-
Pascasarjana Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor, 2014
Teknik Observasi dan Eksplorasi Geologi Kelautan di Pusat
Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan, Cirebon
Oleh:
*Mario P. Suhana, *M. Trial Fiar Erawan *Mahasiswa Pascasarjana
Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor
ABSTRAK
Seiring dengan perkembangan zaman, kemajuan teknologi juga
mengalami perkembangan yang sangat pesat yang ditandai dengan
semakin banyaknya alat-alat atau teknologi baru yang digunakan
dalam pengambilan sampel penelitian utamanya dalam penelitian dalam
bidang oseanografi. Perlu kiranya untuk kita mengenal alat-alat
tersebut dan mengetahui kegunaan dari alat tersebut. Kesalahan
dalam penggunaan alat dan bahan dapat menimbulkan hasil yang
didapat tidak akurat dalam hal ilmu statistika kesalahan seperti
ini digolongkan dalam galat pasti.
Dari hasil kunjungan studi yang dilakukan ke Pusat Penelitian
dan Pengembangan Geologi Laut (P3GL) Cirebon dapat diambil
kesimpulan bahwa penelitian mengenai perairan laut khususnya
fenomena geologi dan karakteristik dasar perairan laut di Indonesia
selalu dilakukan kemajuan inovasi-inovasi baru baik dalam sarana
penelitian dan ilmu-ilmu atau kajian yang diteliti.
Dalam kunjungan studi ini juga diketahui masih banyak hal-hal
baru yang masih belum teramati oleh manusia mengenai segala hal
yang berhubungan dengan karakteristik, komposisi dan geologi
perairan laut khususnya di Indonesia.
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
Oseanografi merupakan bagian dari ilmu kebumian atau earth
sciences yang mempelajari lautan, samudra dan isinya serta apa yang
berada didalamnya hingga ke kerak samudra. Ilmu ini tidak
semata-mata merupakan ilmu murni melainkan perpaduan dari
bermacam-macam ilmu dasar yang lainnya. Ilmu-ilmu lain yang
termasuk didalamnya ialah ilmu tanah (geology), ilmu bumi
(geography), ilmu fisika (physics), ilmu kimia (chemistry), ilmu
hayat (biology) dan ilmu iklim (meteorology).
Namun demikian ilmu oseanografi biasanya hanya dibagi menjadi 4
cabang ilmu saja yaitu fisika oseanografi, kimia oseanografi,
biologi oseanografi dan geologi oseanografi. Ilmu geologi
penting
artinya bagi kita dalam mempelajari asal lautan yang telah
berubah lebih dari berjuta-juta tahun yang lalu biasa disebut
dengan ilmu oseanografi geologi atau ilmu yang mempelajari geologi
dasar samudra, termasuk tektonik lempeng dan paleoseanografi,
sedangkan yang disebut dengan biogeologi adalah yang mempelajari
interaksi antara biosfer bumi dan litosfer.
Seiring dengan perkembangan zaman, kemajuan teknologi juga
mengalami perkembangan yang sangat pesat yang ditandai dengan
semakin banyaknya alat-alat atau teknologi baru yang digunakan
dalam pengambilan sampel penelitian utamanya dalam penelitian dalam
bidang oseanografi. Perlu kiranya untuk kita mengenal alat-alat
tersebut
-
Pascasarjana Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor, 2014
dan mengetahui kegunaan dari alat tersebut. Kesalahan dalam
penggunaan alat dan bahan dapat menimbulkan hasil yang didapat
tidak akurat dalam hal ilmu statistika kesalahan seperti ini
digolongkan dalam galat pasti.
Oleh karena itu, pemahaman fungsi dan cara kerja peralatan serta
bahan harus mutlak dikuasai oleh seseorang sebelum melakukan
pengambilan sampel tertentu. Bukan hal yang mustahil bila
terjadi
kecelakaan di dalam pengambilan sampel karena kesalahan dalam
pemakaian dan penggunaan alatalat dan bahan yang dalam suatu
pengambilan sampel atau objek yang dituju untuk di amati atau
dikaji. Oleh karena itu, pemilihan jenis alat yang akan digunakan
dalam suatu penelitian disesuaikan dengan tujuan penelitian agar
penelitian berjalan lancar dan data yang diperoleh lebih
akurat.
