 Juli 2015].

Page 32: Tinjauan Dan Dafpus

24. Japardi, I. Spondilolistesis. Dalam USU digital Library. Medan: Fakultas Kedokteran Bagian Bedah, Universitas Sumatera Utara. 2002.

25. Medical Disability Guidelines. 2009. Spondylolisthesis. Diunduh dari: http://www.mdguidelines.com/ [Diakses tanggal 26 Juli 2015].

26. Benjamin C. Herniated Disk.University of Maryland Medical Center. 2011. Available at http://www.umm.edu/imagepages/9700.htm

27. Sahrakar, Kamran. 2011. Lumbar Disc Disease. Medscape Reference. Available at http://emedicine.medscape.com/article/249113-overview#a0112

28. Foster Mark. 2012. Herniated Nucleus Pulposus. Medscape Reference. Available at http://emedicine.medscape.com/article/1263961-overview#aw2aab6b3