Top Banner
TINDAK PIDANA PENCURIAN IKAN DI WILAYAH PERBATASANNEGARA REPUBLIK INDONESIADALAMPERSPEKTIF HUKUM PIDANA ISLAM (Studi Undang-undang Nomor 45 Tahun 2009) Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Salah SatuSyarat Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H) Oleh: Eneng Hajatun Nasihah 1113045000029 KOSENTRASI HUKUM PIDANA ISLAM PROGRAM STUDI JINAYAH FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1437 H/2017 M
74

TINDAK PIDANA PENCURIAN IKAN DI WILAYAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41667/1/ENENG...tindak pidana pencurian ikan di wilayah perbatasannegara republik indonesiadalamperspektif

Aug 10, 2019

Download

Documents

vukiet
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: TINDAK PIDANA PENCURIAN IKAN DI WILAYAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41667/1/ENENG...tindak pidana pencurian ikan di wilayah perbatasannegara republik indonesiadalamperspektif

TINDAK PIDANA PENCURIAN IKAN DI WILAYAH

PERBATASANNEGARA REPUBLIK

INDONESIADALAMPERSPEKTIF HUKUM PIDANA ISLAM

(Studi Undang-undang Nomor 45 Tahun 2009)

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Salah SatuSyarat

Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H)

Oleh:

Eneng Hajatun Nasihah

1113045000029

KOSENTRASI HUKUM PIDANA ISLAM

PROGRAM STUDI JINAYAH

FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1437 H/2017 M

Page 2: TINDAK PIDANA PENCURIAN IKAN DI WILAYAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41667/1/ENENG...tindak pidana pencurian ikan di wilayah perbatasannegara republik indonesiadalamperspektif
Page 3: TINDAK PIDANA PENCURIAN IKAN DI WILAYAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41667/1/ENENG...tindak pidana pencurian ikan di wilayah perbatasannegara republik indonesiadalamperspektif
Page 4: TINDAK PIDANA PENCURIAN IKAN DI WILAYAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41667/1/ENENG...tindak pidana pencurian ikan di wilayah perbatasannegara republik indonesiadalamperspektif
Page 5: TINDAK PIDANA PENCURIAN IKAN DI WILAYAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41667/1/ENENG...tindak pidana pencurian ikan di wilayah perbatasannegara republik indonesiadalamperspektif

ABSTRAK

Eneng Hajatun Nasihah, NIM : 1113045000029 Dengan ini saya

menyatakan: TINDAK PIDANA PENCURIAN IKAN DI WILAYAH

PERBATASAN NEGARA INDONESIA DALAM PERSPEKTIF HUKUM

PIDANAISLAM Program Studi Jinayah, Konsentrasi Hukum Pidana Islam,

Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

Jakarta, 2017.

Dalam penelitian ini, penulis mengangkat suatu permasalahan yaitu tindak

pidana pencurian ikan di wilayah perbatasan negara Indonesia dalam perspektif

hukum pidana Islam.

Tujuan dari penelitian antara lain yaitu memberikan deskripsi Undang-

undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perikanan terhadap pelaku pencurian ikan

atau dengan istilah lain illegal fishing di Wilayah Perbatasan Negara Republik

Indonesia dalam hukum pidana Islam dan hukum pidana positif, dan untuk

menjelaskan Pasal-pasal dalam sanksi tindak pidana pencurian ikan.

Dalam penulisan skripsi ini menggunakan metode kualitatif, yaitu penelitian

yang menghasilkan data deskriptif, dibantu dengan bahan-bahan sekunder berupa

hasil karya ilmiah, pendapat para pakar, buku-buku rujukan, dan sebagainya,

kemudian ditarik kesimpulan dalam hubungannya dengan masalah yang diteliti.

Adapun kesimpulan dari penelitian ini antara lain bahwa dalam

Undangundang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perikanan di wilayah perbatasan

negara Indonesia.Faktor Ekonomi, dapat menimbulkan kejahatan/ pemberontakan.

Demikian pula Illegal fishing, alasan pokok yang dikemukakan oleh pelaku adalah

karena faktor ekonomi. Pelaku yang melakukan Illegal fishing karena tidak

memiliki pekerjaan atau karena hidup mereka bergantung pada hasil penangkapan

ikan mereka, sedangkan keluarga mereka memerlukan berbagai kebutuhan hidup.

Oleh karena itu melakukan Illegal fishing menjadi alternatif mereka untuk

kelangsungan hidup mereka. Kondisi ekonomi Indonesia yang tak menentu

membuat tuntutan hidup juga semakin besar serta penyediaan lapangan kerja yang

kurang menyebabkan tuntutan hidup masyarakat juga ikut bertambah sehingga

mereka membutuhkan penghasilan yang besar pula untuk menopang

perekonomian individu agar bisa hidup layak.

Faktor Pengetahuan, faktor rendahnya pengetahuan nelayan (WNI) juga

mendorong terjadinya Illegal fishing. Nelayan (WNI) cenderung tidak mengetahui

larangan Illegal fishing terutama penggunaan bahan peledak. Nelayan kurang

mengetahui dampak penggunaan bahan peledak yang dapat menyebabkan

kerusakan lingkungan laut.

Faktor pendidikan, tingkat pendidikan seseorang dapat mempengaruhi

tindakan mereka untuk melakukan suatu tindak kejahatan. Seseorang yang

memiliki tingkat pendidikan yang tinggi, dalam bertindak dan berperilaku

cenderung berpikir dengan menggunakan kerangka pikir yang baik dan sistematis

sehingga segala perbuatannya cenderung dapat dipertanggungjawabkan, lain

Page 6: TINDAK PIDANA PENCURIAN IKAN DI WILAYAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41667/1/ENENG...tindak pidana pencurian ikan di wilayah perbatasannegara republik indonesiadalamperspektif

halnya dengan orang yang memiliki tingkat pendidikan yang rendah dalam

melakukan tindakan terkadang berpikiran sempit.

Faktor geografis, laut Indonesia sangat luas dan terbuka. Luasnya wilayah laut

yang menjadi yurisdiksi Indonesia dan kenyataan masih sangat terbukanya ZEEI

yang berbatasan dengan laut lepas, dan itu telah menjadi magnet penarik

masuknya kapal-kapal asing maupun lokal untuk melakukan Illegal fishing.

Faktor sosial, persepsi dan langkah kerja sama aparat penegak hukum dalam

penanganan kasus Illegal fishing masih belum solid.

Kata Kunci :

Pembimbing : Dr. H. M. Nurul Irfan, M.Ag.

Daftar Pustaka : 1986 s.d 2017

Page 7: TINDAK PIDANA PENCURIAN IKAN DI WILAYAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41667/1/ENENG...tindak pidana pencurian ikan di wilayah perbatasannegara republik indonesiadalamperspektif

v

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang

telah memberikan Rahmat dan Hidayah kepada kita semua khususnya kepada

penulis. Shalawat beserta salam semoga selalu terlimpah curahkan pepada

junjungan kita Nabi Muhammad SAW, sebagai suri tauladan bagi kita semua.

Semua perkuliahan hingga tahap akhir penyusunan skripsi ini banyak pihak

yang telah memberikan dukungan dan motivasi kepada penulis. Sebagai tanda

syukur atas terselesaikannya skripsi yang berjudul TINDAK PIDANA

PENCURIAN IKAN DI WILAYAH PERBATASAN NEGARA REPUBLIK

INDONESIA DALAM PERSPEKTIF HUKUM PIDANA ISLAM, maka penulis

ingin mengucapkan terima kasih yang setinggi-tingginya, kepada:

1. Sebagai Dekan Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta

2. Sebagai ketua dan sekretaris Program Studi Hukum Pidana Islam Fakultas

Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

3. Sebagai Dosen Pembimbing yang selalu sabar membimbing Penulis dalam

menyelesaikan penulisan skripsi ini

4. Masing-masing sebagai dosen penguji skripsi Penulis semoga masukan dan

arahannya bisa membuat Penulis lebih semangat lagi dalam menuntut ilmu

5. Para Dosen Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta yang telah bersedia membagi ilmunya dengan Penulis,

semoga ilmu yang telah didapatkan Penulis bisa bermanfaat

Page 8: TINDAK PIDANA PENCURIAN IKAN DI WILAYAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41667/1/ENENG...tindak pidana pencurian ikan di wilayah perbatasannegara republik indonesiadalamperspektif

vi

6. Perpustakaan Utama dan Perpustakaan Fakultas Syariah dan Hukum

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, yang telah memberikan

bantuan berupa bahan-bahan yang menjadi referensi dalam penulisan skripsi

7. Pengelola Bidikmisi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta

yang selalu memberi nasihat dan motivasi kepada Penulis

8. Orang tua Penulis Ayahanda Almarhum H. Uding Hasanudin dan Ibunda Hj.

Jannah, khususnya ibunda yang selalu sabar dalam memotivasi serta

dukungan moril maupun materil dari awal masuk kuliah sampai selesainya

perkuliahan, serta selalu mendoakan Penulis

9. Kakak-kakak tercinta Siti Hasni, Siti Masitoh, Maman Ansori, Muhamad

Ridwan, Dede Mahfudzin, Saepudin, yang selalu memberikan motivasi dan

selalu menghibur disaat Penulis sedang jenuh dalam penulisan skripsi

10. Keluarga Besar LEMKA (Lembaga Kaligrafi Al-Quran), HMB (Himpunan

Mahasiswa Banten), ASPI (Asrama Putri) UIN Jakarta, yang telah

memberikan tempat kepada Penulis untuk menimba ilmu

Semoga semua kebaikan, dukungan dan motivasi yang diberikan kepada

Penulis dibalas oleh Allah SWT dengan kebaikan yang jauh lebih besar.

Kesempurnaan hanya milik Allah SWT, mudah-mudahan semua yang penulis

lakukan dirohoi Allah SWT, dan semoga skripsi ini dapat bermanfaat. Amin.

Page 9: TINDAK PIDANA PENCURIAN IKAN DI WILAYAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41667/1/ENENG...tindak pidana pencurian ikan di wilayah perbatasannegara republik indonesiadalamperspektif

vii

DAFTAR ISI

ABSTRAK

KATA PENGANTAR

BAB I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ................................................................... 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ............................................... 5

C. Tujuan dan Kegunaan Penulisan ...................................................... 6

D. Tinjauan Pustaka .............................................................................. 6

E. Metode Penulisan ............................................................................. 7

F. Sistematika Penulisan ....................................................................... 9

BAB II. TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA

A. Pengertian Tindak Pidana ............................................................... 10

B. Unsur-unsur Tindak Pidana ............................................................ 12

C. Jenis-jenis Tindak Pidana ............................................................... 14

D. Teori Penyebab Terjadinya Kejahatan ........................................... 17

E. Peraturan Perundang-undangan Perikanan ..................................... 25

BAB III. TINJAUAN UMUM TENTANG ILLEGAL FISHING

A. Pengertian Illegal Fishing .............................................................. 34

B. Wilayah Perairan di Perbatasan Negara Indonesia ......................... 36

C. Kepemilikan Sumber Daya Alam di Wilayah Perbatasan Negara

Menurut Hukum Positif dan Hukum Islam

1. Kepemilikan Sumber Daya Alam di Wilayah Perbatasan

Negara Menurut Hukum Positif ............................................... 47

Page 10: TINDAK PIDANA PENCURIAN IKAN DI WILAYAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41667/1/ENENG...tindak pidana pencurian ikan di wilayah perbatasannegara republik indonesiadalamperspektif

viii

2. Kepemilikan Sumber Daya Alam di Wilayah Perbatasan

Negara Menurut Hukum Islam ................................................. 43

D. Illegal Fishing di Perbatasan Wilayah Republik Indonesia ........... 45

BAB IV. FAKTOR PENYEBAB TERJADINYA PENCURIAN IKAN DI

WILAYAH PERBATASAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA

A. Faktor Penyebab Terjadinya Pencurian Ikan di Wilayah Perbatasan

Negara Republik Indonesia ............................................................ 51

B. Dampak Pemidanaan Pelaku Pencurian Ikan di Wilayah Perbatasan

Negara Republik Indonesia ............................................................ 53

BAB V. PENUTUP

A. Kesimpulan ..................................................................................... 57

B. Saran ............................................................................................... 59

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 60

LAMPIRAN .......................................................................................................... 63

Page 11: TINDAK PIDANA PENCURIAN IKAN DI WILAYAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41667/1/ENENG...tindak pidana pencurian ikan di wilayah perbatasannegara republik indonesiadalamperspektif

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945

mengamanatkan pengelolaan dan pemanfaatan kedaulatan wilayah Indonesia

untuk kesejahteraan dan kemakmuran rakyat Indonesia. Negara Indonesia yang

terdiri atas ribuan pulau (nusantara) memiliki hak berdaulat di luar wilayah

kedaulatannya, dengan ketentuan yang telah tercantum dalam Undang-Undang

Nomor 43 Tahun 2008 tentang wilayah negara, yakni meliputi wilayah daratan,

perairan pedalaman, perairan kepulauan, dan laut teritorial beserta dasar laut, dan

tanah di bawahnya, serta ruang udara di atasnya, termasuk seluruh sumber

kekayaan yang terkandung di dalamnya.1

Indonesia sering disebut negara bahari, hal ini dikarenakan sebagian besar

wilayahnya terdiri dari laut. Menurut catatan WALHI Indonesia adalah negara

kepulauan terbesar di dunia, yang memiliki 17.480 pulau dengan garis pantai

sepanjang 95.181 km. Berdasarkan Konvensi Hukum Laut (UNCLOS) 1982,

Indonesia memiliki kedaulatan atas wilayah perairan seluas 3,2 juta km² yang

terdiri atas perairan kepulauan seluas 2,9 juta km² dan laut teritorial seluas 0,3 juta

km².2

Salah satu Reformasi dibidang Hukum dan perundangan yang dilakukan

Negara Republik Indonesia adalah dengan diundangkannya Undang-undang

Nomor 31 Tahun 2004 yang kemudian diubah dengan Undang-undang Nomor 45

tahun 2009 tentang Perikanan. Untuk Indonesia Undang-Undang ini amatlah

penting mengingat luas perairan kita yang hampir mendekati 6 juta kilometer

persegi yang mencakup perairan kedaulatan dan yuridiksi nasional memerlukan

1 Lutfi Muta’ali, dkk, Pengelolaan Wilayah Perbatasan NKRI, (Yogyakarta: Gadjah Mada

University Press, 2014). h. 12

2Nunung Mahmudah, Illegal Fishing Pertanggungjawaban Pidana Korporasi di Wilayah

Perairan Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, 2015). h. 1

Page 12: TINDAK PIDANA PENCURIAN IKAN DI WILAYAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41667/1/ENENG...tindak pidana pencurian ikan di wilayah perbatasannegara republik indonesiadalamperspektif

2

perhatian dan kepedulian kita semua, utamanya yang menyangkut upaya

penegakan hukum dan pengamanan laut dari gangguan dan upaya pihak asing.

Indonesia masih dihadapkan pada tingginya praktik IUU fishing yang terjadi

di perairan Indonesia, ZEE Indonesia dan laut lepas yang berbatasan dengan ZEE

Indonesia oleh kapal-kapal asing dan lokal. Maraknya praktik IUU fishing ini

telah mengancam perekonomian nasional dan kelestarian sumber daya ikan, baik

yang terdapat di ZEE Indonesia maupun di laut lepas yang berbatasan dengan

ZEE Indonesia. Dalam pada itu, sumber-sumber daya ikan di beberapa tempat,

khususnya di bagian barat Perairan Kepulauan Indonesia sudah over exploitation

dan dalam beberapa hal malah menjadi tidak sustainable karena penggunaan cara-

cara penangkapan ikan yang tidak wajar seperti sianida, bahan peledak,

pemakaian listrik, dan banyaknya kegiatan Illegal, Unreported and Unregulated

(IUU) fishing.3 IUU Fishing memiliki dampak yang negatif diantaranya terhadap

aspek ekonomi, politik, sosial, dan lingkungan.

1. Ekonomi

IUU Fishing ini telah secara nyata merugikan ekonomi Indonesia. Negara ini

telah kehilangan sumber devisa negara yang semestinya bisa menghidupi

kesejahteraan masyarakatnya, namun nyatanya justru dinikmati oleh segelintir

orang atau kelompok tertentu baik dari dalam maupun luar negeri. Faktor-

kekayaan sumber daya alam Indonesia telah membuat cukong-cukong asing yang

bekerjasama dengan oknum lokal, menggaruk hasil kekayaan alam kita. Tidak

tanggung-tanggung, kerugian negara yang diakibatkan kejahatan bidang perikanan

ini mencapai angka yang luar biasa.

2. Politik

Persoalan Illegal Fishing merupakan sumber utama terjadinya ketegangan

tidak hanya diantara komunitas namun juga antar negara. Kegiatan Illegal Fishing

diperairan negara tetangga yang dilakukan kapal-kapal pukat (trawlers) salah

satunya Thailand sering menimbulkan ketegangan di antara Thailand dengan

negara-negara tetangga, khususnya dengan Malaysia, Myanmar dan Indonesia.

3Dikdik Mohamad Sodik, Hukum Laut Intrenasional dan Pengaturannya di Indonesia,

(Bandung: Refika Aditama, 2011), h. 172-173

Page 13: TINDAK PIDANA PENCURIAN IKAN DI WILAYAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41667/1/ENENG...tindak pidana pencurian ikan di wilayah perbatasannegara republik indonesiadalamperspektif

3

Karena melibatkan kelompok nelayan dari berbagai negara, maka IUU

Fishing ini tentu akan sangat rentan terhadap konflik yang lebih luas yaitu

perselisihan antar negara. Dan kondisi itu akan semakin meningkat, mengingat

sebagian besar negara-negara yang terlibat enggan untuk membentuk kerjasama

regional untuk memberantas kegiatan Illegal tersebut. Negara yang bersangkutan

sepertinya tiadak mau dipersalahkan dan tidak mau dilibatkan. Mereka merasa

bahwa laut merupakan tempat terbuka (open access) dimana melibatkan lalu lintas

yang sangat padat sehingga sulit untuk mendeteksi dari mana mereka berasal. Di

Indonesia, hal ini semakin diperparah dengan angkatan laut dan penegakan hukum

yang lemah sehingga semakin terbukanya kesempatan untuk terjadinya IUU

Fishing di wilayah kedaulatan negara. Permasalahan ini sebenarnya bisa sedikit

dihindari apabila setiap negara mau menjalin kerja sama regional untuk bersama-

sama memberantas kegiatan IUU Fishing.

