Tugas Teknologi Bahan 1 Oleh: Gita Nur Istiqomah Beton Bertulang 060212073 BAB I PENDAHULUAN Beton bertulang adalah bahan yang sangat luas digunakan untuk sistem-sistem konstruksi. Penggunaan beton dan bahan-bahan vulkanik sebagai pembentuknya, seperti abu pozolanik, telah dimulai sejak zaman Yunani, Romawi dan mungkin juga sebelum itu. Akan tetapi, awal abad XIX ternyata merupakan awal penggunaan bahan beton bertulang secara lebih intensif. Pada tahun 1801, F. Coignet menerbitkan tulisannya mengenai prinsip-prinsip konstruksi dengan meninjau kelemahan bahan ini terhadap gaya tarik. J. L. Lambot pada tahun 1850 untuk pertama kalinya membuat kapal kecil dari semen untuk dipamerkan pada Perang Dunia tahun 1855 di Paris. J. Monier, seoramg ahli taman dari Perancis, mematenkan rangka metal sebagai penulangan beton yang digunakan untuk wadah tanamannya, dan Koenen pada tahun 1886 menerbitka tulisannya tentang teori dan perancangan struktur beton. Pada tahun 1906, C. A. P. Turner untuk pertama kalinya mengembangkan flat slab tanpa balok. Teori kekuatan batas mulai dikembangkan pada tahun 1938 di Rusia dan pada tahun 1956 di Inggris dan Amerika. Teori-teori ini juga menjadi bagian dari peraturan- peraturan di beberapa negara. Unsur-unsur bahan baru dan komposisi baru dari beton kemudian berkembang, termasuk juga beton dengan kekuatan tekan yang tinggi sampai 20000 1
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Tugas Teknologi Bahan 1 Oleh: Gita Nur IstiqomahBeton Bertulang 060212073
BAB I
PENDAHULUAN
Beton bertulang adalah bahan yang sangat luas digunakan untuk sistem-sistem
konstruksi. Penggunaan beton dan bahan-bahan vulkanik sebagai pembentuknya,
seperti abu pozolanik, telah dimulai sejak zaman Yunani, Romawi dan mungkin juga
sebelum itu. Akan tetapi, awal abad XIX ternyata merupakan awal penggunaan bahan
beton bertulang secara lebih intensif. Pada tahun 1801, F. Coignet menerbitkan
tulisannya mengenai prinsip-prinsip konstruksi dengan meninjau kelemahan bahan ini
terhadap gaya tarik. J. L. Lambot pada tahun 1850 untuk pertama kalinya membuat
kapal kecil dari semen untuk dipamerkan pada Perang Dunia tahun 1855 di Paris. J.
Monier, seoramg ahli taman dari Perancis, mematenkan rangka metal sebagai
penulangan beton yang digunakan untuk wadah tanamannya, dan Koenen pada tahun
1886 menerbitka tulisannya tentang teori dan perancangan struktur beton. Pada tahun
1906, C. A. P. Turner untuk pertama kalinya mengembangkan flat slab tanpa balok.
Teori kekuatan batas mulai dikembangkan pada tahun 1938 di Rusia dan pada
tahun 1956 di Inggris dan Amerika. Teori-teori ini juga menjadi bagian dari
peraturan-peraturan di beberapa negara. Unsur-unsur bahan baru dan komposisi baru
dari beton kemudian berkembang, termasuk juga beton dengan kekuatan tekan yang
tinggi sampai 20000 psi (137,9 MPa) dan kekuatan tariknya sampai 1800 psi (12,41
MPa). Kekuatan baja tulangan sampai 6000 msi (413,7 MPa) dan kawat las dengan
kekuatan batas 100000 psi juga telah dimulai. Baja tulangan yang tidak polos juga
sudah mulai diproduksi. Adanya aliran pada tulangan membantu mengembangkan
lekatan maksimum yang mungkin antara baja tulangan dengan beton di sekitarnya
sebagai salah satu persyaratan dari beton struktural. Penggunaan kabel prategang yang
kekuatan batasnya 360000 psi (2068 MPa) juga telah dimulai.
Perkembangan di atas disertai dengan riset-riset eksperimental dan teoritis,
khususnya dalam empat dasawarsa terakhir, menghasilkan teori-teori dan peraturan-
peraturan penggunaan beton bertulang.
