FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINGKAT KEMADIRIAN LANSIA DALAM
MELAKUKAN AKTIFITAS KEHIDUPAN SEHARI HARI DI PANTI SOSIAL TRESNA
WERDHA BUDI LUHUR KOTA JAMBI TAHUN 2011
BAB IPENDAHULUANA. LATAR BELAKANGHasil positif yang telah
terwujudkan seiring dengan keberhasilan pemerintah dalam
pembangunan nasional diberbagai bidang yaitu kemajuan ekonomi,
perbaikan lingkungan hidup, kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi, terutama dibidang medis dan ilmu kedokteran telah
meningkat kualitas kesehatan penduduk serta meningkatkan umur
harapan hidup manusia (Nughoro, 2000:1). Meningkatnya umur harapan
hidup berhubungan dengan terjadinya peningkatan jumlah penduduk,
terutama jumlah lanjut usia (lansia) yang cenderung bertambah cepat
(Depsos RI, 2004:4).Jumlah lansia diseluruh dunia diperkirakan ada
500 juta dengan usia rata rata 60 tahun dan diperkirakan pula tahun
2025 akan mencapai 1,2 miliyar (Nugroho,2000:1). Menurut data
demografi penduduk internasional yang dikeluarkan burreau of the
cencus USA 1993, dilapoprkan bahwa indonesia pada tahun 1990-2025
akan mengalami kenaikan jumlah lansia sebesar 4,4% , merupakan
suatu angka tertinggi diseluruh dunia (Nugroho,2008:2).Peningkatan
jumlah lansia di Indonesia terlihat pada sensus penduduk tiap lima
tahun sekali menunjukkan bahwa pada tahun 2000 jumlah lansia
sebesar 7,18% dari seluruh penduduk Indonesia. Pada tahun 2005
jumlah lansia bertambah lagi menjadi 8,48% dari seluruh penduduk
indonesia dan prediksi jumlah lansia pada tahun 2020 akan menjadi
11,34% dari jumlah penduduk Indonesia ( Depsos RI, 2005:
3).Berdasarkan data lansia yang di dapat dari Panti Sosial Tresna
Werdha Budi Luhur Paal V Kecamatan Kota Baru Jambi Tahun 2011, dari
bulan Januari sampai April jumlah lansia berjumlah 72 lansia
terdiri dari laki-laki 37 dan perempuan 35. Dari 72 lansia terdapat
13 lansia di ruang isolasi yang mendapatkan perawatan khusus dari
perawat, yang non isolasi berjumlah 59 lansia, jadi persentase
jumlah kemandirian lansia 45,4%.
Menurut salah satu petugas panti sosial tresna werdha budi luhur
mengatakan bahwa ada 4 orang lansia yang di isolasi dan perlu
mendapatkan perawatan khusus dari perawat dan dari ke 64 lansia ada
yang masih dapat melakukan aktifitas sehari hari secara mandiri,
kemandirian berarti tanpa pengawasan, pengarahan atau bantuan
pribadi aktif dari perawat lansia.Fakto yang mempengaruhi tingkat
kemandirian lansia dalam melakukan aktifitas kehidupan sehari hari,
seperti : Usia, Imobilitas, dan mudah jatuh.(Nugroho,
2008:41).Tingkat kemandirian di pengaruhi oleh faktor faktor
berikut ini : lanjut usia adalah seseorang yang telah mencapai usia
lebih dari 60 thn (Meriam.R.Siti, 2008:32). Imobilitas adalah
ketidak mampuan unutk bergerak secara aktif akibat berbagai
penyakit atau impairment (gangguan pada alat atau organ tubuh) yang
besifat fisik atau mental. Yang dapat ditandai dengan penurunan
toleransi aktifitas,penurunan kekuatan otot, penurunan kemandirian
(Lueckenotte, 1998: 261).Disinilah pentingnya panti werdha adalah
sebagai tempat untuk pemeliharaan dan perawatan bagi lansia
disamping sebagai tempat rehabilitasi yang tetap memelihara
kehidupan bermasyarakat. Disisi lain perlu dilakukan sosialisasi
kepada masyarakat bahwa hidup dan kehidupan dalam lingkungaan panti
werdha adalah lebih baik dari pada tinggal di kalangna masyarakat
luas ( Mubarak . I.W, 2006: 156).Ketergantungan lanjut usia
disebabkan kondisi orang lansia banyak mengalami kemunduran fisik
maupun psikis. Sedangkan bila dilihat dari tingkat kemndiriannya
yang dinilai berdasarkan kemapuan untuk melakukan aktifitas sehari
hari . ( Mariam.R. Siti , 2008:34). Kurang imobilitas fisik
merupakan masalah yang sering dijumpai pada pasien lanjut usia
akibat berbagai masalah fisik, psikologis, dan lingkungan yang di
alami oleh lansia. Imobilisasi dapat menyebabkan komplikasi pada
hampir semua sistem organ (Suyono, 2001: 277). Kondisi kesehatan
mental lanjut usia menunjukkan bahwa pada umumnya lanjut usia tidak
mampu melakukan aktifitas sehari hari (Suryani, 1999:4).Peran
perawat sangat diperlukan untuk mempertahankan derajat kesehatan
para lansia pada taraf setinggi tingginya sehingga terhindar dari
penyakit/ gangguan, sehingga lansia tersebut masih dapat memenuhi
kebutuhan dengan mandiri (Mubarak. I. W, 2006: 185).Berdasarkan
fenomena dan data inilah peneliti ttertarik dan perlu melakukan
penelitian dengan judul Faktor yang mempengaruhi tingkat
kemandirian lansia dalam melakukan aktifitas kehidupan sehari di
panti sosial tresna werdha budi luhur Jambi.B. RUMUSAN MASALAHDari
latar belakang diatas, rumusan masalah didalam penelitian ini
adalah Bagaimana faktor yang mempengaruhi tingkat kemandirian
lansia dalam melakukan aktifitas kehidupan sehari hari di panti
sosial tresna werdha budi luhur jambi.C. TUJUAN PENELITIAN1. Tujuan
Umum.Untuk mengetahui faktor yang mempengeruhi tingkat kemandirian
lansia dalam melakukan aktifitas sehari hari di panti sosial Tresna
Werdha Budi Luhur Jambi tahun 2011.2. Tujuan Khusus.a. Diketahuinya
gambaran tingkat kemandirian lansia dalam melakukan aktifitas
sehari hari di panti Sosial Tresna Werdha udi Luhur Jambi.b.
Diketahuinya gambaran usia lansiadi Panti Sosial Tresna Werdha Budi
Luhur jambi tahun 2011.c. Diketahuinya gambaran imobilisasi lansia
di panti Sosial Tresna Werdha Budi Luhur Jambi tahun 2011.d.