3. Sosial

Bagi Indonesia IUU Fishing menjadi perhatian utama, karena hal ini terjadi

setiap hari di perairan Indonesia. Di kawasan Asia Tenggara, sektor perikanan

menjadi salah satu sumber utama bagi ketahanan pangan di kawasan. Motif

ekonomi sering menjadikan alasan bagi eksplorasi besar-besaran terhadap sumber

daya perikanan, yang pada gilirannya, menjadikan sebagai penyebab utama bagi

berkurangnya secara drastis terhadap persediaan ikan di Asia Tenggara. Persoalan

ini akan berpengaruh buruk terhadap kelangsungan hidup lebih dari 100 juta jiwa.

Hal ini juga telah menyebabkan sengketa diantara para nelayan lokal dengan para

pemilik kapal pukat dan juga diantara para nelayan tradisional antar negara.

Berkurangnya persediaan ikan diperairan Indonesia sebagai akibat Illegal Fishing

yang dilakukan dengan menggunakan kapal-kapal pukat, juga telah memaksa para

nelayan tradisional Indonesia terlibat dalam kegiatan Illegal Fishing di perairan

Australia, yang menyebabkan timbulnya permasalahan di antara kedua negara.

Dampak secara langsung tidak hanya dirasakan oleh para nelayan, tetapi juga

para karyawan pabrik, terutama pabrik-pabrik pengolahan ikan. Di Tual dan

Bejina misalnya, sejak beroperasinya kapal-kapal penangkap ikan asing tersebut,

maka seluruh perusahaan industri pengolahan ikan tidak beroperasi lagi, dan

Page 14: TINDAK PIDANA PENCURIAN IKAN DI WILAYAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41667/1/ENENG...tindak pidana pencurian ikan di wilayah perbatasannegara republik indonesiadalamperspektif

4

akibat lebih lanjut sudah dapat ditebak apa yang terjadi, yaitu PHK (Pemutusan

Hubungan Kerja) para karyawan pabrik pengolahan ikan. Karena tidak ada lagi

bahan baku tangkapan ikan yang diolah oleh perusahaan. Ini terjadi karena semua

tangkapan ikan oleh kapal asing tersebut telah ditransfer ke kapal yang lebih besar

di tengah laut istilahnya trans-shipment dan hal ini jelas-jelas telah melanggar

peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No. 16 Tahun 2006 yang mewajibkan

seluruh hasil tangkapan ikan diturunkan dan diolah di darat.

4. Lingkungan

Dari segi lingkungan, telah terjadi kerusakan yang permanen, karena

menyebabkan ekosistem dan biota laut menjadi terganggu, akibat penggunaan alat

penangkap ikan skala besar (Pukat Harimau dan Trawl) yang tidak sesuai dengan

ketentuan dan keadaan kelautan kita. Dan yang pasti adalah semakin menipisnya

sumber daya ikan di perairan Arafuru, karena hampir 3 tahun terjadi kegiatan

penangkapan ikan secara semena-mena dan bersifat eksploitatif.4

Keberadaan Undang-undang Nomor 45 Tahun 2009 ini merupakan langkah

positif dan merupakan landasan/aturan bagi Penegak Hukum dan Hakim

Perikanan dalam memutuskan persoalan hukum yang terkait dengan Illegal

Fishing, yang dampaknya sangat merugikan negara bahkan telah disinyalir dapat

merusak perekonomian bangsa. Lebih jauh lagi kegiatan Illegal Fishing di

perairan Indonesia menyebabkan kerugian negara rata-rata mencapai 4 sampai

dengan 5 milyar (USD/tahun). Setiap tahunnya sekitar 3.180 kapal nelayan asing

beroperasi secara Illegal di perairan Indonesia.

Maraknya tindak pidana di era modern ini, dengan berbagai kejahatan yang

dilakukan oleh para pelaku dari negara asing, inipun disebabkan karena kurangnya

pengawasan dan perlindungan dari pemerintah Indonesia itu sendiri. Berbagai

macam modus dilakukan oleh mereka yang ingin mengambil hasil kekayaan alam

laut di Indonesia. Dengan kapal-kapal yang canggih yang dimiliki negara asing,

dan merusak laut Indonesia dengan alat yang berbahaya yang mereka miliki serta

4Mukhtar(http://mukhtar-api.blogspot.co.id/2012/11/dampak-negatif-iuu-fishing-

terhadap.html)

Page 15: TINDAK PIDANA PENCURIAN IKAN DI WILAYAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41667/1/ENENG...tindak pidana pencurian ikan di wilayah perbatasannegara republik indonesiadalamperspektif

5

dengan cara modus lainnya. Pencurian Ikan di wilayah perbatasan negara sering

terjadi, tapi pemerintah kurang serius dalam menangani soal ini.

Undang-undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang perikanan, pasal yang

berhubungan dengan hal yang dilarang dalam penangkapan ikan. Ada beberapa

ketentuan yang berhubungan dengan sesuatu larangan dalam hal penangkapan

ikan sehingga pasal berikut mengatur apa larangannya, kewajiban menjaga

kelestarian plasma nutfah, serta besarnya sanksi yang akan diberikan. Berikut

adalah pasal-pasal yang berhubungan dengan hal tersebut yaitu: pasal 9, 14, dan

85.5 Sudah kita ketahui pasal dan Undang-undang dalam segala tindak pidana

yang berlaku salah satunya dalam materi yang penulis tulis yaitu Illegal Fishing,

itu secara dalam hukum konvensional yang telah diatur oleh pihak yang

berwenang baik dalam negeri maupun luar negeri. Lalu bagaimana dalam

pandangan Islam itu sendiri mengenai Illegal Fishing atau sering kita sebut tindak

pidana pencurian ikan dalam segi sanksi pidana.

Allah menciptakan banyak beragam kekayaan alam seperti salah satunya

kekayaan di bawah laut yaitu ikan-ikan, itu diciptakan untuk kebutuhan manusia.

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

1. Pembatasan Masalah

Untuk mempermudah pembahasan dalam penulisan skripsi ini, penulis

membatasi masalah yang akan dibahas sehingga pembahasannya lebih

jelas dan terarah sesuai dengan yang diharapkan penulis. Di sini penulis

hanya akan membahas apa faktor pelaku melakukan tindak pidana

pencurian ikan di wilayah perairan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Dan bagaimana dampak dari pemidanaan yang diberikan kepada pelaku

Illegal Fishing di wilayah perairan NKRI.

2. Perumusan Masalah

a. Apa faktor pelaku melakukan pencurian ikan di wilayah perbatasan

negara Republik Indonesia?

5http://www.fali.unsri.ac.id/index.php/posting/41/10 Agustus 2011, 12:34

Page 16: TINDAK PIDANA PENCURIAN IKAN DI WILAYAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41667/1/ENENG...tindak pidana pencurian ikan di wilayah perbatasannegara republik indonesiadalamperspektif

6

b. Apa dampak pemidanaan pelaku pencurian ikan di wilayah

perbatasan negara?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan

a. Untuk mengetahui faktor-faktor pelaku melakukan pencurian ikan di

wilayah perbatasan negara Indonesia

b. Untuk mengetahui dampak pemidanaan pelaku pencurian ikan di

wilayah perbatasan negara

2. Manfaat

a. Memberi pengetahuan dan wawasan tentang konsep wilayah

perairan dan kepemilikan isinya dalam wilayah perbatasan negara

menurut Islam

b. Memberikan deskripsi, penjelasan dan uraian tentang pencurian ikan

di wilayah perairan NKRI

c. Menambah pengetahuan tentang faktor-faktor pelaku melakukan

tindak pidana pencurian ikan di wilayah perbatasan negara

Indonesia.

d. Memberi pengetahuan dan wawasan tentang dampak pemidanaan

pelaku pencurian ikan di wilayah perbatasan negara

D. Kajian (Review) Studi Terdahulu

Berdasarkan penelusuran dan pengkajian yang telah ada yang dilakukan oleh

penulis, belum ada karya ilmiah (skripsi) yang membahas tentang pemidanaan

pencurian ikan di wilayah perbatasan negara. Berikut beberapa hasil penulusuran

karya ilmiah yang berkaitan dengan tema penelitian ini:

Skripsi karya Asep Maulana. R dengan judul “Illegal Fishing Perspektif

Hukum Islam” membahas tentang bagaimana problem yang terkait dengan Illegal

Fishing yang dikaji dari perspektif hukum Islam.6 Persamaan dengan skripsi

penulis adalah sama-sama mengangkat tentang kasus perikanan sedangkan

6Asep Maulana. R, Illegal Fishing Perspektif Hukum Islam, Skripsi Fakultas Syariah dan

Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2009, h. 72

Page 17: TINDAK PIDANA PENCURIAN IKAN DI WILAYAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41667/1/ENENG...tindak pidana pencurian ikan di wilayah perbatasannegara republik indonesiadalamperspektif

7

bedanya adalah bagaimana sanksi atau pidana yang diberikan pada pelaku tindak

pidana tersebut.

Skripsi karya Rohman Nur Hijriyatmoko dengan judul “Sanksi Bagi Pelaku

Illegal Fsishing Perspektif Undang-undang Perikanan dan Hukum Islam”7

membahas tentang bagaimana cara menjatuhkan sanksi pidana yang terkait

dengan Illegal Fishing yang dikaji menggunakan Undang-undang Perikanan dan

hukum Islam. Persamaan dengan penulis skripsi adalah sama-sama mengangkat

tentang cara pemidanaan bagi pencuri ikan. Perbedaannya adalah dampak

pemidaan bagi pelaku tindak pidana pencurian ikan.

E. Metode Penelitian

Adapun Metode Penelitian yang digunakan oleh penulis adalah penelitian

hukum normatif. Metode penelitian hukum normatif adalah metode atau cara yang

dipergunakan di dalam penelitian bahan pustaka yang ada.

Objek penelitiannya antara lain norma-norma, kaidah-kaidah, asas-asas dan

prinsip-prinsip yang terkandung dalam suatu perundang-undangan, landasan

filosofi, sosiologis dan yuridis. Adapun jenis penelitian yang digunakan adalah:

1. Jenis Pendekatan

Dalam penelitian ini penulis menggunakan pendekatan perundang-

undangan, dan pendekatan perbandingan.

(a) Sumber Data

Sumber data pada umumnya adalah data sekunder, yang terdiri atas

bahan hukum dan bahan non-hukum. Bahan hukum mencakup bahan

hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tertier.

1) Bahan Hukum Primer

Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang mengikat atau

yang membuat orang taat pada hukum seperti peraturan

7Rohman Nur Hijriyatmoko, Sanksi Bagi Pelaku Illegal Fsishing Perspektif Undang-

undang Perikanan dan Hukum Islam, Skripsi Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam

Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2012, h. 50

Page 18: TINDAK PIDANA PENCURIAN IKAN DI WILAYAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41667/1/ENENG...tindak pidana pencurian ikan di wilayah perbatasannegara republik indonesiadalamperspektif

8

perundang–undangan. Perundang-undangan yang berlaku dan

mempunyai kekuatan hukum yang mengikat, yang akan penulis

bahas yakni Undang – undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang

perikanan adalah serta dalil-dalil yang ada dalam Al-qur’an dan

Hadist.

2) Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum sekunder itu diartikan sebagai bahan hukum

menjelaskan mengenai bahan hukum primer yang merupakan hasil

olahan pendapat atau pikiran para pakar atau ahli yang mempelajari

suatu bidang tertentu secara khusus yang akan memberikan

petunjuk ke mana peneliti akan mengarah. Bahan hukum sekunder

yang penulis gunakan diperoleh dari penelusuran buku-buku dan

artikel-artikel yang terkait dengan penelitian ini. Seperti buku,

skripsi, tesis, jurnal hukum dan lain-lain.

2. Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini penulis menggunakan teknik pengumpulan data

secara library research (studi pustaka) dilakukan dengan cara menelaah

buku-buku yang berkaitan dengan penelitian judul skripsi ini. Baik berupa

peraturan perundang-undangan ataupun berupa buku-buku.

3. Teknik Analisis Data

Metode analisis data yang biasanya digunakan adalah metode kualitatif.

Data skripsi ini menggunakan analisis kualitatif yakni menarik kesimpulan

secara deskriptif dan deduktif dan seluruh data yang didapatkan akan

diklasifikasikan dari bentuk yang bersifat umum sehingga mendapatkan

gambaran kesimpulan yang spesifik.

F. SISTEMATIKA PENULISAN

Dalam penelitian hukum terdapat sistematika penelitian yang berguna untuk

memudahkan peneliti menelaah dan mengkaji penelitian ini yang berjudul:

Page 19: TINDAK PIDANA PENCURIAN IKAN DI WILAYAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41667/1/ENENG...tindak pidana pencurian ikan di wilayah perbatasannegara republik indonesiadalamperspektif

9

“Tindak Pidana Pelaku Pencurian Ikan di Wilayah Perbatasan Negara

Republik Indonesia Dalam Perspektif Hukum Pidana Islam (Studi Undang-

undang Nomor 45 Tahun 2009)”.

Pada BAB I, PENDAHULUAN yang berisi tentang uraian latar belakang,

pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan

(review) studi terdahulu, metode penelitian dan sistematika penulisan.

Pada BAB II, Tinjauan Umum Tentang Tindak Pidana, yang berisi tentang

pengertian tindak pidana, unsur-unsur tindak pidana, jenis-jenis tindak pidana,

teori penyebab terjadinya kejahatan dan peraturan perundang-undangan

perikanan.

Pada BAB III, Tinjauan Umum tentang Tindak Pidana Pencurian Ikan, yang berisi

tentang pengertian tindak pidana pencurian ikan, wilayah perairan di perbatasan

negara Indonesia, kepemilikan sumber daya alam di wilayah perbatasan negara

menurut hukum positif dan hukum Islam, dan tindak pidana pencurian ikan di

wilayah perbatasan negara Republik Indonesia.

Pada BAB IV, faktor-faktor pencurian ikan di wilayah perbatasan negara, yang

berisi tentang faktor pencurian ikan di wilayah perbatasan negara, dan dampak

pemidanaan pelaku pencurian ikan di wilayah perbatasan negara.

Pada BAB V, KESIMPULAN yang berisi tentang kesimpulan dari hasil

penelitian, serta memberi saran-saran sebagai evaluasi dari penelitian.

Page 20: TINDAK PIDANA PENCURIAN IKAN DI WILAYAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41667/1/ENENG...tindak pidana pencurian ikan di wilayah perbatasannegara republik indonesiadalamperspektif

10

BAB II

TINJAUAN UMUM TENTANG TINDAK PIDANA

A. Pengertian Tindak Pidana

Tindak pidana adalah perbuatan yang melanggar larangan yang diatur oleh

aturan hukum yang diancam dengan sanksi pidana. Kata tindak pidana berasal

dari istilah yang dikenal dalam hukum pidana Belanda, yaitu strafbaar feit,

kadang-kadang juga menggunakan istilah delict, yang berasal dari bahasa Latin

delictum. Hukum pidana negara-negara Anglo-Saxon menggunakan istilah offense

atau criminal act untuk maksud yang sama.8

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Indonesia (KUHP) bersumber pada

W.V.S Belanda maka istilah aslinya pun sama, yaitu strafbaar feit (perbuatan

yang dilarang oleh undang-undang yang diancam dengan hukuman). Dalam hal

ini, Satochid Kartanegara, cenderung untuk menggunakan istilah delict yang telah

lazim dipakai.9

Pada dasarnya, istilah strafbaar feit dijabarkan secara harfiah terdiri dari tiga

kata. Straf yang diterjemahkan dengan pidana dan hukum. Kata baar

diterjemahkan dengan dapat dan boleh. Kata feit diterjemahkan dengan tindak,

peristiwa, pelanggaran, dan perbuatan. Jadi, istilah strafbaar feit secara singkat

bisa diartikan perbuatan yang boleh dihukum. Namun, dalam kajian selanjutnya

tidak sesederhana ini karena yang bisa dihukum itu bukan perbuatannya

melainkan orang yang melakukan suatu perbuatan yang melanggar aturan

hukum.10

Tindak pidana dan perbuatan melawan hukum, keduanya adalah salah dan

masing-masing merupakan pelanggaran terhadap larangan hukum atau terhadap

kewajiban hukum. Apabila pelanggaran tersebut menimbulkan konsekuensi

8M. Nurul Irfan, Korupsi dalam Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Amzah, 2012), h. 23

9M. Nurul Irfan, Korupsi dalam Hukum Pidana Islam, h. 23

10M. Nurul Irfan, Korupsi dalam Hukum Pidana Islam, h. 25

Page 21: TINDAK PIDANA PENCURIAN IKAN DI WILAYAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41667/1/ENENG...tindak pidana pencurian ikan di wilayah perbatasannegara republik indonesiadalamperspektif

11

pidana yang dilekatkan pada pelanggaran itu, maka pelanggaran itu merupakan

tindak pidana. Konsekuensi pidana yang dimaksud adalah berupa tuntutan secara

pidana dimuka pengadilan pidana dan dijatuhi sanksi pidana bila terbukti salah.11

Dalam sistem hukum Indonesia, suatu perbuatan merupakan tindak pidana

atau perilaku melanggar hukum pidana hanyalah apabila suatu ketentuan pidana

yang telah ada menentukan bahwa perbuatan itu merupakan tindak pidana. Hal ini

berkenaan dengan berlakunya asas legalitas, sebagaimana ditentukan dalam Pasal

1 ayat (1) KUHP yang berbunyi “Tiada suatu perbuatan dapat dipidana kecuali

berdasarkan aturan pidana dalam perundang-undangan yang sebelum perbuatan

itu dilakukan telah ada”. Ketentuan ini memberi jaminan bahwa seseorang tidak

dapat dituntut berdasarkan ketentuan undang-undang secara berlaku surut.12

Berdasarkan uraian di atas, yang dimaksud tindak pidana adalah perilaku

yang melanggar ketentuan pidana yang berlaku ketika perilaku itu dilakukan baik

perilaku tersebut berupa melakukan perbuatan tertentu yang dilarang oleh

ketentuan pidana maupun tidak melakukan perbuatan tertentu yang diwajibkan

oleh ketentuan pidana.

Moeljanto telah memakai istilah perbuatan pidana yang dirumuskan sebagai

berikut: “Perbuatan yang oleh aturan hukum pidana dilarang dilarang dan diancam

dengan pidana, barang siapa yang melanggar larangan tersebut”.

Beliau mengemukakan bahwa menurut wujud dan sifatnya, perbuatan-

perbuatan pidana ini adalah perbuatan-perbuatan yang melawan hukum.

Perbuatan-perbuatan ini juga merugikan masyarakat, dalam arti bertentangan

dengan atau menghambat akan terlaksananya tata dalam pergaulan masyarakat

dianggap baik dan adil.