1
Tugas Teknologi Bahan 1 Oleh: Gita Nur IstiqomahBeton Bertulang 060212073
BAB II
MATERIAL PEMBENTUK BETON
Untuk memahami dan mempelajari seluruh perilaku elemen gabungan
diperlukan pengetahuan tentang karakteristik masing-masing komponen. Beton
dihasilkan dari sekumpulan interaksi mekanis dan kimiawi sejumlah material
pembentuknya. Dengan demikian, perlu dibicarakan fungsi dari masing-masing
komponen tersebut sebelum mempelajari beton secara keseluruhan. Dengan cara
demikian, seorang perencana dan seorang ahli bahan dapat mengembangkan
pemilihan material yang layak dan komposisinya sehingga diperoleh beton yang
efisien, memenuhi kekuatan yang disyaratkan oleh perencana dan memenuhi
persyaratan serviceability.
2.1. Semen Portland
Pembuatan
Semen portland dibuat dari serbuk halus mineral kristalin yang komposisi
utamanya adalah kalsium dan aluminium silikat. Penambahan air pada mineral ini
menghasilkan suatu pasta yang jika mengering akan mempunyai kekuatan seperti
batu. Berat jenisnya berkisar antara 3,12 dan 3,16, dan berat volume satu sak
semen adalah 94 lb/ft3. Bahan baku pembentuk semen adalah:
a) Kapur (CaO) – dari batu kapur
b) Silika (SiO2) – dari lempung
c) Alumina (Al2O3) – dari lempung
(dengan sedikit persentase magnesia, MgO, dan terkadang alkali). Oksida besi
terkadang ditambahkan untuk mengontrol komposisinya.
Secara ringkas proses pembuatannya adalah sebagai berikut:
1) Bahan baku yang berupa campuran CaO, SiO2 dan Al2O3 digiling bersama
beberapa bahan tambahan lainnya, baik dalam bentuk kering maupun
basah. Bentuk basah ini disebut slurry.
2) Tuangkan campuran ke ujung atas dari kiln yang diletakkan agak miring.
3) Selama klin yang telah dipanaskan bekerja, material tadi mengalir dari
ujung atas ke bawah dengan kelajuan terkontrol yang telah ditentukan
sebelumnya.
2
Tugas Teknologi Bahan 1 Oleh: Gita Nur IstiqomahBeton Bertulang 060212073
4) Temperatur campuran tadi dinaikkan sampai terjadi fusi awal yang disebut
temperatur clinkering. Temperatur ini dipertahankan sampai campuran
membentuk butiran semen portland pada suhu 2700°F. Butiran ini disebut
clinkers yang ukurannya berkisar antara 1/16 dan 2 in.
5) Clinkers tadi didinginkan dan dihancurkan sampai berbentuk serbuk.
6) Sedikit gipsum ditambahkan selama proses pembentukan serbuk untuk
mengontrol waktu pengerasan semen di lapangan.
7) Untuk pengiriman dalam jumlah yang besar, pada umumnya semen
portland ditempatkan di dalam silo, sedangkan untuk pemasaran eceran
dikemas dalam kantung-kantung 94 lb.
Kekuatan
Kekuatan semen merupakan hasil dari proses hidrasi. Proses kimiawi ini
berupa rekristalisasi dalam bentuk interlocking-crystals sehingga membentuk gel
semen yang akan mempunyai kekuatan tekan tinggi apabila mengeras. Tabel 2.1
memperlihatkan kontribusi relatif masing-masing komponen semen dalam
mencapai kekuatannya. Kekuatan awal semen portland semakin tinggi apabila
semakin banyak persentase C3S. Jika perawatan kelembaban terus berlangsung,
kekuatan akhirnya akan lebih besar apabila persentase C2S semakin besar. C3A
mempunyai kontribusi terhadap kekuatan selama beberapa hari sesudah
pengecoran beton karena bahan ini yang terdahulu mengalami hidrasi.
Jika semen portland dicampur dengan air, maka komponen kapur
dilepaskan dari senyawanya. Banyaknya kapur yang dilepaskan ini sekitar 20%
dari berat semen. Kondisi terburuknya adalah mungkin terjadi pemisahan struktur
yang disebabkan oleh lepasnya kapur dari semen. Situasi ini harus dicegah dengan
menambahkan pada semen suatu mineral silika seperti pozolan. Mineral yang
ditambahkan ini bereaksi dengan kapur bial ada uap air membentuk bahan yang
kuat, yaitu kalsium silikat.
