-
MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA
KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR KM 272 TAHUN 2020
TENTANG
PENETAPAN ALUR-PELAYARAN, SISTEM RUTE, TATA CARA BERLALU
LINTAS, DAN DAERAH LABUH KAPAL SESUAI DENGAN KEPENTINGANNYA
DI ALUR-PELAYARAN MASUK PELABUHAN PATI MB AN
MENTERI PERHUBUNGAN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang : a. bahwa berdasarkan ketentuan dalam Pasal 8
Peraturan
Pemerintah Nomor 5 Tahun 2010 tentang Kenavigasian,
Menteri Perhubungan wajib menetapkan alur-pelayaran,
sistem rute, tata cara berlalu lintas, dan daerah labuh
kapal sesuai dengan kepentingannya;
b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a, perlu menetapkan Keputusan
Menteri Perhubungan tentang Penetapan Alur-Pelayaran,
Sistem Rute, Tata Cara Berlalu Lintas, dan Daerah
Labuh Kapal Sesuai Dengan Kepentingannya di Alur-
Pelayaran Masuk Pelabuhan Patimban;
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang
Pelayaran
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008
Nomor 64, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4849);
2. Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2009 tentang
Kepelabuhanan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2009 Nomor 151, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5070) sebagaimana telah
diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 64 Tahun
2015 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah
-
-2-
Nomor 61 Tahun 2009 tentang Kepelabuhanan
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015
Nomor 193, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5731);
3. Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2010 tentang
Kenavigasian (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2010 Nomor 8, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5093);
4. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2010 tentang
Angkutan di Perairan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2010 Nomor 26, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5108) sebagaimana
telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 22
Tahun 2011 tentang Perubahan atas Peraturan
Pemerintah Nomor 20 tahun 2010 tentang Angkutan di
Perairan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2011 Nomor 43, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5208);
5. Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2010 tentang
Perlindungan Lingkungan Maritim (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 27, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5109);
6. Keputusan Presiden Nomor 50 Tahun 1979 tentang
Pengesahan Peraturan Internasional Tentang
Pencegahan Tubrukan di Laut Collision Regulation
Tahun 1972 (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 1979 Nomor 53);
7. Keputusan Presiden Nomor 65 Tahun 1980 tentang
Pengesahan ”International Convention for The Safety of
Life at Sea, 1974”, sebagai hasil Konferensi Internasional
tentang Keselamatan Jiwa di Laut 1974, yang telah
ditandatangani oleh Pemerintah Republik Indonesia, di
London, pada tanggal 1 November 1974, yang
merupakan pengganti ”International Convention for The
Safety of Life at Sea 1960”, sebagaimana terlampir
dalam Keputusan Presiden ini (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1980 Nomor 65);
-
-3-
8. Peraturan Presiden Nomor 40 Tahun 2015 tentang
Kementerian Perhubungan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2015 Nomor 75);
9. Peraturan Presiden Nomor 3 Tahun 2016 tentang
Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016
Nomor 4);10. Peraturan Presiden Nomor 47 Tahun 2016 tentang
Penetapan Pelabuhan Patimban di Kabupaten Subang
Provinsi Jawa Barat Sebagai Proyek Strategis Nasional
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016
Nomor 100);
11. Peraturan Presiden Nomor 68 Tahun 2019 tentang
Organisasi Kementerian Negara (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 2019 Nomor 203);
12. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor
173/AL.401/PHB-84 tentang berlakunya The IALA
Maritime Bouyage System for Region-A dalam Tatanan
Sarana Bantu Navigasi-Pelayaran di Indonesia;
13. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 30 Tahun
2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja Distrik
Navigasi;
14. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 25 Tahun
2011 tentang Sarana Bantu Navigasi-Pelayaran;
15. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 26 Tahun
2011 tentang Telekomunikasi-Pelayaran;
16. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 36 Tahun
2012 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor
Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (Berita Negara
Republik Indonesia Tahun 2012 Nomor 629)
sebagaimana beberapa kali diubah terakhir dengan
Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 76 Tahun
2018 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri
