Top Banner

of 110

Thesis Lengkap Revisi FORMAT

Jul 14, 2015

Download

Documents

Yogi Yanuar
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript

OPTIMASI KEGIATAN NELAYAN MELALUI PENGEMBANGAN MATA PENCAHARIAN ALTERNATIF SEBAGAI INSTRUMEN PENDUKUNG KEBERLANJUTAN TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA

YOGI YANUAR

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

2007

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Optimasi Kegiatan Nelayan Melalui Pengembangan Mata Pencaharian Alternatif Sebagai Instrumen Keberlanjutan Taman Nasional Karimunjawa adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, November 2007

Yogi Yanuar C 551040164

ABSTRAKYOGI YANUAR. Optimasi Kegiatan Nelayan Melalui Pengembangan Mata Pencaharian Alternatif Sebagai Instrumen Pendukung Keberlanjutan Taman Nasional Karimunjawa Aturan pengelolaan yang diberlakukan di Zona Pemanfaatan Perikanan Tradisional Tamana Nasional Karimunjawa (TNK) adalah pengaturan pemakaian jenis alat tangkap, sedangkan pada zona budidaya jenis budidaya yang diberlakukan adalah budidaya rumput laut serta keramba jaring apung (WCS, 2004). Metode Linear Goal Programming digunakan untuk menghitung optimasi perikanan tangkap. Nilai-nilai pembatas didasarkan pada analisis tren berdasarkan hasil tangkapan ikan yang dilakukan oleh nelayan selama 7 tahun (1999 2006). Analisis tren juga digunakan untuk menentukan jenis ikan yang menjadi komoditi utama serta musim penangkapan produktif, sedangkan pendapatan agregat nelayan menjadi tolok ukur untuk alokasi unit budidaya rumput laut. Berdasarkan hasil analisis, 4 (empat) jenis ikan yang merupakan komoditi utama nelayan Karimunjawa adalah tongkol (Auxis thazard), tenggiri (Scomberomerus commersoni), teri (Stolephorus sp.) dan ekor kuning (Caesio sp.). Hasil optimasi dari jenis dan jumlah alat tangkap diperlukan pengurangan jumlah alat tangkap dari 617 unit menjadi 276 unit untuk Pancing tonda, 90 unit menjadi 30 unit untuk Bagan, 200 unit menjadi 0 unit untuk Jaring insang dan 2000 unit menjadi 1413 untuk Bubu. Alokasi ruang perairan yang dibutuhkan untuk mengakomodir kegiatan budidaya rumput laut adalah 933 ha. Hal ini berarti diperlukan penambahan luasan areal zona budidaya sebesar 145,087 ha dari yang telah ditetapkan saat ini yaitu 788,213 ha. Penambahan areal budidaya dapat diambil dari relokasi sebagian Zona Pemanfaatan Perikanan Tradisional atau Zona Pemanfaatan Pariwisata yang selama ini belum memberikan dampak ekonomi positif bagi nelayan Karimunjawa. Kata kunci : taman nasional, zona pemanfaatan, optimasi kegiatan perikanan tangkap, budidaya rumput laut

ABSTRACTYOGI YANUAR. Optimization of Fishermen Activities Through Development of Alternative Economic Resources as an Instrument for Supporting the Sustainability of Karimunjawa National Park The rules undertaken for Traditional Fisheries Use Zone of Karimunjawa National Park is restriction of fishing gears while only seaweed culturing and floating net ramp allowed in Cultures Use Zone (WCS, 2004). Linear Goal Programming method used to calculate the optimization of capture fisheries. Limitation value used for that calculation based on trend analysis of fish catch production in seven years (1999 2006). It also used to determine fish type that become fishermens major commodiiesy and productive catch season, meanwhile fishermen agregate income become basepoint to calculate the allocation of seaweed cultures units. The result shows there are four fish type that are major commodities to local fishermen : tongkol (Auxis thazard), tenggiri (Scomberomerus commersoni), teri (Stolephorus sp.) and ekor kuning (Caesio sp.). Optimization of type and numbers of fishing gears shows there are reduction needed from 617 to 276 units for fish trolls, 90 to 30 units for lift nest, 200 to 0 units for gillnets and 2000 to 1413 units for fish traps. Allocation of watershed area needed for seaweed culturing is 933 ha. This means there are addition needed of 145,087 ha from 788,213 ha allocated now. The addition of this area can be taken by relocating some of Traditional Fisheries Use Zone or Tourism Use Zone which has not apparently give positive impact to the fishermens economic growth. Keywords : national park, use zone, optimization of capture fisheries activities, seaweed culturing.

OPTIMASI KEGIATAN NELAYAN MELALUI PENGEMBANGAN MATA PENCAHARIAN ALTERNATIF SEBAGAI INSTRUMEN PENDUKUNG KEBERLANJUTAN TAMAN NASIONAL KARIMUNJAWA

YOGI YANUAR

Tesis Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains Pada Program Studi Teknologi Kelautan

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2007

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Tesis Nama Mahasiswa Nomor Pokok Program Studi

: : : :

Optimasi Kegiatan Nelayan Melalui Pengembangan Mata Pencaharian Alternatif Sebagai Instrumen Pendukung Keberlanjutan Taman Nasional Karimunjawa Yogi Yanuar C. 551040164 Teknologi Kelautan

Disetujui, Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Budy Wiryawan, M.Sc Ketua

Dr. Sulaeman Martasuganda, M.Sc Anggota

Diketahui, Program Studi Teknologi Kelautan Ketua, Dekan Sekolah Pascasarjana IPB

Prof. Dr. Ir. John Haluan, M.Sc

Prof. Dr. Ir. Syafrida Manuwoto, M.Sc

Tanggal Ujian :

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bandung, Jawa Barat pada tanggal 11 Januari 1970 sebagai anak pertama dari enam bersaudara, pasangan Bapak Ir. H. Setia Hidayat dan Ibu Hj. Tuti Rusmiati. Pendidikan S-1 diselesaikan tahun 1994 di Universitas Trisakti Fakultas Teknik Sipil dan Perencanaan, Jurusan Teknik Sipil, Program Pengutamaan Studi Struktur. Aktif bekerja di dunia konstruksi hingga tahun 2002, penulis mendapat kesempatan untuk bekerja sebagai pegawai negeri sipil di Departemen Kelautan dan Perikanan hingga saat ini. Penulis saat ini bekerja sebagai staf di Direktorat Tata Ruang Laut, Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, Direktorat Jenderal Kelautan, Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Pada tahun 2004 penulis berkesempatan untuk melanjutkan pendidikan pada Program Pascasarjana di Institut Pertanian Bogor. Penulis memilih Program Studi Teknologi Kelautan dan menyelesaikannya pada tahun 2007.

vi

PRAKATAPuji Syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT, yang senantiasa melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini. Tesis ini merupakan hasil pengamatan kegiatan nelayan di Kepulauan Karimunjawa. Judul Tesis ini adalah Optimasi Kegiatan Nelayan Melalui Pengembangan Mata Pencaharian Alternatif Sebagai Instrumen Pendukung Keberlanjutan Taman Nasional Karimunjawa yang disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Sub Program Studi Perencanaan Pembangunan Kelautan dan Perikanan, Program Studi Teknologi Kelautan, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesarbesarnya kepada : 1. Bapak Dr. Ir. Budy Wiryawan, MSc, selaku Ketua Komisi, dan Bapak Dr. Sulaeman Martasuganda, M.Sc selaku Anggota Komisi. 2. Bapak Prof. Dr. Daniel R. Monintja, Bapak Ir. Ferianto H. Djais, MMA dan saudaraku Miftahul Huda, ST, M.Si yang telah berkenan memberikan rekomendasi sehingga penulis dapat mengikuti program magister ini. 3. Bapak Ir. Sugiono, MURP yang telah memberikan restu dan ijinnya sehingga penulis dapat mengikuti program magister ini. 4. Rekan-rekan di Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Jepara, Kantor Cabang Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Jawa Tengah, Dinas Perhubungan Karimunjawa dan Kantor Kecamatan Karimunjawa, yang telah memberikan data dan informasi tentang kegiatan nelayan di Karimunjawa. 5. Rekan-rekan di WCS Marine Program Indonesia yang telah berkenan berbagi data dan informasi mengenai Karimunjawa. 6. Rekan-rekan di Direktorat Tata Ruang Laut, Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yang telah memberikan bantuan, dukungan dan menjadi partner diskusi selama penulisan tesis ini. 7. Program COREMAP II yang telah memberikan bantuan penelitian. 8. Teristimewa istriku, yang selalu memberikan doa, semangat dan dorongan, serta anak-anakku yang memberi motivasi dalam penyelesaian studi ini.

vii

9. Kepada orang tuaku dan adik-adikku yang telah memberikan doa serta dukungan yang tak pernah surut. 10. Rekan-rekan Mahasiswa TKL Sub Program Studi PPKP angkatan IV, dan semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Kritik dan saran sangat penulis harapkan untuk penyempurnaan tesis ini. Akhirnya penulis berharap semoga tesis ini dapat berguna bagi masyarakat yang membacanya dan menjadi barokah bagi penulis, Amin yaa Rabbal alamin.

Bogor,

November 2007

Yogi Yanuar

viii

DAFTAR ISIHalaman PRAKATA...........................................................................................................vii DAFTAR GAMBAR...........................................................................................xii DAFTAR TABEL..............................................................................................xiii DAFTAR LAMPIRAN......................................................................................xiv 1. PENDAHULUAN.............................................................................................1 Latar Belakang .............................................................................................1 Perumusan Masalah......................................................................................2 Tujuan dan Manfaat Penelitian.....................................................................3 2. TINJAUAN PUSTAKA...................................................................................4 Taman Nasional............................................................................................4 Unsur Paradigma Modern Daerah Perlindungan (Philips, 2003 dalam IUCN, 2004)...........................................................................................4 Zonasi/Pemintakatan (Zoning)......................................................................5 Unsur Biaya Dalam Pengelolaan Kawasan Lindung....................................6 Model Bioekonomi.......................................................................................7 Perikanan Skala Kecil...................................................................................7 2.1 Sumberdaya Ikan......................................................................................8 1.1.1 Tongkol (Auxis thazard)..............................................................8 1.1.2 Tenggiri (Scomberomerus commersoni).....................................9 1.1.3 Teri (Stolephorus sp.).................................................................11 1.1.4 Ekor Kuning (Caesio sp.)...........................................................12 2.2 Alat Tangkap..........................................................................................13 1.1.5 Pancing Tonda............................................................................13 1.1.6 Bagan Apung..............................................................................15 1.1.7 Jaring Insang .............................................................................15 1.1.8 Bubu...........................................................................................16 2.3 Budidaya Rumput Laut..........................................................................17 1.1.9 Teknis Produksi..........................................................................18 1.1.10 Persyaratan Lokasi...................................................................18 1.1.11 Sosial, Ekonomi dan Budaya...................................................19 Teknik Optimasi..........................................................................................20 Linear Programming...................................................................................20

ix

Sosial Ekonomi dan Budaya Masyarakat Pesisir........................................21 2.4 Estimasi MSY pada stok yang telah dieksploitasi berdasarkan data empiris (Sparre dan Venema)..............................................................22 3. METODOLOGI.............................................................................................23 Metode Penelitian ......................................................................................23 Lokasi dan Waktu Penelitian......................................................................23 3.1 Kerangka Pemikiran...............................................................................23 Metode Pengumpulan Data ........................................................................26 Metode Analisis Data..................................................................................27 2. Analisis Tren...................................................................................27 3. Penentuan Jenis Ikan Komoditi Utama...........................................27 4. Penentuan Musim Penangkapan.....................................................28 5. Optimasi Alat Tangkap...................................................................28 6. Analisis Usaha Budidaya Rumput Laut..........................................29 Batasan dan Pengukuran.............................................................................29 4. GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI ................................................31 4.1 Letak dan Luas Kepulauan Karimunjawa .............................................31 4.2 Iklim.......................................................................................................33 4.3 Hidro Oseanografi..................................................................................33 4.4 Ekosistem...............................................................................................34 6.1.1 Ekosistem Terumbu Karang.......................................................34 6.1.2 Ekosistem Padang Lamun dan Rumput Laut.............................36 6.1.3 Ekosistem Mangrove..................................................................37 4.5 Potensi Sumberdaya Perikanan Karimunjawa.......................................37 6.1.4 Ikan Pelagis................................................................................37 6.1.5 Ikan Karang ...............................................................................37 4.6 Zonasi Taman Nasional Karimunjawa...................................................38 6.1.6 Aktifitas di Zona Pemanfaatan Perikanan Tradisional..............39 6.1.7 Aktifitas di Zona Pemanfaatan Budidaya..................................39 4.7 Aktivitas Nelayan...................................................................................40 6.1.8 Perikanan Tangkap.....................................................................40 6.1.9 Perikanan Budidaya...................................................................43 4.8 Prasarana dan Sarana Perikanan............................................................48

