Dalam sistem hidrotermal, perbandingan w/r berkisar dari 0,1-4, dengan batas bawah yang didapatkan ketika pelepasan air yang diserap oleh mineral hidrous (Henley dan Ellis, 1983). Pertukaran isotop antara oksigen/air selama interaksi air dengan batuan, untuk menghitung perbandingan r/w, sebagaimana yang telah dikemukakan oleh Taylor (1997), dimana sifat berbagai batuan granitic, dimana air meteoric beredar dengan volume yang melimpah. Di dalam batuan ini, volume perbandingan w/r yang terhitung memiliki kisaran 3,0 sampai dengan 0,1. 2.3.1 Metasomatisme Ion Hidrogen (Alterasi Hidroliktik) dan Dasar Pertukaran Ion Hidrolisi dan hidrasi telah diperkenalkan di bab 1. Di sini, istilah tersebut seringkali didefinisikan dalam konteks proses perubahan hidrotermal. Hidrolisis atau metasomatisme ion hydrogen atau alterasi hidrolitik, merupakan fenomena yang sangat penting yang melibatkan dekomposisi ion H 2 O , perubahan H + (atau OH - ) diserap selama reaksi dengan mineral silikat, sehingga adanya perubahan rasio H + / OH - . Sumber ion H + , subsolidus dapat bereaksi selama terjadinya metasomatisme pada mineral alkali, air, atau larutan hidrotermal yang asam. Perubahan silikat anhidrat menuju sifat yang hidrous, contoh (mineral mika atau tanah liat) merupakan reaksi yang menyerap H + dan melepaskan ion logam kedalam larutan. Hal ini nantinya akan mempengaruhi pH dari larutan yang memiliki kekuatan untuk menghilangkan atau menjaga agar ion tetap ada di dalam larutan. Hal ini terkait dengan asosiasi komplek H + , hingga ketingkat dasar senyawa NaCl, 91
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Dalam sistem hidrotermal, perbandingan w/r berkisar dari 0,1-4, dengan batas bawah yang
didapatkan ketika pelepasan air yang diserap oleh mineral hidrous (Henley dan Ellis, 1983).
Pertukaran isotop antara oksigen/air selama interaksi air dengan batuan, untuk menghitung
perbandingan r/w, sebagaimana yang telah dikemukakan oleh Taylor (1997), dimana sifat
berbagai batuan granitic, dimana air meteoric beredar dengan volume yang melimpah. Di dalam
batuan ini, volume perbandingan w/r yang terhitung memiliki kisaran 3,0 sampai dengan 0,1.
2.3.1 Metasomatisme Ion Hidrogen (Alterasi Hidroliktik) dan Dasar Pertukaran Ion
Hidrolisi dan hidrasi telah diperkenalkan di bab 1. Di sini, istilah tersebut seringkali
didefinisikan dalam konteks proses perubahan hidrotermal. Hidrolisis atau metasomatisme ion
hydrogen atau alterasi hidrolitik, merupakan fenomena yang sangat penting yang melibatkan
dekomposisi ion H2O , perubahan H+ (atau OH- ) diserap selama reaksi dengan mineral silikat,
sehingga adanya perubahan rasio H+/ OH-. Sumber ion H+, subsolidus dapat bereaksi selama
terjadinya metasomatisme pada mineral alkali, air, atau larutan hidrotermal yang asam.
Perubahan silikat anhidrat menuju sifat yang hidrous, contoh (mineral mika atau tanah liat)
merupakan reaksi yang menyerap H+ dan melepaskan ion logam kedalam larutan. Hal ini
nantinya akan mempengaruhi pH dari larutan yang memiliki kekuatan untuk menghilangkan atau
menjaga agar ion tetap ada di dalam larutan. Hal ini terkait dengan asosiasi komplek H+, hingga
ketingkat dasar senyawa NaCl, sehingga pada akhirnya pembentukan klorida dan komplek
pelarutan elemen logam (Guilbert dan Park, 1986), contoh dari dekomposisi hidrolitik mineral
feldspar adalah:
Hal ini dapat dilihat dari reaksi yang dilepaskan Ion K dan diserap oleh ion H. Hidrasi,
transfer molekul air dari cairan untuk mineral sering mnyertai proses hidrolisi.
91
Reaksi di mana suatu kation digantikan oleh suatu mineral lain dalam suatu dasar pertukaran
unsure, misalnya seperti perubahan mikrolin dengan albit, Na menggantikan K, yang masuk ke
dalam larutan :
Metasomatisme ion hidrogen, hidrasi dan dasar pertukaran stabilitas kontrol dari mineral
silikat, asam dari larutan, dan adanya transfer dari kation ke dalam larutan. Merekalah yang
terlibat dalam pembentukan alterasi profilitik, argilik, serisitik, atau filik, dan potasik serta
pengkayaan mineral lainnya, yang begitu khas dari suatu sistem hidrotermal. Wilayah dengan
tingkat dekomposisi hidrolitik atau metasomatisme ion hydrogen, dari mineral silikat, biasanya
dikelilingi oleh profilitik perubahan di mana hidrasi (fenomena selain dari air dan C2O).