Perhubungan Nomor PM 36 Tahun 2012 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Kantor Kesyahbandaran dan
Otoritas Pelabuhan (Berita Negara Republik Indonesia
Tahun 2018 Nomor 1183);
-
- 4 -
17. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 51 Tahun
2015 tentang Penyelenggaraan Pelabuhan Laut (Berita
Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 311)
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri
Perhubungan Nomor PM 146 Tahun 2016 tentang
Perubahan atas Peraturan Menteri Perhubungan Nomor
PM 51 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Pelabuhan
Laut (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2016
Nomor 1867);
18. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 57 Tahun
2015 tentang Pemanduan dan Penundaan Rapai (Berita
Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 390);
19. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 129 Tahun
2016 tentang Alur-Pelayaran di Laut dan Bangunan
dan/atau Instalasi di Perairan (Berita Negara Republik
Indonesia Tahun 2016 Nomor 1573);
20. Peraturan Menteri Perhubugan Nomor PM 122 Tahun
2018 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian
Perhubungan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun
2018 Nomor 1844);
21. Peraturan Menteri Perhubungan Nomor PM 125 Tahun
2018 tentang Pengerukan dan Reklamasi (Berita Negara
Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 1740);
22. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KP 190 Tahun
2016 tentang Penetapan Dokumen Pra FS dan FS
Pengembangan Pelabuhan Patimban di Kabupaten
Subang Provinsi Jawa Barat;
23. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KP 87 Tahun
2017 tentang Rencana Induk Pelabuhan Patimban
Provinsi Jawa Barat;
24. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KP 180 Tahun
2017 tentang Penetapan Lokasi Pelabuhan Laut Utama
Patimban di Desa Patimban Kecamatan Pusakanegara
Kabupaten Subang Provinsi Jawa Barat;
25. Keputusan Menteri Perhubungan Nomor KM 6 Tahun
2019 tentang Batas-Batas Daerah Lingkungan Kerja dan
Daerah Lingkungan Kepentingan Pelabuhan Patimban;
-
-5-
Memperhatikan : Surat Direktur Jenderal Perhubungan Laut
Nomor
HK.203/4/16/DJPL/2020 tanggal 4 September 2020 perihal
Penyampaian Rancangan Keputusan Menteri Perhubungan
tentang Penetapan Alur-Pelayaran, Sistem Rute, Tata Cara
Berlalu Lintas, dan Daerah Labuh Kapal Sesuai Dengan
Kepentingannya di Alur-Pelayaran Masuk Pelabuhan
Patimban;
Menetapkan :
MEMUTUSKAN:
KEPUTUSAN MENTERI PERHUBUNGAN TENTANG
PENETAPAN ALUR-PELAYARAN, SISTEM RUTE, TATA CARA
BERLALU LINTAS, DAN DAERAH LABUH KAPAL SESUAI
DENGAN KEPENTINGANNYA DI ALUR-PELAYARAN MASUK
PELABUHAN PATIMBAN.
PERTAMA : Menetapkan Alur-Pelayaran Masuk Pelabuhan Patimban
serta Sarana Bantu Navigasi-Pelayaran dibatasi oleh titik
koordinat geografis sebagaimana tercantum dalam Lampiran
I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Keputusan
Menteri ini.
KEDUA : Menetapkan Sistem Rute di Alur-Pelayaran Masuk
Pelabuhan Patimban sebagaimana tercantum dalam
Lampiran II yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Keputusan Menteri ini.
KETIGA : Menetapkan Tata Cara Berlalu Lintas di
Alur-Pelayaran
Masuk Pelabuhan Patimban sebagaimana tercantum dalam
Lampiran III yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Keputusan Menteri ini.
KEEMPAT : Ketentuan lebih lanjut mengenai Tata Cara Berlalu
Lintas di
Alur-Pelayaran Masuk Pelabuhan Patimban sebagaimana
dimaksud dalam Diktum KETIGA di atur dengan Standar
Operasional dan Prosedur (SOP) yang ditetapkan oleh Kepala
Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan Kelas II
Patimban.
-
-6-
KELIMA : Menetapkan Daerah Labuh Kapal Sesuai Dengan
Kepentingannya di Alur-Pelayaran Masuk Pelabuhan
Patimban sebagaimana tercantum dalam lampiran IV yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari Keputusan Menteri
ini.
KEENAM : Alur-Pelayaran Masuk Pelabuhan Patimban serta
Sarana
Bantu Navigasi-Pelayaran sebagaimana dimaksud dalam
Diktum PERTAMA serta Daerah Labuh Kapal Sesuai Dengan
Kepentingannya sebagaimana dimaksud dalam Diktum
KELIMA, wajib dimuat dalam Peta Laut Indonesia Edisi
Terbaru Nomor 79 dan Buku Petunjuk Pelayaran
sebagaimana tercantum dalam Lampiran V yang merupakan
bagian tidak terpisahkan dari Keputusan Menteri ini.
KETUJUH : Pengawasan terhadap keselamatan dan keamanan
pelayaran
di Alur-Pelayaran Masuk Pelabuhan Patimban dilaksanakan
oleh Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan Kelas II
Patimban dan melaporkan hasil pengawasannya kepada
Direktur Jenderal Perhubungan Laut.
KEDELAPAN : Pengawasan terhadap penataan dan penyelenggaraan
Alur-
Pelayaran Masuk Pelabuhan Patimban dilaksanakan oleh
Distrik Navigasi Kelas I Tanjung Priok dan melaporkan hasil
pengawasannya kepada Direktur Jenderal Perhubungan
Laut.
KESEMBILAN : Pemeliharaan Alur-Pelayaran Masuk Pelabuhan
Patimban
dilaksanakan oleh Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas
Pelabuhan Kelas II Patimban secara berkala atau sewaktu-
waktu apabila diperlukan.
