This PDF is Created by Simpo Word to PDF unregistered version - http://www.simpopdf.com TINGKATAN BAHASA DALAM BAHASA JEPANG DAN UNDAK-USUK BAHASA JAWA (KAJIAN LINGUISTIK KONTRASTIF) 日本語の待遇表現およびジャワ語の敬語体系の対象分析 日本語の待遇表現およびジャワ語の敬語体系の対象分析 日本語の待遇表現およびジャワ語の敬語体系の対象分析 日本語の待遇表現およびジャワ語の敬語体系の対象分析 SKRIPSI Diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk Memenuhi Ujian Sarjana Program S1 Humaniora dalam Ilmu Bahasa dan Sastra Jepang Fakultas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro Disusun Oleh: Teguh Santoso NIM 13050110151003 PROGRAM STUDI S1 SASTRA JEPANG FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2012
113
Embed
Tingkatan bahasa Jepang dan Undak-usuk bahasa Jawa
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
This PDF is Created by Simpo Word to PDF unregistered version - http://www.simpopdf.com
Diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk Memenuhi Ujian Sarjana
Program S1 Humaniora dalam Ilmu Bahasa dan Sastra Jepang
Fakultas Ilmu Budaya
Universitas Diponegoro
Disusun Oleh:
Teguh Santoso
NIM 13050110151003
PROGRAM STUDI S1 SASTRA JEPANG
FAKULTAS ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG
2012
This PDF is Created by Simpo Word to PDF unregistered version - http://www.simpopdf.com
HALAMAN PERNYATAAN
Dengan sebenarnya Penulis menyatakan bahwa Skripsi ini disusun tanpa
mengambil hasil dari penelitian baik untuk suatu gelar Sarjana atau Diploma yang
sudah ada di suatu universitas maupun dari hasil penelitian lain. Sejauh yang
Penulis ketahui Skripsi ini juga tidak mengambil bahan publikasi atau hasil karya
orang lain kecuali yang sudah disebutkan dalam rujukan. Saya bersedia menerima
sanksi jika terbukti melakukan penjiplakan.
Penulis
Teguh Santoso
This PDF is Created by Simpo Word to PDF unregistered version - http://www.simpopdf.com
HALAMAN PERSETUJUAN
Menyetujui
Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II
Suharyo M. Hum Lina Rosliana, S.S, M. Hum
This PDF is Created by Simpo Word to PDF unregistered version - http://www.simpopdf.com
HALAMAN PENGESAHAN
Diterima dan disahkan oleh Panitia Ujian Skripsi Program Studi Sastra Jepang
Fakultas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro Semarang pada
Hari :
Tanggal :
Panitia Ujian Skripsi :
Ketua:
Drs. Suharyo, M. Hum
Anggota I
Lina Rosliana, S.S, M. Hum
Anggota II
Kyouji Honda, M. A
This PDF is Created by Simpo Word to PDF unregistered version - http://www.simpopdf.com
MOTTO
v Just remember in Allah SWT, God, Lord, whenever and wherever you’re. v من جد وجد v ـــر من صــــبر ظفv ھد الى اللھد لم من الم أطلبوا الع
v There’s rendezvous, there’s farewell, 別わか
れ会かい
がある Anyway…
कभी अल� वदा ना कहना...Kabhi Alvida naa Kehna… v Sabar, Ngalah, Nriman, Loman, Ojo Lali, Ojo Dumeh, Ojo Rumongso,
Ojo Adigung Adiguna v A mountain never blames why he is a mountain v Don’t ever feel the best before you look under of another else ’coz God
never ask you to be the best but do the best v Man proposes but God disposes v A mountain never blames why he is a mountain v Top grades aren’t always go to the brightest student v There’s a will there’s a way v Be happy the man who always count their action and to weigh themselves
every blowing their breath before the God is sure to suck. v Respect the others if you wanna be respected v Give thanks for what you are now, and keep fighting for what you want to
be tomorrow ~Fernanda Miramontes-Landeros
v 山椒さんしょう
は小粒こ つ ぶ
でもぴりりと辛から
い
v 曲ま
がらねば世よ
が渡わた
られぬ v Kesalahan hanya membuatmu dewasa. Senyuman mampu meringankan
luka. Sahabat akan selalu ada disaat kamu akan membutuhkannya v Hal mudah akan terasa sulit jika yang pertama dipikirkan adalah kata
SULIT. Yakinlah bahwa kita memiliki kemampuan dan kekuatan v Guru yang berhasil adalah yang mampu mengantarkan muridnya lebih
berhasil. Itulah guru yang sejati.
This PDF is Created by Simpo Word to PDF unregistered version - http://www.simpopdf.com
PERSEMBAHAN
Alhamdulillah, segala puji dan syukur hanya kepada Allah SWT semata dan
shalawat serta salam selalu tercurahkan untuk baginda Rasulullah SAW. Semoga
yang menjadi kaum beliau semua mendapatkan syafa’atnya di yaumul akhir nanti,
Amin. Akhirnya karya yang terinspirasi dari almarhum ayahanda tercinta yang
sudah ditunggu-tunggu ini dapat terselesaikan sesuai dengan penuh harapan.
Karya yang sederhana ini saya persembahkan kepada:
Ø Ibu dan Bapak (alm) tercinta yang sudah membesarkanku, merawat,
mendidikku dan senantiasa mendoakanku;
Ø Istriku yang selalu setia menemaniku, terima kasih buat semuanya;
Ø Semua kakakku tercinta, Mas Topo, Mas Har, Mas Ko, Mbak Sri, Mbak
Mi, Mbak Ning, Mas Eka, dan lainnya, terima kasih atas doa dan
bantuannya;
Ø Kagem pak lik lan bulik kula sedoyo, lan kagem moro sepuh kula, Kula
ngaturaken matur suwun ingkang kathah, amargi pandonganipun
This PDF is Created by Simpo Word to PDF unregistered version - http://www.simpopdf.com
ABSTRACT
Santoso, Teguh. Penggunaan Tingkatan Bahasa dalam Bahasa Jepang dan Undak-usuk Bahasa Jawa ( Kajian Analisis Kontrastif). Thesis. Japanese Literature Departement. Faculty of Humanity. Diponegoro University. The First Advisor: Drs. Suharyo, M. Hum, The Second Advisor: Lina Rosliana, S. S, M. Hum.
In Japanese speech levels a polite form is known as Keego which consists of Sonkeigo, Kenjoogo and Teineigo. In Javanese, such a form is called Undak-usuk. It consists of Ngoko (devided into Ngoko Lugu, Antya Basa, and Basa Antya), Madya (devided into Madya Ngoko, Madyantara, and Madya Krama), and Krama (devided into Mudha Krama, Kramantara, and Wreda Krama).
Based on the results of contrastive analysis used in this paper, it was found out that there are similiarities as well as differences between Keigo and Undak-usuk. Both of them have honorific forms as well as a humble forms. The difference is that in Japanese there are two concepts known as Uchi and Soto. This means that Japanese pay attention to who a speaker is talking to and who is being discussed. Another difference is that Ngoko can not be contrasted with Keigo. Krama Inggil and Krama Andhap do not belong to speech levels. Both are lexicons giving varieties to the existing speech levels, whereas Sonkeigo and Kenjoogo are parts of Keigo.
ini ditandai adanya wujud tuturan juga ditandai perbedaan tingkah laku atau sikap
penutur sewaktu berbahasa Jawa. Dengan demikian, adab sopan santun berbahasa
Jawa mencakup dua faktor, yaitu faktor lingual (linguistik) dan faktor nonlingual
This PDF is Created by Simpo Word to PDF unregistered version - http://www.simpopdf.com
(nonlinguistik). Kedua faktor tersebut dalam tindak tutur atau speech act dapat
dipilahkan, akan tetapi tidak dapat dipisahkan.
Adapun persamaan kedua bahasa tersebut adalah baik bahasa Jepang
maupun bahasa Jawa sama-sama mempunyai ragam hormat yang digunakan
untuk menghormati mitra tutur atau orang yang dituturkan. Oleh karena itu, segala
sesuatu yang dilakukan oleh manusia dalam bertutur akan selalu dipengaruhi oleh
situasi dan kondisi di sekitarnya.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, permasalahan yang akan diteliti penulis
sebagai berikut:
1. Bagaimanakah perbedaan bentuk tingkatan bahasa dalam bahasa Jepang
dengan undak usuk bahasa Jawa?
2. Bagaimanakah perbedaan penggunaan tingkatan bahasa dalam bahasa
Jepang dengan undak-usuk bahasa Jawa?
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian
Adapun tujuan dan manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Mendeskripsikan perbedaan bentuk tingkatan bahasa dalam bahasa Jepang
dengan undak-usuk bahasa Jawa.
This PDF is Created by Simpo Word to PDF unregistered version - http://www.simpopdf.com
2. Mendiskripsikan perbedaan penggunaan tingkatan bahasa dalam bahasa
Jepang dengan undak-usuk bahasa Jawa.
Manfaat penelitian ini bagi penulis dan pembaca adalah untuk mengetahui
persamaan dan perbedaan tingkatan bahasa dalam bahasa Jepang dan undak-
unduk bahasa Jawa secara umum dan penggunaannya dalam kalimat sehari-hari
secara khusus.
1.4 Ruang Lingkup Penelitian
Dalam penelitian ini, penulis membatasi masalah mengenai bagaimana
perbedaan bentuk dan penggunaan bahasa hormat bahasa Jepang dengan undak-
usuk bahasa Jawa. Oleh karena itu, untuk mengetahui lebih jauh mengenai
perbedaan kedua bahasa tersebut, penelitian dilakukan dengan analisis kontrastif,
yaitu suatu analisis bahasa yang memiliki tujuan untuk menunjukkan perbedaan
dan persamaan antara bahasa-bahasa atau dialek-dialek untuk mencari prinsip
yang dapat dijabarkan dalam masalah praktis (Kridalaksana, 1982:11).
1.5 Metode Penelitian
Dalam penelitian ini penulis menggunakan 3 macam metode penelitian,
diantaranya:
This PDF is Created by Simpo Word to PDF unregistered version - http://www.simpopdf.com
1. Metode Pengumpulan Data
Data merupakan bagian yang sangat menentukan hasil akhir dari sebuah
penelitian. Data dalam sebuah bahasa adalah bahasa itu sendiri yang dapat
berbentuk bunyi, tulisan atau tanda. Dalam penelitian ini penulis
menggunakan data pustaka yaitu berupa buku-buku yang memuat tentang
kaidah-kaidah yang telah baku tentang tingkatan bahasa dalam bahasa Jepang
yang kemudian dibandingkan dengan undak-usuk bahasa Jawa. Jadi, data
adalah bahan penelitian itu dan bahan yang dimaksud bukan bahan mentah,
melainkan bahan jadi. Dari bahan itulah diharapkan objek penelitian dapat
dijelaskan, karena di dalam bahan itulah terdapatnya objek bahan penelitian
yang dimaksud. (Sudaryanto, 1981:22).
Data yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dengan metode simak
yang dilanjutkan dengan teknik catat yaitu dengan cara mendata sejumlah
buku-buku tentang penggunaan tingkatan bahasa dalam bahasa Jepang dan
undak-usuk bahasa Jawa. Sebagai teknik lanjutannya digunakan teknik catat,
baik terhadap pemakaian kategori tingkatan bahasa dalam bahasa Jepang
sendiri maupun undak-usuk bahasa Jawa untuk kemudian dibandingkan dalam
hal penggunaannya.
Sumber data tertulis bahasa Jepang selain kamus bahasa Jepang yang
digunakan sebagai pelengkap, penulis juga menggunakan buku-buku pelajaran
sebagai sumber data lainnya yang terdiri atas buku Pelajaran Bahasa Jepang 1,
Pelajaran Bahasa Jepang 2, Minna no Nihongo 2, Nihongo no Chukyu 1 serta
buku-buku pendukung lainnya, dengan alasan selain buku-buku tersebut
This PDF is Created by Simpo Word to PDF unregistered version - http://www.simpopdf.com
terdapat penggunaan tingkatan bahasa dalam bahasa Jepang, buku-buku
tersebut juga digunakan sebagai bahan ajar resmi dari Japan Foundation untuk
seluruh siswa asing yang mempelajari bahasa Jepang, sebagai bahasa lisan
maupun bahasa tulis.
Sedangkan data bahasa Jawa berupa Kamus Unggah-ungguh Basa Jawa
serta buku-buku sumber data pendukung lainnya seperti buku Pinter Basa
Jawa 1, Pelajaran Bahasa Jawa 3, Marsudi Basa lan Sastra Jawa Anyar 1 dan
Marsudi Basa lan Sastra Jawa Anyar 3 serta buku-buku pendukung lainnya.
2. Metode Analisis Data
Setelah data terkumpul yang dalam hal ini, sebagaimana telah dinyatakan
diatas, berupa kaidah-kaidah yang mengatur sistem undak-usuk atau speech
level baik dalam bahasa Jepang maupun bahasa Jawa maka selanjutnya data-
data tersebut dibandingkan atau lebih tepat lagi dikontraskan tentu saja sesuai
dengan nilai keterbandingan yang ada.
Penandaan atau pemarkaan undak-usuk atau speech level yang meliputi
tataran bunyi (fonologi), morfem (morfologi), dan kosakata (semantik)
dikontraskan antara bahasa Jepang dan bahasa Jawa. Termasuk dalam hal ini
tentu saja dimungkinkan untuk didapatkan kenyataan bahwa pemarkaan dalam
bahasa Jawa tidak terdapat pada level morfologi sementara itu di dalam bahasa
Jepang didapatkan pemarkaan dalam level morfologi atau sebaliknya. Oleh
karena dalam kenyataan baik bahasa Jepang maupun bahasa Jawa
membedakan tingkat-tingkat bahasa dengan memanfaatkan kosakata maka di
dalam skripsi ini metode kontras sebagai metode analisis dilakukan terutama
This PDF is Created by Simpo Word to PDF unregistered version - http://www.simpopdf.com
pada persamaan dan perbedaan di dalam tataran semantik (kosakata). Berikut
ini adalah contoh kontras yang dilakukan:
N0. BAHASA JEPANG BAHASA JAWA
1.
Contoh Bentuk Futsuugo
a. 生徒達は文を作る。 Seitotachi wa bun o tsukuru.
Murid-murid membuat kalimat.
b. これは安いものだ。
Kore wa yasui mono da. Ini barang yang murah.
Contoh Bentuk Ngoko
Aku wis mangan. Bapak wis dhahar durung? Saya sudah makan. Bapak sudah makan belum?
2.
Contoh Bentuk Teineigo
a. ミルクを飲みます。
Miruku o nomimasu. Saya minum susu.
b. あの家は大きいです。
Ano ie wa ookii desu. Rumah itu besar’.
Contoh Bentuk Madya
Kula mpun nedha. Agus mpun nedha dereng?
Saya sudah makan. Agus sudah makan belum?
Contoh Bentuk Krama
Kulo sampun nedha. Bapak
sampun dhahar dereng?
Saya sudah makan. Bapak sudah makan belum?
3.
Contoh Bentuk Sonkeigo
a. 部長はアメリカへ出張
なさいます。
Contoh Bentuk Krama inggil
Benjing-enjing kula tuwi rencang kula.
Besok pagi saya menjemput temanku.
This PDF is Created by Simpo Word to PDF unregistered version - http://www.simpopdf.com
Buchou wa Amerika e shutchou nasaimasu.
Pak Direktur akan dinas ke
Amerika.
b. お子さんのお名前は 何とおっしゃいますか。
Okosan no namae wa nanto osshaimasu ka?
Siapa nama putra anda?
4.
Contoh Bentuk Kenjoogo
a. 私はアメリカから、 参りました。
Watakushi wa Amerika kara, mairimashita.
Saya datang dari Amerika.
b. 会社の中をご案内しま
す。 Kaisha no naka o goannai
shimasu. Saya akan memandu dalam
perusahaan.
Contoh Bentuk Krama Andhap
Benjing punapa kula kapareng sowan?
Pada hari apa saya boleh berkunjunng?
Dalam bahasa Jepang, bentuk verba dalam tingkatan futsuugo seringkali
ditandai dengan akhiran-ru sedang nomina dan adjektivanya ditandai dengan
kopula –da atau de aru kemudian tingkatan teineigo berakhiran dengan kopula -
desu, atau verba bantu–masu. Sedangkan tingkatan sonkeigo mempunyai ciri-ciri
mendapat imbuhan verba bantu -o...ni naru, -rareru, serta mempunyai bentuk
This PDF is Created by Simpo Word to PDF unregistered version - http://www.simpopdf.com
verba khusus dalam sonkeigo dan nominanya berimbuhan prefiks go/o. Dan
tingkatan kenjoogo mempunyai ciri-ciri verbanya terdiri dari verba khusus
kenjoogo, verba bantu go/o...suru dan nominanya juga ditambahkan dengan
prefiks o/go didepannya.
