TESIS ANALISIS KINERJA DINAS KESEHATAN KABUPATEN MAMBERAMO TENGAH PADA PROGRAM KESEHATAN IBU DAN ANAK PERFORMANCE ANALYSIS OF CENTRAL MAMBERAMO DISTRICT HEALTH OFFICE ON MATERNAL AND CHILD HEALTH PROGRAM SEMUEL TANDI SALLA PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2017
167
Embed
TESIS - digilib.unhas.ac.iddigilib.unhas.ac.id/uploaded_files/temporary/DigitalCollection/... · POA Plan of Action ... Khususnya Puskesmas dan rumah sakit di Indonesia, ... menunjukkan
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
TESIS
ANALISIS KINERJA DINAS KESEHATAN KABUPATEN MAMBERAMO TENGAH PADA
PROGRAM KESEHATAN IBU DAN ANAK
PERFORMANCE ANALYSIS OF CENTRAL MAMBERAMO DISTRICT HEALTH OFFICE
ON MATERNAL AND CHILD HEALTH PROGRAM
SEMUEL TANDI SALLA
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR 2017
ii
ANALISIS KINERJA DINAS KESEHATAN KABUPATEN MAMBERAMO TENGAH PADA
PROGRAM KESEHATAN IBU DAN ANAK
TESIS
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar Magister
Program Studi
Kesehatan Masyarakat
Disusun dan diajukan oleh
SEMUEL TANDI SALLA
kepada
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2017
TESIS
ANALISIS KINERJA DINAS KESEHATANKABUPATEN MAMBERAMO TENGAH
PADA PROGRAM KESEHATAN IBU DAN ANAK
Disusun dan diajukan oleh
sNomor Po 13504
ESIS
Ketua Anggota
Ketua Program StudiKesehatan Masyarakat,
FA Kesehatan Masyarakatddin,
a,ltlDr. Ridwan M. Thaha. M.Sc
iv
PERNYATAAN KEASLIAN TESIS
Yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Semuel Tandi Salla
Nomor Pokok : P1800213504
Program Studi : Kesehatan Masyarakat
Menyatakan dengan sebenarnya bahwa tesis yang saya tulis ini
benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri, bukan merupakan
pengambilalihan tulisan atau pemikiran orang lain kecuali yang
merupakan kutipan. Apabila dikemudian hari terbukti dan atau dibuktikan
bahwa sebagian dan atau keseluruhan tesis ini hasil karya orang lain,
saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan tersebut.
Makassar, 22 November 2017
Yang menyatakan,
Semuel Tandi Salla
v
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa
atas segala rahmat dan pertolongan-Nya sehingga tesis ini dapat
terselesaikan.
Penulis menyadari bahwa selama penulisan tidak terlepas dari
kekurangan dan keterbatasan. Namun karena adanya bimbingan, bantuan
dan dorongan dari berbagai pihak sehingga penyusunan tesis ini dapat
terselesaikan. Penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada
Prof.Dr.drg. Andi Zulkifli, M.Kes, sebagai Ketua Komisi Penasehat dan
Prof. Sukri Paluturri, SKM., M.Kes., M.ScPH, Ph.D., sebagai Anggota
Komisi Penasehat, Prof.Dr.dr. H.M.Tahir Abdullah, MPH.,MSPH, Dr.dr. Indahwaty Sidin, MHSM, dan Dr. Fridawaty Rivai, SKM.,M.Kes., selaku
penguji atas bimbingan dan arahan yang telah diberikan kepada penulis
sejak proses awal hingga akhir penyusunan tesis ini. Terima kasih juga
penulis sampaikan kepada:
1. Prof. Dr. Dwia Aries Tina Pulubuhu, MA., selaku Rektor Unhas yang
telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti
pendidikan program pasca Sarjana Universitas Hasanuddin.
2. Prof. Dr. drg. Andi Zulkifli, M.Kes., selaku Dekan Fakultas Kesehatan
Masyarakat beserta seluruh dosen dan pegawai yang telah
memberikan bantuan fasilitas selama penulis mengikuti pendidikan.
3. Dr. Ridwan M. Thaha, M.Sc., selaku Ketua Program Studi
Pascasarjana Fakultas Kesehatan Masyarakat beserta seluruh staf
pengelola yang telah banyak membantu penulis selama mengikuti
pendidikan di Pascasarjana Universitas Hasanuddin
4. Pihak Pimpinan Dinas Kesehatan Kabupaten Mamberamo Tengah
beserta seluruh informan yang telah memberikan kesempatan kepada
penulis dalam melaksanakan penelitian tesis.
vi
5. Orangtua, Istri dan anak-anak tercinta yang selalu mendoakan dan
mendukung penulis dalam menyelesaikan pendidikan.
6. Rekan-rekan seangkatan khususnya dari kelas Papua dengan segala
kekompakan dan kebersamaannya selama mengikuti pendidikan dan
kepada semua pihak yang namanya tidak tercantum tetapi telah
banyak membantu sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan
dan tesis ini.
Makassar, 22 November 2017
Semuel Tandi Salla
vii
viii
ix
DAFTAR ISI
Halaman
LEMBAR JUDUL i
LEMBAR PENGAJUAN ii
LEMBAR PERSETUJUAN iii
LEMBAR PERNYATAAN KEASLIAN iv
PRAKATA v
ABSTRAK vii
ABSTRACT viii
DAFTAR ISI ix
DAFTAR TABEL xi
DAFTAR GAMBAR xii
DAFTAR LAMPIRAN xiii
DAFTAR ARTI LAMBANG DAN SINGKATAN xiv
BAB I PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 9
C. Tujuan Penelitian 9
D. Manfaat Penelitian 10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 12
A. Kinerja 12
B. Kemampuan dan Keterampilan 23
C. Ketersediaan Dana 30
D. Supervisi Program 33
x
E. Perencanaan Program 40
F. Program Kesehatan Ibu dan Anak 48
G. Penelitian Terdahulu 60
H. Kerangka Teori 64
I. Kerangka Konsep 67
J. Defenisi Operasional 68
BAB III METODE PENELITIAN 70
A. Pendekatan dan Jenis Penelitian 70
B. Lokasi dan Waktu Penelitian 71
C. Pengelolaan Peran Sebagai Peneliti 71
D. Informan 72
E. Teknik Pengumpulan Data 74
F. Teknik Analisa Data 76
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 79
A. Hasil Penelitian 79
B. Pembahasan 98
BAB V PENUTUP 127
A. Kesimpulan 127
B. Keterbatasan Penelitian 128
C. Saran 128
DAFTAR PUSTAKA 131
xi
DAFTAR TABEL
Nomor Tabel halaman
Tabel 1. Cakupan program KIA tahun 2013 dan 2014 5
Tabel 2. Distribusi SPM menurut SK Kemenkes Nomor 741/2008 59
Tabel 5. Distribusi Hasil Evaluasi Cakupan Program Dinas Kesehatan
tahun 2016 89
Tabel 6. Distribusi Alokasi Dana Sumber Pembiayaan Kegiatan
Kesehatan di Kabupaten Mamberamo Tengah (tahun 2014-
2016) 92
Tabel 7. Alokasi Dana per Program (tahun 2014-2016) 93
xii
DAFTAR GAMBAR
Nomor Gambar halaman Gambar 1. Kerangka Teori 66
Gambar 2. Kerangka Konsep 67
Gambar 3. Peta Kabupaten Mamberamo Tengah 80
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Lampiran halaman
Lampiran 1. Pedoman Wawancara 135
Lampiran 2. Daftar Inisial Responden Menurut Jabatan 139
Lampiran 3. Matriks Analisis Data Hasil Penelitian 140
Lampiran 4. Permohonan Izin Penelitian 147
Lampiran 5. Rekomendasi Izin Penelitian dari Badan
Kesbangpol Kabupaten Mamberamo Tengah 148
Lampiran 6. Surat Keterangan Selesai Penelitian 149
Lampiran 7. Dokumentasi Penelitian 150
xiv
DAFTAR ARTI LAMBANG DAN SINGKATAN
Lambang/singkatan Arti dan keterangan
AKB Angka Kematian Bayi AKI Angka Kematian Ibu ANC Ante Natal Care APBD Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah APBN Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara APN Asuhan Persalinan Normal ASEAN Association of South East Asian Nation BALITBANGKES Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan BBLR Berat Badan Lahir Rendah BIKOR Bidan Koordinator BOK Bantuan Operasional Kesehatan BPJS Badan Penyelenggara Jaminan Sosial DAK Dana Allokasi Khusus DAU Dana Allokasi Umum Dkk dan kawan-kawan et al. et alli, dan kawan-kawan IBI Ikatan Bidan Indonesia KB Keluarga Berencana KESMAS Kesehatan Masyarakat KIA Kesehatan Ibu dan Anak KUA Kebijakan Umum Anggaran MDGs Milenium Development Goals MPS Making Pregnancy Safer MTBM Manajemen Terpadu Balita Muda MTBS Manajemen Terpadu Balita Sakit MTKP Majelis Tenaga Kesehatan Provinsi NKKBS Norma Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera OTSUS Otonomi Khusus PAD Pendapatan Asli Daerah PHBS Perilaku Hidup Bersih dan Sehat POA Plan of Action PP Peraturan Pemerintah P2P Pencegahan dan Pengendalian Penyakit P4K Program Perencanaan Persalinan dan Pencegahan komplikasi
xv
Lambang/singkatan Arti dan keterangan
RSUD Rumah Sakit Umum Daerah RENSJA Rencana Kerja RENSTRA Rencana Strategis RKPD Rencana Kerja Pembangunan Daerah RPJMD Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah RPJMN Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional SDKI Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia SDM Sumber Daya Manusia SKPD Satuan Kerja Perangkat Daerah SOP Standar Operasional Prosedur SPM Standar Pelayanan Minimal STR Surat Tanda Registrasi UCI Universal Child Immunization UPTD Unit Pelaksana Teknis Dinas UU Undang-undang YANKES Pelayanan Kesehatan
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indikator kesehatan dan kesejahteraan masyarakat di suatu negara
dapat dilihat dari Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi
(AKB) di negara tersebut. Indonesia menjadi salah satu negara di
Association of South East Asian Nation (ASEAN) yang memiliki AKI yang
tinggi. Menurut data Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI)
tahun 2007 AKI di Indonesia mencapai 228/100.000 kelahiran hidup.
Tidak hanya AKI saja yang tinggi, AKB di Indonesia juga masih sangat
tinggi yaitu sebanyak 35 bayi per seribu kelahiran hidup. Dengan jumlah
penduduk Indonesia yang mencapai 225.642.000 jiwa, ada 9.774 ibu
meninggal per tahun atau 1 orang ibu meninggal per jam dan 17 orang
bayi meninggal per jam yang berkaitan dengan kehamilan, persalinan dan
nifas (Balitbangkes 2013).
Secara umum ada tiga penyebab utama kematian ibu di Indonesia
yaitu 40-60% diakibatkan oleh perdarahan, 30% diakibatkan oleh infeksi
dan 20% diakibatkan oleh eklampsia. Kematiam ibu umumnya terjadi
pada kelompok ibu dengan resiko tinggi yang dapat mengancam jiwa ibu
dan janin. Sedangkan penyebab kematan bayi baru lahir adalah infeksi tali
pusat, imaturitas, BBLR dan asfiksia. Pemerintah telah menggalakkan
Program Safe Motherhood sejak tahun 1988 dengan keterlibatan berbagai
2
pihak baik pemerintah maupun organisasi non pemerintah, masyarakat
dan dukungan dari berbagai lembaga internasional. Upaya ini berhasil
menurunkan AKI dari 450 per 1.000 kelahiran hidup di tahun 1985 menjadi
334 per 1.000 kelahiran hidup pada tahun 1997. (Menkes, 2001)
Walaupun sudah menunjukkan penurunan yang signifikan, namun
jika dibandingkan dengan negara ASEAN lainnya, AKI di Indonesia masih
cukup tinggi. Oleh karena itu untuk mencapai target MDGs 2015 yaitu AKI
sebesar 102 per 100 ribu kelahiran hidup diperlukan upaya yang lebih
keras dan strategis. (Menkes, 2012)
Keputusan Menteri Kesehatan RI No.836/Menkes/SK/VI/2005
tentang Pedoman Pengembangan Manajemen Kinerja Bidan dan
Perawat. Pengembangan ini diharapkan dapat diterapkan diseluruh
sarana pelayanan kesehatan. Khususnya Puskesmas dan rumah sakit di
Indonesia, sehingga dapat mempercepat peningkatan pelayanan
kesehatan yang berkualitas dapat terwujud. (Menkes, 2005)
Upaya Pemerintah Indonesia dalam hal ini Kementerian Kesehatan
dalam rangka menekan AKI dan AKB serta peningkatan kualitas
pelayanan kesehatan ibu dan anak terlihat dalam program, salah satunya
melalui program Gerakan Sayang Ibu (Safe Motherhood), Program
Perencanaan Persalinan dan Pencegahan komplikasi (P4K). Pada
awalnya, program ini memfokuskan kegiatannya pada peningkatan
kapasitas bidan. Namun sasaran program kemudian bergeser pada
peningkatan dan perbaikan kinerja bidan, memperkuat kualitas pelayanan
3
kesehatan utamanya bagi kesehatan ibu dan anak. Kualitas pelayanan
kesehatan yang diberikan oleh tenaga bidan di unit pelayanan kesehatan
dasar tidak terlepas dari faktor gaji, keamanan kerja, kondisi kerja, kualitas
pengawasan teknis, kualitas hubungan interpesonal yang dapat
mempengaruhi kinerja dari luar diri bidan dan faktor pengakuan,
tanggungjawab, kemajuan, pekerjaan itu sendiri, kemungkinan untuk
pengembangan karier yang dapat mempengaruhi kinerja dari dalam diri
bidan. Kedua faktor ini cukup memberi andil dalam dalam menentukan
tinggi rendahnya kualitas pelayanan kesehatan ibu dan anak. (Menkes,
2001)
Undang-undang nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah
telah menetapkan bidang Kesehatan merupakan salah satu urusan wajib
yang harus dilaksanakan kabupaten/kota, penyelenggaraan urusan wajib
oleh daerah sebagai perwujudan otonomi atau kewenangan daerah dalam
pelaksanaan tugas dan kewajiban yang harus dipikul oleh kabupaten/kota.