-
- 7 -
KESEPULUH
KESEBELAS
KEDUABELAS
KETIGABELAS
Laporan hasil pengawasan sebagaimana dimaksud dalam
Diktum KETUJUH dan Diktum KEDELAPAN digunakan
sebagai bahan evaluasi Direktur Jenderal Perhubungan Laut
untuk setiap perubahan terhadap Penetapan Alur-Pelayaran,
Sistem Rute, Tata Cara Berlalu Lintas, dan Daerah Labuh
Rapai Sesuai Dengan Kepentingannya di Alur-Pelayaran
masuk Pelabuhan Patimban.
Perubahan terhadap Penetapan Alur-Pelayaran, Sistem Rute,
Tata Cara Berlalu Lintas, dan Daerah Labuh Rapai Sesuai
Dengan Repentingannya di Alur-Pelayaran Masuk Pelabuhan
Patimban sebagaimana dimaksud dalam Diktum
RESEPULUH diinformasikan melalui penerbitan Maklumat
Pelayaran (MAPEL) serta disiarkan melalui Berita Pelaut
Indonesia (Notice to Marìnes).
Setiap perubahan Penetapan Alur-Pelayaran, Sistem Rute,
Tata Cara Berlalu Lintas, dan Daerah Labuh Rapai Sesuai
Dengan Repentingannya di Alur-Pelayaran Masuk Pelabuhan
Patimban sebagaimana dimaksud dalam Diktum
RESEBELAS ditetapkan oleh Direktur Jenderal
Perhubungan Laut dan dievaluasi paling sedikit 1 (satu) kali
dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) tahun akan
dilakukan penyesuaian untuk mengetahui kesesuaian
terhadap Reputusan Menteri ini.
: Direktur Jenderal Perhubungan Laut melaksanakan
pembinaan dan pengawasan teknis terhadap pelaksanaan
Reputusan Menteri ini.
-
- 8 -
KEEMPATBELAS: Keputusan Menteri ini mulai berlaku pada
tanggal
ditetapkan.
Salinan Keputusan ini disampaikan kepada:
1. Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi;
2. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian;
3. Menteri Dalam Negeri;
4. Menteri Kelautan dan Perikanan;
5. Menteri Badan Usaha Milik Negara;
6. Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia;
7. Kepala Staf TNI Angkatan Laut;
8. Gubernur Jawa Barat;
9. Sekretaris Jenderal, Inspektur Jenderal, dan Direktur
Jenderal
Perhubungan Laut Kementerian Perhubungan;
10. Bupati Subang;11. Kepala Pusat Hidrografi dan Oseanografi
TNI Angkatan Laut;
12. Kepala Distrik Navigasi Kelas I Tanjung Priok;
13. Kepala Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan Kelas II
Patimban.
Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 12 Oktober 2020
MENTERI PERHUBUNGAN
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
BUDI KARYA SUMADI
-
-9-
Lampiran IKeputusan Menteri Perhubungan tentang Penetapan
Alur-Pelayaran, Sistem Rute, Tata Cara Berlalu Lintas dan Daerah
Labuh Kapal Sesuai Dengan Kepentinganya di Alur-Pelayaran Masuk
Pelabuhan PatimbanNomor : KM 272 Tahun 2020Tanggal : 12 Oktober
2020
ALUR-PELAYARAN MASUK PELABUHAN PATIMBAN
SERTA SARANA BANTU NAVI GASI-PELAYARAN
1. Titik Koordinat As Alur-Pelayaran Masuk Pelabuhan
Patimban:
KODEKOORDINAT ARAH HALUAN
LINTANG BUJUR MASUK KELUAR
A 05° 49' 38.87" LS 108° 00' 39.64" BT 171°
B 06° 02' 48.13" LS 108° 02' 34.53" BT 202° 351°
C 06° 04' 43.68" LS 108° 01' 47.70" BT 229° 22°
D 06° 08' 45.09" LS 107° 57' 01.01" BT 204° 49°
E 06° 12' 35.86" LS 107° 55' 14.78" BT - 24°
2. Titik Koordinat Alur-Pelayaran Masuk Pelabuhan Patimban:
KOORDINAT BATAS KANAN
KODE LINTANG BUJUR
1A 05° 49' 40.03" LS 108° 00' 31.60" BT
2A 06° 02' 47.03" LS 108° 02' 25.48" BT
3A 06° 04' 38.92" LS 108° 01' 41.10” BT
4A 06° 08' 41.67" LS 107° 56' 53.41" BT
- -