Dalam bahasa Jawa, bentuk basa ngoko merupakan suatu tatanan kalimat
yang terdiri dari kumpulan kata-kata ngoko yang seterusnya akan disebut tembung
ngoko, termasuk juga afiks-afiks yang melekat pada tembung ngoko itu sendiri
adalah kata-kata yang tidak memiliki atau mengandung suatu nilai halus atau
penghormatan, kosakata dalam bentuk ngoko mempunyai jumlah paling besar
diantara kosa kata lainnya. Kosakata dalam verba, nomina maupun adjectiva
dalam madya maupun krama terbentuk dari bentuk ngoko yang lebih variatif, ada
yang tidak mengalami perubahaan kata sama sekali, tetapi adapula kata dari ngoko
yang berjumlah total dalam ragam krama sehingga terbentuk kata baru. Sementara
itu kosakata krama inggil sebagian besar merupakan serapan yang berasal dari
bahasa Sansekerta atau bahasa Jawa kuna, hanya kecil yang merupakan serapan
dari bahasa Persia dan Arab dan krama andhap mempunyai kosakata yang lebih
sedikit karena hampir tataran kosa-kata dalam bentuk krama sudah mengandung
maksud merendah.
3. Metode Perumusan Hasil Analisis Data
Terdapat dua atau tiga kemungkinan perumusan hasiil analisis data, yaitu:
a. Perumusan hasil secara formal, yakni perumusan hasil dengan
menggunakan simbol-simbol matematis baik yang menggunakan huruf
atau angka
This PDF is Created by Simpo Word to PDF unregistered version - http://www.simpopdf.com
b. Perumusan hasil secara informal, yakni metode perumusan hasil
analisis dengan menggunakan kata-kata biasa
c. Adapun kemungkinan ketiga adalah menggunakan baik metode formal
maupun metode informal
Dalam penelitian ini penulis menggunakan penyajian informal berupa
pendeskripsian tentang tingkatan bahasa dalam bahasa Jepang dan undak-usuk
bahasa Jawa. Penyajian hasil penelitian berupa hasil analisis, penafsiran dan
penyimpulan sesuai penelitian yang telah dilakukan. Pemaparan hasil analisis
data disajikan dalam bentuk penjabaran, perbandingan analisis data, dan
penyimpulan sesuai dengan penelitian yang telah dilakukan. Penyajian hasil
analisis data dituangkan dalam bentuk deskripsi verbal tentang persamaan dan
perbedaan tingkatan bahasa dalam bahasa Jepang dan undak-usuk bahasa Jawa,
serta faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi penentuan pilihan varian
tingkatan bahasa dalam bahasa Jepang maupun undak-usuk bahasa Jawa.
1.6 Sistematika Penulisan
Untuk mempermudah penyusunan dan pemahaman dalam penelitian
skripsi, maka penulis akan meneliti dengan sistematika penelitian sebagai berikut:
Bab I merupakan pendahuluan yang berisi latar belakang masalah, rumusan
masalah, tujuan dan manfaat penelitian, ruang lingkup penelitian berisi batasan
This PDF is Created by Simpo Word to PDF unregistered version - http://www.simpopdf.com
masalah dalam penelitian, sedangkan sub yang terakhir adalah sistematika
penelitian.
Bab II memuat tinjauan pustaka, metode penelitian dan kerangka teoritis.
Bab III memaparkan seluruh analisis permasalahan berikut teknik pengumpulan
data serta hasil penelitian.
Bab IV memuat simpulan dari semua pembahasan hasil penelitian yang telah
dilakukan.
This PDF is Created by Simpo Word to PDF unregistered version - http://www.simpopdf.com
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORETIS
2.1 Tinjauan Pustaka
Penelitian mengenai undak-usuk bahasa Jawa maupun tingkatan bahasa
Jepang telah diteliti sebelumnya dalam Kaidah-Kaidah Penggunaan Undak-Usuk
Bahasa Jawa, Kajian Undak-Usuk Bahasa Jawa Abdidalem Kraton Surakarta
Hadiningrat oleh Eka Susylowati, dan Undak-Usuk Bahasa Jepang dan Bahasa
Jawa: Sebuah Perbandingan, dan Sistem Unggah-Ungguh bahasa Jepang dan
bahasa Jawa oleh Hartati. Penulis akan memanfaatkan penelitian terdahulu,
berupa kaidah-kaidah yang sudah ada, yang dijadikan sebagai tolak ukur teori
dalam penulisan skripsi ini.
Seringkali dipaparkan oleh para peneliti sebelumnya bahwa undak-usuk
bahasa Jawa yang berupa unggah-ungguh basa yang meliputi: Ngoko, Madya dan
Krama yang terbagi atas 7 atau 9 subtingkatan yang diberi nama masing-masing
tersebut dapat disejajarkan ke dalam tingkatan bahasa dalam bahasa Jepang
dengan bentuk Keigohoo yang meliputi: Futsuu/Teinei, Sonkeigo dan Kenjoogo,
yang mempunyai kadar hormat yang berbeda tetapi bedanya dalam bahasa Jepang
tidak diberi nama. Umumnya para peneliti sebelumnya membuat gambaran
pengkontrasan nama mengenai pengelompokannya seperti dalam bahasa Jawa,
antara lain:
This PDF is Created by Simpo Word to PDF unregistered version - http://www.simpopdf.com
a. Ragam Futsuu tanpa Sonkeigo dan Kenjoogo = Ngoko Lugu
b. Ragam Futsuu dengan Sonkeigo/Kenjoogo = Ngoko Alus
c. Ragam Teinei tanpa Sonkeigo dan Kenjoogo = Krama Lugu
d. Ragam Teinei dengan Sonkeigo dan Kenjoogo =Krama Alus
2.2 Kerangka Teoretis
Teori merupakan seperangkat hipotesis yang dipergunakan untuk
menjelaskan data bahasa, baik yang bersifat lahiriah seperti bunyi bahasa, maupun
yang bersifat batin seperti makna (Kridalaksana, 2000:23). Teori dipergunakan
sebagai landasan berpikir untuk memahami, menjelaskan, dan menilai suatu objek
atau data yang dikumpulkan, sekaligus sebagai pembimbing yang menuntun dan
memberi arah dalam penelitian.
Dalam penelitian ini penulis menggunakan landasan teori struktural. Teori
struktural merupakan pendekatan bahasa yang mula-mula dikembangkan oleh
Bloomfield. Teori ini membahas bahasa dari segi strukturnya. Aliran
strukturalisme sangat mementingkan keobjektifan dalam bahasa. Karena bahasa
merupakan sebuah sistem, maka dengan sejumlah data dapat diketahui strukturnya.
Pengertian struktural berkaitan dengan atau memiliki struktur,
menggunakan teori atau pendekatan, ataupun dipandang dari segi struktur.
Strukturalisme dapat pula diartikan sebagai pendekatan analisis bahasa secara
eksplisit kepada berbagai unsur bahasa sebagai struktur dan sistem (Kridalaksana,
2000:203).
This PDF is Created by Simpo Word to PDF unregistered version - http://www.simpopdf.com
Teori struktural dalam linguistik berhubungan dengan bentuk-bentuk,
fungsi-fungsi struktural, dan hubungan antar komponen tutur yang dapat diamati
pula dengan kata lain dalam analisis gramatik haruslah bersifat formal
berdasarkan perilaku yang dapat diamati dalam bahasa.
2.2.1 Linguistik Kontrastif
Kata kontrastif berasal dari contrastive yaitu keadaan yang diturunkan dari
kata kerja to contras artinya berbeda atau bertentangan. Dalam The American
Collage Dictionary terdapat penjelasan sebagai berikut, ‘’Contras: to set in
opposition in order to show unlikeness, compare by observing differences’’. Dari
penjelasan tersebut dapat ditarik simpulan bahwa istilah kontrastif adalah
mengemukakan perbedaan dan ketidaksamaan dalam sebuah komposisi.
Linguistik kontrastif (taishou-gengogaku) merupakan kajian linguistik
yang bertujuan untuk mendeskripsikan persamaan dan perbedaan dua bahasa yang
berbeda. Pendeskripsian persamaan dan perbedaan tersebut akan bermanfaat
untuk pengajaran kedua bahasa, sebagai bahasa ke-2 (bahasa asing). Misalnya,
dengan dideskripsikannya persamaan dan perbedaan bahasa Indonesia dan bahasa
Jepang secara jelas dan lengkap, akan membantu dalam pengajaran bahasa
Indonesia untuk orang Jepang, atau pengajaran bahasa Jepang untuk orang
Indonesia. Karena, sekurang-kurangnya kesalahan berbahasa (goyou) akibat
pengaruh bahasa ibu (bogo-kanshou) pada pembelajar kedua bahasa tersebut akan
dapat dikurangi, bahkan bisa dihilangkan (Sutedi, 2003:190).
This PDF is Created by Simpo Word to PDF unregistered version - http://www.simpopdf.com
2.2.2 Karakteristik Bahasa Jepang dan Bahasa Jawa
Bahasa Jepang dan bahasa Jawa merupakan dua bahasa yang tidak serumpun,
meskipun sama-sama memiliki ragam hormat, tetapi secara tipologi bahasa
berbeda. Hal-hal yang menjadi perbedaan mendasar dari kedua bahasa tersebut
adalah masalah huruf dan susunan kata dalam kalimat (word order). Misalnya,
sebagian besar susunan kalimat bahasa Jepang menggunakan pola S-O-P (Subjek,
Objek, Predikat), sedangkan bahasa Jawa menggunakan pola S-P-O (Subjek,
Predikat, Objek). Begitu juga struktur frasa bahasa Jepang berpola MD
(Menerangkan-Diterangkan) dalam bahasa Jawa berpola DM (Diterangkan-
Menerangkan).
2.2.3 Tingkatan Bahasa dalam Bahasa Jepang
Berdasarkan cara pemakaiannya, tingkatan bahasa dalam bahasa Jepang
dibagi menjadi tiga jenis yakni keigo, teineigo, dan futsugo. Tingkatan keigo
dibagi lagi menjadi sonkeigo dan kenjoogo.
2.2.3.1 Sonkeigo
Sonkeigo dipakai bagi segala sesuatu yang berhubungan dengan atasan
sebagai orang yang lebih tua usianya atau lebih tinggi kedudukannya, yang
berhubungan dengan lawan bicara (termasuk aktifitas dan segala sesuatu yang
berkaitannya). Menurut Yoshisuke dan Yumiko (1988: 14) sonkeigo adalah
This PDF is Created by Simpo Word to PDF unregistered version - http://www.simpopdf.com
尊敬語というのは、目上の人敬意を表すべき人(親しくない人、「外」の人尊敬
するべき人)が状態に関して、それを高めて敬意を表すことばである。 Sonkeigo to iu no wa, meue no hito keii wo arawasu beki hito (shitashikunai hito, ‘‘soto’’ no hito sonkei suru beki hito) ga joutai ni kanshite, sore wo takamete keii wo arawasu kotoba de aru. Sonkeigo adalah bahasa untuk mengungkapkan perasaan hormat kepada orang yang statusnya lebih tinggi (orang yang tidak akrab, orang luar, orang yang memang harus dihormati).
Sementara itu Oishi Shotaro (dalam Sudjianto, 2004:199) menjelaskan
bahwa sonkeigo adalah ragam bahasa hormat untuk menyatakan rasa hormat
terhadap orang yang dibicarakan (termasuk benda-benda, keadaan, aktifitas, atau
hal-hal lain yang berhubungan dengannya) dengan cara menaikkan derajat orang
yang dibicarakan. Menurut Buku Pengantar Linguistik Bahasa Jepang (Sudjianto
dan Dahidi: 190-192), ada beberapa cara untuk menyatakan sonkeigo yaitu:
a. Memakai verba khusus sebagai sonkeigo, seperti
なさる nasaru =する suru ’melakukan’
ごらんになる goran ni naru =見る miru‘melihat’
召し上がる,あがる meshiagaru, agaru=食べる teberu ‘makan’
いらっしゃる Irassharu=いる iru’ada’
いらっしゃる= 行く iku ‘pergi来る, kuru ’datang’
仰る ossharu=言う iu’berkata’
kudasaru 下さる=くれる kureru
b. Memakai verba bantu –reru setelah verba golongan satu dan memakai
verba bantu rareru setelah verba golongan dua, seperti:
書かれる kakareru =書く kaku’menulis’
This PDF is Created by Simpo Word to PDF unregistered version - http://www.simpopdf.com
受けられる ukerareru = 受ける ukeru ‘menerima’
c. Menyisipkan verba bentuk ren’youkei pada pola ‘o...ni naru’ seperti:
お待ちになる omachi ni naru =待つ matsu ‘menunggu’
お立ちになる otachi ni naru =立つ tatsu ‘berdiri’
お座りになる osuwari ni naru=座る suwaru ‘duduk’
お読みになる oyomi ni naru =読む yomu ‘membaca’
お書きになる okaki ni naru = 書く kaku ‘menulis’
d. Memakai nomina khusus sebagai sonkeigo untuk memanggil orang. Kata-
kata tersebut bisa berdiri sendiri dan ada juga yang dapat menyertai kata
lain sebagai sufiks seperti:
先生 sensei = bapak/ibu (guru, dokter)
社長 shachou = direktur
課長 kachou = kepala bagian
e. Memakai prefiks dan/atau sufiks sebagai sonkeigo seperti
田中様 Tanaka-sama = Tuan Tanaka
鈴木さん Suzuki-san = Saudara Suzuki
娘さん Musume-san = anak perempuan (orang lain)
ご意見 Goiken = pendapat (orang lain)
お考え Okangae = pikiran (orang lain)
お宅 Otaku = rumah (orang lain)
弟さん Otouto-san = adik laki-laki (orang lain)
This PDF is Created by Simpo Word to PDF unregistered version - http://www.simpopdf.com
お医者さん Oisha-san = dokter
f. Memakai verba asobasu, kudasaru dan irrasharu setelah verba-verba lain,
Menurut Yoshisuke dan Yumiko (1988: 15) kenjoogo adalah:
謙譲語というのは話者や 「内」の人が話題のとき、その人を低めることによて
聞き手に敬意を表す丁寧語に近いものである。 Kenjoogo to iu no wa washa ya ’’uchi’’ no hito ga wadai no toki, sono hito wo hikumeru koto ni yotte kikite ni keii wo arawasu teinei ni chikai mono de aru. Kenjoogo adalah merupakan bentuk kata yang mendekati bentuk sopan (teineigo) untuk menunjukkan perasaan hormat kepada lawan bicara dengan cara merendahkan diri sendiri dimana yang menjadi topik pembicaraan adalah si pembicara sendiri (orang dalam).
Ada juga para ahli bahasa Jepang lain yang menyebut nama kenjougo
dengan istilah kensongo. Kensongo atau kenjoogo dapat diungkapkan dengan
cara:
a. Memakai verba khusus sebagai kenjoogo, seperti:
参る mairu =来る kuru ‘datang’
This PDF is Created by Simpo Word to PDF unregistered version - http://www.simpopdf.com
This PDF is Created by Simpo Word to PDF unregistered version - http://www.simpopdf.com
知らせてあげる Shirasete ageru=知らせる shiraseru
知らせて差し上げる Shirasete sashiageru=知らせる shiraseru
2.2.3.3 Teineigo
Menurut Yoshisuke dan Yumiko (1988:5) teineigo adalah:
丁寧語というのは、聞き手に対する敬意を表す形である。 Teineigo to iu no wa kikite ni taisuru keii wo arawasu katachi de aru. ‘Teineigo adalah bentuk untuk mengungkapkan perasaan hormat kepada lawan bicara.’
Ada juga yang menyebut teineigo dengan istilah teichoogo yaitu keigo
yang secara langsung menyatakan rasa hormat terhadap lawan bicara (dengan
pertimbangan khusus terhadap lawan bicara).
Pemakaian teichoogo sama sekali tidak ada hubungannya dengan
menaikkan atau menurunkan derajat orang yang dibicarakan. Berbeda dengan
sonkeigo dan kenjoogo, teineigo dinyatakan dengan cara sebagai berikut:
a. Memakai verba bantu desu dan masu seperti pada kata:
行きます Ikimasu =行く iku ‘pergi’
食べます Tabemasu =食べる taberu’makan’
本です Hon desu =本だ hon da ‘buku’
きれいです Kirei desu =きれいだ kirei da ‘cantik, bersih, indah’
b. Memakai prefiks go atau o pada kata-kata tertentu, seperti:
This PDF is Created by Simpo Word to PDF unregistered version - http://www.simpopdf.com
お金 okane = 金 kane ‘uang’
お酒 osake = 酒 sake ‘arak Jepang’
ご意見 goiken = 意見 iken ‘pendapat’
ご結婚 gokekkon = 結婚 kekkon ‘nikah’
c. Memakai kata-kata tertentu sebagai teineigo seperti
ございます Gozaimasu =ござる gozaru あります arimasu =ある
aru ‘ada’
2.2.3.4 Futsuugo
Menurut Yoshisuke dan Yumiko (1988:207), futsuugo adalah
普通語と言うのは、敬意を表せない形で、親しい人(家族や友人など)と話すと
き使う。 Futsuugo to iu no wa keii wo arawasenai katachi de, shitashii hito (kazoku ya yuujin nado) to hanasu toki tsukau. ‘Futsuugo digunakan pada waktu berbicara dengan orang yang akrab (keluarga, teman, dll) dan merupakan bentuk yang tidak menunjukkan perasaan hormat. ’
Ragam Futsuugo mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
a. berakhiran dengan ~da, atau de aru
Contoh:
1. これは本だ。 Kore wa hon da. Ini buku.