1.2 Tujuan
Tujuan dari kunjungan studi ini adalah untuk: 1. Untuk memahami
jenis
peralatan dan teknik pengambilan contoh sedimen.
2. Untuk memahami demonstrasi laboratorium teknis pengukuran
fraksi sedimen.
3. Untuk memahami demonstrasi laboratorium teknis tahapan
analisis foraminifera.
4. Untuk memahami interpretasi struktur sedimen dari hasil
rekaman metode akustik.
1.3 Manfaat
Manfaat dari kunjungan studi ini adalah diharapkan setelah
kegiatan ini dapat membantu mahasiswa dalam
pemahaman dan meningkatkan daya tarik pengetahuan di bidang
geologi laut.
1.4 Waktu dan Tempat
Kegiatan kunjungan studi ini dilaksanakan pada tanggal 5
Desember 2014 di Pusat Penelitian
dan Pengembangan Geologi Laut (P3GL) Cirebon.
-
Pascasarjana Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor, 2014
II. TEKNIK DAN PROSES 2.1 Teknik Pengambilan Sedimen dan Teknik
Penanganannya
Jenis peralatan dan bahan yang digunakan dapat dilihat pada
Tabel 1. No. Jenis Alat Bahan 1. Gravity Core
Sampel Sedimen Dasar Perairan
2. Piston Core 3. Vibran Core 4. Boomerang Core 5. CASQ Core 6.
Multi Corer Grabber 7. CTD 8. Tube Plastics 9. Grab Core
Tabel 1. Alat dan Bahan yang Digunakan 2.1.1 Teknik Penanganan
dan Pembahasan
Sedimen adalah material bahan padat yang berasal dari batuan
yang mengalami proses pelapukan, peluluhan (disintegration),
pengangkutan oleh air, angin dan gaya gravitasi serta pengendapan
atau terkumpul oleh proses alam sehingga membentuk lapisan-lapisan
dipermukaan bumi yang padat atau tidak terkonsolidasi
(Isnaniawardhani dan Natsir, 2010).
Sedimen pada permukaan dasar laut umumnya tersusun oleh material
biogenik yang berasal dari organisme, material autigenik hasil
proses kimiawi laut, materi residual, materi sisa pengendapan
sebelumnya dan material detritus sebagai hasil erosi asal daratan
(Boggs, 2006). Duxbury, et al., (1993) menyebutkan bahwa tepian
benua dan dasar laut mendapatkan suplai partikel-partikel secara
terus menerus dari berbagai sumber. Apakah partikel-partikel
tersebut asli dari organisme hidup di daratan, atmosfer atau dari
laut itu sendiri, kesemuanya disebut sedimen ketika terakumulasi di
dasar perairan laut.
Proses sedimentasi merupakan pengendapan butiran sedimen
dari
kolom air ke dasar perairan. Perairan ini meliputi rangkaian
pelepasan (detachment), dalam bentuk tersuspensi (suspension),
melompat (saltasion), berputar (rolling) dan menggelinding
(sliding) (Roza, 2011). Selanjutnya butiran-butiran tersebut akan
mengendap bila aliran air tidak dapat mempertahankan geraknya.
Proses sedimentasi merupakan parameter yang paling menonjol dalam
hubungannya dengan penyebaran material bahan dasar laut atau
pendangkalan dan bahan yang tersuspensi yang berada di dalam kolom
air, selanjutnya proses ini akan merubah kedalaman dan konfigurasi
pantai sehingga merubah keadaan dasar laut, baik secara vertikal
maupun secara horizontal (Uktoselya, 1992).
