Top Banner

of 43

Syamsidar G61108002

Oct 18, 2015

Download

Documents

Wenti Yuniati

umbi gadung, pengolahan
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
  • 1

    I. PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang

    Badan Ketahanan Pangan bagian Pusat konsumsi dan

    keamanan pangan telah mencanangkan salah satu program peningkatan

    pemanfaatan pangan lokal melalui tepung-tepungan. Tujuannya untuk

    meningkatkan penyediaan bahan pangan lokal dari tepung-tepungan

    sebagai produk antara yang dapat mendukung usaha kecil bidang pangan

    lokal (Sinartani.com, 2011).

    Indonesia kaya akan sumber daya hayati berupa serealia dan

    umbi-umbian yang dapat dijadikan sebagai bahan dalam pembuatan

    tepung-tepungan. Beberapa jenis Dioscorea yang tumbuh di Indonesia

    telah diketahui mempunyai kandungan karbohidrat tinggi dan sudah biasa

    dimanfaatkan sebagai pangan. Kadar amilosa beberapa jenis Dioscorea

    berkisar antara 14.0-62.3%. Tingginya kadar karbohidrat ini menunjukkan

    potensi Dioscorea sebagai bahan pangan alternatif yang berfungsi

    menggantikan tepung terigu karena bebas gluten. Meskipun

    kelemahannya ada beberapa jenis Dioscorea yang mempunyai kadar

    HCN cukup tinggi, namun dengan cara pengolahan yang baik, umbi dapat

    dikonsumsi (Wulandari, 2009). Salah satu jenis Dioscorea adalah umbi

    gadung (Dioscorin hispida Dennts). Umbi gadung dalam Bahasa

    Makassar disebut sikapa.

  • 2

    Salah satu produk yang bisa dibuat dari tepung umbi gadung

    adalah mie. Mie merupakan salah satu produk yang banyak disukai oleh

    semua kalangan masyarakat. Ada banyak jenis-jenis mie yaitu mie basah,

    mie kering dan mie instant. Mie yang akan dibuat dalam penelitian ini

    adalah mie kering. Pembuatan mie yang selama ini kita kenal berbahan

    baku tepung terigu yang harus diimpor dari luar negeri. Pembuatan mie

    kering dari tepung umbi gadung ini merupakan salah satu cara

    mengurangi konsumsi tepung terigu Indonesia meskipun dalam penelitian

    ini masih menggunakan tepung terigu kurang dari 50%. Selain itu, sebagai

    pemanfaatan pangan lokal yang merupakan kekayaan alam Indonesia.

    B. Perumusan Masalah

    Sifat fisik dan kimia tepung umbi gadung dan tepung terigu

    berbeda sehingga pengolahannya pun akan berbeda. Bagaimana

    formulasi tepung terigu dan tepung umbi gadung yang menghasilkan mie

    kering terbaik. Bagaimana hasil analisa proksimat dan sensori mie kering

    yang dihasilkan.

    C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

    Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui proses

    pembuatan mie kering dari tepung umbi gadung yang tepat, menentukan

    formulasi tepung umbi gadung dengan tepung terigu yang menghasilkan

    mie kering terbaik, serta menentukan hasil analisa proksimat dan sensori

    mie kering yang dihasilkan.

  • 3

    Kegunaan dari penelitian ini adalah dapat menjadi sumber

    informasi bagi masyarakat tentang pengolahan umbi gadung menjadi

    tepung dan mie kering, dapat menjadi bahan pembelajaran bagi peneliti,

    dapat menjadi acuan bagi peneliti selanjutnya, dan dapat menjadi bahan

    pertimbangan bagi industri pengolahan mie.

  • 4

    II. TINJAUAN PUSTAKA

    A. Gadung (Discorea hispida Dennst)

    Gadung (Dioscorea hispida Dennst) tergolong tanaman

    umbi-umbian yang cukup populer walaupun kurang mendapat perhatian.

    Gadung menghasilkan umbi yang dapat dimakan, namun mengandung

    racun yang dapat mengakibatkan pusing dan muntah apabila kurang

    benar pengolahannya. Produk gadung yang paling dikenal adalah dalam

    bentuk keripik meskipun rebusan gadung juga dapat dimakan. Tumbuhan

    gadung berbatang merambat dan memanjat, panjang 520 m. Arah

    rambatannya selalu berputar ke kiri (melawan arah jarum jam, jika dilihat

    dari atas). Ciri khas ini penting untuk membedakannya dari

    gembili (D. aculeata) yang memiliki penampilan mirip namun batangnya

    berputar ke kanan (Anonim, 2011).

    Komposisi kimia umbi gadung dalam Tabel 1 berikut ini.

    Tabel 1. Komposisi Kimia Umbi Gadung

    Zat Gizi Jumlah (%)

    Air 78,00

    Karbohidrat 18,00

    Lemak 0,16

    Protein 1,81

    Serat Kasar 0,93

    Kadar Abu 0,69

    Diosgenin 0,20

    Dioscinin 0,04

    Sumber : Sukarsa, 2010.

  • 5

    Umbi gadung bila terkena kulit dapat menyebabkan gatal-gatal.

    Umbi gadung mengandung racun atau zat alkaloid yang disebut dioscorin

    (CH13H19O2N). Racun ini bila terkonsumsi dalam kadar yang rendah dapat

    mengakibatkan pusing-pusing (Rukmana, 2001).

    Hasil analisis nutrisis dan gluten pada Dioscorea spp dapat

    dilihat dalam Tabel 2 berikut ini.

    Tabel 2. Hasil analisis nutrisi dan gluten pada Dioscorea spp

    No

    Jenis Pengujian (%)

    Hasil Pengujian

    D.alata ungu

    (dalamnya putih)

    D.alata ungu

    (dalamnya ungu)

    D.alata

    putih

    D.alata

    tiang

    D.hispida

    1 Kadar Air 82,27 89,73 83,20 69,26 79,06

    2 Kadar Abu 0,21 0,62 0,51 0,56 0,75

    3 Kadar Abu tak larut asam

    0,01 0,55 0,02 0,06 0,07

    4 Kadar Serat 1,48 0,67 0,76 0,98 1,00

    5 Kadar Pati 12,35 10,93 17,80 3,2 15,26

    6 Kadar Lemak 1,03 0,82 0,76 0,85 1,2

    7 B-caroten Tidak

    Terdeteksi Tidak

    Terdeteksi Tidak

    Terdeteksi Tidak

    Terdeteksi Tidak

    dilakukan

    8 Kadar Protein 0,91 1,36 2,09 1,34 2,66

    9 Gluten 0 Tidak

    dilakukan 0 0 0

    Sumber : Wulandari, 2009.