11

Nunung Mahmudah, Illegal Fishing Pertanggungjawaban Pidana Korporasi di Wilayah

Perairan Indonesia, h. 12

12Nunung Mahmudah, Illegal Fishing Pertanggungjawaban Pidana Korporasi di Wilayah

Perairan Indonesia, h. 12

Page 22: TINDAK PIDANA PENCURIAN IKAN DI WILAYAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41667/1/ENENG...tindak pidana pencurian ikan di wilayah perbatasannegara republik indonesiadalamperspektif

12

B. Unsur-unsur Tindak Pidana

Pembahasan unsur-unsur tindak pidana dilakukan dengan dasar pikiran

bahwa antara perbuatan dan pertanggungjawaban pidana (kesalahan) merupakan

dua hal tidak dapat dipisahkan secara ketat.13

Dalam mengemukakan apa yang merupakan unsur-unsur tindak pidana,

umumnya dikemukakan terlebih dahulu pembedaan dasar antara unsur (bagian)

perbuatan dan unsur (bagian) kesalahan (pertanggungjawaban pidana). Unsur

(bagian) perbuatan ini sering juga disebut unsur (bagian) objektif sedangkan unsur

(bagian) kesalahan sering juga disebut unsur (bagian) subjektif. Selanjutnya

dikemukakan unsur-unsur (sub-sub unsur) yang lebih terinci dari masing-masing

unsur (bagian) dasar tersebut.14

Unsur objektif antara lain: perbuatan orang, akibat yang kelihatan dari

perbuatan itu, mungkin ada keadaan tertentu yang menyertai perbuatan itu seperti

dalam Pasal 281 KUHP sifat openbaar atau “di muka umum”.15

Sedangkan unsur subjektif: orang yang mampu bertanggungjawab, adanya

kesalahan (dollus atau culpa). Perbuatan harus dilakukan dengan kesalahan,

kesalahan ini dapat berhubungan dengan akibat dari perbuatan atau dengan

keadaan mana perbuatan itu dilakukan.16

Sementara menurut Moeljanto, unsur-unsur perbuatan pidana: perbuatan

(manusia), yang memenuhi rumusan dalam undang-undang (syarat formal) dan

13

M. Sudrajat Bassar, Tindak-Tindak Pidana Tertentu di dalam Kitab Undang-undang

Hukum Pidana, h. 65

14M. Sudrajat Bassar, Tindak-Tindak Pidana Tertentu di dalam Kitab Undang-undang

Hukum Pidana, h. 65

15Ismu Gunadi dan Jonaedi Efendi, Cepat dan Mudah Memahami Hukum Pidana, (Jakarta:

Kencana, 2014), h. 39

16Ismu Gunadi dan Jonaedi Efendi, Cepat dan Mudah Memahami Hukum Pidana, h. 40

Page 23: TINDAK PIDANA PENCURIAN IKAN DI WILAYAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41667/1/ENENG...tindak pidana pencurian ikan di wilayah perbatasannegara republik indonesiadalamperspektif

13

bersifat melawan hukum (syarat materil). Sedangkan unsur-unsur tindak pidana

menurut Moeljanto terdiri dari:17

1. Kelakuan dan akibat

2. Hal ikhwal atau keadaan tertentu yang menyertai perbuatan yang dibagi

menjadi:

a. Unsur subjektif atau pribadi, yaitu mengenai diri orang yang

melakukan perbuatan, misalnya unsur pegawai negeri yang

diperlukan dalam delik jabatan seperti dalam perkara tindak pidana

korupsi. Pasal 418 KUHP jo. Pasal 1 ayat (1) sub C Undang-undang

No. 3 Tahun 1971.

b. Unsur objektif atau non pribadi, yaitu mengenai keadaan di luar si

pembuat, misalnya Pasal 160 KUHP tentang penghasutan di muka

umum (supaya melakukan perbuatan pidana atau melakukan

kekerasan terhadap penguasa umum).

3. Karena keadaan tambahan dinamakan unsur-unsur yang memberatkan

pidana. Contoh: penganiayaan menurut Pasal 351 ayat (1) KUHP

diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan.

Tapi jika perbuatan menimbulkan luka-luka berat, ancaman pidana

diberatkan menjadi lima tahun dan jika mengakibatkan mati, menjadi

tujuh tahun. (Pasal 351 ayat 2 dan 3).18

4. Biasanya dengan adanya perbuatan yang tertentu seperti dirumuskan

dengan unsur-unsur di atas maka sifat pantang dilakukannya perbuatan

itu sudah tampak dengan wajar. Sifat yang demikian ini, ialah sifat

melawan hukumnya perbuatan, tidak perlu dirumuskan lagi sebagai

elemen atau unsur tersendiri. Contohnya: dalam merumuskan

pemberontakan yang menurut Pasal 108 antara lain adalah melawan

pemerintah dengan senjata, tidak perlu diadakan tersendiri yaitu kata-kata

17

Ismu Gunadi dan Jonaedi Efendi, Cepat dan Mudah Memahami Hukum Pidana, h. 40

18Moeljanto, Asas-asas Hukum Pidana, (Jakarta: Rineka Cipta, 2002), h. 60

Page 24: TINDAK PIDANA PENCURIAN IKAN DI WILAYAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41667/1/ENENG...tindak pidana pencurian ikan di wilayah perbatasannegara republik indonesiadalamperspektif

14

yang menunjukkan bahwa perbuatan adalah bertentangan dengan

hukum.19

5. Unsur melawan hukum yang subjektif. Misalnya dalam Pasal 167, bahwa

terdakwa tidak mempunyai wewenang untuk memaksa masuk, karena

bukan pejabat kepolisian atau kejaksaan.

C. Jenis-jenis Tindak Pidana

Jenis-jenis tindak pidana yaitu:

1. Tindak Pidana Materiil (materieel delict) adalah apabila tindak pidana

yang dimaksudkan dalam suatu ketentuan hukum pidana di situ

dirumuskan sebagai perbuatan yang menyebabkan suatu akibat tertentu,

tanpa merumuskan ujud dari perbuatan itu.

Contohnya:

a. Pembunuhan (Pasal 338 KUHP), yang dirumuskan sebagai

perbuatan yang mengakibatkan matinya orang lain, tanpa

dipersoalkan ujud dari perbuatannya.20

Rechtdelicten ialah perbuatan

yang bertentangan dengan keadilan, terlepas apakah perbuatan itu

diancam pidana dalam suatu undang-undang atau tidak, jadi yang

benar-benar dirasakan oleh masyarakat sebagai bertentangan dengan

keadilan misal: pembunuhan, pencurian. Delik-delik semacam ini

disebut kejahatan.21

b. Pembakaran rumah (Pasal 187 KUHP), yang dirumuskan sebagai

mengakibatkan kebakaran dengan sengaja, tanpa disebutkan ujud

dari perbuatannya.22

Wetsdelicten ialah perbuatan yang oleh umum

19

Moeljanto, Asas-asas Hukum Pidana, h. 61

20M. Sudrajat Bassar, Tindak-Tindak Pidana Tertentu di dalam Kitab Undang-undang

Hukum Pidana, (Bandung: Remadja Karya CV, 1986), h. 10-11

21Ismu Gunadi dan Jonaedi Efendi, Cepat dan Mudah Memahami Hukum Pidana, (Jakarta:

Kencana, 2014), h. 44

2222M. Sudrajat Bassar, Tindak-Tindak Pidana Tertentu di dalam Kitab Undang-undang

Hukum Pidana, hal. 11

Page 25: TINDAK PIDANA PENCURIAN IKAN DI WILAYAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41667/1/ENENG...tindak pidana pencurian ikan di wilayah perbatasannegara republik indonesiadalamperspektif

15

baru disadari sebagai tindak pidana karena undang-undang

menyebutnya sebagai delik, jadi karena ada undang-undang

mengancamnya dengan pidana. Misal: memakir mobil disebelah

kanan jalan. Delik semacam ini disebut pelanggaran.23

2. Tindak Pidana Formal (formeel delict) adalah apabila tindak pidana yang

dimaksudkan dirumuskan sebagai ujud perbuatannya, tanpa

mempersoalkan akibat yang disebabkan oleh perbuatan itu.

Contohnya:

a. Pencurian (Pasal 362 KUHP), yang dirumuskan sebagai perbuatan

yang berwujud mengambil barang tanpa dipersoalkan akibat tertentu

dari pengambilan barang itu.

b. Pemalsuan surat (Pasal 263 KUHP), yang dirumuskan sebagai

perbuatan yang terwujud membuat surat palsu tanpa disebutkan

akibat tertentu dari penulisan surat palsu itu.24

Dengan demikian maka lebih tepat apabila penggolongan ini

dinamakan penggolongan tindak pidana dengan perumusan secara

“materiil” dari tindak pidana dengan perumusan secara “formal”. Dalam

tindak pidana “materiil” dirumuskan isi yang yang berupa akibat yang

dilarang, sedangkan dalam tindak pidana “formal” dirumuskan “ujud”

yang berupa perbuatan tertentu.25

3. Commissie Delict adalah tindak pidana yang berupa melakukan suatu

perbuatan positif, umpamanya membunuh, mencuri dan lain-lain.26

23

Ismu Gunadi dan Jonaedi Efendi, Cepat dan Mudah Memahami Hukum Pidana, (Jakarta:

Kencana, 2014), h. 44

24M. Sudrajat Bassar, Tindak-Tindak Pidana Tertentu di dalam Kitab Undang-undang

Hukum Pidana, (Bandung: Remadja Karya CV, 1986), h. 11

25M. Sudrajat Bassar, Tindak-Tindak Pidana Tertentu di dalam Kitab Undang-undang

Hukum Pidana, h. 11

26M. Sudrajat Bassar, Tindak-Tindak Pidana Tertentu di dalam Kitab Undang-undang

Hukum Pidana, h. 12

Page 26: TINDAK PIDANA PENCURIAN IKAN DI WILAYAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41667/1/ENENG...tindak pidana pencurian ikan di wilayah perbatasannegara republik indonesiadalamperspektif

16

Delik yang berupa pelanggaran terhadap larangan, adalah berbuat

sesuatu yang dilarang, pencurian, penggelapan dan penipuan.27

4. Ommissie Delict adalah melalaikan kewajiban untuk melakukan

sesuatu, umpamanya tidak melakukan pemberitahuan dalam 10 hari

hal kelahiran atau kematian kepada Pegawai Jawatan Catatan Sipil

(Pasal 529 KUHP).28

Delik yang berupa pelanggaran terhadap

perintah, adalah tidak melakukan sesuatu yang diperintahkan/ yang

diharuskan, misal: tidak menghadap sebagai saksi dimuka pengadilan

(Pasal 522 KUHP), tidak menolong orang yang memerlukan

pertolongan (Pasal 531 KUHP).29

5. Gequalificeerd Delict

Istilah ini digunakan untuk suatu tindak pidana tertentu yang bersifat

istimewa, umpamanya pencurian yang gequalificeerd (Pasal 363

KUHP), apabila pencurian dilakukan dengan diikuti perbuatan yang

lain, misalnya dengan merusak pintu.30

6. Voortdurend Delict adalah tindak pidana yang tidak ada hentinya.

Umpamanya:

a. Pasal 169 KUHP yang melarang turut serta dalam suatu

perkumpulan yang bertujuan melakukan kejahatan, atau dalam

suatu perkumpulan yang oleh undang-undang atau oleh pemerintah

berdasarkan undang-undang dilarang. Jadi tindak pidana itu mulai

dilakukan pada waktu orang menjadi anggota dari perkumpulan

27

Ismu Gunadi dan Jonaedi Efendi, Cepat dan Mudah Memahami Hukum Pidana, (Jakarta:

Kencana, 2014), h. 46

28M. Sudrajat Bassar, Tindak-Tindak Pidana Tertentu di dalam Kitab Undang-undang

Hukum Pidana, (Bandung: Remadja Karya CV, 1986), h. 12

29Ismu Gunadi dan Jonaedi Efendi, Cepat dan Mudah Memahami Hukum Pidana, (Jakarta:

Kencana, 2014), h. 46

30M. Sudrajat Bassar, Tindak-Tindak Pidana Tertentu di dalam Kitab Undang-undang

Hukum Pidana, (Bandung: Remadja Karya CV, 1986), h. 12

Page 27: TINDAK PIDANA PENCURIAN IKAN DI WILAYAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41667/1/ENENG...tindak pidana pencurian ikan di wilayah perbatasannegara republik indonesiadalamperspektif

17

yang bersangkutan, dan akan terus-menerus berlangsung selama ia

belum keluar dari perkumpulan itu.

b. Pasal 529 KUHP yang menentukan:

“Barangsiapa yang tidak memenuhi kewajiban berdasarkan

undang-undang untuk melakukan pemberitahuan kepada pegawai

catatan sipil guna dimasukkan dalam daftar kelahiran atau daftar

kematian, akan dihukum dengan denda sebesar-besarnya seratus

rupiah.”

Selain itu ada peraturan yang diwajibkan dilakukannya itu dalam

waktu 10 hari setelah peristiwa yang bersangkutan terjadi. Apabila waktu

10 hari ini sudah lampau tanpa ada pemberitahuan maka pada saat itu

orang yang berkewajiban memberitahuakn itu mulai melakukan

pemberitahuan setelah lewat waktu sepuluh hari.31

Suatu contoh yang istimewa ialah yang diatur dalam Pasal 333 KUHP. Di

situ dalam satu pasal dilarang sekaligus dua perbuatan, yang satu merupakan

tindak pidana yang tidak ada hentinya (voortdurend), dan yang lain

merupakan tindak pidana yang biasa (afloopend). Yang merupakan tindak

pidana biasa yaitu menculik atau merampas kemerdekaan orang lain dengan

sengaja, sedangkan perbuatan yang merupakan tindak pidana yang tidak ada

hentinya adalah menahan orang yang diculiknya.32

D. Teori Penyebab Terjadinya Kejahatan

Di dalam kriminologi dikenal adanya beberapa teori yang dapat

dipergunakan untuk menganalisis permasalahan-permasalahan yang berkaitan

dengan kejahatan. Teori-teori tersebut pada hakikatnya berusaha untuk mengkaji

dan menjelaskan hal-hal yang berkaitan dengan penjahat dengan kejahatan,

31

M. Sudrajat Bassar, Tindak-Tindak Pidana Tertentu di dalam Kitab Undang-undang

Hukum Pidana, h. 13

32M. Sudrajat Bassar, Tindak-Tindak Pidana Tertentu di dalam Kitab Undang-undang

Hukum Pidana, h. 13

Page 28: TINDAK PIDANA PENCURIAN IKAN DI WILAYAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41667/1/ENENG...tindak pidana pencurian ikan di wilayah perbatasannegara republik indonesiadalamperspektif

18

namun dalam menjelaskan hal tersebut sudah tentu terdapat hal-hal yang berbeda

antara satu teori dengan teori lainnya.

Made Darma Weda (1996:15-20) mengemukakan teori-teori kriminologi

tentang kejahatan, sebagai berikut:33

1. Teori Klasik

Teori ini mulai muncul di Inggris pada pertengahan abad ke-19 dan

tersebar di Eropa dan Amerika. Teori ini berdasarkan psikologi hedonistik.

Menurut psikologi hedonistik setiap perbuatan manusia berdasarkan

pertimbangan rasa senang dan rasa tidak senang (sakit). Setiap manusia

berhak memilih mana yang baik dan mana yang buruk, perbuatan mana yang

mendatangkan kesenangan dan yang mana yang tidak. Menurut Beccaria

(Made Darma Weda, 1996:15) bahwa: “Setiap orang yang melanggar hukum

telah memperhitungkan kesenangan dan rasa sakit diperoleh dan perbuatan

tersebut.” Lebih lanjut Beccaria (Purnianti dkk., 1994:21) menyatakan

bahwa:34

“Semua orang melanggar Undang-Undang tertentu harus menerima

hukuman yang sama, tanpa mengingat umur, kesehatan jiwa, kaya

miskinnya, posisi sosial dan keadaan-keadaan lainnya. Hukuman yang

dijatuhkan harus sedemikian beratnya, sehingga melebihi suka yang

diperoleh dari pelanggaran Undang-Undang tersebut.”

Berdasarkan pendapat Beccaria tersebut setiap hukuman yang

dijatuhkan sekalipun pidana yang berat sudah diperhitungkan sebagai

kesenangan yang diperolehnya, sehingga maksud pendapat Beccaria adalah

untuk mengurangi kesewenangan dan kekuasaan hukuman.

33

Wiliater Pratomo R.S, “Tinjauan Kriminologis Terhadap Illegal Fishing yang Terjadi di

Kota Makassar,” (Skripsi S-1 Fakultas Hukum, Universitas Hasanuddin Makassar, 2014), h. 36

34

Topo santoso dan Eva Achjani Zulfa, “Kriminologi”, (Jakarta: RajaGrafindo Persada,

2010), h. 21

Page 29: TINDAK PIDANA PENCURIAN IKAN DI WILAYAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41667/1/ENENG...tindak pidana pencurian ikan di wilayah perbatasannegara republik indonesiadalamperspektif

19

2. Teori Neo Klasik

Menurut Made Darma Weda (1996:15) bahwa:35

“Teori neo klasik ini sebenarnya merupakan revisi atau pembaharuan

teori klasik, dengan demikian teori neo klasik ini tidak menyimpang dari

konsepsi-konsepsi umum tentang sifat-sifat manusia yang berlaku pada

waktu itu. Doktrin dasarnya tetap yaitu bahwa manusia adalah makhluk yang

mempunyai rasio yang berkehendak bebas dan karenanya bertanggung

jawab atas perbuatan-perbuatannya dan dapat dikontrol oleh rasa

ketakutannya terhadap hukum”.

Ciri khas teori neo klasik (Made Darma Weda, 1996:15) adalah sebagai

berikut:

a. Adanya pelunakan/ perubahan pada doktrin kehendak bebas. Kebebasan

kehendak untuk memilih dapat dipengaruhi oleh:

1) Patologi, ketidak mampuan untuk bertindak, sakit jiwa, atau lain-

lain keadaan yang mencegah seseorang untuk memperlakukan

kehendak bebasnya.

2) Premeditasi niat, yang dijadikan ukuran dari kebebasan kehendak,

tetapi hal ini menyangkut terhadap hal-hal yang aneh, sebab jika

benar, maka pelaku pidana untuk pertama kali harus dianggap lebih

bebasuntuk memilih dari pada residivis yang terkait dengan

kebiasaan-kebiasaannya, dan oleh karenanya harus dihukum dengan

berat.

b. Pengakuan dari pada sahnya keadaan yang berubah ini dapat berupa fisik

(cuaca, mekanis, dan sebagainya) keadaan- keadaan lingkungannya atau

keadaan mental dari individu.

c. Perubahan doktrin tanggung jawab sempurna untuk memungkinkan

perubahan hukuman menjadi tanggung jawab sebagian saja, sebab-sebab

35

Wiliater Pratomo R.S, “Tinjauan Kriminologis Terhadap Illegal Fishing yang Terjadi di

Kota Makassar,” (Skripsi S-1 Fakultas Hukum, Universitas Hasanuddin Makassar, 2014), h. 37

Page 30: TINDAK PIDANA PENCURIAN IKAN DI WILAYAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41667/1/ENENG...tindak pidana pencurian ikan di wilayah perbatasannegara republik indonesiadalamperspektif

20

utama untuk mempertanggungjawabkan seseorang untuk sebagian saja

adalah kegilaan, kedunguan, usia dan lain-lain yang dapat mempengaruhi

pengetahuan dan niat seseorang pada waktu melakukan kejahatan.

d. Dimasukkan persaksian/ keterangan ahli di dalam acara pengadilan untuk

menentukan besarnya tanggungjawab, untuk menentukan apakah si

terdakwa mampu memilih antara yang benar dan salah.

