Top Banner
MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR KM 272 TAHUN 2020 TENTANG PENETAPAN ALUR-PELAYARAN, SISTEM RUTE, TATA CARA BERLALU LINTAS, DAN DAERAH LABUH KAPAL SESUAI DENGAN KEPENTINGANNYA DI ALUR-PELAYARAN MASUK PELABUHAN PATI MBAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang : a. bahwa berdasarkan ketentuan dalam Pasal 8 Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2010 tentang Kenavigasian, Menteri Perhubungan wajib menetapkan alur-pelayaran, sistem rute, tata cara berlalu lintas, dan daerah labuh kapal sesuai dengan kepentingannya; b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu menetapkan Keputusan Menteri Perhubungan tentang Penetapan Alur-Pelayaran, Sistem Rute, Tata Cara Berlalu Lintas, dan Daerah Labuh Kapal Sesuai Dengan Kepentingannya di Alur- Pelayaran Masuk Pelabuhan Patimban; Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 64, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4849); 2. Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2009 tentang Kepelabuhanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 151, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5070) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 64 Tahun 2015 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah
28

TENTANG PENETAPAN ALUR-PELAYARAN, SISTEM RUTE, …jdih.dephub.go.id/assets/uudocs/kepmen/2020/KM_272_TAHUN_2020.pdfTanggal : 12 Oktober 2020 ALUR-PELAYARAN MASUK PELABUHAN PATIMBAN

Feb 05, 2021

Download

Documents

dariahiddleston
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
  • MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA

    KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA

    NOMOR KM 272 TAHUN 2020

    TENTANG

    PENETAPAN ALUR-PELAYARAN, SISTEM RUTE, TATA CARA BERLALU

    LINTAS, DAN DAERAH LABUH KAPAL SESUAI DENGAN KEPENTINGANNYA

    DI ALUR-PELAYARAN MASUK PELABUHAN PATI MB AN

    MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA,

    Menimbang : a. bahwa berdasarkan ketentuan dalam Pasal 8 Peraturan

    Pemerintah Nomor 5 Tahun 2010 tentang Kenavigasian,

    Menteri Perhubungan wajib menetapkan alur-pelayaran,

    sistem rute, tata cara berlalu lintas, dan daerah labuh

    kapal sesuai dengan kepentingannya;

    b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana

    dimaksud dalam huruf a, perlu menetapkan Keputusan

    Menteri Perhubungan tentang Penetapan Alur-Pelayaran,

    Sistem Rute, Tata Cara Berlalu Lintas, dan Daerah

    Labuh Kapal Sesuai Dengan Kepentingannya di Alur-

    Pelayaran Masuk Pelabuhan Patimban;

    Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran

    (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008

    Nomor 64, Tambahan Lembaran Negara Republik

    Indonesia Nomor 4849);

    2. Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2009 tentang

    Kepelabuhanan (Lembaran Negara Republik Indonesia

    Tahun 2009 Nomor 151, Tambahan Lembaran Negara

    Republik Indonesia Nomor 5070) sebagaimana telah

    diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 64 Tahun

    2015 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah

  • -2-

    Nomor 61 Tahun 2009 tentang Kepelabuhanan

    (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015

    Nomor 193, Tambahan Lembaran Negara Republik

    Indonesia Nomor 5731);

    3. Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2010 tentang

    Kenavigasian (Lembaran Negara Republik Indonesia

    Tahun 2010 Nomor 8, Tambahan Lembaran Negara

    Republik Indonesia Nomor 5093);

    4. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2010 tentang

    Angkutan di Perairan (Lembaran Negara Republik

    Indonesia Tahun 2010 Nomor 26, Tambahan Lembaran

    Negara Republik Indonesia Nomor 5108) sebagaimana

    telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 22

    Tahun 2011 tentang Perubahan atas Peraturan

    Pemerintah Nomor 20 tahun 2010 tentang Angkutan di

    Perairan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun

    2011 Nomor 43, Tambahan Lembaran Negara Republik

    Indonesia Nomor 5208);

    5. Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2010 tentang

    Perlindungan Lingkungan Maritim (Lembaran Negara

    Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 27, Tambahan

    Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5109);

    6. Keputusan Presiden Nomor 50 Tahun 1979 tentang

    Pengesahan Peraturan Internasional Tentang

    Pencegahan Tubrukan di Laut Collision Regulation

    Tahun 1972 (Lembaran Negara Republik Indonesia

    Tahun 1979 Nomor 53);

    7. Keputusan Presiden Nomor 65 Tahun 1980 tentang

    Pengesahan ”International Convention for The Safety of

    Life at Sea, 1974”, sebagai hasil Konferensi Internasional

    tentang Keselamatan Jiwa di Laut 1974, yang telah

    ditandatangani oleh Pemerintah Republik Indonesia, di

    London, pada tanggal 1 November 1974, yang

    merupakan pengganti ”International Convention for The

    Safety of Life at Sea 1960”, sebagaimana terlampir

    dalam Keputusan Presiden ini (Lembaran Negara

    Republik Indonesia Tahun 1980 Nomor 65);

  • -3-

    8. Peraturan Presiden Nomor 40 Tahun 2015 tentang

    Kementerian Perhubungan (Lembaran Negara Republik

    Indonesia Tahun 2015 Nomor 75);

    9. Peraturan Presiden Nomor 3 Tahun 2016 tentang

    Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional

    (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016

    Nomor 4);10. Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2016 tentang

    Penetapan Pelabuhan Patimban di Kabupaten Subang

    Provinsi Jawa Barat Sebagai Proyek Strategis Nasional

    (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016

    Nomor 100);