    B. Mie

    Mie yang disukai masyarakat Indonesia adalah mie

    dengan warna kuning, bentuk khas mie yaitu berupa pilinan panjang

    yang dapat mengembang sampai batas tertentu dan lenting serta

    kalau direbus tidak banyak padatan yang hilang. Semua ini termasuk sifat

    fisik mie yang sangat menentukan terhadap penerimaan

    konsumen (Setianingrum dan Marsono, 1999).

  • 6

    Mie dibuat dengan mesin khusus, tetapi juga bisa dibuat tanpa

    mesin. Proses pembuatan mie tanpa mesin memerlukan latihan yang

    cukup lama. Adonan tepung terigu atau tepung yang lain ditarik, dibanting

    dan dipelintir hingga terbentuk mie yang panjang. Di negara asalnya, mie

    diyakini sebagai lambang panjang umur. Uniknya, agar harapan umur

    panjang bisa terkabul, konon mie harus dimakan tanpa memotong

    helaiannya yang panjang. Jadi cukup digulung dengan garpu atau

    sumpit (Pratitasari, 2007).

    1. Jenis-jenis mie

    Menurut Astawan (2006), walaupun pada prinsipnya mie dibuat

    dengan cara yang sama, tetapi di pasaran dikenal beberapa jenis mie

    seperti mie segar/mentah (raw chinese noodle), mie basah

    (boiled noodle), mie kering (steam and fried noodle), dan mie instant

    (instant noodle).

    a. Mie Mentah

    Mie mentah adalah mie yang tidak mengalami proses tambahan

    setelah pemotongan dan mengandung air sekitar 35%. Oleh karena itu,

    mie ini cepat rusak. Penyimpanan dalam refrigerator dapat

    mempertahankan kesegaran mie ini hingga 50-60 jam. Setelah masa

    simpan tersebut, warna mie akan menjadi gelap.

  • 7

    b. Mie Basah

    Mie basah adalah jenis mie yang mengalami proses perebusan

    setelah tahap pemotongan dan sebelum dipasarkan. Kadar airnya dapat

    mencapai 52% sehingga daya tahan simpannya relatif singkat (40 jam

    pada suhu kamar). Di Indonesia, mie basah dikenal sebagai mie kuning

    atau mie bakso.

    c. Mie Kering

    Mie kering adalah mie mentah yang telah dikeringkan hingga

    kadar airnya mencapai 8-10%. Pengeringan umumnya dilakukan dengan

    penjemuran di bawah sinar matahari atau dengan oven. Karena bersifat

    kering, maka mie ini mempunyai daya simpan yang relatif panjang dan

    mudah penanganannya. Mie kering sebelum dipasarkan biasanya

    ditambahkan telur segar atau tepung telur sehingga mie ini dikenal

    dengan nama mie telur. Penambahan telur ini merupakan variasi sebab

    secara umum mie oriental tidak mengandung telur. Di Amerika Serikat,

    penambahan telur merupakan suatu keharusan karena mie kering harus

    mengandung air kurang dari 13% dan padatan telur lebih dari 5,5%.

    d. Mie Instant

    Dalam Standar Nasional Indonesia (SNI) nomor 3551-1994, mie

    instant didefenisikan sebagai produk makanan kering yang dibuat dari

    tepung terigu dengan atau tanpa penambahan bahan makanan lain dan

    bahan makanan tambahan yang diizinkan, berbentuk khas mie dan siap

  • 8

    dihidangkan setelah dimasak atau diseduh dengan air mendidih paling

    lama 4 menit. Mie instant dikenal sebagai mie ramen. Mie ini dibuat

    dengan penambahan beberapa proses setelah diperoleh mie segar.

    Tahap-tahap tersebut yaitu pengukusan, pembentukan dan pengeringan.

    Kadar air mie instant umumnya mencapai 5-8% sehingga memiliki daya

    simpan yang cukup lama.

    1. Bahan-bahan pembuat mie basah

    a. Tepung Terigu

    Tepung terigu yang digunakan sebaiknya yang mengandung

    gluten 8-12%. Tepung terigu ini tergolong medium hard flour di pasaran

    dikenal sebagai Segitiga Biru atau Gunung Bromo. Gluten adalah protein

    yang terdapat pada terigu. Gluten bersifat elastis sehingga

    akan mempengaruhi sifat elastisitas dan tekstur mie yang

    dihasilkan (Widyaningsih dan Murtini, 2006).

    b. Garam

    Dalam pembuatan mie, penambahan garam dapur

    berfungsi member rasa, memperkuat tekstur mie, meningkatkan

    fleksibilitas, dan elastisitas mie serta untuk mengikat air. Selain itu garam

    dapur dapat menghambat aktifitas enzim protease dan amylase sehingga

    pastatidak bersifat lengket dan tidak mengembang secara

    berlebihan (Astawan, 2006).

  • 9

    c. Telur

    Secara umum, penambahan telur dimaksudkan untuk

    meningkatkan mutu protein mie dan menciptakan adonan yang lebih liat

    sehingga tidak mudah putus-putus. Putih telur berfungsi untuk mencegah

    kekeruhan saus mie waktu pemasakan. Penggunaan putih telur harus

    secukupnya saja karena pemakaian yang berlebihan akan menurunkan

    kemampuan mie menyerap air (daya dehidrasi) waktu

    direbus (Astawan, 2006).

    d. Soda abu (Natrium karbonat dan kalium karbonat)

    Soda abu merupakan campuran dari natrium karbonat dan

    kalium karbonat (perbandingan 1:1). Berfungsi untuk mempercepat

    pengikatan gluten, meningkatkan fleksibilitas dan elastisitas mie,

    meningkatkan kehalusan tekstur, serta meningkatkan sifat

    kenyal (Astawan 2006).

    e. Air

    Air berfungsi sebagai media reaksi antara gluten dengan

    karbohidrat (akan mengembang), melarutkan garam, dan membentuk sifat

    kenyal gluten. Air yang digunakan harus air yang memenuhi persyaratan

    air minum, yaitu tidak berwarna, tidak berbau, dan tidak

    berasa (Astawan, 2006).

