1 1. PENDAHULUAN Perkembangan pasar obligasi di Indonesia mengakibatkan semakin pentingnya ketersediaan informasi bagi investor atau kreditor untuk mengukur risiko investasi obligasi (Christina et al, 2010).Tujuan utama dari investor atau kreditor mengetahui resiko investasi obligasi yaitu untuk melihat para emiten obligasi atau debitur dapat membayar pinjaman pokok beserta bunganya atau tidak. Jika emiten obligasi atau debitur tidak dapat membayar pinjaman pokok beserta bunga mereka dapat dikatakan bahwa resiko investasi yang dipegang oleh para investor atau kreditor sangat besar. Adanya risiko emiten obligasi/debitor tidak mampu membayar pinjaman pokok beserta bunganya (risiko default) menyebabkan keberadaan lembaga pemeringkat obligasi seperti Moody’s dan Standard & Poor’s (di Amerika Serikat), atau PT Pemeringkat Efek Indonesia (PEFINDO) dan PT Moody’s Indonesia (di Indonesia) semakin dibutuhkan untuk membantu investor dalam melakukan estimasi atas risiko tidak terbayarnya pokok pinjaman dan bunga obligasi (Christina et al, 2010). Hal tersebut menyebabkan semakin bertambah pentingnya peringkat kredit yang diberikan untuk setiap penerbitan obligasi oleh suatu perusahaan (Frost, 2007). Dalam melakukan penilaian terhadap risiko kredit suatu perusahaan dan proses pemberian peringkat baik terhadap obligasi maupun surat hutang lainnya yang diterbitkan oleh perusahaan, PEFINDO mensyaratkan beberapa hal, salah satunya adalah laporan keuangan perusahaan yang telah diaudit selama 5 tahun terakhir dan sekurang-kurangnya selama 2 tahun terakhir oleh KAP yang teregistrasi di Bapepam. Pemberian Peringkat dilakukan setiap sebulan sekali berdasarkan pada frekuensi perdagangan di bursa dan harga saham.
34
Embed
T1 232009045 Full Text - Institutional Repositoryrepository.uksw.edu/bitstream/123456789/5763/3/T1_232009045_Full... · obligasi yaitu untuk melihat para emiten obligasi atau debitur
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
1
1. PENDAHULUAN
Perkembangan pasar obligasi di Indonesia mengakibatkan semakin pentingnya
ketersediaan informasi bagi investor atau kreditor untuk mengukur risiko investasi obligasi
(Christina et al, 2010).Tujuan utama dari investor atau kreditor mengetahui resiko investasi
obligasi yaitu untuk melihat para emiten obligasi atau debitur dapat membayar pinjaman
pokok beserta bunganya atau tidak. Jika emiten obligasi atau debitur tidak dapat membayar
pinjaman pokok beserta bunga mereka dapat dikatakan bahwa resiko investasi yang
dipegang oleh para investor atau kreditor sangat besar. Adanya risiko emiten
obligasi/debitor tidak mampu membayar pinjaman pokok beserta bunganya (risiko default)
menyebabkan keberadaan lembaga pemeringkat obligasi seperti Moody’s dan Standard &
Poor’s (di Amerika Serikat), atau PT Pemeringkat Efek Indonesia (PEFINDO) dan PT
Moody’s Indonesia (di Indonesia) semakin dibutuhkan untuk membantu investor dalam
melakukan estimasi atas risiko tidak terbayarnya pokok pinjaman dan bunga obligasi
(Christina et al, 2010). Hal tersebut menyebabkan semakin bertambah pentingnya
peringkat kredit yang diberikan untuk setiap penerbitan obligasi oleh suatu perusahaan
(Frost, 2007).
