LAPORAN KASUS SCABIES Nana Heriyana, S.Ked Bagian Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin RSUD Raden Mattaher Jambi Fakultas Kedokteran Ilmu Kesehatan Universitas Jambi 1. PENDAHULUAN Sarcoptes scabiei termasuk filum Arthopoda , kelas Arachnida, ordo Ackarina, superfamili Sarcoptes. Pada manusia disebut Sarcoptes scabiei var. hominis. Kecuali itu terdapat S. scabiei yang lainnya pada kambing dan babi. Secara morfologik merupakan tungau kecil, berbentuk oval, punggungnya cembung dan bagian perutnya rata. Tungau ini berwarna putih kotor, dan tidak bermata. Ukurannya yang betina berkisar antara 330 – 450 mikron x 250 – 350 mikron, sedangkan yang jantan lebih kecil, yakni 200 – 240 mikron x 150 – 200 mikron. Bentuk dewasa mempunyai 4 pasang kaki, 2 pasang kaki di depan sebagai alat alat untuk melekat dan 2 pasang kaki kedua pada betina berakhir dengan rambut, sedangkan 1
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
LAPORAN KASUS
SCABIES
Nana Heriyana, S.Ked
Bagian Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin
RSUD Raden Mattaher Jambi
Fakultas Kedokteran Ilmu Kesehatan Universitas Jambi
1. PENDAHULUAN
Sarcoptes scabiei termasuk filum Arthopoda , kelas Arachnida, ordo
Ackarina, superfamili Sarcoptes. Pada manusia disebut Sarcoptes scabiei var.
hominis. Kecuali itu terdapat S. scabiei yang lainnya pada kambing dan babi.
Secara morfologik merupakan tungau kecil, berbentuk oval, punggungnya
cembung dan bagian perutnya rata. Tungau ini berwarna putih kotor, dan tidak
bermata. Ukurannya yang betina berkisar antara 330 – 450 mikron x 250 – 350
mikron, sedangkan yang jantan lebih kecil, yakni 200 – 240 mikron x 150 – 200
mikron. Bentuk dewasa mempunyai 4 pasang kaki, 2 pasang kaki di depan
sebagai alat alat untuk melekat dan 2 pasang kaki kedua pada betina berakhir
dengan rambut, sedangkan pada yang jantan pasangan kaki ketiga berakhir dengan
rambut dan keempat berakhir dengan alat perekat.
Siklus hidup tungau ini sebagai berikut. Setelah kopulasi (perkawinan)
yang terjadi di atas kulit, yang jantan akan mati, kadang-kadang masih dapat
hidup dalam terowongan yang digali oleh yang betina. Tungau betina yang telah
dibuahi menggali terowongan dalam stratum korneum, dengan kecepatan 2-3
milimeter sehari dan sambil meletakkan telurnya 2 atau 4 butir sehari sampai
mencapai jumlah 40 atau 50. Bentuk betina yang telah dibuahi ini dapat hidup
sebulan lamanya. Telurnya akan menetas, biasanya dalam waktu 3-5 hari, dan
menjadi larva yang mempunyai 3 pasang kaki. Larva ini dapat tinggal dalam
1
terowongan, tetapi dapat juga keluar.setelah 2-3 hari larva akan menjadi nimfa
yang mempunyai 2 bentuk, jantan dan betina, dengan 4 pasang kaki. Seluruh
siklus hidupnya mulai dari telur sampai bentuk dewasa memerlukan waktu antara
8 sampai 12 hari.
Telur menetas menjadi larva dalam waktu 3–4 hari, kemudian larva
meninggalkan terowongan dan masuk ke dalam folikel rambut. Selanjutnya larva
berubah menjadi nimfa yang akan menjadi parasit dewasa. Tungau skabies betina
membuat liang di dalam epidermis, dan meletakkan telur-telurnya di dalam liang
yang di tinggalkannya, sedangkan tungau skabies jantan hanya mempunyai satu
tugas dalam kehidupannya yaitu kawin dengan tungau betina setelah
melaksanakan tugas mereka masing-masing mereka akan mati.
Berikut dilaporkan sebuah kasus dengan diagnosis tinea cruris pada seorang
laki-laki berusia 64 tahun yang berobat ke poliklinik kulit dan kelamin RSUD
Raden Mattaher Jambi.
