Top Banner
BAB I PENDAHULUAN Demam typhoid pada masyarakat dengan standar hidup dan kebersihan rendah, cenderung meningkat dan terjadi secara endemis. Biasanya angka kejadian tinggi pada daerah tropik dibandingkan daerah berhawa dingin. Sumber penularan penyakit demam typhoid adalah penderita yang aktif, penderita dalam fase konfalesen, dan kronik karier. Demam typhoid juga dikenali dengan nama lain yaitu, Typhus Abdominalis, Typhoid fever, atau enteric fever. Demam typhoid adalah penyakit sistemik yang akut yang mempunyai karakteristik demam, sakit kepala dan ketidakenakan abdomen berlangsung lebih kurang 3 minggu, yang juga disertai perut membesar, limpa dan erupsi kulit. Demam typhoid (termasuk para–typhoid) disebabkan oleh kuman Salmonella typhi, S. paratyphy A, S. paratyphi B dan S.paratyphi C. Data World Health Organization (WHO) tahun 2003 memperkirakan terdapat sekitar 17 juta kasus demam tifoid di seluruh dunia dengan insidensi 600.000 kasus kematian tiap tahun. Di negara berkembang, kasus demam tifoid dilaporkan sebagai penyakit endemis dimana 95% merupakan kasus rawat jalan sehingga insidensi yang sebenarnya adalah 15-25 kali lebih besar dari laporan rawat inap di rumah sakit. Demam typhoid masih merupakan masalah besar di Indonesia yang bersifat sporadik endemik dan timbul sepanjang tahun Di 1
38

tifoid

Nov 10, 2015

Download

Documents

tifoid
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript

BAB I PENDAHULUAN

Demam typhoid pada masyarakat dengan standar hidup dan kebersihan rendah, cenderung meningkat dan terjadi secara endemis. Biasanya angka kejadian tinggi pada daerah tropik dibandingkan daerah berhawa dingin. Sumber penularan penyakit demam typhoid adalah penderita yang aktif, penderita dalam fase konfalesen, dan kronik karier. Demam typhoid juga dikenali dengan nama lain yaitu, Typhus Abdominalis, Typhoid fever, atau enteric fever. Demam typhoid adalah penyakit sistemik yang akut yang mempunyai karakteristik demam, sakit kepala dan ketidakenakan abdomen berlangsung lebih kurang 3 minggu, yang juga disertai perut membesar, limpa dan erupsi kulit. Demam typhoid (termasuk paratyphoid) disebabkan oleh kuman Salmonella typhi, S. paratyphy A, S. paratyphi B dan S.paratyphi C.Data World Health Organization (WHO) tahun 2003 memperkirakan terdapat sekitar 17 juta kasus demam tifoid di seluruh dunia dengan insidensi 600.000 kasus kematian tiap tahun. Di negara berkembang, kasus demam tifoid dilaporkan sebagai penyakit endemis dimana 95% merupakan kasus rawat jalan sehingga insidensi yang sebenarnya adalah 15-25 kali lebih besar dari laporan rawat inap di rumah sakit. Demam typhoid masih merupakan masalah besar di Indonesia yang bersifat sporadik endemik dan timbul sepanjang tahun Di Indonesia kasus ini tersebar secara merata di seluruh propinsi dengan insidensi di daerah pedesaan 358/100.000 penduduk/tahun dan di daerah perkotaan 760/100.000 penduduk/tahun atau sekitar 600.000 dan 1.5 juta kasus per tahun.Diabetes Melitus (DM) didefinisikan sebagai suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia kronis yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerusakan kinerja insulin atau kombinasi keduanya. World Health Organisation (WHO) tahun 2003 memperkirakan 194 juta jiwa atau 5,1% dari 3,8 milyar penduduk dunia usia 20-79 tahun menderita DM dan pada tahun 2025 diperkirakan meningkat menjadi 333 juta jiwa. Berdasarkan data Departemen Kesehatan RI, angka prevalensi penderita diabetes di Indonesia pada tahun 2008 mencapai 5,7% dari jumlah penduduk Indonesia atau sekitar 12 juta jiwa.