Dalam melakukan penilaian terhadap risiko kredit suatu perusahaan dan proses
pemberian peringkat baik terhadap obligasi maupun surat hutang lainnya yang diterbitkan
oleh perusahaan, PEFINDO mensyaratkan beberapa hal, salah satunya adalah laporan
keuangan perusahaan yang telah diaudit selama 5 tahun terakhir dan sekurang-kurangnya
selama 2 tahun terakhir oleh KAP yang teregistrasi di Bapepam. Pemberian Peringkat
dilakukan setiap sebulan sekali berdasarkan pada frekuensi perdagangan di bursa dan harga
saham.
2
Manajemen laba adalah salah satu faktor yang menentukan kualitas laporan
keuangan perusahaan. Penelitian yang dilakukan oleh Mills dan Newberry (2001), Manzon
dan Plesko (2002), serta Ayers et al (2008) menemukan bahwa taxable income dapat
menjadi indikator atas kualitas laba yang lebih informatif dibandingkan dengan book
income untuk perusahaan-perusahaan yang melakukan manajemen laba.
Menurut Crabtree dan Maher (2009), book-tax differences dalam jumlah besar
dapat menjadi pertanda kualitas laba perusahaan yang rendah. Apabila laba yang
dilaporkan perusahaan telah menjadi objek manipulasi dan manajemen laba, laba
perusahaan akan menunjukkan persistensi yang rendah di masa depan, maka hal ini akan
semakin meningkatkan risiko perusahaan tidak mampu membayar pokok obligasi dan
bunganya di masa depan (risiko default). Untuk itu Crabtree dan Maher (2009) dalam
Christina et al (2010) melakukan penelitian mengenai pengaruh book-tax differences
terhadap penentuan peringkat obligasi oleh analis kredit atau lembaga pemeringkat.
Penelitian Crabtree dan Maher (2009) menemukan bahwa perusahaan yang
memiliki book-tax differences yang besar akan menghasilkan penurunan pada peringkat
obligasi perusahaan tersebut dan large(small) tax-to-book ratios akan menghasilkan
penurunan pada peringkat obligasi perusahaan tersebut. Hasil Penelitian tersebut berbeda
dengan hasil dari penelitian serupa yang juga dilakukan oleh Christina et al (2010) pada
perusahaan manufaktur di Indonesia dan hasilnya menyatakan bahwa perusahaan-
perusahaan yang memiliki book-tax differences yang semakin besar akan menghasilkan
peningkatan pada peringkat obligasi perusahaan tersebut demikian juga large(small) tax-
to-book ratios.
Oleh karena hasil penelitian sebelumnya belum konsisten maka penelitian ini
dilakukan sebagai replikasi dari penelitian yang dilakukan oleh Christina et al (2010) yang
telah menguji pengaruh perbedaan Taxable Income dan Book Income (Book-Tax
3
Differences) terhadap peringkat obligasi pada Pasar Kredit Obligasi selama tahun 2003-
2008 dengan sampel perusahaan manufaktur dan non-manufaktur. Akan tetapi, yang akan
membedakan penelitian sebelumnya dengan penelitian ini yaitu menggunakan data sampel
perusahaan jasa keuangan dengan memperpanjang periode tahun 2003-2010 untuk
menambah jumlah observasi penelitian sehingga dengan data yang semakin banyak dapat
memperoleh sampel yang konsisten setiap periode dalam jumlah banyak. Penelitian ini
menggunakan dua komponen book-tax differences yang diduga mempengaruhi peringkat
obligasi di Indonesia yaitu, pajak tangguhan (deffered tax) dan rasio pajak (tax-to-book
ratios).
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pihak investor untuk
meminimalkan risiko investasinya yakni dengan mempertimbangakan nilai book-tax
differences dan tax-to-book ratios. Juga diharapkan menjadi referensi bagi penelitian
terkait.
