1 SUPERVISI AKADEMIK KEPALA SMA NEGERI 1 PADANG PANJANG TESIS DEVI HARIYANTI NIM. 91275 Ditulis untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan dalam Memperoleh Gelar Magister Pendidikan PROGRAM STUDI ADMINISTRASI PENDIDIKAN KONSENTRASI QUALITY ASSURANCE/SCHOOL LEADERSHIP PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS NEGERI PADANG 2010
192
Embed
SUPERVISI AKADEMIK KEPALA SMA NEGERI 1 PADANG …pustaka.unp.ac.id/file/abstrak_kki/abstrak_TESIS/1_DEVI_HARIYANTI...1 SUPERVISI AKADEMIK KEPALA SMA NEGERI 1 PADANG PANJANG TESIS DEVI
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
1
SUPERVISI AKADEMIK KEPALA SMA
NEGERI 1 PADANG PANJANG
TESIS
DEVI HARIYANTI
NIM. 91275
Ditulis untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan dalam
Memperoleh Gelar Magister Pendidikan
PROGRAM STUDI ADMINISTRASI PENDIDIKAN KONSENTRASI QUALITY ASSURANCE/SCHOOL LEADERSHIP
PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS NEGERI PADANG
2010
2
ABSTRACT
Devi Hariyanti. 2010. Academic Supervision of the Principal at State Senior High School 1 Padang Panjang. Thesis. Graduate Program, State University of Padang.
Academic supervision is the service and help given by the education supervision in improving the teachers’ competencies in order to be better teachers. At school level, the principal is the person who is in charge significantly in doing this improvement toward the quality of teachers in teaching and continously contribute to the guality of students’ learning. Based on the preliminary survey, the researcher noticed that the academic supervision held by the principal at the State Senior High School 1 Padang Panjang seemed not run well.
This research was intended to find out how the academic supervision implemented by the principal at State Senior High School 1 Padang Panjang through qualitative approach. The main informan of the research was the principal. The other informan of the research were gotten through purposive sampling technique (Spradley, 1980). The informan were chosen by the researcher herself based on the need and the representative of the teachers. By having this technique, the researcher took vice-principals, teachers, like; head of teacher group, tenur and young teachers as the other sources of the information. The research data were gotten through observation, interview, and document study. The process of data analysis used the interactive model of qualitative data analysis, Miles and Huberman (1992) and the reliable data would be tested by using triangulation technique.
The result of data analysis shows the followings; 1) the principal’supervision is mostly run informally and nondirectly, 2) there are some conditions handicape the principal to do the academic supervision well, such as lack of methodology and English since, it has been applied in the international classes; feeling of respect or sometimes reluctant to supervise the senior teachers; then business, and lack of school budget; 3) regarding to the handicapes faced by the principal in doing his supervision, he tried to improve himself by taking magister program dan course, English and computear, read and learn more methodology books, and provided positive and condusive environment for the school members; 4)eventhough the academic supervision did not run well, the principal support greatly to the teachers’ eagerness to develope by giving a great chance to them to continue their study, join the up-grading, and let them to use the school facilities freely to support their teaching. Among those findings, the cultural theme found in this research is whether there is supervision or not from the principal, the teachers keep showing their best performance in teaching.
3
ABSTRAK
Devi Hariyanti. 2010. Supervisi Akademik Kepala Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Padang Panjang. Tesis. Program Pascasarjana Universitas Negeri Padang.
Supervisi akademik merupakan layanan dan bantuan yang diberikan supervisor pendidikan dalam meningkatkan kemampuan guru agar menjadi guru yang lebih baik dalam melaksanakan pengajaran. Pada tingkat sekolah, kepala sekolah merupakan sosok yang memiliki peran yang cukup signifikan dalam melakukan perbaikan terhadap kualitas mengajar guru di kelas yang nantinya akan berdampak terhadap perbaikan kualitas belajar siswa. Berdasarkan pengamatan sementara penelitian ini terlihat bahwa pelaksanaan supervisi akademik kepala Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Padang Panjang belum berjalan secara maksimal.
Penelitian bertujuan untuk mengungkap pelaksanaan supervisi akadmik kepala Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Padang Panjang melalui pendekatan kualitatif. Informan penelitian dipilih dengan menggunakan teknik purposive sampling yang terdiri dari kepala sekolah, wakil kepala sekolah, koordinator sekolah bertaraf internasional, dan guru-guru, baik Ketua Kelompok Guru (KKG), guru senior maupun guru muda. Instrumen penelitian adalah peneliti sendiri. Data penelitian diperoleh melalui teknik observasi, wawancara, dan studi dokumentasi. Sementara teknik analisis data menggunakan model interaktif Miles dan Huberman, yang terdiri dari reduksi data, penyajian data, dan menyimpulkan atau verifikasi data. Untuk menjamin keabsahan data dilakukan dengan metode perpanjangan waktu penelitian dan triangulasi.
Temuan penelitian ini adalah: 1) supervisi akademik kepala sekolah lebih bersifat tidak langsung (non-directive supervision), 2) kendala-kendala yang dihadapi kepala sekolah dalam melakukan supervisi akademik saat ini, adalah penguasaan terhadap metodologi pengajaran dan penggunaan bahasa Inggris terkait dengan pembelajaran secara bilingual, rasa segan terhadap guru-guru, kesibukkan, dan keterbatasan dana sekolah, 3) untuk mengatasi kendala dalam kegiatan supervisi akademik, kepala sekolah berusaha untuk menambah pengetahuannya dengan cara mengambil gelar magister (S2) dalam bidang administrasi pendidikan, mengikuti kursus bahasa Inggris dan komputer, mempelajari buku-buku tentang metodologi pengajaran, dan menciptakan lingkungan yang positif dan kondusif bagi warga sekolah, 4) meskipun supervisi akademik kurang berjalan maksimal tetapi dukungan kepala sekolah terhadap peningkatan profesionalitas guru-guru sangat tinggi, contohnya dengan memberi akses seluas-luasnya kepada guru yang ingin kuliah lagi dan mengikuti pelatihan atau penataran, serta memberikan kesempatan kepada guru-guru untuk mempergunakan fasilitas sekolah dengan bebas untuk mendukung pengajaran dan pembelajarannya. Diantara semua temuan di atas, tema budaya yang dapat diungkapkan dalam penelitian ini adalah ada atau tidak adanya supervisi akademik kepala sekolah, guru-guru tetap menampilkan performa terbaiknya dalam mengajar.
4
SURAT PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Karya tulis saya ini, tesis dengan judul “Supervisi Akademik Kepala SMA
Negeri 1 Padang Panjang” adalah asli dan belum pernah diajukan untuk
mendapat gelar akademik, baik di Universitas Negeri Padang maupun di
perguruan tinggi lainnya.
2. Karya tulis ini memuat gagasan, penilaian dan rumusan saya sendiri tanpa
bantuan yang tidak sah dari pihak lain, kecuali arahan dan bimbingan dari
pembimbing dan masukan dari penguji.
3. Di dalam karya tulis ini tidak terdapat hasil karya atau pendapat yang telah
ditulis atau dipublikasikan orang lain, kecuali dikutip secara tertulis dengan
jelas dan dicantumkan sebagai acuan di dalam naskah saya ini, dengan
menyebutkan nama pengarangnya dan dicantumkan di dalam daftar rujukan.
4. Pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya, dan apabila dikemudian hari
terdapat penyimpangan dan ketidakbenaran, saya bersedia menerima sanksi
akademik berupa pencabutan gelar yang saya peroleh serta sanksi lainnya
sesuai dengan norma dan ketentuan yang berlaku.
Padang, Mei 2010
Saya yang menyatakan,
Devi Hariyanti
NIM. 91275
5
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirabbil’alamin, puji syukur penulis panjatkan kehadirat
Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penelitian
dan penulisan tesis dengan judul “Supervisi Akademik Kepala SMA Negeri 1
Padang Panjang” ini dapat diselesaikan dengan baik. Salawat dan salam semoga
dilimpahkan Allah kepada junjungan kita nabi Muhammad SAW yang telah
membimbing kita menuju keselamatan dunia dan akhirat kelak. Penulisan tesis ini
bertujuan untuk memenuhi salah satu persyaratan untuk mendapatkan gelar
Master pada Program Pascasarjana Universitas Negeri Padang.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tanpa adanya bantuan baik moril
maupun materil dari berbagai pihak, maka penulisan tesis ini akan banyak
menemui kendala. Untuk itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima
kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada:
1. Prof. Drs. H. Agustiar Syah Nur, M.A., Ed.D sebagai pembimbing I, dan
Dr. Nurhizrah Gistituati, M.Ed sebagai pembimbing II, yang telah banyak
meluangkan waktunya untuk membimbing, mengarahkan dan memberi
motivasi dalam penulisan tesis ini.
2. Prof. Dr. H. Mukhaiyar, M.Pd, selaku Direktur Pascasarjana Universitas
Negeri Padang yang telah banyak berkorban waktu, tenaga dan fikiran
dalam mengelola kelas Quality Assurance/ School Leadership, dimana
penulis merupakan salah seorang anggota kelas tersebut dalam kegiatan
Sandwich Program dengan Ohio State University.
3. Prof. Dr.Hj. Arni Muhammad, Prof. Dr. H. Rusdinal, M.Pd, serta Prof. Dr.
H. Jalius Jama, Ph.D selaku penguji yang telah banyak memberikan
masukan dan saran dalam rangka penyelesaian penulisan tesis ini.
4. Kepala Dinas Pendidikan Kota Padang Panjang, Kepala Sekolah dan
Majelis Guru SMA Negeri 1 Kota Padang Panjang, yang telah memberi
bantuan dan kesempatan serta telah bersedia memberikan informasi dan
data yang dibutuhkan untuk pengumpulan data penelitian ini.
6
5. Sue Decow, Ph.D, selaku Research & International Development
Executive Director, U.S/ Indonesia Teacher Education Consortium dari
Ohio State University yang telah berkenan menyeleksi dan memberi
kesempatan pada penulis untuk belajar di Ohio State University.
6. Kepada dosen Program Pascasarjana Universitas Negeri Padang dan Ohio
State University yang telah membagi ilmunya kepada penulis selama
mengikuti perkuliahan ini.
7. Karyawan Program Pascasarjana Universitas Negeri Padang, yang telah
memberikan kemudahan dan fasilitas bagi penulis selama mengikuti
perkuliahan.
8. Teristimewa kepada suami tercinta, Denni Aldes, A.Md dan my lovely
angels, Fitri Maulina Alvi dan Zahra Shafira Alvi, yang telah memberikan
doa, dukungan, bantuan moril dan materil dengan penuh pengertian dan
kesabaran yang tinggi, serta telah merelakan banyak waktu dan energi
mereka tersita demi terwujudnya cita-cita penulis dalam menyelesaikan
tesis ini. Thank you so much. I love you full.
9. Rekan-rekan mahasiswa terutama di kelas Quality Assurance/ School
Leadership serta semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu
persatu, yang telah ikut berpartisipasi membantu penulis, baik selama
mengikuti perkuliahan maupun dalam menyelesaikan tesis ini.
Akhir kata, penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya kepada semua
pihak atas segala kekhilafan yang mungkin terjadi selama perkuliahan dan
penelitian ini. Semoga Allah selalu memberikan kekuatan dan rahmat-Nya atas
semua amal ibadah yang telah kita perbuat. Amiiin.
Padang, Mei 2010
Penulis
7
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRACT .......................................................................................... i
ABSTRAK ............................................................................................ ii
SURAT PERNYATAAN ..................................................................... iii
KATA PENGANTAR ........................................................................... iv
DAFTAR ISI.......................................................................................... vi
DAFTAR GAMBAR ............................................................................. viii
DAFTAR TABEL .................................................................................. ix
DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................... x
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah..................................................... 1
B. Masalah dan Fokus Penelitian ........................................... 10
C. Tujuan Penelitian ............................................................... 11
D. Manfaat Penelitian ............................................................. 11
BAB II. KAJIAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
1. Supervisi Akademik ...................................................... 13
a. Pengertian Supervisi ................................................ 13
b. Tujuan Supervisi ...................................................... 17
c. Fungsi Supervisi ....................................................... 22
d. Prinsip Supervisi ....................................................... 23
e. Pendekatan Supervisi ................................................ 28
f. Teknik Supervisi ........................................................ 30
g. Proses Pelaksanaan Supervisi .................................... 32
2. Peranan Kepala Sekolah dalam Supervisi Akademik ...... 32
B. Penelitian yang Relevan ........................................................... 35
8
BAB III. METODOLOGI PENELITIAN
A. Metode Penelitian ................................................................. 37
B. Situasi Sosial Penelitian........................................................ 38
C. Instrumen Penelitian ......................................................... ... 39
D. Informan Penelitian .............................................................. 39
E. Tahapan Penelitian ............................................................... 40
F. Teknik Pengumpulan Data................................................... 41
G. Teknik Penjaminan Keabsahan Data................................... 43
H. Teknik Analisis Data............................................................. 44
BAB IV. HASIL PENELITIAN
A. Temuan Umum..................................................................... 46
1. Profil SMA Negeri 1 Padang Panjang .......................... 46
2. Program Kegiatan di SMA Negeri 1 Padang Panjang ... 58
B. Temuan Khusus .................................................................. 62
1. Pelaksanaan Supervisi Akademik Kepala Sekolah ....... 63
2. Kendala-kendala yang Dihadapi dalam Supervisi
Akademik ...................................................................... 77
3. Upaya Kepala Sekolah Mengatasi Kendala Supervisi
Akademik ..................................................................... 87
4. Upaya Kepala Sekolah Meningkatkan
Profesionalisme Guru ................................................... 88
5. Tema Budaya................................................................. 93
C. Pembahasan ........................................................................ 94
BAB V. KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN
A. Kesimpulan ........................................................................... 98
B. Implikasi ................................................................................ 101
C. Saran....................................................................................... 109
DAFTAR RUJUKAN .................................................................................. 113
9
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1. Tiga Tujuan Supervisi .......................................... 20
Gambar 2.2. Sistem Fungsi Supervisi Akademik ...................... 22
Gambar 3.1. siklus kegiatan dalam analisis data
(interactive model Miles dan Huberman) ................................ 44
Gambar 4.7. Program SMA Negeri 1 Padang Panjang ............... 59
10
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 4.1. Jumlah siswa tahun ajaran 2008/2009 .......................... 52
Tabel 4.2. Jumlah Guru per Mata Pelajaran, Kualifikasi
Pendidikan, Status dan Jenis Kelamin .......................... 55
Tabel. 4.3. Jumlah dan status tenaga kependidikan ........................ 56
Tabel 4.4. Sarana dan Prasarana .................................................. ..... 57
11
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
1. Daftar Kegiatan Observasi dan wawancara............................... 115
4. Surat Izin Penelitian................................................................... 181
5. Surat Keterangan Penelitian....................................................... 182
12
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan proses pemberdayaan peserta didik sehingga
menjadi manusia-manusia yang mampu mengembangkan potensi dirinya untuk
memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa, dan negara, seperti yang tertuang dalam Undang-undang
Pendidikan Nasional no. 20 tahun 2003, Bab I, pasal 1. Proses pemberdayaan ini
belum lagi dikatakan berhasil bila belum menyentuh esensi dari pendidikan itu
sendiri yaitu perbaikan proses pembelajaran. Oleh karena itu dalam rangka
peningkatan kualitas pendidikan, Pemerintah telah mengeluarkan serangkaian
kebijakan makro, seperti Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan
Dosen hingga Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar
Nasional Pendidikan. Akan tetapi semua kebijakan tersebut tidak akan berdampak
signifikan terhadap peningkatan mutu pendidikan apabila tidak disertai dengan
kesungguhan dan kecakapan dari pelaksana pendidikan itu sendiri di lapangan,
terutama pada tingkat sekolah.
Proses pembelajaran yang bermutu ditentukan oleh berbagai unsur dinamis
yang ada di dalam sekolah itu dan lingkungannya sebagai suatu kesatuan sistem.
Di antara keseluruhan unsur dalam pembelajaran, guru merupakan komponen
organik yang sangat menentukan. Tidak ada kualitas pembelajaran tanpa kualitas
guru. Apapun yang telah dilakukan oleh Pemerintah, namun yang pasti adalah
peningkatan kualitas pembelajaran tidak mungkin ada tanpa kualitas kinerja guru,
13
sehingga peningkatan kualitas pembelajaran, juga tidaklah mungkin ada tanpa
peningkatan kualitas para gurunya. Seringkali ketika terjadi kegagalan pendidikan
gurulah yang menjadi tumpuan kesalahan padahal guru juga memiliki kekurangan
yang harus disadari oleh banyak pihak.
Begitu sangat strategisnya kedudukan guru sebagai tenaga profesional,
maka guru harus dipersiapkan dan ditingkatkan profesionalitasnya karena guru
merupakan unsur pendidikan yang sangat dekat hubungannya dengan anak didik
dalam upaya pendidikan sehari-hari di sekolah dan banyak menentukan
keberhasilan anak didik dalam mencapai tujuan. Di samping itu dengan
memperbaiki profesionalitas guru kinerja mereka dapat efektif, apabila kinerja
guru efektif maka tujuan pendidikan akan tercapai. Yang dimaksud dengan
profesionalisme disini adalah kemampuan dan keterampilan guru dalam
merencanakan, melaksanakan pengajaran dan keterampilan, guru merencanakan
dan melaksanakan evaluasi hasil belajar siswa (Depdiknas, 2007).
Salah satu program yang dapat diselenggarakan dalam rangka
pemberdayaan guru adalah supervisi akademik. Supervisi akademik adalah
serangkaian kegiatan membantu guru mengembangkan kemampuannya mengelola
proses pembelajaran demi pencapaian tujuan pembelajaran (Glickman, 1981).
Melalui supervisi akademik seorang kepala sekolah dapat memberi bimbingan,
motivasi, dan arahan agar guru dapat meningkatkan profesionalitasnya. Melalui
kegiatan ini kepala sekolah juga diharapkan mampu mengembangkan
keterampilan dan kompetensi-kompetensi yang dimiliki guru guna memenuhi
persyaratan profesi seperti yang diamanatkan undang-undang pendidikan
nasional, yaitu kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional.
14
Pada level sekolah supervisi akademik dapat dilakukan oleh pengawas,
kepala sekolah dan guru yang ditunjuk kepala sekolah untuk mendampingi guru-
guru yang akan diobservasi. Akan tetapi dari semua unsur tersebut, pihak yang
paling efektif untuk melakukan supervisi akademik di sekolah dan memiliki
dampak yang paling signifikan terhadap perbaikan mutu guru ialah kepala sekolah
karena di sekolah, kepala sekolah merupakan pemegang otoritas tertinggi baik
sebagai pimpinan administrasi maupun akademis. Selain itu kepala sekolah dan
guru-guru dalam kesehariannya selalu bertemu dan bekerja sama dalam mencapai
tujuan sekolah.
Dalam buku acuan kerja kepala sekolah disebutkan ada 7 (tujuh) peran
kepala sekolah yang disingkat dengan EMASLIM (Educator, Manager,
Administrator, Supervisor, Leader, Inovator, dan Motivator). Akan tetapi dari
keseluruhan peran tersebut, pelaksanaan supervisi akademik sepertinya belum
mendapat perhatian penuh dari kepala sekolah. Berdasarkan data Depdiknas
(2007), pelaksanaan supervisi akademik kepala sekolah masih rendah,
kebanyakan kepala sekolah masih terfokus pada penyelenggaraan manajerial
sehingga peranan sebagai supervisor akademik masih terabaikan.
Memahami begitu besarnya peranan supervisi kepala sekolah dalam
meningkatkan kualitas guru maka kepala sekolah tidak boleh mengabaikan
aktivitas ini. Terdapat beberapa alasan mengapa supervisi akademik perlu
dilakukan kepala sekolah. Pertama, dengan semakin berkembangnya ilmu
pengetahuan dan teknologi yang merambah dunia pendidikan mengharuskan
seorang guru untuk terus mengadakan penyesuaian dan pengayaan dalam proses
pembelajaran. Saat ini mereka tidak saja diharapkan memiliki kompetensi yang
15
dipersyaratkan tapi juga mampu untuk mengup-date metode-metode mengajar
yang variatif yang dulunya tidak mereka ketahui, seperti Contextual Teaching
Learning (CTL), penggunaan komputer dan Liquid Circuit Display proyektor
(LCD proyektor) di kelas dan lain sebagainya. Sementara kenyataannya masih
banyak guru yang buta dengan penggunaan teknologi seperti komputer. Padahal
mereka diharapkan mampu menggunakannya dalam proses belajar mengajar
(PBM), seperti membuat bahan ajar, menyusun Rancangan Program Pembelajaran
(RPP), silabus, dan bahkan membuat laporan hasil belajar siswa. Di sisi lain juga
ada guru bahasa yang tidak tahu cara menggunakan labor bahasa dan lain
sebagainya. Terkait dengan kenyataan ini, adalah tugas kepala sekolah sebagai
supervisor untuk memotivasi guru-guru mau mempelajari itu semua dan
mensosialisasikan metode-metode pembelajaran yang ada sehingga guru-guru
menjadi kreatif dan inovatif dalam pembelajaran.
Alasan lain mengapa supervisi itu perlu ialah belum semua guru yang
berdiri di depan kelas memenuhi kompetensi akademik yang ditentukan. Mereka
memiliki tingkat profesional yang beragam. Menurut Glickman dalam Sahertian
(2008: 44) ada empat prototipe guru dalam mengelola proses pembelajaran.
Prototipe guru yang terbaik, menurut teori ini, adalah guru prototipe profesional.
Seorang guru bisa diklasifikasikan ke dalam prototipe profesional apabila ia
memiliki kemampuan tinggi (high level of abstract) dan motivasi kerja tinggi
(high level of commitment). Berdasarkan rasional tersebut, kepala sekolah, di
samping membina kompetensi atau kemampuan dan keterampilan guru, perlu
membina motivasi kerja guru.
16
Supervisi diperuntukkan bagi semua guru, tidak memandang guru tua
ataupun guru muda. Tetapi bagi guru-guru muda, supervisi itu akan terasa sangat
bermanfaat. Ini merupakan alasan lain mengapa supervisi akademik kepala
sekolah diperlukan. Bagi guru-guru yang baru mengajar, supervisi kepala sekolah
sangat mereka perlukan untuk mengantar mereka memasuki dunia kerja yang
baru. Terlebih lagi guru-guru yang berusia muda dan guru-guru yang digolongkan
kelompok usia tua sering kali berimplikasi pada persinggungan nilai yang berbeda
(Depdiknas, 2007). Dengan memperoleh supervisi, guru-guru baru tersebut dapat
menyesuaikan diri dengan situasi barunya, mereka tidak merasa asing tetapi
merasa diterima oleh kelompok guru lainnya. Semua situasi tersebut di atas dapat
tercipta dengan adanya pelaksanaan program supervisi pendidikan yang mantap
dan terarah. Untuk melaksanakan program supervisi pendidikan yang mantap
perlu adanya evaluasi yang baik, yaitu dengan berpegang teguh kepada prinsip-
prinsip obyektif, kooperatif, integral, dan kontinyu.
Program evaluasi terhadap pelaksanaan supervisi perlu untuk disikapi
secara serius oleh kepala sekolah karena kegiatan ini penting untuk melihat sejauh
mana perbaikan-perbaikan pengajaran telah dilakukan guru dan bagaimana
prilaku supervisi itu dapat memberikan dampak yang baik bagi guru-guru. Melalui
program evaluasi, supervisi pendidikan berusaha menentukan sampai seberapa
jauh tujuan supervisi yang telah tercapai, bukan saja programnya yang dievaluasi
tetapi juga proses pelaksanaan dan hasil supervisi pendidikan. Bahkan ruang
lingkup evaluasi supervisi pendidikan menyangkut semua komponen yang terkait
dalam pelaksanaan supervisi pendidikan. Elsbree dkk, (1967) mengemukakan,
“An important characteristic of modern supervision is its emphasis on evalution,
17
including evaluation of the teacher and the school program”. Dengan kata lain,
ciri utama supervisi pendidikan yang modern adalah adanya penekanan pada
evaluasi, termasuk evaluasi terhadap keberhasilan guru, dan keberhasilan program
sekolah.
Menyikapi pentingnya pelaksanaan supervisi akademik ini, pemerintah
telah mengeluarkan Permendiknas nomor 13 tahun 2007 tentang standar
kompetensi kepala sekolah. Permen ini mengatur bahwa untuk menjadi kepala
sekolah dibutuhkan kompetensi-kompetensi tertentu, diantaranya kompetensi
kepribadian, manajerial, kewirausahaan, supervisi, dan sosial. Khusus untuk
supervisi akademik tugas kepala sekolah meliputi; merencanakan program
supervisi akademik dalam rangka profesionalitas guru, melaksanakan supervisi
akademik terhadap guru dengan menggunakan pendekatan dan teknik supervisi
yang tepat serta menindaklanjuti hasil supervisi akademik terhadap guru dalam
rangka peningkatan profesionalitas guru (Depdiknas, 2007). Supervisi akademik
meliputi semua aspek pembelajaran, baik di dalam kelas maupun di luar kelas.
Dengan demikian, berarti, esensial supervisi akademik adalah membantu guru
mengembangkan kemampuan profesionalismenya. Mengembangkan kemampuan
dalam konteks ini janganlah ditafsirkan secara sempit, semata-mata ditekankan
pada peningkatan pengetahuan dan keterampilan mengajar guru, melainkan juga
pada peningkatan komitmen (commitmen) atau kemauan (willingness) atau
motivasi (motivation) guru, sebab dengan meningkatkan kemampuan dan
motivasi kerja guru, kualitas akademik akan meningkat (Neagley, 1980).
Pelaksanaan supervisi akademik kepala sekolah di SMAN 1 Padang
Panjang merupakan hal yang menarik untuk dicermati. Hal ini berkaitan dengan
18
statusnya sebagai Sekolah Menengah Atas Bertaraf Internasional (SMA BI)
dimana banyak prestasi telah diukir oleh sekolah ini dan lulusannya telah banyak
yang berhasil masuk perguruan tinggi yang ternama di negeri ini. Semua itu
tentulah dicapai dengan susah payah dan partisipasi dari semua pihak, terutama
guru-guru. Dari kondisi tersebut, banyak pihak mungkin menganggap bahwa
pastilah supervisi akademik berjalan dengan maksimal di sekolah ini. Berdasarkan
pengamatan dan survey awal selama grand tour serta wawancara yang telah
dilakukan dengan wakil kepala sekolah dan beberapa guru selama bulan Januari
2009 ditemukan beberapa fenomena yang mengarah pada suatu keadaan bahwa
supervisi akademik kepala sekolah tidak berjalan secara maksimal. Akibatnya,
guru-guru maju dan berkembang lebih banyak dikarenakan oleh usaha mereka
sendiri sedangkan pembinaan langsung dari kepala sekolah dirasakan kurang
maksimal. Selanjutnya, sebagai dampak dari pola kepimpinan kepala sekolah
yang kurang tegas, muncul tindakan-tindakan indispliner dari beberapa guru yang
ditandai dengan adanya guru yang meninggalkan kewajiban mengajar tanpa
alasan yang jelas, datang ke sekolah atau masuk kelas terlambat, meskipun
jumlahnya tidak banyak. Sehingga dikhawatirkan hal ini akan berdampak pada
guru-guru lain, yang semula disiplin bisa jadi ikut-ikutan tidak disiplin.
Secara lengkap fenomena-fenomena yang diperoleh dalam pengamatan
awal penelitian di SMA Negeri 1 Padang Panjang selama bulan Januari 2009
adalah sebagai berikut:
1) Dalam pandangan peneliti, kepala sekolah kelihatannya tidak
melaksanakan supervisi kelas. Hal ini ditandai dari jadwal supervisi kepala
sekolah yang ada yaitu 5 (lima) kali dalam satu semester, sepertinya
19
kepala sekolah tidak sekalipun masuk kelas melakukan supervisi kelas
terhadap guru-guru;
2) Berdasarkan data guru piket, didapat informasi bahwa ada guru yang tidak
mengajar tanpa memberi alasan yang jelas, dalam seminggu ditemukan
ada 1 atau 2 orang guru yang tidak masuk kelas pada saat ia harus
mengajar;
3) Berdasarkan data yang diperoleh dari bagian tata usaha diketahui bahwa
berdasarkan peringkat sekolah, SMA Negeri 1 Padang Panjang tahun ini
mengalami penurunan yaitu dari peringkat 1 Sumatera Barat tahun 2006
menjadi 60 tahun 2007 dan 16 pada tahun 2008;
4) Masih ada guru yang belum mampu memanfaatkan atau menginteraksikan
sarana belajar dan kemajuan teknologi untuk mendukung proses
pembelajaran, seperti guru bahasa yang tidak bisa mengoperasikan
peralatan labor bahasa;
5) Pada saat bel masuk kelas berbunyi, masih ada guru-guru yang datang
terlambat atau saat jam istirahat berakhir, masih ada guru-guru yang
mengobrol di kantor majelis guru padahal mereka seharusnya sudah
berada di kelas;
6) Dalam pandangan peneliti, kepala sekolah belum bisa bertindak tegas atau
terlalu toleran terhadap guru-guru yang bermasalah atau tidak disiplin
yang ditandai antara lain dengan terjadinya pengulangan kesalahan yang
sama oleh guru yang sama,
Apak urangnyo dak tegaan, pernah guru ‘IM’ dak datang mangawas ujian tanpo alasan, padohal sabalunnyo, nyo lah dipanggia Apak dan lah buek perjanjian tapi dak diacuahannyo;
20
7) Menurut beberapa orang guru, pengawas sekolah jarang datang ke sekolah,
kalau pun ada itu hanya untuk menilai guru yang akan disertifikasi.
Sedangkan pengawas provinsi datang satu kali dalam satu semester untuk
memonitor pelaksanaan SBI dan memantau penerapan penggunaan bahasa
Inggris di kelas internasioanal. Akibatnya kontribusi pengawas sekolah
terhadap pembinaan guru juga dirasa kurang signifikan;
8) Di awal semester, guru-guru yang membuat perangkat mengajar tidak
mencapai seratus persen;
9) Sebagai kepala sekolah di SMA Berstandar Internasional (BI), sepertinya
kepala sekolah kurang memiliki waktu untuk melakukan kunjungan kelas
karena tingkat kesibukkan yang sangat tinggi;
10) Menurut pengamatan peneliti, guru-guru yang mengajar di kelas
internasional seperti dipaksakan untuk mengajar secara bilingual yang
ditandai dengan tidak adanya persiapan dan rekrutmen yang semestinya,
dari 20 orang guru Matematika, Ilmu Pengetahuan Alam (MIPA) yang
ada di sekolah ini hanya 5 orang yang bisa berbahasa Inggris, itupun
sedikit-sedikit. Kondisi ini sedikit banyak berdampak terhadap guru-guru
dan murid-murid yang mengajar dan belajar di kelas internasional, dll.
Dari sejumlah fenomena di atas, tergambar bahwa masalah yang mendasar
di sini ialah adanya sejumlah kemunduran dan kondisi yang tidak seharusnya
terjadi dalam proses pembelajaran sebagai dampak dari pelaksanaan supervisi
akademik kepala sekolah yang tidak berjalan sebagaimana mestinya. Keadaan ini
sebaiknya menjadi perhatian kepala sekolah karena dapat berpengaruh pada upaya
21
pencapaian visi misi sekolah. Oleh karena itu penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui penyebab yang melatarbelakangi keadaan ini.
B. Masalah dan Fokus Penelitian
Supervisi merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam pendidikan.
