Top Banner
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Trauma merupakan penyebab utama kematian pada populasi dibawah umur 45 tahun dan merupakan penyebab kematian no. 4 pada seluruh populasi. Lebih dari 50% kematian disebabkan oleh cidera kepala. Kecelakaan kendaraan bermotor menrupakan penyebab cedera kepala pada lebih dari 2 juta orang setiap tahunnya, 75.000 orang meninggal dunia dan lebih dari 100.000 orang yang selamat akan mengalami disabilitas permanent. Di Amerika kecelakaan lalu lintas telah menduduki tempat keempat sebagai penyebab kematian yang utama, bahkan nomor satu pada golongan usia 0-40 tahun. Insiden trauma kapitis karena kecelakaan di Indonesia adalah 30% meninggal dalam satu minggu perawatan, 40% meninggal dalam satu hari perawatan dan 50% meninggal sebelum tiba di rumah sakit. Menurut data Medical Record Rumah Sakit Stella Maris Makassar pasien yang dirawat dengan trauma kapitis sepanjang tahun 2009 berjumlah 31 orang (0,36%) dari 8574 pasien di Rumah Sakit Stella Maris Makassar. Kasus terbanyak pada usia dewasa muda-tua sebanyak 16 orang (0,19%) disusul kemudian pada kelompok usia remaja 12 orang (0,14%) dan kassus terendah pada kelompok usia lanjut yaitu 3 orang (0,03%). Berdasarkan jenis kelamin, ditentukan kasus trauma kapitis lebih banyak di alami oleh Laki-laki yaitu 19 jiwa (0,22%) sedangkan perempuan sebanyak 12 jiwa (0,14%). Tercatat pula angka kematian pad kasus ini sebanyak 1 pasien (0,01%).
33

Tgas Gadar Trauma Kapitis

Jul 21, 2016

Download

Documents

Masykur Khair

Trauma kapitis merupakan trauma yang terjadi pada kepala baik itu karena trauma tumpul maupun tajam
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Tgas Gadar Trauma Kapitis

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Trauma merupakan penyebab utama kematian pada populasi dibawah umur 45 tahun dan merupakan penyebab kematian no. 4 pada seluruh populasi. Lebih dari 50% kematian disebabkan oleh cidera kepala. Kecelakaan kendaraan bermotor menrupakan penyebab cedera kepala pada lebih dari 2 juta orang setiap tahunnya, 75.000 orang meninggal dunia dan lebih dari 100.000 orang yang selamat akan mengalami disabilitas permanent.

Di Amerika kecelakaan lalu lintas telah menduduki tempat keempat sebagai penyebab kematian yang utama, bahkan nomor satu pada golongan usia 0-40 tahun. Insiden trauma kapitis karena kecelakaan di Indonesia adalah 30% meninggal dalam satu minggu perawatan, 40% meninggal dalam satu hari perawatan dan 50% meninggal sebelum tiba di rumah sakit.

Menurut data Medical Record Rumah Sakit Stella Maris Makassar pasien yang dirawat dengan trauma kapitis sepanjang tahun 2009 berjumlah 31 orang (0,36%) dari 8574 pasien di Rumah Sakit Stella Maris Makassar. Kasus terbanyak pada usia dewasa muda-tua sebanyak 16 orang (0,19%) disusul kemudian pada kelompok usia remaja 12 orang (0,14%) dan kassus terendah pada kelompok usia lanjut yaitu 3 orang (0,03%). Berdasarkan jenis kelamin, ditentukan kasus trauma kapitis lebih banyak di alami oleh Laki-laki yaitu 19 jiwa (0,22%) sedangkan perempuan sebanyak 12 jiwa (0,14%). Tercatat pula angka kematian pad kasus ini sebanyak 1 pasien (0,01%).

Penyebab kematian pada pasien trauma kapitis yaitu adanya penekanan pada otak menyebabkan pembuluh darah pecah sehingga menyebabkan hematoma. Efek utama sering lambat sampai hematoma tersebut cukup besar dan akan menimbulkan edema otak. Edema otak ini dapat menyebabkan peningkatan intracranial yang dapat menyebabkan herniasi dan penekanan batang otak. Herniasi ini dapat menibulkan iskemik, infark, kerusakan otak irreversible dan kematian (Selekta Kapita, 2007).

Di samping penanganan di lokasi kejadian dan selama transportasi korban ke rumah sakit, penilaian dan tindakan awal di ruang gawat darurat sangat menentukan penatalaksanaan dan prognosis selanjutnya.Tindakan resusitasi, anamnesis dan pemeriksaan fisis umum serta neurologis harus dilakukan secara serentak. Pendekatan yang sistematis

Page 2: Tgas Gadar Trauma Kapitis

dapat mengurangi kemungkinan terlewatinya evaluasi unsur vital. Tingkat keparahan cedera kepala, menjadi ringan segera ditentukan saat pasien tiba di rumah sakit.

Kasus cedera kepala mempunyai beberapa aspek khusus penyembuhan, antara lain kemampuan regenerasi sel otak yang sangat terbatas, kemungkinan komplikasi yang mengancam jiwa atau menyebabkan kecacatan, juga karena terutama mengenai pria dalam usia produktif yang biasanya merupakan kepala keluarga. Adanya tingkat kesulitan dalam pengobatan dan penanganan menyebabkan tingginya angka kematian sehingga pragnosa pasien cedera kepala akan lebih baik bila penatalaksanaan dilakukan secara tepat dan cepat.

B. Tujuan Penulisan

Untuk memperoleh informasi tentang pelaksanaan asuhan keperawatan pada pasien dengan trauma kapitis

C. Manfaat Penulisan

1. Instansi Universitas/Program StudiDapat menjadi referensi bagi pihak Pogram Studi maupun Universitas dalam meningkatkan kualitas belajar dan mengajar bagi mahasiswa, khususnya tentang pentingnya pertolongan pertama pada kasus Trauma Capitis.

2. DosenDapat menjadi referensi bagi Dosen dalam menjalankan proses belajar- mengajar bagi mahasiswa, khususnya tentang kasus Trauma Capitis.

3. MahasiswaSelain dapat dijadikan referensi dalam proses perkuliahan juga yang terpenting adalah dapat dijadikan sebagai sumber pengetahuan dan keterampilan yang lebih mendalam tentang pelaksanaan Asuhan Keperawatan pada pasien dengan Trauma Capitis.

Page 3: Tgas Gadar Trauma Kapitis

BAB II

KONSEP DASAR MEDIS

A. PengertianTrauma  kapitis adalah ganguan traumatik yang menyebabkan

gangguan fungsi otak  disertai atau tanpa disertai perdarahan intestiri dan tidak menganggu jaringan otak.