  • 10

    2. Metode Pembuatan Mie

    a. Pencampuran

    Proses pencampuran bertujuan untuk menghidrasi tepung

    dengan air, membuatnya merata dengan mencampur dan membuat

    adonan dengan bentuk jaringan glutein dengan meremas-remas. Untuk

    membuat adonan yang baik faktor yang harus diperhatikan adalah jumlah

    air yang ditambahkan, waktu pengadukan dan

    temperature (Sunaryo, 1985).

    Mixing berfungsi untuk mencampur secara homogen semua

    bahan, mendapatkan hidrasi yang sempurna pada karbohidrat dan

    protein, membentuk dan melunakkan glutein hingga tercapai adonan

    yang kalis. Adapun yang dimaksud kalis adalah pencapaian pengadukan

    maksimum sehingga terbentuk permukaan film pada adonan.

    Tanda-tanda adonan telah kalis adalah jika adonan tidak lagi menempel di

    wadah atau di tangan atau saat adonan

    dilebarkan (Mudjajanto dan Yulianti, 2004).

    b. Pembentukan lembaran

    Adonan yang sudah kalis sebagian dimasukkan ke dalam mesin

    pembuat mie untuk mendapatkan lembaran-lembaran. Pembentukan

    lembaran ini diulang beberapa kali untuk mendapatkan lembaran yang

    tipis (Widyaningsih dan Murtini, 2006).

  • 11

    c. Pembentukan mie

    Proses pembentukan mie ini umumnya sudah dilakukan dengan

    alat pencetak mie (roll press) yang digerakkan tenaga listrik. Alat ini

    mempunyai dua rol. Rol pertama berfungsi untuk menipiskan lembaran

    mie dan rol kedua berfungsi untuk mencetak mie. Pertama-tama lembaran

    mie masuk ke rol pertama kemudian masuk ke rol kedua. Mie yang keluar

    dari rol pencetak dipotong tiap 1 m dengan menggunakan

    gunting (Astawan, 2006).

    Teknologi pembuatan mie instan jagung secara umum terdiri dari

    proses pencampuran, pengukusan, pencetakan & pemotongan, dan

    pengeringan (Anonim, 2010).

  • 12

    III. METODOLOGI PENELITIAN

    A. Waktu dan Tempat

    Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari-April 2012 di

    Laboratorium Pengolahan Pangan, Program Studi Ilmu dan Teknologi

    Pangan, Jurusan Teknologi Pertanian, Universitas Hasanuddin, Makassar.

    B. Alat dan Bahan

    Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah pisau, grinder,

    baskom, blower, pencetak mie, panci, kompor, ayakan, sendok, oven,

    stopwatch, desikator, timbangan analitik, erlenmeyer, gelas kimia, parut,

    cawan, stopwatch, cawan porselin, lumpang, mangkok, soxhlet dan

    perangkatnya, kjhedhal dan perangkatnya, tanur, gegep, dan pendingin

    balik.

    Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah umbi gadung,

    tepung terigu cap segitiga biru, minyak goreng sunco, garam, aquadest,

    aluminium foil, alkohol, kertas saring, khloroform, HCl, NaOH, tissu roll, air

    bersih, telur, soda abu.

  • 13

    C. Metode Penelitian

    1. Pembuatan tepung umbi gadung

    Umbi gadung dikupas kemudian diparut. Setelah itu, direndam

    dengan larutan garam 7,5% selama 72 jam (perlakuan terbaik penelitian

    Muljo Hardjo, 2010). Kemudian ditiriskan dan dikeringkan dengan oven

    pada suhu 600C selama 24 jam. Dihaluskan dengan grinder kemudian

    diayak dengan ukuran partikel 75 mesh. Proses penepungan umbi gadung

    ini disajikan dalam gambar 1.

    2. Penelitian Pendahuluan

    Penelitian ini bertujuan untuk menentukan volume air yang

    digunakan dalam pembentukan adonan dan untuk menentukan metode

    yang tepat dalam pembuatan mie kering.

    Hasil dari penelitian pendahuluan adalah volume air yang

    digunakan dalam pembentukan adonan berbeda untuk setiap perlakuan.

    Volume air yang digunakan dalam pembentukan adonan dari formulasi

    tepung umbi gadung 100% adalah 51,55%, formulasi tepung umbi gadung

    80% dan tepung terigu 20% yaitu 47,69%, serta untuk formulasi tepung

    gadung 60% dan tepung terigu 40% menggunakan air dengan

    volume 43,29%. Penggunaan air yang berbeda ini karena adanya

    perbedaan jumlah tepung umbi gadung yang digunakan. Semakin banyak

    tepung umbi gadung yang digunakan, semakin banyak air yang

    dibutuhkan dalam pembentukan adonan.

  • 14

    Metode yang tepat adalah dibuat adonan sampai kalis,

    didiamkan dalam plastik selama 15 menit, dibuat lembaran, dikukus

    selama 15 menit, didiamkan selama 5 menit, digiling menjadi lembaran

    mie, dan dikeringkan sampai kadar air 8-10%.

    3. Pembuatan Mie Kering

    Prosedur pembuatan mie kering adalah semua bahan diukur

    sesuai yang dibutuhkan kemudian dilakukan pencampuran bahan sampai

    homogen. Setelah adonan kalis, dibuat lembaran tipis kemudian dikukus.

    Lembaran-lembaran tersebut kemudian dimasukkan ke dalam rol

    pencetak mi. Untaian mie tersebut kemudian dikeringkan dalam blower

    pada suhu 600C sampai kadar air 8-10%. Selanjutnya dilakukan analisa

    total pati, uji elastisitas mie, uji sensori meliputi rasa, warna, aroma, dan

    tekstur. Diagram alir pembuatan mie kering disajikan dalam gambar 2.

  • 15

    Gambar 1. Diagram Alir Pembuatan Tepung umbi gadung (Muljo Hardjo, 2010 dengan modifikasi)

    Diparut

    Direndam dengan larutan NaCl 7,5% selama 72 jam

    Dicuci sampai bersih

    Ditiriskan dan dicuci

    Dikeringkan dalam blower T= 600 C,

    t=12 jam

    Digiling

    Kulit

    Air Cucian

    Tepung Gadung

    Air rendaman

    dan Cucian

    Analisa Proksimat meliputi kadar air,

    abu, lemak, protein, dan karbohidrat

    Umbi gadung dikupas

    Mulai

    Analisa Proksimat meliputi kadar air,

    abu, lemak, protein, dan karbohidrat

    Dibuang

  • 16

    Gambar 2. Diagram Alir Pembuatan Mie Kering

    Pencampuran bahan

    Pembuatan adonan

    Pembentukan lembaran

    Pengukusan t= 5 menit

    Pendinginan

    Pencetakan

    Pengeringan T=600C, t= 3 Jam

    Mulai

    Perlakuan : M1 = Tepung gadung 100% M2 = Tepung gadung 80% + tepung terigu 20% M3 = Tepung gadung 60% + tepung terigu 40%

    Bahan Tambahan : - - Air M1=51,55%,M2=47,69%, - M3=43,29% - - NaCl 1,3% - - Telur 30% - - Soda abu 0,3%

    Analisa Proksimat meliputi Kadar air,

    Abu, Lemak, Protein, Karbohidrat

    Analisa organoleptik meliputi warna, aroma,

    rasa dan tekstur

    Mie Kering

  • 17

    D. Perlakuan Penelitian

    Perlakuan dalam penelitian ini adalah formulasi tepung umbi

    gadung dengan tepung terigu yang diberi simbol M yaitu sebagai berikut.