Diketahuinya gambaran kejadia terjatuh pada lansia di Panti Sosial
Tresna Werdha Budi Luhur Jambi tahun 2011.e. Diketahuinya hubungan
usia dengan tingkat kemandirian di Panti Sosial Tresna Werdha Budi
Luhur Jambi tahun 2011.f. Diketahuinya hubungan imobilisasi dengan
tingkat kemandirian di Panti Sosial Tresna werdha Budi Luhur Jambi
tahun 2011.g. Diketahuinya hubungan kejadian terjatuh dengan
tingkat kemandirian di panti sosial tresna werdha budi luhur jambi
tahun 2011.D. MANFAAT PENELITIAN1. Bagi Departement SosialDapat
menjadi bahan pertimbangan dan informasi dalam perkembangan Panti
Sosial Tresna Werdha Budi Luhur Jambi. Khususnya pada tingkat
kemandirian lansia dalam melakukan aktifitas sehari hari.2. Bagi
Panti Sosial Tresna Werdha Budi Luhur JambiAgar dapat menambah
wawasan dan pengetahuan pada pengelola panti untuk mempersiapkan
berbagai macam kemungkinan yang akan terjadi akibat ketergantungan
lansia dalam melakukan aktifitas kehidupan sehari hari dan untuk
bahan pertimbangan dalam memberikan tindakan dan pelayanan
kesehatan yang lebih tepat pada lansia.3. Bagi Klien
(Lansia)Penelitian ini diharapkan lansi adapat mengetahui atau
memahami masalah yang terjadi pada lansia terutama kemampuan nya
dalan melakukan aktifitas kehidupan sehari hari yang terjadi
seiring dengan bertambahnya usia, dengan demikian lansia dapat
menyesuaikan diri dan berusaha mencapai tingkat kemampuan seoptimal
mungkin.4. Bagi Institusi PendidikanDapat digunakan sebagai bahan
masukan mengenai gambaran kemandirian lansia dalam melakukan
aktifitas kehidupan sehari hari, serta aplikasi lapangan bagi
mahasiswa yang praktek di Panti Sosial Tresna Werdha Budi Luhur
Jambi.5. Bagi PenulisAgar dapat menambah pengalaman pembelajaran
dibidang penelitian, dan mengembangkan ilmu keperawatan Gerontologi
yang telah di pelajari selama perkuliahan.6. Bagi Peneliti
SelanjutnyaSebagai bahan atau sumber untuk penelitian selanjutnya,
dan mendorong bagi yang berkepentingan untuk melakukan penelitian
lebih lanjut.RUANG LINGKUP PENELITIANPenelitian ini dilakukan untuk
mengetahui faktor yang mempengaruhi tingkat kemandirian lansia
dalam melakukan aktifitas sehari hari di panti sosial tresna werdha
budi luhur jambi yang merupakan salah satu panti sosial yang ada di
provinsi jambi yang menampung lansia agar mendapatkan perawatan
yang layak, respondennya adalah seluruh lansia yang ada di panti
sosial tresna werdha budi luhur jambi. Untuk mengetahui hubungan
usia, imobilitas dan mudah jatuh dengan tingkat kemandirian lansia
dalam melakukan aktifitas kehidupan sehari har. Dengan menggunakan
kuesioner terpimpin.BAB IITINJAUAN PUSTAKAA. Komsep Lanjut Usia1.
Defenisi Menurut World Health Organisation (WHO) Lanjut usia adalah
seseorang yang telah memasuki usia 60 tahun keatas (Nugroho, 2008:
34).Lanjut usia adalah suatu kejadian yang pasti akan di alami oleh
semua orang yang dikarunia usia panjang, dan tidak bisa dihindari
oleh siapapun, namun manusia dapat berupaya untuk menghambat
kejadiannya. Menua ( Menjadi tua : anging) adalah suatu proses
menghilangnya secara perlahan lahan kemampuan untuk memperbaiki
diri atau mengganti diri dan mempertahankan struktur dan fungsi
normal sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi dan
memperbaiki kerusakan yang diderita (Ranah, 2008:1).Lansia atau
lanjut usia merupakan kelompok umur pada manusia yang telah
memasuki tahapan akhir dari fase kehidupannya. Pada kelompok yang
dikategorikan lansia ini akan terjadi suatu proses yang disebut
Aging Process. Ilmu yang mempelajari fenomena bersamaan dengan
proses kemunduran (Nugroho, 2008:1)Menurut Paris Constantinides
(1994) Menua adalah suatu proses menghilangnya secra perlahan lahan
kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri atau mengganti dan
mempertahankan struktur dan fungsi normal, ketahanan terhadap
injuri termasuk adanya infeksi. Proses menua sudah berlangsung
sejak seorang mencapai dewasa, misalnya dengan terjadinya
kehilangan jaringan pada otot, susunan saraf dan jaringan lain
sehingga tumbuh mati sedikit demi sedikit. Sebenarnya tidak ada
batas yang tegas, pada usia berapa penampilan seorang mulai
menurun. Pada setiap orang, fungsi fisiologis alat tubuhnya sangat
berbeda, baik dalam penyampaian puncak maupun saat menurunya, namun
umumnya fungsi fisiologis tubuh mencapai puncaknya pada umur 20-30
tahun. Setelah mencapai puncak, fungsi alat tubuh akan berada dalam
kondisi tetap utuh beberapa saat, kemudian menurun sedikit demi
sedikit sesuai bertambahnya umur.Usia lanjut dikatakan sebagai
tahap akhir perkembangan pada daur kehidupan manusia (Mariam. R.
Siti, 2008: 32). Sedangkan menurut pasal 1 ayat (2), (3), (4) No.
13 tahun 1998 tentang kesehatan dikatakan bahwa lanjut usia adalah
seseorang yang telah mencapai usia lebih dari 60 tahun (Mariam. R.
Siti, 2008 :32).2. Batasan Umur Lansia Batasan umur menurut
organisasi kesehatan dunia World Health Organisation (WHO), ada
empat tahap lanjut usia meliputi : a. Usia pertengahan (Middle Age)
= kelompok usia 45-59 tahun;b. Lanjut usia (Elderly) = antara 60-74
tahun;c. Lanjut usia tua (Old) = antara 75-90 tahun;d. Usia sangat
tua (Very Old) = diatas 90 tahun.Klasifikasi pada lansia ada 5
(Mariam. R. Siti, 2008:33), yakni :1. Pralansia
(Prasenilis)Seseorang yang berusia antara 45-59 tahun.2.