Sedimen memegang peranan penting dalam rantai nutrien yang
terjadi di lautan yang kemudian dipengaruhi oleh proses fisik laut
yang selanjutnya akan berdampak terhadap proses biologis organisme
yang ada baik organisme bentik, nekton maupun planktonik. Sedimen
merupakan wadah penyimpanan utama unsur hara berupa fosfor
dalam
-
Pascasarjana Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor, 2014
siklus yang terjadi di laut yang umumnya berbentuk partikular
dengan oksida besi maupun hidroksida (Risamasu dan Prayitno,
2011).
Seperti yang dijelaskan saat kegiatan kunjungan ke Pusat
Penelitian dan Pengembangan Geologi Laut (P3GL) Cirebon, proses
pengambilan sampel sedimen menggunakan alat yang disebut Core
ataupun Grab. Core merupakan peralatan pengambilan sampel sedimen
yang dapat terbuat dari material besi, baja maupun plastik. Cara
kerja core secara umum adalah setelah memasuki kolom air core akan
bergerak perlahan dan semakin pelan ketika telah berpenetrasi
dengan substrat sedimen di dasar perairan. Menurut OHIOEPA (2001)
pada beberapa contoh core untuk pengambilan sampel sedimen telah
dilengkapi dengan perangkap sedimen (sediment catcher) yang membuat
pengambilan sampel sedimen menjadi lebih mudah pada setiap lapisan
sedimen yang akan diambil. Berdasarkan data yang diperoleh dari
Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Laut (P3GL) Cirebon core
yang digunakan terdiri dari gravity core, piston core, vibran core
dan boomerang core.
Gravity core merupakan jenis core yang bekerja dengan
memanfaatkan gaya berat dan gaya gravitasi bumi untuk dapat
melakukan penetrasi ke dalam lapisan substrat sedimen. Alat ini
memiliki ukuran panjang yang bervariasi sesuai dengan kebutuhan
pengambilan
sampel. Gravity core digunakan untuk mengambil sedimen dengan
tetap menjaga urutan dari geologi laut dari sedimen tersebut
(Supriyadi, 1996). Contoh gravity core dapat dilihat pada Lampiran
3.
Peralatan selanjutnya adalah piston core, cara kerja dari piston
core adalah dengan menggunakan pemicu yang disebut dengan trigger
dimana pemicu tersebut digunakan pada saat core akan tiba di dasar
laut atau pada permukaan sedimen. Piston yang terdapat di core
tersebut berfungsi sebagai alat bantu mengangkat core setelah
sampel sedimen terperangkap di core.
Sampel sedimen yang telah diperoleh kemudian diberi perlakuan
agar tidak rusak dengan cara disimpan pada wadah khusus pada suhu
dibawah 10C, hal ini bertujuan agar sampel sedimen tidak rusak dan
tetap berada pada suhu yang sama atau disesuaikan dengan suhu dasar
perairan dimana sampel sedimen tersebut diambil. Untuk gambar jenis
piston core dapat dilihat pada Lampiran 4.
Jenis core selanjutnya adalah vibran core. Vibran core merupakan
alat pengambil sampel sedimen dengan memanfaatkan tenaga getaran
yang dihasilkan oleh core tersebut. Alat ini dapat membuat getaran
dengan kisaran 3.000-11.000 getaran per menit (VPM). Kegunaan dari
vibran core adalah untuk mengambil sedimen bertipe pasiran halus di
dasar perairan. Contoh dari vibran core dapat dilihat pada Lampiran
4.
2.2 Teknik Analisis Fraksinasi
Pengolahan sampel sedimen pada Pusat Penelitian dan Pengembangan
Geologi Laut (P3GL) Cirebon adalah menggunakan metode
pipet dan analisis fraksinasi. Analisis fraksinasi atau metode
fraksinasi adalah metode analisis sedimen dengan menggunakan
prinsip
-
Pascasarjana Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor, 2014
fraksional dari ukuran materi-materi penyusun sedimen. Alat yang
digunakan untuk melakukan pemisahan antar materi-materi sedimen
tersebut adalah saringan bertingkat yang meiliki ukuran yang
berbeda pada setiap saringannya (Hamzah dan Setiawan, 2010).