    11. Peraturan Presiden Nomor 68 Tahun 2019 tentang

    Organisasi Kementerian Negara (Lembaran Negara

    Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 203);

    12. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor

    173/AL.401/PHB-84 tentang berlakunya The IALA

    Maritime Bouyage System for Region-A dalam Tatanan

    Sarana Bantu Navigasi-Pelayaran di Indonesia;

    13. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 30 Tahun

    2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja Distrik

    Navigasi;

    14. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 25 Tahun

    2011 tentang Sarana Bantu Navigasi-Pelayaran;

    15. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 26 Tahun

    2011 tentang Telekomunikasi-Pelayaran;

    16. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 36 Tahun

    2012 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor

    Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (Berita Negara

    Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 629)

    sebagaimana beberapa kali diubah terakhir dengan

    Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 76 Tahun

    2018 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri

    Perhubungan Nomor PM 36 Tahun 2012 tentang

    Organisasi dan Tata Kerja Kantor Kesyahbandaran dan

    Otoritas Pelabuhan (Berita Negara Republik Indonesia

    Tahun 2018 Nomor 1183);

  • - 4 -

    17. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 51 Tahun

    2015 tentang Penyelenggaraan Pelabuhan Laut (Berita

    Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 311)

    sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri

    Perhubungan Nomor PM 146 Tahun 2016 tentang

    Perubahan atas Peraturan Menteri Perhubungan Nomor

    PM 51 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Pelabuhan

    Laut (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2016

    Nomor 1867);

    18. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 57 Tahun

    2015 tentang Pemanduan dan Penundaan Rapai (Berita

    Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 390);

    19. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 129 Tahun

    2016 tentang Alur-Pelayaran di Laut dan Bangunan

    dan/atau Instalasi di Perairan (Berita Negara Republik

    Indonesia Tahun 2016 Nomor 1573);

    20. Peraturan Menteri Perhubugan Nomor PM 122 Tahun

    2018 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian

    Perhubungan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun

    2018 Nomor 1844);

    21. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 125 Tahun

    2018 tentang Pengerukan dan Reklamasi (Berita Negara

    Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 1740);

    22. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KP 190 Tahun

    2016 tentang Penetapan Dokumen Pra FS dan FS

    Pengembangan Pelabuhan Patimban di Kabupaten

    Subang Provinsi Jawa Barat;

    23. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KP 87 Tahun

    2017 tentang Rencana Induk Pelabuhan Patimban

    Provinsi Jawa Barat;

    24. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KP 180 Tahun

    2017 tentang Penetapan Lokasi Pelabuhan Laut Utama

    Patimban di Desa Patimban Kecamatan Pusakanegara

    Kabupaten Subang Provinsi Jawa Barat;

    25. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 6 Tahun

    2019 tentang Batas-Batas Daerah Lingkungan Kerja dan

    Daerah Lingkungan Kepentingan Pelabuhan Patimban;

  • -5-

    Memperhatikan : Surat Direktur Jenderal Perhubungan Laut Nomor

    HK.203/4/16/DJPL/2020 tanggal 4 September 2020 perihal

    Penyampaian Rancangan Keputusan Menteri Perhubungan

    tentang Penetapan Alur-Pelayaran, Sistem Rute, Tata Cara

    Berlalu Lintas, dan Daerah Labuh Kapal Sesuai Dengan

    Kepentingannya di Alur-Pelayaran Masuk Pelabuhan

    Patimban;

    Menetapkan :

    MEMUTUSKAN:

    KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN TENTANG

    PENETAPAN ALUR-PELAYARAN, SISTEM RUTE, TATA CARA

    BERLALU LINTAS, DAN DAERAH LABUH KAPAL SESUAI

    DENGAN KEPENTINGANNYA DI ALUR-PELAYARAN MASUK

    PELABUHAN PATIMBAN.

    PERTAMA : Menetapkan Alur-Pelayaran Masuk Pelabuhan Patimban

    serta Sarana Bantu Navigasi-Pelayaran dibatasi oleh titik

    koordinat geografis sebagaimana tercantum dalam Lampiran

    I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Keputusan

    Menteri ini.

    KEDUA : Menetapkan Sistem Rute di Alur-Pelayaran Masuk

    Pelabuhan Patimban sebagaimana tercantum dalam

    Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari

    Keputusan Menteri ini.

    KETIGA : Menetapkan Tata Cara Berlalu Lintas di Alur-Pelayaran

    Masuk Pelabuhan Patimban sebagaimana tercantum dalam

    Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari

    Keputusan Menteri ini.

    KEEMPAT : Ketentuan lebih lanjut mengenai Tata Cara Berlalu Lintas di

    Alur-Pelayaran Masuk Pelabuhan Patimban sebagaimana

    dimaksud dalam Diktum KETIGA di atur dengan Standar

    Operasional dan Prosedur (SOP) yang ditetapkan oleh Kepala

    Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan Kelas II

    Patimban.

  • -6-

    KELIMA : Menetapkan Daerah Labuh Kapal Sesuai Dengan

    Kepentingannya di Alur-Pelayaran Masuk Pelabuhan

    Patimban sebagaimana tercantum dalam lampiran IV yang

    merupakan bagian tidak terpisahkan dari Keputusan Menteri

    ini.

