BAB IPENDAHULUAN
Ditemukannya insulin hampir 90 tahun yang lalu merupakan salah
satu tonggak sejarah terbesar dalam bidang kedokteran pada abad
ke20. Sangat pantas kemudian penemunya mendapatkan hadiah nobel di
bidang kedokteran. Dalam kurun waktu yang tidak terlalu
lama,terutama dalam 20 tahun terakhir telah banyak kemajuan dalam
terapi insulin. Mulai dari pemurnian sediaan insulin (dari insulin
polikomponen menjadi monokomponen yang berasal dari insulin
binatang) hingga ditemukannya insulin manusia dengan cara rekayasa
genetik serta yang terakhir adalah ditemukannya insulin analog.
Kemajuan terapi insulin juga terletak pada konsep sekresi insulin
endogen, pola alamiah sekresi insulin, yang membawa perbaikan di
dalam perbaikan konsep terapi insulin. Dengan adanya insulin
analog, makin mendekatkan terapi insulin yang menyerupai pola
sekresi insulin endogen, sehingga hasil pengobatan menjadi lebih
baik dan menurunkan efek samping.Diabetes merupakan penyakit yang
progresif, jika tidak dikelola dengan baik maka cepat jatuh pada
komplikasi khususnya penyakit pembuluh darah. Secara garis besar
ada 2 tipe diabetes yang utama, yaitu diabetes melitus tipe 1
(DMT1) dan diabetes melitus tipe 2 (DMT2). DMT1 merupakan diabetes
yang disebabkan oleh karena kerusakan sel beta, sehingga terjadi
kegagalan fungsi sel beta dalam mensekresikan insulin secara
mutlak.Pasien seperti ini memerlukan insulin untuk hidupnya.
Mekanisme DMT2 umumnya didahului oleh resistensi insulin dan
akhirnya akan terjadi disfungsi sel beta untuk mencukupi kebutuhan
insulin endogen. Demikian juga yang terjadi pada DMT2. Meskipun
pada pasien DMT2 belum terjadi kekurangan insulin endogen yang
mutlak, namun dalam perjalanannya sebagian besar akan membutuhkan
insulin untuk mengendalikan glukosa darahnya. Pengetahuan dasar
mengenai terapi insulin penting diketahui oleh semua dokter,
diantaranya meliputi jenis, farmakokinetik, rejimen, keuntungan,
kendala, keamanan, dan efek samping penggunaan insulin. Keuntungan
penggunaan insulin adalah bahwa insulin merupakan obat alamiah
(suplemen insulin endogen) dan dapat digunakan menyerupai pola
sekresi insulin endogen oleh sel beta, serta dosisnya tidak ada
batasnya. Kendala utama dari terapi insulin adalah karena bentuknya
masih dalam bentuk suntikan dan harganya relatif lebih mahal
dibandingkan obat hipoglikemik oral. Walaupun para ahli telah
berusaha meneliti sediaan bukan suntikan, seperti inhalan, tempelan
di kulit, dan tablet, namun kenyataannya baru bentuk suntikan yang
sudah sempurna dan tersedia di Indonesia.
BAB 2TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Farmakokinetik Obat InsulinInsulin merupakan obat tertua
yang digunakan untuk pengobatan diabetes, yakni sejak tahun 1922.
Insulin juga merupakan tonggak sejarah yang amat fenomenal dalam
bidang kedokteran. Awalnya insulin dibuat dari ekstrak binatang,
seperti babi dan sapi. Kemudian dengan kemajuan teknologi berhasil
dibuat insulin manusia dengan teknologi rekayasa genetik yang
kemudian dipasarkan pada tahun 1980an. Seiring perjalanan waktu,
insulin sebagai terapi terus dikembangkan dengan harapan kerjanya
dapat menyerupai insulin endogen. Sehingga pada pertengahan tahun
1990an diperkenalkan insulin analog pertama dengan kerja cepat.Saat
ini di pasaran tersedia berbagai jenis insulin. Ditinjau dari
asalnya, terdapat insulin manusia dan insulin analog (sudah
direkayasa dengan kerja yang lebih baik dari insulin manusia).