Proses analisis sedimen menggunakan metode fraksinasi ini untuk
tahapan awal adalah dengan melakukan analisis megaskopik, yaitu
analisis terhadap karakter-karakter sedimen yang tampak dan dapat
dirasa oleh indera tubuh manusia. Analisis ini meliputi penentuan
warna, pengestimasian lapisan sampel sedimen dan pendugaan struktur
pembentuk sedimen dengan cara dipegang atau melakukan perabaan pada
permukaan sampel sedimen dan hasil dari analisis awal menggunakan
metode analisis megaskopik ini selanjutnya dicatat.
Tahapan selanjutnya adalah tahapan metode fraksinasi atau
tahapan pemisahan materi penyusun sampel sedimen tersebut. Cara
kerja dari metode ini adalah dengan mengambil sebagian sampel
sedimen selanjutnya dimasukkan kedalam saringan bertingkat.
Kemudian saringan bertingkat tersebut diguncang dengan menggunakan
bantuan shaker dan selanjutnya materi-materi dari sampel sedimen
tersebut akan mulai terpisah ke masing-masing tingkatan saringan
sesuai dengan ukuran dari materi-materi sampel sedimen
tersebut.
Hasil dari penyaringan pada tiap-tiap tingkatan dari saringan
tersebut kemudian diletakan dalam wadah terpisah antar tiap
materi-materi sedimen yang telah diayak dan terpisah tadi. Jika
pada materi-materi hasil penyaringan tersebut ditemukan materi yang
berukuran lebih kecil dari 63 um atau 4 maka harus dilakukan
analisis tambahan dengan menggunakan metode pipet, cara pengerjaan
metode pipet adalah sebagai berikut: 1. Sampel sedimen yang
berukuran
63 um adu 4 dimasukkan ke dalam gelas ukur dengan ukuran 1,5
liter. Selanjutnya tambahkan larutan dispersan hingga volume sampel
menjadi 1.000 ml.
2. Selanjutnya lakukan proses pengadukan dengan menggunakan stik
atau tongkat pengaduk, lama waktu pengadukan disesuaikan dengan
suhu ruangan dan tetapan lama waktu pengadukan yang telah dihitung
sebelumnya.
3. Selanjutnya masukan pipet ke dalam larutan yang telah diaduk
tadi, usahakan pipet yang dimasukkan tidak mengakibatkan larutan
teraduk kembali.
4. Terakhir letakkan sampel yang telah diambil menggunakan pipet
tadi ke dalam cawan petri untuk dilakukan proses analisis.
Untuk melihat saringan bertingkat dan proses metode pipet dapat
dilihat pada Lampiran 5.
2.3 Teknik Analisis Foraminifera
Foraminifera merupakan organisme bersel tunggal yang mempunyai
kemampuan berbentuk cangkang dari zat-zat yang berasal dari dirinya
sendiri atau dari benda asing di lingkungannya. Dinding
cangkang tersebut mempunyai komponen dan struktur bervariasi
(Natsir, 2010). Foraminifera mempunyai ukuran yang beragam mulai
dari 3 m sampai 3 mm (Haq dan Boersma, 1983).
-
Pascasarjana Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor, 2014
Foraminifera merupakan salah satu kelompok zoobentos yang
memiliki respons cepat terhadap lingkungan atau perubahan
lingkungan atau perubahan akibat aktivitas manusia (Rositasari dan
Rahayuningsih, 1993). Foraminifera merupakan komponen meiobentik
dari komunitas dasar perairan dan memiliki peran sebagai produsen
kalsium karbonat dalam sedimen (Hallock, 1974).
Analisis foraminifera dilakukan dengan cara pengerjaan di
laboratorium dengan beberapa tahapan. Persiapan analisis sampel
menggunakan metode Kennedy dan Ziedler (1976) yang terdiri dari
tahapan pencucian sampel, pemisahan foraminifera dari sedimen,
deskripsi dan identifikasi.