    KEENAM : Alur-Pelayaran Masuk Pelabuhan Patimban serta Sarana

    Bantu Navigasi-Pelayaran sebagaimana dimaksud dalam

    Diktum PERTAMA serta Daerah Labuh Kapal Sesuai Dengan

    Kepentingannya sebagaimana dimaksud dalam Diktum

    KELIMA, wajib dimuat dalam Peta Laut Indonesia Edisi

    Terbaru Nomor 79 dan Buku Petunjuk Pelayaran

    sebagaimana tercantum dalam Lampiran V yang merupakan

    bagian tidak terpisahkan dari Keputusan Menteri ini.

    KETUJUH : Pengawasan terhadap keselamatan dan keamanan pelayaran

    di Alur-Pelayaran Masuk Pelabuhan Patimban dilaksanakan

    oleh Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan Kelas II

    Patimban dan melaporkan hasil pengawasannya kepada

    Direktur Jenderal Perhubungan Laut.

    KEDELAPAN : Pengawasan terhadap penataan dan penyelenggaraan Alur-

    Pelayaran Masuk Pelabuhan Patimban dilaksanakan oleh

    Distrik Navigasi Kelas I Tanjung Priok dan melaporkan hasil

    pengawasannya kepada Direktur Jenderal Perhubungan

    Laut.

    KESEMBILAN : Pemeliharaan Alur-Pelayaran Masuk Pelabuhan Patimban

    dilaksanakan oleh Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas

    Pelabuhan Kelas II Patimban secara berkala atau sewaktu-

    waktu apabila diperlukan.

  • - 7 -

    KESEPULUH

    KESEBELAS

    KEDUABELAS

    KETIGABELAS

    Laporan hasil pengawasan sebagaimana dimaksud dalam

    Diktum KETUJUH dan Diktum KEDELAPAN digunakan

    sebagai bahan evaluasi Direktur Jenderal Perhubungan Laut

    untuk setiap perubahan terhadap Penetapan Alur-Pelayaran,

    Sistem Rute, Tata Cara Berlalu Lintas, dan Daerah Labuh

    Rapai Sesuai Dengan Kepentingannya di Alur-Pelayaran

    masuk Pelabuhan Patimban.

    Perubahan terhadap Penetapan Alur-Pelayaran, Sistem Rute,

    Tata Cara Berlalu Lintas, dan Daerah Labuh Rapai Sesuai

    Dengan Repentingannya di Alur-Pelayaran Masuk Pelabuhan

    Patimban sebagaimana dimaksud dalam Diktum

    RESEPULUH diinformasikan melalui penerbitan Maklumat

    Pelayaran (MAPEL) serta disiarkan melalui Berita Pelaut

    Indonesia (Notice to Marìnes).

    Setiap perubahan Penetapan Alur-Pelayaran, Sistem Rute,

    Tata Cara Berlalu Lintas, dan Daerah Labuh Rapai Sesuai

    Dengan Repentingannya di Alur-Pelayaran Masuk Pelabuhan

    Patimban sebagaimana dimaksud dalam Diktum

    RESEBELAS ditetapkan oleh Direktur Jenderal

    Perhubungan Laut dan dievaluasi paling sedikit 1 (satu) kali

    dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) tahun akan

    dilakukan penyesuaian untuk mengetahui kesesuaian

    terhadap Reputusan Menteri ini.

    : Direktur Jenderal Perhubungan Laut melaksanakan

    pembinaan dan pengawasan teknis terhadap pelaksanaan

    Reputusan Menteri ini.

  • - 8 -

    KEEMPATBELAS: Keputusan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal

    ditetapkan.

    Salinan Keputusan ini disampaikan kepada:

    1. Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi;

    2. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian;

    3. Menteri Dalam Negeri;

    4. Menteri Kelautan dan Perikanan;

    5. Menteri Badan Usaha Milik Negara;

    6. Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia;

    7. Kepala Staf TNI Angkatan Laut;

    8. Gubernur Jawa Barat;

    9. Sekretaris Jenderal, Inspektur Jenderal, dan Direktur Jenderal

    Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan;

    10. Bupati Subang;11. Kepala Pusat Hidrografi dan Oseanografi TNI Angkatan Laut;

    12. Kepala Distrik Navigasi Kelas I Tanjung Priok;

    13. Kepala Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan Kelas II Patimban.

    Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 12 Oktober 2020

    MENTERI PERHUBUNGAN

    REPUBLIK INDONESIA,

    ttd.

    BUDI KARYA SUMADI

  • -9-

    Lampiran IKeputusan Menteri Perhubungan tentang Penetapan Alur-Pelayaran, Sistem Rute, Tata Cara Berlalu Lintas dan Daerah Labuh Kapal Sesuai Dengan Kepentinganya di Alur-Pelayaran Masuk Pelabuhan PatimbanNomor : KM 272 Tahun 2020Tanggal : 12 Oktober 2020

