BAB I PENDAHULUAN0. Latar Belakang0. Maksud dan Tujuan0.
Landasan Hukum
BAB IITANGGAPAN DAN SARAN 2.1. Tanggapan dan Saran terhadap
KAK/TOR
BAB IIIGAMBARAN UMUM Badan SAR Nasional 2.1. Visi dan
Misi2.2.Struktur Organisasi2.3.Tugas Pokok dan Fungsi2.4. Tinjauan
Historis dari Segi Organisasi
BAB IV ISU-ISU STRATEGIS BERDASARKAN TUGAS POKOK DAN
FUNGSI3.1.Isu Strategis3.2.Perumusan Isu Strategis
BAB V STRATEGI DAN KEBIJAKAN0. Strategi0. Kebijakan
BAB VI PENUTUP
PENDAHULUAN1.1. LATAR BELAKANGIndonesia adalah negara kepulauan
dengan luas perairan 2/3 luas daratan yaitu sekitar 1.600.000 mil2.
Perairan Indonesia merupakan salah satu wilayah yang unik dengan
berbagai tipe dan keistimewaaan di tiap daerahnya. Tak jarang
perairan yang kaya sumber daya alam ini berubah menjadi sangat
ganas dan menelan banyak korban jiwa. Tersebarnya pulau pulau di
Indonesia menyebabkan tingginya tuntutan transportasi baik untuk
distribusi barang jasa maupun manusia. Hal ini tentu saja
menyebabkan demand transportasi laut sebagai media penyambung antar
pulau semakin meningkat. Disisi lain sebagai dampak peningkatan
kegiatan ekonomi dan kemajuan tata kehidupan dan penghidupan
masyarakat menambah padatnya jalur transportasi baik darat, laut
maupun udara, dengan konsekuensi logis semakin padatnya arus
transportasi darat, laut maupun udara. Meningkatnya potensi
terjadinya musibah transportasi ataupun bencana lainnya secara
logis tuntutan masyarakat akan kualitas kesiapsiagaan dalam
pelayanan pencarian dan pertolongan menjadi semakin meningkat dan
kompleks. BASARNAS sebagai pemegang komando tertinggi dalam upaya
penyelamatan korban harus berupaya ekstra keras dalam setiap
kecelakaan yang terjadi. Armada transportasi yang beroperasi
haruslah kompatibel dan sesuai dengan kondisi saat ini, namun
kondisi kapal BASARNAS saat ini tidak dapat beroperasi di laut
lepas. Sehingga dibutuhkan desain kapal yang sesuai dengan kondisi
saat ini dan kebutuhan akan pertolongan optimum. Berdasarkan
pemaparan di atas maka perlu dibuat Rencana Strategis yang efektif,
efisien dan terarah dalam rangka mencapai visi dan misi BASARNAS.
Dalam Rencana Strategis (RENSTRA) Badan SAR Nasional ini terdiri
atas kebijakan strategis di tingkat Nasional sehingga dapat
ditindaklanjuti secara lebih teknis. Kebijakan yang dirumuskan
dalam RENSTRA ini didasarkan pada faktor kekuatan dan kelemahan
faktor internal serta peluang dan ancaman faktor eksternal.
Strategi yang dipakai secara umum mengikuti arah pengembangan Badan
SAR Nasional dan secara khusus mengacu pada kebijakan baik di
tingkat nasional maupun internasional.
1.2. MAKSUD DAN TUJUANMaksud kegiatan ini adalah untuk mendukung
Rencana Pembangunan Nasional sesuai dengan UU no 25 tahun 2004
Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional. Dengan tujuan memiliki
gambaran rencana program dan kegiatan BADAN SAR NASIONAL tahun 2014
sampai dengan 2019 sehingga dapat mengarah kepada kesiapan dan
kemampuan dalam penyelenggaraan Operasi SAR pada musibah pelayaran,
penerbangan, bencana dan musibah lainnya dalam suatu Rencana Aksi
SAR Nasional.1.3. DASAR HUKUM Penyusunan program perencanaan
strategis Badan SAR Nasional dan juga sesuai dengan dasar-dasar
hukum yang dipaparkan dibawah ini:1.3.1 Dasar Hukum Tugas
Fungsi/Kebijakana. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1985 tentang
Pengesahan United Nations Convention On The Law Of The Sea
(Konvensi Perserikatan Bangsa Bangsa Tentang Hukum Laut), (Lembaran
Negara Republik Indonesia Tahun 1985 Nomor 76, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 3319);b. Undang-Undang Nomor 24
Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2007 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 4829);c. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang
Pelayaran (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 64,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4958);d.
Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2006 tentang Pencarian dan
Pertolongan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor
89, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4849);e.
Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2008 tentang Penyelenggaraan
Penanggulangan Bencana (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2008 Nomor 42, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
4828);f. Peraturan Presiden Nomor 99 Tahun 2007 tentang Badan SAR
Nasional;g. Keputusan Presiden Nomor 65 Tahun 1980 tentang
Mengesahkan "International Convention For The Safety Of Life At
Sea, 1974", sebagai hasil Konferensi Internasional tentang
Keselamatan Jiwa Di Laut 1974, yang telah ditandatangani Oleh
Delegasi Pemerintah Republik Indonesia, Di London, Pada Tanggal 1
Nopember 1974, Yang Merupakan Pengganti "International Convention
For The Safety Of Life At Sea, 1960", sebagaimana terlampir pada
Keputusan Presiden Ini;h. Peraturan Kepala Badan SAR Nasional
Nomor: PER.KBSN-01/2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Badan SAR
Nasional sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Kepala Badan SAR
Nasional Nomor PK. 07 Tahun 2010;i. Peraturan Kepala Badan SAR
Nasional Nomor PK. 03 Tahun 2012 tentang Petunjuk Pelaksanaan Siaga
SAR;j. Peraturan Kepala Badan SAR Nasional Nomor PK. 04 Tahun 2012
tentang Petunjuk Pelaksanaan Latihan SARk. Peraturan Kepala Badan
SAR Nasional Nomor PK. 05 Tahun 2012 tentang Pedoman
Penyelenggaraan Operasi SAR;
BAB IITANGGAPAN DAN SARAN 2.1. Tanggapan dan Saran terhadap
KAK/TORDari uraian kerangka acuan yang diberi pemberi kerja, pada
latar belakang sudah dapat dipahami oleh tim konsultan.
Landasan-landasan hukum yang diuraikan di KAK sudah komprehensif
dan mendetil sehingga akan memudahkan penerima kerja dalam menyusun
Renstra. Pada bagian ruang lingkup studi sudah dipaparkan secara
jelas penerima manfaat, tata cara dan lokasi kegiatan. Hanya saja
lokasi kegiatan yang diuraikan masih belum komprehensif, tempat
pelaksanaan kegiatan ini, dalam KAK, hanya dilasanakan di kantor
pusat basarnas. Hal tersebut akan menjadi komprehensif ketika
pelaksanaan kegiatan ini dilaksanakan di tataran lokal/daerah.
Input/informasi yang didapatkan dari daerah dapat menjadikan
renstra basarnas ini secara komprehensif mencapai tujuan yang telah
ditetapkan. Pada Bagian Metodologi diuraikan terdapat dua metode
pengumpulan data yaitu data primer dan sekunder. Dalam KAK tidak
diuraikan konsep dan pengertian masing-masing metode. Dalam bagian
metodologi, idealnya, metode masing-masing yang akan digunakan
haruslah diuraikan secara jelas konsep dan pengertian serta
delangkapi juga dengan langkah-langkahnya. Langkah-langkah tersebut
haruslah sesuai tujuan dan sasaran. Maka saran tim penulis dalam
metodologi dari data primer perlu dipaparkan langkah-langkah
sebagai berikut: Penyelidikan Lapangan; In-Depth Interview, Focus
Group Discussion (FGD), Pengisian Matriks, dan Studi Lapangan.
Langkah langkah pada data sekunder adalah dengan Desk Study,
Analisis Deskripsi dan Analisis Komparasi. Metode analisa data yang
diuraikan dalam KAK sudahlah baik, cukup komprehensif dimana
dijelaskan mulai dari tahap persiapan, tahap identifikasi umum,
tahap review, tahap penyusunan tujuan dan sasaran, tahap penyusunan
program dan kegiatan, indicator kinerja program dan kegiatan,
indicator kinerja program dan terakhir target kinerja. Pada
dasarnya tim konsultan sudah memahami KAK yang diberikan oleh
pemberi kerja.
