Top Banner
KASUS DAN UPAYA PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI INDONESIA MAKALAH Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Pancasila Jurusan Teknik Mesin/Teknik Otomotif Elektronik Politeknik Negeri Malang Oleh : ABISENA GUMELAR NIM 1141220024 / 4A-D4 AGUNG YANA PRADIKTA NIM 1141220021 / 4A-D4 EKO DAFIT KURNIAWAN NIM 1141220008 / 4A-D4 OKINATA CAHYA SUBAGIYO NIM 1141220012 / 4A-D4 RIZKY DWI NOVRIANTO NIM 1141220023 / 4A-D4 PROGRAM STUDI TEKNIK OTOMOTIF ELEKTRONIK JURUSAN TEKNIK MESIN
32

Tindak Pidana Korupsi

Jul 18, 2016

Download

Documents

abisenaabm

korupsi, pancasila, hukum
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Tindak Pidana Korupsi

KASUS DAN UPAYA PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI

DI INDONESIA

MAKALAH

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Pancasila

Jurusan Teknik Mesin/Teknik Otomotif Elektronik Politeknik Negeri Malang

Oleh :

ABISENA GUMELAR NIM 1141220024 / 4A-D4

AGUNG YANA PRADIKTA NIM 1141220021 / 4A-D4

EKO DAFIT KURNIAWAN NIM 1141220008 / 4A-D4

OKINATA CAHYA SUBAGIYO NIM 1141220012 / 4A-D4

RIZKY DWI NOVRIANTO NIM 1141220023 / 4A-D4

PROGRAM STUDI TEKNIK OTOMOTIF ELEKTRONIK

JURUSAN TEKNIK MESIN

POLITEKNIK NEGERI MALANG

MALANG

2014

Page 2: Tindak Pidana Korupsi

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas rahmat

dan karunia yang telah diberikan, penulis dapat menyelesaikan makalah yang

berjudul “Kasus dan Upaya Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi di Indonesia”

ini tepat pada waktunya.

Dalam penyusunan makalah ini, penulis banyak menerima bantuan,

arahan, dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan

terima kasih kepada :

1. Hudriyah Mundzir, SH., MH. selaku dosen pengajar Mata Kuliah Pancasila.

2. Teman-teman kelas 4A-D4 Teknik Otomotif Elektronik.

3. Semua pihak yang secara langsung maupun tidak langsung yang telah

membantu penulis dalam menulis makalah ini.

Demikianlah makalah yang telah penulis susun. Jika ada kesalahan

penyusunan kata, kami selaku penulis memohon maaf. Penulis mengharap kritik

dan saran yang membangun dari pembaca demi perbaikan isi makalah ini. Terima

kasih.

Malang, 14 November 2014

Penulis

2

Page 3: Tindak Pidana Korupsi

DAFTAR ISI

Kata Pengantar …………………………………………………………………... 2

Daftar Isi ……………………………………………………………………….....3

BAB I …………….….………………………………………………………....…4

Pendahuluan ………………………………………………………………………4

1.1 Latar Belakang ……………………………………………………………4

1.2 Rumusan Masalah ………………………………………………………...4

BAB II …………………………………………………………………………….5

Tinjauan Teori …………………………………………………………………….5

2.1 Pengertian Korupsi ………………………………………………………..5

2.2 Bentuk dan Jenis Korupsi …………………………………………………7

BAB III ……………………………………………………………………………9

Pembahasan …………………………………………………………………….....9

3.1 Faktor-Faktor Penyebab Korupsi …………………………………………9

3.2 Dampak Adanya Korupsi ………………………………………………..12

3.3 Cara Mencegah dan Memberantas Korupsi di Indonesia

………………..13

3.4 Contoh Kasus Korupsi di Indonesia ……………………………………..15

3.5 Analisa Kasus Korupsi di Indonesia …………………………………….18

BAB IV ………………………………………………………………………….19

Penutup …………………………………………………………………………. 19

4.1 Kesimpulan ………………………………………………………………

19

4.2 Saran ……………………………………………………………………..20

Daftar Pustaka …………………………………………………………………...21

3

Page 4: Tindak Pidana Korupsi

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Korupsi di Indonesia berkembang secara sistemik. Bagi banyak

orang korupsi bukan lagi merupakan suatu pelanggaran hukum, melainkan

sekedar suatu kebiasaan. Dalam seluruh penelitian perbandingan

pemberantasan korupsi antar negara, Indonesia selalu menempati posisi

paling rendah.

Perkembangan korupsi di Indonesia juga mendorong

pemberantasan korupsi di Indonesia. Namun, hingga kini pemberantasan

korupsi di Indonesia belum menunjukkan titik terang. Hal ini dikarenakan

banyak kasus korupsi di Indonesia yang belum tuntas diungkap oleh

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), kepolisian, LSM dan alat

perangkat negara lainnya.

