Top Banner
BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Saponifikasi Saponifikasi adalah proses pembuatan sabun yang berlangsung dengan mereaksikan asam lemak khususnya trigliserida dengan alkali yang menghasilkan gliserol dan garam karboksilat (sejenis sabun). Sabun merupakan garam (natrium) yang mempunyai rangkaian karbon yang panjang. Reaksi dibawah ini merupakan reaksi saponifikasi tripalmitin / trigliserida. Gambar 2.1 Reaksi Saponifikasi tripalmitin Selain dari reaksi di atas sabun juga bisa dihasilkan dari reaksi netralisasi Fatty Acid (FA), namun di sini hanya didapat sabun tanpa adanya Gliserin (Glycerol), karena saat proses pembuatan Fatty Acid, glycerol sudah dipisahkan tersendiri.
27

teori

Oct 26, 2015

Download

Documents

Triyana Defi

teori
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: teori

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Saponifikasi

Saponifikasi adalah proses pembuatan sabun yang berlangsung dengan

mereaksikan asam lemak khususnya trigliserida dengan alkali yang menghasilkan

gliserol dan garam karboksilat (sejenis sabun). Sabun merupakan garam (natrium)

yang mempunyai rangkaian karbon yang panjang. Reaksi dibawah ini merupakan

reaksi saponifikasi tripalmitin / trigliserida.

Gambar 2.1 Reaksi Saponifikasi tripalmitin

Selain dari reaksi di atas sabun juga bisa dihasilkan dari reaksi netralisasi

Fatty Acid (FA), namun di sini hanya didapat sabun tanpa adanya Gliserin

(Glycerol), karena saat proses pembuatan Fatty Acid, glycerol sudah dipisahkan

tersendiri.

Gambar 2.2 Reaksi saponifikasi Asam lemak

Page 2: teori

Selain dari minyak atau lemak dan NaOH pada pembuatan sabun

dipergunakan bahan-bahan tambahan sebagai berikut:

a. Cairan pengisi seperti tepung tapioka, gapleh dan lain-lain.

b. Zat pewarna

c. Parfum, agar baunya wangi.

d. Zat pemutih, misal natrium sulfat

2.2 Sabun

2.2.1 Sejarah Sabun

Produk sabun sebenarnya tidak pernah ditemukan, tetapi secara

berkesinambungan dapat dikembangkan dari campuran alkali kuat dan bahan

berlemak (fatty material). Sekitar tahun 1800, sabun dipercaya sebagai hasil

campuran mekanis untuk memperoleh sabun kasar dan sabun lunak telah

dikembangkan pada abad pertama melalui suatu proses. Bahan mentah yang

tersedia dalam perang dunia I membuat jerman mengembangkan sabun sintesis

dan deterjen (detergent). Proses ini dilaksanakan dengan mengkomposisi reaksi

sulfonasi naftalena yang mengandung rantai alkil pendek yang merupakan zat

pembasah (wetting agent).

2.2.2 Pengertian Sabun

Saat ini, telah ditemukan berbagai macam jenis dari daun-daun, akar,

kacang-kacangan atau biji-bijian yang bisa digunakan untuk membentuk sabun

yang mudah larut dan membawa kotoran dari pakaian. Untuk sekarang, kita

memakai dasar material yang disebut sebagai saponin yang mengandung

pentasiklis triterpena asam karboksilat, seperti asam oleonat atau asam ursolat, zat

kimia berkombinasi dengan molekul gula. Asam ini juga terlihat dalam keadaan

tanpa kombinasi. Saponin lebih dikenal sebagai “sabun”.

Sabun mandi merupakan garam logam alkali (Na) dengan asam lemak dan

minyak dari bahan alam yang disebut trigliserida. Lemak dan minyak mempunyai

dua jenis ikatan, yaitu ikatan jenuh dan ikatan tak jenuh dengan atom karbon 8-12

Page 3: teori

yang diberikatan ester dengan gliserin. Secara umum, reaksi antara kaustik dengan

gliserol menghasilkan gliserol dan sabun yang disebut dengan saponifikasi.

