-
1
DESAIN DAN IMPLEMENTASI SISTEM NAVIGASI ROBOT BERODA MENGGUNAKAN
ALGORITMA WALL FOLLOWING BERBASIS PID
(PROPORSIONAL-INTEGRAL-DIFFERENSIAL)
1 Candra Herdianto 2 Muhammad Ary Murti, ST, MT 3 Agung Nugroho
Jati, ST, MT
1,2,3Fakultas Elektro dan Komunikasi Institut Teknologi Telkom
Jl. Telekomunikasi, Dayeuhkolot Bandung 40257 Indonesia
1 [email protected] 2 [email protected]
[email protected]
ABSTRAK Robot cerdas pemadam api divisi beroda pada Kontes Robot
Cerdas Indonesia (KRCI) atau pada Trinitiy College Fire Fighting
Home Robot Contest (TCFFHRC) adalah robot yang memiliki kemampuan
menjelajahi arena pertandingan untuk menemukan titik api kemudian
memadamkannya dan kembali ke titik awal dengan waktu secepat
mungkin.
Agar dapat melakukan misi tersebut dengan waktu yang cepat,
sistem navigasi robot menjadi faktor yang sangat penting. Robot
diharuskan dapat bermanuver dengan baik dalam menjelajahi arena
agar tidak terbentur dengan dinding arena yang menyebabkan robot
bergerak melambat. Salah satu cara agar robot dapat melakukan
navigasi dengan baik adalah dengan menjaga jarak robot terhadap
dinding terdekat agar tetap berada pada jarak aman yaitu dengan
melakukan pengontrolan posisi robot terhadap dinding menggunakan
kontrol PID (proporsional-integral-diferensial). Kontrol PID
digunakan untuk mengkalkulasi nilai error berdasarkan masukan dari
sensor ultrasonik yang diletakkan pada sisi robot kemudian keluaran
dari kontrol tersebut digunakan untuk menentukan nilai kecepatan
motor robot. Pada tugas akhir ini, dihasilkan suatu desain dan
implementasi sistem navigasi dari robot beroda menggunakan
algoritma wall following berbasis PID. Performansi terbaik sistem
terdapat pada saat nilai konstanta PID sebesar P=10, I=0,04 dan
D=25 dengan waktu cuplik 66,4 milidetik. Ditunjukkan oleh parameter
performansi sistem yang yaitu td=132,8 ms, tr=154,9 ms, tp=265,6
ms, ts=863,2 dan Mp=30%. Kata kunci : sensor, wall following,
kontrol PID, robot, mikrokontroler.
ABSTRACT
Intelligent fire fighting robot on Indonesian Intelligent Robot
Contest or the Trinitiy College Fire Fighting Home Robot Contest
was a robot that has the ability to explore the arena to find and
extinguish fire and then return to the starting point as soon as
possible.
In order to complete this mission fast, the robots navigation
systems became very important. The robot must be able to maneuver
well in exploring the arena to avoid collision with the wall which
could cause the robot move slowly. One way to navigate the robot
was keeping the robot to the closest wall so it remains at a safe
distance by performing the position control of robot to the wall
using PID control (proportional-integral-differential). The PID
control was used to calculate the error value based on input from
ultrasonic sensor placed on the robot, then its output was used to
determine the value of the motor speed of the robot.
In this final project, a design and implementation of wheeled
robot navigation system was produced using wall following algorithm
based on PID. The best performance of the system was at a constant
value of PID for P = 10, I = 0.04 and D = 25 with time sampling was
66.4 ms. Performance parameters of the system were td = 132.8 ms,
tr = 154.9 ms, tp = 265.6 ms, ts = 863.2 and Mp = 30%.
Key words: sensor, wall following, PID control, robotics,
microcontroller.