Cedera kepala adalah trauma yang mengenai otak disebabkan oleh kekuatan eksternal yang menimbulkan perubahan tingkat kesadaran dan perubahan kemampuan kognitif, fungsi fisik, fungsi tingkah laku dan emosional (Widagdo, Wahyu, 2008).

Trauma atau cedera kepala juga dikenal sebagai cedera otak adalah gangguan fungsi normal otak karena trauma baik trauma tumpul maupun trauma tajam. Deficit neurologis terjadi karena robeknya substansi alba, iskemia, dan pengaruh massa karena hemoragik, serta cedera serebral di sekitar otak. (Batticaca, Fransisca B., 2008 : hal 96)

B. KlasifikasiTrauma kapitis dapat diklasifikasikan berdasarkan lokasi yang terkena trauma:a. Cedera kulit kepala

Luka pada kulit kepala merupakan tempat masuknya kuman yang dapat menyebabkan infeksi intracranial. Trauma dapat menyebabkan abrasi, kontusio, laserasi, atau avulse

b. Fraktur tengkorakFraktur tengkorak adalah rusaknya kontinuitas tulang tengkorak yang disebabkan oleh trauma. Ini dapat terjadi dengan atau tanpa kerusakan otak. Adanya fraktur tengkorak dapat menimbulkan dampak tekanan yang kuat. Fraktur tengkorak dapat terbuka atau tertutup. Pada fraktur tengkorak terbuka terjadi kerusakan pada dura meter sedangkan pada fraktur tertutup keadaan dura meter tidak rusak.

c. Cedera otak1. Komosio serebral

Keadaan dimana berhentinya sementara fungsi otak dengan atau tanpa kehilangan kesadaran sehubungan dengan aliran darah ke otak. Kondisi biasanya tidak terjadi kerusakan dari struktur otak dan merupakan keadaan ringan.

2. Kontusio serebralKontusio serebral merupakan cedera kepala berat, dimana otak mengalami memar, dengan kemungkinan adanya daerah yang mengalami hemoragik.

3. Hemoragi intracranial

Page 4: Tgas Gadar Trauma Kapitis

Hematoma yang terjadi di dalam kubah cranial, adalah akibat serius dari cedera kepala. Hematoma disebut sebagai epidural, subdural, intraserebral dan subarachnoid bergantung pada lokasinya.a. Hematoma epidural

Setelah cedera kepala, darah berkumpul di dalam ruang epidural diantara tengkorak dan dura. Keadaan ini sering diakibatkan dari fraktur tulang tengkorak yang menyebabkan arteri meningeal media putus atau rusak, di mana arteri ini berada diantara dura dan tengkorak daerah inferior temporal, hemoragi karena arteri ini menyebabkan penekanan batang otak.

b. Hematoma subduralPengumpulan darah di antara dura dan dasar otak paling sering diakibatkan oleh trauma, hemoragi subdural. Lebih sering terjadi pada vena dan merupakan akibat putusnya pembuluh darah kecil yang menjembatani ruang subdural.

c. Hemoragik intraserebral dan hematomaHemoragik intraserebral adalah pendarahan ke dalam substansi otak. Hemoragi ini biasanya terjadi pada cedera kepala dimana tekanan mendesak ke kepala sampai area kecil.

d. Perdarahan subarachnoidAkumulasi darah di bawah membran arakhnoid, tetapi di atas piameter. Ruang ini dalam keadaan normal hanya mengandung cairan serebrospinalis. Perdarahan subarachnoid terjadi akibat pecahnya aneurisma intrakranium atau cedera kepala. Penimbunan darah di atas atau di bawah meningen menyebabkan peningkatan tekanan di jaringan otak.

Cedera kepala dapat dibagi 3 kelompok berdasarkan nilai GCS (Glasgow Coma Scale) yaitu :

1. CKR (Cedera Kepala Ringan) : GCS >13 Tidak terdapat kelainan pada CT scan otak Tidak memerlukan tindakan operasi Lama dirawat di RS <48 jam

2. CKR (Cedera Kepala Sedang) : GCS 9-13 Ditemukan kelainan pada CT scan otak Memerlukan tindakan operasi untuk lesi intrakranial Dirawat di RS setidaknya 48 jam

3. CKR (Cedera Kepala Berat) : bila dalam waktu 48 jam setelah trauma, nilai GCS < 9

(Dewanto, George, 2009 : hal 12)

Page 5: Tgas Gadar Trauma Kapitis

C. EtiologiCidera kepala dapat disebabkan oleh dua hal antara lain : Benda tajam

Trauma benda tajam dapat menyebabkan cidera setempat. Benda tumpul

Dapat menyebabkan cidera seluruh kerusakan terjadi ketika energi/kekuatan diteruskan kepada otak.

Penyebab lain: kecelakaan lalulintas jatuh pukulan kejatuhan benda kecelakaan kerja /industri cidera lahir luka tembak(Cholik dan Saiful, 2007, hal. 25)

D. PatofisiologiPada saat terjadinya cedera kepala maka akan mengakibatkan

terjadinya comotio cerebri dimana hilangnya fungsi neurologik sementara tanpa kerusakan struktur. Getaran otak hanya sedikit saja yang dapat menimbulkan amnesia retrograde yang akan disertai dengan disfungsi kognitif, pusing, sakit kepala, disorientasi, gangguan tidur.

Tekanan ini menyebabkan bagian medial lobus mengalami herniasi di bawah tepi tentorium. Tekanan herniasi pada sirkulasi arteria ke formatio retikulasi medula oblongata menyebabkan hilangnya kesadaran. Di tempat ini juga terdapat saraf oculomotorius yang tertekan sehingga menyebabkan dilatasi pupil, prosis kelopak mata. Pada saat terjadi ruptur arteri maka mikroorganisme dapat masuk ke meningen dan akan menyebrang bloodbrain barrier sehingga menyebabkan ruang meningen menyempit dan terjadi penurunan perfusi serebral dan mengakibatkan iskemia sehingga aktifitas elektrik terganggu dimana pompa Na dan K gagal sehingga terjadi penumpukan/edema serebral dan menimbulkan TIK meningkat, terjadi herniasi batang otak yang akan mengakibatkan penurunan kesadaran. Dapat pula berakibat penekanan pons dan medula sehingga terjadi henti nafas dan jantung serta dapat mengakibatkan kematian.

Dapat terjadi pengumpulan darah dalam ruang subdural yang mengakibatkan ruptur vena dimana akumulasi darah dalam ruang subdural dikelilingi oleh membran fibrosa dan terjadi kerusakan sel-sel darah dalam hematon sehingga terjadi peredaran tekanan osmotik yang menyebabkan tertariknya cairan ke dalam hematom. Bekuan darah membesar dan tekanan hematom meningkat yang dapat menimbulkan tanda-tanda seperti sakit kapala, latergi, gangguan kognitif, hemiparesis.

