Page 1
Tatap muka ke : 7 – 8
POKOK BAHASAN IV
IV. PRINSIP MANAJEMEN PAKAN
Tujuan Instruksional Umum :
Mengetahui prinsip dan tatalaksana pemberian pakan pada ternak potong baik
ruminansia besar (sapi, kerbau), ruminansia kecil (kambing, domba) maupun non
ruminansia (babi dan kelinci) pada berbagai sistem pemeliharaan ternak.
Tujuan Instruksional Khusus :
Mengetahui kebutuhan nutrien pada berbagai komoditi ternak potong.
Mengetahui penyusunan ransum pada ternak potong.
Mengetahui teknik pemberian pakan pada ternak potong.
Mengetahui tatalaksana pakan penggemukan di kandang.
Mengetahui tatalaksana penggemukan di padang rumput.
Uraian Materi :
Pakan merupakan kebutuhan mutlak yang harus selalu diperhatikan dalam
pemeliharaan ternak. Usaha ternak potong akan efisien dan ekonomis apabila
kebutuhan pakan terpenuhi dalam kualitas maupun kuantitas. Pemberian pakan harus
rasional (sesuai kebutuhan ternak) dan sesuai dengan tujuan dari pemeliharaan ternak
potong. Pakan yang dikonsumsi ternak akan digunakan oleh tubuh ternak baik untuk
pokok hidup (maintenance) maupun untuk berproduksi.
Page 2
122
-Kualitas/kuantitas memenuhi syarat (protein,kalori,vitamin,mineral) -Sesuai kebutuhan (BB,kondisi,spesies)
Kebutuhan Nutrien dan Penyusunan Ransum
Jumlah pakan dan keadaan ransom yang akan diberikan pada ternak potong
berbeda sesuai dengan tingkat kelas dan keadaan fisiologisnya. Oleh karena itu untuk
mengetahui kebutuhan nutrisi ternak, harus mengacu pada feeding standard, dalam hal
ini biasanya menggunakan table identifikasi kebutuhan nutrisi ternak berdasarkan fungsi
produksi. Karena di Indonesia saat ini beluim ada pegangan yang telah distandarisasi
dengan pasti dan tepat, maka saat ini masih menggunakan standard dari luar, yaitu
table NRC (National Research Council).
Dalam menyusun ransum, harus diusahakan agar kandungan nutrient sesuai
dengan kebutuhan ternak yang dipelihara, baik untuk kebutuhan pokok, pertumbuhan,
produksi dan reproduksi. Karena tidak ada satu jenis bahan pakan pun yang kandungan
nutrientnya sesuai dengan kebutuhan ternak, maka dalam penyusunan ransum perlu
dikombinasi dengan beberapa jenis bahan pakan lain agar dapat disusun menjadi
ransum yang seimbang.
PAKAN
Breeding Fattening
Ternak kerja
Performens reproduksi
Performens produksi
Performens kerja
Produktivitas anak - gain
Perkembangan populasi
Efisiensi pakan
FCR
Karkas / meat
Efisiensi pakan
Feed cost/gain
Output daya
Efisiensi kerja
Page 3
123
Agar mendapatkan susunan ransum yang seimbang, perlu dipahami beberapa
petunjuk di bawah ini :
Penyusunan ransum : berdasarkan pedoman umur / berat badan ternak dan
berdasarkan kebutuhan nutrien (protein dan energi) untuk pokok hidup dan
produksi per hari.
Konsentrat umumnya digunakan sebagai sumber energi, jumlah energi dalam
ransum tidak boleh kurang dari 3% atau lebih dari 5% dari kebutuhan ternak.
Suplemen protein hanya digunakan untuk meningkatkan kandungan protein
ransum. Pemberian protein tidak boleh lebih dari 5% kebutuhan ternak.
Konsentrat kadang-kadang hanya diperlukan ternak pada sepertiga akhir
kebuntingan, pada ternak kerja atau untuk memproduksi susu atau lemak.
Sapi potong memerlukan pakan berdasarkan bahan kering sebanyak 2% dari
bobot tubuh, sapi yang digemukkan mengkonsumsi pakan 2-3% dari BB, tetapi
bila hanya diberi pakan hijauan saja membutuhkan 5 – 7% BB, terutama bila
hijauan berkualitas rendah.
Ternak babi membutuhkan lebih banyak konsentrat dalam ransum dengan
kandungan protein yang berkualitas tinggi.
Ransum sebaiknya ditambah vitamin A apabila proporsi hijauannya rendah.
Dalam menyusun ransum sebaiknya memperhatikan hal-hal berikut :
Menentukan bahan-bahan yang akan disusun dan sebaiknya sudah diketahui
kandungan nutrientnya (sudah dianalisis proksimat). Dasar penyusunan
ransumnya dapat berdasarkan kebutuhan energi, protein, TDN maupun lainnya.
Usahakan bahan pakan terdiri dari sumber nabati dan hewani agar saling
menutupi kekurangan zat makanan yang dibutuhkan.
Menentukan kelas, umur, tingkat produksi dan kondisi fisiologis ternak yang
bersangkutan sehingga diketahui kebutuhannya baik untuk pokok hidup,
pertumbuhan dan produksinya serta pertambahan bobot badan yang diharapkan.
Page 4
124
Mengetahui margin of safety atau batas pemberian suatu bahan pakan yang
tidak membahayakan bagi ternak yang mengkonsumsinya. Contohnya
pemberian leguminosa tidak boleh melebihi 50% total ransum karena akan
menyebabkan terjadinya rontok bulu.
Pemberian Pakan
Prinsip pemberian pakan :
o Jumlah dan kualitas pakan disesuaikan dengan kebutuhan.
o Manajemen reproduksi / pengaturan perkawinan disesuaikan dengan
kontinyuitas pakan.
o Pengaturan efisiensi pakan dengan memperhatikan breeding load.
Pakan yang diberikan sebaiknya masih segar, pemberian minimal 2 kali sehari.
Usahakan pakan yang diberikan sudah dapat dihabiskan ternak sebelum
dilakukan pemberian pakan berikutnya.
Terdapat beberapa factor yang perlu dipertimbangkan dalam memberikan pakan
untuk ternak potong, khususnya pada ternak sapi, sebagai berikut :
Kondisi. Ternak yang baru masuk kandang penggemukan biasanya masih sulit
makan, karena belum beradaptasi. Sapi yang kurus biasanya lebih cepat
mengkonsumsi pakan dibandingkan dengan sapi yang kondisinya lebih baik.
Umur. Pedet dan yearling cenderung mengkonsumsi pakan sesuai dengan
kebutuhan berdasarkan BB, tetapi sapi yang sudah tua akan mengkonsumsi
pakan lebih banyak dari kebutuhan berdasarkan BB tetapi menghasilkan
pertambahan BB yang lebih rendah dibandingkan dengan sapi yang masih muda.
Bangsa. Pada sapi potong, perbedaan bangsa tidak memberikan pengaruh besar
terhadap perbedaan konsumsi pakan, tetapi bangsa yang mempunyai bobot
badan tinggi, akan mengkonsumsi pakan lebih banyak.