BAB IIIGAMBARAN UMUM3.1. VISI DAN MISI Visi BASARNAS dalam
melaksanakan tugas pokok dan fungsi Badan SAR Nasional adalah :
VISI Berhasilnya pelaksanaan operasi SAR pada setiap waktu dan
tempat dengan cepat, andal dan aman.Pelaksanaan operasi SAR pada
setiap waktu diindikasikan oleh penyelenggaraan operasi SAR yang
efektif dan efisien ditunjang oleh SDM yang profesional, sarana,
prasarana dan peralatan SAR yang memadai sehingga mampu memberikan
kontribusi rasa aman bagi pengguna jasa transportasi dan masyarakat
umum.Untuk mencapai Visi tersebut, Badan SAR Nasional merumuskan
misi dengan mengacu kepada tiga pendekatan yaitu : Pertama,
peningkatan kondisi sarana, prasarana dan peralatan SAR agar dapat
berfungsi dengan cepat dan andal. Kedua, penyiapan Sumber Daya
Manusia yang profesional sehingga mampu bertindak cepat dan
terampil dalam setiap penanganan musibah. Ketiga, ditunjang oleh
kelembagaan dan prosedur kerja yang mantap.Bertitik tolak dari
ketiga pendekatan tersebut BASARNAS merumuskan misi sebagai berikut
:MISI Menyelenggarakan kegiatan operasi SAR yang efektif dan
efisien melalui upaya tindak awal yang maksimal serta pengerahan
potensi SAR yang didukung oleh Sumber Daya Manusia yang
profesional, fasilitas SAR yang memadai, prosedur kerja yang mantap
dalam rangka mewujudkan Visi Badan SAR Nasional.
3.2. STRUKTUR ORGANISASIBasarnas dipimpin oleh kepala badan sar
nasional yang membawahi 2 (dua) deputi yaitu deputi bidang operasi
dan bidang potensi serta sekretaris utama. Deputi bidang operasi
bertanggung jawab dalam pelaksanaan operasi sar sedangkan deputi
bidang potensi bertanggung jawab dalam pembinaan potensi sar baik
sumber daya manusia maupun fasilitas sar. Deputi bidang operasi
terdiri dari: direktorat operasi dan direktorat komunikasi. Deputi
bidang potensi terdiri dari: direktorat sarana dan prasarana serta
direktorat bina ketenagaan dan pemasyarakatan sar. Lebih jelasnya
dapat di lihat pada gambar di bawah ini. Gambar 3.1. Struktur
Organisasi BASARNAS
Dalam melaksanakan tugas pokoknya, Basarnas mempunyai Unit
Pelaksanan Teknis (UPT) di daerah yang disebut Kantor SAR dan Unit
Pelaksana Teknis (UPT) Balai Diklat. Saat ini terdapat 33 Kantor
SAR yang terdiri dari 10 Kantor SAR Kelas A dan 23 Kantor SAR Kelas
B. Kantor SAR mempunyai wilayah tanggung jawab untuk melaksanakan
pembinaan, koordinasi dan pelaksanaan operasi SAR di
wilayahnya.Kantor SAR Kelas A adalah: Kantor SAR Medan Kantor SAR
Jakarta Kantor SAR Surabaya Kantor SAR Denpasar Kantor SAR Makassar
Kantor SAR Biak Kantor SAR Manado Kantor SAR Padang Kantor SAR
Semarang Kantor SAR LampungKantor SAR Kelas B adalah: Kantor SAR
Banda Aceh Kantor SAR Pekanbaru Kantor SAR Tanjung Pinang Kantor
SAR Pangkal Pinang Kantor SAR Palembang Kantor SAR Palu Kantor SAR
Pontianak Kantor SAR Banjarmasin Kantor SAR Balikpapan Kantor SAR
Ternate Kantor SAR Kendari Kantor SAR Kupang Kantor SAR Mataram
Kantor SAR Ambon Kantor SAR Jayapura Kantor SAR Sorong Kantor SAR
Timika Kantor SAR Merauke Kantor SAR Bandung Kantor SAR Jambi
Kantor SAR Gorontalo Kantor SAR Bengkulu Kantor SAR ManokwariUntuk
mempercepat ke lokasi musibah yang tersebar dalam wilayah yang
cukup luas maka Kantor SAR menempatkan Tim rescue di Pos SAR. Pos
SAR ditempatkan di wilayah kantor SAR di dua tempat dengan
prioritas daerah yang mempunyai tingkat kerawanan tinggi terhadap
terjadinya bencana/musibah. Sesuai dengan Peraturan Menteri
Perhubungan no: KM 40 Tahun 2006, tentang Pos Search And Rescue
(POS SAR) terdapat sebanyak 48 Pos SAR yaitu: Sibolga Tanjung Balai
Asahan Nias Cirebon Jember Tulungagung Pelabuhan Gilimanuk
Pelabuhan Padangbai Kab. Bone Kab. Selayar Kab. Nabire Kab. Serui
Lhokseumawe Meulaboh Lubuk Sikaping/ Jambi Bengkalis P. Natuna
Besar Tanjung Balai Karimun Yogyakarta Cilacap Trenggalek
Kayanangan Kab. Manggarai Maumere Sintete Kendawangan Kotabaru
Sampit Tarakan Kutai Timur Bau-Bau/ Buton Kolaka Namlea Banda
Fakfak Wamena Sarmi Agats Kaimana Kimam/ P. Dolak
Gambar 3.2 Peta Sebaran Kantor BASARNAS di seluruh Indonesia
3.3. TUGAS POKOK DAN FUNGSI Perubahan kondisi alam sebagai
dampak terjadinya pemanasan global danpergeseran lempeng bumi telah
meningkatkan kerawanan terjadinya bencana secara simultan juga
sebagai dampak dari kemajuan peradaban manusia dalam hal
peningkatan kegiatan ekonomi dan kemajuan tata kehidupan dan
penghidupan masyarakat menambah padatnya jalur transportasi baik
darat, laut maupun udara, dengan konsekuensi logis semakin padatnya
arus transportasi darat,laut maupun udara. Meningkatnya potensi
terjadinya musibah transportasi ataupun bencana lainnya secara
logis tuntutan masyarakat akan kualitas kesiapsiagaan dalam
pelayanan pencarian dan pertolongan menjadi semakin meningkat dan
kompleks. Disisi lain pengaruh kecenderungan dan perubahan
lingkungan yang mengarah kepada kebebasan khususnya dalam bidang
baik politik, ekonomi, sosial budaya, Pertahanan dan Keamanan dan
geografi dan alam mengisyaratkan perlu adanya kesiapan, kedewasaan
masyarakat dalam menghadapai ketidakpastian lingkungan dengan arif
dan bijaksana. Dinamika tersebut dapat memunculkan konflik, bencana
alam yang dapat menimbulkan korban baik materil maupun immateril.
Maka dari itu, sesuai dengan tugas pokok Badan SAR Nasional yaitu
menyelenggarakan tugas pencarian dan pertolongan pada musibah
pelayaran, penerbangan, bencana dan musibah lainnya Dihadapkan
dengan luasnya wilayah tanggung jawab dan semakin padatnya arus
transportasi, ditambah dengan wilayah NKRI yang boleh dikatakan
sebagai supermarketnya bencana, tentunya dalam rangka meningkatkan
kesiapsiagaan menghadapi musibah yang dapat sewaktu-waktu terjadi
perlu adanya antisipasi dan perencanaan yang tertata secara
komprehensif, terpadu, menyangkut komponen utama dalam
penyelenggaraan pelayanan SAR. Sehubungan dengan hal tersebut
dianggap perlu BADAN SAR NASIONAL memiliki Rencana Strategis.
Dalam tahun 1955 dengan PP No. 5 Tahun 1955 oleh Presiden telah
ditentukan satuan DEWAN PENERBANGAN. Untuk melaksanakan tugasnya
dewan tersebut diberi wewenang membentuk panitia teknis diantaranya
panitia pencari dan pemberi pertolongan atau panitia SAR dengan
tugas:1. Pembentukan Badan Gabungan SAR.2. Regional Centra3.
