Swasembada Kedelai di Indonesia Tahun 2018: Akankah Tercapai? Rizky Deco Praha, Sulastri Soerono Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Depok, Indonesia Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Depok, Indonesia E-mail: [email protected], [email protected]Abstrak Skripsi ini memprediksi ketercapaian swasembada kedelai yang telah diprogramkan oleh Presiden Indonesia pada 2018. Melalui gabungan metode 2SLS dan Arima, studi ini ingin melihat ketercapaian pemenuhan swasembada kedelai domestik pada 2018 beserta mengetahui faktor- faktor yang mempengaruhi produksi dan konsumsi kedelai dalam negeri. Hasilnya menunjukkan bahwa justru produksi kedelai Indonesia cenderung menurun sebesar 9% pada 2017 dan 4% pada 2018. Dengan peramalan jumlah konsumsinya yang stagnan, maka rasio swasembada menurun hingga menjadi 30% saja pada 2018. Apabila Indonesia masih memaksa untuk dapat mencapai swasembada kedelai pada 2018 maka luas panen ataupun produktivitasnya harus ditingkatkan hingga dua kali lipat. Kata kunci: swasembada, kedelai, peramalan, 2SLS, Arima Abstract This undergraduate thesis focuses on predict the achievement of soybean self-sufficiency program in Indonesia at 2018. By the combined method, 2SLS and ARIMA, this study wants to look the achievement of the self-sufficiency in Indonesia by counting the mass of domestic production and consumption. As the result shown, the mass of soybean domestic production decreased by 9% in 2017 and 4% in 2018 along with the decline in soybean price import. With the consumption result predictions that tends to shown stagnancy value, then the self- sufficiency ratio decreases to only 0.3 in 2018. If Indonesia still wants to achieve this program, the writer suggest that the harvest area or the productivity should be doubled. Keywords: self-sufficiency, soybean, prediction, 2SLS, Arima Pendahuluan Tahun 2014, seiring pelantikan dirinya sebagai Presiden Indonesia terpilih, Joko Widodo mengumumkan beberapa proyek strategis yang akan dijalankan oleh pemerintah selama masa kepemimpinannya. Salah satu hal yang menjadi fokus utama Presiden Jokowi saat itu adalah menargetkan Indonesia akan swasembada beberapa bahan pangan. Sesuai dengan Rencana Strategis Kementerian Pertanian 2015-2019, swasembada pangan yang dimaksud ini ialah swasembada lima komoditas yakni beras, jagung, kedelai, gula, dan daging sapi.. Swasemba kedelai ..., Rizky Deco Praha, FEB UI, 2017
17
Embed
Swasembada Kedelai di Indonesia Tahun 2018: Akankah …
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Swasembada Kedelai di Indonesia Tahun 2018: Akankah Tercapai? Rizky Deco Praha, Sulastri Soerono
Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Depok, Indonesia Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis, Depok, Indonesia
Skripsi ini memprediksi ketercapaian swasembada kedelai yang telah diprogramkan oleh Presiden Indonesia pada 2018. Melalui gabungan metode 2SLS dan Arima, studi ini ingin melihat ketercapaian pemenuhan swasembada kedelai domestik pada 2018 beserta mengetahui faktor- faktor yang mempengaruhi produksi dan konsumsi kedelai dalam negeri. Hasilnya menunjukkan bahwa justru produksi kedelai Indonesia cenderung menurun sebesar 9% pada 2017 dan 4% pada 2018. Dengan peramalan jumlah konsumsinya yang stagnan, maka rasio swasembada menurun hingga menjadi 30% saja pada 2018. Apabila Indonesia masih memaksa untuk dapat mencapai swasembada kedelai pada 2018 maka luas panen ataupun produktivitasnya harus ditingkatkan hingga dua kali lipat.