BAB IILAPORAN KASUS

2.1 Identitas PasienNama: Ny. ER Usia: 54 TahunTTL: 25/07/1962 Jenis kelamin: Perempuan Alamat: Jl Bougenville No. 29, BekasiPendidikan : Tamat Akademi/Universitas Pekerjaan: Ibu Rumah Tangga Agama: KristenStatus perkawinan: Kawin

2.2 AnamnesisAnamnesis dilakukan tanggal 12 Mei 2015 pukul 16.00 di ruang rawat inap Merpati, secara autoanamnesis.Keluhan utama : Demam sejak 3 hari SMRS Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien datang ke IGD RSAU dr. Esnawan Antariksa pada tanggal 12 Mei 2015 pukul 07.00 dengan keluhan demam sejak 3 hari SMRS. Demam dirasakan tidak terlalu tinggi dan tidak naik turun, namun pasien menggigil pada sore hari dan terus berkeringat. Pasien mengeluh lemas, mual dan muntah berisi cairan dan makanan sebanyak 4 - 5 kali per hari sejak 3 hari yang lalu. Tidak ada keluhan nyeri pada perut. Pusing dirasakan oleh pasien terutama saat pasien duduk dan berdiri. Terdapat keluhan batuk sejak 1 bulan SMRS, pasien mengatakan batuknya berdahak namun dahaknya tidak bisa keluar. Pasien menjadi sulit tidur akibat batuk. Pasien sudah berobat ke dokter dua kali karena keluhan batuknya namun tetap tidak membaik.Nafsu makan pasien berkurang karena lidahnya terasa pahit. BAK dan BAB tidak ada keluhan. Tidak terdapat keluhan mimisan, gusi berdarah, bintik-bintik merah pada kulit dan tidak ada keluhat sakit pada sendi dan otot.Riwayat Penyakit Dahulu : Pasien belum pernah mengalami hal yang sama sebelumnya Riwayat hipertensi (-) Riwayat DM tipe 2 (+) tidak terkontrol Riwayat alergi : Penicillin Riwayat Penyakit Keluarga : Tidak ada di keluarga yang mengalami keluhan yang sama Riwayat hipertensi (-), DM tipe 2 (+) Riwayat Sosial dan Kebiasaan : Pasien memiliki kebiasaan jajan sembarangan Pasien tidak suka makan makanan asam dan pedas Pasien tidak melakukan perjalanan dalam waktu dekat Lingkungan rumah pasien dilakukan fogging rutin setiap 3 bulan Pasien tahu dan selalu melakukan 3M Tidak ada orang di sekitar lingkungan pasien yang mengalami keluhan yang sama

2.3 Pemeriksaan FisikKeadaan Umum: Tampak Sakit SedangGCS: E4M6V5 Tanda Vital TD : 110/80 mmHg Nadi : 90 x/menit Napas : 20 x/menit Suhu : 380C Status Gizi: BB : 82 kg TB : 165 cmBMI : 30,1 (obese class I Asia Pasifik)

Status Generalis Pemeriksaan status generalis :Kepala : tidak tampak kelainan Mata: konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-)THT: faring hiperemis, tonsil T1-T1, lidah tampak kotor Leher: trakea teraba di tengah, tidak ada pembesaran kelenjar getah bening, tidak ada pembesaran tiroidThorax: bentuk normalParu:Inspeksi : dalam keadaan statis simetris, dalam keadaan dinamis tidak ada ketinggalan gerak.Palpasi: vokal fremitus paru kanan sama dengan paru kiriPerkusi: sonor di kedua lapang paru, batas paru normalAuskultasi: suara nafas vesikuler, ronkhi (-), wheezing (-)Jantung: Inspeksi : iktus kordis tidak tampakPalpasi: iktus kordis tidak terabaPerkusi: batas jantung dalam batas normalAuskultasi: S1,S2 normal, regular, gallop (-), murmur (-)Abdomen: bentuk datar, nyeri tekan epigastrium (+) pada regio hipokondriaka kiri dan regio epigastrium, turgor baik (< 3 detik), bising usus (+) normal Inspeksi : datarPalpasi: nyeri tekan epigastrium (+) pada regio hipokondriaka kiri dan regio epigastrium, hepar dan lien tidak teraba, turgor baikPerkusi: timpaniAuskultasi: bising usus (+) normal Ekstremitas : akral hangat, ptekie (-), CRT < 2 detik