Pemerintah mengharapkan masalah korupsi di Indonesia segera

terselesaikan. Oleh karena itu, pemerintah mengupayakan beberapa hal

seperti pembenahan dari aspek hukum, yang sampai saat ini telah memiliki

banyak rambu-rambu berupa peraturan-peraturan, antara lain UU No.31

tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, UU No.30

tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Namun, upaya ini masih belum berhasil sepenuhnya. Berdasarkan masalah

ini penulis tertarik untuk membuat makalah yang berjudul “Kasus dan

Upaya Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi di Indonesia”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas kami mengambil rumusan

masalah sebagai berikut :

1. Apa faktor-faktor penyebab korupsi?

2. Apa dampak dari adanya korupsi?

3. Bagaimana cara mencegah dan memberantas korupsi di Indonesia?

4

Page 5: Tindak Pidana Korupsi

BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1  Pengertian Korupsi

Korupsi (bahasa Latin: corruptio dari kata kerja corrumpere yang

bermakna busuk, rusak, menggoyahkan, memutarbalik, menyogok). Secara

harfiah, korupsi adalah perilaku pejabat publik, baik politikus atau politisi

maupun pegawai negeri, yang secara tidak wajar dan tidak legal memperkaya diri

atau memperkaya mereka yang dekat dengannya, dengan menyalahgunakan

kekuasaan publik yang dipercayakan kepada mereka.

Kemudian Robert Klitgaard dalam bukunya Controlling

Corruption (1998) mendefinisikan korupsi sebagai "tingkah laku yang

menyimpang dari tugas-tugas resmi sebuah jabatan Negara karena keuntungan

status atau uang yang menyangkut pribadi (perorangan, keluarga dekat,

kelompok sendiri); atau untuk melanggar aturan-aturan pelaksanaan beberapa

tingkah laku pribadi". Menurut Komberly Ann Elliott dalam Corruption and The

Global Economy menyajikan definisi korupsi, yaitu "menyalahgunakan jabatan

pemerintahan untuk keuntungan pribadi".

Jeremy Pope dalam bukunya Confronting Coruption: The Element of

National Integrity System, menjelaskan bahwa korupsi merupakan permasalahan

global yang harus menjadi keprihatinan semua pribadi orang. Praktik korupsi

biasanya hampir sama dengan  dengan konsep pemerintahan totaliter,

“diktator”  yang meletakkan kekuasaan di tangan segelintir orang. Namun, tidak

berarti dalam sistem sosial-politik yang demokratis tidak ada korupsi bahkan bisa

hampir  lebih parah praktek korupsinya, jikalau kehidupan sosial-politiknya

tolerasi bahkan memberikan ruang terhadap praktek korupsi tumbuh subur.

Korupsi juga tindakan pelanggaran hak asasi manusia.     

Menurut Dieter Frish, mantan Direktur Jenderal Pembangunan Eropa.

Korupsi merupakan tindakan memperbesar biaya untuk sebuah barang dan jasa,

memperbesar utang suatu Negara, dan menurunkan standar kualitas suatu barang.

Biasanya proyek pembangunan dipilih karena alasan keterlibatan modal besar,

5

Page 6: Tindak Pidana Korupsi

bukan pada urgensi kepentingan publik. Korupsi selalu menyebabkan situasi

sosial-ekonomi tak pasti. Ketidakpastian ini tidak menguntungkan bagi

pertumbuhan ekonomi dan peluang bisnis yang sehat. Selalu terjadi asimetris

informasi dalam kegiatan ekonomi dan bisnis. Sektor swasta sering melihat ini

sebagai resiko terbesar yang harus ditanggung dalam menjalankan bisnis, sulit

diprediksi berapa Return of Investment (ROI) yang dapat diperoleh karena biaya

yang harus dikeluarkan akibat praktek korupsi,karena mungkin juga sangat  sulit

untuk diprediksi. Akhiar Salmi dalam makalahnya menjelaskan tentang bahwa

korupsi merupakan perbuatan buruk, seperti penggelapan uang, penerimaan uang

sogok dan lain sebagainya.

Korupsi menurut Undang-undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun

1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi,

Kolusi dan Nepotisme, pasal 1 menjelaskan bahwa tindak pidana korupsi

sebagaimana maksud dalam ketentuan peraturan perundang-undangan yang

mengatur tentang tindak pidana korupsi. Jadi perundang-undangan Republik

Indonesia mendefenisikan korupsi sebagai salah satu tindak pidana. Mubaryanto,

Penggiat ekonomi Pancasila, dalam artikelnya menjelaskan tentang korupsi

bahwa, salah satu masalah besar berkaitan dengan keadilan adalah korupsi, yang

kini kita lunakkan menjadi “KKN”. Perubahan nama dari korupsi menjadi KKN

ini barangkali beralasan karena praktek korupsi memang terkait koneksi dan

nepotisme. Tetapi tidak dapat disangkal bahwa dampak “penggantian” ini tidak

baik karena KKN ternyata dengan kata tersebut praktek korupsi lebih mudah

diteleransi dibandingkan dengan penggunaan kata korupsi secara gamblang dan

jelas, tanpa tambahan kolusi dan nepotisme.

Dari sudut pandang hukum, tindak pidana korupsi secara garis besar

mencakup unsur-unsur sebagai berikut:

1.      perbuatan melawan hukum;

2.      penyalahgunaan kewenangan kesempatan, atau sarana;

3.      memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi;

4.      merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.