Page 6: Tgas Gadar Trauma Kapitis

Pengumpulan darah juga dapat terjadi dalam ruang intraserebal yang dapat mengakibatkan penekanan/pergeseran/pemisahan jaringan otak yang berdekatan yang dapat mengakibatkan iskemia jaringan otak yang selanjutnya terjadi nekrosis jaringan otak sehingga mengakibatkan gangguan fungsi serebal yang mempengaruhi lobus frontal (gangguan mental, gangguan prosis pikir, emosi labil, gangguan motorik), lobus parietal (afasia, gangguan bicara, disorientasi, penurunan kesadaran, apatis, koma), lobus oksipital pandangan kabur, diplopia, pupil Anisokor.

Trauma capitis dapat menyebabkan terjadinya pendarahan subarachnoid karena robeknya pembuluh-pembuluh darah di dalam subarachnoid sehingga terjadi akumulasi darah di bawah membran arachnoid di atas piameter menyebabkan penimbunan darah di atas/di bawah meningen sehingga terjadi peningkatan tekanan di jaringan otak menimbulkan tanda seperti penigkatan TIK, nyeri kapala, pusing, pupil anisokor, kaku kuduk, penurunan kesadaran, hemiparese (Markam, Soemarmo, 2007).

Dapat pula terjadi fraktur basis Cranii pada fossa anterior sehingga menyebabkan Rhinorea, fossa media karena robekan durameter dapat menimbulkan otorea, fossa posterior dapat terjadi hematom sehingga terjadi herniasi batang otak dan mengakibatkan kematian.

E. Manifestasi KlinikAdapun manifestasi klinik trauma kepala yaitu:a. Mual dan muntah

Dengan peningkatan TIK merangsang kelenjar pituitari dan steroid sehingga sekresi asam lambung meningkat (Latief, Bahtiar,2008).

b. Sakit kepalaVasakontriksi arteri pada kulit kepala dan pembuluh-pembuluh darah serebri sedangkan pembuluh-pembuluh darah ekstrakranium dan intrakranium mengalami dilatasi.

c. DisorientasiAdanya kerusakan pada lobus temporalis sebelah kanan disebabkan oleh benturan yang mengenai jaringan otak.

d. Kelemahan pada salah satu sisi tubuhAdanya kerusakan pada lobus parietalis bagian anterior.

e. KejangTerjadinya kerusakan pada lobus frontalis.

f. Defekasi dan berkemih tanpa disadariTerjadinya kerusakan pada serebrum.

g. Penurunan kesadaranPenekanan dan pengembangan gaya kompresi yang destruktif sehingga otak akan membentang batang otak dengan sangat kuat dan terjadi blokade reversible terhadap lintasan asendens retikular difus yang berakibatkan otak tidak mendapatkan input afferent.

Page 7: Tgas Gadar Trauma Kapitis

h. Denyut nadi lambatAdanya tekanan pada pusat vasomotor akan meningkatkan transmisi rangsangan parasimpatik ke jantung (Cache, 2009).

i. Tekanan darah meningkatAkibat adanya pendarahan otak akan mempengaruhi tekanan vaskuler dimana penurunan tekanan vaskuler pembuluh darah arterial berkontraksi. Aktivitas myokard berubah termasuk peningkatan frekuensi jantung. Tidak adanya stimulus endogen saraf simpatis mempengaruhi penurunan kontraktivitas ventrikel. Hal ini bisa meningkatkan atrium kiri sehingga tubuh berkompensasi dengan meningkatkan tekanan darah (Cache, 2009).

j. Suhu subnormalTerjadi karena adanya rangsangan di hypothalamus sebagai pengatur suhu tubuh (Yudy, 2008).

k. Paralisis ekstermitasTerjadi akibat kerusakan yang luas pada lobus parietalis.

l. Gerakan mata dan motorik abnormalTerjadi akibat kerusakan pada jaringan otak sehingga mengakibatkan fungsi pusat-pusat otak tepatnya di korteks serebri pada lobus oksipital.

m. Dilatasi pupilTerjadi akibat peningkatan tekanan atau menyebarnya bekuan darah pada otak sehingga mendesak otak pada saraf okulomotorius dan opitikal.

n. Peningkatan TIKTekanan darah intrakranium dapat mengakibatkan apabila terjadi peningkatan tekanan pada jaringan, cairan serebrospinalis, atau darah di kranium.

o. Pernapasan cepatKerusakan serebrum, pusat otak yang mengontrol, mempertahankan irama pola nafas yang teratur, pusat kontrol menghilang apabila serebrum menghilang apabila serebrum mengalami kerusakan. Orang mulai bernafas dalam pola yang bergantung pada karbondioksida dan ion hidrogen yang dihasilkan oleh batang otak. Pada pola ini, pernapasan apnu sampai penimbunan karbondioksida mencapai ambang tertentu, penimbunan ini menyebabkan hipervetilasi.

p. Sukar bicaraAdanya gangguan pada serebrum yaitu broca dan wernicke, di mana fungsi broca mengendalikan bicara dan wernicke bertanggung jawab untuk menerima dan mengartikan bahasa.

q. Kelemahan sistem saraf cranial (Syaifuddin, 2006):1) Jika trauma pada lobus frontal: gangguan mental, gangguan proses

pikir, emosi labil, dan gamgguan motorik.2) Jika trauma pada lobus parietal: nervus yang terganggu yaitu nervus II

– optikus, nervus V – mandibularis, nervus VIII – audiotorius, nervus IX - Glosofaringeus, dan nervus X - vagus.

Page 8: Tgas Gadar Trauma Kapitis

3) Jika trauma pada lobus temporal: nervus yang terganggu yaitu nervus I – olfaktorius, nervus V – troklearis, nervus VII – fasialis, nervus VIII – audiotorius, nervus IX – Glosofaringeus, dan nervus X – vagus.

4) Jika trauma pada lobus oksipital: nervus yang terganggu yaitu nervus II – optikus.