x

4.9 Tata Niaga Perikanan Tangkap Nelayan Karimunjawa.........................48 4.10 Aspek Sosial Ekonomi Budaya Masyarakat Kepulauan Karimunjawa ..............................................................................................................49 6.1.10 Demografi, Pendidikan dan Agama.........................................49 6.1.11 Mata Pencaharian ....................................................................49 6.1.12 Tingkat Kesejahteraan Masyarakat .........................................50 6.1.13 Persepsi Masyarakat Tentang Pengelolaan Taman Nasional...52 5. HASIL ............................................................................................................54 5.1 Tren Produksi Perikanan Tangkap.........................................................54 5.2 Batasan Hasil Tangkapan.......................................................................57 5.3 Optimasi Perikanan Tangkap.................................................................62 6.1.14 Menentukan tujuan.................................................................62 6.1.15 Menentukan nilai-nilai variabel...............................................63 6.1.16 Menentukan nilai-nilai pembatas.............................................63 5.4 Alokasi Budidaya Rumput Laut.............................................................65 6.1.17 Analisis Ekonomi Budidaya Rumput Laut..............................65 6.1.18 Perhitungan Alokasi Area Budidaya Rumputlaut....................68 6. PEMBAHASAN ............................................................................................71 6.1 Efektifitas Optimasi...............................................................................71 6.2 Efektifitas Pengelolaan Taman Nasional...............................................73 6.3 Kebijakan Pengelolaan Di Zona Pemanfaatan Perikanan Tradisional dan Zona Pemanfaatan Budidaya...............................................................76 7. KESIMPULAN...............................................................................................79 DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................81 LAMPIRAN.........................................................................................................84

xi

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 1Ikan tongkol (Auxis Thazard).............................................................9 Gambar 2Ikan tenggiri (Scomberomerus commersoni)...................................10 Gambar 3Ikan teri (Stolephorus sp.).................................................................11 Gambar 4Ikan ekor kuning (Caesio sp.)............................................................12 Gambar 5Armada pancing tonda di Karimunjawa.........................................13 Gambar 6Bagian-bagian alat pancing tonda....................................................14 Gambar 7Bagan (Lift net) di Karimunjawa......................................................15 Gambar 8Jaring insang (permukaan dan dasar).............................................16 Gambar 9Bubu di Karimunjawa.......................................................................17 Gambar 10Metode Tali Tunggal .......................................................................19 Gambar 11Kerangka Pemikiran........................................................................24 Gambar 12Orientasi Wilayah Studi...................................................................32 Gambar 13Pola Arus Sepanjang Tahun di Perairan Pulau Jawa bagian Utara.............................................................................................................35 Gambar 14Zonasi Taman Nasional Karimunjawa...........................................41 Gambar 15Demplot Percontohan KJA Kerapu di Karimunjawa..................44 Gambar 16Budidaya rumput laut dengan metode rawai (long line method) yang terdapat di Karimunjawa.................................................................45 Gambar 17 Survey Kondisi Fisik dan Kimia Perairan Pulau Karimunjawa dan Kemujan...............................................................................................47 Gambar 18Produksi Perikanan Nelayan Karimunjawa 1999 - 2006..............56 Gambar 19 Grafik Produksi Tahunan Empat Komoditi Utama....................58 Gambar 20Trend Bulanan Penangkapan Ikan Ekor Kuning.........................59 Gambar 21Trend Bulanan Penangkapan Ikan Tongkol.................................60 Gambar 22Trend Bulanan Penangkapan Ikan Tenggiri.................................60 Gambar 23Trend Bulanan Penangkapan Ikan Teri........................................60

xii

DAFTAR TABELHalaman Tabel 1.Kebutuhan Data ....................................................................................26 Tabel 2.Data Perikanan pada Gugus Pulau Karimunjawa tahun 2004 .......42 Tabel 3.Jumlah Armada Penangkapan Ikan per Desa di Kepulauan Karimunjawa...............................................................................................43 Tabel 4.Kondisi Fisik dan Kimia Perairan Pulau Karimunjawa dan Kemujan .......................................................................................................................46 Tabel 5.Produksi budidaya rumput laut Karimunjawa..................................47 Tabel 6.Jumlah Penduduk per Desa di Kecamatan Karimunjawa tahun 2003 .......................................................................................................................49 Tabel 7. Mata Pencaharian Penduduk Kecamatan Karimunjawa ................50 Tabel 8.Persentase Produksi dan Nilai Jual Hasil Tangkapan di Kepulauan Karimunjawa...............................................................................................54 Tabel 9.Musim Tangkapan.................................................................................61 Tabel 10.Grafik Musim Penangkapan...............................................................61 Tabel 11.Jenis Alat Tangkap Yang Dioperasikan Nelayan Karimunjawa....61 Tabel 12.Hasil Optimasi Alat Tangkap..............................................................64 Tabel 13.Perbandingan Jumlah Alat Tangkap.................................................64 Tabel 14.Hasil Produksi Rumput Laut Karimunjawa 2004 2005................66 Tabel 15.Analisis Kebutuhan Biaya Produksi Rumput Laut..........................67 Tabel 16.Analisa Kebutuhan Alokasi Areal Budidaya Rumput Laut............70

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1. Data produksi perikanan Karimunjawa (melalui dermaga perintis dan dermaga rakyat)....................................................................85 Lampiran 2. Status Report Perhitungan Whats Best 8.0...............................93

xiv

1.Latar Belakang

PENDAHULUAN

Taman Nasional merupakan salah satu bentuk kawasan pelestarian alam yang mempunyai ciri khas tertentu, baik di daratan maupun perairan. Taman nasional memiliki fungsi perlindungan, sistem penyangga kehidupan, pelestarian keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa, serta pemanfaatan secara lestari sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya. Sebagai kawasan perlindungan alam, taman nasional memiliki ekosistem asli yang dikelola dengan sistem zonasi serta mempunyai fungsi sebagai tempat penelitian, pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata dan rekreasi. Selain itu taman nasional juga mempunyai tujuan untuk menjaga keanekaragaman sumberdaya alam hayati maupun keberadaan sumberdaya non-hayati dan menunjang peningkatan kesejahteraan rakyat. Tujuan lainnya adalah sebagai sarana pelestarian lingkungan hidup untuk saat ini dan masa mendatang. Definisi-definisi tersebut di atas merupakan konsep ideal dari sebuah kawasan perlindungan alam atau taman nasional yang menggambarkan sebuah keseimbangan antara kelestarian dan pemanfaatan sumberdaya alam untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pengelolaan Taman Nasional Karimunjawa saat ini dilaksanakan oleh Balai Taman Nasional Karimunjawa (BTNKJ), dibawah Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam, Departemen Kehutanan. Berdasarkan PP No. 68 tahun 1998 Kawasan Taman Nasional Karimunjawa dikelola dengan sistem zonasi yang terbagi kedalam zona inti, zona perlindungan, zona pemanfaatan dan zona lainnya yang disesuaikan dengan kebutuhan pelestarian sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya berdasarkan kriteria yang ada. Tujuan utama dari sebuah rencana zonasi seyogyanya meliputi hal-hal berikut : (i) memberikan perlindungan terhadap habitat kritis atau penting, ekosistem serta proses-proses ekologis; (ii) memisahkan kegiatan-kegiatan yang berpotensi konflik; (iii) melindungi kualitas alami dan/atau budaya dari kawasan lindung dengan tetap mengakomodasi spektrum kegiatan pemanfaatan yang dapat

1

dilakukan; (iv) menyediakan

lokasi-lokasi yang sesuai untuk kegiatan

pemanfaatan seraya meminimalisasi dampak merugikan yang dapat terjadi terhadap kawasan lindung; (v) mempertahankan beberapa area dalam kawasan lindung agar tetap dalam kondisi alaminya, tak terganggu oleh aktivitas manusia kecuali kegiatan penelitian ilmiah atau pendidikan Namun dalam perjalanannya, pengelolaan Taman Nasional Karimunjawa menghadapi berbagai kendala (pelanggaran terhadap aktifitas di zona inti, pemakaian alat tangkap muroami yang merusak ekosistem terumbu karang), akibat kurang dilibatkannya masyarakat setempat dalam penetapan zona-zona tersebut serta desakan kebutuhan ekonomi. Oleh karena itu pada tahun 2004 BTNKJ melakukan studi sebagai upaya revisi zonasi yang pada prosesnya mellibatkan peran masyarakat setempat dalam penetapan zonasi. Dari hasil studi tersebut, maka kemudian ditetapkan zonasi yang baru melalui SK Dirjen PHKA No. SK.79/IV/Set-3/2005 tentang Revisi Zonasi/Mintakat Taman Nasional Kepulauan Karimunjawa. Hasil revisi zonasi tersebut memperlihatkan perubahan yang signifikan dimana pengelolaan Taman Nasional Karimunjawa tidak hanya menitikberatkan pada aspek perlindungan tetapi juga memperhatikan realitas masyarakat yang terkait dengan kawasan tersebut, dengan harapan upaya pelestarian berbasis masyarakat akan mengarah pada keberlanjutan dari upaya perlindungan itu sendiri. Langkah selanjutnya yang perlu dilakukan oleh pengelola TNK adalah bagaimana mengatasi tekanan aktifitas nelayan namun sekaligus dapat memberikan kesempatan kepada nelayan untuk meningkatkan taraf ekonominya. Perumusan Masalah Dengan ditetapkannya zonasi yang baru, maka hal ini merupakan langkah awal yang dilakukan oleh BTNKJ dalam upaya mengelola Taman Nasional secara lebih bijak demi tujuan utama yaitu pelestarian sumberdaya hayati dan ekosistem didalam kawasan dengan tanpa mengesampingkan kepentingan masyarakat setempat. Upaya selanjutnya yang akan dilakukan oleh BTNKJ adalah penyusunan rencana pengelolaan terhadap zona-zona yang telah ditetapkan. Hal ini diperlukan

2

agar fungsi Taman Nasional dapat terus berkelanjutan dan memberikan manfaat terhadap masyarakat yang berada di kawasan tersebut. Agar aspek keberlanjutan ini dapat dicapai, maka salah satu strategi adalah memberikan peluang mata pencaharian alternatif kepada nelayan yang terkena dampak akibat penetapan zona-zona inti, dimana biasanya mereka melakukan aktivitas penangkapan ikan. Hal ini cukup beralasan, karena dengan adanya alternatif, bila terjadi pengurangan hasil tangkapan yang berarti berkurangnya pendapatan mereka, dapat ditanggulangi dari pendapatan di kegiatan lain. Dengan terjaganya kondisi pendapatan mereka, diharapkan secara psikologis dapat menghindari nelayan dari keinginan untuk melakukan aktifitas di zona inti. Oleh karena itu, dengan memperhatikan relevansi antara upaya yang tengah dilakukan saat ini oleh BTNKJ dengan rencana kegiatan penelitian yang akan dilakukan, maka perumusan masalah yang mendasari penulisan tesis ini adalah untuk mengoptimumkan pendapatan nelayan setempat dari kegiatan perikanan tangkap, serta berapa alokasi lahan perairan yang dibutuhkan agar nelayan mendapatkan penghasilan tambahan dari mata pencaharian alternatif yang diperbolehkan di Zona Pemanfaatan Budidaya. Ruang lingkup pengamatan yang akan dianalisis lebih lanjut untuk menghasilkan suatu skema pengelolaan perikanan meliputi hasil tangkapan, jenis alat tangkap, musim, jenis tangkapan, serta mata pencaharian alternatif dari sektor perikanan budidaya. Tujuan dan Manfaat Penelitian Tujuan dari penulisan thesis ini adalah menemukan optimasi kegiatan perikanan yang dikombinasikan dengan mata pencaharian alternatif untuk mendukung pengelolaan Taman Nasional Karimunjawa yang berkelanjutan. Manfaat dari hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan bagi penyusunan strategi dan kebijakan pengelolaan Taman Nasional Karimun Jawa khususnya terhadap pengelolaan kegiatan di zona pemanfaatan perikanan tradisional dan zona pemanfaatan budidaya.