Kata kunci: swasembada, kedelai, peramalan, 2SLS, Arima
Abstract
This undergraduate thesis focuses on predict the achievement of soybean self-sufficiency program in Indonesia at 2018. By the combined method, 2SLS and ARIMA, this study wants to look the achievement of the self-sufficiency in Indonesia by counting the mass of domestic production and consumption. As the result shown, the mass of soybean domestic production decreased by 9% in 2017 and 4% in 2018 along with the decline in soybean price import. With the consumption result predictions that tends to shown stagnancy value, then the self-sufficiency ratio decreases to only 0.3 in 2018. If Indonesia still wants to achieve this program, the writer suggest that the harvest area or the productivity should be doubled.
Dari tabel 5.8. diatas, dapat dilihat bahwa rasio swasembada kedelai cenderung turun.
Tidak ada kenaikan signifikan dalam lima tahun terakhir termasuk angka prediksi
swasembada kedelai tahun 2017 dan 2018. Justru angka proyeksi menunjukkan bahwa rasio
nya semakin kecil. Pada tahun 2017, hasil proyeksi menunjukkan bahwa hanya 31%
Swasemba kedelai ..., Rizky Deco Praha, FEB UI, 2017
konsumsi domestik kedelai yang mampu disediakan oleh produksi dalam negeri. Sedangkan
pada 2018, justru hanya sebesar 29% kebutuhan kedelai yang mampu dipenuhi oleh produksi
domestik. Tren penurunan rasio ini berbeda dengan hasil penelitian (Aldillah, 2014) yang tren
nya meningkat dengan rasio swasembada rata-rata sebesar 42%.
Secara luas lahan, Indonesia relatif masih sangat kurang terlebih kecenderungan dalam
beberapa tahun terakhir turun akibat alih fungsi lahan terhadap komoditas lain serta alih lahan
untuk industri dan perumahan. Menurut Pemerintah dalam RPJMN Pangan dan Pertanian,
penurunan areal panen kedelai disebabkan kedelai ditanam pada MK II setelah Padi-Padi
dengan risiko kekurangan air, biaya usahatani kedelai tinggi terutama di daerah-daerah yang
menggunakan mesin pompa untuk mengairi kedelai pada musim kemarau, bersaing dengan
jagung yang juga ditanam pada MK I atau MK II di lahan sawah dan masih ada hambatan di
dalam memanfaatkan lahan tidur/terlantar di wilayah kehutanan. Karena itu, harga kedelai
yang tinggi belum mampu menimbulkan respon positif petani untuk memperluas areal
kedelainya.
Produktivitas kedelai Indonesia pun sangat rendah dibandingkan komoditas lainnya.
Penulis mengemukakan beberapa faktor yang menyebabkan produksi kedelai nasional rendah
yakni iklim tropis yang kurang sesuai, cara bercocok tanam dan pemeliharaan kurang intensif,
mutu benih kurang baik, varietas lokal kurang produktif, areal sempit untuk beberapa varietas
kedelai berbeda, serta pencegahan hama belum intensif. Selain itu, teknologi yang cenderung
masih konvensional disertai rendahnya pendidikan dan upah petani merupakan faktor dimana
jumlah produksi tetap rendah. Hal ini diperburuk dengan harga kedelai yang jatuh saat panen
raya, sementara akan meningkat di luar musim panen yang justru kedelai impor “bebas”
masuk ke pasar.
Keadaan defisit kedelai ini akan menyebabkan industri berbasis kedelai terpaksa akan
terus menggunakan kedelai impor dari luar negeri. Hal ini tidak menguntungkan untuk
industri pembuatan tahu yang membutuhkan kedelai segar, berbeda dengan tipe industri
kedelai yang lain dimana tidak harus memerlukan kedelai segar.
Peramalan merupakan sesuatu yang tidak pasti, dimana kondisi di tahun mendatang –-
seperti cuaca, kemungkinan terjadinya bencana alam, kemungkinan terjadinya krisis ekonomi
dan politik–- dapat menyebabkan hasil peramalan cenderung tidak sesuai dengan kenyataan
yang akan terjadi di tahun yang diramalkan tersebut (Aldillah, 2014). Sebab itu, penelitian ini
turut merujuk kepada asumsi lain seperti ketidakpastian cuaca, gejolak politik dan ekonomi.