Sedangkan bila ditinjau dari segi kerjanya terdapat insulin kerja
pendek (insulin manusia) atau cepat (insulin analog), kerja
menengah (insulin manusia), dan kerja panjang (insulin analog).
Insulin kerja pendek atau cepat sering disebut dengan insulin
prandial karena digunakan untukmenurunkan glukosa darah setelah
makan, sedangkan insulin kerja menengah dan panjang sering disebut
insulin basal karena digunakan untuk menurunkan glukosa darah dalam
keadaan puasa dan sebelum makan. Selain itu di pasaran juga
tersedia insulin campuran (premixed).Insulin campuran ini merupakan
campuran antara insulin kerja pendek dan kerja menengah (insulin
manusia) atau insulin kerja cepat dan kerja menengah (insulin
analog). Umumnya campuran tersedia dengan perbandingan tetap antara
insulin kerja pendek atau cepat dan kerja menengah (25% : 75% atau
30% : 70%).Mengenal farmakokinetik setiap insulin yang tersedia
adalah wajib bagi dokter dalam praktik seharihari. Hal ini
bertujuan agar setiap dokter dapat memanfaatkan insulin dengan baik
tanpa efek samping yang serius. Yang perlu diketahui terkait
farmakokinetik insulin adalah awal kerja, puncak kerja, dan lama
kerja. Sesuai dengan karakteristiknya, setiap insulin dapat dipilih
dan digunakan sesuai dengan kebutuhan pasien. Jenis dan profil
kerja insulin dapat dilihat padaTabel I.1 sedangkan perbandingan
farmakokinetik berbagai insulin eksogen dapat dilihat pada Gambar
II.1.
2.2 Efek Insulin dan Manfaat InsulinSudah lama diketahui bahwa
insulin mempunyai efek metabolik terhadap metabolisme karbohidrat,
lipid dan protein. Secara umum insulin bersifat anabolik, yang
diantaranya berfungsi untuk memasukkan glukosa ke dalam sel dan
mencegah pelepasan glukosa oleh hati, mencegah lipolisis, dan
meningkatkan sintesis protein.Kini, insulin tidak saja dikenal
mempunyai efek metabolisme seperti di atas, namun juga terlibat
dalam berbagai efek di dalam tubuh. Insulin mempunyai efek
antiinflamasi dengan menekan faktor transkripsi proinflamasi
seperti nuclear factor (NF)kB, Egr1, dan activating protein1(AP1).
Di dalam tubuh, insulin menekan NFkB binding activity, terbentuknya
spesies oksigen reaktif, kadar intercellular adhesion molecule1 dan
monocyte chemotactic protein1, matrixmetalloproteinase9, tissue
factor (TF), PAI1, interleukin (IL)1b, IL6, macrophage migration
inhibition factor (MIF), dan tumor necrosis factor (TNF)-.
Disamping itu, insulin juga mempunyai efek antiapoptosis, protektif
terhadap jantung. Efek insulin yang lain dan manfaat pemberian
insulin dapat dilihat pada Gambar III.1.
2.3 Hiperglikemia Sebagai Petanda Luaran KlinikHiperglikemia
pada pasien yang dirawat di rumah sakit merupakan keadaan yang
cukup sering ditemukan. Kadar glukosa darah yang tinggi merupakan
keadaan yang serius, walaupun sebelumnya tidak ditemukan riwayat
diabetes. Adanya hiperglikemia merupakan petanda penting buruknya
luaran klinis (morbiditas maupun mortalitas) pasien, baik dengan
atau tanpa riwayat diabetes sebelumnya. Penelitian Umpierrez et al.