Jenis kelamin. Sapi jantan kastrasi (steer) mengkonsumsi 5 – 10% pakan lebih
banyak daripada sapi dara (heifer) pada bobot badan yang sama.
Page 5
125
Tipe ransum. Pengambilan pakan oleh ternak dipengaruhi oleh kandungan air,
kandungan serat kasar dan tingkat energi pakan. Bila kandungan energi dan
serat kasar relatif konstan, sapi biasanya akan mengkonsumsi lebih banyak
pakan yang kadar airnya tinggi. Kadar serat kasar yang tinggi akan membatasi
pengambilan pakan, karena serat kasar membutuhkan waktu yang lebih lama
untuk dicerna.
Kondisi lingkungan. Saat kondisi lingkungan ekstrim, menjadi panas atau dingin
maka konsumsi pakan biasanya akan menurun. Namun demikian, pada daerah
yang bersuhu dingin, ternak sapi akan lebih banyak makan untuk menghasilkan
lebih banyak energi panas.
Manajemen pakan pada sapi
1. Manjemen pakan induk
Manajemen pakan pada sapi induk ditujukan untuk menunjang agar fertilitasnya
tinggi, menghasilkan susu yang dapat mencukupi kebutuhan pedet agar pedet dapat
tumbuh dengan baik. Kebutuhan pakan induk tergantung pada kondisi fisiologisnya,
apakah induk tersebut sedang bunting, laktasi atau dalam keadaan kering.
Pada fase antara melahirkan sampai akhir masa perkawinan, energi pakan untuk
induk harus ditingkatkan sekitar 50%, sedangkan kebutuhan proteinnya meningkat
hampir dua kali lipat dibandingkan dengan beberapa saat sebelum melahirkan.
Saat paling kritis yang harus diperhatikan dalam pemberian pakan induk (cow)
adalah selama masa beranak, yaitu pada 60 hari sebelum melahirkan sampai 90 hari
setelah melahirkan, karena dampaknya dapat mengakibatkan terjadinya abnormalitas,
bobot lahir rendah, bobot sapih rendah dan kegagalan berahi kembali atau kegagalan
konseptus.
Rendahnya nutrisi pada induk sebelum dan sesudah melahirkan akan
menyebabkan bobot sapih pedet menurun 5 – 10%. Dalam kondisi kekurangan pakan,
induk akan lebih mempertahankan kondisi pedetnya daripada penurunan bobot
tubuhnya sendiri.
Page 6
126
Pakan untuk induk bunting :
Kualitas dan kuantitas pakan yang diberikan akan mempengaruhi pertumbuhan
embrio / foetus, litter size, berat lahir.
Selama trimester pertama, induk bunting memerlukan pakan yang cukup untuk
hidup pokoknya. Dalam hal ini dapat diberikan pakan yang berkualitas rendah,
tetapi memenuhi kebutuhan energinya.
Trimester akhir kebuntingan, duapertiga pertumbuhan janin terjadi pada masa ini,
oleh karena itu pada 90 – 120 hari terakhir kebuntingan, kebutuhan pakan harus
mencapai ADG antara 0,2 – 0,5 kg/hari. Jangan sampai terjadi overfeed
(kelebihan pakan) karena akan menyebabkan induk kegemukan, hal ini akan
mempersulit proses melahirkan.
Program pemberian pakan untuk induk bunting
Pertumbuhan foetus dlm kandungan
A B
Masa bunting Post natal
Keterangan :
A = 2/3 awal kebuntingan
o pakan yang diberikan digunakan untuk pokok hidup dan metabolisme
induk.
o Pertumbuhan janin masih lambat.
B = 1/3 akhir kebuntingan
o Pertumbuhan janin cepat
o pakan induk ditingkatkan karena pakan digunakan selain untuk pokok
hidup dan metabolisme induk juga untuk pertumbuhan foetus.
Pada akhir kebuntingan, sebaiknya pemberian pakan dikurangi agar ternak
mudah dalam melahirkan anak.
Page 7
127
Pakan untuk induk laktasi :
Harus memperhatikan kualitas dan kuantitas pakan yang diberikan, karena akan
berpengaruh terhadap produksi susu induk yang pada akhirnya akan
mempengaruhi gain anak, penyakit dan mortalitas anak.
Pakan yang diberikan juga harus memenuhi kebutuhan induk untuk pemulihan
organ reproduksi (involusi uteri) dan pertambahan bobot badan sampai induk
siap kawin lagi.
2. Manajemen pakan betina pengganti (replacement)
Sapi dara pengganti umur 14 – 15 bulan perlu ADG sebesar 0,5 – 0,7 kg/hari,
sedangkan betina yang telah kawin perlu ADG sebesar 0,5 kg/hari pada 120 hari
pertama kebuntingannya karena nutrisi sangat diperlukan untuk menunjang
pertumbuhannya sendiri dan pertumbuhan janin.
3. Manajemen pakan pejantan
Secara khusus, pejantan diberi pakan yang berkualitas tinggi sekurang-
kurangnya dua bulan terakhir sebelum masa kawin sehingga kualitas semen sudah baik
beberapa minggu sebelum terjadi perkawinan.
Pejantan yearling perlu pertambahan bobot badan sebesar 0,7 kg/hari dan pada
saat itu siap mengawini 10 – 15 ekor betina. Pada umur lebih dari 2 tahun, perlu
pertambahan bobot badan 0,75 kg/hari.
4. Manajemen pakan bakalan
Kebutuhan protein dan energi dari pedet untuk calon bakalan harus ditingkatkan
sejak umur 3 bulan sampai sapih, sebab produksi susu induk mencapai puncak pada 2
bulan setelah lahir. Bila diberikan susu induk saja, maka kebutuhan nutrisi akan kurang,
hanya mampu mencukupu separo kebutuhan saja. Dengan demikian, walaupun belum
disapih, pedet yang akan digunakan sebagai bakalan harus diberi pakan (minimal dalam
bentuk hijauan) sebanyak setengahnya dari seluruh kebutuhan. Dalam keadaan ini
pemberian creep feeding menjadi sangat penting terutama apabila rumput kurang.
Page 8
128
Manajemen pakan pada domba
a. Manajemen pakan induk
Kebaikan domba induk adalah lebih efisien dalam mengkonsumsi hijauan
padangan dalam jumlah yang cukup banyak. Terdapat 2 fase kritis pada domba
yaitu pada saat akhir kebuntingan dan saat awal laktasi.
Untuk meningkatkan produktivitas domba dan kambing diperlukan suplemen
pakan.
Pemberian pakan pada domba dan kambing dibedakan menurut status fisiologis
ternak.
Pakan induk bunting
Pakan untuk breeding ewe
Flusing ewes : pemberian pakan ekstra 2 – 3 minggu sebelum masa kawin untuk
meningkatkan jumlah ovum, meningkatkan litter size, meningkatkan lamb / kid
crop 10 – 20 %
Pakan selama musim kawin : dari pakan flusing, efeknya akan berlanjut sampai
musim kawin, sehingga pemberian pakan flushing sampai dengan ternak kawin.