-
2
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah KRCI adalah kontes dengan skala
nasional, sedangkan untuk skala internasional, terdapat kontes
bergengsi Trinity College Fire Fighting Home Robot Contest
(TCFFHRC) sebagai target berkelanjutan dari Kontes Robot Cerdas
Indonesia. Pada TCFFHRC atau KRCI sendiri sangat populer dengan
satu divisi yaitu robot cerdas pemadam api divisi beroda. Pada
divisi ini, robot dihadapkan pada suatu lintasan dengan beberapa
maze. Dengan lintasan tersebut, penulis merasa tertantang untuk
mendesain suatu sistem navigasi robot untuk diterapkan pada robot
KRCI divisi beroda robot cerdas pemadam api. Penulis memilih
algoritma wall following dengan alasan bahwa algoritma ini adalah
algoritma sederhana tetapi cukup handal untuk memecahkan maze yang
ada. Dengan kesederhanaan algoritma tersebut juga memungkinkan
lebih cepatnya waktu proses perhitungan sampai pengambilan
keputusan oleh kontroler. Dan tentunya robot akan lebih real time.
Penulis juga memilih kontrol PID untuk mendukung algoritma wall
following dengan alasan cepatnya respon kontrol PID terhadap
penanganan error yang kemungkinan terjadi. 1.2 Rumusan Masalah
Masalah yang dihadapi dalam perancangan aplikasi ini adalah : 1.2.1
Mengintegrasikan beberapa komponen dan
sensor seperti sensor jarak, mikrokontroler dan motor driver
sebagai satu kesatuan sistem navigasi robot beroda.
1.2.2 Bagaimana merancang algoritma navigasi dan sistem kontrol
PID robot beroda.
1.2.3 Bagaimana cara mengimplementasikan sistem kontrol yang
telah dirancang ke dalam mikrokontroler menggunakan bahasa C.
1.3 Tujuan Tujuan dari tugas akhir ini adalah
mendapatkan sistem kontrol dan algoritma dengan arsitektur
sistem navigasi terbaik untuk dapat diterapkan pada robot beroda.
Hasil akhir yang diharapkan adalah robot dapat bernavigasi dan
bermanuver mengikuti dinding dengan baik dan dengan kecepatan yang
optimal tanpa menyentuh atau menggesek dinding arena.
II. LANDASAN TEORI 2.1 Ultrasonik
Sensor ultrasonik adalah sensor yang bekerja berdasarkan prinsip
pantulan gelombang suara untuk mendeteksi keberadaan suatu objek
tertentu di depannya, frekuensi kerjanya pada daerah diatas
gelombang suara dari 40 KHz hingga 400 KHz. Prinsip kerja Sensor
Ultrasonik Sensor ultrasonik terdiri dari dari dua unit, yaitu unit
pemancar dan unit penerima. Struktur
unit pemancar dan penerima sangatlah sederhana, sebuah kristal
piezoelectric dihubungkan dengan mekanik jangkar dan hanya
dihubungkan dengan diafragma penggetar. Tegangan bolak-balik yang
memiliki frekuensi kerja 40 KHz 400 KHz diberikan pada plat logam.
Struktur atom dari kristal piezoelectric akan berkontraksi
(mengikat), mengembang atau menyusut terhadap polaritas tegangan
yang diberikan, dan ini disebut dengan efek piezoelectric.
Kontraksi yang terjadi diteruskan ke diafragma penggetar sehingga
terjadi gelombang ultrasonik yang dipancarkan ke udara (tempat
sekitarnya), dan pantulan gelombang ultrasonik akan terjadi bila
ada objek tertentu, dan pantulan gelombang ultrasonik akan diterima
kembali oleh oleh unit sensor penerima. Selanjutnya unit sensor
penerima akan menyebabkan diafragma penggetar akan bergetar dan
efek piezoelectric menghasilkan sebuah tegangan bolak-balik dengan
frekuensi yang sama. Sedangkan pada bagian penerima, besar
amplitudo sinyal elektrik yang dihasilkan unit sensor penerima
tergantung dari jauh dekatnya objek yang dideteksi serta kualitas
dari sensor pemancar dan sensor penerima. Proses sensing yang
dilakukan pada sensor ini menggunakan metode pantulan untuk
menghitung jarak antara sensor dengan obyek sasaran. Jarak antara
sensor tersebut dihitung dengan cara mengalikan setengah waktu yang
digunakan oleh sinyal ultrasonik dalam perjalanannya dari rangkaian
Tx sampai diterima oleh angkaian Rx, dengan kecepatan rambat dari
sinyal ultrasonik tersebut pada media rambat yang digunakannya,
yaitu udara.
2.2 Limit Switch Limit Switch adalah sensor peraba yang bersifat
mekanis dan mendeteksi sesuatu setelah terjadi kontak fisik.