LansiaSeseorang yang berusia 60 tahun atau lebih.3. Lansia resiko
tinggiSeseorang yang berusia 70 tahun atau lebih atau seseorang
yang berusia 60 tahun atau lebih dengan masalah kesehattan (Depkes
RI, 2003).4. Lansia Potensial Lansia yang masih mampu melakukan
aktifitas.5. Lansia Tidak potensialLansia yang tidak berdaya
mencari nafkah, sehingga hidupnya bergantung pada bantuan orang
lain. (Depkes RI, 2003).3. Perubahan Yang Terjadi Pada Lansiaa.
Perubahan Fisik1). Sel Jumlah sel menurun, ukuran sel lebih besar,
jumlah cairan tubuh dan cairan intraseluler berkurang, proporsi
protein di otak, otot, ginjal, darah, dan hati menurun, jumlah sel
otak menurun,mekanisme perbaikan sel terganggu, otak menjadi atropi
dan beratnya berkurang 5-10%, lekukan otak akan menjadi lebih
dangkal dan melebar. (Nugroho, 2008:27).2). KardiovaskulerPada
sistim kardiovaskuler terjadi penebalan dan kaku pada katup
jantung, penurunan kemampuan jantung untuk memompakan daarah
sebanyak 1% setiap tahunnya menyebabkan menurunnya kontraksi dan
volume, hilangnya elastis pembuluh darah sehingga efektifitas
pembuluh darah perifer untuk oksigenisasi berkurang dan perubahan
posisi dari tidur ke duduk atau dari duduk ke bediri dapat
menyebabkan tekanan darah menurun menjadi 65 mmHg yang akan
mengakibatkan pusing mendadak. Tekanan darah dapat naik yang di
akibatkan oleh meningkatnya resistensi dari pembuluh darah perifer.
(Nugroho, 2000:23).3). RespirasiOtot otot pernafasan kekuatannya
menurun dan kaku, elastisitas paru menurun, kapasitas residu
meningkat sehingga menarik nafas lebih berat, alveoli melebar dan
jumlahnya menurun, kemampuan batuk menurun, serta terjadi
penyempitan pada bronkus. (Nugroho, 2000:23)4). PernafasanSaraf
pancaindra mengecil sehingga fungsinya menurun serta lambat dalam
merespons dan waktu bereaksi khususnya yang berhubungan dengan
stess. Berkurang atau hilangnya lapisan myelin akson, sehingga
menyebabkan berkurangnya respon motorik dan reflek (Maryam. R.
Siti, 2008:56)Pada sistem pernafasan terjadi pengecilan
sarafpancaindra yang mengakibatkan kurangnya penglihatan, hilangnya
pendengaran, mengecilnya saraf penciuman dan perasa serta lebih
sensitif terhadap perubahan suhu. Hubungan pernafasan menurun dan
lambat berespon atau bereaksi khususnya terhadap stress. (Nugroho,
2000:22)Menurunnya hubungan persarafan, berat otak pun menurun
10-20% (sel saraf otak setiap orang berkurang setiap harinya).
Respon dan waktu untuk bereaksi lambat, khususnya terhadap stess.
Saraf pancaindra mengecil. Penglihatan berkurang, pendengaran
menghilang, saraf penciuman dan perasa mengecil, lebih sensitif
terhadap perubahan suhu, dan rendahnya ketahanan terhadap dingin.
Kurang sensitif terhadap sentuhan. Defisit memori. (Nugroho,
2008:55).5). PendengaranMembran timpani atrofi sehingga terjadi
gangguan pendengaran. Tulang tulang pendengaran mengalami
kekakuan.(Maryam. R. Siti, 2008: 56)Pada sistem pendengaran terjadi
atrofi pada membran timpani dan penumpukan serumen yang dapat
mengeras karena peningkatan kreatin, sehingga hilangnya kemampuan
daya pendengaran pada telinga dalam terutama terhadap suara suara
tinggi, suara yang tidak jelas dan sulit mengerti kata
kata.(Nugroho, 2000:22)6). Penglihatan Pada sistem penglihatan
sfingter pupil timbul sclerosis dan respons terhadap sinar
menghilang, terjadi kekeruhan pada lensa, menjadi katarak, daya
adaptasi terhadap kegelapan lebih lambat dan susah bila menglihat
gelap, terjadi penurunan / hilangnya daya akomodasi, dengan
manifestasi presbiopi, sulit untuk melihat dekat yang dapat di
pengaruhi berkurangnya elastisitas lensa, lapangan pandang menurun,
luas pandangan berkurang, daya untuk membedakan warna menurun,
terutama warna biru atau hijau. (Nugroho, 2008: 29).Respons
terhadap sinar menurun, adaptasi terhadap gelap menurun, akomodasi
menurun, lapang pandang menurun, dan katarak. (Maryam. R. Siti,
2008: 57).7). MuskuloskeletalCairan tulang menurun sehingga mudah
rapuh (Osteoporosis), bungkuk (Kifosis), persendian membesar dan
menjadi kaku (atrofi otot), kram, tremor, tendon mengerut dan
mengalami sclerosis. (maryam. R. Siti, 2008: 57)Pada sitem
muskuloskeletal terjadi gangguan tulang, yakni mudah mengalami
demineralisasi. Kekuatan dan kestabilan tulang menurun, terutama
pada bagian vetebra, pergelangan. Insiden osteoforosis dan fraktur
meningkat pada area tulang tersebut. Kartilango yang meliputi
permukaan sendi tulang penyangga rusak dan haus. Kifosis, gerakan
pinggang, lutut dan jari jari pergelangan terbatas, terjadi
gangguan berjalan, discus intervertebralis menipis dan menjadi
pendek 9tingginya berkurang). Atrofi serabut otot, serabut otot
menjadi kecil sehingga gerakan menjadi lambat, otot kram, dan
menjadi tremor (prubahan pada otot cukup rumit dan sulit dipahami).
Komposisi otot berubah sepanjang waktu (miofibril digantikan oleh
lemak, kolagen, dan jaringan parut). (Nugroho,2008:33).8).
GastrointestinalEsofagus melebar, asam lambung menurun, lapar
menurun, dan peristaltik menurun sehingga daya tahan absorpsi juga
ikut menurun. Ukuran lambung mengecil serta fungsi organ aksesori
menurun sehingga menyebabkan berkurangnya produksi hormon dan enzim
(Maryam. R. Siti, 2008:57).9). Vesika UrinariaOtot otot melemah,
kapasitasnya menurun sampai 200ml atau menyebabkan frekuensi buang
air seni meningkat. Prostate: Hipertrofi pada 75% lansia. (Maryam.