F. Test DiagnostikAda beberapa metode yang digunakan untuk mendeteksi kelainan yang terjadi di otak akibat trauma capitis yaitu:a. CT Scan

Mengidentifikasi adanya sol, hemoragik, menentukan ukuran ventrikuler, dan pengeseran otak.

b. MRIMenentukan letak dan luasnya cedera.

c. EEGUntuk memperlihatkan keberadaan atau berkembangnya gelombang patalogis.

d. Angiografi cerebralMenunjukan kelainan sirkulasi serebral seperti pengeseran jaringan otak akibat edema, pendarahan, trauma.

e. Sinar XMendeteksi adanya perubahan struktur tulang (fraktur), pergeseran struktur dari garis tengah (karena pendarahan, edema), adanya fragmen tulang.

f. BAER (Brain Audiotory Evokedrespon)Menentukan fungsi korteks dan batang otak.

g. PET (Positron Emission Tomography)Menunjukkan perubahan aktivitas meteabolisme pada otak.

h. Pungsi lumbal CSSDapat menduga kemungkinan adanya perdarahan subarachnoid.

i. GDA (Gas Darah Arteri)Mengetahui kondisi oksigen dan CO2. Oksigen yang adekuat sangat diperlukan untuk mempertahankan metabolisme serebral. CO2 sangat berpengaruh untuk vasodilator yang dapat mengakibatkan edema serebral dan peningkatan ICP (Latief, Bahtiar, 2009).

j. Kimia /elektrolit darahMengetahui ketidakseimbangan elektrolit, Natrium, Kalium. Dimana elektrolit diperlukan untuk memonitor kemungkinan adanya infeksi untuk kondisi yang berhubungan dengan aliran darah serebral dan metabolisme. Natrium merupakan kation yang banyak terdapat dalam cairan ekstraseluler (CES), dimana Natrium bertanggung jawab terhadap konduksi impuls neuromuskuler melalui pompa Natrium. Kalium merupakan elektrolit intraseluler, bila ada kerusakan jaringan/trauma

Page 9: Tgas Gadar Trauma Kapitis

Kalium keluar dari sel dan masuk ke dalam cairan ekstraseluler (Harnawatiaj, 2008).

k. Darah lengkap (Hb dan leukosit)Pada kasus trauma capitis Hb menurun disebabkan karena ketidakmampuan jaringan untuk menghantarkan oksigan ke otak sedangkan leukosit meningkat karena adanya infeksi (Latief, bahtiar 2008).

l. Pemeriksaan toksologiMendeteksi obat yang mungkin bertanggung jawab terhadap penurunan kesadaran.

m. Kadar antikonvulsan darahDapat dilakukan untuk mengetahui tingkat terapi yang cukup efektif untuk mengatasi kejang.

G. KomplikasiAkibat lanjut yang akan terjadi pada pasien dengan trauma capitis yaitu:a. Meningitis

Trauma dasar tengkorak yang disertai rinorea dan otorea berupa likuor yang menandai luka durameter, kemudian mengalami kenaikan suhu badan, penurunan kesadaran dan gejala rangsangan selaput otak.

b. Herniasi batang otakDiakibatkan dari peningkatan tekanan intrakranial yang berlebihan, bila tekanan bertambah di ruang krainal dan penekanan jaringan otak ke arah batang otak. Tingginya tekanan pada batang otak menyebabkan penghentian aliran darah ke otak dan menyebabkan anoksia otak dan tidak dapat pulih dan mati otak.

c. Edema serebralDisebabkan dari peningkatan tekanan intrakranial pada pasien yang mendapat cedera kepala. Tekanan intrakranial meningkat karena ketidakmampuan tengkorak utuh untuk membesar, meskipun volume oleh pembengkakan otak diakibatkan dari trauma.

d. Diabetes insipdusDapat disebabkan oleh kerusakan traumatic pada tingkat hipofisis, mrnyebabkan penghentian sekresi hormon antideuretik (Cache, 2008).

e. InfeksiFraktur tengkorak atau luka terbuka dapat merobek membran (meningen) sehingga kuman dapat masuk (Khyar, Yayan,2008).

f. Kebocoran serebrospinalisAkibat fraktur pada fossa anterior dekat sinus frontal atau dari fraktur tengkorak bagian petrous tulang tengkorak (Khyar, Yayan, 2008).

g. Kerusakan sarafCedera pada basis tengkorak dapat menyebabkan kerusakan pada nervus fasialis sehingga terjadi paralisis dari otot-otot fasialis atau

Page 10: Tgas Gadar Trauma Kapitis

kerusakan dari saraf untuk pergerakan bola mata yang menyebabkan terjadinya penglihatan ganda (Khyar, Yayan, 2008).

H. Penatalaksanaan MedicPenatalaksanaan medik trauma capitis dapat dibagi dua yaitu:a. Penatalaksanaan keperawatan (Hidayat, 2009):

1) Observasi tanda-tanda vital 24 jam.2) Pasien diistirahatkan atau tirah baring.3) Jika pasien masih muntah sementara dipuasakan terlebih dahulu.4) Pemasangan selang nasogastrik bila motolitas lambung menurun.

b. Penatalaksanaan pengobatan :1. Manitol IV

Dosis awal 1 g /kg BBEvaluasi 15 – 20 menit (bila belum ada perbaikan tambahan dosis 0,25 g /kg BB)Hati-hati terhadap kerusakan ginjal

2. SteroidDigunakan untuk mengurangi edema otak

3. Bikarbonas NatrikusUntuk mencegah terjadinya asidosis

4. AntikonvulsanMasih bersifat controversialTujuan : untuk profilaksis kejang

5. Terapi KomaMerupakan langkah terakhir untuk mengendalikan TIK secara konservatif. Terapi ini menurunkan metabolisme otak,mengurangi edema & menurunkan TIK. Biasanya dilakukan 24 – 48 jam.

6. AntipiretikDemam akan memperburuk keadaan karena akan meningkatkan metabolisme dan dapat terjadi dehidrasi, kerusakan otak. Jika penyebab infeksi tambahkan antibiotik.

7. SedasiGaduh, gelisah merupakan gejala yang sering ditemukan pada penderita cidera otak dan dapat meningkatkan TIK.Lorazepam (ativan) 1 – 2 mg IV/IM dapat diberikan dan dapat diulang pemberiannya dalam 2 – 4 jam.Kerugian : tidak dapat memantau kesadaran penderita.

8. Antasida – AH2Untuk mencegah perdarahan GIT : simetidin, ranitidin, famotidin.Furosemid adakalanya diberikan bersama dengan obat anti edema lain. Dosis : 1 mg/kg BB IV, dapat diulang tiap 6 – 12 jam.

Page 11: Tgas Gadar Trauma Kapitis

BAB III

KONSEP DASAR KEPARAWATAN

1. Pengkajian BREATHING, Kompresi pada batang otak akan mengakibatkan

gangguan irama jantung, sehingga terjadi perubahan pada pola napas, kedalaman, frekuensi maupun iramanya, bisa berupa Cheyne Stokes atau Ataxia breathing. Napas berbunyi, stridor, ronkhi, wheezing (kemungkinana karena aspirasi), cenderung terjadi peningkatan produksi sputum pada jalan napas.