Penggunaan sensor ini biasanya digunakan untuk membatasi gerakan
maksimum sebuah mekanik. Sensor ini juga seringkali digunakan untuk
sensor cadangan bilamana sensor yang lain tidak berfungsi. Pada
bagian pinggir dari sebuah robot, pada saat sensor ultrasonik gagal
berfungsi untuk mendeteksi adanya halangan, maka limit switch akan
mendeteksi dan memerintahkan motor untuk berhenti saat terjadi
kontak fisik.
Gambar 2.1 Limit Switch
2.3 Driver Motor Driver motor digunakan sebagai penghubung
antara mikrokontroller ke motor DC. Digunakan driver motor karena
arus yang keluar
-
3
dari mirokontroller tidak mampu mencukupi kebutuhan dari motor
DC. Rangkaian driver motor berupa rangkaian transistor seperti pada
gambar 2.6. Ketika pin mikrokontroller benilai 5 volt maka akan ada
arus yang melewat basis dan ketika terdapat arus basis maka
transisitor aktif sehingga akan ada arus yang mengalir dari
kolektor ke emitor dan motor akan berputar 2.4 Motor DC
Motor DC merupakan suatu keluaran dari sistem yang berfungsi
untuk merubah besaran listrik menjadi besaran mekanik. Prinsip
kerja dari pada alat ini adalah berdasarkan adanya gaya
elektromagnetik. Motor DC berkerja bila mendapatkan tegangan searah
yang cukup pada kedua kutubnya. Tegangan inilah yang menimbulkan
induksi elektromagnetik yang menyebabkan motor berputar.
2.5 Mikrokontroller ATMega128[1] AVR merupakan seri
mikrokontroler CMOS 8-bit buatan Atmel, berbasis arsitektur RISC
(Reduced Instruction Set Computer). Hampir semua instruksi
dieksekusi dalam satu siklus clock. AVR mempunyai 32 register
general-purpose, timer/counter fleksibel dengan mode compare,
interrupt internal dan eksternal, serial UART, programmable
Watchdog Timer, dan mode power saving. Mempunyai PWM internal. AVR
juga mempunyai In-System Programmable Flash on-chip yang
mengijinkan memori program untuk diprogram ulang dalam sistem
menggunakan hubungan serial SPI. Atmega162 adalah mikrokontroler
CMOS 8-bit daya-rendah berbasis arsitektur RISC yang ditingkatkan.
Kebanyakan instruksi dikerjakan pada satu siklus clock, Atmega128
mempunyai throughput mendekati 1 MIPS per MHz membuat disainer
sistem untuk mengoptimasi komsumsi daya versus kecepatan proses.
2.7.1 Kontrol PID Untuk memperhalus pergerakan robot saat melakukan
koreksi jarak terhadap dinding, diperlukan suatu sistem kontrol.
Maka dipilih lah kontroller PID. Kontrol PID adalah kontrol klasik
yang sangat populer. Kontroler ini merupakan kombinasi antara
kontrol Proporsional, Integral dan Diferensial. Pada sistem robot
ini, nilai kesalahan (error) jarak robot terhadap dinding kanan
dengan set poin yang ditentukan menjadi input dari kontroller.
Nilai keluaran dari sistem kontrol kemudian diolah dan menjadi
acuan nilai kecepatan dari roda kanan dan roda kiri. Secara umum
PID dirumuskan seperti di bawah ini :
Vo = Kp.e(t)+Ki e(t)dt0
t
+Kd de(t)dt
Rumus di atas dikenal dengan rumus
PID untuk sistem analog. Sedangkan untuk implementasi di
mikrokontroller, harus di ubah ke PID diskrit. Formula PID diskrit
ditunjukkan oleh gambar di bawah ini.
= . ! + .. !!! + 1 .(! !!!)
Tabel 2.1 Sifat controller PID Close loop
response
Rise Time Overshoot
Settling time
Steady state error
Kp Decrease Increase Small Change Decrease
Ki Decrease Increase Increase Eliminate
Kd Small Change Decrease Decrease Small
Change III. PERANCANGAN SISTEM 3.1 Perancangan Sistem
Gambar 3.1 Blok kontrol sistem
3.1 Perancangan Perangkat Keras 3.1.1 Sensor Ultrasonik
Ping))) mempunyai tiga buah pin, yaitu +5, Gnd, dan satu buah
pin kontrol, yang dapat berfungsi sebagai input dan output. .