R. Siti, 2008:56)10).EndokrinProduksi hormon menurun. Pada kelenjar
pituitary pertumbuhan hormon ada tetapi lebih rendah dan hanya di
dalam pembuluh darah. Produksi dari ACTH, TSH, FSH, LH dan
Aldosteron menurun, sekresi hormon kelamin seperti progenteron,
esterogen dan testosterone juga mengalami penurunan. (Maryam. R.
Siti, 2008:57).11).Kulit Keriput serta kulit kepala dan rambut
menipis. Rambut dalam hidung dan telinga menebal. Elastisitas
menurun, vaskularirasi menurun, rambut memutih (uban), kelenjar
keringat menurun, kuku keras dan rapuh, serta kuku kaki tumbuh
berlebihan seperti tanduk (Maryam. R. Siti, 2008: 57).Pada sistem
integument, kulit mengerut atau keriput akibat kehilangan jaringan
lemak dan permukaan kulit menjadi kusam, kasr, bersisi, timbul
bercak pigmentasi akibat proses melanogenesis yang tidak merata
pada permukaan kulit sehingga tampak bintik bintik atau noda
coklat, terjadi perubahan disekitar mata, tumbuhnya kerutan halus
di ujung mata akibat lapisan kulit menipis, jumlah dan fungsi
kelenjar keringat berkurang. (Nugroho, 2008:33).12). Belajar dan
MemoriKemapuan belajar masih ada tetapi relatif menurun. Memori
(daya ingat) menurun karena proses encoding menurun.
(Maryam.R.Siti, 2008:57).Lansia yang tidak memiliki demensia atau
gangguan alzaimer, masih memiliki kemampuan belajar yang baik. Hal
ini sesuai dengan prinsip belajar sejak lahir sampai akhir hayat.
Pelayanan kesehatan lanjut usia yang bersifat promotif, prefentif,
kuratif, dan rehabilitatif adalah untuk memberikan kegiatan yang
berhubungan dengan proses belajar yang disesuaikan dengan kondisi
masing masing lanjut usia yang dilayani.b. Perubahan MentalMenurut
(Nugroho, 2008:34) perubahan perubahan mental yang terjadi pada
lanjut usia adalah perubahan pada sikap yang semakin egosentris,
mudah curiga dan bertambah pelit atau tamak bila memiliki sesuatu.
Sikap umum yang di temukan pada hampir setiap lanjut usia, yakni
keinginan berumur panjang, tenaganya sedapat mungkin di hemat.
Mengharapkan tetap diberi peranan dalam masyarakat. Ingin
mempertahankan hak dan hartanya, serta ingin tetap berwibawa. Jika
meninggal pun, mereka ingin meninggal secara terhormat dan masuk
surga.Faktor yang mempengaruhi perubahan mental:1). Perubahan
fisik2). Kesehatan umum3). Tingkat pendidikan4). Keturunan
(herediter)5). Lingkungan Perubahan mental ketika seseorang
memasuki masa lansia akan mempengaruhi kesehatan badannya. Sikap
hidup, perasaan, dan emosi akan mempengaruhi perubahan mental
lansia. Perubahan mental seseorang dipengaruhi oleh tipe
kepribadian orang tersebut. Seseorang yang kepribadiannya ambisius
akan selalu berambisi untuk lebih mau ketika memasuki masa lansia
akan cendrung gelisah, mudah stress, merasa di remehkan, dan tidak
siap tinggal dirumah. Sebaliknya jika kepribadian seseorang itu
tenang dan mencapai sesuatu dengan usaha yang tidak terbutu buru,
orang tersebut tidak menunjukkan perubahan mental yang negatif.
Bahkan, mereka selalu mensyukuri segala sesuatu yang terjadi dalam
kehidupannya. Pandangan seseorang terhadap orang yang sudah lansia
berbeda secara sosial. Sikap sosial yang kurang baik ini sering
menyebabkanorang lansia sulit menyesuaikan diri dengan
lingkungannya. Pada budaya timur, ada tat nilai yang masih
mengagungkan dan menghormati orang tua. Orang tua dianggap sebagai
orang yang bijaksana dan banyak pengalaman yang selalu menjadi
panutan. Perubahan mental pada lansia dapat dikurangi dengan sikap
positif orang Muda yang tidak menilai lansia sebagai orang lusuh,
lemah, siap dibuang, dan menjadi beban orang lain.(Ranah,
2005:15).4. Imobilisasi Dan Intoleransi Aktifitas Lansia
Imobilisasi adalah pergerakan yang memberikan kebebasan dan
kemandirian bagi sesorang. Walau pun jenis aktifitas berubah
sepanjang kehidupan manusia, imobilisasi adalah pusat untuk
berpartisipasi dan menikmati kehidupan. Mempertahankan imobilisasi
optimal sangat penting untuk kesehatan mental dan fisik semua
lansia.Tujuannya adalah:a. Mengidentifikasi pentingnya
mempertahankan imobilisasi pada lansia.b. Menggambarkan dampak
fisiologis dari imobilisasi dan ketidak efektifan.c. Menggambarkan
intervensi yang tepat yang mengarah pada pencegahan primer ,
skunder, dan tersier dari imobilisasi dan intoleransi aktifitas.d.
Membuat daftar keuntungan keuntungan fisiologis, psikologis dan
psikososial dari program latihan untuk lansia.e. Menggambarkan
komponen esensial dari program latihan fisik secara teratur kepada
lansia.f. Menggambarkan program latihan yang tepat bagi klien
lansia dan intoleransi aktifitas.B. Teori Proses Menua1.
DefenisiTahap dewasa merupakan tahap tumbuh mencapai titik
perkembangan yang maksimal. Setelah itu tubuh mulai mnyusut
dikarenakan bekurangnya jumlah sel sel yang ada dalam tubuh ,
sehingga akibatnya tubuh juga akan mengalami penurunan fungsi
secara perlahan lahan ( Maryam .R.Siti, 2008: 45).Penuaan atau
proses menghilangnya secara perlahan lahan kemampuan jaringan untuk
memperbaiki diri atau mengganti dan mempertahankan fungsinya
sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi sserta memperbaiki
kerusakan yang diderita.( Maryam.R. Siti,2008 : 46).Menurut world
health organisasion (WHO) dan UU no.13 tahun 1998, tentang
kesejahteraan lanjut usia pada Bab 1 pasal 1 ayat 2 menyebutkan
bahwa umur 60 tahun adalah usia permulaan tua, menua bukan suatu
penyakit tetapi suatu proses yang berangsur angsur mengakibatkan
perubahan yang kumulatif, merupakan proses menurunya daya tahan
tubuh dalam menghadapi rangsangan dari dalam dan luar tubuh yang
berakhir dengan kematian(Nugroho, 2008:11).Proses menua (aging)
adalah proses yang di sertai adanya penurunan kondisi fisik,
psikologi, maupun sosial yang saling berinteraksi satu sama lain.