2. 初めての外国生活である。 Hajimete no gaikokusekatsu dearu. Kehidupan luar negeri yang pertama kali.
This PDF is Created by Simpo Word to PDF unregistered version - http://www.simpopdf.com
b. berakhiran dengan verba bentuk futsuukei, seperti bentuk ~ru
Contoh:
3. 僕は食べる。 Boku wa taberu. Saya makan.
4. 私は六時に起きる。 Watashi wa roku ji ni okiru. Saya bangun jam enam.
(Ogawa, 1998:23)
Ragam futsuu biasanya digunakan dalam penuturan diantara anggota
keluarga, kawan-kawan yang akrab, orang yang berstatus tinggi terhadap yang
berstatus rendah, dalam bahasa media massa, makalah, roman dan sebagainya.
2.2.4 Penggunaan Tingkatan Bahasa dalam Bahasa Jepang
2.2.4.1 Keigo
Keigo dipakai untuk menghaluskan bahasa yang dipakai orang pertama
(pembicara atau penulis), untuk menghormati orang kedua (pendengar atau
pembaca) dan orang ketiga (yang dibicarakan). Jadi yang dipertimbangkan pada
waktu menggunakan keigo adalah konteks tuturan termasuk orang pertama, orang
kedua, dan orang ketiga. Nakano Toshio (dalam Sudjianto, 1999:149)
menjelaskan bahwa keigo ditentukan dengan parameter sebagai berikut:
1. Usia : tua atau muda, senior atau yunior
2. Status : atasan atau bawahan, guru atau murid
3. Keakraban : orang dalam atau orang luar
This PDF is Created by Simpo Word to PDF unregistered version - http://www.simpopdf.com
4. Gaya bahasa : bahasa sehari-hari, ceramah, perkuliahan
5. Pribadi atau umum : rapat, upacara, atau kegiatan apa
6. Pendidikan :berpendidikan atau tidak (yang
berpendidikan lebih banyak menggunakan keigo).
Bagi para pembelajar bahasa Jepang dalam situasi-situasi tertentu memang
dituntut untuk menggunakan keigo (bahasa hormat) sehingga menjadi keharusan
dalam mempelajarinya. Hal ini dikarenakan tidak sedikit peran pemakaian keigo
bagi para penuturnya. Secara singkat Hinata Shigeo ( dalam Sudjianto 2000:15-
17) menyebutkan keefektifan dan peran konkrit pemakaian keigo tersebut sebagai
berikut:
1. Keigo ini dapat dikatakan merupakan dasar keefektifan berkomunikasi.
Lawan bicara yang dihormati adalah atasan atau orang yang posisinya
tinggi secara sosial, tetapi sudah tentu didalamnya termasuk orang-
orang yang berdasarkan pada hubungan manusia yang berada dalam
bidang perdagangan dan bisnis.
2. Menyatakan perasaan formal bukan di dalam hubungan atau situasi
pribadi, di dalam hubungan atau situasi resmi dilakukan pemakaian
bahasa yang kaku dan formal. Misalnya didalam sambutan upacara
pernikahan, di dalam rapat atau ceramah yang resmi dan sebagainya
dipakai bahasa halus atau bahasa hormat sebagai etika sosial.
Berbicara dengan ragam akrab dalam situasi seperti ini kadang-kadang
menjadi tidak sopan.
This PDF is Created by Simpo Word to PDF unregistered version - http://www.simpopdf.com
3. Menyatakan jarak diantara pembicara dan lawan bicara yang baru
pertama kali bertemu atau yang perlu berbicara dengan sopan biasanya
terdapat jarak secara psikologis. Dalam situasi seperti itu hubungan
akan dijaga dengan menggunalkan bahasa halus atau bahasa hormat
secara wajar. Pemakaian bahasa atau sikap yang terlalu ramah kadang-
kadang akan menjadi kasar atau tidak sopan
4. Menjaga martabat. Keigo pada dasarnya menyatakan penghormatan
terhadap lawan bicara atau orang yang dibicarakan. Tetapi dengan
dapat menggunakan keigo secara tepat dapat juga menyatakan
pendidikan atau martabat pembicaranya.
5. Menyatakan rasa kasih sayang. Keigo yang digunakan para orang tua
atau guru taman kanak-kanak kepada anak-anak dapat dikatakan
sebagai bahasa yang menyatakan perasaan kasih sayang atau
menyatakan kebaikan hati penuturnya
6. Ada kalanya menyatakan sindiran, celaan, atau olok-olok. Hal ini
merupakan ungkapan yang mengambil keefektifan keigo yang
sebaliknya, misalnya mengucapkan: Hontou ni gorippa na otaku desu
koto ‘Rumah yang benar-benar bagus’bagi sebuah apartemen yang
murah, atau mengucapkan kalimat Aitsu mo zuibun goseichou
asobimashita mono da. ‘Dia juga orang yang benar-benar sudah
dewasa’. Kalimat-kalimat itu secara efektif dapat mengungkapkan
sindiran, celaan atau olok-olok.
This PDF is Created by Simpo Word to PDF unregistered version - http://www.simpopdf.com
Dalam tingkat tutur bahasa Jepang dikenal konsep uchi dalam dan soto
luar, artinya orang Jepang akan memperhatikan dengan siapa berbicara, dan siapa
yang dibicarakan. Misalnya ketika berbicara di kantor sendiri antara bawahan dan
atasan ragam yang akan digunakan bawahan adalah ragam menghormat
(sonkeigo) bahasa menghormat dalam rangka menghormati atasannya, akan tetapi
ketika bawahan itu berbicara dengan orang lain dari kantor yang berbeda ragam
yang digunakan adalah tingkatan kenjoogo bahasa merendah, sekalipun yang
dibicarakan adalah atasannya sendiri.
Uchi adalah kelompok orang yang ada dilingkungan sendiri, seperti orang-
orang di lingkungan keluarga, kantor pembicara, sekolah, klub sekolah atau
kelompok masyarakat. Soto adalah kelompok orang yang diluar lingkungan
keluarga, kantor pembicara, sekolah, klub sekolah atau kelompok masyarakat.
Pengelompokan uchi dan soto dikonseptualisasikan sebagai rangkaian
lingkaran yang tumpang tindih. Posisi seseorang dalam kelompok relatif terhadap
kelompok lain tergantung pada konteks situasi dan umur. Sebagai contoh,
seseorang biasanya memiliki keluarga, pekerjaan, dan kelompok lain atau
organisasi yang mereka miliki. Posisi mereka dalam berbagai kelompok dan
dalam hubungan dengan kelompok lain, berubah sesuai dengan keadaan pada saat
tertentu. Misalnya: seorang pegawai kantor yang menduduki jabatan manager
personalia. Orang-orang yang ada dibagian personalia adalah kelompok uchi-nya
sedangkan direktur perusahaan, pegawai dan bagian lain adalah kelompok soto-
nya. Akan tetapi dia dalam berbicara dengan pelanggan atau karyawan dari
This PDF is Created by Simpo Word to PDF unregistered version - http://www.simpopdf.com
perusahaan lain, keseluruhan dari perusahaan tempat dia bekerja menjadi
kelompok uchi-nya. Sedangkan orang-orang diluar perusahaannya adalah soto.
Dewasa ini faktor-faktor berikut ini dianggap sebagai penentu pilihan
bentuk hormat di Jepang Nishida (dalam Sudjianto 2000: 149).
1. Hadir atau tidaknya orang yang hendak dibicarakan; Jika hadir di situ juga,
dipakai lebih banyak Sonkeigo dan Kenjoogo.
2. Hubungan atas bawah; Yang berkedudukan bawah menggunakan bentuk
hormat terhadap yang lebih tinggi kedudukannya. Jika seseorang yang
berkedudukan lebih rendah tidak memakai bentuk hormat, ia akan
dianggap tidak tahu sopan santun. Adapun yang dikelompokkan sebagai
hubungan ‘’atas-bawah’’ adalah seperti berikut ini:
· Hubungan atas-bawah dalam satu organisasi.
· Hubungan atas-bawah dalam status sosial
· Umur
· Panjangnya pengalaman; misalnya, di tempat kerja atau yunior-senior
di sekolah.
3. Hubungan pemberi jasa dan penerima jasa; Penerima jasa menunjukkan
sikap hormat kepada pemberi jasa.
· Dokter dan Pasien
· Tamu dan Pelayan: Di Jepang terdapat pemakaian bahasa khusus di
hotel, di toko-toko besar, seperti toserba. Para karyawan atau pelayan
dididik memakai bahasa yang sopan dan halus terhadap para tamu.
This PDF is Created by Simpo Word to PDF unregistered version - http://www.simpopdf.com
· Guru dan Orang tua murid.
4. Hubungan akrab jauh: Bentuk hormat ini dipakai terhadap orang yang
jauh/tidak akrab dan tanpa bentuk hormat dengan mereka yang akrab.
Sebagaimana di Jawa, di Jepang antara anggota keluarga, antara kawan
yang akrab tidak dipakai bentuk hormat. Akan tetapi, sebagaimana di Jawa
pula, orang Jepang memakai bentuk hormat terhadap dosennya, tetapi para
murid Sekolah Dasar biasanya tidak memakai bentuk hormat. Baru di
SMP, SMA, mereka memperoleh kesadaran untuk memakai bentuk
hormat.
5. Formal atau tidak formal: Dalam situasi formal, misalnya berpidato dan
sebagainya dipakai bentuk hormat.
6. Hubungan ‘’dalam’’ dan ‘’luar’’
2.2.4.2 Teineigo
Teineigo merupakan bentuk untuk mengungkapkan perasaan hormat
kepada lawan bicara. Teineigo disebut juga dengan istilah teichoogo yaitu keigo
yang secara langsung menyatakan rasa hormat terhadap lawan bicara. (dengan
pertimbangan khusus terhadap lawan bicara).
This PDF is Created by Simpo Word to PDF unregistered version - http://www.simpopdf.com
2.2.4.3 Futsuugo
Futsuugo merupakan bentuk yang tidak menunjukkan perasaan hormat.
Umumnya dipakai dalam penuturan diantara anggota yang berstatus tinggi
terhadap yang berstatus rendah, orang yang sudah akrab, dalam keluarga, media
massa, makalah, roman, dan sebagainya.
2.2.5 Undak-usuk Bahasa Jawa
Bahasa Jawa merupakan bahasa daerah yang banyak dipergunakan di
daerah Jawa Tengah, Jawa Timur dan Daerah Istimewa Yogyakarta, ternyata juga
mempunyai penutur di daerah Caledonia Baru, Suriname. Tentang jumlah penutur
bahasa Jawa, dewasa ini tidak kurang dari 60 juta orang (Poedjosoedarmo,
1979:1). Dengan jumlah penutur yang melebihi 60 juta orang tersebut bahasa
Jawa menduduki peringkat ke-16 apabila dibandingkan dengan bahasa-bahasa di
seluruh dunia.
Bahasa Jawa mengenal adanya tingkat tutur (speech levels) atau undak-
usuk yang cukup rapi, yaitu: ngoko lugu, ngoko andhap, antya basa, basa antya,
madyantara, krama inggil, dan krama desa. Selain itu masih ada bahasa kedhaton
dan bahasa bagongan yang dipakai dalam ruang lingkup kraton. Pendapat
mengenai undak-usuk tingkat tutur tersebut dikemukakan oleh Poejosoedarmo
(1973:13). Undak-usuk tingkat tutur bahasa Jawa terbagi atas tiga jenis yaitu:
This PDF is Created by Simpo Word to PDF unregistered version - http://www.simpopdf.com
Krama, Madya, Ngoko dengan masing-masing subtingkat. Berikut ini penjelasan
mengenai undak-usuk tingkat tutur tersebut:
Ø Krama
a. Mudha Krama: kata-kata dan imbuhan krama inggil dan krama andhap. Contoh kalimat: Bapak, panjenengan mangke dipun aturi mundhutaken buku kangge Mas Kris.
b. Kramantara: hanya mengandung bentuk krama. Contoh kalimat: Pak, sampeyan mangke dipun purih numbasaken buku kangge Mas Kris.
c. Wredha Krama: bentuk-bentuk afiks ngoko –e dan –ake. Contoh kalimat: Nak, sampeyan mangke dipun purih numbasaken buku kangge Mas Kris. ‘Bapak/Nak, kamu nanti disuruh membelikan buku untuk Mas Kris’.
Ø Madya d. Madya Krama: kata-kata tugas madya, afiksasi ngoko, kata-kata
lainnya berbentuk krama dan krama inggil. Contoh kalimat: Njenengan napa mpun mundhutake rasukan Warti dhek wingi sonten?
e. Madyantara: kata-kata tugas madya afiksasi ngoko, kata-kata lainnya berbentuk krama dan krama inggil. Contoh kalimat: Samang napa pun numbasake rasukan Warti dhek wingi sore?
f. Madya Ngoko: kata-kata tugas madya, afiksasi ngoko, kata-kata lainnya berbentuk ngoko. Contoh kalimat: Samang napa pun nukokke klambi Warti dhik wingi sore? ‘Kamu apa sudah membelikan baju Warti kemarin sore?.’
Ø Ngoko g. Basa Antya: terdapat kata-kata krama inggil, krama, ngoko,
imbuhan ngoko. Contoh kalimat: Adik arep dipundhutake menda. h. Antya Basa: terdapat kata-kata krama inggil disamping kosakata
ngoko. Contoh kalimat: Adhik arep dipundutake wedhus. i. Ngoko Lugu: terdapat kata-kata dan imbuhan ngoko. Contoh
kalimat: Adhik arep ditukokake wedhus. Adik akan dibelikan kambing.
( Poedjosoedarmo, 1979: 11-12).
This PDF is Created by Simpo Word to PDF unregistered version - http://www.simpopdf.com
2.2.6 Penggunaan Undak-Usuk Bahasa Jawa
Dalam bahasa Jawa penggunaaan undak-usuk basa tidak akan terlepas
membahas bentuk krama (bahasa hormat) yang penggunaannya dilakukan dengan
mempertimbangkan jenis hubungan antara si pembicara dan si lawan bicara. Jenis
hubungan yang dimaksud ada dua, yaitu hubungan simetris dan asimetris. Pada
hubungan simetris, si pembicara dan si lawan bicara menggunakan konstruksi
yang sama (misalnya, si pembicara memakai konstruksi ngoko (bahasa biasa), dan
si lawan bicara memakai konstruksi krama (bahasa hormat). Berikut ini gambaran
mengenai hubungannya yang berkaitan dengan status sosial:
1. Hubungan simetris:
a. antara orang muda: ngoko, madya
b. antara orang tua: ngoko, krama
c. antara priyayi dan tukang sayur :madya
d. antara orang yang belum saling kenal: krama, madya
2. Hubungan asimetris:
a. anak kepada orang tua: krama, dan orang tua kepada anak : ngoko
b. pembantu rumah tangga (tukang sayur) kepada tuan rumah: madya,
dan tuan rumah kepada pembantu rumah tangga (tukang sayur):
ngoko.
Untuk menyusun kalimat di dalam bahasa Jawa, sekurang-kurangnya ada
dua hal yang perlu dipertimbangkan. Pertimbangan pertama berkenaan dengan
pertanyaan bagaimana jenis hubungan antara si pembicara dan lawan bicara. Ini
This PDF is Created by Simpo Word to PDF unregistered version - http://www.simpopdf.com
untuk menetapkan apakah digunakan konstruksi ngoko, madya, atau krama. Pada
pertimbangan kedua, berdasarkan jenis hubungan antara si pembicara dan lawan
bicara itu ditentukan apakah digunakan bentuk honorifik atau tidak. Selain itu
untuk menentukan apakah digunakan bentuk honorifik atau tidak, juga
dipertimbangkan jenis hubungan si pembicara atau lawan bicara dengan orang
lain yang sedang dibicarakan.
Contoh:
1. Saya sudah makan. Bapak sudah makan atau belum?
· Ngoko: Aku wis mangan. Bapak wis dhahar durung? · Madya: Kula mpun nedha. Bapak mpun dhahar dereng? · Krama: Kulo sampun nedha. Bapak sampun dhahar dereng?
2. Saya sudah makan. Agus sudah makan belum?
· Ngoko: Aku wis mangan. Agus wis mangan durung? · Madya: Kula mpun nedha. Agus mpun nedha dereng? · Krama: Kula sampun nedha. Agus sampun nedha dereng?
Dua hal yang perlu diperhatikan dalam sopan santun berbahasa Jawa yaitu
pilihan bentuk linguistik atau bentuk lingual dan sikap andhap asor. Andhap asor
berarti merendahkan diri sendiri dengan kepada setiap orang yang kira-kira
sederajat atau lebih tinggi. (Geertz, 1981:326). Pernyataan Geertz tersebut telah
memperhitungkan tingkat tutur (faktor lingual) dan faktor non-lingual dalam
berbahasa Jawa. Pilihan bentuk linguistik mengarah kepada relasi atau hubungan
penutur dengan lawan tutur (faktor non-lingual).