Penyelenggaraan urusan pemerintah yang bersifat wajib, berpedoman
pada standar pelayanan minimal dilaksanakan secara bertahap dan
ditetapkan pemerintah. (Undang-undang, 2004).
Guna memberikan panduan dalam melaksanakan urusan wajib
pada bidang kesehatan telah ditetapkan Keputusan Menteri Kesehatan RI
nomor: 741/MENKES/PER/VII/2008 tentang Standar Pelayanan Minimal
Bidang Kesehatan di kabupaten/kota. Standar Pelayanan Minimal (SPM)
adalah tolok ukur kinerja pelayanan kesehatan yang diselenggarakan
4
yang merupakan urusan wajib daerah yang berhak diperoleh setiap
warga. Adapun pelayanan dasar adalah fungsi pemerintah dalam
memberikan dan mengurus keperluan kebutuhan dasar masyarakat untuk
meningkatkan taraf kesejahteraan rakyat. (Menkes, 2008)
Target tahunan SPM merupakan rencana kinerja kegiatan yang
dilaksanakan dalam kurun waktu tertentu, yang membutuhkan input dan
proses. Proses program kesehatan berupa kegiatan pelayanan individu,
kegiatan pelayanan masyarakat, kegiatan manajemen dan kegiatan
pengembangan kapasitas. (Gani, 2004)
Untuk pencapaian target SPM, maka sesuai dengan Keputusan
Menteri Kesehatan RI nomor 128/Menkes/SK/II/2004 tentang kebijakan
dasar puskesmas yaitu puskesmas mempunyai upaya kesehatan wajib
yang dikenal dengan basic six yang meliputi promosi kesehatan, KIA dan
KB, Imunisasi, pemberantasan penyakit menular, gizi dan pengobatan. Di
samping dapat melaksanakan upaya pelayanan kesehatan
pengembangan. (Menkes, 2004)
Data pada Tabel 1 menggambarkan cakupan program KIA tahun
2013 dan 2014 tidak jauh berbeda. Berdasarkan indikator SPM
menunjukkan bahwa semua cakupan program KIA tersebut masih di
bawah standar pencapaian target SPM.
5
Tabel 1. Cakupan program KIA tahun 2013 dan 2014 Kabupaten Mamberamo Tengah:
No Indikator Cakupan Dinkes
2013 (%)
Cakupan Dinkes
2014 (%) Standar SPM (%)
1 Cakupan kunjungan ibu
hamil K4 (ANC lengkap)
45,29 45,73 95
2 Cakupan komplikasi
kebidanan yang ditangani
66,21 73,16 80
3 Cakupan pertolongan
persalinan oleh tenaga
kesehatan yang memiliki
kompetensi kebidanan
52,55 53,65 90
4 Cakupan pelayanan nifas 72 70,92 90
5 Cakupan neonatus dengan
komplikasi yang ditangani
70,5 70,41 80
6 Cakupan kunjungan bayi 69,33 74,18 90
7 Cakupan pelayanan anak
balita
70 66,42 90
8 Cakupan peserta KB aktif 44,75 41,83 70
Sumber Data: Dinas Kesehatan Kab. Mamberamo Tengah
Prinsip-prinsip Standar Pelayanan Minimal adalah menjamin akses
dan kualitas pelayanan dasar kepada masyarakat, diperlakukan untuk
seluruh daerah Kabupaten atau kota, merupakan indikator kinerja bersifat
dinamis dan ditetapkan dalam rangka penyelenggaraan pelayanan dasar
pada kewenangan kewajiban yang paling meningkatkan tingkat kinerja
adalah petugas. Petugas akan bekerja dengan baik kalau ia cukup
termotivasi untuk melakukannya. Bagi petugas, yang dibutuhkan bukanlah
termotivasi secara individu, melainkan termotivasi secara kelompok.
6
Sebenarnya hal-hal positif yang ingin diperoleh petugas dalam
bekerja tidaklah semata-mata bersifat finansial tetapi juga hal-hal yang
bersifat psikologis, maka sebagai upaya meningkatkan kinerja perlu
pemenuhan psikologis income yaitu dengan membuat desain/rancangan
kerja yang dapat memenuhi kebutuhan petugas antara lain: membuat
pekerjaan lebih berarti, lebih menarik dan lebih memberikan tantangan
(pekerjaan lebih banyak variasi yang isinya menuntut keahlian lebih tinggi,
memberikan otonomi dan tanggungjawab lebih besar dalam membuat
perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan pekerjaan sendiri), serta
memasukkan tujuan kerja, feed back, insentif kedalam pekerjaan.
(Mangkunegara & Prabu, 2014)
Kinerja menurut Gibson (1987) dalam Sedarmayanti (2013)
dipengaruhi tiga variabel yaitu : variabel individu, organisasi, dan variabel
psikologi. Variabel individu dikelompokkan pada sub variabel kemampuan
dan keterampilan, latar belakang dan demografis. Sub variabel
kemampuan dan keterampilan merupakan faktor utama yang
mempengaruhi perilaku dan kinerja individu. Variabel demografis
mempunyai efek tidak langsung pada perilaku dan kinerja individu.
Variabel organisasi, berefek tidak langsung terhadap perilaku dan kinerja
individu. Variabel organisasi digolongkan dalam sub variabel sumber
daya, kepemimpinan, imbalan, struktur dan desain pekerjaan.
Menurut Sedarmayanti (2013), faktor-faktor yang mempengaruhi
kinerja, antara lain: sikap dan mental (motivasi kerja, disiplin kerja, dan
9. Cakupan pemberian makanan pendamping ASI pada anak
usia 6-24 bulan keluarga miskin 100%
10. Cakupan balita gizi buruk mendapat perawatan 100%
11. Cakupan penjaringan kesehatan siswa SD dan Setingkat
100%
12. Cakupan peserta KB aktif 70%
13. Cakupan penemuan dan penanganan penderita penyakit
100%
14. Cakupan pelayanan kesehatan dasar masyarakat miskin
100%
2 Pelayanan
Kesehatan Rujukan
15. Cakupan pelayanan kesehatan rujukan pasien masyarakat
miskin 100%
16. Cakupan pelayanan gawat darurat level 1 yang harus
diberikan sarana kesehatan (RS) di kabupaten/kota 100%
3
Penyelidikan dan
penanggulangan
Kejadian Luar
Biasa/KLB
17. Cakupan desa/kelurahan mengalami KLB yang dilakukan
penyelidikan epidemiologi < 24 jam 100%
4
Promosi kesehatan
dan pemberdayaan
masyarakat
18. Cakupan desa siaga aktif 80%
60
G. Penelitian Terdahulu
Tabel 3. Tabel Sintesa Penelitian
No Penulis/ Tahun Judul Penelitian Variabel Penelitian Jenis
Penelitian Hasil Penelitian 1 Siregar (2014) Pengaruh Motivasi Dengan
kinerja Perawat Pelaksana Di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Umum Daerah Swadana Tarutung Tapanuli Utara Tahun 2008
motivasi (prestasi, tanggung jawab, pengembangan, kondisi kerja, pengakuan, dan pendapatan) dengan kinerja perawat pelaksana
explanatory research
Prestasi, tanggung jawab, pengembangan, kondisi kerja, pengakuan, dan pendapatan berpengaruh dengan kinerja perawat pelaksana. Variabel yang paling berpengaruh dengan kinerja perawat adalah prestasi (Exp(β)=31,445).
2 Purwanto and Wahyudin (2008)
Pengaruh Faktor-Faktor kepuasan Kerja Dengan kinerja Karyawan Pusat Pendidikan Komputer Akuntansi IMKA dl Surakarta
Kepuasan kerja (Gaji, kepemimpinan, dan sikap rekan sekerja) terhadap kinerja
Cross sectional study
Faktor kepuasan kerja, gaji, kepemimpinan, dan sikap rekan sekerja mempunyai pengaruh signifikan dan positif dengan kinerja karyawan. Sikap rekan sekerja merupakan faktor kepuasan kerja yang mempunyai pengaruh paling dominan besar dibandingkan variabel lain terhadap kinerja.
61
No Penulis/ Tahun Judul Penelitian Variabel Penelitian Jenis
Penelitian Hasil Penelitian 3 Basmala and
Adisasmito (2012)
Karakteristik Perawat, Isi Pekerjaan Dan Lingkungan Pekerjaan Terhadap Kepuasan Kerja Perawat Di Instalasi Rawat Inap RSUD Gunung Jati Cirebon
Karakteristik Perawat, Isi Pekerjaan dan Lingkungan Pekerjaan terhadap kepuasan kerja perawat
deskriptif kuantitatif
Faktor yang paling berpengaruh terhadap kepuasan kerja perawat adalah faktor Kesempatan Pengembangan Karier dengan p = 0,282 (sig 0,000) dan Pengaruh dengan Atasan Langsung dengan p = 0,254 (sig 0,000).
4 Mulyati and Lukito (2008)
Analisis Kepuasan Kerja Tenaga Perawat dan Tenaga Non Medis dalam Kaitan dengan Peningkatan Kepuasan Pelanggan(Studi Kasus pada Rumah Sakit di Sumatera Barat)
kepuasan kerja (pekerjaan itu sendiri, rekan kerja, atasan, kompensasi, dan kesempatan promosi), terhadap kepuasan pasien
Cross sectional study
terdapat pengaruh yang signifikan antara kepuasan kerja perawat dan tenaga non medis terhadap kepuasan pelanggan, dimana semakin dirasakannya kepuasan perawat dan tenaga non medis maka akan memberikan kepuasan pula terhadap pelanggan/pasien
5 Paryanto (2012) Analisis pengaruh faktor kolaborasi perawat Terhadap kepuasan kerja dokter spesialis Di rawat inap paviliun garuda Rs. Dr. Kariadi Semarang Tahun 2012
persepsi tentang kecakapan dan keterampilan perawat, kemampuan melaksanakan tugas dokter, dan komunikasi perawat-dokter dengan kepuasan kerja dokter spesialis
cross-sectional.
Ada hubungan persepsi tentang kecakapan dan keterampilan perawat dan persepsi tentang perawat mampu melaksanakan tugas delegasi dokterpersepsi tentang kemampuan perawat dalam menjalankan tugas rutin klinis, dan persepsi tentang komunikasi perawat-dokter dengan kepuasan kerja dokter spesialis
62
No Penulis/ Tahun Judul Penelitian Variabel Penelitian Jenis
Penelitian Hasil Penelitian 6 Subakti (2008) Pengaruh kepuasan kerja
dengan kinerja Pegawai klinik spesialis Bestari Medan Tahun 2011
kepuasan terhadap pekerjaan, peng-awasan, gaji, dan pengaruh kerabat kerja, promosi, manajemen kondisi kerja sistem penilaian kinerja
cross sectional study
kepuasan terhadap pekerjaan, terhadap pengawasan, terhadap gaji, dan terhadap pengaruh kerabat kerja berpengaruh dengan kinerja
7 Rahmawati (2012)
Analisis Kinerja Pegawai Kantor Dinas Kesehatan Kabupaten Bintan Provinsi Kepulauan Riau Tahun 2012
faktor individu dan faktor organisasi
cross sectional study
Faktor yang paling besar pengaruhnya terhadap kinerja pegawai Dinas Kesehatan Kabupaten Bintan Tahun 2012 adalah pendidikan terakhir (Beta = 0,482). Hasil penelitian kinerja pegawai kantor Dinas Kesehatan Kabupaten Bintan tahun 2012 berkinerja rendah.