3

2.Taman Nasional

TINJAUAN PUSTAKA

Taman Nasional adalah kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi yang dimanfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budidaya, pariwisata, dan rekreasi (pasal 1 butir 14 UU No. 5 Tahun 1990). Unsur Paradigma Modern Daerah Perlindungan (Philips, 2003 dalam IUCN, 2004) Tujuan (Objectives) : Mencakup tujuan sosial, ekonomi, konservasi, rekreasi, restorasi dan rehabilitasi; seringkali ditujukan untuk alasan ilmiah, ekonomi dan budaya, dengan pendekatan yang lebih rasional dalam penetapan daerah perlindungan; pengelolaan ditujukan agar masyarakat setempat mendapatkan manfaat, dan tidak terkena dampak negatif akibat pariwisata; memperhatikan bahwa daerah yang sering disebut sebagai daerah alami/rimba seringkali merupakan tempat-tempat yang penting secara budaya. Pengaturan (Governance) : Dilaksanakan oleh banyak pihak, termasuk berbagai level institusi pemerintah, masyarakat lokal, kelompok pribumi, swasta, LSM dan pihak terkait lainnya Keterkaitan Terhadap Masyarakat Lokal (Relationship to Local People) : Dilaksanakan bersama dengan, untuk dan oleh masyarakat lokal, tidak lagi sebagai pihak pasif dari kebijakan daerah perlindungan melainkan sebagai mitra aktif, atau bahkan sebagai inisiator dan dapat juga sebagai pelaku utama; dikelola untuk memenuhi kebutuhan masyarakat lokal, yang merupakan kebutuhan esensial dari suatu kebijakan daerah perlindungan baik secara ekonomi maupun budaya.

4

Konteks dan Persepsi (Context and Perceptions) : Dipandang sebagai asset masyarakat, sebagai bagian dari aset nasional; pengelolaan dipandu berdasarkan kewajiban dan tanggungjawab internasional serta kepentingan nasional dan kepentingan lokal, mengarah kepada sistem daerah perlindungan lintas wilayah dan internasional; direncanakan sebagai bagian dari sistem perencanaan nasional, regional dan internasional, dimana daerah perlindungan dikembangkan sebagai bagian dari kelompok daerah perlindungan. Pengelolaan dan Pembiayaan (Management and Finance) : Pengelolaan dilakukan dalam perspektif jangka panjang, dimana pengelolaan merupakan proses pembelajaran; pemilihan, perencanaan dan pengelolaan dipandang sebagai kegiatan politis penting, yang memerlukan sensitifitas, konsultasi dan keputusan yang adil; dikelola oleh sumberdaya manusia dari berbagai bidang keahlian yang terkait; menghormati dan menerapkan pengetahuan masyarakat lokal; dibiayai melalui berbagai sumber pendanaan sebagai bagian atau menggantikan subsidi pemerintah Zonasi/Pemintakatan (Zoning) Dalam buku panduan yang diterbitkan WCPA (World Commission on Protected Areas), Guidelines For Marine Protected Areas, disebutkan bahwa rencana zonasi merupakan landasan utama bagi rencana pengelolaan kawasan lindung. Zonasi merupakan alat yang ampuh untuk menetapkan aturan perlindungan melalui penetapan zona-zona yang merupakan bagian dari area yang lebih luas dengan berbagai pemanfaatan. Di kawasan dengan banyak pemanfaatan (multiple use area) perlu ditetapkan beberapa tujuan (objectives) yang mungkin tidak bisa secara seragam diterapkan untuk keseluruhan kawasan lindung. Tujuan utama dari sebuah rencana zonasi seyogyanya meliputi hal-hal berikut : (i) memberikan perlindungan terhadap habitat kritis atau penting, ekosistem serta proses-proses ekologis; (ii) memisahkan kegiatan-kegiatan yang berpotensi konflik; (iii) melindungi kualitas alami dan/atau budaya dari kawasan

5

lindung dengan tetap mengakomodasi spektrum kegiatan pemanfaatan yang dapat dilakukan; (iv) menyediakan lokasi-lokasi yang sesuai untuk kegiatan pemanfaatan seraya meminimalisasi dampak merugikan yang dapat terjadi terhadap kawasan lindung; (v) mempertahankan beberapa area dalam kawasan lindung agar tetap dalam kondisi alaminya, tak terganggu oleh aktivitas manusia kecuali kegiatan penelitian ilmiah atau pendidikan. Unsur Biaya Dalam Pengelolaan Kawasan Lindung Dalam buku panduan yang sama, WCPA juga menjelaskan tentang aspek pembiayaan suatu kawasan lindung secara berkelanjutan. Kesulitan dana merupakan kendala utama untuk pembentukan dan pengelolaan suatu kawasan lindung. Di negara berkembang, pemerintah seyogyanya menyadari kewajiban untuk menyediakan dana yang memadai agar tujuan pembentukan kawasan lindung dapat tercapai. Namun di beberapa negara, anggaran pemerintah untuk konservasi cenderung mengalami penurunan seiring dengan penurunan ekonomi nasionalnya disertai meningkatnya jumlah penduduk yang membutuhkan sarana dan prasarana sekolah, rumah sakit serta hal-hal mendasar lainnya. Dengan demikian setiap tahun, pihak pengelola harus menciptakan sumber dana untuk memenuhi kebutuhan anggarannya. Ada dua unsur biaya terkait dengan kawasan lindung yang perlu dipahami, yaitu kompensasi terhadap masyarakat lokal atau keuntungan yang didapat dengan ditetapkannya kawasan lindung; dan biaya pengelolaan kawasan lindung. Unsur biaya pertama dapat bernilai sangat besar, dalam hal ini termasuk kompensasi kepada nelayan yang kehilangan pendapatannya akibat ditutupnya area penangkapan (fishing ground) mereka. Namun jika kawasan lindung berhasil dalam menciptakan kegiatan pariwisata dan memulihkan stok ikan sebagai tujuan utama, maka biaya kompensasi tersebut tidak akan menjadi beban yang perlu dipertimbangkan oleh pengelola, kecuali mungkin dalam masa transisi. Peluang terciptanya hal ini akan lebih besar ketika masyarakatlah yang menginginkan dibentuknya kawasan lindung didaerahnya dan bersedia untuk menanggung sebagian biaya jangka pendek mereka. Namun hal ini baru dimungkinkan apabila keputusan penetapan serta penerapan aturannya datang dari

6

masyarakat itu sendiri. Bila hal ini tidak terjadi, maka biaya kompensasi akan diperlukan. Model Bioekonomi Model bioekonomi penangkapan ikan biasanya didasarkan pada model biologi Schaefer (1954, 1957) dan model bioekonomi dari Gordon (1954). Clark (1985) kemudian menyebut persamaa tersebut sebagai model Gordon-Schaefer. Menurut Gordon (1954) asumsi dasar yang digunakan dalam model ini adalah permintaan ikan hasil tangkapan dan penawaran upaya penangkapan adalah elastis sempurna. Harga ikan (p) dan biaya marginal upaya penangkapan ikan masingmasing mencerminkan manfaat marginal dari ikan hasil tangkapan bagi masyarakat dan biaya sosial marginal upaya penangkapan. Berdasarkan asumsi tersebut, total penerimaan dari usaha penangkapan (TR) digambarkan dengan persamaan : TR = p. Y Sedangkan total biaya penangkapan (TC) digambarkan dengan persamaan : TC = c. f Penerimaan bersih (keuntungan) dari usaha penangkapan ikan () adalah : = TR TC = p.Y c.f Perikanan Skala Kecil Panayotou (1982) mengklasifikasikan perikanan di dunia ini menjadi dua kelas, yaitu skala kecil atau perikanan tradisional dan perikanan skala besar atau perikanan industri. Dikemukakan pula bahwa sebenarnya tidak ada definisi yang standar atas perikanan skala kecil dan skala besar. Penglasifikasian di beberapa negara sangat beragam, kalau di Indonesia dan Philipina didasarkan atas ukuran kapal, di Thailand didasarkan atas tipe alat tangkap, di Hongkong berdasarkan atas jarak dari pantai dan di Malaysia merupakan kombinasi dari ketiganya. Namun demikian Panayotou (1982) mengemukakan bahwa pembandingan antara perikanan skala besar dan perikanan skala kecil dapat dilakukan dengan melihat teknologi yang digunakan, tingkat modal, tenaga kerja yang digunakan

7

dan kepemilikan. Perikanan skala kecil biasanya rendah teknologi, labor-intensive dengan rendah modal dan biasanya pemilik adalah yang mengoperasikan kapal. Sedangkan menurut definisi dalam undang-undang Perikanan No. 31 tahun 2004, perikanan skala kecil lebih digambarkan pada subyeknya melalui terminologi nelayan kecil yang didefinisikan sebagai orang yang melakukan penangkapan ikan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari. 2.1 Sumberdaya Ikan 1.1.1 Tongkol (Auxis thazard) Ikan tongkol merupakan famili dari Scombridae, mempunyai bentuk cerutu dengan kulit licin. Sirip dadanya melengkung, ujungnya tirus dan pangkalnya lebar, sirip ekor cagak dengan kedua ujungnya yang panjang dan pangkalnya bulat kecil. Sebelah belakang sirip anal (pinna annalis) dan sirip punggung (pinna pectoralis) terdapat sirip tambahan yang kecil-kecil (Djuhanda, 1981 dalam Wiyono, 2001). Ciri-ciri yang dimiliki oleh tongkol adalah badan memanjang, kaku bulat seperti cerutu. Warma tubuh bagian atas hitam kebiruan dan bagian bawah putih perak. Terdapat dua sirip di bagian punggung, sirip punggung yang pertama berjari-jari keras 10 sedangkan yang kedua berjari-jari keras 11 dan terdapat 6-9 jari-jari tambahan yang letaknya di belakang sirip punggung yang kedua. Sirip dubur berjari-jari lemah 44, diikuti jari-jari sirip tambahan. Badannya tampak diselimuti sisik, kecuali pada bagian belakangnya. Ikan ini mempunyai daging yang kenyal dan gurih serta merupakan perikanan ekonomis penting (Kriswantoro dan Sunyoto, 1986).

8

Gambar 1 Ikan tongkol (Auxis Thazard) (Sumber : DKP, 2007) Panjang fork maksimum tongkol kira-kira 100 cm dan beratnya bisa mencapai 14,0 kg. Tongkol termasuk dalam golongan ikan epipelagik yang hidup dalam iklim tropis dengan kisaran temperatur lingkungan perairan antara 18-29 C, dan bisa ditemukan hingga kedalaman 200 m. Sebaran ikan tongkol terdapat pada perairan yang cukup hangat termasuk perairan pulau dan kepulauan dan termasuk spesies yang beruaya jauh. Dari sisi biologi, ikan tongkol banyak ditemui pada perairan terbuka namun tidak pernah terlalu jauh dari garis pantai. Ikan tongkol muda biasanya memasuki perairan pelabuhan dan teluk. Tongkol juga cenderung membentuk kumpulan multispesies dengan ukuran seragam bersama dengan spesies lain dari famili scombridae dengan jumlah 100 5000 individu. Ikan tongkol termasuk komoditi yang memiliki ketersediaan tinggi, dengan waktu minimum penggandaan populasi kurang dari 15 bulan (FAO, 1983). 1.1.2 Tenggiri (Scomberomerus commersoni) Ikan tenggiri merupakan famili dari Scombridae, mempunyai bentuk badan bulat panjang seperti cerutu dan agak pipih. Mulut besar dan terletak di ujung moncong. Mulut dilengkapi dengan gigi-gigi yang kuat dan keras tertancap. Sirip punggung dengan 14-17 duri keras dan terdapat 8-10 sirip tambahan

9

dibelakang sirip punggung dan sirip dubur. Terdapat garis-garis bengkok yang melintang tubuh. Garis sisi menurun pada akhir dari sirip punggung yang kedua. Termasuk ikan buas, karnivora, predator, makanannya ikan-ikan kecil (sardin, tembang, teri), cumi-cumi. Hidup soliter, namun ikan ini juga hidup dalam kumpulan kecil.di perairan pantai dan lepas pantai. Warna punggung biru abu-abu dan perak kebiru-biruan di bagian sisi. Ban-ban warna gelap, menggelombang melintang badan. Sirip-siripnya berwarna biru keabuan. Ukuran panjang fork maksimum dapat mencapai 240 cm, sedangkan ukuran panjang normal yang biasa ditemui sekitar 60-90 cm.