Selain itu terdapat beberapa jenis tindak pidana korupsi yang lain, di antaranya:

1.      memberi atau menerima hadiah atau janji (penyuapan);

6

Page 7: Tindak Pidana Korupsi

2.      penggelapan dalam jabatan;

3.      pemerasan dalam jabatan;

4.      ikut serta dalam pengadaan (bagi pegawai negeri atau penyelenggara

negara);

5.      menerima gratifikasi (bagi pegawai negeri atau penyelenggara negara).

2.2 Bentuk dan Jenis Korupsi

Tindak pidana korupsi dalam berbagai bentuk mencakup pemerasan,

penyuapan dan gratifikasi pada dasarnya telah terjadi sejak lama dengan pelaku

mulai dari pejabat negara sampai pegawai yang paling rendah. Korupsi pada

hakekatnya berawal dari suatu kebiasaan (habit) yang tidak disadari oleh setiap

aparat, mulai dari kebiasaan menerima upeti, hadiah, suap, pemberian fasilitas

tertentu ataupun yang lain dan pada akhirnya kebiasaan tersebut lama-lama akan

menjadi bibit korupsi yang nyata dan dapat merugikan keuangan negara.

2.2.1 Beberapa bentuk korupsi diantaranya adalah sebagai berikut:

1. Penyuapan (bribery) mencakup tindakan memberi dan menerima suap,

baik berupa uang maupun barang. 

2. Embezzlement, merupakan tindakan penipuan dan pencurian sumber daya

yang dilakukan oleh pihak-pihak tertentu yang mengelola sumber daya

tersebut, baik berupa dana publik atau sumber daya alam tertentu. 

3. Fraud, merupakan suatu tindakan kejahatan ekonomi yang melibatkan

penipuan (trickery or swindle). Termasuk didalamnya proses manipulasi

atau mendistorsi informasi dan fakta dengan tujuan mengambil

keuntungan-keuntungan tertentu. 

4. Extortion, tindakan meminta uang atau sumber daya lainnya dengan cara

paksa atau disertai dengan intimidasi-intimidasi tertentu oleh pihak yang

memiliki kekuasaan. Lazimnya dilakukan oleh mafia-mafia lokal dan

regional. 

5. Favouritism, adalah mekanisme penyalahgunaan kekuasaan yang

berimplikasi pada tindakan privatisasi sumber daya. 

6. Melanggar hukum yang berlaku dan merugikan negara. 

7

Page 8: Tindak Pidana Korupsi

7. Serba kerahasiaan, meskipun dilakukan secara kolektif atau korupsi

berjamaah.

2.2.2 Jenis-jenis korupsi menurut Amien Rais

Jenis korupsi yang lebih operasional juga diklasifikasikan oleh tokoh

reformasi, M. Amien Rais yang menyatakan sedikitnya ada empat jenis korupsi,

yaitu (Anwar, 2006:18):

1. Korupsi ekstortif, yakni berupa sogokan atau suap yang dilakukan

pengusaha kepada penguasa. 

2. Korupsi manipulatif, seperti permintaan seseorang yang memiliki

kepentingan ekonomi kepada eksekutif atau legislatif untuk membuat

peraturan atau UU yang menguntungkan bagi usaha ekonominya. 

3. Korupsi nepotistik, yaitu terjadinya korupsi karena ada ikatan

kekeluargaan, pertemanan, dan sebagainya. 

4. Korupsi subversif, yakni mereka yang merampok kekayaan negara secara

sewenang-wenang untuk dialihkan ke pihak asing dengan sejumlah

keuntungan pribadi. 

Diantara model-model korupsi yang sering terjadi secara praktis adalah:

pungutan liar, penyuapan, pemerasan, penggelapan, penyelundupan, pemberian

(hadiah atau hibah) yang berkaitan dengan jabatan atau profesi seseorang.

2.2.3 Jenis korupsi menurut Jeremy Pope

Jeremy Pope (2007: xxvi) mengutip dari Gerald E. Caiden dalam Toward

a General Theory of Official Corruption menguraikan secara rinci bentuk-bentuk

korupsi yang umum dikenal, yaitu:

1. Berkhianat, subversif, transaksi luar negeri ilegal, penyelundupan. 

2. Penggelapan barang milik lembaga, swastanisasi anggaran pemerintah,

menipu dan mencuri. 

3. Penggunaan uang yang tidak tepat, pemalsuan dokumen dan penggelapan

uang, mengalirkan uang lembaga ke rekening pribadi, menggelapkan

pajak, menyalahgunakan dana. 

4. Penyalahgunaan wewenang, intimidasi, menyiksa, penganiayaan, memberi

ampun dan grasi tidak pada tempatnya. 

8

Page 9: Tindak Pidana Korupsi

5. Menipu dan mengecoh, memberi kesan yang salah, mencurangi dan

memperdaya, memeras. 

BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Faktor-Faktor Penyebab Korupsi

Korupsi di negara kita sangat marak  terjadi hampir di seluruh instansi

pemerintah baik di pusat dan daerah, hal ini dapat terjadi karena integritas dari

pegawai yang sangat rendah, system pemerintahan dan pengawasan yang tidak

efektif ,sangsi hukum yang tidak memilki efek jera dan masyarakat sendiri yang

memandang koruptor bukan pelaku kejahatan luar biasa, sehingga ada

kecenderungan siapapun yang menduduki jabatan tertentu akan melakukan tindak

pidana korupsi.