    ALUR-PELAYARAN MASUK PELABUHAN PATIMBAN

    SERTA SARANA BANTU NAVI GASI-PELAYARAN

    1. Titik Koordinat As Alur-Pelayaran Masuk Pelabuhan Patimban:

    KODEKOORDINAT ARAH HALUAN

    LINTANG BUJUR MASUK KELUAR

    A 05° 49' 38.87" LS 108° 00' 39.64" BT 171°

    B 06° 02' 48.13" LS 108° 02' 34.53" BT 202° 351°

    C 06° 04' 43.68" LS 108° 01' 47.70" BT 229° 22°

    D 06° 08' 45.09" LS 107° 57' 01.01" BT 204° 49°

    E 06° 12' 35.86" LS 107° 55' 14.78" BT - 24°

    2. Titik Koordinat Alur-Pelayaran Masuk Pelabuhan Patimban:

    KOORDINAT BATAS KANAN

    KODE LINTANG BUJUR

    1A 05° 49' 40.03" LS 108° 00' 31.60" BT

    2A 06° 02' 47.03" LS 108° 02' 25.48" BT

    3A 06° 04' 38.92" LS 108° 01' 41.10” BT

    4A 06° 08' 41.67" LS 107° 56' 53.41" BT

    - -

    6A 06° 12' 32.87" LS 107° 55' 08.20" BT

    KOORDINAT BATAS KIRI

    KODE LINTANG BUJUR

    1B 05° 49' 37.71" LS 108° 00' 47.67" BT

    2B 06° 02’ 49.05" LS 108° 02' 42.15" BT

    3B 06° 04’ 48.72" LS 108° 01' 54.69" BT

  • - 10 -

    4B 06° 08' 49.08" LS 107° 57' 09.84" BT

    5B 06° 09' 31.23" LS 107° 56' 44.70" BT

    6B 06° 12' 39.13" LS 107° 55' 21.95" BT

    3. Titik Koordinat Rencana Penempatan Sarana Bantu Navigasi-Pelayaran:

    NO NAMAKOORDINAT

    LINTANG BUJUR

    1 Pel su MPMT/AP 05° 49’ 38.87" LS 108° 00' 39.64" BT

    2 Pelsu No. 1/G1 05° 53' 38.92" LS 108° 01’ 02.74" BT

    3 Pelsu No. 2/R2 05° 57' 33.21" LS 108° 01’ 59.82" BT

    4 Pelsu Tanda Khusus 1/X1 05° 58' 04.94" LS 108° 01' 35.76" BT

    5 Pelsu Tanda Khusus 2/X2 06° 00' 22.49" LS 108° 02’ 27.09" BT

    6 Pelsu No. 3/G3 06° 02’ 46.15" LS 108° 02’ 20.09" BT

    7 Pelsu No. 4/R4 06° 06’ 54.61" LS 107° 59' 31.32" BT

    8 Pelsu No. 5/G5 06° 04' 36.02" LS 108° 01' 36.30" BT

    9 Pelsu Tanda Khusus 3/X3 06° 07' 59.62" LS 107° 57' 34.29" BT

    10 Pelsu Tanda Khusus 4/X4 06° 07’ 41.43" LS 107° 58' 35.23" BT

  • -11 -

    11 Pelsu No. 6/R6 06° 08' 50.15" LS 107° 57' 11.10" BT

    12 Ramsu Dam Hijau/L7 06° 12’ 32.11" LS 107° 55’ 06.98" BT

    13 Ramsu Dam Merah/L8 05° 12' 39.42" LS 107° 55’ 22.89" BT

    14 Ramsu Pelabuhan 06° 14’ 02.71" LS 107° 54' 34.81" BT

    MENTERI PERHUBUNGAN

    REPUBLIK INDONESIA,

    ttd.

    BUDI KARYA SUMADI

  • - 12 -

    Lampiran IIKeputusan Menteri Perhubungan tentang Penetapan Alur-Pelayaran, Sistem Rute, Tata Cara Berlalu Lintas dan Daerah Labuh Kapal Sesuai Dengan Kepentinganya di Alur-Pelayaran Masuk Pelabuhan PatimbanNomor : KM 272 Tahun 2020Tanggal : 12 Oktober 2020

    SISTEM RUTE ALUR-PELAYARAN MASUK PELABUHAN PATIMBAN

    Sistem Rute yang ditetapkan di Alur-Pelayaran Masuk Pelabuhan Patimban,

    kondisi kedalaman, lebar, dan panjang Alur-Pelayaran Masuk Pelabuhan

    Patimban yaitu:

    1. Sistem Rute di Alur Pelayaran Masuk Pelabuhan Patimban:

    Sistem Rute yang ditetapkan di Alur-Pelayaran Masuk Pelabuhan Patimban

    adalah rute dua arah [two way routes) dengan lebar alur 380 m (tiga ratus

    delapan puluh me ter) di area perairan dangkal (shallow water area) dan

    500 m (lima ratus meter) di area perairan dalam (deep water area);

    2. Kondisi Kedalaman dan Panjang Alur-Pelayaran Masuk Pelabuhan

    Patimban:

    kedalaman Alur-Pelayaran Masuk Pelabuhan Patimban adalah -7 m (tujuh

    meter) LWS sampai dengan -45 m (empat puluh lima meter) LWS dengan

    panjang alur-pelayaran 25.732 NM (dua puluh lima ribu tujuh ratus tiga

    puluh dua Nautical Miles) atau 47.656 km (empat puluh tujuh ribu enam

    ratus lima puluh enam kilometer). Direncanakan pada tahun 2021 akan

    dilakukan pengerukan hingga kedalaman minimal -10 m (sepuluh meter)

    LWS dan akan dilakukan pengerukan hingga kedalaman minimal -14 m

    (empat belas meter) LWS; dan

    3. Kondisi Arus dan Pasang Surut Alur-Pelayaran Masuk Pelabuhan

    Patimban:

    a. Arus pada saat air pasang arus bergerak dominan ke arah tenggara

    dengan kecepatan maksimum 0,14 m/s (0.28 knot), sedangkan pada

    saat air surut arus dominan bergerak ke arah barat laut dengan

    kecepatan 0,28 m/s (0.56 knot); dan

  • - 13-

    b. Sifat Pasang Surut adalah Campuran Condong Harian Tunggal (Mixed Prevailing Diumal Tide), dengan tunggang air (selisih air tertinggi dengan

    air terendah) adalah sebelas 120 cm (seratus dua puluh sentimeter).