Terdapat 5 sensor pada badan robot. Tidak semua sensor digunakan
secara bersamaan, tergantung pada pemilihan right-wall follow atau
left-wall follow. Pembacaan kelima sensor dilakukan secara
bergantian dengan jeda waktu tertentu untuk setiap pembacaannya.
Keluaran dari modul ini berupa sinyal PWM (pulse width modulation)
sehingga data jarak sama dengan duty cycle dari sinyal keluaran.
Lebar duty cycle sinyal berbanding lurus dengan jarak yang
dicari.
-
4
Gambar 3.2 Diagram kontrol ultrasonik
3.1.1 Sensor Ultrasonik
Pada perancangan navigasi robot ini, diperlukan sensor untuk
mendeteksi adanya benturan atau tabrakan. Perangkat yang paling
sederhana yang dapat digunakan adalah limit switch.
Gambar 3.3 Limit Switch active low
Gambar 3.4 diagram kontrol Limit Switch
3.1.1 Sensor Ultrasonik Driver motor yang digunakan pada robot
ini adalah driver motor autobrake H-bridge dengan komponen utamanya
adalah mosfet dengan seri IRF540 dan IRF9540.
Tabel 3.1 Kontrol driver motor Arah Enable1 Kecepatan (PWM)
CCW Low speed CW High 255 - speed
Motor DC yang digunakan adalah motor dengan spesifikasi tegangan
maksimum 12V. Kemampuan putaran motor mampu mencapai 350 rpm. Motor
dapat menanggung beban maksimal seberat 3 Kg.cm dengan gear ratio
1:29. Berikut gambar detail dari motor DC yang digunakan :
Gambar 3.5 Motor DC
Robot didesain menggunakan roda differensial. Dua roda sebagai
penggerak utamanya diletakkan di sebelah belakang, dan satu roda
bebas diletakkan di bagian depan. Bagian depan robot didesain
landai, hampir menyerupai busur setengah lingkaran. Hal ini
dimaksudkan agar robot dapat bermanuver secara mudah ketika
berbelok atau terjepit. Dimensi robot adalah 18x20x22 (pxlxt) agar
dapat dengan mudah melewati celah sempit. Peletakan baterai
terdapat di bagian tengah dari ketiga roda, hal ini dimaksudkan
agar titik beban robot berada pada titik tengah dari ketiga roda
sehingga robot tidak terguling saat melewati tanjakan.
Gambar 3.6 Desain Mekanik robot
Wall Following adalah salah satu algoritma navigasi yang sangat
sederhana. Robot bergerak maju sambil menjaga jarak terhadap
sesuatu yang diikuti. Robot ini mempunyai dua roda sebagai alat
gerak utamanya, yaitu roda kanan dan roda kiri. Robot ini didesain
untuk mengikuti dinding di sebelah kanan dari robot (right wall
follow).