    M1 = Tepung umbi gadung 100%

    M2 = Tepung umbi gadung 80% + tepung terigu 20%

    M3 = Tepung umbi gadung 60% + tepung terigu 40%

    E. Parameter Pengamatan

    1. Kadar air (Sudarmadji dkk., 1997)

    Contoh dihaluskan dan ditimbang sebanyak 2 gram dalam

    aluminium foil yang telah diketahui beratnya. Kemudian dikeringkan dalam

    oven pada suhu 1050C selama 4 jam. Kemudian didinginkan di dalam

    desikator selama 15 menit dan ditimbang. Selanjutnya dipanaskan

    kembali selama 30 menit, didinginkan kembali di dalam desikator dan

    ditimbang. Perlakuan ini diulangi sampai tercapai berat konstant.

    Penguarangan berat merupakan banyaknya air yang diuapkan dari bahan,

    dengan perhitungan.

  • 18

    2. Kadar Protein (Sudarmadji dkk., 1997)

    Sejumlah kecil contoh ditimbang kurang lebih 0,5 gram dan

    dimasukkan ke dalam labu khjedhal 100 ml kemudian ditambahkan

    kurang lebih 1 gram selenium dan 10 ml H2S04 pekat (teknis). Labu

    khjedhal bersama isinya digoyangkan sampai semua contoh terbasahi

    dengan H2S04. Kemudian didekstruksi dalam lemari asam sampai jernih

    dan dibiarkan dingin kemudian tuang ke dalam labu ukur 100 ml dan

    dibilas dengan air suling. Setelah itu dibiarkan dingin kemudian diimpitkan

    pada tanda garis dengan air suling.

    Disiapkan penampung yang terdiri dari 10 ml H3BO3 2% dan 4

    tetes larutan indikator campuran dalam Erlenmeyer 100 ml. Dipipet 5 ml

    larutan NaOH 30% dan 100 ml air suling hingga volume penampung

    menjadi lebih kurang 50 ml. setelah itu dibilas ujung penyuling dengan air

    suling kemudian penampung bersama isinya dititrasi dengan larutan HCl

    atau H2S04 0,0222 N.

    Dimana V1 = volume titrasi contoh

    N = normalitas 0,0142 N

    P = faktor pengenceran 100/5

  • 19

    3. Kadar Lemak (Sudarmadji dkk., 1997)

    Ditimbang dengan teliti 1 g sampel, lalu dimasukkan ke dalam

    tabung reaksi berskala 10 ml, ditambahkan kloroform mendekati skala.

    Kemudian ditutup rapat, dikocok dan dibiarkan semalam, lalu dikocok

    hingga homogen kemudian disaring dengan kertas saring ke dalam

    tabung reaksi Dipipet 5 ml ke dalam cawan yang telah diketahui beratnya

    (a gram) lalu diovenkan suhu 1000C selama tiga jam. Dimasukkan

    kedalam desikator 30 menit kemudian ditimbang (b gram).

    Dihitung kadar lemak kasar dengan rumus sebagai berikut :

    Dimana P = pengenceran (10/5 = 2)

    4. Kadar Karbohidrat (Winarno, 2004)

    Ada beberapa cara analisis yang dapat digunakan untuk

    memperkirakan kandungan karbohidrat dalam bahan makanan. Yang

    paling mudah adalah dengan cara perhitungan kasar (proximate analysis)

    atau juga disebut Carbohydrate by Difference. Yang dimaksud dengan

    proximate analysis adalah suatu analisis di mana kandungan karbohidrat

    termasuk serat kasar diketahui bukan melalui analisis tetapi melalui

    perhitungan, sebagai berikut.

    %karbohidrat = 100% - %(protein+lemak+abu+air)

  • 20

    Perhitungan Carbohydrate by Difference adalah penentuan karbohidrat

    dalam bahan makanan secara kasar, dan hasilnya ini biasanya

    dicantumkan dalam daftar komposisi bahan makanan

    5. Uji Organoleptik

    Parameter uji organoleptik yang digunakan meliputi rasa, aroma,

    warna, dan tekstur. Metode pengujian yang digunakan adalah metode

    hedonik (uji kesukaan) dengan skala 1-9 yaitu (1) amat sangat tidak suka,

    (2) sangat tidak suka, (3) tidak suka, (4) kurang suka, (5) biasa, (6) agak

    suka, (7) suka, (8) sangat suka, dan (9) amat sangat suka. Panelis diminta

    untuk memberikan penilaian menurut tingkat kesukaannya.

    F. Pengolahan Data

    Rancangan percobaan pada penelitian ini menggunakan

    rancangan acak lengkap kemudian dilanjutkan dengan uji Beda Nyata

    Terkecil (BNT) dengan tiga kali ulangan.

  • 21

    IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

    Mie kering adalah mie mentah yang telah dikeringkan hingga

    kadar airnya mencapai 8-10%. Pengeringan umumnya dilakukan dengan

    penjemuran di bawah sinar matahari atau dengan oven. Karena bersifat

    kering, maka mie ini mempunyai daya simpan yang relatif panjang dan

    mudah penanganannya (Astawan, 2006).

    Hasil penelitian menunjukkan bahwa formulasi tepung terigu dan

    tepung umbi gadung yang berbeda dalam pembuatan produk mie kering

    berpengaruh terhadap kadar protein, karbohidrat dan total abu produk

    tersebut. Hal tersebut juga berpengaruh terhadap hasil uji organoleptik

    metode hedonik.

    Hasil analisa proksimat dari umbi dan tepung umbi gadung

    disajikan dalam Tabel 3.