Swasemba kedelai ..., Rizky Deco Praha, FEB UI, 2017
Kesimpulan dan Saran
Tidak salah apabila Kementan memberikan kedelai predikat sebagai tanaman “the loser” di
dalam persaingan dengan padi, jagung dan tebu, dimana ketiga komoditas itu juga ditargetkan
untuk swasembada. Selama ini lahan tambahan untuk kedelai selalu kalah dibandingkan
dengan ketiga komoditas tersebut.
Sementara, produksi secara nyata dipengaruhi oleh luas panen dan produktivitas. Dimana luas
panen dipengaruhi oleh luas panen sebelumnya, harga kedelai tingkat produsen, harga kedelai
impor. Sedangkan faktor harga komoditas lain seperti jagung dan beras turut mempengaruhi
dan sifatnya subtitusi. Perubahan produktivitas sendiri responsif terhadap perubahan
produktivitas sebelumnya dan harga kedelai impor.
Dengan merujuk definisi swasembada yang penulis gunakan yakni rasio produksi dengan
konsumsi lebih atau sama dengan satu, maka pada penelitian ini didapakan prediksi bahwa
tidak akan terjadi swasembada kedelai pada 2018. Hasil penelitian menyebutkan bahwa masih
terdapat defisit sekitar 1.5 juta ton kedelai pada tahun tersebut. Secara rasio, hanya sekitar
30% kebutuhan konsumsi kedelai domestik dapat dipenuhi oleh produksi dalam negeri. Hal
ini juga menjawab fenomena dimana saat ini impor kedelai masih sangat besar sekitar dua
juta ton per tahun meski tersisa hanya kurang dari dua tahun target swasembada kedelai.
Apabila pemerintah masih berkehendak untuk menyukseskan program swasembada kedelai
maka opsinya adalah peningkatan luas panen kedelai (ekstensifikasi) dan peningkatan
produktivitas (intensifikasi). Berdasar simulasi penulis, dibutuhkan dua kali lipat lebih luas
panen sekarang atau sekitar 600 ribu hektar. Ataupun bisa juga melalui penjaminan harga
impor dan harga di tingkat petani yang bisa memberikan insentif agar para petani mau
menanam kedelai.
Meskipun hal ini dirasa mustahil dilakukan, akan tetapi program swasembada kedelai
bukanlah program baru yang disodorkan oleh pemerintah Indonesia. Sejak jaman
pemerintahan Soeharto, swasembada kedelai selalu menjadi program pemerintah. Di masa
kepemimpinan Susilo Bambang Yudhoyono pun, program ini juga telah dicanangkan.
Namun, hasilnya tetap nihil, justru volume impor kedelai cenderung meningkat. Banyak
pengamat menilai hal ini akibat dari pasar kedelai Indonesia yang sangatlah bebas akibat
pengenaan tarif nol rupiah untuk setiap impor kedelai dari luar negeri.
Swasemba kedelai ..., Rizky Deco Praha, FEB UI, 2017
Oleh sebab itu, relevansi program swasembada kedelai menjadi dipertanyakan apakah masih
diperlukan atau tidak mengingat kedelai murah lebih “mensejahterakan” konsumen walaupun
di sisi lain men-disinsentif para petani. Selama ini produksi kedelai juga dinilai sulit untuk
sustainable dan sangat bergantung oleh dorongan pemerintah. Permasalahan lain juga terdapat
mismatch antara data Kementerian Pertanian sebagai perwakilan pemerintah dimana data-data
nya cenderung tidak sesuai realita sehingga menimbulkan perhitungan yang terlampau jauh
dari kapasitas yang sebenarnya atau overestimated.
Pemerintah seharusnya memberikan tarif impor terhadap kedelai sehingga harga kedelai
domestik bisa bersaing dan dapat menginsentif petani untuk lebih menanam kedelai.
Disarankan juga bagi petani untuk meningkatkan akses informasi pasar serta meningkatkan
produktivitasnya melalui inovasi dan penggunaan teknologi.