Gambar 2 Ikan tenggiri (Scomberomerus commersoni) (Sumber : DKP, 2007) Ikan tenggiri merupakan ikan pelagis yang beruaya jauh, meski ada juga ditemukan yang tinggal secara permanen. Kondisi hidup ideal di kedalaman perairan antara 10-70 m. Ikan tenggiri tersebar dari tepi paparan benua hingga ke perairan dangkal di sekitar pesisir pada perairan dengan salinitas yang rendah dan turbiditas yang tinggi. Ikan tenggiri termasuk komoditi yang memiliki ketersediaan menengah, dengan waktu penggandaan populasi 1,4 4,4 tahun.

10

1.1.3 Teri (Stolephorus sp.) Ikan teri merupakan famili dari Clupeidae, memiliki bentuk badan memanjang (fusiform), hampir silindris, atau termampat samping (compressed), perut bulat dengan 3-4 sisik duri seperti jarum yang terdapat diantara sirip dada dan perut. Adanya sisik abdominal yang berujung tajam (abdominal scute) pada lunas tubuhnya, mulutnya lebar dan moncong yang menonjol serta rahang yang dilengkapi dengan dua tulang tambahan (suplemental bones). Di samping tubuhnya terdapat selempang putih keperak-perakan memanjang dari kepala sampai ekor. Sisiknya kecil dan tipis serta sangat mudah lepas. Sirip dorsal umumnya tanpa duri pradorsal, sebagian atau seluruhnya di belakang anus, pendek dengan jari-jari lemah sekitar 16 - 23 buah. Sirip ekor bertipe cagak dan dan tidak bergabung dengan sirip anal serta duri abdominal hanya terdapat antara sirip pectoral dan ventral berjumlah tidak lebih dari 7 buah. Hidup di perairan pantai, membentuk gerombolan besar dan bersifat pemakan plankton. Umumnya tidak berwarna atau agak kemerah-merahan. Ukuran : Umumnya ukuran tubuhnya kecil antara 6 - 9 cm, tetapi ada juga yang dapat mencapai 17,5 cm (Hutomo dkk. , 1987) atau 12-15 cm (Ditjen Perikanan, 1979).

Gambar 3 Ikan teri (Stolephorus sp.) (Sumber : DKP, 2007) Ikan ini bisa ditemukan di hampir seluruh perairan Indonesia, merupakan ikan pelagis dan hidup di kedalaman hingga 50 m. Kumpulan ikan teri sering

11

terlihat di sekitar perairan pesisir memasuki daerah perairan payau/sekitar muara sungai. Ikan teri merupakan komoditi yang memiliki ketersediaan tinggi dengan waktu penggandaan populasi kurang dari 15 bulan. 1.1.4 Ekor Kuning (Caesio sp.) Ikan ekor kuning merupakan famili dari Caesionidae. Berbentuk relatif bulat, badan bagian atas berwarna putih kekuningan atau abu kebiruan, sedangkan bagian sisi dan perut berwarna putih atau agak merah muda. Sirip punggung, anal dan pelvic berwarna putih hingga merah muda. Sirip ekor berukuran cukup besar berwarna kuning. Terdapat dua sirip di bagian punggung, sirip pertama berjari-jari keras 10 dan sirip kedua berjari-jari lunak 14-16. Sirip dubur berjari-jari keras 3 dan berjari-jari lunak 10-12. Panjang total maksimum ekor kuning mencapai 60 cm, merupakan jenis ikan karang, tidak beruaya dan dapat ditemukan hingga kedalaman 60 m dan hidup di iklim tropis.

Gambar 4 Ikan ekor kuning (Caesio sp.) (Sumber : DKP, 2007) Secara biologi, ikan ekor kuning mendiami area pesisir di sekitar bebatuan atau terumbu karang, membentuk kumpulan di tengah kedalaman perairan dan memangsa zooplankton sebagai makanannya. Praktek penangkapan yang biasa dilakukan di Indonesia adalah dengan menggunakan jaring giring (drive-in net), bubu dan jaring insang.

12

2.2 Alat Tangkap 1.1.5 Pancing Tonda Pancing tonda adalah pancing yang diberi tali panjang dan ditarik oleh perahu atau kapal. Pancing diberi umpan ikan segar atau umpan palsu yang karena pengaruh tarikan bergerak di dalam air sehingga merangsang ikan buas menyambarnya.

Gambar 5 Armada pancing tonda di Karimunjawa Pada prinsipnya pancing yang digunakan terdiri dari tali panjang, mata pancing tanpa pemberat. Pancing ini umumnya menggunakan umpan tiruan/umpan palsu. Umpan tiruan tersebut bisa dari bulu ayam, kain-kain berwarna menarik atau bahan dari plastik berbentuk miniatur menyerupai aslinya (misalnya cumi-cumi, ikan dan lain-lain). Konstruksi utama pancing tonda terdiri dari gulungan senar, tali pancing, swivel, pemberat atau tanpa pemberat dan mata pancing, seperti terlihat pada gambar 6.

13

2

3

4

5

6

7

9

1

8

Keterang an: 1. Joran 3. Swivel 5. Papan submarine penyelam board 7. Tali penarik tali pancing tempat menarik hasil 8. Kursi utama tangkapan

2. Tali elastis pancing 4. Tali utama pancing dan 6. Mata umpan

Gambar 6 Bagian-bagian alat pancing tonda (sumber : Martasuganda, 2005) Kapal yang digunakan berskala kecil atau tradisional yang sering digunakan adalah jenis jukung (gambar 11), dengan ukuran rata-rata panjang 7,3 m, dalam 0,55 m dan lebar 0,35 m, dan rata-rata kapal bertonage 1 5 GT. Bahan untuk perahu ini biasanya dari kayu meranti. Jenis mesin yang digunakan adalah motor tempel dengan kekuatan rata-rata 15 PK, dan jumlah tenaga kerja biasanya 1 2 orang saja. Kapal tonda berangkat pada pagi hari untuk berburu gerombolan ikan yang mencari makan dipermukaan. Bila gerombolan terlihat, tonda segera diturunkan dan kecepatan kapal dikurangi. Ujung dari pancing tonda diikatkan pada

14

outrigger dan sebuah bantalan karet terikat pada pancing utama tepat berjarak satu meter dari outrigger dimana pancing terikat. Selanjutnya kapal berlalu melewati gerombolan ikan tersebut, hingga dimangsa oleh ikan, dan secara perlahan kapal diperlambat untuk menarik tonda dengan hasil pancingan. Penondaan dilakukan dengan mengulur tali lebih kurang dua pertiga dari seluruh panjang tali pancing yang disediakan. 1.1.6 Bagan Apung

Gambar 7 Bagan (Lift net) di Karimunjawa 1.1.7 Jaring Insang Jaring insang dasar merupakan alat penangkap ikan berbentuk lembaran jaring empat persegi panjang yang mempunyai ukuran mata jaring merata. Lembaran jaring dilengkapi dengan sejumlah pelampung yang dipasang pada bagian atas dan atau tanpa sejumlah pemberat yang dipasang pada bagian bawah jaring. Pengoperasian jaring insang dilakukan dengan cara hanyut di dasar perairan, tegak lurus di dalam perairan dan menghadang arah gerakan ikan. Ikan sasaran tertangkap pada jaring insang dengan cara terjerat insangnya pada mata jaring atau dengan cara terpuntal badannya pada tubuh jaring.

15

Gambar 8 Jaring insang (permukaan dan dasar) Pada umumnya, yang disebut dengan gill net ialah jaring yang berbentuk persegi panjang, mempunyai mata jaring yang sama ukurannya pada seluruh jaring, lebar lebih pendek jika dibandingkan dengan panjangnya. Dengan kata lain, jumlah mesh depth lebih sedikit jika dibandingkan dengan jumlah mesh size pada arah panjang jaring. Berdasarkan cara operasi ataupun kedudukan jaring dalam perairan , maka dapat dibedakan antara lain ; (1) Surface gill net (2) Bottom gill net (3) Drift gill net dan (4) Encricling gill net atau surrounding gill net. 1.1.8 Bubu Bubu merupakan alat tangkap dengan cara memerangkap ikan dengan atau tanpa bantuan umpan dan ikan masuk ke dalam perangkap secara sukarela dan tidak dapat meloloskan diri. Alat ini dirancang sedemikian rupa sehingga pintu masuk merupakan pintu satu arah, sehingga ikan bisa masuk tapi tidak mungkin keluar. Bubu bisa dibuat dari berbagai material seperti kayu, bambu, kawat besi.

16

Gambar 9 Bubu di Karimunjawa Pengoperasian bubu dilakukan secara berkala beberapa hari di lokasi yang sama dan kemudian berpindah tempat selama beberapa hari dan seterusnya. Nelayan secara berkala pula, setiap hari mengangkat bubu untuk mengambil ikan dan mengganti umpan. Bubu bisa dioperasikan hampir disemua jangkauan kedalaman perairan, baik di perairan pedalaman, estuaria atau di perairan pantai, hingga di perairan dengan kedalaman beberapa ratus meter untuk tipe-tipe tertentu. 2.3 Budidaya Rumput Laut Peluang pasar rumput laut sangat besar dan terus membesar seiring dengan bertambahnya pemanfaatan komoditas ini sebagai bahan baku berbagai industri. Sebagai gambaran, permintaan dunia akan Euchema spp. sudah mencapai 559,8 juta ton, sedangkan kemampuan Indonesia memproduksi dan mengekpor komoditas ini pada tahun 2003 hanya sebanyak 40.162 ton (kering) atau hanya 0,007% saja dari permintaan pasar dunia (DKP, 2004).

17

Untuk mendorong tumbuhnya industri rumput laut di Indonesia, maka perlu diperhatikan beberapa aspek yaitu teknis produksi, persyaratan lokasi serta aspek sosial ekonomi dan budaya. 1.1.9 Teknis Produksi 10 (sepuluh) aspek-aspek produksi yang penting dalam budidaya rumput laut meliputi : pemilihan lokasi, uji penanaman, penyiapan areal budidaya, pemilihan metode budidaya, penyediaan bibit, penanaman bibit, perawatan selama pemeliharaan, pemanenan, pengeringan hasil panen dan mutu. Pemilihan lokasi perairan laut yang cocok untuk budidaya rumput laut sebaiknya memenuhi persyaratan bioteknis yang mencakup parameter : (1) aksesibilitas dan keterlindungan; (2) iklim (angin dan musim); (3) hidrooseanografi (jenis substrat dasar laut, arus, gelombang pasut, kedalaman); (4) ekosistem (secara alami ditumbuhi rumput laut dan lamun); (5) kualitas air (salinitas, suhu, pencemar, BOD, amoniak, nitrit, fosfat). Pemilihan metode budidaya selain memperhatikan perairan, juga harus memperhitungkan persediaan material yang akan digunakan dalam pembuatan konstruksi seperti jaring, bambu dan tali. Ada 3 macam metode yang dapat digunakan dalam membudidayakan rumput laut di lapangan (field culture) berdasarkan posisi tanaman terhadap dasar perairan, yaitu Metode Dasar, Metode Lepas Dasar dan Metode Apung. Metode tali tunggal apung/tali rawai (FloatingMonoline Method) merupakan metode yang umum digunakan oleh nelayan Karimunjawa. Secara teoritis teknis pemasangan metode tali tunggal apung dapat dilihat pada gambar10. 1.1.10 Persyaratan Lokasi

Selain aspek bioteknis seperti diatas, pada lokasi tersebut, pemanfaatannya tidak boleh melampaui daya dukung perairan. Persyaratan lain adalah adanya penetapan secara hukum lokasi budidaya laut suatu daerah yang dinyatakan sebagai kawasan budidaya dalam rencana umum tata ruang, tentunya setelah melalui kajian kesesuaian lokasi dan daya dukung lingkungan. Pada kawasan

18

Taman Nasional Karimunjawa, lokasi budidaya untuk rumput laut dinyatakan sebagai kawasan pemanfaatan budidaya.