Kegiatan penting ini merupakan tanggung jawab pengawas dan kepala sekolah
dalam meningkatkan mutu pendidikan. Dengan adanya Permendiknas No. 12
tahun 2007 tentang Standar Pengawas dan Permendiknas No. 13 tahun 2007
tentang Standar Kepala Sekolah menunjukkan keseriusan pemerintah dalam
menyikapi kepengawasan pendidikan kita selama ini yang diyakini belum
maksimal dilakukan.
Berdasarkan uraian latar belakang masalah seperti yang sudah
dikemukakan di atas, maka penelitian ini difokuskan untuk memahami secara
mendalam tentang kompleksitas permasalahan yang ada dalam supervisi
akademik kepala sekolah di lingkup SMA Negeri 1 Padang Panjang. Tanpa
menghilangkan esensi dari metode penelitian ini serta dengan berbagai
pertimbangan seperti waktu, tenaga, dan biaya maka penelitian ini difokuskan
hanya pada pelaksanaan supervisi akademik yang dilakukan oleh kepala sekolah
SMA N 1 Padang Panjang. Secara khusus penelitian ini adalah untuk menemukan
jawaban atas pertanyaan-pertanyaan berikut:
1. Bagaimanakah pelaksanaan supervisi akademik kepala sekolah di SMA N 1
Padang Panjang?
2. Kendala-kendala apa sajakah yang ditemui kepala sekolah dalam
melaksanakan supervisi akademik di SMA Negeri 1 Padang Panjang?
22
3. Apa upaya yang dilakukan kepala sekolah untuk mengatasi berbagai
kendala tersebut?
4. Upaya apa saja yang dilakukan kepala sekolah untuk meningkatkan
profesionalitas guru-guru?
C. Tujuan Penelitian
Bertitik tolak dari rumusan masalah di atas maka penelitian ini bertujuan
untuk mengungkap:
1. Pelaksanaan supervisi akademik kepala sekolah di SMA Negeri 1 Padang
Panjang.
2. Kendala-kendala yang dihadapi kepala sekolah dalam menjalankan
supervisi akademik.
3. Upaya yang dilakukan kepala sekolah untuk mengatasi kendala-kendala
itu.
4. Upaya yang dilakukan kepala sekolah dalam meningkatkan profesionalitas
guru-guru.
D. Manfaat Penelitian
Temuan penelitian ini diharapkan akan bermanfaat bagi:
1. Kepala sekolah dalam menjalankan supervisi akademik di sekolah.
2. Kepala dinas pendidikan kota Padang Panjang dalam menyikapi upaya
pembinaan dan peningkatan profesional kepala sekolah dan guru-guru
terutama yang mengajar di sekolah internasional.
23
3. Pengawas pendidikan kota Padang Panjang untuk selalu membuat
program yang bersinergi dengan pihak sekolah dalam upaya
meningkatkan profesionalitas kepala sekolah dan guru-guru.
4. Peneliti sendiri, untuk menambah wawasan di bidang supervisi
akademik kepala sekolah dan memenuhi salah satu persyaratan
memperoleh gelar Magister Pendidikan dari Universitas Negeri
Padang.
5. Mahasiswa lain, semoga bermanfaat dalam menambah wawasan dan
informasi.
24
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Landasan Teori
1. Supervisi Akademik
a. Pengertian Supervisi Akademik
Menurut asal katanya supervisi berasal dari kata “supervision”
(Bahasa Inggris) yang berarti “watch over,” “direct,” “over –see,”
“superintend”. Secara umum, istilah supervisi berarti mengamati,
mengawasi atau membimbing dan menstimulir kegiatan-kegiatan orang
lain dengan maksud untuk perbaikan (Soetopo dan Soemanto, 1988).
Menurut Alfonso, Firth, dan Neville (1981: 36) intisari dari supervisi
adalah to help to change yang berarti membantu untuk berubah. Dengan
kata lain supervisi berarti memberi bantuan, bimbingan, dan layanan
kepada guru agar selalu mengadakan perubahan terhadap pembelajaran
siswa sesuai dengan pola perkembangan teknologi profesional guru. Wiles
dalam Soetopo dan Soemanto (1988: 39) menyatakan bahwa supervision is
a service activity that exist to help teachers do their job better. Di sini
Wiles lebih mengutamakan pelayanan terhadap guru yang dilaksanakan
sedemikian rupa sehingga mereka dapat bekerja lebih baik dari
sebelumnya. Selanjutnya Adams dan Dickey dalam Soetopo dan
Soemanto (1988: 39) mengatakan bahwa supervisi merupakan program
terencana untuk memperbaiki pelajaran. Dengan kata lain bahwa kegiatan
supervisi akademik kepala sekolah haruslah direncanakan dengan baik
sehingga memiliki arah dan target pencapaian yang jelas.
25
Sagala (2005: 228) mendefinisikan supervisi berdasarkan masanya,
dimana berdasarkan konsep kuno supervisi berarti “inspeksi” atau mencari
kesalahan. Sedangkan dalam pandangan modern, supervisi adalah usaha
untuk memperbaiki situasi belajar mengajar, yaitu supervisi sebagai
bantuan bagi guru dalam mengajar untuk membantu siswa agar lebih baik
dalam belajar. Dalam pandangan ini dapat dikatakan bahwa output dari
kegiatan supervisi adalah perbaikan pola belajar siswa. Hal yang sama
juga dikemukakan oleh Wiles dan Bondi (2004: 67) yang menyatakan
”The heart of supervision will always be the improvement of classroom
teaching.” Artinya ialah jantungnya supervisi itu adalah perbaikan
pengajaran di dalam kelas. Dengan kata lain kecakapan mengajar guru
merupakan kunci sukses dalam pembelajaran. Di sini lah peran supervisor
dibutuhkan untuk terus memastikan bahwa kecakapan mengajar guru terus
meningkat dan berkembang dan program-program yang telah
direncanakan guru untuk siswa benar-benar terlaksana.
Para ahli dalam bidang administrasi pendidikan memberikan
kesepakatan bahwa supervisi pendidikan merupakan disiplin ilmu yang
memfokuskan diri pada pengkajian peningkatan situasi belajar-mengajar,
seperti yang diungkapkan oleh (Glickman Carl D, dkk. 2009:10,
Sergiovanni, 1993 dan Wiles dan Bondi, 2004: 67). Hal ini diungkapkan
pula dalam tulisan Asosiasi Supervisi dan Pengembangan Kurikulum di
Amerika (Association for Supervision and Curriculum Development,
1987) yang menyebutkan sebagai berikut: Almost all writers agree that the
primary focus in educational supervision is-and should be-the
26
improvement of teaching and learning ( hampir semua pakar pendidikan
setuju bahwa fokus utama dalam supervisi pendidikan seharusnya adalah
perbaikan proses belajar mengajar).
Senada dengan pendapat di atas, Daresh (1989) mengatakan,
supervision is the process of overseeing the ability of people to meet the goals of the organization in which they work. The chief aims of supervision is improving of instruction, learning, and the curriculum, and its emphasis is on helping teachers to help themselves.
Artinya ialah supervisi merupakan proses untuk menjembatani
kemampuan seseorang dalam mencapai tujuan organisasi di mana ia
bekerja. Sedangkan tujuan utama dari supervisi itu adalah untuk membantu
guru-guru dalam memperbaiki pengajaran, pembelajaran, dan kurikulum
dan penekanannya adalah membantu guru-guru untuk menolong diri
mereka sendiri.
Menurut Sergiovanni dan R. J Starrat (1993),
Supervision is a process designed to help teachers and supervision learn more about their practice; to be able to use their knowledge and skills to better serve parent and schools; and to make the school a more effective learning community.
Pernyataan ini menunjukkan bahwa supervisi merupakan suatu proses
yang dirancang untuk membantu guru-guru dan supervisor sendiri untuk
mempelajari lebih banyak tentang tugas mereka sehari-hari; dapat
menggunakan pengetahuan dan kemampuan yang dimilikinya agar dapat
memberikan layanan yang lebih baik kepada orang tua peserta didik dan
sekolah, serta berupaya menjadikan sekolah sebagai masyarakat belajar
yang efektif.
27
Alfonso, Firth, dan Neville (1981: 43) menegaskan,
Instructional supervision is herein defined as: behavior officially designed by the organization that directly affects teacher behavior in such a way to facilitate pupil learning and achieve the goals of organization.
Dari pernyataan di atas, didapat tiga konsep pokok (kunci) dalam
pengertian supervisi akademik.
1) Supervisi akademik harus secara langsung mempengaruhi dan
mengembangkan perilaku guru dalam mengelola proses pembelajaran.
Inilah karakteristik esensial supervisi akademik. Sehubungan dengan
ini, janganlah diasumsikan secara sempit, bahwa hanya ada satu cara
terbaik yang bisa diaplikasikan dalam semua kegiatan pengembangan
perilaku guru. Tidak ada satupun perilaku supervisi akademik yang baik
dan cocok bagi semua guru (Glickman, dkk. 2009: 153). Tegasnya,
tingkat kemampuan, kebutuhan, minat, dan kematangan profesional
serta karakteristik personal guru lainnya harus dijadikan dasar
pertimbangan dalam mengembangkan dan mengimplementasikan
program supervisi akademik (Sergiovanni, 1987 dan Daresh, 1989).
2) Perilaku supervisor dalam membantu guru mengembangkan
kemampuannya harus didesain secara ofisial, sehingga jelas waktu
mulai dan berakhirnya program pengembangan tersebut. Desain
tersebut terwujud dalam bentuk program supervisi akademik yang
mengarah pada tujuan tertentu. Oleh karena supervisi akademik
merupakan tanggung jawab bersama antara supervisor dan guru, maka
alangkah baik jika programnya didesain bersama oleh supervisor dan
guru.
28
3) Tujuan akhir supervisi akademik adalah agar guru semakin mampu
memfasilitasi belajar bagi murid-muridnya. Secara rinci, tujuan
supervisi akademik akan diuraikan lebih lanjut pada bagian berikutnya.
Menurut Bernstein dalam Glickman, dkk (2009: 8),
We can think of supervision as the glue of a successful school. The glue is the process by which some persons or group of people is responsible for providing a link between individual teacher needs and organizational goals so that individual within the school can work in harmony toward their vision of what the school should be.
Dengan kata lain, keberhasilan sekolah dapat dicapai dengan adanya
kerjasama yang baik antara supervisor dan guru-guru dalam mencapai
tujuan sekolah.
Dari beberapa definisi supervisi yang telah dikemukakan di atas
dapat disimpulkan bahwa supervisi akademik adalah serangkaian kegiatan
yang terencana dan terprogram dalam memberikan bantuan, layanan, dan
bimbingan kepada guru agar pelaksanaan kegiatan belajar mengajar dapat
berjalan lebih baik dan berkualitas.
b. Tujuan Supervisi
Supervisi merupakan elemen penting dalam pengembangan sumber
daya manusia dalam suatu kelembagaan seperti halnya sekolah. Glickman,
dkk., (2009: 75) menyatakan,” the goal of supervision is to improve
instruction” (tujuan supervisi adalah untuk memperbaiki pengajaran).
Artinya supervisi bertujuan untuk membantu guru mengembangkan
kemampuannya mencapai tujuan pembelajaran yang dirancang bagi
murid-muridnya. Sementara itu menurut Sahertian (2008: 19), tujuan
supervisi adalah memberikan layanan dan bantuan untuk meningkatkan
29
kualitas mengajar guru di kelas yang pada gilirannya untuk meningkatkan
kualitas belajar siswa, bukan saja memperbaiki kemampuan mengajar
tetapi juga mengembangkan potensi kualitas guru.
Menurut Daresh dalam Nur (2008: 12),” The chief aims of
supervision is improving of instruction, learning, and the curriculum, and
its emphasis is on helping teachers to help themselve” (tujuan utama
supervisi adalah memperbaiki pengajaran, pembelajaran, dan kurikulum
dan penekanannya adalah membantu guru untuk menolong diri mereka
sendiri). Menurut Burton dalam Purwanto (2008:77),”Supervision is an
expert technical service primarily aimed at studying and imroving co-
operatively all foctors which affect child growth and development”.
Tujuan supervisi adalah perbaikan dan perkembangan proses belajar
mengajar secara total. Ini berarti bahwa tujuan supervisi tidak hanya untuk
memperbaiki mutu mengajar guru, tetapi juga membina pertumbuhan
profesi guru dalam arti luas termasuk di dalamnya pengadaan fasilitas
yang menunjang kelancaran proses beajar mengajar, peningkatan mutu
pengetahuan dan ketermpilan guru-guru, pemberian bimbingan dan
pembinaan dalam hal implementasi kurikulum, pemilihan dan penggunaan
metode mengajar, alat-alat pelajaran, prosedur dan teknik evaluasi
pengajaran dan sebagainya.
Menurut Suprihatin (1989), secara umum tujuan supervisi
akademik adalah:
1) meningkatkan efektivitas dan efisiensi belajar-mengajar,
30
2) mengendalikan penyelenggaraan bidang teknis edukatif di sekolah
sesuai dengan ketentuan-ketentuan dan kebijakan yang telah
ditetapkan,
3) menjamin agar kegiatan sekolah berlangsung sesuai dengan ketentuan
yang berlaku sehingga segala sesuatunya berjalan lancar dan diperoleh
hasil yang optimal,
4) menilai keberhasilan sekolah dalam pelaksanaan tugasnya, dan
5) memberikan bimbingan langsung untuk memperbaiki kesalahan,
kekurangan dan kekilafan serta membantu memecahkan masalah yang
dihadapi sekolah sehingga dapat dicegah kesalahan dan
penyimpangan yang lebih jauh.
Sementara itu Sahertian dan Mataheru (1981) mengemukakan
bahwa supervisi bertujuan untuk:
1) membantu guru melihat dengan jelas tujuan-tujuan pendidikan,
2) membantu guru dalam membimbing pengalaman belajar siswa,
3) membantu guru dalam menggunakan sumber-sumber pengalaman
belajar,
4) membantu guru dalam menggunakan metode-metode dan alat-alat
pembelajaran modern,
5) membantu guru dalam memenuhi kebutuhan belajar siswa,
6) membantu guru dalam hal menilai kemajuan dan hasil pekerjaan siswa,
7) membantu guru dalam membina mental dan moral kerja guru dalam
rangka pertumbuhan dan jabatan mereka,
31
8) membantu guru baru di sekolah sehingga mereka merasa gembira
dengan tugas yang diperolehnya,
9) membantu guru agar lebih mudah mengadakan penyesuaian terhadap
masyarakat,
10) membantu guru agar tenaga dan waktunya tercurah sepenuhnya dalam
pembinaan sekolah.
Menurut Sergiovanni dalam Depdiknas (2007: 12) ada tiga tujuan
supervisi akademik sebagaimana dapat dilihat pada gambar berikut:
Gambar 2.1. Tiga Tujuan Supervisi
1) Supervisi akademik diselenggarakan dengan maksud membantu guru
mengembangkan kemampuannya profesionalnya dalam memahami
akademik, kehidupan kelas, mengembangkan keterampilan
mengajarnya dan menggunakan kemampuannya melalui teknik-teknik
tertentu.
TIGA TUJUAN SUPERVISI
Pengem‐bangan Profesio‐nalisme
Pengawasan kualitas
Penumbuhan Motivasi
32
2) Supervisi akademik diselenggarakan dengan maksud untuk memonitor
kegiatan belajar mengajar di sekolah. Kegiatan memonitor ini bisa
dilakukan melalui kunjungan kepala sekolah ke kelas-kelas di saat guru
sedang mengajar, percakapan pribadi dengan guru, teman sejawatnya,
maupun dengan sebagian murid-muridnya.
3) Supervisi akademik diselenggarakan untuk mendorong guru
menerapkan kemampuannya dalam melaksanakan tugas-tugas
mengajarnya, mendorong guru mengembangkan kemampuannya
sendiri, serta mendorong guru agar ia memiliki perhatian yang sungguh-
sungguh (commitment) terhadap tugas dan tanggung jawabnya.
Depdiknas (2004) merumuskan tujuan supervisi dalam mengimple-
mentasikan kurikulum 2004 adalah agar para guru dan tenaga kepen-
didikan di sekolah memiliki:
1) pemahaman yang tepat tentang pelaksanaan pengajaran,
2) pemahaman terhadap masalah-masalah pengajaran,
3) kemampuan untuk melaksanakan kegiatan pembelajaran, dan
4) pola kerja dalam peningkatan mutu pembelajaran.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa supervisi
bertujuan untuk membantu guru mengevaluasi diri dan kemampuannya
dalam mengembangkan kemampuan profesionalnya dalam memberikan
layanan dan bimbingan kepada anak didiknya, menumbuhkan motivasi
guru dalam meningkatkan kemampuannya serta memberikan pengawasan
terhadap pelaksanaan supervisi yang telah dilakukan untuk mencapai
tujuan pendidikan.
33
c. Fungsi Supervisi
Menurut Wiles (1967), fungsi dasar supervisi adalah untuk
meningkatkan atau memperbaiki situasi belajar bagi murid, demikian
pendapat tokoh dibidang supervisi pendidikan. Menurut Alfonso, Firth,
dan Neville (1981), supervisi akademik yang baik adalah supervisi
akademik yang mampu berfungsi mencapai multitujuan akademik", seperti
yang sudah dijabarkan di atas. Tidak ada keberhasilan bagi supervisi
akademik jika hanya memperhatikan salah satu tujuan tertentu dengan
mengesampingkan tujuan lainnya. Hanya dengan merefleksi ketiga tujuan
inilah, supervisi akademik akan berfungsi mengubah perilaku mengajar
guru. Pada gilirannya nanti perubahan perilaku guru ke arah yang lebih
berkualitas akan menimbulkan perilaku belajar murid yang lebih baik.
Alfonso, Firth, dan Neville (1981: 45) menggambarkan sistem pengaruh
perilaku supervisi akademik seperti gambar berikut ini:
Gambar 2.2 Sistem Fungsi Supervisi Akademik
Sumber: Alfonso, RJ., Firth, G.R., dan Neville, R.F. (1981). Instructional Supervision, A Behavior System, Boston, Allyn and Bacon, Inc.
Gambar di atas memperlihatkan sistem pengaruh perilaku supervisi
akademik yang secara langsung berhubungan dan berpengaruh terhadap
perilaku guru. Ini berarti, melalui supervisi akademik, supervisor
Instructional Supervisory
Behavior
Teaching Behavior
Student Behavior
34
mempengaruhi perilaku mengajar guru sehingga perilakunya semakin baik
dalam mengelola proses belajar mengajar. Selanjutnya perilaku mengajar
guru yang baik itu akan mempengaruhi perilaku belajar murid. Dengan
demikian, bisa disimpulkan bahwa tujuan akhir supervisi akademik adalah
terbinanya perilaku belajar murid yang lebih baik.
d. Prinsip Supervisi
Dalam melakukan supervisi, ada beberapa prinsip yang harus
diyakini oleh supervisor. Menurut Sutisna dalam Sagala (2005: 236),
prinsip pokok supervisi moderen ialah 1) supervisi merupakan bagian
integral dari program pendidikan, ia adalah pelayanan yang bersifat
kerjasama; 2) semua guru memerlukan dan berhak atas bantuan supervisi;
3) supervisi hendaknya disesuaikan untuk memenuhi kebutuhan
perseorangan dari personil sekolah; 4) supervisi hendaknya membantu
menjelaskan tujuan-tujuan dan sarana-sarana pendidikan dan hendaknya
menerangkan impikasi-implikasi dari tujuan-tujuan dan sarana-sarana itu;
5) supervisi hendaknya membantu memperbaiki sikap dan hubungan dari
semua anggota staf sekolah, dan hendaknya membantu dalam
pengembangan hubungan sekolah-masyarakat yang baik; 6) tanggung
jawab dalam pengembangan program supervisi berada pada kepala sekolah
bagi sekolah dan pada penilik/pengawas bagi sekolah-sekolah yang berada
di wilayahnya; 7) harus ada dana yang memadai bagi program kegiatan
supervisi dalam anggaran tahunan; 8) efektivitas program supervisi
hendaknya dinilai secara pendidik oleh para peserta; dan 9) supervisi
35
hendaknya membantu menjelaskan dan menerapkan dalam praktek
penemuan penelitian pendidikan yang mutakhir.
Berikut ini ada beberapa prinsip lain yang harus diperhatikan dan
direalisasikan oleh supervisor dalam melaksanakan supervisi akademik,
yaitu sebagai berikut.
1) Supervisi akademik harus mampu menciptakan hubungan kemanusiaan
yang harmonis. Hubungan kemanusiaan yang harus diciptakan harus
bersifat terbuka, kesetiakawanan, dan informal. Hubungan demikian ini
bukan saja antara supervisor dengan guru, melainkan juga antara
supervisor dengan pihak lain yang terkait dengan program supervisi
akademik. Oleh sebab itu, dalam pelaksanaannya supervisor harus
memiliki sifat-sifat, seperti sikap membantu, memahami, terbuka, jujur,
sabar, antusias, dan penuh humor.
2) Supervisi akademik harus dilakukan secara berkesinambungan.
Supervisi akademik bukan tugas bersifat sambilan yang hanya
dilakukan sewaktu-waktu jika ada kesempatan. Perlu dipahami bahwa
supervisi akademik merupakan salah satu essential function dalam
keseluruhan program sekolah (Alfonso dkk., 1981: 39). Apabila guru
telah berhasil mengembangkan dirinya tidaklah berarti tugas supervisor
selesai, melainkan harus tetap dibina secara berkesinambungan. Hal ini
logis, mengingat problema proses pembelajaran selalu muncul dan
berkembang.
3) Supervisi akademik harus demokratis. Supervisor tidak boleh
mendominasi pelaksanaan supervisi akademiknya. Titik tekan supervisi
36
akademik yang demokratis adalah aktif dan kooperatif. Supervisor
harus melibatkan secara aktif guru yang dibinanya. Tanggung jawab
perbaikan program akademik bukan hanya pada supervisor melainkan
juga pada guru. Oleh sebab itu, program supervisi akademik sebaiknya
direncanakan, dikembangkan dan dilaksanakan bersama secara
kooperatif dengan guru, kepala sekolah, dan pihak lain yang terkait di
bawah koordinasi supervisor (Acheson dan Gail dalam Wiles dan
Bondi, 2004: 14).
4) Program supervisi akademik harus integral dengan program pendidikan.
Di dalam setiap organisasi pendidikan terdapat bermacam-macam
sistem perilaku dengan tujuan sama, yaitu tujuan pendidikan. Sistem
perilaku tersebut antara lain berupa sistem perilaku administratif, sistem
perilaku akademik, sistem perilaku kesiswaan, sistem perilaku
pengembangan konseling, sistem perilaku supervisi akademik (Alfonso,
dkk., 1981). Antara satu sistem dengan sistem lainnya harus
dilaksanakan secara integral. Dengan demikian, maka program
supervisi akademik integral dengan program pendidikan secara
keseluruhan. Dalam upaya perwujudan prinsip ini diperlukan hubungan
yang baik dan harmonis antara supervisor dengan semua pihak
pelaksana program pendidikan.
5) Supervisi akademik harus komprehensif. Program supervisi akademik
harus mencakup keseluruhan aspek pengembangan akademik,
walaupun mungkin saja ada penekanan pada aspek-aspek tertentu
berdasarkan hasil analisis kebutuhan pengembangan akademik
37
sebelumnya. Prinsip ini tiada lain hanyalah untuk memenuhi tuntutan
multi tujuan supervisi akademik, berupa pengawasan kualitas,
pengembangan profesional, dan memotivasi guru, sebagaimana telah
dijelaskan di muka.
6) Supervisi akademik harus konstruktif. Supervisi akademik bukanlah
sekali-kali untuk mencari kesalahan-kesalahan guru. Memang dalam
proses pelaksanaan supervisi akademik itu terdapat kegiatan penilaian
unjuk kerjan guru, tetapi tujuannya bukan untuk mencari kesalahan-
kesalahannya. Supervisi akademik akan mengembangkan pertumbuhan
dan kreativitas guru dalam memahami dan memecahkan problem-
problem akademik yang dihadapi (Sahertian, 2008:20) .
7) Supervisi akademik harus obyektif. Dalam menyusun, melaksanakan,
dan mengevaluasi, keberhasilan program supervisi akademik harus
obyektif. Objectivitas dalam penyusunan program berarti bahwa
program supervisi akademik itu harus disusun berdasarkan kebutuhan
nyata pengembangan profesional guru. Begitu pula dalam mengevaluasi
keberhasilan program supervisi akademik. Di sinilah letak pentingnya
instrumen pengukuran yang memiliki validitas dan reliabilitas yang
tinggi untuk mengukur seberapa kemampuan guru dalam mengelola
proses pembelajaran.
Menurut Soetopo dan Soemanto (1988: 41) seorang pimpinan
pendidikan yang berfungsi sebagai supervisor dalam melaksanakan
tugasnya hendaknya bertumpu pada prinsip-prinsip supervisi:
38
1) Ilmiah, yang mencakup unsur-unsur:
a) Sistematika artinya dilaksanakan secara teratur, berencana, dan
kontinyu.
b) Obyektif artinya data yang didapat pada observasi yang nyata bukan
tafsiran pribadi.
c) Menggunakan alat (instrumen) yang dapat memberi informasi
sebagai umpan balik untuk mengadakan penilaian terhadap proses
belajar mengajar.
2) Demokratis, yaitu menjunjung tinggi asas musyawarah, memiliki jiwa
kekeluargaan yang kuat serta sanggup menerima pendapat orang lain.
3) Kooperatif, seluruh staf dapat bekerja bersama, mengembangkan usaha
bersama dalam menciptakan situasi belajar mengajar yang lebih baik.
4) Konstruktif dan kreatif yaitu membina inisiatif guru serta
mendorongnya untuk aktif menciptakan suasana dimana tiap orang
merasa aman dan dapat menggunakan potensi-potensinya.
Sehubungan dengan uraian di atas dapat kita simpulkan bahwa
dalam menjalankan tugasnya seorang supervisor harus berpijak pada
prinsip-prinsip supervisi yang mengutamakan profesionalitas seperti
demokratis, konstruktif, kooperatif, integral, dan objektif. Namun yang
terpenting dari itu semua adalah bagaimana seorang supervisor dapat
merubah paradigmanya ketika melakukan supervisi. Dengan kata lain
supervisor-supervisor kita menyadari bahwa keberadaannya di tengah-
tengah guru adalah untuk membantu dan membimbing mereka dalam
rangka memperbaiki proses pembelajaran dan memandang guru sebagai
39
rekan kerja sehingga terjalin komunikasi dan hubungan yang baik. Di
samping itu, supervisor juga hendaknya memberi kesempatan kepada
guru-guru untuk belajar berdiri sendiri dalam arti bebas mengembangkan
kemampuan dan profesionalitas mereka dengan tetap dibimbing dan
dimonitor dan oleh supervisor.
e. Pendekatan Supervisi
Pada umumnya supervisor, baik itu pengawas dan kepala sekolah,
berasal dari guru. Akibatnya, pandangan mereka tentang pembelajaran dan
pengajaran, eksistensis siswa, pengetahuan, dan peranan guru di kelas
mempengaruhi pandangan mereka tentang supervisi. Menurut Glickman,
dkk. (2009: 85) dan Sahertian (2008: 46), pendekatan supervisi dapat
dikelompokkan dalam tiga kategori:
a) Directive Supervision. Pendekatan ini didasari oleh keyakinan bahwa
mengajar terdiri dari kecakapan teknis dengan standar-standar yang
diketahui dan kompetensi bagi semua guru untuk menjadi efektif.
Adapun peranan supervisor adalah untuk menginformasikan,
mengarahkan, mencontohkan dan membantu pemenuhan kompetensi-
kompetensi tersebut. Menurut pendekatan ini, supervisor memiliki
tanggung jawab yang besar terhadap peningkatan pengajaran sementara
tanggung jawab guru rendah.
b) Collaborative Supervision. Pendekatan ini didasari oleh keyakinan
bahwa mengajar pada dasarnya adalah pemecahan masalah (problem
solving) dimana beberapa orang secara bersama-sama membahas
masalah yang ada, melakukan eksperimen, dan menerapkan strategi
40
pengajaran demi memecahkan masalah tersebut. Peranan supervisor
adalah membimbing proses pemecahan masalah, berinteraksi dengan
menjadi anggota yang aktif, dan menjaga supaya guru-guru tetap fokus
terhadap masalah mereka. Dalam pendekatan ini, supervisor dan guru
merupakan rekan kerja yang secara bersama-sama berupaya untuk
meningkatkan mutu pendidikan.
c) Non-Directive Supervision. Pendekatan ini berkeyakinan bahwa belajar
adalah pengalaman pribadi dimana setiap individu harus berusaha
dengan segala kemampuannya untuk meningkatkan pengalaman belajar
siswa di kelas. Peranan supervisor adalah mendengar, tidak
menghakimi, dan mengupayakan munculnya kesadaran diri dan
pengalaman bagi guru-guru. Sehingga menurut pendekatan ini guru-
guru dipaparkan sebagai individu yang giat dalam menemukan dan
memperkaya dirinya sendiri dalam rangka memperbaiki pengajaran.
Akibatnya guru memiliki tanggung jawab yang tinggi sementara
tanggung jawab supervisor terkesan rendah.
Dengan demikian dapat kita pahami bahwa pendekatan yang
digunakan supervisor dalam menjalankan kegiatan supervisinya
mempengaruhi hasil yang ingin dicapai. Oleh karena itu, kepala sekolah
harus mengetahui kemampuan guru-guru yang dipimpinannya sehingga
pendekatan yang digunakan nantinya tepat dan berdampak positif terhadap
perbaikan pengajaran guru-guru.
41
f. Teknik Supervisi
Ada bermacam-macam teknik supervisi akademik dalam upaya
pembinaan kemampuan guru. Dalam hal ini meliputi pertemuan staf,
Kuliah/studi, i) Diskusi panel, j) Perpustakaan jabatan, k) Organisasi
profesional, l) Buletin supervisi, m) Pertemuan guru, n) Lokakarya atau
konferensi kelompok.
Satu hal yang perlu ditekankan di sini bahwa menetapkan teknik-
teknik supervisi akademik yang tepat tidaklah mudah. Dengan kata lain
tidak ada satupun di antara teknik-teknik supervisi kelompok di atas yang
cocok atau bisa diterapkan untuk semua pembinaan guru di sekolah.
Artinya, akan ditemui oleh kepala sekolah adanya satu teknik tertentu yang
cocok diterapkan untuk membina seorang guru tetapi tidak cocok
diterapkan pada guru lain. Oleh sebab itu, seorang kepala sekolah harus
mampu menetapkan teknik-teknik mana yang sekiranya mampu membina
keterampilan guru. Seorang kepala sekolah, selain harus mengetahui aspek
atau bidang keterampilan yang akan dibina, juga harus mengetahui
karakteristik setiap teknik di atas dan sifat atau kepribadian guru, sehingga
teknik yang digunakan betul-betul sesuai dengan guru yang sedang dibina
melalui supervisi akademik.
43
g. Proses Pelaksanaan Supervisi
Menurut Depdiknas (2007) melaksanakan supervisi akademik
terhadap guru dengan menggunakan pendekatan dan teknik supervisi yang
tepat. Langkah yang perlu dilakukan mencakup: (1) mengidentifikasi
potensi-po-tensi sumberdaya sekolah berupa guru yang dapat
dikembangkan; (2) memahami tujuan pemberdayaan sumberdaya guru; (3)
mengemukakan contoh-contoh yang dapat membuat guru-guru lebih maju;
dan (4) menilai tingkat keberdayaan guru di sekolahnya.