Pakan induk bunting
Dibedakan antara pakan untuk awal & tengah kebuntingan dan pakan untuk akhir
kebuntingan. Pakan yang baik selama kebuntingan merupakan kunci sukses untuk
panen cempe yang sehat dan kuat.
Janin akan tumbuh pesat mencapai 2/3 bobot lahirnya selama 6 minggu terakhir
kebuntingan. Bobot tubuh induk akan bertambah sebesar 9,1 – 13,6 kg selama
kebuntingan atau sebesar 3,6 – 6,8 kg selama 4 – 5 minggu kebuntingannya. Apabila
terjadi kekurangan nutrient selama 6 minggu terakhir kebuntingan, akan menyebabkan
bobot lahir cempe rendah, cempe lahir lemah, mortalitas cempe tinggi, pertumbuhan
cempe lambat dan rendahnya produksi susu induk rendah.
Oleh karena itu selama 4 minggu terakhir kebuntingan, induk domba perlu diberi
pakan sebanyak 0,25 – 0,7 kg/hari dalam bahan kering.
Page 9
129
Fungsi pakan pada induk bunting :
Untuk meningkatkan jumlah cempe yang hidup sehat dengan sehat dan kuat.
Memperpanjang umur produktif induk.
Meningkatkan produksi susu induk, sehingga cempe yang dihasilkan lebih sehat.
Meningkatkan produksi wool (untuk domba).
Menurunkan kemungkinan induk kehilangan cempe akibat kelelahan / kelemahan
pada waktu melahirkan.
Pakan pada periode akhir kebuntingan :
Merupakan periode kritis pakan
Satu bulan terakhir pada akhir masa kebuntingan, foetus tumbuh cepat sehingga
membutuhkan pakan yang lebih banyak baik dari kuantitas maupun kualitas.
Kehilangan cukup energi pakan dapat menimbulkan ketosis pada induk.
Pakan induk laktasi
Pakan untuk induk laktasi perlu mengandung energi, protein, kalsium, fosfor dan
vitamin untuk dapat memproduksi susu sebanyak 1 – 2 kg/hari guna menunjang
pertumbuhan cempenya. Banyaknya kebutuhan pakan induk laktasi tergantung pada
banyaknya cempe yang dilahirkan.
Pakan untuk pejantan (ram)
Dalam kondisi normal pejantan membutuhkan pakan tambahan selama musim
kawin.
Pejantan-pejantan yang gemuk (over fat) sebelum digunakan untuk perkawinan,
perlu dikurangi lemaknya (dikuruskan) lebih dahulu dengan cara kombinasi
antara penurunan / pengurangan pakan dan exercise.
Manajemen pakan cempe
Selain susu kolostrum dari induk, cempe harus diberikan creep feeding di
kandang agar cempe dapat tumbuh lebih cepat, lebih efisien dalam menggunakan
Page 10
130
pakan pada umur tersebut, lebih cepat mencapai bobot pasar pada umur muda
sehingga lebih cepat terjual dengan harga tinggi.
Kandungan protein pada pakan creep sebaiknya berkisar antara 15 – 16%,
dengan ditingkatkan menjadi 18% dapat dilakukan penyapihan dini. Kandungan protein
pakan tergantung pada bobot badan cempe, untuk cempe dengan BB 13,5 kg,
kandungan protein pakan 18 – 20%, BB 13,5 – 32 kg kandungan protein pakan 14 –
16%, sedangkan BB lebih dari 32 kg cukup 12 – 14% saja.
Pakan untuk cempe yang masih menyusu tergantung pada pakan dan produksi
susu induk. Pakan untuk cempe pada penyapihan awal atau orphan (cempe yatim /
piatu) :
Cempe diberi pakan creep feeding, berupa biji-bijian halus / digiling, hijauan yang
diberikan berkualitas baik. Kalau hijauan yang diberikan berkualitas rendah,
cempe diberi suplemen dengan protein dan vitamin.
Pakan dari sapih sampai dengan dijual :
Bervariasi, tergantung pada kondisi ekonomi dan klimat serta pakan yang
tersedia.
Teknik pemberian pakan :
Pemberian konsentrat dan hijauan sebaiknya diatur waktunya agar memberikan
tingkat kecernaan ransum yang lebih tinggi.
Kontinyuitas pakan tersedia.
Murah dan mudah didapat.
Memperhitungkan rasio energi dan protein, mineral dan vitamin (pakan rasional).
Pemberian sesuai kebutuhan dan efisien.
Jumlah pemberian pakan optimum, tetapi konversi pakan rendah.
Pakan yang diberikan tidak beracun.
Teknik pemberian pakan efisien (gambar 1).
Page 11
131
TEKNIK PEMBERIAN PAKAN
Pemberian konsentrat Waktu Pemberian konsentrat dua kali sehari pemberian tiga kali sehari
08.00
09.00
10.00
11.00
12.00
13.00
14.00
pemb 16.00
17.00
18.00
19.00
Gambar 1. Teknik pemberian ransum pada penggemukan sapi.
METODE PRAKTIS PEMBERIAN PAKAN SAPI POTONG
Pola pemberian pakan adalah sebagai berikut:
a. Pada waktu pagi di beri pakan hijauan.
b. Pada jam 12.00 siang hari diberi pakan kosentrat, setelah konsentrat habis
kemudian diberi pakan hijauan.
c. Pada jam 16.00 sore diberi pakan kosentrat dan kemudian hijauan sampai jam
21.00.
d. Setelah jam 21.00 malan, lalu lampu di matikan dan sapi diharapkan tidur.
Kenapa pagi diberi hijuan, ini untuk merangsang bergeraknya rumen dalam alat
pencernaan sapi, dimana ada 4 tahapan proses pencernaaan sapi.
Untuk melihat hasil pencernaan sapi sudah maksimal bisa dilihat dengan cara: ambil
kotoran sapi kemudian masukan dalam gelas berisi air panas suhu 70 derajat celcius
kemudian aduk dan setelah itu letakkan dalam kertas putih. Hasil pencernaan bisa
Pemberian konsentrat I
Pemberian konsentrat I
Pemberian hijauan
Pemberian konsentrat II Pemberian hijauan 2-3 kali
Pemberian konsentrat II
Pemberian hijauan 2-3 kali
Pemberian hijauan
Pemberian konsentrat III
Pemberian hijauan 2-3 kali
Page 12
132
dilihat seberapa besar pakan yang sudah terurai dan mana yang tidak terurai. Semakin
banyak yang terurai semakin baik.