Setiap minyak dan lemak mengandung asam-asam lemak yang berbeda-

beda. Perbedaan tersebut menyebabkan sabun yang terbentuk mempunyai sifat

yang berbeda. Minyak dengan kandungan asam lemak rantai pendek dan ikatan

tak jenuh akan menghasilkan sabun cair. Sedangkan rantai panjang dan jenuh

mengahasilkan sabun yang tak larut pada suhu kamar.

Sabun termasuk salah satu jenis surfaktan yang terbuat dari minyak atau

lemak alami. Surfaktan mempunyai struktur bipolar. Bagian kepala bersifat

hidrofilik dan bagian ekor bersifat hidrofobik. Karena sifat inilah sabun mampu

mengangkat kotoran (biasanya lemak) dari badan dan pakaian. Selain itu, pada

larutan, surfaktan akan menggerombol membentuk misel setelah melewati

konsentrasi tertentu yang disebut Konsentrasi Kritik Misel (KKM).

Untuk kualitas sabun, salah satunya ditentukan oleh pengotor yang terdapat

pada lemak atau minyak yang dipakai. Pengotor itu antara lain berupa hasil

samping hidrilis minyak atau lemak, protein, partikulat, vitamin, pigmen, senyawa

fosfat dan sterol. Selain itu, hasil degradasi minyak selama penyimpanan akan

mempengaruhi bau dan warna sabun. Salah satu kelemahan sabun adalah pada air

keras sabun akan mengendap sebagai lard. Air keras adalah air yang mengandung

ion dari Mg, Ca dan Fe.

Namun kelemahan ini bisa diatasi dengan menambahkan ion fosfat atau

karbonat sehingga ion-ion ini akan mengikat Ca dan Mg pembentuk garam. Untuk

memperoleh sabun yang berfungsi khusus, perlu ditambahkan zat aditif, antara

lain: asam lemak bebas, gliserol, pewarna, aroma, pengkelat dan antioksidan,

penghalus, serta aditif kulit (skin aditif).

2.3 Minyak

Lemak dan minyak merupakan senyawa organik yang penting bagi

kehidupan makhluk hidup.Lemak dan minyak merupakan salah satu kelompok

yang termasuk golongan lipida. Salah satu sifat yang khas dan mencirikan

Page 4: teori

golongan lipida adalah daya larutnya dalam pelarut organik (misalnya ether,

benzene, chloroform) atau sebaliknya ketidak-larutannya dalam pelarut air.

Kelompok lipida dapat dibedakan berdasarkan polaritasnya atau berdasarkan

struktur kimia tertentu, yaitu sebagai berikut:

a. Kelompok Trigliserida ( lemak,minyak,asam lemak dan lain-lain ).

b. Kelomok turunan asam lemak ( lilin,aldehid asam lemak dan lain-lain ).

c. Fosfolipida dan serebrosida ( termasuk glikolipida ).

d. Sterol-sterol dan steroida.

e. Karotenoida.

f. Kelompok lipida lain.

Trigliserida merupakan kelompok lipida yang paling banyak dalam jaringan

hewan dan tumbuhan. Trigliserida dalam tubuh manusia bervariasi jumlahnya

tergantung dari tingkat kegemukan seseorang dan dapat mencapai beberapa

kilogram. Fosfolipida, glikolipida, sterol dan steroida terdapat dalam jaringan

hewan dan tumbuhan dalam jumlah yang lebih sedikit dari pada trigliserida.

Dalam tubuh manusia, kelompok ini hanya merupakan beberapa persen saja dari

bahan lipida seluruhnya. Karotenoida dalam tubuh manusia lebih sedikit lagi

jumlahnya, biasanya dalam seluruh tubuh manusia hanya terdapat kurang dari 1

gram. Dalam jaringan tanaman, karotenoida terdapat dalam jumlah lebih banyak.

Secara Dentitif, lipida diartikan sebagai semua bahan organik yang dapat

larut dalam pelarut organik yang mempunyai kecenderungan nonpolar. Lemak

dan minyak atau secara kimiawi adalah trigliserida merupakan bagian terbesar

dari kelompok lipida. Trigliserida ini merupakan senyawa hasil kondensasi satu

molekul gliserol dengan tiga molekul asam lemak.

Gambar 2.3 Reaksi kimia asam lemak dengan gliserol

Page 5: teori

Secara umum lemak diartikan sebagai trigliserida yang dalam kondisi suhu

ruang berada dalam keadaan padat. Sedangkan minyak adalah trigliserida yang

dalam suhu ruang berbentuk cair. Secara lebih pasti tidak ada batasan yang jelas

untuk membedakan minyak dan lemak.