8 Ningsih (2011) Analisis Hubungan Prinsip-Prinsip Good Governance Dengan Kinerja Pegawai Di Dinas Kesehatan Kabupaten Luwu Timur
cross sectional study
Hasil penelitian menunjukkan bahwa semua variabel independen berhubungan dengan variabel dependen. Akuntabilitas berhubungan dengan kinerja pegawai dengan nilai p=0,002; transparansi, keadilan dan partisipasi juga berhubungan dengan kinerja pegawai yang memiliki nilai yang sama yaitu p=0,000. Keadilan merupakan variabel yang paling berhubungan terhadap kinerja pegawai dengan nilai wald =6,142 dan nilai sig=0,013.
63
Perbedaan antara penelitian ini dengan penelitian sebelumnya, di
antaranya adalah :
a) Indikator sesuai kondisi lokasi penelitian
Indikator variabel penelitian yang digunakan dirancang sedemikian
rupa sehingga sesuai dengan kondisi dan situasi petugas kesehatan di
dinas kesehatan kabupaten Mamberamo Tengah. Penggunaan
indikator ini, menjadi salah satu fokus peneliti dalam rangka
mengungkap data sebenarnya yang ada di jajaran dinas kesehatan
dan penanggungjawab/petugas program KIA.
b) Penelitian ini menganalisis kinerja program dan hal-hal yang
mempengaruhi
Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis kinerja pelaksanaan
program KIA di Dinas Kesehatan Kabupaten Mamberamo Tengah
yang kemudian dilanjutkan dengan menganalisis faktor yang
mempengaruhi kinerja program KIA.
c) Penelitian dilakukan berdasarkan hasil evaluasi cakupan tahunan
program KIA
Penelitian ini dilakukan setelah dinas kesehatan kabupaten
Mamberamo Tengah melakukan evaluasi pencapaian program KIA.
Oleh karena cakupan program tidak meningkat dari tahun ke tahun
berdasarkan SPM dan target yang ditentukan, sehingga peneliti tertarik
untuk melihat, mengevaluasi dan menganalisis kinerja Dinas
64
Kesehatan dan penanggungjawab, petugas/pelaksana pada program
KIA.
H. Kerangka Teori
Kinerja adalah suatu hasil yang dicapai dari proses seseorang yang
dapat dinilai atau diukur sesuai dengan standar atau tata cara penilaian
kinerja. Menurut Gibson dalam Sedarmayanti (2007) terdapat 3 (tiga)
kelompok variabel yang mempengaruhi kinerja dan perilaku seseorang,
yaitu variabel individu meliputi: kemampuan dan keterampilan, latar
belakang individu, demografi. Variabel organisasi meliputi: sumber daya
(manusia dan dana), kepemimpinan, imbalan, struktur, desain pekerjaan).
Variabel psikologis meliputi: motivasi, persepsi, sikap, kepribadian,
belajar.
Kinerja petugas kesehatan mencerminkan kemampuan petugas
untuk mengimplementasikan proses pelayanan kesehatan. Dengan
memperhatikan lokasi, kondisi dan pengamatan awal, maka kinerja yang
dibahas dalam penelitian ini, dihubungkan dengan faktor kemampuan dan
keterampilan petugas, ketersediaan sumber daya dana untuk program
KIA, supervisi program KIA dari pimpinan, dan desain pekerjaan dalam
melaksanakan program KIA.
Kemampuan menunjukkan potensi orang untuk melaksanakan
tugas/pekerjaan. Kemampuan seorang karyawan sangat bergantung pada
keterampilan yang dimiliki serta profesionalisme mereka dalam bekerja. Ini
65
memberikan daya untuk menyelesaikan tugas-tugas yang diemban
kepada mereka.(Sutrisno, 2011)
Salah satu isu penting dalam penyelenggaraan sistem kesehatan di
daerah adalah pembiayaan kesehatan. Fungsi pembiayaan kesehatan
adalah salah satu penentu kinerja sistem kesehatan. Fungsi ini tidak
hanya terkait dengan proses mobilisasi dana tetapi juga dengan
menyalurkan atau mengalokasikannya dalam operasional sistem
kesehatan. Fungsi pembiayaan menjadi alat kontrol yang penting bagi
penentu kebijakan dalam menyelenggarakan sistem kesehatan di
daerah.(Harmana, 2006)
Isu utama kebijakan pembiayaan dalam era desentralisasi adalah
bagaimana meningkatkan cakupan program KIA oleh pemerintah daerah
dengan ketersediaan dana yang ada untuk kegiatan pencapaian cakupan
indikator program KIA.
Supervisi untuk menjamin pelaksanaan berbagai kegiatan yang
telah direncanakan secara efektif dan efisien, sehingga tujuan yang telah
ditetapkan dapat dicapai dengan memuaskan. Supervisi merupakan sub-
fungsi pembinaan dalam manajemen yang memiliki fungsi tersendiri yaitu
kegiatan yang berkaitan dengan pengamatan dan pemberian bantuan.
Pengamatan dilakukan untuk mendapatkan gambaran yang jelas dan
obyektif tentang pelaksanaan program.
Perencanaan merupakan proses penentuan tujuan organisasi dan
kemudian menyajikan (mengartikulasikan) dengan jelas strategi-strategi
(program), taktik-taktik (tata cara pelaksanaan program) dan operasi
66
(tindakan) yang diperlukan untuk mencapai tujuan perusahaan secara
menyeluruh. (Suandy, 2001)
Pada konteks perencanaan daerah, perencanaan merupakan suatu
proses penyusunan visi, misi dan program dalam rangka pelayanan
kepada masyarakat dengan mempertimbangkan faktor ketersediaan
sumber daya yang dimiliki daerah secara efesien dan efektif serta
mempertimbangkan aspek keberlanjutan dari ketersediaan sumber daya
tersebut.
Adapun kerangka teori penelitian di gambarkan sebagai berikut :
Gambar 1. Kerangka Teori Kinerja (Gibson, 1987)
Variabel Individu:
- Kemampuan dan keterampilan
- Latar belakang
individu
- Demografi
Kinerja
(Hasil yang
dicapai)
Variabel Organisasi:
- Sumberdaya :
Manusia, dana - Kepemimpinan :
Supervisi Perencanaan
- Imbalan
- Struktur
- Desain pekerjaan
Variabel Psikologis:
- Persepsi
- Sikap
- Kepribadian
- Motivasi
- Belajar
67
I. Kerangka Konsep
Beranjak dari kerangka teori, kerangka pemikiran serta kajian
pustaka yang telah dikemukakan sebelumnya, maka dalam penelitian
diajukan kerangka konsep sebagai berikut :
Gambar 2. Kerangka Konsep Penelitian
Kemampuan dan Keterampilan
Kinerja Program KIA
Ketersediaan Dana
Supervisi
Perencanaan Program
68
J. Defenisi Operasional
Definisi operasional variabel dibutuhkan dalam rangka
memberikan batasan-batasan yang jelas atas variabel yang diteliti dalam
penelitian ini. Adapun definisi operasional variabel penelitian ini yaitu:
a. Kinerja yang dibahas dalam penelitian ini, dihubungkan dengan faktor
kemampuan dan keterampilan petugas, ketersediaan sumber daya
dana untuk program KIA, supervisi program KIA dari pimpinan, dan
desain pekerjaan dalam melaksanakan program KIA.
b. Kemampuan yang dibahas dalam penelitian ini adalah kapasitas yang
dimiliki petugas program KIA dalam menerima suatu beban pekerjaan,
baik yang berupa intelektual maupun fisik yang sangat bergantung
pada keterampilan yang dimiliki serta profesionalisme mereka dalam
bekerja dan memberikan daya untuk menyelesaikan tugas-tugas yang
diemban
c. Ketersediaan dana program KIA yang dibahas dalam penelitian ini
adalah proses pengalokasian dan pemanfaatan dana dalam
operasional program KIA . Fungsi pembiayaan menjadi alat kontrol
yang penting bagi penentu kebijakan dari berbagai sumber dana
daerah yang ada.
d. Supervisi program KIA yang dibahas dalam penelitian ini adalah
pengamatan secara Iangsung dan berkala oleh atasan terhadap
pekerjaan yang dilaksanakan oleh bawahan untuk kemudian apabila
69
ditemukan masalah, segera diberikan petunjuk atau bantuan yang
bersifat langsung guna mengatasinya.
e. Perencanaan pada program KIA yang dibahas dalam penelitian ini
adalah menjelaskan bagaimana proses penyusunan perencanaan,
implementasi perencanaan tersebut terhadap program, serta
kesesuaian tujuan/hasil yang dicapai berdasarkan perencanaan yang
telah dibuat.
.
70
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Pendekatan dan Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif, yang dimaksudkan
untuk menganalisis kinerja program KIA dan mengetahui penyebab
rendahnya cakupan Program KIA tersebut di Kabupaten Mamberamo
tengah.
Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif dengan menggunakan
pendekatan studi kasus, yang dimaksudkan untuk menganalisis kinerja
program KIA dan mengetahui penyebab rendahnya cakupan Program KIA
tersebut di Kabupaten Mamberamo Tengah. Metode penelitian studi
kasus meneliti suatu kasus atau fenomena tertentu yang ada dalam
masyarakat yang dilakukan secara mendalam untuk mempelajari latar
belakang, keadaan, dan interaksi yang terjadi. Studi kasus dilakukan pada
suatu kesatuan sistem yang bisa berupa suatu program, kegiatan,
peristiwa, atau sekelompok individu yang ada pada keadaan atau kondisi
tertentu. Meski mencakup satu kesatuan sistem, penelitian studi kasus
tidak harus meneliti satu orang atau idnividu saja, namun bisa dengan
beberapa orang atau objek yang memiliki satu kesatuan fokus fenomena
yang akan diteliti. Untuk mendapatkan data yang mendalam, penelitian
studi kasus menggunakan teknik wawancara, observasi, sekaligus studi
dokumenter yang kemudian akan dianalisis menjadi suatu teori. Studi
kasus akan memahami, menelaah, dan kemudian menafsirkan makna
71
yang didapat dari fenomena yang diteliti tersebut. (Speziale & Carpenter,
2003)
Sugiyono (2014) menyatakan bahwa metode kualitatif digunakan
untuk mendapatkan data yang mendalam, suatu data yang mengandung
makna. Makna adalah data yang sebenarnya, data yang pasti yang
merupakan suatu nilai di balik data yang tampak. Analisis data dalam
penelitian kualitatif juga bersifat induktif, yaitu berdasarkan fakta-fakta
yang ditemukan di lapangan dan kemudian dikonstruksikan menjadi
hipotesis dan teori. Oleh karena itu dalam penelitian kualitatif tidak
menekankan pada generalisasi, tetapi lebih menekankan pada makna.
B. Lokasi dan Waktu Penelitian
Pengumpulan data ini dilaksanakan di Kantor Dinas Kesehatan dan
5 (lima) Puskesmas Kabupaten Mamberamo Tengah pada bulan dan
Desember 2015 – Januari 2016. Menurut Budiman (2011), pemilihan
lokasi yang berbeda berguna untuk mengkaji variasi program, karena
faktor pengelola program maupun perubahan kondisi dan program yang
dilaksanakan pada banyak lokasi akan menunjukkan perbedaan yang
penting dari satu tempat ke tempat lain.
C. Pengelolaan Peran sebagai Peneliti
Dalam penelitian kualitatif, yang menjadi instrumen penelitian
adalah penelitinya sendiri, dimana sebagai instrumen penelitian maka
peneliti harus memiliki bekal teori dan wawasan yang luas, sehingga
72
mampu bertanya, menganalisis, memotret dan mengkonstruksi situasi
sosial yang diteliti menjadi lebih jelas dan bermakna (Sugiyono, 2014).
Menurut Prastowo (2011), peran peneliti sebagai partisipan penuh
dan sekaligus melakukan pengamatan. Langkah awal sebelum dimulainya
penelitian ini adalah menjalin komunikasi yang baik kepada para informan
dan melakukan langkah prosedural penelitian secara formal kepada
institusi yang akan diteliti. Penulis menyiapkan pedoman wawancara yang
berisi pertanyaan-pertanyaan yang disesuaikan dengan teori yang
digunakan dalam penelitian ini yang disesuaikan dengan pokok
permasalahan dalam penelitian ini. Pokok permasalahan ini dapat
berkembang sehingga penulis menemukan informasi lain yang
berhubungan dengan pokok permasalahan tersebut selama wawancara
berlangsung.