2.4 Pemeriksaan Penunjang

Laboratorium DarahPemeriksaanHasilNilai rujukanInterpretasi

Hemoglobin13.911.7 15.5 gr/dlNormal

Hematokrit3935 - 47 %Normal

Leukosit15.5003.600-11.000/mm3Meningkat

Trombosit300.000150.000 440.000/mm3Normal

Ureum darah2610 50 mg/dlNormal

Kreatinin darah1,050,6 1,1 mg/dlNormal

GDS22280 100 mg/dlMeningkat

Pemeriksaan Imunologi dan Serologi

Widal

Titer

OH

Salmonella typhyPositif 1/160Positif 1/160

Salmonella para typhy APositif 1/160Negatif

Salmonella para typhy BPositif 1/80Negatif

Salmonella para typhy CNegatifNegatif

Ro Thoraks

Kesan :Cor dan pulmo dalam batas normal

2.5 Resume Dari anamnesis didapatkan pasien datang ke IGD RSAU dr. Esnawan Antariksa dengan keluhan demam sejak 3 hari SMRS. Demam dirasakan tidak terlalu tinggi dan tidak naik turun, namun pasien menggigil pada sore hari dan terus berkeringat. Pasien mengeluh lemas, mual dan muntah berisi cairan dan makanan sebanyak 4 - 5 kali per hari sejak 3 hari yang lalu. Pusing dirasakan oleh pasien terutama saat pasien duduk dan berdiri. Terdapat riwayat DM tipe 2 yang tidak terkontrol. Pasien memiliki kebiasaan jajan sembarangan.Dari pemeriksaan fisik THT didapatkan faring hiperemis dan lidah tampak kotor. Pada pemeriksaan abdomen terdapat nyeri tekan epigastrium (+) pada regio hipokondriaka kiri dan regio epigastrium, hepar dan lien tidak teraba, turgor baik. Hasil pemeriksaan laboratorium darah menunjukkan peningkatan leukosit (15.500/mm3) dan peningkatan gula darah sewaktu (222 mg/dl). Pemeriksaan Widal didapatkan Salmonella typhy titer O Positif 1/160, sedangkan titer H Positif 1/160. Salmonella para typhy A titer O Positif 1/160, sedangkan titer H negatif. Salmonella para typhy B titer O Positif 1/160, sedangkan titer H negatif.

2.6 Diagnosis KerjaFebris suspek demam tifoidDM

2.7 Penatalaksanaan IVFD RL 28 tpm Inj. Ceftriaxone 2 x 1 gr IV Paracetamol tab 3 x 500 mg Vit. B Complex 3 x 1 Inj. Ondancentron 3 x 4 mg IV Glibenclamid 1 x 1 pagi hari Metformin 1 x 1 malam hari Cek GDN / 2 PP setiap pagi Cek DPL setiap pagi Ulangi pemeriksaan Widal / 3 hari

2.8 PrognosisAd vitam : bonam Ad functionam : bonam Ad sanationam : bonam

BAB IIITINJAUAN PUSTAKA

3.1 Demam Tifoid3.1.1 DefinisiPenyakit sistemik akut yang ditandai demam akut akibat infeksi Salmonella sp (lebih dari 500 sp). Spesies yang sering dikenal di klinik adalah Salmonella typhi, Salmonella para typhi A, Salmonella para typhi B, Salmonella para typhi C.