2.3.1 Reaksi pada minyak atau lemak

Reaksi pada minyak atau lemak adalah sebagai berikut :

1. Esterifikasi

Proses Esterifikasi bertujuan untuk asam-asam lemak bebas dari trigliserida,

menjadi bentuk ester. Reaksi esterifikasi dapat dilakukan melalui reaksi

kimia yang disebut interifikasi atau penukaran estar yang didasarkan pada

prinsip trans-esterifikasi Fiedel-Craft.

2. Hidrolisa

Dalam reaksi hidrolisa, lemak dan minyak akan diubah menjadi asam-asam

lemak bebas dan gliserol, proses ini dibantu adanya asam, alkali, uap air,

panas, dan eznim lipolitik seperti lipase. Reaksi hidrolisis mengakibatkan

kerusakan lemak dan minyak yaitu “hydrolytic rancidity” yaitu terjadi flavor

dan rasa tengik pada lemak atau minyak. Hal ini terjadi karena terdapat

sejumlah air dalam lemak dan minyak tersebut.

Gambar 2.4 Reaksi hidrolisa pada trigliserida

3. Penyabunan

Reaksi ini dilakukan dengan penambahan sejumlah larutan basa kepada

trigliserida. Bila penyabunan telah lengkap, lapisan air yang mengandung

gliserol dipisahkan dan kemudian gliserol dipulihkan dengan penyulingan.

Page 6: teori

4. Enzimatis

Enzim yang dapat menguraikan lemak atau minyak dan akan menyebabkan

minyak tersebut menjadi tengik, ketengikan itu disebut “Enzimatic

rancidity” Lipase yang bekerja memecah lemak menjadi gliserol dan asam

lemak serta menyebabkan minyak berwarna gelap. Enzim peroksida

membantu proses oksidasi minyak sehingga menghasilkan keton.

Gambar 2.5 Reaksi Enzimatis

5. Oksidasi

Oksidasi dapat berlangsung bila terjadi kontak antara sejumlah oksigen

dengan lemak atau minyak. Terjadinya reaksi oksidasi ini akan

mengakibatkan bau tengik kepada minyak atau lemak “Oxidative rancidity”.

6. Hidrogenasi

Proses Hidrogenasi bertujuan untuk menjernihkan ikatan dari rantai dari

karbon asam lemak pada lemak atau minyak. Setelah proses Hidrogenasi

selesai, minyak didinginkan dan katalisator dipisahkan dengan penyaringan.

Hasilnya adalah minyak yang bersifat plastis atau keras, tergantung pada

derajat kejenuhan.

2.3.2 Sifat Fisika pada minyak atau lemak

Sifat fisika lemak dan minyak meliputi:

1. Bau amis (fish flavor) yang disebabkan oleh terbentuknya trimetil- amin

dari lecitin

2. Bobot jenis dari lemak dan minyak biasanya ditentukan pada temperatur

kamar

Page 7: teori

3. Indeks bias dari lemak dan minyak dipakai pada pengenalan unsur kimia

dan untuk pengujian kemurnian minyak.

4. Minyak atau lemak tidak larut dalam air kecuali minyak jarak (Coaster

oil), sedikit larut dalam alkohol dan larut sempurna dalam dietil eter,

karbon disulfide dan pelarut halogen.

5. Titik didih asam lemak semakin meningkat dengan bertambahnya

panjang rantai karbon.

6. Rasa pada lemak dan minyak selain terdapat secara alami juga terjadi

karena asam-asam yang berantai sangat pendek sebagai hasil penguraian

pada kerusakan minyak atau lemak

7. Titik kekeruhan ditetapkan dengan cara mendinginkan campuran lemak

atau minyak dengan pelarut lemak

8. Titik lunak dari lemak atau minyak ditetapkan untuk mengidentifikasikan

minyak atau lemak

9. Shot Melting point adalah temperatur pertama saat terjadi tetesan pertama

dari minyak/lemak.

10. Slipping point digunakan untuk pengenalan minyak atau lemak alam

serta pengaruh kehadiran komponen-komponennya.