Gambar 3.7 Wall following
-
5
Gambar 3.8 Flowchart Sistem Navigasi
IV. PENGUJIAN DAN ANALISIS 4.1 Pengaruh Nilai Konstanta PID Pada
Performansi Sistem v Pengaruh Nilai Konstanta Proporsional
Berikut grafik pengaruh nilai konstanta proporsional terhadap
waktu tunda (td) :
Gambar 4.1 Grafik pengaruh nilai konstanta
proporsional terhadap waktu tunda
Dari grafik di atas ditunjukkan bahwa semakin besar nilai
konstanta proporsional yang diberikan, maka waktu tunda semakin
kecil. Nilai konstanta P berbanding terbalik dengan waktu tunda
(td). Berikut grafik pengaruh nilai konstanta proporsional terhadap
waktu naik (tr) :
Gambar 4.2 Grafik pengaruh nilai konstanta proporsional terhadap
waktu naik
Dari grafik di atas ditunjukkan bahwa
semakin besar nilai konstanta proporsional yang diberikan, maka
waktu naik (tr) semakin kecil. Nilai konstanta P berbanding
terbalik dengan waktu naik (tr). Berikut grafik pengaruh nilai
konstanta proporsional terhadap waktu puncak (tp) :
Gambar 4.3 Grafik pengaruh nilai konstanta
proporsional terhadap waktu puncak
Dari grafik di atas ditunjukkan bahwa semakin besar nilai
konstanta proporsional yang diberikan, maka waktu puncak (tp)
semakin kecil. Nilai konstanta P berbanding terbalik dengan waktu
puncak (tp). Berikut grafik pengaruh nilai konstanta proporsional
terhadap maksimum overshoot (Mp) :
Gambar 4.4 Grafik pengaruh nilai konstanta
proporsional terhadap Mp
v Pengaruh Nilai Konstanta Differensial
Berikut grafik pengaruh nilai konstanta differensial terhadap
waktu tunda (td) :
Gambar 4.5 Grafik pengaruh nilai konstanta P dan
D terhadap waktu tunda
Dari table di atas ditunjukkan bahwa semakin besar nilai
konstanta differensial yang diberikan, maka waktu tunda semakin
kecil. Nilai konstanta D berbanding terbalik dengan waktu tunda
(td). Grafik pengaruh nilai konstanta differensial terhadap waktu
naik (tr) :
0
1000
2000
3000
0 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
td
Konstanta Proporsional
0
500
1000
1500
2000
0 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
tr
Konstanta Proporsional
0
1000
2000
3000
0 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
tp
Konstanta Proporsional
12.5 13
13.5 14
14.5
0 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Mp
Konstanta Proporsional
0
100
200
300
0 10 15 20 25 30 35 40
td
konstanta dierensial
-
6
Gambar 4.6 Grafik pengaruh nilai konstanta P dan
D terhadap waktu naik
Waktu naik (tr) juga mengalami perubahan meskipun hanya pada
nilai D=0 sampai D=20. Untuk nilai D=20 sampai D=40, nilai waktu
naik untuk setiap perubahan nilai konstanta cenderung stabil. Oleh
karena itu disimpulkan bahwa konstanta D mempengaruhi waktu naik
meskipun tidak signifikan. Grafik pengaruh nilai konstanta
differensial terhadap waktu puncak (tp) :
Gambar 4.7 Grafik pengaruh nilai konstanta P dan
D terhadap waktu puncak
Berdasarkan grafik di atas, dari interval D=0 sampai D=20 waktu
puncak mengalami penurunan. Semakin besar nilai D maka semakin
kecil waktu puncaknya. Tetapi pada nilai D=20 sampai nilai D=40
nilai waktu puncak cenderung stabil. Grafik pengaruh nilai
konstanta differensial terhadap waktu turun (ts) :
Gambar 4.8 Grafik pengaruh nilai konstanta P dan
D terhadap waktu turun
Waktu turun terkecil diperoleh saat nilai D=25, sedangkan waktu
turun paling besar adalah saat D=35. Secara teori, penambahan nilai
D akan mengurangi waktu turun yang dihasilkan oleh sistem. Tetapi
pada sistem yang dibuat, waktu turun mengecil hanya pada saat D
bernilai 15 sampai 25. Bahkan pada nilai D=10 sampai D=15 dan nilai
D=25 sampai D=35, waktu turun justru semakin naik.
Grafik pengaruh nilai konstanta differensial terhadap maksimum
overshoot (Mp) :
Gambar 4.9 Grafik pengaruh nilai konstanta P dan
D terhadap Mp
Grafik di atas menunjukkan semakin besar nilai D yang diberikan
maka maksimum overshoot yang terjadi semakin kecil. Maksimum
overshoot berbanding terbalik dengan besar nilai konstanta D.
Berdasarkan pengujian pengaruh kontrol differensial ini, serta
melihat karakteristik performansi yang dihasilkan oleh kontrol yang
meliputi waktu tunda, waktu naik, waktu turun, maksimum overshoot
dan waktu puncak, maka disimpulkan bahwa performansi terbaik
terdapat pada nilai konstanta D=25. Lebih besar dari itu robot
justru menjadi tidak stabil. v Pengaruh Nilai Konstanta
Integral
Grafik pengaruh nilai konstanta integral terhadap waktu tunda
(td) :
Gambar 4.10 Grafik pengaruh nilai konstanta PID
terhadap waktu tunda Dari grafik di atas ditunjukkan bahwa
semakin besar nilai konstanta I yang diberikan, maka waktu tunda
(td) yang dihasilkan semakin kecil. Nilai konstanta I berbanding
terbalik dengan waktu tunda (td). Grafik pengaruh nilai konstanta
integral terhadap waktu naik (tr) :
Gambar 4.11 Grafik pengaruh nilai konstanta PID
terhadap waktu naik
Dari grafik di atas ditunjukkan bahwa semakin besar nilai
konstanta I yang diberikan, maka waktu naik (tr) yang dihasilkan
semakin kecil. Nilai konstanta I berbanding terbalik dengan waktu
naik (tr).