    Tabel 3. Tabel Hasil Analisa Proksimat Umbi dan Tepung umbi gadung

    No Kandungan Umbi (%) Tepung (%)

    1 Karbohidrat 15,54 66,20

    2 Protein 1,46 1,99

    3 Lemak 1,46 15,51

    4 Kadar Air 80,87 14,42

    5 Kadar Abu 0,67 1,88

    Sumber : Data Hasil Penelitian Studi Pembuatan Mie Kering, 2012.

  • 22

    1. Protein

    Protein merupakan suatu zat gizi yang amat penting bagi tubuh,

    karena zat ini di samping berfungsi sebagai bahan bakar dalam tubuh juga

    berfungsi sebagai zat pembangun dan pengatur (Winarno, 2004). Gambar

    1 menunjukkan bahwa kisaran kadar protein produk mie kering yang

    dihasilkan adalah 5,31%-9,19%. Perlakuan formulasi tepung umbi gadung

    100% mempunyai kadar protein terendah yaitu sebesar 5,31% sedangkan

    formulasi tepung umbi gadung 60% dan tepung terigu 40% mempunyai

    kadar protein tertinggi yaitu sebesar 9,19%. Hasil analisa kadar protein

    kering berbagai perlakuan disajikan dalam gambar 3.

    Hasil analisis ragam (lampiran 01b) menunjukkan bahwa

    formulasi tepung umbi gadung dan tepung terigu yang berbeda

    berpengaruh sangat nyata terhadap kadar protein mie kering yang

    dihasilkan. Setelah uji lanjut menggunakan BNT, hasilnya menunjukkan

    bahwa kadar protein mie kering dengan formulasi 100% tepung umbi

    gadung berbeda sangat nyata dengan perlakuan lainya yaitu formulasi

    tepung umbi gadung 80% dan tepung terigu 20% serta formulasi tepung

    umbi gadung 60% dan tepung terigu 40%. Jadi dapat disimpulkan bahwa

    semakin banyak tepung terigu yang digunakan dalam pembuatan mie

    kering, maka kadar protein semakin meningkat. Hal ini terjadi karena

    tepung terigu yang digunakan mengandung protein yang lebih tinggi

    dibandingkan dengan tepung umbi gadung.

  • 23

    Gambar 3. Hasil analisa kadar protein mie kering berbagai perlakuan.

    2. Kadar Lemak

    Hasil analisa kadar lemak mie kering dari ketiga perlakuan dapat

    dilihat dalam gambar 4. Kisaran kadar lemak mie kering yang dihasilkan

    adalah 0,94%-1,24%. Kadar lemak tertinggi pada perlakuan formulasi

    100% tepung umbi gadung sebesar 1,24%, sedangkan terendah pada

    perlakuan formulasi tepung umbi gadung 50% dan tepung terigu 40%.

    Hasil sidik ragam (lampiran 02b) menunjukkan bahwa formulasi

    tepung umbi gadung dan tepung terigu yang berbeda tidak berpengaruh

    nyata terhadap kadar lemak mie kering yang dihasilkan. Tepung terigu

    yang digunakan mempunyai kadar lemak rendah.

  • 24

    Gambar 4. Hasil analisa kadar lemak mie kering berbagai perlakuan

    3. Kadar air

    Kadar air berpengaruh terhadap masa simpan dan tekstur

    produk. Mie kering mempunyai masa simpan yang relatif panjang karena

    mempunyai kadar air yang rendah yaitu sekitar 8-10%. Menurut

    Astawan (2006), mie kering adalah mie mentah yang telah dikeringkan

    hingga kadar airnya mencapai 8-10%. Kisaran kadar air produk mie kering

    yang dihasilkan adalah 9,59%-10,67%. Kadar air terendah pada produk

    mie kering dengan perlakuan formulasi tepung umbi gadung 60% dan

    tepung terigu 40%, sedangkan kadar air tertinggi pada perlakuan

    formulasi tepung umbi gadung 100%. Hasil analisa kadar air mie kering

    berbagai perlakuan disajikan dalam gambar 5.

  • 25

    Gambar 5. Hasil analisa kadar air mie kering berbagai perlakuan

    Hasil sidik ragam (lampiran 03b) menunjukkan bahwa formulasi

    tepung umbi gadung dan tepung terigu yang berbeda tidak berpengaruh

    nyata terhadap kadar air mie kering yang dihasilkan. Hal ini karena

    pengeringan yang dilakukan untuk semua perlakuan bertujuan untuk

    menghasilkan mie kering dengan kadar air 8-10%.

    4. Kadar abu

    Sebagian besar bahan makanan, yaitu sekitar 96% terdiri dari

    bahan organik dan air. Sisanya terdiri dari unsure-unsur mineral yang

    dikenal juga dengan kadar abu. Di dalam tubuh unsur mineral berfungsi

    sebagai zat pembangun dan pengatur (Winarno, 2004). Kisaran kadar abu

    produk mie kering adalah 2,94%-3,69%. Kadar abu terendah pada mie

  • 26

    kering dengan perlakuan formulasi tepung umbi gadung 60% dan tepung

    terigu 40%, sedangkan kadar abu tertinggi pada mie kering dengan

    formulasi tepung umbi gadung 100%. Hasil analisa kadar abu mie kering

    berbagai perlakuan disajikan dalam gambar 6.

    Hasil sidik ragam (lampiran 04b) menunjukkan bahwa

    formulasi tepung umbi gadung dan tepung terigu yang berbeda

    berpengaruh sangat nyata terhadap kadar abu mie kering yang dihasilkan.

    Hasil uji lanjut menggunakan BNT menunjukkkan bahwa kadar abu mie

    kering dari formulasi tepung umbi gadung 100% berbeda sangat nyata

    dengan mie kering dari perlakuan formulasi tepung umbi gadung 60% dan

    tepung terigu 40%. Kadar abu mie kering dari perlakuan formulasi tepung

    umbi gadung 80% dan tepung terigu 20% tidak berbeda nyata dengan

    perlakuan formulasi 100% tepung umbi gadung. Dapat disimpulkan bahwa

    formulasi tepung umbi gadung 100% dapat menghasilkan kadar abu mie

    kering yang tinggi yaitu sebesar 3,69%. Hal ini karena tepung umbi

    gadung mempunyai kadar abu yang tinggi dibandingkan dengan tepung

    terigu yaitu sebesar 1,88%.