Berdasarkan ciri khas teori neo klasik, tampak bahwa teori neo- klasik

menggambarkan ditinggalkannya kekuatan yang supra natural, yang ajaib

(gaib), sebagai prinsip untuk menjelaskan dan membimbing terbentuknya

pelaksanaan hukum pidana. Dengan demikian teori-teori neo-klasik

menunjukkan permulaan pendekatan yang naturalistik terhadap perilaku/

tingkah laku manusia

3. Teori Kartografi/ Geografi

Teori kartografi yang berkembang di Perancis, Inggris, Jerman. Teori ini

mulai berkembang pada tahun 1830-1880 M. Teori ini sering pula disebut

sebagai ajaran ekologis. Yang dipentingkan oleh ajaran ini adalah distribusi

kejahatan dalam daerah-daerah tertentu, baik secara geografis maupun secara

sosial. Menurut Made Darma Weda (1996:16) bahwa: “Teori ini kejahatan

merupakan perwujudan kondisi-kondisi sosial yang ada. Dengan kata lain

bahwa kejahatan itu muncul disebabkan karena faktor dari luar manusia itu

sendiri.”36

4. Teori Sosialis

Teori sosialis mulai berkembang pada tahun 1850 M. Para tokoh aliran ini

banyak dipengaruhi oleh tulisan dari Marx dan Engels, yang lebih

menekankan pada determinasi ekonomi.

36

Topo santoso dan Eva Achjani Zulfa, “Kriminologi”, (Jakarta: RajaGrafindo Persada,

2010), h. 28

Page 31: TINDAK PIDANA PENCURIAN IKAN DI WILAYAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41667/1/ENENG...tindak pidana pencurian ikan di wilayah perbatasannegara republik indonesiadalamperspektif

21

Menurut para tokoh ajaran ini (Made Darma Weda 1996:16) bahwa

“kejahatan timbul disebabkan oleh adanya tekanan ekonomi yang tidak

seimbang dalam masyarakat.” Satjipto Rahardjo (A.S. Alam, 2010: 21)

berpendapat bahwa: “Kejahatan itu merupakan bayang-bayang manusia maka

dari itu makin tinggi peradaban manusia makin tinggi pula cara melakukan

kejahatan.”

Berdasarkan pendapat tersebut di atas, maka untuk melawan kejahatan itu

haruslah diadakan peningkatan di bidang ekonomi. Dengan kata lain

kemakmuran, keseimbangan dan keadilan sosial akan mengurangi terjadinya

kejahatan. Ajaran ini menghubungkan kondisi kejahatan dengan kondisi

ekonomi yang dianggap memiliki hubungan sebab akibat. Walau demikian

ajaran ini dapat dikatakan bersifat ilmiah, sebab dimulai dengan sebuah

hipotesa dan kumpulan bahan-bahan nyata dan menggunakan cara yang

memungkinkan orang lain untuk mengulangi penyelidikan dan untuk menguji

kembali kesimpulan-kesimpulannya.37

5. Teori Tipologis

Di dalam kriminologi telah berkembang empat teori yang disebut dengan

teori tipologis atau bio-typologis. Ke empat aliran tersebut mempunyai

kesamaan pemikiran dan metodologi. Mereka mempunyai asumsi bahwa

terdapat perbedaan antara orang jahat dengan orang yang tidak jahat.

Keempat teori tipologis tersebut adalah sebagai berikut:38

a. Teori Lombroso/ Mazhab Antropologis

Teori ini dipelopori oleh Cesare Lombroso. Menurut Lombroso

(Made Darma Weda 1996:16-17) bahwa: “Kejahatan merupakan bakat

manusia yang dibawa sejak lahir (criminal is born). Selanjutnya ia

37

Topo santoso dan Eva Achjani Zulfa, “Kriminologi”, (Jakarta: RajaGrafindo Persada,

2010), h. 29

38

Topo santoso dan Eva Achjani Zulfa, “Kriminologi”, h. 29

Page 32: TINDAK PIDANA PENCURIAN IKAN DI WILAYAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41667/1/ENENG...tindak pidana pencurian ikan di wilayah perbatasannegara republik indonesiadalamperspektif

22

mengatakan bahwa ciri khas seorang penjahat dapat dilihat dari keadaan

fisiknya yang mana sangat berbeda dengan manusia lainnya.”

Aliran Lombroso ini bertujuan untuk membantah aliran klasik dalam

persoalan determinasi melawan kebebasan kemauan dan kemudian

membantah teori Tarde tentang theory of imitation (Le lois de'l

imitation).

Teori Lombroso ini, dibantah oleh Goring dengan membuat

penelitian perbandingan. Hasil penelitiannya tersebut, Goring (Made

Darma Weda, 1996:18) menarik kesimpulan bahwa “Tidak ada tanda-

tanda jasmaniah untuk disebut sebagai tipe penjahat, demikian pula tidak

ada tanda-tanda rohaniah untuk menyatakan penjahat itu memiliki suatu

tipe”.39

Dengan demikian Goring dalam mencari kausa kejahatan kembali

pada faktor psikologis, sedangkan faktor lingkungan sangat kecil

pengaruhnya terhadap seseorang.

b. Teori Mental Tester

Teori mental Tester ini muncul setelah runtuhnya teori Lombroso.

Teori ini dalam metodologinya menggunakan tes mental untuk

membedakan penjahat dan bukan pejahat. Menurut Goddard (Made

Darma Weda, 1996:18) bahwa: “Setiap penjahat adalah orang yang

otaknya lemah, karena orang yang otaknya lemah tidak dapat menilai

perbuatannya, dan dengan demikian tidak dapat pula menilai akibat dari

perbuatannya tersebut atau menangkap serta menilai arti hukum”.40

Berdasarkan pendapat tersebut, teori ini memandang kelemahan otak

merupakan pembawaan sejak lahir dan merupakan penyebab orang

melakukan kejahatan.

39

Wiliater Pratomo R.S, “Tinjauan Kriminologis Terhadap Illegal Fishing yang Terjadi di

Kota Makassar,” (Skripsi S-1 Fakultas Hukum, Universitas Hasanuddin Makassar, 2014), h. 40

40

Wiliater Pratomo R.S, “Tinjauan Kriminologis Terhadap Illegal Fishing yang Terjadi di

Kota Makassar,” (Skripsi S-1 Fakultas Hukum, Universitas Hasanuddin Makassar, 2014), h. 41

Page 33: TINDAK PIDANA PENCURIAN IKAN DI WILAYAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41667/1/ENENG...tindak pidana pencurian ikan di wilayah perbatasannegara republik indonesiadalamperspektif

23

c. Teori Psikiatrik

Teori psikiatrik merupakan lanjutan teori-teori Lombroso dengan

melihat tanpa adanya perubahan pada ciri-ciri morfologi (Made Darma

Weda, 1996:19) bahwa:41

“Teori ini Iebih menekankan pada unsur psikologis, epilepsi dan

moral insanity sebagai sebab-sebab kejahatan.Teori psikiatrik ini,

memberikan arti penting kepada kekacauan kekacauan emosional, yang

dianggap timbul dalam interaksi sosial dan bukan karena pewarisan.

Pokok teori ini adalah organisasi tertentu dari pada kepribadian orang,

yang berkembang jauh terpisah dari pengaruh jahat, tetapi tetap akan

menghasilkan kelakuan jahat tanpa mengingat situasi situasi sosial”.

d. Teori Sosiologis

Dalam memberi kausa kejahatan, teori sosiologis merupakan aliran

yang sangat bervariasi. Analisis sebab-sebab kejahatan secara sosiologis

banyak dipengaruhi oleh teori kartografik dan sosialis.

Teori ini menafsirkan kejahatan (Made Darma Weda, 1996:19)

sebagai: Fungsi lingkungan sosial (crime as a function of social

environment). Pokok pangkal dengan ajaran ini adalah, bahwa kelakuan

jahat dihasilkan oleh proses-proses yang sama seperti kelakuan sosial.

Dengan demikian proses terjadinya tingkah laku jahat tidak berbeda

dengan tingkah laku lainnya termasuk tingkah laku yang baik. Orang

melakukan kejahatan disebabkan karena orang tersebut meniru keadaan

sekelilingnya.42

41

Wiliater Pratomo R.S, “Tinjauan Kriminologis Terhadap Illegal Fishing yang Terjadi di

Kota Makassar,” (Skripsi S-1 Fakultas Hukum, Universitas Hasanuddin Makassar, 2014), h. 41

42

Topo santoso dan Eva Achjani Zulfa, “Kriminologi”, (Jakarta: RajaGrafindo Persada,

2010), h. 29

Page 34: TINDAK PIDANA PENCURIAN IKAN DI WILAYAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41667/1/ENENG...tindak pidana pencurian ikan di wilayah perbatasannegara republik indonesiadalamperspektif

24

6. Teori Lingkungan

Teori ini biasa juga disebut sebagai mazhab Perancis. Menurut Tarde

(Made Darma Weda, 1996:20):43

“Teori ini seseorang melakukan kejahatan

karena dipengaruhi oleh faktor di sekitarnya/ lingkungan, baik lingkungan

keluarga, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan keamanan termasuk dengan

pertahanan dengan dunia luar, serta penemuan teknologi.”

Masuknya barang-barang dari luar negeri seperti televisi, buku-buku serta

film dengan berbagai macam reklame sebagai promosinya ikut pula

menentukan tinggi rendahnya tingkat kejahatan.

7. Teori Biososiologi

Tokoh dari aliran ini adalah A. D. Prins, van Humel, D. Simons dan lain-

lain. Aliran biososiologi ini sebenarnya merupakan perpaduan dari aIiran

antropologi dan aliran sosiologis, oleh karena ajarannya didasarkan bahwa

tiap-tiap kejahatan itu timbul karena faktor individu seperti keadaan psikis

dan fisik dari si penjahat dan juga karena faktor lingkungan.

Menurut Made Darma Weda, (1996:20) bahwa: “Faktor individu itu dapat

meliputi sifat individu yang diperoleh sebagai warisan dari orang tuanya,

keadaan badaniah, kelamin, umur, intelek, temperamen, kesehatan, dan

minuman keras. Keadaan lingkungan yang mendorong seseorang melakukan

kejahatan itu meliputi keadaan alam (geografis dan klimatologis), keadaan

ekonomi, tingkat peradaban dan keadaan politik suatu negara misalnya

meningkatnya kejahatan menjelang pemilihan umum dan menghadapi sidang

MPR.44

43

Wiliater Pratomo R.S, “Tinjauan Kriminologis Terhadap Illegal Fishing yang Terjadi di

Kota Makassar,” (Skripsi S-1 Fakultas Hukum, Universitas Hasanuddin Makassar, 2014, h. 42

44

Wiliater Pratomo R.S, “Tinjauan Kriminologis Terhadap Illegal Fishing yang Terjadi di

Kota Makassar,” (Skripsi S-1 Fakultas Hukum, Universitas Hasanuddin Makassar, 2014, h.42

Page 35: TINDAK PIDANA PENCURIAN IKAN DI WILAYAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41667/1/ENENG...tindak pidana pencurian ikan di wilayah perbatasannegara republik indonesiadalamperspektif

25

8. Teori NKK

Teori NKK ini merupakan teori terbaru yang rnencoba menjelaskan sebab

terjadinya kejahatan di dalam masyarakat.Teori ini sering dipergunakan oleh

aparat kepolisian di dalam menanggulangi kejahatan di masyarakat.

Menurut A S. Alam (Kuliah Kriminologi, 13-11-1999) bahwa rumus teori

ini adalah: “N + K1 = K2, Keterangan: N = Niat, K1 = Kesempatan, K2 =

Kejahatan”. Menurut teori ini, sebab terjadinya kejahatan adalah karena

adanya niat dan kesempatan yang dipadukan. Jadi meskipun ada niat

tetapi tidak ada kesempatan, mustahil akan terjadi kejahatan, begitu pula

sebaliknya meskipun ada kesempatan tetapi tidak ada niat maka tidak

mungkin pula akan terjadi kejahatan.45

E. Peraturan Perundang-Undangan Perikanan

Hal yang penting yang diatur dalam Undang-undang No.45 Tahun 2009

tentang Perubahan Atas Undang-undang No.31 Tahun 2004 tentang Perikanan

(UU PAUUP) ini adalah setiap orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan

pengelolaan perikanan diwajibkan mematuhi ketentuan yang menyangkut

konservasi dan pengelolaan sumber daya ikan.46

Nampak bahwa UU PAUUP telah mengatur langkah-langkah konservasi dan

pengelolaan sumber daya ikan di perairan nasional yang cakupan pengaturannya

lebih luas daripada UU ZEEI sejalan dengan Konvensi Hukum Laut 1982, CCRF

(Code of Conduct for Responsible Fisheries) dan IPOA-IUU (International Plan

of Action to Deter, Prevent and Eliminate Illegal, Unreported and Unregulated

Fishing). Namun demikian Undang-undang tersebut belum melaksanakan

ketentuan-ketentuan Persetujuan PBB tentang Persediaan Ikan 1995 yang

45

Wiliater Pratomo R.S, “Tinjauan Kriminologis Terhadap Illegal Fishing yang Terjadi di

Kota Makassar,” (Skripsi S-1 Fakultas Hukum, Universitas Hasanuddin Makassar, 2014, h. 43

46

Dikdik Mohamad Sodik, Hukum Laut Intrenasional dan Pengaturannya di Indonesia,

(Bandung: Refika Aditama, 2011), h. 171-172.

Page 36: TINDAK PIDANA PENCURIAN IKAN DI WILAYAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41667/1/ENENG...tindak pidana pencurian ikan di wilayah perbatasannegara republik indonesiadalamperspektif

26

berkaitan dengan konservasi dan pengelolaan sumber daya ikan di ZEE Indonesia

dan di laut lepas.47

Ketentuan dalam UU PAUUP yang mengimplementasikan Pasal 6 ayat 6

CCRF termuat dalam Pasal 9 ayat 1. Ketentuan pasal ini melarang setiap orang

memiliki, menguasai, membawa, dan/atau menggunakan alat penangkapan

dan/atau alat bantu penangkapan ikan yang mengganggu dan merusak

keberlanjutan sumber daya ikan di kapal penangkap ikan di wilayah pengelolaan

perikanan Negara Republik Indonesia. Suatu hal lain yang perlu dirumuskan oleh

Undang-undang perikanan ini adalah perihal larangan yang sama bagi kapal

perikanan Indonesia yang melakukan kegiatan penangkapan ikan di laut lepas.48

Undang-undang positif mengidentifikasikan tindak pidana dalam bidang

perikanan sebagai berikut:49

1. Kejahatan

Undang-undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan jo. Undang-

undang Nomor 45 Tahun 2009 mengidentifikasi tindak pidana di bidang

perikanan yang merupakan “kejahatan” sesuai Pasal 103 sebagai berikut:

a. Setiap orang dengan sengaja di wilayah pengelolaan perikanan

Republik Indonesia melakukan penangkapan ikan dan/atau

pembudidayaan ikan dengan menggunakan bahan kimia, bahan

biologis, bahan peledak, alat dan/atau cara, dan/atau bangunan yang

dapat merugikan dan/atau membahayakan kelestarian sumber daya

ikan dan/atau lingkungannya (Pasal 84 ayat (1)),50

47

Dikdik Mohamad Sodik, Hukum Laut Intrenasional dan Pengaturannya di Indonesia, h.

171-172.

48Ibid, h. 173.

49Nunung Mahmudah, Illegal Fishing Pertanggungjawaban Pidana Korporasi di Wilayah

Perairan Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, 2015), h. 83.

50Nunung Mahmudah, Illegal Fishing Pertanggungjawaban Pidana Korporasi di Wilayah

Perairan Indonesia, h. 83.

Page 37: TINDAK PIDANA PENCURIAN IKAN DI WILAYAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41667/1/ENENG...tindak pidana pencurian ikan di wilayah perbatasannegara republik indonesiadalamperspektif

27

b. Nahkoda atau pemimpin kapal perikanan, ahli penangkap ikan, dan

anak buah kapal yang dengan sengaja di wilayah pengelolaan

perikanan Republik Indonesia melakukan penangkapan ikan dengan

menggunakan bahan kimia, bahan biologis, bahan peledak, alat

dan/atau cara, dan/atau bangunan yang dapat merugikan dan/atau

membahayakan kelestarian sumber daya ikan dan/atau lingkungannya

(Pasal 84 ayat (2)),51

c. Pemilik kapal perikanan, pemilik perusahaan perikanan,

penanggungjawab perusahaan perikanan, dan/atau operator kapal

perikanan yang dengan sengaja di wilayah pengelolaan perikanan

Republik Indonesia melakukan usaha penangkapan ikan dengan

menggunakan bahan kimia, bahan biologis, bahan peledak, alat

dan/atau cara, dan/atau bangunan yang dapat merugikan dan/atau

membahayakan kelestarian sumber daya ikan dan/atau lingkungannya

(Pasal 84 ayat (3)),52

d. Pemilik perusahaan pembudidayaan ikan, kuasa pemilik perusahaan

pembudidayaan ikan, dan/atau penanggungjawab perusahaan

pembudidayaan ikan yang dengan sengaja melakukan usaha

pembudidayaan ikan di wilayah pengelolaan perikanan Republik

Indonesia menggunakan bahan kimia, bahan biologis, bahan peledak,

alat dan/atau cara, dan/atau bangunan yang dapat merugikan dan/atau

membahayakan kelestarian sumber daya ikan dan/atau lingkungannya

(Pasal 84 ayat (4)),53

e. Setiap orang yang dengan sengaja memiliki, menguasai, membawa,

dan/atau menggunakan alat penangkap ikan dan/atau alat bantu

51

Nunung Mahmudah, Illegal Fishing Pertanggungjawaban Pidana Korporasi di Wilayah

Perairan Indonesia, h. 83

52Nunung Mahmudah, Illegal Fishing Pertanggungjawaban Pidana Korporasi di Wilayah

Perairan Indonesia, h. 83.

53Nunung Mahmudah, Illegal Fishing Pertanggungjawaban Pidana Korporasi di Wilayah

Perairan Indonesia, h. 83.