TABEL 2.1 SIFAT-SIFAT SEMEN
KomponenKelajuanReaksi
PelepasanPanas
Besar Penyemenan Batas
Trikalsium silikatC3SDikalsium silikatC2S
Sedang
Lambat
Sedang
Kecil
Baik
Baik
3
Tugas Teknologi Bahan 1 Oleh: Gita Nur IstiqomahBeton Bertulang 060212073
Lanau anorgnaik dan pasir halus; pasir halus kelanauna atau kelempungan dan
lanau kelempungan dengan plastisitas sedang; lempung dengan plastisitas sedang;
lempung berkerikil; lempung kepasiran, lempung kelanauan; lempung kurus (tanah
ML dan CL)
Lempung anorganik dengan plastisitas tinggi, lempung gemuk; tanah kelanauan
atau kepasiran halus (yang mengandung mika, lanau elastis CH dan MH)
100
40
15
5
4
33
3.75
3
2..25
3
2.5
1.75
3.5
2
1.5
2
1
1
1
Agar diperoleh distribusi tegangan yang relatif merata, pondasi untuk
kolom dinding luar dapat digabungkan dengan pondasi kolom di dekatnya.
Selain itu, pondasi gabungan juga digunakan apabila jarak antara kolom yang
bersebelahan relatif kecil, seperti halnya kolom di koridor yang akan lebih
ekonomis apabila digunakan pondasi gabungan untuk kolom yang berdekatan.
4) Pondasi kantilever or strap. Pondasi ini serupa dengan pondasi gabungan
kecuali dalam hal pondasi untuk kolom interior dan eksterior.yang dibuat
sendiri-sendiri. Masing-masing dihubungkan oleh balok strap untuk
14
Tugas Teknologi Bahan 1 Oleh: Gita Nur IstiqomahBeton Bertulang 060212073
meneruskan momen lentur yang diakibatkan oleh eksentrisnya beban
kolom dinding ke daerah pondasi di bawah kolom interior.
5) Pondasi tiang. Jenis pondasi ini sangat penting apabila tanahnya lunak
sampai kedalaman yang cukup besar. Tiang tersebut dapat dipancang
sampai kepada bantuan yang keras, atau hanya sampai kepada kedalaman
yang cukup untuk memberikan tahanan gesekan (skin friction), atau bisa
saja gabungan keduanya. Tiang tersebut dapat merupakan tiang pracetak
atau beton pratekan. Jenis tiang lain juga ada seperti misalnya yang terbuat
dari bahan baja atau kayu. Untuk semua jenis, tiang tersebut harus
mempunyai kepala tiang (pile cap) dari beton yang ditulangi pada kedua
arah.
15
Tugas Teknologi Bahan 1 Oleh: Gita Nur IstiqomahBeton Bertulang 060212073
6) Pondasi rakit atau pondasi terapung. Pondasi demikian diperlukan apabila
daya dukung tanah yang diizinkan sangat kecil pada kedalaman yang
cukup besar sehingga, apabila digunakan pondasi tiang, menjadi tidak
ekonomis. Dalam hal demikian, penggalian harus dilakukan sampai
tekanan dukung tanah ke pondasi cukup dekat dengan tegangan akibat
beban dari struktur. Pondasi ini harus terentang di seluruh denah struktur
sehingga keseluruhan struktur tersebut dapat dianggap terapung di rakit.
Apabila tanhnya terus-menerus berkonsolidasi, diperlukan substruktur
jenis ini yang pada dasarnya merupakan sistem lantai terbalik. Apabila
tidak digunakan pondasi rakit, untuk itu diperlukan pondasi tiang yang
dipancang sampai ke batuan keras.
16
Tugas Teknologi Bahan 1 Oleh: Gita Nur IstiqomahBeton Bertulang 060212073
BAB IV
KOLOM
Kolom adalah batang tekan vertikal dari rangka (frame) struktural yang
memikul beban dari balok. Kolom meneruskan beban-beban dari elevasi atas ke
elevasi yang lebih bawah hingga akhirnya sampai ke tanah melalui pondasi. Karena
kolom merupakan komponen tekan, maka keruntuhan pada satu kolom merupakan
lokasi kritis yang dapat menyebabkan collapes (runtuhnya) lantai yang bersangkutan
dan juga runtuh bats total (ultimate total sollapes) seluruh strukturnya.