2. TINJAUAN PUSTAKA DAN PENYUSUNAN HIPOTESIS
Terdapat bukti empiris bahwa jika ada kenaikan peringkat obligasi, sering diikuti
dengan kenaikan harga saham. Sebaliknya penurunan peringkat obligasi pada umumnya
menyebabkan harga saham turun. Fenomena ini dapat dianggap sebagai bukti bahwa para
investor lebih menyukai obligasi dari pada capital gains. Tapi kenaikan peringkat obligasi
yang diatas biasanya merupakan suatu sinyal kepada para investor bahwa manajemen
perusahaan meramalkan suatu penghasilan yang baik di masa mendatang. Teori Signaling
Hypotesis ini menyatakan adanya sinyal good news atau sinyal bad news bagi perusahaan
jika ada efek dari peningkatan atau penurunan peringkat obligasi dari sebuah perusahaan.
4
Prinsip Akuntansi yang Berlaku Umum (PABU) dianggap memberikan diskresi
yang lebih besar kepada pihak manajemen perusahaan dibandingkan dengan Undang-
Undang perpajakan sehingga manajemen menggunakan diskresi tersebut untuk melakukan
manajemen laba. Akibatnya dapat terjadi perbedaan yang besar antara book income dan
taxable income (book-tax differences) yang kemudian berdampak pada jumlah beban pajak
tangguhan (deffered tax expense) yang meningkat. Phillips et al. (2003) mengemukakan
bahwa book-tax differences yang bersifat temporer yang tercermin dalam deferred tax
expense akan membantu memisahkan tindakan diskresi manajer dari pilihan-pilihan non-
diskresi. Deferred tax expense lebih akurat dibandingkan dengan ukuran-ukuran akrual
lainnya dalam mengklasifikasikan perusahaan yang melakukan manajemen laba untuk
menghindari kerugian dan penurunan laba. Oleh karena itu Phillips et al. (2003)
berpendapat bahwa informasi yang terkandung dalam deferred tax expense lebih berguna
untuk mendeteksi manajemen laba daripada model akrual yang dikembangkan oleh Healy
(1985), Jones (1991), dan Dechow et al. (1995).
Hanlon (2005) juga meneliti peranan book-tax differences dalam mengindikasikan
persistensi laba, akrual, dan arus kas untuk laba satu tahun ke depan. Dalam melakukan
penelitian tersebut, Hanlon (2005) menggunakan deferred taxes sebagai proksi book-tax
differences. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa perusahaan dengan book-tax
differences dalam jumlah besar serta bernilai positif dan negatif (large positive book-tax
differences dan large negative book-tax differences) mempunyai laba yang kurang
persisten dibandingkan perusahaan yang mempunyai book-tax differences dalam jumlah
kecil (small book-tax differences). Large positive deferred taxes merupakan pajak
tangguhan besar yang dimiliki perusahaan dan merupakan kelebihan pembayaran sehingga
bernilai positif, sedangkan large negative deferred taxes adalah pajak tangguhan besar
yang dimiliki perusahaan dan merupakan kurang bayar sehingga bernilai negatif.
5
Penelitian Crabtree dan Maher (2009) menggunakan kerangka pemikiran Phillips
et al. (2003) dan hasil penelitian Hanlon (2005) tersebut untuk melanjutkan penelitian
mengenai pengaruh book-tax differences terhadap penentuan peringkat obligasi oleh analis
kredit atau lembaga pemeringkat. Penelitian yang dilakukan oleh Crabtree dan Maher
(2009) menemukan bahwa large positive deferred taxes dan large negative deferred taxes
berpengaruh negatif dan signifikan terhadap RATING, artinya perusahaan-perusahaan
yang memiliki large positive deferred taxes dan large negative deferred taxes akan
mengalami penurunan peringkat obligasi. Large positive deferred taxes (pajak tangguhan
yang harus dibayar perusahaan) adalah pajak tangguhan bernilai positif dan besar yang harus
dibayar perusahaan.