3.1.2 EpidemiologiDemam tifoid masih dijumpai secara luas di berbagai negara berkembang yang terutama terletak di daerah tropis dan subtropis. Penyakit ini juga merupakan masalah kesehatan masyarakat yang penting karena penyebarannya berkaitan erat dengan urbanisasi, kepadatan penduduk, kesehatan lingkungan, sumber air dan sanitasi yang buruk serta standar higiene industri pengolahan makanan yang masih rendah. Besarnya angka pasti kasus demam tifoid di dunia sangat sulit ditentukan karena penyakit ini dikenal mempunyai gejala dengan spektrum klinis yang sangat luas. Data World Health Organization (WHO) tahun 2003 memperkirakan terdapat sekitar 17 juta kasus demam tifoid di seluruh dunia dengan insidensi 600.000 kasus kematian tiap tahun. Di negara berkembang, kasus demam tifoid dilaporkan sebagai penyakit endemis dimana 95% merupakan kasus rawat jalan sehingga insidensi yang sebenarnya adalah 15-25 kali lebih besar dari laporan rawat inap di rumah sakit. Di Indonesia kasus ini tersebar secara merata di seluruh propinsi dengan insidensi di daerah pedesaan 358/100.000 penduduk/tahun dan di daerah perkotaan 760/100.000 penduduk/tahun atau sekitar 600.000 dan 1.5 juta kasus per tahun. Umur penderita yang terkena di Indonesia dilaporkan antara 3-19 tahun pada 91% kasus.

3.1.3 EtiologiDemam tifoid disebabkan oleh Salmonella typhi (S. typhi), basil gram negatif, berflagel, dan tidak berspora. S. typhi memiliki 3 macam antigen yaitu antigen O (somatik berupa kompleks polisakarida), antigen H (flagel), dan antigen Vi. Dalam serum penderita demam tifoid akan terbentuk antibodi terhadap ketiga macam antigen tersebut.

Gambar 1. Salmonella Typhi

3.1.4 PatofisiologiMasuknya kuman Salmonella Typhi ke dalam tubuh manusia terjadi melalui makanan yang terkontaminasi kuman. Penelitian yang dilakukan terhadap sukarelawan menunjukkan dosis infeksi organism adalah 105-109 organisme, dengan masa inkubasi berjarak selama 4-14 hari, bergantung jumlah kuman yang dapat masuk. Sebagian kuman dimusnahkan dalam lambung, sebagian lolos masuk kedalam usus dan selanjutnya berkembang biak. Seperti yang diketahui S.typhi menginvasi tubuh dengan menembus mukosa usus ileum terminal, yang mungkin melalui antigen sample sel yang dikhususkan yang diketahui sebagai sel M, yang melapisi usus, berhubungan dengan jaringan limfoid, melalui enterosit atau melalaui rute paraselular. Bila respons imunitas humoral mukosa (IgA) usus kurang baik maka kuman akan menembus sel-sel epitel (terutama sel M) dan selanjutnya ke lamina propia. Di lamina propia kuman berkembang biak dan difagosit oleh sel-sel fagosit terutama olah makrofag. Kuman dapat hidup dan berkembang biak didalam makrofag dan selanjutnya dibawa ke plague peyeri ileum distal dan kemudian ke kelenjar getah bening mesenterica. Selanjutnya melalui duktus torasikus kuman yang terdapat didalam makrofag ini masuk kedalam sirkulasi darah (mengakibatkan bakterimia pertama yang asimtomatik) dan menyebar ke seluruh organ retikuloendotelial tubuh terutama hati dan limpa. Di organ-organ ini kuman meninggalkan sel-sel fagosit dan kemudian berkembang biak diluar sel atau ruang sinusoid dan selanjutnya masuk kedalam sirkulasi darah lagi mengakibatkan bakteremia yang kedua kalinya dengan disertai tanda-tanda dan gejala penyakit infeksi sitemik.