Keruntuhan kolom struktural merupakan hal yang sangat berarti ditinjau dari
segi ekonomis maupun segi manusiawi. Oleh karena itu, dalam merencanakan kolom
perlu lebih waspada. Yaitu dengan memberikan kekuatan cadangan yang lebih tinggi
daripada yang dilakukan pada balok dan elemen struktural horizontal lainnya, terlebih
lagi karena keruntuhan tekan tidak memberikan peringatan awal yang cukup jelas.
Banyaknya pernulangan dalam hal balok telah dikontrol agar balok dapat
berperilaku daktail. Dalam hal kolom, beban aksial biasanya dominan sehingga
keruntuhan yang berupa keruntuhan tekan sulit dihindari.
Apabila beban pada kolom bertambah, maka retak akan banyak terjadi di
seluruh tinggi kolom pada lokasi-lokasi tulangan sengkang. Dalam keadaan batas
keruntuhan (limit state of failure), selimut beton di luar sengkang (pada kolom
sengkang) atau di luar spiral (pada kolom berspiral) akan lepas sehingga tulangan
memanjangnya akan mulai kelihatan. Apabila bebannya terus bertambah, maka terjadi
keurntuhan dan tekuk lokal (local buckling) tulangan memanjang pada panjang tak
tertumpu sengkang atau spiral. Dapat dikatakan bahwa dalam keadaan batas
keruntuhan, selimut beton lepas dahulu sebelum lekatan baja-beton hilang.
Seperti halnya balok, kekuatan kolom dievaluasi berdasarkan prinsip-prinsip
dasar sebagai berikut:
1. Distribusi regangannya linier di seluruh tebal kolom.
2. Tidak ada gelincir antara beton dengan tulangan baja (ini berarti regangan
pada baja sama dengan regangan pada beton yang mengelilinginya).
3. Regangan beton maksimum yang diizinkan pada keadaan gagal (untuk
perhitungan kekuatan) adalah 0,003 in/in.
4. Kekuatan tarik beton diabaikan dan tidak digunakan dalam perhitungan.
17
Tugas Teknologi Bahan 1 Oleh: Gita Nur IstiqomahBeton Bertulang 060212073
4.1. JENIS KOLOM
Kolom dapat diklasifikasikan berdasarkan bentuk dan susunan tulangannya,
posisi beban pada penampangnya da panjang kolom dalam hubungannya dengan
dinding lateralnya. Bentuk dan susunan tulangan pada kolom dapat dibagi menjadi
tiga kategori seperti yang diperlihatkan pada Gambar 4.1
1. Kolom segiempat atau bujursangkar dengan tulangan memanjang dan
sengkang (Gambar 4.1(a)).
2. Kolom bundar dengan tulangan memanjang dan tulangan lateral berupa
sengkang atau spiral.
3. kolom komposit yang terdiri atas beton dan profil baja struktural di dalamnya.
Profil baja ini biasanya diletakkan di dalam selubung tulangan biasa seperti
yang diperlihatkan pada Gambar 4.1(c).
Kolom
bersengkang
merupakan jenis yang
paling banyak
digunakan karena
murahnya harga
pembuatannya.
Sekalipun demikian,
kolom segiempat
maupun bundar dengan
tulangan berbentuk
spiral kadang-kadang
digunakan juga,
terutama apabila
diperlukan daktilitas
kolom yang cukup
tinggi seperti pada
daerah-daerah gempa.
Kemampuan kolom
berspiral untuk
18
4
Tugas Teknologi Bahan 1 Oleh: Gita Nur IstiqomahBeton Bertulang 060212073
menahan beban maksimum pada deformasi besar mencegah terjadinya collapse pada
struktur secara keseluruhan sebelum terjadinya redistribusi total momen dan tegangan
selesai. Gambar 4.2 memperlihatkan peningkatan daktilitas sebagai efek dari
digunakannya tulangan spiral.
Berdasarkan posisi
beban terhadap penampang
melintang, kolom dapat
diklasifikasikan atas kolom
dengan beban sentris dan
kolom dengan beban
eksentris seperti yang
diperlihatkan pada Gambar
4.3. Kolom yang mengalami
beban sentris (Gambar
4.3(a)) berarti tidak
mengalami momen lentur.