    MENTERI PERHUBUNGAN

    REPUBLIK INDONESIA,

    ttd.

    BUDI KARYA SUMADI

    .sesuai dengan aslinya

    IO HUKUM,

    JI HERPRIARSONO

  • - 14 -

    Lampiran IIIKeputusan Menteri Perhubungan tentang Penetapan Alur-Pelayaran, Sistem Rute, Tata Cara Berlalu Lintas dan Daerah Labuh Kapal Sesuai Dengan Kepentinganya di Alur-Pelayaran Masuk Pelabuhan PatimbanNomor : KM 272 Tahun 2020Tanggal : 12 Oktober 2020

    TATA CARA BERLALU LINTAS DI

    ALUR-PELAYARAN MASUK PELABUHAN PATIMBAN

    Dalam rangka meningkatkan efisiensi dan menekan angka kecelakaan kapal

    maka perlu di atur Tata Cara Berlalu Lintas di Alur-Pelayaran Masuk

    Pelabuhan Patimban sebagai berikut:

    1. Pemanduan

    a. kapal dengan ukuran tonase kotor GT 500 (lima ratus Gross Tonnage)

    atau lebih yang berlayar di perairan wajib pandu wajib menggunakan

    pelayanan jasa pemanduan kapal;

    b. mesin penggerak utama dan alat navigasi harus dalam kondisi baik dan

    normal untuk olah gerak kapal;

    c. mengibarkan benderà “G“ pada siang hari dan menyalakan lampu putih

    merah pada malam hari apabila kapal sedang menunggu petugas pandu;

    d. mengibarkan benderà “H“ pada siang hari dan menyalakan lampu putih

    merah pada malam hari apabila petugas pandu berada di atas kapal; dan

    e. mengibarkan benderà “Q“ pada siang hari dan menyalakan lampu putih

    merah pada malam hari bagi kapal yang baru tiba dari luar negeri,

    petugas pandu hanya diperbolehkan naik ke kapal untuk membawa

    kapal apabila kapal telah dinyatakan bebas dari penyakit menular oleh

    petugas karantina kesehatan (free practiqué) dan benderà kuning telah

    diturunkan.

    2. Komunikasi

    a. pemilik/operator kapal atau Nakhoda wajib memberitahukan rencana

    kedatangan kapalnya kepada Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas

    Pelabuhan Kelas II Patimban dengan mengirimkan telegram radio

    Nakhoda (master cable) melalui Stasiun Radio Pantai (SROP) atau

    Stasiun Vessel Traffic Service (VTS) Tanjung Priok dengan tembusan

    kepada perusahaan angkutan laut atau agen umum dalam waktu paling

    lama 48 (empat puluh delapan) jam sebelum kapal tiba di pelabuhan;

  • - 15-

    b. setiap kapal yang memasuki dan keluar alur-pelayaran wajib melapor

    kepada SROP atau Stasiun VTS Tanjung Baiai Karimun melalui channel

    14 dan channel 12;

    c. batas garis pelaporan adalah

    Batas Garis Pelaporan I : melintang garis Lintang 05° 45' 00.00" LS

    Batas Garis Pelaporan II: melintang garis Lintang 06° 00' 00.00" LS

    d. komunikasi antara petugas pandu/kapal pandu dapat menggunakan

    Bahasa Indonesia dan/atau Bahasa Inggris dengan radio VHF pada

    channel 12; dane. komunikasi dengan kapal sebelum petugas pandu di atas kapal

    dilakukan Nakhoda harus memberikan keterangan kepada petugas

    pandu antara lain, kondisi, sifat, cara, data, karakteristik dan lain-lain

    yang berkaitan dengan kemampuan olah gerak kapal.

    3. Proses Kapal Masuk

    a. Dalam kondisi normal

    1) setiap kapal harus senantiasa bergerak dengan kecepatan aman

    sehingga dapat mengambil tindakan yang tepat dan berhasil untuk

    menghindari tubrukan dan dapat diberhentikan dalam suatu jarak

    yang sesuai dengan keadaan dan suasana yang ada;

    2) setiap tindakan yang dilakukan untuk menghindari tubrukan,

    apabila keadaan mengijinkan harus tegas dan jelas dilakukan dalam

    waktu yang cukup dan benar-benar memperhatikan persyaratan

    kepelautan yang baik;

    3) apabila kondisi dermaga sedang penuh atau Nakhoda memutuskan

    untuk berlabuh terlebih dahulu, maka kapal dapat berlabuh di areal

    labuh yang sudah disediakan;

    4) apabila proses administrasi kelengkapan dokumen selesai dan sudah

    tersedia posisi tambat untuk kapal di dermaga, maka Kantor

    Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan Kelas II Patimban akan

    menginformasikan ke kapal bahwa kapal sudah bisa tambat di

    pelabuhan;

    5) kapal disarankan berlayar mengikuti ketentuan koridor alur-

    pelayaran dan arah haluan yang ditetapkan pada Lampiran I serta

    Peta Alur-Pelayaran Masuk Pelabuhan Patimban; dan

  • - 16-

    6) pada saat melintasi garis atau wilayah wajib lapor atau setelah kapal

    berlabuh atau sandar, maka kapal wajib melapor kepada Kantor

    Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan Kelas II Patimban.

    b. Dalam Kondisi Angin di Atas Normal/Kabut/Hujan Deras/Gelombang

    Tinggi:

    1) kecepatan kapal disekitar pelampung suar pengenal disarankan

    menggunakan maneuvering speed; dan

    2) untuk memasuki alur-pelayaran dalam kondisi kabut/hujan lebat,

    kapal menggunakan sarana navigasi visual, elektronik

    (radar/GPS/AIS) dan peralatan navigasi lainnya secara baik dan

    tepat guna.