Adapun faktor penyebab terjadinya korupsi dalam suatu oganisasi dapat

kita bedakan dalam 3 faktor bagaimana korupsi itu terjadi, yaitu ;

1. Kemampuan.

Kemampuan melakukan tindak korupsi hanya bisa dilakukan apabila

orang tsb memilki kemampuan dan kecerdasan untuk merekayasa dengan

membuat data,pembukuan dan laporan fiktif yang tentunya bertujuan agar

kasusnya tidak terdeteksi atau tidak terungkap saat ada pemeriksaan dari   Instansi

yang berkompeten.

2. Kemauan.

Adalah kemauan orang tersebut untuk melakukan tindak pidana korupsi,

artinya walaupun orang tersebut memilki kemampuan untuk melakukan tindakan

korupsi, namun karena orang tersebut memilki integritas yang tinggi apakah

karena memilki keimanan yang kuat terhadap agamanya, memiliki nasionalisme

yang tinggi terhadap negaranya atau juga memilki kesadaran yang kuat tentang

hak dan kewajibannya tentang berbangsa dan bernegara atau kekhawatiran

mendapat sangsi hukum yang tegas & keras, sehingga  orang tersebut tidak akan

mau melakukan walaupun sebenarnya dia memiliki kemampuan untuk

melakukannya.

9

Page 10: Tindak Pidana Korupsi

3. Kesempatan.

Kesempatan adalah system  yang dibangun pada  instansi tersebut

hendaknya dengan menggunakan prinsip  management yang efektif dengan

prosedure dan mekanisme  yang jelas serta  pengawasan dan pengendalian yang

baik sehingga tidak menciptakan dan memberi peluang pada orang per-orang

untuk melakukan tindak pidana korupsi. Prinsip dasar ini akan bekerja efektif

apabila eksekutif, legislatif dan judikatif memilki perpektif dan filosofi yang sama

tentang good goverment dan clean goverment dengan membuat seluruh kebijakan

secara transparan dan akuntable serta memberikan  akses seluas-luasnya pada

masyarakat untuk ikut mengawasi program yang dijalankan eksekutif. Karena

tanpa hal tersebut sangat sukar dan mustahil  pencegahan korupsi dapat

dilakukan , mengingat sifat dari korupsi sendiri yang senantiasa melibatkan

banyak orang dengan melakukan kolusi baik secara vertical, horizontal maupun

diagonal dan  merusak system yang ada dan dari beberapa kejadian senantiasa ada

keterlibatan legislatif dalam penyusunan program dan ketika kasusnya terkuak

mulai terlihat ada pelibatkan aparat penegak hukum dengan melakukan gratifikasi

untuk membungkam dan mempeti-es kan kasus-kasus tertentu bahkan dengan

kekuatan yang mereka miliki, mereka mampu meredam berita dari media massa.

Hal ini adalah realita yang terjadi negara kita, khususnya di daerah yang jauh dari

pantauan berita stasiun televisi nasional, karena saat ini rupanya control  media

massa yang paling efektif ternyata yang dilakukan oleh  stasiun televisi nasional

walaupun independensinya masih belum terjamin.

4. Sumber Daya Manusia

Dari uraian tsb diatas faktor kemampuan dan kemauan lebih diharapkan

pada integritas orang itu sendiri ( SDM ) sedangkan kesempatan lebih ditekankan

pada system management pemerintahan  dan pengawasan yang efektif.

Faktor penyebab korupsi pada SDM dalam konteks tersebut diatas adalah sbb;

1. Corruption by Need/ Korupsi karena kebutuhan.

Korupsi yang dilakukan atas dasar kebutuhan, biasanya dilakukan oleh

pegawai rendahan, uang yang dicuri biasanya tidak terlalu besar, karena dia

10

Page 11: Tindak Pidana Korupsi

melakukan semata-mata karena terdesak oleh kebutuhan ekonomi, biasanya dalam

bentuk pungli, merubah kwitansi pembelian atau tindakan lainnya yang pada

intinya bukan untuk memperkaya tapi semata-mata karena desakan

ekonomi.Untuk pencegahan dan pengungkapan kasus seperti ini  biasanya tidak

terlalu sulit karena tidak melibatkan system dan banyak orang, dan lebih sering

dilakukan secara individu.

2. Corruption by accident/ Korupsi karena kecelakaan.

Korupsi yang dilakukan biasanya oleh pemegang jabatan demi melindungi

kepentingan atasannya yang lebih tinggi atau dikorbankan olehi pimpinan yang

lebih tinggi. hal ini sering dijumpai akibat prosedur dan mekanisme yang telah

digariskan tidak dijalankan sebagaimanan mestinya, karena pimpinan

memanfaatkan kekuasaan dan keengganan atau ketidak beranian bawahan

menolak keinginan pimpinan  walaupun itu melanggar standar operasi dalam

instansi tersebut. Pada saat terjadi pemeriksaan oleh Auditor, sang pemegang

jabatan keuangan  harus mempertanggung jawabkan segala tindakannya

berdasarkan peraturan yang ada, sedangkan pimpinan yang menginstruksikan

dirinya untuk melanggar biasanya dilakukan secara lisan sehingga tidak memiliki

keuatan hukum, pada akhirnya sang pemegang jabatan keuangan harus

mempertanggung jawabkan kekeliruannya sendirian saja, padahal dirinya hanya

menikmati sebagian kecil uang hasil penyalahgunaan jabatan tersebut

3. Corruption by design / Korupsi yang direncanakan.

Korupsi yang direncanakan dan ini hanya bisa dilakukan oleh orang yang

memegang jabatan dan kekuasaan cukup tinggi serta memiliki kewenangan dalam

mengambil kebijakan,  sehingga mampu mendesign secara terintegrasi termasuk

menyuap orang yang akan menghalangi atau menghambat kegiatan pencurian ini.