(2002) merupakan contoh yang baik bagaimana hubungan antara
hiperglikemia dengan luaran klinik bagi penderita yang dirawat di
rumah sakit. Penelitian retrospektif tersebut menunjukkan bahwa
pasien yang dirawat di rumah sakit dengan hiperglikemia yang baru
terdiagnosis mempunyai angka mortalitas yang lebih tinggi
dibandingkan dengan pasien yang telah diketahui menderita diabetes
dan pasiennormoglikemia (Gambar III.2).
Hiperglikemia berdampak buruk terhadap luaran klinis karena
dapat menyebabkan gangguan fungsi imun sehingga lebih rentan
terhadap infeksi, perburukan sistem kardiovaskuler, trombosis,
peningkatan inflamasi, disfungsi endotel, stres oksidatif, dan
kerusakan otak. Stres oksidatif merupakan keadaan yang sering
ditemukan pada diabetes dan diduga sebagai salah satu penyebab
penting dalam terjadinya komplikasi diabetes. Hiperglikemia akut
dapat menyebabkan stres oksidatif dan peningkatan generasi stres
oksigen reaktif akan mengaktifkan faktor transkripsional, faktor
pertumbuhan, dan mediator sekunder. Melalui jejas jaringan secara
langsung atau melalui aktivasi mediator sekunder, stres oksidatif
akibat hiperglikemia menyebabkan jejas sel dan jaringan (Gambar
III.3).
2.4 Manfaat Terapi InsulinBerdasarkan berbagai hasil uji klinik,
terbukti bahwa terapi insulin dapat memperbaiki luaran klinik pada
pasien dengan hiperglikemia. Hal ini dapat dimengerti karena
insulin, di samping dapat memperbaiki status metabolik terutama
perbaikan kadar glukosa darah, juga mempunyai efek lain yang
menguntungkan bagi pasien, seperti diuraikan di atas.Infus insulin
(glukosainsulinkalium) terbukti dapat memperbaiki luaran klinik
pasien gawat yang dirawat di ruang terapi intensif akibat penyakit
jantung atau stroke. Hal ini terutama disebabkan oleh penurunan
angka kejadian gagal organ multipel akibat sepsis. Pada pasien
kritis bedah yang dirawat di ruang terapi intensif dengan
hiperglikemia juga menunjukkan luaran klinik seperti mortalitas di
rumah sakit secara keseluruhan, sepsis, gagal ginjal akut yang
membutuhkan dialisis atau hemofiltrasi, transfusi sel darah merah,
polineuropati, penurunanpenggunaan ventilasi mekanis yang
berkepanjangan, dan lama perawatan di ruang terapi intensif.Uji
klinik belakangan, menunjukkan bahwa kendali glukosa darah yang
terlalu ketat pada pasien kritis atau gawat medik yang dirawat di
ruang terapi intensif menunjukkan kematian yang lebih tinggi. Hal
ini dikaitkan dengan kejadian hipoglikemia yang lebih sering
terjadi pada pasien dengan sasaran glukosa darah yang lebih ketat.
Buruknya luaran bukan dikaitkan secara langsung dengan terapi
insulin, namun terletak pada sasaran terapi.2.5 Terapi Insulin
Untuk Pasien Diabetes Melitus Rawat JalanA. Indikasi Terapi
InsulinDiabetes merupakan penyakit yang progresif, di mana tanpa
pengelolaan yang baik pasien mudah mendapatkan komplikasi akut dan
kronik. Kendali glikemik yang buruk merupakan salah satu penyebab
terpenting terjadinya komplikasi. Karenanya dibutuhkan strategi
terapi yang lebih agresif agar kendali glikemik yang baik dapat
tercapai, baik dengan obat hipoglikemik oral (OHO) atau kombinasi
OHO dan insulin (pada pasien DMT2), maupun dengan terapi insulin
saja (misalnya pasien DMT1 atau DMT2).
B. Konsep Insulin Basal dan Insulin PrandialPada orang normal,
jumlah insulin yang disekresi oleh sel beta (insulin endogen)
terutama dipengaruhi oleh keadaan puasa dan makan. Pada keadaan
puasa atau sebelum makan, sel beta mensekresi insulin pada kadar
tertentu yang hampir sama sepanjang waktu puasa dan sebelum makan.