BLOOD, Efek peningkatan tekanan intrakranial terhadap tekanan darah bervariasi. Tekanan pada pusat vasomotor akan meningkatkan transmisi rangsangan parasimpatik ke jantung yang akan mengakibatkan denyut nadi menjadi lambat, merupakan tanda peningkatan tekanan intrakranial. Perubahan frekuensi jantung (bradikardia, takikardia yang diselingi dengan bradikardia, disritmia).

BRAIN, Gangguan kesadaran merupakan salah satu bentuk manifestasi adanya gangguan otak akibat cidera kepala. Cedera kepala menyebabkan berbagai defisit neurologis terutama disebabkan pengaruh peningkatan TIK akibat adanya perdarahan baik bersifat intraserebral hematoma, subdural hematoma, dan epidural hematoma. Kehilangan kesadaran sementara, amnesia seputar kejadian, vertigo, sinkope, tinitus, kehilangan pendengaran, baal pada ekstrimitas. Bila perdarahan hebat/luas dan mengenai batang otak akan terjadi gangguan pada nervus cranialis, maka dapat terjadi : o Perubahan status mental (orientasi, kewaspadaan, perhatian,

konsentrasi, pemecahan masalah, pengaruh emosi/tingkah laku dan memori).

o Perubahan dalam penglihatan, seperti ketajamannya, diplopia, kehilangan sebagian lapang pandang, foto fobia.

o Perubahan pupil (respon terhadap cahaya, simetri), deviasi pada mata.

o Terjadi penurunan daya pendengaran, keseimbangan tubuh. o Sering timbul hiccup/cegukan oleh karena kompresi pada nervus

vagus menyebabkan kompresi spasmodik diafragma. o Gangguan nervus hipoglosus. Gangguan yang tampak lidah jatuh

kesalah satu sisi, disfagia, disatria, sehingga kesulitan menelan. BLADER, Pada cidera kepala sering terjadi gangguan berupa retensi,

inkontinensia uri, ketidakmampuan menahan miksi. BOWEL, Terjadi penurunan fungsi pencernaan: bising usus lemah, mual,

muntah (mungkin proyektil), kembung dan mengalami perubahan selera. Gangguan menelan (disfagia) dan terganggunya proses eliminasi alvi.

Page 12: Tgas Gadar Trauma Kapitis

BONE, Pasien cidera kepala sering datang dalam keadaan parese, paraplegi. Pada kondisi yang lama dapat terjadi kontraktur karena imobilisasi dan dapat pula terjadi spastisitas atau ketidakseimbangan antara otot-otot antagonis yang terjadi karena rusak atau putusnya hubungan antara pusat saraf di otak dengan refleks pada spinal selain itu dapat pula terjadi penurunan tonus otot.

2. Diagnosa KeperawatanDiagnosa keperawatan yang dapat terjadi pada trauma capitis antaralain sebagai berikut :a. Gangguan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan penghentian

aliran darah oleh SOL (hemoragi, hematoma); edema serebral (respos lokal atau umum pada cedera, perubahan metabolik, penurunan TD sistemik/hipoksia (hipovolemia, distritmia jantung).

b. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan kerusakan neurovaskuler (cedera pada pusat pernafasan otak). Kerusakan persepsi atau kognitif.

c. Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan transmisi/interpasi trauma atau defisit neurologis.

d. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan persepsi atau kognitif, penurunan kekuatan/tahanan, terapi pembatasan misalnya: tirah baring, imobilisasi.

e. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan jaringan trauma, kulit rusak, prosedur infasif, penurunan kerja silia, respon inflamasi tertekan, perubahan integritas sistem tertutup (kebocoran CSS).

f. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan perubahan kemampuan untuk mencerna nutrient, kelemahan otot yang diperlukan untuk mengunyah, menelan.

g. Perubahan proses keluarga berhubungan dengan transisi dan krisis situasional, ketidak pastian tentang hasil dan harapan.

h. Kurang pengetahuan mengenai kondisi dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan penajanan tidak mengenal informasi/sumber-sumber.

3. Perencanaan KeperawatanRencana keperawataan disusun berdasarkan diagnosa keperawatan yang muncul sebagai berikut:a. Perubahan perfusi jaringan serebral berhubungan dengan penghentian

aliran darah oleh SOL (hemoragi, hematoma); edema serebral (respon lokal atau umum pada cedera, perubahan metabolik, penurunan TD sistemik/hipoksia (hipovolemia, distritmia jantung).Hasil yang diharapkan: Mempertahankan tingkat kesadaran biasa/perbaikan, kognisi dan fungsi motorik/sensori. Mendemonstrasikan tanda vital stabil dan tidak ada tanda-tanda peningkatan TIK.Rencana tindakan:

Page 13: Tgas Gadar Trauma Kapitis

1) Tentukan faktor-faktor yang berhubungan dengan keadaan tertentu atau yang menyebabkan koma/penurunan perfusi jaringan otak dan potensial peningkatan TIK.Rasional: Menentukan pilihan intervensi. Penurunan tanda dan gejala neurologis atau kegagalan dalam pemulihannya setelah serangan awal mungkin menunjukkan bahwa pasien itu perlu dipindahkan ke perawatan intensif untuk memantau tekanan TIK/pembedahan.

2) Pantau/catat status neurologis secara teratur dan bandingkan dengan nilai standar (misalnya skala koma glaskow).Rasional: Mengkaji adanya kecenderungan pada tingkat kesadaran dan potensial peningkatan TIK dan bermanfaat menentukan lokasi perluasan dan perkembangan kerusakan sistem saraf pusat.

3) Pantau TD: catat adanya HT sistolik terus-menerus dan tekanan nadi semakin besar, frekuensi jantung, pernafasan.Rasional: Normalnya interegulasi mempertahankan aliran darah otak yang konstan pada saat fluktuasi TD sistemik.

4) Evaluasi keadaan pupil, catat ukuran, ketajaman, isokor, reaksinya terhadap cahaya.Rasional: Reaksi pupil diatur oleh saraf cranial akulomotor (III) dan berguna untuk menentukan apakah batang otak masih baik.

5) Turunkan stimulasi eksternal dan berikan kenyamanan seperti masase punggung, lingkungan yang tenang, suara/bunyi-bunyian yang lembut dan sentuhan yang hati-hati dan tepat.Rasional: memberikan efek ketenangan, menurunkan reaksi fisiologis tubuh dan meningkatkan istirahat untuk mempertahankan atau menurunkan TIK.

6) Bantu pasien untuk menghindari/membatasi batuk, muntah, pengeluaran feses yang dipaksakan/mengejan jika mungkin.Rasional: Aktivitas ini akan meningkatkan tekanan intratoraks dan intra abodemen yang dapat meningkatkan TIK.