D. Informan
Dalam pandangan penelitian kualitatif, gejala itu bersifat holistik
(menyeluruh, tidak dapat dipisah-pisahkan), sehingga penelitian kualitatif
tidak akan menetapkan penelitiannya hanya berdasarkan variabel
penelitian, tetapi keseluruhan situasi sosial yang diteliti dan meliputi aspek
tempat (place), pelaku (actor), dan aktivitas (activity) yang berinteraksi
secara sinergis.(Sugiyono, 2014)
Dalam penelitian ini, jumlah informan penelitian sesuai dengan
survey awal, yakni sebanyak 12 orang. Adapaun karakteristik informan
8 Target/Sasaran Cakupan pelayanan anak balita sakit 90 73
9 Target/Sasaran Cakupan pemberian makanan pendamping ASI pada anak usia 6 - 24 bulan keluarga miskin
100 80,7
10 Target/Sasaran Cakupan balita gizi buruk mendapat perawatan
100 100
11 Target/Sasaran Cakupan penjaringan kesehatan siswa SD dan setingkat
100 56,6
12 Target/Sasaran Cakupan peserta KB aktif 70 51,2 Sumber : Data sekunder, Profil Dinas Kesehatan Kab. Memberamo Tengah (2016)
Pada Tabel 5 di atas terdapat 12 indikator SPM yang berkaitan
langsung dengan program KIA. Realisasi cakupan pada tahun 2016 masih
di bawah target nasional yang sudah ditentukan oleh Kementerian
Kesehatan. Ada beberapa indikator yang cakupannya masih rendah dan
berkaitan langsung dengan kemampuan dan keterampilan bidan seperti
pemeriksaan ibu hamil, pertolongan persalinan, imunisasi, dan
pemasangan KB.
90
Dari hasil wawancara dari beberapa informan yang menyatakan
bahwa :
“...bidan yang sudah berpengalaman itu biasanya terampil dalam menolong persalinan, tapi ada juga yang belum...biasanya itu bidan yang baru-baru lulus..ya baru diangkat honorer...baru sebagian juga belum punya STR (Surat Tanda Registrasi) bidan...kami rekrut saja karena untuk menutupi kekurangan tenaga...ya walaupun tidak punya STR... ” (KP) “...Bidan di wilayah kerja saya ini masih bidan baru lulus semua... jadi masih kurang terampil... mungkin karena pengalaman mereka masih kurang... seharusnya mereka itu diberikan pelatihan-pelatihan... tidak ada bidan koordinator (bikor) di sini yang mendampingi...”(CK)
“...kami (Dinas Kesehatan Kabupaten Memberamo Tengah) sudah
2 kali melaksanakan program pelatihan APN (Asuhan Persalinan Normal)...memang belum semua bidan ikut pelatihan itu...pelatihan lainnya baru kami mau rencanakan ke depan...” (MS)
Pernyataan diatas juga dikuatkan oleh pengakuan petugas program
KIA di Puskesmas yang mengatakan bahwa:
“...saya belum pernah ikut pelatihan atau kursus, macam pelatihan APN (asuhan persalinan normal) tuh belum pernah diikutkan...kitong (kami) di puskesmas kobakma ini ada 15 bidan tapi yang ikut pelatihan APN baru 3 orang saja...” (MM) “...kalau kami tuh urus STR (Surat Tanda Registrasi) masing-masing saja... itu urusnya ke MTKP (Majelis Tenaga Kesehatan Provinsi di dinas kesehatan provinsi ...adek-adek bidan yang baru honorer itu ada yang belum punya STR...” (LP)
91
Dari beberapa wawancara yang dilakukan, peneliti berkesimpulan
bahwa kemampuan yang dimiliki oleh sebagian petugas pelaksana
program KIA (bidan) di wilayah kerja Kabupaten Mamberamo Tengah
masih rendah.
Hal ini dapat dinilai dari beberapa pengakuan pimpinan Dinas
Kesehatan dan Kepala Puskesmas bahwa sebagian bidan masih kurang
pengalaman kerja, pemberian pelatihan-pelatihan yang berkaitan dengan
KIA masih sangat kurang dan bahkan ada sebagian yang belum pernah
ikut pelatihan Asuhan Persalinan Normal. Kemudian di salah satu
Puskesmas belum ada bidan koordinator (bikor) yang merupakan bidan
senior yang seharusnya melakukan pendampingan kepada bidan-bidan
yang baru lulus/tamat dan langsung dipekerjakan. Dari hasil wawancara
juga mengakui hal yang sama bahwa pelatihan APN baru 2 kali
dilaksanakan sehingga pelatihan lainnya baru direncanakan ke depannya.
Di samping itu masih ada beberapa tenaga bidan yang tidak memiliki STR
(Surat Tanda Registrasi) bidan. Dan pengurusan STR oleh masing-
masing bidan ke MTKP yang berkedudukan di Dinas Kesehatan Provinsi.
Hal ini dikarenakan belum terbentuknya organisasi profesi IBI (Ikatan
Bidan Indonesia) di Kabupaten Mamberamo Tengah sebagai
penyelenggara uji kompetensi bidan dan yang berhak mengeluarkan
rekomendasi untuk pengurusan STR bidan.
92
2. Ketersediaan dana
Perincian APBD Dinas Kesehatan Kabupaten Mamberamo Tengah
tahun 2016 berdasarkan sumber dana dan alokasi per program dapat
dilihat pada tabel 6 dan tabel 7 di bawah ini.
Tabel 6. Tabel distribusi Alokasi Dana Sumber Pembiayaan Kegiatan
Kesehatan di Kabupaten Memberamo Tengah (Tahun 2014-2016)
No. SUMBER DANA 2014 (Rp) 2015 (Rp) 2016 (Rp)
1 DAK 11.000.000.000.- 13.044.540.000.- 25.845.190.000.-
2 DAU 5.555.089.700,- 10.000.000.000.- 13.848.900.000.-
3 OTSUS 10.000.000.000,- 16.000.000.000.- 10.939.670.000.-
4 DANA BOK 1.500.000.000. 1.800.000.000. 1.885.000.000.
5 DANA BPJS 2.403.000.000,- 3.200.000.000.- 2.400.000.000.-
JUMLAH Rp.30.458.089.700 Rp.44.044.540.000 Rp.54.918.760.000
Sumber : Data sekunder, Profil Dinas Kesehatan Kab. Memberamo Tengah (2016)
Pendanaan atau pembiayaan kesehatan dalam pelaksanaan
Program KIA di Dinas Kesehatan Kab. Mamberamo Tengah tahun 2016
bersumber dari dana APBD Kabupaten dan dana tugas pembantuan BOK
dari Kementerian Kesehatan. Dana APBD Kabupaten terdiri dari dana
DAU yang dipergunakan untuk membiayai belanja aparatur dan kegiatan
penunjang lainnya, dana OTSUS yang digunakan untuk membiayai
kegiatan atau program yang sifatnya adalah pelayanan publik dan Dana
Alokasi Khusus (DAK) yang dikhususkan untuk membiayai kegiatan fisik
sarana dan prasarana kesehatan (Puskesmas dan jaringannya).
93
Berikut data anggaran per program di bawah ini pada tabel 7 di
bawah ini:
Tabel 7. Alokasi Dana per program (Tahun 2014-2016)
Selain itu, dari hasil wawancara terhadap beberapa informan dalam
kaitannya dengan pembiayaan program KIA menyatakan bahwa:
“...dana untuk program KIA diambil dari dana BOK biasanya
mereka pergunakan untuk kegiatan posyandu... sebagian juga dari
dana BPJS, itu biasanya dorang pake untuk klaim pertolongan
persalinan atau jasa pelayanan saja... sedangkan dana DAK,
OTSUS dan DAU tidak kami alokasikan untuk program KIA...
sebenarnya belum cukup...pemda masih mengutamakan
pembangunan fisik jadi... ” (MS)
“...dana yang dialokasikan untuk program KIA di puskesmas kami
itu sebenarnya bisa cukup... hanya karena selain membiayai
kegiatan ini juga kadang kami ini ada kebutuhan lain lagi
jadi...macam rehab Polindes yang sudah lapuk tuh...”(MH)
“...biasanya kalau mau rujuk pasien ibu hamil risiko tinggi tuh kapus
bilang kamu stop sudah pakai biaya rujukan tidak ada uang untuk
rujukan ibu hamil...dana dari dinas mereka kasih itu tidak
cukup...kasih tau berangkat sendiri sudah...ini kan pakai pesawat...
baru mahal lagi..kasian ibunya belum tentu dia ada uang...” (FS)
“...wilayah kerja Puskesmas kami 19 kampung yang sangat
berjauhan... ini membutuhkan biaya yang besar untuk transportasi
bidan setiap bulan melaksanakan PWS KIA... akhirnya ada saja
yang tidak bisa jalan tiap bulan...”(KY)
95
Kemudian ada juga hasil wawancara lain yang menyatakan bahwa:
“...dana yang mereka cairkan dari dinas tuh selalu terlambat ke
puskesmas... ini kegiatan rutin sebenarnya dimulai dari januari...
akhirnya program seperti KIA jadi terhambat... itu sangat pengaruh
dalam pelayanan kami kepada masyarakat...” (LG)
Dari wawancara informan Dinas Kesehatan mengatakan bahwa
ketersediaan dana dalam menjalankan program di Kabupaten
Mamberamo Tengah belum tepat sasaran karena masih lebih
mengutamakan pembangunan fisik (sarana dan prasarana). Dana OTSUS
dan DAU tidak dialokasikan untuk program KIA. Kemudian dari sebagian
puskesmas mengatakan bahwa dana tidak cukup untuk biaya transportasi
kegiatan KIA, biaya rujukan pasien, dan rehabilitasi polindes. Dana untuk
salah satu puskesmas (Puskesmas Eragayam) terlambat di cairkan dari
dinas kesehatan sehingga itu juga sangat berpengaruh dalam
menjalankan program yang seharusnya sudah dimulai berjalan dari awal
tahun.
3. Supervisi program
Supervisi merupakan pengamatan secara langsung dan berkala
oleh atasan terhadap pekerjaan yang dilaksanakan oleh bawahan untuk
kemudian apabila ditemukan masalah, segera diberikan petunjuk atau
bantuan yang bersifat langsung guna mengatasinya.
Berikut ini beberapa wawancara dengan informan dari Dinas
Kesehatan yang dilakukan berkaitan dengan kegiatan supervisi program
KIA menyatakan bahwa:
96
“...kalau saya jarang turun ke lapangan untuk supervisi karena saya sifatnya hanya menerima laporan dari kepala seksi KIA... kalau ada kendala-kendala baru dicarikan solusinya...” (MS) “...supervisi jarang kami lakukan... yang penting laporan bulanan dari puskesmas lancar-lancar saja kan...” (KP) Hal serupa juga dikemukakan oleh informan dari Puskesmas yang
menyatakan bahwa:
“...dari dinas mereka jarang turun melakukan pendampingan atau supervisi untuk program KIA... iya mungkin hanya 2 kali setahun kah...itu pun hanya datang sebentar saja ambil data-data di puskesmas...” (AS)
“...sepanjang tahun ini kami belum pernah didampingi dari dinas kalau kegiatan posyandu...mungkin mereka sibuk...” (SS)
Dari hasil wawancara informan dari dinas kesehatan di atas
disimpulkan bahwa supervisi program KIA dari pimpinan jarang dilakukan
karena hanya mengharapkan laporan dari seksi KIA di dinas, serta
pencatatan dan pelaporan bulanan progam KIA dari masing-masing
puskesmas. Hal ini didukung juga oleh pernyataan dari beberapa informan
di puskesmas mengatakan bahwa dari dinas belum ada keseriusan dalam
hal supervisi dan pendampingan program. Dikatakan bahwa kadang
kunjungan dari dinas kesehatan hanya 2 kali dalam setahun. Bahkan ada
petugas puskesmas yang merasa tidak pernah ada pendampingan dalam
kegiatan posyandu. Dalam pengamatan di lapangan ditemukan bahwa
97
supervisi pimpinan masih belum optimal dalam mendukung program
kegiatan KIA di Kabupaten Mamberamo Tengah.
4. Perencanaan Program
Berikut ini hasil wawancara yang dilakukan terhadap beberapa
pihak terkait Dinas Kesehatan Kabupaten Mamberamo Tengah :
“...kalau Renstra itu disusun oleh pejabat lama...saya belum ada sosialisasi ke bawahan mengenai renstra dinas kesehatan...” “...untuk pedoman pelaksanaan program KIA sudah ada (SPM) standar pelayanan minimal...itu diberikan dari pusat (kementerian kesehatan)... saya kurang tau kalau sudah di sosialisasikan kah tidak... saya pikir itu tugas Kepala Seksi KIA... kami belum buatkan SOP khusus untuk kegiatan di KIA...” (MS)
Hal ini didukung oleh pernyataan informan dari seksi KIA bahwa:
“...mengenai Renja SKPD tahunan belum kami susun...itu mungkin di bagian perencanaan program kah... SPM itu saja yang kami jadikan dasar sebagai target puskesmas... yang penting mereka laksanakan kegiatan rutin sesuai tupoksinya... SOP kami belum buat juga di unit layanan KIA...” (KP)
Kemudian hasil wawancara dengan informan dari puskesmas menyatakan
bahwa:
“...dalam minilokakarya puskesmas hanya membahas jadwal
kegiatan rutin bulanan, termasuk kegiatan KIA...itu biasanya kami buat POA Puskesmas sebagai acuan dalam menjalankan kegiatan...” (AS)
98
“...kami ini hanya berpedoman pada penyusunan target tahunan yang sudah ditentukan dari dinas... tugas kami itu melaksanakan kegiatan rutin di KIA dan buat laporan bulanan untuk di kirim ke dinas...tidak pernah disuruh buat perencanaan program KIA...” (FS)
Dari hasil wawancara di atas disimpulkan bahwa dinas kesehatan
tidak memiliki Renja SKPD yang jelas. Kepala Dinas mengakui bahwa
Renstra SKPD 5 tahun sudah disusun dari pejabat yang lama namun
belum pernah ada sosialisasi ke puskesmas. Kemudian Kepala Seksi KIA
mengatakan bahwa mereka tidak menyusun Renja tahunan. Target
pencapaian program KIA di puskesmas mengacu pada standar pelayanan
minimal (SPM) yang telah ditentukan dari Kementerian Kesehatan.. Di sisi
lain belum ada standar operasional prosedur (SOP) sebagai pedoman
dalam menjalankan program KIA di puskesmas. Namun ada satu
puskesmas yang membahas POA (Plan of Action) program dalam
minilokakarya puskesmas, sehingga POA puskesmas menjadi acuan
dalam menjalankan program termasuk program KIA.