Pencucian sampel menggunakan air mengalir di atas saringan
hingga bersih. Sampel yang telah dicuci dimasukkan ke dalam botol
koleksi dan botol film yang
telah diberi alkohol untuk pengawetan serta diberi label untuk
analisis lanjutan. Proses pemisahan sedimen dan foraminifera adalah
dengan cara menyebarkan sampel yang telah dicuci pada kaca objek
dan diperiksa dengan mikroskop binokuler dan difoto menggunakan
kamera digital (Silmiah, 2013).
Sampel yang telah didapatkan dideskripsikan dan diidentifikasi.
Individu yang telah dipisahkan diklasifikasikan berdasarkan
morfologinya seperti bentuk cangkang, bentuk kamar, susunan kamar,
jumlah kamar, ornamentasi cangkang, posisi apertura dan prolocolus.
Sedangkan untuk proses pengukuran parameter panjang cangkang
ditentukan dengan menarik garis melintang dari apertura cangkang.
Sedangkan lebar cangkang ditentukan dari ukuran terlebar dari
cangkang pada bagian median cangkang (Silmiah, 2013).
2.4 Teknik Analisis Sedimen dengan Metode Akustik
Salah satu dari teknologi hidroakustik kelautan adalah
penggunaan Multibeam Echosounder dalam proses survei di bidang
akustik kelautan. Multibeam Echosounder menggunakan prinsip yang
sama dengan Singlebeam namun perbedaannya adalah dari jumlah beam
yang digunakan. Jumlah beam yang dipancarkan oleh Multibeam
Echosounder lebih dari satu pancaran dengan pola pancaran melebar
dan melintang terhadap badan kapal (Edi, 2009).
Setiap beam yang dipancarkan akan memperoleh satu titik
kedalaman hingga akan membentuk profil muka dasar laut saat semua
titik dihubungkan. Hasil sapuan multibeam akan menghasilkan
satuan
luasan yang menggambarkan permukaan dasar laut jika kapal
bergerak maju (Edi, 2009).
Peralatan lain yang digunakan adalah Side Scan Sonar (SSS). Side
Scan sonar menggunakan prinsip backscatter akustik dalam
mengindikasikan atau membedakan kenampakan bentuk dasar laut atau
objek dasar laut (Russel, 2001). Side Scan sonar mempunyai
kemampuan menggandakan beam yang diarahkan pada satu sisi ke sisi
lainnya sehingga kita bisa melihat kedua sisi, memetakan semua area
penelitian secara efektif dan menghemat waktu penelitian. Side Scan
sonar menggunakan narrow beam pada bidang horizontal untuk
mendapatkan resolusi tinggi disepanjang lintasan
-
Pascasarjana Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor, 2014
dasar laut (Klien Associates Inc, 1985).
Material seperti besi, bongkahan, kerik atau batuan vulkanik
sangat efisien dalam merefleksikan pulsa akustik. Sedimen halus
seperti tanah liat, lumpur tidak merefleksikan pulsa suara dengan
baik. Reflektor kuat akan akan menghasilkan pantulan backscatter
yang kuat dan begitu pula sebaliknya. Dengan pengetahuan akan
karakteristik ini pengguna SSS dapat menguji komposisi dasar laut
atau objek dengan mengamati pengembalian kekuatan akustik (Tritech
International Limited, 2009).
Sistem prakata SSS merupakan strategi penginderaan untuk merekam
kondisi dasar laut dengan memanfaatkan sifat media dasar laut yang
mampu memancarkan,
memantulkan atau menyerap gelombang suara. Gelombang suara yang
digunakan dalam sistem SSS mempunyai frekuensi suara antara 100-500
KHz. Pulsa gelombang dipancarkan dalam pola sudut yang lebar
mengarah ke dasar laut, dan gema atau pantulan gelombang diterima
kembali oleh receiver dalam hitungan detik.
Untuk mencari atau menentukan lokasi perekaman mengikuti pola
lintasan survei tertentu dengan menggunakan peralatan penentu
posisi GPS dan video plotter. SSS mampu membuat liputan perekaman
dasar laut dari kedua sisi lintasan survei. Dalam kondisi lautan
yang tenang dan haluan kapal yang lurus, sonogram dapat memberikan
gambar atau image yang sangat tajam dan rinci.