7) Tinggikan kepala pasien 15-45 derajat sesuai idikasi yang dapat ditoleransi.Rasional: Meningkatnya aliran baik vena dari kepala, sehingga akan mengurangi kongesti dan edema atau resiko terjadinya peningkatan TIK.

8) Batasi pemberian cairan sesuai indikasi. Berikan cairan melalui TV dengan alat control.Rasional: Pembatasan cairan mungkin diperlukan untuk menurunkan edema serebral meminimalkan fluktuasi aliran vaskuler, tekanan darah (TD) dan TIK.

9) Berikan oksigen tambahan sesuai indikasi.Rasional: Menurunkan hipoksemia, yang mana dapat meningkatkan vasodilatasi dan volume darah serebral yang meningkatkan TIK.

10) Berikan obat sesuai indikasi.

Page 14: Tgas Gadar Trauma Kapitis

Rasional: Diuretik dapat digunakan pada fase akut untuk menurunkan air dari sel otak, menurunkan edema otak dan TIK.

b. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan kerusakan neurovaskuler (cedera pada pusat pernafasan otak). Kerusakan persepsi atau kognitif.Hasil yang diharapkan: Pasien dapat mempertahankan pola pernapasan normal/efektif, bebas simosis, dengan GDA dalam batas normal pasien.Rencana tindakan:1) Pantau frekuensi, irama kedalaman perbafasan. Catat ketidak

teraturan pernafasan.Rasional: Perubahan dapat menandakan awitan komplikasi pulmonal umumnya mengikuti cedera otak.

2) Anjurkan pasien untuk melakukan nafas dalam yang efektif jika pasien sadar.Rasional: Mencegah atau menurunkan atelektasis.

3) Auskultasi suara nafas, perhatikan daerah hipoventilasi dan adanya suara-suara tambahan yang tidak normal (seperti ronchi, mengi).Rasional: Untuk mengidentifikasi adanya masalah paru seperti atelektasis, kongesti atau obstruksi jalan nafas yang membahayakan oksigenasi serebral dan menandakan terjadinya infeksi paru (umumnya merupakan komplikasi dari cedera kepala).

4) Pantau penggunaan dari obat-obat depresan pernafasan seperti sedatif.Rasional: Dapat meningkat gangguan/komplikasi pernafasan.

5) Berikan oksigen.Rasional: Memaksimalkan oksigen pada daerah arteri dan membantu dalam pencegahan hipoksia. Jika pusat pernafasan tertekan, mungkin diperlukan ventilasi mekanik.

6) Pantau atau gambarkan analisa gas darah. Takanan oksimetri atau menandakan lokasi/luasnya keterlibatan otak.Rasional: Menentukan kecukupan pernafasan. Keseimbangan asam basa dan kebutuhan akan terapi.

c. Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan transmisi/interpasi trauma atau defisit neurologis.Hasil yang diharapkan: Pasien melakukan kembali/mempertahankan tingkat kesadaran dan fungsi persepsi.Rencana tindakan:1) Evaluasi/pantau secara teratur perubahan orientasi kemampuan

berbicara. Dalam perasaan efektif sensorik dan proses pikir.Rasional: Fungsi serebral bagian atas biasanya terpengaruh lebih dulu oleh adanya gangguan sirkulasi, oksigenasi kerusakan dapat terjadi saat trauma awal akibat dari pembengkakan atau pendarahan.

2) Kaji kesadaran sensorik seperti respon sentuhan panas, dingin, benda tajam/tumpul terhadap gerakan dan letak tubuh. Perhatikan adanya masalah penglihatan atau sensasi yang lain.

Page 15: Tgas Gadar Trauma Kapitis

Rasional: Informasi penting untuk keamanan pasien. Semua sistem sensorik dapat terpengaruh dengan adanya perubahan yang melibatkan peningkatan atau penurunan sensivitas atau kehilangan sensasi/kemampuan untuk menerima dan merespons sesuai pada simulasi.

3) Observasi respons perilaku seperti rasa bermusuhan. Menangis, efektif yang tidak sesuai.Rasional: Respon individu mungkin berubah – ubah namun umumnya seperti emosi yang labil frustasi apatis dan muncul tingkah laku impulsif selama proses penyembuhan dan trauma kepala.

4) Berikan simulasi yang bermanfaat verbal (berbincang-bincang dengan pasien), dan pendengaran (dengan tape, televisi, radio, pengunjung dan sebagainya).Rasional: Pilihan masukan sensorik secara cermat bermanfaat untuk menstimulasi pasien koma dengan baik selama melatih kembali fungsi kognitifnya.

5) Buat jadwal istirahat yang adekuat/periode tidur tanpa ada gangguan.Rasional: Mengurangi kelelahan, mencegah kejenuhan, memberikan kesempatan untuk tidur REM (ketidakadaan tidur REM ini dapat meningkatkan gangguan persepsi sensorik).

6) Berikan kesempatan yang lebih banyak untuk berkomunikasi dan melakukan aktivitas.Rasional: Menurunkan frustasi yang berhubungan dengan perubahan/pola respon yang memanjang.

d. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan persepsi atau kognitif berhubungan dengan penurunan kekuatan/tahanan, terapi pembatasan misalnya: tirah baring, imobilisasi.Hasil yang diharapkan: melakukan kembali/mempertahankan posisi fungsi optimal, meningkatkan kekuatan dan fungsi bagian tubuh yang sakit memungkinkan kembali aktivitas.Intervensi:1) Periksa kembali kemampuan dan keadaan secara fungsional pada

kerusakan yang terjadi.Rasional: Mengidentifikasikan kemungkinan kerusakan secara fungsional dan mempengaruhi pilihan intervensi yang akan dilakukan.

2) Kaji derajat mobilitas pasien dengan menggunakan skala ketergantungan (0-4)Rasional: Seseorang dalam semua kategori sama mempunyai resiko kecelakan namun dengan kategori dengan nilai 2-4 mempunyai resiko yang besar untuk terjadinya bahaya tersebut sehubungan dengan imobilisasi.

3) Instuksikan/bantu pasien dengan program latihan dan penggunaan alat mobilisasi tingkatkan aktivitas dan partisipasi dalam merawat diri sendiri sesuai kemampuan.

Page 16: Tgas Gadar Trauma Kapitis

Rasional: Proses penyembuhan yang lambat sering kali menyertai trauma kepala dan pemulihan secara fisik merupakan bagian yang amat penting dari suatu program pemulihan tersebut. Keterlibatan pasien dalam perencanaan dan kegiatan adalah sangat penting untuk meningkatkan kerja sama pasien atau keberhasilan dari suatu program tersebut.