Gambar 10 Metode Tali Tunggal Selain aspek legal formal yaitu dituangkannya kawasan budidaya rumput laut dalam rencana tata ruang atau rencana zonasi, kearifan lokal juga diperlukan sebagai salah satu persyaratan lokasi. Nelayan (pembudidaya rumput laut) umumnya mengindahkan aturan yang berlaku secara lokal (adat istiadat atau hukum adat) ketika akan membuka usaha budidaya rumput laut, misalnya adanya pengakuan kepemilikan kepada pembudidaya yang pertama kali membuka usaha di areal laut tertentu. 1.1.11 Sosial, Ekonomi dan Budaya

Aspek sosial ditekankan pada faktor keamanan menyangkut kelangsungan usaha, yang sebaiknya ditempuh melalui pola pengamanan terpadu, dimana masyarakat diikutsertakan dalam segmen-segmen usaha seperti pembibitan, pemeliharaan atau kegiatan lain yang mendukung usaha tersebut, misalnya kemitraan pembudidaya dengan perusahaan/ swasta di wilayah tersebut. Ditinjau dari aspek ekonomi, kawasan budidaya rumput laut harus merupakan kawasan yang terintegrasi antara peruntukan untuk skala ekonomi

19

lemah dengan mengutamakan masyarakat setempat dengan skala ekonomi menengah dan besar. Ditinjau dari aspek budaya, kegiatan budidaya akan merubah kebiasaan nelayan menjadi rajin, tekun serta lebih kreatif. Dengan demikian pembudidaya dapat mengharapkan penghasilan secara rutin dari usaha ini. (Sumber : DKP, 2004) Teknik Optimasi Kadarsan (1984) menyatakan bahwa untuk mendapatkan hasil yang memuaskan, suatu usaha perikanan laut harus memiliki faktor produksi yang cukup dan kombinasi yang tepat. Keterbatasan sumberdaya menyebabkan diperlukannya pengaturan atau alokasi sumberdaya agar dapat mencapai keseluruhan atau sebagian tujuan yang diinginkan. Teknik optimasi sering digunakan dalam mengatasi masalah keterbatasan sumberdaya tersebut. Optimasi menurut Beveridge et al. (1970) adalah kemampuan proses untuk mendapatkan gugus kondisi yang diperlukan dalam mencapai hasil terbaik dari situasi yang tertentu. Persoalan optimasi dapat berbentuk maksimalisasi atau minimalisasi. Apabila fungsi kendala ada, dapat berbentuk pertidaksamaan atau persamaan. Linear Programming Linear programming merupakan suatu model umum yang dapat digunakan dalam pemecahan masalah pengalokasian sumber-sumber yang terbatas secara optimal (Subagyo, et al, 1995). Pada dasarnya persoalan optimasi adalah suatu persoalan untuk membuat nilai suatu fungsi beberapa variabel menjadi maksimum atau minimum dengan memperhatikan pembatasan-pembatasan yang ada. Biasanya pembatasan-pembatasan tersebut meliputi tenaga kerja, uang, material yang merupakan input serta waktu dan ruang. Persoalan programming pada dasarnya berkenaan dengan penentuan alokasi yang optimal daripada sumber-sumber yang langka untuk memenuhi suatu tujuan. Persoalan linear programming adalah suatu persoalan untuk besarnya masing-masing nilai variabel sedemikian rupa sehingga nilai fungsi tujuan

20

(objective function) yang linier menjadi optimum (maksimum atau minimum) dengan memperhatikan batasan-batasan yang ada (Supranto, 1988). Sosial Ekonomi dan Budaya Masyarakat Pesisir Kondisi sosial ekonomi masyarakat pesisir antara satu kelompok nelayan dengan kelompok nelayan lainnya umumnya sama, tetapi secara prinsipil mungkin ada perbedaan dengan kelompok nelayan pada daerah yang berbeda. Kondisi sosial budaya dan ekonomi masyarakat pesisir di Indonesia berdasarkan hasil penelitian Norimarna (1996), memiliki mobilitas sosial yang tinggi, haus gengsi pribadi dan kelompok, persaingan berdasarkan keahlian dan modal, ketaatan pada peraturan tergantung untung dan rugi pribadi serta suka meniru tapi tidak memberi penghargaan kepada orang yang punya gagasan semula. Selanjutnya Raharjo (1996) mengemukakan bahwa masyarakat pesisir terutama nelayan umumnya memiliki sosial ekonomi terbelakang. Hal tersebut dapat dilihat dari beberapa indikator, misalnya pendapatan yang relatif rendah, kelembagaan sosial budaya dan ekonomi hampir tidak ada yang mau bekerjasama dengan mereka, di wilayah pesisir infrastruktur lemah (baik sosial, fisik, ekonomi), tingkat pendidikan dan kesehatan rendah, dan lain-lain. Sifat dan karakteristik masyarakat pesisir sangat dipengaruhi oleh jenis kegiatan mereka. Menurut Fahrudin (1997) bahwa masyarakat pesisir berbeda dengan masyarakat lainnya. Perbedaan tersebut terletak pada karakteristik aktivitas ekonomi masyarakat pesisir dan latar belakang budaya mereka. Masyarakat pesisir merupakan kumpulan satu kesatuan sistem sosial yang anggota-anggotanya tergantung pada kelimpahan sumberdaya pesisir dan lautan (Adiwibowo, 1995). Masyarakat pesisir mempunyai nilai budaya yang berorientasi hidup selaras dengan alam, sehingga teknologi yang digunakan dalam pemanfaatan sumberdaya adalah adaptif dengan kondisi ekologi wilayah pesisir (Damanhuri dan Adrianto, 1995). Sifat dan karakteristik nelayan berbeda dengan pedagang. Nelayan mempunyai dinamika kehidupan yang dipengaruhi oleh lingkungan, musim dan pasar sehingga kehidupannya pun tidak menentu. Berbeda dengan pedagang misalnya bakul, yang tidak terpengaruh banyak oleh alam dan lingkungan. Mereka

21

dapat berusaha untuk sektor lain jika ikan paceklik karena mereka punya modal untuk usaha lainnya. Digambarkan oleh Prasojo (1993) bahwa pada musim baik, yaitu saat cuaca dan gelombang bersahabat, nelayan sangat sibuk melaut dan menangkap ikan bahkan hasil tangkapannya berlebih. Sebaliknya pada musim paceklik kegiatan melaut berkurang bahkan berhenti sama sekali dan mereka banyak menganggur karena tidak ada pekerjaan alternatif. Untuk itu kehidupan sosial budaya dan ekonomi masyarakat pesisir di perairan Indonesia dibagi atas 3 musim oleh Nontji (1987) yaitu: (a) Musim Timur (Juni September) (b) Musim Barat (Desember Maret) dan (c) Musim pancaroba I (April Mei) dan Musim Pancaroba II (Oktober November). Pendapatan masyarakat pesisir terutama nelayan ditentukan oleh produktivitas alat tangkap, ketrampilan yang dimiliki, dan keuletan mereka serta sistem bagi hasil yang disepakati dengan juragan atau bakul (Syafrin, 1993). Hal ini diperkuat oleh Carner (1984) bahwa pendapatan nelayan tergantung pada kepemilikan alat tangkap, perahu dan alat tangkapnya. 2.4 Estimasi MSY pada stok yang telah dieksploitasi berdasarkan data empiris (Sparre dan Venema) Untuk memperkirakan MSY pada stok yang telah dieksploitasi untuk beberapa lama, nampaknya data runtun waktu dari hasil tangkapan akan tersedia, dimana data tersebut dapat diuji. Walaupun tidak tersedia secara rinci data upaya penangkapan, indikasi adanya peningkatan yang berkelanjutan pada sutau periode waktu dan hasil tangkapan total telah stabil untuk beberapa waktu, maka ini berarti bahwa MSY telah dicapai paling tidak pada struktur eksploitasi saat ini. Sementara itu bila hasil tangkapan telah menurun dari tingkatan yang tinggi sebelumnya dapat berarti bahwa stok telah mengalami penangkapan yang berlebih dan rata-rata hasil tangkapan tertinggi berdasarkan pengalaman yang lalu dapat menyediakan suatu perkiraan yang bebas terhadap MSY. Dalam menginterpretasikan hasil tangkapan berdasarkan runtun waktu seperti disarankan diatas, dibuat satu asumsi bahwa variasi hasil tangkapan disebabkan perubahan upaya penangkapan dan bukan oleh perubahan lingkungan maupun sosial ekonomi.

22

3.Metode Penelitian

METODOLOGI

Pada penelitian ini, metode yang akan digunakan adalah metode deskriptif dengan studi kasus. Metode deskriptif adalah suatu metode dalam meneliti status sekelompok manusia, suatu objek, kondisi, sistem pemikiran ataupun suatu peristiwa pada masa sekarang dengan tujuan untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang diselidiki (Nazir, 1999). Sedangkan studi kasus, menurut Maxfield adalah penelitian tentang status subjek penelitian yang berkenan dengan suatu spesifik atau khas dari keseluruhan personalitas. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini akan dilaksanakan di Taman Nasional Karimun Jawa, Kabupaten Jepara, Jawa Tengah. Pemilihan lokasi penelitian ini dilakukan secara sengaja dengan mempertimbangkan : 1. Merupakan Taman Nasional yang mencakup wilayah perairan laut dan mulai tahun 2005 diberlakukan sistem zonasi yang baru, yang dalam pengaturan zonanya antara lain memuat zona pemanfaatan perikanan tradisional dan zona budidaya. 2. Mayoritas penduduknya adalah nelayan dengan tingkat kesejahteraan yang rendah. Waktu penelitian dilaksanakan mulai awal bulan Maret 2005 (observasi), periode bulan Juni-Juli 2006 (pengumpulan data, survei dan wawancara) serta bulan Juli 2007 untuk melihat arahan kebijakan pengelolaan terkini. 3.1 Kerangka Pemikiran Seperti telah disebutkan pada bab pendahuluan, bahwa saat ini telah dilakukan revisi zonasi sebagai langkah awal penataan kembali pengelolaan Taman Nasional Karimunjawa. Disebut sebagai langkah awal, karena hanya dengan zonasi saja tentunya tidak mencukupi untuk dapat menjamin keberlangsungan dari Taman Nasional. Diperlukan rencana pengelolaan yang

23

lebih menyeluruh, meliputi berbagai strategi pendukung yang dapat menjamin bahwa Taman Nasional dapat terus terjaga fungsinya, namun disisi lain masyarakat di sekitar kawasan dapat turut menikmati hasilnya serta timbul kesadarannya untuk turut melindungi serta melestarikan Taman Nasional. Sebagai gambaran, kerangka pemikiran yang mendasari penelitian ini disajikan dalam gambar 3. Taman Nasional Karimunjawa (TNKJ)

Lembaga Pengelola

Masyarakat

Rencana Pengelolaan

Aktivitas di kawasan TNKJ

Zonasi TNKJ

Tekanan aktifitas manusia, Permasalahan biaya, Pelanggaran

Strategi Mendukung Keberlanjutan TNKJ

Optimasi Kegiatan Nelayan

Penentuan Tangkapan Utama

Pengaturan Musim Penangkapan Ikan

Optimasi Alat Tangkap

Pengembangan Kegiatan Alternatif

Gambar 11 Kerangka Pemikiran Dari kerangka pemikiran diatas, dapat dijelaskan bahwa Taman Nasional Karimunjawa dikelola oleh suatu lembaga pengelola yang dalam hal ini adalah