  • 27

    Gambar 6. Hasil analisa kadar abu mie kering berbagai perlakuan

    5. Karbohidrat

    Karbohidrat merupakan sumber kalori utama bagi hampir seluruh

    penduduk dunia. Khususnya bagi penduduk Negara yang sedang

    berkembang. Karbohidrat juga mempunyai peranan penting dalam

    menentukan karakteristik bahan pangan misalnya rasa, warna, tekstur,

    dan lain-lain (Winarno, 2004). Kisaran kadar karbohidrat produk mie kering

    yang dihasilkan adalah 77,34%-79,09%. Kadar karbohidrat terendah

    adalah mie kering dengan perlakuan formulasi tepung umbi gadung 60%

    dan tepung terigu 40%, sedangkan kadar karbohidrat tertinggi adalah mie

    kering dari perlakuan tepung umbi gadung 100%. Hasil analisa kadar

    karbohidrat mie kering berbagai perlakuan (gambar 7).

  • 28

    Hasil sidik ragam (lampiran 05b) menunjukkan bahwa formulasi

    tepung umbi gadung dan tepung terigu yang berbeda berpengaruh sangat

    nyata terhadap kadar karbohidrat mie kering yang dihasilkan. Hasil uji

    lanjut dengan BNT menunjukkan bahwa kadar karbohidrat mie kering dari

    formulasi tepung umbi gadung 100% berbeda sangat nyata dengan mie

    kering dari perlakuan formulasi tepung umbi gadung 80% dan tepung

    terigu 20% serta formulasi tepung umbi gadung 60% dan tepung terigu

    40%. Kadar karbohidrat mie kering dari perlakuan formulasi tepung umbi

    gadung 80% dan tepung terigu 20% tidak berbeda nyata dengan

    perlakuan formulasi tepung umbi gadung 60% dan tepung terigu 40%.

    Dapat disimpulkan bahwa formulasi tepung umbi gadung 100% dapat

    menghasilkan kadar karbohidrat mie kering yang tinggi yaitu sebesar

    79,09%. Hal ini karena tepung umbi gadung mempunyai kadar karbohidrat

    yang tinggi dibandingkan dengan tepung terigu yaitu sebesar 66,20%.

    6. Uji Organoleptik

    Hasil uji organoleptik terhadap warna, rasa, aroma, dan tekstur

    mie kering (gambar 8).

    a. Warna

    Warna pada makanan dapat disebabkan oleh beberapa sumber

    diantaranya pigmen, pengaruh panas pada gula (karamel), adanya reaksi

    antara gula dan asam amino (Maillard), dan adanya pencampuran bahan

    lain (Winarno, 1997). Warna adalah kesan pertama yang ditangkap

  • 29

    panelis sebelum mengenali rangsangan-rangsangan yang lain. Warna

    sangat penting untuk segala jenis makanan karena mempengaruhi tingkat

    penerimaan panelis. Hasil uji sensori terhadap warna mie kering dapat

    dilihat dalam gambar 8.

    Skor penilaian panelis terhadap warna mie kering yang

    dihasilkan dari perlakuan 100% tepung umbi gadung

    adalah 6 (agak suka), perlakuan 80% tepung umbi gadung

    dan 20% tepung terigu adalah 6,9 (suka), dan perlakuan 60% tepung umbi

    gadung dan 40% tepung terigu adalah 6,5 (agak suka).Hal ini karena

    warna mie kering yang dihasilkan tidak jauh beda dengan mie kering yang

    sering panelis konsumsi yaitu agak kekuningan.

    Gambar 7. Hasil analisa kadar karbohidrat mie kering berbagai perlakuan

  • 30

    Gambar 8. Hasil analisa organoleptik mie kering berbagai perlakuan

    b. Aroma

    Aroma merupakan faktor penting dalam menentukan tingkat

    penerimaan konsumen pada suatu bahan, aroma banyak menentukan

    kelezatan bahan makanan, biasanya seseorang dapat menilai lezat

    tidaknya suatu bahan makanan dari aroma yang diimbulkan. Hasil uji

    organoleptik terhadap aroma dapat dilihat pada gambar 8.

    Skor penilaian panelis terhadap aroma mie kering yang

    dihasilkan dari perlakuan 100% tepung umbi gadung

    adalah 5,9 (agak suka), perlakuan 80% tepung umbi gadung

    dan 20% tepung terigu adalah 5,6 (agak suka), dan perlakuan 60% tepung

  • 31

    umbi gadung dan 40% tepung terigu adalah 5,5 (biasa). Hal ini karena

    aroma mie kering yang dihasilkan hampir sama dengan mie dari tepung

    terigu.

    c. Rasa

    Rasa merupakan sensasi yang diproduksi oleh material yang

    dimasukkan ke dalam mulut, dirasakan prinsipnya oleh indera perasa

    dalam mulut. Menurut Winarno (2004) rasa dipengaruhi oleh beberapa

    faktor yaitu senyawa kimia, suhu, konsentrasi dan interaksi dengan

    komponen rasa lain yaitu komponen rasa primer. Akibat yang ditimbulkan

    mungkin peningkatan intensitas rasa atau penurunan intensitas rasa (test

    compensation). Hasil analisa organoleptik terhadap rasa mie kering

    disajikan dalam gambar 8.

    Skor penilaian panelis terhadap rasa mie kering yang dihasilkan

    dari ketiga perlakuan adalah 5,9-6,4 (agak suka). Rasa mie kering yang

    dihasilkan umumnya sama dengan mie kering dari tepung terigu.

    d. Tekstur

    Tekstur suatu bahan merupakan salah satu sifat fisik dari bahan

    pangan yang penting. Tekstur suatu bahan merupakan salah satu sifat

    fisik dari bahan pangan yang penting. Hal ini berhubungan dengan rasa

    pada waktu mengunyah bahan tersebut (Rampengan, 1985).

  • 32

    Tekstur merupakan salah satu atribut mutu yang penting,

    kadang-kadang lebih penting dari pada bau, rasa, dan warna. Tekstur

    merupakan sensasi tekanan yang dapat diamati dengan mulut (pada

    waktu digigit, dikunyah, dan ditelan) ataupun perabaan dengan

    jari (Kartika, et all., 1988).

    Skor penilaian panelis terhadap tekstur mie kering yang

    dihasilkan dari ketiga perlakuan adalah 5,7-5,9 (agak suka). Tekstur mie

    kering yang dihasilkan umumnya sama dengan mie kering dari tepung

    terigu.

    \

  • 33

    V. KESIMPULAN DAN SARAN

    A. Kesimpulan

    Kesimpulan dari penelitian ini adalah sebagai berikut.