4) Berikan perawatan kulit dengan cermat, masase dengan pelembab, dan ganti linen/pakaian yang basah dan pertahankan linen tersebut tetap bersih dan bebas dari kerutan (jaga tetap tegang).Rasional: meningkatkan sirkulasi dan elestisitasi kulit dan menurunkan resiko terjadinya ekskoriasi kulit.

5) Pantau haluan urine. Catat warna dan bau urine bantu dengan latihan kandung kemih jika memungkinkan.Rasional: Pemakaian kateter dilepas. Beberapa metode kontrol dapat dicoba, seperti kateterisasi intremiten (selama pengosongan sebagian atau seluruhnya).

e. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan jaringan trauma, kulit rusak, prosedur infasif, penurunan kerja silia, respon inflamasi tertekan, perubahan integritas sistem tertutup (kebocoran CSS).Hasil yang diharapkan: Mempertahankan normotomia, bebas tanda-tanda infeksi mencapai penyembuhan luka tepat waktu.Intervensi:1) Berikan perawatan aseptik dan antiseptik pertahankan teknik cuci

tangan yang baik.Rasional: Cara pertama untuk menghindari terjadinya infeksi nosokomial

2) Observasi daerah kulit yang mengalami kerusakan (seperti luka, garis jahitan) daerah yang terpasang alat invasi (terpasang infus dan sebagainya, catat katakteristik dari drainase dan adanya inflamasi.Rasional: Deteksi dini perkembangan infeksi mungkinkan untuk melakukan tindakan dengan segera dan pencegahan terhadap komplikasi selanjutnya.

3) Pantau suhu tubuh secara teratur. Catat adanya demam. Menggigil, diaforesis, dan perubahan fungsimental (penurunan keasadaran).Rasional: Dapat mengidikasikan perkembangan sepsis yang selanjutnya memerlukan evakuasi atau tindakan dengan segera.

4) Berikan perawatan perineal. Pertahankan integritasi dari sistem drainase urine tertutup jika menggunakannya anjurkan untuk minum adekuat.Rasional: menurunkan kemungkinan terjadinya pertumbuhan bakteri atau infeksi yang merambah naik.

5) Berikan antibiotik sesuai indikasi.Rasional: Terapi frofilatik dapat digunakan pada pasien yang mengalami trauma (perlukaan), kebocoran CSS atau setelah

Page 17: Tgas Gadar Trauma Kapitis

dilakukan pembedahan untuk menurunkan resiko terjadinya infeksi nosokomial.

f. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan perubahan kemampuan untuk mencerna nutrien, kelemahan otot yang diperlukan untuk mengunyah, menelan.Hasil yang diharapkan: Mendemonstrasikan pemeliharaan/kemajuaan peningkatan berat badan sesuai tujuan, tidak mengalami tanda malnutrisi.Intervensi:1) Kaji kemampuan pasien untuk menguyah menelan, batuk, dan

mengatasi sekresi.Rasional: Faktor ini menentukan pemilihan terhadap jenis makanan sehingga pasien harus terlindung dari aspirasi.

2) Timbang berat badan sesuai indikasi.Rasional: Mengevaluasi keefektifan atau kebutuhan mengubah pemberian nutrisi.

3) Berikan makan dalam jumlah kecil dan dalam waktu yang sering dengan teratur.Rasional: Meningkatkan proses pencernaan dan toleransi pasien terhadap nutrisi yang diberikan dan dapat meningkatkan kerjasama pasien saat makan.

4) Konsultasi dengan ahli gizi.Rasional: Merupakan sumber yang efektif untuk mengidentifikasikan kebutuhan kalori/nutrisi tergantung pada usia, berat badan, ukuran, tubuh, keadaan penyakit sekarang (trauma penyakit untung masalah metabolisme).

5) Pantau pemeriksaan laboratorium, seperti albumim darah transferin, keadaan asam amin, zat besi ureum/kreatinin keseimbangan nitrogen (CCT), glukosa AST/ALT dan elektrolit darah.Rasional: Mengidentifikasi defenisi nutrisi fungsi organ, dan respons terhadap terapi nutrisi tersebut.

6) Berikan makan dengan cara yang sesuai, seperti melalui selang NGT, melalui oral dengan makanan lunak dan cairan yang agak kental.Rasional: Pemilihan rute pemberian tergantung pada kebutuhan dan kemampuan pasien. Makan selalu selang (NGT) mungkin diperlukan pada awal pemberian. Jika pasien mampu menelan makanan lunak atau makanan setengah cair mungkin lebih mudah diberikan tanpa menimbulkan aspirasi.

7) Libatkan terapi wicara, terapi okupasi/fisioterapi jika masalah mekanis masih ada seperti gangguan refleks menelan, kaku rahang, kontraktur pada tangan dan paralisis.Rasional: Strategi/peralatan khusus mungkin diperlukan untuk meningkatkan kemampuan untuk makan.

g. Perubahan proses keluarga berhubungan dengan transisi dan krisis situasional, ketidak paastian tentang hasil dan harapan.

Page 18: Tgas Gadar Trauma Kapitis

Hasil yang diharapkan: mulai mengekspresikan perasaan dengan bebas dan tepat mengidentifikasikan sumber-sumber internal dan eksternal untuk menghadapi situasi, mendorong dan memungkinkan anggota yang cedera untuk maju kearah kemandirian.Intervensi:1) Anjurkan keluarga untuk mengemukakan hal-hal yang menjadi

perhatiannya tentang keseriusan kondisi kemungkinan untuk meninggal, atau kecatatan (ketidak mampuan)Rasional: Pengungkapan tentang rasa takut secara terbuka dapat menurunkan ansietas dan meningkatkan koping terhadap realitas.

2) Dengarkan pasien dengan penuh perhatian selama pasien mengungkapkan ketidakberdayanya yang membuatnya gelisah.Rasional: kegembiraaan dapat berubah menjadi kesedihan/kemarahan akan kehilangan dan kebutuhan pertemuan dengan orang baru yang mungkin asing bagi keluarga dan bahkan tidak disukai oleh keluarganya. Berlarutnya perasaan seperti tersebut diatas dapat menimbulkan depresi.

3) Berikan penguatan awal terhadap penjelasan tentang luasnya trauma, rencana pengobatan dan prognosisnya berikan informasi yang tepat dan akurat pada tingkat pemahaman yang dapat di terima saat ini.Rasional: Pasien/orang terdekat tidak dapat menyergap/memahami semua informasi yang disampaikan dan hambatan dapat terjadi sebagai akibat dari emosi karena trauma. Dengan berjalannya waktu penguatan terhadap informasi yang telah diberikan dapat membantu menurunkan konsepsi yang keliru, takut tentang sesuatu yang tidak diketahui/perkiraan dimasa yang akan datang.