This PDF is Created by Simpo Word to PDF unregistered version - http://www.simpopdf.com
Khusus mengenai faktor lingual akan tercermin di dalam perbedaan
bentuk tingkat tutur (ngoko, madya, krama). Sebagai contoh: misalnya seseorang
akan menyapa orang lain: ‘Hendak pergi ke mana?’, maka bentuk tuturannya
sebagai berikut:
ü Arep menyang ngendi?
ü Ajeng teng pundi?
ü Badhe tindak dhateng pundi?
Sehubungan dengan pemilihan suatu tingkat tuturan Soeroso (dalam
Sudaryanto, 1991:6-7) menyatakan bahwa ada empat langkah yang harus selalu
diingat dan dilakukan bagi seorang penutur yang akan berbahasa Jawa. Keempat
langkah tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
Ø Mawas diri
Penutur menempatkan dirinya terhadap lawan tuturnya, dan ada tiga
kemungkinan:
· penutur lebih rendah daripada lawan tutur
· penutur sederajat dengan lawan tutur
· penutur lebih tinggi kedudukannya dengan lawan tutur
Ø Memilih bahasa
· apabila penutur lebih rendah daripada lawan tutur, penutur menggunakan
bahasa krama;
This PDF is Created by Simpo Word to PDF unregistered version - http://www.simpopdf.com
· apabila penutur sederajat dengan lawan tutur, penutur menggunakan
bahasa madya, ngoko;
· apabila penutur lebih tinggi daripada lawan tutur, penutur menggunakan
bahasa ngoko.
Ø Memilih kata
Dalam menggunakan bahasa seperti tersebut pada langkah yang
kedua perlu dipilih kata yang tepat.
Ø Menetapkan sikap
Sikap berbicara disesuikan dengan sikap diri misalnya sikap
hormat, sikap santai, dan sebagainya.
Keempat langkah diatas berdasarkan analisis secara psikologis, yang tentu
saja langkah-langkahnya berlangsung secara ‘’otomatis’’ pada jiwa penutur. Pada
langkah pertama (mawas diri) dan langkah keempat (menetapkan sikap) berkaitan
dengan faktor non-lingual dalam berbahasa yang menyangkut relasi penutur
dengan lawan tutur. Langkah kedua (memilih bahasa) dan langkah langkah ketiga
(memilih kata) berkaitan dengan pemilihan tingkat tutur.
Adanya bentuk tuturan yang dapat mencerminkan rasa sopan santun
berarti pula tingkat tutur berkaitan erat dengan sopan santun berbahasa. Sopan
santun berbahasa itu sendiri merupakan ajaran yang patut untuk dilaksanakan
dalam masyarakat tutur jawa. Sehubungan dengan hal itu Suwadji (1985:14-15)
menyatakan sebagai berikut:
This PDF is Created by Simpo Word to PDF unregistered version - http://www.simpopdf.com
1. Ajaran sopan santun berbahasa Jawa merupakan salah satu budaya
Jawa yang masih hidup dan bertahan sampai sekarang,
2. Sopan santun berbahasa Jawa merupakan bagian yang tidak dapat
dipisahkan dari kehidupan masyarakat Jawa,
3. Sopan santun berbahasa Jawa mengajarkan supaya penutur Jawa
menghormati lawan tuturnya,
4. Sopan santun berbahasa Jawa lebih menjamin kelancaran
komunikasi dalam masyarakat tutur Jawa.
Keempat pernyataan diatas menunjukkan adanya prinsip pokok dan fungsi sopan
santun berbahasa dalam masyarakat tutur Jawa. Dalam hal inipemilihan tingkat
tutur (sebagai faktor lingual dalam berbahasa) mengiringi sopan santun berbahasa
yang dapat diamatai dalam suatu peristiwa tutur. Prinsip pokok dan fungsi
tersebut apabila dipahami secara benar dapat menumbuhkan rasa kebanggaan
orang Jawa memiliki bahasa Jawa.
This PDF is Created by Simpo Word to PDF unregistered version - http://www.simpopdf.com
BAB III
BENTUK DAN PENGGUNAAN TINGKATAN BAHASA DALAM
BAHASA JEPANG DAN UNDAK-USUK BAHASA JAWA
3.1 Bentuk Tingkatan Bahasa dalam Bahasa Jepang
Pada awalnya, pembelajar bahasa Jepang dikenalkan dengan tingkatan
teineigo terlebih dulu disamping itu tingkatan bahasa hormat yang lain seperti
sonkeigo dan kenjoogo, sebab tingkatan teineigo dipakai secara luas untuk
menghormati kepada mitra wicara.
3.1.1 Tingkatan Teineigo
Kata teinei berarti sopan, sehingga bentuk teineigo biasa diartikan dengan
bentuk sopan. Karena tingkatan teineigo ini kalimatnya berakhiran dengan kopula
-desu, atau verba bantu–masu, maka disebut pula ragam desu atau masu.
Tingkatan teineigo merupakan salah satu bagian dari keigo (bahasa hormat)
bahasa Jepang. Pembicara menggunakan tingkatan ini untuk menyatakan rasa
hormat dan biasanya memperindah suatu pokok pembicara secara langsung
terhadap mitra wicaranya. Umumnya bentuk tingkatan ini mempunyai ciri-ciri:
kalimat akhirnya berakhiran dengan kopula –desu dan verba bantu –masu.
This PDF is Created by Simpo Word to PDF unregistered version - http://www.simpopdf.com
Contoh kalimat:
1. ミルクを飲みます。 Miruku o nomimasu. Saya minum susu.
2. 日本料理はおいしいです。 Nihonryouri wa oishii desu. Masakan Jepang enak.
3. 半年ぐらい習いました。 Hantoshi gurai naraimashita. Saya telah belajar kira-kira setengah tahun.
4. この料理はおいしくないです。 Kono ryouri wa oishikunai desu. Masakan ini tidak enak.
5. あの家は大きいです。 Ano ie wa ookii desu. ‘Rumah itu besar’.
Contoh verba nomimasu ‘minum’ merupakan contoh tingkatan
teineigo yang berasal dari perubahan verba nomu dan verba naraimashita
‘belajar’(lampau) berasal dari verba narau (futsuu’biasa’). Untuk mengubah
verba dalam tingkatan futsuugo menjadi tingkatan teineigo caranya dengan
menambahkan verba bantu ~masu dan ~mashita (lampau). Dalam kamus
bahasa Jepang, verba-verba dalam bahasa Jepang umumnya hanya dapat
dijumpai dalam bentuk futsuugo. Sedangkan oishii ‘enak’ dan ooki
‘’besar’merupakan contoh kata sifat yang berakhiran ~i (ikeyoushi). Untuk
mengubah kata sifat, dan kata benda dalam bahasa Jepang yang masih
This PDF is Created by Simpo Word to PDF unregistered version - http://www.simpopdf.com
berbentuk tingkatan futsuugo agar menjadi tingkatan teineigo, maka tinggal
menambahkan kopula desu dibelakang kata sifat dan kata benda tersebut.
3.1.2 Tingkatan Futsuugo
Tingkatan futsuugo dalam bahasa Jepang merupakan tingkatan yang paling
dasar, maksudnya tingkatan ini dipakai oleh pembicara kepada lawan bicaranya
yang sudah akrab. Tingkatan futsuugo mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
c. berakhiran dengan ~da, atau de aru
d. berakhiran dengan verba bentuk futsuukei, seperti bentuk ~ru
Contoh kalimat:
1. 生徒達は文を作る。
Seitotachi wa bun o tsukuru. Murid-murid membuat kalimat.
2. この焼き飯はとてもうまい。 Kono yakimeshi wa totemo umai. Nasi goreng ini enak sekali.
3. タオルや石鹸などを買った。 Taoru ya sekken nado o katta. Saya telah membeli handuk, sabun, dan lain-lain.
4. 石田君は怠け者ではない。 Ishida-kun wa namakemono dewa nai. Ishida bukan pemalas.
5. これは安いものだ。 Kore wa yasui mono da. Ini barang yang murah.
This PDF is Created by Simpo Word to PDF unregistered version - http://www.simpopdf.com
Pada contoh-contoh kalimat, tingkatan futsuugo, verba futsuugo tidak
mengalami perubahan. Sedangkan dalam bentuk lampau mengalami perubahan,
seperti: tsukuru ‘membuat’ dan katta (bentuk lampau) dari kau ‘membeli’. Pada
contoh kalimat yang memakai kata sifat ikeyoushi tidak mengalami perubahan,
hanya saja jika kata sifatnya berubah menjadi bentuk negatif maka cukup
menambahkan ~nai atau ~dewa nai (kata sifat berakhiran~ na/kata benda)
dibelakangnya, sedangkan pada kata benda tinggal menambahkan kopula da.
3.1.3 Tingkatan Sonkeigo
Tingkatan sonkeigo adalah bagian tingkatan keigo (bahasa hormat) bahasa
Jepang yang dipakai untuk menghormat kepada lawan bicaranya. Umumnya
tingkatan ini verbanya mempunyai ciri-ciri mendapat imbuhan verba bantu -o...ni
naru, -rareru, serta mempunyai bentuk verba khusus dalam sonkeigo dan
nominanya berimbuhan prefiks go/o.
Contoh kalimat:
1. 部長はアメリカへ出張なさいます。 Buchou wa Amerika e shutchou nasaimasu. Pak Direktur akan dinas ke Amerika.
2. 課長はもう帰られました。 Kachou wa mou kaeraremashita . Pak Manager sudah pulang.
3. 先生はいらっしゃいますか。 Sensei wa irrashaimasu ka. Pak Guru ada?
This PDF is Created by Simpo Word to PDF unregistered version - http://www.simpopdf.com
4. お子さんのお名前は何とおっしゃいますか。
Okosan no namae wa nanto osshaimasu ka? Siapa nama putra anda?
5. 先生は新しいパソコンを買いになりました。 Sensei wa atarashii pasokon wo kai ni narimashita. ‘Pak Guru telah membeli computer baru’.
Pada contoh kalimat, verba nasaimasu ‘melakukan’ berasal dari verba
shimasu (teineigo) kemudian verba suru (futsuugo) dan osshaimasu ‘berkata’
berasal dari verba iimasu (teineigo) kemudian verba iu (futsuugo). Contoh
perubahan verba songkeigo dari teineigo dan verba teineigo dari futsuugo
mengalami perubahan yang cukup dinamis. Aturan tersebut sudah paten
ditentukan dalam verba khusus dalam aturan yang ada dalam tingkatan sonkeigo.
Kemudian ada juga verba futsuugo yang diubah menjadi tingkatan sonkeigo
dengan menambahkan verba bantu ~ni naru dan verba bantu ~reru, contoh: kai ni
narimasu berasal dari kau (futsuugo) ‘membeli’ dan kaeraremasu berasal dari
verba kaeru (futsuugo) ‘pulang’.
3.1.4 Tingkatan Kenjoogo
Tingkatan kenjougo merupakan salah satu bagian dari keigo ((bahasa
hormat) bahasa Jepang yang dipakai terhadap lawan bicara atau terhadap orang
yang dibicarakan dengan cara merendahkan diri. Umumnya bentuk tingkatan
kenjoogo mempunyai ciri-ciri verbanya terdiri dari verba khusus kenjoogo, verba
This PDF is Created by Simpo Word to PDF unregistered version - http://www.simpopdf.com
bantu go/o...suru dan nominanya juga ditambahkan dengan prefiks o/go
didepannya.
Contoh kalimat:
1. 私はアメリカから、参りました。 Watakushi wa Amerika kara, mairimashita. Saya datang dari Amerika.
2. 会社の中をご案内します。 Kaisha no naka o goannai shimasu. Saya akan memandu dalam perusahaan.
3. ニューヨークにおります。 Nyuyouku ni orimasu. Berada/di New York.
4. 今、出かけております。 Ima, dekakete orimasu. Sekarang sedang keluar.
5. きのう先生のお宅へ伺いました。 Kinou sensei no otaku e ukagaimashita. Kemarin saya berkunjung ke rumah Pak Guru.
Dalam tingkatan kenjoogo kata kerja golongan I, kata kerja golongan II,
dan perubahan verba dari bentuk futsuu ke teinei dan verba dari teinei ke kenjoogo
juga mengalami perubahan bentuk yang cukup dinamis. Misalnya verba
mairimasu (kenjoogo) berasal dari verba kimasu (teineigo), kemudian dari verba
kuru ‘datang’ (futsuugo), dan verba ukagaimasu (kenjoogo) berasal dari kata uchi
e ikimasu (teineigo) kemudian dari verba uchi e iku (futsuugo) . Aturan tersebut
sudah paten ditentukan dalam bentuk verba khusus dalam aturan yang ada dalam
bentuk kenjoogo.
This PDF is Created by Simpo Word to PDF unregistered version - http://www.simpopdf.com
3.2 Undak-Usuk Bahasa Jawa
Bahasa Jawa mengenal juga adanya tingkat tutur (speech levels) atau
undak-usuk yang cukup rapi, yaitu: ngoko lugu, ngoko andhap, antya basa, basa
2. Pak Guru maringake apa? Pak Guru memberikan apa?
3. Badhe kepanggih sinten? Hendak bertemu siapa?
4. Sliramu diparingi apa? Dirimu dikasih apa?
This PDF is Created by Simpo Word to PDF unregistered version - http://www.simpopdf.com
5. Ibu ngendika apa? Ibu berkata apa?
Dari contoh kalimat diatas dapat diketahui bahwa verba tuwi (krama
inggil) ‘menjemput’ berasal dari kata mapak (madya), methuk (ngoko),
kemudian maringake (krama inggil) ‘memberikan’ berasal dari kata
wenehake (ngoko) kemudian verba intransitif diparingi (krama inggil)
berasal dari kata diwenehi (ngoko) dan verba ngendika (krama inggil)
‘berkata’ berasal dari kata ngucap (ngoko). Seanjutnya kata ganti orang
kedua sliramu (krama inggil) ‘kamu/dirimu’ berasal dari kata kowe (ngoko).
3.2.3.2 Krama Andhap
Dalam undak-usuk bahasa Jawa, kelompok krama inggil dibagi menjadi
dua, yaitu pertama adalah kelompok kata yang secara langsung meninggikan dan
meluhurkan diri dengan yang diacu disebut sebagai kata krama inggil. Kedua,
adalah kelompok kata yang menghormat orang yang diacu dengan cara
merendahkan diri sendiri yang disebut sebagai krama andhap. Contoh kata krama
inggil dan krama andhap adalah sebagai berikut:
Ngoko Krama Krama Inggil Krama Andhap Arti
kandha criyos ngendhika
dhawuh
matur berkata
takon taken paring priksa nyuwun priksa bertanya
This PDF is Created by Simpo Word to PDF unregistered version - http://www.simpopdf.com
Contoh kalimat:
1. Benjing punapa kula kapareng sowan? Pada hari apa saya boleh berkunjunng?
2. Pak Guru dipun caosi punapa? Pak Guru diberi apa?
3. Kula badhe sowan Pak Rektor. Saya hendak bertemu Pak Rektor.
4. Kula dipun paringi buku (dening) Pak Guru. Saya diberi buku oleh Pak Guru.
5. Kula boten matur punapa-punapa. Saya tidak berkata apa-apa.
Dari contoh kalimat dapat diketahui bahwa verba sowan (krama andhap)
‘berkunjung’ berasal dari kata dolan (ngoko), sedang sowan (krama andhap)
‘bertemu’ berasal dari kata nemoni (ngoko) kemudian verba caosi dan paringi
(krama andhap) ‘diberi ’berasal dari kata diwenehi (ngoko) kemudian verba
matur (krama andhap) berasal dari kata kandha (ngoko).
3.3 Penggunaan Tingkatan Bahasa dalam Bahasa Jepang
Pada dasarnya tingkatan bahasa dalam bahasa Jepang terletak pada bentuk
keigo (bahasa hormat) yang dipakai untuk menghaluskan bahasa, umumnya
dipakai oleh orang pertama (pembicara atau penulis), untuk menghormati orang
kedua (pendengar atau pembaca) dan orang ketiga (yang dibicarakan). Jadi yang
dipertimbangkan pada waktu menggunakan keigo adalah konteks tuturan
This PDF is Created by Simpo Word to PDF unregistered version - http://www.simpopdf.com
termasuk orang pertama, orang kedua, dan orang ketiga. Umumnya keigo
ditentukan dengan parameter sebagai berikut:
7. Usia : tua atau muda, senior atau yunior
8. Status : atasan atau bawahan, guru atau murid
9. Keakraban : orang dalam atau orang luar
10. Gaya bahasa : bahasa sehari-hari, ceramah, perkuliahan
11. Pribadi atau umum : rapat, upacara, atau kegiatan apa
12. Pendidikan :berpendidikan atau tidak (yang
berpendidikan lebih banyak menggunakan keigo).
