BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Saponifikasi Saponifikasi adalah proses pembuatan sabun yang berlangsung dengan mereaksikan asam lemak khususnya trigliserida dengan alkali yang menghasilkan gliserol dan garam karboksilat (sejenis sabun). Sabun merupakan garam (natrium) yang mempunyai rangkaian karbon yang panjang. Reaksi dibawah ini merupakan reaksi saponifikasi tripalmitin / trigliserida. Gambar 2.1 Reaksi Saponifikasi tripalmitin Selain dari reaksi di atas sabun juga bisa dihasilkan dari reaksi netralisasi Fatty Acid (FA), namun di sini hanya didapat sabun tanpa adanya Gliserin (Glycerol), karena saat proses pembuatan Fatty Acid, glycerol sudah dipisahkan tersendiri.
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Saponifikasi
Saponifikasi adalah proses pembuatan sabun yang berlangsung dengan
mereaksikan asam lemak khususnya trigliserida dengan alkali yang menghasilkan
gliserol dan garam karboksilat (sejenis sabun). Sabun merupakan garam (natrium)
yang mempunyai rangkaian karbon yang panjang. Reaksi dibawah ini merupakan
reaksi saponifikasi tripalmitin / trigliserida.
Gambar 2.1 Reaksi Saponifikasi tripalmitin
Selain dari reaksi di atas sabun juga bisa dihasilkan dari reaksi netralisasi
Fatty Acid (FA), namun di sini hanya didapat sabun tanpa adanya Gliserin
(Glycerol), karena saat proses pembuatan Fatty Acid, glycerol sudah dipisahkan
tersendiri.
Gambar 2.2 Reaksi saponifikasi Asam lemak
Selain dari minyak atau lemak dan NaOH pada pembuatan sabun
dipergunakan bahan-bahan tambahan sebagai berikut:
a. Cairan pengisi seperti tepung tapioka, gapleh dan lain-lain.
b. Zat pewarna
c. Parfum, agar baunya wangi.
d. Zat pemutih, misal natrium sulfat
2.2 Sabun
2.2.1 Sejarah Sabun
Produk sabun sebenarnya tidak pernah ditemukan, tetapi secara
berkesinambungan dapat dikembangkan dari campuran alkali kuat dan bahan
berlemak (fatty material). Sekitar tahun 1800, sabun dipercaya sebagai hasil
campuran mekanis untuk memperoleh sabun kasar dan sabun lunak telah
dikembangkan pada abad pertama melalui suatu proses. Bahan mentah yang
tersedia dalam perang dunia I membuat jerman mengembangkan sabun sintesis
dan deterjen (detergent). Proses ini dilaksanakan dengan mengkomposisi reaksi
sulfonasi naftalena yang mengandung rantai alkil pendek yang merupakan zat
pembasah (wetting agent).
2.2.2 Pengertian Sabun
Saat ini, telah ditemukan berbagai macam jenis dari daun-daun, akar,
kacang-kacangan atau biji-bijian yang bisa digunakan untuk membentuk sabun
yang mudah larut dan membawa kotoran dari pakaian. Untuk sekarang, kita
memakai dasar material yang disebut sebagai saponin yang mengandung
pentasiklis triterpena asam karboksilat, seperti asam oleonat atau asam ursolat, zat
kimia berkombinasi dengan molekul gula. Asam ini juga terlihat dalam keadaan
tanpa kombinasi. Saponin lebih dikenal sebagai “sabun”.
Sabun mandi merupakan garam logam alkali (Na) dengan asam lemak dan
minyak dari bahan alam yang disebut trigliserida. Lemak dan minyak mempunyai
dua jenis ikatan, yaitu ikatan jenuh dan ikatan tak jenuh dengan atom karbon 8-12
yang diberikatan ester dengan gliserin. Secara umum, reaksi antara kaustik dengan
gliserol menghasilkan gliserol dan sabun yang disebut dengan saponifikasi.
Setiap minyak dan lemak mengandung asam-asam lemak yang berbeda-
beda. Perbedaan tersebut menyebabkan sabun yang terbentuk mempunyai sifat
yang berbeda. Minyak dengan kandungan asam lemak rantai pendek dan ikatan
tak jenuh akan menghasilkan sabun cair. Sedangkan rantai panjang dan jenuh
mengahasilkan sabun yang tak larut pada suhu kamar.
Sabun termasuk salah satu jenis surfaktan yang terbuat dari minyak atau
lemak alami. Surfaktan mempunyai struktur bipolar. Bagian kepala bersifat
hidrofilik dan bagian ekor bersifat hidrofobik. Karena sifat inilah sabun mampu
mengangkat kotoran (biasanya lemak) dari badan dan pakaian. Selain itu, pada
larutan, surfaktan akan menggerombol membentuk misel setelah melewati
konsentrasi tertentu yang disebut Konsentrasi Kritik Misel (KKM).