B. Pembahasan
Program Kesehatan Ibu Anak (KIA) merupakan salah satu prioritas
utama pembangunan kesehatan di Indonesia. Program ini bertanggung
jawab terhadap pelayanan kesehatan bagi ibu hamil, ibu melahirkan, dan
bayi neonatal. Salah satu tujuan program ini adalah menurunkan kematian
dan kejadian sakit pada ibu dan anak melalui peningkatan mutu
pelayanan dan menjaga kesinambungan pelayanan kesehatan ibu dan
perinatal di tingkat pelayanan dasar dan pelayanan rujukan primer.
99
Strategi KIA antara lain pemberdayaan perempuan/suami dan keluarga,
pemberdayaan masyarakat, adanya kerjasama lintas sektor/ mitra lain
termasuk pemerintah daerah dan lembaga legislatif dan yang terakhir
adalah peningkatan cakupan dan kualitas pelayanan kesehatan ibu dan
anak secara terpadu dengan komponen kesehatan reproduksi yang lain.
Penelitian ini menganalisis kemampuan dan keterampilan petugas
KIA, ketersediaan sumber daya dana/pembiayaan yang diperuntukkan
pada program KIA, supervisi program dan desain pekerjaan dari pimpinan
dalam menjalankan program KIA di Dinas Kesehatan Kabupaten
Mamberamo Tengah.
1. Kemampuan dan Keterampilan
Bidan merupakan ujung tombak pelaksana program KIA di
pelayanan kesehatan tingkat dasar (puskesmas). Masyarakat berhak
mendapat pelayanan kesehatan yang baik khususnya ruang lingkup
kesehatan ibu dan anak. Adalah merupakan suatu hal yang sangat fatal
jika kemampuan dan keterampilan masih jauh dari harapan masyarakat.
Kompetensi bidan yang meliputi pendidikan, pengetahuan dan
ketrampilan harus dimiliki oleh bidan dalam melaksanakan praktik
kebidanan secara aman dan bertanggung jawab pada berbagai tatanan
pelayanan kesehatan (Ikatan Bidan Indonesia, 2006).
Dari hasil telaah dokumen profil Dinas Kesehatan Kabupaten
Mamberamo Tengah tahun 2016, terdapat 12 indikator SPM yang
berkaitan langsung dengan program KIA. Realisasi cakupan pada tahun
100
2016 masih di bawah target nasional yang sudah ditentukan oleh
Kementerian Kesehatan. Ada beberapa indikator yang cakupannya masih
rendah dan berkaitan langsung dengan kemampuan dan keterampilan
bidan seperti pemeriksaan ibu hamil, pertolongan persalinan, imunisasi,
dan pemasangan KB.
Kabupaten Mamberamo Tengah baru dimekarkan sejak tahun
2008, hal ini berdampak pada kualitas SDM yang ada di layanan tingkat
dasar. Berdasarkan pengamatan/observasi terlihat jelas bahwa PNS yang
sudah berpengalaman jumlahnya masih jauh lebih sedikit. Sehingga
SKPD teknis termasuk Dinas Kesehatan melakukan perekrutan tenaga
honorer yang kebanyak masih lulusan baru seperti yang dijelaskan oleh
beberapa informan di atas. Hal ini menggambarkan bahwa sebagian bidan
masih kurang dalam pengalaman kerja. Selain itu, sebagian bidan belum
pernah ikut pelatihan-pelatihan yang berkaitan dengan KIA seperti
pelatihan Asuhan Persalinan Normal. Padahal pelatihan APN adalah
salah satu syarat dalam meningkatkan kemampuan dan keterampilan
tenaga bidan. Pelatihan-pelatihan lainnya pun baru mau direncanakan ke
depan. Kemudian di salah satu Puskesmas bahkan tidak ada bidan
koordinator (bikor) yang merupakan bidan senior yang seharusnya
melakukan pendampingan kepada bidan-bidan yang baru lulus/tamat dan
langsung dipekerjakan. Sehingga dampak dari masalah tersebut di atas
adalah cakupan program KIA masih rendah di Kabupaten Mamberamo
Tengah.
101
Walaupun mereka sudah melalui pendidikan formal kebidanan
namun tentu masih kurang dalam pengalaman kerja. Perekrutan tenaga
tersebut tidak dibarengi dengan jaminan mutu tenaga bidan tersebut
sehingga persyaratan STR (Surat Tanda Registrasi) bidan tidak terlalu
dianggap penting. Dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 161/Menkes/Per/I/2010 tentang Registrasi Tenaga
Kesehatan mengatakan bahwa setiap tenaga kesehatan yang akan
menjalankan pekerjaan keprofesiannya wajib memiliki STR sebagai
jaminan mutu tenaga kesehatan tersebut. STR diperoleh melalui Uji
Kompetensi sebagai suatu proses untuk mengukur pengetahuan,
keterampilan, dan sikap tenaga kesehatan sesuai dengan standar profesi.
Sehingga proses standarnisasi kompetensi bidan di Kabupaten
Mamberamo Tengah belum bisa dilakukan, yang mana sebenarnya yang
sudah layak melaksanakan praktek kebidanan dan mana yang belum
bisa.
Petugas yang sudah pernah mendapatkan pelatihan mempunyai
peluang kinerja tinggi 2,9 kali lebih besar dibandingkan dengan petugas
yang tidak pernah dilatih. Pelatihan atau training menurut Notoatmodjo
adalah salah satu bentuk proses pendidikan, karena melalui training, akan
memberikan pengalaman belajar yang akhirnya akan menimbulkan
perubahan perilaku. Pelatihan bagi karyawan mutlak diperlukan sebagai
proses mengajarkan pengetahuan dan keahlian tertentu serta sikap agar
karyawan semakin terampil dan mampu melaksanakan tanggung
jawabnya dengan semakin baik, sesuai dengan standar kerja. Pelatihan
102
yang diberikan merujuk pada pengembangan ketrampilan bekerja yang
dapat digunakan dengan segera sehingga akan memberikan pengaruh
positif terhadap kinerja dari karyawan yang bersangkutan (Notoatmodjo,
2008).
Pelatihan program KIA yang semakin banyak didapatkan oleh
petugas akan meningkatkan kinerja dalam pelaksanaan program pada
petugas yang bersangkutan. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian
yang dilakukan oleh Fort & Voltero (2004). di Armenia yang mendapatkan
hasil serupa yaitu pelatihan merupakan faktor yang berhubungan kuat
dengan kinerja. Demikian juga hasil penelitian Purwanti dan Ayubi (2007)
di Kabupaten Karawang menyatakan bahwa pelatihan merupakan variabel
yang berhubungan secara statistik dengan kinerja petugas.
Untuk dapat meningkatkan kinerja petugas diperlukan upaya
pelatihan teknis secara berkelanjutan terutama tentang pembuatan dan
pemanfaatan PWS, meningkatkan motivasi melalui pemberian
penghargaan baik berupa finansial maupun non finansial dan
mengalokasikan dana bantuan operasional kesehatan untuk kegiatan
kelas ibu hamil.
Penelitian Setyaningsih (2008) di Kota Pekalongan membuktikan
bahwa interaksi petugas kesehatan dengan responden secara bermakna
berhubungan terhadap praktik ibu balita dalam pencegahan anemia gizi
besi balita. Berdasarkan aspek kualitas tenaga pelayanan KIA, aspek
jenjang pendidikan sudah cukup ideal, tetapi dari aspek pendidikan dan
pelatihan untuk meningkatkan kemampuan kompetensi masih belum
103
maksimal. Kesadaran tenaga kesehatan terhadap kualitas harus terus
ditingkatkan karena permasalahan kesehatan sering terjadi pada petugas
yang kurang kompeten dan kepuasan pengguna jasa juga tidak akan
terwujud. Sejalan dengan hasil Penelitian Sari (2007) di Posyandu
membuktikan bahwa kualitas pelayanan berhubungan dengan tingkat
pemanfaatan posyandu, artinya orang tidak akan mewujudkan praktik
ideal dalam pelayanan kesehatan jika tidak didukung oleh pelayanan
tenaga kesehatan yang kompeten.
Penelitian yang sama yang di lakukan oleh Asikin (2013) dengan
judul “Analisis Penerapan Program KIA di Puskesmas Samata dan
Puskesmas Bontolempangan Kabupaten Gowa Tahun 2013”,
mengemukakan bahwa dampak dari masih rendahnya kualitas bidan di
Puskesmas Samata dan Puskesmas Bontolempangan sangat
menyebabkan program KIA tidak berjalan optimal dikarenakan minimnya
pelatihan-pelatihan yang diikuti oleh bidan sebagai petugas KIA.
Kemudian penelitian oleh Aryanti (2010) dengan judul “Analisis Kualitas
Pelayanan Antenatal Oleh Bidan Di Puskesmas Di Kabupaten
Purbalingga tahun 2010” mengatakan bahwa hasil pengamatan yang
dilakukan pada saat bidan melakukan pelayanan antenatal diperoleh hasil
rata-rata keseluruhan 65,85%, masih di bawah standar yaitu 75%, hal ini
dikarenakan belum ada kepatuhan terhadap standar pelayanan antenatal,
ada bagian yang belum dilaksanakan di antaranya penyuluhan,
pengukuran panggul, dan patela reflek.
104
Kepatuhan adalah sikap mau mentaati dan mengikuti suatu
spesifikasi, standar atau aturan yang telah diatur dengan jelas yang
diterbitkan oleh organisasi yang berwenang. Seseorang dikatakan patuh
apabila ia dapat memahami, menyadari dan menjalankan peraturan yang
telah ditetapkan, tanpa paksaan dari siapapun. Kepatuhan bidan dalam
menerapkan standar pelayanan kebidanan dapat dipengaruhi oleh faktor
individu dan organisasi (Robbins, 2002).
Kepatuhan bidan menerapkan standar pelayanan kebidanan bagi
kesehatan ibu dan anak berdampak dan mempunyai daya ungkit terhadap
kualitas pelayanan antenatal yang diberikan, yang selanjutnya
berkontribusi terhadap penurunan angka morbiditas dan mortalitas pada
ibu dan bayi. Terdapat cukup bukti yang menunjukkan masih rendahnya
kualitas pelayanan kesehatan di tingkat masyarakat, seperti studi yang
dilakukan di Indonesia oleh D‟Ambruoso, (2009) yang menyatakan bahwa
pelayanan kebidanan yang diberikan oleh bidan masih di bawah standar
pelayanan. Penelitian Prual,et.all (2011) di Nigeria menyebutkan kualitas
pemeriksaan faktor risiko selama konsultasi antenatal memiliki efektivitas
dalam mencegah dan memprediksi komplikasi obstetrik. Didukung
penelitian Mathole (2011) di Zimbabwe yang menyatakan kunjungan
antenatal yang pertama kali dapat mendeteksi komplikasi kehamilan.
Dari beberapa penelitian diatas tersebut sangat jelas bahwa
kemampuan dan keterampilan seorang petugas KIA sangat berpengaruh
pada hasil kinerja petugas tersebut. Hal ini menjadi salah satu penyebab
kenapa cakupan program KIA tidak bisa mencapai target SPM yang telah
105
ditentukan dari Kementerian Kesehatan terutama dalam menurunkan
angka kematian ibu dan anak.
Untuk meningkatkan kemampuan dan keterampilan para tenaga
kesehatan tersebut maka seharusnya diberikan peningkatan kapasitas
keahlian dan keterampilan terkait KIA yang kedepannya akan berdampak
pada kinerja yang dihasilkannya secara individu dan organisasi tempat dia
bekerja secara keseluruhan.