Didalam hati kuman masuk kedalam kandung empedu, berkembang biak, dan bersama cairan empedu diekskresikan secara intemiten ke dalam lumen usus. Sebagian kuman dikeluarkan melalui feses dan sebagian masuk lagi kedalam sirkulasi setelah menembus usus. Proses yang sama terulang kembali, berhubung makrofag telah teraktivasi dan hiperaktif maka saat fagositosis kuman Salmonella terjadi pelepasan beberapa mediator inflamasi yang selanjutnya akan menimbulkan gejala reaksi infeksi sitemik seperti demam, malaise, mialgia, sakit kepala, sakit perut, instabilitas vascular, gangguan mental dan koagulasi.Didalam plague peyeri makrofag hiperaktif menimbulkan reaksi hiperplasia jaringan (S.typhi intra makrofag menginduksi reaksi hipersensitivitas tipe lambat, hyperplasia jaringan dan nekrosis organ). Perdarahan saluran cerna dapat terjadi akibat erosi pembuluh darah sekitar plague peyeri yang sedang mengalami nekrosis dan hyperplasia akibat akumulasi sel-sel mononuklear didinding usus. Proses patologis jaringan limfoid ini dapat berkembang hingga kelapisan otot, serosa usus dan dapat mengakibatkan perforasi. Endotoksin dapat menempel direseptor endotel kapiler dengan akibat timbulnya komplikasi seperti gangguan neuropsikiatrik, kardiovaskular, pernapasan dan gangguan organ lainnya.

Gambar 2. Patofisiologi Demam Tifoid3.1.5 Manifestasi klinisMasa inkubasi demam tifoid berlangsung antara 7-14 hari, namun ini juga bergantung dosis infeksi (3-30 hari). Gejala-gejala klinis yang timbul sangat bervariasi dari ringan sampai dengan berat, dari asimtomatik hingga gambaran penyakit yang khas disertai komplikasi.

Gambar 3. Perjalanan Penyakit Demam Tifoid

Pada minggu pertama gejala klinis penyakit ini ditemukan keluhan dan gejala serupa infeksi akut pada umumnya yaitu Demam sekitar interminten/remiten Lidah kotor, mulut kering, mual muntah Gambaran gejala saluran nafas atas Sakit kepala hebat, tampak apatis, lelah Tidak enak di perut dan mungkin kontipasi/ diare, ditemukan splenomegali/ hepatomegali Raseola mungkin ditemukan

Dalam minggu kedua gejala-gejala menjadi lebih jelas berupa Demam kontinyu Bradikardi relatif (peningkatan suhu 1C tidak diikuti peningkatan denyut nadi 8 kali permenit) Keadaan penderita semakin menurun, apatis, bingung Hepatomegali dan splenomegali, Lidah yang berselaput (kotor ditengah, tepi dan ujung merah serta tremor) dan kehilangan nafsu makan Nyeri, distensi perut, meteorismus

Pada minggu ketiga dapat ditemukan gejala antara lain: Suhu turun jika berhasil diobati tanpa komplikasi Jika keadaan memburuk: Disorientasi, bingung, insomnia, Komplikasi perdarahan dan perforasi.

3.1.6 Penegakkan diagnosisPenegakan diagnosis demam tifoid dapat dengan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Namun diagnosis pasti dapat ditegakkan dari hasil kultur darah. Hasil kultur darah menunjukkan 40-60% positif pada pasien di awal penyakit dan kultur feses dan urin akan positif setelah minggu pertama infeksi. Hasil kultur feses kadang-kadang juga positif pada masa inkubasi. Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan untuk menegakkan diagnosis demam tifoid tidak terlalu spesifik. Pada pemeriksan darah perifer lengkap sering ditemukan leukopenia, namun dapat pula terjadi leukositosis atau kadar leukosit normal. Pemeriksaan widal juga dilakukan dalam membantu penegakan diagnosis demam tifoid. Uji widal dilakukan dengan mengukur antibodi terhadap antigen O dan H dari Salmonella Typhi, namun tes ini kurang spesifik dan sensitive. Karena bnyak hasil tes false-negative dan false-positif terjadi.