Page 38: TINDAK PIDANA PENCURIAN IKAN DI WILAYAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41667/1/ENENG...tindak pidana pencurian ikan di wilayah perbatasannegara republik indonesiadalamperspektif

28

penangkapan ikan yang mengganggu dan merusak keberlanjutan

sumber daya ikan di kapal penangkapan ikan di wilayah pengelolaan

perikanan Negara Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 9 (Pasal 85),54

f. Setiap orang yang dengan sengaja di wilayah pengelolaan perikanan

Republik Indonesia melakukan perbuatan yang mengakibatkan

pencemaran dan/atau kerusakan sumber daya ikan dan/atau

lingkungannya (Pasal 86 ayat (1)), membudidayakan ikan yang dapat

membahayakan sumber daya ikan dan/atau lingkungan sumber daya

ikan dan/atau kesehatan manusia (Pasal 86 ayat (2)),

membudidayakan ikan hasil rekayasa genetika yang dapat

membahayakan sumber daya ikan dan/atau lingkungan sumber daya

ikan dan/atau kesehatan manusia (Pasal 86 ayat (3)), menggunakan

obat-obatan dalam pembudidayaan ikan yang dapat membahayakan

sumber daya ikan dan/atau lingkungan sumber daya ikan dan/atau

kesehatan manusia (Pasal 86 ayat (4)),55

g. Setiap orang yang dengan sengaja memasukkan, mengeluarkan,

mengadakan, mengedarkan, dan/atau memelihara ikan yang

merugikan masyarakat, pembudidayaan ikan, sumber daya ikan,

dan/atau lingkungan sumber daya ikan ke dalam dan/atau ke luar

wilayah pengelolaan perikanan Republik Indonesia (Pasal 88),56

h. Setiap orang yang dengan sengaja menggunakan bahan baku, bahan

tambahan makanan, bahan penolong, dan/atau alat yang

54

Nunung Mahmudah, Illegal Fishing Pertanggungjawaban Pidana Korporasi di Wilayah

Perairan Indonesia, h. 83.

55Nunung Mahmudah, Illegal Fishing Pertanggungjawaban Pidana Korporasi di Wilayah

Perairan Indonesia, h. 83.

56Nunung Mahmudah, Illegal Fishing Pertanggungjawaban Pidana Korporasi di Wilayah

Perairan Indonesia, h. 84

Page 39: TINDAK PIDANA PENCURIAN IKAN DI WILAYAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41667/1/ENENG...tindak pidana pencurian ikan di wilayah perbatasannegara republik indonesiadalamperspektif

29

membahayakan kesehatan manusia dan/atau lingkungan dalam

melaksanakan penanganan dan pengelolaan ikan (Pasal 91),57

i. Setiap orang yang dengan sengaja di wilayah pengelolaan perikanan

Republik Indonesia melakukan usaha perikanan di bidang

penangkapan, pembudidayaan, pengangkutan, pengelohan, dan

pemasaran ikan, yang tidak memiliki SIUP (Pasal 92),58

j. Setiap orang yang memiliki dan/atau mengoperasikan kapal

penangkap ikan berbendera Indonesia melakukan penangkapan ikan di

wilayah pengelolaan perikanan Negara Republik Indonesia dan/atau di

laut lepas, yang tidak memiliki SIPI sebagaimana dimaksud dalam

Pasal 27 ayat 1 (Pasal 93 ayat (1)),59

k. Setiap orang yang memiliki dan/atau mengoperasikan kapal

penangkap ikan berbendera asing melakukan penangkapan ikan di

ZEEI yang tidak memiliki SIPI sebagaimana dimaksud dalam Pasal

27 ayat 2 (Pasal 93 ayat (2)),60

l. Setiap orang yang mengoperasikan kapal penangkap ikan berbendera

Indonesia di wilayah pengelolaan perikanan Negara Republik

Indonesia, yang tidak membawa SIPI asli sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 27 ayat (3) (Pasal 93 ayat (3)),61

57

Nunung Mahmudah, Illegal Fishing Pertanggungjawaban Pidana Korporasi di Wilayah

Perairan Indonesia, h. 84

58Nunung Mahmudah, Illegal Fishing Pertanggungjawaban Pidana Korporasi di Wilayah

Perairan Indonesia, h. 84

59Nunung Mahmudah, Illegal Fishing Pertanggungjawaban Pidana Korporasi di Wilayah

Perairan Indonesia, h. 84

60Nunung Mahmudah, Illegal Fishing Pertanggungjawaban Pidana Korporasi di Wilayah

Perairan Indonesia, h. 84

61Nunung Mahmudah, Illegal Fishing Pertanggungjawaban Pidana Korporasi di Wilayah

Perairan Indonesia, h. 84

Page 40: TINDAK PIDANA PENCURIAN IKAN DI WILAYAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41667/1/ENENG...tindak pidana pencurian ikan di wilayah perbatasannegara republik indonesiadalamperspektif

30

m. Setiap orang yang mengoperasikan kapal penangkap ikan berbendera

asing di ZEEI, yang tidak membawa SIPI asli sebagaimana dimaksud

dalam Pasal 27 ayat (3) (Pasal 93 ayat (4)),62

n. Setiap orang yang memiliki dan/atau mengoperasikan kapal

pengangkut ikan di wilayah pengelolaan perikanan Republik

Indonesia yang melakukan pengangkutan ikan atau kegiatan yang

terkait yang tidak memiliki SIKPI (Surat Izin Kapal Pengangkut Ikan)

(Pasal 94),63

o. Setiap orang yang memalsukan dan/atau menggunakan SIUP, SIPI,

dan SIKPI palsu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28A (Pasal

94A).64

2. Pelanggaran

Undang-undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Peikanan jo. Undang-

undang Nomor 45 Tahun 2009 mengidentifikasi tindak pidana yang

dikategorikan sebagai “pelanggaran” sesuai Pasal 103 adalah sebagai

berikut:65

a. Setiap orang yang dengan sengaja di wilayah pengelolaan perikanan

Republik Indonesia merusak plasma nutfah yang berkaitan dengan

sumber daya ikan (Pasal 87 ayat (1)), yang karena kelalaiannya di

wilayah pengelolaan perikanan Republik Indonesia mengakibatkan

62

Nunung Mahmudah, Illegal Fishing Pertanggungjawaban Pidana Korporasi di Wilayah

Perairan Indonesia, h. 84

63Nunung Mahmudah, Illegal Fishing Pertanggungjawaban Pidana Korporasi di Wilayah

Perairan Indonesia, h. 84

64Nunung Mahmudah, Illegal Fishing Pertanggungjawaban Pidana Korporasi di Wilayah

Perairan Indonesia, h. 85

65Nunung Mahmudah, Illegal Fishing Pertanggungjawaban Pidana Korporasi di Wilayah

Perairan Indonesia, h. 85

Page 41: TINDAK PIDANA PENCURIAN IKAN DI WILAYAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41667/1/ENENG...tindak pidana pencurian ikan di wilayah perbatasannegara republik indonesiadalamperspektif

31

rusaknya plasma nutfah yang berkaitan dengan sumber daya ikan

(Pasal 87 ayat (2)),66

b. Setiap orang yang melakukan penanganan dan pengelolaan ikan yang

tidak memenuhi dan tidak menerapkan persyaratan kelayakan

pengelolaan ikan, sistem jaminan mutu, dan keamanan hasil perikanan

(Pasal 89),67

c. Setiap orang yang dengan sengaja melakukan pemasukan atau

pengeluaran ikan dan/atau hasil perikanan dari dan/atau ke wilayah

Republik Indonesia yang tidak dilengkapi sertifikat kesehatan untuk

konsumsi manusia (Pasal 90),68

d. Setiap orang yang membangun, mengimpor, atau memodifikasi kapal

perikanan yang tidak mendapat persetujuan terlebih dahulu (Pasal

95),69

e. Setiap orang yang mengoperasikan kapal perikanan di wilayah

pengelolaan perikanan Republik Indonesia yang tidak mendaftarkan

kapal perikanannya sebagai kapal perikanan Indonesia (Pasal 96),70

f. Nahkoda yang mengoperasikan kapal penangkap ikan berbendera

asing yang tidak memiliki izin penangkapan ikan, yang selama berada

di wilayah pengelolaan perikanan Republik Indonesia tidak

menyimpan alat penangkapan ikan di dalam palka (Pasal 97 ayat (1))

yang telah memiliki izin penangkapan ikan dengan 1 (satu) jenis alat

66

Nunung Mahmudah, Illegal Fishing Pertanggungjawaban Pidana Korporasi di Wilayah

Perairan Indonesia, h. 85

67Nunung Mahmudah, Illegal Fishing Pertanggungjawaban Pidana Korporasi di Wilayah

Perairan Indonesia, h. 85

68Nunung Mahmudah, Illegal Fishing Pertanggungjawaban Pidana Korporasi di Wilayah

Perairan Indonesia, h. 85

69Nunung Mahmudah, Illegal Fishing Pertanggungjawaban Pidana Korporasi di Wilayah

Perairan Indonesia, h. 85

70Nunung Mahmudah, Illegal Fishing Pertanggungjawaban Pidana Korporasi di Wilayah

Perairan Indonesia, h. 85

Page 42: TINDAK PIDANA PENCURIAN IKAN DI WILAYAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41667/1/ENENG...tindak pidana pencurian ikan di wilayah perbatasannegara republik indonesiadalamperspektif

32

penangkapan ikan tertentu pada bagian tertentu di ZEEI yang

membawa alat penangkapan ikan lainnya (Pasal 97 ayat (2)), yang

telah memiliki izin penangkapan ikan, yang tidak menyimpan alat

penangkapan ikan di dalam palka selama berada di luar daerah

penangkapan ikan yang diizinkan di wilayah pengelolaan perikanan

Republik Indonesia (Pasal 97 ayat (3)),71

g. Nahkoda kapal perikanan yang tidak memiliki surat persetujuan

berlayar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (3) (Pasal 98),72

h. Setiap orang asing yang melakukan penelitian perikanan di wilayah

pengelolaan Republik Indonesia yang tidak memiliki izin dari

pemerintah (Pasal 99),73

i. Setiap orang yang melanggar ketentuan yang ditetapkan sebagaimana

dimaksud dalam pasal 7 ayat (2) (Pasal 100), yaitu setiap orang yang

melakukan dan/atau kegiatan perikanan wajib mematuhi ketentuan:74

1) Jenis, jumlah, dan ukuran alat penangkap ikan,

2) Jenis, jumlah, ukuran, dan penempatan alat bantu penangkapan

ikan,

3) Daerah, jalur, dan waktu atau musim penangkapan ikan,

4) Persyaratan atau standar prosedur operasional penangkapan ikan,

5) Sistem pemantauan kapal perikanan,

6) Jenis ikan baru yang akan dibudidayakan,

71

Nunung Mahmudah, Illegal Fishing Pertanggungjawaban Pidana Korporasi di Wilayah

Perairan Indonesia, h. 85

72Nunung Mahmudah, Illegal Fishing Pertanggungjawaban Pidana Korporasi di Wilayah

Perairan Indonesia, h. 86

73Nunung Mahmudah, Illegal Fishing Pertanggungjawaban Pidana Korporasi di Wilayah

Perairan Indonesia, h. 86

74Nunung Mahmudah, Illegal Fishing Pertanggungjawaban Pidana Korporasi di Wilayah

Perairan Indonesia, h. 86

Page 43: TINDAK PIDANA PENCURIAN IKAN DI WILAYAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41667/1/ENENG...tindak pidana pencurian ikan di wilayah perbatasannegara republik indonesiadalamperspektif

33

7) Jenis ikan dan wilayah penebaran kembali serta penangkapan ikan

berbasis budi daya,

8) Pembudidayaan ikan dan perlindungannya,

9) Pencegahan pencemaran dan kerusakan sumber daya ikan serta

lingkungannya,

10) Ukuran atau berat minimum jenis ikan yang boleh ditangkap,

11) Suaka perikanan,

12) Wabah dan wilayah wabah penyakit ikan,

13) Jenis ikan yang dilarang untuk diperdagangkan, dimasukkan, dan

dikeluarkan ke dan dari wilayah Republik Indonesia, dan

14) Jenis ikan yang dilindungi.

UU No. 31 Tahun 2004 tentang Perikanan jo. UU No. 45 Tahun 2009

mencantumkan definisi atau konsep “perikanan” yang mengandung pengertian

luas. Dalam Pasal 1 ayat (1) disebutkan, bahwa:

“Perikanan adalah semua kegiatan yang berhubungan dengan

pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya ikan dan lingkungannya

mulai dari praproduksi, produksi, pengelohan sampai dengan

pemasaran, yang dilaksanakan dalam suatu sistem bisnis perikanan”.

Setelah konsep Illegal Fishing yang dibuat oleh lembaga yang

berwenang disinkronkan dengan konsep “perikanan” menurut Undang-

Undang Nomor 31 Tahun 2009 tentang Perikanan jo. Undang-Undang

Nomor 45 Tahun 2009, maka dapat diketahui bahwa semua bentuk-

bentuk tindak pidana, baik yang merupakan “kejahatan” maupun

“pelanggaran” dalam Undang-Undang Perikanan dapat disebut sebagai

tindak pidana Illegal Fishing.75

75

Nunung Mahmudah, Illegal Fishing Pertanggungjawaban Pidana Korporasi di Wilayah

Perairan Indonesia, h. 87-88.

Page 44: TINDAK PIDANA PENCURIAN IKAN DI WILAYAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41667/1/ENENG...tindak pidana pencurian ikan di wilayah perbatasannegara republik indonesiadalamperspektif

34

BAB III

TINJAUAN UMUM TENTANG ILLEGAL FISHING

A. Pengertian Illegal Fishing

Dalam peraturan perundang-undangan tentang kelautan, terutama

menyangkut bidang perikanan, kategori tindak pidana dibedakan menjadi

“kejahatan” dan “pelanggaran”. Namun, baik dalam tindak kejahatan maupun

pelanggaran tidak terdapat istilah Illegal Fishing. Istilah ini terdapat dalam

penjelasan Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perubahan Atas

Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan, tetapi tidak diberikan

definisi maupun penjelasan lebih lanjut tentang apa itu Illegal Fishing.

Istilah Illegal Fishing populer dipakai oleh aparat penegak hukum dan

instansi terkait untuk menyebut tindak pidana di bidang perikanan, seperti dalam

acara “Laporan Singkat Rapat Kerja Komis III DPR RI dengan Kepolisian

Republik Indonesia (Bidang Hukum, Perundang-undangan, HAM dan

Keamanan)”. Pada salah satu pokok bahasannya menyebutkan bahwa Komisi III

DPR RI meminta penjelasan Kapolri tentang kebijakan atau langkah-langkah

yang telah dilakukan untuk memberantas perjudian, premanisme, narkotika,

Illegal logging, Illegal Fishing, dan Illegal minning serta memproses secara

hukum aparat Polri yang terlibat (tindak lanjut kesimpulan Rapat Kerja tanggal 10

Desember 2008). Dari sini dapat diketahui istilah Illegal Fishing juga digunakan

dalam acara resmi oleh lembaga negara.76

Illegal Fishing berasal dari kata Illegal yang berarti tidak sah atau tidak

resmi. Fishing merupakan kata benda yang berarti perikanan, dari kata fish dalam

bahasa Inggris yang berarti ikan, mengambil, merogoh, mengail, atau

memancing.77

76

Nunung Mahmudah, Illegal Fishing Pertanggungjawaban Pidana Korporasi di Wilayah

Perairan Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, 2015), h. 79

77Nunung Mahmudah, Illegal Fishing Pertanggungjawaban Pidana Korporasi di Wilayah

Perairan Indonesia, h. 80

Page 45: TINDAK PIDANA PENCURIAN IKAN DI WILAYAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41667/1/ENENG...tindak pidana pencurian ikan di wilayah perbatasannegara republik indonesiadalamperspektif

35

Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan Kementerian Kelautan

dan Perikanan, memberi batasan pada istilah Illegal Fishing, yaitu pengertian

Illegal, unreported, dan unregulated (IUU) fishing yang secara harfiah dapat

diartikan sebagai kegiatan perikanan yang tidak sah, kegiatan perikanan yang

tidak diatur oleh peraturan yang ada, atau aktivitasnya tidak dilaporkan kepada

suatu institusi atau lembaga pengelola perikanan yang tersedia.78

Hal ini merujuk pada pengertian yang dikeluarkan oleh International Plan of

Action (IPOA) – Illegal, unreported, unregulated (IUU) fishing yang diprakarsai

oleh FAO dalam konteks implementasi Code of Conduct for Responsible

Fisheries (CCRF). Pengertian Illegal Fishing dijelaskan sebagai berikut:

1. Kegiatan penangkapan yang dilakukan oleh suatu negara tertentu atau

kapal asing di perairan yang bukan merupakan yurisdiksinya tanpa izin

dari negara yang memiliki yurisdiksi atau kegiatan penangkapan ikan

tersebut bertentangan dengan hukum dan peraturan negara itu.

2. Kegiatan penangkapan ikan yang dilakukan oleh kapal perikanan

berbendera salah satu negara yang tergabung sebagai anggota organisasi

pengelolaan perikanan regional, Regional Fisheries Management

Organization (RFMO), tetapi pengoperasian kapal-kapalnya bertentangan

dengan tindakan-tindakan konservasi dan pengelolaan perikanan yang

telah diadopsi RFMO. Negara RFMO wajib mengikuti aturan yang

ditetapkan itu atau aturan lain yang berakitan dengan hukum internasional.

3. Kegiatan penangkapan ikan yang bertentangan dengan perundang-

undangan suatu negara atau ketentuan internasional, termasuk aturan-

aturan yang ditetapkan negara anggota RFMO.79

78

Nunung Mahmudah, Illegal Fishing Pertanggungjawaban Pidana Korporasi di Wilayah

Perairan Indonesia, h. 80

79Nunung Mahmudah, Illegal Fishing Pertanggungjawaban Pidana Korporasi di Wilayah

Perairan Indonesia, h. 80-81

Page 46: TINDAK PIDANA PENCURIAN IKAN DI WILAYAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41667/1/ENENG...tindak pidana pencurian ikan di wilayah perbatasannegara republik indonesiadalamperspektif

36

B. Wilayah Perairan di Perbatasan Negara Indonesia

Indonesia sebagai negara Nusantara menurut Konvensi Perserikatan Bangsa-

bangsa tentang Hukum Laut 1982 (UNCLOS 1982) yang telah diratifikasi dengan

Undang-undang Nomor 17 Tahun 1985 disebut sebagai negara kepulauan

(archipelagic state), memiliki laut yang menurut kelompok pengaturan hukum

(legal regime) dapat dibedakan atas:80

1. Perairan Pedalaman (internal water) adalah perairan yang terletak pada

sisi darat dari garis pangkal kepulauan, dan perairan yang ditutup oleh

garis-garis penutup pada perairan kepulauannya sesuai dengan ketentuan

Pasal 9, 10 dan 11 UNCLOS 1982 yang berlaku bagi mulut sungai, teluk

dan pelabuhan.