Anggaran pembiayaan dan materil.Pada tahun 1989 panitia SAR
tersebut dianggap tidak sesuai lagi dengan dengan keadaan atau
situasi dan kondisi pada saat itu, sehingga oleh beberapa pejabat
dari penerbangan sipil dan militer (ABRI) usaha ini tidak tercapai
karena beberapa hal, diantaranya:1. Tidak tersedia anggaran dan
materil.2. Perubahan politik dalam negri.3. Perubahan dalam
organisasi pemerintah.Sejak tahun 1950 negara kita sudah menjadi
anggota ICAO (International Civil Aviation Organitation) dan pada
tahun 1966 dengan Keppres No. 203 tahun 1966 negara kita juga telah
terdaftar sebagai anggota ICMO (Intergovernmental Maritime
Consultative Organization). Dengan demikian diharapkan negara
Indonesia memiliki organisasi SAR Nasional yang mampu menangani
berbagai musibah nasional maupun internasional. Akan tetapi
nampaknya hal tersebut belum dapat diwujudkan.Hingga tahun 1968
baik instansi militer maupun sipil sesungguhnya telah memiliki
peralatan, sarana dan sistim komunikasi yang dapat digunakan untuk
pelaksanaan operasi SAR. Beberapa kegiatan SAR pun telah pula
dilakukan, namun kenyataannya banyak kecelakaan-kecelakaan baik
penerbangan maupun pelayaran yang telah terjadi di negara kita
belum pernah mendapat pertolongan secara cepat dan tepat. Hal itu
dikarenakan setiap instansi yang berpotensi SAR dalam melakukan
pertolongan masih secara masing-masing dan tidak terkoordinasikan
sama sekali, sehingga tidak sesuai dengan apa yang
diharapkan.Menyadari akan hal tersebut, para pejabat dari beberapa
instansi merasa terpanggil kembali untuk bersepakat membentuk
organisasi SAR Nasional yang terkoordinir dibawah satu komando.
Dalam usaha ke arah realisasi yang dimaksud dan disebabkan karena
keadaan yang sudah sangat mendesak, maka dikeluarkan surat
keputusan Menteri Perhubungan No. T.20/I/2-U tentang ditetapkannya
Tim SAR lokal Jakarta yang tugas pembentukannya diserahkan kepada
perhubungan udara.Dengan adanya permintaan bantuan SAR dari
daerah-daerah kepada tim pekerja penyusun SAR lokal Jakarta serta
telah diadakannya beberapa operasi SAR secara konkrit oleh tim
tersebut, maka organisasi SAR lokal jakarta tersebut boleh
dikatakan merupakan langkah pertama kearah pengisian Badan SAR
Nasional.Sejak tahun 1968 SAR di Indonesia adalah merupakan salah
satu dari proyek-proyek yang tercakup dalamSouth East Asia
Coordinating Committe on Transport and Communication. Dimana SAR
menjadi Umbrella Project untuk negara-negara Asia Tenggara.
Sehubungan dengan hal itulah maka telah datang suatuTeam Expertyang
dikirim oleh Amerika Serikat untuk mengadakan survey di Indonesia
yang bertujuan untuk:1. Mengumpulkan dan mempelajari data-data
serta informasi dari semua fasilitas yang dapat untuk keperluan
SAR.2. Membantu penyempurnaan atau peningkatan SAR di Indonesia
dalam segala aspek.3. Meningkatkan koordinasi SAR dengan
negara-negara tetangga.Peralatan SAR di Indonesia telah mendapatkan
perhatian dari beberapa negara, sehingga negara-negara tersebut
bermaksud untuk menjadi pemrakarsa atau ingin membantu pembentukan
SAR di Indonesia atau di negara-negara asia tenggara.Dengan
berkembangnya teknologi maju dan karena luasnya wilayah di
Indonesia yang terdiri dari beribu-ribu pulau dan lautan yang
sangat luas serta meningkatnya penggunaan pesawat terbang dan kapal
laut, maka banyak negara di luar Indonesia mengharapkan adanya
jaminan keselamatan bagi penerbangan dan pelayaran di Indonesia.
Sebagai anggota ICAO dan IMCO diharapkan organisasi SAR di
Indonesia benar-benar berfungsi secara sempurna.Sebagai negara
maritim, Indonesia berkewajiban untuk dapat menyelenggarakan
kegiatan pencarian dan pertolongan kepada siapapun yang terkena
musibah di wilayahnya dan bahkan jika mungkin di daerah tertentu di
lautan bebas atau yang meliputi daerah yang belum diketahui. Untuk
itulah maka sewajarnya Indonesia sebagai anggota ICAO harus
membentuk organisasi SAR Nasional atau jika tidak maka harus
bergabung dengan organisasi SAR yang dibentuk negara
lain.Sebagaimana telah diuraikan di atas tentang Team Expert yang
dikirim Amerika Serikat, mereka itu adalah Search And Rescue Study
Team dariUnited State Coast Guardyang mengadakan survey dari
tanggal 5 Juni sampai dengan 8 Juli 1969. Team tersebut telah
membuat Preliminary Recomendations yang pokok-pokoknya sebagai
berikut:1. Perlu adanya agreement antara departemen-departemen yang
memiliki fasilitas dan peralatan SAR.2. Harus ada hubungan yang
cepat dan tepat antara pusat-pusat koordinasi dengan Primary and
Secondary SAR Facilites, dalam jaringan hubungan initeleprinter
circuit.3. Controllers yang berpengalaman supaya diberi pendidikan
formil pada salah satu SAR School dan di antara mereka supaya ada
yang menjadi instruktur.4. Radio Navigation Aids yang penting
supaya dilayani secara terus-menerus, sedangkan bagi yang kurang
penting supaya diperjanjang jadwal dan jam kerjanya.Dalam
pelaksanaan survey, SAR Study Team tersebut didampingi oleh Counter
Part dari Indonesia yang terdiri dari Pejabat Tim Indonesia
berpendapat bahwa dalam bidang:5. Organisasi instansi-instansi
militer dan sipil yang memiliki potensi SAR sudah mempunyai
satuan/unsur yang mampu untuk membantu kegiatan SAR.Yang diperlukan
adalah terhimpunnya satuan-satuan tersebut dalam suatu
wadah/organisasi dengan satu sistem SAR yang baik.6. Komunikasi
utuk keperluan masing-masing instansi tersebut telah memiliki
jaringan komunikasi yang cukup baik, kondisi tersebut dapat
dimanfaatkan untuk kepentingan SAR. Dalam hal ini diperlukan adanay
pengaturan terhadap semua jaringan yang ada untuk jaringan khusus
SAR dan prosedur pengaturannya.7. Personalia untuk penangan
masalah-masalah SAR yang dimiliki oleh semua instansi yang
berpotensi SAR pada umumnya belum memiliki pengetahuan SAR secara
khusus dan belum terlatih untuk kegiatan SAR.8. Peralatan yang
dimiliki oleh instansi-instansi berpotensi SAR belum semuanya
mempunyai sifat khusus untuk keperluan operasi SAR dan tidak ada
keseragaman/standanya, walalupun seluruhnya bisa digunakan dalam
keadaan yang darurat.Setelah sekian lama Indonesia menjajaki
permasalahan SAR tersebut dan mengingat bahwa keadaan geografis
Indonesia terdiri dari ribuan pulau yang memiliki wilayah perairan
yang luas serta menempati posisi silang antara dua benua dan dua
samudera sehingga mengakibatkan padatnya jalur transportasi, maka
dirasakan sekali perunya segera membentuk SAR Nasional untuk
menjamin kestabilan negara baik dari segi ekonomis maupun
keamanannya terutama dalam kaitannya dengan dunia SAR
Internasional.Indonesia telah sekian lama mematuhi hukum-hukum dan
peraturan-peraturan internasional di bidan SAR seperti SOLAS dan
ICAO, maka berdasarkan segala pertimbangan sebagaiman telah
diruaikan di atas, pada tahun 1972 mulai terbentuk suatu organisasi
SAR Nasional dengan nama Badan Search And Rescue Indonesia
disingkat BASARI yang ditetapkan dengan Keputusan Presiden Nomor 11
Tahun 1972 yang diketuai oleh Menteri Perhubungan.
3.4. TINJAUAN HISTORIS DARI SEGI ORGANISASISeperti kita ketahui
bersama bahwa BASARI baru dibentuk dalam tahun 1972, tepatnya
tanggal 28 Februari 1972 yang berarti dalam pertengahan Pelita-I.