92
Gambar 2.6. Diagram yang mempresentasikan perubahan hidrotermal dari dalam batuan yang mengandung (a) dominan alkali feldspar dan (b) dominan plagioklas (Hemley dan Jones, 1964).
Semua reaksi ini menyerap H+ dan melepaskan kation seperti Na, serta unsure logam lain
yang mungkin bagi mereka mengubah silikat menjadi lattice. Reaksi ini dihasilkann oleh
perubahan rasio tekanan dan suhu. Secara umum keseluruhan sifat fisik batuan/ pola batuan
banyak mengandung feldspar dan kuarsa diperlihatkan di Gambar 2.6. Silika yang berasal dari
hidrolitik yang dihasilkan dari perubahan silikat, tidak mengalami proses mengkristal di lokasi
perubahan, tetapi berdifusi ke arah channel ways, sementara sebagiannya lagi mungkin tertinggal
di zona pembentukan serisit.
Oksidasi H2S akan mengarah pada pembentukan asam sulfat (H), yang nantinya menjadi
agen terhadap proses leaching (pencucian), terutama pada bagian bawah gunung api dan bagian
lain gunung api. Pencucian akibat asam bertanggung jawab terhadap ubahan argilik yang umum
terbentu pada lingkungan epitermal dan sistem porfiri. Henley, dkk (1969) dalam eksperimennya
mempelajari lima elemen bagian sistem yang ada di atasnya, melibatkan pembentukan stabilitas
93
mineral k-feldspar, muskovit, kaolinite, dan alunit yang memiliki fungsi H2 dan K2. Mineral
alunit merupakan dianggap sebagai kunci utama daripada sistem endapan epitermal sulfidasi
tinggi. Karena pada umumnya alunit ditemukan terkait dengan mata air panas, kolam lumpur dan
fumarol di permukaan gunung api dimana mineral ini membentuk urat-urat, berbentuk lentikular
dimana massa tubuh batuan hamper seluruhnya digantikan oleh mineral alunit. Alunit pada
umumnya dikaitkan dengan opal, kaolinit, dickit, sereisit, firopilit, dan diaspor. Karena
meningkatnya proses pencucian yang berhubungan dengan kehadiran alunit, biasanya akan hadir
zona yang berpori dan bersifat silikaan. Dan vuggy silica merupakan sisa hasil pengendapannya.
Berikut merupakan reaksi kaitannya dengan proses yang telah disebutkan:
2.3.2 Macam Jenis Alterasi Hidrotermal
Istilah-istilah yang digunakan untuk menggambarkan dan mengklasifikasikan alterasi
hidrotermaldapat dinyatakan dari fungsi: (1) adanya himupunan mineral atau keterdapatan suatu
mumpulan mineral dan (2) perubahan kimia. Perubahan sifat kimia akan mengindikasikan
karakteristik fluida yang melarutkannya disuatu proses alterasi yang didalamnya termasuk proses
metasomatisme ion hydrogen, metasomatisme mineral alkali, metasomatisme fluorin, boron, dan
lain-lain. Selain itu, gaya alterasi haruslah mempertimbangkan intensitas, bentuk dan karakter
yang terlihat. Di sini karakteristiknya kan menjadi membingungkan karena penilaiannnya hanya
subjektif. Seperti halnya penilaian dengan tingktan lemah, menengah, kuat, luas pervasive, non-
pervasif, yang sering digunakan. Istilah tersebut pada dasarnya merujuk kepada kondisi atau sifat
asli batuan, seberapa jauh proses alterasi tersebut berkembang, baik di satu skala mineral dan
berskala regional, keseluruhan geometri yang meliputinya. Gifkins, dkk (2005) memberikan
sebutan lain, yaitu “multi-faceted”, yang dimana melakukan pendekatan untuk menggambarkan
perubahan fasies dibatuan vulkanik, berdasarkan empat variable, yaitu intesitas mineral,
distribusi, tekstur, dan himpunan mineral dapat dilihhat dengan rumusan sebagai berikut:
4+3+2+1
94
Metasomatisme Penambahan H+
Metasomatisme Penambahan Alkali
Gambar 2.7. Evolusi ideal dari sikuen alteraasi. (A) Menggambarkan jenis perubahan dengan temperature sebagai temperatur, aktivitas K+ dan H+ (Gulibert dan Park, 1985; Burnham dan Ohmoto, 1980), (B) Metasomatisme
pelepasan alkali H+, dihasilkan pengurangan raasio antara alkali/ H, dan berikutnya dalah ketidakstabilan mineral mika dan feldspar, dengan adanya tahapan pertumbuhan mineral baru, yaitu (fase greisens dann filik).