24

Balai Taman Nasional Karimunjawa (BTNKJ), serta diwajibkan memiliki suatu rencana pengelolaan yang diantaranya menyusun Rencana Zonasi. Disisi lain, dalam kawasan Taman Nasional Karimunjawa terdapat masyarakat yang telah menghuni kawasan tersebut serta melakukan berbagai aktivitas, dimana mayoritas adalah berprofesi sebagai nelayan. Meskipun masyarakat telah dilibatkan dalam penyusunan rencana zonasi namun dalam implementasinya menghadapi berbagai permasalahan, antara lain : biaya (terutama untuk pengawasan), tekanan aktifitas manusia yang sulit dikontrol seiring dengan tumbuhnya perekonomian kawasan, serta potensi pelanggaran terhadap zona inti karena kemampuan nelayan lokal yang hanya mampu beroperasi didalam perairan Taman Nasional dan adanya desakan kebutuhan ekonomi yang harus dipenuhi. Permasalahan kebutuhan ekonomi nelayan lokal merupakan permasalahan inti, karena nelayan yang merupakan mayoritas penduduk Karimunjawa merupakan subyek penentu dalam keberhasilan pengelolaan Taman Nasional. Agar implementasi pengelolaan dapat berjalan dengan efektif, maka diperlukan strategi untuk meminimalisir permasalahan yang terjadi agar keberlanjutan fungsi Taman Nasional dapat terus terjaga. Salah satu strategi yang dapat diambil adalah dengan meningkatkan tingkat kesejahteraan nelayan lokal melalui pengembangan mata pencaharian alternatif bagi nelayan. Diakui oleh nelayan bahwa hasil dari perikanan tangkap tidak cukup memadai untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari karena sifatnya yang tidak menentu dan terbatasnya kemampuan serta teknologi. Kemungkinan bagi nelayan untuk menangkap ikan ke luar perairan pulau bukanlah pilihan yang tepat mengingat Kepulauan Karimunjawa terletak di perairan Laut Jawa yang telah diklaim telah mengalami overfishing khususnya untuk jenis ikan pelagis. Maka untuk menghindari terus menurunnya hasil tangkapan ini diperlukan optimasi terhadap jumlah armada penangkapan ikan. Konsekwensi dari hal ini diharapkan dapat meningkatkan jumlah tangkapan per unit, namun disisi lain ada sejumlah nelayan yang terpaksa mengalihkan kegiatannya ke aktifitas yang lain, yaitu budidaya rumput laut atau keramba jaring apung, sebagai alternatif yang dipilih oleh nelayan bagi aturan pengelolaan di zona budidaya.

25

Melihat keterkaitan ini, diperlukan optimasi tidak hanya terhadap jumlah armada tangkap tapi juga terhadap alokasi nelayan di kegiatan budidaya rumput laut, karena apabila tidak diatur luas area dan alokasi area budidayanya, maka kegiatan budidaya rumput laut inipun akan menimbulkan tekanan yang sama besarnya terhadap zona-zona yang dilindungi. Metode Pengumpulan Data Data terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer didapat melalui wawancara. Adapun beberapa data yang dibutuhkan untuk penyusunan tesis ini antara lain : Tabel 1. Jenis Data Kebutuhan Data Kebiasaan penangkapan ikan untuk berbagai jenis alat Data Primer tangkap Persepsi nelayan rumput laut Data Produksi Ikan Data Kependudukan, Perekonomian Lokal Data Sekunder Data Perwilayahan dan pengelolaan kawasan Dinas KP Kab/Prov Kantor Kecamatan Bappeda Kab, WCS, BTNKJ UNDIP, Data pendukung lainnya WCS, DKP, Bappeda Kab Analisis Spasial dan untuk kebiasaan budidaya Nelayan Nelayan Kebutuhan Data Sumber Data Kegunaan Analisis ekonomi, Analisis optimasi Analisis ekonomi, Analisis kebijakan Analisis tren, analisis optimasi Analisis Ekonomi Analisis perwilayahan, Analisis Ekonomi, Kebijakan

26

Pengumpulan data primer dilaksanakan dengan pendekatan diskusi dan tanya jawab dengan stake holder terkait kemudian menyelipkan pertanyaanpertanyaan seputar pelaksanaan dan tahapan kegiatan yang dilaksanakan. Apabila ada jawaban yang dirasa janggal dan tidak sesuai dengan kenyataan dilapangan maka dilakukan cross check silang dengan stake holder lainnya maupun hasil pekerjaan lapangan. Pengumpulan data sekunder dilaksanakan dengan mendatangi instansiinstansi terkait antara lain Departemen Kelautan dan Perikanan, Dinas Kelautan dan Perikanan Kab. Jepara, Bappeda Kabupaten Jepara, Balai Taman Nasional Karimun Jawa, Kantor Kecamatan Karimun Jawa, LSM terkait (WCS) serta kompilasi data dari hasil-hasil kajian/penelitian terdahulu. Metode Analisis Data 2. Analisis Tren Analisis tren dilakukan untuk melihat kecenderungan yang terjadi terhadap hasil produksi perikanan tangkap yang dilakukan oleh nelayan Karimunjawa. Analisa tren ini juga dilakukan untuk melihat musim tangkapan berdasarkan hasil produksi bulanan perikanan tangkap yang dilakukan oleh nelayan Karimunjawa. Interpretasi terhadap hasil produksi perikanan tangkap dibedakan menjadi tiga keadaan yaitu : (1) tetap, berarti hasil produksi yang ada dalam kurun waktu yang diamati bersifat stabil, (2) menurun, berarti hasil produksi telah melampaui kondisi optimal sebelumnya, dan (3) menaik, menunjukkan adanya kemungkinan untuk dieksploitasi minimal pada tingkat eksploitasi maksimum yang pernah dicapai pada kurun waktu yang diamati. 3. Penentuan Jenis Ikan Komoditi Utama Penentuan jenis ikan yang menjadi komoditi utama nelayan Karimunjawa didapatkan dari analisis terhadap jumlah tangkapan dan nilai ekonomi dari hasil tangkapan berbagai jenis ikan selama 7 tahun (1999-2006). Jenis ikan tertentu dikelompokkan sebagai komoditi utama dengan memberikan peringkat pada jenis ikan tangkapan dan berurutan adalah komoditas

27

utama apabila jumlah tangkapan dan nilai ekonominya lebih dari 80% hasil total tangkapan. 4. Penentuan Musim Penangkapan Penentuan musim penangkapan dilakukan pada jenis ikan yang menjadi komoditi utama nelayan Karimunjawa. Penentuan musim penangkapan ini didasarkan pada tren bulanan hasil tangkapan yang terjadi selama 7 tahun (19992006). Bulan-bulan yang memberikan hasil tangkapan diatas 80% hasil tangkapan maksimum diasumsikan sebagai bulan yang optimal untuk beroperasi. Hasil tersebut kemudian akan dibandingkan dengan kondisi musim angin yang terjadi. 5. Optimasi Alat Tangkap Karena model regresi yang akan digunakan dalam penelitian ini bersifat linier dan dengan kondisi batasan (kendala) yang tidak boleh dilampaui maka model optimasi yang dipilih adalah model optimasi berkendala. Dalam penelitian ini metode optimasi yang dipergunakan adalah optimasi dengan menggunakan teknik Linear Programming dengan menggunakan bantuan software Whats Best 8.0 (under Windows) yang merupakan pengembangan dari Lindo konvensional (under DOS). Dalam penelitian ini yang akan dioptimasi adalah jumlah alat tangkap untuk beberapa jenis ikan yang menjadi komoditi utama. Hasil optimasi ini akan memberikan output berupa jumlah alat tangkap optimal dengan asumsi bahwa satu unit alat tangkap dioperasikan oleh satu rumah tangga perikanan (RTP). Berdasarkan output yang dihasilkan akan didapatkan alokasi RTP untuk kegiatan budidaya rumput laut serta kebutuhan luasan area budidaya rumput laut. Fungsi-fungsi pembatas yang akan dimasukkan dalam optimasi ini adalah nilai batas penangkapan yang dalam hal ini adalah estimasi hasil tangkapan untuk jenis ikan komoditi utama seperti yang disarankan Sparre Venema berdasarkan hasil analisis tren, sedangkan fungsi kendala adalah jumlah alat tangkap yang tersedia.

28

Sedangkan fungsi tujuan dari analisis ini adalah memaksimalkan keuntungan, yang bisa digambarkan dengan persamaan sebagai berikut : Z = Cj.Xj Terhadap fungsi kendala : a11x1 + a12x2 + ...+ a1nxn b1 a21x1 + a22x2 + ...+ a2nxn b2. .

am1x1 + am2x2 + ...+ amnxn bm dimana : Xj Cj bi aij i j 6. = variabel putusan ke-j = parameter fungsi tujuan ke-j = kapasitas kendala ke-i = parameter fungsi kendala ke-i, variabel keputusan ke-j = 1,2,3....m = 1,2,3....n

Analisis Usaha Budidaya Rumput Laut Analisis usaha dilakukan terhadap budidaya rumput laut untuk menghitung

berapa manfaat ekonomi yang dihasilkan oleh pembudidaya apabila usaha ini dilakukan sebagai kegiatan alternatif. Analisis usaha budidaya rumput laut ini akan mencakup analisis biaya produksi, analisis pendapatan serta analisis nilai R/C. Berdasarkan analisis usaha tersebut, kemudian akan dihitung alokasi kebutuhan area perairan untuk usaha budidaya rumput laut berdasarkan hasil optimasi alat tangkap dan jumlah pendapatan yang dibutuhkan nelayan. Selanjutnya hasil tersebut dibandingkan dengan area yang telah ditentukan saat ini di zona pemanfaatan budidaya. Batasan dan Pengukuran Beberapa batasan dan pengukuran dalam penelitian ini adalah : 1. Lingkup wilayah adalah wilayah pengelolaan Taman Nasional sesuai dengan SK Dirjen PHKA No. SK.79/IV/Set-3/2005.

29

2.

Kelompok masyarakat yang menjadi sasaran penelitian adalah masyarakat nelayan yang bermukim di wilayah lokasi studi, yaitu Pulau Karimunjawa, Pulau Parang dan Pulau Nyamuk.

3.

Biaya (cost) adalah biaya rata-rata per bulan atau per tahun yang dikeluarkan untuk biaya usaha, diukur dalam rupiah.

30

4.

GAMBARAN UMUM WILAYAH STUDI

4.1 Letak dan Luas Kepulauan Karimunjawa Kepulauan Karimunjawa secara geografis terletak 45 mil laut atau sekitar 83 kilometer di barat laut kota Jepara, dengan ketinggian tempat 0-605 m dpl. Secara geografis terletak antara 50 4039" - 50 55' 00" LS dan 1000 05' 57" - 1100 31' 15" BT, yang mempunyai luas wilayah 169.800 ha, terdiri dari luas daratan 7.120 ha dan luas perairan 162.680 ha. Secara administratif wilayah ini termasuk ke dalam wilayah administratif Kecamatan Karimunjawa Kabupaten Dati II Jepara, Jawa Tengah. Kecamatan Karimunjawa terbagi atas 3 desa, yaitu : Desa Karimunjawa, Desa Kemujan, dan Desa Parang. Kepulauan Karimunjawa merupakan gugusan pulau-pulau yang jumlahnya 27 pulau, namun hanya lima pulau yang berpenghuni, yaitu Pulau Karimunjawa, Pulau Kemujan, Pulau Parang, Pulau Nyamuk, dan Pulau Genting dengan jumlah penduduk kurang lebih 7.900 jiwa. Pulau Karimunjawa menjadi pusat kecamatan yang berjarak 83 km dari Kota Jepara. Kepulauan Karimunjawa dapat dijangkau dengan sarana transportasi udara dan laut. Transportasi udara ditempuh melalui Bandara Ahmad Yani Semarang menuju Bandara Dewadaru di Pulau Kemujan, tetapi pada saat ini penerbangan ke Karimunjawa sudah tidak beroperasi lagi untuk umum dan hanya digunakan secara terbatas. Transportasi laut ditempuh dengan menggunakan kapal ferry yaitu KM. Muria dan KM. Kartini I. KM. Muria berlayar dua kali seminggu dari Pelabuhan Kartini di Jepara dengan waktu tempuh selama enam jam, sedangkan KM. Kartini I berlayar empat kali seminggu dari Pelabuhan Tanjung Mas di Semarang dan Pelabuhan Kartini di Jepara dengan rata-rata waktu tempuh selama tiga jam. Sedangkan Semarang-Jepara dapat ditempuh dengan perjalanan darat menggunakan mobil atau bis selama 1,5 jam.