6A 06° 12' 32.87" LS 107° 55' 08.20" BT
KOORDINAT BATAS KIRI
KODE LINTANG BUJUR
1B 05° 49' 37.71" LS 108° 00' 47.67" BT
2B 06° 02’ 49.05" LS 108° 02' 42.15" BT
3B 06° 04’ 48.72" LS 108° 01' 54.69" BT
-
- 10 -
4B 06° 08' 49.08" LS 107° 57' 09.84" BT
5B 06° 09' 31.23" LS 107° 56' 44.70" BT
6B 06° 12' 39.13" LS 107° 55' 21.95" BT
3. Titik Koordinat Rencana Penempatan Sarana Bantu
Navigasi-Pelayaran:
NO NAMAKOORDINAT
LINTANG BUJUR
1 Pel su MPMT/AP 05° 49’ 38.87" LS 108° 00' 39.64" BT
2 Pelsu No. 1/G1 05° 53' 38.92" LS 108° 01’ 02.74" BT
3 Pelsu No. 2/R2 05° 57' 33.21" LS 108° 01’ 59.82" BT
4 Pelsu Tanda Khusus 1/X1 05° 58' 04.94" LS 108° 01' 35.76"
BT
5 Pelsu Tanda Khusus 2/X2 06° 00' 22.49" LS 108° 02’ 27.09"
BT
6 Pelsu No. 3/G3 06° 02’ 46.15" LS 108° 02’ 20.09" BT
7 Pelsu No. 4/R4 06° 06’ 54.61" LS 107° 59' 31.32" BT
8 Pelsu No. 5/G5 06° 04' 36.02" LS 108° 01' 36.30" BT
9 Pelsu Tanda Khusus 3/X3 06° 07' 59.62" LS 107° 57' 34.29"
BT
10 Pelsu Tanda Khusus 4/X4 06° 07’ 41.43" LS 107° 58' 35.23"
BT
-
-11 -
11 Pelsu No. 6/R6 06° 08' 50.15" LS 107° 57' 11.10" BT
12 Ramsu Dam Hijau/L7 06° 12’ 32.11" LS 107° 55’ 06.98" BT
13 Ramsu Dam Merah/L8 05° 12' 39.42" LS 107° 55’ 22.89" BT
14 Ramsu Pelabuhan 06° 14’ 02.71" LS 107° 54' 34.81" BT
MENTERI PERHUBUNGAN
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
BUDI KARYA SUMADI
-
- 12 -
Lampiran IIKeputusan Menteri Perhubungan tentang Penetapan
Alur-Pelayaran, Sistem Rute, Tata Cara Berlalu Lintas dan Daerah
Labuh Kapal Sesuai Dengan Kepentinganya di Alur-Pelayaran Masuk
Pelabuhan PatimbanNomor : KM 272 Tahun 2020Tanggal : 12 Oktober
2020
SISTEM RUTE ALUR-PELAYARAN MASUK PELABUHAN PATIMBAN
Sistem Rute yang ditetapkan di Alur-Pelayaran Masuk Pelabuhan
Patimban,
kondisi kedalaman, lebar, dan panjang Alur-Pelayaran Masuk
Pelabuhan
Patimban yaitu:
1. Sistem Rute di Alur Pelayaran Masuk Pelabuhan Patimban:
Sistem Rute yang ditetapkan di Alur-Pelayaran Masuk Pelabuhan
Patimban
adalah rute dua arah [two way routes) dengan lebar alur 380 m
(tiga ratus
delapan puluh me ter) di area perairan dangkal (shallow water
area) dan
500 m (lima ratus meter) di area perairan dalam (deep water
area);
2. Kondisi Kedalaman dan Panjang Alur-Pelayaran Masuk
Pelabuhan
Patimban:
kedalaman Alur-Pelayaran Masuk Pelabuhan Patimban adalah -7 m
(tujuh
meter) LWS sampai dengan -45 m (empat puluh lima meter) LWS
dengan
panjang alur-pelayaran 25.732 NM (dua puluh lima ribu tujuh
ratus tiga
puluh dua Nautical Miles) atau 47.656 km (empat puluh tujuh ribu
enam
ratus lima puluh enam kilometer). Direncanakan pada tahun 2021
akan
dilakukan pengerukan hingga kedalaman minimal -10 m (sepuluh
meter)
LWS dan akan dilakukan pengerukan hingga kedalaman minimal -14
m
(empat belas meter) LWS; dan
3. Kondisi Arus dan Pasang Surut Alur-Pelayaran Masuk
Pelabuhan
Patimban:
a. Arus pada saat air pasang arus bergerak dominan ke arah
tenggara
dengan kecepatan maksimum 0,14 m/s (0.28 knot), sedangkan
pada
saat air surut arus dominan bergerak ke arah barat laut
dengan
kecepatan 0,28 m/s (0.56 knot); dan
-
- 13-
b. Sifat Pasang Surut adalah Campuran Condong Harian Tunggal
(Mixed Prevailing Diumal Tide), dengan tunggang air (selisih air
tertinggi dengan
air terendah) adalah sebelas 120 cm (seratus dua puluh
sentimeter).