3.3.1 Penggunaan Tingkatan Teineigo
Tingkatan teineigo adalah cara bertutur kata dengan sopan santun yang
dipakai oleh pembicara dengan saling menghormati atau menghargai perasaan
masing-masing. Tingkatan teineigo juga biasa disebut dengan istilah teichoogo
yaitu keigo yang secara langsung menyatakan rasa hormat terhadap lawan bicara
(dengan pertimbangan yang khusus terhadap lawan bicara). Pemakaian tingkatan
teichoogo sama sekali tidak ada hubungannya dengan menaikkan atau
menurunkan derajat orang yang dibicarakan, berbeda dengan sonkeigo dan
kenjoogo.
Pemakaian tingkatan teineigo tidak memperhatikan derajat sosial, umur,
ataupun kata kekerabatan pembicara dengan mitra wicara karena inti dari
pemakaian ragam bahasa ini agar apa yang dibicarakan oleh pembicara terdengar
This PDF is Created by Simpo Word to PDF unregistered version - http://www.simpopdf.com
lebih enak dan lebih halus. Dalam kehidupan sehari-hari tingkatan teineigo ini
lebih sering digunakan dibandingkan tingkatan keigo yang lainnya, yaitu sonkeigo
dan kenjoogo. Seseorang yang berbicara dalam tingkatan teineigo ini tidak
meninggikan seseorang ataupun merendahkan seseorang tetapi hanya
memperhalus bahasa yang dipakai. Secara tidak langsung dengan memperhalus
bahasa yang digunakan, dapat meninggikan rasa hormat terhadap mitra wicara.
Ragam bahasa ini biasa digunakan terhadap orang yang belum dikenal oleh
pembicara sebelumnya atau kelompok orang yang berada diluar kelompok
pembicara dalam ruang lingkup formal.
Contoh penggunaan tingkatan teineigo dalam percakapan:
Yuki :すみません、ちょっと教えてください。 Sumimasen, chotto oshiete kudasai. Maaf, mohon informasi sebentar. Polisi :いいですよ。何ですか。 Ii desu yo. Nan desu ka? Iya, ada apa? Yuki :ビストロというレストランにはどう行けばいいのですか。 Bisutoro to iu resutoran ni wa dou ikeba ii no desu ka.
Jalan ke Restoran Bistro lewat mana?
Polisi :ビストロですね。信号のところまでまっすぐ行って、右に曲がっ
てださい。そして、2~3分歩くと右側に見えます。 Bisutoran desu ne. Shingo no tokoro made massugu itte, migi ni magatte kudasai. Soshite, ni-sanpun aruku to, migi ni miemasu. (Restoran) Bistro ya.’ ‘Jalan lurus saja sampai di lampu merah, terus belok kanan.’ ‘Setelah itu jalan lurus selama 2-3 menit, restorannya ada di sebelah kanan.
Yuki :ありがとうございました。 Arigatou gozaimashita.
This PDF is Created by Simpo Word to PDF unregistered version - http://www.simpopdf.com
‘Terima kasih.’
Pada contoh percakapan diatas, Yuki bertanya kepada seorang polisi
dengan menggunakan tingkatan teineigo dalam berkomunikasi. Orang kedua
(lawan bicara) si Yuki merupakan orang yang baru dikenal/belum akrab (polisi).
Untuk berkomunikasi dengan orang yang baru dikenal/belum akrab tingkatan
teineigo sudah dapat digunakan dalam tingkatan bahasa dalam bahasa Jepang,
sebab sudah mengandung unsur saling menghormati antara pembicara maupun
lawan bicara.
3.3.2 Penggunaan Tingkatan Futsuugo
Tingkatan futsuugo biasanya digunakan dalam penuturan diantara anggota
keluarga: orang tua kepada anaknya begitu juga sebaliknya, kawan-kawan yang
akrab, orang yang berstatus tinggi terhadap yang berstatus rendah, dalam bahasa
media massa, makalah, roman dan sebagainya.
Contoh penggunaannya dalam percakapan:
Satoru :今日、赤を着すぎじゃない? Kyou, aka wo kisugi janai? Kamu nggak kebanyakan pakai merah hari ini? Mira :別に、いいじゃん!赤が好きだから。 Betsu ni, ii jan! Aka ga suki dakara. Emangnya kenapa? Aku, kan, suka merah. Satoru :ジャケットもイヤリングも靴も全部赤だよ。 Jaketto mo iyaringu mo kutsu mo zenbu aka da yo. Dari jaket, anting-anting, sampai sepatu merah semua. Mira :バッグも赤だよ。
This PDF is Created by Simpo Word to PDF unregistered version - http://www.simpopdf.com
Baggu mo aka da yo. ‘Tasku juga merah.’ Satoru :そうだ。バッグも! Sou da. Baggu mo! Oh, ya. Tasnya juga! Mira :なによ?文句ある? Nani yo? Monku aru? Kenapa, sih?’ ‘Ada masalah? Satoru :俺、赤きらいんだよな。 Ore, aka kirain da yo na. Aku benci warna merah. Mira :へ?うそ!赤きらいの? He? Uso! Aka kirai no? Hah? Yang bener?’ ‘Kamu benci merah? Satoru :彼女は赤がこんなに好きじゃ、困るな。 Kanojo wa aka konna ni suki ja, komaru na. Kalau pacarku sesuka ini sama merah, gawat juga. Mira :じゃあ、どうする?別れたほうがいいっていうの? Jaa, dou suru? Wakareta hou ga iitte iu no? Terus mau bagaimana? Maksud kamu, lebih baik kita putus? Satoru :そうは言ってないだろう~。
Sou wa itte nai darou... ‘Aku kan, nggak bilang begitu…’
Pada contoh percakapan diatas Mira dan Satoru adalah sepasang kekasih.
Dalam hal ini, hubungan mereka sudah pasti akrab. Tingkatan futsuugo digunakan
dalam kondisi yang sudah akrab (sesama teman, pacar, keluarga, dan lainnya)
seperti yang ada pada contoh percakapan diatas.
This PDF is Created by Simpo Word to PDF unregistered version - http://www.simpopdf.com
3.3.3 Penggunaan Tingkatan Sonkeigo
Tingkatan sonkeigo adalah ragam bahasa hormat untuk menyatakan rasa
hormat terhadap orang yang dibicarakan (termasuk benda-benda, keadaan,
aktifitas, atau hal-hal lain yang berhubungan dengannya) dengan cara menaikkan
derajat orang yang dibicarakan. Misalnya, ketika berbicara di kantor sendiri antara
bawahan dan atasan tingkatan yang akan digunakan bawahan adalah tingkatan
menghormat sonkeigo ‘bahasa menghormat’ dalam rangka menghormati
atasannya.
Tingkatan sonkeigo dipakai juga bagi segala sesuatu yang berhubungan
dengan atasan sebagai orang yang lebih tua usianya atau lebih tinggi
kedudukannya, yang berhubungan dengan lawan bicara (termasuk aktifitas dan
segala sesuatu yang berkaitannya). Tingkatan sonkeigo merupakan cara bertutur
kata yang secara langsung menyatakan rasa hormat terhadap lawan bicara.
Contoh penggunaannya dalam percakapan:
Sudirno :もしもし、そちらは「ビストロ」ですか。 Moshi-moshi, sochira wa ‘Bisutoro’ desu ka. Halo, disitu restoran Bistro? CS :はい、「ビストロ」でございます。 Hai, ‘Bisutoro’ de gozaimasu. Benar’. ‘Disini ‘Bistro. Sudirno :7:30に 2名予約したいのですが。。。 Shichijihan ni 2 mei yoyaku shitai no desu ga… Saya ingin reservasi untuk 2 orang di pukul 19.30. CS :申し訳ございません。電話回線の状態が悪いようです。も
う一度おっしゃってくださいませんか。 Moushiwake gozaimasen. Denwa kaisen no joutai ga warui you
desu. Mou ichido osshatte kudasaimasen ka.
This PDF is Created by Simpo Word to PDF unregistered version - http://www.simpopdf.com
Maaf’. ‘Sepertinya koneksi telpon sedang agak buruk’. ‘Bisa tolong ulangi sekali lagi?
Sudirno :はい、今週金曜日の7:30に2人分の席が取れますか。
Hai. Konshuu kinyoubi no shichijihan ni futari-bun no seki ga toremasu ka? ‘Baik.’ ‘Apakah saya bias res rvasi untuk 2 orang di hari Jum’at pukul 19.30?’
CS :お調べします。申し訳ございません。金曜日は混んでおり
まして、お席にご案内できるのは一番早くて8:30となっ
ておりますが。。。 Oshaberi shimasu. Moushiwake gozaimasen. Kinyoubi wa konde
orimashite, oseki ni go annai dekiru no wa ichiban hayakute hachijihan to natte orimasu ga…
Saya cek dulu.’ ‘Maaf, Pak.’ ‘Hari Jum’at penuh, saya bisa antar Bapak ke kursi paling cepat pukul 20.30…’
Sudirno :そうですか。。。 Sou desu ka… Begitu, ya… CS :もし早めにお出でになるのでしたら、テーブルが空くまで
バーでお飲み物でもいかがでしょうか。 Moshi hayame ni oide ni naru no deshitara, teeburu ga aku made
baa de onomimono demo ikaga deshou ka. Kalau Bapak bisa datang lebih cepat, bagaimana kalau sambil
menunggu kursi kosong, minum dulu di bar? Sudirno :ああ、それはいいですね。ありがとう。。。 Aa, sore wa ii desu ne. Arigatou… Ah, boleh juga. Terima kasih… CS :ではお二人ですね。お名前は。。。? Dewa, o-futari desu ne. Onamae wa…? Jadi, dua orang ya. Namanya…? Sudirno :スデイルノ、S-U-D-I-R-N-O…それと窓側禁煙席でお願い
しますか。 Sudirno, S-U-D-I-R-N-O…, sore to madogawa wa kin’en seki de
onegai dekimasu ka. Sudirno, S-U-D-I-R-N-O…, dan bisa minta kursi non-smoking di
sebelah jendela?
This PDF is Created by Simpo Word to PDF unregistered version - http://www.simpopdf.com
CS :もちろんです。問題ありません。では、スデイルノ様、金
曜日8:30でご予約賜りました。 Mochiron desu. Mondai arimasen. Dewa Sudirno-sama, kinyoubi hachijihan de go yoyaku tamawarimashita. Tentu bias.’ ‘Tidak ada masalah.’ ‘Baik, Bapak Sudirno, reservasi untuk jum’at pukul 20.30 ya.
Pada contoh dialog diatas Sudirno dan CS (Customer Service) restoran
Bistro kedudukannya merupakan orang yang memakai jasa (Sudirno) dan
memberikan jasa (CS). Dalam hal ini tingkatan sonkeigo berperan penting bagi
orang yang memberikan jasa yang status kedudukannya wajib menggunakan
ragam menghormat karena melayani orang yang memakai jasa. Dalam tingkatan
bahasa dalam bahasa Jepang orang yang memberikan jasa kepada orang yang
memakai jasa tertentu merupakan salah satu contoh dari penggunaan tingkatan
sonkeigo atau ragam menghormat selain di luar lingkup uchi dan soto.
3.3.4 Penggunaan Tingkatan Kenjoogo
Tingkatan kenjoogo digunakan untuk menyatakan rasa homat terhadap
lawan bicara atau terhadap teman orang yang dibicarakan dengan cara
merendahkan orang yang dibicarakan termasuk benda-benda, keadaan, aktifitas,
atau hal-hal lain yang berhubungan dengannya. Misalnya, dalam kantor atau
perusahaan ketika bawahan berbicara dengan orang lain dari kantor yang berbeda
tingkatan yang digunakan adalah tingkatan kenjoogo ‘bahasa merendah’,
This PDF is Created by Simpo Word to PDF unregistered version - http://www.simpopdf.com
sekalipun yang dibicarakan adalah atasannya sendiri. Dalam penggunaan
tingkatan kenjoogo yang perlu diperhatikan adalah bahwa yang menjadi
subjek/pokok kalimat adalah diri sendiri atau pihak sendiri. Hadir atau tidaknya
orang yang hendak dibicarakan; Jika hadir di situ juga, dipakai lebih banyak
tingkatan Sonkeigo dan Kenjoogo.
Contoh percakapan dalam kenjoogo:
司会者 :優勝おめでとうございます。 すばらしいスピーチでした。
Shikaisha : Yuushou omedetou gozaimasu. Subarashii supiichi deshita. Selamat menjadi juara. Pidato anda bagus sekali. ミラー :ありがとうございます。 Mira : Arigatou gozaimasu. Terima kasih. 司会者 :緊張なさいましたか。 Shikaisha : Kinchou nasaimashita ka. Apakah anda grogi? ミラー :はい、とても緊張いたしました。 Mira : Hai, totemo kinchou itashimashita. Ya, saya groggi sekali. 司会者 :テレビで放送されることはご存知でしたか。 Shikaisha : Terebi de housou sareru koto wa gozonji deshita ka. Apakah anda tahu bahwa lomba pidato disiarkan di televise? ミラー :はい。ビデオにとって、アメリカの両親にも見せたいと
思っております。 Mira : Hai. Bideo ni totte, Amerika no ryoushin ni mo misetai to omotte orimasu. Ya, saya tahu. Saya ingin merekam di video dan memperlihatkannya kepada orang tua saya di Amerika. 司会者 :賞金は何にお使いになりますか。 Shikaisha : Shoukin wa nani ni otsukai ni narimasu ka. Hadiah uangnya mau anda gunakan untuk apa?
This PDF is Created by Simpo Word to PDF unregistered version - http://www.simpopdf.com
ミラー :そうですね。私は動物が好きで、子供のときからアフリカ
へ行くのが夢でした。 Mira : Sou desu ne. Watashi wa doubutsu ga suki de, kodomo no toki kara Afurika e iku no ga yume deshita. Apa ya? Saya suka binatang sejak kecil, dan pergi ke Afrika adalah impian saya. 司会者 :じゃ、アメリカへ行かれますか。 Shikaisha : Ja, Amerika e ikaremasu ka. Kalau begitu, apakah anda akan pergi ke Afrika? ミラー :はい。アフリカの自然の中できりんや像を見たいと
思います。 Mira : Hai. Afurika no shizen no naka de kirin ya zoo o mitai to omotte imasu. Ya. Saya ingin melihat jerapah dan gajah di alam Afrika. 司会者 :子供のころの夢がかなうんですね。 Shikaisha : Kodomo no koro no yume ga kanaun desu ne. Impian anda sejak kecil menjadi kenyataan. ミラー :はい。あのう、最後にひとことよろしいでしょうか。 Mira : Hai. Anou, saigo ni hito koto yoroshii deshou ka. Ya. Eh, terahir, bolehkah saya menyampaikan sesuatu? 司会者 :どうぞ。 Shikaisha : douzo. Silakan. ミラー :このスピーチ大会に出るために、いろいろご協力 くださった皆様に心から感謝いたします。 Mira : Kono supiichi taikai ni deru tame ni, iro iro gokyouryoku kudasatta minasama ni kokoro kara kansha itashimasu. Saya setulusnya mengucapkan terima kasih kepada anda sekalian atas bantuan dan kerjasama untuk ikut lomba pidato ini.
Pada percakapan diatas Mira sebagai salah satu kontestan pidato dalam
berbicara dengan shikaisha (pembawa acara) menggunakan tingkatan kenjoogo
karena menunjukkan rasa hormat pembicara kepada lawan bicara maupun orang
yang menjadi topik pembicaraan dengan cara merendahkan perilakunya sendiri.
This PDF is Created by Simpo Word to PDF unregistered version - http://www.simpopdf.com
Sedangkan pembawa acara (shikaisha) dalam kontes pidato diatas menggunakan
bentuk tingkatan sonkeigo untuk menghormat kepada lawan bicaranya.
3.4 Penggunaan Undak-usuk Bahasa Jawa
Bahasa Jawa mengenal undak-usuk basa dan menjadi bagian integral
dalam tata krama (etiket) masyarakat Jawa dalam berbahasa. Dialek Surakarta
biasanya menjadi rujukan dalam hal ini. Bahasa Jawa bukan satu-satunya bahasa
yang mengenal undak-usuk bahasa, karena beberapa bahasa Austronesia lain dan
bahasa-bahasa Asia Timur seperti bahasa Korea dan bahasa Sunda juga mengenal
hal semacam ini.
3.4.1 Penggunaan Ngoko
Bahasa ngoko umumnya dipakai berbicara orang tua kepada anak, cucu,
atau pada anak mudanya, percakapan terhadap orang sederajat yang tidak
memperhatikan kedudukan dan usia, atasan dan bawahannya, majikan dengan
pembantunya, dan lain-lain.
Tingkat tutur ngoko mencerminkan rasa tak berjarak antara O1 (orang
pertama) terhadap O2 (orang kedua). Artinya O1 tidak memiliki rasa segan (jiguh
pakewuh) terhadap O2, jadi buat seseorang yang ingin menyatakan keakrabannya
terhadap seseorang O2, tingkat ngoko inilah seharusnya dipakai. Teman-teman
akrab biasanya saling menggunakan ngoko. Orang-orang berstatus tinggi berhak
This PDF is Created by Simpo Word to PDF unregistered version - http://www.simpopdf.com
pula, atau justru dianggap pantas, untuk menunjukkan rasa tak enggan terhadap
orang lain yang berstatus rendah.