Untuk kualitas sabun, salah satunya ditentukan oleh pengotor yang terdapat
pada lemak atau minyak yang dipakai. Pengotor itu antara lain berupa hasil
samping hidrilis minyak atau lemak, protein, partikulat, vitamin, pigmen, senyawa
fosfat dan sterol. Selain itu, hasil degradasi minyak selama penyimpanan akan
mempengaruhi bau dan warna sabun. Salah satu kelemahan sabun adalah pada air
keras sabun akan mengendap sebagai lard. Air keras adalah air yang mengandung
ion dari Mg, Ca dan Fe.
Namun kelemahan ini bisa diatasi dengan menambahkan ion fosfat atau
karbonat sehingga ion-ion ini akan mengikat Ca dan Mg pembentuk garam. Untuk
memperoleh sabun yang berfungsi khusus, perlu ditambahkan zat aditif, antara
lain: asam lemak bebas, gliserol, pewarna, aroma, pengkelat dan antioksidan,
penghalus, serta aditif kulit (skin aditif).
2.3 Minyak
Lemak dan minyak merupakan senyawa organik yang penting bagi
kehidupan makhluk hidup.Lemak dan minyak merupakan salah satu kelompok
yang termasuk golongan lipida. Salah satu sifat yang khas dan mencirikan
golongan lipida adalah daya larutnya dalam pelarut organik (misalnya ether,
benzene, chloroform) atau sebaliknya ketidak-larutannya dalam pelarut air.
Kelompok lipida dapat dibedakan berdasarkan polaritasnya atau berdasarkan
struktur kimia tertentu, yaitu sebagai berikut:
a. Kelompok Trigliserida ( lemak,minyak,asam lemak dan lain-lain ).
b. Kelomok turunan asam lemak ( lilin,aldehid asam lemak dan lain-lain ).
c. Fosfolipida dan serebrosida ( termasuk glikolipida ).
d. Sterol-sterol dan steroida.
e. Karotenoida.
f. Kelompok lipida lain.
Trigliserida merupakan kelompok lipida yang paling banyak dalam jaringan
hewan dan tumbuhan. Trigliserida dalam tubuh manusia bervariasi jumlahnya
tergantung dari tingkat kegemukan seseorang dan dapat mencapai beberapa
kilogram. Fosfolipida, glikolipida, sterol dan steroida terdapat dalam jaringan
hewan dan tumbuhan dalam jumlah yang lebih sedikit dari pada trigliserida.
Dalam tubuh manusia, kelompok ini hanya merupakan beberapa persen saja dari
bahan lipida seluruhnya. Karotenoida dalam tubuh manusia lebih sedikit lagi
jumlahnya, biasanya dalam seluruh tubuh manusia hanya terdapat kurang dari 1
gram. Dalam jaringan tanaman, karotenoida terdapat dalam jumlah lebih banyak.
Secara Dentitif, lipida diartikan sebagai semua bahan organik yang dapat
larut dalam pelarut organik yang mempunyai kecenderungan nonpolar. Lemak
dan minyak atau secara kimiawi adalah trigliserida merupakan bagian terbesar
dari kelompok lipida. Trigliserida ini merupakan senyawa hasil kondensasi satu
molekul gliserol dengan tiga molekul asam lemak.
Gambar 2.3 Reaksi kimia asam lemak dengan gliserol
Secara umum lemak diartikan sebagai trigliserida yang dalam kondisi suhu
ruang berada dalam keadaan padat. Sedangkan minyak adalah trigliserida yang
dalam suhu ruang berbentuk cair. Secara lebih pasti tidak ada batasan yang jelas
untuk membedakan minyak dan lemak.
2.3.1 Reaksi pada minyak atau lemak
Reaksi pada minyak atau lemak adalah sebagai berikut :
1. Esterifikasi
Proses Esterifikasi bertujuan untuk asam-asam lemak bebas dari trigliserida,
menjadi bentuk ester. Reaksi esterifikasi dapat dilakukan melalui reaksi
kimia yang disebut interifikasi atau penukaran estar yang didasarkan pada
prinsip trans-esterifikasi Fiedel-Craft.
2. Hidrolisa
Dalam reaksi hidrolisa, lemak dan minyak akan diubah menjadi asam-asam
lemak bebas dan gliserol, proses ini dibantu adanya asam, alkali, uap air,
panas, dan eznim lipolitik seperti lipase. Reaksi hidrolisis mengakibatkan
kerusakan lemak dan minyak yaitu “hydrolytic rancidity” yaitu terjadi flavor
dan rasa tengik pada lemak atau minyak. Hal ini terjadi karena terdapat
sejumlah air dalam lemak dan minyak tersebut.