Konsep ini disebut dengan insulin basal, yang bertujuan untuk
mempertahankan kadar glukosa darah puasa atau sebelum makan selalu
dalam batas normal (pada orang normal kadarglukosa darah dibawah
100 mg/dL). Pada setiap kali makan (makan pagi, makan siang, dan
makan malam) ketika glukosa darah naik akibat asupan dari luar,
dibutuhkan sejumlah insulin yang disekresikan oleh sel beta secara
cepat dalam kadar yang lebih tinggi untuk menekan kadar glukosa
darah setelah makan agar tetap dalam batas normal (tidak lebih dari
140 mg/dL). Konsep ini disebut insulin prandial (setelah makan)
yang bertujuan untuk mempertahankan kadar glukosa darah setelah
makan tetap dalam batas normal.Pada orang diabetes, baik DMT1
maupun DMT2, terjadi kekurangan baik insulin basal maupun insulin
prandial endogen. Berdasarkan konsep ini, sedian insulin eksogen
disesuaikan dengan kebutuhan seperti halnya pada orang normal,
yaitu insulin basal (yang bekerja menengah atau panjang) dan
insulin prandial (yang bekerja pendek/cepat). Insulin basal eksogen
umumnya diberikan sebanyak 1 sampai 2 kali sehari, sedangkan
insulin prandial eksogen diberikan setiap kali sebelum makan.
C. Memulai dan Alur Pemberian Terapi InsulinC.1. Diabetes
Melitus Tipe 1Semua pasien DMT1 diberikan terapi insulin begitu
diagnosis ditegakkan. Karena pada pasien ini ditemukan kekurangan
insulin secara mutlak, maka seluruh kebutuhan insulin tubuh harus
diganti dari luar. Prinsipnya, pada DMT1 terjadi kekurangan insulin
endogen baik basal (pada saat puasa atau sebelum makan) maupun
prandial (setelah makan); oleh karena itu terapi insulin yang
diberikan harus mengandung dua komponen insulin tersebut. Di
samping itu, agarsesuai dengan pola sekresi insulin endogen, maka
terapi insulin wajib diberikan multipel sesuai dengan jadwal makan.
Untuk menurunkan kadar glukosa darah setelah makan digunakan
insulin prandial dan untuk mempertahankan kadar glukosa basal
digunakan insulin basal.Pada umumnya, dosis insulin yang diberikan
pada pasien DMT1 yang baru adalah 0,5 unit/kgBB/hari. Kemudian
dosis insulin harian total berdasarkan perhitungan ini, dibagi
menjadi 60% bagian yang diberikan dalam bentuk insulin prandial
(selanjutnya dibagi tiga, diberikan sebelum makan pagi, makan siang
dan makan malam) dan 40% bagian diberikan dalam bentuk insulin
basal pada malam hari. Insulin basal yang bekerja intermediet jika
diberikan satu kali sebaiknya diberikan malam hari, namun demikian
juga bisa diberikan dua kali sehari yaitu pagi dan malam hari.
Untuk insulin basal yang bekerja panjang (mendekati 24 jam) dapat
juga diberikan pada pagi hari, yang penting waktunya tetap. Contoh
perhitungannya terlihat pada Gambar IV.1.
Walaupun ada rejimen baku terapi insulin pada pasien DMT1 yaitu
dengan tiga kali suntikan insulin prandial sebelum makan dan
suntikan insulin basal pada malam hari, namun berbagai variasi
rejimen dapat diberikan sesuai dengan kenyamanan dan kebutuhan
kendali glikemik pasien seperti yang dianjurkan oleh Cheng and
Zinman (Tabel IV.1). Yang paling prinsip dalam rejimen ini adalah
wajib ada insulin prandial dan insulin basal, tidak boleh hanya
diberikan salahsatu jenis insulin. Dan, tidak dianjurkan memberikan
terapi insulin hanya dengan dua kali suntikan, karena amat sulit
mencapai kendali glikemik yang baik dengan cara tersebut. Rejimen
terapi insulin pada pasien DMT1 juga dapat diberikan dengan
menggunakan pompa insulin (continuous subcutaneous insulin infusion
[CSII]) yang dosis insulinnya dapat diatur baik dengan cara manual
maupun automatis.