Contoh percakapan dalam basa ngoko :
Tono : Aku ora kulina olah raga kaya Aris. Kasenenganku ngrungokake radhio, nggambar, lan maca.
Aku tidak terbiasa berolahraga seperti Aris. Kegemaranku mendengarkan radio, menggambar, dan membaca.
Aris : Apa entuk-entukane wong sing seneng ngrungokake radhio? Apa yang didapatkan dari orang yang suka mendengarkan radio? Tono : Wah, kowe kuwi kepancal sepur, Ris! Akeh banget guna paedahe seneng
ngrungokake radhio. Bisa tambah kawruh, bisa nglipur, bisa tambah kanca, bisa ngerti kaanan sing lagi dumadi tanpa maca koran. Malah kadhang kala entuk rejeki, utawa hadiah.
Wah, kamu tuh kayak nggak tahu saja, Ris. Banyak banget manfaatnya bagi yang suka mendengarkan radio. (Misalkan) Bisa menambah pengetahuan, bisa terhibur, bisa tambah teman, bisa tahu keadaan yang terjadi tanpa membaca koran. Bahkan kadang kala mendapat rejeki atau hadiah.
Aris : Iya. Yen ngono kasenengane manungsa iku duweni guna sing maneka
warna. Sing seneng olah raga ya bakal ngundhuh uwohing olah raga, samono uga sing seneng maca ya bakal ngundhuh uwohing maca.
Ya. Kalau begitu kegemaran orang itu mempunyai manfaat yang beraneka ragam. Bagi yang gemar berolahraga akan mengambil manfaatnya dalam olah raga. Bagi yang gemar membaca pun akan mengambil manfaatnya dalam membaca.
Pada contoh dialog diatas merupakan contoh pemakaian ngoko dalam
kehidupan sehari-hari antara teman yang sudah akrab. Karena Aris dan Tono
dalam dialog diatas bisa jadi hubungannya adalah teman sebaya atau teman
sekelas di sekolahnya sehingga tidak perlu lagi menggunakan bentuk krama.
This PDF is Created by Simpo Word to PDF unregistered version - http://www.simpopdf.com
3.4.2 Penggunaan Madya
Pada dasarnya bahasa Jawa mempunyai tiga stratifikasi pokok. Pertama,
ialah ngoko yang dipakai oleh setiap penutur bahasa Jawa mulai dari anak-anak
sampai orang tua, dari yang miskin sampai yang kaya, dan yang berpendidikan
rendah sampai yang berpendidikan tinggi, dari rakyat biasa sampai para
bangsawan. Ngoko sendiri terdiri dari ngoko lugu dan ngoko alus. Ngoko lugu
biasanya dipakai untuk membahasakan diri sendiri, berbicara dengan sahabat
dekat yang umur dan status sosialnya sama, atau jika bertutur kata dengan
pendengar yang usia, status dan pendidikannya lebih rendah. Ngoko alus pada
dasarnya adalah campuran antara ngoko dan krama. Stratifikasi ini biasanya
dipakai diantara penutur dan pendengar yang bersahabat dengan tingkat
pendidikan yang tinggi dan antara anak dengan orang tua. Stratifikasi yang kedua
adalah karma madya atau biasa dikenal dengan madya (stratifikasi tengah) saja.
Madya ini biasanya digunakan dalam bertutur kata dengan orang yang tingkat
sosialnya rendah, tetapi usianya lebih tua dari penuturnya. Stratifikasi yang ketiga
adalah krama (tingkat tutur halus). Stratifikasi ini biasanya dipergunakan untuk
menunjukkan rasa hormat terhadap pandangan yang menurut perasaan penutur
memiliki tingkat social yang lebih tinggi.
Contoh percakapan dalam bentuk madya:
A : Pundi wohwohane sing becik-becik niku? Yang mana buah-buahan yang segar nih? B : Niku napa kirang becik? Apa ini kurang segar?
This PDF is Created by Simpo Word to PDF unregistered version - http://www.simpopdf.com
A : Dadi ajeng dienggo pista niku wowohane kaya mekaten. Jadi buah-buahan yang dipakai buat pesta seperti ini? B : Mboten, lha dika suntak saka senik kabeh mangke kula pilihane. Bukan. Ya kalau mau silahkan nanti saya pilihkan dari semua yang ada. A : La ajeng tuku satus niku mboten kena milih? Ya, hendak membeli seratus atau boleh memilih. B : E, kejaba ta nek ajeng tuku akeh, daweg dika pilihi sing njlimet.
Ya, kecuali kalau mau beli yang banyak, saya persilahkan memilih dengan teliti.
A : Pundi pintone. Mana bijinya. B : Nek salak enak lan gedhe-gedhe mboten onten pintone, nek kedadean
penganyange mawon dika mecah siji, nek mboten enak bali. Kalau salak yang segar dan besar-besar tidak ada bijinya, kalau memang
jadi menawar silakan dicicipi satu, kalau tidak enak tidak jadi nggak apa. A : Niki sejinah pinten? Ini sepuluh berapa? B : Patang wang. Empat ribu. A : Tobat, tobat napa siji cucuke ngrong gobang? Tobat, tobat apa satu seharga dua ratus? B : Niki mangsa murah salak, napa empun larang? Ini musim buah salak ko’ sudah mahal? A : Bener empun larang, anua niki mangsa ngantia rego ngrong gobang siji. Ya, sudah mahal, memang ini musimnya sampai dua ratus dapat satu. B : Enggih dika enyang, empun maoni wong tawa mawon. Silakan ditawar, seperti pada umumnya orang yang beli aja.
Pada contoh dialog diatas menggunakan madya ngoko dan madya krama.
Penggunaan bentuk madya ngoko paling sering dijumpai oleh para pedagang yang
berjualan di pasar yang menawarkan dagangannya seperti contoh diatas, selain itu
This PDF is Created by Simpo Word to PDF unregistered version - http://www.simpopdf.com
penggunaan madya juga dipakai oleh orang-orang yang bertempat tinggal di
daerah pedesaan atau pegunungan. Kemungkinan si A dan si B merupakan orang
daerah pegunungan ataupun pedesaan, sebab bentuk percakapan diatas
menggunakan tembung madya + ngoko + krama dan krama + krama inggil.
3.4.3 Penggunaan Krama
Bentuk krama (bahasa hormat) dilakukan dengan mempertimbangkan
jenis hubungan antara si pembicara dan si lawan bicara. Jenis hubungan yang
dimaksud ada dua, yaitu hubungan simetris dan asimetris. Pada hubungan simetris,
si pembicara dan si lawan bicara menggunakan konstruksi yang sama (misalnya,
si pembicara memakai konstruksi ngoko (bahasa biasa), dan si lawan bicara
memakai konstruksi krama (bahasa hormat). Misalnya, anak kepada orangtua,
bawahan kepada atasan, pembantu dengan majikannya.
Tingkat tutur Krama adalah tingkat yang memancarkan arti penuh sopan
santun. Tingkat ini menandakan adanya perasaan segan (pakewuh) dari O1
terhadap O2, karena O2 adalah orang yang belum dikenal, berpangkat, atau
priyayi, berwibawa dan lain-lain. Murid memakai krama terhadap gurunya,
pegawai menggunakan krama terhadap kepalanya.
Contoh percakapan bentuk krama:
Sulis : Nuwun sewu, Pak. Punapa Bapak kagungan bausastra? Permisi, Pak, Apakah Bapak punya kamus bahasa Jawa? Pak Sulih : O, duwe, duwe! Aku pancen duwe kamus basa Jawa. Óh, punya, punya! Aku memang punya kamus bahasa Jawa.
This PDF is Created by Simpo Word to PDF unregistered version - http://www.simpopdf.com
Sulis : Anggitanipun sinten, Pak? Pengarangnya siapa, Pak? Pak Sulih : Kamus kuwi karangane Pak Poerwadarminta. Kamus itu pengarangnya adalah Pak Poerwadarminta. Sulis : Punapa kinten-kinten kapareng kula ngampil, Pak? Apakah sewaktu-waktu boleh saya pinjam, Pak? Pak Sulih : Wong mung nyilih bae kok ora oleh. Kapan kanggone? Masa pinjam aja kok nggak boleh...Kapan dipakai? Sulis : Kanggenipun benjing enjing, Pak. Mau dipakai besok pagi, Pak. Pak Sulih : Yen sesuk aku arep lunga. Kalau besok aku mau pergi. Sulis : Bapak badhe tindak dateng pundi? Bapak hendak pergi kemana? Pak Sulih : Aku arep lunga menyang Madiun. Aku mau pergi ke Madiun. Sulis : Punapa ngantos nyipeng, Pak? Apakah sampai menginap, Pak? Pak Sulih : Iya, aku bakal nginep ana kana. Iya, aku akan menginap disana. Sulis : Menawi mekaten, kados pundi manawi dinten sapunika, Pak? Kalau begitu, bagaimana saat hari itu, Pak? Pak Sulih : Ora apa-apa. Malah kebeneran, iki mau lagi bae dakwaca. Tidak apa. Kebetulan, tadi baru saja aku baca. Sulis : Bapak ugi asring maos bausastra? Bapak juga sering membaca kamus bahasa Jawa? Pak Sulih: : Iya..., menawa kepingin nenulis kang endi endah. Iya...Kalau kepingin membuat karangan yang indah. Sulis : Bapak remen nyenyerat punapa kemawon? Bapak suka menulis apa saja?
This PDF is Created by Simpo Word to PDF unregistered version - http://www.simpopdf.com
Pak Sulih : Aku seneng ngarang geguritan. Aku suka mengarang cerita bacaan. Sulis : Wah, kapareng kula bekta sakpunika, Pak? Wah, kalau begitu boleh saya bawa (kamusnya), Pak? Pak Sulih : Enya, enya, gawanen! Nih, silakan bawa aja! Sulis : Matur nuwun, Pak. Nyuwun pamit. Terima kasih, Pak, Saya mohon pamit.
Pada contoh dialog Sulis mempunyai kedudukan sebagai murid sedangkan
Pak Sulih kedudukannya sebagai gurunya Sulis. Dalam hal ini penggunaan bentuk
krama digunakan dalam berbicara murid kepada gurunya (orang tua). Sedangkan
bentuk ngoko digunakan oleh guru (orang tua) terhadap muridnya. Dalam
unggah-ungguh basa Jawa sudah semestinya orang yang lebih muda
menghormati orang yang lebih tua. Orang yang lebih tua disini bisa saja meliputi:
Bapak/Ibu guru, orang tua sendiri maupun orang tua orang lain.
3.4.3.1 Penggunaan Krama Inggil
Kelompok kata yang secara langsung meninggikan dan meluhurkan diri
dengan yang diacu disebut sebagai kata krama inggil. Krama inggil menyangkut
apresiasi dan status sosial yang erat sekali dengan etika dan sopan santun. Pada
umumnya krama inggil digunakan oleh bawahan kepada atasan, anak kepada
orang tua, dan murid kepada gurunya, dipakai saat pranata cara (pidato serah
terima pengantin dalam adat Jawa), undangan, selain itu krama inggil dipakai juga
dalam dunia hiburan seperti pedhalangan (wayang).
This PDF is Created by Simpo Word to PDF unregistered version - http://www.simpopdf.com
Krama inggil biasanya digunakan oleh priyayi cilik kepada priyayi gedhe,
orang muda kepada orang tua, dan ketika membicarakan priyayi luhur. Dalam
masyarakat basa krama inggil sudah jarang terdengar lagi kecuali di dalam
lingkungan kraton. Basa krama inggil yang dipakai dalam lingkungan kraton
dikenal dengan sebutan bahasa kedhaton.
Bahasa kedhaton adalah bahasa yang digunakan untuk berbicara oleh para
sentana dan abdidalem pada saat menghadap Ingkang Sinuwun ‘Raja atau
Pangeran Adipati Anom’, Pangeran calon Raja atau untuk percakapan dalam
kraton. Jadi, kalau berbicara dengan raja mengenai apa saja, bahasa yang
digunakan harus basa kedhaton dalam bentuk krama inggil. Wujud bahasa ini
berupa kata-kata krama yang bercampur dengan bahasa krama inggil terhadap
orang yang diajak berbicara. Bahasa kedhaton digunakan di kraton Surakarta,
sementara bahasa kedhaton yang digunakan dalam kraton Yogyakarta disebut
bahasa bagongan. Selain krama inggil ada krama desa, yang kata-katanya yaitu
krama dicampur dengan krama desa yang biasa untuk menyebut nama kota atau
tempat.
Contoh penggunaan krama inggil dalam percakapan:
Caraka : Saben enjing Bapak wungu pukul pinten? Setiap pagi Bapak bangun jam berapa? Pak Hana : Aku kulina tangi jam setengah lima. Saya biasa bangun jam setengah lima. Caraka : Kalawau enjing tindak-tindak dumugi pundi? Tadi pagi jalan-jalan sampai mana? Pak Hana : Aku mlaku-mlaku tekan setadhiyon Pringgadani.
This PDF is Created by Simpo Word to PDF unregistered version - http://www.simpopdf.com
Saya jalan-jalan sampai stadion Pringgadani. Caraka : Menawi kula nderek punapa kapareng? Kalau saya ikut boleh nggak? Pak Hana : Kena melu. Lah kowe kulina tangi jam pira? Ikut boleh. Kalau kamu biasa bangun jam berapa? Caraka : Kula kulina tangi pukul setengah gangsal. Saya biasa bangun jam setengah lima. Pak Hana :Yen mengkono malah kebeneran. Kowe teka ing ngarepanku
sadurunge jam lima, aku mesthi wis siyap! Kalau begitu kebetulan. Kamu datang aja di depan rumahku
sebelum jam lima, saya pasti dah siap!. Caraka : Inggih, kula badhe dumugi ngrika saderengipun pukul gangsal.
Sapunika Bapak badhe tindak dhateng pundi? Baiklah, saya akan datang kesana sebelum jam lima. Setelah itu
Bapak hendak pergi kemana? Pak Hana : Aku arep lunga menyang Semarang. Saya mau pergi ke Semarang. Caraka : Nitih punapa saking ngriki? Dari sini mau naik apa? Pak Hana : Numpak bis bae. Naik bus aja. Caraka : Lajeng, kunduripun benjing punapa? Lalu, pulangnya hari apa? Pak Hana : Sesuk aku wis mulih, mung sadina kok. Besuk saya udah pulang, cuma sehari aja. Caraka : Mangke ndalu nyare wonten ing pundi? Nanti malam menginap dimana? Pak Hana : Bab nginep gampang. Aku duwe tepungan akeh. Masalah nginap itu mudah.’ ‘Saya punya banyak kenalan. Caraka : Sarawuhipun mangke, punapa inggih badhe tindak kantor? Kalau sudah datang nanti, apa hendak berangkat ke kantor? Pak Hana : Iya..., kudu! Nadyan teka esuk ya kudu mangkat.
This PDF is Created by Simpo Word to PDF unregistered version - http://www.simpopdf.com
Iya...harus!’ ‘Walaupun datangnya pagi ya harus berangkat. Caraka :Wah, Bapak punika sanyata abdi nagari ingkang dhisiplin.
Kaparenga kula nyuwun resepipun, Pak? Wah, Bapak orangnya ternyata taat dengan aturan negara yang
disiplin. Kalau boleh saya minta resepnya, Pak? Pak Hana : Ah, gampang! Ora njaluk, yen kowe gelem melu mlaku mlaku aku,
mesthi dakwenehi. Ah, mudah!’Tidak minta, kalau kamu mau ikut saya jalan-jalan
pasti tak kasih. Caraka : Estu nggih, Pak, kula dipun paringi. Benar ya, Pak, saya diberi. Pak Hana : Iya..., iya...! Wis ya, kae bise! ‘Ya...ya...! Údah dulu ya, itu busnya!
Pada contoh dialog kedudukan Caraka merupakan orang yang mempunyai
status di bawah Pak Hana. Bisa jadi Pak Hana merupakan orang yang berpangkat
lebih tinggi dibanding dengan Caraka. Maka dari itu, sudah seharusnya Caraka
dalam berbicara dengan Pak Hana mengggunakan bentuk krama inggil, bentuk
menghormat untuk berbicara kepada lawan bicaranya yang memiliki kedudukan
yang lebih tinggi, seperti bawahan kepada atasan, priyayi cilik dengan priyayi
gedhe, dan lain-lain.
3.4.3.2 Penggunaan Krama Andhap
Krama andhap merupakan kelompok kata yang menghormat orang yang
diacu dengan cara merendahkan diri sendiri. Bentuk krama andhap dipakai oleh
orang tua kepada anaknya, bawahan kepada atasan. Penggunaan krama andhap
sejalan dengan pemakaian krama inggil. Karena pemakai ragam bahasa ini adalah
This PDF is Created by Simpo Word to PDF unregistered version - http://www.simpopdf.com
orang pertama (pembicara) dan orang-orang yang termasuk ke dalam kelompok
pembicara. Misalnya, keluarga pembicara.
Berikut contoh percakapan dalam krama andhap:
Bu Broto : Hallo. Halo. Rifki : Sugeng sonten, Bu, menapa punika dalemipun Pak Broto? Selamat sore, Bu, apakah benar ini rumah Pak Broto? Bu Broto : Inggih leres. Kula Bu Broto.