Metasomatisme lanjutan dari kation H+ adalah hasil dari masuknya air meteoric kedalam sistemnya, di tahapan lebih lanjut perubahan ini menghasilkan asam H+ dan argilik berada ppada fase ini.
Dimana, intensitas dari variabel dapat terlihat sekilas, lemah, sedang, kuat, distribusi
varibel juga dapat bersifat regional atau local, pada footwall, hanging wall, pipe, batas perlapisan
95
dan lainnya, tekstur dari variabel dapat dilihat dari deskripsi contoh tangan atau sayatan tipis dan
termasuk bentuk, ukuran butir, kemas bias berupa selectif, pervasif atau lingkupan vein.
Akhirnya masuk pada tahap variabel himpunan mineral, catat mineral-mineral yang terdapat
untuk meningkatkan abundance, contohnya kuarsa>seririsit>K-Feldspar. Intesitas alterasi
menunjukkan seberapa besar batuan telah terpengaruh oleh alterasi. Intesitas dari alterasi,
walaupun bersifat subjektif, biasanya dipakai dalam penamaan lapangan. Lemah atau rendah dari
intensitas dapat berarti bahwa hanya beberapa dari mineral original yang telah terubah atau
penggantian menjadi mineral lain dan modifikasi tekstur dari mineral asli bias berubah banyak
atau tidak ada sama sekali. Perkiraan yang kualitatif bias dicapai dengan menggunakan sayatan
tipis.
Ciri utama dari alterasi adalah pervasif, selektif pervasive dan non-pervasif. Ubahan
pervasif dapat dikarakterisasi dengan mineral penggantian dari mineral-mineral pembentukan
batuan aslinya. Ini menghasilkan perubahan yang sebagian atau seluruh dari tekstur awal.
Selectif (sebagian) pervasif alterasi juga menunjukkan secara spesifik mineral apasaja yang
berubah selama proses alterasi, contohnya klorit mengganti biotit, serisit mengganti plagioklas.
Dalam kasus ini tekstur aslinya tidak terubah. Ubahan non-pervasif berarti bahwa hanya ada
beberapa bagian dari batuan yang terkena ubahan karena fluida. Ada sebuah pendekatan empiris
yang disarankan oleh Guilbert dan Park (1986), tujuan dari penggunakan simbol untuk
mengkarakterisasi tipe dari alterasi. Pervasive-selectif dan pervasif dapat di indikasi denga
nmenggunakan skala 1 sampai 10, dimana 1 berarti alterasi terletak pada vein tipis atau retakan
tipis, dimana 10 berarti seluruh tubuh batuan dipengaruhi oleh efek alterasi. Contohnya, notasi
seperti S-10-4 berarti batuan dimana mineral susceptible terhadap sericitisation (S) terpengaruhi
sebesar 40% dari volume batuan. Tentunya ini termasuk dalam kategori selectif-pervasif alterasi,
juga termasuk disini alterasi rekahan atau kontrol urat kecil. Kontrol alterasi urat-urat kecil
terbatas terhadap jarak dari urat atau rekahan. karakter alterasi disekitar kontrol urat atau
rekahan dapat berupa pervasif atau selectif-pervasif.
Tipe alterasi dan pola dari deposit hidrotermal yang spesifik dapat dibahas pada chapter
berikutnya. Disini kita membahas secara umum, tipe dari alterasi berasal dari interaksi dari
larutan hidrotermal dengan batuan dinding sebagaimana dijelaskan dari banyak endapan-endapan
mineral hidrotermal, karena itu tiap tipe yang dibahas dapat terjadi pada lingkungan dan tipe
96
endapan yang memungkinkan. Efek yang terdapat di batuan dinding disebabkan interaksi dengan
perubahan kimiawi pada larutan hidrotermal sebagai hasil dari variasi terhadap ratio aK+/aH+
contohnya aktifitas dari ion Kation dan Anion dalam sistem. Ratio ini menurun ketika sistem
evolusi menuju suhu dan tekanan yang lebih rendah. Dengan kata lain, dengan bertambahnya H+
pada proses metasomatisme alterasi dapat mengubah dari alkali ke argillik dalam teoritis dari
sistem evolusi yang terus berkelanjutan. Konsep ini secara skematis ditunjukkan di Gambar 2.7
A dan B. Seterusnya, tipe dari alterasi akan tergantung pada berkurangnya aK+/aH+