Salah satu hal untuk mendorong percepatan kualitas kerja petugas
KIA dalam hal ini bidan-bidan di puskesmas yaitu memberikan lebih
banyak pelatihan-pelatihan atau kursus yang berkaitan dengan tugas
utamanya. Ada banyak jenis pelatihan/ kursus pelatihan untuk bidan
seperti Asuhan Persalinan Normal, Pelatihan Pemasangan KB,
penanganan asfiksia Noenatus (bayi baru lahir), manajemen terpadu
balita sakit (MTBS), manajemen terpadu balita muda (MTBM), dan lain-
lain. Dinas Kesehatan Kabupaten Mamberamo Tengah seharusnya sudah
merencanakan pelatihan-pelatihan tersebut.
Dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
836/Menkes/Sk/VI/2005 diatur tentang Bidan koordinator (Bikor) adalah
bidan di puskesmas atau di dinas kesehatan kabupaten/kota yang karena
kemampuannya mendapat tanggung jawab membina bidan di wilayah
kerjanya baik secara perorangan maupun berkelompok. fungsi dari bikor
adalah membimbing pengetahuan, keterampilan klinis profesi dan
sikap bidan serta membina bidan dalam pengelolaan program KIA.
Aplikasi kerja seseorang selain dari hasil pendidikan yang telah
106
diperoleh, juga berdasarkan pengalaman-pengalaman yang pernah
dialaminya. Pada dasarnya orang belajar tergantung pada situasi yang
dihadapinya, dimana situasi tersebut ditentukan oleh pengalaman artinya
ditentukan oleh apa yang pernah dialaminya, didengar serta dibacanya.
Pengalaman kerja pada hakekatnya merupakan rangkuman
pemahaman terhadap apa yang dialami seseorang dalam pekerjaannya,
sehingga apa yang dialami tersebut merupakan miliknya. Keterampilan
seseorang dapat dikembangkan melalui pengalaman langsung ketika
bekerja. Seseorang yang mempunyai pengalaman dalam menyelesaikan
tugas, akan memperoleh satu keunggulan, atau akan mengembangkan
cara yang lebih baik untuk melakukan sesuatu.
Peneliti berkesimpulan bahwa kemampuan dan keterampilan
sebagian bidan sebagai pelaksana program KIA di wilayah kerja
puskesmas Kabupaten Memberamo Tengah masih rendah.
2. Ketersediaan dana
Dalam pembangunan nasional, perkembangan kesehatan sangat
berpengaruh dan dipengaruhi oleh keadaan sosial ekonomi. Berkaitan
dengan hal tersebut, besarnya alokasi dana merupakan salah satu unsur
strategis dalam pembangunan kesehatan. Tersedianya alokasi dana yang
memadai dan pemanfaatan yang efisien, serta pemerataan akan
mendukung suksesnya pembangunan kesehatan (Akhirani & Trisnantoro,
2004).
Masalah dalam pembiayaan kesehatan di Indonesia adalah belum
optimalnya efektivitas dan efisiensi dalam penggunaan. Hal ini terkait erat
107
dengan jumlah dana yang kurang, alokasi yang tidak sesuai prioritas, dan
pola belanja yang cenderung pada investasi barang dan kegiatan tidak
langsung. Dominannya belanja investasi dan kegiatan tidak langsung
berdampak pada kurangnya biaya operasional dan biaya untuk kegiatan
langsung. Di sisi lain, kinerja suatu program kesehatan sangat ditentukan
oleh kecukupan biaya operasional dan biaya untuk kegiatan langsung.
Kondisi ini diperburuk lagi dengan terlambatnya pencairan dana yang
secara umum mempengaruhi pencapaian target program (Gani, 2009).
Penelitian ini yang dilakukan Dodo (2012) di Yogyakarta
menemukan bahwa ada ketidakpastian pembiayaan dalam kegiatan
program KIA dari awal tahun sampai pertengahan tahun bahkan akhir
tahun. Ketidakpastian pembiayaan ini menyulitkan tenaga kesehatan yang
ada di tingkat pelayanan dasar di kecamatan dan desa/posyandu. Tenaga
kesehatan mengeluarkan biaya sendiri atau berhutang kepada pihak lain.
Dalam kondisi ketidakpastian pembiayaan ini, sangat sulit untuk
menjalankan kegiatan rutin dan membuat inovasi di tingkat desa atau
puskesmas.
Peraturan Pemerintah No. 8/2008 tentang Tahapan, Tatacara
Penyusunan, Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana
Pembangunan Daerah, pada pasal 36 ayat (1) butir c menyebutkan
bahwa: program, kegiatan dan pendanaan disusun berdasarkan program
prioritas urusan wajib dan urusan pilihan yang mengacu pada standar
pelayanan minimal sesuai dengan kondisi nyata daerah dan kebutuhan
masyarakat. Program KIA adalah program prioritas secara nasional, oleh
108
karena itu sudah semestinya pemerintah daerah mengalokasikan
anggaran sesuai dengan kebutuhan dan tingkatan prioritas tersebut. Jika
mengacu kepada SPM, maka lebih jelas lagi bahwa program KIA
merupakan salah satu pelayanan kesehatan dasar dengan 8 indikator
yang wajib dipenuhi.
Pendanaan atau pembiayaan kesehatan dalam pelaksanaan
Program KIA di Dinas Kesehatan Kabupaten Memberamo Tengah tahun
2016 bersumber dari dana APBD Kabupaten dan dana tugas pembantuan
BOK dari Kementerian Kesehatan. Dana APBD Kabupaten terdiri dari
dana DAU yang dipergunakan untuk membiayai belanja aparatur dan
kegiatan penunjang lainnya, dana OTSUS yang digunakan untuk
membiayai kegiatan atau program yang sifatnya adalah pelayanan publik
dan Dana Alokasi Khusus (DAK) yang dikhususkan untuk membiayai
kegiatan fisik sarana dan prasarana kesehatan (Puskesmas dan
jaringannya). Sedangkan sumber dana dari Kementerian Kesehatan
dipergunakan untuk dana Bantuan Operasional Kesehatan (BOK). Dari
data sekunder diperoleh bahwa persentase alokasi dana untuk program
KIA pada tahun 2016 yaitu hanya 4,2 %. Sebagian besar alokasi
anggaran untuk pembangunan fisik sarana dan prasarana serta belanja
pegawai. Beberapa sumber dana seperti dana OTSUS dan DAU yang
seharusnya menurut petunjuk teknisnya bisa dpergunakan untuk program
KIA namun pada kenyataannya tidak dialokasikan untuk program KIA.
Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) merupakan bantuan
pemerintah kepada pemerintah daerah dalam melaksanakan Standar
109
Pelayanan Minimal (SPM) Bidang Kesehatan untuk pencapaian Millenium
Development Goals (MDGs) tahun 2015 melalui peningkatan kinerja
Puskesmas dalam menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang bersifat
promotif dan preventif. Implementasi pemanfaatan BOK dalam upaya
peningkatan KIA di puskesmas mencakup beberapa kegiatan yaitu
balita sakit (MTBS), pelatihan manajemen terpadu balita muda
(MTBM), pelatihan PONED, pelatihan kelas ibu hamil, pelatihan
stimulasi deteksi intervensi dini tumbuh kembang (SDIDTK).
2. Membuat perencanaan kebutuhan anggaran program KIA dan
diajukan ke Kepala Puskesmas
131
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, A. W., & Padang, J. A. P. N. (2010). Dampak Desentralisasi Fiskal Terhadap Outcomes Bidang Kesehatan: Studi Empiris Di Kabupaten/Kota Propinsi Sumatera Barat.
Akhirani & Trisnantoro. (2004). Analisis Pembiayaan Kesehatan yang Bersumber dari Pemerintah Melalui District Health Account di Kabupaten Sinjai. Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan, 07(01): 19-26.
Aryanti. (2010). Analisis Kualitas Pelayanan Antenalat Oleh Bidan Di Puskesmas Kabupaten Purbalingga. (Tesis). Semarang : Universitas Diponegoro.Azwar, A. (1996). Pengantar Administrasi Kesehatan. Jakarta: Bina Putra Aksara.
Asikin. (2012). Karakteristik Individu dan Karakteristik Organisasi Pengaruhnya terhadap Motivasi dan Kinerja Bidan Puskesmas Samata dan Puskesmas Bontolempangan Kabupaten Gowa. (Skripsi). Makassar : STIKES.
Balitbangkes. (2013). Riset Kesehatan Dasar. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Jakarta.
Basmala, D., & Adisasmito, G. W. (2012). Karakteristik Perawat, Isi Pekerjaan Dan Lingkungan Pekerjaan Terhadap Kepuasan Kerja Perawat Di Instalasi Rawat Inap RSUD Gunung Jati Cirebon.
Borghi J, Ensor T, Somanathan A, Lissner C, Mills A. (2006). Maternal Survival 4 Mobilising Financial Resources for Maternal Health. Online, 6736(06).
Brahmasari, I., & Suprayetno, A. (2008). Pengaruh Motivasi Kerja, Kepemimpinan dan Budaya Organisasi terhadap Kepuasan Kerja Karyawan serta Dampaknya pada Kinerja Perusahaan Manajemen dan Kewirausahaan, 10.
Bradley S. (2013). District Health Manager‟s Perceptions Of Supervision In Malawi And Tanzania. Biomed central of Journal,11(43):1-8.
Budiman. (2011). Penelitian Kesehatan. Jakarta: Penerbit Rafika Aditama. Chamberlain J, et al. (2007). The Role of Professional Associations in Reducing
Maternal Mortality Worldwide. Interudimannational Journal of Gynecology & Obstetrics, 83(1):94-102.
Dessler. (2004). Sumber Daya Manusia. Jakarta: PT. Indeks. Dharma, A. (1997). Perilaku, Struktur, Proses Organisasi. Jakarta: Penerbit
Erlangga. D‟Ambruoso, et.al. (2009).Confidential Inquiries Into Maternal Death:
Modifications and Adaption in Ghana and Indonesia. Journal of Gynecology and Obstetrics,106:80-84.
Erpan. (2011). Koordinasi Pelaksanaan Pembiayaan Program Kesehatan lbu dan Anak di Kabupaten Lombok Tengah Provinsi Nusa Tenggara Barat Tahun 2011.
Fort AL, Voltero L. 2004. Factors Affecting the Performance of Maternal Health Care Providers in Armenia. Available from: http://www.human-resources-health. com/content/2/1/8 (Accessed : 2017, November 15).
Gani, A. (2001). Pembiayaan Kesehatan Indonesia. Jakarta: Fakultas Kesehatan Masyarakat UI.
Gani, A. (2004). Analisis Biaya dan Resiko Lingkungan. Jakarta: Fakultas Kesehatan Masyarakat UI.
132
Geay, A. (2012). Memutuskan Mata Rantai Kematian di Tanah Papua. Jayapura: Percetakan Deiyai.
Gusna. (2016). Analisis Cakupan Antenatal Care K4 Program Kesehatan Ibu dan Anak di Wilayah Kerja Dinas Kesehatan Kabupaten Padang Pariaman. Jurnal Kesehatan Andalas, 5(1).
Handoko. (1987). Managemen Personalia dan Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: BPFE Yogyakarta. Yogyakarta.
Hani SU. (2012). Pengaruh Pemberian Dana Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) terhadap Kinerja Puskesmas Bontonompo II Kabupaten Gowa. (Skrips). .Makasar: Universitas Patria Artha.
Harmana, T. (2006). Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pembiayaan Kesehatan Daerah Bersumber Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun 2006. Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan, 9(03).
Hasanbasri M. Politik Daerah dan Program Kesehatan di Masa Desentralisasi in Pelaksanaan Desentralisasi Kesehatan di Indonesia 2000-2007, BPFE, Yogyakarta, 2009.
Heywood P. Harahap NP. Health Research Policy and Systems Public Funding of Health at the District Level in Indonesia After Decentralization – Sources, Flows and Contradictions. Health Research Policy and Systems, 2009;14:1-14.
Herjanto, E. (2001). Manajemen Produksi dan Operasi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Hill Z, et al. Supervising community health workers in low-income countries - a review of impact and implementation issues. UK: Global Health Action; 2014
Ikatan Bidan Indonesia. 2006. Bidan Menyongsong Masa Depan-IBI 50 tahun. Jakarta. Depkes RI. Jakarta.
Iswarno. (2013). Analisis Untuk Penerapan Kebijakan: Analisis Stakeholder dalam Kebijakan Program Kesehatan Ibu dan Anak Di Kabupaten Kepahiang. Jurnal Kebijakan Kesehatan Indonesia, 02: 77-85.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2011. Petunjuk Teknis Bantuan Operasional Kesehatan. Jakarta: Kemenkes. Jakarta.
Lalonde AB. (2009). Delivering Services and Influencing Policy: Health Care Professionals Join Forces to Improve Maternal, Newborn, and Child Health. International Journal of Gynaecology and Obstetrics: The Official Organ of the International Federation of Gynaecology and Obstetrics. International Journal Federation of Gynecology and Obstetrics, 105(3):271.
Mangkunegara. (2006). Evaluasi Kinerja SDM. Bandung: PT Refika Aditama. Bandung.