Iya benar.’ ‘Saya Bu Broto.
Rifki : Nuwun Bu, kula Rifki muridipun Pak Broto. Menawi kapareng kula badhe matur kaliyan Pak Broto.
Maaf Bu, saya Rifki muridnya Pak Broto. Kalau boleh saya mau berbicara dengan Pak Broto.
Bu Broto : Oh, mbak Rifki ta...inggih wonten. (Pak iki ana telpon saka Rifki, murid panjenengan)
Oh, mbak Rifki ya...Iya, ada. (Pak, ini ada telpon dari Rifki, murid kamu).
Pak Broto : Halo Rifki, piye kabare?
Halo, Rifki, bagaimana kabarnya?
Rifki : Pangestunipun Bapak, sae. Kaparenga matur Pak, menawi boten wonten pambengan kula suwun bapak rawuh ing griya kula, ingkang saperlu ngrawuhi syukuran dinten ulang taun kula ingkang kaping 16. Dene wancinipun jam 09.00 enjing.
Berkat doanya Bapak, baik-baik saja. Saya mau menyampaikan, Pak, kalau tidak ada halangan saya mohon bapak datang ke rumah saya dalam rangka menghadiri pesta ulang tahun saya yang ke 16. Waktunya jam 09.00 pagi.
Pak Broto : Lha sing nekani sapa bae?
La, yang datang siapa aja?
This PDF is Created by Simpo Word to PDF unregistered version - http://www.simpopdf.com
Rifki : Kanca-kanca setunggal kelas, Pak!
Teman-teman sekelas, Pak!
Pak Broto : Iya, kebeneran sesuk ora ana acara liya, mula dak usahaake bisa teka.
Iya, kebetulan besok saya tidak ada acara lain, maka tak usahakan datang.
Rifki : Inggih, Pak, matur nuwun sanget.
Iya, Pak, terima kasih banyak.
Pada contoh dialog diatas Rifki menggunakan krama andhap dalam
mengundang Pak Broto untuk datang dalam acara pesta ulang tahunnya. Karena
Pak Broto kedudukannya lebih tinggi (guru) dari Rifki (murid), sudah selayaknya
Rifki memakai ragam bahasa ini dalam bahasa mengajak atau mengundang.
Dalam undak-usuk bahasa Jawa, bahasa yang bertujuan mempersilahkan
seseorang yang kedudukannya lebih tinggi, mengundang dalam suatu acara (yang
diundang kedudukannya lebih tinggi dari yang mengundang) umumnya
menggunakan bentuk krama andhap.
3.5 Perbedaan Bentuk Tingkatan Bahasa Jepang dan Undak-Usuk Bahasa
Jawa
Dalam bahasa Jepang semua kata dari ragam futsuu akan mengalami
perubahan dalam ragam teinei, meskipun bukan perubahan kata secara total yang
This PDF is Created by Simpo Word to PDF unregistered version - http://www.simpopdf.com
membentuk kata baru, tetapi hanya menambahkan kopula desu atau verba bantu
masu di akhir kalimat. Kopula desu akan menempel pada kata benda dan ajektiva,
sedangkan verba bantu –masu akan menempel pada kata kerja. Sedangkan dalam
bahasa Jawa, perubahan ngoko ke krama lebih variatif. Ada yang tidak mengalami
perubahan kata sama sekali, tetapi ada pula kata dari ngoko yang berjumlah total
dalam ragam krama sehingga terbentuk kata baru. Dalam bahasa Jepang hampir
semua kata futsuu bisa diubah ke dalam bentuk teinei maupun sonkeigo,
sedangkan bahasa Jawa ragam ngoko ada yang memilki padanan dalam krama
saja tetapi dalam krama inggil padanan katanya tidak ada. Untuk lebih jelasnya
perhatikan contoh tabel leksikon berikut ini:
NO. LEKSIKON
FUTSUUGO
LEKSIKON
TEINEIGO
LEKSIKON
NGOKO
LEKSIKON
KRAMA ARTI
1. Kau Kaimasu Tuku Tumbas Membeli
2. Miru Mimasu Nonton Mirsani Melihat
3. Iru Imasu Ono Wonten Ada
4. Kuru Kimasu Teka Dugi Datang
5. Iu Iimasu Kandha Matur Berkata
No. LEKSIKON
FUTSUUGO
LEKSIKON
SONKEIGO
LEKSIKON
NGOKO
LEKSIKON
KRAMA
INGGIL
ARTI
1. Kaeru Okaeri ni Mulih Kondur Pulang
This PDF is Created by Simpo Word to PDF unregistered version - http://www.simpopdf.com
naru
2. Nomu Onomi ni
naru Ngombe Ngunjuk Minum
3. Taberu Meshi agaru Mangan Dhahar Makan
4. Miru Goran ni
naru Nonton Mirsani Melihat
5. Matsu Omachi
kudasai Ngenteni Ngentosi Menunggu
6. Iu Ossharu Kandha Ngendika Berkata
7. Iku Ikareru Lunga Tindak Pergi
Selain verba dalam tingkatan sonkeigo, nomina dalam tingkatan sonkeigo juga
memiliki kesamaan dalam leksikon krama inggil, diantaranya seperti dalam tabel
dibawah ini:
NO. SONKEIGO KRAMA INGGIL ARTI
1. Otaku Dalem Rumah
2. Okarada Slira Badan
3. Otoosan Rama Bapak
4. Onomimono Unjukan Minuman
5. Ohaka Pasarehan Makam
This PDF is Created by Simpo Word to PDF unregistered version - http://www.simpopdf.com
Kosakata tingkatan kenjoogo dalam bahasa Jepang, jauh lebih banyak
daripada kosakata krama andhap dalam bahasa Jawa, dan hampir semua kata
kerja di ‘’Krama Andhap-kan’’ dengan menggunakan prefiks dan verba bantu.
Bahasa Jawa tidak memiliki krama adhap untuk kata kerja seperti
‘’pergi/datang/ada/makan’’ dan sebagainya. Timbul pertanyaan, mengapa jumlah
kata krama andhap begitu sedikit? Jawabannya, menurut tafsiran penulis, kata
krama dalam bahasa Jawa itu sudah mempunyai nuansa merendahkan diri yang
sepadan dengan tingkatan kenjoogo dalam bahasa Jepang. Untuk lebih jelasnya
This PDF is Created by Simpo Word to PDF unregistered version - http://www.simpopdf.com
と尊敬語に変えることができるが Ngoko の単語に対応たいおう
する Krama の単語はあっ
ても、Krama Inggil にはない場合などがある。そして、日本語には活用があるが、
ジャワ語には活用がない。 例えば、Mangan [食べる]は、現在げんざい
、進行中しんこうちゅう
、過去か こ
など時制じせい
、アスペクトを表す活用がない。
日本語は「内」と「外」の概念があり、だれと話すか、だれについて話してい
るかに重点が置かれるが、ジャワ語は、そのような概念がいねん
はない。ジャワ語では、
話し手の会社であれ、それ以外の会社であれ、目上の人またはよく知らない人に
対する場合には敬語を使う。
日本語とジャワ語のスピーチレベルは何百年もの間に、社会階級を背景に生
じたものである。日本では、皇族こうぞく
、貴族きぞく
、武士ぶ し
、農民のうみん
、商 人しょうにん
、職 人しょくにん
および
庶民しょみん
の社会階級がある。ジャワでは、王族おうぞく
、貴族、商人、農民、漁師りょうし
、庶民と
いうのがある。 日本およびジャワのコミュニティにおける存在はそれぞれの階
級によってそれぞれ異なったレベルを産んだ。
残念ながら、日本語の待遇表現やジャワ語の敬語体系の使用法に若者はあま
り注意を払っていない。日本語の尊敬語と謙譲語の形で使用法に多数たすう
の間違まちが
いが
This PDF is Created by Simpo Word to PDF unregistered version - http://www.simpopdf.com
見られることや、ジャワ語のクロモ・アンダップ(Krama Andhap)とクロモ・
インギル(Krama Inggil)の使用法の誤りなどからそのことが分かる。日本語学
習者もジャワ語学習者も日本語の待遇表現やジャワ語の敬語体系をもっと勉強す
るべきだと筆者は考える。これらは国の文化の一つものだから、大切にするべき
だと思う。
This PDF is Created by Simpo Word to PDF unregistered version - http://www.simpopdf.com
LAMPIRAN
This PDF is Created by Simpo Word to PDF unregistered version - http://www.simpopdf.com
1. Contoh penggunaan teineigo dalam percakapan:
Yuki :すみません、ちょっと教えてください。 Sumimasen, chotto oshiete kudasai. Maaf, mohon informasi sebentar. Polisi :いいですよ。何ですか。 Ii desu yo. Nan desu ka? Iya, ada apa? Yuki :ビストロというレストランにはどう行けばいいのですか。 Bisutoro to iu resutoran ni wa dou ikeba ii no desu ka.
Jalan ke Restoran Bistro lewat mana?
Polisi :ビストロですね。信号のところまでまっすぐ行って、右に曲がっ
てださい。そして、2~3分歩くと右側に見えます。 Bisutoran desu ne. Shingo no tokoro made massugu itte, migi ni magatte kudasai. Soshite, ni-sanpun aruku to, migi ni miemasu. (Restoran) Bistro ya.’ ‘Jalan lurus saja sampai di lampu merah, terus belok kanan.’ ‘Setelah itu jalan lurus selama 2-3 menit, restorannya ada di sebelah kanan.
Satoru :今日、赤を着すぎじゃない? Kyou, aka wo kisugi janai? Kamu nggak kebanyakan pakai merah hari ini? Mira :別に、いいじゃん!赤が好きだから。 Betsu ni, ii jan! Aka ga suki dakara. Emangnya kenapa? Aku, kan, suka merah. Satoru :ジャケットもイヤリングも靴も全部赤だよ。 Jaketto mo iyaringu mo kutsu mo zenbu aka da yo. Dari jaket, anting-anting, sampai sepatu merah semua. Mira :バッグも赤だよ。
This PDF is Created by Simpo Word to PDF unregistered version - http://www.simpopdf.com
Baggu mo aka da yo. ‘Tasku juga merah.’ Satoru :そうだ。バッグも! Sou da. Baggu mo! Oh, ya. Tasnya juga! Mira :なによ?文句ある? Nani yo? Monku aru? Kenapa, sih?’ ‘Ada masalah? Satoru :俺、赤きらいんだよな。 Ore, aka kirain da yo na. Aku benci warna merah. Mira :へ?うそ!赤きらいの? He? Uso! Aka kirai no? Hah? Yang bener?’ ‘Kamu benci merah? Satoru :彼女は赤がこんなに好きじゃ、困るな。 Kanojo wa aka konna ni suki ja, komaru na. Kalau pacarku sesuka ini sama merah, gawat juga. Mira :じゃあ、どうする?別れたほうがいいっていうの? Jaa, dou suru? Wakareta hou ga iitte iu no? Terus mau bagaimana? Maksud kamu, lebih baik kita putus? Satoru :そうは言ってないだろう~。
Sou wa itte nai darou... ‘Aku kan, nggak bilang begitu…’
(Kusmaryani, 2010:54-56)
3. Contoh penggunaan sonkeigo dalam percakapan:
Sudirno :もしもし、そちらは「ビストロ」ですか。 Moshi-moshi, sochira wa ‘Bisutoro’ desu ka. Halo, disitu restoran Bistro? CS :はい、「ビストロ」でございます。 Hai, ‘Bisutoro’ de gozaimasu. Benar’. ‘Disini ‘Bistro. Sudirno :7:30に 2名予約したいのですが。。。 Shichijihan ni 2 mei yoyaku shitai no desu ga…
This PDF is Created by Simpo Word to PDF unregistered version - http://www.simpopdf.com
Saya ingin reservasi untuk 2 orang di pukul 19.30. CS :申し訳ございません。電話回線の状態が悪いようです。も
う一度おっしゃってくださいませんか。 Moushiwake gozaimasen. Denwa kaisen no joutai ga warui you
desu. Mou ichido osshatte kudasaimasen ka. Maaf’. ‘Sepertinya koneksi telpon sedang agak buruk’. ‘Bisa
tolong ulangi sekali lagi? Sudirno :はい、今週金曜日の7:30に2人分の席が取れますか。
Hai. Konshuu kinyoubi no shichijihan ni futari-bun no seki ga toremasu ka? ‘Baik.’ ‘Apakah saya bias res rvasi untuk 2 orang di hari Jum’at pukul 19.30?’
CS :お調べします。申し訳ございません。金曜日は混んでおり
まして、お席にご案内できるのは一番早くて8:30となっ
ておりますが。。。 Oshaberi shimasu. Moushiwake gozaimasen. Kinyoubi wa konde
orimashite, oseki ni go annai dekiru no wa ichiban hayakute hachijihan to natte orimasu ga…
Saya cek dulu.’ ‘Maaf, Pak.’ ‘Hari Jum’at penuh, saya bisa antar Bapak ke kursi paling cepat pukul 20.30…’
Sudirno :そうですか。。。 Sou desu ka… Begitu, ya… CS :もし早めにお出でになるのでしたら、テーブルが空くまで
バーでお飲み物でもいかがでしょうか。 Moshi hayame ni oide ni naru no deshitara, teeburu ga aku made
baa de onomimono demo ikaga deshou ka. Kalau Bapak bisa datang lebih cepat, bagaimana kalau sambil
menunggu kursi kosong, minum dulu di bar? Sudirno :ああ、それはいいですね。ありがとう。。。 Aa, sore wa ii desu ne. Arigatou… Ah, boleh juga. Terima kasih… CS :ではお二人ですね。お名前は。。。? Dewa, o-futari desu ne. Onamae wa…? Jadi, dua orang ya. Namanya…?
This PDF is Created by Simpo Word to PDF unregistered version - http://www.simpopdf.com
Sudirno :スデイルノ、S-U-D-I-R-N-O…それと窓側禁煙席でお願い
しますか。 Sudirno, S-U-D-I-R-N-O…, sore to madogawa wa kin’en seki de
onegai dekimasu ka. Sudirno, S-U-D-I-R-N-O…, dan bisa minta kursi non-smoking di
sebelah jendela? CS :もちろんです。問題ありません。では、スデイルノ様、金
曜日8:30でご予約賜りました。 Mochiron desu. Mondai arimasen. Dewa Sudirno-sama, kinyoubi hachijihan de go yoyaku tamawarimashita. Tentu bias.’ ‘Tidak ada masalah.’ ‘Baik, Bapak Sudirno, reservasi untuk jum’at pukul 20.30 ya.
Shikaisha : Yuushou omedetou gozaimasu. Subarashii supiichi deshita. Selamat menjadi juara. Pidato anda bagus sekali. ミラー :ありがとうございます。 Mira : Arigatou gozaimasu. Terima kasih. 司会者 :緊張なさいましたか。 Shikaisha : Kinchou nasaimashita ka. Apakah anda grogi? ミラー :はい、とても緊張いたしました。 Mira : Hai, totemo kinchou itashimashita. Ya, saya groggi sekali. 司会者 :テレビで放送されることはご存知でしたか。 Shikaisha : Terebi de housou sareru koto wa gozonji deshita ka. Apakah anda tahu bahwa lomba pidato disiarkan di televise? ミラー :はい。ビデオにとって、アメリカの両親にも見せたいと
思っております。
This PDF is Created by Simpo Word to PDF unregistered version - http://www.simpopdf.com
Mira : Hai. Bideo ni totte, Amerika no ryoushin ni mo misetai to omotte orimasu. Ya, saya tahu. Saya ingin merekam di video dan memperlihatkannya kepada orang tua saya di Amerika. 司会者 :賞金は何にお使いになりますか。 Shikaisha : Shoukin wa nani ni otsukai ni narimasu ka. Hadiah uangnya mau anda gunakan untuk apa? ミラー :そうですね。私は動物が好きで、子供のときからアフリカ
へ行くのが夢でした。 Mira : Sou desu ne. Watashi wa doubutsu ga suki de, kodomo no toki kara Afurika e iku no ga yume deshita. Apa ya? Saya suka binatang sejak kecil, dan pergi ke Afrika adalah impian saya. 司会者 :じゃ、アメリカへ行かれますか。 Shikaisha : Ja, Amerika e ikaremasu ka. Kalau begitu, apakah anda akan pergi ke Afrika? ミラー :はい。アフリカの自然の中できりんや像を見たいと
思います。 Mira : Hai. Afurika no shizen no naka de kirin ya zoo o mitai to omotte imasu. Ya. Saya ingin melihat jerapah dan gajah di alam Afrika. 司会者 :子供のころの夢がかなうんですね。 Shikaisha : Kodomo no koro no yume ga kanaun desu ne. Impian anda sejak kecil menjadi kenyataan. ミラー :はい。あのう、最後にひとことよろしいでしょうか。 Mira : Hai. Anou, saigo ni hito koto yoroshii deshou ka. Ya. Eh, terahir, bolehkah saya menyampaikan sesuatu? 司会者 :どうぞ。 Shikaisha : douzo. Silakan. ミラー :このスピーチ大会に出るために、いろいろご協力 くださった皆様に心から感謝いたします。 Mira : Kono supiichi taikai ni deru tame ni, iro iro gokyouryoku kudasatta minasama ni kokoro kara kansha itashimasu. Saya setulusnya mengucapkan terima kasih kepada anda sekalian atas bantuan dan kerjasama untuk ikut lomba pidato ini.