(Ranah, 2006 :4).2. Teori teori Proses Menuaa. Teori Biologi1).
Teori genetik ClockMenurut teori ini menua telah terprogram secara
genetik, setiap spesies mempunyai didalamnya inti selnya jam
genetik yang telah di putar menurut suatu replikasi tertentu. Jadi
bila jam ini berhenti kita akan meninggal duni tanpa di sertai
dengan keadaan lingkungan / penyakit.2). Teori Mutasi (teori error
catastrapho)Menurut teori ini, menua disebabkan kesalahan yang
beruntun dalam jangka waktu yang lama dalam transkripi dan
trnslasi. Kesalahan tersebut menyebabkan terbentuknya enzim yang
sama dan berakibat metabolisme yang salah, sehingga dapa mengurangi
fungsional sel walau pun dalam batasan tertentu kesalahan dalam
pembentukan RNA dapat di perbaiki , namun kemampuan memperbaiki
diri terbatas pada transkripsi yang akan menyebabkan kesalahan
sintesis protein enzim yang dapat menimbulakn metabolisme
berbahaya.(Nugroho,2008:14).3). Teori Auto ImmuneMutasi yang
berulang dapat menyebabkan berkurangnya kemampuan sistem imun tubuh
mengenali dirinya sendiri. Jika mutasi yang merusak membran sel,
akan menyebabkan sistim imun tidak mengenalinya sehingga
merusaknya. Dalam proses metabolisme tubuh, suatu saat di produksi
zat khusus. Ada jaringan tubuh tertentu yang tidak tahan terhadap
zat tersebut sehingga jaringan tubuh menjadi lemah dan akit
(Nugroho,2008:14).4). Teori Radikal BebasRadikal bebas terdapat
didalam bebas dan didalam tubuh karena ada proses metabolisme atau
proses pernafasan didalam mitokondria. Radikal bebas merupakan
suatu atom atau molekul yang tidak stabil karena mempunyai elektron
yang tidak berpasangan sehingga sangat relatif mengikat atom atau
melokul alin yang meniimbulakn berbagai kerusakan atau perubahan
dalam tubuh. Tidak stabilnya radikal bebas (sel atom) mengakibatkan
oksidasi oksigen bahan bahan organik misalnya: karbo hidrat dan
protein. (Nugroho , 2008:14).b. Teori PsikologiPerubahan psikologi
yang terjadi dapat dihubungkan dengan mental dan keadaan
fungsional. Adanya penurunan dari intelektualitas yang meliputi
persepsi kemampuan kognitif, memori, dan belajar pada usia lanjut
menyebabkan mereka sulit untuk dipahami saat
berinteraksi(Mariam.R.Siti,2008:47).Menurut Birren dan Jenner
(1997) yang menunjukan kemapuan seseorang untuk mengadakan
penyesuaian situasi yang dihadapi ( Nugroho,2006:21)c. Teori
SosialPeran yang dihadapkan atau diberikan masyarakat kepada
seseorang sehubungan dengan usianya. Toeri ini terdiri dari :1).
Teori interaksi sosialTeori ini mencoba menjelaskan mengapa lansia
bertindak pada situasi tertentu, yaitu atas dasar hal hal yang
dihargai masyarakat.Simmons (1945), mengemukakan bahwa kemampuan
lansia untuk terus menjalin intraksi sosial merupakan kunci untuk
mempertahankan status sosialnya atas dasar kemapuannya untuk
melakukan tukar menukar (Mariam.R.Siti, 2008:48)2). Teori
aktifitasMenurut palmore (1965) dan Lemon etal (1972) penuaan yang
sukses bergantung dari bagai mana seseorang lansia merasakan
kepusan dalam melakukan aktifitas serta mempertahankan aktifitas
tersebut lebih dari penting dibandingkan kuantitas dan aktifitas
yang dilakukan. Dari sisi lain aktifitas lansia menurun, akan
tetapi dilain sisi dapat dikembangkannya, seperti : peran baru
lansia sebagai relawan, kakek atau nenek, ketua RT. Dari pihak
lansia sendiri terdapat anggapan bahwa penuaan merupakan suatu
perjuangan untuk tetap muda dan berusaha untuk mempertahankan
prilaku mereka semasa mudanya(Maryam .R.Siti, 2008: 50).3). Teori
kesinambunganTeori ini mengemukakan adanya kesinambungan dalam
siklus kehidupan lansia , pengalaman hidup seseorang pada suatu
saat merupakan gambarannya kelak pada saat dia menjadi lansia dapat
terlihat bahwa gaya hidup, prilaku dan harapan seseorang menyatakan
tidak berubah meskipun telah menjadi lansia(Maryam . R.
Siti,2008:51).C. Tingkat kemandirian Lansia dalam melakukan AKS1.
Pengertian kemandirian Kemandirian berarti tanpa pengawasan,
pengarahan atau bantuan pribadi yang masih aktif. Seseorang lansia
yang menolak untuk melakakukan fungsi dianggap sebagai tidak
melakukan fungsi, meskipun dianggap mampu. (Maryam .R.Siti,
2008:174). Kemandirian adalah kemampuan atau keadaan dimana
indifidu mampu mengurus atau mengatasi kepentingannya sendiri tanpa
bergantung dengan orang lain (Zulfajri , 1995:547)2. Gambaran
Tingkat Kemandirian LansiaLansia yang mandiri adalah lansia yang
kondisinya sehat dalam arti luas masih mampu unutk menjalankan
kehidupan pribadinya(Partini, 2005:3).Kemadirian pada lansia
meliputi kemampuan lansia dalam melakukan aktifitas sehari hari ,
seperti : mandi, berpakaian rapi, pergi ke toilet, berpindah
tempat, dapat mengontrol BAK, atau BAB, serta dapat makan
sendiri(Ranah,2006:4).3. Aktifitas Kehidupan sehari - hari pada
LansiaSuatu bentuk pengukuran kemampuan seseorang untuk melakukan
aktifitas kehidupan sehari hari secara mandiri.penetuan kemandirian
fungsional dapat mengidentifikasi kemampuan dan keterbatasan klien
sehingga memudahkan pemilihan intervensi yang tepat (Maryam.R,Siti,
2008:177).Menurut (Maryam.R.Siti,2008:177) dengan menggunakan
indeks kemandirian Katz untuk AKS yang berdasarkan pada evaluasi
fungsi mandiri atau bergantung dari klien dalam hal makan ,
kontinen (BAB/BAK), berpindah kekamarmandi dan berpakaian. Dapat
diberi penilaian dalam melakukan aktifitas sehari hari sebagai
berikut: a. Mandi1. Mandiri : bantuan hanya pada satu bagian mandi
( seperti punggung atau ektremitas yang tidak mampu) atau mandi
sendiri sepenuhnya.2. Bergantung : bantuan mandi lebih dari satu
bagian tubuh , bantuan masuk dan keluar dari bak mandi, serta tidak
mandi sendiri.b. Berpakaian1. Mandiri : menganbil baju dari lemari,
memakai pakaian, melepaskan pakaian, mengancing / mengikat
pakaian.2. Bergantung: tidak dapat memakai baju sendiri atau hanya
sebagian.c. Kekamar kecil1. Mandiri : masuk dan keluar dari kamar
kecil kemudian membersihkan genitalia sendiri.2. Bergantung :
menrima bantuan untuk masuk kekamar kecil dan menggunakan pispot.