Setelah tujuan-tujuan pembinaan keterampilan pengajaran
diperoleh melalui analisis kebutuhan, kepala sekolah menentukan bentuk-
bentuk teknik, pendekatan, dan media supervisi akademik yang akan
digunakan. Setelah mengembangkan teknik dan media supervisi akademik,
mulailah dilakukan pembinaan keterampilan pembelajaran guru dengan
menggunakan teknik dan media tertentu sebagaimana telah dikembangkan.
Namun pada dasarnya, tidak ada teknik atau media supervisi yang tepat
untuk semua guru karena setiap guru memiliki karakteristik dan
kompetensi yang berbeda.
2. Peranan Kepala Sekolah Sebagai Supervisor Akademik
Dalam konsep supervisi moderen, supervisi bukanlah kegiatan
mengawasi, inspeksi, ataupun memata-matai guru untuk mencari
kesalahan dengan tujuan untuk diperbaiki tetapi pekerjaan supervisi adalah
untuk membantu dan melayani guru-guru dalam upaya memperbaiki
pengajaran. Dalam hal ini, Kepala Sekolah sebagai supervisor akademik
mempunyai tugas dan tanggung jawab memajukan pengajaran melalui
44
peningkatan profesi guru secara terus menerus. Menurut, Barth dalam
Matthews dan Crow (hal. 33) menyatakan,
Principals not only be leaders of instructional leaders but also leaders of learning. Not only are they to be well educated, but also they are expected to model and exemplify learning themselves. The focus on learner-centered leadership has been reignited by societal pressures of accountability and equity that emphasize learning for all students.
Maksudnya adalah kepala sekolah tidak saja merupakan pimpinan
pengajaran tetapi juga merupakan pemimpin pembelajaran. Dalam hal ini
mereka diharapkan dapat mencontohkan pembelajaran itu sendiri.
Perhatian terhadap kepemimpinan yang berpusat pada siswa dan yang
menekankan pembelajaran pada semua siswa telah menjadi permintaan
publik.
Sementara itu, Alfonso, Firth, dan Neville (1981: 36) berpendapat,
Instructional supervisors must be able to transform principles of human relations into substantive programs of action. Making people feel comfortable, creating, lines of communication, fostering security – all are basic concerns but valid only as they contribute to the study and the improvement of teaching.
Dari uraian di atas dapat kita pahami bahwa supervisor pendidikan itu
harus mampu merubah prinsip-prinsip hubungan kemanusiaan menjadi
program-program yang nyata dalam membuat orang merasa nyaman,
membangun komunikasi, membantu terciptanya keamanan - semua ini
merupakan hal yang mendasar tetapi hanya berlaku jika berkontribusi
terhadap pembelajaran dan perbaikan pengajaran. Masih menurut
Alfonso,dkk.,(1981: 36),”The supervisor’s role includes identifying
instructional problems, serving as an agent of change within a complex
organization (peranan supervisor meliputi pengidentifikasian masalah-
45
masalah pengajaran, berperan sebagai agen perubahan dalam ruang
lingkup organisasi yang kompleks).
Menurut Soetopo dan Soemanto (1982: 55), peranan kepala
sekolah sebagai supervisor sangat penting dalam:
a) Membimbing guru agar dapat memahami lebih jelas masalah atau
persoalan-persoalan dan kebutuhan murid, serta membantu guru dalam
mengatasi suatu persoalan.
b) Membantu guru dalam mengatasi kesukaran dalam mengajar.
c) Memberi bimbingan yang bijaksana terhadap guru baru dengan
orientasi.
d) Membantu guru memperoleh kecakapan mengajar yang lebih baik
dengan menggunakan berbagai metode mengajar yang sesuai dengan
sifat materinya.
e) Membantu guru memperkaya pengalaman belajar, sehingga suasana
pengajaran bisa menggembirakan anak didik.
f) Membantu guru mengerti makna dari alat-alat pelayanan.
g) Membina moral kelompok, menumbuhkan moral yang tinggi dalam
pelaksanaan tugas sekolah pada seluruh staf.
h) Memberi pelayanan kepada guru agar dapat menggunakan seluruh
kemampuannya dalam pelaksanan tugas.
i) Memberikan pimpinan yang efektif dan demokrasi.
Sama halnya dengan pendapat di atas, Purwanto (2008: 119)
mengemukakan beberapa usaha dan kegiatan yang dapat dilakukan kepala
sekolah sesuai dengan fungsinya sebagai supervisor akademik, antara lain:
46
a) Membangkitkan dan merangsang guru-guru di dalam menjalankan
tugasnya dengan sebaik-baiknya.
b) Berusaha mengadakan dan melengkapi alat-alat perlengkapan sekolah
termasuk media instruksional yang diperlukan bagi kelancaran dan
keberhasilan proses belajar-mengajar.
c) Bersama guru-guru berusaha mengembangkan, mencari, dan
menggunakan metode-metode mengajar yang lebih sesuai dengan
tuntutan kurikulum yang sedang berlaku.
d) Membina kerja sama yang baik dan harmonis di antara guru-guru dan
pegawai sekolah lainnya.
e) Berusaha mempertinggi mutu dan pengetahuan guru-guru antara lain
dengan mengadakan workshop,diskusi-diskusi kelompok, menyediakan
perpustakaan sekolah, dan atau mengirim mereka untuk mengikuti
penataran, seminar, sesuai dengan bidangnya masing-masing.
Dari uraian di atas, dapat dipahami bahwa peranan kepala sekolah
dalam supervisi akademik sangat esensial. Oleh karena itu ke depannya
kita membutuhkan kepala sekolah yang benar-benar siap dan memahami
fungsinya sebagai supervisor; membantu, membimbing dan membina
guru-guru dalam melakukan tugasnya memperbaiki proses belajar
mengajar.
B. Penelitian yang Relevan
Di samping teori-teori yang sudah dikemukakan di atas, peneliti juga
merujuk pada beberapa penelitan yang relevan dengan penelitian ini,
diantaranya:
47
1) Glanz dkk. (2007) dengan judul penelitian “Impact of Instructional on
Students Achievement: Can We Make the Connection?” menemukan bahwa
“supervision is purposeful, targeted and central to promoting a school wide
instructional program wherein students achievement is always at the
forefront. Principal leadership is essential as is the establishment of a
culture of teacher empowerment and collaboration” (Penelitian ini
menunjukkan bahwa supervisi dan kepemimpinan kepala sekolah
merupakan hal yang penting dalam meningkatkan program pengajaran yang
mengedepankan kualitas siswa dan sebagai hal penting dalam
pembentukkan budaya dari pemberdayaan dan kerjasama guru).
2) Asmara (2005) dengan judul penelitian “Dampak Pelaksanaan Supervisi dan
Kepuasan Kerja terhadap Kenerja Guru SMP Negeri Kota Bukittinggi”
menemukan bahwa: 1) dampak pelaksanaan supervisi (17,9 %) sangat
signifikan terhadap kinerja guru, 2) dampak kepuasan kerja (14,5 %) sangat
signifikan terhadap kinerja guru, dan 3) dampak pelaksanaan supervisi dan
kepuasan kerja secara bersama-sama (26,8 %) sangat signifikan terhadap
kepuasan kerja.
48
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode kualitatif. Pemilihan metode ini
bertujuan untuk menemukan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang telah
dikemukan pada bagian awal penelitian. Sehingga pada akhirnya peneliti dapat
mengetahui sekaligus memahami prilaku kepala sekolah dalam melaksanakan
supervisi akademik di SMA Negeri 1 Padang Panjang. Pemilihan metode ini
sejalan dengan pendapat Bogdan dan Biklen (1992: 30) mengemukakan bahwa
penelitian kualitatif bertujuan untuk mencari dan memahami makna terhadap apa
yang terjadi dalam situasi sosial tertentu. Menurut Iskandar (2009: 11),
pendekatan kualitatif menekankan pada makna, penalaran,definisi suatu situasi
tertentu, lebih banyak meneliti hal-hal yang berhubungan dengan kehidupan
sehari-hari. Pendekatan kualitatif lebih mementingkan proses dibandingkan
dengan hasil akhir, oleh karena itu urutan-urutan kegiatan dapat berubah-rubah
tergantung pada kondisi dan banyaknya gejala-gejala yang ditemukan.
Nur (2002: 75) menyatakan, pendekatan kualitatif bertitik tolak dari
pandangan fenomenalogis yang meletakkan tekanannya pada ‘verstehen” yaitu
pemahaman tingkah laku manusia sebagaimana yang dimaksudkan oleh
pelakunya sendiri dan bagi peneliti sendiri sifatnya interpretatif. Dengan kata lain,
pendekatan kualitatif ini digunakan untuk mengetahui dan memaknai setiap
perihal yang terkait dengan pelaksanaan supervisi akademik kepala sekolah di
SMA Negeri 1 Padang secara rinci dan mendalam.
49
B. Situasi Sosial Penelitian
Merujuk pada pernyataan Spradley (1980: 39) bahwa dalam menetapkan
seting penelitian sekurang-kurangnya ada 3 (tiga) unsur yang harus diperhatikan,
yaitu; unsur tempat (place) yaitu tempat atau lokasi orang-orang melakukan
kegiatan; unsur pelaku (actors) yaitu ada orang-orang yang melakukan kegiatan di
tempat tertentu; dan unsur aktivitas (activities) yaitu kegiatan yang dilakukan
aktor dalam situasi sosial. Berdasarkan ketiga kriteria tersebut ditetapkanlah
situasi sosial penelitian ini yaitu supervisi akademik kepala sekolah SMA Negeri
1 Padang Panjang. Penetapan situasi sosial penelitian ini didasari oleh beberapa
pertimbangan, antara lain: 1) peneliti sendiri sebagai mahasiswa jurusan Quality
Assurance and School Leadership (Penjaminan Mutu dan Kepemimpinan Kepala
Sekolah) memiliki ketertarikkan khusus terhadap kegiatan supervisi akademik
kepala sekolah yang dirasakan belum berjalan maksimal, 2) permasalahan yang
diteliti sederhana dan dapat diamati; pelaku, kegiatan dan tempatnya jelas,
3)alhamdulillah, peneliti mendapatkan izin dari kepala sekolah untuk melakukan
penelitian ini sehingga akses untuk mendapatkan informasi juga menjadi lebih
mudah, 4) pelaksanaan penelitian ini, baik itu berupa observasi maupun
wawancara dengan informan tidak menganggu kegiatan kepala sekolah dan guru-
guru tersebut karena kedua aktivitas itu dilakukan pada saat mereka sedang tidak
bertugas atau dengan membuat janji terlebih dahulu supaya pelaksanaannya
berjalan dengan lancar , dan 5) kegiatan supervisi akademik kepala sekolah
merupakan kegiatan yang muncul berulang-ulang dan dapat dilihat atau dicermati
sehingga hasil temuan ini diharapkan benar-benar dapat menjawab permasalahan
yang terkait dengan penelitian ini.
50
C. Instrumen Penelitian
Dalam penelitian ini, peneliti merupakan instrumen utama. Dengan kata
lain, semua tahapan dalam rangka meyelesaikan penelitian ini dilakukan sendiri
oleh peneliti. Bentuk aplikatif dari tahapan itu adalah: 1) menentukan situasi
sosial penelitian, 2) menetapkan fokus penelitian, 3) merumuskan masalah dan
pertanyaan penelitian, 4) menetapkan informan melalui purposive sampling,
sehingga diperoleh kepala sekolah, wakil kepala sekolah, Ketua Kelompok Kerja
Guru (KKG) dan guru-guru lainnya sebagai informan penelitian ini, 5)
mengumpulkan data penelitian melalui observasi langsung ke lapangan maupun
wawancara yang berulang-ulang dengan kepala sekolah,wakil kepala sekolah serta
guru-guru sambil membuat catatan lapangan, 6) melakukan pemeriksaan data
melalui teknik trianggulasi dan perpanjangan keikutsertaan di sekolah ini, 7)
menganalisis data dengan menggunakan model interaktif Miles dan Huberman,
dan 8) menulis laporan penelitian. Setelah melalui semua tahapan dan langkah-
langkah tersebut di atas, diharapkan laporan penelitian ini dapat menjawab
permasalahan seputar supervisi akademik kepala sekolah di SMA Negeri 1
Padang Panjang.
D. Informan Penelitian
Menurut Spradley dalam Iskandar (2008: 113), dalam penelitian kualitatif
seorang peneliti tidak direkomendasikan untuk membatasi subjek penelitian.
Adapun teknik pemilihan informan atau subjek penelitian haruslah: 1)sederhana,
hanya terdapat satu situasi sosial tunggal; 2) mudah memasukinya; 3) tidak payah
dalam melakukan penelitian, mudah memperoleh izin, kegiatannya terjadi
berulang-ulang. Merujuk pada pendapat di atas maka pemilihan informan
51
penelitian ini diperoleh melalui teknik purposive sampling dimana informan
ditentukan sendiri oleh peneliti tanpa bermaksud untuk mengurangi tingkat
kepercayaan (trustworhiness) dan kredibilitas ( (credibility) temuan penelitian
dengan alasan peneliti merupakan guru di lokasi penelitian tersebut. Berpedoman
pada pendapat di atas dan fokus penelitian maka informan penelitian ini adalah
kepala sekolah, wakil kepala sekolah, kordinator sekolah bertaraf internasional,
dan guru-guru; ketua kelompok kerja guru, guru senior,dan guru-guru muda.
E. Tahapan Penelitian
Dalam melakukan penelitian ini, peneliti harus memahami setiap tahap dan
fase yang harus dilakukan demi mendapatkan hasil yang baik serta dan
mempermudah penelitian ini. Menurut Bogdan dalam Sugiyono (2005: 89) tahap
kegiatan dalam penelitian terdiri dari, yaitu 1) pra lapangan, 2) kegiatan lapangan,
dan 3) analisis intensif (analisis data). Dalam setiap tahap terdapat kegiatan-
kegiatan yang bersifat aplikatif. Adapun tahapan yang dilakukan dalam penelitian
ini adalah: 1) menentukan situasi sosial penelitian, 2) menetapkan fokus
penelitian, 3) merumuskan masalah dan pertanyaan penelitian, 4) menetapkan
informan melalui purposive sampling, sehingga diperoleh kepala sekolah, wakil
kepala sekolah, Ketua Kelompok Kerja Guru (KKG) dan guru-guru lainnya
sebagai informan penelitian ini, 5) mengumpulkan data penelitian melalui
observasi langsung ke lapangan maupun melalaui wawancara dengan kepala
sekolah,wakil kepala sekolah serta guru-guru sambil membuat catatan lapangan,
6) melakukan reduksi data untuk memilih data-data yang terfokus pada hal-hal
yang jelas dari penelitian ini, 7) penyajian data, 8) penarikan kesimpulan
(conclusion drawing/verification) 9) melakukan analisis yang lebih menyeluruh
52
dan rinci dari objek penelitian, dan 10)analisis tema budaya. Setelah melalui
semua tahapan dan langkah-langkah tersebut di atas, diharapkan laporan
penelitian ini dapat menjawab permasalahan seputar supervisi akademik kepala
sekolah di SMA Negeri 1 Padang Panjang.
F. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling penting dalam
penelitian karena tanpa mengetahui teknik pengumpulan data yang sesuai dengan
penelitian ini maka peneliti tidak akan mendapatkan data yang tepat dan akurat.
Menurut Sugiyono ( 2005: 62), dalam penelitian kualitatif, teknik pengumpulan
data yang tepat digunakan adalah observasi, interviu, dan dokumentasi.
Observasi bertujuan untuk memahami fakta di lapangan secara jelas
komprehensif. Di samping itu, menurut Glickman, (2009: 182), hasil dari
observasi dapat dijadikan sebagai dasar informasi dalam melakukan wawancara.
Mansi menurut Glickman dkk (2009: 181), “observation is a two-part process-
first describing what has been seen and then interpreting what it means”
(observasi terdiri atas dua proses – proses pertama merupakan paparan tentang apa
yang dilihat dan proses selanjutnya menginterpretasikan apa maknanya. Melalui
observasi, peneliti dapat melihat dan mengamati semua kegiatan maupun
kejadian-kejadian yang berlangsung di sekolah ini, baik yang berkenaan dengan
supervisi akademik maupun tidak. Pada kegiatan ini, peneliti berupaya untuk
mencatat setiap kejadian atau objek yang diamati dan kemudian memaknainya.
Marshal dalam Sugiyono (2005: 64) menyatakan bahwa melalui observasi,
peneliti belajar tentang prilaku dan makna dari prilaku tersebut. Dengan demikian
53
apa yang dilihat, didengar, dan dirasakan selama melakukan observasi menjadi
masukan dan pertimbangan yang bermanfaat dalam merumuskan kesimpulan.
Selain melakukan observasi atau pengamatan, data atau informasi tentang
penelitian juga diperoleh melalui wawancara (interviu). Menurut Stainback yang
dikutip Sugiyono (2005: 72), wawancara merupakan teknik yang dapat
menginterprestasikan situasi dan fenomena yang terjadi, dimana hal ini tidak
dapat ditemukan melalui observasi. Dengan kata lain melalui wawancara kita
mencermati prilaku, mimik, atau ekspresi wajah partisipan dalam menjawab
pertanyaan peneliti yang dapat diartikan atau dimaknai. Metode wawancara yang
telah dilakukan dalam penelitian ini ialah wawancara tidak terstruktur atau bebas.
Dalam hal ini peneliti tidak menggunakan format atau pedoman wawancara yang
tersusun dan sistematis. Dengan kata lain, pertanyaan mengalir begitu saja
menurut alurnya tanpa direncanakan. Semua hasil wawancara dicatat atau
direkam dengan menggunakan recording dengan tujuan supaya apa yang telah
dikemukakan informan dapat ditampilkan atau dijadikan bukti nantinya.
Teknik berikutnya yang digunakan untuk mengumpulkan data penelitian
ini ialah studi dokumentasi. Dokumen merupakan bahan tertulis ataupun film
yang dapat dipertanggungjawabkan karena sifatnya yang stabil, alamiah, lahir dan
berada dalam konteks yang berguna sebagai bukti untuk suatu pengujian (Guba
dan Lincoln dalam Moleong (2007: 216). Adapun jenis dokumen yang dijadikan
sebagai sumber data untuk memperkuat temuan yang diperoleh melalui observasi
dan interviu diantaranya ialah profil sekolah dan foto-foto.
54
G. Teknik Penjaminan Keabsahan Data
Dalam penelitian kualitatif, hasil temuan penelitian akan dianggap sahih
atau valid apabila temuan itu sesuai dengan kenyataan di lapangan. Untuk
menjamin kesahihan data hasil temuan ini maka peneliti menggunakan beberapa
teknik pemeriksaan:
1) Perpanjangan keikutsertaan. Dalam hal ini peneliti berada lebih lama lagi di
tempat penelitian. Kegiatan ini dimaksudkan untuk memberi keyakinan dan
kepastian pada peneliti dalam pengumpulan data sehingga dapat
meningkatkan derajat kepercayaan data. Di samping itu, teknik ini juga
berguna untuk menghindari terjadinya kekeliruan, bias, subjektifitas, dan
pengaruh sesaat.
2) Triangulasi. Menurut Moleong (2007: 330) triangulasi adalah teknik
pemeriksaan keabsahan data dengan memanfaatkan sesuatu yang lain di
luar data itu untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding
terhadap data itu. Miles dan Huberman (1985: 330) mengemukakan bahwa
triangulasi berfungsi sebagai pendukung dan penguat temuan yang ada
karena temuan melalui triangulasi sejalan atau setidak-tidaknya tidak
bertentangan dengan temuan yang terdahulu. Adapun pengujian secara
triangulasi dilakukan dengan cara; a) mencari sumber data yang baru.
Ketika hasil temuan dirasa kurang atau belum menyakinkan, peneliti
mencari sumber informasi lain yang dapat memberikan penguatan terhadap
hasil temuan, misalnya ketika kepala sekolah mengatakan bahwa masalah
dana merupakan salah satu kendala beliau dalam melaksanakan supervisi
akademik maka keterangan ini peneliti coba cross check dengan kordinator
55
sekolah bertaraf internasional dimana sebelumnya beliau tidak termasuk
dalam daftar informan penelitian ini, b) membandingkan temuan yang
diperoleh melalui observsi dan hasil wawancara, dan c) membandingkan
data temuan dengan referensi–referensi yang relevan, seperti
mengkorelasikan jadwal supervisi dengan fakta di lapangan
H. Teknik Analisis Data
Analisis data penelitian ini menggunakan teknik Model Interaktif Miles
dan Huberman (1985: 21). Dalam model ini, ada empat siklus kegiatan yang
saling berinteraksi dan harus dilakukan secara terus menerus selama proses
pengumpulan data berlangsung. Aktivitas dalam analisis data, yaitu
mengumpulkan data, mereduksi data, menampilkan data, dan membuat
kesimpulan.
Gambar 3.1. siklus kegiatan dalam analisis data (interactive model Miles dan Huberman) Analisis data berlangsung secara terus menerus dimulai saat
mengumpulkan data (data collection). Selanjutnya pada saat penelitian, data dan
informasi diperoleh melalui wawancara langsung dengan informan, seperti kepala
sekolah, wakil kepala sekolah, ketua Kelompok Kerja Guru (KKG), guru senior,
Data Collection
Data Display
Data Reduction
Conclution: Drawing/verifying
56
dan guru-guru muda. Setiap informasi yang didapat dicatat atau direkam untuk
kemudian dibuat catatan reflektif berupa kesimpulan sementara. Kesimpulan
sementara ini terus dikuatkan dengan mencari data tambahan atau sumber-sumber
informasi lainnya.
Langkah berikutnya dalam proses analisis ini ialah mensortir data (data
reduction) dan mengelompokkan data. Data-data yang telah terkumpul
dikelompokkan berdasarkan kategorinya dan diberi judul untuk lebih
memudahkan mengingatnya. Sementara itu, data yang tidak berhubungan dengan
fokus penelitian atau tidak dibutuhkan dibuang. Tujuan dari kegiatan ini supaya
data penelitian tetap terarah pada hal-hal terpenting dari penelitian ini sehingga
memudahkan dalam mengidentifikasi dan memberikan makna terhadap data
tersebut sebelum membuat kesimpulan.
Setelah data dikelompokkan, diperiksa, dan dikonfirmasi ulang, tahap
selanjutnya ialah menyajikan data. Miles dan Huberman (1985: 21) menyatakan
bahwa penyajian data merupakan bagian yang penting dalam penelitian kualitatif
karena data yang ditampilkan adalah data yang telah tersusun dan dianalisis. Hal
ini memberi kemungkinan untuk membuat kesimpulan yang bermakna. Data yang
disajikan berupa tabel, rincian kegiatan, hasil percakapan, dan lain-lain.
Langkah terakhir ialah membuat kesimpulan berdasarkan data yang telah
terkumpul dan dianalisis. Kesimpulan dan hasil yang ditampilkan dalam laporan
penelitian ini diharapkan dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan yang
melatarbelakangi penelitian ini dan dapat diterima banyak pihak.
57
BAB IV
HASIL PENELITIAN
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan selama lebih kurang 5 (lima)
bulan (April s.d Agustus 2009) di SMAN 1 Padang Panjang, peneliti
mengklasifikasikan hasil temuan menjadi temuan umum dan khusus.
A. Temuan Umum
1. Profil SMA Negeri 1 Padang Panjang
SMA Negeri 1 Padang Panjang merupakan Rintisan SMA Bertaraf
Internasional ( SMA BI ) yang ditetapkan oleh Dirjen Dikdasmen pada tahun
2007. SMA Negeri 1 Padang Panjang bersama dengan 4 sekolah lainnya di
Sumatera Barat, seperti SMA Negeri 1 Padang, SMA Negeri 1 Lubuk Alung,
SMA Negeri 1 Bukittinggi, dan SMA Negeri 1 Lubuksikaping merupakan
sekolah-sekolah piloting project pemerintah dalam rangka penerapan sekolah
bertaraf internasional. Kebijakan ini untuk memenuhi UU No. 20 Tahun 2003
Pasal 50 Ayat 3: Pemerintah dan/atau Pemda menyelenggarakan sekurang-
kurangnya satu satuan pendidikan pada semua jenjang pendidikan untuk
dikembangkan menjadi satuan pendidikan yang bertaraf internasional.
Keputusan ini ditetapkan pada SMA Negeri 1 Padang Panjang setelah
sekolah ini berhasil memenuhi standar kriteria yang telah ditetapkan
Departemen Pendidikan Nasional. Di samping itu pertimbangan lain yang
mendukung keputusan ini ialah prestasi sekolah yang terus naik sejak
ditetapkan sebagai sekolah unggul Sumatera Barat pada tahun 1998.
58
SMA Negeri 1 Padang Panjang itu sendiri berdiri tahun 1950. Sekolah ini
dulunya bernama Norman School (Sekolah guru tertua di Indonesia setelah di
Jawa) yang berdiri tahun 1904. Lokasi sekolah ini berada di pusat kota Padang
Panjang yang bergelar kota Serambi Mekah, tepatnya di jalan K.H. Ahmand
Dahlan No. 9 atau lebih dikenal dengan nama Guguk Malintang. Sebagai SMA
Bertaraf Internasional, SMA Negeri 1 Padang Panjang telah terakreditasi A
dan merupakan SMA umum dengan sistem pembinaan Boarding School yang
berkarakter pesantren di Sumatera Barat.
1.1. Visi dan Misi Sekolah
Visi sekolah ini adalah “mewujudkan sekolah unggul yang mampu
berkompetisi secara nasional dan internasional, berjiwa religius,
mengembangkan multi kecerdasan, mampu menempatkan 80% lulusan
diperguruan tinggi terbaik dalam dan luar negeri.” Visi ini disusun oleh
kepala sekolah bersama-sama dengan guru-guru pada tahun 1998, di saat
sekolah ini ditetapkan sebagai sekolah unggul Sumatera Barat.
Dalam rangka mewujudkan visi tersebut maka disusunlah misi
sekolah yang dituangkan sebagai berikut:
a) Meningkatkan kompetensi guru melalui pelatihan dan penataran.
b) Mengadakan inovasi pembelajaran melalui penyelenggaraan
Kelompok Kerja Guru (KKG), Musyawarah Guru Mata Pelajaran
(MGMP), dan pengembangan sumber daya manusia guru.
59
c) Meningkatkan kemampuan tenaga tata usaha melalui pembinaan,
pelatihan dan pengembangan sumber daya manusia lainnya.
d) Melaksanakan kegiatan pembinaan keimanan dan ketaqwaan.
e) Melaksanakan kegiatan keilmuan.
f) Mengembangkan kurikulum berupa tambahan belajar.
g) Mengembangkan keterampilan bahasa Inggris.
h) Pengembangan multi kecerdasan.
1.2. Tujuan
a. Tujuan jangka pendek:
1. Meningkatkan kemampuan dan profesionalisme guru dalam proses
belajar mengajar.
2. Meningkatkan kemampuan kepala sekolah dan tenaga pendukung
dalam pemahaman berbahasa Inggris dan komputer untuk
menunjang bidang tugas dan tupoksinya.
3. Meningkatkan dan mempersipkan siswa mengikuti Olimpiade sain,
untuk tingkat kota, provinsi dan nasional/internasional.
4. Mencukupi kebutuhan minimal komputer serta tersedianya alat
praktek siswa.
60
b. Tujuan Jangka Panjang:
1. Meningkatkan mutu dan relevansi pendidikan menengah menuju
Sekolah Berstandar Internasional (SBI) melalui penyelenggaraan
pembelajaran yang bermutu.
2. Mendorong terwujudnya good government dan akuntabilitas
pengelolaan pendidikan di sekolah.
3. Mendorong sekolah untuk melaksanakan Manajemen Berbasis
Sekolah (MBS) dalam ranga meningkatkan efektifitas dan efisiensi
penyelenggaraan pendidikan di sekolah.
4. Meningkatkan jumlah dan kualifikasi tenaga kependidikan sesuai
dengan tuntutan program pembelajaran yang berkualitas menurut
standar internasional.
5. Meningkatkan kemampuan tenaga tata usaha untuk menyelengga-
rakan administrasi pendidikan secara profesional.
6. Mengembangkan sistem seleksi penerimaan siswa baru.
7. Meningkatkan pelaksanaan kegiatan Iman dan Taqwa (IMTAQ).
8. Menjalin kerjasama (networking) dengan lembaga/instansi terkait,
masyarakat, dan dunia usaha dalam rangka mengembangkan
program pendidikan yang berakar pada budaya bangsa dan
mengikuti perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
(IPTEK).
61
9. Mendorong dan meningkatkan peran serta masyarakat untuk
berpartisipasi dalam penyelenggaraan pendidikan.
Dari keterangan pihak sekolah, sejak visi dan misi ini dirumuskan,
prestasi sekolah setahap demi setahap naik secara signifikan.
1.3. Data Siswa
Input siswa yang mendaftar dan diterima di SMA Negeri 1 Padang
Panjang berada di atas rata-rata, hal ini terbukti dari hasil tes akademik dan
sejumlah seleksi penerimaan siswa yang ketat. Seleksi ini dilakukan sesuai
dengan indikator karakteristik SBI, seperti perkembangan nilai yang
dikomulatifkan dari laporan belajar siswa di Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama
(SLTP), rekomendasi piagam-piagam, sertifikat Test of English as Foreign
Language (TOEFL) atau Test of English for International Communication
(TOEIC) yang pada dasarnya adalah menseleksi siswa yang benar-benar
mampu dan siap sepanjang waktu pendidikan menerima program-program
unggulan.
Klasifikasi Siswa:
a) Kelas berstandar internasional, terdiri dari tamatan SLTP / MTsN se
Sumatera Barat sebanyak 60 orang ( 2 kelas ). Bagi siswa yang
berada dalam kelompok ini maka pengajaran untuk mata pelajaran
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam di sajikan dalam bahasa
Inggris walaupun belum 100 %.
62
b) Kelas Unggul Padang Panjang terdiri dari tamatan SLTP / MTsN se
kota Padang Panjang dan Batipuh X Koto yang berjumlah 60 orang
(2 kelas).
c) Kelas reguler terdiri dari tamatan SLTP / MTsN se Padang Panjang
dan Batipuh X Koto serta luar rayon yang berjumlah 60 orang (2
kelas ).
Profil Siswa:
a) Efektifitas belajar tinggi.
b) Indeks prestasi siswa di atas rata-rata ( 7,00 ).
c) Mampu menulis karya ilmiah.
d) Mampu mengadakan diskusi ilmiah dan pratikum-pratikum ilmiah.
e) Mempunyai wawasan pengetahuan yang tinggi.
f) Motivasi tinggi terhadap kegiatan kokurikuler dan ekstrakurikuler.
g) Mampu berbahasa Indonesia dengan baik dan menjadikan bahasa
Inggris sebagai salah satu bahasa pengantar.
h) Mempunyai kepedulian sosial yang tinggi.
i) Mempunyai sikap dan prilaku yang terpuji.
j) Disiplin, patuh dan taat terhadap tata tertib / peraturan yang berlaku.