Korupsi jenis ini sangat sulit dibongkar karena melibatkan orang dan dana yang

cukup besar, dan seluruh kegiatan pencurian uang negara ini sudah direncanakan

jauh sebelum proyek itu dilaksanakan, siapa yang melaksanakan dan bagaimana

melaksanakan serta bagamana menutupi persoalan ini jika muncul gugatan atau

pemeriksaan dari pihak yang berwenang.

11

Page 12: Tindak Pidana Korupsi

3.2 Dampak Adanya Korupsi

Korupsi tentu saja menimbulkan dampak yang cukup besar bagi

kelangsungan sebuah bangsa dan negara. Dampak korupsi antara lain sebagai

berikut :

1. Berkurangnya kepercayaan publik terhadap pemerintah

Meningkatnya praktik korupsi yang dilakukan oleh aparat pemerintahan semakin

membuat publik (rakyat) tidak memberikan kepercayaan secara penuh kepada

pemerintah. Bahkan kepercayaan dari negara lain pun juga bisa berkurang

terhadap pemerintah yang sedang berkuasa di negara tersebut sebagai akibat dari

maraknya kasus korupsi di kalangan pemegang kekuasaan publiknya. Hal ini

tentu akan membawa dampak yang cukup besar terhadap pembangunan di segala

bidang.

2. Berkurangnya kewibawaan pemerintah.

Banyaknya aparat di pemerintahan yang melakukan korupsi membuat citra dan

kewibawaan pemerintah menjadi berkurang dan bahkan bisa menyebabkan rakyat

bersikap apatis terhadap peraturan-peraturan serta himbauan-himbauan yang

diberikan pemerintah. Hal ini tentu dapat mengganggu stabilitas keamanan dan

ketahanan nasional.

3. Kerugian negara dalam bidang ekonomi

Berbagai pendapatan negara yang sebagian besar berasal dari uang rakyat dan

seharusnya juga digunakan untuk menyejahterakan rakyat. Namun, pada

kenyataannya uang rakyat banyak yang digelapkan atau dikorupsi oleh pemegang

kekuasaan publik.

4. Menghambat laju pertumbuhan dan pembangunan ekonomi

Ketika sebuah negara memiliki catatan buruk pada kasus korupsi, maka hal

tersebut akan berpengaruh terhadap kepercayaan investor asing untuk

menanamkan modalnya di Indonesia. Dan akan berdampak buruk bagi kondisi

perekonomian nasional.

Selain itu, birokrasi yang sulit dan lebih mengedepankan uang daripada

profesionalisme dan tanggung jawab sebagai birokrat juga menjadikan modal

12

Page 13: Tindak Pidana Korupsi

asing berpaling dari Indonesia dan mengalihkan investasi ke negara yang lebih

baik birokrasinya, dll.

3.3 Cara Mencegah dan Memberantas Korupsi di Indonesia

Meskipun faktanya korupsi hampir tidak mungkin bisa diberantas secara

menyeluruh, namun setidaknya korupsi itu bisa ditekan agar di masa mendatang

korupsi tidak semakin membudaya dan semakin merusak moral para pejabat

negara.

Maka dari itu, setelah dapat diketahui apa saja faktor-faktor yang

menyebabkan seorang pemegang kekuasaan publik melakukan korupsi serta

dampak apa saja yang timbul akibat korupsi di Indonesia, dapat dirumuskan

beberapa cara untuk mencegah dan menanggulangi adanya praktik korupsi.

Dalam hal ini, beberapa ahli memiliki sejumlah pandangan atau pendapat

tentang bagaimana cara menanggulangi korupsi.

Caiden (dalam Soerjono, 1980) memberikan langkah-langkah untuk

menanggulangi korupsi sebagai berikut :

a. Membenarkan transaksi yang dahulunya dilarang dengan menentukan

sejumlah pembayaran tertentu.

b. Membuat struktur baru yang mendasarkan bagaimana keputusan dibuat.

c. Melakukan perubahan organisasi yang akan mempermudah masalah

pengawasan dan pencegahan kekuasaan yang terpusat, rotasi penugasan,

wewenang yang saling tindih organisasi yang sama, birokrasi yang saling

bersaing, dan penunjukan instansi pengawas adalah saran-saran yang secara jelas

diketemukan untuk mengurangi kesempatan korupsi.

d. Bagaimana dorongan untuk korupsi dapat dikurangi dengan jalan

meningkatkan ancaman.