    1. Proses pengolahan mie kering dari tepung umbi gadung adalah

    pembuatan adonan sampai kalis, didiamkan dalam plastik selama 15

    menit, pembuatan lembaran tipis 5 mm, pengukusan selama 15 menit,

    pendinginan selama 5 menit, pencetakan dan pengeringan.

    2. Perlakuan terbaik adalah formulasi 100% tepung gadung.

    3. Hasil analisa proksimat pada mie kering adalah :

    a. Perlakuan formulasi 100% tepung umbi gadung mempunyai kadar air

    10,67%, protein 5,31%, lemak 1,24%, abu 3,69% dan karbohidrat

    79,09%.

    b. Perlakuan formulasi 80% tepung umbi gadung dan 20% tepung

    terigu mempunyai kadar air 10,66%, protein 7,16%, lemak 1,16%,

    abu 3,23%, dan karbohidrat 77,80%.

    c. Perlakuan formulasi 60% tepung umbi gadung dan 40% tepung

    terigu mempunyai kadar air 9,59%, protein 9,19%, lemak 0,94%, abu

    2,94%, dan karbohidrat 77,34%.

    4. Respon panelis terhadap warna, rasa, aroma dan tekstur mie kering

    yaitu agak suka terhadap ketiga perlakuan.

  • 34

    B. Saran

    Salah satu parameter yang penting dalam produk mie adalah

    elastisitas yang terkait dengan tekstur mie. Oleh karena itu, sebaiknya

    pada penelitian selanjutnya dilakukan uji elastisitas mie dan penelitian

    tentang pengemasan dan penyimpanan.

  • 35

    DAFTAR PUSTAKA

    Anonim, 2010. Mie Jagung. http://seafast.ipb.ac.id/research.

    [16 November 2011]. Anonim, 2011. Gadung. http://id.wikipedia.org. [12 September 2011]. Apriyantono, Anton., Dedi Fardiaz, Ni Luh Puspitasari, Sedarmawati, dan

    Slamet Budiyanto, 1989. Analisa Pangan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Pusat AntarUniversitas Pangan dan Gizi Instituit Pertanian Bogor, Bogor.

    Astawan, M., 2006. Membuat Mie dan Bihun. Penebar Swadaya,

    Jakarta. Hardjo, Muljo. 2010. Pembuatan Tepung umbi gadung (Diocorea

    Hispida Dennst) Bebas Sianida Dengan Merendam Parutan Umbi Dalam Larutan Garam. http://www.ut.ac.id. [14 Oktober 2011].

    Kartika, B., P. Hastuti dan W. Supartono, 1988. Pedoman Uji Inderawi

    Bahan Pangan. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi. Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

    Mudjajanti,E.S. dan L.N. Yulianti, 2004. Membuat Aneka Roti. Penebar

    Swadaya, Jakarta. Pratitasari, 2007. Mengenal mie, Yuk!! Kompas, 25 Februari 2007. Rampengan, V.J. Pontoh dan D.T. Sembel., 1885. Dasar-dasar

    Pengawasn Mutu Pangan. Badan Kerjasama Perguruan Tinggi Negeri Indonesia Bagian Timur, Ujung Pandang.

    Robsons, J., 1976. Some Introductory Thoughts On Intermediate

    Moisture Foods. Dalam Davies, K., G.G. Birch and K.J. Parker. Intermediate Mosture Food. Aplied Science Publ, Ltd, London.

    Rukmana, Rahmat. 2001. Aneka Kripik Umbi. Kanisius, Yogyakarta. Setianingrum, A.W. dan Marsono, 1999. Pengkayaan vitamin A dan

    vitamin E dalam Pembuatan Mie instant Menggunakan Minyak Sawit Merah. Kumpulan Penelitian Terbaik Bogasari 1998-2001, Jakarta.

  • 36

    Sudarmadji, S., Haryono dan Suhardi, 1997. Prosedur Analisa Untuk Bahan Makanan dan Pertanian. Penerbit Angkasa, Bandung.

    Sunaryo, E., 1985. Pengolahan Produk Serealia dan Biji-bijian. Fateta-

    IPB, Bogor. Sukarsa, 2010. Tanaman Gadung. http://www2.bbpp-lembang.info.

    [19 September 2011]. Widyaningsih, T.B.dan E.S. Murtini, 2006. Alternatif Pengganti Formalin

    Pada Produk Pangan. Trubus Agrisarana. Surabaya. Wulandari, Dyah Retno. 2009. Pengembangan dioscorea spp. Sebagai

    bahan pangan fungsional bebas gluten dan konservasinya secara in vitro : dipa. http://www.biotek.lipi.go.id. [26 September 2011].

    Winarno, F.G. 1993. Pangan Gizi, Teknologi dan Konsumen. PT.

    Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Winarno, F.G., 2004. Kimia Pangan dan Gizi. PT. Gramedia Pustaka

    Utama, Jakarta.

  • 37

    LAMPIRAN

  • 38

    Lampiran 01a. Tabel Hasil Analisa Kadar Protein Mie Kering

    NO PERLAKUAN ULANGAN

    I ULANGAN

    II ULANGAN

    III

    1 UMBI 1.35 1.59 1.44

    2 TEPUNG 2.14 1.98 1.86

    3 MIE I 5.36 5.17 5.39

    4 MIE II 7.01 7.25 7.22

    5 MIE III 9.36 9.31 8.91

    Sumber : Data Hasil Penelitian Studi Pembuatan Mie Kering, 2012 Lampiran 01b. Tabel Hasil Analisa Sidik Ragam Pengaruh Berbagai perlakuan Terhadap Kadar Protein Mie Kering

    sumber keragaman

    db JK KT F Hitung F tabel

    5% 1%

    perlakuan 2 22.68 11.34 369.04(**) 5.14 10.92

    galat 6 0.18 0.03

    Ket : Berbeda sangat nyata pada taraf 1%. Lampiran 01c. Hasil Uji Lanjut BNT terhadap Kadar Protein Mie Kering

    perlakuan Rerata BNT1%

    I 5.31 A

    II 7.16 B

    III 9.19 C

    Lampiran 02a. Tabel Hasil Analisa Kadar Lemak Mie Kering

    NO PERLAKUAN ULANGAN

    I ULANGAN

    II ULANGAN

    III

    1 UMBI 1.49 1.43 1.46

    2 TEPUNG 16.08 14.76 15.68

    3 MIE I 1.17 1.35 1.21

    4 MIE II 1.3 0.96 1.23

    5 MIE III 0.85 0.96 1.01

    Sumber : Data Hasil Penelitian Studi Pembuatan Mie Kering, 2012 Lampiran 02b. Tabel Hasil Analisa Sidik Ragam Pengaruh Berbagai perlakuan Terhadap Kadar Lemak Mie Kering

