Duduk Permasalahan Duduk Permasalahan 1. 1. Hubungan antara kekinian Hubungan antara kekinian penafsir penafsir dan dan historisitas teks historisitas teks 2. 2. Objektivitas makna teks Objektivitas makna teks 3. 3. Korelasi Dimensi Profan dan Korelasi Dimensi Profan dan Transendental teks (Kitab Suci) Transendental teks (Kitab Suci) 4. 4. Aktualisasi teks historis ke dalam Aktualisasi teks historis ke dalam Kekinian Kekinian
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Duduk PermasalahanDuduk Permasalahan
1.1. Hubungan antara kekinian Hubungan antara kekinian penafsirpenafsir dan historisitas dan historisitas teksteks
2.2. Objektivitas makna teksObjektivitas makna teks3.3. Korelasi Dimensi Profan dan Transendental teks Korelasi Dimensi Profan dan Transendental teks
(Kitab Suci)(Kitab Suci)4.4. Aktualisasi teks historis ke dalam KekinianAktualisasi teks historis ke dalam Kekinian
Problem Positivisme TeksProblem Positivisme Teks
• Representasi realitas melalui medium simbol (bahasa) tak lepas dari konteks sosio-kultural penafsiran
• Realitas yang diacu oleh teks lebih merupakan ‘becoming’ daripada ‘being’
• Simbol yang dipakai penafsir dan simbol yang terdapat dalam teks berada dalam konteks-konteks yang berbeda
• Positivisme teks menyembunyikan kepentingan untuk mempertahankan status quo otoritas tradisi
HermeneutikHermeneutik
• Arti “Hermeneutik” (hermeneuo): mengalihkan pikiran ke kata/menerjemahkan; Hermes
• Sejarah Hermeneutik: Tafsir Taurat, Evangelium, Humanis Renaisans, Kaum Romantis
• Manusia sebagai “language using animal”
Problem TeksProblem Teks
• Teks mengandung kesenjangan (1) waktu, (2) ruang, dan (3) subjek
• Masalah hermeneutik: bagaimana menengahi kesenjangan-kesenjangan itu?
• Ada korelasi antara Lebensaeusserung, Verstehen dan Erlebnis
Teknik Empati PsikologistisTeknik Empati Psikologistis
• Empati Psikologistis atas teks (F. Schleiermacher): Penafsir mentransposisikan dirinya ke dalam proses kreasi teks, yakni ke dalam perasaan-perasaan pengarang, lalu melukiskan seutuhnya hasil transposisi itu. Hasilnya adalah potret kondisi psikologis pengarang dalam konteks sejarah tertentu.
Teknik Empati EpistemologisTeknik Empati Epistemologis
• Empati epistemologis (W. Dilthey): Penafsir memahami makna simbol-simbol yang dihasilkan pengarang dan sedekat mungkin menafsirkan sesuai dengan intensi penghasilnya. Yang diempati di sini adalah dunia mental yang mendasari karya itu (semangat zaman, warna pemikiran tokoh, tema-tema kolektif dst.)
Lingkaran HermeneutikLingkaran Hermeneutik
• Susunan bahasa mencerminkan susunan realitas sosial, yaitu: unsur yang lebih partikular mendapat maknanya dari unsur yang lebih universal dan sebaliknya
• Dalam bahasa: Kata – kalimat – alinea – gaya bahasa – sistem bahasa
• Dalam realitas sosial: tindakan – norma – institusi – struktur sosial
Gaya bahasa
kalimat
Alinea, dst.
Genre sastra
kata
Struktur
Norma
Institusi
Tindakan
Problem Hermeneutik ReproduktifProblem Hermeneutik Reproduktif
• Positivisme teks muncul dalam bentuk lain, yaitu: upaya mereproduksi (memotret) realitas seobjektif mungkin lewat tafsir. Mungkinkah?
• Objektif berarti: tanpa prasangka, faktual, bebas kepentingan, wertfrei (bebas nilai)?
• Bisakah historisitas teks dihadirkan sepenuhnya ke dalam aktualitas?
• Proyek positivisme teks: eliminasi prasangka (Vorurteil) dalam penafsiran
• Prasangka romantisme dan pencerahan
• Objektivisme (deskreditasi prasangka) adalah sebuah prasangka (HG-Gadamer)
• Rehabilitasi prasangka dalam hermeneutik: otoritas dan prasangka dapat menjadi sumber pengetahuan
Makna Tradisi dalam InterpretasiMakna Tradisi dalam Interpretasi
• Kritik atas Hermeneutik Reproduktif: Tradisi dan riset hermeneutis korelatif, maka tak ada reproduksi hermeneutis, karena tradisi merupakan horison interpretasi yang berfusi dengan aktualitas penafsir.
• Interpretasi tak pernah merupakan cloning realitas, melainkan selalu mengandung perspektif tertentu. Tradisi dan prasangka justru memungkinkan kreativitas hermeneutis.