Mangkunegara, & Prabu. (2014). Evaluasi Kinerja SDM. Bandung: PT. Refika Aditama. Bandung.
Mathole. (2011). Dillemas and Paradoxes in Providing and Changing antenatal care:a Study of Nurse and midwives in Rural Zimbabwe. Heapol Oxford Journals, 046: 385-393.
Menkes. (2001). Rencana Strategis Nasional Making Pregnancy Safer (MPS) 2001 - 2010. Jakarta: Depkes. Jakarta.
Menkes. (2002). Registrasi dan Praktik Bidan. Jakarta: Depkes. Jakarta. Menkes. (2004). Kebijakan Dasar Puskesmas. Jakarta: Depkes. Jakarta.
133
Menkes. (2005). Pedoman Pengembangan Manajemen Kinerja Bidan dan Perawat. Jakarta: Menteri Kesehatan. Jakarta.
Menkes. (2008). Permenkes Nomor 741 tentang Standar Pelayanan Minimal. Jakarta: Depkes. Jakarta.
Menkes. (2012). Target MDGs tahun 2015. Menkes. (2014). Kebijakan Kemenkes Tentang Program KIA. Moleong, L. J. (2014a). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja
Rosdakarya. Moleong, L. J. (2014b). Metodologi Penelitian Kualitatif (33 ed.). Bandung:
Remaja Rosdakarya. Mulyati, Y., & Lukito, H. (2008). Analisis Kepuasan Kerja Tenaga Perawat dan
Tenaga Non Medis dalam Kaitan dengan Peningkatan Kepuasan Pelanggan(Studi Kasus pada Rumah Sakit di Sumatera Barat).
Munir, M. (2013). Pengaruh Motivasi Kerja, Kepuasan Kerja, Budaya Organisasi dan Kepemimpinan terhadap Kinerja Karyawan RSUD Tugurejo Semarang. Universitas Diponegoro, Semarang.
Nahajar, S.W. 2012. Gambaran Manajemen Upaya Perbaikan Gizi Masyarakat Di Puskesmas Mokoau Kota Kendari Tahun 2012. Skripsi. Kendari.
Ningsih, N. A. (2011). Analisis Hubungan Prinsip-Prinsip Good Governance Dengan Kinerja Pegawai Di Dinas Kesehatan Kabupaten Luwu Timur.
Notoatmodjo. (2010). Ilmu Perilaku Kesehatan. Jakarta: Penerbit Rineka Cipta. Jakarta.
Notoatmodjo. (2012). Promosi Kesehatan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: Penerbit Rineka Cipta. Jakarta.
Notoatmodjo. 2003. Ilmu Kesehatan Masyarakat. Jakarata: PT. Rineka Cipta. Jakarta.
Oyaya C O, Rifkin S B. Health Sector Reforms in Kenya: an Examination of District Level Planning. Health Policy, 64:113-27.
Panggabean. (2012). Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: PT. Ghalia Indonesia.
Paryanto, A. T. (2012). Analisis pengaruh faktor kolaborasi perawat Terhadap kepuasan kerja dokter spesialis Di rawat inap paviliun garuda Rs. Dr. Kariadi Semarang Tahun 2012.
Prual. (2011). Effectieness of External Inspection of Compliance with Standards in Improving Healthcare Organization Behavior and Healthcare Profesional Behavior. Department of Publish Health. Journal University of Oxford, 4(6).
PP. (2005). Peraturan Pemerintah RI nomor 65 tahun 2005 tentang Pedoman penyusunan Penerapan Standar Pelayanan Minimal. Jakarta: Pemerintah RI.
Prastowo. (2011). Memahami Metode-Metode Penelitian, Suatu Tinjauan Teoritis dan Praktis. Yogyakarta: Penerbit Media Maguwoharjo.
Purwanto, & Wahyudin. (2008). Pengaruh Faktor-Faktor kepuasan Kerja Dengan kinerja Karyawan Pusat Pendidikan Komputer Akuntansi IMKA dl Surakarta.
Purwanti E, Ayubi D. (2007). Hubungan antara Kepemimpinan Kepala Puskesmas dan Karakteristik Petugas Gizi Puskesmas di Kabupaten Kerawang. (Tesis). Jakarta: FKM UI.
134
Rahmawati, P. (2012). Analisis Kinerja Pegawai Kantor Dinas Kesehatan Kabupaten BintanProvinsi Kepulauan RiauTahun 2012.
Rasyid. (2000). Fungsi Pemerintah dalam Pelayanan Publik. Jakarta. Reinke W A. (1994). Perencanaan Kesehatan Untuk Meningkatkan Efektivintas
Manajemen. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Yogyakarta. Robbin Stephen P. (2002). Perilaku Organisasi Konsep Kontroversi Aplikasi.
Edisi VIII. Jakarta: Prenhallindo. Jakarta. Sari R.W. (2007). Hubungan karakteristik ibu hamil, ketersediaan sarana, dan
kualitas pelayanan dengan tingkat pemanfaatan posyandu. (skripsi). Sasmito, A. (2003). Sistem Kesehatan. Raja Grafindo Persada, 2007. Sastrohadisuwiryo, & Suswanto. (2002). Manajemen Tenaga Kerja Indonesia.
Jakarta: Penerbit Bumi Aksara. Sedarmayanti. (2007). Sumber Daya Manusia. Jakarta: Penerbit Bumi Aksara.
Jakarta. Sedarmayanti. (2013). Good Governance (Kepemerintahan yang baik)
Membangun Sistem Manajemen Kinerja Guna Meningkatkan produktivitas Menuju Good Government. Bandung: PT. Mayar Maju.
Setyaningsih S. (2008). Pengaruh interaksi, pengetahuan, dan sikap terhadap praktik ibu dalam pencegahan anemia gizi besi balita di Kota Pekalongan tahun 2008. (tesis). Semarang: Universitas Diponegoro.
Simamora. (2013). Manajemen Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: Bagian Penerbitan STIE YKPN.
Siregar, M. (2014). Pengaruh Motivasi Dengan kinerja Perawat Pelaksana Di Ruang Rawat Inap Rumah Sakit Umum Daerah Swadana Tarutung Tapanuli Utara Tahun 2008.
Speziale, & Carpenter. (2003). Penelitian Kualitatif. Subakti. (2008). Pengaruh kepuasan kerja dengan kinerja Pegawai klinik
spesialis Bestari medan Tahun 2011. Sugiyono. (2014). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung:
Alfabeta. Suswati, E. (2012). Karakteristik Individu dan Karakteristik Organisasi
Pengaruhnya terhadap Motivasi dan Kinerja Bidan oada RSUD Tapal Kuda Jawa Timur. UKSW institutional repository.
Sutrisno. (2011). Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Penerbit Kencana. Jakarta.
Symon. (2007). Kajian Perencanaan Dan Penganggaran Kesehatan Di Dinas Kesehatan Kota Padang Tahun 2006. Jurnal Kesehatan Masyarakat, II (1).
Undang-undang. (2004). UU Nomor 32 tentang Pemerintah Dareah. Jakarta: UU RI.
Wirawan. (2009). Evaluasi Kinerja Sumber Daya Manusia. Jakarta: Penerbit Salemba Empat. Jakarta.
WHO. (2006). The Role Of Health Care Professional Organizations in The Partnership for Maternal Newborn and Child Health. Geneva: WHO.
135
Lampiran 1 Pedoman Wawancara
NO
INFORMAN
DAFTAR PERTANYAAN DINAS KESEHATAN KEPALA PUSKESMAS PETUGAS/PENANGGUNGJAW
AB KIA PUSKESMAS MS KP AS MH YG LG CK MM KY SS LP FS
A. KEMAMPUAN DAN KETERAMPILAN PETUGAS
1 Mohon kiranya Bapak/Ibu memberikan penjelasan tentang program KIA? √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
2 Menurut Bapak/Ibu, kegiatan pelayanan apa saja yang sudah berjalan di puskesmas berkaitan dengan program KIA?
√ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
3
Bagaimana pandangan bapak/ibu tentang kemampuan dan keterampilan petugas KIA di Puskesmas ? Apakah sudah sesuai dengan yang diharapkan atau belum?
√ √ √ √ √ √ √ - - - - -
4 Apa saja selama ini yang sudah ditempuh dalam meningkatkan kemampuan dan keterampilan petugas KIA di puskesmas ?
√ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
5 Apakah ada standar tertentu sebagai ukuran dalam menilai kemampuan dan keterampilan petugas KIA di puskesmas?
√ √ √ √ √ √ √ - - - - -
6 Aoakah setiap tenaga bidan sudah memiliki STR (Surat Tanda Registrasi) sebagai petugas KIA di Kabupaten Mamberamo Tengah?
√ √ - - - - - √ √ √ √ √
7 Bagaimana pengalaman anda sebagai petugas program KIA di Puskesmas ? - - - - - - - √ √ √ √ √
136
136 136 136
NO
INFORMAN
DAFTAR PERTANYAAN DINAS
KESEHATAN
KEPALA PUSKESMAS PETUGAS/PENANGGUNGJAWAB KIA PUSKESMAS
MS KP AS MH YG LG CK MM KY SS LP FS B. KETERSEDIAAN DANA
1 Darimana saja sumber pembiayaan program KIA yang Bapak/Ibu ketahui? √ √ √ √ √ √ √ - - - - -
2
Apa yang Bapak/Ibu ketahui tentang ketersediaan dana untuk program KIA baik di tingkat Dinas maupun di Puskesmas?
√ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
3 Berapa Alokasi dana yang diperuntukkan dalam menjalankan program KIA pada tahun ini (2015) ?
√ √ √ √ √ √ √ - - - - -
4
Apakah ketersediaan dana tersebut sudah dianggap mencukupi atau belum dalam menjalankan program KIA?
√ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
136
137
136
137
NO
INFORMAN
DAFTAR PERTANYAAN DINAS KESEHATAN KEPALA PUSKESMAS PETUGAS/PENANGGUNGJAWAB
KIA PUSKESMAS MS KP AS MH YG LG CK MM KY SS LP FS
C. SUPERVISI PROGRAM
1 Bagaimana pandangan Bapak/Ibu tentang supervisi program ? √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
2 Hal-hal apa saja yang Bapak/Ibu dilakukan dalam pelaksanaan supervisi program KIA ?
√ √ - - - - - - - - - -
3 Apakah selama ini sudah dibentuk tim supervisi terpadu program KIA? √ √ - - - - - - - - - -
4 Apakah supervisi program KIA selama ini sudah berjalan secara rutin atau belum ?
√ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
5
Bagaimana pendampingan/supervisi dari pimpinanan dalam pelaksanaan program KIA di puskesmas dan jaringannya ?
√ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
138
136
138
NO
INFORMAN
DAFTAR PERTANYAAN DINAS KESEHATAN KEPALA PUSKESMAS PETUGAS/PENANGGUNGJAWAB
KIA PUSKESMAS
MS KP AS MH YG LG CK MM KY SS LP FS
D. PRENCANAAN PROGRAM
1 Bagaimana pandangan Bapak/Ibu tentang perencanaan program KIA ? √ √ √ √ √ √ √ - - - - -
2 Apakah perencanaan program KIA sudah tertuang dalam Renstra dan Renja SKPD? √ √ √ √ √ √ √ - - - - -
3
Hal-hal apa saja yang Bapak/Ibu dilakukan dalam pelaksanaan perencanaan program KIA ?
√ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
4
Apakah sudah ada penyusunan SPM (Standar Pelayanan Minimal) dan SOP (standar Operasional Prosedur) sebagai pedoman dalam menjalankan program KIA di puskesmas ?
√ √ √ - - - - - - - - -
5 Apakah perencanaan program KIA selama ini sudah berjalan baik atau belum ? √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √
139
Lampiran 2. DAFTAR INISIAL RESPONDEN MENURUT JABATAN
No Inisial Jabatan
1.
MS
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Mamberamo
Tengah
2. KP Kepala Seksi KIA Dinas Kesehatan Kabupaten
Mamberamo Tengah
3. AS Kepala Puskesmas Kobakma
4. MH Kepala Puskesmas Kelila
5. YY Kepala Puskesmas Ilugwa
6. LG Kepala Puskesmas Eragayam
7. CK Kepala Puskesmas Megambilis
8. MM Penanggungjawab KIA Puskesmas Kobakma
9. KY Penanggungjawab KIA Puskesmas Kelila
10. SS Penanggungjawab KIA Puskesmas Ilugwa
11. LP Penanggungjawab KIA Puskesmas Eragayam
12. FS Penanggungjawab KIA Puskesmas Megambilis
140
Lampiran 3. MATRIKS ANALISIS DATA HASIL PENELITIAN
1. Kemampuan dan Keterampilan
No Informan Emik Reduksi/
Konsep Emik Konsep Etik Proposisi Rangkuman
1 KP
“...bidan yang sudah berpengalaman itu biasanya terampil dalam menolong persalinan, tapi ada juga yang belum...biasanya itu bidan yang baru-baru lulus..ya baru diangkat honorer...baru sebagian juga belum punya STR (Surat Tanda Registrasi) bidan...kami rekrut saja karena untuk menutupi kekurangan tenaga...ya walaupun tidak punya STR... ”
petugas di puskesmas bahwa masih kurangnya pengalaman kerja, pemberian pelatihan-pelatihan yang berkaitan dengan KIA masih sangat kurang dan bahkan ada yang belum pernah ikut pelatihan Asuhan Persalinan Normal. Kemudian di salah satu Puskesmas bahkan tidak ada bidan koordinator (bikor) yang merupakan bidan senior yang seharusnya melakukan pendampingan kepada bidan-bidan yang baru lulus/tamat dan langsung dipekerjakan. Dari informan dinas kesehatan juga mengakui hal yang sama bahwa pelatihan APN baru 2 kali dilaksanakan sehingga pelatihan lainnya baru direncanakan ke depannya.