63
Tabel 4.1. Jumlah siswa 3 tahun terakhir:
No Tahun Pelajaran
Jenis Kelamin Rom Jumlah
L P Bel
1 2006/2007 206 311 20 517
2 2007/2008 200 313 20 513
3 2008/2009 221 305 20 526
(Sumber: data SMAN 1 Panjang Panjang)
Dari data jumlah siswa di atas, diketahui bahwa dari tahun ke tahun
jumalah siswa tidak berubah secara signifikan. Hal ini disebabkan setiap
tahunnya jumlah siswa yang diterima di awal tahun ajaran selalu sama
jumlahnya yaitu 180 orang siswa, terdiri 6 rombel. Meskipun nantinya terjadi
perubahan jumlah siswa di tengah tahun berjalan, itu disebabkan oleh
kepindahan siswa ke sekolah lain dengan alasan mengikuti orang tuanya ke
daerah lain atau tinggal kelas dan kemudian pindah sekolah bukan disebabkan
oleh drop out. Di samping itu dari data yang sama kita ketahui jika jumlah
siswa perempuan lebih banyak dibandingkan dengan jumlah siswa laki-laki.
Keadaan ini secara tidak langsung dapat menjadi faktor yang memungkinkan
terciptanya kondisi pembelajaran yang lebih tenang dan kondusif.
1.4. Data Sumber Daya Manusia (SDM)
a) Kepala Sekolah
Saat penelitian ini dilakukan, SMA Negeri 1 Padang Panjang
dipimpin oleh seorang Kepala Sekolah (KS) yang telah menjabat sebagai
kepala sekolah di tempat ini selama ± 7 tahun atau sejak tahun 2002. Saat
64
ini, kepala sekolah bertempat tinggal di kompleks SMA Negeri 1 Padang
Panjang. Dalam pandangan guru-guru, beliau merupakan sosok yang baik,
demokratis, mengayomi, santun serta mengerti kesulitan dan kondisi para
bawahannya. Dalam banyak hal karakter (KS) seperti ini disukai dan
menjadi motivasi bagi guru-guru untuk berbuat yang terbaik atau merasa
malu jika berbuat yang tidak baik. Akan tetapi di lain pihak, personaliti
(KS) ini justru menjadi kelemahan beliau dalam menegakkan disiplin dan
bertindak profesional dalam menjalankan tugas dan kewajibannya, salah
satunya dalam pelaksanaan supervisi akademik karena (KS) terlalu banyak
pertimbangan dalam mengambil suatu tindakkan. Singkat kata beliau
adalah kepala sekolah yang disenangi baik oleh guru-guru, karyawan serta
anak didik.
Dalam menjadikan sekolah ini besar, faktor kepemimpinan (KS)
sangat besar pengaruhnya. Di tangan beliau, prestasi sekolah ini meningkat
dengan pesat. Hal ini disebabkan oleh pola kepemimpinana beliau yang
arif bijaksana, seperti ungkapan guru (G7) dan (G8) yang diwawancarai
tanggal 8 dan 13 Juni 2009,
faktor yang menjadikan sekolah ko besar diantaronyo yo pengaruh dari Apak dengan “management by peace and by laugh”nyo, dan kedamaian untuk bakarajo, hati ko tabukak. Apak ko memang etika jo guru tinggi, sahinggo guru basamangat tinggi pulo untuk karajo,....untuangnyo di sakolah wak ko lah ado budaya sekolah yang positif tapi dak mungkin budaya positif tu ado tanpa kepemimpinan yang baik ( faktor yang menjadikan sekolah ini besar salah satunya karena pengaruh kepemimpinan Kepala Sekolah yang arif bijaksana, kedamaian untuk bekerja sehingga menjadi motivasi dan hati jadi senang untuk bekerja,...,di sekolah ini telah ada budaya sekolah yang positif, ini ada karena kepemimpinan kepala sekolah yang baik).
65
Dalam menjalankan tugasnya sebagai kepala sekolah, (KS) dibantu
oleh 4 (empat) orang wakil kepala sekolah, yaitu wakil kurikulum, wakil
kesiswaan, wakil sarana dan prasarana, wakil bagian humas, dan seorang
kordinator sekolah bertaraf internasional (SBI). Keempat orang wakil
kepala sekolah ini dipilih oleh majelis guru melalui suatu musyawarah
yang melibatkan semua guru dan pegawai sekolah sekali dalam tiga tahun.
b) Guru
Jumlah guru yang bertugas di SMA Negeri 1 Padang Panjang saat
ini adalah 61 orang dengan jenjang pendidikan S2, S1, dan D3/2 dengan
rincian 10 orang S2 dan 5 orang sedang mengikuti pendidikan S2 atau 48
orang S1, 2 orang D3 dan 1 (satu) orang guru honor. Data selengkapnya
ditunjukkan oleh tabel berikut:
66
Tabel 4.2. Jumlah Guru per Mata Pelajaran, Kualifikasi Pendidikan, Status
dan Jenis Kelamin:
No. Mata Pelajaran Tingkat
Pendidikan
Status Guru
JumlahGT/PNS GTT/Guru
Bantu S2 S1 D3 L P L P
1 Pendidikan Agama Islam 4 2 2 4 2 Kewarganegaraan 4 1 3 4 3 Bahasa Indonesia 1 4 5 5 4 Sejarah 4 4 4 5 Bahasa Inggris 5 1 2 3 1 6 6 Penjaskes 3 3 3 7 Matematika 5 1 2 4 6 8 Fisika 2 4 1 5 6 9 Biologi 1 4 4 5 10 Kimia 1 3 4 4 11 Ekonomi / Akt 3 1 2 3 12 Sosiologi 3 3 3 13 Geografi 1 1 2 2 14 Seni Budaya 1 1 1 15 Bahasa Jerman 1 1 1 16 Teknik Informatika 3 1 2 3 17 Bahasa Jepang 1 1 1 18 BK 5 1 4 5
Jumlah 61 (Sumber: data SMAN 1 Padang Panjang)
Berdasarkan tabel 4.3 di atas tergambar bahwa keadaan jumlah
guru untuk setiap mata pelajaran jika dibandingkan dengan rombel (20
rombel) sudah mencukupi, justru untuk beberapa mata pelajaran, seperti
kewarganegaraan, bahasa Indonesia, matematika, biologi, fisika, dan
teknik Informatika, jumlah guru sudah berlebih.
67
c) Tenaga Kependidikan
Dalam menjalankan tugas manajerialnya, kepala sekolah dibantu
oleh seorang Kepala Tata Usaha dan beberapa orang staf tata usaha baik
yang berstatus pegawai tetap maupun tenaga honor.
Tabel. 4.3. Jumlah dan status tenaga kependidikan
No Jabatan Status Jumlah Ket PNS Honorer
1. Kepala TU 1 1 2. Staff TU 4 2 6 3. Satpam 2 2 4. Laboran 1 1 5. Pustakawan 1 1 2 6. Teknisi Komputer 1 1 7. Pesuruh 2 2 (Sumber: data SMAN 1 Padang Panjang)
1.5. Sarana dan Prasarana
Sarana dan prasarana yang dimaksud di sini adalah alat atau fasilitas
yang tersedia di sekolah yang berfungsi untuk menunjang proses
pembelajaran, baik yang berhubungan secara langsung maupun tidak
langsung. Proses belajar mengajar di SMA Negeri 1 Padang Panjang
didukung oleh sarana prasarana yang cukup memadai seperti rincian
berikut:
68
Tabel 4.4. Sarana dan Prasarana
No Nama Sarana Jumlah Satuan 1 Luas Lahan 1 41589 m² 2 Luas bangunan 1 5522 m² 3 Lapangan olahraga 1 4185 m² 4 Ruang belajar 20 lokal 5 Laboratorium IPA 3 lokal 6 Labor Bahasa 1 lokal 7 Labor Komputer / Internet 2 lokal 8 Labor Multimedia 1 lokal 9 Ruang Kepala Sekolah 1 lokal
10 Ruang Guru 1 lokal 11 Ruang TU 1 lokal 12 Ruang Perpustakaan 1 lokal 13 Ruang BK 1 lokal 14 Ruang Serbaguna 1 lokal 15 Ruang OSIS 1 lokal 16 Ruang Klinik Kesehatan 1 lokal 17 Ruang UKS 1 lokal 18 Ruang Ibadah / Mesjid 1 buah 19 Kantin 3 lokal 20 WC Siswa 20 buah 21 WC Guru / Kepala Sekolah 6 buah 22 Ruang Kesenian 1 lokal 23 Asrama 2 buah 24 Pekarangan Sekolah 1 10.000 m² 25 Taman 1 6.784 m² 26 Kebun Sekolah 1 9.200 m² 27 Toga 1 90 m² 28 Saluran Limbah 1
(Sumber: data SMAN 1 Padang Panjang)
Dari data tabel di atas, nampak jelas terlihat bahwa sekolah ini
memiliki sarana prasarana yang cukup lengkap untuk menunjang PBM yang
baik. Dengan statusnya sebagai SMA BI, pihak sekolah dan pemerintah
berusaha untuk melengkapi sarana prasarana yang ada sehingga nantinya
betul-betul dapat memenuhi standar sekolah bertaraf internasional. Salah
69
satunya ialah dengan melengkapi kelas-kelas internasional dengan media
belajar yang cukup memadai seperti, komputer dan Liquid Crystal Display
(LCD) proyektor. Di kelas-kelas ini juga terdapat Closed Circuit Television
(CCTV) sehingga kepala sekolah dapat mengamati aktivitas yang ada dalam
kelas-kelas tersebut. Akan tetapi sejak setahun belakangan ini, alat monitor
CCTV yang ada di ruangan kepala sekolah rusak dan belum diperbaiki
hingga saat ini.
2. Program kegiatan SMA Negeri 1 Padang Panjang
Pelayanan dan sasaran akhir dari pelaksanaan program kegiatan di
SMA Negeri 1 Padang Panjang adalah siswa yang mempunyai kecerdasan
intelektual, emosional, dan spiritual. Dalam mewujudkan sasaran akhir
tersebut, SMA Negeri 1 Padang Panjang memiliki program khusus yang
membuatnya berbeda dengan sekolah umum lainnya. Sekolah ini terkenal
dengan program Imtaqnya yang dipadukan dengan program umum lainnya. Hal
ini dijabarkan melalui gambar berikut:
70
PROGRAM SMA NEGERI 1 PADANG PANJANG
1. Pelaksanaan PBM 8 jam / hari
2. Pelaksanaan IMTAQ
3. Ketereampilan Bahasa Inggris
4. Keterampilan Komputer
5. Olah raga dan Ekskul
6. Akses internet.
Gambar 4.7.Program SMA Negeri 1 Padang Panjang ( Sumber: data SMAN 1 Padang Panjang)
Dari bagan di atas dapat diketahui bahwa siswa di sekolah ini
dikelompokkan atas dua bagian, siswa asrama karena mereka harus tinggal
di asrama dan siswa luar asrama, yaitu mereka yang tidak tinggal di asrama.
Bagi siswa yang tinggal di asrama mereka sekaligus berada dalam kelas BI
SELURUHNYA PELAYANAN UNGGUL
SISWA ASRAMA SISWA LUAR ASRAMA
PELAYANAN SAMA DARI SEGI
71
artinya guru-guru menyampaikan materi mereka secara bilingual. Untuk
tahap awal, perlakuan ini hanya diperuntukkan bagi guru-guru yang
mengajar mata pelajaran Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (MIPA).
Namun secara keseluruhan semua siswa mendapatkan pelayanan dan
kesempatan yang sama, yaitu sama-sama berhak mendapatkan pelayanan
unggul.
2.1.Kegiatan Kurikuler
Dalam pelaksanaan proses belajar mengajar (PBM), sekolah ini
memiliki jadwal belajar yang lebih padat dibandingkan dengan sekolah
negeri lainnya. Kalau sekolah lain, siswanya biasa belajar dari jam 07.30
hingga 13.30 WIB maka di SMA Negeri 1 Padang Panjang, siswa belajar
selama 8 jam setiap harinya yang dimulai dari jam 07.15 WIB berakhir jam
15.10 WIB. Ketentuan ini belaku untuk semua siswa, mulai dari kelas X
hingga kelas XII, kecuali bagi kelas XII di semester ke dua akan
mendapatkan tambahan belajar 10 (sepuluh) jam per minggu dalam rangka
persiapan ke perguruan tinggi.
Seperti sudah dijelaskan sebelumnya bahwa pelayanan dan sasaran
akhir dari output siswa adalah siswa yang perspektif, mempunyai
kecerdasan intelektual, emosional, dan spiritual, seperti yang diungkapkan
oleh kepala sekolah, “Output SBI adalah untuk menghasilkan manusia
Indonesia yang mampu menghadapi persaingan global yaitu mandiri, kritis,
memiliki jiwa enterpreneurship dan mampu menyelesaikan masalahnya
sendiri.” Untuk mencapai itu semua SMA Negeri 1 Padang Panjang
72
memberikan layanan khusus secara akademis dengan penambahan jam
belajar untuk mata pelajaran MIPA atau yang di ujikan pada tingkat sekolah
(Ujian Sekolah) plus Bahasa Inggris dan penambahan jam Imtaq 2 (dua)
jam seminggu untuk anak di luar asrama dan 14 (empat belas) jam
seminggu untuk anak-anak yang diasramakan. Di samping itu sekolah ini
juga mempunyai program unggulan dikurikulum Imtaq SMAN 1 Padang
Panjang yaitu Hafiz Al Qur’an dan Khatam Qur’an.
Program Imtaq berimplikasi dan sangat berkontribusi terhadap
kecerdasan siswa, sikap, tingkah laku dan budi pekerti sehingga sekolah ini
tidak khawatir akan melahirkan generasi-generasi yang tercabut dari akar
budaya, agama dan nasionalismenya. Kegiatan Imtaq setiap malamnya
dimulai dari Sholat Magrib berjamaah sampai diakhiri dengan Sholat Isya
berjamaah di Mushalla di lingkungan sekolah. Kegiatan imtaq ini banyak
mempelajari dan mendalami ilmu agama, seperti hafal Alqur’an, tafsir
Alqur’an, kemampuan menganalisa ayat-ayat Alqur’an, dan lain-lain dengan
bimbingan 5 orang ustad (guru mengaji malam) secara bergantian.
Sedangkan pelaksanaan kegiatan Imtaq untuk siswa yang tinggal di luar
asrama dilakukan dari hari Senin sampai Rabu, pertingkat/hari, dimulai dari
sholat Ashar dan dilanjutkan dengan pengajian yang dibimbing oleh Ustaz
dan Ustazah yang ditunjuk khusus.
2.2. Kegiatan Ekstrakurikuler
Di samping program Imtaq, pihak sekolah juga memfasilitasi siswa
dengan kegiatan-kegiatan ekstrakurikuler yang intinya adalah untuk
73
mendukung kecerdasan emosional siswa, seperti: Pramuka, Palang Merah
Remaja (PMR), Sanggar Kreativitas Remaja (SKR), Siswa Pecinta Alam
(Sispala), Marching Band, Forum Wanita Islam, Kelompok Keterampilan
Tata Boga, Keterampilan Graha, Kelompok Debat Bahasa Inggris dan
Bahasa Jepang, kelompok kelas khusus pembinaan olimpiade dan kelompok
tarian tradisional. Dari sekian banyak prestasi akademik dan non akademik
yang telah diraih sekolah ini, beberapa diantaranya sangat membanggakan
seperti:
a) Medali emas Olimpiade Sains Biologi tingkat nasional, tahun
2004.
b) Medali perak Olimpiade Sains Biologi tingkat internasional di
China, tahun 2004.
c) Juara umum Olimpiade Sains Kimia tingkat Sumbar, tahun 2004.
d) 20 besar Olimpiade Sains Kimia tingkat Nasional, tahun 2005.
e) Juara I Festifal Seni Internasional di Yogyakarta tahun 2008, dll.
(sumber : data SMAN 1 Padang Panjang)
B. Temuan Khusus
Di dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) Nomor
13 Tahun 2007 tentang Standar Kepala Sekolah ditegaskan bahwa salah satu
kompetensi yang harus dimiliki seorang kepala sekolah adalah kompetensi
supervisi. Ini berarti bahwa seorang kepala sekolah harus kompeten dalam
74
melakukan supervisi akademik terhadap guru-guru yang dipimpinnya. Secara
teori, supervisi akademik dapat dilaksanakan secara langsung, tidak langsung,
ataupun secara berkolaborasi dengan guru-guru. Yang terpenting dari itu semua,
guru-guru mendapatkan bantuan dan bimbingan dalam memperbaiki proses
belajar mengajar. Hal ini penting untuk disikapi dengan baik oleh kepala sekolah
karena kegiatan ini sangat berkorelasi dengan upaya sekolah dalam mencapai visi
dan misinya.
Setelah melakukan pengamatan, observasi, dan wawancara yang cermat
dengan kepala sekolah, wakil kepala sekolah, dan guru-guru, berikut ini dapat
diketahui temuan khusus penelitian ini terkait dengan pelaksanaan supervisi
akademik kepala sekolah dan kendala-kendala yang ditemui dalam pelaksanaan
supervisi tersebut serta upaya yang dilakukan kepala sekolah untuk meningkatkat
profesionalisme guru.
1. Pelaksanaan Supervisi Akademik Kepala Sekolah
Berubahnya status SMA Negeri 1 Padang Panjang dari sekolah unggul
Sumatera Barat menjadi Rintisan Sekolah Menengah Atas Bertaraf
Internasional (RSMABI) membawa beberapa perubahan yang sangat signifikan
terhadap jalannya roda pendidikan di sekolah ini. Dilihat dari rencana kerja
tahunan sekolah saat ini, tampak adanya beberapa program yang cukup
dilematis untuk dijalankan, seperti; a) penggunaan bahasa Inggris dalam proses
belajar mengajar untuk mata pelajaran sains, sementara tenaga gurunya tidak
dipersiapkan sebelumnya b) perumusan perangkat mengajar mata pelajaran
sains dalam bahasa Inggris, c) mempersiapkan sumber daya manusia yang
75
memiliki wawasan Informasi dan Teknologi (IT) dan bahasa Inggris, serta d)
peningkatan dan pengadaan sarana dan prasarana sekolah untuk menunjang
proses belajar mengajar dengan anggaran yang terbatas. Di samping itu dari
segi kepengawasan, sejak ditetapkan sebagai SMA BI, pelaksanaan supervisi
akademik tidak saja dilakukan oleh kepala sekolah dan pengawas sekolah,
tetapi pengawas provinsi juga melakukan supervisi akademik khususnya untuk
guru-guru yang mengajar di kelas-kelas internasional, meskipun hanya satu
kali dalam satu semester. Menurut G03 yang diwawancarai tanggal 26 Mei
2009 diperoleh informasi,”ambo pernah sakali dicaliak Ibuk pengawas dari
Padang, yang dicaliak tu perangkat maaja, caro maaja, jo penggunaan bahasa
Inggris ambo tetapi apak jo pengawas dinas yo alun pernah lai” (saya pernah
dilihat mengajar oleh Ibuk Pengawas dari Padang, yang dilihat ialah perangat
mengajar, cara mengajar dan penggunaan bahasa Inggris).
Sementara itu, menurut G04 dalam wawancarnya pada tanggal 28 Mei
2009 mengatakan bahwa supervisi dari pihak pengawas kota dapat dikatakan
tidak pernah mensupervisi guru-guru di sini, kecuali untuk sertifikasi, itupun
hanya sebatas untuk mengisi format penilaian, “ibuk salamo ko yo baru
kapatang ko dicaliak maaja dek pengawas, itu dek ibuk ka sertifikasi” (Ibuk
selama ini, baru kemaren ini disupervisi pengawas karena ibuk akan
sertifikasi). Supervisi merupakan salah satu faktor penting yang diperhatikan
pemerintah dalam menetapkan suatu sekolah sebagai rintisan sekolah bertaraf
internasional (RSBI).
Perubahan sekolah ini menjadi SMA BI ikut mempengaruhi
pelaksanaan supervisi akademik kepala sekolah. Dalam rentang waktu 7 tahun,
76
sejak menjabat kepala sekolah, ada 2 bentuk pendekatan yang ditemukan,
digunakan kepala sekolah dalam melaksanakan supervisi akademiknya, yaitu
supervisi secara kolaborasi (collaborative supervision) dan supervisi tidak
langsung (non-directive supervision). Kedua pendekatan ini diambil dengan
dasar pemikiran yang hampir sama yaitu guru-guru pada umumnya sudah
memiliki kompetensi dan kemampuan yang sudah bagus, di samping
pengawasan dan kontroling yang dilakukan, baik dari pihak sekolah maupun
pengawas sekolah.
a. Supervisi Akademik secara Kolaboratif (Collaborative Supervision)
Pada masa awal kepemimpinan Kepala Sekolah atau sebelum SMA
Negeri 1 Padang Panjang ditetapkan sebagai SMA Bertaraf Internasional,
kegiatan supervisi akademik kepala sekolah lebih bersifat kolaboratif atau
kolegial antara kepala sekolah dengan guru-guru. Artinya kepala sekolah
dalam menjalankan perannya sebagai supervisor akademik melibatkan guru-
guru lain yang diperkirakan sudah mampu menjadi supervisor terhadap
guru-guru lain. Kewenangan ini dilimpahkan kepada ketua kelompok kerja
guru (KKG) atau guru-guru senior berdasarkan ketetapan kepala sekolah.
Informasi ini diperoleh dari percakapan dengan G06 pada tanggal 4 Juni
2009, guru yang juga pernah menjadi wakil kepala sekolah bagian
kurikulum pada tahun 2004-2007,
dulu kepala sekolah melimpahkan sebagian wewenangnya kepada guru senior dalam hal supervisi, dilakukan secara terjadwal, terprogram, dan tidak ditujukan pada orang yang sama pada setiap supervisi, kelemahannya supervisi Bapak tidak ditindaklanjuti sebagaimana mestinya, misalnya hasil supervisi didiskusikan,
77
dengan guru-guru tapi tidak dimonitor, tidak diarsipkan, dan tidak dievaluasi.
Pernyataan yang sama juga dikemukakan oleh G04, dalam wawancaranya
pada tanggal 28 Mei 2009 mengungkapkan,
Samaso Ibuk dulu, supervisi Apak ado dijadwalkan dan dilaporkan ka guru-guru senior. Dulu, guru-guru mudo disupervisi guru-guru senior. Samantaro, guru-guru senior disupervisi Apak.” (waktu Ibuk menjadi wakil kurikulum dulu, supervisi kepala sekolah ada dijadwalkan dan dilaporkan kepada guru-guru senior. Dulu, guru-guru muda disupervisi oleh guru-guru senior. Sementara guru-guru senior disupervisi oleh kepala sekolah).
Untuk mendapatkan informasi yang lebih jelas maka peneliti mencoba
untuk mengkonfirmasikan pernyataan di atas kepada Guru (G07).
Berdasarkan percakapan tersebut diperoleh informasi sebagai berikut,
Apak dak suko mansupervisi awak sacaro langsuang, nyo labiah suko urang lain nan malakukannyo seperti ketua KKG. Mungkin nyo dak nio wak maraso tapaso dek nyo, nyo dak nio awak disulitkan olehnyo sahinggo ado jarak tapi itu dulu kini satau ibuk Apak dak pernah malakukan supervisi. (kepala sekolah tidak suka mensupervisi secara langsung, dia suka orang lain yang melakukannya, seperti ketua Kelompok Kerja Guru (KKG). Mungkin beliau tidak mau guru-guru merasa terpaksa karena supervisinya, beliau tidak mau guru-guru merasa disulitkan olehnya, sehingga menimbulkan jarak tapi itu dulu, kini satau ambo Apak tidak melakukan supervisi seperti itu lagi). Dalam pelaksanaanya, baik kepala sekolah maupun ketua KKG
yang ditunjuk sebagai supervisor menggunakan format yang telah ada,
yaitu Alat Penilaian Kemampuan Guru (APKG) yang dikembangkan oleh
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, seperti yang disampaikan
WK1 dan G06,”kepala sekolah dalam melakukan supervisi menggunakan
format yang telah ada, yaitu APKG dan itu diisi Bapak.” Sehingga dari
format tersebut, diharapkan kepala sekolah mengetahui kemampuan guru,
78
kelemahan, dan kekeurangannya dalam mempersiapkan dan mengelola
pembelajaran.
Pada prinsipnya pelaksanaan supervisi kolaboratif ini tidak
menyalahi ketentuan yang ada. Namun dalam pelaksanaannya harus tetap
memperhatikan prinsip-prinsip dari supervisi itu sendiri, seperti
profesional, konstruktif, demokratis, dan berkesinambungan sehingga
bantuan dan bimbingan yang diberikan dapat memperbaiki dan membantu
guru meningkatkan profesionalitasnya. Menurut kepala sekolah, kebijakan
ini diambil untuk menyikapi kesibukan akan beban tugas beliau sebagai
kepala sekolah unggul Sumatera Barat waktu itu. Selain itu, supervisi
kolaboratif ini dilaksanakan untuk memberdayakan guru-guru. Berikut
kutipan pernyataan kepala sekolah yang diwawancarai pada hari Rabu, 6
Mei 2009,
Guru-guru dibiasokan untuak indak diaja dan diagiahtau tapi menyatokan apo kekurangan nyo ka ketua KKG. Guru wak banyak jumlahnya jadi dak mungkin ambo mansupervisinyo satu persatu. Di sikolah kito cubo berdayokan kelompok kerja guru ko (guru-guru dibiasakan untuk tidak diajar dan diberitahu tapi menyatakan apa kekurangan mereka).
Dalam kenyataannya, kebijakan ini cukup efektif membantu guru-
guru untuk memperbaiki dan mengembangkan kemampuan mereka.
Contohnya pada guru-guru baru. Ketika mewawancarai (G01), (G03) dan
(G5), yang tergolong guru-guru baru di sekolah ini diperoleh informasi
bahwa supervisi kepala sekolah sangat mereka butuhkan karena ilmu yang
mereka dapatkan di bangku kuliah kadang-kadang tidak sesuai dengan
keadaan di lapangan. Sehingga bagi mereka supervisi kepala sekolah
79
diharapkan dapat membantu dan membimbing mereka untuk memahami
dan menyesuaikan diri dengan ruang lingkup kerja yang baru.
Menurut keterangan G01, G05, dan G03 yang diwawancarai pada
tanggal 20, 31, dan 26 Mei 2009 mengatakan,
Awalnyo, yo maraso cangguang, binguang, was-was tapi baa lai kito harus bisa, walaupun Apak dak ado mambimbiang langsuang, untuangnyo ibuk-ibuk nan lain ado tampek batanyo dan nio mambagi ilmunyo” (pada awalnya, merasa canggung, bingung, was-was tapi kita harus bisa, meskipun kepala sekolah tidak mensupervisi secara langsung, untungnya Ibuk-ibuk yang lain ada untuk bertanya dan mereka mau membagi ilmunya). ....untuang, ambo lah pernah maaja di swasta 2 tahun, tapi kondisinyo tantu babeda. Di tampek lamo dak sarancak dan dak sa banyak ko tuntutannya. Jadi yo harus karajo kareh, untuangnyo ibuk-ibuk di siko elok-elok, nio manolong wak. (kebetulan, saya pernah mengajar 2 tahun di swasta tapi kondisinya sangat berbeda. Di tempat yang lama tidak sebagus dan sebanyak ini tuntutannya. Jadi harus kerja keras, untungnya guru-guru di sini baik-baik, suka menolong). ....terus terang sebagai guru baru, supervisi Apak dibutuahkan. Di awal-awal maaja awak masih binguang, banyak metode-metode maaja yang dak awak kuasai tapi awak sagan pulo batanyo ka Apak, paliang-paliang awak batanyo ka Ibuk ‘E’ atau Buk D (terus terang sebagai guru baru, supervisi kepala sekolah dibutuhkan. Banyak metode-metode mengajar yang tidak dikuasai tapi saya segan pula bertanya pada kepala sekolah. Paling-paling saya bertanya pada Ibuk E atau buk D). Jelas kiranya bahwa bagi guru-guru baru keberadaan supervisi
kepala sekolah bisa menjadi sarana untuk beradaptasi dengan lingkungan
sekolah. Situasi kondisi sekolah adakalanya membuat guru-guru baru
merasa tidak nyaman atau sulit untuk beradaptasi tapi jika supervisi
berjalan dengan baik, kegiatan ini bisa menjadi jembatan komunikasi bagi
guru-guru baru dan guru-guru lama untuk saling memahami dan bersama-
sama membina siswa-siswa untuk mencapai tujuan sekolah.
80
Dari wawancara dengan guru-guru tersebut juga terungkap bahwa
meskipun secara langsung supervisi akademik kepala sekolah tidak
terlaksana tapi sebenarnya (KS) cukup memperhatikan mereka. Bila ada
kesempatan, seperti setelah jam sekolah berakhir atau saat istirahat, kepala
sekolah menyempatkan diri untuk berdiskusi atau berbincang-bincang
dengan guru-guru. Pada kesempatan itu, guru-guru secara santai dapat
menyampaikan persoalan atau hal-hal yang ingin mereka sampaikan. Di
lain pihak kepala sekolah juga berkesempatan untuk merespon keluhan
mereka tersebut, menanyakan keadaan dan kesulitan yang ditemui guru
tersebut dengan baik. Adakalanya beliau menawarkan bantuan apa yang
bisa diberikan. Semua ini juga merupakan bagian dari supervisi akademik
yang dilakukam kepala sekolah meskipun dampaknya mungkin tidak
terlalu signifikan dalam meningkatkan kualitas guru-guru tersebut
memperbaiki pengajarannya karena hal ini hanya dilakukan secara
kebetulan atau tidak direncanakan. Sedangkan mereka yang belum baik
mengajarnya ketika sudah berada di dalam kelas, keadaan yang ada adalah
si guru tetap mengajar dengan caranya, jarang guru yang nio mangatokan
kelemahannyo, paliang-paliang mangaluah ka Apak (jarang guru yang
mau mengatakan kekurangannya, jangan-jangan hanya menyampaikan
keluhan kepada Kepala sekolah). Tapi kalau kepala sekolah masuk ke
dalam kelas dan mengamati cara, metode, interaksi guru dengan siswa,
penguasaan guru terhadap materi, dan sebagainya maka saran-saran,
diskusi dan perbaikan yang dilakukan kepala sekolah akan terasa lebih
81
bermakna. Seperti yang diungkapkan oleh G06, pada tanggal 4 Juni 2009,
jam 11.48,
Supervisi akademik itu sangat perlu, alasannyo kepala sekolah tahu kinerja guru, seandainyo ado masalah bisa ditangani lebih awal (masalah yang terkait dengan akademik), dan guru maraso diperhatikan dengan memberikan reward atau punishment, misalnyo kalau dicaliak, kan wak maraso diperhatikan, kalaunyo bagus kan ado penghargaan dari kapalo sikolah, sepert kesempatan yang diberikan untuk penataran-penataran. Kalau kapalo sikolah malakukan supervisi, nyo akan tau ma guru yang bagus, ma yang indak sahingga kalau ado penataran Apak punyo acuan untuak mangirim guru-guru. Tapi terkait dengan RSBI, ambo raso supervisi tu harus dilakukan oleh orang yang labiah tau dari urang yang ka disupervisi, untuak Apak tantu baliau nan labiah tau.
Berdasarkan paparan di atas, dapat kita simpulkan bahwa yang
disayangkan dari supervisi kolaborasi kepala sekolah saat itu adalah beliau
tidak betul-betul mempersiapkan guru-guru yang akan ditugasi untuk
melaksanakan supervisi akademik tersebut. Padahal, peran supervisor
merupakan peranan yang penting dan membutuhkan keahlian dan
kecakapan khusus. Wiles dan Bondi (2004) mengemukakan
bahwa,”supervisors should be “resident experts” in many of the new areas
affecting schools”. Maksudnya supervisor seharusnya menjadi ahli dalam
banyak hal baru yang mempengaruhi sekolah. Jadi, dalam menerapkan
supervisi akademik secara kelegial, kepala sekolah harus benar-benar
menyadari dan memperhatikan kompetensi dan kecakapan guru yang akan
dilimpahi wewenang sebagai supervisor tersebut. Untuk itu kepala sekolah
harus mempunyai program dan rencana yang jelas dalam pelaksanaan
supervisi akademiknya. Sehingga guru-guru mendapatkan bimbingan yang
terarah dan jelas dalam peningkatan profesionalitas mereka.