Senyawa lemak dan minyak merupakan senyawa alam penting yang dapat

dipelajari secara lebih dalam dan relatif lebih mudah bila dibandingkan dengan

senyawa makro nutrien lain. Kemudahan tersebut diakibatkan oleh:

1. Molekul lemak relatif lebih kecil dan kurang kompleks dibandingkan

karbohidrat atau protein.

2. Molekul lemak dapat disintesis di laboratorium menurut kebutuhan.

Analisis lemak dan minyak yang umum dilakukan, dapat digolongkan

dalam tiga kelompok tujuan berikut:

1. Penentuan kuantitatif atau penentuan kadar lemak yang terdapat dalam

bahan makanan atau pertanian.

2. Penentuan kualitas minyak (murni) sebagai bahan makanan yang berkaitan

dengan proses ekstraksinya, atau ada tidaknya perlakuan pemurnian lanjutan

Page 8: teori

misalnya penjernihan, penghilangan bau, penghilangan warna dan

sebagainya.

3. Penentuan sifat fisis maupun kimiawi yang khas atau mencirikan sifat

minyak tertentu.

2.3.3 Penentuan Kadar Lemak

Ekstraksi merupakan salah satu cara untuk menentukan kadar lemak dalam

suatu bahan. Sebagai senyawa hidrokarbon, lemak dan minyak pada umumya

tidak larut air tatapi dalam pelarut organik.

Penentuan kadar lemak dengan pelarut, selain lemak juga terikut fosfolipida,

sterol, asam lemak bebas, karotenoid, dan pigmen lain. Karena itu hasil analisanya

disebut lemak kasar (crude fat).

Ada dua cara penentuan kadar lemak berdasarkan jenis bahan:

1. Bahan Kering

Ekstraksi lemak dari bahan kering dapat dilakukan terputus-putus atau

berkesinambungan. Ekstraksi secara terputus dilakukan dengan soklet.

Sedangkan secara berkesinambungan dengan alat goldfish.

2. Bahan Cair

Penentuan kadar lemak dari bahan cair dapat menggunakan botol Babcock atau

dengan Mojoinner.

Jenis Minyak dan lemak dapat dibedakan satu sama lain berdasarkan sifat-

sifatnya. Pengujian sifat-sifat minyak tersebut salah satunya adalah penentuan

angka penyabunan dan penentuan angka asam.

Angka penyabunan dapat diartikan sebagai banyaknya (mg) KOH yang

dibutuhkan untuk menyabunkan satu gram asam lemak atau minyak. Angka

penyabunan sendiri dapat dipergunakan untuk menentukan berat molekul minyak

secara kasar. Minyak yang disusun oleh asam lemak berantai C pendek berarti

mempunyai berat molekul relatif kecil akan mempunyai angka penyabunan yang

besar dan sebaliknya minyak dengan berat molekul besar mempunyai angka

penyabunan relatif kecil.

Page 9: teori

Angka asam dinyatakan sebagai jumlah miligram KOH atau NaOH yang

diperlukan untuk menetralkan asam lemak bebas yang terdapat dalam satu gram

minyak atau lemak.Angka asam besar menunjukan asam lemak bebas yang besar

yang berasal dari hidrolisis minyak atupun karena proses pengolahan yang kurang

baik. Makin tinggi angka asam makin rendah kualitasnya.

2.4 Karakteritik Bahan

2.4.1 Etanol

Temperatur penyalaan : 363 °C

Kelarutan di dalam air : (20 °C) tercampur sepenuhnya

Titik leleh : -114.5 °C

Massa molar : 46.07 g/mol

Densitas : 0.790 - 0.793 g/cm3 (20 °C)

Angka pH : 7.0 (10 g/l, H2O, 20 °C)

Titik didih : 78.3 °C (1013 hPa)

Tekanan uap : 59 hPa (20 °C)

Batasan ledakan : 3.5 - 15 %(V)

Titik nyala : 12 °C

Indeks Refraktif : 1.36

2.4.2 NaOH

Titik leleh : 318 oC

Titik didih : 1390 oC

Densitas : 2,1 g/cm3

Massa molar : 39,9971 g/mol

Kelarutan dalam air : 111 g/100 ml (20 °C)

2.4.3 NaCl

Titik lebur : 801 oC (1074 K)

Titik didih : 1465 °C (1738 K)