    sumber keragaman

    Db JK KT F

    Hitung F tabel

    5% 1%

    perlakuan 2 0.15 0.07 4.65(tn) 5.14 10.92

    galat 6 0.10 0.02

    Ket : Tidak Beda Nyata

  • 39

    Lampiran 03a. Tabel Hasil Analisa Kadar Kadar Air Mie Kering

    NO PERLAKUAN ULANGAN I

    ULANGAN II

    ULANGAN III

    1 UMBI 80.65 80.85 81.12

    2 TEPUNG 16.17 12.56 14.52

    3 MIE I 10.73 10.62 10.67

    4 MIE II 10.74 10.56 10.64

    5 MIE III 9.75 9.94 9.09

    Sumber : Data Hasil Penelitian Studi Pembuatan Mie Kering, 2012 Lampiran 03b. Tabel Hasil Analisa Sidik Ragam Pengaruh Berbagai perlakuan Terhadap Kadar Kadar Air Mie Kering

    sumber keragaman

    Db JK KT F

    Hitung F Tabel

    5% 1%

    perlakuan 2 33.08 16.54 1.56(tn) 5.14 10.92

    galat 6 63.48 10.58

    Ket : Tidak Beda Nyata Lampiran 04a. Tabel Hasil Analisa Kadar Kadar Abu Mie Kering

    NO PERLAKUAN ULANGAN

    I ULANGAN

    II ULANGAN

    III

    1 UMBI 0.65 0.7 0.67

    2 TEPUNG 1.63 2.05 1.95

    3 MIE I 3.51 3.98 3.59

    4 MIE II 3.19 3.25 3.24

    5 MIE III 2.86 3.04 2.92

    Sumber : Data Hasil Penelitian Studi Pembuatan Mie Kering, 2012 Lampiran 04b. Tabel Hasil Analisa Sidik Ragam Pengaruh Berbagai perlakuan Terhadap Kadar Kadar Abu Mie Kering

    sumber keragaman

    Db JK KT F

    Hitung

    F tabel

    5% 1%

    perlakuan 2 0.87 0.43 17.91(**) 5.14 10.92

    galat 6 0.15 0.02

    Ket : Sangat Beda nyata pada taraf 1% Lampiran 04c. Hasil Uji BNT terhadap Kadar Abu Mie Kering

    Perlakuan rerata BNT 5%

    I 3.69 A

    II 3.23 A

    III 2.94 B

  • 40

    Lampiran 05a. Tabel Hasil Analisa Kadar Karbohidrat Mie Kering

    Perlakuan ulangan 1 ulangan 2

    ulangan 3 TOTAL Rerata

    I 79.23 78.88 79.14 237.25 79.08

    II 77.76 77.98 77.67 233.41 77.80

    III 77.18 76.75 78.07 232 77.33

    TOTAL 234.17 233.61 234.88 702.66 234.22

    Rerata 78.06 77.87 78.29 234.22 78.07

    Sumber : Data Hasil Penelitian Studi Pembuatan Mie Kering, 2012. Lampiran 05b. Tabel Hasil Analisa Sidik Ragam Pengaruh Berbagai perlakuan Terhadap Kadar Karbohidrat Mie Kering

    sumber keragaman

    db JK KT F

    Hitung

    F Tabel

    5% 1%

    perlakuan 2 4.92 2.46 14.43(**) 5.14 10.92

    galat 6 1.02 0.17

    Ket : Sangat Beda nyata pada taraf 1% Lampiran 05c. Hasil Uji BNT terhadap Kadar Karbohidrat Mie Kering

    Perlakuan rerata BNT 5%

    I 79,08 A

    II 77,80 B

    III 77,33 B

    Lampiran 06. Tabel Hasil Uji Organoleptik Terhadap Warna Pada Mie Kering

    Panelis Mie I Mie II Mie III Total

    1 5 6 8 19

    2 4 6 7 17

    3 8 7 7 22

    4 7 7 4 18

    5 7 8 7 22

    6 4 7 8 19

    7 6 8 7 21

    8 5 6 6 17

    9 4 7 7 18

    10 6 7 5 18

    11 8 6 5 19

    12 8 8 7 23

    Total 72 83 78 233

    Sumber : Data Hasil Penelitian Studi Pembuatan Mie Kering,

  • 41

    Lampiran 07. Tabel Hasil Uji Organoleptik Terhadap Aroma Pada Mie Kering

    Panelis Mie I Mie II Mie III Total

    1 6 5 7 18

    2 6 7 4 17

    3 7 6 6 19

    4 5 5 4 14

    5 6 7 6 19

    6 5 5 5 15

    7 7 7 7 21

    8 6 5 5 16

    9 4 4 4 12

    10 6 6 7 19

    11 7 4 5 16

    12 6 6 6 18

    total 71 67 66 204

    Sumber : Data Hasil Penelitian Studi Pembuatan Mie Kering, 2012. Lampiran 08. Tabel Hasil Uji Organoleptik Terhadap Rasa Pada Mie Kering

    Panelis Mie I Mie II Mie III Total

    1 7 5 4 16

    2 7 7 7 21

    3 9 7 5 21

    4 6 7 6 19

    5 4 4 7 15

    6 4 7 4 15

    7 9 8 7 24

    8 6 6 5 17

    9 5 6 6 17

    10 7 7 6 20

    11 7 6 8 21

    12 6 7 6 19

    Total 77 77 71 225

    Sumber : Data Hasil Penelitian Studi Pembuatan Mie Kering, 2012

  • 42

    Lampiran 09. Tabel Hasil Uji Organoleptik Terhadap Tekstur Pada Mie Kering

    Panelis Mie I Mie II Mie III Total

    1 6 4 4 14

    2 4 4 7 15

    3 8 6 6 20

    4 7 7 4 18

    5 6 4 7 17

    6 3 7 2 12

    7 9 7 6 22

    8 6 5 7 18

    9 4 6 6 16

    10 5 6 7 18

    11 8 6 7 21

    12 5 6 6 17

    Total 71 68 69 208

    Sumber : Data Hasil Penelitian Studi Pembuatan Mie Kering, 2012. Lampiran 10. Gambar Umbi Gadung

  • 43

    Lampiran 11.Gambar Tepung umbi gadung

    Lampiran 12.Gambar Mie Kering dari Tepung Umbi gadung