C.2 Diabetes Melitus Tipe 2Terapi insulin pada pasien DMT2
memang mempunyai kendala tersendiri, baik berasal dari dokternya
maupun dari pasiennya. Tersedianya berbagai OHO juga menjadi salah
satu kendala keterlambatan pemberian terapi insulin, walaupun
sebenarnya sudah ada indikasi. Meskipun demikian, tidak semua
pasien DMT2 membutuhkan insulin. Sangat tergantung derajat glikemik
dan kepatuhan pasien dalam melaksanakan prinsip pengelolaan
diabetes (perbaikan pola hidup di samping konsumsi obat). Prinsip
dasar dari tujuan pengelolaan diabetes adalah sasaran glikemik;
karenanya keberhasilan segala bentuk terapi adalah tercapainya
kendali glikemik (A1C). Untuk mencapai A1C yang baik, dibutuhkan
seni pengobatan untuk mencapai sasaran yang baik dari kadar glukosa
darah baik dalam keadaan puasa atau sebelum makan maupun kadar
glukosa darah setelah makan.Pertanyaan tentang kapan memulai terapi
insulin pada pasien DMT2 memang tidak selalu mudah dijawab.
Walaupun demikian, dari hasil berbagai uji klinik paling tidak ada
dua asosiasi besar (ADAEASD, 2009 dan AACE/ACE, 2009) yang telah
mengeluarkan kesepakatan yang dapat digunakan sebagai acuan dasar.
Berdasarkan kesepakatan ADAEASD, untuk pasien DMT2 baru wajib
diberikan terapi pola hidup dan metformin (Langkah 1). Jika dalam
kurun waktu 23 bulan sasaran terapi belum tercapai (A1C 10%, atau
gejala diabetes yang nyata (poliuria, polidipsia, dan berat badan
menurun), maka terapi insulin dengan kombinasi pola hidup merupakan
terapi pilihan. Pasien tersebut mungkin DMT1 yang belum dikenal
atau DMT2 dengan defisiensi insulin yang berat. Terapi insulin
secara titrasi diberikan sampai sasaran kadar glukosa darah
tercapai dengan cepat. Dan setelah gejalagejala menghilang dan
sasaran glukosa darah tercapai, obat oral dapat ditambahkan dan
insulin mungkin bisa dihentikan. Sedikit variasi seperti yang
dianjurkan oleh AACE/ACE di mana terapi insulin untuk pasien DMT2
baru terdiagnosis juga didasarkan atas kendali glikemik (A1C
>9).
D. Strategi Praktis Terapi InsulinD.1. Insulin basalSaat ini
tersedia beberapa insulin basal di pasar Indonesia, yaitu insulin
NPH manusia (kerja menengah atau intermediet), insulin analog
glargine dan detemir (kerja panjang). Dibandingkan dengan insulin
basal analog, insulin basal NPH mempunyai variasi penyerapan yang
lebih lebar dari hari ke hari, tidak cukup panjang kerjanya hingga
kurang memadai sebagai insulin basal ideal (bekerja selama 24 jam),
dan lebih sering menyebabkan efek samping hipoglikemia.Dosis
insulin basal pada awal pemberiannya adalah 10 unit perhari, yang
dapat diberikan pada saat sebelum tidur (kerja menengah atau
panjang) atau pagi hari (kerja panjang). Untuk penyesuaian dosis
harian, dosis insulin dapat dinaikkan 2 unit setiap tiga hari jika
sasaran glukosa kadar darah puasa belum tercapai (antara 70130
mg/dl). Dapat juga dinaikkan 4 unit setiap tiga hari jika kadar
glukosa darah puasa masih diatas 180 mg/dl (Tabel IV.2).