Komposisi Bahan Makanan Sapi Potong
Bahan Makanan Bahan
Kering
Komposisi Bahan Kering
Abu Protein Lemak Serat
Kasar BETN
Rumput alam lahan
kering 24,4 14,5 8,20 1,44 31,7 44,7
Rumput alam lahan
berair 19,7 12,5 10,2 2,77 35,4 39,1
Legum Calopogonium
muconoides 29,4 8,81 15,8 3,24 33,7 38,4
Legum Centrosema
pubescens 24,1 9,43 16,8 4,04 33,2 36,5
Dedak padi halus 87,7 13,6 13,0 8,64 13,9 50,9
Dedak padi kasar 89,2 16,9 8,36 3,97 28,9 41,9
Bekatul 88,0 9,98 12,8 8,10 7,13 62,0
Bungkil kelapa 88,6 8,24 21,3 10,9 14,2 45,0
Tetes 82,4 11,6 3,94 0,30 0,40 84,4
Ubi jalar 32,0 2,65 3,20 1,40 3,45 89,9
Jagung 86,8 2,15 10,8 4,28 2,55 80,2
Sumber: Sugeng (2001)
Hijauan rumput diberikan dalam bentuk potongan-potongan kecil. Konsentrat
yang dibuat terdiri dari campuran beberapa bahan makanan yang diformulasikan sesuai
dengan kebutuhan ternak akan nutrisinya. Perbandingan pemberian bahan kering
antara hijauan dan konsentrat yang baik adalah 50% : 50%.
Sebelum diberikan, tempat pakan dibersihkan dari sisa-sisa pakan yang tidak
termakan pada hari sebelumnya atau sudah berjamur. Apabila masih layak dimakan,
pakan tersebut tidak dibuang tetapi diberikan kembali pada sapi. Terutama sisa
konsentrat, dicampurkan kembali dengan konsentrat yang baru. Pemberian pakan dua
kali sehari. Pakan hijauan diberikan terlebih dahulu pada pagi hari sekitar pukul 07.30-
09.00 dan pakan konsentrat diberikan pada siang hari sekitar pukul 11.00-13.00.
Page 13
133
Menyusun Ransum untuk Domba
1.1. Latar Belakang
Pakan ternak merupakan komponen biaya produksi terbesar dalam suatu usaha
peternakan. Oleh karena itu pengetahuan tentang pakan dan pemberiannya perlu
mendapat perhatian yang serius. Ransum yang diberikan kepada ternak harus
diformulasikan dengan baik dan semua bahan pakan yang dipergunakan dalam
menyusun ransum harus mendukung produksi yang optimal dan efisien sehingga usaha
yang dilakukan dapat menjadi lebih ekonomis.
Hal-hal yang berkaitan dengan pemberian pakan ternak adalah kebutuhan
nutrisi ternak, komposisi nutrisi bahan pakan penyusun ransum dan bagaimana
beberapa bahan dapat dikombinasikan (penyusunan ransum standart) untuk mencukupi
kebutuhan ternak.
1.2. Bahan Pakan Ternak Kambing/domba
1. Pakan Dasar, terdiri dari hijauan baik berupa rumput-rumputan dan daun-daunan
maupun limbah pertanian.
Ciri-ciri hijauan pakan ternak berupa rumput-rumputan:
- Serat kasar tinggi
- Mutu rendah
- Kandungan protein lebih rendah dari hijauan
Beberapa rumput unggul yang perlu dibudidayakan untuk penyediaan hiajauan yang
berkelanjutan antara lain:
a. Rumput Gajah
b. Rumput Brachiaria
c. Jerami padi
d. Jerami kacang tanah
2. Pakan ternak tambahan, yaitu pakan yang terdiri dari serealia, kacang-kacangan,
tepung ikan, bungkil kelapa, bungkil kedelai, mineral dan vitamin.
a. Dedak
b. Bungkil kedelai
c. Tepung ikan
Page 14
134
1.3. Kebutuhan Nutrisi Kambing/Domba
Domba/kambing termasuk dalam golongan ternak ruminansia yang dicirikan
dengan berlambung ganda dan adanya aktifitas mikroorganisme dengan intensitas
yang tinggi pada lambungnya. Hal ini akan mempengaruhi bahan pakan yang
dibutuhkan dan kebutuhan akan zat nutrisinya. Dengan adanya aktifitas
mikroorganisme maka domba/kambing tidak memerlukan protein yang tinggi dan
bahkan bisa memanfaatkan urea sebagai sumber protein.
Nutrisi atau zat makanan adalah senyawa kimia yang terdapat dalam makanan
yang dapat dicerna menjadi senyawa lain yang digunakan untuk berfungsinya organ
fisiologis dalam rangkaian proses perkembangan, pertumbuhan dan produksi ternak.
Zat gizi yang penting adalah:
1. 1. Air
Air merupakan unsure terpenting dan mutlak dibutuhkan oleh makhuluk hidup.
Lebih dari 50% berat badan ternak adalah air. Unsur air mengisi sel-sel tubuh dengan
konsentrasi 7 – 90%. Hasil penelitian menunjukkan ternak lebih tahan tanpa makan dari
pada tanpa air. Fungsi air dalam tubuh:
a. Sebagai pelarut dan media bagi reaksi kimia dalam tubuh
b. Sebagai media transportasi masuknya zat-zat ke dan dari sel tubuh
c. Sebagai pengatur temperatur tubuh
1. 2. Protein
Merupakan unsur yang penting dan dibutuhkan dalam jumlah yang relatif besar
terutama dalam masa pertumbuhan, bunting dan menyusui. Penyusun protein adalah
asam amino, sehingga protein dicirikan dengan kandungan gugus aminanya (-NH2),
walaupun banyak macamnya ada yang mengandung S.
Fungsi protein:
a. Pembentukan dan mengganti sel-sel yang rusak
b. Penting dalam proses pertumbuhan
c. Berperan dalam percepatan reaksi metabolisme dalam tubuh (enzim)
d. Komponen yang penting dalam otot, kulit, rambut/bulu, hormone, immunoglobulin
Page 15
135
1. 3. Lemak
Berfungsi sebagai penghasil asam-asam lemak dan energi, setelah dicerna menjadi
asam lemak dan gliserol. Pencernaan dan penyerapan lemak pada saluran pencernaan
ternak ruminansia terjadi pada usus halus dengan bantuan enzim-enzim dari pangkreas
dan empedu.
1. 4. Mineral
Bahan yang berupa abu setelah suatu bahan dipanaskan dalam temperatur 500
◦C selama 3 jam. Unsure ini dibedakan atas mineral makro dan mineral mikro.
Termasuk dalam mineral makro yaitu unsure Ca, Cl, Mg, P, K, Na dan S. Sedangkan
unsur yang termasuk dalam mineral mikro yaitu Co, Cu, Fe, I, Mn, Mo, Se, dan Zn.
Mineral dibutuhkan dalam jumlah yang sedikit tetapi sangat esensial karena tubuh tidak
mampu mensintesanya sendiri.
1. 5. Karbohidrat
Unsur nutrisi yang sebagian besar (50-80%) merupakan bagian dari bahan kering
bahan pakan. Strukturnya terdiri dari amilum, selulose, hemiselulose dan lignin.
Peranannya sebagian besar sebagai seumber energi
1. 6. Vitamin
Kebutuhan nutrisi ternak setiap harinya dipengaruhi oleh jenis ternak, umur,
bobot badan, kondisi tubuh (sakit/tidak), serta lingkungan (suhu dan kelembaban) dan
status fisiologis (pertumbuhan, dewasa, bunting, menyusui dll). Jadi setiap ternak yang
berbeda kondisinya membutuhkan pakan yang berbeda.
