Vol. 01, Ed. 20, November 2021 TANTANGAN PROGRAM 20.000 KAMPUNG IKLIM Hal. 1 MENYOAL KOMITMEN PMN KEPADA PT. KAI SEBAGAI LEADING CONSORTIUM KERETA CEPAT Hal. 3 PERMASALAHAN KERETA API CEPAT JAKARTA BANDUNG (KCJB) Hal. 5 TANTANGAN PEMBANGUNAN SMELTER Hal. 7
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Vol. 01, Ed. 20, November 2021
TANTANGAN PROGRAM 20.000 KAMPUNG IKLIM
Hal. 1
MENYOAL KOMITMEN PMN KEPADA PT. KAI SEBAGAI LEADING CONSORTIUM KERETA CEPAT
Hal. 3
PERMASALAHAN KERETA API CEPAT JAKARTA BANDUNG (KCJB)
Hal. 5
TANTANGAN PEMBANGUNAN SMELTER
Hal. 7
Penanggung Jawab
Dr. Asep Ahmad Saefuloh, S.E., M.Si.
Pemimpin Redaksi
Rastri Paramita, S.E., M.M.
Redaktur
Robby Alexander Sirait, S.E., M.E.
Dahiri, S.Si., M.Sc.
Adhi Prasetyo Satrio Wibowo, S.M.
Rosalina Tineke Kusumawardhani, S.E.
Editor
Deasy Dwi Ramiayu, S.E.
Sekretariat
Husnul Latifah, S.Sos.
Memed Sobari
Musbiyatun
Hilda Piska Randini, S.I.P.
Budget Issue Brief Industri dan Pembangunan ini diterbitkan oleh Pusat Kajian Anggaran, Badan
Keahlian Sekretariat Jenderal DPR RI. Isi dan hasil penelitian dalam tulisan-tulisan di terbitan ini
sepenuhnya tanggung jawab para penulis dan bukan merupakan pandangan resmi Badan
Keahlian Sekretariat Jenderal DPR RI.
Artikel 1 Tantangan Program 20.000 Kampung Iklim ..................................................................... 1
Artikel 2 Menyoal Komitmen PMN Kepada PT. KAI Sebagai Leading Consortium Kereta
Cepat ................................................................................................................................................ 3
Artikel 3 Permasalahan Kereta Api Cepat Jakarta Bandung (KCJB) ........................................... 5
Artikel 4 Tantangan Pembangunan Smelter ........................................................................................ 7
7 Industri dan Pembangunan Budget Issue Brief Vol 01, Ed 20, Oktober 2021
Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang
Pertambangan Mineral dan Batubara, pemegang izin pertambangan
wajib melakukan pengolahan dan pemurnian hasil penambangan di
dalam negeri. Peningkatan nilai tambah dilakukan untuk memberikan
multiplier effect baik secara ekonomi, sosial, budaya serta penerimaan
negara. Oleh karena itu, pemerintah mendorong perusahaan
pertambangan mineral dalam pembangunan pabrik pengolahan dan
pemurnian mineral (smelter) di dalam negeri, sehingga mineral yang
dihasilkan oleh perusahaan pertambangan mineral dapat diolah dan
dimurnikan di dalam negeri.
Untuk mendukung hilirisasi mineral, program peningkatan nilai
tambah mineral dan pencapaian pembangunan infrastruktur
pengolahan atau pemurnian hingga tahun 2019 sebanyak 17 smelter
yang sudah dibangun, tahun 2020 sebanyak 19 smelter yang sudah dibangun, sedangkan pada tahun 2021 direncanakan akan terdapat 4
tambahan smelter yang akan beroperasi, sehingga jumlah smelter
menjadi 23 unit pada bulan Juli 2021. Untuk terus meningkatkan
industrialisasi berbasis hilirisasi mineral dalam periode 5 tahun ke
depan akan dibangun 31 smelter di beberapa wilayah di Indonesia sesuai
dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN).
Gambar 1. Pencapaian Smelter
Sumber: Laporan Kinerja, Ditjen Minerba
Terlihat pada pencapaian smelter tahun 2020 dan tahun 2021 juga tidak sesuai target. Jika pemerintah hendak mengejar pembangunan 31 smelter di 5 tahun ke depan, maka berbagai
Komisi VII
TANTANGAN PEMBANGUNAN SMELTER
• Untuk mendukung hilirisasi mineral, program peningkatan nilai tambah mineral dan pencapaian pembangunan infrastruktur pengolahan atau pemurnian (smelter) hingga tahun 2019 sebanyak 17 smelter yang sudah dibangun, tahun 2020 sebanyak 19 smelter dan tahun 2021 sebanyak 23 unit. Dalam 5 tahun ke depan akan dibangun 31 smelter di beberapa wilayah Indonesia.