2. Perairan Kepulauan (archipelagic waters) adalah perairan yang terletak

disebelah dalam dari garis pangkal lurus kepulauan.

3. Laut Teritorial (territorial sea) adalah suatu jalur laut dengan lebar 12 mil

laut, diukur dari garis pangkal kepulauan. Yang artinya dengan garis

pangkal kepulauan dalam pengaturan sebagai berikut:

a. Garis pangkal biasa adalah berupa garis air terendah sepanjang pantai

pada waktu air sedang surut, yang mengikuti segala lekuk liku pantai.

Pada muara sungai, teluk yang lebarnya tidak lebih dari 24 mil laut, dan

pelabuhan, garis air rendah tersebut dapat ditarik suatu garis lurus.

b. Garis pangkal lurus adalah garis air terendah yang menghubungkan

titik-titik terluar dari pantai pulau-pulau suatu negara yang memiliki:

1) Garis pantai yang menjorok dan menikung jauh kedalam

2) Deretan/ gugusan pulau sepanjang pantai di dekatnya

3) Delta

80

Adi Susanto, Hubungan Antara Penegakan Hukum Perairan Indonesia dan Ketahanan

Nasional, Tesis Kajian Stratejik Ketahanan Nasional Universitas Indonesia, 2007.

Page 47: TINDAK PIDANA PENCURIAN IKAN DI WILAYAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41667/1/ENENG...tindak pidana pencurian ikan di wilayah perbatasannegara republik indonesiadalamperspektif

37

4) Kondisi alam lainnya menyebabkan garis pantai sangat tidak tetap,

maka titik-titik yang tepat dapat dipilih pada garis air rendah yang

paling jauh menjorok ke laut dan sekalipun garis air rendah

kemudian mundur, garis-garis pangkal lurus tersebut akan tetap

berlaku sampai dirubah oleh negara pantai sesuai dengan konvensi

ini.

5) Kepentingan khusus bagi negara tersebut, yang kenyataan dan

kepentingannya secara jelas dibuktikan oleh praktek yang telah

berlangsung lama.

c. Garis pangkal lurus kepulauan adalah berupa garis-garis air terendah

yang menghubungkan titik-titik terluar pada pulau-pulau dan karang

kering terluar dari suatu negara kepulauan.

4. Zona tambahan adalah suatu jalur laut yang terletak di luar dan perbatasan

dengan laut teritorial, di mana negara memiliki yurisdiksi terbatas untuk

kepentingan bea-cukai, diskal, imigrasi dan saniter (karantina) dan lebar

maksimalnya 24 mil laut dari garis pangkal.

Apabila zona tambahan Indonesia tumpang tindih dengan zona

tambahan negara tetangga yang berhadapan atau berdampingan dengan

Indonesia sepanjang belum ada perjanjian antara Indonesia dengan negara

tetangga yang bersangkutan dan tidak terdapat keadaan-keadaan khusus

yang perlu dipertimbangkan, batas zona tambahan antara Indonesia dengan

negara tetangga tersebut ditetapkan berdasarkan garis tengah.

5. Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) adalah jalur laut yang terletak di luar dan

berdampingan dengan laut teritorial yang lebarnya 200 mil laut diukur dari

garis pangkal. Dari rumusan tersebut, dapat dirinci unsur-unsur pengertian

ZEE antara lain:

a. Bahwa ZEE adalah bagian laut yang terletak di luar laut teritorial

b. Keberadaannya di luar laut teritorial tidak diselingi oleh bagian laut

lain tetapi langsung berdampingan dengan laut teritorial sendiri

c. ZEE diatur oleh rezim khusus

Page 48: TINDAK PIDANA PENCURIAN IKAN DI WILAYAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41667/1/ENENG...tindak pidana pencurian ikan di wilayah perbatasannegara republik indonesiadalamperspektif

38

d. Disebut rezim hukum khusus karena pada ZEE oleh Kovensi

(UNCLOS 1982) hak-hak dan yurisdiksi negara pantai dan sekaligus

juga diakui adanya hak-hak serta kebebasan negara lain.

6. Landas Kontinen adalah dasar laut dan tanah di bawahnya yang terletak di

luar laut teritorialnya sepanjang kelanjutan alamiah wilayah daratannya

hingga pinggiran luar tepian kontinen, atau hingga suatu jarak 200 mil laut

diukur dari garis pangkal kepulauan dalam hal pinggiran luar tepian

kontinen tidak mencapai jarak tersebut.

Mengingat sisi terluar dari wilayah negara atau yang dikenal dengan

Kawasan Perbatasan merupakan kawasan strategis dalam menjaga integritas

wilayah negara, maka diperlukan juga pengaturan secara khusus. Pengaturan

batas-batas wilayah negara dimaksudkan untuk memberikan kepastian hukum

mengenai ruang lingkup wilayah negara, kewenangan pengelolaan wilayah

negara, dan hak-hak berdaulat. Negara berkepentingan untuk ikut mengatur

pengelolaan dan pemanfaatan di laut bebas dan dasar laut internasional sesuai

dengan hukum internasional. Pemanfaatan di laut bebas dan di dasar laut meliputi

pengelolaan kekayaan alam, perlindungan lingkungan laut dan keselamatan

navigasi.81

Pengelolaan wilayah wegara dilakukan dengan pendekatan kesejahteraan,

keamanan dan kelestarian lingkungan secara bersama-sama. Pendekatan

kesejahteraan dalam arti upaya-upaya pengelolaan wilayah negara hendaknya

81

Suryo Sakti Hadiwijoyo, Perbatasan Negara dalam Dimensi Hukum Internasional,

(Yogyakarta: Graha Ilmu, 2011), h. 136-137.

Page 49: TINDAK PIDANA PENCURIAN IKAN DI WILAYAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41667/1/ENENG...tindak pidana pencurian ikan di wilayah perbatasannegara republik indonesiadalamperspektif

39

memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi peningkatan kesejahteraan

masyarakat yang tinggal di kawasan perbatasan. Pendekatan keamanan dalam arti

pengelolaan wilayah negara untuk menjamin keutuhan wilayah dan kedaulatan

negara serta perlindungan segenap bangsa.82

Peran Pemerintah dan Pemerintah Daerah menjadi sangat penting terkait

dengan pelaksanaan fungsi-fungsi pemerintahan sesuai dengan prinsip otonomi

daerah dalam mengelola pembangunan kawasan perbatasan. Peraturan perundang-

undangan yang terkait dengan wilayah negara telah diatur dalam berbagai

peraturan perundang-undangan, antara lain:

1. Undang-undang Nomor 2 Tahun 1971 tentang Perjanjian antara

Republik Indonesia dan Malaysia tentang Penetapan Garis Batas Laut

Wilayah kedua Negara di Selat Malaka,

2. Undang-undang Nomor 1 Tahun 1973 tentang Landas Kontinen

Indonesia,

3. Undang-undang Nomor 6 Tahun 1973 tentang Perjanjian antara

Indonesia dan Australia Mengenai Garis-garis Batas Tertentu antara

Indonesia dan Papua New Guinea,

4. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1973 tentang Perjanjian antara

Republik Indonesia dan Republik Singapura mengenai garis Batas Laut

Wilayah kedua Negara di Selat Singapura,

5. Undang-undang Nomor 5 Tahun 1983 tentang Zona Ekonomi Eksklusif

Indonesia,

6. Undang-undang Nomor 17 Tahun 1985 tentang Pengesahan United

Nations Convention on the Law Of The Sea (Konvensi Perserikatan

Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut),

7. Undang-undang Nomor 6 Tahun 1996 tentang Perairan Indonesia,

8. Undang-undang Nomor 18 Tahun 2007 tentang Pengesahan Persetujuan

Antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintahan Republik

82

Suryo Sakti Hadiwijoyo, Perbatasan Negara dalam Dimensi Hukum Internasional, h.

137.

Page 50: TINDAK PIDANA PENCURIAN IKAN DI WILAYAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41667/1/ENENG...tindak pidana pencurian ikan di wilayah perbatasannegara republik indonesiadalamperspektif

40

Sosialis Vietnam tentang Penetapan Batas Landas Kontinen Tahun

2003,

9. Keputusan presiden nomor 89 tahun 1969 tentang Persetujuan Antara

Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Malaysia tentang

Penetapan Garis Batas Landas Kontinen Antara Kedua Negara,

10. Keputusan presiden nomor 42 tahun 1971 tentang Persetujuan Antara

Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Common Wealth

Australia tentang Penetapan Batas-Batas Dasar Laut Tertentu,

11. Keputusan Presiden Nomor 20 Tahun 1972 tentang Persetujuan Antara

Pemerintah Republik Indonesia, Pemerintah Malaysia dan Pemerintah

Kerajaan Thailand tentang Penetapan Garis-garis Batas Landas

Kontinen Di Bagian Utara Selat Malaka,

12. Keputusan Presiden Nomor 21 Tahun 1972 tentang Persetujuan Antara

Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Kerajaan Thailand

tentang Penetapan Suatu Garis Batas Landas Kontinen Di Bagian Utara

Selat Malaka dan Laut Andaman,

13. Keputusan Presiden Nomor 66 Tahun 1972 tentang Persetujuan

Bersama Antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah

Commonwealth Australia tentang Penetapan Garis Batas Dasar Laut di

Daerah Laut Timor dan Laut Arafura,

14. Keputusan Presiden Nomor 51 Tahun 1974 tentang Persetujuan Antara

Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Republik India tentang

Penetapan Batas Landas Kontinen Antara Kedua Negara,

15. Keputusan Presiden Nomor 1 Tahun 1977 tentang Persetujuan Antara

Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Kerajaan Thailand

tentang Penetapan Garis Batas Dasar Laut Antara Kedua Negara Di

Laut Andaman,

16. Keputusan Presiden Nomor 26 Tahun 1977 tentang Persetujuan Antara

Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Republik India tentang

Garis Batas Landas Kontinen Tahun 1974 Antara Kedua Negara Di

Laut Andaman dan Samudera Hindia,

Page 51: TINDAK PIDANA PENCURIAN IKAN DI WILAYAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41667/1/ENENG...tindak pidana pencurian ikan di wilayah perbatasannegara republik indonesiadalamperspektif

41

17. Keputusan Presiden Nomor 24 Tahun 1978 tentang Persetujuan

Bersama Antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah

Republik India, dan Pemerintah Kerajaan Thailand tentang Penetapan

Titik Pertemuan Tiga Garis Batas dan Penetapan Garis Batas Ketiga

Negara Di Laut Andaman, dan

18. Keputusan Presiden Nomor 21 Tahun 1982 tentang Persetujuan Antara

Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Papua Nugini tentang

Batas-Batas Maritim Antara Pemerintah RI dan Papua Nugini dan

Kerjasama tentang Masalah-masalah yang Bersangkutan Sebagai Hasil

Perundingan Antara Delegasi Pemerintah RI dan Delegasi Pemerintah

Papua Nugini.83

Dalam mengelola potensi laut, kiranya dapat dibedakan menjadi tiga jenis

laut yang penting bagi Indonesia, yaitu:

1. Laut yang merupakan “wilayah Indonesia” dan yang berada di bawah

“kedaulatan Indonesia”. Yang termasuk ke dalam katagori ini adalah

perairan pedalaman, perairan kepulauan, dan laut teritorial,

2. Laut yang merupakan kewenangan Indonesia mempunyai hak-hak

berdaulat atas sumber daya alamnya serta kewenangan untuk mengatur

hal-hal tertentu, yaitu jalur tambahan, zona ekonomi eksklusif dan

landas kontinen serta,

3. Laut yang merupakan kepentingan Indonesia, di mana keterkaitan

Indonesia cukup erat walaupun Indonesia tidak mempunyai kedaulatan

kewilayahan atau pun kewenangan dan hak-hak berdaulat atas laut

tersebut. Yang termasuk ke dalam kategori ini adalah laut lepas dan

kawasan dasar laut internasional.84

83

Suryo Sakti Hadiwijoyo, Perbatasan Negara dalam Dimensi Hukum Internasional, h.

137-139.

84Dikdik Mohamad Sodik, Hukum Laut Internasional dan Pengaturannya di Indonesia,

(Bandung: Refika Aditama, 2011), h.49-50

Page 52: TINDAK PIDANA PENCURIAN IKAN DI WILAYAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41667/1/ENENG...tindak pidana pencurian ikan di wilayah perbatasannegara republik indonesiadalamperspektif

42

C. Kepemilikan Sumber Daya Alam di Wilayah Perbatasan Negara

Menurut Hukum Positif dan Hukum Islam

1. Kepemilikan Sumber Daya Alam di Wilayah Perbatasan Negara Menurut

Hukum Positif

Wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil sebagai bagian dari sumber daya

alam yang dianugerahkan oleh Tuhan Maha Esa kepada Bangsa Indonesia,

merupakan kekayaan nasional yang dikuasai oleh Negara yang perlu dijaga

kelestariannya dan dimanfaatkan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat,

baik bagi generasi sekarang maupun bagi generasi yang akan datang.85

Kekayaan nasional tersebut telah ditasbihkan dalam Konstitusi Negara

UUD 1945 untuk dipergunakan demi pencapaian sebesar-besarnya

kemakmuran rakyat. Pasal 33 (3) UUD 1945 menegaskan bahwa “Bumi, air,

dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan

dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”. Konsepsi hak

menguasai negara dalam hubungan dengan sumber daya alam sebagaimana

ditentukan dalam UUD 1945 tersebut ditegaskan kembali dalam Undang-

Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria

(yang lebih dikenal dengan UUPA).86

Dalam konteks ini maka hubungan antara negara dengan bumi, air, dan

ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang terkandung di dalamnya adalah

hubungan menguasai, bukan hubungan memiliki.87

85

Andi Iqbal Burhanuddin, dkk, Membangun Sumber Daya Kelautan Indonesia, (Bogor:

IPB, 2013), h. 292

86Andi Iqbal Burhanuddin, dkk, Membangun Sumber Daya Kelautan Indonesia, h. 292

87Andi Iqbal Burhanuddin, dkk, Membangun Sumber Daya Kelautan Indonesia, h. 292

Page 53: TINDAK PIDANA PENCURIAN IKAN DI WILAYAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41667/1/ENENG...tindak pidana pencurian ikan di wilayah perbatasannegara republik indonesiadalamperspektif

43

2. Kepemilikan Sumber Daya Alam di Wilayah Perbatasan Negara Menurut

Hukum Islam

Allah menganugerahkan berbagai kenikmatan bagi manusia dengan

bertujuan untuk memuliakan mereka. Manusia dianjurkan untuk

mendayagunakannya jika ia memang seorang yang berakal dan berilmu:

Artinya: “Allahlah yang menciptakan langit dan bumi dan menurunkan air

hujan dari langit. Kemudian dia mengeluarkan dengan air hujan itu

berbagai buah-buahan menjadi rezeki untukmu, dan Dia telah

menundukkan bahtera bagimu supaya bahtera itu berlayar di lautan dengan

kehendak-Nya, dan Dia telah menundukkan (pula) bagimu sungai-sungai.

Dan Dia telah menundukkan (pula) bagimu matahari dan bulan yang terus-

menerus beredar (dalam orbitnya), dan telah menundukkan bagimu malam

dan siang. Dan Dia telah memberikan kepadamu (keperluanmu) dari

segala apa yang kamu mohonkan kepada-Nya. Dan jika kamu menghitung

nikmat Allah, tidaklah kamu dapat menghinggakannya, Sesungguhnya

manusia itu, sangat zalim dan sangat mengingkari (nikmat Allah)”.

(Q.S. Ibrahim: 32-34).

Di antara sumber daya alam yang diserahkan kepada manusia adalah

hewan, tumbuh-tumbuhan, kekayaan laut, kekayaan tambang, matahari

dan bulan.

Page 54: TINDAK PIDANA PENCURIAN IKAN DI WILAYAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41667/1/ENENG...tindak pidana pencurian ikan di wilayah perbatasannegara republik indonesiadalamperspektif

44

Status manusia mempunyai sifat yang khas, selaras dan sejalan dengan

konsep hak milik dalam Islam. Keseimbangan antara hal-hal berlawanan

yang terlalu dilebih-lebihkan sangat dijaga dan dipelihara dalam Islam.

Tidak hanya dengan mengakui hak milik pribadi, melalui peringatan-

peringatan moral, Islam juga menjamin pembagian kekayaan yang seluas-

luasnya dan paling bermanfaat melalui lembaga-lembaga yang

didirikannya.88

Atas seizin-Nya manusia memiliki kekuasaan untuk memiliki barang

dari Allah Swt. Artinya, ketentuan-ketentuan syara’ membatasi hak untuk

memiliki, memanfaatkan, mengembangkan dan dalam

pendistribusiannya.89

Sumber daya alam yang terdapat di laut yang penulis teliti merupakan

milik umum karena kekayaan di dalam laut yang jumlahnya tak terbatas.

Hasil pendapatannya merupakan milik bersama dan dapat dikelola oleh

negara, atau negara menggaji tim ahli dalam pengelolaannya.90

Karena barang tambang (kekayaan alam) yang jumlahnya tak terbatas

merupakan milik umum seluruh rakyat, maka negara tidak boleh

memberikan izin kepada perorangan atau perusahaan untuk memilikinya.

Demikian juga negara tidak boleh mengizinkan perorangan atau

perusahaan melakukan eksploitasi untuk menghidupi mereka. Negara

dalam hal ini wajib melakukan eksploitasi barang tambang (sumber alam)

tersebut mewakili kaum muslim. Kemudian hasilnya digunakan untuk

memelihara urusan-urusan mereka. Jadi, apapun yang dikeluarkan dari

88

M. Sholahuddin, Asas-Asas Ekonomi Islam, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2007),

h. 66

89M. Sholahuddin, Asas-Asas Ekonomi Islam, h. 66

90M. Sholahuddin, Asas-Asas Ekonomi Islam, h. 99

Page 55: TINDAK PIDANA PENCURIAN IKAN DI WILAYAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41667/1/ENENG...tindak pidana pencurian ikan di wilayah perbatasannegara republik indonesiadalamperspektif

45

barang tambang (kekayaan alam) ditetapkan sebagai milik umum seluruh

rakyat.91

Harta milik umum dan milik negara92

pengelolaannya dilakukan oleh

negara, namun ada perbedaan antara kedua bentuk hak milik tersebut.