Baru pada tanggal 20 Juni 1972 ditunjuk seorang Kepala Pusat
Koordinasi SAR (PUSARNAS) sebagai pelaksana operasi SAR.Pada
kenyataannya pembentukan BASARI pada saat itu sampai dengan bulan
Agustus 1975 baru berupa surat keputusan saja, pengisian dari
ketentuan-ketentua dalam surat keputusan masih harus disusun.
Pengisian yang dimaksud meliputi PUSARNAS sebagai Badan Pelaksana
Operasional SAR sampai ke Eselon Pelaksana di Daerah yaitu Pusat
Koordinasi Rescue (PKR) dan Sub Koordinasi Rescue (SKR). Juga
pengadaan personil untuk mengisi jabata-jabatan pokok dan
penyelsaian tugas-tugas adminsitratif yang semuanya itu harus
dilaksanakan bersamaan dengan tugas-tugas operasional SAR.Betapa
pelan jalannya proses penanganan organisasi SAR Nasional ini, baru
pada tanggal 16 Agustus 1975 Menteri Negara Penertiban Aparatur
Negara menyetujui naskahnya. Dan pada tanggal 2 desember 1975
organisasi SAR Nasional dengan nama Pusat SAR Nasional dibakukan
keberadaannya didalam keputusan Menteri Perhubungan No.
KN.415/Phb-75.Pelita I telah lewat dan berlalu begitu saja tanpa
meninggalkan bekas apapun bagi perkembangan SAR Nasional pada saat
itu. Bahkan untuk mendukung kegiatan rutinpun baru pertengahan
tahun 1974 menerima DIK dan untuk memulai meningkatkan kemampuan
SAR Nasional di bidang fasilitas dan peralatan kantor. Pembenahan
gedung atau kantor paling tidak dapat memenuhi persyaratan minimal
dan pelebaran sayap operasional SAR ke wilayahan atau daerah yang
dimulai membangun gedung atau kantor KKR. PUSARNAS baru mendapatkan
DIP mulai tahun anggaran 1975-1976 atau Pelita II tahun
kedua.Organisasi SAR di Indonesia sampai dengan Pelita II tahun
kedua masih sangat terbelakang ditinjau dari kemampuan SAR di dunia
pada umumnya. Sementara itu penerbangan, pelayaran, dan teknologi
maju baik yang berkaitan dengan penerbangan, pelayaran, maupun
bidang SAR berkembang terus dengan cepat. Agar tidak tertinggal
lebih jauh, maka kemampuan SAR Nasional harus selekasnya digalang,
dipelihara, dan ditingkatkan sampai minimal mencapai kemampuan yang
sesuai dengan recommended practices and international
standard.Penggalangan kemampuan SAR meliputi 3 aspek, yaitu:1.
Sebelum operasiSAR.2. Selama operasi SAR.3. Setelah operasi
SAR.Disamping pembagian dalam tiga aspek tersebut, perlu ditanamkan
doktrin SAR kepada mereka yang akan memberikan atau menyediakan
jasa SAR maupun kepada mereka yang memerlukan jasa SAR melalui
penerangan-penerangan, penyuluhan, pendidikan dan latihan.
Berhasilnya operasi SAR antara lain juga tergantung kepada
kecakapan korban untuk tetap bisa hidup (The Ability To
Survival).Berdasarkan pada tiga aspek SAR tersebut, maka perlu
didirikan sekolah SAR dan Survival Nasional. Crew pesawat dan
personil lainnya (paraRescue, para medis, scuba diver, volounteer)
yang akan ditugaskan dalam operasi SAR harus paham dan mahir dalam
SAR dan Survival untuk bisa mencari dan menolong serta
menyelamatkan. Kemahiran sangat perlu agar operasi SAR bisa berdaya
guna dan berhasil guna tanpa membahayakan keselamatan si korban
maupun si penyelamat itu sendiri.Pengetahuan teori dan keterampilan
dalam praktek harus secara kontunyu dipelihara dan secara periodik
di tes. Bagi crew dan para petugas lapangan sangat perlu diberi SAR
dan SURVIVAL Training secara kontinyu dengan menggunakan kesempatan
yang ada.Tolak ukur keberhasilan pengalaman lemempuan SAR pada
dasarnya terletek pada berfungsinya 5 komponen SAR secara mantap
dalam suatu sistem. Kelima komponen tersebut adalah:1. Organisasi2.
Fasilitas3. Komunikasi4. Penanggulangan gawat darurat5.
DokumentasiDengan organisasi yang efisien dan dengan peralatan yang
sesuai, maka SAR nasional tidak hanya menjamin peningkatan ekonomi
saja, tetapi juga membuktikan kesungguhan dan kemampuan Indonesia
untuk menempati International obligation , yaitu tidak hanya mampu
menolong jiwa manusia tetapi juga mampu menyelamatkan harta dan
barang yang dikhawatirkan hilang sebagai akibat musibah dalam
penerbangan atau pelayaran.Semenjak SAR nasional menerima/mengelola
anggaran sendiri baik melalui DIK maupun DIP telah menempuh
kebijaksanaan organisasi sebagai berikut:1. organisasi harus
disesuaikan dengan ketentuan pemerintah atas dasar peranan dan
tugas yang diberikan kepada SAR nasional. Disamping kecakapan
teknis dan operasional, perlu ditanamkan juga pengertian
management. Untuk menjamin efisiensi kerja dan mencegah pemborosan
uang, material, dan waktu yang biasanya selalu dirasakan kurang,
sedangkan dari organisasi dituntut output yang tinggi.2. Dalam
bidang operasional terutama KKR dan SKR didaerah susunan
organisasinya disesuaikan dengan ketentuan-ketentuan ICAO atau
pusat-pusat koordinasi yang sudah lajim dan mengingat bahwa SAR
Nasional Indonesia meliputi aeronautical dan maritme SAR. Masalah
organisasi KKR dan SKR ini sangat penting mengingat hampir semua
musibah yang memerlukan penanganan SAR terjadinya di daerah.3.
Untuk seluruh wilayah Indonesia hanya ada satu nasional SAR manual
yang berlaku. Materinya akan disusun dan kemudian perlu disetujui
oleh semua departemen, yang unsur-unsur SAR nya dikoordinir dalam
SAR nasional. Dengan demikian akan diperoleh satu kesatuan bahasa
dan satu kesatuan tindak.
Untuk mengisi jabatan-jabatan dialam organisasi SAR Nasional
yang waktu itu berstatus sebagai PUSARNAS, PKR dan SKR telah
mendapat persetujuan dengan pihak HANKAM untuk menggunakan personil
Angkatan dan Polri secara penugas karyaan dan perbantuan serta
sebagian diambil dari sub sektor perhubungan. Namun hingga sekarang
yang dapat di realisasikan baru jabatan-jabatan di organisasi pusat
saja., sedangkan pejabat di KKR dan SKR masih merupakan pinjaman
dari sub sektor perhubungan udara dan laut sebagai tugas
rangkap.Masalah inilah yang masih digarap terus sejak berakhirnya
pelita kedua hingga sekarang yang belum juga dapat diatasi.
Penyebab utamanya ialah bahwa untuk jabatan-jabatan di KKR dan SKR
tersebut, baik yang berstatus eselon tiga maupun empat diperlukan
kwalifikasi tertentu. Pengadaan secara werping untuk menduduki
jabatan tersebut tidak mungkin, sedangkan dengan sistem alih tugas
antar sub sektoral dilingkungan Departemen Perhubungan sulit
ditempuh diakibatkan dengan kwalifikasi dan fasilitas yang harus
ditempuh.Kerja sama regional antar negara-negara ASEAN dibidang SAR
hingga sekarang meliputi:1. agremeent for fasilitation of search
and Aircraft in Distress and Rescue of Survivors of Aircraft
Accidents.2. Meeting of Expert for the establishment of ASEAN
Combined Operation Againts Natural Disasters.Namun semua negara
ASEAN belum meratifikasi perjanjian tersebut. Pelaksanaan teknis
dari perjanjian tersebut belum diadakan perinciannya yang
diterangkan ke dalam perjanjian-perjanjian tersendiri. Walaupun
dalam suatu operasi SAR yang menyangkut wilayah lebih dari satu
negara, negara-negara yang bersangkutan akan memberi pertolongan.