This PDF is Created by Simpo Word to PDF unregistered version - http://www.simpopdf.com
(Ogawa, 1998: 203) 5. Contoh penggunaan basa ngoko dalam percakapan:
Tono : Aku ora kulina olah raga kaya Aris. Kasenenganku ngrungokake radhio, nggambar, lan maca.
Aku tidak terbiasa berolahraga seperti Aris. Kegemaranku mendengarkan radio, menggambar, dan membaca.
Aris : Apa entuk-entukane wong sing seneng ngrungokake radhio? Apa yang didapatkan dari orang yang suka mendengarkan radio? Tono : Wah, kowe kuwi kepancal sepur, Ris! Akeh banget guna paedahe seneng
ngrungokake radhio. Bisa tambah kawruh, bisa nglipur, bisa tambah kanca, bisa ngerti kaanan sing lagi dumadi tanpa maca koran. Malah kadhang kala entuk rejeki, utawa hadiah.
Wah, kamu tuh kayak nggak tahu saja, Ris. Banyak banget manfaatnya bagi yang suka mendengarkan radio. (Misalkan) Bisa menambah pengetahuan, bisa terhibur, bisa tambah teman, bisa tahu keadaan yang terjadi tanpa membaca koran. Bahkan kadang kala mendapat rejeki atau hadiah.
Aris : Iya. Yen ngono kasenengane manungsa iku duweni guna sing maneka
warna. Sing seneng olah raga ya bakal ngundhuh uwohing olah raga, samono uga sing seneng maca ya bakal ngundhuh uwohing maca.
Ya. Kalau begitu kegemaran orang itu mempunyai manfaat yang beraneka ragam. Bagi yang gemar berolahraga akan mengambil manfaatnya dalam olah raga. Bagi yang gemar membaca pun akan mengambil manfaatnya dalam membaca.
(Priyantono, 2008: 45)
6. Contoh penggunaan madya dalam percakapan:
A : Pundi wohwohane sing becik-becik niku? Yang mana buah-buahan yang segar nih? B : Niku napa kirang becik? Apa ini kurang segar? A : Dadi ajeng dienggo pista niku wowohane kaya mekaten. Jadi buah-buahan yang dipakai buat pesta seperti ini? B : Mboten, lha dika suntak saka senik kabeh mangke kula pilihane. Bukan. Ya kalau mau silahkan nanti saya pilihkan dari semua yang ada.
This PDF is Created by Simpo Word to PDF unregistered version - http://www.simpopdf.com
A : La ajeng tuku satus niku mboten kena milih? Ya, hendak membeli seratus atau boleh memilih. B : E, kejaba ta nek ajeng tuku akeh, daweg dika pilihi sing njlimet.
Ya, kecuali kalau mau beli yang banyak, saya persilahkan memilih dengan teliti.
A : Pundi pintone. Mana bijinya. B : Nek salak enak lan gedhe-gedhe mboten onten pintone, nek kedadean
penganyange mawon dika mecah siji, nek mboten enak bali. Kalau salak yang segar dan besar-besar tidak ada bijinya, kalau memang
jadi menawar silakan dicicipi satu, kalau tidak enak tidak jadi nggak apa. A : Niki sejinah pinten? Ini sepuluh berapa? B : Patang wang. Empat ribu. A : Tobat, tobat napa siji cucuke ngrong gobang? Tobat, tobat apa satu seharga dua ratus? B : Niki mangsa murah salak, napa empun larang? Ini musim buah salak ko’ sudah mahal? A : Bener empun larang, anua niki mangsa ngantia rego ngrong gobang siji. Ya, sudah mahal, memang ini musimnya sampai dua ratus dapat satu. B : Enggih dika enyang, empun maoni wong tawa mawon. Silakan ditawar, seperti pada umumnya orang yang beli aja.
(Purwadi, 2005:29)
7. Contoh penggunaan krama dalam percakapan:
Sulis : Nuwun sewu, Pak. Punapa Bapak kagungan bausastra? Permisi, Pak, Apakah Bapak punya kamus bahasa Jawa? Pak Sulih : O, duwe, duwe! Aku pancen duwe kamus basa Jawa. Óh, punya, punya! Aku memang punya kamus bahasa Jawa. Sulis : Anggitanipun sinten, Pak? Pengarangnya siapa, Pak?
This PDF is Created by Simpo Word to PDF unregistered version - http://www.simpopdf.com
Pak Sulih : Kamus kuwi karangane Pak Poerwadarminta. Kamus itu pengarangnya adalah Pak Poerwadarminta. Sulis : Punapa kinten-kinten kapareng kula ngampil, Pak? Apakah sewaktu-waktu boleh saya pinjam, Pak? Pak Sulih : Wong mung nyilih bae kok ora oleh. Kapan kanggone? Masa pinjam aja kok nggak boleh...Kapan dipakai? Sulis : Kanggenipun benjing enjing, Pak. Mau dipakai besok pagi, Pak. Pak Sulih : Yen sesuk aku arep lunga. Kalau besok aku mau pergi. Sulis : Bapak badhe tindak dateng pundi? Bapak hendak pergi kemana? Pak Sulih : Aku arep lunga menyang Madiun. Aku mau pergi ke Madiun. Sulis : Punapa ngantos nyipeng, Pak? Apakah sampai menginap, Pak? Pak Sulih : Iya, aku bakal nginep ana kana. Iya, aku akan menginap disana. Sulis : Menawi mekaten, kados pundi manawi dinten sapunika, Pak? Kalau begitu, bagaimana saat hari itu, Pak? Pak Sulih : Ora apa-apa. Malah kebeneran, iki mau lagi bae dakwaca. Tidak apa. Kebetulan, tadi baru saja aku baca. Sulis : Bapak ugi asring maos bausastra? Bapak juga sering membaca kamus bahasa Jawa? Pak Sulih: : Iya..., menawa kepingin nenulis kang endi endah. Iya...Kalau kepingin membuat karangan yang indah. Sulis : Bapak remen nyenyerat punapa kemawon? Bapak suka menulis apa saja? Pak Sulih : Aku seneng ngarang geguritan. Aku suka mengarang cerita bacaan.
This PDF is Created by Simpo Word to PDF unregistered version - http://www.simpopdf.com
Sulis : Wah, kapareng kula bekta sakpunika, Pak? Wah, kalau begitu boleh saya bawa (kamusnya), Pak? Pak Sulih : Enya, enya, gawanen! Nih, silakan bawa aja! Sulis : Matur nuwun, Pak. Nyuwun pamit. Terima kasih, Pak, Saya mohon pamit.
(Yatmana, 2003: 42)
8. Contoh penggunaan krama inggil dalam percakapan:
Caraka : Saben enjing Bapak wungu pukul pinten? Setiap pagi Bapak bangun jam berapa? Pak Hana : Aku kulina tangi jam setengah lima. Saya biasa bangun jam setengah lima. Caraka : Kalawau enjing tindak-tindak dumugi pundi? Tadi pagi jalan-jalan sampai mana? Pak Hana : Aku mlaku-mlaku tekan setadhiyon Pringgadani. Saya jalan-jalan sampai stadion Pringgadani. Caraka : Menawi kula nderek punapa kapareng? Kalau saya ikut boleh nggak? Pak Hana : Kena melu. Lah kowe kulina tangi jam pira? Ikut boleh. Kalau kamu biasa bangun jam berapa? Caraka : Kula kulina tangi pukul setengah gangsal. Saya biasa bangun jam setengah lima. Pak Hana :Yen mengkono malah kebeneran. Kowe teka ing ngarepanku
sadurunge jam lima, aku mesthi wis siyap! Kalau begitu kebetulan. Kamu datang aja di depan rumahku
sebelum jam lima, saya pasti dah siap!. Caraka : Inggih, kula badhe dumugi ngrika saderengipun pukul gangsal.
Sapunika Bapak badhe tindak dhateng pundi? Baiklah, saya akan datang kesana sebelum jam lima. Setelah itu
Bapak hendak pergi kemana? Pak Hana : Aku arep lunga menyang Semarang.
This PDF is Created by Simpo Word to PDF unregistered version - http://www.simpopdf.com
Saya mau pergi ke Semarang. Caraka : Nitih punapa saking ngriki? Dari sini mau naik apa? Pak Hana : Numpak bis bae. Naik bus aja. Caraka : Lajeng, kunduripun benjing punapa? Lalu, pulangnya hari apa? Pak Hana : Sesuk aku wis mulih, mung sadina kok. Besuk saya udah pulang, cuma sehari aja. Caraka : Mangke ndalu nyare wonten ing pundi? Nanti malam menginap dimana? Pak Hana : Bab nginep gampang. Aku duwe tepungan akeh. Masalah nginap itu mudah.’ ‘Saya punya banyak kenalan. Caraka : Sarawuhipun mangke, punapa inggih badhe tindak kantor? Kalau sudah datang nanti, apa hendak berangkat ke kantor? Pak Hana : Iya..., kudu! Nadyan teka esuk ya kudu mangkat. Iya...harus!’ ‘Walaupun datangnya pagi ya harus berangkat. Caraka :Wah, Bapak punika sanyata abdi nagari ingkang dhisiplin.
Kaparenga kula nyuwun resepipun, Pak? Wah, Bapak orangnya ternyata taat dengan aturan negara yang
disiplin. Kalau boleh saya minta resepnya, Pak? Pak Hana : Ah, gampang! Ora njaluk, yen kowe gelem melu mlaku mlaku aku,
mesthi dakwenehi. Ah, mudah!’Tidak minta, kalau kamu mau ikut saya jalan-jalan
pasti tak kasih. Caraka : Estu nggih, Pak, kula dipun paringi. Benar ya, Pak, saya diberi. Pak Hana : Iya..., iya...! Wis ya, kae bise! ‘Ya...ya...! Údah dulu ya, itu busnya!
(Yatmana, 2003: 41-42)
This PDF is Created by Simpo Word to PDF unregistered version - http://www.simpopdf.com
9. Contoh penggunaan krama andhap dalam percakapan:
Bu Broto : Hallo. Halo. Rifki : Sugeng sonten, Bu, menapa punika dalemipun Pak Broto? Selamat sore, Bu, apakah benar ini rumah Pak Broto? Bu Broto : Inggih leres. Kula Bu Broto.
Iya benar.’ ‘Saya Bu Broto.
Rifki : Nuwun Bu, kula Rifki muridipun Pak Broto. Menawi kapareng kula badhe matur kaliyan Pak Broto.
Maaf Bu, saya Rifki muridnya Pak Broto. Kalau boleh saya mau berbicara dengan Pak Broto.
Bu Broto : Oh, mbak Rifki ta...inggih wonten. (Pak iki ana telpon saka Rifki, murid panjenengan)
Oh, mbak Rifki ya...Iya, ada. (Pak, ini ada telpon dari Rifki, murid kamu).
Pak Broto : Halo Rifki, piye kabare?
Halo, Rifki, bagaimana kabarnya?
Rifki : Pangestunipun Bapak, sae. Kaparenga matur Pak, menawi boten wonten pambengan kula suwun bapak rawuh ing griya kula, ingkang saperlu ngrawuhi syukuran dinten ulang taun kula ingkang kaping 16. Dene wancinipun jam 09.00 enjing.
Berkat doanya Bapak, baik-baik saja. Saya mau menyampaikan, Pak, kalau tidak ada halangan saya mohon bapak datang ke rumah saya dalam rangka menghadiri pesta ulang tahun saya yang ke 16. Waktunya jam 09.00 pagi.
Pak Broto : Lha sing nekani sapa bae?
La, yang datang siapa aja?
Rifki : Kanca-kanca setunggal kelas, Pak!
This PDF is Created by Simpo Word to PDF unregistered version - http://www.simpopdf.com
Teman-teman sekelas, Pak!
Pak Broto : Iya, kebeneran sesuk ora ana acara liya, mula dak usahaake bisa teka.
Iya, kebetulan besok saya tidak ada acara lain, maka tak usahakan datang.
Rifki : Inggih, Pak, matur nuwun sanget.
Iya, Pak, terima kasih banyak.
(Subroto, 2008: 16)
This PDF is Created by Simpo Word to PDF unregistered version - http://www.simpopdf.com
Istilah Bahasa Jepang
1. Sonkeigo: bahasa untuk mengungkapkan perasaan hormat kepada orang
yang statusnya lebih tinggi (orang yang tidak akrab, orang luar, orang
yang memang harus dihormati
2. Kenjoogo: merupakan bentuk kata yang mendekati bentuk sopan
(teineigo) untuk menunjukkan perasaan hormat kepada lawan bicara
dengan cara merendahkan diri sendiri dimana yang menjadi topik
pembicaraan adalah si pembicara sendiri (orang dalam).
3. Teineigo: bentuk untuk mengungkapkan perasaan hormat kepada lawan
bicara.
4. Futsuugo: digunakan pada waktu berbicara dengan orang yang akrab
(keluarga, teman, dll) dan merupakan bentuk yang tidak menunjukkan
perasaan hormat.
5. Keigo: dipakai untuk menghaluskan bahasa yang dipakai orang pertama
(pembicara atau penulis), untuk menghormati orang kedua (pendengar
atau pembaca) dan orang ketiga (yang dibicarakan).
6. Uchi: kelompok orang yang ada dilingkungan sendiri, seperti orang-orang
di lingkungan keluarga, kantor pembicara, sekolah, klub sekolah atau
kelompok masyarakat
7. Soto: kelompok orang yang diluar lingkungan keluarga, kantor pembicara,
sekolah, klub sekolah atau kelompok masyarakat
This PDF is Created by Simpo Word to PDF unregistered version - http://www.simpopdf.com
Istilah Bahasa Jawa
1. Abdi dalem: orang yang mengabdi dalam kerajaan, pembantu dalam kerajaan
2. Antya basa: dibentuk dari ngoko dicampur dengan kata-kata krama inggil dipakai
untuk orang yang diajak berbicara, untuk menyatakan hormat.
3. Basa antya: dibentuk dari ngoko dicampur dengan kata-kata krama dan krama
inggil.
4. Durung jawa: belum paham dengan adanya aturan ke-Jawa-an
5. Krama: bentuk bahasa yang menandakan adanya perasaan segan (pakewuh) dari
O1(orang pertama) terhadap O2 (orang kedua), karena O2 adalah orang yang
belum dikenal, berpangkat, atau priyayi, berwibawa dan lain-lain.
6. Kramantara: kata-katanya krama semua tidak dicampur dengan krama inggil,
biasanya menjadi bahasanya orang tua kepada orang yang lebih muda, karena
merasa lebih tua usianya atau lebih tinggi kedudukannya.
7. Krama andhap: kelompok kata yang menghormat orang yang diacu dengan cara
merendahkan diri sendiri
8. Krama inggil: kata-kata yang digunakan paling hormat. Tembung KI ini dapat
ditempatkan bersama-sama dengan rangkaian tembung-tembung ngoko, madya,
maupun krama.
9. Madya : bahasa tengahan diantara ngoko dan krama yang dipakai oleh orang
yang tinggal di daerah perdesaan atau daerah pegunungan tertentu.
10. Madyantara: kata-kata tugas madya afiksasi ngoko, kata-kata lainnya berbentuk
krama dan krama inggil.
11. Madya krama: kata-kata tugas madya, afiksasi ngoko, kata-kata lainnya
berbentuk krama dan krama inggil.
This PDF is Created by Simpo Word to PDF unregistered version - http://www.simpopdf.com
12. Madya ngoko: kata-kata tugas madya, afiksasi ngoko, kata-kata lainnya
berbentuk ngoko.
13. Mudha krama: kata-kata dan imbuhannya terdiri dari krama inggil dan krama
andhap.
14. Ngoko: Tingkat tutur yang mencerminkan rasa tak berjarak antara O1 (orang
pertama) terhadap O2 (orang kedua), artinya O1 tidak memiliki rasa segan (jiguh
pakewuh) terhadap O2, jadi buat seseorang yang ingin menyatakan keakrabannya
terhadap seseorang O2, tingkat inilah yang seharusnya dipakai.
15. Ngoko alus: terdapat kata-kata ngoko dan campuran krama inggil
16. Ngoko andhap: kelompok kata-kata ngoko yang dipakai untuk merendahkan diri
dalam berbicara dengan orang yang diacu
17. Ngoko lugu: terdapat kata-kata dan imbuhan ngoko.
18. Priyayi: orang yang mempunyai kedudukan tinggi dalam masyarakat (orang
terpandang)
19. Unggah-ungguh: tata krama, adab bersopan santun dalam bahasa Jawa
20. Undak-usuk, undha-usuk: merupakan variasi bahasa yang pemakaiannya
didasarkan pada tingkat-tingkat kelas atau status sosial interlokutornya
21. Wredha krama: bentuk-bentuk afiks ngoko –e dan –ake.