Hal ini berlawanan dengan penelitian Christina et al(2010) pada perusahaan
manufaktur yang terdaftar di BEI yang menemukan bahwa large positive deferred taxes
berpengaruh positif namun tidak signifikan dan large negative deferred taxes berpengaruh
positif dan siginifikan terhadap RATING. Artinya perusahaan-perusahaan yang memiliki
book-tax differences yang besar akan menghasilkan peningkatan pada peringkat obligasi
perusahaan tersebut.
Crabtree dan Maher (2009) menyimpulkan bahwa book-tax differences dalam
jumlah besar dapat menjadi pertanda kualitas laba perusahaan yang rendah. Selain itu,
book-tax differences yang sangat besar juga menunjukkan adanya kemungkinan
perusahaan melakukan off-balance sheet financing, misalnya dengan tidak mengakui
hutang atau kewajiban perusahaan dalam laporan keuangan. Hal tersebut dapat menjadi
peringatan dini bagi analis kredit atau lembaga pemeringkat bahwa mereka tidak dapat lagi
bergantung pada laba yang dilaporkan untuk menilai kinerja perusahaan di masa depan.
Maka kesimpulannya semakin besar deferred taxes bernilai positif yang dimiliki
perusahaan mengindikasikan bahwa kinerja perusahaan baik karena memiliki kelebihan
6
pembayaran pajak tangguhan dan bernilai positif sehingga akan semakin besar
kemungkinan manajemen melakukan manajemen laba. Hal ini menyebabkan laba
akuntansi (book income) yang dilaporkan menjadi terdistorsi dan meningkatkan
ketidakpastian bagi analis kredit dan lembaga pemeringkat dalam menilai kinerja
perusahaan di masa depan. Hal ini meningkatkan risiko kredit dan sehingga menurunkan
peringkat obligasi perusahaan tersebut. Jadi perusahaan yang memiliki pajak tangguhan
besar bernilai positif tentunya akan memperoleh peringkat obligasi lebih rendah. Oleh
karena itu, maka dirumuskan hipotesis penelitian sebagai berikut :
H1a: Perusahaan-perusahaan yang memiliki pajak tangguhan besar yang bernilai
positif (large positive deferred taxes) akan memperoleh peringkat (rating)
obligasi yang lebih rendah pada saat penentuan peringkat (rating) obligasi.
Semakin besar deferred taxes bernilai negatif mengindikasikan kinerja perusahaan
dalam kondisi buruk karena kurang bayar sehingga akan semakin menurunkan
kemungkinan perusahaan untuk melakukan manajemen laba sehingga semakin besar risiko
default perusahaan sehingga berpotensi tidak mampu membayar kewajiban jangka
panjangnya di masa depan. Lembaga pemeringkat memberikan peringkat rendah karena
adanya penghasilan sebelum pajak yang diperoleh lebih kecil daripada penghasilan setelah
pajak yang dibayarkan sehingga menunjukkan kinerja perusahaan yang kurang baik. Jadi
karena menunjukkan kinerja yang kurang baik maka perusahaan dengan pajak tangguhan
besar negatif tentunya akan memperoleh peringkat obligasi lebih rendah. Oleh karena itu,
hipotesis yang diajukan selanjutnya adalah:
H1b: Perusahaan-perusahaan yang memiliki pajak tangguhan besar yang bernilai
negatif (large negative deferred taxes) akan memperoleh peringkat (rating)
obligasi yang lebih rendah pada saat penentuan peringkat (rating) obligasi.
7
Large tax-to-book ratios merupakan rasio perbandingan penghasilan kena pajak
dengan laba sebelum pajak menurut pembukuan perusahaan yang lebih besar sedangkan
small tax-to-book ratios merupakan perbandingan antara laba pajak dengan laba buku
perusahaan yang kecil. Penelitian yang dilakukan oleh Crabtree dan Maher (2009)
menyimpulkan bahwa perusahaan yang memiliki large tax-to-book ratios mengindikasikan
perusahaan tidak memiliki kemampuan untuk melakukan perencanaan pajak (tax planning)
untuk meminimalkan beban pajaknya dibandingkan dengan industri yang sejenis.