Standar untuk menentukan kebutuhan nutrisi ternak dapat digunakan rekomendasi yang
dikeluarkan oleh Badan Penelitian Internasional (National Research Council/NRC).
Kebutuhan nutrisi untuk domba menurut NRC seperti tertera dalam Lampiran 1 dan 2.
1.4. Menyusun Ransum untuk Domba/Kambing
Langkah pertama menyusun ransum untuk ternak ruminansia adalah
menentukan kebutuhan nutrisinya. Selanjutnya dilakukan formulasi melalui suatu
metode sehingga kebutuhan nutrisi tersebut dapat dipenuhi oleh sejumlah bahan pakan
yang tersedia.
Page 16
136
Langkah-langkah dalam penyusunan ransum adalah:
1. Menentukan kebutuhan nutrisi ternak. Hal-hal yang perlu diperhatikan adalah:
- species ternak
- Berat badan
- Status fisiologis (pertumbuhan, bunting, laktasi dll)
2. Menentukan bahan makanan yang akan digunakan. Hal-hal yang perlu
diperhatikan:
- Jenis bahan pakan yang tersedia
- Kandungan nutrisinya
- Harga bahan pakan
3. Memformulasikan berbagai bahan untuk memenuhi kebutuhan ternak dengan
teknik perhitungan tertentu.
4. Melakukan receck terhadap hasil perhitungan disesuaikan dengan kebutuhan
ternak dihubungkan dengan status fisiologisnya.
5. Menyiapkan ransum yang telah tersusun sesuai dengan kondisi dan kebutuhan
Contoh perhitungan:
1. Menyusun ransum untuk domba penggemukan dengan berat badan 30 Kg
dengan PBBH 50 gram per hari. Sedangkan bahan pakan yang tersedia adalah
rumput Benggala dan daun kaliandra.
Cara mengerjakan:
a. Menentukan kebutuhan ternak dengan data sebagai berikut:
- Jenis ternak: domba
- Berat badan: 30 Kg
- Status : penggemukan
- Kebutuhan nutrisi (lihat Tabel 1 dan 2)
Tabel 1. Kebutuhan Nutrisi Domba
BB(Kg) BK(gram) Konsumsi TDN(%) Protein(%) Ca(%) P(%)
30 1300 64 11 0.37 0.23
Mencari kandungan nutrisi bahan pakan yang tersedia (lihat Tabel 2)
Page 17
137
Tabel 2. Kandungan Nutrisi Bahan Pakan
Bahan pakan BK (%) PK (%) Ca (%) P (%) SK (%)
Rumput Benggala 20 8.7 0.7 0.2 29.9
Daun Kaliandra 39 24 1.6 0.2 -
1. Memformulasikan/menghitung dengan metode Pearson Square
RB 8.7 13 13/15.3 x 100% = 84.96% 11 DK 24 2.3 2.3/15.3 x 100% = 15.03% 15.3
- Jumlah bahan kering (BK) yang tersedia dari :
RB = 84.96% x 1300 = 1104.48 gram
DK = 15.03% x 1300 = 195.39 gram
- Sehingga RB dan DK yang harus disediakan sebagai ransum (dalam bentuk
segar) adalah:
RB = 100/20 x 1104.48 gram = 5522.4 gram atau 5.5 Kg
DK = 100/39 x 195.39 gram = 500.99 gram atau 0.5 Kg
- Kandungan protein ransum :
RB = 8.7/100 x 1104.48 = 96 gram
DK = 24/100 x 195.39 = 46.89 gram 142.89 gram
atau 142.89/1300 x 100% = 10.99 atau 11% - teruskan untuk zat makanan yang lain:
Ca
- RB = 0.7/100 x 1104.48 = 7.73 g
- DK = 1.6/100 x 195.39 = 3.126 g 10.856 g
Atau 10.856/1300 x 100% = 0.835%
P
- RB = 0.2/100 x 1104.48 = 2.209 g
- DK = 0.2/100 x 195.39 = 0.391 g 2.60 g atau 2.6/1300 x 100% = 0.2%
Page 18
138
Sehingga kandungan nutrisi ransum yang disusun adalah
Tabel 3. Komposisi Bahan dan Kandungan Nutrisi Ransum yang Telah Disusun
Bahan pakan Jumlah
gram
BK PK Ca P SK
%
Rumput benggala 5522.40 20 8.70 0.7 0.2 29.9
Daun kaliandra 500.99 39 24.00 1.6 0.2 -
Kandungan nutrisi 6023.39 1300 10.99 0.85 0.2 -
Kebutuhan 1300 11 0.37 0.23 -
1. Membandingkan hasil perhitungan dengan kebutuhan domba (berdasarkan Tabel NRC), sudah
sesuai, maka tidak perlu tambahan sumber mineral lain. 2. Menyiapkan bahan pakan sesuai hasil formula yang disusun, pakan diberikan dalam bentuk
segar.
Contoh 2. Menyusun ransum untuk kambing yang sedang bunting 6 minggu dengan
bobot badan 50 Kg. Bahan pakan yang tersedia adalah rumput lapangan, dedak padi
dan daun lamtoro.
Cara mengerjakan:
Menentukan kebutuhan ternak berdasar Tabel Kebutuhan Ternak (Tabel 4,)
sebagai berikut:
- Jenis ternak : kambing
- Bobot badan : 50 Kg
- Status : bunting 6 minggu
Tabel 4. Kebutuhan Zat Makanan Kambing
BB(Kg) BK(gram) Konsumsi TDN (%) Protein(%) Ca(%) P(%)
50 1700 58 9.3 0.24 0.23
Mencari kandungan nutrisi bahan pakan yang tersedia (lihat tabel kandungan nutrisi
bahan pakan).