Tetapi perlu diadakan perjanjian tentang berbagai prosedur dan
luasnya ruang lingkup kerja sama tersebut. Berhubung inter state
procedures ini belum ada, maka perlu diadakan
pembicaraan-pembicaraan dan kunjungan-kunjungan timbal balik antar
negara anggota ASEAN.Secara fungsional operasi SAR pada dasarnya
tidak mencakup kegiatan-kegiatan yang bersangkutan dengan bencana
alam. Akan tetapi SAR menyediakan fasilitas dan unit-unitnya untuk
membantu operasi-operasi dalam memberikan bantuan pada korban
bencana alam. Untuk masalah ini telah diadakan pembicaraan,
penjajagan dengan Sekretaris Nasional ASEAN mengenai prosedur
permintaan bantuan dari negara tetangga, karena bencana adalah
urusan nasional dari negara yang bersangkutan. Untuk penanganan
musibah-musibah bencana alam di Indonesia, SAR Nasional telah
dilibatkan kedalam Badan Koordinasi Nasional Penanggulangan Bencana
Alam ( Bakornas PBA ) sebagai anggota atas penunjukan Menteri
Perhubungan sesuai dengan keputusan Presiden nomor 28 tahun
1979.Khusus masalah SAR antara Indonesia dan Malaysia telah ada
kerja sama di bidang latihan SAR yang disebut Latsar Malindo. Namun
kegiatan tersebut tidak berkaitan dengan kerja sama regional di
bidang SAR antar negara-negara ASEAN tetapi kaitannya pada General
Border Comittee ( kerja sama dibidang perbatasan ) yang pada staf
Planning Comittee-nya salah satu kelompoknya menyangkut masalah SAR
perbatasan antara Indonesia dan Malaysia. Pada kelompok inilah SAR
Nasional dilibatkan langsung atas penunjukan Menteri Hankam/Pangab
selaku ketua General Border Comittee.
BAB IVISU STRATEGISIsu lingkungan strategis sangatlah perlu
dalam rangka mengidentifikasi isu-isu strategis yang akan dihadapi
dalam jangka waktu Renstra Basarnas yaitu tahun 2015 2019. Terdapat
3 tingkat lingkungan yang perlu dilihat yaitu Lingkngan
Internasional, Regional dan Nasional. Didalamnya terdapat 6 bidang
lingkungan utama yang diangkat yaitu Ideologi, Politik, Sosial
Budaya, Ekonomi, Pertahanan dan Keamana dan Geografi. Isu-isu pada
lingkungan tersebut dijelaskan sebagai berikut. 4.1. Isu-Lingkungan
Strategis Internasional1) IdeologiGerakan radikalisme internasional
akibat dari kesenjangan antara negara maju dan negara berkembang
dan timbulnya neo kolonialisme menyebabkan timbulnya
gerakan-gerakan radikal dari organisasi yang fanatis yang dapat
menimbulkan adanya aksi terorisme seperti terjadinya peristiwa 11
September yang menimpa gedung World Trade Center (WTC) di USA serta
beberapa aksi pengeboman di wilayah Indonesia.
2) PolitikPolitik luar negeri Indonesia yang bebas dan aktif
mendorong Indonesia untukberpartisipasi dalam komunitas
transportasi Internasional, diantaranya adalah Organisasi
Penerbangan Sipil Internasional (ICAO) dan Organisasi Pelayaran
Internasional (IMO). Badan mendapatkan mandat untuk
mengkoordinasikan negara-negara yang menjadi anggota ICAO dan IMO
untuk menyediakan pelayanan SAR. Tujuan organisasi ini adalah
menyediakan sebuah sistem yang berlaku di seluruh dunia, agar
pelayaran dan penerbangan yang melintas atau berada pada suatu
negara akan mendapatkan pelayanan SAR jika terjadi musibah. Seluruh
kebijakan yang diambil dalam menetapkan pelayanan jasa SAR sangat
dipengaruhi dengan adanya era globalisasi. Indonesia sebagai
anggota IMO dan ICAO memiliki kewajiban untuk menyiapkan
dokumen-dokumen struktur administrasi dan pedoman implementasi
sehingga peningkatan pelayanan di bidang SAR berjalan sesuai aturan
yang ada. Penyusunan strata struktur administrasi dan pedoman
implementasi yang direkomendasikan oleh IMO dan ICAO dalam kegiatan
SAR dapat dilihat pada gambar 3 dibawah ini:
Gambar 4.1Struktur administrasi dan pedoman implementasi
Secara implementasi GMDSS adalah penggunaan sistem komunikasi
terrestrial untuk keselamatan kapal di laut namun tetap instansi
SAR harus menyediakan dua sistem, Karena masih banyak kapal yang
menggunakan channel 16 untuk distress keselamatan dan untuk
panggilan. EPIRB dan ELT adalah dua jenis radio pemancar signal
distress yang disahkan oleh ICAO dan IMO. EPIRB bekerja pada
frekuensi 406 MHz yang signalnya direlay melalui satelit COSPAS
SARSAT dan selanjutnya ditransfer ke stasiun pengendali informasi
LUT, sedangkan EPIRB, INMARSAT-E pesan distressnya direlay melalui
satelit Inmarsat dan CES.Sebagai contoh saat ini Basarnas memiliki
LUT sebagai sarana deteksi dini yang merupakan implementasi sistem
satelit Cospass-Sarsat yang mampu mendeteksi suatu sinyal beacon
melalui ground segment untuk memproses sinyal distress di seluruh
dunia, guna mempercepat penentuan lokasi musibah. Sebagai ground
segment provider Indonesia diwakili Basarnas dengan mengoperasikan
Local User Terminal (LUT) dan Indonesia Mission Control Center
(IDMCC) di Jakarta. Tujuan dikembangkannya sistem Cospass-Sarsat
adalah untuk mengurangi sebesar mungkin waktu keterlambatan dalam
peringatan terhadap distress alert dan penentuan lokasi suatu
musibah.
3) Sosial BudayaPengaruh dari globalisasi dan keterbukaan dan
kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi menyebabkan akses
mendapatkan informasi dari berbagai belahan dunia dengan cepat.
Filter globalisasi yang sangat tipis dapat menyebabkan
orang/kelompok menjadi mudah tersulut untuk terjadinya konflik
komunal yang juga dapat disebabkan oleh ego dan fanatisme SARA.
4) EkonomiMeningkatnya perekonomian dunia menyebabkan terjadinya
peningkatan frekuensi arus transportasi dunia. Indonesia yang
berada pada posisi strategis diantara 2 (dua) benua dan 2 (dua)
samudera menyebabkan lintas transportasi yang melewati negara
Indonesia menjadi sangat tinggi. Kemajuan teknologi transportasi
seperti, beroperasinya pesawat-pesawat berbadan lebar, (Air Bus
A-380, Boeing-777), untuk jarak jauh dari luar negeri atau melalui
wilayah Indonesia, dan besarnya kapal-kapal laut, baik untuk
angkutan cargo, maupun angkutan pariwisata, berdampak pada
peningkatan frekuensi penerbangan dalam dan luar negeri, pelayaran
dan angkutan darat. Dengan bertambahnya rute-rute baru baik
penerbangan maupun pelayaran, menambah kepadatan lalu lintas
penerbangan/pelayaran. Hal tersebut berdampak juga pada angkutan
jalan raya, yang pada akhirnya akan berdampak pada meningkatnya
kemungkinan terjadinya musibah. Ruang udara Indonesia membentang
dari 92 BT sampai dengan 141 BT dan dari 12 LS sampai dengan 6 LU.
Posisi geografis Indonesia mempunyai keuntungan dalam hal rute lalu
lintas udara utama dan ada 4 (empat) dari 9 (sembilan) rute utama
yang meliwati ruang udara Indonesia.
5) Pertahanan dan KeamananIsu global, seperti penguatan
nilai-nilai demokrasi, penegakkan HAM, dan lingkungan hidup masih
menjadi indikator yang mempengaruhi pola hubungan internasional,
terutama hubungan antar negara baik dalam skala bilateral maupun
yang lebih luas. Di bidang pertahanan dan keamanan, kecenderungan
perkembangan global mempengaruhi karakteristik ancaman dengan
munculnya isu-isu keamanan baru yang dapat membahayakan umat
manusia seperti terorisme, ancaman keamanan lintas negara dan
proliferasi senjata pemusnah massal. Pengembangan dan
penyalahgunaan senjata pemusnah massal seperti senjata nuklir,
biologi dan kimia secara langsung atau tidak langsung dapat menjadi
malapetaka yang dahsyat bagi umat manusia.