Massa molar : 54.88 g/mol

Page 10: teori

Densitas : 2.16 g/cm3

Kelarutan dalam air : 35.9 g/100 mL (25 °C)

2.4.4 Kalium Sulfat

Berat rumus : 174,27 u

Titik lebur : 1342 K (1069 °C)

Titik didih : 1962 K (1689 °C)

Kepadatan : 2,66 ×103 kg/m3

Struktur kristal : orthorhombik

Kelarutan dalam air : 11,1 g dalam 100 g air pada 20 °C

2.4.5 Phenolpthalein

Kelarutan di dalam air : 3.36 mg/l (20 °C)

Titik leleh : 263.7 °C

Massa molar : 318.32 g/mol

Densitas : 1.296 g/cm3 (20 °C)

Bulk density : 350 - 450 kg/m3

Tekanan uap : < - 0.00001 Pa (50 °C)

2.5 Proses Pembuatan Sabun

2.5.1 Saponifikasi Lemak Netral

Pada proses saponifikasi trigliserida dengan suatu alkali, kedua reaktan

tidak mudah bercampur. Reaksi saponifikasi dapat mengkatalis dengan sendirinya

pada kondisi tertentu dimana pembentukan produk sabun mempengaruhi proses

emulsi kedua reaktan tadi, menyebabkan suatu percepatan pada kecepatan reaksi.

Komponen penting pada sistem ini mencakup pompa berpotongan untuk

memasukkan kuantitas komponen reaksi yang benar ke dalam reaktor autoclave,

yang beroperasi pada temperatur dan tekanan yang sesuai dengan kondisi reaksi.

Campuran saponifikasi disirkulasi kembali dengan autoclave. Temperatur

campuran tersebut diturunkan pada mixer pendingin, kemudian dipompakan ke

separator statis untuk memisahkan sabun yang tidak tercuci dengan larutan alkali

Page 11: teori

yang digunakan. Sabun tersebut kemudian dicuci dengan larutan alkali pencuci di

kolam pencuci untuk memisahkan gliserin (sebagai larutan alkali yang digunakan)

dari sabun. Separator sentrifusi memisahkan sisa – sisa larutan alkali dari sabun.

Sabun murni (60 – 63 % TFM) dinetralisasi dan dialirkan ke vakum spray dryer

untuk menghasilkan sabun dalam bentuk butiran (78 – 82 % TFM) yang siap

untuk diproses menjadi produk akhir.

2.5.2 Pengeringan Sabun

Sabun banyak diperoleh setelah penyelesaian saponifikasi (sabun murni)

yang umumnya dikeringkan dengan vakum spray dryer. Kandungan air pada

sabun dikurangi dari 30 –35% pada sabun murni menjadi 8 – 18% pada sabun

butiran atau lempengan. Jenis – jenis vakum spray dryer, dari sistem tunggal

hingga multi sistem, semuanya dapat digunakan pada berbagai proses pembuatan

sabun. Operasi vakum spray dryer sistem tunggal meliputi pemompaan sabun

murni melalui pipa heat exchanger dimana sabun dipanaskan dengan uap yang

mengalir pada bagian luar pipa. Sabun yang sudah dipanaskan terlebih dahulu

disemprotkan di atas dinding ruang vakum melalui mulut pipa yang berputar.

Lapisan tipis sabun yang sudah dikeringkan dan didinginkan tersimpan pada

dinding ruang vakum dan dipindahkan dengan alat pengerik sehingga jatuh di

plodder, yang mengubah sabun ke bentuk lonjong panjang atau butiran. Dryer

dengan multi sistem, yang merupakan versi pengembangan dari dryer sistem

tunggal, memperkenalkan proses pengeringan sabun yang lebih luas dan lebih

efisien daripada dryer sistem tunggal.

2.5.3 Netralisasi Asam Lemak

Reaksi asam basa antara asam-asam lemak dengan alkali untuk

menghasilkan sabun berlangsung lebih cepat daripada reaksi trigliserida

dengan alkali.