Gambar 2.4 Reaksi hidrolisa pada trigliserida
3. Penyabunan
Reaksi ini dilakukan dengan penambahan sejumlah larutan basa kepada
trigliserida. Bila penyabunan telah lengkap, lapisan air yang mengandung
gliserol dipisahkan dan kemudian gliserol dipulihkan dengan penyulingan.
4. Enzimatis
Enzim yang dapat menguraikan lemak atau minyak dan akan menyebabkan
minyak tersebut menjadi tengik, ketengikan itu disebut “Enzimatic
rancidity” Lipase yang bekerja memecah lemak menjadi gliserol dan asam
lemak serta menyebabkan minyak berwarna gelap. Enzim peroksida
membantu proses oksidasi minyak sehingga menghasilkan keton.
Gambar 2.5 Reaksi Enzimatis
5. Oksidasi
Oksidasi dapat berlangsung bila terjadi kontak antara sejumlah oksigen
dengan lemak atau minyak. Terjadinya reaksi oksidasi ini akan
mengakibatkan bau tengik kepada minyak atau lemak “Oxidative rancidity”.
6. Hidrogenasi
Proses Hidrogenasi bertujuan untuk menjernihkan ikatan dari rantai dari
karbon asam lemak pada lemak atau minyak. Setelah proses Hidrogenasi
selesai, minyak didinginkan dan katalisator dipisahkan dengan penyaringan.
Hasilnya adalah minyak yang bersifat plastis atau keras, tergantung pada
derajat kejenuhan.
2.3.2 Sifat Fisika pada minyak atau lemak
Sifat fisika lemak dan minyak meliputi:
1. Bau amis (fish flavor) yang disebabkan oleh terbentuknya trimetil- amin
dari lecitin
2. Bobot jenis dari lemak dan minyak biasanya ditentukan pada temperatur
kamar
3. Indeks bias dari lemak dan minyak dipakai pada pengenalan unsur kimia
dan untuk pengujian kemurnian minyak.
4. Minyak atau lemak tidak larut dalam air kecuali minyak jarak (Coaster
oil), sedikit larut dalam alkohol dan larut sempurna dalam dietil eter,
karbon disulfide dan pelarut halogen.
5. Titik didih asam lemak semakin meningkat dengan bertambahnya
panjang rantai karbon.
6. Rasa pada lemak dan minyak selain terdapat secara alami juga terjadi
karena asam-asam yang berantai sangat pendek sebagai hasil penguraian
pada kerusakan minyak atau lemak
7. Titik kekeruhan ditetapkan dengan cara mendinginkan campuran lemak
atau minyak dengan pelarut lemak
8. Titik lunak dari lemak atau minyak ditetapkan untuk mengidentifikasikan
minyak atau lemak
9. Shot Melting point adalah temperatur pertama saat terjadi tetesan pertama
dari minyak/lemak.
10. Slipping point digunakan untuk pengenalan minyak atau lemak alam
serta pengaruh kehadiran komponen-komponennya.
Senyawa lemak dan minyak merupakan senyawa alam penting yang dapat
dipelajari secara lebih dalam dan relatif lebih mudah bila dibandingkan dengan
senyawa makro nutrien lain. Kemudahan tersebut diakibatkan oleh:
1. Molekul lemak relatif lebih kecil dan kurang kompleks dibandingkan
karbohidrat atau protein.
2. Molekul lemak dapat disintesis di laboratorium menurut kebutuhan.
Analisis lemak dan minyak yang umum dilakukan, dapat digolongkan
dalam tiga kelompok tujuan berikut:
1. Penentuan kuantitatif atau penentuan kadar lemak yang terdapat dalam
bahan makanan atau pertanian.
2. Penentuan kualitas minyak (murni) sebagai bahan makanan yang berkaitan
dengan proses ekstraksinya, atau ada tidaknya perlakuan pemurnian lanjutan
misalnya penjernihan, penghilangan bau, penghilangan warna dan
sebagainya.
3. Penentuan sifat fisis maupun kimiawi yang khas atau mencirikan sifat
minyak tertentu.
2.3.3 Penentuan Kadar Lemak
Ekstraksi merupakan salah satu cara untuk menentukan kadar lemak dalam
suatu bahan. Sebagai senyawa hidrokarbon, lemak dan minyak pada umumya
tidak larut air tatapi dalam pelarut organik.