Tes WidalUji widal dilakukan untuk deteksi antibodi terhadap kuman S.typhi. pada uji widal terjadi suatu reaksi aglutinasi antara antigen kuman S.typhi dengan antibody yang disebut agglutinin. Antigen yang digunakan pada uji widal adalah suspense Salmonella yang sudah dimatikan dan diolah dilaboratorium. Tujuan uji widal adalah untuk menentukan adanya agluitinin dalam serum penderita tersangka demam tifoid yaitu :a). agglutinin O (dari tubuh kuman)b). agglutinin H (flagella kuman)c). agglutinin Vi (simpai kuman)Dari ketiga agglutinin tersebut hanya agglutinin O dan H yang digunakan untuk diagnosis demam tifoid. Semakin tinggi titernya semakin besar kemungkinan terinfeksi kuman ini. Pembentukan agglutinin mulai terjadi pada akhir minggu pertama demam, kemudian meningkat secara cepat dan mencapai puncak pada minggu keempat dan tetap tinggi selama beberapa minggu. Pada fase akut mula-mula timbul agglutinin O, kemudian diikuti dengan agglutinin H. Pada orang yang telah sembuh agglutinin O masih tetap dijumpai setelah 4-6 bulan, setelah agglutinin H menetap lebih lama antara 9-12 bulan.Sekurang-kurangnya diperlukan dua bahan serum, yang diperoleh dengan selang waktu 7-10 hari, untuk membuktikan adanya kenaikan titer antibody. Serum yang tidak dikenal diencerkan berturut-turut (dua kali lipat) lalu dites terhadap antigen Salmonella. Hasilnya ditafsirkan sebagai berikut :1) Titer O yang tinggi atu kenaikan titer O ( 1 : 160) menunjukkan adanya infeksi aktif.2) Titer H yang tinggi ( 1 : 160) menunjukkan bahwa penderita itu pernah divaksinasi atau pernah terkena infeksi.3) Titer Vi yang tinggi terdapat pada beberapa pembawa bakteriAda beberapa faktor yang mempengaruhi uji widal yaitu :1) Pengobatan dini dengan antibiotik2) Gangguan pembentukan antibodk dan pemberian kortikosteroid3) Waktu pengambilan darah4) Daerah endemik atau non endemik5) Riwayat vaksinasi6) Reaksi anamnestik, yaitu peningkatan titer agglutinin pada infeksi bukan demam tifoid akibat demam tifoid masa lalu atau vaksinasi7) Faktor teknik pemeriksaan antar laboratorium, akibat aglutinasi silang dan strain Salmonella yang digunakan untuk suspense antigen.Kultur darahDiagnosis pasti demam tifoid dapat ditegakkan bila ditemukan bakteri S. typhi dalam biakan dari darah, urine, feses, sumsum tulang, cairan duodenum. Berkaitan dengan patogenesis penyakit, maka bakteri akan lebih mudah ditemukan dalam darah dan sumsum tulang pada awal penyakit, sedangkan pada stadium berikutnya di dalam urine dan feses.Hasil biakan darah yang positif memastikan demam tifoid, akan tetapi hasil negatif tidak menyingkirkan demam tifoid, karena mungkin disebabkan oleh hal-hal sebagai berikut :1) Telah mendapat terapi antibiotik. Bila pasien sebelum dilakukan kultur darah telah mendapat antibiotic, pertumbuhan kuman dalam media biakan terhambat dan hasil mungkin negatif.2) Volume darah yang kurang (diperlukan kurang lebih 5 cc darah). Bila darah yang dibiak terlalu sedikit hasil biakan bisa negatif. Darah yang diambil sebaiknya secara bedside langsung dimasukkan ke dalam media cair empedu (oxgall) untuk pertumbuhan kuman3) Riwayat vaksinasi. Vaksinasi dimasa lampau menimbulkan antibody dalam darah psien. Antibodi (aglutinin) ini dapat menekan bakteremia hingga biakan darah dapat negatif.4) Saat pengambilan darah setelah minggu pertama, pada saat agglutinin semakin meningkat.