2.KASUS
I. IDENTITAS PASIEN
Tanggal : 9 Januari 2015 Jam : 11.10 WIB
Nama : Yogi Sutami.
Umur : 21 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Alamat : Simpang Rimbo
2
Suku/Bangsa :Melayu / Indonesia
Agama : Islam
Status Perkawinan : Belum menikah
Pekerjaan saat ini : Mahasiswa
Hobi : Olahraga
II. AUTOANAMNESIS ( Tanggal 6 Desember 2014) :
1. Keluhan Utama :
Bintil Bintil kemerahan di sertai gatal di selangkangan sejak 1 bulan
yang lalu.
2. Keluhan Tambahan : (-)
3. Riwayat Perjalanan Penyakit :
Pasien merasakan Keluhan awal nya sejak 3 bulan yang lalu,
keluhan berupa gatal-gatal di daerah selangkangan, di kemaluan, sela jari
dan di di daerah umbilikus, kemudian keluhan gatal dirasakan paling
sering pada malam hari dan pada saat berkeringat gatal bisa timbul.
Keluhan ini pertama kali dirasakan oleh adik pasien yang tinggal
bersama dengan pasien, yang sebelumnya juga mengeluhkan gatal di
daerah selangkangan, sela jari dan perut. Adik pasien tinggal bersama
pasien dan dengan teman-teman pasien. Mereka tinggal di kos yang berisi
4 orang dalam 1 rumah. Pasien juga mengatakan kalau mereka sering
bergantian handuk satu sama lain. Kemudian adik pasien berobat dan
sembuh.
Kemudian pasien membeli obat salep di apotik hidrokortison dan
ketokonazol kemudian sembuh, tapi kemudian gatal timbul lagi.
Kemudian beli obat yang sama tapi gatal tetap timbul.
Karena merasa keluhan gatal tidak membaik, maka pasien akhirnya
memutuskan untuk berobat ke poli kulit dan kelamin RSUD Raden
Mattaher Jambi pada tanggal 9 Januari 2015.
3
4. Riwayat penyakit dahulu:
Os mengaku tidak pernah mengalami keluhan seperti ini sebelumnya.
Plak Eritematosa soliter ukuran 7x5 cm, bentuk teratur, sirkumkrip
Skuama Pitriasisformis diatas permukaan plak
2. Regio Gluteal
6
Gambar 2. Regio Gluteal
Regio Gluteal Sinistra
Plak Hiperpigmentasi soliter ukuran 10x6 cm, bentuk teratur, sirkumkrip
Skuama Pitriasisformis sirkumkrip berwarna putih diatas permukaan plak
Regio Gluteal Dextra
Plak Hiperpigmentasi soliter ukuran 6x4 cm, bentuk teratur, sirkumkrip
Skuama Pitriasisformis sirkumkrip berwarna putih diatas permukaan plak
3. Regio Inguinal
Gambar 3. Regio Inguinal
Regio inguinal Sinistra
7
Makula Hiperpigmentasi soliter ukuran 9x5,5 cm, bentuk teratur,
sirkumkrip
Skuama Pitriasisformis sirkumkrip berwarna putih diatas permukaan
makula
Regio inguinal Dextra
Makula Hiperpigmentasi soliter ukuran 7x4 cm, bentuk teratur, sirkumkrip
Skuama Pitriasisformis sirkumkrip berwarna putih diatas permukaan
makula
Diagnosis Banding
1. Creeping eruption
2. Tinea Pubis
Diagnosis Kerja
Scabies
Penatalaksanaan
Umum
Syarat obat yang ideal ialah:
1. Harus efektif terhadap emua stadium tungau
2. Harus tidak menimbulkan iritasi dan tidak toksik
3. Tidak berbau atau kotor serta tidak merusak atau mewarnai pakaian
4. Mudah di peroleh dan harganya murah.
Cara pengobatannya ialah seluruh anggota keluarga harus di obati
(termasuk penderita yang hiposensitisasi).