82
b. Supervisi tidak langsung (indirect supervision)
Sekali lagi dijelaskan bahwa sejak sekolah ini ditetapkan sebagai
RSBI, supervisi kepala sekolah tidak lagi berjalan sebagaimana adanya.
Dulunya (sebelum sekolah ini ditetapkan sebagai SMA BI), kegiatan
supervisi akademik, khususnya kunjungan kelas terjadwal dan rutin
dilakukan oleh kepala sekolah, meskipun tidak terarsip dan tidak
ditindaklanjuti, seperti yang diungkapkan oleh Wakil Kepala Sekolah
bidang sarana prasarana (WK 2), “dulu sabalun sikolah kito RSBI, kan lai
ado supervisi Apak, Apak masuak kelas, mancaliak guru maaja, tapi kini
satau ambo nan sarupo tu yo dak ado lai (dulu sebelum sekolah ini
ditetapkan RSBI, kepala sekolah ada melaksanakan supervisi tetapi
sekarang tidak ada lagi). Akan tetapi dampaknya sangat baik, seperti yang
diungkapkan oleh G06 dalam wawancaranya,”Dengan disupervisinya guru,
kepala sekolah tahu kinerja guru, seandainya ada masalah bisa ditangani
lebih awal, guru merasa diperhatikan, dan sekolah punya data tentang
kondisi guru.
Akan tetapi sejak sekolah ini ditetapkan sebagai RSBI kegiatan
supervisi akademik kepala sekolah lebih mengarah pada supervisi secara
tidak langsung (indirect supervision). Untuk kegiatan supervisi kelas ada
dijadwalkan tapi tidak dilaksanakan. Seperti pernyataan wakil kepala
sekolah bagian kurikulum (WK1) pada peneliti, hari Senin, 11 Mei 2009,”
supervisi Apak lah disusun tapi hanyo untuak kelas RSBI sajo dan lah
dilatakkan di meja Apak tapi sampai kini Apak alun pernah masuak kelas.”
Maksudnya jadwal supervisi akademik kepala sekolah sudah disusun dan
83
diletakkan di meja beliau tetapi hingga saat ini kepala sekolah belum juga
melakukan supervisi tersebut. Berdasarkan pengalaman sebelumnya, agenda
supervisi kepala sekolah disusun oleh wakil kurikulum dengan tetap
mengkonfirmasikan terlebih dahulu kepada kepala sekolah.
Kegiatan supervisi kepala sekolah tergambar dalam kegiatan-
kegiatan yang beliau lakukan setiap harinya, misalnya, pagi hari sebelum
bel masuk berbunyi, kepala sekolah biasa berdiri di depan gerbang sekolah
menyambut dan bersalaman dengan guru-guru, karyawan dan siswa yang
datang. Melalui kegiatan ini, beliau ingin memberikan keteladan sambil
saling mengenal dan mempererat hubungan satu sama lainnya. Sebagai
kepala sekolah yang cukup sibuk dengan kegiatannya, activitas pagi ini
merupakan sarana bagi beliau untuk bertemu dan menjalin silaturrahmi
dengan guru dan siswa. Begitupun setelah bel berbunyi, beliau akan
berjalan mengelilingi kelas, melihat jika ada guru yang belum datang maka
beliau akan masuk menjelang guru yang bersangkutan datang. Selain itu,
waktu atau kesempatan yang juga sering beliau gurnakan untuk
berkomunikasi dan saling bertukar fikiran baik dengan guru maupun siswa
ialah kesempatan setelah shalat Zhuhur. Beberapa menit setelah shalat,
sebelum bel masuk siang berbunyi, beliau akan terlihat berbincang-bincang
dengan guru atau siswa. Adapun materi pembicaraan, bervariasi, tidak
terfokus pada satu masalah tapi apapun itu yang menjadi keluhan, masalah
atau saling berbagi informasi-informasi baru sering menjadi perbincangan,
seperti masalah asrama, belajar, guru, dan lain sebagainya.
84
Di samping itu, supervisi kepala sekolah juga nampak dalam
kegiatan yang berlangsung pada hari Sabtu, 2 Mei 2009, sekitar jam 10.00
WIB. Saat itu kepala sekolah mengumpulkan guru-guru, khususnya wali
kelas untuk mengevaluasi hasil belajar siswa setelah mengikuti ujian mid-
semester. Dalam pertemuan ini, kepala sekolah menampung semua aspirasi
dan permasalahan yang muncul terkait dengan keadaan siswa, kondisi
peralatan labor bahasa, kekurangan bahan pratikum dan lain sebagainya.
Kegiatan-kegiatan tersebut memperjelas bentuk dari pelaksanaan
supervisi akademik kepala sekolah saat ini dimana dalam dua tahun
belakangan ini beliau tidak bersentuhan langsung dengan program
pengajaran guru tetapi lebih bersifat supervisi tidak langsung (non-direct
supervision). Pendapat ini didukung oleh pernyataan beberapa orang guru
yang sempat peneliti wawancarai pada hari yang berbeda, 2 dan 28 Mei
2009 yaitu guru (G01) dan (G04),
Supervisi Apak ado ambo raso tapi itu hanyo basifat informal, misalnyo Apak sambia duduak-duduak sahabis maaja Apak manyempatkan badiskusi jo awak. Ambo pernah wakatu tu mangaluah ka apak tantang pamakaian ruang multimedia, beliau mancarikan solusinyo. Yang lain saat Apak bakaliliang sikolah mungkin,(Supervisi kepala sekolah ada, tapi itu hanya bersifat informal, misalnyo berdiskusi sehabis sikolah usai, Bapak menyempatkan diri berdiskusi dengan guru. Saya pernah menyampaikan keluhan saya tentang penggunaan ruang multi media, Bapak mencarikan solusinya,...... kalaupun ado supervisi Apak itu mungkin takaik jo kompetensi sosial jo kepribadian sajo baru atau wakatu ka disertifikasi. Itu pun Apak masuak kelas ibuk hanyo mambaok karateh nan ka di acc Apak se nyo. Apak duduak babarapo saat di balakang mancaliak Ibuk maaja, trus dak bara lamo Apak kalua lai ( kalaupun supervisi kepala sekolah ada, mungkin yang terkait dengan kompetensi sosial serta kepribadian saja atau waktu akan di sertifikasi. Itu pun Bapak masuk kelas Ibuk hanya membawa kertas yang akan di tanda tangani Bapak saja. Bapak duduk beberapa
85
saat di belakang melihat Ibuk mengajar, setelah itu, tidak berapa lama Bapak keluar).
Pendapat yang tidak jauh berbeda juga dikemukakan oleh G03 dan
WK2,
....”Lah dua tahun ambo maaja di kelas internasional, yo dak pernah Apak mancaliak wak gak sakali juo. Nan ado yo dari pengawas dari Padang, itu pun baru sakali,(sudah 2 tahun mengajar di kelas internasional, Bapak belum pernah melihat saya mengajar. Yang ada, adalah pengawas dari padang, itu pun baru sekali),....kini tu yo dak ado tadanga kacuali guru-guru nan ka disertifikasi. Ambo raso Apak punyo caro tersendiri dalam supervisinyo atau mancaliak wak maaja, misalnyo jo CCTV di kantua baliau atau malalui anak. (sekarang, dak ada terdengar tentang supervisi Bapak, kecuali buat guru-guru yang akan disertifikasi. Menurut saya, Bapak punya cara tersendiri dalam menjalankan supervisinya dan dalam mengamati kita mengajar, misalnya melalui CCTV di kantor beliau atau bertanya kepada siswa)
Tanpa mengabaikan peranan (KS) yang sangat besar terhadap
kemajuan sekolah ini, diakui guru bahwa supervisi akademik (KS) belum
menyeluruh dan menyentuh esensi dari supervisi itu sendiri. Hal ini karena
(KS) tidak pernah lagi mengamati guru-guru mengajar secara langsung;
sehingga guru-guru tidak mendapatkan bimbingan dan perbaikkan yang
langsung terhadap pembelajaran yang mereka lakukan.
Pada tanggal 8 Juni 2009, peneliti mewawancarai G07 yang sedang
berada di ruang majelis guru.
Supervisi akademik kepala sekolah untuk sekolah selevel awak ko sangat paralu untuak manjago mutu nan alah ado. Satau ibuk lah sa tahun atau duo tahun ko Apak dak ado masuak kelas mancaliak wak maaja. Kalau Apak masuak ka dalam kelas akan labiah rancak walaupun ‘once a while’. Itu mambuek guru labiah siap sebab sewaktu-waktu dan kapan sajo kapalo sekolah ka mancaliaknyo dan kahadiran kapalo sekolah tu sesuatu yang besar bagi guru. Saruman ibuk ko nan ka pansiun lai, tau kapalo sekolah ka masuak takuik sangaik. Berarti kehadirannyo sangat spesial bagi guru, malu nan labiah ka dicaliak urang, dak takuik do. Jadi karano malu dan
86
mungkin juo takuik tu, tantu kito mambuek persiapan. Jadi harus, walaupun dak sering karena kalau acok susah pulo guru.
Maksud dari pernyataan di atas ialah supervisi akademik kepala sekolah
untuk sekolah selevel SMA Negeri 1 Padang Panjang sangat diperlukan
untuk menjaga mutu yang telah ada. Sepengetahuan Ibuk G07, sudah satu
tahun atau dua tahun ini kepala sekolah tidak melakukan supervisi kelas.
Seandainya kepala sekolah masuk kelas akan lebih bagus lagi meskipun
‘sekali’. Ini akan membuat guru lebih siap karena sewaktu-waktu akan
dilihat kepala sekolah dan kehadiran kepala sekolah itu sangat berarti bagi
guru, misalnya bagi ibuk yang akan pensiun ini, tahu kepala sekolah akan
mensupervisi sangat takut dan malu akan dilihat. Jadi karena malu dan
takut itu, tentu kita akan mempersiapkan diri. Jadi supervisi akademik itu
harus, walaupun tidak sering karena kalau terlalu sering akan membuat
guru menjadi susah pula.
Pernyataan sama juga diutarakan oleh (G08), seorang guru Biologi
yang saat itu menjadi ketua KKG kelompok Biologi. Adapun kutipan dari
keterangan beliau tentang supervisi (KS) adalah sebagai berikut,
Sarancaknyo supervisi tu dijalankan, paliang indak sakali dalam satahun. Rasonyo dengan disupervisinyo awak partamo nan dicari tu kekurangan awak bukan kejelekkan awak nan dicaliak, samantaro ko maaja tu makin komplek dan rumit kalau wak dak pernah disupervisi yo baitu-baitu sajolah, dak kan pernah barubah kecuali ado pengaruah dari lua, misalnyo dari Apak (bagusnya supervisi itu dilaksanakan, minimal sekali dalam setahun. Kalau kita disupervisi, pertama yang dilihat adalah kekurangan kita bukan kejelekkan. Sementara ini, mengajar itu semakin komplek dan rumit. Kalau kita tidak pernah disupervisi, maka kita akan tetap seperti ini terus, tidak akan pernah berubah kecuali ada pengaruh dari luar, misalnya dari kepala sekolah).
87
Dari beberapa percakapan yang telah dilakukan dengan guru (G06),
(G07) dan (G08) dapat disimpulkan bahwa meskipun mereka mengajar di
Sekolah Menengah Atas Bertraraf Internasional (SMA BI), mereka tetap
membutuhkan yang namanya supervisi akademik kepala sekolah. Mereka
menyakini bahwa kegiatan ini akan sangat membantu mereka dalam
memperbaiki kinerja mereka, menjadi guru yang profesional. Banyak hal
yang menjadi alasan mengapa mereka memerlukan supervisi ini,
diantaranya dengan semakin tingginya tuntutan masyarakat terhadap
perbaikan pendidikan sementara tidak semua guru memiliki kompetensi
yang dipersyaratkan, semakin komplit dan bervariasinya metodologi
pengajaran yang menuntut mereka untuk selalu menyesuaikan diri dan
meng-update hal-hal yang baru dalam dunia pendidikan serta dengan
semakin majunya teknologi pendidikan. Supervisi juga diyakini dapat
menjadi alat untuk mengikat guru-guru dan kepala sekolah untuk selalu
peduli dan tetap konsern dengan tujuan mereka dalam meningkatkan
profesionalitas mereka, memperbaiki, mengembangkan, dan membina
kualitas belajar mengajar, kepribadian serta komunikasi yang baik.
Idealnya, supervisi akademik kepala sekolah haruslah membantu
guru secara langsung karena dengan interaksi langsung supervisor dengan
guru banyak hal positif yang diperoleh. Akan tetapi dalam era demokratis
dan reformasi, penerapan supervisi akademik sedikit mengalami
perubahan dimana unjuk kerja supervisor adalah untuk membantu,
memberi suport dan mengikutsertakan guru-guru dalam kegiatan tersebut
bukan mengarahkan terus menerus (Wiles dalam Sahertian, 2008: 26). Di
88
samping itu, ini juga berdampak terhadap kemandirian guru-guru dalam
mengembangkan potensinya.
2. Kendala-Kendala yang Dihadapi Kepala Sekolah dalam Supervisi
Akademik
Dari beberapa wawancara yang telah penulis lakukan dengan sumber
informasi; kepala sekolah, wakil kepala sekolah, dan guru-guru, dapat
diuraikan di sini bahwa ada beberapa hal yang menjadi kendala pelaksanaan
supervisi akademik kepala sekolah, diantaranya:
a. Penguasaan terhadap Metodologi dan Bahasa Inggris
Sebagai salah satu Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI),
ketentuan penggunaan bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar di kelas-
kelas internasional di SMA Negeri 1 Padang Panjang ini juga berpengaruh
terhadap pelaksanaan supervisi akademik kepala sekolah. Berdasarkan asas
pelaksanaan kurikulum dan proses pembelajaran di sekolah bertaraf
internasional maka kepada kepala sekolah dan guru mata pelajaran
kelompok sains, matematika, dan teknologi diharapkan mampu berbahasa
Inggris secara aktif. Di samping itu, dalam penjaminan mutu proses
pembelajaran, Sekolah bertaraf Internasional diharapkan menerapkan azas-
azas pembelajaran aktif yang mengakses 5 pilar pendidikan (religious
awareness, learning to know, learning to do, learning to be, and learning
how to live together) dalam pengelolaan pembelajaran. Untuk mewujudkan
itu semua maka kepada kepala sekolah dan terutama guru-guru mampu
mengembangkan model-model pembelajaran yang konstruktif, inovatif
seperti cooperative learning, pembelajaran berbasis masalah, dan contextual
89
teaching and learning (CTL). Memanfaatkan berbagai sumber belajar
(lingkungan, nara sumber, dan penunjang belajar lainnya) tidak hanya dari
guru.
Merujuk pada ketentuan seperti yang diutarakan di atas maka
menurut Kepala Sekolah yang diewawancarai tanggal 6 Mei 2009
mengatakan bahwa kendala utama beliau dalam melakukan supervisi saat
ini yaitu terkait dengan ketentuan penggunaan bahasa Inggris sebagai
bahasa pengantar di kelas-kelas internasional dan pemahaman beliau yang
kurang terhadap metode pembelajaran. Masih menurut kepala sekolah
bahwa tidak adil rasanya melakukan supervisi terhadap guru-guru jika ada
guru yang diabaikan atau tidak disupervisi. Sementara itu untuk melakukan
supervisi terhadap guru-guru yang mengajar di kelas internasional, beliau
merasa tidak cakap karena keterbatasan bahasa dan kurangnya informasi
yang beliau miliki tentang metodologi pengajaran yang terbaru, seperti yang
beliau kemukakan,
sabananyo kendala ambo ma supervisi terkait dengan status sakolah wak nan lah RSBI yo bahaso. Kini tu amuah se guru-guru maaja jo bahasa Inggris lah basyukur wak. Di sampiang tu wak juo harus dibekali jo buku-buku yang berhubungan dengan metodologi yang terbaru, seperti CTL sahinggo katiko guru-guru batanyo wak dak binguang.jadi sesuatu memang harus dikarajoan jo urang yang ahli di bidang tu.
Dari ungkapan di atas tersirat bahwa adanya semacam keengganan
kepala sekolah untuk tetap memaksakan supervisi tersebut karena untuk
mengamati guru mengajar secara bilingual minimal beliau harus mengerti
penggunaan bahasa tersebut. Sehingga jika ada penggunaannya yang tidak
sesuai atau salah maka kepala sekolah dapat membetulkannya menurut yang
90
semestinya. Di samping itu, seiring dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi, tenaga guru dan kependidikan dituntut untuk
dapat menyesuaikan diri dan menerapkannya dalam PBM mereka. Sehingga
guru-guru tidak lagi bingung untuk menggunakan metode dan media belajar
dalam PBM mereka.
Dalam satu kesempatan, peneliti sempat mendengarkan keluhan
siswa dan guru yang mengajar dan belajar di kelas internasional tentang
kendala yang mereka hadapi di dalam kelas,
lai ditarangkan jo bahaso Indonesia se wak lah payah mangarati apo lai diajaan jo bahasa Inggris, tambah binguang wak baraja fisika, matematika jo kimia jadinyo karano bahaso Inggris ibuk tu payah”,....”banyak wakatu wak habis kini karano harus manguasai materi barikuik jo caro manyampaikannyo jo bahasa Inggris akibatnyo ambo acok hilang kontrol kadang salah dalam mengatokan istilah. Tantu iko bisa mambuek pamahaman siswa bisa salah.
Artinya kedua belah pihak baik guru maupun siswa sama-sama berusaha
keras untuk dapat saling memahami materi belajar yang diperlajari. Menurut
mereka diterangkan dengan bahasa Indonesia saja, sudah susah untuk
mengerti pelajaran MIPA, apalagi diterangkan dengan bahasa Inggris,
akibatnya siswa bingung. Di samping itu dari pihak guru waktu yang
mereka perlukan untuk mengajarkan satu materi jadi bertambah banyak,
menguasai materi sekaligus cara penyampaiannya dalam bahasa Inggris.
Akibatnya mereka sering salah dalam menggunakan istilah. Sehingga pada
akhirnya guru mencoba untuk berbahasa Inggris seberapa mereka bisa,
lah dicubo pakai bahaso Inggris tu, awak binguang, anak pun binguang, akhirnyo bahaso tu tapakai di awal dan di akhir sajo,”(sudah dicoba menggunakan bahasa Inggris, kita bingung,
91
anak juga bingung, akhirnya bahasa Inggris itu hanya digunakan di awal dan di akhir mengajar saja)...”kalau ambo bilo takana se, daripado anak dak mangarati, elok lah ambo pakai bahaso Indonesia se, tapi kalau pengawas datang, baru ambo pakai bahaso tu, tapi yo sabisa ambo sajo ( saya menggunakan bahasa Inggris bila saya mau saja, daripada siswa tidak mengerti, lebih baik saya berbahasa Indonesia saja, tapi kalau pengawas datang, baru saya coba berbahasa Inggris, semampu saya saja).
Ketika kendala berbahasa Inggris yang dikemukakan kepala sekolah
peneliti cross-check kepada guru-guru, pernyataan mereka juga tidak jauh
berbeda. Guru (G07) dan (G08) mengemukakan,
ambo lah ka pensiun, dak amuah lai diaja, tapi kok lai ado Apak masupervisi mungkin sagetek banyak ambo bisa baraja dari baliau,”...”kini tu teknologi yo lah canggih, kito harus pandai pakai komputer jo bahasa Inggris, ibuk sampai kini yo alun juo bisa-bisa untuak nan duo hal itu. Kok ibuk disuruah maaja di kelas internasional bisuak jo bahasa Inggris, nio ibu rasonyo mintak pensiun se lai.
Ada tersirat keputusasaan bagi guru-guru senior yang merasa tidak mampu
lagi untuk mengembangkan diri mereka. Hal ini diyakini penuh bagi kepala
sekolah sehingga beliau tidak ingin terlalu memaksakan supervisi
akademiknya.
Dalam pandangan peneliti, keadaan seperti ini seharusnya sudah
difikirkan sebelumnya oleh pengambil keputusan sehingga sewaktu
ketetapan ini diberlakukan hal-hal seperti ini tidak menjadi permasalahan
yang mengganggu bagi kepala sekolah dan guru-guru. Guru (G01)
mengatakan,
kalau ambo mangarati baa kok Apak dak malakukan supervisi salamo ko karano mungkin baliau maraso dak pas ma supervisi guru-guru kini tu. Guru-guru disuruah maaja jo bahaso Inggris samantaro Apak, ambo kiro dak pandai bahaso Inggris. (saya memahami kenapa kepala sekolah tidak melakukan supervisi karena mungkin beliau merasa tidak cocok mensupervisi guru-guru kini.
92
Guru-guru disuruh mengajar dengan bahasa Inggris sementara Bapak menurut saya tidak bisa bahasa Inggris.
Satu hal yang juga disayangkan dari kondisi ini ialah supervisi dari pihak
dinas kota juga tidak maksimal. Kalau pun ada, itu dilakukan oleh pengawas
dari dinas Pendidikan Provinsi yang datang satu atau dua kali dalam
setahun. Itu pun yang disupervisi paling banyak 3 (tiga) atau 5 (lima) orang,
khusus guru-guru yang mengajar di kelas internasional.
b. Rasa Segan
Sampai berakhirnya semester II (dua) tahun ajaran 2008/2009 atau
akhir penelitian ini dilakukan, tidak tampak kegiatan kepala sekolah
mengamati guru-guru mengajar di kelas. Secara terbuka beliau
menyampaikan pada peneliti pada tanggal 6 Mei 2009 bahwa secara
personal beliau merasa segan melakukan supervisi akademik terhadap guru-
guru karena menurut beliau guru-guru di sini pada umumnya sudah baik
meskipun masih ada satu atau dua orang yang butuh bimbingan namun
semua itu masih dapat diatasi melalui KKG,”
Ambo dak pas masupervisi Buk ‘G’ (guru yang sudah senior), urang tuo nan ka disupervisi, sagan ambo, ambo yakin ibuk tu dak paralu di supervisi karano baliau labiah tahu dibandiangkan ambo, jadi biasonyo untuak hal-hal samacam iko ambo limpahkan ka KKG ” (saya tidak tepat melakukan supervisi terhadap Buk ‘G’ yang sudah tua dan senior karena tentunya beliau lebih tahu dibandingkan saya).
Masih menurut kepala sekolah bahwa beliau pernah melihat seorang
guru mengajar dengan cara yang salah tapi beliau tidak mau mengatakan
bahwa mengajar dengan cara itu salah karena di lain pihak siswa ternyata
dapat memahami apa yang diajarkan guru tersebut sehingga akhirnya beliau
tidak jadi menegur guru itu. Dalam pandangan beliau sejauh siswa dapat
93
memahami apa yang diajarkan guru tersebut maka tidak ada persoalan.
Alasan lain dari keberatan beliau mengatakan hal tersebut ialah bahwa
beliau tahu guru tersebut tidak mau dikritik sehingga teguran yang beliau
sampaikan tidak akan memberikan perubahan yang berarti pada guru
tersebut.
Merasa belum yakin dengan keterangan yang disampaikan kepala
sekolah, maka peneliti mencoba memperjelasnya dengan bertanya kepada
beberapa guru tentang hal-hal yang menjadi kendala bagi kepala sekolah
dalam melakukan supervisi akademik. Berikut ini pernyataan 2 (dua) orang
guru yang sempat penulis wawancarai dalam dua kesempatan yang berbeda,
(G01), (G05),
menurut ambo hambatan Apak melakukan supervisi bersifat personal, Apak sagan karano dak ingin menjadikan supervisi tersebut sebagai penghambat dimana guru-guru merasa tabebani disampiang itu ado guru ko nan lah ditagua tapi dak nio barubah”...” Awak raso Apak dak malakukan supervisi karano apak mangarati kalau baban karajo awak tu lah banyak, maaja jo Bahasa Inggris, mambuek RPP, Silabus jo bahasa Inggris pulo jadi apak dak ingin wak terlalu tabebani pulo jo supervisi baliau. (saya rasa Bapak tidak melakukan supervisi karena beliau mengerti kalau beban kerja kita sudah terlalu banyak, mengajar dengan bahasa Inggris, membuat RPP dengan bahasa Inggris, buat silabus dengan bahasa Inggris juga, jadi menurut saya bapak tidak ingin membuat kita menjadi terbebani dengan supervisi beliau)
Pernyataan yang disampaikan guru-guru ini mempertegas bahwa
kepribadian kepala sekolah yang lunak dan toleran secara personal menjadi
kendala bagi beliau untuk melakukan supervisi akademik. Selain itu,
karakter guru yang tidak mau patuh dan tidak disiplin juga menjadi
hambatan bagi kepala sekolah untuk bertindak tegas. Terlihat bahwa kepala
94
sekolah tidak mampu dan tidak mau bersikap tegas dan menindak secara
keras guru-guru yang melanggar aturan atau tidak disiplin.
Sementara itu dengan ungkapan lain, guru (G07) menilai kepala
sekolah merupakan orang yang banyak pertimbangan dan tidak tegas.
Namun di sisi lain beliau merupakan orang yang demokratis dan
menjunjung nilai-nilai positif seperti, jujur, ikhlas dan terbuka artinya
bersedia untuk dikritik. Dua hal yang berbeda ini menjadi faktor yang
membuat guru merasa nyaman dan tidak terbebani sehingga supervisi
kepala sekolah yang tidak maksimal tidak berdampak signifikan bagi
mereka.
c. Kesibukkan kepala sekolah
Hasil wawancara penulis dengan wakil kepala sekolah bagian
kurikulum (WK1) dan kordinator RSBI (G09) serta beberapa guru (G02,
G03, G04) memberikan gambaran bahwa kesibukan kepala sekolah dapat
menjadi salah satu penyebab lain pelaksanaan supervisi akademik tidak
berjalan dengan maksimal. Sebagai kepala sekolah bertaraf internasional,
pertemuan, seminar, rapat dan menerima kunjungan sekolah lain merupakan
rutinitas atau kegiatan yang sering dilakukan kepala sekolah. Ketika hal ini
ditanyakan kepada wakil kepala sekolah (WK1) dan (G09) maka tanggapan
mereka hampir sama bahwa kegiatan supervisi sering terkendala dengan
waktu. Kepala sekolah sering dipanggil mendadak untuk menghadiri
pertemuan, seminar, dan lain sebagainya dan adakalanya kegiatan itu
bertenturan waktunya dengan kegiatan supervisi akademik kepala sekolah
95
yang telah di jadwalkan, seperti pernyataan (WK1) kepada peneliti pada
tanggal 11 Mei 2009,
hariko sabananyo Apak ado jadwal tapi Apak harus ka Padang”,...(G09), “satau ambo Apak punyo jadwal yang padek, apolai sajak sikolah wak ko RSBI. Sabanta-sabanta lah diimbau dek urang dinas, ka balaikota, ka Padang atau Jakarta. (sebenarnya kepala sekolah punya jadwal supervisi hari ini tapi beliau harus ke Padang)
Jika dicermati dengan baik, secara teori kepala sekolah telah
menyusun perencanaan supervisi guru di kelas, namun dengan kesibukan
tugas pokok lainnya pelaksanaan supervisi belum banyak dilakukan. Alasan
ini kadang ada benarnya, namun kadang juga tidak benar sama sekali. Yang
jelas kepala sekolah memiliki beban tugas untuk mensupervisi para guru
yang menjadi mitra kerjanya. Hikmah yang diperoleh, selain mengetahui
kemajuan proses pembelajaran di kelas, supervisi juga akan mempererat
hubungan silaturrahmi antara guru dan kepala sekolah.
Keduabelah pihak saling mengetahui kebutuhan dalam proses belajar
mengajar.
Dengan demikian kesibukkan tidak seharusnya menjadi halangan
bagi kepala sekolah dalam menjalankan tugasnya sebagai supervisor
akademik. Adalah bijaksana jika kepala sekolah dapat menyiasati supervisi
akademik tersebut dengan menjadwal ulang kembali kegiatan supervisi
beliau tersebut atau melimpahkan sebagian wewenangnya kepada guru-guru
senior atau ketua KKG dan selanjutnya tetap berkordinasi dalam rangka
meningkatkan dan membina keterampilan dan kemampuan profesional
guru-guru. Jadi, yang terpenting di sini adalah komitmen dari pihak kepala
sekolah untuk melaksanakan tugasnya tersebut.
96
d. Minimnya dana sekolah;
Menurut kepala sekolah,
masalah supervisi termasuk di dalamnyo masalah dana, apalagi untuk SBI, tapi apo kato urang dinas katiko awak mangatokan kalau wak butuah dana untuak supervisi, masak supervisi dibayar? Mereka dak tau kalau supervisi wak kini butuah seseorang yang ahli, khususnyo bidang bahasa. Pernah dulu wak cubo guru bahasa Inggris mandampingi guru MIPA masuak kelas atau mambimbiangnyo tapi sewaktu itu dikarajoan, apo yang wak dapek? Apo yang didapek guru-guru bahasa Inggris jo guru MIPA tu salain karajo nan batambah? Sahinggo hilang lah motivasi tu. Makonyo SBI dak bisa gratis dan supervisi dalam kondisi sarupo ko dak bisa dipasoan.
Maksudnya adalah bicara masalah supervisi saat ini termasuk di dalamnya
masalah dana karena untuk saat ini kepala sekolah membutuhkan seseorang
yang ahli di bidang bahasa untuk mendampingi beliau dalam melakukan
supervisi berkaitan dengan keterbatasan beliau dalam berbahasa Inggris.
Untuk menugaskan seseorang tersebut tentu dibutuhkan dana. Sementara
sekolah memiliki keterbatasan dana berkaitan dengan tidak dibolehkannya
memungut iuran komite alias sekolah gratis sementara dalam anggaran
sekolah tidak termasuk di dalamnya dana untuk kegiatan supervisi akademik
kepala sekolah. Lain halnya jika sedari awal, kepala sekolah untuk sekolah
bertaraf internasional telah dipersiapkan secara baik dengan memasukkan
unsur bahasa Inggris di dalam persyaratannya. Sehingga dalam kondisi
seperti ini, menurut kepala sekolah supervisi akademik tidak bisa
dipaksakan.
Keterangan ini, peneliti coba konfirmasikan dengan G09/
Kordinator Rintisian Sekolah Menengah Atas Bertaraf Internasional
(RSMABI) pada tanggal 18 Juli 2009,
97
“dalam anggaran SBI ada 9 komponen pembinaan yang sudah ditentukan, diantaranya Proses Belajar Mengajar (PBM), sarana, kesiswaan, penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pelajaran (KTSP), dll., tapi tidak termasuk di dalamnya untuk ‘ongkos’, seperti insentif untuk supervisi. Jadi untuk pelaksanaan supervisi kepala sekolah tidak ada dalam anggaran RSMABI.