    4. Proses Kapal Keluar

    a. Nakhoda dan/atau petugas pandu melaporkan kepada Kantor

    Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan Kelas II Patimban mengenai

    ukuran kapal dan jam kapal mulai dipandu keluar;

    b. meminta informasi kepada Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas

    Pelabuhan Kelas II Patimban mengenai pergerakan kapal yang

    keluar/masuk Alur-Pelayaran Pelabuhan Patimban;

    c. arahkan haluan menuju bagian tengah alur-pelayaran dan berlayar

    menuju laut lepas; dan

    d. sesampainya di titik naik turun petugas pandu [pilot boarding ground),

    petugas pandu turun dan dijemput oleh motor atau kapal pandu.

    5. Tindakan Menghindari Tubrukan

    a. Pengaturan Tindakan Untuk Menghindari Tubrukan Meliputi:

    1) setiap tindakan yang dilakukan untuk menghindari tubrukan, apabila

    keadaan mengijinkan harus tegas dan jelas dilakukan dalam waktu

    yang cukup dan benar-benar memperhatikan persyaratan kepelautan

    yang baik;

    2) setiap perubahan haluan dan/atau kecepatan untuk menghindari

    tubrukan, apabila keadaan mengijinkan harus cukup besar sehingga

    menjadi jelas bagi kapal lain yang sedang mengamati dengan

    penglihatan atau dengan radar, serangkaian perubahan kecil dari

    haluan dan/atau kecepatan hendaknya dihindari;

  • - 17-

    3) apabila ada ruang gerak yang cukup, maka perubahan haluan

    merupakan tindakan yang paling berhasil untuk menghindari situasi

    saling mendekati terlalu rapat, dengan ketentuan bahwa perubahan

    tersebut dilakukan dalam waktu yang cukup dini dan tidak

    mengakibatkan terjadinya situasi saling mendekati terlalu rapat;

    4) tindakan yang dilakukan untuk menghindari tubrukan dengan kapal

    lain harus sedemikian rupa sehingga menghasilkan pelewatan dengan

    jarak yang aman dan hasil tindakan tersebut harus dikaji dengan

    seksama sampai kapal tersebut dilewati dan bebas sama sekali; dan

    5) apabila diperlukan untuk menghindari tubrukan atau memberikan

    waktu yang lebih banyak untuk menilai keadaan, maka kapal harus

    mengurangi kecepatannya atau menghilangkan kecepatannya sama

    sekali dengan memberhentikan atau menjalankan mundur sarana

    penggeraknya.

    b. Pengaturan Tata Cara Berlalu Lintas Kapal Yang Menggunakan Layar

    Meliputi:

    1) Apabila 2 (dua) kapal sedang saling mendekat sehingga akan

    mengakibatkan bahaya tubrukan, maka salah satu dari kedua kapal

    itu harus menghindari kapal lain dengan ketentuan sebagai berikut:

    a) apabila masing-masing mendapatkan angin di lambung yang

    berlainan, maka kapal yang mendapat angin di lambung kiri harus

    menghindari kapal yang lain;

    b) apabila kedua-duanya mendapat angin di lambung yang kanan,

    maka kapal yang ada di atas angin harus menghindari kapal yang

    ada di bawah angin; dan

    c) apabila kapal mendapat angin di lambung kiri melihat sebuah

    kapal di atas angin dan tidak dapat menentukan dengan pasti

    apakah kapal lain itu mendapat angin lambung kiri atau kanan,

    maka kapal itu harus menghindari kapal lain itu.

    2) Untuk memenuhi ketentuan ini, sisi atas angin harus dianggap sisi

    yang berlawanan dengan sisi tempat layar utama berada, atau bagi

    kapal dengan layar segi empat yaitu sisi yang berlawanan dengan sisi

    tempat layar membujur itu berada.

  • - 18 -

    c. Pengaturan Penyusulan Meliputi:

    1) setiap kapal yang sedang menyusul kapal lain harus menghindari

    kapal lain yang sedang disusui;

    2) kapal harus dianggap menyusul apabila sedang mendekati kapal lain

    dari arah yang lebih besar dari 22,5° (dua puluh dua koma lima

    derajat) dibelakang arah melintang yaitu dalam kedudukan

    sedemikian sehingga terhadap kapal yang sedang disusui itu pada

    malam hari kapal hanya dapat melihat penerangan buritan, tetapi

    tidak satupun dari penerangan lambungnya;

    3) apabila kapal dalam keadaan ragu-ragu apakah ia sedang menyusul

    kapal lain atau tidak, maka kapal itu harus beranggapan bahwa

    sedang menyusul kapal lain; dan

    4) setiap perubahan baringan antara kedua kapal yang terjadi kemudian

    tidak akan mengakibatkan kapal yang sedang memotong dalam

    pengertian aturan-aturan ini atau membebaskannya dari kewajiban

    untuk menghindari kapal yang sedang disusui itu sampai kapal

    tersebut dilewati dan bebas sama sekali.