31

Gambar 12 Orientasi Wilayah Studi (Sumber : WCS (2004), Google Earth (2006)) 32

Transportasi antar pulau sampai saat ini masih mengandalkan perahuperahu kecil milik nelayan. Selain kapasitasnya kecil dan daya tempuhnya lama, kapal-kapal ini tidak bisa beroperasi jika musim barat (badai) tiba sekitar bulan Desember hingga Maret. 4.2 Iklim Iklim dan cuaca di Indonesia dipengaruhi oleh dua angin musim, yaitu muson barat dan timur (musim kemarau dan musim hujan) yang mencirikan iklim di Indonesia. Musim kemarau (musim timur) terjadi pada bulan Juni hingga September dan musim hujan (musim barat) terjadi pada bulan Desember hingga Maret. Peralihan pada kedua musim tersebut adalah musim pancaroba (Dinas Kelautan dan Perikanan Jepara, 2006) Iklim di Kepulauan Karimunjawa termasuk tipe C dengan curah hujan rata-rata 3.000 mm per tahun, dengan suhu rata-rata 26-30 C, suhu minimum 22 dan suhu maksimum 34. Kelembaban nisbi antara 70-85% dengan tekanan udara berkisar pada 1.012 mb (DKP, 2004). Cuaca di Karimunjawa secara umum tenang dan konsisten sepanjang tahun. Angin bertiup dari utara atau barat laut. Perairan secara umum tenang, hal ini menunjukkan bahwa kepulauan ini terlindung oleh massa daratan dari berbagai sisi. 4.3 Hidro Oseanografi Kondisi Hidrologi, di Kepulauan Karimunjawa tidak terdapat sungai besar yang aliran airnya permanen, namun terdapat lima mata air besar, yaitu Kapuran (Pancuran Belakang), Legon Goprak, Legon Lele, Cikemas dan Nyamplungan. Sungai-sungai tersebut kecil dan sempit dengan dinding terjal dan pola aliran memancar dari arah pusat perbukitan yang bermuara di perairan laut sekitar pulau. Pada musim penghujan sumber air tersebut melimpah. Sumber air untuk memenuhi kebutuhan air bersih penduduk Pulau Karimunjawa umumnya masih menggunakan sumber mata air yang ada dan sumur yang dibangun dengan kedalaman 3 12 meter. Sampai saat ini belum ada instalasi air bersih yang menangani pengelolaan air di Pulau Karimunjawa.

33

Sedangkan di Pulau Kemujan tidak terdapat sumber air yang besar. Penduduk umumnya mendapatkan air dengan membuat sumur sampai pada kedalaman 20 m dan umumnya terletak di bagian tengah dan selatan pulau. Arus di perairan Kepulauan Karimunjawa pada musim barat/barat laut berasal dari laut Cina Selatan yang menyeret massa air laut menuju ke Laut Jawa sampai kearah timur yaitu Laut Flores, Laut Banda, Laut Arafura dan sebaliknya pada musim tenggara. Kecepatan arus permukaan rata-rata berkisar antara 8-24 cm/detik. Kondisi ini sangat mempengaruhi kehidupan perairan, terutama ekosistem terumbu karang (Supriharyono, 2003). 4.4 Ekosistem 6.1.1 Ekosistem Terumbu Karang Pada umumnya tipe dasar perairan di Kepulauan Karimunjawa mulai dari tepi pulau adalah pasir, makin ke tengah dikelilingi oleh gugusan terumbu karang mulai dari kedalaman 0.5 meter hingga kedalaman 20 meter. Ekosistem terumbu karang terdiri dari tiga tipe terumbu, yaitu terumbu karang pantai (fringing reef), penghalang (barrier reef) dan beberapa taka (patch reef). Tipe substrat dasar perairan berupa pasir berlumpur dan lumpur berpasir. Pulau-pulau kecil yang ada di Gugus Pulau Karimunjawa umumnya dikelilingi oleh terumbu karang tepian (finging reefs) dengan kedalaman 0.5 5 meter yang juga merupakan habitat bagi berbagai jenis biota laut. Jenis-jenis karang yang dapat ditemukan di gugusan kepulauan Karimunjawa termasuk ke dalam jenis karang keras (hard coral) seperti karang batu (massive coral), karang meja (table coral), karang kipas (gorgonian), karang daun (leaf coral),, karang jamur (mushroom coral). Gugusan terumbu karang di Kepulauan Karimunjawa merupakan gugusan terumbu karang tepi dengan kedalaman 0.5 5 meter, terdapat 63 genera dari 15 famili karang keras berkapur (scleractinian) dan tiga genera non-scleractinian yaitu Millepora dari kelas Hydrozoa, Heliopora dan Tubipora dari kelas Anthozoa (WCS, 2004). Penutupan karang keras berkisar antara 6,7% hingga 68,9% dan indeks keragaman berkisar antara 0,43 hingga 0,91.

34

Gambar 13 Pola Arus Sepanjang Tahun di Perairan Pulau Jawa bagian Utara (Sumber : Purwandani, 2004) 35

Kondisi terumbu karang di Kepulauan Karimunjawa secara umum mempunyai rata-rata penutupan sekitar 40-50%. Faktor utama rendahnya persen penutupan karang adalah bencana alam. Hal ini dapat dilihat dari gundukan pecahan karang mati yang cukup luas (coral rubble) di beberapa lokasi seperti di P. Burung, P. Krakal Besar, P. Krakal Kecil, Karang Kapal, P. Bengkoang dan P. Menyawakan. Selain itu, pada umumnya rataan karang di bagian barat cenderung tinggi tingkat kerusakannya akibat gelombang musim barat yang keras dan ekploitasi yang tinggi oleh masyarakat, sehingga hanya jenis karang tertentu saja yang dapat bertahan (misalnya jenis Porites yang masif). Berdasarkan hasil pengamatan dan beberapa kajian yang pernah dilakukan di perairan Kepulauan Karimunjawa, kondisi terumbu karang mengalami kerusakan akibat penggunaan potas/bom, jangkar perahu, patah terinjak yang diakibatkan oleh wisatawan ataupun penggunaan alat tangkap seperti bubu atau muroami, namun pada beberapa lokasi telah terjadi recovery yang ditandai dengan tumbuhnya cabang-cabang baru pada karang. 6.1.2 Ekosistem Padang Lamun dan Rumput Laut Ekosistem padang lamun di Karimunjawa memiliki pola penyebaran yang mengelompok berdasarkan kesamaan jenis atau spesies. Sugiarianto (2000) menemukan delapan spesies lamun di tiga lokasi yaitu: Pancuran, Legon Lele dan Ujung Gelam. Berdasarkan hasil survey, padang lamun dapat dijumpai di tujuh lokasi, yaitu di sekitar Pulau Karimunjawa, Pulau Kemojan, Pulau Genting, Menjangan Besar, Pulau Menjangan Kecil, Alang-alang dan Legon Nipah ditemukan enam spesies dari empat famili. Kondisi ekosistem padang lamun di sekitar Tanjung Pundak Pulau Karimunjawa mengalami kersusakan yang disebabkan oleh berbagai aktivitas manusia seperti alur pelayaran, pembuangan limbah tambak udang, dan pengerukan dermaga. Berdasarkan hasil survey dilapangan, menunjukkan bahwa ekosistem padang lamun yang terdapat di perairan Gugus Pulau Karimunjawa didominasi oleh Enhalus sp, Thallasia, Syrongodium, Thalosodenrum, dan Chimodecea.

36

Potensi rumput laut di Kepulauan Karimunjawa didominasi 3 filum dan 10 genus, yaitu filum Chlorophyta terdiri dari 2 genus, filum Phaeophyta terdiri dari 3 genus, dan filum Rhodophyta terdiri dari 5 genus (Anonim, 1988). Beberapa jenis rumput laut yang ditemukan pada saat survey antara lain : Caulerpa, Dictyota, Padina Sargassum, Turbinaria, Ulva, Jania, Amphiroa, Halimeda spp. dan sebagainya. 6.1.3 Ekosistem Mangrove Ekosistem mangrove di Karimunjawa menyebar di seluruh kepulauan dengan luasan yang berbeda-beda. Pulau-pulau yang memiliki ekosistem mangrove adalah P. Karimunjawa, P. Kemujan, P. Cemara Kecil, P. Cemara Besar, P. Krakal kecil, P. Krakal Besar, P. Merican, P. Menyawakan dan P. Sintok. Ekosistem mangrove terluas terdapat di P. Kemujan dan P. Karimunjawa seluas 396,90 ha (BTNKJ, 2002). 4.5 Potensi Sumberdaya Perikanan Karimunjawa 6.1.4 Ikan Pelagis Ikan-ikan pelagis penting di Karimunjawa adalah ikan Tongkol (Auxis sp.), Tenggiri (Scomberomerus sp.) dan Teri (Stolephorus sp.) . Penangkapan ikan-ikan pelagis ini umumnya terjadi di musim timur untuk jenis ikan Teri dan di musim barat untuk kelompok ikan Tongkol dan Tenggiri. (BTNKJ, 1988). 6.1.5 Ikan Karang Ikan karang yang ditemui di perairan Karimunjawa merupakan jenisjenis yang biasa hidup pada perairan yang cenderung tenang, dengan arus yang tidak terlalu kencang. Kondisi terumbu karang yang memiliki rataan yang luas dengan dasar perairan yang landai namun dangkal juga menyebabkan jenis-jenis ikan yang ditemui di Karimunjawa cenderung seragam. Pada perairan dangkal Karimunjawa ditemukan 43 famili ikan karang, terutama ikan-ikan yang berasosiasi erat dengan terumbu karang. Dalam satu kali penyelaman selama 60 menit, dapat ditemukan 69 sampai 141 spesies ikan karang.

37

Berdasarkan hasil survey di lapangan, perairan Kepulauan Karimunjawa memiliki keanekaragaman yang cukup tinggi akan jenis ikan hias, jenis yang dominan ditemui antara lain dari famili : Apogonidae, Achanthuridae, Bleuniidae, Centriscidae, Holocanthidae, Holocentridae, Fistularidae, Gobiidae, Haemulidae,Muraenidae, Balistidae, Labridae, Monacanthidae, Nemipteridae, Lethrinidae, Pomacanthidae, Pomacentridae, Scarjdae, Scorpaenidae, dan Zanclidae. Kepadatannya tergantung dari presentase penutupan terumbu karang yang ada di perairan. Selain ikan karang hias, terdapat juga beberapa jenis yang dapat dikonsumsi, antara lain : Ekor Kuning (Caesio erythrogaster), Pisang-pisang (Caesio chrysozona), Kerapu (Epinephelus sp.), Kakap (Lutjanus sp.). Lencam (Lethrinus sp.) Kakatua (Callyodon sp.) dan Beronang (Siganus sp.). (WCS, 2004). 4.6 Zonasi Taman Nasional Karimunjawa Taman Nasional Karimunjawa dikelola dengan sistem zonasi dengan mengikuti ketentuan yang telah ditetapkan melalui SK Dirjen PHKA No. SK.79/IV/Set3/2005 tentang Revisi Zonasi/Mintakat Taman Nasional Kepulauan Karimunjawa, sebagai berikut :

Zona Inti : seluas 444,629 hektar meliputi sebagian perairan P. Kumbang, perairan Taka Menyawakan, perairan Taka Malang dan Perairan Tanjung Bomang

Zona Perlindungan : seluas 2.587,711 hektar meliputi

hutan tropis

dataran rendah dan hutan mangrove, serta wilayah perairan P. Geleang, P. Burung, Tanjung Gelam, P.Sitok, P. Cemara Kecil, P.Katang, Gosong Selikur, Gosong tengah.

Zona Pemanfaatan Pariwisata : seluas 1.226,525 hektar meliputi perairan P. Menjangan Besar, P. Menjangan kecil, P. Menyamakan, P. Kembar, sebelah timur P. Kumbang, P.Tengah, P. Bengkoang, Indonor dan Karang Kapal.