Akan tetapi, dalam
praktenya semua kolom
hendaknya direncanakan
terhadap eksentrisitas yang
diakibatkan oleh hal-hal tak
terduga, seperti tidak
tepatnya pembuatan acuan
beton dan sebagainya.
Kolom dengan beban
eksentris (Gambar 4.3(b) dan (c)) mengalami momen lentur selain juga gaya aksial.
Momen ini dapat dikonversikan menjadi suatu beban P dengan eksentris e seperti
yang diperlihatkan pada Gambar 4.3 (a) dan (c). Momen lentur ini dapat bersumbu
tunggal (uniaxial) seperti dalam hal kolom eksterior bangunan bertingkat banyak dan
kolom A dan B dalam Gambar 4.4 di mana beban pada panel yang berdekatan tidak
sama. Kolom dianggap bersumbu rangkap (biaxial) apabila lenturnya terjadi terhadap
sumbu X dan Y seperti dalam hal kolom pojok C dalam Gambar 4.4.
19
Tugas Teknologi Bahan 1 Oleh: Gita Nur IstiqomahBeton Bertulang 060212073
Keruntuhan kolom dapat terjadi apabila tulangan bajanya lelah karena tarik,
atau terjadinya kehancuran pada beton yang tertekan. Selain itu, dapat pula kolom
mengalami keruntuhan apabila terjadi kehilangan stabilitas lateral, yaitu terjadi tekuk.
Apabila
kolom
runtuh
karena
kegagalan
materialnya (yaitu lelehnya baja atau hancurnya beton), kolom ini diklasifikasikan
sebagai kolom pendek (short colomn). Apabila panjang kolombertambah,
kemungkinan kolom runtuh karena tekuk semakin besar. Dengan demikian, ada suatu
transisi dari kolom pendek (runtuh karena material) ke kolom panjang (runtuh karena
tekuk) yang terdefinisi dengan menggunakan perbandingan panjang efektif klu dengan
jari-jari girasi r. Tinggi lu adalah panjang tak tertumpu (unsupported length) kolom,
dan k adalah faktor yang bergantung pada kondisi ujung kolom dan kondisi adakah
penahan deformasi lateral atau tidak. Sebagai contoh, dalam hal kolom yang tidak ada
penahan lateral (unbraced kolom), apabila angka klu/r ≤ 22, maka kolom demikian
diklasifikasikan sebagai kolom pendek sesuai dengan kriteria ACI. Apabila tidak
demikian, kolom tersebut diklasifikasikan sebagai kolom panjang atau lazim disebtu
kolom langsing. Angka klu/r disebut angka kelangsingan.
20
Tugas Teknologi Bahan 1 Oleh: Gita Nur IstiqomahBeton Bertulang 060212073
BAB V
BALOK DAN LANTAI
Beban-beban yang bekerja pada struktur, baik yang berupa beban gravitasi
(berarah vertikal) maupun beban-beban lain, seperti beban angin (dapat berarah
horizontal), atau juga beban karena susut dan beban karena perubahan temperatur
menyebabkan adanya lentur dan deformasi pada elemen struktur. Lentur pada balok
merupakan akibat dari adanya regangan yang timbul karena adanya beban luar.
Apabila bebannya bertambah, maka pada balok terjadi deformasi dan
regangan tambahan yang mengakibatkan timbulnya (atau bertambahnya) retak lentur
di sepanjang bentang balok. Bila bebannya semakin bertambah, pada akhirnya dapat
terjadi keruntuhan elemen struktur, yaitu pada saat beban luarnya mencapai kapasitas
elemen. Taraf pembebanan demikian disebut keadaan limit dari keruntuhan pada
lentur. Karena itulah perencana harus mendesain penampang elemen balok
sedemikian rupa sehingga tidak terjadi retak yang berlebihan pada saat beban kerja,
dan masih mempunyai keamanan yang cukup dan kekuatan cadangan untuk menahan
beban dan tegangan tanpa mengalami keruntuhan.