RCOOH + NaOH RCOONa + H2O

Operasi sistem ini meliputi pemompaan reaktan melalui pemanasan terlebih

dahulu menuju turbodisperser dimana interaksi reaktan – reaktan tersebut

Page 12: teori

mengawali pembentukan sabun murni. Sabun tersebut, yang direaksikan

sebagian pada tahap ini, kemudian dialirkan ke mixer dimana sabun tersebut

disirkulasi kembali hingga netralisasi selesai. Penyelesaian proses netralisasi

ditentukan oleh suatu pengukuran potensial elektrik (mV) alkalinitas. Sabun

murni kemudian dikeringkan dengan vakum spray dryer untuk menghasilkan

sabun butiran yang siap untuk diolah menjadi sabun batangan.

2.5.4 Penyempurnaan Sabun

Dalam pembuatan produk sabun batangan, sabun butiran dicampurkan

dengan zat pewarna, parfum, dan zat aditif lainnya ke dalam mixer (amalgamator).

Campuran sabun ini kemudian diteruskan untuk digiling untuk mengolah

campuran tersebut menjadi suatu produk yang homogen. Produk tersebut

kemudian dilanjutkan ke tahap pemotongan. Sebuah alat pemotong dengan mata

pisau memotong sabun tersebut menjadi potongan-potongan terpisah yang dicetak

melalui proses penekanan menjadi sabun batangan sesuai dengan ukuran dan

bentuk yang diinginkan.

2.6 Surfaktan

Surfaktan adalah senyawa yang molekul-molekulnya mempunyai dua ujung

yang berbeda interaksinya dengan air, yakni ujung satu (biasa disebut kepala)

yang suka air dan ujung satunya (yang disebut ekor) yang tidak suka air.

Keberadaan kedua gugus dalam struktur surfaktan biasa diistilahkan “kepala” dan

“ekor”. Gugus polar biasa disebut kepala dan ekornya adalah gugus non polar.

Filosofinya karena gugus non polarnya berupa rantai panjang sehingga biasa

diibaratkan ekor. Sedangkan gugus polarnya hanya gugus karboksilat sehingga

diibaratkan kepala.

Page 13: teori

Gambar 2.6 Bentuk Surfaktan

Surfaktan dapat digolongkan menjadi dua golongan besar berdasarkan

kelarutannya, yaitu surfaktan yang larut dalam minyak dan surfaktan yang larut

dalam air.

1. Surfaktan yang larut dalam minyak

Ada tiga yang termasuk dalam golongan ini, yaitu senyawa polar berantai

panjang, senyawa fluorokarbon, dan senyawa silikon.

2. Surfaktan yang larut dalam air

Golongan ini banyak digunakan antara lain sebagai zat pembasah, zat pembusa,

zat pengemulsi, zat anti busa, detergen, zat flotasi, pencegah korosi, dan lain-

lain. Ada empat yang termasuk dalam golongan ini, yaitu surfaktan anion yang

bermuatan negatif, surfaktan yang bermuatan positif, surfaktan nonion yang tak

terionisasi dalam larutan, dan surfaktan amfoter yang bermuatan negatif dan

positif bergantung pada pH-nya.

Berdasarkan muatannya terdapat empat kategori surfaktan, yaitu:

a. Surfaktan Anionik

Surfaktan anionik merupakan surfaktan yang dapat membentuk ion negatif atau

anion. Contohnya adalah Alkyl Benzene Sulfonate (ABS), Linier Alkyl

Benzene Sulfonate (LAS), Alpha Olein Sulfonate (AOS).

b. Surfaktan Kationik

Surfaktan kationik merupakan surfaktan yang dapat membentuk ion positif

atau kation. Contohnya adalah garam amonium.

Page 14: teori

c. Surfaktan Non ionik

Surfaktan non ionik merupakan surfaktan yang tidak membentuk ion negatif

maupun positif sehingga bersifat netral. Contohnya adalah Nonyl Phenol

Polyethoxyle.

d. Amfoter

Surfaktan amfoter merupakan surfaktan yang dapat membentuk ion positif

maupun negatif. Contohnya adalah Acyl Ethylenediamines.