3.1.7 Penatalaksanaan Penegakan diagnosis awal demam tifoid dan penatalkasaan yang tepat merupakan hal yang penting. Sebagian besar anak-anak dengan tifoid dapat dirawat dirumah dengan antibiotic oral dan dilakukan follow-up utnuk mengikuti perkembangan penyakit dan melihat apakah ada komplikasi atu kegagalan terapi. Pasien dengan muntah yang persisten, diare serta distensi abdomen memerlukan perawatan di rumah sakit dan terapi antibiotic parenteral.Secara umum terdapat tiga prinsip penatalaksanaan demam tifoid. Istirahat yang adekuat, hydrasi dan pengobatan penting untuk mengoreksi ketidakseimbangan cairan-elektrolit. Terapi antipiretik (aceminophen 120-750 mg stiap 4-6 jam PO) harus diberikan jika diperlukan. Makanan yang lunak, harus dilanjutkan pada pasien distensi abdomen atau ileus. Terapi antibiotic penting untuk meminimalisir komplikasi. Pengggunaan chloramphenicol atau amoxicillin diketahhui mempunyai angka kekambuhan masing-masing 5-15% dan 4-14%. Penggunaan antibiotik untuk demam tifoid pada anak juga dipengaruhi oleh prevalensi dari resistensi antimikroba. Berikut adalah antibiotik yang biasa digunakan pada demam tifoid. Sebagai tambahan untuk antibiotik, terapi suportif juga penting dan pemeliharaan keseimbangan cairan dan elektrolit juga harus diperhatikan. Pemberian terapi tambahan dengan dexametason (3mg/kgBB dosis awal, diikuti 1 mg/kg setiap 6 jam selama 48 jam) telah diekomendasikan pada pasien dengan syok, penurunan kesadaran, stupor atau koma, hal ini harus dilakukan dengan pengawasan .

Gambar 4. Pengobatan pada demam tifoid

Gambar 5. Antibiotik yang direkomendasi untuk demam tifoid

3.1.8 KomplikasiKomplikasi pada demam tifoid dibagi menjadi komplikasi intestinal dan ekstraintestinal. Intestinal : peritonitis, perdarahan intestinal dan perforasi Ekstraintestinal : hepatitis, pancreatitis, miokarditis, tifoid toksi

3.1.9 Pencegahan Higiene peorangan dan lingkunganDemam tifoid ditularkan melalui rute fekal-oral, maka pencagahan utama memutuskan rantai tersebut dengan meningkatkan higiene perorangan dan lingkungan, seperti mencuci tangan sebelum makan, penyediaan air bersih, dan penanganan pembuangan limbah feses. Imunisasi Imunisasi aktif terutama diberikan bila terjadi kontak dengan pasien demam tifoid, terjadi kejadian luar biasa dan untuk turis yang bepergian ke daerah endemik. Vaksin polisakarida (capsular Vi polysacharide), pada usia 2 tahun atau lebih diberikan secara intramuscular dan diulang setiap 3 tahun. Vaksin tifoid oral , diberikan pada usia >6 tahun dengan interval selang sehari (hari 1,3 dan 5), ulangan setiap 3-5 tahun. Vaksin ini belum beredar di Indonesia, terutama direkomendasikan untuk turis yang bepergian ke daerah endemik.

3.1.10 PrognosisPrognosis terhadap pasien demam tifoid bergantung kepada kecepatan penegakan diagnosis dan ketepatan terapi antibiotik. Faktor lain yang mempengaruhi meliputi umur pasien, status kesehatan dan nutrisi, serotype Salmonella dan munculnya komplikasi. Meskipun terapi yang didapat tepat, 2-4% anak yang terinfeksi dapat kambuuh setelah respon awal terapi. Individu yang mengekskresikan S.typhi 3bulan setelah infeksi dianggap sebagai karier kronik. Bagaimanapun resiko untuk menjadi karier rendah pada anak-anak dan meningkat dengan bertambahnya umur, namun secara umum < 2% dari semua anak yang terinfeksi.