Pernyataan kepala sekolah mengenai keterbatasan dana ini,
sebenarnya tidak dapat dijadikan alasan untuk meniadakan supervisi kelas
karena hal itu merupakan kewajiban yang harus dilakukan sebagai kepala
sekolah. Pernyataan kepala sekolah di atas peneliti coba konfirmasikan lagi
dengan (WK2) pada tanggal 26 Juni 2009. WK2 juga merangkap sebagai
bendahara sekolah. Dari beliau didapat informasi bahwa betul adanya kalau
sekolah memiliki keterbatasan dana, hal ini berakibat terhadap beberapa
program sekolah seperti pembinaan olimpiade, atau mengirim siswa-siswa
ikut olimpiade, yang dulunya dapat diikuti banyak anak, sekarang
jumlahnya terpaksa harus dikurangi bahkan siswa harus mengeluarkan biaya
sendiri untuk mengikuti kegiatan itu. Begitu juga dengan kegiatan tambahan
belajar sore yang tidak dapat lagi dilaksanakan secara optimal karena
insentif untuk guru-guru yang biasanya diberikan setiap bulan sekarang baru
bisa dibayarkan sekali dalam tiga bulan. Selain itu menurut (WK2),
keterbatasan dana sekolah saat ini juga merupakan dampak dari kampanye
politik Pak Walikota,
keadaan ko marupakan akibat dari kebijakan politik Pak Walikota yang menggratiskan biaya sekolah di Padang Panjang ko, padohal dalam ketentuannya sekolah internasional dibuliahkan untuak mamunguik uang komite karano sikolah wak ko punyo program-program khusus. Gunonyo untuak mamacu perkembangan sikolah ko manuju sikolah internasional seperti nan diarokan. Samantaro anggaran rutin sakolah nan kito tarimo dari Pemda samo jo SMAN
98
2, sikolah biaso. Akibaiknyo ado program-program sikolah ko nan dak talaksana dengan baik. Mencermati pernyataan kepala sekolah dan wakil kepala sekolah
tersebut dapat dipahami bahwa dunia politik tak dapat dipisahkan dari
dunia pendidikan. Banyak orang yang menjadikan pendidikan sebagai
komoditi politiknya. Pada dasarnya kebijakan ini sangat baik dan sesuai
dengan amanat Undang-undang Dasar 1945, tetapi akan menjadi lebih
bijaksana jika kebijakan tersebut disikapi dengan bijaksana juga. Artinya
jangan sampai kebijakan yang ditetapkan pemerintah menjadikan kondisi
yang sudah baik menjadi terganggu. Namun di lain pihak, pernyataan
kepala sekolah mengenai keterbatasan dana ini, sebenarnya juga tidak
dapat dijadikan alasan untuk meniadakan supervisi akademik karena hal
itu merupakan kewajiban yang harus dilakukan sebagai kepala sekolah. Di
samping itu, banyak hal yang dapat diamati dan dipelajari dari kegiatan
supervisi kepala sekolah itu. Sehingga yang terpenting di sini adalah
bagaimana kepala sekolah menyikapi dan menyiasati kendala-kendala
yang ditemui menjadi sesuatu yang mungkin untuk dilaksanakan.
3) Upaya Kepala Sekolah Mengatasi Kendala Supervisi Akademik
Berdasarkan percakapan dengan kepala sekolah selaku supervisor
dan masukan dari guru-guru lain, dapat disimpulkan beberapa usaha yang
dilakukan oleh kepala sekolah selaku supervisor dalam mengatasi kendala
supervisi, diantaranya; a) mengikuti perkuliahan pada jenjang magister
(S2). Untuk lingkungan SMA Negeri 1 Padang Panjang, kepala sekolah
merupakan orang pertama yang bergelar Magister, b) memperkaya diri
99
dengan pengetahuan dan informasi terkait dengan metode-metode
pengajaran yang terbaru. Dalam salah satu kesempatan, kepala sekolah
meminta peneliti untuk mencarikan informasi tentang metode CTL, “lai
bisa Ibuk tolong ambo mancarikan artikel tantang Contextual Teaching
Learning (CTL)?”(bisa Ibuk tolong carikan saya artikel tentang CTL?).
Di samping itu menurut keterangan beliau,” untuk kelas internasional kita
butuh buku-buku tentang metodologi pengajaran sehingga kita bisa
mempelajari metode yang bagaimana yang tepat kita gunakan untuk
mengajar bilingual dan sebagainya,” c) terkait dengan bahasa Inggris,
beliau memfasilitasi guru-guru untuk kursus bahasa Inggris. Sayangnya
beliau jarang menghadiri kursus ini sehingga program ini tidak berjalan
mulus. Namun, selain itu, beliau mencoba privat dengan salah seorang
guru di sekolah ini. Menurut G07,”kapatang ko, pas Apak ka pai New
Zealand, sempat beliau kursus kilat jo si ‘O’ (sebelum ini, Bapak ada
kursus kilat dengan salah seorang guru honor di sekolah ini). Hal ini
menunjukkan adanya niat dan keinginan kepala sekolah untuk bisa
berbahasa Inggris tapi yang terpenting dari itu semua adalah usaha untuk
benar-benar menerapkannya dalam kehisupan sehari-hari.
4) Upaya Kepala Sekolah Meningkatkan Profesionalisme Guru
Dengan semakin tingginya tuntutan masyarakat terhadap
peningkatan mutu pendidikan maka kualitas merupakan target yang harus di
capai demi mempertahankan dan meningkatkan nama baik sekolah. Untuk
mencapai itu semua dibutuhkan kesadaran dan kerja keras dari semua pihak.
Namun yang terpenting untuk dipahami ialah bahwa kualitas itu akan
100
tumbuh subur di lingkungan yang kondusif. Oleh karena itu sebagai
pimpinan pendidikan fungsi utama kepala sekolah ialah menciptakan situasi
belajar mengajar yang baik dan nyaman. Sebagai tolak ukur terciptanya
situasi belajar yang nyaman ialah guru-guru merasa senang, bersemangat
dan ikhlas dalam menjalankan kewajibannya untuk mencapai visi misi
sekolah.
Hal terpenting yang telah dilakukan kepala sekolah dalam
meningkatkan kualitas pendidikan di sekolah ini ialah mencipta lingkungan
yang kondusif dan nyaman bagi warga sekolah. Dengan kearifan yang beliau
punyai, kepala sekolah berusaha untuk menjadi tauladan bagi guru-guru,
karyawan dan siswa-siswa di sekolah ini. Setiap ada kesempatan, di pagi hari
beliau biasa memulai aktivitas dengan menyalami guru-guru dan siswa-siswa
di depan gerbang sekolah satu persatu. Kegiatan ini memberikan motivasi dan
semangat kepada warga sekolah untuk memulai aktivitas mereka. Apa yang
dilakukan kepala sekolah ini juga memiliki implikasi yang kuat terhadap
guru-guru dimana mereka akan merasa segan untuk telat karena kepala
sekolah ada saat mereka datang, meskipun tetap ada guru-guru yang datang
terlambat dan kepala sekolah saat itu hanya tersenyum tanpa memberikan
teguran. Setelah bel masuk berbunyi, kepala sekolah melanjutkan kegiatannya
dengan berjalan mengelilingi kelas-kelas untuk melihat apakah ada kelas
yang tidak ada guru. Apabila ada guru yang belum datang maka beliau akan
masuk kelas tersebut sampai guru yang bersangkutan datang. Seperti yang
dialami oleh guru (G07),
Pernah sakali pagi Apak masuak lokal Ibuk. Wakatu tu Ibuk talaik datang karano oto rusak, kironyo Apak lah di dalam kelas. Pas Ibuk
101
lah datang, Apak batanyo,”baa kok talaik, buk? Trus ibuk tarangkan sababnyo ibuk talaik dan Apak mangarati. Habis tu Apak pai lai. Pada tanggal 26 Mei, 20 dan 26 Juni 2009, peneliti mewawancarai
guru ( G03), (G6) dan (WK2) terkait dengan upaya kepala sekolah untuk
meningkatkan kemampuan guru. Dari pembicaraan tersebut diketahui bahwa
kepala sekolah sangat peduli dan mensuport guru-guru untuk maju dan
mengembangkan diri mereka. Misalnya ketika Pemda Kota Padang Panjang
pada tahun 2006 memberi peluang kepada guru-guru untuk mengambil gelar
Master Pendidikan (S2) di Universitas Negeri Padang dan Universitas
Andalas, kepala sekolah mendukung sepenuhnya setiap guru untuk ikut tanpa
ada batasan. Sehingga pada waktu itu ada 11 (sebelas) guru yang lulus tes
untuk ikut beasiswa Pemda tersebut, dengan rincian, 5 (lima) orang guru
matematika, 2 (dua) orang guru bahasa Inggris, 2 (dua) orang guru Biologi, 1
(satu) orang guru Kimia dan 2 (dua) orang guru Fisika. Menurut guru (G06),
“kepala sekolah mensupor guru untuk maju, di Sumbar ko mungkin yang
tabanyak ikuik kuliah kapatang ko yo sekolah wak”. Artinya kepala sekolah
akan mendukung guru-guru untuk menambah ilmunya jika ada kesempatan.
Ini merupakan salah satu contoh dari kepedulian kepala sekolah dalam rangka
meningkatkan kualitas guru.
Sayangnya dukungan (KS) saat itu tidak diikuti dengan pertimbangan
yang bijaksana, maksudnya kepala sekolah mengizinkan 5 (lima) orang dari
6 (tujuh) orang guru matematika untuk mengikuti kuliah. Akibatnya sedikit
banyak tentu hal ini akan berpengaruh terhadap proses pembelajaran.
102
Menurut guru (G07) dan (G02),
kini ko, mungkin prestasi sekolah wak agak manurun, karano tahun kapatang ko guru-guru banyak nan maambiak S2 akibatnyo perhatian ka anak-anak agak kurang,(kini mungkin prestasi sekolah kita agak menurun karena tahun kemaren guru-guru banyak yang kuliah S2, akibatnya perhatian untuk anak-anak agak sedilit berkurang),...ibuk dak manyangko anak-anak wak ado yang dak lulus tahun ko, padohal mereka tamasuak anak-anak yang rajin dan pandai. Iko mungkin karano guru-guru sibuk, kuliah iyo , maaja iyo pulo sahingga kurang fokus I(Ibuk tidak manyangka anak-anak kita ada yang tidak lulus, padahal mereka termasuk anak-anak yang rajin dan pandai. Ini mungkin karena guru-guru sibuk kuliah, mengajar iya juga sehingga kurang fokus). Sebenarnya ini tidak akan menjadi masalah besar jika dalam
pelaksanaannya kepala sekolah tetap memonitor dan mengawasi guru-guru
tersebut dalam menjalankan kewajibannya. Kenyataannya pengawasan kepala
sekolah kurang maksimal karena meskipun kepala sekolah mengetahui ada
diantara guru-guru yang kuliah tersebut tidak disiplin atau meninggalkan
kewajibannya tapi beliau tidak mau menegurnya dengan tegas.
Masalah lain yang peneliti tanyakan kepada kepala sekolah dan guru-
guru ialah berkenaan dengan kesempatan ikut pelatihan atau penataran.
Menurut mereka jika ada kesempatan untuk pelatihan atau penataran, semua
guru memiliki kesempatan yang sama. Kepala sekolah tidak pernah ikut
campur menentukan siapa guru yang akan dikirim untuk mengikuti pelatihan
tersebut, menurut (WK1) dan G06,
Biasanya kepala sekolah akan memberikan pendapat apabila diminta tapi itu bukan berarti beliau yang memutuskan,”...,” kito dak bisa mamasokan guru A harus pai, kecuali kalau memang namonyo nan dipanggia, tapi kalau yang diminta cuma utusan maka itu kito sarahkan ka KKG untuak manantukan sia nan ka pai.
Prosedurnya jelas, ketika ada panggilan, maka panggilan itu akan
dilimpahkan kepada ketua KKG. Seterusnya ketua KKG akan berembuk
103
dengan anggotanya untuk menentukan siapa diantara mereka yang akan
diutus. Barulah setelah itu kepala sekolah membuat surat jalan bagi guru
tersebut.
Di samping itu kepala sekolah juga menfasilitasi guru-guru untuk ikut
kursus bahasa Inggris dan komputer. Perangkat komputer yang ada di sekolah
ini secara bebas dapat digunakan oleh guru-guru. Malahan untuk lebih
baiknya, kepala sekolah menyediakan sarana internet di lingkungan sekolah.
Sayangnya kegiatan ini hanya bersemangat di awal saja, setelah waktu
berjalan satu persatu pesertanya mulai mundur dan akhirnya hanya diikuti
oleh beberapa orang saja.
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa meskipun kepala
sekolah tidak memiliki program supervisi yang cukup baik tapi beliau sangat
peduli dengan keadaan atau upaya peningkatan kemampuan guru-guru di
lingkungannya. Berbagai upaya yang telah beliau lakukan pada dasarnya
adalah untuk menciptakan kondisi yang kondusif bagi semua warga sekolah
agar dapat bekerja dengan maksimal. Bentuk dukungan lain yang beliau
berikan untuk guru-guru adalah memberi kesempatan seluas-luasnya bagi
guru-guru untuk melanjutkan kuliahnya atau ikut pelatihan dan penataran.
Beliau memberikan kemudahan bagi mereka yang benar-benar ingin maju
dan berprestasi, misalnya dengan memberikan akses yang luas untuk
mempergunakan sarana dan prasarana belajar, seperti komputer, internet,
labor, dan lain sebagainya. Semua ini menjadi semangat dan motivasi bagi
guru-guru untuk berbuat yang terbaik bagi siswa dan sekolah.
104
5) Tema Budaya
Spradley (1980: 140) mendefinisikan tema budaya sebagai “any
principle recurrent in a number of domains, tacit or explicit, and serving as a
relationship among subsystems of cultural meaning.” Menurut Spradley, tema
budaya diartikan sebagai suatu nilai yang diyakini saat itu dalam suatu
kelompok masyarakat, baik dinyatakan secara nyata atau tidak, dan menjadi
hubungan antar bagian dan secara keseluruhan dalam kelompok tersebut.
Terkait dengan temuan penelitian ini, tema budaya yang dapat dijumpai di
sekolah ini adalah ada atau tidak ada supervisi akademik kepala sekolah,
guru-guru tetap menampilkan performa terbaiknya dalam mengajar.
Hal yang mendasar dalam penetapan tema budaya ini adalah prilaku
kepala sekolah yang banyak didominasi oleh pertimbangan-pertimbangan
yang bersifat personal seperti rasa segan sehingga ini menjadi kendala bagi
kepala sekolah dalam melaksanakan supervisi akademik langsung. Di
samping itu kondisi guru-guru yang menurut kepala sekolah sudah mapan
dalam segi kompetensi menjadikan tidak maksimalnya supervisi kepala
sekolah menjadi hal yang dapat diterima dan tidak berdampak terlalu
signifikan terhadap perbaikan guru. Tema budaya ini didukung oleh
Matthews dan Crow (hal. 144) yang mengatakan,”Values and beliefs provide
reasons people behave as they do. Successful school improvement will depend
a great deal on how well leaders understand the and beliefs of those involved
in the school” (Nilai-nilai dan keyakinan yang dimiliki seseorang menjadi
alasan bagi mereka dalam berbuat. Keberhasilan sekolah akan sangat
105
bergantung pada bagaimana pemimpinnya dapat memahami nilai-nilai dan
keyakinan yang ada dalam lingkungan sekolah tersebut).
Dengan kata lain, keadaan guru yang sudah baik, bekerja dengan
ikhlas dan bertanggung jawab menjadikan kepala sekolah bertambah yakin
dan percaya bahwa kemampuan guru sudah baik sehingga tidak maksimalnya
supervisi akademik kepala sekolah tidak berpengaruh secara signifikan
terhadap perkembangan dan kemajuan guru-guru. Di lain pihak, guru-guru
merasa tenang dan damai dalam menjalankan tugasnya karena kepala sekolah
sangat memahami dan mengerti dengan beban tugas dan tanggung jawab
mereka yang cukup berat. Dengan demikian, pendekatan supervisi yang
terbaik dilakukan di sini adalah pendekatan tidak langsung (non-directive
supervision).
C. Pembahasan
Merujuk kepada Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas)
Nomor 16 Tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi
Guru ditegaskan bahwa setiap guru wajib memenuhi standar kualifikasi akademik
dan kompetensi guru yang berlaku secara nasional. Kompetensi guru meliputi
kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan
kompetensi professional. Supervisi akademik yang baik adalah supervisi yang
mampu menghantarkan guru-guru menjadi semakin kompeten di semua bidang
kompetensi tersebut.
Dalam rangka menjalankan perannya sebagai supervisor akademik,
seorang kepala sekolah harus memiliki keterampilan. Berdasarkan pengamatan
dan wawancara yang telah dilakukan terhadap kepala sekolah diketahui jika
106
keterampilan yang dimiliki kepala sekolah sebagai supervisor belum teraplikasi
secara maksimal padahal keterampilan merupakan the requisite knowledge and
ability (Alfonso, Firth, dan Neville, 1981). Menurut Alfonso, Firth, dan Neville
ada tiga keterampilan yang harus dimiliki oleh supervisor akademik. Pertama, apa
yang disebut dengan istilah keterampilan teknis (technical skill). Keterampilan ini
berkenaan dengan pengetahuan khusus yang diperlukan untuk memperformakan
fungsi-fungsi pokok atau tugas-tugas yang berkenaan dengan posisi supervisor.
Kedua, apa yang disebut dengan istilah keterampilan hubungan kemanusiaan
(human relation skill). Keterampilan ini berkenaan dengan kemampuan supervisor
bekerjasama dengan orang lain dan memotivasi mereka agar bersungguh-sungguh
dalam bekerja. Ketiga, apa yang disebut dengan istilah keterampilan manajerial
(managerial skill). Menurut ketiga tokoh ini seorang supervisor dalam
mengerjakan tugas-tugasnya memerlukan keterampilan teknis (50%) keterampilan
hubungan kemanusiaan (30%), dan kemampuan manajerial (20%), artinya,
seorang supervisor harus memiliki keterampilan teknis yang cukup memadai,
misalnya keterampilan mengobservasi kelas, keterampilan menetapkan tujuan
akademik, keterampilan mendemonstrasikan akademik, dan keterampilan
mengembangkan prosedur penilaian.
Sedangkan, bilamana merujuk kepada Permendiknas Nomor 13 Tahun
2007 Tentang Standar Kepala Sekolah, ada tiga kompetensi supervisi yang
seharusnya dimiliki kepala sekolah dalam rangka melaksanakan supervisi
akademik di sekolahnya masing-masing, yaitu merencanakan program supervisi
akademik, melaksanakan supervisi akademik terhadap guru dengan menggunakan
pendekatan dan teknik supervisi yang tepat dengan tetap berpedoman pada
107
prinsip-prinsip supervisi, dan menindaklanjuti hasil supervisi akademik terhadap
guru dalam rangka peningkatan profesionalisme guru. Ketiga program ini
sebaiknya di awal tahun ajaran sudah dirancang dan disusun oleh kepala sekolah
dan secara konsisten dijalankan. Dengan demikian pelaksanaan dan evaluasi dari
supervisi tersebut tidak berbenturan dengan kegiatan yang lain. Namun dari fakta
di lapangan, kegiatan penting ini tidak berjalan dengan baik. Berdasarkan
informasi yang diperoleh kepala sekolah tidak mempunyai rancangan kegiatan
supervisi berikut dengan program evaluasinya sehingga pembinaan terhadap
profesionalisme guru juga tidak berjalan dengan maksimal. Di sinilah perlunya
kerjasama dan kordinasi pihak pengawas pendidikan kota sehingga kekurangan
dan kelemahan yang dimiliki kepala sekolah dalam menjalankan supervisi
akademik dapat diatasi. Permasalahan yang muncul dalam pelaksanaan supervisi
akademik dapat didiskusikan sehingga pembinaan dan peningkatan mutu guru
dapat terus dilaksanakan.
Satu hal lagi yang harus diperhatikan kepala sekolah sebagai supervisor
akademik adalah pemberdayaan guru diselenggarakan melalui pengembangan diri
yang dilakukan secara demokratis, berkeadilan, tidak diskriminatif, dan
berkelanjutan dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia, nilai keagamaan, nilai
kultural, kemajemukan bangsa, dan kode etik profesi. Apabila semua ketentuan ini
dapat dilaksanakan dengan baik oleh kepala sekolah maka kemampuan
profesional guru dalam mengelola interaksi belajar-mengajar akan meningkat dan
ini tentunya akan memberikan kontribusi terhadap upaya peningkatan mutu
pendidikan. Semua ini akan terpantau dengan jelas dan baik apabila kepala
108
sekolah selaku supervisor akademik memiliki data yang lengkap melalui kegiatan
supervisinya.
Hal lain yang juga tak kalah pentingnya untuk diperhatikan oleh kepala
sekolah dalam menjalankan supervisi akademiknya ialah bahwa dalam
menyiasiati tugas dan perannya yang sangat berat, kepala sekolah dapat saja
melimpahkan sebagian wewenangnya kepada guru lain yang telah dipersiapkan
terlebih dahulu. Matthews dan Crow (hal. 32) mengemukakan, “instructional
leadership as those actions that a principal takes, or delegates to others, to
promote growth in student learning”. Kepala sekolah dapat saja mendelegasikan
pelaksanaan dari supervisi akademik tersebut kepada guru lain dengan alasan
bahwa “teachers need to play as instructional leaders” karena guru merupakan
orang yang terlibat langsung dalam proses pembelajaran sehingga mereka yang
lebih tahu apa yang mereka dan siswa butuhkan. Dengan demikian kegiatan ini
dapat saja di alihkan dari kepala sekolah sebagai satu-satunya supervisor
akademik kepada guru-guru.
109
BAB V
KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan analisis data dan pembahasan yang dikemukakan pada bab
sebelumnya secara umum dapat disimpulkan bahwa SMA Negeri 1 Padang
Panjang merupakan sekolah umum dengan sistem pembinaan Boarding School
yang berkarakter pesantren. Di samping itu, sekolah ini merupakan salah satu
Rintisan SMA Bertaraf Internasional (SMA BI) yang ditetapkan pemerintah pada
tahun 2007 bersama dengan beberapa sekolah lainnya di Sumatera Barat.
Keputusan ini diberikan pada SMA Negeri 1 Padang Panjang setelah sekolah ini
berhasil memenuhi kriteria yang telah ditetapkan Departemen Pendidikan
Nasional. Di samping itu pertimbangan lain yang mendukung keputusan ini ialah
prestasi sekolah yang terus meningkat sejak ditetapkan sebagai sekolah unggul
Sumatera Barat pada tahun 1998. Lingkungan yang asri dan nyaman ditambah
dengan masyarakatnya yang madani dan tenang menjadikan sekolah ini sangat
berpotensi untuk dikembangkan menjadi sekolah internasional.
Kepemimpinan kepala sekolah yang arif bijaksana, kualitas guru-guru
yang sangat baik, sarana prasarana pembelajaran yang lengkap, serta input siswa
yang juga baik menjadi faktor yang menunjang kemajuan sekolah ini.
Lingkungan sekolah yang asri, tenang serta masyarakat dan pemerintahan yang
kondusif dan Islami menambah besar pengaruhnya terhadap kelancaran proses
pendidikan di sekolah ini. Sehingga program Imtaq dan akademik lainnya yang
menjadi unggulan sekolah ini dapat dilaksanakan dengan baik.
110
Sebagai hasil dari kondisi yang baik ini, secara akademik, prestasi SMA
Negeri 1 Padang Panjang dapat dikatakan sangat bagus karena telah menorehkan
prestasi yang membanggakan baik untuk tingkat kota, provinsi maupun tingkat
nasional dan internasional. Di samping itu banyaknya lulusan sekolah ini yang di
terima di perguruan tinggi terbaik di negeri ini menjadikan SMA Negeri 1 Padang
Panjang sebagai salah satu barometer mutu pendidikan di provinsi Sumatera
Barat. Oleh karena itu kondisi yang sudah bagus ini harus tetap dijaga dan dibina
terutama profesionalitas guru-gurunya. Salah satu cara pembinaan kualitas guru
yanb baik dan signifikan adalah melalui supervisi akademik kepala sekolah.
Secara khusus hasil temuan penelitian ini dapat disimpulkan sebagai
berikut:
1. Pelaksanaan supervisi akademik kepala SMA Negeri 1 Padang Panjang
berlangsung secara kolaboratif (collaborative supervision) dan tidak
langsung (non-directive supervision). Kepala sekolah melimpahkan
sebagian dari wewenangnya untuk mensupervisi guru-guru kepada
ketua kelompok guru (KKG) melalui wakil kepala sekolah bagian
kurikulum. Ketua KKG mensupervisi guru-guru yang berada dalam
satu mata pelajaran dan mendiskusikan hasil supervisi tersebut dengan
kepala sekolah dan guru yang bersangkutan.
2. Secara tidak langsung, supervisi akademik kepala sekolah di kalangan
guru-guru dapat berupa; menjalin komunikasi yang baik dengan guru-
guru, merespon keluhan guru dengan bijaksana, melengkapi sarana
dan prasarana belajar, bertanya dan menggali informasi tentang
111
kemampuan guru dari siswa, atau dengan mengadakan pertemuan
dengan guru-guru jika ada hal penting yang harus dibicarakan dan itu
sifatnya menyeluruh misalnya menjelang ujian, menerima rapor atau
memasuki tahun ajaran baru. Dan yang terpenting dari itu semua
adalah setiap usaha yang dilakukan kepala sekolah untuk menciptakan
kondisi yang kondusif demi terlaksananya proses pembelajaran yang
baik merupakan bagian dari kegiatan supervisi akademik.
3. Terkait dengan statusnya sebagai Rintisan Sekolah Bertaraf
Internasional (RSBI), guru-guru sudah mulai menerapkan pengajaran
secara bilingual maka ketidakmampuan kepala sekolah berbahasa
Inggris dan kurang menguasai perkembangan metode pembelajaram
sekarang ini menjadi kendala bagi kepala sekolah dalam melakukan
supervisi akademiknya. Perasaan segan terhadap guru-guru, kesibukan,
dan keterbatasan dana merupakan alasan lain dari tidak berjalannya
supervisi akademik kepala sekolah secara maksimal.
4. Sebagai supervisor akademik, kepala sekolah menyadari bahwa
supervisi akademik sangat dibutuhkan untuk membantu dan membina
guru-guru dalam mengembangkan kemampuannya dalam
melaksanakan pengajaran. Untuk itu, kepala sekolah berusaha untuk
terus mengembangkan diri menjadi supervisor yang profesional di
bidangnya dengan jalan, mengambil kuliah program magister (S2) dan
mengikuti kursus bahasa Inggris dan komputer, serta terus mencari
informasi tentang metode-metode pembelajaran yang variatif.
112
5. Untuk meningkatkan kemampuan profesional guru-guru, kepala
sekolah memberi kesempatan dan akses seluas-luasnya bagi mereka
yang ingin maju, misalnya melengkapi sarana prasarana, mengizinkan
mereka yang ingin kuliah lagi, memberi kesempatan untuk ikut
seminar, penataran atau pelatihan.
B. Implikasi
Supervisi akademik seyogyanya harus dapat membantu guru-guru untuk
meningkatkan kompetensi yang mereka punyai sehingga menjadi tenaga pendidik
yang kompeten. Melalui supervisi akademik, seorang kepala sekolah dapat
memberi bimbingan, motivasi, arahan, dan binaan agar guru yang belum
kompeten menjadi kompeten sementara guru yang sudah kompeten menjadi lebih
kompeten dengan pembinaan yang berkelanjutan. Dengan demikian melalui
supervisi akademik, kepala sekolah dapat meningkatkan profesionalisme guru.
Sebagai salah satu tolak ukur keberhasilan supervisi akademik ialah seberapa jauh
kegiatan ini dapat merubah prilaku guru dalam membelajarkan anak didik.
Sehingga dapat dilihat bahwa esensi dari supervisi akademik adalah perbaikan
terhadap pembelajaran peserta didik, seperti yang diutarakan William dalam
bukunya Zepeda dan Kruskamp (2007) “role as instructional supervisor is to
support the teachers so that they provide the best education possible for the
students”
Berdasarkan pengamatan di lapangan terkait dengan pelaksanaan supervisi
akademik kepala sekolah SMA Negeri 1 Padang Panjang diketahui bahwa
supervisi akademik kepala sekolah selama kurun waktu ± 2 (dua) tahun
113
belakangan ini tidak lagi berjalan dengan baik. Hal ini diketahui dari beberapa
wawancara dan pengamatan yang telah dilakukan dengan beberapa nara sumber;
kepala sekolah, wakil kepala sekolah, dan guru-guru di lingkungan sekolah ini.
Selama ini supervisi akademik kepala sekolah belum lagi menyentuh esensi dari
isi Permen no. 13 tahun 2007, salah satunya tentang pelaksanaan fungsi kepala
sekolah sebagai supervisor akademik di sekolah. Dalam Permen ini telah
dinyatakan bahwa sebagai supervisor akademik, kepala sekolah berkewajiban
untuk merencanakan program supervisi akademik, melaksanakan supervisi
akademik terhadap guru dengan menggunakan pendekatan dan teknik supervisi
yang tepat dengan tetap berpedoman pada prinsip-prinsip supervisi, dan
menindaklanjuti hasil supervisi akademik terhadap guru dalam rangka
peningkatan profesionalisme guru. Akan tetapi dari fakta lapangan, diperoleh
informasi bahwa supervisi akademik kepala sekolah tidak berjalan seperti yang
diharapkan, tidak terprogram dan tidak terencana. Dari jadwal supervisi yang
telah disusun oleh wakil kepala sekolah bagian kurikulum, tidak sekalipun kepala
sekolah menjalankan kegiatan tersebut. Sehingga pelaksanaan supervisi akademik
serta tindak lanjut dari kegiatan tersebut juga tidak ada.
Kepala sekolah di awal tahun ajaran seharusnya sudah membuat
perencanaan tentang pelaksanaan supervisi untuk melihat realita kondisi yang
terjadi dalam proses pembelajaran siswa yang akan dilakukan guru. Sehingga
kepala sekolah dengan pasti dapat mengetahui kondisi dari masing-masing guru,
kelebihan dan kelemahannya sehingga pada akhirnya kepala sekolah dapat
memberikan pelayanan dan bimbingan yang tepat untuk masing-masing guru.
Sergiovanni dalam Depdiknas (2007) menegaskan bahwa refleksi praktis
114
penilaian unjuk kerja guru dalam supervisi akademik adalah melihat realita
kondisi untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan, misalnya apa yang sebenarnya
terjadi di dalam kelas?, apa yang sebenarnya dilakukan oleh guru dan murid-
murid di dalam kelas?, aktivitas-aktivitas mana dari keseluruhan aktivitas di
dalam kelas itu yang berarti bagi guru dan murid?, apa yang telah dilakukan oleh
guru dalam mencapai tujuan akademik?, apa kelebihan dan kekurangan guru dan
bagaimana cara mengembangkannya?. Berdasarkan jawaban terhadap pertanyaan-
pertanyaan ini akan diperoleh informasi mengenai kemampuan guru dalam
mengelola kegiatan pembelajaran. Namun satu hal yang perlu ditegaskan di sini,
bahwa setelah melakukan penilaian unjuk kerja guru tidak berarti selesailah tugas
atau kegiatan supervisi akademik, melainkan harus dilanjutkan dengan
perancangan dan pelaksanaan pengembangan kemampuannya. Dengan demikian,
melalui supervisi akademik, kepala sekolah dapat membuat pemetaan terhadap
kemampuan guru-guru sehingga dapat ditetapkan tindak lanjut atau pembinaan
yang tepat bagi masing-masing guru.