d. Berpindah 1. Mandiri : berpindah dari tempat tidur, bangkit dari
kursi sendiri.2. Bergantung : bantuan dalam naik atau turun dari
tempat tidur atau kursi, tidak melakukan sesuatu atau
perpindahan.e. Kontinen 1. Mandiri : BAB dan BAK seluruhnya
dikontrol sendiri.2. Bergantung : inkontinesia persial atau total :
menggunakan kateter dan pispot, enema dan pembalut / pempers. f.
Makanan1. Mandiri : mengambil makanan dari piring dan menyuapinya
sendiri.2. Bergantung : bantuan dalam hal mengambil makanan dari
piring dan menyuapinya, tidak makan sama sekali, dan makan
parenteral atau melalui naso gastrointestinal tube (NGT).D. Faktor
yang mempengaruhi tingkat kemandirian pada lansia1. Usia Lansia
yang tidak berdaya mencari nafkah, sehingga hidupnya bergantung
pada bantuan orang lain ( Depkes RI, 2003).Lansia yang telah
memasuki usia 70 tahun, ialah lansia resiko tinggi. Biasanya akan
menghalangi penurunan dalam berbagai hal termasuk tingkat
kemandirian dalam melakukan aktifitas sehari hari . (Maryam.R.Siti,
2008: 33).Batasan umur menurut organisasi kesehatan dunia world
health organisation (WHO), ada 4 tahap lanjut usia meliputi :a.
Usia pertengahan (Middle Age) = kelompok usia 45-59 tahun;b. Lanjut
usia (Elderly) = antara 60-74 tahun;c. Lanjut usia tua (Old) =
antara 75-90 tahun;d. Usia sangat tua (Very Old) = diatas 90
tahun.(Nugroho,2006:24)2. Imobilitas a. Defenisi Imobilitas adalah
ketidak mampuan untuk bergerak secra aktif akibat berbagai penyakit
atau impairment (gangguan pada alat organ tubuh) yang bersifat
fisik atau mental ( Lueckenotte, 1998:261).b. Etiologi 1. Gangguan
sendi dan tulang.2. Penyakit rematik seperti pengapuran atau patah
tulang tentu akan mengahambat pergerakan (imobilisasi).3. penyakit
saraf 4. adanya stroke, penyakit parkinson dan gangguan saraf.5.
penyakit jantung atau pernafasan6. gangguan penglihatan7. masa
penyembuhanc. Manifestasi klinis1. Penurunan toleransi aktivitas.2.
penurunan kapasitas kebugaran.3. penurunan masa otot tubuh.4.
penurunan kekuatan otot.5. penurunan kemandirian.6. penurunan
kemandirian.7. atropi muscular.d. Patofisiologi Keletihan atau
kelemahan , batasan karakteristik intoleran aktifitas telah
diketahui sebagai penyebab paling umum yang paling sering terjadi
dan menjadi keluhan pada lansi. Imobilisasai untuk sebagian besar
orang tidak terjadi secara tiba tiba, bergerak dari imobilisasi
penuh sampai ketergantungan fisik total atau ketidak efektifan,
tetapi berkembang secara perlahan dan tanpa disadari.e.
KomplikasiImobilisasi dapat menimbulkan berbagai masalah sebagai
berikut :1). Infeksi saluran kemih2). Sembelit 3). Infeksi paru4).
Gangguan aliran darah5). Luka tekan sendi dan kakuf. Pemeriksaan
fisik1. Mengkaji skeletal tubuh Adanya deformitas dan kesejajaran.
Pertumbuhan tulang yang abnormal akibat tumor tulang. Pemendekan
ekstremitas, amputasi dan bagian tubuh yang tidak dalam kesejajaran
anatomis. Angulasi abnormal pada tulang panjang atau gerakan pada
titik selain sendi biasanya menandakan adanya patah tulang.2.
Mengkaji tulang belakang- Skoliosis (deviasi kurvatura lateral
tulang belakang)- Kifosis (kenaikan kurvatura tulang belakang
bagian dada)- Lordosis (membebek, kurvatura tulang belakang bagian
pinggang berlebih)3. Mengkaji sistem persendianGerakan luas di
evaluasi baik aktif mau pun pasif, deformitas, stabilitas, dan
adanya benjolah, adanya kekakuan sendi.4. Mengkaji sistem otot
kemampuan mengubah posisi, kekuatan otot dan koordinasi, dan ukuran
masing masing otot. Lingkaran ekstremitas untuk memantau adanya
edema atau atrofi, nyeri otot.5. Mengkaji cara berjalanAdanya
gerakan yang tidak teratur dianggap tidak normal. Bila salah satu
ekstremitas lebih pendek dari yan glain. Berbagai kondisi
neurologis yang berhubungan dengan cara berjalan abnormal (Misal :
Cara berjalan spastic hemiparesis stroke).3. Mudah Terjatuhjatuh
pada lansia merupakan masalah yan gpaling sering terjadi.