Page 19
139
Tabel 5. Kandungan Nutrisi Bahan Pakan yang Digunakan untuk Menyusun Ransum
Bahan pakan BK (%) PK (%) Ca (%) P (%) SK (%)
Rumput lapangan (RL) 35 6.7 - - 34.2
Dedak padi 88.4 13.4 - - 11
Daun lamtoro (DL) 29 22.3 2.1 0.01 14.4
Memformulasikan/menghitung dengan metode Person Square
Kita buat asumsi dedak padi akan digunakan untuk memenuhi kebutuhan BK 10% dari
keseluruhan ransum, sehingga BK dedak padi adalah:
= 10/100 x 1700
= 170 g BK
Kandungan protein yang terpenuhi dari dedak:
= 13.4/100 x 170
= 22.78 g protein
Sehingga untuk menyusun ransum dengan kebutuhan BK 1700 gram dan protein 9.3%
masih kekurangan:
– BK = 1700 – 170
= 1530 gram
– Protein = 9.3% atau 9.3/100 x 1700 = 158.1 gram
= 158.1 – 22.78
= 135.32 g atau 135.32/1530 x 100% = 8.84%
Kekurangan tersebut harus dipenuhi dari hijauan (rumput lapangan dan daun
lamtoro) dengan perhitungan sebagai berikut:
RL 6.7 13.5 13.5/15.64 x 100% = 86.5% 8.84 DK 22.3 2.14 2.14/15.64 x 100% = 13.7% 15.64
Page 20
140
Jumlah BK yang tersedia dari:
- RL = 86.5% x 1530
= 1323.95 g
- DL = 13.7% x 1530
= 209.6 g
Konversi dalam bentuk segar:
- Dedak = 100/88.4 x 170 g = 192.3 gram
- RL = 100/35 x 1323.95 g = 3781.28 g
- DL = 100/29 x 209.6 g = 722.79 g
Kandungan protein ransum:
- Dedak = 13.4/100 x 170 = 22.78 g
- RL = 6.7/100 x 1323.95 = 88.7 g
- DL = 22.3/100 x 209.61 = 46.74 g 158.22 g atau 158.22/1700 x 100% = 9.3 %
Kandungan SK ransum:
- Dedak = 11/100 x 170 = 18.7 g
- RL = 34.2/100 x 1323.95 = 452.79 g
- DL = 14.4/100 x 209.61 = 30.18 g 501.67 g atau 501.67/1700 x 100% = 29.5%
Page 21
141
Kandungan nutrisi ransum yang disusun adalah:
Tabel 6. Komposisi Bahan dan Kandungan Nutrisi Ransum yang Telah Disusun
Bahan pakan Jumlah BK PK Ca P SK
Gram
Dedak 192.3
Rumput Lapangan 3781.28
Daun lamtoro 722.79
Kandungan nutrisi ransum
1700 9.3 - - 29.5
Kebutuhan 1700 9.3 - - -
Membandingkan hasil dengan kebutuhan domba: dari hasil di atas dapat bahwa
kandungan nutrisi ransum yang disusun sudah sesuai dengan standar kebutuhan dan
tidak tersedia data untuk Ca dan P.
Contoh 3. Menyusun ransum untuk domba tujuan penggemukan dengan bobot badan
20 Kg.
Cara mengerjakan:
Menentukan kebutuhan ternak berdasar Tabel Kebutuhan Ternak (NRC)
(Lampiran ) sebagai berikut:
- Jenis ternak : domba
- Bobot badan : 20 Kg
- Status : penggemukan
BB(Kg) BK(gram) Konsumsi TDN (%) Protein(%)
20 600 72 12,39
Mencari kandungan nutrisi bahan pakan yang tersedia (lihat tabel kandungan
nutrisi bahan pakan).
Bahan pakan BK (%) PK (%) TDN (%)
Rumput Gajah (RG) 21 10.0 89
Daun singkong (DS) 23 17.0 81
Jerami padi (JP) 86 4.4 52
Tepung ikan (TI) 90 44.8 75
Page 22
142
Memformulasikan/menghitung dengan metode Person Square
Kekurangan tersebut harus dipenuhi dari hijauan ( rumput lapangan dan daun
lamtoro) dengan perhitungan sebagai berikut:
Golongan bahan dalam kriteria TDN yang berdekatan digabungkan, yaitu
golongan pertama rumput gajah dan daun singkong dan golongan kedua adalah
jerami padi dan tepung ikan.
Menghitung dengan metode pearson square antara RG dengan DS (campuran I)
RG 10 4,61 4.61/7.00 x 100% = 65.85%
12,39
DS 17 2.39 2.39/7.00 x 100% = 34.14%
7.00
Kandungan TDN yang terdapat dalam campuran I adalah:
RG = 65.85 % x 89 = 58.61%
DS = 34.14% x 81 = 27.66% 86.27%
Menghitung dengan metode pearson square campuran II, antara jerami padi dan
tepung ikan
JP 4.4 12.41 12.41/40.40 x 100% = 80.22% 12,39 TI 44.8 7.99 7.99/40.40 x 100% = 19.77% 40.40
Kandungan TDN yang terdapat dalam campuran II adalah:
JP = 80.22% x 52 = 41.72%
TI = 19.77% x 75 = 14.83% 56.55%
Menggabungkan campuran I dan campuran II dengan metode pearson square
berdasarkan kandungan kebutuhan TDN yaitu sebesar 72%.
Camp. I 86.27 15.45 15.45/29.72 x 100% = 52.29% 72
Page 23
143
Camp. II 56.55 14.27 14.27/29.72 x 100% = 47.71% 29.72 Maka prosentase masing-masing bahan dalam ransum adalah sebagai berikut:
RG = 52.29 x 65.68% = 34.44% ------ 3,44
DS = 52.29 x 34.14% = 17.85% 3,0345
JP = 47.71 x 80.22% = 38.27% 1,6839
TI = 47.71 x 19.77% = 9.43% 4,2246
Sehingga kandungan Bahan Kering (BK) setiap bahan pakan adalah:
RG = 34.44% x 600 = 206.64 g
DS = 17.85% x 600 = 107.71 g
JP = 38.27% x 600 = 229.62 g
TI = 9.43% x 600 = 56.58 g 600 gram
- Kebutuhan dalam keadaan bahan segar:
RG = 100/21 x 206.64 = 984.00 g
DS = 100/23 x 107.71 = 465.65 g
JP = 100/86 x 229.62 = 267.00 g
TI = 100/90 x 56.58 = 62.87 g
Susunan dan kandungan nutrisi ransum yang disusun adalah:
Bahan pakan Jumlah BK PK TDN
Gram
Rumput Gajah 984.00
Daun Singkong 465.65
Jerami padi 267.00
Tepung ikan 62.87
Kandungan nutrisi ransum
600 12.39
72
Kebutuhan 600 12.39 72
Page 24
144
Membandingkan hasil dengan kebutuhan domba: dari hasil di atas dapat bahwa
kandungan nutrisi ransum yang disusun sudah sesuai dengan standar
kebutuhan.
TATALAKSANA PADANG RUMPUT / HIJAUAN
Macam-macam padang penggembalaan
Padang rumput permanen
Padang rumput yang terus menerus digunakan sebagai sumber pakan dalam
jangka waktu yang cukup lama.
Padang rumput jangka pendek
Digunakan dalam waktu 2 – 5 tahun
Kemudian lahan diolah untuk tanaman lain
Daya tampung padangan harus maksimal.
Padang rumput rotasi jangka panjang
Penggunaan 6 – 10 tahun
Pergiliran tanaman 1 – 2 tahun saja
Padang rumput sementara
Padang rumput yang digunakan sebagai sumber pakan dalam jangka waktu
maksimal satu tahun.
Tujuannya adalah sebagai sumber pakan pada saat kritis / musim kering, untuk
menjaga kesuburan tanah dan memperbaiki struktur tanah.
Tatalaksana penggembalaan :
Penggembalaan kontinyu (continous grazing)
Ternak digembalakan untuk jangka waktu sangat lama pada suatu areal padang
penggembalaan tertentu / ternak ditempatkan di PP sepanjang tahun / selama
periode pertumbuhan.
Page 25
145
Efek dari penggembalaan kontinyu dapat mengakibatkan terjadinya over grazing
/ under grazing.
Pada under grazing dapat menyebabkan :
Spotted grazing : pengembilan rumput yang tidak merata, pada bagian
tertentu saja.
Selective grazing : pengambilan rumput pada bagian-bagian yang disukai
saja.