III. KESIMPULAN DAN SARAN
1. Kesimpulan
Dari hasil kunjungan studi yang dilakukan ke Pusat Penelitian
dan Pengembangan Geologi Laut (P3GL) Cirebon dapat diambil
kesimpulan bahwa penelitian mengenai perairan laut khususnya
fenomena geologi dan karakteristik dasar perairan laut di Indonesia
selalu dilakukan kemajuan inovasi-inovasi baru baik dalam
sarana penelitian dan ilmu-ilmu atau kajian yang diteliti.
Dalam kunjungan studi ini juga diketahui masih banyak hal-hal
baru yang masih belum teramati oleh manusia mengenai segala hal
yang berhubungan dengan karakteristik, komposisi dan geologi
perairan laut khususnya di Indonesia.
2. Saran
Diharapkan kedepannya untuk kegiatan kunjungan studi lanjutan,
pihak Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Laut (P3GL) Cirebon
dapat memberikan demo atau contoh pengoperasian alat-alat yang
digunakan dalam penelitian-penelitian yang dilakukan oleh pihak
Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Laut (P3GL) Cirebon di
lapangan.
Keterbatasan waktu dalam menjelaskan mekanisme semua peralatan
yang terdapat di Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi Laut
(P3GL) Cirebon menjadi kendala mahasiswa yang melakukan kunjungan
studi untuk memperoleh informasi yang lebih lengkap dan
memadai.
-
Pascasarjana Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor, 2014
DAFTAR PUSTAKA
Boggs, Jr. S. 2006. Principal of
Sedimentology and Stratigraphy 4th Edition, Hal 553-558, Pearson
Education, Inc., Upper Saddle River New Jersey.
Duxbury, J. M., Harper, L. A., and
Mosier, A. R. 1993. Contributions of Agroecosystems to Global
Climate Change. In Agricultural Ecosystem Effects on Trace Gases
and Global Climate Change (edited by Harper L. A., et al.), pp.
-18. ASA Spec. Publ. No. 55. ASA, CSSA, SSSA, Madison, WI.
Edi, B. P. 2009. Aplikasi Instrumen
Akustik Multibeam dan Side Scan Sonar di Perairan Sekitar Teluk
Mandar dan Selat Makassar. Skripsi (tidak dipublikasikan). Bogor.
Institut Pertanian Bogor. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.
Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan.
Hallock, P. 1974. Sediment
Production and Foraminifera Amphistegina Rnadagascariensis.
Limnology and Oceanology 19(5):802-809.
Hamzah, F. dan Setiawan, A. 2010.
Akumulasi Logam Berat Pb, Cu dan Zn di Hutan Mangrove Muara
Angke, Jakarta Utara. Jurnal Ilmu
dan Teknologi Kelautan Tropis 2(2):41-52.
Haq, B. U. Dan Boersma, A. 1983.
Introduction to Marine Micropalaeontology. Elseiver Biomedical.
New York, Amsterdam, Oxford.
Isnainiawardhani, V, Natsir, M,S.
2010. Tipe Sedimen Permukaan Dasar Laut Selatan dan Utara
Kepulauan Tambelan Perairan Natuna Selatan. Fakultas Teknik
Geologi: Universitas Padjajaran.
Kennedy, C. dan Ziedler, W. 1976.
The Preparation of Oriented Thin Sections in Micropalaeontology:
An Improved Method for Revealing The Internal Morphology of
Foraminifera and Other Microfosils. Micropalaentology
22(1):04-107.
Klien Associates, Inc. 1985. Side
Scan Sonar Record Interpretation. New Hampshire. USA.
Natsir, S. M. 2010. Kelimpahan
Foraminifera Resen pada Sedimen Permukaan di Teluk Ambon. Jurnal
Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis 2(1):9-18.
OHIOEPA, 2001. Sediment Sampling
Guide and Methodologies 2nd Edition. State of Ohio.