Penyebabnya multi faktor. Banyak yang berperan didalamnya, baik
faktor intrinsik maupun dari dalam diri lanjut usia. Misanya
gangguan gaya berjalan, kelemahan otot ekstremitas bawah, kekakuan
sendi, sinkop atau pusing. Untuk faktor ekstrinsik, misalnya lantai
yan glicin dan tidak rata, tersandung benda, penglihatan yang
kurang karena cahaya yang kurang terang dan sebagainya, memang
tidak dapat dibantah bila seseorang bertambah tua, kemampuan fisik
atau mentallnya pun perlahan pasti menurun. Akibatnya, aktifitas
hidupnya akan terpengaruh, yan gpada akhirnya akan dapat mengurangi
ketegapan dan kesigapan seseorang. Sekitar 30 50% dari populasi
lanjut usia (yang berusia 65 tahun)keatas mengalami jatuh setiap
tahunnya. Separuh dari angka tersebut mengalami jatuh berulang,
perempuan lebih sering jatuh dibanding dengan lanjut usia laki laki
(Nugroho, 2008:41).Adanya instabilitas membuat seseorang berisiko
untuk jatuh. Kemampuan untuk mengontrol posisi tubuh dalam ruang
merupakan suatu interaksi kompleks sistem saraf dan muskuluskeletal
yang dikenal sebagai sistem kontrol postural, jatuh terjadi
manakala sistem pengontrol postural tubuh gagal mendeteksi
pergeseran dan tidak mereposisi pusat gravitasi terhadap landasan
penompang (kaki saat berdiri) pada waktu yang tepat untuk
menghindari hilangnya keseimbangan. Kondisi ini sering kali
merupakan keluhan utama yang menyebabkan pasien berobat. (Nugroho,
2008:42). Jatuh adalah suatu kejadian yang dilaporkan penderita
atau saksi mata yang melihat kejadian, yang mengakibatkan seseorang
mendadak terbaring / terduduk dilantai atau tempat yang lebih
rendah dengan atau tanpa kehilangan kesadaran atau luka.Untuk lebih
dapat memahami faktor resiko jatuh, harus mengerti bahwa stabilitas
tubuh ditentukan atau dibentuk oleh:1. Sistem sensori. Pada sistem
ini, yang berperan adalah penglihatan dan pendengaran. Semua
gangguan atau perubahan pada mata akan menimbulkan gangguan
penglihatan. Begitu pula , semua penyakit telinga akan menimbulkan
gangguan pendengaran.2. Sistem Saraf Pusat (SSP). Penyakit SSP
sehingga berespons tidak baik terhadap input sensori. 3. Kogitif.
Pada beberapa penelitian, dimensia diasosiasikan dengan
meningkatnya resiko jatuh.4. Muskuloskeletal. Faktor ini berperan
besar pada terjadinya jatuh lanjut usia (faktor murni). Gangguan
muskuloskeletal menyebabkan gangguan gaya berjalan dan hal ini
berhubungan dengan proses menua yang fisiologis, misalnya:a.
Kekakuan Jaringan penyambung.b. Berkurangnya massa otot.c.
Perlambatan kondisi saraf.d. Penurunan visus/ lapang pandang.Semua
ini menyebabkan :a. Penurunan range of motion (ROM) sendi.b.
Penurunan kekuatan otot, terutama ekstremitas.c. Perpanjangan waktu
reaksi.d. Goyangan badan.Semua perubahan tersebut mengakibatkan
kelambanan bergerak, langkah yang pendek, penurunan irama, kaki
tidak dapat menapak dengan kuat, dan endrung gampang goyah, susah
atau terlambat mengantisipasi bila terjadi gangguan, seperti :
terpeleset, tersandung, kejadian tiba-tiba sehingga mudah
jatuh.Secara singkat, faktor resiko jatuh pada lanjut usia itu
dapat digoliongkan menjadi 2, yaitu faktor instrinsik ( faktor dari
dalam tubuh lanjut usia sendiri) dan faktor ekstrinsik (faktor dari
luar atau lingkungan).Faktor instrinsik, misalnya :1. Gangguan
jantung atau sirkulasi darah.2. Gangguan sistem susunan saraf.3.
Gangguan sistem anggota gerak.4. Gangguan penglihatan dan
pendengaran.5. Gangguan psikologis.6. Gangguan gaya berjalan.7.
Fertigo8. Artritis lutut.Faktor ekstrinsik, misalnya :1. Cahaya
ruangan yang kurang terang.2. Lingkungan yang asing bagi lanjut
usia3. Lantai yang licin4. Turun tangga5. Kursi roda yang tak
terkunciE. Kerangka TeoritisKerangka teoritis yang digunakan dalam
penelitian ini dapat dilihat dalam tabel 1.1 berikut ini :
(Nugroho, 2008: 41)F. Landasan TeoriMenua adalah suatu proses
menghilangnya secara perlahan lahankemampuan jaringan untuk
memperbaiki diri atau mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya
sehingga tidak dapat bertahan terhadap infeksi serta memperbaiki
kerusakan yang di derita. (Maryam. R. Siti, 2008: 46).Menurut para
ahli gerontologi faktor faktor yan gmempengaruhi tingkat
kemandirian lansia belum dapart diketahui secara pasti. Namun dapat
dilihat dari tinjauan teoritis yang telah di jabarkan di atas.G.
Kerangka KonsepDari kerangka teori penelitian mengacu pada faktor
yang mempengaruhi tingkat kemandirian lansia dalam melakukan
aktifitas sehari hari antara lain : Usia, Imobilisasi, Mudah
terjatuh.Dalam penelitian ini penulis dapat membuat kerangka konsep
berdasarkan pada tujuan penelitian.Berdasarkan hal tersebut maka
kerangka konsep penelitian ini secara sistimatis dapat dilampirkan
sebagai berikut : Usia, Imobilisasi, Mudah terjatuh.Kerangka Konsep
Variebel independent Variabel Dependent
H. Hipotesis Adapun hipotesis dalam penelitian ini adalah : 1.
Ada hubungan antara usia dengan tingkat kemandirian2. Ada hubungan
antara imobilitas dengan tingkat kemandirian.3. Tidak ada hubungan
antara mudah terjatuh dengan tingkat kemandirianDAFTAR
PUSTAKABangun, A. P. (2005) Sehat & Bugar Pada Usia Lanjut,
Edisi I, Agromedia Pustaka : JakartaDepkes RI.(2003) Batasan Umur
Pada LansiaLueckenotte. (1989). Pengkajian Gerontologi. Ahli bahasa
oleh : Aniek maryunani. Jakarta : EGCMaryam, R. Siti, dkk, (2008)
Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya, Jakarta : Salemba
MedikaNugroho. (2000) Keperawatan Gerontologi. Edisi 2. Jakarta :
EGCNugroho. (2008) Keperawatan Gerontologi. Edisi 3. Jakarta :
EGCPenyakit hipertensi merupakan peningkatan tekanan darah yang
memberi gejala yang berlanjut untuk suatu target organ, seperti
strok untuk otak, penyakit jantung koroner untuk pembuluh darah
jantung dan otot jantung. Penyakit ini telah menjadi masalah utama
dalam kesehatan masyarakat yang ada di Indonesia maupun di beberapa
negara yang ada di dunia. Diperkirakan sekitar 80 % kenaikan kasus
hipertensi terutama di negara berkembang tahun 2025 dari sejumlah
639 juta kasus di tahun 2000, diperkirakan menjadi 1, 15 milyar
kasus di tahun 2025. prediksi ini didasarkan pada angka penderita
hipertensi saat ini dan pertambahan penduduk saat ini ( Riqwana
Miruddin, 2006).Angka-angka prevalensi hipertensi di Indeonesia
telah banyak dikumpulkan dan menunjukkan, di daerah pedesaan masih
banyak penderita yang belum terjangkau oleh pelayanan kesehatan.