Khusus
8
Semua keluarga yang berkontak dengan penderita harus diobati termasuk
pasangan hidupnya. Beberapa macam obat yang dapat dipakai pada pengobatan
skabies yaitu:
1. Permetrin.
Merupakan obat pilihan untuk saat ini, tingkat keamanannya cukup
tinggi, mudah pemakaiannya dan tidak mengiritasi kulit. Dapat digunakan di
kepala dan leher anak usia kurang dari 2 tahun. Penggunaannya dengan cara
dioleskan ditempat lesi lebih kurang 8 jam kemudian dicuci bersih.
2. Malation.
Malation 0,5 % dengan daasar air digunakan selama 24 jam.
Pemberian berikutnya diberikan beberapa hari kemudian.
3. Emulsi Benzil-benzoas (20-25 %).
Efektif terhadap semua stadium, diberikan setiap malam selama tiga
hari. Sering terjadi iritasi dan kadang-kadang makin gatal setelah dipakai.
4. Sulfur.
Dalam bentuk parafin lunak, sulfur 10 % secara umum aman dan
efektif digunakan. Dalam konsentrasi 2,5 % dapat digunakan pada bayi. Obat
ini digunakan pada malam hari selama 3 malam.
5. Monosulfiran.
Tersedia dalam bentuk lotion 25 %, yang sebelum digunakan harus
ditambah 2–3 bagian dari air dan digunakan selama 2–3 hari.
6. Gama Benzena Heksa Klorida (gameksan).
Kadarnya 1 % dalam krim atau losio, termasuk obat pilihan karena
efektif terhadap semua stadium, mudah digunakan dan jarang terjadi iritasi.
Tidak dianjurkan pada anak di bawah 6 tahun dan wanita hamil karena toksik
9
terhadap susunan saraf pusat. Pemberian cukup sekali, kecuali jika masih ada
gejala ulangi seminggu kemudian. Krotamiton 10 % dalam krim atau losio,
merupakan obat pilihan. Mempunyai 2 efek sebagai antiskabies dan antigatal.
Prognosis
Dengan memperhatikan pemilihan dan cara pemakaian obat serta syarat pengobatan dan menghilangkan faktor predisposisi, penyakit ini dapat diberantas dan memberikan prognosis yang baik
Pemeriksaan Anjuran Yang Disarankan
PEMBAHASAN
Tinea kruris merupakan infeksi jamur superfisial yang mengenai kulit
pada daerah lipat paha, genital, sekitar anus dan daerah perineum. Tinea kruris
masuk ke dalam golongan dermatofitosis dimana infeksi ini disebabkan oleh
jamur dermatofita. Jamur penyebab tinea cruris ini sering kali oleh E.floccosum,
namun dapat pula oleh T.Rubrum dan T.mentagrophytes, yang ditularkan secara
langsung maupun tak langsung.3,5
Tinea kruris lebih sering menyerang pria dibandingkan wanita. Jamur
Dermatofita sebagai penyebab dermatofitosis membutuhkan keratin untuk
tumbuh, oleh karena itu dermatofitosis hanya terbatas pada jaringan yang
berkeratin seperti stratum korneum, rambut dan kuku dan tidak menginfeksi
permukaan mukosa.3,6
Suhu dan kelembapan yang tinggi menjadi salah satu faktor yang
mendukung penyebaran infeksi ini. Penyakit ini dapat bersifat akut atau menahun,
bahkan dapat merupakan penyakit yang berlangsung seumur hidup. Tinea kruris
merupakan salah satu manifestasi klinis yang sering di lihat di Indonesia.ini
karena jamur jenis ini hidup di daerah yang tropis. Iklim atau musim sangat
berpengaruh, seperti musim panas yang menyebabkan banyak berkeringat. Namun
Faktor penting yang berperan dalam penyebaran dermatofita ini adalah kondisi
kebersihan lingkungan yang buruk, daerah pedesaan yang padat, dimana pada
lingkungan tersebut biasanya lembab dan kotor. dan kebiasaan menggunakan
10
pakaian yang ketat atau lembab juga berpengaruh terhadap timbulnya tinea kruris.