Jika suatu balok terbuat dari material yang elastis linier, isotropis dan
homogen, maka tegangan lentur maksimumnya dapat diperoleh dengan rumus lentur
balok yang terkenal, yaitu f = Mc/I. Pada keadaan beban batas, balok beton bertulang
bukanlah material yang homogen, juga tidak elastis sehingga rumus ;entur balok
tersebut tidak dapat digunakan untuk menghitung tegangannya. Akan tetapi, prinsip-
prinsip dasar mengenai teori lentur masih dapat digunakan pada analisis penampang
melintang balok beton bertulang. Gambar 5.1 memperlihatkan balok beton bertulang
di atas dua tumpuan sederhana. Jika balok ini direncanakan sedemikian rupa sehingga
semua materialnya (beton dan tulangan baja) mencapai kapasitasnya sebelum runtuh,
ini berarti bahwa beton dan baja tersebut akan runtuh secara simultan pada saat
kekuatan batas balok tercapai. Diagram tegangan dan regangan pada keadaan ini
diperlihatkan pada Gambar 5.2.
Asumsi-asumsi yang digunakan dalam menetapkan perilaku penampang
adalah sebagai berikut:
21
Tugas Teknologi Bahan 1 Oleh: Gita Nur IstiqomahBeton Bertulang 060212073
1. Distribusi regangan dianggap linier. Asumsi ini berdasarkan hipotesis
Bernoulli yaitu penampang yang datar sebelum mengalami lentur akan tetap
datar dan tegak lurus terhadap sumbu netral setelah mengalami lentur.
2. Regangan pada baja dan beton di sekitarnya sama sebelum terjadi retak pada
beton atau leleh pada baja.
3. Beton lemah terhadap tarik. Beton akan retak pada taraf pembebanan kecil,
yaitu sekitar 10% dari kekuatan tekannya. Akibatnya, bagian beton yang
mengalami tarik pada penampang diabaikan dalam perhitungan anlisis dan
desain, juga tulangan tarik yang ada dianggap memikul gaya tarik tersebut.
Agar keseimbangan gaya horizontal terpenuhi, gaya tekan C pada beton dan
gaya tarik T pada tulangan harus saling mengimbangi, jadi haruslah:
C = T
Simbol-simbol yang ada pada Gambar 5.2 didefinisikan sebagai berikut:
b = lebar balok yang tertekan
d = tinggi balok diukur dari tepi serat yang tertekan ke titik berat luas beton
h = tinggi total balok
As = luas tulangan tarik
єc = regangan pada tepi serat yang tertekan
єs = regangan pada taraf tulangan baja yang tertarik
f’c = kekuatan tekan beton
fs = tegangan pada tulangan baja yang tertarik
fy = kekuatan leleh tulangan tarik
c = jarak garis netral diukur dari tepi serat yang tertekan.
5.1 BALOK SEGIEMPAT EKUIVALEN
Distribusi tegangan tekan aktual yang terajdi pada penampang mempunyai
bentuk parabola seperti yang diperlihatkan pada Gambar 5.2(c). Menghitung volume
balok tegangan tekan yang berbentuk parabola bukanlah hal yang mudah. Karena itu,
Whitney mengusulkan agar digunakan balok tegangan segiempat ekuivalen yang
dapat digunakan untuk menghitung gaya tekan – tanpa harus kehilangan ketelitiannya
– yang berarti juga dapat digunakan utnuk menghitung kekuatan lentur penampang.
22
Tugas Teknologi Bahan 1 Oleh: Gita Nur IstiqomahBeton Bertulang 060212073
Balok tegangan ekuivalen ini mempunyai tinggi a dan tegangan tekan rata-rata
sebesar 0,85 f’c. Seperti terlihta pada Gambar 5.2(d), besarnya a adalah β1c yang
ditentukan dengan menggunakan koefisien β1 sedemikian rupa sehingga luas balok
segiempat ekuivalen kurang-lebih sama dengan balok tegangan yang terbentuk
parabola. Dengan cara demikian, gaya tekan C pada dasarnya sama untuk kedua jenis
distribusi tegangan.
Harga 0,85 f’c untuk tegangan rata-rata dari balok tegangan segiempat
ekuivalen ditentukan berdasarkan hasil percobaan pada beton yang berumur lebih dari
28 hari. Berdasarkan penelitian yang pernah dilakukan, regangan maksimum yang
diizinkan adalah 0,003 in/in. Harga ini dipakai pada ACI sebagai harga batas yang
masih aman. Meskipun pada akhir-akhir ini ada usulan mengenai bentuk distribusi
tegangan ekuivalen, seperti misalnya yang berbentuk trapesium, balok segiempat
ekuivalen ini merupakan salah satu bentuk yang digunakan pada standar analisis dan
desain beton bertulang. Perilaku tulangan baja dianggap elastoplatis seperti yang
diperlihatkan pada Gambar 5.3(a).