Baik dari segi case-finding maupun pelaksanaan pengobatan
jangkauanya masih sangat terbatas dan sebagian besar penderita
hipertensi tidak mempunyai keluhan. Prevalensi terbanyak berkisar
antara 6 samppai dengan 15 % tetapi angka-angka ekstrim rendah
seperti di Ungaran, jawa tengah 1,8% ; Lembah Balim Pegunungan Jaya
Wijaya, Irian Jaya 0, 6 % ; dan Talang Sumatera Barat 17,8%. Nyata
disini, dua angka yang dilaporkan oleh kelompok yang sama pada 2
daerah pedesaan di Sumatera Barat menunjukan angka yang tinggi.Oleh
sebab itu perlu diteliti lebih lanjut, demikian juga angka yang
relatif sangat rendah.Survei penyakit jantung pada usia lanjut yang
dilaksanakan Boedhi Darmojo, 2007 menemukan prevalensi tanpa atau
dengan tanda penyakit jantung hipertensi sebesar 33,3 % (81 orang
dari 243 orang tua 50 tahun ke atas).Wanita mempunyai prevalensi
lebih tinggi daripada pria (P=0,005). Dari kasus tadi ternyata 68,4
% termasuk hipertensi ringan ( diastolik 95/104 mmHg), 28,1 %
hipertensi sedang (diastolik 105/129 mmHg) dan hanya 3,5 % dengan
hipertensi berat (diastolik sama atau lebih besar dengan 130
mmHg).Hipertensi pada penderita penyakit jantung iskemik ialah 16,1
% suatu persentase yang rendah bila dibandingkan dengan prevalensi
seluruh populasi (33,3 %), jadi merupakan faktor resiko yang kurang
penting. Juga kenaikan prevalensi dengan naiknya umur tidak
dijumpai. Oleh karena itu, negara indonesia yang membangun di
segala bidang perlu memperhatikan tindakan mendidik untuk mencegah
timbulnya penyakit seperti hipertensi, kardiovaskular, penyakit
degeneratif dan lain-lain, sehingga potensi bangsa dapat lebih
dimanfaatkan untuk proses pembangunan. Golongan umur 45 tahun ke
atas memerlukan tindakan atau program pencegahan terarah. Tujuan
program penanggulangan penaykit kardiovaskuler adalah mencegah
peningkatan jumlah penderita risiko penyakit kardiovaskuler dalam
masyarakat dengan menghindari faktor penyebab seperti hipertensi,
diabetes, hiperlipidemia, merokko, stres dan lain-lain.Hipertensi
yang akan salah satu faktor risiko paling berpengaruh sebagai
penyebab penyakit kardivaskular di derita oleh lebih dari 800 juta
orang di seluruh dunia. Lebih kurang 10-30 persen penduduk di
hampir semua negara mengalami hipertensi (Elokdyah,
2007).Hipertensi ini disebut sebagai pembunuh diam-diam karena
umumnya tidak merasakan tekanan darah tinggi selama seseorang ke
organ-organ yang bersangkutan.Menurut Dr Hisyam Aptamimi ahli
jantung dan pembuluh darah pada RSU Kraton pekalongan menyatakan
Hipertensi atau penyakit darah tinggo merupakan penyebab terbesar
dari penyakit jantung. bahkan, 75% penderita hipertensi akan
berujung pada penyakit jantung dan baru tersadari pada lanjut usia,
ketika jantung telah lelah bekerja untuk memompa darah dengan
tekanan yang berat (Siwono, 2003).Hipertensi didefenisikan sebagai
peningkatan tekanan darah yang menetap di atas batas normal yang
disepakati, yaitu diastolik 90 mmHg atau sistolik 140 mmHg. Sekitar
90% kasus hipertensi tidak diketahui penyebabnya (hipertensi
esensial). Awitan hipertensi esensial biasanya terjadi antara usia
20 dan 50 tahun (Elokdyah, 2007).Pada tahun 1995 Survei Kesehatan
Rumah Tangga menunujukkan prevalensi hipertensi di Inidonesia sudah
mencapai 83 per 1.000 anggota rumah tangga. Wanita lebih banyak
yang terkena ketimbang pria.Survei yang sama sebelumnya tahun 1986,
hipertensi disebutkan sebagai peneyebab utama kematian pada
penderita janutng korner di Indonesia. Jumlah kasusnya 42.8 per
1.00.000 kematia. Hipertensi yang sudah mencapai tahap lanjut,
artinya sudah terjadi bertahun-tahun, bisa dirasakan gejalanya.
Biasanya muncu; sakit kepala, napas pendek, pandangan mata kabur
dan gangguan tidur (Senio, 2005).Tekanan darah sering meningkat
terutama orang yang melakuka aktivitas berat seperti olahraga dan
stres. Peningkatan tekanan dan percepatan sirkulasi ini normal
karena aktivitas dan emosi ekstrak serta oksigen yang cukup untuk
disalurkan ke pembuluh darah.Menurut Dr Sunarya Soeriatna SpJP dari
RS jantung dan Pembuluh Darah Harapan Kita, Jakarta, Hipertensi,
panyakit jantung dan diabetes sangat erat kaitannya satu dengan
yang lainnya. Di negara ini, katanya ada kecenderungan peningkatan
jumlah penderita hipertensi maupun diabetes melitus. Diabetes
melitus menjadi epidemi di seluruh dunia , terutama Asia. Dalam
kurun waktu 10 tahun (200-2010) diperkirakan insiden diabetes
meningkat 57 persen. Dengan menekan resiko timbulnya diabetes
melitua pada hipertensi, maka jumlah penyakit kardiovaskuler dapat
di tekan (wed, 2004).WHO menyatakan hipertensi merupakan silent
killer, karena banyak masyarakat tak menaruh perhatian terhadap
penaykit yang kadang dianggap sepele oleh mereka, tanpa meyadari
jika penyakit ini menjadi berbahaya dari berbagai kelainan yang
lebih fatal misalnya kelainan pembuluh darah, jantung
(kardiovaskuler) dan gangguan ginjal, bahkan pecahnya pembuluh
darah kapiler di otak atau yang lebih disebut dengan nama stroke
(Nissonline, 2007).Berdasarkan yang saya lihat selama ini dirumah
sakit ataupun di masyarkat penyakit hipertensi saat ini sudah
semakin banyak terkadi dari itu saya mengambil kesimpulan karena
saya berminat untuk memperdalam dan meneliti Gambaran pengetahuan
pasien mengenai Hipertensi pada lansia.