Pasien dikasus ini memiliki faktor predisposisi yaitu banyak berkeringat akibat
olahraga dan menggunakan pakaian yang lembab akibat berkeringat dan
kehujanan.2,3
Penyebab Tinea kruris sendiri sering kali oleh Epidermophyton floccosum,
namun dapat pula oleh Trichophyton rubrum, Trichophyton mentagrophytes, dan
Trichophyton verrucosum. Golongan jamur ini dapat mencerna keratin kulit oleh
karena mempunyai daya tarik kepada keratin (keratinofilik) sehingga infeksi
jamur ini dapat menyerang lapisan-lapisan kulit mulai dari stratum korneum
sampai dengan stratum basalis . infeksi diawali dengan adanya kolonisasi hifa
atau cabang-cabangnya didalam jaringan keratin yang mati. Hifa ini menghasilkan
enzim keratolitik yang kemudian berdifus ke epidermis dan akhirnya
menimbulkan reaksi inflamasi akibat kerusakan keratinosit, pertumbuhan jamur
dengan pola radial dalam stratum korneum mengakibatkan timbulnya lesi sirsinar
dengan memberikan batas yang jelas dan meninggi, yang disebut ringworm.reaksi
kulit semula berupa bercak atau papul bersisik yang berkembang menjadi satu
reaksi peradangan.6,7
Jamur golongan dermatofita ini dapat menimbulkan infeksi ringan sampai
berat tergantung dari respon imun penderita. Radang dermatofitosis mempunyai
korelasi dengan reaktivitas kulit tipe lambat (sistim imunitas seluler). Derajatnya
sesuai dengan sesnsitisasi oleh dermatofita dan sejalan dengan derajat
hipersensitivitas tipe lambat (HTL).HTL ini dimulai dengan penangkapan antigen
jamur oleh sel langerhans yang bekrja sebagai APC (Antigen Presenting Cell)
yang mampu melakukan fungsi fagosit, memproduksi IL-1, mengeekspresikan
antigen, reseptor Fe dan Reseptor C3. Sel langerhans berkumpul dalam kulit
membawa antigen ke dalam pembuluh getah bening kemudian menuju ke KGB
dan mempertemukannya dengan limfosit yang spesifik. Selain oleh sel
langerhans, peran serupa dilakukan pula oleh sel endotel pembuluh darah,
fibroblast dan keratinosit. Limfosit T yang telah aktif ini kemudian menginfilttrasi
tempat infeksi dan melepaskan limfokin. Limfokin inilah yang mengaktifkan
makrofag sehingga mampu membunuh jamur pathogen.6,7
11
Manifestasi klinis tinea kruris adalah rasa gatal pada daerah lipat paha,
genital, sekitar anus dan daerah perineum. Ruam kulit berbatas tegas, eritematosa
dan bersisik, semakin hebat jika banyak berkeringat.1,3
Pada pemeriksaan kulit lokalisasi meliputi region inguinal bilateral,
simetris. Meluas ke perineum, sekitar anus, intergluteal smpai ke gluteus. Dapat
pula meluas ke suprapubis dan abdomen bagian bawah. Sedangkan untuk
efloresensinya terdiri atas macam-macam bentuk yang primer dan sekunder
(polimorfik) meliputi makula eritematosa numular, berbatas tegas dengan tepi
lebih aktif terdiri dari papula atau pustul. Bila kronik macula menjadi
hiperpigmentasi dengan skuama diatasnya.1,2,3
Diagnosis banding dari anamnesis dan pemeriksaan dermatologi adalah
tinea cruris, kandidiasis dan psoriasis. Pada kandidiasis ditemukan adanya lesi-lesi
satelit disekitar lesi induk, sedangkan pada kasus ini di sekitar lesi ditutupi oleh
skuama halus. sehingga diagnosis mengarah ke tinea kruris. Sedangkan untuk
psoriasis dapat disingkirkan karena pada psoriasis skuama lebih tebal berlapis-
lapis dan terdapat fenomena tetesan lilin.3
Diagnosis pada kasus ini ditegakkan berdasarkan anamnesis, gambaran
klinis, dan pemeriksaan dermatologis. Dari anamnesis muncul bercak pada daerah
pinggang, lipat paha dan bokong yang terasa gatal. Dari pemeriksaan
dermatologis di dapatkan pada regio flank berupa Papul Eritematosa multiple,
berukuran miliar, sirkumkrip.Plak Eritematosa, bentuk teratur, sirkumkrip disertai
Skuama Pitriasisformis diatas permukaan plak. Pada regio gluteal berupa Plak