4) Libatkan keluarga dalam pertemuan tim rehabilitasi dan perencanaan perawatan pengambilan keputusan.Rasional: Menfasilitasi komunikasi, memungkinkan keluarga untuk menjadi bagian integral dari rehabilitasi dan memberikan rasa kontrol.

h. Kurang pengetahuan mengenai kondisi dan kebutuhan pengobatan: berhubungan dengan kurang pemajanan tidak mengenal informasi/sumber-sumber.Hasil yang diharapkan: berpartisipasi dalam proses belajar mengungkapkan pemahaman tentang kondisi, aturan pengobatan, potensi komplikasi.Intervensi:1) Berikan kembali informasi yang berhubungan dengan proses trauma

dan pengaruh sesudahnya.Rasional: membantu dalam menciptakan harapan yang realistis dan meningkatkan pemahaman pada keadaan saat ini dan kebutuhannya.

2) Berikan kembali/berikan penguatan terhadap pengobatan yang diberikan sekarang. Identifikasi program yang kontinu proses penyembuhan.

Page 19: Tgas Gadar Trauma Kapitis

Rasional: Aktivitas, pembahasan, pengobatan/kebutuhan terapi yang direkomendasikan diberikan disusun atas dasar pendekatan antar disiplin dan evaluasi amat penting untuk perkembangan pemulihan/pencegahan terhadap komplikasi.

3) Diskusikan rencana untuk memenuhi kebutuhan perawatan diri.Rasional: berbagai tingkat bantuan mungkin perlu direncanakan yang didasarkan atas kebutuhan yang bersifat individual.

4) Identifikasikan/tanda adanya faktor resiko secara individual, seperti kebocoran CSS yang lama pasca trauma.Rasional: mengenal berkembangnya masalah memberikan kesempatan untuk mengevaluasi dan intervensi lebih awal untuk mencegah terjadinya komplikasi yang serius.

5) Diskusikan dengan pasien dengan orang terdekat perkembangan dari gejala seperti munculnya tanda dan gejala yang pernah dialaminya saat trauma terjadi (pikiran melayang, pikiran kacau, mimpi berulang/mimpi buruk) emosi/fisik yang sulit berespons (tumpul) perubahan gaya hidup termasuk adaptasi dan tingkah laku yang merusak.Rasional: dapat menjadi tanda adanya ekservasi respons pasca traumatik yang dapat terjadi dalam beberapa tahun setelah mengalami trauma.

4. Perencanaan pulangPasien dengan trauma kapitis memerlukan penyuluhan, yang mengalami gangguan berat rehabilitasi lama seperti untuk pasien dengan masalah motorik. Adapun uraian untuk penyuluhan yaitu sebagai berikut:a. Menganjurkan pasien untuk istirahat yang cukup.b. Menganjurkan keluarga untuk memenuhi kebutuhan pasien sehari-

hari.c. Menganjurkan pasien menghindari faktor-faktor yang dapat

meningkatkan TIK, seperti jangan bersin terlalu kuat, jangan mengangkat benda yang berat, jangan memaksakan tenaga, jangan mengedan waktu BAB.

d. Setelah keluar rumah sakit aktivitas harus disesuaikan dengan kemampuan fisik.

e. Menganjurkan pasien dan keluarga untuk kontrol sesuai yang telah dijadwalkan.

Page 20: Tgas Gadar Trauma Kapitis

BAB IV

PENUTUP

A. KESIMPULANTrauma kepala terdiri dari trauma kulit kepala, tulang kranial dan otak.

Klasifikasi cedera kepala meliputi trauma kepala tertutup dan trauma kepala terbuka yang diakibatkan oleh mekanisme cedera yaitu cedera percepatan (aselerasi) dan cedera perlambatan (deselerasi).

Cedera kepala primer pada trauma kepala menyebabkan edema serebral, laserasi atau hemorragi. Sedangkan cedera kepala sekunder pada trauma kepala menyebabkan berkurangnya kemampuan autoregulasi pang pada akhirnya menyebabkan terjadinya hiperemia (peningkatan volume darah dan PTIK). Selain itu juga dapat menyebabkan terjadinya cedera fokal serta cedera otak menyebar yang berkaitan dengan kerusakan otak menyeluruh.

Komplikasi dari trauma kepala adalah meningitis, infeksi, odema, herniasi, kerusakan saraf, dll. Penatalaksanaan pada pasien dengan trauma kepala adalah dilakukan observasi dalam 24 jam, tirah baring, jika pasien muntah harus dipuasakan terlebih dahulu dan kolaborasi untuk pemberian program terapi serta tindakan pembedahan.

B. SARAN

Kami berharap bagi siapa saja yang memegang catatan-catatan kami ini agar tidak dibiarkan begitu saja, marilah kita sama-sama membaca dan memahami isi dari coretan-coretan kami ini. Oleh kerena itu kami menyarankan agar tulisan-tulisan kami ini dapat dijadikan pegangan oleh siapapun, untuk yang memiliki agar dibaca dan untuk yang sudah membacanya agar disampaikan/diinformasikan kepada teman-teman yang lain sehingga dapat memahami masalah trauma kapitis dan dapat menjadi bekal dalam menjalani kehidupan di masyarakat nantinya.

C.

Page 21: Tgas Gadar Trauma Kapitis

PENYIMPANGAN KDM

Page 22: Tgas Gadar Trauma Kapitis

DAFTAR PUSTAKA

Batticaca, Fransisca B., 2008, Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Persarafan, Jakarta : Salemba Medika

Cholik dan Saiful. 2007. Buku Ajar Trauma Kepala Asuhan Keperawatan Klien dengan Cidera Kepala. Yogyakarta : Ardana Media.

Dewanto, George. 2009. Panduan Praktis Diagnosis dan Tata Laksana Penyakit Saraf. Jakarta : EGC

Judith M Wilkinson. 2007. Buku Saku Daignosis Keperawatan: Dengan Intervensi NIC dan Kriteria Hasil NO. EGC., Jakarta.

Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Persarafan. Jakarta : Salemba Medika

Nurjannah, Intansari. 2008. Fast Methods Of Formulating Nursing Diagnoses.

Yogyakarta : Macomedia.

Widagdo, Wahyu, 2008 ………..???

Markam, Soemarmo, 2007 ……………..

Latief, Bahtiar,2008 ……………..

Cache, 2009 ……………..

Yudy, 2008 ……………..

Harnawatiaj, 2008 ……………….

Khyar, Yayan,2008 ……………….

Hidayat, 2009 ……………………………..

(Sastrodiningrat, 2009).

Reissner (2009)

(Irwan, 2009).