6) GeografiKawasan Indonesia yang terletak diantara diantara 3
(tiga) lempeng bumi yang aktif menyebabkan seringnya terjadi
bencana seperti gempa bumi, tsunami dan longsor. Indonesia bahkan
dijuluki sebagai Ring of Fire karena banyaknya gunung berapi yang
melingkari wilayah Indonesia. Iklim bumi dari waktu ke waktu
berubah terus, tapi perubahannya sedikit demi sedikit dan makin
lama makin cepat. Kalau dulu perubahan terjadi dalam waktu ratusan
tahun, atau bahkan dalam jutaan tahun, sekarang karena akibat
pemanasan global, iklim berubah dengan cepat hanya dalam jangka
waktu beberapa puluh tahun. Perubahan apa yang akan terjadi
diakibatkan oleh perubahan iklim ini belum bisa diperhitungkan,
tetapi secara garis besar, bisa diperkirakan yaitu melalui satu
model gas rumah kaca, dimana diperkirakan suhu bumi akan naik
ratarata3-5 C sampai dengan tahun 2030. Kawasan tropis akan menjadi
sangat panas, sub tropis menjadi sepanas kawasan tropis sekarang,
sedangkan kawasan yang dulunya dingin akan menjadi kawasan yang
hangat. Dampak dari kenaikan suhu bumi, mengakibatkan penguapan air
dan kelembaban tanah akan turun. Selanjutnya curah hujan secara
umum akan naik di kawasan Asia Tenggara, curah hujan akan
meningkat. Di Indonesia yang curah hujannya sudah tinggi bisa
terancam bahaya banjir dan erosi. Kenaikan suhu bumi berarti juga
kenaikan suhu air laut, volumenya bertambah banyak, permukaan air
laut akan naik, mencairnya es di kutub utara, selatan dan
puncak-puncak gunung. Kenaikan suhu global antara 3-5C, akan
mengakibatkan menaiknya permukaan air laut, 0,5 s/d. 1,5 M, yang
selanjutnya mengakibatkan sejumlah pulau akan tenggelam (UNEF, PBB,
1992). Negara kepulauan di kawasan lautan pasifik akan musnah
tenggelam dan Indonesia salah satu negara kepulauan sangat rentan
terhadap kenaikan permukaan air laut. Dampak dari efek rumah kaca
dan kenaikan suhu bumi, mengakibatkan curah hujan yang tinggi di
sepanjang daerah tropis yang mengakibatkan banjir dan tanah
longsor, terutama di daerah Sumatera, Jawa, Kalimantan dan NTT
serta Sulawesi.
b. Isu-Isu Lingkungan Strategis Regional1) IdeologiBerakhirnya
Perang Dingin menciptakan ketidakpastian di kawasan asia Pasifik,
yang sangat berkaitan dengan pola hubungan antarnegara serta peran
dan intensi mereka di masa depan. Hal tersebut menimbulkan potensi
konflik antar negara serta konflik SARA, separatisme dan
radikalisme. Indonesia dapat terkena dampak dari konflik-konflik
tersebut dengan timbulnya gelombang pengungsian dan pelintasan
perbatasan secara ilegal.2) PolitikMengingat wilayah Republik
Indonesia berbatasan langsung dengan berbagai negara, baik batas
darat maupun laut dan setiap negara mempunyai prosedur dan tata
cara pelaksanaan operasi SAR yang berlainan, maka Basarnas
melakukan kerjasama di bidang SAR dengan otoritas SAR di negara
tetangga. Kerjasama tersebut dituangkan dalam bentuk pedoman bagi
tindakan SAR bersama jika diperlukan. Untuk menerapkan prosedur
operasi yang telah disepakati dalam perjanjian kerjasama, maka
dilaksanakan latihan bersama baik dalam bentuk Posko maupun
manouver dengan tujuan kesiap-siagaan dan peningkatan pengetahuan
dan kemampuan keterampilan masing-masing tim, antara lain Latsar
Malindo, Latsar Indopura, Latsar Ausindo dan Latsar Usindo.
Kerjasama dilakukan negara Indonesia dalam hal ini diwakili oleh
Badan SAR Nasional untuk melakukan langkah-langkah antisipasi dan
represif terhadap kemungkinan terjadinya musibah terutama di daerah
perbatasan atau musibah yang menyangkut armada negara tetangga di
masing-masing wilayah. Kerjasama ini dilakukan berupa program
pelatihan maupun operasi SAR. Kerjasama dengan negara tetangga
tersebut dituangkan dalam suatu naskah perjanjian kerja sama (MOU)
sebagai berikut:a) Indonesia dengan Singapore, 10 Juli 1985;b)
Indonesia dengan Malaysia, Tahun 1986;c) Indonesia dengan Filipina,
26 Agustus 1986;d) Indonesia dengan Australia, 1 November 1990
diperbaharui 5 April 2004;e) Indonesia dengan Papua New Guini, 16
September 1989;f) Indonesia dengan Amerika Serikat, 5 Juli
1988.
3) Sosial BudayaKawasan ASEAN yang sebagian besar memiliki
ikatan karena kesamaan rumpundan budaya merupakan faktor pendukung
dalam melaksanakan upaya kerjasama dalam penyelenggaraan SAR.
4) EkonomiRencana liberalisasi transportasi udara pada tahun
2013 dan ASEAN Free TradeArea pada tahun 2010 tentunya akan
menimbulkan dampak meningkatnya arus transportasi yang dapat
berakibat dari meningkatnya resiko terjadinya musibah.
5) Pertahanan dan KeamananKeamanan maritim adalah salah satu isu
keamanan kawasan yang menonjolterkait dengan fungsi wilayah maritim
yang makin strategis dalam kepentingan-kepentingan negara-negara di
dunia. Di kawasan Asia Tenggara, wilayah Selat Malaka dan laut
China Selatan tetap menjadi fokus masyarakat internasional karena
lalu lintas transportasi perdagangan dunia. Hal tersebut juga
mengundang terjadinya perompakan terhadap kapal-kapal yang melintas
di wilayah tersebut.6) GeografiFaktor Geografis Indonesia yang
terletak di wilayah tropis dan diantara 2 (dua)Samudera menyebabkan
iklim dan cuaca di Indonesia sangat dipengaruhi dengan terjadinya
badai-badai di kawasan tersebut. Bencana kekeringan serta banjir
dan longsor dapat terjadi di Indonesia apabila terjadi perubahan
iklim dan cuaca yang ekstrem di kawasan regional.
c. Pengaruh Lingkungan Strategis Nasional1) IdeologiPancasila
sebagai landasan idiil yang menjiwai seluruh cita-cita dan tujuan
perjuangan bangsa Indonesia sebagaimana termuat dalam pembukaan UUD
1945, merupakan pandangan hidup bangsa Indonesia. Dengan demikian
maka arah dan gerak penyelenggaraan SAR nasional merupakan upaya
pengamalan segenap sila dari pancasila sebagai kesatuan yang bulat
dan utuh serta dilaksanakan secara terpadu, selaras, serasi dan
seimbang.
2) PolitikBerbagai dinamika dan perubahan politik yang
berkembang pada era reformasi banyak mengalami perubahan dan
cenderung mengarah kepada kondisi ketidakpastian yang semakin
tinggi. Demokrasi yang berkembang seluasluasnya belum diikuti
dengan pengetahuan, kesiapan, dan kedewasaan masyarakat dalam
menerapkan nilai-nilai demokrasi tersebut. Nuansa kebebasan yang
ditandai dengan keran politik yang semakin terbuka lebar cenderung
berkembang ke arah kebebasan tanpa batas. Dinamika kebebasan
politik yang kebablasan dapat berkembang menjadi konflik yang dapat
menimbulkan korban. Selain hal tersebut, sebagai komunitas
Internasional, Indonesia harus mentaati peraturan-peraturan yang
terkait dengan aspek keselamatan. Dibawah ini adalah beberapa
peraturan perundang-undangan yang menyangkut kegiatan
penyelenggaraan SAR di Indonesia:
a) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2005 tentang Otonomi Daerah;b)
Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana;c)
Undang Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran;d)
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan;e) Peraturan
Pemerintah Nomor 36 Tahun 2006 tentang Pencarian dan Pertolongan;f)
Konvensi Chicago, 1944, tentang Penerbangan Sipil (Convention on
International Civil Aviation) menyatakan bahwa setiap negara
berdaulat penuh dan exclusive atas ruang udara, diatas daratan
maupun lautannya. ICAO Annex 12;g) Konvensi Safety Life at Sea
(SOLAS), 1974;h) UNCLOS-82, yang di ratifikasi dengan Peraturan
Pemerintah Nomor 37 tahun 2002, Indonesia diterima dan diakui
sebagai Negara Kepulauan yang memiliki laut pedalaman, namun
Indonesia harus menyediakan jalur laut yang aman untuk
menghubungkan dua lautan bebas, Samudra Pasifik dan Samudra Hindia
bagi penggunaan umum.