-
Pascasarjana Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor, 2014
Enviromental Protection Agency.
Risamasu, F. J. L., dan Prayitno, B.,
2011. Kajian Zat Hara Fosfat, Nitrit, Nitrat dan Silikat di
Perairan Kepulauan Matasiri, Kalimantan Selatan, Ilmu Kelautan, 16,
135-142.
Rositasari, R. dan Rahayuningsih, S.
K. 1993. Foraminifera Bentik. Balitbang Oseanografi, Puslitbang
Oseanografi. LIPI. Jakarta.
Roza, S. Y. 2011. Komposisi
Sedimen di Perairan Bagan Siapiapi. Skripsi. Fakultas Perikanan
dan Ilmu Kelautan: Universitas Riau.
Russel, I. 2001. Basic Principles of
Hydrographic Surveying. Hydrographic Awareness. Seminar and
Course: The Importance of Hydrographic Survey for Management
and
Development of The Coastal Zone; Jakarta, 24-27 April 2001.
Silmiah, R. 2013. Jenis-Jenis
Foraminifera Bentik di Teluk Bayur Padang, Sumatera Barat.
Jurnal Biologi Universitas Andalas. 2(2)-Juni 2013:118123.
Supriyadi, I. H. 1996. Mengenal
Sedimen Laut. Lonawarta XIX: 55-65. Puslitbang Oseanologi.
LIPI.
Tritech International Limited. 2008.
Side Scan Sonar. Uktoselya, H. 1992. Beberapa Aspek
Fisika Air Laut dan Peranannya dalam Masalah Pencemaran. Hal.
143-154 dalam D. H. Kunarso dan Ruyitno (eds) Laporan Seminar
Pencemaran Laut. Lembaga Oseanografi Nasional LIPI, Jakarta.
-
Pascasarjana Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor, 2014
LAMPIRAN 1. Diagram Air Gambaran Urutan Teknik Pengambilan
Contoh Sedimen
Penentuan Site
Melihat Batimetri Perairan Penurunan CTD
Melihat Profil Seismik Penurunan Multi-core
Penurunan Grab Core/CASQ Core
Penurunan Piston Core
Penyimpanan Sampel ke dalam Plastik Tube
Penurunan Gravity Core
Analisis Laboratorium
-
Pascasarjana Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor, 2014
2. Diagram Air Gambaran Urutan Analisis Sedimen di Laboratorium
3. Gravity Core
Sampel Sedimen
Uji Laboratorium
Analisis Magnetic
Susceptibility Sensor
Input Data ke Komputer
-
Pascasarjana Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor, 2014
4. Piston Core dan Vibrant Core Sediment
5. Alat-Alat yang Digunakan Untuk Analisis Sampel Sedimen di
Laboratorium
-
Pascasarjana Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor, 2014
Lampiran 5. Lanjutan
-
Pascasarjana Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor, 2014
6. Diagram Air Prosedur Analisis Fraksinasi di Laboratorium
7. Diagram Air Teknik Analisis Foraminifera
Pengeringan sampel sedimen selama 2 hari
Pengujian uji butir sedimen menggunakan ayakan
bertingkat
Sampel hasil ayakan dimasukkan ke dalam tabung silinder dengan
ditambahkan 1 liter air dan diaduk selama
1 menit
Ambil sampel menggunakan pipet dan keringkan selama
24 jam
Penghitungan berat sampel dan berat wadah
Sampel sedimen dari core
Analisis Megaskopik
(Mengamati warna, besar butiran, kandungan mineral pada sampel
secara visual)
Pemilahan sampel secara sistematik per 10-20 cm
Menganalisis kandungan foraminifera yang terdapat
pada sampel sedimen
-
Pascasarjana Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor, 2014
8. Diagram Air Teknik Interpretasi Karakteristik Sedimen Dasar
dengan Teknik Akustik
Penggunaan Transducer
Gelombang transducer mengenai dasar laut
Gelombang direfleksikan dan kemudian dipancarkan
Foto Udara