D.2. Insulin basalplus dan basalbolusSeperti telah disebutkan
diatas, jika sasaran glikemik belum tercapai dalam waktu 23 bulan,
diberikan terapi insulin yang intensif. Dalam pemahaman ini insulin
tambahan diberikan untuk memperbaiki kendali glikemik, yaitu dengan
insulin prandial; konsep ini dikenal dengan nama basalplus dan
basalbolus, tergantung dari berapa kali dibutuhkan insulin prandial
tambahan.Yang dimaksud dengan basalplus adalah penambahan insulin
prandial untuk menurunkan kadar glukosa darah setelah makan ketika
pemberian insulin basal dan obat oral gagal mencapai sasaran
glikemik akibat pengaruh kadar glukosa darah setelah makan (pada
keadaan ini umumnya kadar glukosa darah puasa telah mencapai
sasaran). Insulin prandial dapat diberikan satu, dua, atau tiga
kali mengikuti pola makan. Pemberian satu kali insulin prandial
dapat diberikan untuk menurunkan glukosa darah dua jam sesudah
makan pada porsi makan yangmenaikkan glukosa darah prandial
tertinggi (kadar glukosa darah 12 jam setelah makan diatas 160180
mg/dl). Atau dalam praktik seharihari, jika kadar glukosa darah
tidak bisa diukur setiap saat, maka insulin prandial ini bisa
diberikan pada saat makan dengan jumlah makanan terbanyak. Jika ada
dua kadar glukosa darah setelah makan yang belum mencapai sasaran,
maka insulin prandial dapat diberikan dua kali. Jika diperlukan
pemberian terapi insulin prandial sebanyak tiga kali dalam sehari,
maka ini disebut dengan konsep basalbolus (insulin basal + tiga
prandial). Insulin prandial yang diberikan dimulai dengan dosis 4
unit sehari dan dapat disesuaikan (dinaikkan dosisnya sebanyak 2
unit) setiap 3 hari jika sasaran glukosa darah setelah makan belum
tercapai (Gambar IV.3). Penggunaan konsep basalbolus ini harus
disertai dengan pemahaman perencanaan makan yang tepat dan
pemantauan glukosa darah yang ketat. Basalbolus dapat juga
digunakan lebih awal pada keadaan tertentu seperti: DMT1, kontrol
glukosa darah yang buruk, di mana dibutuhkan penurunan kadar
glukosa darah secara cepat.
D.3. Insulin premixedSaat ini tersedia beberapa sediaan insulin
premixed (insulin campuran tetap antara insulin kerja pendek/cepat
dan kerja menengah; insulin manusia dan analog). Insulin ini kurang
dianjurkan diberikan pada pasien DMT1 oleh karena adanya kesulitan
dalam pengendalian glukosa darah dan kurang fleksibel dalam
pengaturan dosis insulin basal dan prandial sesuai dengan
kebutuhan. Berbeda dengan pasien DMT2, karena masih ada insulin
endogen (bukan kekurangan insulin mutlak), maka pemberian insulin
premixed masih ada tempatnya dengankeuntungan dalam hal kenyamanan
(bisa diberikan dua kali sehari). Yang perlu diperhatikan adalah
kapan memulai pemberiannya dan apa keuntungan dan kerugian
pemberian terapi insulin premixed dibandingkan basalplus atau
basalbolus.Terapi insulin premixed sebagai terapi intensif setelah
gagal dengan insulin basal merupakan salah satu pilihan dalam
pengelolaan pasien DMT2. Oleh karena adanya keterbatasan dalam
penyesuaian dosis antara insulin basal dan prandial yang terkandung
tetap pada insulin premixed, maka menurut ADAEASD (2009)
penggunaannya tidak dianjurkan pada mereka yang baru memulai
penyesuaian dosis insulin. Namun demikian, berdasarkan kesepakatan
para ahliinternasional (Unnikrishnan et al., 2009) pemberian
insulin premixed dapat diberikan setelah gagal dengan obat oral
atau dengan insulin basal.Insulin premixed yang diberikan sekali
sehari juga salah satu strategi yang cukup berhasil memperbaiki
kendali glikemik, yang diberikan pada saat sebelum makan malam.