Selain itu, sebaiknya pemerintah benar- benar memperhatikan dua sisi, baik konsumen
maupun petani. Selama ini, program swasembada seolah dijadikan sebagai alat politik
sehingga petani merasa diperhatikan oleh pemerintah. Kenyataannya pemerintah hanya
berfokus pada kesejahteraan konsumen sedangkan petani hanya diberikan janji- janji semu.
Dalam konteks publikasi data, penulis juga menyarankan pemerintah khususnya Kementerian
Pertanian untuk dapat memberikan data seakurat mungkin mengingat banyak data yang tidak
relevan dengan realita seperti contohnya jumlah konsumsi kedelai nasional. Selain itu,
proyeksi dari Kementerian juga terkesan overestimate hingga menghasilkan angka
peningkatan produksi kedelai yang sangat pesat. Dari proyeksi tersebut, pemerintah berani
menargetkan untuk mencapai swasembada kedelai pada 2018. Dilain sisi, masalah anggaran
dalam program swasembada juga sebaiknya lebih akuntabel mengingat anggaran nya
mencapai puluhan triliyun dan harus dipertanggungjawabkan kepada publik.
Referensi
Abigail. (2016). Akankah Indonesia Mencapai Swasembada Jagung di Tahun 2016? Skripsi. Aldillah, R. (2014). Analisis Produksi dan Konsumsi Kedelai Nasional. Thesis. Asianto, Y. (2014). Analisis Target Pencapaian Produksi Gula Tahun 2019. Thesis. Balitkabi. (2015, Maret 12). Langkah Strategis untuk Mencapai Swasembada Kedelai.
Retrieved from Balitkabi Web Site: http://balitkabi.litbang.pertanian.go.id/kilas-litbang/1823-langkah-strategis-untuk-mencapai-swasembada-kedelai.html
Bramantoro, T. (2016, Juli 7). Impor Kedelai Dipertanyakan Ketua Umum Gabungan Koperasi Pengusaha Tahu Tempe Indonesia. Retrieved from TribunBisnis: http://www.tribunnews.com/bisnis/2016/07/07/impor-kedelai-dipertanyakan-ketua-umum-gabungan-koperasi-pengusaha-tahu-tempe-indonesia
Swasemba kedelai ..., Rizky Deco Praha, FEB UI, 2017
Chow, G. C. (1964). A Comparison of Alternative Estimators for Simultaneous Equation. Econometrica, 532-553.
Coelho, A. (2015). Preliminary study for self-sufficiency of construction materials in a Portuguese region – Évora. Journal of Cleaner Production.
Enaami, M. E., Mohamed, Z., & Ghani, S. (2013). Model development for wheat production: Outliers and multicollinearity problem in Cobb-Douglas production function. Emir. J. Food Agric. 2013, 25 (1): 81-88.
Gujarati, D. (2003). Basic Econometrics. Singapore: McGraw Hill International Edition. Hernanda, N. (2011). Analisis Peramalan Tingkat Produksi dan Konsumsi Gula Indonesia
dalam mencapai Swasembada Gula Nasional. Skripsi Departemen Ilmu Ekonomi Institut Pertanian Bogor.
Kemenaung, A. G. (1994). Analisis Dampak Kebijakan Ekonomi terhadap Industri Komoditi Kedelai di Indonesia. Bogor: Sekolah Pasca Sarjana, IPB.
Kemenkeu. (2014, 12 31). Kementerian Keuangan Republik Indonesia. Retrieved Juni 11, 2017, from Kemenkeu Web site: https://www.kemenkeu.go.id/Kajian/evaluasi-kebijakan-insentif-bea-masuk-kedelai
Kshirsagar, A. (1983). A Course in Linear Models. New York: Marcekk Dekker, Inc. Kumar, P., Joshi, P., & Birthal, P. (2009). Demand Projections for Foodgrains in India.