MENTERI PERHUBUNGAN
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
BUDI KARYA SUMADI
.sesuai dengan aslinya
IO HUKUM,
JI HERPRIARSONO
-
- 14 -
Lampiran IIIKeputusan Menteri Perhubungan tentang Penetapan
Alur-Pelayaran, Sistem Rute, Tata Cara Berlalu Lintas dan Daerah
Labuh Kapal Sesuai Dengan Kepentinganya di Alur-Pelayaran Masuk
Pelabuhan PatimbanNomor : KM 272 Tahun 2020Tanggal : 12 Oktober
2020
TATA CARA BERLALU LINTAS DI
ALUR-PELAYARAN MASUK PELABUHAN PATIMBAN
Dalam rangka meningkatkan efisiensi dan menekan angka kecelakaan
kapal
maka perlu di atur Tata Cara Berlalu Lintas di Alur-Pelayaran
Masuk
Pelabuhan Patimban sebagai berikut:
1. Pemanduan
a. kapal dengan ukuran tonase kotor GT 500 (lima ratus Gross
Tonnage)
atau lebih yang berlayar di perairan wajib pandu wajib
menggunakan
pelayanan jasa pemanduan kapal;
b. mesin penggerak utama dan alat navigasi harus dalam kondisi
baik dan
normal untuk olah gerak kapal;
c. mengibarkan benderà “G“ pada siang hari dan menyalakan lampu
putih
merah pada malam hari apabila kapal sedang menunggu petugas
pandu;
d. mengibarkan benderà “H“ pada siang hari dan menyalakan lampu
putih
merah pada malam hari apabila petugas pandu berada di atas
kapal; dan
e. mengibarkan benderà “Q“ pada siang hari dan menyalakan lampu
putih
merah pada malam hari bagi kapal yang baru tiba dari luar
negeri,
petugas pandu hanya diperbolehkan naik ke kapal untuk
membawa
kapal apabila kapal telah dinyatakan bebas dari penyakit menular
oleh
petugas karantina kesehatan (free practiqué) dan benderà kuning
telah
diturunkan.
2. Komunikasi
a. pemilik/operator kapal atau Nakhoda wajib memberitahukan
rencana
kedatangan kapalnya kepada Kantor Kesyahbandaran dan
Otoritas
Pelabuhan Kelas II Patimban dengan mengirimkan telegram
radio
Nakhoda (master cable) melalui Stasiun Radio Pantai (SROP)
atau
Stasiun Vessel Traffic Service (VTS) Tanjung Priok dengan
tembusan
kepada perusahaan angkutan laut atau agen umum dalam waktu
paling
lama 48 (empat puluh delapan) jam sebelum kapal tiba di
pelabuhan;
-
- 15-
b. setiap kapal yang memasuki dan keluar alur-pelayaran wajib
melapor
kepada SROP atau Stasiun VTS Tanjung Baiai Karimun melalui
channel
14 dan channel 12;
c. batas garis pelaporan adalah
Batas Garis Pelaporan I : melintang garis Lintang 05° 45' 00.00"
LS
Batas Garis Pelaporan II: melintang garis Lintang 06° 00' 00.00"
LS
d. komunikasi antara petugas pandu/kapal pandu dapat
menggunakan
Bahasa Indonesia dan/atau Bahasa Inggris dengan radio VHF
pada
channel 12; dane. komunikasi dengan kapal sebelum petugas pandu
di atas kapal
dilakukan Nakhoda harus memberikan keterangan kepada petugas
pandu antara lain, kondisi, sifat, cara, data, karakteristik dan
lain-lain
yang berkaitan dengan kemampuan olah gerak kapal.
3. Proses Kapal Masuk
a. Dalam kondisi normal
1) setiap kapal harus senantiasa bergerak dengan kecepatan
aman
sehingga dapat mengambil tindakan yang tepat dan berhasil
untuk
menghindari tubrukan dan dapat diberhentikan dalam suatu
jarak
yang sesuai dengan keadaan dan suasana yang ada;
2) setiap tindakan yang dilakukan untuk menghindari
tubrukan,
apabila keadaan mengijinkan harus tegas dan jelas dilakukan
dalam
waktu yang cukup dan benar-benar memperhatikan persyaratan
kepelautan yang baik;
3) apabila kondisi dermaga sedang penuh atau Nakhoda
memutuskan
untuk berlabuh terlebih dahulu, maka kapal dapat berlabuh di
areal
labuh yang sudah disediakan;
4) apabila proses administrasi kelengkapan dokumen selesai dan
sudah
tersedia posisi tambat untuk kapal di dermaga, maka Kantor
Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan Kelas II Patimban akan
menginformasikan ke kapal bahwa kapal sudah bisa tambat di
pelabuhan;
5) kapal disarankan berlayar mengikuti ketentuan koridor
alur-
pelayaran dan arah haluan yang ditetapkan pada Lampiran I
serta
Peta Alur-Pelayaran Masuk Pelabuhan Patimban; dan
-
- 16-
6) pada saat melintasi garis atau wilayah wajib lapor atau
setelah kapal
berlabuh atau sandar, maka kapal wajib melapor kepada Kantor
Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan Kelas II Patimban.
b. Dalam Kondisi Angin di Atas Normal/Kabut/Hujan
Deras/Gelombang
Tinggi:
1) kecepatan kapal disekitar pelampung suar pengenal
disarankan
menggunakan maneuvering speed; dan
2) untuk memasuki alur-pelayaran dalam kondisi kabut/hujan
lebat,
kapal menggunakan sarana navigasi visual, elektronik
(radar/GPS/AIS) dan peralatan navigasi lainnya secara baik
dan
tepat guna.