Dengan menggunakan semua asumsi di atas, diagrama distribusi tegangan
yang diperlihatkan pada Gambar 5.2(c) dapat digambar ulang seperti yang
diperlihatkan pada Gambar 5.2(d). Dengan mudah kita dapat menghitung gaya tekan
C sebesar 0,85 f’c ba, yaitu volume balok tekan pada atau dekat keadaan batas, yaitu
bila saja tarik telah leleh (єs > єy). Gaya tarik T dapat ditulis sebagai Asfy. Jadi,
persamaan keseimbangan 5.1 dapat ditulis sebagai:
(5.2)
atau
(5.3)
Momen tahapan penampang, yaitu kekuatan nominal Mn, dapat ditulis sebagai:
atau (5.4a)
di mana jd adalah lengan momen, yaitu jarak antara gaya tarik dan tekan yang
membentuk kopel. Dengan menggunakan balok tegangan segiempat ekuivalen dari
Gambar 5.2(d), maka lengan momennya adalah:
Jadi, momen tahanan nominalnya adalah:
23
Tugas Teknologi Bahan 1 Oleh: Gita Nur IstiqomahBeton Bertulang 060212073
(5.4b)
Karena C = T, maka persamaan momen dapat ditulis sebagai:
(5.4c)
Jika persentase tulangan dinyatakan dengan , maka persamaan 5.3
dapat ditulis kembali sebagai:
Jika r = b/d, maka persamaan 5.4c menjadi
(5.5a)
atau (5.5b)
di mana . Persamaan 5.5b kadang-kadang ditulis sebagai
(5.6a)
di mana
(5.6b)
Persamaan 5.5 dan 5.6 sangat diperlukan dalam membuat kurva yang diperlukan
dalam analisis dan desain. Plot harga R untuk balok bertulangan tunggal diperlihatkan
pada Gambar 5.4.
Jika fc, fy, b, d, dan A diberikan untuk suatu penampang segiempat dan
baloknya direncanakan sedemikian rupa sehingga keruntuhan terjadi secara simultan,
yaitu lelehnya tulangan tarik dan hancurnya beton yang tertekan, maka kekuatan
momen tahanan dapat diperoleh dengan persamaan 5.4 atau 5.5 dimana As dan a pada
rumus ini diganti dengan Asb (luas tulangan baja balanced) dan ab (tinggi balok
segiempat balanced). Akan tetapi, karena alasan-alasan tertentu, balok seharusnya
direncanakan agar runtuh terhadap tarik, yaitu terjadi leleh pada tulangan tarik
sebelum terjadi kehancuran beton yang tertekan.
Berdasarkan jenis keruntuhan yang dialami – apakah akan terjadi leleh
tulangan tarik ataukah hancurnya beton yang tertekan – balok dapat dikelompokkan
ke dalam tiga kelompok sebagai berikut:
1. Penampang balanced. Tulangan tarik mulai leleh tepat pada saat beton
mencapai regangan batasnya dan akan hancur karena tekan. Pada awal
24
Tugas Teknologi Bahan 1 Oleh: Gita Nur IstiqomahBeton Bertulang 060212073
terjadinya keruntuhan, regangan tekan yang diizinkan pada serat tepi yang
tertekan adalah 0,003 in/in. Sedangakan regangan baja sama dengan regangan
lelehnya, yaitu . Distribusi regangan pada penampang balok dalam
keadaan balanced diperlihatkan sebagai garis Aci pada Gambar 5.3b.
2. Penampang over-reinforced. Keruntuhan ditandai dengan hancurnya beton
yang tertekan. Pada awal keruntuhan, regangan baja єsyang terjadi masih lebih
kecil daripada regangan lelehnya, єy, sebagaimana yang diperlihatkan dengan
garis Ab2 pada Gambar 5.3(b). Dengan demikian, tegangan baja fs juga kecil
daripada tegangan lelehnya, єy. Kondisi ini terjadi apabila tulangan yang
digunakan lebih banyak daripada yang diperlukan dalam keadaan balanced.