Penggembalaan bergilir (rotation grazing)
o Berdasarkan tingkat pertumbuhan HMT.
o Dibagi dalam beberapa petak padang penggembalaan.
o Jumlah petak dihitung berdasarkan :
Waktu rumput regrowth (hari) + 1 Lama waktu penggembalaan (hari)
Contoh :
waktu regrowth = 30 hari
lama penggembalaan 1 petak sampai rumput habis = 6 hari
jumlah petak yang harus tersedia = (30/6) + 1 = 6 petak
Penggembalaan rotasi tertunda (deferred grazing)
o Dengan menyisihkan petak-petak PP tertentu untuk digunakan pada fase
berikutnya, misalnya pada pembuatan standing hay (hay yang diperoleh
dengan cara membiarkan hijauan menjadi kering di tempat tumbuhnya,
tanpa dipotong terlebih dahulu) di daerah tropik.
Penggembalaan jalur (strip grazing)
o Merupakan bentuk intensif dari rotation grazing.
o Dibuat pagar listrik (electric fence) yang dapat dipindah 1 x atau 2 x sehari.
o Hanya bermanfaat pada PP yang bernilai gizi tinggi dan sangat produktif.
Page 26
146
o Keuntungan :
Jumlah HMT yang disediakan terbatas
Kesempatan ternak memilih HMT ditekan serendah mungkin.
Penggunaan PP merata.
Kerusakan karena injakan dan pencemaran kotoran lebih sedikit.
Latihan soal :
1. Jelaskan prinsip-prinsip pemberian pakan pada ternak sapi potong!
2. Jelaskan teknik pemberian pakan pada penggemukan sapi potong yang efisien!
3. Jelaskan program pemberian pakan pada induk domba bunting!
4. Susunlah ransum untuk domba jantan yang akan digemukkan, dengan bobot
badan 30 Kg dan bahan pakan yang tersedia adalah rumput lapangan dan daun
kaliandra
5. Susunlah ransum untuk kambing yang sedang bunting 6 minggu dengan bobot
badan 40 Kg. Bahan pakan yang tersedia adalah rumput lapangan, dedak padi
dan daun lamtoro.
RANGKUMAN SINGKAT
Pakan yang dibutuhkan oleh seekor ternak harus mengandung nutrien antara
lain : protein, karbohidrat, lemak, mineral dan vitamin serta air. Tujuan pemberian pakan
selain untuk memenuhi pokok hidup juga untuk produksi dan bereproduksi. Pemberian
pakan harus sesuai dengan tujuan peternakan, sedangkan penyusunan ransumnya
berdasarkan pedoman umur / berat badan ternak dan berdasarkan kebutuhan nutrien
(protein dan energi) untuk pokok hidup dan produksi per hari.
Page 27
147
Bahan kuliah tambahan
Grazing Management Concepts and Practices1
L. E. Sollenberger, J.M. B. Vendramini, and Y. C. Newman2
Introduction
Grazing management can be defined as the manipulation of livestock grazing to
accomplish a desired result. The desired result depends upon the enterprise, but for
most producers economic goals are of primary importance. Decisions regarding what
grazing management to use are based on the characteristics of the forage being grazed,
animal requirements, input costs associated with adopting a particular system, and the
probability of return on investment.
Grazing management is a powerful tool that strongly influences pasture and animal
performance. Choice of grazing management affects pasture yield, nutritive value, and
stand longevity. Choice of grazing management also affects weight gain or milk
production of an individual animal as well as the amount of milk or meat produced per
acre.
In order to implement an effective grazing management program, there are a number of
important issues of which we should be aware. These include a) what is required for
plants and animals to be productive in a pasture-livestock system, b) what management
choices have the greatest impact on success or failure of a grazing system, and c) how
can the nutritional requirements of the animal be matched with the ability of the pasture
to supply nutrients.
Plant and Animal Requirements
Plants and animals have specific requirements to live and be productive. Plants must
maintain growing points to produce regrowth after grazing. They must also maintain an
energy source, either leaf area that can produce new energy, or stems and roots that
contain stored energy. Animals must have enough forage to eat and it must be nutritious
enough to meet their requirements for maintenance and production. In some cases,
pasture managers (graziers) must favor the pasture in their management decisions, and
in other cases they must favor the animal. For example, if forage is in limited supply, the
Page 28
148
grazier may choose to end grazing and purchase hay if he thinks that further grazing
may seriously weaken the pasture. In a similar situation with a different forage, the
grazier may decide that the pasture is capable of tolerating overgrazing and will allow
grazing to continue and avoid the added cost of purchased feed. Understanding the give
and take between pastures and animals and being able to anticipate the results of
decisions are important steps in designing effective grazing management programs.
Critical Choices Affecting Success of Grazing Systems
The most important choices to be made in designing a grazing management program
are what forages to graze, what animals will do the grazing, and how close and how
often will the pasture be grazed. In this discussion of grazing management, it is
assumed that the forages and types of animals have already been determined. We will
focus on the issues of how close and how often grazing occurs.
How Close
How close to graze is the decision that has the greatest impact on pasture and animal
productivity. Some graziers use pasture height as the indicator of when it is time to move
cattle from a pasture or provide supplement to the animals. Others have a concept of
how many animals they can carry on their pasture over a growing season (stocking
rate). They understand that during dry or cool periods the pasture may be somewhat
overgrazed but during wet and mild times the pasture may be undergrazed.
Whether decisions about how close to graze are based on pasture height or on stocking
rate, closeness of grazing is very important. For the pasture, it determines how much
leaf area is remaining after grazing and how many growing points are available to
provide regrowth. As a general rule, tall-growing, bunch grasses that elevate their leaves
and growing points should be grazed to a taller stubble height than low-growing grasses,
like bahiagrass. The low-growing grasses typically have leaves and growing points at or
very close to the soil surface to protect them from being overgrazed. For the animal,
closer grazing forces them to eat more stem. Stem is less nutritious than leaf, so close
grazing will result in lower weight gain or milk production per animal. Undergrazing
allows animals to select leaf to eat and does not stress the plant, but it results in poor
Page 29
149
utilization of the pasture resource. Although meat or milk production per animal may be
high when pastures are undergrazed, production per acre will be low.
How Often
Consideration of how often to graze a pasture leads directly to the question of whether it
is better to use continuous or rotational stocking. Continuous stocking, also called
continuous grazing, is the continuous, unrestricted access to a pasture by livestock
throughout a year or grazing season. In this type of system, the livestock decide how
frequently and how close a particular plant or area of the pasture will be grazed.
Continuous stocking allows the animals to be more selective in their choice of diet, but it
does not provide for a regular period of rest for the pasture. If continuous stocking is
used with a high stocking rate, plants are defoliated very frequently, depleting their leaf
area, reserves, and growing points. Some desirable pasture species can be eliminated
over time using this type of grazing management. Advantages of continuous stocking
include lower input costs and fewer management decisions.