4. Proses Kapal Keluar
a. Nakhoda dan/atau petugas pandu melaporkan kepada Kantor
Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan Kelas II Patimban
mengenai
ukuran kapal dan jam kapal mulai dipandu keluar;
b. meminta informasi kepada Kantor Kesyahbandaran dan
Otoritas
Pelabuhan Kelas II Patimban mengenai pergerakan kapal yang
keluar/masuk Alur-Pelayaran Pelabuhan Patimban;
c. arahkan haluan menuju bagian tengah alur-pelayaran dan
berlayar
menuju laut lepas; dan
d. sesampainya di titik naik turun petugas pandu [pilot boarding
ground),
petugas pandu turun dan dijemput oleh motor atau kapal
pandu.
5. Tindakan Menghindari Tubrukan
a. Pengaturan Tindakan Untuk Menghindari Tubrukan Meliputi:
1) setiap tindakan yang dilakukan untuk menghindari tubrukan,
apabila
keadaan mengijinkan harus tegas dan jelas dilakukan dalam
waktu
yang cukup dan benar-benar memperhatikan persyaratan
kepelautan
yang baik;
2) setiap perubahan haluan dan/atau kecepatan untuk
menghindari
tubrukan, apabila keadaan mengijinkan harus cukup besar
sehingga
menjadi jelas bagi kapal lain yang sedang mengamati dengan
penglihatan atau dengan radar, serangkaian perubahan kecil
dari
haluan dan/atau kecepatan hendaknya dihindari;
-
- 17-
3) apabila ada ruang gerak yang cukup, maka perubahan haluan
merupakan tindakan yang paling berhasil untuk menghindari
situasi
saling mendekati terlalu rapat, dengan ketentuan bahwa
perubahan
tersebut dilakukan dalam waktu yang cukup dini dan tidak
mengakibatkan terjadinya situasi saling mendekati terlalu
rapat;
4) tindakan yang dilakukan untuk menghindari tubrukan dengan
kapal
lain harus sedemikian rupa sehingga menghasilkan pelewatan
dengan
jarak yang aman dan hasil tindakan tersebut harus dikaji
dengan
seksama sampai kapal tersebut dilewati dan bebas sama sekali;
dan
5) apabila diperlukan untuk menghindari tubrukan atau
memberikan
waktu yang lebih banyak untuk menilai keadaan, maka kapal
harus
mengurangi kecepatannya atau menghilangkan kecepatannya sama
sekali dengan memberhentikan atau menjalankan mundur sarana
penggeraknya.
b. Pengaturan Tata Cara Berlalu Lintas Kapal Yang Menggunakan
Layar
Meliputi:
1) Apabila 2 (dua) kapal sedang saling mendekat sehingga
akan
mengakibatkan bahaya tubrukan, maka salah satu dari kedua
kapal
itu harus menghindari kapal lain dengan ketentuan sebagai
berikut:
a) apabila masing-masing mendapatkan angin di lambung yang
berlainan, maka kapal yang mendapat angin di lambung kiri
harus
menghindari kapal yang lain;
b) apabila kedua-duanya mendapat angin di lambung yang
kanan,
maka kapal yang ada di atas angin harus menghindari kapal
yang
ada di bawah angin; dan
c) apabila kapal mendapat angin di lambung kiri melihat
sebuah
kapal di atas angin dan tidak dapat menentukan dengan pasti
apakah kapal lain itu mendapat angin lambung kiri atau
kanan,
maka kapal itu harus menghindari kapal lain itu.
2) Untuk memenuhi ketentuan ini, sisi atas angin harus dianggap
sisi
yang berlawanan dengan sisi tempat layar utama berada, atau
bagi
kapal dengan layar segi empat yaitu sisi yang berlawanan dengan
sisi
tempat layar membujur itu berada.
-
- 18 -
c. Pengaturan Penyusulan Meliputi:
1) setiap kapal yang sedang menyusul kapal lain harus
menghindari
kapal lain yang sedang disusui;
2) kapal harus dianggap menyusul apabila sedang mendekati kapal
lain
dari arah yang lebih besar dari 22,5° (dua puluh dua koma
lima
derajat) dibelakang arah melintang yaitu dalam kedudukan
sedemikian sehingga terhadap kapal yang sedang disusui itu
pada
malam hari kapal hanya dapat melihat penerangan buritan,
tetapi
tidak satupun dari penerangan lambungnya;
3) apabila kapal dalam keadaan ragu-ragu apakah ia sedang
menyusul
kapal lain atau tidak, maka kapal itu harus beranggapan
bahwa
sedang menyusul kapal lain; dan
4) setiap perubahan baringan antara kedua kapal yang terjadi
kemudian
tidak akan mengakibatkan kapal yang sedang memotong dalam
pengertian aturan-aturan ini atau membebaskannya dari
kewajiban
untuk menghindari kapal yang sedang disusui itu sampai kapal
tersebut dilewati dan bebas sama sekali.