Pelaksanaan Program KIA di Kabupaten Mamberamo Tengah masih belum optimal karena masih rendahnya kemampuan dan keterampilan dari pelaksana program dalam hal ini bidan
-Keberhasilan pelaksanaan program KIA bergantung pada kemampuan dan keterampilan para petugas/pelaksana program KIA tersebut
kemampuan dan keterampilan petugas KIA masih rendah sehingga pelaksanaan program KIA tidak optimal
- Peningkatan kemampuan dan keterampilan dapat ditempuh dengan cara memberikan pelatihan-pelatihan kepada para bidan yang bertugas di KIA
2 CK
“...Bidan di wilayah kerja saya ini masih bidan baru lulus semua... jadi masih kurang terampil... mungkin karena dong pu pengalaman masih kurang kah (pengalaman mereka masih kurang)... seharusnya mereka itu diberikan pelatihan-pelatihan... trada (tidak ada) bidan koordinator (bikor) di sini yang mendampingi...”(CK)
3 MS
“...kami (Dinas Kesehatan Kabupaten Memberamo Tengah) sudah 2 kali melaksanakan program pelatihan APN (Asuhan Persalinan Normal)...memang belum semua bidan ikut pelatihan itu...pelatihan lainnya baru kami mau rencanakan ke depan...” (MS)
141
136
141
No Informan Emik Reduksi/
Konsep Emik Konsep Etik Proposisi Rangkuman
4 MM
“...saya belum pernah ikut pelatihan atau kursus, macam pelatihan APN (asuhan persalinan normal) tuh belum pernah diikutkan...kitong (kami) di puskesmas kobakma ini ada 15 bidan tapi yang ikut pelatihan APN baru 3 orang saja...” (MM)
5 LP
“...kalau kami tuh urus STR (Surat Tanda Registrasi) masing-masing saja... itu urusnya ke MTKP (Majelis Tenaga Kesehatan Provinsi di dinas kesehatan provinsi ...adek-adek bidan yang baru honorer itu ada yang belum punya STR...” (LP)
142
136
142
2. Ketersediaan Dana
No Informan Emik Reduksi/ Konsep Emik /
Konsep Etik Proposisi Rangkuman Kata Kunci
1 MS
“...dana untuk program KIA diambil dari dana BOK biasanya dorang (mereka) pergunakan untuk kegiatan posyandu...
Dana OTSUS dan DAU tidak dialokasikan untuk program KIA, dana di puskesmas tidak cukup untuk operasional kegiatan KIA, biaya rujukan pasien, dan bahkan ada puskesmas yang dananya terlambat di cairkan dari dinas kesehatan
Ketersediaan dana untuk pembiayaan program KIA di Kabupaten Mamberamo Tengah masih sangat kurang
- Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 15 tahun 2015 tentang Petunjuk Teknis Bantuan Operasional Kesehatan (BOK) peruntukkannya 60 % untuk pelayanan kesehatan Puskesmas dan jaringannya pada program pelayanan kesehatan prioritas diantaranya menurunkan angka kematian balita dan ibu.
Alokasi dana yang tidak mencukupi mempengaruhi keberhasilan target/capain kinerja program KIA
...sebagian juga dari dana BPJS, itu biasanya dorang pake untuk klaim pertolongan persalinan atau jasa pelayanan saja... ”
“.. sedangkan dana DAK, OTSUS dan DAU tidak kami alokasikan untuk program KIA... sebenarnya belum cukup... ”
- Peraturan Menteri Keuangan Nomor 48 tahun 2016 tentang pengelolaan transfer ke daerah dijelaskan pada pasal 5 bahwa alokasi anggaran di bidang kesehatan sebesar 5 % dari APBN.
2 MH
“...dana yang dialokasikan untuk program KIA di puskesmas kami itu tra (tidak) cukup...
karena selain membiayai kegiatan ini juga kadang kitong (kami) ini ada kebutuhan lain lagi...macam rehab Polindes yang sudah lapuk tuh...”
- Pergub Papua Nomor 8 tahun 2014 tentang Juknis Penggunaan Dana Otonomi Khusus (OTSUS) sebesar 40 % untuk operasional pelayanan kesehatan dasar yang di dalamnya termasuk program KIA.
143
No Informan Emik Reduksi/ Konsep Emik /
Konsep Etik Proposisi Rangkuman Kata Kunci
3 FS
“...biasanya kalau mau rujuk pasien ibu hamil risiko tinggi tuh kapus bilang kamu stop sudah pake biaya rujukan, trada (tidak ada) uang untuk rujukan ibu hamil
...dana dari dinas dong (mereka) kasih itu tra cukup...
suruh berangkat sendiri sudah...ini kan pakai pesawat... baru mahal lagi..kasian ibunya belum tentu dia ada uang...”
4 KY
“...wilayah kerja Puskesmas kami 19 kampung yang sangat berjauhan...
... ini membutuhkan biaya yang besar untuk transportasi bidan setiap bulan melaksanakan PWS KIA...
akhirnya ada saja yang tidak bisa jalan tiap bulan...”
5 LG
“...dana yang dong (mereka) cairkan dari dinas tuh selalu cairkan terlambat ke puskesmas...
... ini kegiatan rutin sebenarnya dimulai dari januari..
rutin sebenarnya dimulai dari januari... akhirnya program seperti KIA jadi terhambat... itu sangat pengaruh dalam pelayanan kami terhadap masyarakat...”
144 136
144
3. Supervisi Program
No Informan Emik Reduksi/ Konsep Emik /
Konsep Etik Proposisi Rangkuman Kata Kunci
1 MS “...kalau saya jarang turun ke lapangan untuk supervisi karena saya sifatnya hanya menerima laporan dari kepala seksi KIA... kalau ada kendala-kendala baru dicarikan solusinya...”
supervisi program KIA dari pimpinan jarang dilakukan karena hanya mengharapkan pencatatan dan pelaporan bulanan progam KIA dari masing-masing puskesmas. Pernyataan dari beberapa informan di puskesmas mengatakan bahwa dari dinas belum ada keseriusan dalam hal supervisi dan pendampingan program, kadang kunjungan dari dinas kesehatan hanya 2 kali dalam setahun, tidak pernah ada pendampingan dalam kegiatan posyandu.
Supervisi program KIA tidak berjalan di Kabupaten Mamberamo Tengah
- Supervisi bertujuan mengetahui kinerja bidan yang ada di lapangan dalam teknis pelayanan dan manajemen program kesehatan ibu dan anak yang mengacu kepada perbaikan mutu pelayanan dalam meningkatnya cakupan program KIA
Supervisi mengacu kepada perbaikan mutu pelayanan dan manajemen pelayanan dalam meningkatnya cakupan program kesehatan Ibu dan anak.
2 KP “...supervisi jarang saya lakukan... yang penting laporan bulanan dari puskesmas lancar-lancar saja toh...”
- Supervisi yang terintegrasi dapat dilakukan oleh Puskesmas, Dinas Kesehatan dan organisasi profesi (IBI) bermanfaat memberikan pembinaan dan pengawasan penyelengara praktik bidan di puskesmas
3
AS
“...dari dinas dong (mereka) jarang turun melakukan pendampingan atau supervisi untuk program KIA...
... iya mungkin hanya 2 kali setahun kah...itu pun hanya datang sebentar saja ambil data-data di puskesmas...”
4 SS
“...sepanjang tahun ini kami belum pernah didampingi dari dinas kalau kegiatan posyandu...mungkin mereka sibuk...
145
145
136
4. Perencanaan Program
No Informan Emik Reduksi/ Konsep Emik /
Konsep Etik Proposisi Rangkuman Kata Kunci
1 MS
“...kalau Renstra itu disusun oleh pejabat lama jadi kami kurang tau penjabarannya seperti apa...saya belum ada sosialisasi ke bawahan mengenai renstra dinas kesehatan...”
Dinas kesehatan tidak memiliki Renstra dan Renja SKPD yang jelas. Tidak ada sosialisasi petunjuk teknis standar pelayanan minimal (SPM) program KIA kepada petugas di puskesmas. Belum ada standar operasional prosedur (SOP) sebagai pedoman dalam menjalankan program KIA di puskesmas. Namun ada puskesmas yang menggunakan POA (Plan of Action) puskesmas untuk menjalankan program KIA
Perencanaan program KIA di tingkat dinas dan puskesmas Kabupaten Mamberamo Tengah belum optimal, hanya berpedoman pada penyusunan target program tahunan, SPM yang telah ditetapkan oleh Kementerian Kesehatan, dan Plan of Action (POA) bulanan Puskesmas
- Renstra dan Renja SKPD memuat prioritas program/kegiatan; rencana kerja dan pendanaannya baik yang dilaksanakan langsung oleh pemerintah maupun yang ditempuh dengan mendorong partisipasi masyarakat.
Perencanaan bertujuan mengalokasikan sumber daya yang terbatas, Perencanaan Operasional unit kerja dibuat di satuan kerja perangkat daerah dalam rangka memperlihatkan bagaimana peluang secara spesifik ditunjukkan, bagaimana setiap sasaran program dilaksanakan di setiap unit kerja.
“...untuk program KIA sudah ada (SPM) standar pelayanan minimal...
- SK Menkes Nomor 741 Tahun 2008 tentang Standar Pelayanan Minimal merupakan standar pelayanan dengan batas-batas tertentu untuk mengukur kinerja penyelenggaraan kewenangan wajib daerah yang berkaitan dengan pelayanan dasar kepada masyarakat yang mencakup jenis pelayanan, indikator dan nilai (benchmark).
...itu diberikan dari pusat (kementerian kesehatan)... saya kurang tau kalau sudah di sosialisasikan kah tidak... saya pikir itu tugas Kepala Seksi KIA...
... kami belum buatkan SOP khusus untuk kegiatan di KIA...”
- tim tingkat kabupaten
menyusun SOP pelayanan KIA kemudian disosialisasikan dan dipantau pelaksanaanya sehingga bidan bisa menerapkan pelaksanaan pelayanan KIA sesuai dengan SOP, dan senantiasa melakukan evaluasi sehingga pelayanan menjadi berkualitas
2 KP
“...mengenai RENJA SKPD belum pernah kami susun...itu mungkin di bagian perencanaan program kah...
...kami tidak sosialisasikan SPM itu ke puskesmas karena saya pikir tidak perlu..
yang penting mereka laksanakan kegiatan rutin sesuai tupoksinya...
...SOP kami belum buat juga di unit layanan KIA...penyusunan target pencapaian program KIA ada tiap tahun...”
146 136
146
No Informan Emik Reduksi/ Konsep Emik /
Konsep Etik Proposisi Rangkuman Kata Kunci
3 LG
“...belum ada SOP untuk KIA di puskesmas eragayam... seharusnya dari dinas yang buatkan..
...jadi hanya jalankan kegiatan rutin saja...
...untuk target pencapain program itu sudah ditentukan dari dinas...”
4 AS
“...dalam minilokakarya puskesmas hanya membahas jadwal kegiatan rutin bulanan, termasuk kegiatan KIA...
...itu biasanya kami buat POA... puskesmas tra (tidak) pernah susun SOP...”
5 FS “...kami hanya berpedoman pada target tahunan cakupan program...
... tugas kami itu melaksanakan kegiatan rutin di KIA dan buat laporan bulanan untuk di kirim ke dinas...”
147
Lampiran 4. PERMOHONAN IZIN PENELITIAN
148
Lampiran 5. Rekomendasi izin penelitian dari Badan Kesatuan Bangsa dan Politik Pemerintah Kabupaten Mamberamo Tengah
149
Lampiran 6. Surat Keterangan Selesai Penelitian
150
Lampiran 7. Dokumentasi Penelitian Ket foto: foto bersama Kapus & Bidan di Puskesmas Kelia
Ket foto: foto bersama Kapus & Bidan di Puskesmas Taria
151
Ket foto: foto bersama Kapus & Bidan di Puskesmas Eragayam Ket foto: foto bersama Kapus & Bidan di Puskesmas Ilugwa
152
Ket foto: foto bersama Kapus & Bidan di Puskesmas Dogobak