    d. Pengaturan Tata Cara Berlalu Lintas Kapal Dalam Situasi Berhadap-

    Hadapan Meliputi:

    1) apabila 2 (dua) kapal tenaga sedang bertemu dengan haluan

    berlawanan atau hampir berlawanan sehingga akan mengakibatkan

    bahaya tubrukan, maka masing-masing kapal harus mengubah

    haluannya ke kanan sehingga masing-masing kapal akan berpapasan

    di lambung kirinya;

    2) keadaan sebagaimana dimaksud dalam angka 1) harus dianggap ada

    apabila kapal melihat kapal lain tepat atau hampir di depan dan pada

    malam hari kapal itu dapat melihat penerangan tiang kapal lain

    tersebut terletak segaris atau hampir segaris dan/atau kedua

    penerangan lambung serta pada siang hari kapal itu mengamati gatra

    (aspek) yang sesuai mengenai kapal lain tersebut; dan

    3) apabila kapal dalam keadaan ragu-ragu atas terdapatnya keadaan

    sebagaimana dimaksud dalam angka (1), maka kapal itu harus

    beranggapan bahwa keadaan tersebut ada dan bertindak sesuai

    angka 1) dan angka 2).

  • Dalam pengaturan tata cara berlalu lintas kapal dalam situasi memotong

    apabila 2 (dua) kapal tenaga sedang berlayar dengan haluan saling

    memotong sehingga akan mengakibatkan bahaya tubrukan, maka kapal

    yang mendekati kapal lain di sisi kanannya harus menghindar, dan

    apabila keadaan mengijinkan harus dengan cara memotong didepan

    kapal lain tersebut. Dalam pengaturan tata cara tindakan kapal

    menghindari, maka setiap kapal yang diwajibkan menghindari kapal lain

    dan sedapat mungkin melakukan tindakan secara dini dan tegas untuk

    tetap bebas sama sekali.

    Dalam pengaturan tanggung jawab antara kapal meliputi:

    1) kapal bermesin yang sedang berlayar harus menghindari:

    a) kapal yang tidak terkendalikan;

    b) kapal yang kemampuan olah geraknya terbatas;

    c) kapal yang sedang menangkap ikan; dan

    d) kapal layar.

    2) kapal layar yang sedang berlayar harus menghindari:

    a) kapal yang tidak terkendalikan;

    b) kapal yang kemampuan olah geraknya terbatas; dan

    c) kapal yang sedang menangkap ikan.

    3) kapal yang sedang menangkap ikan sedapat mungkin harus

    menghindari:

    a) kapal yang tidak terkendalikan; dan

    b) kapal yang olah geraknya terbatas.

    4) setiap kapal kecuali kapal yang tidak dapat dikendalikan atau kapal

    yang kemampuan olah geraknya terbatas, apabila keadaan

    mengijinkan harus menghindarkan dirinya merintangi jalan aman

    sebuah kapal yang terkendala oleh saratnya; dan

    5) kapal yang terkendala oleh saratnya sebagaimana dimaksud dalam

    angka 4) harus berlayar dengan kewaspadaan khusus dengan benar-

    benar memperhatikan keadaannya yang khusus tersebut.

  • - 20 -

    6. Larangan

    a. kapal dilarang memasuki alur-pelayaran dengan under keel clearance (UKC) kurang dari 10% (sepuluh persen) dari draft, kecuali atas izin

    Syahbandar;

    b. kapal penangkap ikan dilarang menangkap ikan di alur-pelayaran;

    c. kapal dilarang masuk perairan wajib pandu tanpa mendapat pemanduan

    dari petugas pandu;

    d. petugas pandu dilarang meninggalkan kapal yang dipandu dalam kondisi

    dan situasi :

    1) kapal kandas;

    2) kapal tubrukan;

    3) kerusakan mesin/kemudi; dan/atau

    4) keadaan lain yang mengganggu lalu lintas kapal.

    e. larangan kapal untuk menyusul kapal lain pada ukuran LOA tertentu

    sesuai dengan ketentuan sistem rute;

    f. kapal yang sandar/tender dengan kapal lain yang sedang sandar di

    dermaga umum/khusus hanya diijinkan 1 (satu) kapal saja yang

    sandar/tender di kapal yang sedang sandar di dermaga tersebut atas

    pertimbangan keselamatan kapal yang akan berolah gerak

    keluar/masuk;

    g. kapal berlabuh jangkar di area yang tidak ditetapkan dalam keputusan

    ini; dan

    h. membuang sampah, limbah, dan bahan lain dari pengoperasian kapal.

    MENTERI PERHUBUNGAN

    REPUBLIK INDONESIA,

    ttd.