d. Pengaturan Tata Cara Berlalu Lintas Kapal Dalam Situasi
Berhadap-
Hadapan Meliputi:
1) apabila 2 (dua) kapal tenaga sedang bertemu dengan haluan
berlawanan atau hampir berlawanan sehingga akan
mengakibatkan
bahaya tubrukan, maka masing-masing kapal harus mengubah
haluannya ke kanan sehingga masing-masing kapal akan
berpapasan
di lambung kirinya;
2) keadaan sebagaimana dimaksud dalam angka 1) harus dianggap
ada
apabila kapal melihat kapal lain tepat atau hampir di depan dan
pada
malam hari kapal itu dapat melihat penerangan tiang kapal
lain
tersebut terletak segaris atau hampir segaris dan/atau kedua
penerangan lambung serta pada siang hari kapal itu mengamati
gatra
(aspek) yang sesuai mengenai kapal lain tersebut; dan
3) apabila kapal dalam keadaan ragu-ragu atas terdapatnya
keadaan
sebagaimana dimaksud dalam angka (1), maka kapal itu harus
beranggapan bahwa keadaan tersebut ada dan bertindak sesuai
angka 1) dan angka 2).
-
Dalam pengaturan tata cara berlalu lintas kapal dalam situasi
memotong
apabila 2 (dua) kapal tenaga sedang berlayar dengan haluan
saling
memotong sehingga akan mengakibatkan bahaya tubrukan, maka
kapal
yang mendekati kapal lain di sisi kanannya harus menghindar,
dan
apabila keadaan mengijinkan harus dengan cara memotong
didepan
kapal lain tersebut. Dalam pengaturan tata cara tindakan
kapal
menghindari, maka setiap kapal yang diwajibkan menghindari kapal
lain
dan sedapat mungkin melakukan tindakan secara dini dan tegas
untuk
tetap bebas sama sekali.
Dalam pengaturan tanggung jawab antara kapal meliputi:
1) kapal bermesin yang sedang berlayar harus menghindari:
a) kapal yang tidak terkendalikan;
b) kapal yang kemampuan olah geraknya terbatas;
c) kapal yang sedang menangkap ikan; dan
d) kapal layar.
2) kapal layar yang sedang berlayar harus menghindari:
a) kapal yang tidak terkendalikan;
b) kapal yang kemampuan olah geraknya terbatas; dan
c) kapal yang sedang menangkap ikan.
3) kapal yang sedang menangkap ikan sedapat mungkin harus
menghindari:
a) kapal yang tidak terkendalikan; dan
b) kapal yang olah geraknya terbatas.
4) setiap kapal kecuali kapal yang tidak dapat dikendalikan atau
kapal
yang kemampuan olah geraknya terbatas, apabila keadaan
mengijinkan harus menghindarkan dirinya merintangi jalan
aman
sebuah kapal yang terkendala oleh saratnya; dan
5) kapal yang terkendala oleh saratnya sebagaimana dimaksud
dalam
angka 4) harus berlayar dengan kewaspadaan khusus dengan
benar-
benar memperhatikan keadaannya yang khusus tersebut.
-
- 20 -
6. Larangan
a. kapal dilarang memasuki alur-pelayaran dengan under keel
clearance (UKC) kurang dari 10% (sepuluh persen) dari draft,
kecuali atas izin
Syahbandar;
b. kapal penangkap ikan dilarang menangkap ikan di
alur-pelayaran;
c. kapal dilarang masuk perairan wajib pandu tanpa mendapat
pemanduan
dari petugas pandu;
d. petugas pandu dilarang meninggalkan kapal yang dipandu dalam
kondisi
dan situasi :
1) kapal kandas;
2) kapal tubrukan;
3) kerusakan mesin/kemudi; dan/atau
4) keadaan lain yang mengganggu lalu lintas kapal.
e. larangan kapal untuk menyusul kapal lain pada ukuran LOA
tertentu
sesuai dengan ketentuan sistem rute;
f. kapal yang sandar/tender dengan kapal lain yang sedang sandar
di
dermaga umum/khusus hanya diijinkan 1 (satu) kapal saja yang
sandar/tender di kapal yang sedang sandar di dermaga tersebut
atas
pertimbangan keselamatan kapal yang akan berolah gerak
keluar/masuk;
g. kapal berlabuh jangkar di area yang tidak ditetapkan dalam
keputusan
ini; dan
h. membuang sampah, limbah, dan bahan lain dari pengoperasian
kapal.