Harta yang termasuk milik umum pada dasarnya tidak boleh diberikan

negara kepada siapa pun, meskipun negara dapat membolehkan kepada

orang-orang untuk mengambil dan memanfaatkannya. Berbeda dengan hak

milik negara di mana negara berhak untuk memberikan harta tersebut

kepada siapa pun yang dikehendaki oleh negara sesuai dengan kebijakan

negara.93

Sebagai contoh: air, tambang garam, padang rumput, lapangan yang

merupakan milik umum, negara tidak boleh sama sekali memberikannya

kepada orang tertentu, meskipun semua orang boleh memanfaatkannya

secara bersama-sama sesuai dengan keperluannya. Berbeda dengan harta

kharaj yang merupakan milik negara, boleh diberikan kepada para petani

saja sedangkan yang lain tidak.94

D. Illegal Fishing di Perbatasan Wilayah Republik Indonesia

Berbagai bentuk kejahatan Illegal Fishing yang diidentifikasi dalam UU No.

31 Tahun 2004 tentang Perikanan jo. Undang-undang Nomor 45 Tahun 2009,

91

M. Sholahuddin, Asas-Asas Ekonomi Islam, h. 101.

92Hak milik negara ialah sebagai harta hak seluruh umat yang pengelolaannya menjadi

wewenang kepala negara, di mana dia bisa memberikan sesuatu kepada sebagian umat, sesusi

dengan kebijakannya.

93M. Sholahuddin, Asas-Asas Ekonomi Islam, (Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2007), h.

114.

94M. Sholahuddin, Asas-Asas Ekonomi Islam, h. 115.

Page 56: TINDAK PIDANA PENCURIAN IKAN DI WILAYAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41667/1/ENENG...tindak pidana pencurian ikan di wilayah perbatasannegara republik indonesiadalamperspektif

46

dicantumkan beberapa pelaku terhadap tindak kejahatan maupun pelanggaran

tersebut. Para pelakunya antara lain:95

1. Setiap orang,

2. Nahkoda atau pemimpin kapal perikanan,

3. Ahli penangkapan ikan,

4. Anak buah kapal,

5. Pemilik kapal perikanan,

6. Pemilik perusahaan perikanan,

7. Penanggungjawab perusahaan perikanan,

8. Operator kapal perikanan,

9. Pemilik perusahaan pembudidayaan ikan,

10. Kuasa pemilik perusahaan pembudidayaan ikan,

11. Penanggungjawab pembudidayaan ikan di wilayah pengelolaan

perikanan Republik Indonesia.

Beberapa modus atau jenis kegiatan Illegal yang sering dilakukan oleh kapal

ikan Indonesia, antara lain: penangkapan ikan tanpa izin (Surat Izin Usaha

Perikanan (SIUP) dan Surat Izin Penangkapan Ikan (SIPI) maupun Surat Izin

Kapal Pengangkutan Ikan (SIKPI). Kegiatan ini memiliki izin tetapi melanggar

ketentuan sebagaimana ditetapkan (pelanggaran daerah penangkapan ikan,

pelanggaran alat tangkap, pelanggaran ketaatan berpangkalan), pemalsuan atau

manipulasi dokumen (dokumen pengadaan, registrasi, dan perizinan kapal),

transshipment96

di laut, tidak mengaktifkan transmitter (khusus bagi kapal yang

diwajibkan memasang transmitter), serta penangkapan ikan yang merusak

(destructive fishing) dengan menggunakan bahan kimia, bahan biologis, bahan

peledak, alat, cara, dan/atau bangunan yang membahayakan pelestarian sumber

95

Nunung Mahmudah, Illegal Fishing Pertanggungjawaban Pidana Korporasi di Wilayah

Perairan Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, 2015), h. 89.

96pemindahan dari satu alat pengangakut ke alat pengangkut lain.

Page 57: TINDAK PIDANA PENCURIAN IKAN DI WILAYAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41667/1/ENENG...tindak pidana pencurian ikan di wilayah perbatasannegara republik indonesiadalamperspektif

47

daya ikan.97

Merujuk pada pengertian Illegal Fishing tersebut, secara umum dapat

diidentifikasi menjadi empat golongan yang merupakan Illegal Fishing yang

umum terjadi di Indonesia, yaitu:98

1. Penangkapan ikan tanpa izin,

2. Penangkapan ikan dengan menggunakan izin palsu,

3. Penangkapan ikan dengan menggunakan alat tangkap terlarang,

4. Penangkapan ikan dengan jenis (spesies) yang tidak sesuai dengan izin

Unreported fishing, yaitu kegiatan penangkapan ikan yang:99

1. Tidak pernah dilaporkan atau dilaporkan secara tidak benar pada instansi

yang berwenang dan tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan

nasional,

2. Dilakukan di area yang menjadi kompetensi organisasi pengelolaan

perikanan regional, namun tidak pernah dilaporkan atau dilaporkan secara

tidak benar dan tidak sesuai dengan prosedur pelaporan dari organisasi

tersebut.

Kegiatan Unreported fishing yang umum terjadi di Indonesia:100

1. Penangkapan ikan yang tidak melaporkan hasil tangkapan yang

sesungguhnya atau pemalsuan data tangkapan,

2. Penangkapan ikan yang langsung dibawa ke negara lain (transshipment di

tengah laut).

Unreported fishing, yaitu kegiatan penangkapan ikan:101

97

Nunung Mahmudah, Illegal Fishing Pertanggungjawaban Pidana Korporasi di Wilayah

Perairan Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, 2015), h. 81.

98Nunung Mahmudah, Illegal Fishing Pertanggungjawaban Pidana Korporasi di Wilayah

Perairan Indonesia, h. 82.

99Nunung Mahmudah, Illegal Fishing Pertanggungjawaban Pidana Korporasi di Wilayah

Perairan Indonesia, h. 82

100Nunung Mahmudah, Illegal Fishing Pertanggungjawaban Pidana Korporasi di Wilayah

Perairan Indonesia, h. 82

Page 58: TINDAK PIDANA PENCURIAN IKAN DI WILAYAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41667/1/ENENG...tindak pidana pencurian ikan di wilayah perbatasannegara republik indonesiadalamperspektif

48

1. Pada suatu area atau stok ikan yang belum diterapkan ketentuan

pelestarian dan pengelolaan, dalam hal ini kegiatan penangkapan tersebut

dilaksanakan dengan cara yang tidak sesuai dengan tanggungjawab negara

untuk pelestarian dan pengelolaan sumber daya ikan sesuai hukum

internasional,

2. Pada area yang menjadi kewenangan organisasi pengelolaan perikanan

regional yang dilakukan oleh kapal tanpa kewarganegaraan atau yang

mengibarkan bendera suatu negara yang tidak menjadi anggota organisasi

tersebut, hal ini dilakukan dengan cara yang tidak sesuai atau bertentangan

dengan ketentuan pelestarian dan pengelolaan dari organisasi tersebut.

Kegiatan Unreported fishing di perairan Indonesia, antara lain masih

belum diaturnya:102

1. Mekanisme pencatatan data hasil tangkapan dari seluruh kegiatan

penangkapan ikan yang ada,

2. Wilayah perairan yang diperbolehkan dan dilarang,

3. Pengaturan aktivitas sport fishing, kegiatan penangkapan ikan yang

menggunakan modifikasi dari alat tangkap ikan yang dilarang.

Illegal Fishing sering terjadi di wilayah pengelolaan perikanan Indonesia

adalah pencurian ikan oleh kapal-kapal asing yang berasal dari beberapa negara

tetangga (neighboring countries). Walaupun sulit untuk memetakan dan

mengestimasi tingkat Illegal Fishing yang terjadi di wilayah perairan Republik

Indonesia, namun dari hasil pengawasan yang dilakukan selama ini, (2005-2010)

dapat disimpulkan bahwa Illegal Fishing oleh kapal ikan asing sebagian besar

terjadi di ZEEI (exclusive economi zone) dan juga cukup banyak terjadi di

perairan kepulauan (archipelagic state). Pada umumnya, jenis alat tangkap yang

101

Nunung Mahmudah, Illegal Fishing Pertanggungjawaban Pidana Korporasi di Wilayah

Perairan Indonesia, h. 82

102Nunung Mahmudah, Illegal Fishing Pertanggungjawaban Pidana Korporasi di Wilayah

Perairan Indonesia, h. 82-83

Page 59: TINDAK PIDANA PENCURIAN IKAN DI WILAYAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41667/1/ENENG...tindak pidana pencurian ikan di wilayah perbatasannegara republik indonesiadalamperspektif

49

digunakan oleh kapal ikan asing di perairan Indonesia adalah alat-alat tangkap

produktif seperti purse seine103

dan trawl.104

Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya Illegal Fishing di perairan

Indonesia tidak terlepas dari lingkungan strategis global terutama

kondisiperikanan di negara lain yang memiliki perbatasan laut, dan sistem

pengelolaan perikanan di Indonesia itu sendiri.105

Kementerian Kelautan dan Perikanan menemukan 12 kapal asing yang tengah

melakukan aktivitas penangkapan ikan secara ilegal (Illegal Fishing) di Wilayah

Pengelolaan Perikanan (WPP) Indonesia. Kapal-kapal tersebut sempat terpantau

tengah berada di kawasan WPP 717 yang meliputi perairan Teluk Cendrawasih

dan Samudera Pasifik. Menteri Kelautan dan Perikanan, Susi Pudjiastuti

menyebut 12 kapal asing yang telah melakukan aktivitas pencurian di sekitar Biak

Numfor itu telah kabur meninggalkan WPP Indonesia. Ada aktivitas Illegal

Fishing di WPP 717, terdapat kapal long line Taiwan, Jepang, dan Tiongkok

Kawasan Pengelolaan Perikanan (WPP) 717 berada di kawasan Teluk

Cendrawasih dan Samudra Pasifik. Wilayah ini berada di kawasan Maluku Utara,

Halmahera Utara, dan Halmahera Timur, lalu Samudra Pasifik meliputi kawasan

Provinsi Papua, dan Papua Barat, Biak Numfor, Sarmi, Nabire, Raja Ampat dan

Sorong.106

Pemanfaatan sumber daya kelautan dan perikanan perlu dibarengi

103

Purse seine adalah alat penangkapan ikan yang berbentuk kantong dilengkapi dengan

cincin dan tali purse line yang terletak dibawah tali ris bawah berfungsi menyatukan bagian bawah

jaring sewaktu operasi dengan cara menarik tali purse line tersebut sehingga jaring membentuk

kantung

Trawl adalah suatu jaring kantong yang ditarik di belakang kapal menelusuri permukaan

dasar perairan untuk menangkap ikan, udang dan jenis demersal lainnya

104Nunung Mahmudah, Illegal Fishing Pertanggungjawaban Pidana Korporasi di Wilayah

Perairan Indonesia, h. 111.

105Nunung Mahmudah, Illegal Fishing Pertanggungjawaban Pidana Korporasi di Wilayah

Perairan Indonesia, h. 111

106https://www.cnnindonesia.com/nasional/20170726165157-12-230497/kkp-akan-

laporkan-12-kapal-asing-Illegal-fishing-ke-interpol/waktu akses: Kamis, 27/07/2017 04:24 WIB.

Page 60: TINDAK PIDANA PENCURIAN IKAN DI WILAYAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41667/1/ENENG...tindak pidana pencurian ikan di wilayah perbatasannegara republik indonesiadalamperspektif

50

dengan pengawasan yang optimal untuk memastikan pelaku usaha kelautan dan

perikanan mematuhi ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Terlebih lagi beberapa wilayah perairan Indonesia, seperti Selat Malaka, Laut

Natuna, Laut Arafuru, dan Laut Utara Sulawesi, merupakan wilayah yang cukup

rawan terjadinya kegiatan Illegal Fishing oleh kapal ikan asing.107

107

Nunung Mahmudah, Illegal Fishing Pertanggungjawaban Pidana Korporasi di Wilayah

Perairan Indonesia, (Jakarta: Sinar Grafika, 2015), h. 113.

Page 61: TINDAK PIDANA PENCURIAN IKAN DI WILAYAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41667/1/ENENG...tindak pidana pencurian ikan di wilayah perbatasannegara republik indonesiadalamperspektif

51

BAB IV

FAKTOR TINDAK PIDANA PENCURIAN IKAN DI WILAYAH

PERBATASAN NEGARA

A. Faktor Tindak Pidana Pencurian Ikan di Wilayah Perbatasan Negara

faktor-faktor yang mempengaruhi penangkapan ikan di wilayah ZEEI adalah:

1. Faktor geografis

Kepulauan Indonesia yang terletak di antara dua benua dan dua samudra

dengan letak geografis. Laut Indonesia sangat luas dan terbuka, di sisi lain

kemampuan pengawasan khususnya armada pengawasan nasional (kapal

pengawas) masih sangat terbatas dibandingkan kebutuhan untuk

mengawasi daerah rawan. Luasnya wilayah laut yang menjadi yurisdiksi

Indonesia dan kenyataan masih sangat terbukanya ZEEI yang berbatasan

dengan laut lepas telah menjadi magnet penarik masuknya kapal-kapal

ikan asing maupun lokal untuk melakukan Illegal fishing.

2. Faktor Teknis

Dengan meningkatnya IPTEK penangkapan ikan, seperti penggunaan

Souer, untuk mengetahui lokasi ikan, diciptakannya jarring-jaring model

baru, dan digunakannya satelit untuk mengetahui lokasi ikan.

3. Faktor Ekonomi

Dengan adanya perkembangan sosial ekonomi telah mendorong manusia

untuk mengeksploitasi SDA, termasuk ikan untuk dijadikan komoditi

yang sangat potensial dalam menunjang pertumbuhan ekonomi.

Terjadinya overfishing (tangkap lebih) di negara-negara tetangga yang

kemudian mencari daerah tangkapan di Indonesia untuk memenuhi

kebutuhan produksi dan pemasarannya. Meskipun, beberapa stok ikan di

beberapa wilayah perairan (Pantai Utara Jawa, sebagian Selat Malaka,

Pantai Selatan Sulawesi, dan Selat Bali) telah mengalami overfishing.

Tetapi, masih cukup banyak wilayah laut Indonesia lainnya yang masih

memiliki sumberdaya ikan cukup besar, seperti Natuna dan ZEEI (Zona

Ekonomi Eksklusif Indonesia) di Laut Cina Selatan, Laut Arafura, Laut

Page 62: TINDAK PIDANA PENCURIAN IKAN DI WILAYAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41667/1/ENENG...tindak pidana pencurian ikan di wilayah perbatasannegara republik indonesiadalamperspektif

52

Sulawesi, ZEEI di Samudera Pasifik, ZEEI di Samudera Hindia, dan

wilayah laut perbatasan. Indonesia dengan potensi produksi lestari

(Maximum Sustainable Yield = MSY) ikan laut sebesar 6,5 juta ton/tahun

merupakan salah satu negara dengan potensi ikan laut terbesar di dunia.

MSY ikan laut dunia sekitar 90 juta ton/tahun (FAO, 2010). Artinya,

sekitar 7,2 persen ikan laut dunia terdapat di Indonesia. Sementara,

negara-negara yang selama ini melakukan pencurian ikan di wilayah laut

Indonesia (Thailand, Pilipina, Vietnam, Malaysia, RRC, dan Taiwan)

memiliki potensi sumberdaya ikan laut yang jauh lebih kecil ketimbang

yang dimiliki Indonesia.

4. Faktor Sosial

Usaha-Usaha penangkapan ikan laut sarat dengan aspek-aspek sosial,

sebab penangkapan ikan dilakukan oleh nelayan yang memiliki berbagai

tingkat kemampuan ekonomi, mulai dari nelayan-nelayan tradisional yang

memiliki modal kecil yang menangkap ikan untuk keperluan sehari-hari,

sampai pada nelayan-nelayan bertarap yang terletak digaris equator yang

beriklim tropis memiliki sumber daya ikan yang dicirikan oleh sifat

banyak jenis (multi species). Keadaan alam tersebut mempengaruhi musim

penangkapan ikan. Sistem dan mekanisme perizinan kapal ikan masih

diwarnai oleh praktik KKN (Kolusi, Korupsi dan Nepotisme), dan

Kebanyakan pengusaha penangkapan ikan Indonesia yang lebih senang

sebagai broker (menjual izin kepada pengusaha asing), tanpa memiliki

kapal ikan sendiri atau kalaupun memiliki kapal ikan, mereka tidak

bekerja cerdas, keras, dan serius seperti pengusaha negara-negara tetangga

itu.

Faktor-faktor illegal fishing di atas merupakan suatu faktor yang

berhubungan dengan kesempatan terjadinya kriminalitas yang dapat berupa

persiapan, pemberian, pendorongan, atau pendukung adanya suatu tindakan

criminal yang mempunyai perwujudan yang bermacam-macam, masalah ini

mempunyai aspek-aspek sosial ekonomi, yuridis, religious, dan politis.

Page 63: TINDAK PIDANA PENCURIAN IKAN DI WILAYAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41667/1/ENENG...tindak pidana pencurian ikan di wilayah perbatasannegara republik indonesiadalamperspektif

53

Kegiatan Illegal Fishing di WPP-RI telah mengakibatkan kerugian yang

besar bagi Indonesia. Overfising, overcapacity, ancaman terhadap kelestarian

sumber daya ikan, iklim usaha perikanan yang tidak kondusif, melemahnya daya

saing perusahaan dan termarjinalkannya nelayan merupakan dampak nyata dari

kegiatan IUU fishing. Kerugian lain yang tidak dapat di nilai secara materil

namun sangat terkait dengan harga diri bangsa, adalah rusaknya citra Indonesia

pada kancah International karena dianggap tidak mampu untuk mengelola

perikanannya dengan baik.

Untuk dapat mengetahui, kerugian materil yang diakibatkan oleh Illegal

fishing perlu ditetapkan angka asumsi dasar antara lain: diperkirakan jumlah kapal

asing dan eks asing yang melakukan IUU fishing sekitar 1000 kapal, ikan yang

dicuri dari kegiatan IUU fishing dan dibuang (discarded) sebesar 25% dari stok

(estimasi FAO, 2001). Dengan asumsi tersebut, jika MSY (maximum sustainable

yield = tangkapan lestari maksimum) ikan = 6,4 juta ton/th, maka yang hilang

dicuri dan dibuang sekitar 1,6 juta ton/tahun. Jika harga jual ikan di luar negeri

rata-rata 2 USD/Kg, maka kerugian per tahun bisa mencapai Rp 30 trilyun.108

B. Dampak Pemidanaan Pelaku Pencurian Ikan di Wilayah

Perbatasan Negara

Pemidanaan bagian terpenting dalam hukum pidana, karena

merupakan puncak dari seluruh proses mempertanggungjawabkan

seseorang yang telah bersalah melakukan tindak pidana. Hukum pidana

tanpa pemidanaan berarti menyatakan seseorang bersalah tanpa ada akibat

yang pasti terhadap kesalahannya tersebut.109

Pemidanaan merupakan salah satu sarana untuk menanggulangi

masalah sosial dalam mencapai tujuan, yaitu kesejahteraan masyarakat.

Di dalam sistem hukum pidana Islam, dua hal harus diperhatikan

108

http://mukhtar-api.blogspot.co.id/2011/05/illegal-fishing-di-indonesia.html, 18 Mei, 2011.