e. Korupsi adalah persoalan nilai. Nampaknya tidak mungkin keseluruhan

korupsi dibatasi, tetapi memang harus ditekan seminimum mungkin, agar beban

korupsi organisasional maupun korupsi sestimik tidak terlalu besar sekiranya ada

sesuatu pembaharuan struktural, barangkali mungkin untuk mengurangi

kesempatan dan dorongan untuk korupsi dengan adanya perubahan organisasi

Pada poin pertama pendapat Caiden diatas terlihat seperti tindakan yang

melegalkan pungutan-pungutan yang dilakukan oleh pemerintah, namun dalam

13

Page 14: Tindak Pidana Korupsi

konteks ini, pungutan yang diterapkan sudah berlandaskan aturan resmi untuk

kebaikan bersama dan menghilangkan kemungkinan adanya pungutan-pungutan

liar. Namun, disisi lain apabila tidak diadakan kontrol maksimal, cara ini bisa

dimanfaatkan saja oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab untuk

mendapatkan keuntungan bagi diri sendiri dan orang-orang disekitarnya..

Sedangkan, Kartono (1983) menyarankan penanggulangan korupsi sebagai

berikut :

1. Adanya kesadaran rakyat untuk ikut memikul tanggung jawab guna

melakukan partisipasi politik dan kontrol sosial, dengan bersifat acuh tak acuh.

2. Menanamkan aspirasi nasional yang positif, yaitu mengutamakan

kepentingan nasional.

3. Para pemimpin dan pejabat memberikan teladan, memberantas dan

menindak korupsi.

4. Adanya sanksi dan kekuatan untuk menindak, memberantas dan

menghukum tindak korupsi.

5. Reorganisasi dan rasionalisasi dari organisasi pemerintah, melalui

penyederhanaan jumlah departemen, beserta jawatan dibawahnya.

6. Adanya sistem penerimaan pegawai yang berdasarkan “achievement” dan

bukan berdasarkan sistem “ascription”.

7. Adanya kebutuhan pegawai negeri yang non-politik demi kelancaran

administrasi pemerintah.

8. Menciptakan aparatur pemerintah yang jujur

9. Sistem budget dikelola oleh pejabat-pejabat yang mempunyai tanggung

jawab etis tinggi, dibarengi sistem kontrol yang efisien.

10. Herregistrasi (pencatatan ulang) terhadap kekayaan perorangan yang

mencolok dengan pengenaan pajak yang tinggi.

Dari dua pendapat ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa ada beberapa cara

yang cukup efektif untuk menanggulangi korupsi, antara lain :

1. Merestrukturisasi organisasi di berbagai sektor pemerintahan sehingga bisa

memudahkan dalam pengawasan/kontrol terhadap kinerja aparat pemerintahan.

14

Page 15: Tindak Pidana Korupsi

2. Meningkatkan kesejahteraan pegawai sehingga bisa mengurangi dorongan

untuk melakukan korupsi

3. Penegakan hukum secara tegas dengan menerapkan peraturan perundang-

undangan yang mengatur tentang korupsi, kolusi, dan nepotisme. Selain itu,

pemberian sanksi pidana maupun sanksi sosial yang bisa memberikan efek jera

sekaligus bisa memberikan peringatan bagi aparatur negara lainnya agar tidak

melakukan korupsi.

4. Meningkatkan kesadaran seluruh elemen bangsa untuk turut berpartisipasi

dalam melakukan kontrol sosial serta pengawasan kinerja pemegang kekuasaan

publik serta memaksimalkan fungsi media massa sebagai agen untuk mengontrol

kinerja pemerintahan.

5. Menciptakan pemerintahan yang bersih, jujur, dan terbuka.

Hal ini bisa dimulai dengan perekrutan pegawai baru berdasarkan keahlian dan

menghapus jalur-jalur ilegal (suap dan nepotisme) sehingga kedepan organisasi

kepemerintahan bisa lebih baik.

6. Pencatatan kekayaan aparatur negara secara berkala sehingga bisa diketahui

apabila ada aparatur negara yang mempunyai kekayaan yang tidak wajar.

7. Menanamkan rasa nasionalisme sejak dini, serta memberikan pendidikan

tentang dampak yang ditimbulkan akibat korupsi, kolusi, dan nepotisme, serta

membangun karakter generasi penerus bangsa yang berkarakter Pancasila.

3.4 Contoh Kasus Korupsi di Indonesia :

Korupsi Hambalang

Kamis, 22 November 2012 | 10:56 WIB

Oleh REZA SYAWAWI

KOMPAS.com - Laporan pemeriksaan investigatif yang dilakukan Badan

Pemeriksa Keuangan terhadap Proyek Pusat Pendidikan, Pelatihan, dan Sekolah

Olahraga Nasional di Bukit Hambalang, Bogor, telah dirampungkan.

Dalam laporan tersebut, BPK menyimpulkan ada indikasi penyimpangan terhadap

peraturan perundang-undangan dan penyalahgunaan kewenangan yang

menimbulkan kerugian keuangan negara Rp 243,66 miliar. Temuan investigatif

15

Page 16: Tindak Pidana Korupsi

ini mengonfirmasi sebuah kejahatan korupsi yang dilakukan terstruktur dan

sistematis. Penyangkalan yang selama ini dilakukan pihak yang dituding

bertanggung jawab terbantah.