WirkungsgeschichteWirkungsgeschichte
• Wirkungsgeschichte (Sejarah Pengaruh): Riset dalam ilmu-ilmu sosial merupakan kontinuitas sejarah dan tradisi, maka tidak metahistoris. Hasil interpretasi akan memberi pengaruh pada praxis sosial yang pada gilirannya akan menjadi horison interpretasi baru.
• Peneliti perlu menyadari Wirkungsgeschichte ini agar menyadari bahwa interpretasinya berada dalam situasi hermeneutis tertentu.
Fusi Horison-horisonFusi Horison-horison
• Horison-horison pengetahuan tak terisolasi satu sama lain. Horison penafsir akan berpadu dengan horison historis teks dan horison-horison aktualnya (agama, status, politik, pekerjaan dst.)
• Tugas interpretasi bukan mendamaikan tradisi dan aktualitas (ini positivisme), melainkan memproyeksikan horison lain yang memberei kontribusi bagi masa depan.
Hermeneutik FilosofisHermeneutik Filosofis
• Hermeneutik Filosofis (Gadamer) mendapat inspirasinya dari filsafat Heidegger tentang Verstehen sebagai struktur Ada dari Dasein (hermeneutik ontologis). Bagi Gadamer “kita” dan “bahasa” itu satu dan sama “Percakapan yang adalah kita”. Hermeneutik bukan sekedar metode, melainkan ciri ada sosial kita sendiri. Kebenaran bukanlah sesuatu yang ditemukan, melainkan dibuat, maka bersifat relatif terhadap konteks ruang dan waktu.
• Kembali menekankan dimensi epistemologis hermeneutik dari Dilthey, yakni hermeneutik sebagai metode Geisteswissenschaften (melawan Heidegger dan Gadamer)
• Verstehen dan Erklaeren bukanlah dua hal yang terpisah: Rigorisitas ilmu-ilmu sosial dapat diperoleh dengan memasukkan semiotik dan linguistik strukturalis ke dalam hermeneutik, maka teks bisa menjadi objek Erklaeren tanpa menjadi objek alamiah. Interpretasi yang sahih memerlukan momen Erklaeren.
• Bukan empati/intuisi mental (Dilthey), melainkan diskursus menjadi kunci Verstehen.
• Ciri kritis mendapat inspirasinya dari Teori Kritis Juergen Habermas
Momen Momen ErklaerenErklaeren dalam dalam VerstehenVerstehen(Hermeneutik Kecurigaan)(Hermeneutik Kecurigaan)
• Teks bisa patologis, maka menafsirkan harus memasuki momen Erklaeren dengan mengambil distansi terhadap teks (hermeneutics of suspicion). Tujuan: menyingkap ilusi kesadaran palsu lewat psikoanalisis dan kritik ideologi. Tanpa ini hermeneutik menyembunyikan kepentingan-kepentingan.
Teks, Dialog dan NarasiTeks, Dialog dan Narasi
• Sebuah “teks” adalah hasil distansi atas model naratif yang lebih luas dari teks itu.
• Dialog adalah pertukaran tindak-tutur (speech-act) antara para interlokutor.
• Membaca teks tak sama dengan dialog (seperti kata Gadamer), karena pembaca absen dari tindakan penulisan dan penulis absen dari tindakan pembacaan. Teks itu bukanlah partner dialog, sebab ia adalah distansi makna dari peristiwa.
Tiga Momen Tiga Momen VerstehenVerstehen atas Model atas Model NaratifNaratif
• 1. Momen prafigurasi: Penafsir tahu lebih dahulu (mengandaikan) plot dari teks yang dibacanya
• 2. Momen konfigurasi: Penafsir merekonstruksi proses-proses yang menghasilkan teks itu (dunia tindakan) ke dalam sebuah plot.
• 3. Refigurasi: penafsir dapat mengapresiasi dunia tindakan itu sebagai dunia kemungkinan-kemungkinan.
• Catatan: Masing-masing dari ketiga momen itu berkaitan dengan sebuah momen mimesis (presentasi tindakan)
• Dalam Sein und Zeit Heidegger berbicara tentang “destruksi metafisika” sebagai pemikiran tentang kehadiran (Anwesenheit).
• Interpretasi dipahami sebagai Ver-gegenwaert-igen (menghadirkan dalam masa kini). Modus kekinian ini ingin diatasi, maka meninggallkan metafisika berarti bergerak di luar tradisi
• Derrida: Tak mungkin bergerak di luar tradisi, melainkan di pinggirannya. Itulah dekonstruksi sbg pelintasan batas.
DifferanceDifferance
• Ur-Text sudah hilang, maka tak ada lagi tolok ukur interpretasi
• Makna asli ditangguhkan = teks dapat ditafsirkan sampai tak terhingga (intertekstualitas)
• Differance = menangguhkan = suspensi = temporalisasi/spatialisasi/gerak horisontal interpretasi = makna tak bisa distabilkan = bastardisasi antinomi-antinomi biner