Berdasarkan struktur kimianya, surfaktan dapat dibagi sebagai berikut:

a. Sabun, contohnya adalah Na-laurat, Na-palmitat, Na-stearat, Na-oleat, dsb.

b. Minyak-minyak yang disulfatkan/disulfonkan, contohnya adalah minyak jarak

yang disulfatkan (TRO).

c. Parafin atau olefin yang disulfurkan, contohnya adalah senyawa sulfochlorida

yang disabunkan, olefin yang disulfatkan .

d. Aralkil sulfonat, contohnya adalah alkil benzo sulfonat, naftalin sulfonat

seperti 1-iso propil natalin 2-sulfonat-Na , dsb.

e. Alkil sulfat, contohnya adalah Alkil sulfat primer/ dari alkil alkohol primer

seperti asam malonat anhidrat + alkohol dengan Na-bisulfit , Alkil sulfat

sekunder/ dari alkil alkohol sekunder.

f. Kondensat asam lemak, contohnya adalah kondensat dengan gugus amino,

kondensat mengandung gugus oksi , kondensat dengan gugus inti aromatik .

g. Persenyawaan polietilenaoksida (poliglikoeter), contohnya adalah Alkil amin

poliglikol eter, Dispersol E.

Surfaktan memiliki beberapa sifat, diantaranya adalah sebagai berikut:

1. Sebagai larutan koloid

Pada konsentrasi tinggi partikel koloid akan saling menggumpal, gumpalan ini

disebut misel atau agregat baik berbentuk sferik (daya hantar listriknya tinggi)

atau lamelar (daya hantar listriknya kecil disebut juga koloid netral) dan ada

dalam kesetimbangan dengan sekitarnya (pelarut atau dispersi larutan).

Kesetimbangan ini akan mencapai konsentrasi kritik misel.

Page 15: teori

2. Adsorpsi

Apabila larutan mempunyai tegangan permukaan lebih kecil daripada pelarut

murni, zat terlarut akan terkonsentrasi pada permukaan dan terjadi adsorpsi

positif. Sebaliknya adsorpsi negatif menunjukkan bahwa molekul-molekul zat

terlarut lebih banyak terdapat dalam rongga larutan daripada di permukaan.

Hubungan antara derajat penyerapan dan penurunan tegangan permukaan

dinyatakan dalam persamaan Gibbs.

3. Kelarutan dan daya melarutkan

Partikel-partikel tunggal dari surfaktan relatif tidak larut, sedangkan misel

mempunyai kelarutan tinggi. Makin panjang rantai hidrokarbonnya, makin

tinggi temperatur kritik larutan.

4. Pembasahan

Perubahan dalam tegangan permukaan yang menyertai proses pembasahan

dinyatakan oleh Hukum Dupre.

5. Daya Busa

Busa ialah dispersi gas dalam cairan dan zat aktif permukaan memperkecil

tegangan antarmuka, sehingga busa akan stabil, jadi surfaktan mempunyai daya

busa.

6. Daya Emulsi

Emulsi adalah suspensi partikel cairan dalam fasa cairan yang lain, yang tidak

saling melarutkan. Surfaktan akan menurunkan tegangan antarmuka, sehingga

terjadi emulsi yang stabil. Surfaktan dapat menyebabkan permukaan kulit

kasar, hilangnya kelembaban alami yang ada pada permukan kulit dan

meningkatkan permeabilitas permukaan luar. Hasil pengujian memperlihatkan

bahwa kulit manusia hanya mampu memiliki toleransi kontak dengan bahan

kima dengan kandungan 1 % LAS dan AOS dengan akibat iritasi ‘sedang’ pada

kulit.

Page 16: teori

2.7 Perbedaan Sabun Dan Detergen

Sabun adalah surfaktan yang digunakan dengan air untuk mencuci dan

membersihkan. Sabun biasanya berbentuk padatan tercetak yang disebut batang

karena sejarah dan bentuk umumnya. Penggunaan sabun cair juga telah telah

meluas, terutama pada sarana-sarana publik. Jika diterapkan pada suatu

permukaan, air bersabun secara efektif mengikat partikel dalam suspensi mudah

dibawa oleh air bersih. Di negara berkembang, detergen sintetik telah

menggantikan sabun sebagai alat bantu mencuci.

Gambar 2.7 deterjen

Banyak sabun merupakan campuran garam natrium atau kalium dari asam

lemak yang dapat diturunkan dari minyak atau lemak dengan direaksikan dengan

alkali (seperti natrium atau kalium hidroksida) pada suhu 80–100 °C melalui suatu

proses yang dikenal dengan saponifikasi. Lemak akan terhidrolisis oleh basa,

menghasilkan gliserol dan sabun mentah. Secara tradisional, alkali yang

digunakan adalah kalium yang dihasilkan dari pembakaran tumbuhan, atau dari

arang kayu. Sabun dapat dibuat pula dari minyak tumbuhan, seperti minyak

zaitun.