0 50
100 150 200 250
0 10 15 20 25 30 35 40
Axis Title
konstanta dierensial
0 100 200 300 400 500
0 10 15 20 25 30 35 40
Axis Title
konstanta dierensial
0
500
1000
1500
2000
0 10 15 20 25 30 35 40
Axis Title
konstanta dierensial
0
5
10
15
0 10 15 20 25 30 35 40
Axis Title
konstanta dierensial
0
200
0 0.01 0.02 0.03 0.04 0.05 0.06 0.07 0.08 0.09
td
konstanta integral
140 145 150 155 160 165
0 0.01 0.02 0.03 0.04 0.05 0.06 0.07 0.08 0.09 0.1
tr
konstanta integral
-
7
Grafik pengaruh nilai konstanta integral terhadap waktu puncak
(tp) :
Gambar 4.12 Grafik pengaruh nilai konstanta PID
terhadap waktu puncak
Dari grafik di atas ditunjukkan bahwa perubahan nilai konstanta
I tidak memberikan pengaruh terhadap waktu puncak (tp) yang di
hasilkan. Nilai waktu puncak cenderung stabil pada 265,6 ms. Grafik
pengaruh nilai konstanta integral terhadap waktu turun (ts) :
Gambar 4.13 Grafik pengaruh nilai konstanta PID
terhadap waktu turun
Dari grafik di atas ditunjukkan bahwa semakin besar nilai
konstanta I yang diberikan, maka waktu turun (ts) yang dihasilkan
semakin besar. Nilai konstanta I berbanding lurus dengan waktu
turun (ts). Grafik pengaruh nilai konstanta integral terhadap
maksimum overshoot (Mp):
Gambar 4.14 Grafik pengaruh nilai konstanta PID
terhadap Mp
Dari grafik di atas ditunjukkan bahwa semakin besar nilai
konstanta I yang diberikan, maka maksimum overshoot (Mp) yang
dihasilkan semakin kecil. Nilai konstanta I berbanding terbalik
dengan maksimum overshoot (Mp).
Dari hasil pengujian pengaruh konstanta I terhadap performansi
sistem di atas, maka disimpulkan bahwa performansi terbaik sistem
berada pada saat nilai konstanta I=0,1. 4.2 Analisis
Performansi
Setelah melakukan pengujian pengaruh nilai konstanta kontrol
dengan perubahan beberapa parameter, maka dapat dilihat bahwa
kinerja sistem terbaik ada pada di pengujian terakhir yaitu pada
saat nilai konstanta P=10, I=0,06 dan D=25. Dimana sistem tersebut
memiliki nilai respon yang cepat dan juga kestabilan sistem yang
tinggi. Robot dengan menggunakan parameter tersebut bergerak
mendekati nilai set point (10 Cm) dengan osilasi minimum. 4.3
Kestabilan Performansi Sistem
Tabel 4.1 Performansi sistem Parameter Performansi Percobaan
1
Percobaan 2
Percobaan 3
Waktu Tunda (td) 62,71 79,68 99.6
Waktu Naik (tr) 132,8 199,2 243,4
Waktu Puncak (tp) 332 332 332
Waktu Turun (ts) 398,4 464,8 464,8
Maksimum Overshoot (Mp) 2 3 2
V. PENUTUP 5.1 Kesimpulan Dari hasil pengujian dan analisis yang
telah dilakukan pada perancangan sistem face tracking device, dapat
diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1. Performansi dari
sistem navigasi robot beroda
menggunakan algoritma wall following berbasis PID ini yang
meliputi waktu tunda (td), waktu naik (tr), waktu turun (ts), waktu
punccak (tp) dan maksimum overshoot (Mp) dipengaruhi oleh beberapa
parameter, yaitu nilai konstanta P, I dan D.