Zona Pemukiman : seluas 2.571,546 hektar melalui P. Karimunjawa, P. Kemujan, P. Parang dan P. Nyamuk.

38

Zona Rehabilitasi : seluas 122,514 hektar meliputi perairan sebelah Timur P. Parang, sebelah Timur P. Nyamuk, sebelah Barat P. Kemujan dan sebelah Barat P. Karimunjawa.

Zona Budidaya seluas 788,213 hektar meliputi perairan P. Karimunjawa, P.Kemujan, P. Menjangan Besar, P. Parang dan P. Nyamuk. Zona Pemanfaatan Perikanan Tradisional : seluas 103.883,862 hektar meliputi seluruh perairan di luar zona yang telah ditetapkan yang berada di dalam kawasan TN Karimunjawa.

6.1.6 Aktifitas di Zona Pemanfaatan Perikanan Tradisional Secara bertahap wilayah perairan yang berlaku di zona pemanfaatan perikanan tangkap harus mempertimbangkan beberapa aspek yang berhubungan dengan kematian (mortalitas) ikan. Mortalitas pada perikanan tertentu secara fungsional berhubungan dengan empat faktor yaitu: jumlah satuan penangkapan yang turut serta menangkap, kemampuan menangkap, jumlah waktu penangkapan, tersebarnya aktifitas penangkapan di daerah perikanan pada musim tertentu. Aktifitas yang boleh dilakukan di zona pemanfaatan perikanan adalah pemanfaatan perikanan tradisional dan kegiatan budidaya dalam karamba. Aktifitas yang tidak boleh dilakukan di zona pemanfaatan perikanan tangkap adalah semua yang dilarang pada zona inti (1-5) dan introduksi jenis biota serta penangkapan ikan dengan menggunakan alat tangkap yang tidak ramah lingkungan (Muroami, Jaring Ambai, Jaring Pocong, Cantrang dan Sianida). Pembangunan sarana dan prasarana harus dilakukan dengan ijin khusus. 6.1.7 Aktifitas di Zona Pemanfaatan Budidaya Kawasan perairan yang diperuntukkan sebagi daerah perikanan tangkap dan budidaya perikanan, misalnya budidaya rumput laut, keramba jaring apung dan budidaya kerapu bibit alami. Aktifitas yang boleh dilakukan di zona pemanfaatan budidaya adalah kegiatan yang berhubungan dengan budidaya rumput laut, keramba jarring apung, budidaya kerapu bibit alami.

39

Sedangkan aktifitas yang tidak boleh dilakukan adalah secara sengaja atau tidak sengaja mengambil, mengganggu atau memindahkan biota baik yang masih hidup atau mati beserta bagian-bagiannya. 4.7 Aktivitas Nelayan 6.1.8 Perikanan Tangkap Perikanan tangkap merupakan matapencaharian dominan penduduk, dengan hasil tangkapan umumnya di jual langsung (terutama ke pengumpul/juragan, dan sebagian kecil ke TPI/PPP), dengan kegiatan pengolahan adalah pengeringan ikan teri hitam dalam jumlah terbatas. Hasil perikanan tangkap mengalami penurunan, sedangkan kegiatan perikanan budidaya dilakukan dalam skala kecil dan terbatas pada budidaya rumput laut. Kepulauan Karimunjawa memiliki karakteristik masyarakat yang sebagian besar adalah nelayan tangkap, Desa Karimunjawa (33,5%), Desa Kemujan (30,28%), dan Desa Parang (64,57%). Kondisi ini mengakibatkan tingginya ketergantungan masyarakat terhadap sumberdaya hayati laut. Hal paling utama yang dirasakan masyarakat saat ini adalah adanya penurunan hasil tangkapan. Penurunan hasil tangkap diakibatkan oleh pola penangkapan ikan yang tidak lestari, yaitu pengoperasian alat-alat tangkap yang memiliki efektifitas daya tangkap yang tinggi dengan selektifitas yang rendah seperti penggunaan jaring muroami dan sianida.

40

Gambar 14 Zonasi Taman Nasional Karimunjawa (Sumber : WCS Marine Program Indonesia (2005))

41

Melihat dari kondisi geografis Pulau Karimunjawa dapat dikatakan bahwa Pulau Karimunjawa mempunyai potensi usaha perikanan yang besar, baik usaha penangkapan maupun budidaya. Jumlah penduduk yang terjun ke usaha nelayan (perikanan tangkap dan budidaya) setiap tahun menunjukkan perkembangan yang meningkat, sejalan dengan bertambahnya armada penangkapan serta terbukanya pasar yang dapat menyerap hasil produksi nelayan setempat sehingga perlu pengelolaan dan pengaturan untuk mendapatkan hasil yang optimal dan menunjang aspek keberlanjutan sumberdaya perikanan. Ikan dan hasil laut yang diperoleh sebagian besar dijual untuk memperoleh uang tunai, sedangkan sebagian kecil sisanya digunakan untuk konsumsi keluarga sendiri. Potensi jenis tangkapan terdiri dari kelompok ikan pelagis, ikan demersal, udang-udangan, cumi-cumi dan ikan karang. Potensi terbesar berasal dari kelompok ikan pelagis.

Tabel 2. No.

Data Perikanan pada Gugus Pulau Karimunjawa tahun 2004 Jumlah Alat Tangkap (Unit) 18 90 617 Produksi/Trip (Kg) 100 100 25 Jenis Ikan Tangkapan Dominan Ikan karang Teri Tongkol Tenggiri Ikan karang Ikan karang

Jenis Alat Tangkap Muroami Bagan Pancing tonda

1 2 3

dan

5 Jaring insang 200 10 6 Bubu 2000 0,5 Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Kab. Jepara, 2006 Hasil tangkapan umumnya di jual

langsung

(terutama

ke

pengumpul/juragan, dan sebagian kecil ke TPI/PPP). Hasil perikanan tangkap mengalami penurunan, sedangkan kegiatan perikanan budidaya dilakukan dalam skala kecil dan terbatas pada budidaya rumput laut.

42

Tabel 3. Jumlah Armada Penangkapan Ikan per Desa di Kepulauan Karimunjawa Karimunjawa Desa Kemojan Parang 7 112

No. Armada Penangkapan 1. Tanpa Perahu (Unit) 9 2. Perahu Tanpa Motor (Unit) 3 3. Motor Tempel (Unit) 72 36 4. Kapal Motor (Unit) 284 295 Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Kab. Jepara, 2006

Yayasan Taka pada tahun 2004 telah melakukan kajian dan penelitian yang dilakukan di lima lokasi pemantauan di Taman Nasional Karimunjawa. Dari lima lokasi pengamatan, tiga lokasi diindikasikan sebagai lokasi pemijahan ikan. Lokasi-lokasi tersebut adalah Taka Menyawakan, P. Kumbang dan Karang Tengah. Lokasi pemijahan di TN Karimunjawa merupakan daerah target penangkapan bagi nelayan. Aktifitas ini masih berlangsung hingga saat ini terutama di P. Burung, Taka Menyawakan, P. Kumbang dan Gosong Karang Tengah. 6.1.9 Perikanan Budidaya Aktifitas perikanan budidaya di dalam kawasan Taman Nasional Karimunjawa dengan ditetapkannya zonasi revisi pada tahun 2005 berarti hanya membolehkan kegiatan budidaya pada dua jenis kegiatan yaitu Keramba Jaring Apung dan Rumput Laut. Hal ini merupakan kesepakatan bersama yang tertuang dalam buku zonasi yang menceritakan keseluruhan proses penentuan zonasi terutama bagaimana besarnya peran serta masyarakat dalam penentuan zonasi serta arahan-arahan pengaturan didalamnya. 4.7.1.1 Keramba Jaring Apung (KJA) Pembuatan satu demplot percontohan budi daya laut dengan karamba jaring apung (KJA) yang dilakukan dan diprakarsai oleh Dinas Perikanan dan Kelautan (Diskanlut) Jateng di Kepulauan Karimunjawa dan mini hatchery untuk memproduksi benih-benih ikan karang yang lokasinya berdekatan dengan

43

Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP) Karimunjawa. Benih-benih ikan untuk kegiatan ini diperoleh dari hatchery di Lampung, Bali, Lombok, Riau, dan Sulawesi Selatan, untuk benih udang lobster bisa diperoleh dari Cilacap ataupun Kebumen. Jenis ikan yang dibudidayakan dalam KJA adalah kerapu bebek, kerapu lumpur, kerapu pasir, kerapu kertang (tiger), sunuk bintang timur, sunuk kuning, dan sunuk hitam (glempo).

Gambar 15 Demplot Percontohan KJA Kerapu di Karimunjawa Karena besarnya modal yang dibutuhkan, resiko yang tinggi serta rumitnya pemeliharaan, meskipun nelayan Karimunjawa tertarik karena harga jualnya yang tinggi, namun tidak ada satupun yang tergerak untuk mengikuti jejak percontohan ini. Ketiadaan modal dan pengetahuan serta jaringan pemasaran yang terjamin membuat nelayan mengubur keinginannya untuk berusaha di bidang ini. 4.7.1.2 Rumput Laut Budidaya rumput laut juga telah dilakukan oleh masyarakat di beberapa lokasi, yaitu di Pulau Karimunjawa, Pulau Menjangan Besar, Pulau Menjangan Kecil, Pulau Parang, Pulau Nyamuk, dan Pulau Genting. Tahun 1990-an budidaya

44

rumput laut telah berkembang pesat di Karimunjawa. Saat itu, hasil produksi akan dibeli sebuah perusahaan untuk memenuhi pasar ekspor ke Jepang. Budidaya rumput laut merupakan kegiatan budidaya laut dengan teknik yang cukup sederhana sehingga sesuai untuk diterapkan pada masyarakat nelayan sebagai alternatif mata pencaharian. Para petani/nelayan di perairan Kepulauan Karimunjawa umumnya mengembangkan usaha budidaya rumput laut Eucheuma sp dengan metode tali panjang (longline method) yang dapat diterapkan diperairan yang relatif dalam maupun perairan dangkal yang mempunyai keunggulan-keunggulan tertentu dibandingkan dengan metode lain.

Gambar 16 Budidaya rumput laut dengan metode rawai (long line method) yang terdapat di Karimunjawa. Kesinambungan komoditas rumput laut dapat dilakukan sepanjang tahun. Nelayan/petani rumput laut di Karimun Jawa umumnya menjual produknya kepada pengepul, untuk kemudian dipasarkan ke Jepara dan ada juga yang langsung ke Surabaya dengan harga Rp. 5.300/kg serta sebagian rumput laut setengah kering dari pengepul kepada eksportir di Panarukan (Situbondo) dengan harga Rp.4.500/kg. Dari berbagai kegiatan alternatif selain perikanan tangkap, maka budidaya rumput laut merupakan pilihan yang paling baik. Hal ini antara lain ditunjang oleh terpenuhinya persyaratan fisik lingkungan, permintaan pasar cukup tinggi, sebagian besar masyarakat telah mengenalnya serta merupakan kegiatan yang didorong untuk dikembangkan oleh pemerintah daerah.

45

Untuk menghasilkan produksi yang baik, maka diperlukan beberapa persyaratan lokasi antara lain : Perairan harus tenang, terlindung dari pengaruh angin dan ombak Tersedianya rumput alami setempat Kedalaman perairan tidak boleh kurang dari 60 cm pada saat surut Kualitas air memiliki suhu antara 26 - 33 C, salinitas antara 15 yang kuat

terendah dan tidak boleh lebih dari 2,1 meter pada saat pasang tertinggi 38 , dengan kondisi optimum pada salinitas 25 , pH normal cenderung basa. Dasar perairan cocok untuk penempatan konstruksi Jauh dari sumber air tawar, seperti muara sungai atau daerah yang Bebas dari bahan pencemar, misalnya limbah rumah tangga,

banyak dimasuki air tawar tumpahan minyak, buangan industri dan lain-lain. Secara umum, seluruh wilayah perairan laut sekitar Pulau Karimunjawa memenuhi beberapa persyaratan fisik dan kimia perairan seperti terlihat pada tabel dibawah ini.

Tabel 4.N o. 1. 2.

Kondisi Fisik dan Kimia Perairan Pulau Karimunjawa dan KemujanKecerah Suh an (m) u