Rotational stocking, also called rotational grazing, is the grazing of two or more
subdivisions of the pasture, called paddocks, in sequence followed by a rest period for
the recovery and regrowth of the paddock. The major difference between continuous
and rotational stocking is that the grazier, and not the livestock, is controlling the length
of the rest period. Either rotationally or continuously stocked pastures can be
overstocked or understocked, managed well or mismanaged. So, rotational stocking
alone is no guarantee of good pasture management. Advantages of rotational stocking
may include improved pasture longevity, more timely utilization of forage, opportunities
to conserve surplus forage, increased stocking rate (generally 15-30%), more uniform
distribution of excreta by the animals, and better animal management. The latter occurs
because the grazier visits the pasture more often to move animals and sees animal
health problems sooner.
The main decisions that the grazier must make when using rotational stocking are the
length of the rest period between grazings and the length of time that the livestock will
be on one paddock (called the grazing period). With this information, the approximate
number of paddocks needed can be calculated. For example, if the grazier wants a
Page 30
150
pasture rest period of approximately 28 days and a grazing period of 7 days per
paddock, 5 paddocks will be needed. If a rest period of 20 days and a grazing period of
1 day is desirable, then 21 paddocks will be needed. A simple formula to calculate the
number of paddocks needed is the sum of length of grazing period and length of rest
period divided by the length of the grazing period. Many graziers will vary the length of
the rest period with season of the year. During times of slow pasture growth when the
weather is dry or cool, the rest period will be longer. When pasture growth rate increases
because rainfall is plentiful and temperatures are warm, the rate at which the forage
matures also increases. To avoid having stemmy, low quality forage on the pasture, the
rest period must be shortened. This can be accomplished by removing some paddocks
from the rotation and using them for hay or haylage, or by increasing the stocking rate
so that the grazing period can be reduced.
Many of the best managers have a concept of what the pasture height should be when
livestock enter a paddock and when they exit a paddock. These heights are different for
different forages, and sometimes for the same forage at different times of the year. The
nutritional requirements of the animal and the grazing tolerance of the pasture will be the
major factors that determine these heights.
Matching Animal Requirements with the Pasture's Ability to Supply Nutrients
Grazing management practices exist that allow the grazier to allocate nutrients to best
meet the nutritional needs of the grazing animal. Examples include creep grazing, first-
last grazing, and forward creep grazing.
Creep Grazing
Creep grazing is used when the mother is still nursing her offspring. The mothers are
grazing a base pasture and adjacent to the base pasture is a creep pasture that has
been planted to a forage that is high in nutritive value. Creep gates are present in the
fence line between the base pasture and the creep pasture. These gates, or openings,
are large enough that the offspring can pass through, but small enough that the mothers
cannot. Thus the offspring can gain access to very high quality forage that is better able
to meet their high nutrient requirements.
Page 31
151
First-Last Grazing
First-last grazing is used in conjunction with rotational stocking. In this system, the
animals with high nutrient requirements (for example, replacement heifers) enter the
paddock first and remove the leafy, high quality tops of the forage. After they have
removed the most nutritious forage, they are moved to the next paddock. Animals with
lower nutrient requirements (for example, mature dry cows) then are moved into the
paddock that the heifers just left. They graze the stemmy, lower quality material
remaining until a desired pasture height is reached. Using this system, a single forage or
forage mixture can be used to meet the differing nutritional requirements of two classes
of animals.
Forward Creep Grazing
Forward creep grazing is similar to the first-last grazing system. It is used with
rotationally stocked pastures, and there are creep gates between all paddocks. Thus,
when the mothers are grazing a given paddock, their offspring can move freely into the
next paddock to graze high quality forage. Forward creep grazing is different from first-
last grazing in that the animals with high nutrient requirements (the offspring in this case)
can move back and forth between paddocks in the forward creep grazing system.
Summary
Grazing management is an important tool for efficient utilization of the pasture resource.
To manage effectively the grazier must keep plant and animal requirements in mind and
maintain balance between them. Appropriate choices of stocking rate or height of
grazing (how close) and rotational or continuous stocking (how often) are critical to the
success of a grazing system. The best management practices match the nutritional
requirements of the animal with the ability of the pasture to meet these needs. This can
be done through choice of species and by choice of grazing management. Knowledge of
important relationships in pasture-livestock systems is the first step toward good grazing
management practice. There is no substitute for experience, however, and time spent
managing pastures is the best teacher.
Page 32
152
Managed intensive grazing
From Wikipedia, the free encyclopedia
Management Intensive Grazing (MIG,) is the practice of using rotational grazing and
careful, usually daily, management to get optimal production. The technique is applied
with herds of sheep, cattle, and occasionally other animals. The term "MIG" or "MiG"
was popularized by writers and graziers Jim Gerrish and Allan Nation.
One hallmark of MIG systems is rotational grazing, that is, the practice of dividing up
available pasture into multiple smaller areas, called paddocks, and then moving the
animals from one paddock to the next after a number of days. However, in some
instances continuous grazing is an accepted strategy under MIG.
The grazier manages the grazing by determining the number, size, and layout of the
paddocks, when to move animals from one paddock to the next, and when to cut hay or
provide supplemental feed. Also, the grazier can choose to add or remove animals from
the herd to match the herd size to the available pasture.
The decisions are based on estimates of the amount of forage in each paddock, soil
conditions, present and forecast weather conditions, season of the year, and condition
of the animals. Some MIG operations make objective measurements of forage condition
using devices that measure the height of the sward. Others rely more upon personal
observation and assessment.
One of the key concepts in MIG is the grazing wedge, which is the range of sward
heights where the forage grows most rapidly.
The monthly magazine The Stockman Grass Farmer is a leading forum of MIG ideas.
Graze is a primary source of information on dairy grazing and grazing in the northern
U.S. Grazing systems relating to the conservation and sustainable management of
rangelands is researched by the Society for Range Management.
Comparisons with traditional grazing and cattle ranching
For farmers and ranchers with cattle in open fields, there is a tendency for the animals to
beat down and trample the plants across a wide area. The animals also typically
Page 33
153
congregate in one area such as around a water tank, feeding wagon, and often in
riparian areas where degradation of banks can have negative impacts on wildlife.
This repeated trampling of the same areas over and over destroys plant life faster than it
can recover. Eventually sections of the field become a permanent swath of exposed soil.
When it rains this turns into muck a foot deep, which in turn covers the animals and
makes maintaining sanitary conditions difficult. These exposed tracts of land often serve
as seed beds for invasive species of weeds.
The main idea of the paddock is the concept of rest. When a forage plant is grazed, it
must regrow from energy created by the remaining leaves, or from energy stored in the
roots. If the plant is grazed before it has had time to restore its energy, the plant will be
weakened. Rather than the same large areas being repeatedly trampled, the animals
are instead forced to only occupy just a small area of the total field inside the paddock.
By keeping the animals in this one small area, the trampled and grazed plants in other
previously occupied parts of the field are given time to recover and re-establish
themselves.
Additionally, constantly moving the animals every few days between paddocks prevents
animal wastes from building up to extreme levels in small areas. It also permits time for
the wastes to naturally break down so that there is minimal odor from a field of
paddocks, as opposed to a feedlot that is constantly trampled into a wet smelly mixture
of mud, manure, and urine.