Jelas bahwa supervisi akademik kepala sekolah sangat diperlukan untuk
membantu dan membina mereka mengembangkan kemampuan yang mereka
punyai. Selain itu, kehadiran kepala sekolah di dalam kelas ketika mensupervisi
guru-guru merupakan suatu bentuk perhatian dari kepala sekolah. Dengan adanya
jadwal dan program supervisi yang jelas dari kepala sekolah, guru-guru akan
selalu memperhatikan performa mereka. Diharapkan sebelum masuk kelas, guru-
guru sudah tahu dan paham dengan apa yang akan mereka lakukan dengan siswa
di kelas. Sementara bagi kepala sekolah supervisi akademik dapat menjadi wacana
untuk menjalin komunikasi yang baik dengan guru-guru. Dengan program
115
supervisi akademik, kepala sekolah dapat mengetahui potensi yang dimiliki guru
dan juga mengetahui kebutuhan-kebutuhan guru. Sehingga kedua belah pihak
dapat saling mengerti tentang peran dan tindakan yang akan dilakukan dalam
mencapai tujuan akademik. Dengan alasan ini maka seharusnyalah kepala sekolah
secara konsisten dan berkelanjutan melakukan supervisi akademik terhadap semua
guru.
Seperti sudah diutarakan sebelumnya bahwa tidak terlaksananya supervisi
akademik kepala sekolah sebagaimana mestinya disebabkan oleh beberapa hal,
salah satunya terkait dengan status sekolah ini sebagai Sekolah Menengah Atas
(SMA) bertaraf internasional. Sehubungan dengan ketetapan ini maka untuk
kelas-kelas internasional, mata pelajaran matematika dan ilmu pengetahuan alam
(MIPA) disampaikan secara bilingual, bahasa Indonesia dan bahasa Inggris dalam
proses pembelajaran. Kepala sekolah merasa tidak cakap untuk melakukan
supervisi di kelas-kelas ini karena ketidakmampuan beliau dalam berbahasa
Inggris. Hal ini dapat dipahami karena kemampuan akan suatu bahasa adalah
suatu keahlian dan ketidakmengertian akan penggunaan dan maksudnya dapat
berakibat kesalahan dalam memberikan informasi yang ingin disampaikan. Dalam
sistem pendidikan nasional kita jelas dinyatakan bahwa menurut ketentuan yang
ada pendidik adalah tenaga kependidikan yang berkualifikasi sebagai guru, dll,
yang sesuai dengan kekhususannya (Sisdiknas, 2007). Sebagai akibat dari tidak
adanya supervisi kepala sekolah terhadap guru-guru yang mengajar di kelas
internasional ini maka guru-guru yang mengajar di kelas lain pun tidak
disupervisi.
116
Dalam kondisi seperti ini meskipun kepala sekolah tidak memiliki
kemampuan berbahasa Inggris yang baik, bukan berarti supervisi akademik
ditiadakan akan tetapi pelaksanaan supervisi akademik bisa disiasati dengan cara
lain. Perlu disadari bahwa supervisi akademik tidak terfokus pada penggunaan
bahasa semata tetapi banyak hal yang dapat dicermati, misalnya bagaimana guru
memberdayakan siswanya, manajemen kelasnya, interaksi siswa dengan guru dan
dengan sesamanya, dan lain sebagainya. Setelah itu semua jawaban dari
pertanyaan ini bisa didiskusikan dan dibicarakan kepada guru tersebut. Dengan
demikian, kepala sekolah dapat mengetahui potensi-potensi yang dimiliki guru-
guru, kelemahan-kelemahan yang harus diperbaiki serta pembinaan yang mereka
butuhkan. Sehingga melalui suatu analisa, kepala sekolah dapat menetapkan
upaya yang efektif untuk mengatasi masalah yang ada untuk meningkatkan
kinerja guru.
Hal lain yang menjadi kendala kepala sekolah dalam melakukan supervisi
akademik ialah rasa segan beliau terhadap guru-guru, terutama guru-guru yang tua
dan senior. Perasaan segan dan toleransi yang tinggi banyak mempengaruhi sikap
kepala sekolah dalam melakukan supervisi akademik. Dari pengamatan dan
wawancara yang telah dilakukan didapat informasi bahwa kepala sekolah bersikap
seperti ini karena beliau menyadari bahwa beban tugas guru-guru sudah berat;
dengan jam mengajar yang lebih banyak dibanding guru-guru di sekolah lain,
keharusan untuk membuat perangkat mengajar dalam bahasa Inggris dan tuntutan
prestasi yang harus lebih baik dari sekolah lain. Sementara dari segi kesejahteraan,
pihak sekolah tidak bisa memberi lebih kepada guru-guru tersebut karena
keterbatasan dana. Sebagai implikasinya kepala sekolah merasa supervisi
117
akademik yang akan beliau lakukan akan menambah beban guru-guru yang secara
kualitas sebagian besar sudah baik.
Apapun kondisinya, sesuai dengan ketentuannya supervisi akademik harus
dilaksanakan dengan baik sebagai salah satu wujud kerja kepala sekolah sebagai
supervisor akademik. Dalam menjalankan tugas tersebut sepatutnyalah kepala
sekolah melakukannya secara profesional dengan mengesampingkan rasa segan
dan urusan personal supaya semua kendala dapat diatasi dengan baik. Seyogyanya
kepala sekolah menyadari bahwa tidak semua guru memiliki kemampuan dan
dedikasi yang sama, terutama guru-guru muda. Mereka harus dibimbing dan terus
dibina agar kompetensi yang mereka punyai dapat berkembang hingga mencapai
profesional. Begitupun dengan guru-guru yang senior, hendaknya supervisi
akademik dapat menjadi wacana pembinaan yang berkesinambungan dalam
mencapai visi misi sekolah.
Faktor lain yang menjadi kendala supervisi akademik kepala sekolah ialah
kesibukkan kepala sekolah dan ketersediaan dana sekolah. Sebagai kepala sekolah
dengan peranan yang cukup berat, manajer dan supervisor, tentu kepala sekolah
cukup sibuk dengan segala kegiatan yang berkenaan dengan peranannya tersebut.
Sebagai implikasi dari beban tugas yang banyak tersebut kepala sekolah susah
membagi waktu dan tenaganya untuk menjalankan semua peran tersebut dengan
baik. Akibatnya ada peran-peran tertentu yang diabaikan. Ditambah lagi dengan
perannya sebagai supervisor akademik yang menghendaki kemampuan dan
perhatian khusus di bidang akademik. Wiles dan Bondi (2004) mengemukakan
bahwa,”supervisors should be “resident experts” in many of the new areas
affecting schools”. Maksudnya supervisor seharusnya menjadi ahli dalam banyak
118
hal yang baru untuk mempengaruhi sekolah. Jelas bahwa untuk menjadi
supervisor akademik, tugas kepala sekolah tidak kalah beratnya dengan peranan
kepala sekolah sebagai edukator, manajer, administrator, supervisor, leader,
inovator, dan motivator (EMASLIM). Kedepannya mungkin kepala sekolah harus
lebih komit dan bijaksana dalam merencanakan kegiatan supervisi akademiknya
sehingga kesibukan apapun tidak lagi menjadi kendala bagi kepala sekolah dalam
melaksanakan kegiatan tersebut. Seandainya kegiatan ini berbenturan dengan
kegiatan yang lain, kepala sekolah bisa saja menjadwalkan kembali pelaksanaan
supervisi akademik itu atau memberi kewenangan kepada guru-guru lain seperti
ketua kelompok kerja guru (KKG) untuk melakukan supervisi terhadap guru-guru
yang berada dalam satu bidang studi. Hal ini dilakukan dengan syarat bahwa guru-
guru tersebut telah dipersiapkan sebelumnya dengan pengetahuan tentang
supervisi dan hal-hal yang terkait dengan supervisi akademik tersebut.
Keterbatasan dana seharusnya tidak menjadi alasan bagi kepala sekolah
dalam melaksanakan supervisi akademik. Menurut ketentuannya kegiatan
supervisi akademik tidak harus menambah pembelanjaan sekolah karena ini
merupakan tugas kepala sekolah yang wajib dilakukan. Akan tetapi karena
melibatkan orang lain (sehubungan kepala sekolah tidak cakap berbahasa Inggris
sementara guru yang akan disupervisi adalah guru yang mengajar secara
bilingual) maka dapat dipahami jika kepala sekolah merasa berkewajiban untuk
memberikan insentif kepada orang tersebut. Seharusnya hal seperti ini tidak
terjadi karena supervisi akademik kepala sekolah bisa disiasati dengan bijaksana
oleh kepala sekola sehingga guru-guru tetap mendapatkan layanan dan bimbingan
dari kepala sekolah terkait dengan perbaikan pengajaran mereka.
119
Di samping hal di atas, permasalahan lain yang ditemukan ialah kepala
sekolah terlalu toleran dan tidak bersikap tegas terhadap guru-guru yang tidak
disiplin dan melanggar aturan. Akibatnya, guru yang suka malas dan tidak disiplin
akan sering melakukan hal yang sama karena tidak mendapat teguran dari kepala
sekolah. Atau guru yang tidak biasa melakukan hal tersebut jadi ikut-ikutan untuk
berbuat hal yang sama. Untuk menghindari hal tersebut, seharusnya kepala
sekolah punya keberanian dan ketegasan dalam menindak guru-guru yang
melanggar disiplin atau malas.
Kenyataan lain yang tidak kalah pentingnya ialah melakukan evaluasi
terhadap program supervisi yang telah dilakukan. Hal ini penting untuk dilakukan
karena dari hasil evaluasi tersebut kepala sekolah mengetahui kondisi dari
masing-masing guru, kemudian kepala sekolah dapat menyusun upaya yang dapat
dilakukan untuk mengatasi atau membantu guru tersebut menjadi lebih baik dan
profesional. Namun, karena supervisi tidak berjalan dengan sebagaimana
mestinya maka evaluasinya pun tidak berjalan dengan baik. Sebagai akibatnya,
kepala sekolah tidak memiliki data yang lengkap dan menyeluruh tentang
kemampuan guru-guru. Meskipun secara umum beliau sudah mempunyai
gambaran tentang kemampuan masing-masing guru tapi secara administrasi
sekolah tidak memiliki data tentang hal tersebut. Jika sekolah memiliki data yang
lengkap dari hasil supervisi maka semua itu akan bermanfaat untuk menetapkan
langkah-langkah dan upaya yang efektif untuk memberdayakan guru-guru.
Sementara itu, dilihat dari perspektif peningkatan mutu input pendidikan,
Permendiknas No. 13 tahun 2007 merupakan suatu kemajuan positif dalam upaya
mencari dan menetapkan figur kepala sekolah yang bermutu. Disisi lain,
120
penetapan Standar Kepala Sekolah memang sangat positif di masa keterbukaan
dengan akuntabilitas publik yang semakin baik sekarang ini. Permen ini tentu
tidak berdiri sendiri sebagai satu piranti hukum dalam mengatur dan upaya
meningkatkan mutu Standar Pendidikan Nasional kita. Ditjen PMPTK telah
menyusun suatu pedoman tentang Pengembangan Mutu Kepala Sekolah untuk
dua jalur yakni dari rekrutmen calon kepala sekolah (contohnya program Quality
Assurance) dan jalur peningkatan mutu kepala sekolah yang sudah dan sedang
menjabat. Untuk bisa diangkat sebagai Kepala Sekolah, seorang guru yang lulus
seleksi harus mengikuti Sertifikasi melalui Diklat Cakep 900 jam yang diakhiri
dengan Uji Kompetensi. Jika dinyatakan lulus sebagai Cakeppun masih harus
melalui Uji Publik dihadapan beberapa unsur stake-holders dimana sekolah itu
berada. Jika uji publik (semacam pemaparan visi dan misi lengkap dengan
beberapa perencanaan) ini dapat dilalui barulah yang bersangkutan dapat diangkat
dan ditempatkan di suatu sekolah sebagai kepala sekolah definitif. Sedangkan bagi
kepala sekolah yang sedang menjabat, prosesi peningkatan mutu dilakukan
dengan Uji Kompetensi.
C. Saran
Berdasarkan simpulan dan seluruh deskripsi penelitian ini, beberapa hal
yang perlu disarankan terkait pelaksanaan supervisi akademik kepala sekolah
adalah sebagai berikut:
1. Supervisi akademik yang baik harus mampu membuat guru semakin
kompeten, yaitu guru semakin menguasai 4 kompetensi yang
dipersyaratkan undang-undang, yaitu kompetensi kepribadian,
kompetensi pedagogik, kompetensi profesional, dan kompetensi sosial.
121
Di sinilah peranan seorang supervisor akademik sangat dibutuhkan dan
supervisi akademik harus menyentuh pada pengembangan seluruh
kompetensi guru, tidak setengah-setengah. Seseorang akan bekerja
secara profesional apabila ia memiliki kompetensi secara utuh.
Seseorang tidak akan bisa bekerja secara profesional apabila ia hanya
memenuhi salah satu kompetensi di antara sekian kompetensi yang
dipersyaratkan. Seandainya peran supervisi itu dilimpahkan kepada
guru, maka guru yang bersangkutan benar-benar harus dipersiapkan
dengan baik.
2. Perilaku supervisi akademik secara langsung berhubungan dan
berpengaruh terhadap perilaku guru. Ini berarti, melalui supervisi
akademik, supervisor mempengaruhi perilaku mengajar guru sehingga
perilakunya semakin baik dalam mengelola proses belajar mengajar.
Selanjutnya perilaku mengajar guru yang baik itu akan mempengaruhi
perilaku belajar murid. Dengan demikian, bisa disimpulkan bahwa
tujuan akhir supervisi akademik adalah terbinanya perilaku belajar
murid yang lebih baik. Oleh karena itu bagi kepala sekolah dalam
melaksanakan supervisi sebaiknya memiliki pengetahuan dan
keterampilan yang merupakan the requisite knowledge and ability
(Alfonso, Firth, dan Neville, 1981) yang diperlukan untuk
melaksanakan tugas-tugas atau peran-perannya.
3. Sebaiknya dalam melakukan supervisi akademik kepala sekolah
memulainya dengan membuat perencanaan yang sistematis;
mengidentifikasi kebutuhan dan masalah, merumuskan tujuan
122
supervisi akademik, menetapkan pendekatan supervisi akademik yang
efektif dan tepat, menetapkan mekanisme dan rancangan operasional
supervisi akademik sesuai dengan tujuan, pendekatan, dan strategi
yang dipilih, menyusun jadwal pelaksanaan supervisi akademik
menyusun prosedur dan mekanisme monitoring dan evaluasi supervisi
akademik, dan memilih dan menetapkan langkah-langkah yang
menjamin keberlanjutan kegiatan supervisi akademik.
4. Pada tahap selanjutnya dalam pelaksanaan supervisi akademik
terhadap guru, kepala sekolah sebagai supervisor akademik sebaiknya
menggunakan pendekatan dan teknik supervisi yang tepat dengan
humanistik dan kolaboratif. Setelah itu untuk menjadikan kegiatan ini
lebih bermakna dan komprehensif maka kepala sekolah seharusnya
menyusun program tindak lanjut terhadap pelaksanaan supervisi
tersebut, baik dalam bentuk monotoring maupun evaluasi.
5. Untuk meningkatkan kecakapan kepala sekolah dalam bidang supervisi
akademik, maka kepada kepala sekolah yang sedang menjabat atau
yang akan menjabat kepala sekolah perlu diberikan pelatihan yang
intensif. Bila perlu sebelum diangkat menjadi kepala sekolah, calon
kepala sekolah harus mengambil mata kuliah tentang supervision dan
school leadership terlebih dahulu sebelum mendapatkan sertifikat
(licence) untuk diangkat menjadi kepala sekolah, seperti yang
diberlakukan di Amerika Serikat. Di samping itu upaya lain yang dapat
dilakukan oleh pemerintah untuk mengangkat kepala sekolah
123
berkualitas ialah adanya fit and proper test, khususnya untuk kepala
sekolah yang akan ditempatkan di sekolah bertaraf internasional.
6. Terhadap pihak pemerintah yang diwakili oleh dinas pendidikan kota,
seharusnya selalu berkordinasi dengan pihak sekolah dalam melakukan
pengawasan dan bimbingan yang berkelanjutan terkait upaya
memberdayakan kepala sekolah dan guru-guru dalam bidang
akademik. Sementara itu, terkait dengan pelaksanaan sekolah bertaraf
internasional, pemerintah sebaiknya betul-betul memperhatikan
kesiapan dan ketersediaan sarana dan prasanarana suatu sekolah serta
rekrutmen kepala sekolah dan tenaga pengajarnya sebelum membuat
ketetapan.
124
Daftar Rujukan
Alfonso, R. J., G.R. Firth, dan R.F. Neville. 1981. Instructional Supervision: A
Behavioral System. Boston: Allyn and Bacon, Inc.
Asmara. 2005. “Dampak Pelaksanaan Supervisi dan Kepuasan Kerja terhadap Kenerja Guru SMP Negeri Kota Bukittinggi”. Tesis tidak diterbitkan. Padang: Program Pascasarjana Universitas Negeri Padang.
Bernstein, E. 2004. What teacher evaluation should know and be able to do: A commentary. NAASP Bulletin, 88.
Bogdan, Robert C. dan Biklen, Kopp Sari. 1982. Qualitative Research for Education: An Introduction to Theory and Methods. Boston: Allyn and Bacon, Inc.
Daresh, J. C. 1989. Supervision as a Proactive Process. New York & London: Longman
Glanz, Jeffrey, Shulman, Vivian dan Sullivan, Susan. 2007. “Impact of Instructional on Students Achievement: Can We Make the Connection?”. Tesis tidak diterbitkan. Chicago.
Glickman, C. D., Gordon, S. P., dan Ross-Gordon, J. M. 2009. The Basic Guide to Supervision and Instructional Leadership (2nd edition). Boston: Allyn and Bacon.
Purwanto, M. Ngalim. 2008. Administrasi dan Supervisi Pendidikan. Bandung:
PT. RemajaRosdakarya. Sagala, Syaiful. 2005. Administrasi Pendidikan Kontemporer. Bandung:
Alfabeta. Sagala, Syaiful. 2009. Kemampuan Profesional Guru dan Tenaga Kependidikan.
Bandung: Alfabeta. Sahertian, Piet A. 2008. Konsep Dasar dan Teknik Supervisi Pendidikan Dalam
Rangka Pengembangan Sumber Daya Manusia. Jakarta: Rineka Cipta. Sergiovanni, T. J. dan Starrat, R. J. 1993. Supervision: Human Perspectives (3rd
edition). New York: McGrow-Hill. Soetopo, Hendiyat dan Soemanto, Wasty. 1988. Kepemimpinan dan Supervisi
Pendidikan. Jakarta: Bina Aksara. Spradley, James. 1980. Participant Observation. New York: Holt, Rinehart and
Winston, Inc. Sugiyono. 2005. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta.
Suprihatin, M. D. 1989. Administrasi Pendidikan (Fungsi dan Tanggung Jawab Kepala Sekolah sebagai Administrator dan Supervisor Sekolah. Semarang: IKIP Semarang Press.
Stainback, Susan. 1988. Understanding and Conducting Qualitative Research.
Iowa: Kendall/Hunt Publishing Company. USAID MBE. 2007. Studi Peran Kepala Sekolah dan Komite Sekolah.
www.mbeproject.net. Wiles, Kimball, 1983. Supervision for Better Schools, Fifth Edition, New York:
Prentice Hall Inc., Englewood Cliffs. Wiles, Jon dan Bondi, Joseph. 2004. Supervision: A Guide to Practice. USA:
Pearson Education, Inc.
126
Agenda Observasi/ Wawancara
No. Hari/ Tanggal
Tempat Kegiatan
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11.
Sabtu / 2 Mei 2009, jam 09.10 Senin/ 4 Mei 2009, jam 07.00 Rabu/ 6 Mei 2009, jam 11.56 Senin/ 11 Mei 2009, jam 08.17 Jumat/ 15 Mei 2009, jam 10.56 Rabu/ 20 Mei 2009, jam 10.55 Sabtu/ 23 Mei 2009, jam 09.00 Selasa /26 Mei 2009, jam 12.05 Kamis / 28 Mei 2009, jam 11.26 Sabtu/ 30 Mei 2009, jam 10.00 Minggu / 31 Mei 2009, jam 16. 00
Sekolah Sekolah Taman sekolah Ruang Wk1 Taman Sekolah Ruang Majelis Guru Ruang Majelis guru Ruang Majelis Guru Ruang Majelis Guru Ruang Kepala Sekolah Kediaman G05
Mengamati kegiatan sekolah dan mempelajari profil sekolah Mengamati kegiatan kepala sekolah dan guru-guru Mewawancarai kepala sekolah tentang supervisi akademik Mewawancarai WK1 tentang supervisi kepala sekolah Wawancara dengan WK2 (wakil kepala sekolah bagian sarana prasarana) Mewawancarai G01 seputar supervisi kepala sekolah Mewawancarai G02, Wawancara dengan G03 tentang pandangannya seputar supervisi kepala sekolah Mewawancarai G04 tentang supervisi kepala sekolah Mengamati rapat walas dan kepala sekolah Wawancara dengan G05, seputar persepsinya tentang supervisi kepala sekolah
127
12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19.
Kamis / 4 Juni 2009, jam 11.48 Senin / 8 Juni 2009, jam 11.27 Sabtu / 13 Juni 2009, jam 12.15
Kamis / 18 Juni 2009, jam 11.35
Selasa/ 23 Juni 2009, jam 11.10
Jum’at/ 26 Juni 2009, Jam 10.00 WIB
Senin , 18 Juli 2009,jam 10.00 WIB
Rabu / 25 Juli 2009, jam 11.15
Ruang Internet Guru Ruang Majelis Guru
Ruang Majelis Guru
Ruang Majelis guru
Ruang Majelis Guru
Ruang Wakil Kepala sekolah
Via telephon
Ruang Kepala Sekolah
Wawancara dengan G06 tentang pengetahuannya mengenai supervisi dan pola kepemimpinan kepala sekolah Mewawancarai G07 Mewawancarai G08 tentang pelaksanaan supervisi akademik kepala sekolah Wawancara ulang sekaligus konfirmasi dengan G06 tentang supervisi kepala sekolah dan upaya yang dilakukan kepala sekolah terhadap guru-guru.
Konfirmasi ulang dengan G07 ttg kendala supervisi kepala sekolah.
Konfirmasi tentang masalah anggaran dan kebijakkan supervisi akademik kepala sekolah kepada WK2
Konfirmasi tentang anggaran SBI dengan kordinator RSBI dan korelasinya dengan pelaksanaan supervisi akademik kepala sekolah Konfirmasi ulang sekaligus verifikasi dengan Kepala sekolah
128
HASIL OBSERVASI
Catatan Lapangan 01
Hari / tanggal : Sabtu, 2 Mei 2009/ jam 09.10 WIB
Tempat : Sekolah
Kegiatan : Pengamatan terhadap Profil Sekolah
Memasuki gerbang SMA Negeri 1 Padang Panjang kita dihadapkan pada
suatu pemandangan yang asri dengan lahan yang luas terdiri dari taman, kolam,
lapangan, gedung sekolah, hall, dan sarana lainnya. Berjalan lebih jauh lagi, kita
akan melihat bagunan-bagunan kokoh dengan arsitektur zaman Belanda maupun
arsitektur baru yang menunjang proses belajar mengajar, diantaranya; hall, labor
komputer, ruang majelis guru, ruang kepala sekolah, labor bahasa, ruang belajar,
ruang labor Ilmu Pengetahuan Alam (IPA), perpustakaan, mesjid, dan ruang multi
media. Sebagai sekolah yang telah ditetapkan sebagai sekolah bertaraf
internasional, kelengkapan sarana prasarana sekolah merupakan satu persyaratan
yang wajib dipenuhi dan semua itu sangat menunjang keberadaan sekolah ini
mencapai standar tersebut.
Berada di lingkungan sekolah ini, hati terasa nyaman dan tenang.
Lingkungan yang asri dengan pohon-pohon beringin yang besar, hijau, dan
rindang serta lapangan rumput yang luas manjadikan semua itu menjadi
pemandangan yang sejuk dan menyehatkan mata. Di halaman sekolah ini kita juga
dapat melihat beberapa spanduk atau logo-logo yang memberikan pemahaman
pada kita bahwa sekolah ini benar-benar konsern dengan upaya untuk memajukan
129
dan melahirkan generasi muda yang memiliki kekayaan hati dan fikiran, seperti
ungkapan “menyontek itu haram”, “no bullying”, “say no to drugs,” dean lain
sebagainya.
Tujuan berikutnya adalah ruang tata usaha (TU). Di dalam ruangan ini
terdapat 6 buah meja yang sekaligus mewakili 6 orang staf ditambah satu meja
buat kepala tata usaha, 4 buah lemari arsip, sebuah ruang kecil untuk
perlengkapan komputer dan 3 buah papan data yang tergantung di dinding.
Memasuki tempat ini, peneliti langsung menemui kepala tata usaha (Ibuk TU)
untuk meminta keterangan tentang profil sekolah dan siswa. Berdasarkan
informasi dari WK1 sebelumnya bahwa semua data tentang sekolah berada di
bawah tanggung jawab kepala tata usaha. Namun sebelum menyampaikan maksud
tersebut, peneliti terlebih dahulu menyerahkan surat izin penelitian untuk dicatat
oleh staf TU dan kemudian disampaikan kepada kepala sekolah. “Uni, takaiek jo
data penelitian ko bisa ambo mandapekan data tantang profil sekolah jo data
siswa wak?” Dengan baik beliau merespon permintaan peneliti tersebut,”kalau
profil sekolah rancak ditanyoan ka si ‘P’ karano inyo nan manyimpan fail tu, tapi
kalau data siswa, bisa uni carikan. Tunggu sabanta dih?” Setelah itu, Ibuk TU
membuka lemari arsipnya dan mencari data siswa yang peneliti inginkan. Tampak
di sini keseriusan dan usaha Ibuk TU untuk memberikan pelayanan yang baik dan
cepat terhadap guru atau yang lainnya yang membutuhkan layanan administrasi.
Tidak berapa lama, Ibuk TU menyerahkan sebuah buku besar yang
berisikan data-data tentang siswa yang ada di SMA Negeri 1 Padang Panjang. “ka
dinda catat di siko atau ka di foto kopi? Beliau mempersilahkan peneliti untuk
mempelajari buku besar itu. “Dicatat se lah, ni.” Dalam buku besar itu peneliti
130
dapat melihat data dan kondisi siswa yang ada di sekolah ini, seperti riwayat
siswa, jumlah siswa, siswa pindah dan lain sebagainya. Dari ruang TU, peneliti
terus ke ruang majelis guru untuk menemui ‘P’. Dari saudari P, peneliti
mendapatkan kopian profil sekolah yang langsung disimpan dalam flash drive.
131
HASIL OBSERVASI
CL. 02
Hari / Tanggal : Senin / 4 Mei 2009, jam 07.00 WIB
Tempat : Gerbang sekolah, Ruang majelis guru, ruang piket dan ruang
kepala sekolah.
Kegiatan : mengamati kegiatan kepala sekolah dan guru-guru
Pagi itu, Senin, 4 Mei 2009, jam 07.00 WIB, peneliti telah berada di
SMA Negeri 1 PadangPanjang untuk mengamati kegiatan supervisi akademik
kepala sekolah. Pertama kali sampai di pintu gerbang sekolah, peneliti, guru-
guru, serta siswa-siswa yang datang disambut oleh kepala sekolah yang berdiri
di depan gedung satpam. Satu per satu guru dan siswa yang datang bersalaman
dengan kepala sekolah sambil mengucapkan salam, “tumben, Ibuk datang pagi
ko. Baa, lah salasai kuliah Buk?,...”alun lai,Pak. Rencana ka malakukan
panelitian di siko, Pak. Mohon bantuannyo yo, Pak?,...,Jadilah.” Berikutnya,
datang lagi seorang guru dan kembali kepala sekolah menyapanya dengan
ramah sambil mengucapkan salam. Begitupun terhadap siswa-siswa yang
datang pagi itu, semuanya bersalaman dengan kepala sekolah dengan raut
wajah senang dan bersemangat. Dari pertemuan singkat itu kelihatan kesan
yang sangat baik dari seorang kepala sekolah dalam memberikan keteladanan
dan sikap santun satu sama lainnya. Meskipun beliau adalah pimpinan di
sekolah ini tapi beliau tidak keberatan turun langsung menemui guru-guru dan
siswa-siswa demi menghargai dan menjaga hubungan baiknya dengan sesama
warga sekolah. Menurut (KS), kegiatan ini dilakukan dengan tujuan untuk
saling mengenal dan mempererat hubungan satu sama lainnya.
132
Bertatap muka dan menyambut kedatangan guru dan siswa pagi itu
merupakan salah satu kegiatan yang dilakukan kepala sekolah sehari-hari.
Selain itu, aktivitas lain kepala sekolah yang dapat dicermati hari itu adalah
memimpin upacara bendera. Sayangnya tidak banyak guru yang mengikuti
upacara bendera ini, “guru tu biaso rami ikuik upacara, kalau upacara tu di
awal bulan karano biasonyo ado briefing sasudah tu” (guru ramai ikut upacara
di awal bulan karena sesudah upacara biasanya ada briefing). Pada kesempatan
itu, kepala sekolah seperti biasa memotivasi guru-guru dan siswa untuk berbuat
yang terbaik dan selalu bersikap jujur atau tidak boleh menyontek karena tidak
berapa lama lagi siswa akan menghadapi ujian mid-semester.
Setelah upacara selesai, semua guru dan siswa bubar menuju kelasnya
masing-masing. Sementara kepala sekolah masuk ke dalam ruangannya, diikuti
salah seorang staf tata usaha. Setelah pegawai tersebut keluar, penulis langsung
masuk ke ruangan beliau dengan maksud untuk membuat janji interviu dengan
beliau. Memasuki ruangan kepala sekolah tampak sebuah pemandangan yang
menarik dan terkesan ekslusif dengan serangkaian prestasi yang diperlihatkan
dengan sederetan piala dan tata ruang yang nyaman dan bersih. Ketika berjabat
tangan dengan kepala sekolah, tampak setumpuk surat dan berkas yang
sepertinya akan dikerjakan hari itu. Tanpa bermaksud untuk mengganggu
pekerjaan beliau, peneliti langsung pada pokok persoalan yaitu meminta
kesediaan beliau untuk diwawancara. Dalam pertemuan itu, kepala sekolah
bersedia untuk diwawancarai besok siang karena hari itu beliau harus
menyelesaikan beberapa pekerjaan dan urusan lainnya. Dengan demikian,
133
berarti hari itu peneliti tidak dapat berkomunikasi lebih lanjut dengan kepala
sekolah karena kesibukan beliau.
Dari ruangan kepala sekolah, peneliti pergi ke ruang piket untuk
melihat situasi di sana. Diruang piket, peneliti mendapati 2 orang guru piket
sedang sibuk mendata guru yang hadir dan yang tidak hadir dan melayani
siswa yang minta surat izin. Berdasarkan data piket saat itu, diketahui bahwa
ada satu orang guru yang tidak hadir karena sakit. Selanjutnya salah seorang
dari guru piket itu pergi ke kelas yang tidak ada gurunya tadi untuk
memberitahukan ketidakhadiran guru tersebut dan meminta siswa untuk
mengerjakan pekerjaan yang lain. Ketika ditanyakan pada guru G11,“Lai ado
Apak mancaliak-caliak ka ruang piket, Buk?,....”lai, tapi jarang bana.”