Puluhan nama dalam laporan itu diduga ikut bertanggung jawab atas kasus

korupsi proyek Hambalang: pejabat setingkat menteri, bupati, birokrasi, hingga

pihak swasta atau perusahaan.

Dilacak ke belakang, dugaan korupsi dalam proyek Hambalang adalah efek

domino dari pengungkapan korupsi dalam proyek Wisma Atlet. Kedua kasus ini

setidaknya memiliki kemiripan karena berada dalam ranah korupsi di sektor

pengadaan infrastruktur. Dalam struktur korupsi pengadaan, kelompok bisnis atau

korporasi menjadi alat bagi elite politik untuk menjarah uang rakyat. Motif

ekonomi dengan memanfaatkan ruang politik tampaknya menjadi strategi jitu para

koruptor.

Korupsi dalam proyek-proyek pemerintah sudah mengarah pada kejahatan bisnis

yang dilakukan dengan perantara atau wadah bisnis yang legal. Demikian menurut

Romly Atmasasmita. Berbagai kejahatan bisnis sebagai dampak dari dinamika

ekonomi global yang berkembang pesat mendorong kelompok ini mendesain

berbagai kejahatan serupa. Pola korupsi menjadi sangat rapi dan beragam, dimulai

dari penyuapan kepada pejabat publik, memperkaya diri sendiri secara tidak sah,

hingga praktik pencucian uang.

Hambalang menjadi contoh konkret pola korupsi yang sangat rapi. Indikasi suap

dalam memuluskan pengalokasian anggaran untuk proyek ini begitu terbuka lebar.

Aliran uang yang diduga kepada beberapa pejabat dan politikus adalah bentuk dari

upaya memperkaya diri atau kelompok secara tidak sah. Dampak negatif yang

ditimbulkan akibat kejahatan ini bagi perekonomian Indonesia setidaknya berkisar

pada dua hal: aspek kerugian keuangan negara dan buruknya infrastruktur publik

yang dihasilkan. Kedua dampak ini harus diterjemahkan sebagai kerugian bagi

publik karena uang yang dikorupsi adalah hasil pajak publik.

Korupsi ”berjemaah”

16

Page 17: Tindak Pidana Korupsi

Sebagai kejahatan yang struktural, korupsi di pengadaan sesungguhnya bukanlah

kejahatan yang berdiri sendiri. Tahapan korupsi dilakukan sejak di penganggaran,

lelang, hingga pelaksanaan kegiatan pengadaan. Walaupun audit investigasi BPK

hanya dilakukan terhadap proyek yang telah berjalan, pola dan tahapan

korupsinya mengindikasikan bahwa proyek ini bermasalah sejak di proses

penganggaran.

Jamak diketahui bahwa setiap proyek infrastruktur yang dibiayai negara tak

pernah luput dari praktik suap menyuap. Munculnya istilah fee atau uang lelah di

kalangan DPR memperkuat dugaan: praktik ini terjadi.

Korupsi proyek Hambalang adalah korupsi ”berjemaah”: semua pihak yang

disebutkan di dalam audit menjalankan perannya masing-masing. Dimulai dari

penyiapan lahan untuk pembangunan, termasuk perizinan, persetujuan teknis

pengadaan (lelang dan kontrak tahun jamak), pencairan anggaran, hingga

penetapan pemenang lelang yang dilakukan di luar prosedur baku.

Korupsi secara bersama-sama dalam proyek Hambalang menunjukkan tipe

korupsi yang terorganisasi. Kelompok penguasa berkolaborasi dengan

kepentingan bisnis melakukan kejahatan. Modus kejahatan korupsi semacam ini

hanyalah modifikasi dan replikasi atas kejahatan korupsi pada Orde Baru. Dahulu

penguasa dan kroninya menggunakan pengaruhnya menjalankan bisnis dan

memperoleh keuntungan: semuanya dikendalikan oleh pusat kekuasaan pada saat

itu.

Di era pasca-Reformasi, kejahatan tetap dilakukan penguasa dan kelompok

bisnisnya. Dengan pola yang agak berbeda, mereka berupaya menyamarkan

hubungan antara penguasa dan kelompok bisnis dengan berbagai cara. Namun, ini

akan tetap terbukti sebagai sebuah ”perse kongkolan” manakala bukti-bukti dalam

proses hukum menerjemahkan bahwa kelompok penguasa dan bisnis saling

berkolaborasi.

Ini tentu saja tidak menafikan keberadaan kelompok bisnis yang masih memegang

prinsip bisnis yang bersih. Maka, kontribusi kelompok bisnis semacam ini sangat

penting tidak hanya demi pengungkapan kasus, tetapi juga mendorong

menciptakan proses bisnis yang bersih.

17

Page 18: Tindak Pidana Korupsi

Korupsi Hambalang prototipe kejahatan ”berjemaah”, maka penuntasannya harus

secara ”berjemaah”: semua pelaku yang diduga ikut bertanggung jawab patut

dimintai tanggung jawab hukumnya, bahkan pejabat setingkat menteri (aktif)

sekalipun.

REZA SYAWAWI Peneliti Hukum dan Kebijakan Transparency International

Indonesia

Editor : Hindra

3.5 Analisa Kasus Korupsi di Indonesia

Dari kutipan kasus korupsi hambalang di atas, kami menyimpulkan

terdapat beberapa masalah yang ada dalam kasus ini, yaitu :

1. Penyalahgunaan kewenangan yang dilakukan oleh oknum pejabat

yang menyimpang terhadap peraturan perundang-undangan yang

menimbulkan kerugian keuangan Negara.