3. Penampang under-reinforced. Keruntuhan ditandai dengan terjadinya leleh
pada tulangan baja, sebagaimana yang ditunjukkna dengan garis Aa3 pada
Gambar 5.3(b). Tulangan baja ini terus bertambah panjang dengan
bertambahnya regangan di atas єy. Kondisi penampang yang demikian dapat
terjadi apabila tulangan tarik yang dipakai pada balok kurang dari yang
diperlukan untuk kondisi balanced.
Dapat dicatat dari posisi garis netral c, b dan a bahwa garis netral akan bergeser ke
arah tepi yang tertekan untuk penampang balok yang under-reinforced pada saat
terjadinya keruntuhan. Perilaku ini sesuai dengan hasil percobaan bahwa retak lentur
menjalar terus ke arah serat yang tertekan sampai beton hancur. Perlu pula diketahui
bahwa jarak vertikal antara titik-titik c, b dan a ke tepi yang tertekan sangat
bergantung pada angka tulangan dan tidak begitu berbeda karena
regangannya cukup kecil.
Keruntuhan pada beton mendadak karena beton adalah material yang getas.
Dengan demikian, hampir semua peraturan perencanaan merekomendasikan
perencanaan balok dengan tulangan yang bersifat under-reinforced untuk memberikan
peringatan yang cukup, seperti defleksi yang berlebihan, sebelum terjadinya
keruntuhan. Pada struktur statis tak tentu, keruntuhan yang daktail diperlukan agar
terjadi retribusi momen. Jadi, untuk balok, peaturan ACI membatasi tulangan
maksimum baja sampai 75% dari yang diperlukan pada penampang balanced. Akan
tetapi, untuk tujuan praktis, angka tulangan As/bd diharapkan tidak melebihi
untuk menghindari tulangan yang terlalu rapat, juga agar beton dapat dengan mudah
25
Tugas Teknologi Bahan 1 Oleh: Gita Nur IstiqomahBeton Bertulang 060212073
dicor. Jika angka penulangan yang ada adalah dan angka penulangan pada keadaan
balanced adalah , maka harus dipenuhi:
(5.7a)
Peraturan ACI ini juga menuliskan tulangan maksimum sebesar:
(5.7b)
Dimana fy dinyatakan dalam psi, untuk memperhitungkan adanya tegangan-
tegangan akibat perubahan temperatur, juga untuk menjamin keruntuhan daktail pada
kondisi tarik.
26
Tugas Teknologi Bahan 1 Oleh: Gita Nur IstiqomahBeton Bertulang 060212073
5.2 SLAB SATU ARAH
Slab satu arah adalah suatu lantai beton bertulang struktural yang angka perbandingannya antara bentang yang panjang dengan bentang yang pendek sama atau lebih besar dari 2,0. jika perbandingan ini kurang dari 2,0, slab ini menjadi pelat atau slab dua arah. Slab satu arah dirancang sebagai “balok” dengan lebar 2 in (304,8mm) yang diperlihatkan Gambar 5.11.
Beban pada slab pada umumnya dinyatakan dalam pounds per feet2 (psf). Kita harus mendistribusikan penulangan di seluruh lebar 12 in dan menentukan jarak as ke as tulangan. Dalam desain salab, biasanya tebalnya diasumsikan, dan tulangannya ditentukan berdasarkan lengan momen (d-a/2) atau 0,9d.
Untuk beban-beban yang umum terjadi, pada slab biasanya tidak diperlukan penulangan geser. Penulangan melintang harus diberikan (berarah tegak lurus terhadap arah lenturnya) untuk menahan susut dan tegangan-regangan akibat perubahan temperatur. Penulangan temperatur dan susut tidak boleh kurang dari 0,002 kali luas bruto untuk tulangan mutu 40 atau 5 dan 0,0018 untuk baja tulangan mutu 60 dan jaring kawat baja las.
5.3 PLAT DAN SLAB DUA ARAH
Sistem lantai biasanya terbuat dari beton bertulang yang dicor di tempat. Plat dan slab dua arah merupakan panel-panel beton bertulang yang perbandingan atara panjang dan lebarnya lebih kecil dari 2. Perlu dicatat bahwa yang disebut plat datar (flat plates) adalah slab yang ditumpu lansung pada kolom tanpa adanya balok seperti yang diperlihatkan pada Gambar 11.1(a), sedangkan contoh slab dengan balok diperlihatkan pada Gambar 11.1(b), dan waffle slab diperlihatkan pada Gambar 11.1(c).