Namun demikian, secara umum hasilnya tidak sebaik jika diberikan
dua atau tiga kali sehari. Pemberian insulin premixed sekali sehari
dapat dimulai dengan penyuntikan pada saat makan terbanyak (untuk
orang Barat saat makan malam). Bila dibutuhkan dua kali, maka
disuntikkan pada makan terbesar yang kedua. Cara sederhana untuk
mengganti terapi insulin basal sekali atau dua kali sehari dengan
insulin premixed dua kali sehari adalah: dosis total yang sama
dengan dosis insulin sebelumnya, kemudian dibagi menjadi 2 dosis
sama besar dimana setengahnya diinjeksikan pada saat sebelum makan
pagi dan setengahnya diinjeksikan pada saat sebelum makan malam.
Cara praktis untuk mengganti insulin premixed sekali sehari menjadi
dua kali sehari adalah: bagi dosis yang diberikan dalam satu kali
sehari menjadi dua (50%:50%) untuk pagi dan malam hari. Dan cara
praktis untuk mengganti insulin premixed dari dua kali sehari
menjadi tiga kali sehari adalah: tambahkan 26 unit atau 10% dosis
total harian insulin premixed sebelum makan siang. Penurunan dosis
pagi (2 sampai 4 unit) mungkin diperlukan setelah penambahan dosis
siang hari. Pada penggunaan insulin premixed ini dianjurkan untuk
mentitrasi setiap tiga hari, namun untuk kepentingan praktis dapat
dilakukan setiap minggu. Untuk selanjutnya secara bertahap
menghentikan sulfonilurea dan tetap meneruskan metformin; glitazon
sebaiknya dihentikan pada penggunaan insulin.E. Cara Pemberian
InsulinCara pemberian insulin yang umum dilakukan adalah dengan
semprit insulin (1 cc dengan skala 100 unit per cc) dan jarum, pen
insulin, atau pompa insulin (Continuous Subcutaneous Insulin
Infusion [CSII]). Beberapa tahun yang lalu penggunaan semprit
dengan jarum adalah yang terbanyak digunakan, tetapi kini banyak
pasien yang lebih nyaman menggunakan pen insulin. Hal ini karena
lebih sederhana dan mudah dalam penggunaannya disamping jarumnya
juga lebih kecil sehingga lebih nyaman pada saat diinjeksikan.
Penggunaan CSII masih terbatas di Indonesia, karena sangat
membutuhkan keterampilan pasien dan harganya relatif mahal.
Meskipun demikian, cara ini merupakan cara pemberian yang paling
mendekati keadaan fisiologis.Penggunaan pen insulin kini lebih
mudah dan nyaman dibandingkan semprit dan jarum. Penggunaannya
lebih mudah dan nyaman, pengaturan dosisnya lebih akurat, dan bisa
dibawa kemanamana dengan mudah pula.
F. Sasaran TerapiBanyak anjuran yang diajukan oleh berbagai
pusat atau asosiasi keahlian dalam hal sasaran kendali glikemik.
Apa yang dianjurkan oleh ADA (2010) merupakan salah satu anjuran
yang bisa digunakan dalam praktik seharihari karena untuk
pemeriksaan kadar glukosa darah digunakan darah kapiler. Sasaran
A1C dibawah 7% juga merupakan sasaran yang memadai untuk pasien di
Indonesia. Meskipun demikian, pada pasien dengan keadaan tertentu
maka dapat dipertimbangkan sasaran kendali glikemik yang kurang
ketat (