3) Sosial BudayaIndonesia merupakan negara majemuk yang terdiri
dari berbagai macam etnis. Gesekan-gesekan yang berbau SARA dapat
terjadi dan menimbulkan konflik komunal yang berdampak luas
mengancam kehidupan bermasyarakat.
4) Ekonomi Globalisasi ekonomi dunia yang mengakibatkan
meningkatnya mobilitas masyarakat dan barang, baik melalui jalur
udara maupun jalur laut, mengakibatkan pertumbuhan transportasi
udara dan laut yang terus meningkat, berdampak tingginya tingkat
kerawanan terjadinya musibah. Sebagai konsekuensi logis dari
globalisasi di bidang ekonomi dimana satu negara tidak dapat
berdiri sendiri dan sangat bergantung dari negara-negara lain dalam
menunjang perekonomiannya. Dimana setiap pelaku ekonomi tidak akan
mengirim orang atau barang melewati wilayah/negara yang rawan
terjadinya musibah penerbangan dan pelayaran disebabkan tidak
adanya jaminan pelayanan SAR handal. Sejalan dengan kemajuan
teknologi bernavigasi, yaitu dengan menggunakan Area Navigation
(RNAV) dapat dilakukan perubahan-perubahan jaringan rute ATS di
Indonesia, yaitu menjadikan rute lebih pendek.
Pengembangan/penambahan rute ini juga disebabkan adanya penambahan
lalu lintas udara yang terencana, dimana struktur rute yang
sekarang tidak dapat menampungnya, khususnya pada jalur segi tiga
Singapura-Jakarta-Bali. Selain transportasi udara dan laut, kereta
api akan menjadi transportasi yang potensial dikembangkan untuk
angkutan massal, terutama angkutan antar kota di pulau Jawa dan
Sumatera, serta angkutan komuter, terutama Jakarta dan sekitarnya.
Untuk itu pembangunan dari Manggarai ke Cikarang akan ditingkatkan
menjadi Double-double Track (empat jalur), Jalur ini akan melewati
7 (tujuh) stasiun. Disamping itu jalur komuter akan diperpanjang
dari Bekasi ke Cikarang. Dengan demikian kapasitas lintas kereta
akan meningkat, baik untuk keperluan kereta jarak jauh maupun
kereta komuter. Proyeksi Pertumbuhan Kapasitas Lintas Kereta Api
akan meningkat dari 296 perjalanan pada kondisi sekarang menjadi
308 perjalanan pada kondisi setelah 4 (empat) jalur dibangun.
5) Pertahanan dan KeamananBagi Indonesia, ancaman terorisme
telah menjadi ancaman nyata. Sejak peristiwa pembajakan pesawat
garuda Indonesia Woyla pada tahun 1980, Indonesia mengalami
beberapa kali aksi terorisme secara berturut-turut dalam skala
besar, yaitu bom Bali I (2002), bom Hotel Marriot I (2003), bom
Kedutaan Australia (2004), bom Bali II (2005) dan terakhir bom
Marriot II (2009).
6) Geografi Indonesia adalah suatu Negara Kepulauan, memiliki
17.000 lebih pulau (sekitar 6.000 pulau yang tidak berpenghuni)
yang menyebar sekitar katulistiwa dengan jumlah penduduk
235.000.000 orang, dengan garis pantai sepanjang 81.000 km, dan
kawasan laut mencapai 5,8 juta km, cuaca tropis. Pulau terpadat
penduduknya adalah pulau Jawa, di mana setengah populasi Indonesia
hidup. Indonesia mempunyai jumlah gunung berapi aktif yang
terbanyak di seluruh dunia, yang antara lain terdapat di pegunungan
Bukit Barisan dengan beberapa puncaknya yang melebihi 3.000 m di
atas permukaan laut, Gunung Kerinci di Jambi, dan Gunung Leuser di
Nanggroe Aceh Darussalam dan Gunung Dempo di perbatasan Sumatera
Selatan dengan Bengkulu. Di Pulau Jawa, yang merupakan pulau
terpadat penduduknya, terdapat beberapa gunung berapi aktif dengan
tinggi diatas 3.000 meter di atas permukaan laut antara lain Gunung
Merapi, Gunung Semeru dan Gunung Bromo. yang sangat aktif serta
gunung aktif lainnya seperti Gunung Tangkuban Perahu, Gunung
Krakatau, Gunung Galunggung, dan Gunung Kelud. Pulau Sulawesi
merupakan gabungan dari 4 (empat) jazirah yang memanjang, dengan
barisan pegunungan berapi aktif memenuhi lengan jazirah. Di
Kepulauan Sunda Kecil terdapat barisan gunung berapi aktif dengan
tinggi sekitar 2.000 sampai 3.700 meter diatas permukaan laut.
Diantaranya Gunung Agung, Gunung Batur di Bali, Gunung Rinjani di
Lombok, Gunung Tambora di Sumbawa dan Gunung Lewotobi di Flores. Di
kepulauan Maluku adalah Gunung Binaiya setinggi 3.039 meter, dan di
pulau Papua pegunungan berapi aktif melintang dari barat ke timur.
Puncak tertinggi pegunungan di Papua adalah Puncak Jaya setinggi
5.030 meter di atas permukaan laut. Selain Indonesia merupakan
daerah gunung berapi seperti tersebut diatas, secara geologis, di
Indonesia merupakan daerah yang rawan gempa bumi karena dilintasi
oleh pertemuan 3 lempeng bumi yang aktif, yaitu Lempeng Pasifik,
Lempeng Eurasia, dan Lempeng Indo Australia.
4.2. Perumusan Isu Strategis Perumusan isu strategis adalah
memetakan isu-isu pada 3 lingkungan yaitu Internasional, Regional
dan Nasional. Pemetaan ini penting sebagai tahapan dalam
perencanaan strategis Basarnas 2015-2019. Dengan pemetaan isu-isu
strategis maka akan mempermudah dalam merumuskan
kebijakan-kebijakan dalam 3 lingkungan tersebut.
Gambar 4.1Rumusan Isu StrategisPertahanan dan KeamananSosial
BudayaPolitikGeografiEkonomiIdeologi
Berdasarkan pemaparan di atas dapat diidentifikasi bahwa isu
pada Lingkungan Nasional sudah selayaknya mendapatkan porsi yang
lebih besar dalam roda proses Rencana Strategis Basarnas. Orientasi
program-program yang dihasilkan haruslah mendahulukan pada
lingkungan nasional karena berdasarkan latar belakang yang sudah
dipaparkan lingkungan nasional sangatlah rentan dalam 6 bidang
lingkungan yaitu ideologi, politik, Sosial Budaya, Ekonomi,
pertahanan dan keamanan dan geografi. Secara simultan pada proses
pengidentifikasian. Secara simultan program-program yang
berorientasi Regional dan Internasional berjalan sesuai porsinya.
BAB VKEBIJAKAN DAN STRATEGI5.1. KEBIJAKANKebijakan dalam Rencana
Aksi SAR Nasional diarahkan pada terwujudnya pelaksanaanoperasi SAR
pada setiap waktu dan tempat dengan cepat, tepat handal dan
amandengan beberapa kebijakan pokok dalam penyelenggaraan operasi
SAR antara lain:1. Penguatan kelembagaan dan kewenangan;2.
Percepatan response time;3. Pemantapan sistem dan prosedur;4.
Penguatan sumber daya manusia di bidang SAR;5. Penguatan sarana dan
prasarana;6. Pengembangan sistem informasi dan komunikasi;7.