109

Chairul Huda, Dari Tiada Pidana Tanpa Kesalahan Menuju Kepada Tiada

Pertanggungjawaban Pidana Tanpa Kesalahan, (Jakarta: Kencana, 2006), hl. 125

Page 64: TINDAK PIDANA PENCURIAN IKAN DI WILAYAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41667/1/ENENG...tindak pidana pencurian ikan di wilayah perbatasannegara republik indonesiadalamperspektif

54

berkaitan dengan retributif (pembalasan) ini sebagai gambaran hukuman

had, yaitu: kerasnya hukuman, dan larangan setiap bentuk mediasi

berkenaan dengan hal ini, dengan kata lain hukuman ini wajib dijalankan

jika kejahatan terbukti.

Tujuan pembalasan selalu dikatakan berlawanan dengan tujuan

pencegahan. Sebaliknya, tujuan pencegahan pun dikatakan sebagai lawan

dari tujuan pembalasan. Kekurangan pada tujuan yang satu dipandang

menjadi kekuatan tujuan yang lainnya, padahal tidak selalu demikian.

Pemidanaan selalu dipandang bertujuan untuk membalas atau untuk

mencegah.110

Hukum Islam melindungi hak asasi manusia. Kalau hukum Islam

dibandingkan dengan pandangan atau pemikiran (hukum) Barat tentang

hak asasi manusia, akan kelihatan perbedaannya. Perbedaan itu terjadi

karena pemikiran (hukum) Barat memandang hak asasi manusia. Dengan

pemikiran itu manusia sangat dipentingkan. Sebaliknya, pandangan

hukum Islam yang bersifat teosentris, artinya berpusat pada Tuhan.

Manusia adalah penting, tetapi yang lebih utama adalah Allah, Allahlah

pusat segala sesuatu.111

Perbedaan yang mendasar antara konsep HAM dalam Islam dan

HAM dalam konsep Barat sebagaimana yang diterima oleh perangkat-

perangkat internasional. HAM dalam Islam didasarkan pada premis

bahwa aktivitas manusia sebagai khalifah Allah di muka bumi.

Sedangkan dunia Barat, bagaimanapun, percaya bahwa pola tingkah laku

hanya ditentukan oleh hukum-hukum negara atau sejumlah otoritas yang

mencukupi untuk tercapainya aturan-aturan publik yang aman dan

110

Chairul Huda, Dari Tiada Pidana Tanpa Kesalahan Menuju Kepada Tiada

Pertanggungjawaban Pidana Tanpa Kesalahan, (Jakarta: Kencana, 2006), h. 130

111Mardani, Kejahatan Pencurian dalam Hukum Pidana Islam, (Jakarta: CV Indhill Co,

2008), h. 85

Page 65: TINDAK PIDANA PENCURIAN IKAN DI WILAYAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41667/1/ENENG...tindak pidana pencurian ikan di wilayah perbatasannegara republik indonesiadalamperspektif

55

perdamaian semesta. Dengan kata lain, dari segi prosedurnya adalah guna

mempengaruhi kondisi batin manusia dari luar.112

Dasar-dasar HAM dalam Islam sudah ada dalam al-Qur’an, seperti:

hak persamaan, hak kebebasan, hak hidup, hak perlindungan, hak

kehormatan dan hak kepemilikan. Semua sudah diatur dalam al-Quran.

Salah satu bahasan yang terdapat penelitian ini ialah hak hidup,

perlindungan dan kehormatan yang di dalamnya terdapat juga hak

tahanan dan narapidana.

Di dalam Islam seseorang tidak boleh berlaku aniaya (zhalim) dan

sewenang-wenang terhadap orang lain. Salah satu bentuk kesewenang-

wenangan itu dilambangkan Tuhan dalam sosok pribadi Fir’aun dan

Namrud di Mesir. Fir’aun telah kejam terhadap kaum Bani Israil,

sedangkan Namrud telah bertindak terhadap Nabi Ibrahim. Sedangkan

terhadap orang-orang yang ditawan atau tahanan seperti sabda Nabi yang

artinya:113

“Dari Abu Musa Al-Asy’ari RA, dari Nabi SAW ia berkata:

“Beri makanlah orang yang kelaparan, dan kunjungilah orang yang sakit,

dan lepaskanlah orang yang tertahan”. (H.R. Bukhari)

Dampak adalah suatu perubahan yang terjadi sebagai akibat suatu aktivitas.

Dampak dapat bersifat negatif maupun positif. Berhubungan dengan Undang-

Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perikanan yang memiliki sanksi pidana

denda yang sangat berat dibandingkan dengan ketentuan pidana yang lain,

ternyata belum memberikan efek jera kepada pelaku kejahatan Illegal Fishing.

Ancaman hukuman penjara yang paling berat 6 (enam) tahun bagi pelaku yang

melakukan penangkapan ikan tanpa memiliki atau membawa SIPI (Surat Ijin

Penangkapan Ikan) dan paling berat 7 (tujuh) tahun bagi yang melakukan

pemalsuan dan memakai ijin palsu berupa SIUP, SIPI, SIKPI. Pidana denda yang

112

Ahmad Kosasi, HAM dalam Perspektif Islam Menyingkap dalam Persamaan dan

Perbedaan antara Islam dan Barat, (Jakarta: Salemba Diniyah, 2003), h. 36

113Ahmad Kosasi, HAM dalam Perspektif Islam Menyingkap dalam Persamaan dan

Perbedaan antara Islam dan Barat, h. 80

Page 66: TINDAK PIDANA PENCURIAN IKAN DI WILAYAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41667/1/ENENG...tindak pidana pencurian ikan di wilayah perbatasannegara republik indonesiadalamperspektif

56

paling banyak Rp. 20.000.000.000,- (dua puluh milyar rupiah). Sanksi dalam

Undang-undang ini tidak mengatur sanksi paling rendah atau minimum sehingga

seringkali sanksi pidana yang dijatuhkan tidak memberi efek jera kepada pelaku.

Dampak kebijakan penenggelaman kapal tidak mempengaruhi terhadap hak

asasi manusia tetapi memiliki dampak negatif bagi ekosistem laut. Karena

bangkai kapal yang ditenggelamkan akan mencemari lingkungan laut dan

mengakibatkan rusaknya terumbu karang, selain itu limbah bahan bakar dan

bangkai kapal yang terbuat dari plastik akan menyebabkan pencemaran pada air

laut. Penenggelaman atau pembakaran kapal juga dapat mengurangi keindahan

pantai karena keberadaan tumpukan kerangka kapal. Imbas lainnya adalah

ekosistem laut menjadi terganggu akibat banyak benda asing di perairan yang

mengganggu kehidupan ikan.

Jenis-jenis sanksi sebagaimana dikemukakan di atas seperti hukuman

penjara, denda dan penenggelaman serta pembakaran bagi pelaku Illegal Fishing

menurut penulis itu lebih efektif untuk mencegah dan memberi efek jera kepada

para nelayan asing yang mencuri ikan di perairan Indonesia.

Page 67: TINDAK PIDANA PENCURIAN IKAN DI WILAYAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41667/1/ENENG...tindak pidana pencurian ikan di wilayah perbatasannegara republik indonesiadalamperspektif

57

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan uraian bab satu sampai bab empat penulis menyimpulkan

bahwa:

1. Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya tindak pidana Illegal fishing

ialah:

a. Faktor Ekonomi, Sebagaimana telah dikemukakan bahwa

kemiskinan dapat menimbulkan kejahatan/ pemberontakan.

Demikian pula Illegal fishing, alasan pokok yang dikemukakan oleh

pelaku adalah karena faktor ekonomi. Pelaku yang melakukan Illegal

fishing karena tidak memiliki pekerjaan atau karena hidup mereka

bergantung pada hasil penangkapan ikan mereka, sedangkan

keluarga mereka memerlukan berbagai kebutuhan hidup. Oleh

karena itu melakukan Illegal fishing menjadi alternatif mereka untuk

kelangsungan hidup mereka. Kondisi ekonomi Indonesia yang tak

menentu membuat tuntutan hidup juga semakin besar serta

penyediaan lapangan kerja yang kurang menyebabkan tuntutan hidup

masyarakat juga ikut bertambah sehingga mereka membutuhkan

penghasilan yang besar pula untuk menopang perekonomian

individu agar bisa hidup layak.

b. Faktor Pengetahuan, faktor rendahnya pengetahuan nelayan (WNI)

juga mendorong terjadinya Illegal fishing. Nelayan (WNI)

cenderung tidak mengetahui larangan Illegal fishing terutama

penggunaan bahan peledak. Nelayan kurang mengetahui dampak

penggunaan bahan peledak yang dapat menyebabkan kerusakan

lingkungan laut.

c. Faktor pendidikan, tingkat pendidikan seseorang dapat

mempengaruhi tindakan mereka untuk melakukan suatu tindak

Page 68: TINDAK PIDANA PENCURIAN IKAN DI WILAYAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41667/1/ENENG...tindak pidana pencurian ikan di wilayah perbatasannegara republik indonesiadalamperspektif

58

kejahatan. Seseorang yang memiliki tingkat pendidikan yang tinggi,

dalam bertindak dan berperilaku cenderung berpikir dengan

menggunakan kerangka pikir yang baik dan sistematis sehingga

segala perbuatannya cenderung dapat dipertanggungjawabkan, lain

halnya dengan orang yang memiliki tingkat pendidikan yang rendah

dalam melakukan tindakan terkadang berpikiran sempit.

d. Faktor geografis, laut Indonesia sangat luas dan terbuka. Luasnya

wilayah laut yang menjadi yurisdiksi Indonesia dan kenyataan

masih sangat terbukanya ZEEI yang berbatasan dengan laut lepas,

dan itu telah menjadi magnet penarik masuknya kapal-kapal asing

maupun lokal untuk melakukan Illegal fishing.

e. Faktor sosial, persepsi dan langkah kerja sama aparat penegak

hukum dalam penanganan kasus Illegal fishing masih belum solid.

2. Dampak pemidanaan bagi pelaku Illegal Fishing dari hukuman penjara

dan denda dalam Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 belum

mengatur sanksi paling rendah atau minimum sehingga seringkali sanksi

pidana yang dijatuhkan tidak memberi efek jera kepada pelaku Illegal

fishing. Dampak daripada penenggelaman serta pembakaran kapal, lebih

memberikan efek jera karena dengan hal itu pelaku tidak dapat

mengulanginya, kapal sebagai alat utamanya telah ditenggelamkan dan

dibakar oleh petugas yang berwenang. Akan tetapi dampak pemidanaan

ini berakibat buruk bagi ekosistem laut, bangkai kapal bangkai yang

ditenggelamkan akan mencemari lingkungan laut dan mengakibatkan

rusaknya terumbu karang, selain itu juga dapat mengurangi keindahan

pantai karena tumpukan kerangka kapal.

Page 69: TINDAK PIDANA PENCURIAN IKAN DI WILAYAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41667/1/ENENG...tindak pidana pencurian ikan di wilayah perbatasannegara republik indonesiadalamperspektif

59

B. Saran

Dalam memberikan dan melaksanakan pidana bagi pelaku Illegal Fishing

yang berupa penenggelaman dan pembakaran kapal lebih diperhatikan lagi, agar

saat penenggelaman dan pembakaran kapal di wilayah perairan tidak

membahayakan dan mencemarkan kerusakan ekosistem laut.

Agar tidak banyak tindakan Illegal Fishing di perairan Negara Indonesia dari

kapal negara asing pengawas kelautan dan perikanan harus lebih ditegaskan dan

diperketat dalam penugasannya dalam mengawasi perairan di wilayah Negara

Indonesia.

Page 70: TINDAK PIDANA PENCURIAN IKAN DI WILAYAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41667/1/ENENG...tindak pidana pencurian ikan di wilayah perbatasannegara republik indonesiadalamperspektif

60

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Qadir Audah, Al-Tasyri’ Al-Jina’i Al-Islami, Beirut: Mu’assasah Al-

Risalah, 1992, jilid II,

Ahmad Kosasi, HAM dalam Perspektif Islam Menyingkap dalam Persamaan dan

Perbedaan antara Islam dan Barat, Jakarta: Salemba Diniyah, 2003

Bassar, Sudradjat. Tindak-tindak Pidana Tertentu di dalam Kitab Undang-undang

Hukum Pidana. Bandung: Remadja Karya CV, 1986.

Burhanuddin, Andi Iqbal, dkk. Membangun Sumber Daya Kelautan Indonesia.

Bogor: IPB, 2013.

Gunadi, Ismu dan Jonaedi Efendi. Cepat dan Mudah Memahami Hukum Pidana.

Jakarta: Kencana, 2014.

Hadiwijoyo, Suryo Sakti. Perbatasan Negara dalam Dimensi Hukum

Internasional. Yogyakarta: Graha Ilmu, 2011.

Hijriyatmoko, Rohman Nur. “Sanksi Bagi Pelaku Illegal Fsishing Perspektif

Undang – undang Perikanan dan Hukum Islam”. Skripsi S1 Fakultas

Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga, 2012.

Huda Chairul, Dari Tiada Pidana Tanpa Kesalahan Menuju Kepada Tiada

Pertanggungjawaban Pidana Tanpa Kesalahan, Jakarta: Kencana, 2006

Irfan, M. Nurul, Korupsi dalam Hukum Pidana Islam, Jakarta: Amzah, 2012.

Mahmudah, Nunung, Illegal Fishing Pertanggungjawaban Pidana Korporasi di

Wilayah Perairan Indonesia, Jakarta: Sinar Grafika, 2015.

Maramis, Frans. Hukum Pidana Umum dan Tertulis di Indonesia. Jakarta: PT

Rajagrafindo Persada, 2012.

Mardani, Kejahatan Pencurian dalam Hukum Pidana Islam, Jakarta: CV Indhill

Co, 2008.

Page 71: TINDAK PIDANA PENCURIAN IKAN DI WILAYAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41667/1/ENENG...tindak pidana pencurian ikan di wilayah perbatasannegara republik indonesiadalamperspektif

61

Moeljatno. Asas-asas Hukum Pidana. Jakarta: Rineka Cipta, 2002.

Muta’ali, Lutfi dkk. Pengelolaan Wilayah Perbatasan NKRI. Yogyakarta: Gadjah

Mada University Press, 2014.

Novita, Tiara, Dampak Ekonomi Politik Kebijakan Penenggelama Kapal di

Indonesia, (Skripsi S1 Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas

Lampung, Bandar Lampung, 2017), h. 21.

Pratomo R.S, Wiliater, “Tinjauan Kriminologis Terhadap Illegal Fishing yang

Terjadi di Kota Makassar,” Skripsi S-1 Fakultas Hukum, Universitas

Hasanuddin Makassar, 2014.

R. Asep Maulana. “Illegal Fishing Perspektif Hukum Islam”. Skripsi S1 Fakultas

Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga, 2009.

Rizki, Muhamad Gerry. KUHP dan KUHAP. Jakarta: Permata Press, 2008.

Santoso, Topo dan Eva Achjani Zulfa. “Kriminologi”. Jakarta: RajaGrafindo

Persada, 2010.

Sciencebiology-um.blogspot.co.id/2015/10/dampak-kebijakan-penenggelaman-

kapal.html?m=1. Diakses pada tanggal 19/10/2015

Sholahuddin, M. Asas-asas Ekonomi Islam. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada,

2007.

Sodik, Mohamad Dikdik. Hukum Laut Internasional dan Pengaturannya di

Indonesia. Bandung: Refika Aditama, 2011.

Sumardjo, Maria S.W, dkk. Pengaturan Sumber Daya Alam di Indonesia antara

yang Tersurat dan Tersirat. Yogyakarta: Fakultas Hukum UGM, 2014.

Susanto, Adi. Hubungan Antara Penegakan Hukum Perairan Indonesia dan

Ketahanan Nasional. Tesis S2 Kajian Stratejik Ketahanan Nasional

Universitas Indonesia, 2007.

Page 72: TINDAK PIDANA PENCURIAN IKAN DI WILAYAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41667/1/ENENG...tindak pidana pencurian ikan di wilayah perbatasannegara republik indonesiadalamperspektif

62

Topo Santoso, Menggagas Hukum Pidana Islam Penerapan Syariat Islam dalam

Konteks Modernitas, Bandung: Asy Syamil dan Grafika, 2001

Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009

http://mukhtar-api.blogspot.co.id/2012/11/dampak-negatif-iuu-fishing-

terhadap.html) 17 November, 2012

http://www.fali.unsri.ac.id/index.php/posting/41/10 Agustus 2011, 12:34

https://www.cnnindonesia.com/nasional/20170726165157-12-230497/kkp-akan-

laporkan-12-kapal-asing-illegal-fishing-ke-interpol/waktu akses: Kamis,

27/07/2017 04:24 WIB.

http://mukhtar-api.blogspot.co.id/2011/05/illegal-fishing-di-indonesia.html, 18

Mei, 2011.

Page 73: TINDAK PIDANA PENCURIAN IKAN DI WILAYAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41667/1/ENENG...tindak pidana pencurian ikan di wilayah perbatasannegara republik indonesiadalamperspektif

63

LAMPIRAN

ISTILAH-ISTILAH

WALHI : Wahana Lingkungan Hidup

UNCLOS : united nations convention on the law of the sea

(Konvensi Hukum Laut atau Hukum Perjanjian Laut)

IUU : Illegal, Unreported and Unregulated

ZEEI : Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia

PHK : Pemutusan Hubungan Kerja

KUHP : Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

UU PAUUP : Undang-Undang Perubahan Atas Undang-Undang

Perikanan

CCRF : Code of Conduct for Responsible Fisheries (Tatalaksana

untuk Perikanan yang Bertanggungjawab)

IPOA-IUU : International Plan of Action to Deter, Prevent and

Eliminate Illegal, Unreported and Unregulated Fishing

(Rencana Aksi Internasional untuk Mnecegah,

Menghilangkan, dan Menghilangkan Perikanan yang

Tidak Sah, Tidak Dilaporkan dan Tidak Teraturasi)

RFMO : Regional Fisheries Management Organization

(Organisasi Pengelolaan Perikanan Regional)

UUPA : Undang-Undang Peraturan Agraria

SIUP : Surat Izin Usaha Perikanan

SIKPI : Surat Izin Kapal Pengangkutan Ikan

SIPI : Surat Izin Penangkapan Ikan

Page 74: TINDAK PIDANA PENCURIAN IKAN DI WILAYAH …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/41667/1/ENENG...tindak pidana pencurian ikan di wilayah perbatasannegara republik indonesiadalamperspektif

64

ABK : Anak Buah Kapal

WPP : Wilayah Pengelolaan Perikanan

KKP : Kementerian Kelautan dan Perikanan

IPTEK : Ilmu Pengetahuan dan Teknologi