MENTERI PERHUBUNGAN
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
BUDI KARYA SUMADI
-
-21 -
Lampiran IVKeputusan Menteri Perhubungan tentang Penetapan
Alur-Pelayaran, Sistem Rute, Tata Cara Berlalu Lintas dan Daerah
Labuh Kapal Sesuai Dengan Kepentinganya di Alur-Pelayaran Masuk
Pelabuhan PatimbanNomor : KM 272 Tahun 2020Tanggal : 12 Oktober
2020
DAERAH LABUH KAPAL SESUAI DENGAN KEPENTINGANNYA
DI ALUR-PELAYARAN MASUK PELABUHAN PATIMBAN
1. Zona A Area Kapal Mati
TITIKKOORDINAT
LUAS KEDALAMANLINTANG BUJUR
1 06° 09' 13.88" LS 107° 56' 25.99" BT
108 Ha -17 MLWS2 06° 09' 03.61" LS 107° 56' 04.89" BT
3 06° 09' 47.36" LS 107° 55' 43.62" BT
4 06° 09' 57.63" LS 107° 56' 04.71” BT
2. Zona B Area Darurat
TITIKKOORDINAT
LUAS KEDALAMANLINTANG BUJUR
5 06° 10' 00.56" LS 107° 56’ 03.29" BT
108 Ha -10 MLWS6 06° 09' 50.29" LS 107° 55' 42.20" BT
7 06° 10' 34.03" LS 107° 55' 20.92" BT
8 06° 10' 44.31" LS 107° 55' 42.02" BT
-
- 22 -
3. Zona C Area Labuh Kapal Container Post Panamax
TITIKKOORDINAT
LUAS KEDALAMANLINTANG BUJUR
9 06° 10' 18.23" LS 107° 58' 12.48" BT
255 Ha -17 MLWS10 06° 09' 45.42" LS 107° 57' 05.76" BT
11 06° 10' 17.99" LS 107° 56' 49.77" BT
12 06° 10' 50.80" LS 107° 57' 56.49" BT
4. Zona D Area Labuh Kapal Peti Kemas (Container) Panamax
TITIKKOORDINAT
LUAS KEDALAMANLINTANG BUJUR
13 06° 10' 53.72" LS 107° 57' 55.06" BT
255 Ha -14 MLWS14 06° 10' 20.09" LS 107° 56' 48.34" BT
15 06° 10’ 53.47" LS 107° 56' 32.34" BT
16 06° 1 L 26.28" LS 107° 57' 39.07" BT
5. Zona E Area Labuh Kapal Peti Kemas (Container)
TITIKKOORDINAT
LUAS KEDALAMANLINTANG BUJUR
17 06° 11' 29.20" LS 107° 57' 37.63" BT
255 Ha -11 MLWS18 06° 10' 56.39" LS 107° 56' 30.91" BT
19 06° 11' 28.96" LS 107° 56' 14.92" BT
20 06° 12' 01.77" LS 107° 57' 21.64" BT
-
- 23 -
6. Zona F Area Labuh Kapal Tunda (Tugboat)
TITIKKOORDINAT
LUAS KEDALAMANLINTANG BUJUR
21 06° 11' 41.95" LS 107° 56' 34.18" BT
93 Ha -9 MLWS22 06° 11’ 31.87" LS 107° 56' 13.49" BT
23 06° 12' 10.38" LS 107° 55' 54.76" BT
24 06° 12' 20.45" LS 107° 56' 15.45" BT
7. Zona G Area Karantina
TITIKKOORDINAT
LUAS KEDALAMANLINTANG BUJUR
25 06° 11' 54.11" LS 107° 56' 59.09" BT
61 Ha -10 MLWS26 06° 11' 43.39" LS 107° 56' 37.09" BT
27 06° 12' 06.97" LS 107° 56’ 25.62" BT
28 06° 12' 17.56" LS 107° 56' 48.03" BT
8. Zona H Area Karantina Container Post Panamax
TITIKKOORDINAT
LUAS KEDALAMANLINTANG BUJUR
29 06° 10' 35.44" LS 107° 58' 47.48" BT
30 06° 10' 19.67" LS 107° 58' 15.40" BT121 Ha -16 MLWS
31 06° IO1 52.23" LS 107° 57' 59.41" BT
32 06° 11' 08.01" LS 107° 58’ 31.49" BT
-
- 24 -
9. Zona I Area Pengembangan Jangka Panjang
TITIKKOORDINAT
LUAS KEDALAMANLINTANG BUJUR
33 06° 11’ 10.93" LS 107° 58' 30.06" BT
250 Ha -11 MLWS34 06° 10' 55.15" LS 107° 57' 57.97" BT
35 06° 12' 03.21" LS 107° 57' 24.56" BT
35 06° 12' 18.98" LS 107° 57' 56.64" BT
MENTERI PERHUBUNGAN
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
BUDI KARYA SUMADI
-
25
Lampiran VKeputusan Menteri Perhubungan tentang Penetapan
Alur-Pelayaran, Sistem Rute, Tata Cara Berlalu Lintas dan Daerah
Labuh Rapai Sesuai Dengan Kepentinganya di Alur-Pelayaran Masuk
Pelabuhan PatimbanNomor : KM 272 Tahun 2020Tanggal : 12 Oktober
2020
PETA ALUR-PELAYARAN MASUK PELABUHAN PATIMBAN
1. Peta Bathimetri Alur-Pelayaran Masuk Pelabuhan Patimban
-
26
-
27
2. Peta Alur-Pelayaran Masuk Pelabuhan Patimban
-
-28-
3. Peta Area Labuh di Pelabuhan Patimban
MENTE RI PERHUBUNGAN
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
BUDI KARYA SUMADI
jSesuai dengan aslinya
JO HUKUM,
BiJI HERPRIARSONO