(Apakah kepala sekolah ada melakukan kunjungan ke ruang piket?....”Ada, tapi
jarang sekali.”)
Selanjutnya peneliti menemui wakil kepala sekolah bagian kurikulum
(WK1) selaku orang terdekat kepala sekolah (KS) untuk meminta kesediaan
beliau diwawancarai dan dimintai informasi seputar supervisi akademik kepala
sekolah. Hal ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa wakil kepala sekolah
bidang kurikulum merupakan posisi sangat strategis dan yang mengetahui
segala sesuatunya terkait dengan pelaksanaan PBM. Pada kesempatan itu,
peneliti menemui (WK1) di ruangannya. Pertanyaan pertama yang peneliti
kemukakan kepada beliau adalah seberapa jauh (WK1) mengetahui
pelaksanaan supervisi akademik (KS). Menurut (WK1), selaku wakil
kurikulum, beliau bertanggung jawab menyusun jadwal supervisi kepala
sekolah dan mempersiapkan format penilaiannya berupa Alat Penilaian
134
Kemampuan Guru (APKG) yang dikembangkan oleh Departemen Pendidikan
dan Kebudayaan RI ,”supervisi Apak lah disusun tapi hanyo untuak kelas RSBI
sajo dan lah dilatakkan di meja Apak tapi sampai kini Apak alun pernah
masuak kelas (jadwal supervisi kepala sekolah sudah disusun dan diletakkan di
meja beliau tetapi hingga saat ini kepala sekolah belum juga melakukan
supervisi tersebut). Dari pernyataan ini diketahui bahwa meskipun jadwal
supervisi ada tapi kepala sekolah belum melaksanakannya hingga saat itu.
Refleksi : dari serangkaian kegiatan pagi itu, diperoleh gambaran tentang aktivitas
rutin yang dilakukan kepala sekolah, diantaranya menjalin komunikasi langsung
dengan warga sekolah melalui kegiatan pagi seperti menyambut kedatangan guru-
guru dan siswa-siswa di gerbang sekolah, berkeliling kelas-kelas dan sekolah
untuk melihat kehadiran guru dan siswa, serta memimpin upacara bendera.
Kegiatan ini juga bertujuan untuk memotivasi dan membangun nilai-nilai positif
diantara warga sekolah. Dalam kegiatan pagi itu, kepala sekolah serta merta
meninjau kebersihan, sarana prasarana dan lingkungan. Akan tetapi jika
dibandingkan antara kegiatan administrasi dengan supervisi akademik, Kepala
sekolah dalam hal ini masih cendrung terfokus pada kegiatan administrasi,
meskipun kegiatan supervisi akademik masih dapat dilihat, seperti memotivasi
guru melalui kegiatan jumpa pagi di gerbang sekolah dan saat upacara bendera,
melihat keberadaan guru di dalam kelas.
135
HASIL WAWANCARA
Catatan Lapangan 03
Waktu : Rabu / 6 Mei 2009, jam 11.56 WIB
Tempat : Taman Sekolah
Kegiatan : Wawancara dengan Kepala Sekolah (KS)
Pagi itu, Rabu, 6 Mei 2009, jam 11.56 WIB, peneliti mendapati kepala
sekolah sedang berada di taman sekolah mengamati tukang kebun sedang
merapikan taman bagian depan sekolah. Kegiatan seperti ini atau mengelilingi
sekolah biasa beliau lakukan setelah beliau menyelesaikan tugasnya di kantor.
“Assalammua’alaikum, Pak.” Dengan senyum yang ramah, kepala sekolah
menyambut salam dan jabat tangan peneliti,”Wa’alaikumsalam, Buk. Aa kaba kini
ko?” Kemudian peneliti meminta kesediaan beliau untuk berbincang-bincang
sesaat dan beliau merespon dengan positif,”apo nan bisa ambo bagi ka Ibuk.”
Setelah itu dimulailah percakapan seputar kegiatan supervisi akademik beliau.
Percakapan berlangsung dengan santai dan kepala sekolah secara gamblang
mengungkapkan bentuk supervisi akademik yang dijalankan, perhatian dan
harapan beliau terhadap seluruh aspek yang ada di sekolah ini.
Peneliti : Pak, yo sagetek ka manggaduah Apak. Nak baraja banyak dari Apak.
Iko tantang supervisi akademik Apak, namun sabalun tu, ambo dak ingin
tau, apo se sabananyo kegiatan kapalo sikolah ko Pak?
KS : Sarupo nan ibuk caliak, sabananyo karajo kapalo sikolah tu, kan ado
babarapo bagian, dari segi administrasinyo, akademiknyo, dan sosial
misalnyo. Tapi kini tu nan agak sulik wak lakukan yo takaiek jo supervisi
akademik, khususnyo kunjungan kelas. Tapi yang dikatokan supervisi tu
136
kan bukan hanyo masuak kelas. Jadi sacaro umum ambo batangguang
jawab terhadap baa proses pembelajaran awak tu bajalan lanca.
Peneliti : Pak, kiro-kiro baa model supervisi yang cocok untuak sikolah wak kini
nan alah bertaraf internasional ko?
KS : Yang harus wak ingek kini tu adolah kalau wak harus bisa
menghasilkan output yang sasuai jo standar SBI. Artinyo apo? wak harus
mampu menghasilkan manusia Indonesia yang mampu menghadapi
persaingan global yaitu yang mandiri, kritis, ado jiwa enterpreneurship,
mampu manyalasaikan masalahnya sendiri. Inilah outcome yang
diharapkan dari proses pembelajaran melalui metode belajar yang
terbaru. Di sampiang tu salah satu nan dihaarapkan di SBI adolah moving
class dan SKS (penerapan sistem kredit semester).
Peneiti : Dalam pandangan Apak, baa model kawan-kawan maaja kini?
KS : Rata-rata kita masih model lamo, belum lagi memahami konsep
pembelajaran yaitu bagaimana membuat siswa ‘learning to do’,
‘learning to learn’ dan menguasai metode pembelajaran. Wak pernah
temukan guru senior, wak caliak nyo maaja sarupo tu salah tapi
kenyataannyo dapek ditarimo anak. Jadi baa caronyo mangatokan ka
baliau tu kalau itu salah. Tamasuaklah wak keberatan untuak
mangatokannyo karano wak tau kalau urang ko dak nio dikritik. Tapi
yang awak sampaikan secaro umum ka kawan-kawan yang awak caliak
alun ado sambutan yang menggembirakan, serius, berminat sehingga
barubah metodologinyo.
137
Peneliti : Jadi, baa model supervisi nan pas tu kini, Pak?
KS : “Marobah pola bukan maaja guru baa nan batua. Guru dibiasokan untuk
indak diaja dan diagiahtau tapi mengotakan apo kakurangannyo. Salah
satunyo ka ketua KKG. Guru wak banyak jumlahnya jadi dak mungkin
ambo mansupervisinyo ciek-ciek. Di sikolah kito cubo berdayokan
kelompok kerja guru ko. Lagian, Ambo dak pas mansupervisi buk ‘G’
lai, nyo lah tuo, urang tuo nan ka disupervisi, labiah santiang lah nyo lai.
Samantaro guru biaso se dak disupervisi apolai guru nan maaja di kelas
internasional. Sabananyo, amuah se nyo maaja jo bahaso Inggris lah
basyukur wak. Saharusnyo 2 urang wak mansupervisi, idealnyo awak jo
dosen, nyo mancaliak dari segi bahasonyo, awak mancaliak dari
kepentingan sekolah.
Peneliti :Apokah itu berarti Apak dak malakukan supervisi kelas? Karano satau
ambo buk ‘Y’ lah manjadwalkannyo?
KS : “Kalau itu, ambo raso ibuk lah tau jawabannyo. Sabananyo kendala
ambo ma supervisi terkait dengan status sakolah wak nan lah RSBI yo
bahaso. Kini tu amuah se guru-guru maaja jo bahasa Inggris lah basyukur
wak. Di sampiang tu wak juo harus dibekali jo buku-buku yang
berhubungan dengan metodologi yang terbaru, seperti CTL sahinggo
katiko guru-guru batanyo wak dak binguang. Jadi sesuatu tu memang
harus dikarajoan jo urang yang ahli di bidangnyo. Tapi untuak SBI wak
lah baniek tapi alun talaksana lai.”
138
Peneliti : “Dengan kato lain, Apak dak mansupervisi kawan-kawan karano
penggunaan bahaso Inggris yang lah mulai diterapkan di kelas-kelas
SBI?”
KS : “Yo, baitu lah kiro-kiro. Ambo pernah masuak kelas Buk ‘R’, Awak
mangarati apo yang disampaikannyo sagetek- sagetek tapi katiko ado
yang baliau ragukan, wak dak bisa mangatokan yang saharusnyo. Jadi
untuak kini tu wak paralau seseorang untuak mandampingi wak
malakukan itu. Jadi dak bisa dipaksakan karano untuak saat kini tu wak
harus mandatangkan orang-orang karano guru-guru dak tau baa caronyo
maajakannyo dalam bilingual. Dulu wak lah mancubo untuak
mambardayokan guru bahaso Inggris, Pak ‘S’, Ibuk mandampiangi guru
MIPA tapi sewaktu itu dikarajoan, apo yang wak dapek? Apo yang
didapek guru-guru bahaso Inggris dan guru MIPA, salain karajo nan
batambah sahinggo hilang lah motivasi tu. Makonyo, SBI tu dak bisa
gratis.
Peneliti : Apokah Apak kecewa dengan kondisi ko?
KS : Sabananyo masalah supervisi tamasuak di dalamnyo masalah dana,
apolagi untuak SBI makonyo dak bisa SBI tu sikolah gratis. Tapi apo
kato urang dinas, masak supervisi itu dibayar.
Peneliti : Pado dasarnyo untuak memperoleh pendidikan yang baik itu butuh biaya
atau dana. Baa reaksi dewan sewaktu kebijakkan sekolah gratis ko
ditetapkan pemerintah?
139
KS : Alun ado responnyo. Responnyo yo manarimo karano itu untuak
kepentingan masyarakat.
Peneliti : Menurut Apak, urang tuo murid keberatan dak seandainyo kito
mamunguik uang komite?
KS : Urang tuo dak kaberatan, mungkin kalau ado nan kaberatan wak akan
maakali, yang ma, sahinggo mungkin nyo dak harus mambaia.
Refleksi : Kepala sekolah sangat mengerti dan memahami kondisi dan keadaan
sekolah ini sehingga dalam banyak hal, beliau sangat mempertimbangkan
berbagai hal sehingga setiap keputusan yang diambil tidak
mengecewakan banyak pihak. Berdasarkan percakapan tersebut
tergambar sosok KS yang santun, ramah, bersahaja, bertanggung jawab,
toleran, dan apa adanya. Namun dibalik itu semua kepala sekolah sangat
menghargai setiap upaya yang dilakukan guru untuk meningkatkan setiap
kemampuannya untuk menjadi tenaga pendidik yang profesional. Satu
hal lagi yang dapat dicermati dari percakapan tersebut adalah rasa
kecewa kepala sekolah terhadap kebijakkan pemerintah kota yang
menetapkan kebijakkan sekolah gratis.
140
HASIL WAWANCARA
Catatan lapangan 04
Waktu : Senin / 11 Mei 2009, jam 08.15 WIB
Tempat : Ruang majelis guru
Kegiatan : Wawancara dengan Wakil Kepala Sekolah bagian Kurikulum (WK1)
Wawancara dilakukan setelah upacara bendera selesai. Peneliti menemui
(WK1) di ruangnya. Saat itu WK1 sedang membaca atau menulis sesuatu di
mejanya. WK1 telah dan sedang menjabat sebagai Wakil kurikulum selama ± 2
tahun. Beliau merupakan sosok pekerja keras. WK1 merupakan guru pindahan
dari daerah konflik, Ambon, pada tahun 2004. Melihat dedikasi dan kinerja beliau,
maka guru-guru melalui rapat majelis guru memberi kepercayaan kepada beliau
untuk menduduki posisi wakil kepala sekolah bagian kurikulum pada tahun ajaran
pandai manganalisis kurikulum wak harus bisa manentukan ma
materi yang esensial, ma yang indak. Samantaro Ibuk masih baitu-
baitu juo baru. Jadi Ibuk berharap adolah supervisi dari Apak
sahinggo ado marubah ka Ibuk.
Peneliti : Banyak urang yang grogi dan cameh kalau disupervisi pengawas
atau kepala sekolah. Kalau manuruik, Ibuk baa? Apo kiro-kiro
penyebabnyo?
175
G08 : Itu wajar. Penyebabnyo bisa jadi karano salamo ko wak maraso
kalau supervisi tu untuak mancari kejelekkan awak se, semacam
inspeksi, atau memang karano wak dak siap. Kalaupun ibuk
disupervisi Apak, pasti ado juo perasaan grogi, manga Apak, awak
samo awak se lai juo grogi.
Peneliti : Kini saat sekolah ko lah ditetapkan sebagai RSBI, apo harapan
Ibuk terhadap supervisi akademik kepala sekolah?
G08 : Kini tu, dengan status wak nan alah RSBI, harapan ambo, wak
tambah profesional artinyo wak selalu mengembangkan diri. Setiap
guru dak samo, terutamo mendapekkan kesempatan untuak
mengikuti penataran. Mako dari itu, supervisi Apak sangat paralu,
apopun bantuaknyo, kalau seandainyo setiap guru disupervisi
Apak, pasti setiap guru siap. Itu suatu keuntungan sabananyo.
Dengan siapnyo wak, perangkat awak, bahan awak, sahinggo
sawaktu manyampaikan materi, wak dak malenceng kian kamari.
Implikasi : supervisi akademik merupakan kegiatan yang diharapkan dapat
membawa perubahan yang berarti dalam menyikapi perubahan
iklim pendidikan. Kepala sekolah sebagai pucuk pimpinan
diharapkan dapat memberikan perubahan tersebut kepada guru-
guru dalam rangka menuju profesionalitasnya.
176
HASIL WAWANCARA
CL. 15
Hari / tanggal : Sabtu / 20 Juni 2009, jam 11.10
Tempat : Ruang Majelis Guru
Kegiatan : wawancara dengan G06 untuk konfirmasi
Peneliti menemui G06 saat beliau baru keluar dari kelas sehabis mengajar.
Dalam kesempatan singkat tersebut, peneliti ingin mengkonfirmasikan kepada
beliau tentang informasi yang telah diperoleh selama penelitian ini. Peneliti
mengatakan bahwa dalam menjalankan supervisi akademiknya, kepala sekolah
belum lagi maksimal menjalankannya. Selama menjabat sebagai kepala sekolah,
supervisi akademik kepala sekolah lebih bersifat kolaboratif dan bersifat tidak
langsung. Artinya ialah pada prinsipnya supervisi akademik kepala sekolah
berjalan atau dilaksanakan, misalnya terkait dengan supervisi kelas, kepala
sekolah melimpahkan sebagian wewenangnya untuk mensupervisi guru-guru
kepada guru yang beliau tunjuk seperti guru senior atau ketua kelompok kerja
guru (KKG), atau mengetahui kemampuan mengajar guru melalui siswa dan
CCTV. Sementara itu, kita juga harus menyadari bahwa supervisi akademik itu
tidak hanya bersifat kunjungan kelas semata tetapi semua bentuk perhatian dan
komunikasi yang dibangun dan dijalin kepala sekolah dalam rangka
mengembangkan lingkungan yang positif untuk meningkatkan prestasi sekolah
juga merupakan bagian dari supervisi akademik. Itu lah yang selama ini dilakukan
kepala sekolah sehingga guru-guru merasa nyaman dan semangat dalam
menjalankan tugas dan kewajiban mereka.
177
Berdasarkan pertemuan itu, G06 setuju dengan kesimpulan yang peneliti
kemukakan dan beliau berharap semoga hasil penelitian ini bermanfaat dan
memberikan masukan yang baik bagi kita semua.
178
HASIL WAWANCARA
CL. 16
Hari / tanggal : Sabtu/ 23 Juni 2009, jam 11.10
Tempat : Ruang majelis guru
Kegiatan : wawancara dengan G07 untuk konfirmasi ulang
Peneliti : Bisa kito lanjutkan percakapan kapatang ko buk?
G07 : Ado juo lai, Ibuk raso nan kapatang ko lah salasai. Oke lah.
Peneliti : Ado beberapo hal lain nan alun cukuik, sekalian mengkonfirmasikan ka
Ibuk hasil percakapan Ambo dengan Apak dan jo kawan-kawan lain.
Pado dasarnya, Apak ado malakukan supervisi, tapi mungkin awak
salamo ko hanyo menganggap kalau nan supervisi akademik tu adolah
kegiatan Apak masuak kelas sajo, sabananyo kegiatan Apak yang
sifatnya memotivasi, mengamati awak malalui murid atau bakaliliang
sikolah, dan lain-lainnyo adolah bagian dari supervisi akademik Apak.
Setuju kan, buk? Nah kini, yang ingin ambo tanyokan, baa kemampuan
kawan-kawan di mato ibuk?
G07 : cukuik baik, serius dalam manghadapi anak-anak, Cuma
kesejahteraannyo se yang dak sepadan jo karajonyo. Tarutamo guru kelas
tigo, usahonyo untuak mampasiapkan aank-anak ka ujian, patuik wak
acuangan jempol, lai juo ado isi paruiknyo, nyo kaluan sadonyo. Kawan
ko dak baparo-paro ka anak.
Peneliti : Kapatang ko kan tadanga, kawan-kawan banyak yang kuliah S2,
manurut Ibuk baa?
G07 : Rancak malah, karano di sikolah wak ko mamang sadang diharapkan
179
adonyo guru-guru nan S2 sasuai jo persyaratan RSBI. Tapi sayangnyo
kan dek kasibukkan kawan-kawaan ko sagetek banyak bapangaruah ka
anak-anak, guru-guru dak maksimal maaja karano panek mungkin, maaja
iyo, kuliah iyo. kini ko, mungkin prestasi sekolah wak agak manurun,
karano tahun kapatang ko guru-guru banyak nan maambiak S2 akibatnyo
perhatian ka anak-anak agak kurang. Trus, pengawas dak datang, Apak
dak pulo masuak kelas.
Peneliti : Apak tau dak buk kondisi macam tu.
G07 : Tau lah, tapi yo baitu lah Apak.....
Peneliti : Buk, manuruik apak dan babarapo urang kawan mangatokan bahwa
penyebab dari Apak dak malakukan supervisi kelas adolah partamo,
penggunaan bahaso Inggris jo kakurangpahaman Apak tantang metode-
metode pengajaran nan tabaru, trus karano kesibukan, raso sagan, dan
terakhir karano minimnyo dana. Setuju dak ibuk dengan alasan tu
kasadonyo, trus menurut Ibuk, apo usaho nan dilakukan Apak untuak
mangatasi kakurangan baliau?
G07 : Apo yo,...Ibuk raso baliau lai bausaho untuak bisa mangicek jo bahaso
Inggris, tapi latihannyo mungkin kurang acok, pernah Apak ikuik kursus
bahaso Inggris jo kawan-kawan tapi cuma sakalinyo, habis tu Apak dak
ado datang-datang lai. Trus, dulu wakatu Apak ka pai ka New Zealand,
ibuk danga nyo kursus kilat jo si ‘O’, anak murid wak nan alah jadi guru
bahaso Inggris pulo. Trus kalau sibuk, iyo tu, baitu pun jo raso sagan.
Salah satu alasan baa nyo kok dak masuak kelas wak karano nyo sagan
kalau supervisinyo akan mambuek wak batambah sibuk, tarutamo nan
180
tuo-tuo. Kalau tantang dana, antah lah. Tapi sapangatahuan Ibuk, sikolah
wak ko memang dak buliah mamunguik pitih apopun, alias gratis.
Peneliti : Kalau baitu, dapek wak katokan bahwa supervisi akademik Apak
memang dak bajalan maksimal kan buk? Trus, sepengetahuan Ibuk, baa
caronyo Apak mangembangkan semangat wak maaja atau usaho untuak
maningkek an profesionalitas guru-guru?
G07 : yang pasti yo dengan pengertian baliau yang dak banyak manuntuik
karano karajo wak lah banyak, trus maagiah kesempatan ka kawan-
kawan yang ingin manyambuang kuliahnyo baliak. Apak ko dak banyak
kandak, makonyo awak pun jadi sagan.
Peneliti : kalau buliah kito simpulkan mako pola kepemimpinan dan supervisi
Apak macam ko sangaik lah cocok jo kondisi atau keadaan sikolah wak
nan macam ko kini yo, buk? Ciek lai, buk, terakhir, hal-hal apo sajo yang
ibuk kiro bisa manjadikan sikolah wak macam ko?
G07 : faktor yang manjadikan sikolah wak ko besar, diantaronyo, partamo,
input anak, pangaruah anak-anak siak, semakin tinggi Imtaq anak,
semakin gadang pangaruahnyo, batambah sayang Tuhan ka awak.
Kaduo, partisipasi guru yang besar dalam maaja, tanpa beban dan ikhlas.
Bayangkan se lah, biasonyo, guru ado manarimo insentif maaja sore tiok
bulan, ko kini lah tigo bulan bagai alun juo manarimo lai. Jadi motivasi
guru sarupo tu bisa jadi dampak dari Apak, kedamaian untuak bakarajo
hinggo hatiko jadi tabukak. Kebijakan Apak macam tu banyak disukoi
guru-guru karano urang nyaman dak membebani, wak bakarajo samampu
wak, malahan labiah samangat, Apak understand, itu kalabiahannyo.
181
Kaburuakannyo, dek urang biaso maleh nyo akan manjadi maleh
kabetulan urang nan pamaleh tu dak banyak di siko, urang, dak ado bagai
Apak tatap juo baraja. Pai bana lah apak gak sabulan kapatang ko, urang
biaso juo baraja, kesadaran guru lai, tapi kontrol jo disiplin ko agak
kurang. Itu lah makonyo supervisi apak sangaik kito butuahkan.
Demikianlah wawancara singkat dengan G07 untuk menyakinkan dan
mengkonfirmasi ulang tentang informasi-informasi yang telah didapat untuk
mendapatkan informasi yang benar-benar akurat, jauh dari praduga dan unsur
subjektif.
182
HASIL WAWANCARA
CL. 17
Hari / tanggal : Jum’at/ 26 Juni 2009, jam 10.00 WIB
Tempat : Ruang Wakil Kepala Sekolah
Kegiatan : wawancara konfirmasi dengan WK2
Dalam wawancara kali ini, WK2 kembali menekankan tentang bentuk
supervisi akademik kepala sekolah yang beliau ketahui, yang mana pada dasarnya
beliau memahami kebijakan kepala sekolah tidak maksimal menjalankan supervisi
akademiknya. Menurut WK2, untuk kondisi sekolah saat ini kebijakkan tersebut
dianggap cukup mewakili keinginan banyak guru namun dipihak lain WK2 juga
menyadari bahwa kepala sekolah memiliki cara tersendiri dalam melaksanakan
supervisi akademiknya, seperti memberi perhatian terhadap kondisi guru-guru dan
dengan menjalin komunikasi yang baik, dari hati ke hati. Tetapi untuk supervisi
kelas, beliau mengakui kalau kegiatan itu tidak berjalan baik.
Apak nyo punyo alasan tersendiri baa kok baliau dak malakukan supervisi kelas. Ambo mangarati baa Apak kok baitu. Nyo sadar bana kalau nyo dak bisa manganggiah labiah ka guru-guru samantaro karajo guru ko sangaik lah banyak kini. Saharusnyo dengan status wak nan alah RSBI ko, guru-guru ado tambahan kesejahteraan tapi kenyataannyo sakolah dak punyo anggaran untuak itu. Itu alasan nan partamo. Kaduo, Apak tau kala u kondisi guru-guru wak lai baik. Sabalun nyo masuak di sakolah ko prestasi wak lah rancak juo jadi mungkin menurut baliau, dak lo pas nyo terlalu strik bana jo guru-guru. Selama menjalankan tugasnya mendampingi kepala sekolah, WK2
memiliki penilaian yang positif terhadap kepala sekolah. Beliau setuju dan
memahami kebijakkan kepala sekolah karena sejauh ini semuanya sudah berjalan
baik, “dak mungkin sekolah wak ditetapkan RSBI kalau segalo sesuatunyo dak
bagus di dalam”. Dalam banyak hal, kepala sekolah sering berembuk dengan
183
wakil-wakilnya sebelum mengambil keputusan.”dak mudah bagi Apak dalam
manjalankan sikolah ko. Tuntutan tinggi tapi dukungan kurang”. Tidaklah mudah
bagi kepala sekolah untuk bersikap dan berbuat dalam kondisi seperti ini. Oleh
karena itu tindakan kepala sekolah selama ini dianggap tepat dan dapat diterima
baik oleh WK2 khususnya. Dari percakapan dengan WK2 saat itu juga diperoleh
kesan adanya kekecewaan yang terpendam dalam diri WK2 terhadap kondisi
sekolah saat ini, terutama masalah keuangan. Untuk SMA Negeri 1 Padang
Panjang yang sudah RSBI, ketetapan pemerintah kota yang tidak membolehkan
pihak sekolah untuk memungut uang komite dari masyarakat atau orang tua
murid, dengan kata lain sekolah gratis menjadikan pihak sekolah kesulitan dalam
mengelola berbagai kegiatan atau program yang telah dirancang sebelumnya.
Keadaan ko marupakan akibat dari kebijakan politik Pak Walikota yang menggratiskan biaya sekolah di Padang Panjang ko, padohal dalam ketentuannya sekolah internasional dibuliahkan untuak mamunguik uang komite karano sikolah wak ko punyo program-program khusus. Gunonyo untuak mamacu perkembangan sikolah ko manuju sikolah internasional seperti nan diarokan. Samantaro anggaran rutin sakolah nan kito tarimo dari Pemda samo jo SMAN 2, sikolah biaso. Akibaiknyo ado program-program sikolah ko nan dak talaksana dengan baik.
Dari ungkapan di atas, tergambar kondisi yang sangat sulit dari pihak sekolah
untuk melaksanakan program sekolah yang menghendaki dana dan anggaran yang
cukup besar sementara dukungan dari pihak pemerintah daerah dirasa tidak
maksimal.
184
HASIL WAWANCARA
CL. 18
Hari / tanggal : Senin/ 18 Juli 2009, jam 10.00 WIB
Tempat : via telephon
Kegiatan : konfirmasi dengan G9 (kordinator RSBI)
Percakapan dengan G9 berlangsung melalui telephon karena yang
bersangkutan sedang sakit tetapi beliau bersedia untuk diwawancarai saat itu. Jadi
tanpa bermaksud menunggu lama maka wawancara diadakan saat itu. G9 ditunjuk
kepala sekolah sebagai kordinator Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI)
sejak sekolah ini ditetapkan sebagai RSBI pada tahun 2007.
Adapun tujuan dari wawancara ini adalah untuk mengkonfirmasikan
kepada beliau tentang pernyataan kepala sekolah masalah tidak adanya anggaran
yang ditetapkan dalam program SBI untuk pelaksanaan supervisi akademik kepala
sekolah. Berdasarkan keterangan G9 diperoleh informasi,”anggaran SBI, ada 9
komponen yang sudah ditentukan, diantaranya PBM, pembinaan guru, sarana,
kesiswaan, penyusunan KTSP, dll., tapi tidak termasuk di dalamnya untuk
‘ongkos’. Jadi untuk pelaksanaan supervisi akademik kepala sekolah tidak ada
anggarannya dalam anggaran RSBI”.
Sewaktu peneliti mengemukakan pendapat dari beberapa guru tentang
pelaksanaan supervisi akademik kepala sekolah yang tidak maksimal, khususnya
supervisi kelas, beliau tidak membantahnya dan menyadari bahwa kenyataannya
memang demikian. Dari G9 juga diperoleh infomasi bahwa dalam pelaporan
pelaksanaan RSBI ini, juga dilampirkan kegiatan supervisi akademik kepala
sekolah tapi dulu, di awal berdirinya RSBI ini, tapi untuk saat ini hanya sekedar
185
formalitas saja karena jadwalnya ada tapi pelaksanaanya tidak berjalan baik.
Begitupun ketika peneliti tanyakan beberapa alasan yang menjadi kendala kepala
sekolah dalam menjalankan supervisi akademiknya, salah satunya adalah karena
kesibukan, “satau ambo Apak punyo jadwal yang padek, apolai sajak sikolah wak
ko RSBI. Sabanta-sabanta lah diimbau dek urang dinas, ka balaikota, ka Padang
atau Jakarta.”
186
HASIL WAWANCARA
CL. 19
Hari/ Tanggal : Jumat/ 26 Juni 2009, jam 10.30 WIB
Tempat : Ruang Kepala Sekolah
Kegiatan : Wawancara konfirmasi dengan Kepala Sekolah
Wawancara kali ini berlangsung di ruangan kepala sekolah pada waktu
beliau sedang berada di ruangan tersebut. Wawancara pada kesempatan ini
bertujuan untuk mengkonfirmasikan kesimpulan sesaat hasil penelitian yang telah
berlangsung selama lebih kurang 5 bulan. Dalam kesempatan ini, peneliti ingin
menegaskan kembali bahwa supervisi kepala sekolah berjalan dengan tidak
maksimal. Artinya untuk supervisi akademik, kepala sekolah mengambil
kebijakkan yang bersifat kolaboratif. Maksudnya, untuk menjalankan supervisi
kelas, kepala sekolah melimpahkan wewenang ini kepada guru-guru yang beliau
tunjuk dan dipercayai telah mampu untuk menjalankan tugas ini, seperti guru-guru
senior atau ketua KKG.
Untuk menjadi yakin dengan kesimpulan saat ini, peneliti kembali
mempertanyakan hal-hal yang menjadi fokus penelitian ini. Adapun jawaban dari
kepala sekolah tetap sama dengan jawaban yang beliau berikan pada awal
diwawancarai. Di sini, kepala sekolah kembali menekankan bahwa untuk
statusnya yang SBI, supervisi akademik sangat dibutuhkan,
Untuak SBI, supervisi tu memang dak bisa dibiakan baitu sajo, tamasuak proses belajar mengajar, kok indak nyo akan salah, salah maksud. Tapi perlu didampingi untuak bahasa dan metodologinyo, metodologinyo untuak menghasilkan output yang diharapkan SBI (untuk statusnya yang SBI, supervisi akademik sangat diperlukan dan tidak bisa dibiarkan begitu saja, kalau tidak maka akan jadi salah maksudnya. Tapi untuk saat ini, supervisi akademik kepala sekolah perlu didampingi oleh seseorang yang
187
ahli di bidang bahasa dan metodologi karena ini terkait dengan tujuan yang ingin dicapai, output SBI). Di akhir wawancara, kepala juga mengharapkan adanya upaya dari guru-
guru yang telah mengikuti pelatihan atau penataran untuk dapat menjadi lebih
berkembang. Dengan kata lain mereka yang sudah hebat perlu lagi diupayakan
untuk menjadi hebat dan lebih kreatif. Untuk itu beliau selalu berusaha untuk
meningkatkan kemampuan guru melalui pemberdayaan KKG, penataran atau
workshop, kursus bahasa Inggris dan komputer, serta memberikan akses yang
seluas-luasnya kepada guru yang ingin untuk kuliah lagi.
188
PHOTO-PHOTO PENELITIAN
Halaman depan SMA Negeri 1 Padang Panjang
Halaman depan SMA Negeri 1 Padang Panjang
189
Ruang Kepala Sekolah
Ruang Kepala Sekolah
190
Struktur Organisasi Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Padang Panjang di Ruang Tata Usaha