Beda sabun dan deterjen yaitu deterjen tidak terbuat dari garam karboksilat

sementara sabun terbuat dari garam karboksilat. Deterjen terbuat dari bahan-bahan

yang sukar diuraikan mikroorganisme sementara sabun dapat diuraikan mikro-

organisme.

Page 17: teori

2.8 Macam-Macam Sabun

Ada beberapa macam sabun, di antaranya:

1. Shaving Cream

Shaving Cream disebut juga dengan sabun kalium. Bahan dasarnya adalah

campuran minyak kelapa dengan asam stearat dengan perbandingan 2:1.

2. Sabun Cair

Sabun cair dibuat melalui proses saponifikasi dengan menggunakan minyak

jarak serta menggunakan alkali (KOH). Untuk meningkatkan kejernihan

sabun, dapat ditambahkan gliserin atau alcohol

3. Sabun Kesehatan

Sabun kesehatan pada dasarnya merupakan sabun mandi dengan kadar

parfum yang rendah, tetapi mengandung bahan-bahan antiseptik dan bebas

dari bakteri adiktif. Bahan-bahan yang digunakan dalam sabun ini adalah

tri-salisil anilida, tri-klor carbanilyda, irgassan Dp300 dan sulfur.

4. Sabun Chip

Pembuatan sabun chip tergantung pada tujuan konsumen dalam

menggunakan sabun yaitu sebagai sabun cuci atau sabun mandi dengan

beberapa pilihan komposisi tertentu. Sabun chip dapat dibuat dengan

berbagai cara yaitu melalui pengeringan, atau menggiling atau

menghancurkan sabun yang berbentuk batangan.

5. Sabun Bubuk untuk mencuci

Sabun bubuk dapat diproduksi melalui dry-mixing. Sabun bubuk

mengandung bermacam-macam komponen seperti sabun, sodium

metaksilat, sodium karbonat, sodium sulfat, dan lain-lain.

2.9 Sifat sabun

Sifat-sifat sabun meliputi:

1. Sabun Membersihkan

Sabun memiliki sifat yang unik, yaitu pada strukturnya dimana

kedua ujung dari strukturnya memiliki sifat yang berbeda. Pada salah

satu ujungnya terdiri dari rantai hidrokarbon asam lemak yang bersifat

Page 18: teori

lipofilik (tertarik pada atau larut lemak dan minyak) atau basa yang

disebut ujung nonpolar sedangkan pada ujung lainnya yang merupakan

ion karboksilat bersifat hidrofilik (tertarik pada atau larut dalam air) atau

ujung polar. Adanya ujung polar dan non polar pada sabun membuat

sabun mersifat membersihkan kotoran yang bersifat polar ataupun non

polar.

Non polar : CH3(CH2)16

Polar : COONa+

2. Sabun menghasilkan buih atau busa.

Busa adalah suatu koloid di mana gas terdispersi dalam air, ketika

sabun dilarutkan di dalam air,maka akan terbentuk busa. Namun

peristiwa ini tidak akan terjadi pada air sadah.Ketika air sabun

ditambahkan beberapa tetes kalium sulfat (CaSO4) terbentuk endapan dan

busa menghilang. Menghilangnya busa karena sabun tidak dapat bereaksi

pada air sadah (air yang mengandung logam seperti Ca, Mg, dan

lainnya). Ca pada CaSO4 bereaksi dengan sabun membentuk endapan

sesuai reaksi sebagai berikut:

Ca2+(aq) + 2RCOONa(aq) Ca(RCOO)2(s) + 2Na+

(aq)

Dengan terbentuknya endapan, dan hilangnya busa maka fungsi

sabun untuk membersihkan kotoran atau noda menjadi kurang efektif.

3. Sabun bersifat basa

Sabun adalah garam alkali dari asam lemak suku tinggi sehingga

akan dihidrolisis parsial oleh air. Karena itu larutan sabun dalam air

bersifat basa.

CH3(CH2)16COONa + H2O CH3(CH2)16COOH + NaOH