Pemantapan koordinasi antar instansi/organisasi berpotensi
SAR.Mengacu pada permasalahan yang dihadapi bangsa dan negara
Indonesia baik dewasa ini maupun dalam lima tahun mendatang, maka
arah kebijakan umum pemerintah lima tahun ke depan adalah
mewujudkan visi dan misi pembangunan bangsa dan negara yang telah
dirumuskan sebelumnya. Secara garis besar, arah kebijakan umum
pembangunan nasional 2015-2019 adalah sebagai berikut :1. Arah
kebijakan umum untuk melanjutkan pembangunan mencapai Indonesia
yang sejahtera. Indonesia yang sejahtera tercermin dari peningkatan
tingkat kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan dalam bentuk
percepatan pertumbuhan ekonomi yang didukung oleh penguasaan ilmu
pengetahuan dan teknologi, pengurangan kemiskinan, pengurangan
tingkat pengangguran yang diwujudkan dengan bertumpu pada program
perbaikan kualitas sumber daya manusia, perbaikan infrastruktur
dasar, serta menjaga dan memelihara lingkungan hidup secara
berkelanjutan.2. Arah kebijakan umum untuk memperkuat pilar-pilar
demokrasi dengan penguatan yang bersifat kelembagaan dan mengarah
pada tegaknya ketertiban umum, penghapusan segala macam
diskriminasi, pengakuan dan penerapan hak asasi manusia serta
kebebasan yang bertanggungjawab.3. Arah kebijakan umum untuk
memperkuat dimensi keadilan di semua bidang termasuk pengurangan
kesenjangan pendapatan, pengurangan kesenjangan pembangunan antar
daerah (termasuk desa-kota), dan kesenjangan jender. Keadilan juga
hanya dapat diwujudkan bila sistem hukum berfungsi secara kredibel,
bersih, adil dan tidak pandang bulu. Demikian pula kebijakan
pemberantasan korupsi secara konsisten diperlukan agar tercapai
rasa keadilan dan pemerintahan yang bersih.
5.2 STRATEGIDalam rangka mewujudkan kebijakan tersebut, maka
diperlukan strategi-strategi sebagai berikut:
1. Penyusunan Undang-undang Pencarian dan Pertolongan yaitu
sebuah langkahuntuk memperkuat aspek legalitas pelaksanaan operasi
SAR dikarenakan dalam pelaksanaan operasi SAR sering meibatkan
banyak instansi serta berkaitan dengan Hak Azasi Manusia.2.
Pengembangan Kantor SAR yaitu dengan meningkatkan status Pos SAR
menjadiKantor SAR serta pembentukkan Pos SAR-Pos SAR baru serta
pembentukkan UPTBasarnas Special Group (BSG).3. Pelaksanaan Siaga
SAR adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untukmemonitor,
mengawasi, mengantisipasi dan mengkoordinasikan kegiatan SARdalam
musibah dan bencana. Adapun pelaksanaan siaga SAR yang saat ini
telahdilaksanakan oleh kantor Pusat, Kantor SAR dan Pos SAR.
Briefing siaga SARdilaksanakan di Direktorat Operasi dan Latihan
lantai 8 setiap hari kerja pukul09.00 wib s.d. selesai, kecuali
hari Jumat pukul 09.30 wib, dihadiri oleh ParaPejabat dan Staf
Bidang Operasi dan perwakilan dari masing-masing Direktoratdan Biro
di lingkungan Badan SAR Nasional.
4. LatihanLatihan operasi SAR adalah kegiatan untuk membina
kemampuan, kesiapsiagaandan prosedur penyelenggaraan operasi SAR.a)
Berdasarkan tujuannya, Latihan SAR terdiri dari:1) Latihan SAR
untuk menguji prosedur operasi SAR;2) Latihan SAR untuk membina
petugas pelaksana organisasi operasi SAR;3) Latihan SAR untuk
membina kesiapsiagaan kantor SAR dan Pos SAR.b) Latihan SAR untuk
menguji prosedur operasi SAR adalah latihan yang diselenggarakan
untuk membina dan memantapkan prosedur operasi SAR.c) Latihan SAR
untuk membina petugas pelaksana organisasi operasi SAR adalah
latihan yang dilaksanakan untuk membina kemampuan dan kesiapsiagaan
petugas dalam penyelenggaraan operasi SAR.d) Latihan SAR untuk
membina kesiapan kantor SAR dan Pos SAR adalah latihan yang
dilaksanakan oleh Kantor SAR atau Pos SAR dengan melibatkan
instansi/organisasi berpotensi SAR untuk kesiapsiagaan
penyelenggaraan operasi SAR.
5. Penyusunan Petunjuk Pelaksanaan dan Petunjuk Teknis yang
bertujuan untuk penyamaan persepsi dan gerak dalam pelaksanaan
operasi SAR.
6. Pelaksaan Pendidikan dan Pelatihan SAR yang bertujuan untuk
meningkatkan kompetensi SDM di bidang SAR.
7. Peningkatan kapasitas Indonesia Mission Control Centre
(IDMCC) yangbertujuanuntuk meningkatkan arus informasi SAR,
pengendalian operasi, pengeraanpotensi serta asistensi terhadap
pelaksanaan tugas operasi SAR.
8. Peningkatan kemampuan deteksi dini melalui SAR satelit.
9. Melengkapi serta memperbaiki peralatan komunikasi.
10. Melengkapi sarana, prasarana serta peralatan SAR sesuai
dengan kondisi dan teknologi di bidang SAR.
11. Melaksanakan rapat Koordinasi antar potensi dalam rangka
sosialisasi, publikasi serta pemantapan koordinasi dalam
meningkatkan kinerja operasi SAR. Dalam pelaksanaan operasi SAR,
koordinasi berupa:
a) Dalam penyelenggaraan operasi SAR koordinasi dan pengendalian
dilaksanakan oleh SMC secara vertikal maupun horisontal.
b) Dalam penyelenggaraan operasi SAR pada musibah pelayaran dan
penerbangan SMC dapat secara langsung atau melalui Kabasarnas
selaku SC untuk berkoordinasi guna mendapatkan dukungan dari
instansi/organisasi potensi SAR dan Rescue Coordination Centre
(RCC) negara lain dalam penyelenggaraan operasi SAR.
c) Koordinasi dan pengendalian dalam penanggulangan bencana
dilaksanakan pada tahap tanggap darurat dengan BNPB/BPBD sebagai
intasi utama penanggulangan bencana dan dalam hal ini Basarnas
bertindak sebagai koordinator SAR.
d) Koordinasi dan pengendalian dalam penanggulangan musibah
lainnya dapatdilaksanakan dengan pihak-pihak terkait.
e) Alih koordinasi dan pengendalian dapat dilakukan antar Kantor
SAR atau dengan kantor SAR negara lain, dengan pertimbangan antara
lain:1) Meningkatnya eskalasi musibah atau bencana;2) Berpindahnya
search area;3) Berakhirnya tahap pencarian dan penyelamatan
Penanggulangan bencana.f) Permintaan bantuan SAR dari negara lain
dilaksanakan berdasarkan perjanjian yang telah disepakati.
g) Pengiriman bantuan SAR ke negara lain dilaksanakan sesuai
dengan permintaan Negara tetangga/sahabat sesuai dengan kompetensi
yang dimiliki oleh petugas SAR.
BAB VIPENUTUP
Untuk mencapai kinerja Badan SAR Nasional sebagaimana tujuan dan
sasaran yang telah ditetapkan diperlukan berbagai faktor, termasuk
didalamnya aspek kelembagaan dan kualitas SDM sesuai dengan tugas
pokok dan fungsinya akan dapat berperan maksimal apabila
faktor-faktor pendukung dapat bekerja secara maksimal. Oleh karena
itu Dokumen RENSTRA ini merupakan dokumen yang akan mendukung
pencapaian kinerja, yang keberhasilannya ditentukan oleh banyak
faktor, terutama aspek kualitas Sumber Daya Manusia. Mengingat
aspek SDM sangat penting dan paling menentukan terhadap
keberhasilan dan kualitas kerja lembaga, maka sangat penting untuk
memperhatikan aspek-aspek sebagai berikut: Etos Kerja, Kedisiplinan
dan Loyalitas Kemampuan teknis dan profesionalisme Mekanisme reward
and punishment yang proporsional Aspek kesejahteraan dan
pengembangan karierDalam kerangka perencanaan dan penyusunan
program dan kegiatan penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan,
RENSTRA ini merupakan dokumen yang menjadi pedoman dalam penyusunan
RENJA tahunan dan pedoman dalam upaya peningkatan kinerja Badan SAR
Nasional.
1