3.2 Diabetes Mellitus 3.2.1 DefinisiDiabetes mellitus (DM) adalah suatu penyakit atau gangguan metabolisme kronis dengan multi etiologi yang ditandai dengan tingginya kadar gula darah disertai dengan gangguan metabolisme karbohidrat, lipid dan protein sebagai akibat insufisiensi fungsi insulin.3.2.2 Jenis-jenis diabetes melitusDiabetes mellitus tipe 1Diabetes ini merupakan diabetes yang jarang atau sedikit populasinya, diperkirakan kurang dari 5-10% dari keseluruhan populasi penderita diabetes. Diabetes tipe ini disebabkan kerusakan sel-sel pulau Langerhans yang disebabkan oleh reaksi otoimun. Pada pulau Langerhans kelenjar pankreas terdapat beberapa tipe sel, yaitu sel , sel dan sel . Sel-sel memproduksi insulin, sel-sel memproduksi glukagon, sedangkan sel-sel memproduksi hormon somastatin. Namun demikian serangan autoimun secara selektif menghancurkan sel-sel .Destruksi otoimun dari sel-sel pulau Langerhans kelenjar pankreas langsung mengakibatkan defesiensi sekresi insulin. Defesiensi insulin inilah yang menyebabkan gangguan metabolisme yang menyertai DM Tipe 1. Selain defesiensi insulin, fungsi sel-sel kelenjar pankreas pada penderita DM tipe 1 juga menjadi tidak normal. Pada penderita DM tipe 1 ditemukan sekresi glukagon yang berlebihan oleh sel-sel pulau Langerhans. Secara normal, hiperglikemia akan menurunkan sekresi glukagon, tapi hal ini tidak terjadi pada penderita DM tipe 1, sekresi glukagon akan tetap tinggi walaupun dalam keadaan hiperglikemia, hal ini memperparah kondisi hiperglikemia. Salah satu manifestasi dari keadaan ini adalah cepatnya penderita DM tipe 1 mengalami ketoasidosis diabetik apabila tidak mendapatkan terapi insulin.Diabetes mellitus tipe 2Diabetes Mellitus tipe 2 merupakan tipe diabetes yang lebih umum, lebih banyak penderitanya dibandingkan dengan DM tipe 1, terutama terjadi pada orang dewasa tetapi kadang-kadang juga terjadi pada remaja. Penyebab dari DM tipe 2 karena sel-sel sasaran insulin gagal atau tak mampu merespon insulin secara normal, keadaan ini disebut resietensi insulin.Disamping resistensi insulin, pada penderita DM tipe 2 dapat juga timbul gangguan gangguan sekresi insulin dan produksi glukosa hepatik yang berlebihan. Namun demikian, tidak terjadi pengrusakan sel-sel langerhans secara autoimun sebagaimana terjadi pada DM tipe 1. Dengan demikian defisiensi fungsi insulin pada penderita DM tipe 2 hanya bersifat relatif, tidak absolut.Obesitas yang pada umumnya menyebabkan gangguan pada kerja insulin, merupakan faktor risiko yang biasa terjadi pada diabetes tipe ini, dan sebagian besar pasien dengan diabetes tipe 2 bertubuh gemuk. Selain terjadi penurunan kepekaan jaringan pada insulin, yang telah terbukti terjadi pada sebagian besar dengan pasien diabetes tipe 2 terlepas pada berat badan, terjadi pula suatu defisiensi jaringan terhadap insulin maupun kerusakan respon sel terhadap glukosa dapat lebih diperparah dengan meningkatya hiperglikemia, dan kedua kerusakan tersebut dapat diperbaiki melalui manuve-manuver teurapetik yang mengurangi hiperglikemia tersebut.Diabetes mellitus gestasionalDiabetes mellitus gestasional adalah keadaaan diabetes yang timbul selama masa kehamilan, dan biasanya berlangsung hanya sementara. Keadaan ini terjadi karena pembentukan hormon pada ibu hamil yang menyebabkan resistensi insulin (Tandra, 2008).3.2.3 Diagnosis diabetes mellitusDiagnosis DM biasanya diikuti dengan adanya gejala poliuria, polidipsia, polifagia dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan penyebabnya. Diagonosis DM dapat dipastikan apabila hasil pemeriksaan kadar glukosa darah sewaktu 200 mg/dl dan hasil pemeriksaan kadar glukosa darah puasa 126 mg/dl. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 2.1 berikut ini.Glukosa plasmaPuasaGlukosa Plasma 2 jamsetelah makan

Normal