    BUDI KARYA SUMADI

  • -21 -

    Lampiran IVKeputusan Menteri Perhubungan tentang Penetapan Alur-Pelayaran, Sistem Rute, Tata Cara Berlalu Lintas dan Daerah Labuh Kapal Sesuai Dengan Kepentinganya di Alur-Pelayaran Masuk Pelabuhan PatimbanNomor : KM 272 Tahun 2020Tanggal : 12 Oktober 2020

    DAERAH LABUH KAPAL SESUAI DENGAN KEPENTINGANNYA

    DI ALUR-PELAYARAN MASUK PELABUHAN PATIMBAN

    1. Zona A Area Kapal Mati

    TITIKKOORDINAT

    LUAS KEDALAMANLINTANG BUJUR

    1 06° 09' 13.88" LS 107° 56' 25.99" BT

    108 Ha -17 MLWS2 06° 09' 03.61" LS 107° 56' 04.89" BT

    3 06° 09' 47.36" LS 107° 55' 43.62" BT

    4 06° 09' 57.63" LS 107° 56' 04.71” BT

    2. Zona B Area Darurat

    TITIKKOORDINAT

    LUAS KEDALAMANLINTANG BUJUR

    5 06° 10' 00.56" LS 107° 56’ 03.29" BT

    108 Ha -10 MLWS6 06° 09' 50.29" LS 107° 55' 42.20" BT

    7 06° 10' 34.03" LS 107° 55' 20.92" BT

    8 06° 10' 44.31" LS 107° 55' 42.02" BT

  • - 22 -

    3. Zona C Area Labuh Kapal Container Post Panamax

    TITIKKOORDINAT

    LUAS KEDALAMANLINTANG BUJUR

    9 06° 10' 18.23" LS 107° 58' 12.48" BT

    255 Ha -17 MLWS10 06° 09' 45.42" LS 107° 57' 05.76" BT

    11 06° 10' 17.99" LS 107° 56' 49.77" BT

    12 06° 10' 50.80" LS 107° 57' 56.49" BT

    4. Zona D Area Labuh Kapal Peti Kemas (Container) Panamax

    TITIKKOORDINAT

    LUAS KEDALAMANLINTANG BUJUR

    13 06° 10' 53.72" LS 107° 57' 55.06" BT

    255 Ha -14 MLWS14 06° 10' 20.09" LS 107° 56' 48.34" BT

    15 06° 10’ 53.47" LS 107° 56' 32.34" BT

    16 06° 1 L 26.28" LS 107° 57' 39.07" BT

    5. Zona E Area Labuh Kapal Peti Kemas (Container)

    TITIKKOORDINAT

    LUAS KEDALAMANLINTANG BUJUR

    17 06° 11' 29.20" LS 107° 57' 37.63" BT

    255 Ha -11 MLWS18 06° 10' 56.39" LS 107° 56' 30.91" BT

    19 06° 11' 28.96" LS 107° 56' 14.92" BT

    20 06° 12' 01.77" LS 107° 57' 21.64" BT

  • - 23 -

    6. Zona F Area Labuh Kapal Tunda (Tugboat)

    TITIKKOORDINAT

    LUAS KEDALAMANLINTANG BUJUR

    21 06° 11' 41.95" LS 107° 56' 34.18" BT

    93 Ha -9 MLWS22 06° 11’ 31.87" LS 107° 56' 13.49" BT

    23 06° 12' 10.38" LS 107° 55' 54.76" BT

    24 06° 12' 20.45" LS 107° 56' 15.45" BT

    7. Zona G Area Karantina

    TITIKKOORDINAT

    LUAS KEDALAMANLINTANG BUJUR

    25 06° 11' 54.11" LS 107° 56' 59.09" BT

    61 Ha -10 MLWS26 06° 11' 43.39" LS 107° 56' 37.09" BT

    27 06° 12' 06.97" LS 107° 56’ 25.62" BT

    28 06° 12' 17.56" LS 107° 56' 48.03" BT

    8. Zona H Area Karantina Container Post Panamax

    TITIKKOORDINAT

    LUAS KEDALAMANLINTANG BUJUR

    29 06° 10' 35.44" LS 107° 58' 47.48" BT

    30 06° 10' 19.67" LS 107° 58' 15.40" BT121 Ha -16 MLWS

    31 06° IO1 52.23" LS 107° 57' 59.41" BT

    32 06° 11' 08.01" LS 107° 58’ 31.49" BT

  • - 24 -

    9. Zona I Area Pengembangan Jangka Panjang

    TITIKKOORDINAT

    LUAS KEDALAMANLINTANG BUJUR

    33 06° 11’ 10.93" LS 107° 58' 30.06" BT

    250 Ha -11 MLWS34 06° 10' 55.15" LS 107° 57' 57.97" BT

    35 06° 12' 03.21" LS 107° 57' 24.56" BT

    35 06° 12' 18.98" LS 107° 57' 56.64" BT

    MENTERI PERHUBUNGAN

    REPUBLIK INDONESIA,

    ttd.

    BUDI KARYA SUMADI

  • 25

    Lampiran VKeputusan Menteri Perhubungan tentang Penetapan Alur-Pelayaran, Sistem Rute, Tata Cara Berlalu Lintas dan Daerah Labuh Rapai Sesuai Dengan Kepentinganya di Alur-Pelayaran Masuk Pelabuhan PatimbanNomor : KM 272 Tahun 2020Tanggal : 12 Oktober 2020

    PETA ALUR-PELAYARAN MASUK PELABUHAN PATIMBAN

    1. Peta Bathimetri Alur-Pelayaran Masuk Pelabuhan Patimban

  • 26

  • 27

    2. Peta Alur-Pelayaran Masuk Pelabuhan Patimban

  • -28-

    3. Peta Area Labuh di Pelabuhan Patimban

    MENTE RI PERHUBUNGAN

    REPUBLIK INDONESIA,

    ttd.

    BUDI KARYA SUMADI

    jSesuai dengan aslinya

    JO HUKUM,

    BiJI HERPRIARSONO