Agricultural Economics Research Review Vol. 22 July-December 2009, pp 237-243. Kumar, P., Shinoja, P., Rajua, S., Kumara, A., Richb, K., & Msangic, S. (2010). Factor
Demand, Output Supply Elasticities and Supply Projections for Major Crops of India. Agricultural Economics Research Review Vol. 23 January-June 2010, 1-14.
Kustiari, R., Simatupang, P., Dewa Ketus Sadra S., Wahida, Adreng, P., Helena Juliani Purba, & Tjetjep Nurrasa. (2009). Model Proyeksi Jangka Pendek Permintaan dan Penawaran Komoditas Pertani Utama. Bogor: Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Kementerian Pertanian.
Malian, A. H. (2004). Kebijakan Perdagangan Internasional Komoditas Pertanian di Indonesia. Bogor: Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian.
Masyhuri. (2005). Struktur Konsumsi Gula Indonesia. Pangan, Edisi No. 44/XIV/Januari/2005.
Meyers, W. (2008). The FAPRI Global Modelling System and Outlook Process. New York: Nova Science Publishers Inc.
Muhammad, F. (2016). Indonesia's Sugar Self-Sufficiency in 2017: Will It be Achieved. Skripsi.
OECD-FAO. (2009). OECD-FAO Agricultural Outlook 2008-2017. Retrieved from www.agri-outlook.org
Organization, F. A. (2008). An Introduction to the Basic Concepts of Food Security. Rome: The EC - FAO Food Security Programm.
Pindyck, R. S., & Rubinfield, D. (2008). Econometric Models and Economic Forecasts: 5th edition. Boston, Mass: Irwin/McGraw-Hill.
Pujiastuti, L. (2015, Agustus 31). 90% Kedelai Impor Dipakai untuk Produksi Tahu Tempe. Retrieved from Detik.com: http://finance.detik.com/industri/3006182/90-kedelai-impor-dipakai-untuk-produksi-tahu-tempe
Swasemba kedelai ..., Rizky Deco Praha, FEB UI, 2017
Pujiastuti, L. (2015, Agustus 31). Ambisi Jokowi Agar Padi, Jagung, dan Kedelai Bebas dari Impor. Retrieved from detikFinance: https://finance.detik.com/ekonomi-bisnis/3005170/ambisi-jokowi-agar-padi-jagung-dan-kedelai-bebas-dari-impor
Pyndick, R. S., & Rubinfeld, D. (2013). Microeconomics, 8th ed. New Jersey: Pearson Education, Inc.
Singh, D. R. (2013). Demand Projections for Food Commodities. New Delhi: Indian Agricultural Research Institute.
SPI. (2013, Januari 10). Serikat Petani Indonesia. Retrieved Mei 29, 2017, from Serikat Petani Indonesia Web Site: http://www.spi.or.id/pangan-2012-tersandung-impor-kedelai-singkong-dan-gandum/
Stock & Watson. (1988). Variable Trends in Economic Time Series. Journal of Economic Perspective.
Sulaiman, S. R. (2015, Maret 28). Ini Upaya yang Dilakukan Kementan untuk Capai Swasembada Pangan. Retrieved from Kompas.com: http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2015/03/28/170500526/Ini.Upaya.yang.Dilakukan.Kementan.untuk.Capai.Swasembada.Pangan
Swastika, D. K. (2002). Corn self-sufficiency in Indonesia: The past 30 years and future prospects. Jurnal Litbang Pertanian.
Thomson, A., & Metz, M. (1999). Implications of Economic Policy for Food Security: A Training Manual. Rome: Food and Agricultural Organization.
USDA. (2014, Desember). USDA Commodity Prices. Retrieved from usda.gov: www.usda.gov/oce/commodity/wasde/latest.pdf
Usman, T. D. (2011). Volatility of World Soybean Prices, Import Tariff and Poverty in Indonesia: A CGE-Microsimulation Analysis. Margin-The Journal of Applied Economic Research, 139-181.
Zhou, Z. (2010). Achieving food security in China: past three decades and beyond. China Agricultural Economic Review, Vol. 2 Iss: 3, pp. 251-275.
Swasemba kedelai ..., Rizky Deco Praha, FEB UI, 2017