Ketidakmampuan melakukan manajemen pajak menyebabkan penilaian yang negatif dari
analis kredit bahwa perusahaan tersebut tidak mampu menggunakan sumber daya yang
tersedia untuk meminimalkan pembayaran pajak dan meningkatkan jumlah arus kas
perusahaan untuk membayar kewajiban jangka panjangnya. Oleh karena itu, analis kredit
atau lembaga pemeringkat diduga akan memberikan peringkat obligasi yang lebih rendah
kepada perusahaan yang memiliki large tax-to-book ratios.
Penelitian yang dilakukan oleh Crabtree dan Maher (2009) menemukan bahwa
large tax-to-book ratios dan small tax-to-book ratios berpengaruh negatif dan signifikan
terhadap RATING. Artinya perusahaan-perusahaan yang memiliki large tax-to-book
ratios dan small tax-to-book ratios akan memperoleh penurunan peringkat obligasi. Hal
ini disebabkan karena perusahaan dengan pajak tangguhan besar menunjukkan kinerja
kurang baik sehingga memiliki peringkat obligasi lebih rendah. Maka hipotesis pada
penelitian ini adalah sebagai berikut:
H2a: Perusahaan-perusahaan yang memiliki rasio penghasilan kena pajak (taxable
income) terhadap laba akuntansi (book income) yang besar (large tax-to-book
ratios) akan memperoleh peringkat (rating) obligasi yang lebih rendah pada
saat penentuan peringkat (rating) obligasi.
8
Crabtree dan Maher (2009) juga mengeksplorasi kemungkinan perusahaan yang
memiliki small tax-to-book ratios untuk memperoleh peringkat yang lebih rendah pada saat
penentuan peringkat obligasi perusahaan tersebut. Argumen yang mendasari kerangka
berpikir tersebut adalah small tax-to-book ratios yang dimiliki perusahaan dapat
mengindikasikan bahwa manajemen berusaha melakukan manajemen laba dan off-balance
sheet financing untuk meningkatkan book income pada periode saat ini sehingga
mengakibatkan menurunnya book income di masa mendatang. Dengan adanya manajemen
laba yang dilakukan ini berarti kinerja kurang baik sehingga perusahaan akan memiliki
peringkat obligasi lebih rendah. Berdasarkan kerangka pemikiran ini, maka hipotesis
selanjutnya yang diajukan adalah:
H2b: Perusahaan-perusahaan yang memiliki rasio penghasilan kena pajak (taxable
income) terhadap laba akuntansi (book income) yang kecil (small tax-to-book
ratios) akan memperoleh peringkat (rating) obligasi yang lebih rendah pada
saat penentuan peringkat (rating) obligasi.
3. POPULASI DAN SAMPEL
Populasi pada penelitian ini adalah semua perusahaan keuangan yang terdaftar
di BEI pada tahun 2003-2011yakni sebanyak 15 perusahaan. Alasan digunakannya
perusahaan jasa keuangan karena perusahaan keuangan memiliki karakteristik yang
berbeda dan harus lebih memiliki reputasi yang baik dimata nasabahnya sehingga
peringkat obligasi mendapatkan perhatian serius.
9
Tabel 1. Kriteria Sampel
Keterangan Jumlah
Jumlah Perusahaan Jasa Keuangan yang terdaftar di BEI
23
Datanya tidak lengkap (8)
Sampel terpilih 15
4. MODEL PENELITIAN
Penelitian ini menggunakan metode pengujian ordinal logit regression. Ordered
logit model yang biasa disingkat dengan nama ologit juga dikenal dengan sebutan
proportional odds model adalah regresi model untuk ordinal variabel dependen yang
digunakan untuk prediksi probabilitas terjadinya suatu peristiwa oleh data yang cocok
untuk fungsi logit kurva logistik. Ini adalah model linier umum yang digunakan untuk
regresi binominal. Seperti banyak bentuk analisis regresi, model ini juga menggunakan
beberapa variabel prediktor yang mungkin, baik numeric atau kategoris (Hair et al, 1998).