• Tantangan yang dihadapi dalam pembangunan smelter: masih belum mengetahui memperkuat ekspor dan impor untuk mengurangi neraca defisit, banyaknya perizinan yang harus ditempuh untuk membangun smelter, kurangnya stok bahan baku, masih terbatasnya insentif untuk investasi smelter, ketahanan cadangan nikel semakin berkurang.
• Alternatif kebijakan atas tantangan tersebut antara lain: menaikkan ekspor, mengintegrasikan prosedur perizinan di satu harmonisasi perizinan, melakukan produksi bahan-bahan tambang mineral menjadi produk akhir, mendorong kemudahan pada aspek insentif nonfiskal, mendorong pengelola smelter untuk konsisten mengolah biji nikel dengan kadar rendah tersebut.
HIGHLIGHT
INDUSTRI DAN PEMBANGUNAN
PUSAT KAJIAN ANGGARAN Badan Keahlian
Sekretariat Jenderal DPR RI Penanggung Jawab : Dr. Asep Ahmad Saefuloh,
8 Industri dan Pembangunan Budget Issue Brief Vol 01, Ed 20, Oktober 2021
Permasalahan sebelumnya yang berakibat pada tidak tercapainya target harus dibenahi. Masalah pembangunan smelter antara lain, Pertama masih belum mengetahui bagaimana memperkuat ekspor (value added mineral) dan substitusi impor (barang industri) dengan produk akhir mineral untuk mengurangi neraca transaksi berjalan atau current account deficit (Industri Kontan, 2020). Kedua, banyaknya perizinan yang harus ditempuh untuk membangun smelter, hambatan perizinan dalam alih fungsi lahan serta masih adanya dua perizinan dari Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi Khusus (IUP OPK) dan Izin Usaha Industri (IUI) (Permen ESDM Nomor 16 Tahun 2020, 2020). Ketiga, kurangnya stok bahan baku yang menyebabkan beberapa smelter yang sudah dibangun berhenti, terutama smelter nikel (Industri Kontan, 2020). Keempat, masih terbatasnya insentif untuk investasi smelter yang ada saat ini. Sehingga diperlukan insentif yang dapat menstimulasi dan menjamin dalam rangka pembangunan fasilitas pengolahan atau pemurnian yang berkelanjutan, agar pembangunan smelter dapat berjalan dengan baik (Permen ESDM Nomor 16 Tahun 2020, 2020). Kelima, ketahanan cadangan nikel di Indonesia makin berkurang seiring dengan semakin bertambahnya smelter nikel yang selesai dibangun (Industri Kontan, 2020). Berdasarkan tantangan di atas, maka alternatif kebijakan yang dapat diberikan antara lain, Pertama menaikkan ekspor (value added mineral), hilirisasi hasil tambang bisa meningkatkan penciptaan lapangan kerja juga berpeluang mendorong neraca perdagangan surplus dan mengurangi defisit transaksi berjalan (Current Account Deficit/CAD). Selain meningkatkan ekspor, hilirisasi hasil tambang bisa mengurangi impor. Sebab, barang jadi atau setengah jadi hasil hilirisasi menjadi subsititusi impor. Neraca perdagangan dan neraca transaksi berjalan yang positif akan menjaga stabilitas nilai tukar rupiah. Pembayaran hasil ekspor membutuhkan mata uang lokal, sedangkan impor membutuhkan mata uang asing. Kedua, terdapat dua kementerian yang menerbitkan izin pembangunan smelter yaitu Izin Usaha Pertambangan Operasi Produksi Khusus (IUP OPK) diberikan oleh Kementerian
Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) ESDM dan Izin Usaha Industri (IUI) yang dikeluarkan oleh Kementerian Perindustrian. Mengintegrasikan prosedur perizinan di satu harmonisasi perizinan (IUP Operasi Produksi khusus Pengolahan Pemurnian vs Izin Usaha Industri) Kementerian ESDM dan Kemenperin yang difasilitasi Kemenko Perekonomian. Ketiga, pemerintah dapat melakukan peluang yang terbuka di masa depan untuk industri pertambangan di Indonesia, melalui penciptaan value added product yaitu dengan melakukan produksi bahan-bahan tambang mineral menjadi produk akhir serta membangun pusat-pusat pertambangan beserta produk akhirnya. Keempat, mendorong kemudahan pada aspek insentif nonfiskal seperti perizinan berusaha, lokasi penanaman modal, penyediaan infrastruktur energi yang searah dengan ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. Kelima, dalam peta jalan (roadmap) untuk komoditas mineral nikel adalah peningkatan ketahanan cadangan dan optimalisasi produk bijih nikel yang dilakukan melalui peningkatan eksplorasi, kemudian peningkatan sumber daya jadi cadangan. Hal itu mendorong pengelola smelter untuk konsisten mengolah biji nikel dengan kadar rendah tersebut. Pemerintah juga perlu melakukan pengawasan terhadap perhitungan sumber daya dalam industri nikel dari hulu hingga hilir guna memastikan ketersediaan pasokan dan cadangan yang ada dari hulu.