2. Temuan investigatif yang mengonfirmasi adanya sebuah kejahatan

korupsi yang dilakukan terstruktur dan sistematis.

3. Koruptor menggunakan motif ekonomi dengan memanfaatkan

ruang politik. Dalam struktur korupsi pengadaan, kelompok bisnis

atau korporasi menjadi alat bagi elite politik untuk menjarah uang

rakyat.

4. Pola korupsi menjadi sangat rapi dan beragam, dimulai dari

penyuapan kepada pejabat publik, memperkaya diri sendiri secara

tidak sah, hingga praktik pencucian uang.

5. Korupsi secara berjamaah ini mengakibatkan 2 masalah bagi

bangsa Indonesia yaitu keuangan negara dan buruknya

infrastruktur publik yang dihasilkan

18

Page 19: Tindak Pidana Korupsi

BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

1. Korupsi adalah perilaku pejabat publik, baik politikus atau politisi

maupun pegawai negeri, yang secara tidak wajar dan tidak legal

memperkaya diri atau memperkaya mereka yang dekat dengannya, dengan

menyalahgunakan kekuasaan publik yang dipercayakan kepada mereka.

2. Fenomena umum yang biasanya terjadi di Indonesia ialah selalu muncul

kelompok sosial baru yang ingin berpolitik, namun sebenarnya banyak di

antara mereka yang tidak mampu. Mereka hanya ingin memuaskan ambisi

dan kepentingan pribadinya dengan dalih “kepentingan rakyat”

3. Bentuk-bentuk korupsi antara lain ; bribery, embezzlement, fraud,

extortion, favouritism, dll.

4. Jenis-jenis korupsi antara lain : korupsi ekstortif, manipulatif, nepotistik,

dan subversif.

5. Faktor-faktor penyebab korupsi adalah kemampuan, kemauan,

kesempatan, sumber daya manusia.

6. Dampak adanya korupsi antara lain : Berkurangnya kepercayaan publik

terhadap pemerintah, berkurangnya kewibawaan pemerintah, kerugian

negara dalam bidang ekonomi, menghambat laju pertumbuhan dan

pembangunan ekonomi.

7. Rakyat kecil umumnya bersikap apatis dan acuh tak acuh. Kelompok

mahasiswa sering menanggapi permasalahan korupsi dengan emosi dan

demonstrasi.

8. Cara Mencegah dan Memberantas Korupsi di Indonesia adalah

merestrukturisasi organisasi di berbagai sektor pemerintahan sehingga bisa

memudahkan dalam pengawasan/kontrol terhadap kinerja aparat

pemerintahan, meningkatkan kesejahteraan pegawai sehingga bisa

mengurangi dorongan untuk melakukan korupsi, menanamkan rasa

nasionalisme sejak dini, dll.

19

Page 20: Tindak Pidana Korupsi

9. Peran serta pemerintah dalam pemberantasan korupsi ditunjukkan dengan

KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) dan aparat hukum lain. KPK yang

ditetapkan melalui Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 Tentang

Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi untuk mengatasi,

menanggulangi dan memberantas korupsi.

4.2 Saran

Seharusnya, dalam dunia pendidikan formal tidak hanya mengajarkan atau

mendidik anak-anak menjadi pribadi yang cerdas, tetapi juga harus diimbangi

dengan pendidikan pembentukan mental dan karakter anak tersebut supaya

memiliki rasa tanggung jawab, disiplin, dan jujur. Dengan penanaman mental dan

karakter yang baik, maka kelak generasi muda akan memiliki kualitas tidak hanya

pada bidang intelektual, tapi juga pada mental dan karakter yang bagus.

Dengan mental dan karakter yang bagus, nantinya para generasi penerus

akan disa memilih bagaimana menjadi pemimpin yang baik dan jujur.

Untuk pembuatan makalah dengan topik sama, yaitu tindak pidana korupsi

diharapkan mengambil contoh kasus yang berbeda.

20

Page 21: Tindak Pidana Korupsi

DAFTAR PUSTAKA

http://id.wikipedia.org/wiki/Korupsi (diakses tanggal 14 November 2014)

http://nasional.kompas.com/read/2012/11/22/10564628/Korupsi.Hambalang (diakses pada tanggal 14 November 2014)

http://onniesandi.blogspot.com/2012/06/jenis-dan-penyebab-korupsi-oleh-h-

onnie.html#.VGV4gPmUdYo (diakses pada tanggal 14 November 2014)

http://smkn3-denpasar.sch.id/pak/?page_id=19 (diakses pada tanggal 14

November 2014)

http://wiwitna.blogspot.com/search?

q=upaya+pemberantasan+korupsi+di+indonesia (diakses pada tanggal 14

November 2014)

http://www.hukumonline.com/berita/baca/lt4b0a444f23252/UU%20KPK (diakses

pada tanggal 14 November 2014)

http://www.kajianpustaka.com/2013/08/pengertian-model-bentuk-jenis-

korupsi.html (diakses pada tanggal 14 November 2014)

21