Penentuan kadar lemak dengan pelarut, selain lemak juga terikut fosfolipida,
sterol, asam lemak bebas, karotenoid, dan pigmen lain. Karena itu hasil analisanya
disebut lemak kasar (crude fat).
Ada dua cara penentuan kadar lemak berdasarkan jenis bahan:
1. Bahan Kering
Ekstraksi lemak dari bahan kering dapat dilakukan terputus-putus atau
berkesinambungan. Ekstraksi secara terputus dilakukan dengan soklet.
Sedangkan secara berkesinambungan dengan alat goldfish.
2. Bahan Cair
Penentuan kadar lemak dari bahan cair dapat menggunakan botol Babcock atau
dengan Mojoinner.
Jenis Minyak dan lemak dapat dibedakan satu sama lain berdasarkan sifat-
sifatnya. Pengujian sifat-sifat minyak tersebut salah satunya adalah penentuan
angka penyabunan dan penentuan angka asam.
Angka penyabunan dapat diartikan sebagai banyaknya (mg) KOH yang
dibutuhkan untuk menyabunkan satu gram asam lemak atau minyak. Angka
penyabunan sendiri dapat dipergunakan untuk menentukan berat molekul minyak
secara kasar. Minyak yang disusun oleh asam lemak berantai C pendek berarti
mempunyai berat molekul relatif kecil akan mempunyai angka penyabunan yang
besar dan sebaliknya minyak dengan berat molekul besar mempunyai angka
penyabunan relatif kecil.
Angka asam dinyatakan sebagai jumlah miligram KOH atau NaOH yang
diperlukan untuk menetralkan asam lemak bebas yang terdapat dalam satu gram
minyak atau lemak.Angka asam besar menunjukan asam lemak bebas yang besar
yang berasal dari hidrolisis minyak atupun karena proses pengolahan yang kurang
baik. Makin tinggi angka asam makin rendah kualitasnya.
2.4 Karakteritik Bahan
2.4.1 Etanol
Temperatur penyalaan : 363 °C
Kelarutan di dalam air : (20 °C) tercampur sepenuhnya
Titik leleh : -114.5 °C
Massa molar : 46.07 g/mol
Densitas : 0.790 - 0.793 g/cm3 (20 °C)
Angka pH : 7.0 (10 g/l, H2O, 20 °C)
Titik didih : 78.3 °C (1013 hPa)
Tekanan uap : 59 hPa (20 °C)
Batasan ledakan : 3.5 - 15 %(V)
Titik nyala : 12 °C
Indeks Refraktif : 1.36
2.4.2 NaOH
Titik leleh : 318 oC
Titik didih : 1390 oC
Densitas : 2,1 g/cm3
Massa molar : 39,9971 g/mol
Kelarutan dalam air : 111 g/100 ml (20 °C)
2.4.3 NaCl
Titik lebur : 801 oC (1074 K)
Titik didih : 1465 °C (1738 K)
Massa molar : 54.88 g/mol
Densitas : 2.16 g/cm3
Kelarutan dalam air : 35.9 g/100 mL (25 °C)
2.4.4 Kalium Sulfat
Berat rumus : 174,27 u
Titik lebur : 1342 K (1069 °C)
Titik didih : 1962 K (1689 °C)
Kepadatan : 2,66 ×103 kg/m3
Struktur kristal : orthorhombik
Kelarutan dalam air : 11,1 g dalam 100 g air pada 20 °C
2.4.5 Phenolpthalein
Kelarutan di dalam air : 3.36 mg/l (20 °C)
Titik leleh : 263.7 °C
Massa molar : 318.32 g/mol
Densitas : 1.296 g/cm3 (20 °C)
Bulk density : 350 - 450 kg/m3
Tekanan uap : < - 0.00001 Pa (50 °C)
2.5 Proses Pembuatan Sabun
2.5.1 Saponifikasi Lemak Netral
Pada proses saponifikasi trigliserida dengan suatu alkali, kedua reaktan
tidak mudah bercampur. Reaksi saponifikasi dapat mengkatalis dengan sendirinya
pada kondisi tertentu dimana pembentukan produk sabun mempengaruhi proses
emulsi kedua reaktan tadi, menyebabkan suatu percepatan pada kecepatan reaksi.
Komponen penting pada sistem ini mencakup pompa berpotongan untuk
memasukkan kuantitas komponen reaksi yang benar ke dalam reaktor autoclave,
yang beroperasi pada temperatur dan tekanan yang sesuai dengan kondisi reaksi.
Campuran saponifikasi disirkulasi kembali dengan autoclave. Temperatur
campuran tersebut diturunkan pada mixer pendingin, kemudian dipompakan ke
separator statis untuk memisahkan sabun yang tidak tercuci dengan larutan alkali