2. Semakin besar nilai konstanta proporsional yang diberikan,
td, tr, tp semakin kecil. Sedangkan ts justru semakin besar bahkan
mendekati tak hingga. Nilai Mp hanya mengalami perubahan sedikit.
Performansi terbaik saat menggukanan kontrol proporsional adalah
pada saat P=10, dimana td yang dihasilkan sebesar 232,4 ms, tr
sebesar 199,2 ms, tp sebesar 464,8 ms, dan Mp sebesar 30%.
3. Penambahan kontrol differensial pada sistem menyebabkan
beberapa perubahan yang positif. Dengan nilai performansi terbaik
kontrol differensial yang ditambahkan yaitu pada D=25, perubahan
terjadi pada paremeter performansinya meliputi td menjadi 143,8 ms,
berubah 38,13% dari nilai semula. Tr mengalami perubahan sebesar
20% menjadi 159,5 ms, tp mengalami perubahan sebesar 43% menjadi
265,6 ms, dan Mp menjadi 10%.
4. Penambahan kontrol integral pada sistem menyebabkan beberapa
perubahan yang positif. Dengan nilai performansi terbaik kontrol
integral yang ditambahkan yaitu pada I=0,1, perubahan terjadi pada
paremeter
0
100
200
300
400
0 0.01 0.02 0.03 0.04 0.05 0.06 0.07 0.08 0.09 0.1
tp
konstanta integral
0
200
400
600
800
1000
0 0.01 0.02 0.03 0.04 0.05 0.06 0.07 0.08 0.09 0.1
ts
konstanta integral
0
5
10
15
0 0.01 0.02 0.03 0.04 0.05 0.06 0.07 0.08 0.09 0.1
Mp
konstanta integral
-
8
performansinya meliputi td menjadi 141,1 ms, berubah 1,9% dari
nilai semula. Tr mengalami perubahan sebesar 6,33% menjadi 149,4
ms, sedangkan tp dan Mp tidak mengalami perubahan.
5. Performansi terbaik sistem terdapat pada P=10, I=0,1 da D=25
dengan waktu cuplik 66,4 milidetik. Ditunjukkan oleh parameter
performansis sistem yang yaitu td=141,1 ms, tr=149,4 ms, tp=265,6
ms, dan Mp=10%.
6. Sistem navigasi terbukti handal dengan selalu berhasilnya
sistem saat diuji pada beberapa bentuk/pola seperti belok kanan 90
dan 180, belok kiri 90 dan 180, serta pola S landai dan S dengan
sudut tajam. Keberhasilan dari sistem saat diuji adalah 100%.
5.2 Saran Pengembangan yang dapat dilakukan untuk menyempurnakan
tugas akhir ini adalah : 1. Pemodelan secara matematis atau
analitis
terhadap plant, sehingga dapan digunakan sistem kontrol yang
paling cocok untuk navigasi robot ini.
2. Menggunakan mikrokontroller dengan kecepatan proses yang
lebih tinggi danlebih dari 8 bit, misalnya ARM (32 bit) sehingga
respon terhadap error lebih cepat dan robot bisa dipercepat
lagi.
DAFTAR PUSTAKA [ 1 ] Pitowarno,Endra. 2006. ROBOTIKA:
Desain, Kontrol, dan Kecerdasan Buatan. Andi.
[ 2 ] Heryanto Ary M, ST dan P Adi Wisnu,Ir. 2008. Pemrograman
Bahasa C untuk Mikrokontroller Atmega 8535. Yogyakarta: Andi.
[ 3 ] Parallax Datasheet. Ping))) Ultrasonic Distance. 2006.
USA
[ 4 ] Atmel Datasheet, Microcontroller ATMega128
[ 5 ] Ogata, Katsuhiko. 1997. Teknik Kontrol Otomatis. Jakarta.
Erlangga
[ 6 ] Heryanto Ary M, ST dan P Adi Wisnu,Ir. 2008. Pemrograman
Bahasa C untuk Mikrokontroller Atmega 8535. Yogyakarta: Andi.
[ 7 ] Ogata, Katsuhiko. 1997. Teknik Kontrol Otomatis. Jakarta.
Erlangga