LANGKAH ANALISIS:
Penelitian ini menggunakan alat analisis regresi logistik karena variabel
dependennya berbentuk ranking atau rating (Ghozali, 2005). Sebelum dilakukan analisis
regresi logistik, terlebih dahulu diuji pemenuhan asumsi kelayakan sebagai berikut:
1. Uji Kelayakan Model Regresi
Kelayakan pertama model regresi dinilai dengan menggunakan Hosmer and
Leweshow’s Goodness of Fit Test. Hosmer and Leweshow’s Goodness of Fit Test
menguji hipotesis nol bahwa data empiris cocok atau sesuai dengan model (tidak ada
perbedaaan antara model dengan data sehingga model dapat dikatakan fit). Jika nilai
statistik Hosmer and Leweshow’s Goodness of Fit lebih besar daripada 0,05 maka
hipotesis nol tidak dapat ditolak dan berarti model mampu memprediksi nilai
10
observasinya atau dapat dikatakan model diterima karena sesuai dengan data
observasinya (Ghozali, 2005, h. 219).
2. Uji Model Fit
Dalam menilai model fit, digunakan Likelihood L. Ghozali (2005, h. 218-
219) mendefinisikan Likelihood L dari model adalah probabilitas bahwa model yang
dihipotesiskan menggambarkan data input. Untuk menguji hipotesis nol dan
alternatif, L ditransformasikan menjadi -2LogL. Statistik -2LogL kadang-kadang
disebut likelihood rasio x2 statistics, dimana x2 distribusi dengan degree of freedom
n-q, q adalah jumlah parameter dalam model.
Statistik -2LogL dapat juga digunakan untuk menentukan jika variabel
bebas ditambahkan ke dalam model apakah secara signifikan memperbaiki model
fit. Selisih -2LogL untuk model dengan konstanta saja dan -2LogL untuk model
dengan konstanta dan variabel bebas didistribusikan sebagai x2 dengan df (selisih df
kedua model).
3. Koefisien Determinasi
Nilai Nagelkerke’s R square dapat diintepretasikan seperti R2 pada multiple
regression (Ghozali, 2005, h.219). Nilai Nagelkerke’s R square menunjukkan
seberapa besar variabilitas variabel dependen yang dapat dijelaskan oleh variabel
Step number: 1 Observed Groups and Predicted Probabilities 32 1 F 1 R 24 1 E 0 Q 0 U 10 E 16 00 N 00 C 00 1 Y 00 1 1 1 8 00 0 1 1 00 0 10 11 1 0 0000 0 00 10 11 0 0000000000 000000 01 000 101 1111 11 Predicted Prob: 0 ,25 ,5 ,75 1 Group: 000000000000000000000000000000111111111111111111111111111111 Predicted Probability is of Membership for 1,00 The Cut Value is ,50 Symbols: 0 - ,00 1 - 1,00 Each Symbol Represents 2 Cases.
Logistic Regression
Block 0: Beginning Block
Case Processing Summary
130 96,3
5 3,7
135 100,0
0 ,0
135 100,0
Unweighted Casesa
Included in Analysis
Missing Cases
Total
Selected Cases
Unselected Cases
Total
N Percent
If weight is in effect, see classification table for the totalnumber of cases.
a.
Dependent Variable Encoding
0
1
Original Value,00
1,00
Internal Value
31
Block 1: Method = Enter
Iteration Historya,b,c
170,124 -,554
170,118 -,569
170,118 -,569
Iteration1
2
3
Step0
-2 Loglikelihood Constant
Coefficients
Constant is included in the model.a.
Initial -2 Log Likelihood: 170,118b.
Estimation terminated at iteration number 3 becauseparameter estimates changed by less than ,001.