Modul Terapi Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi Sub Modul Terapi Teknik Neurofasilitasi
Modul Terapi Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi
Sub Modul Terapi Teknik Neurofasilitasi
Kolegium Ilmu Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi Indonesia
Sub Modul Terapi Teknik Neurofasilitasi
I. Waktu
Mengembangkan Kompetensi WaktuSesi tutorial dalam kelasSesi diskusi kasus dalam kelompok Sesi penerapan dalam kasus Pencapaian kompetensi
5 x 60 menit5 x 60 menit 2 x 240 menit1 minggu
II. Tujuan Pembelajaran
A. Tujuan Umum
Agar peserta didik mengetahui dan memahami dasar teknik neurofasilitasi pada pasien yang memerlukan.
B. Tujuan Khusus
Pada akhir pembelajaran modul peserta didik harus mengetahui dan memahami fisiologi dan potofisiologi sensorimotor, motor control, dasar teknik neurofasilitasi Neuro Developmental Technique, Proprioceptive Neuromuscular Facilitation, teknik Brunnstrom dan Rood, mengerti pemilihan teknik yang sesuai dengan kondisi pasien.
III. Kompetensi
A. Kompetensi Kognitif
1. Memahami fisiologi dan patofisiologi sensorimotor2. Memahami motor kontrol dan perkembangan reflek postural3. Memahami prinsip dasar berbagai tehnik neurofasilitasi 4. Memahami kondisi/penyakit yang memerlukan terapi neurofasilitasi 5. Memahami dasar pemilihan teknik neurofasilitasi yang sesuai untuk
pasien
B. Kompetensi Ketrampilan
1. Mampu melakukan asesmen untuk menentukan kondisi/penyakit yang memerlukan terapi neurofasilitasi
2. Mampu memilih teknik neurofasilitasi yang sesuai untuk pasien 3. Mampu melakukan evaluasi dan tindak lanjut
2
4. Mampu mengenali hambatan dan kesulitan selama terapi dan tatalaksana selanjutnya
IV. Metoda dan Strategi Pembelajaran
A. Metoda 1. Kuliah interaktif2. Curah pendapat dan diskusi3. Bedside teaching 4. Pendampingan (coaching)
B. StrategiTujuan 1. Mampu melakukan asesmen untuk menentukan kondisi/penyakit yang memerlukan terapi neurofasilitasi.Wajib diketahui:
o Patofisiologi berbagai penyakit yang menyebabkan gangguan pada motor kontrol (metoda 1,3)
o Perkembangan atau proses perjalanan penyakit dengan gangguan pada motor kontrol (metoda 1,2,3)
o Pemeriksaan khusus setiap penyakit/kondisi dengan gangguan pada motor kontrol (metode 1,2,3,4)
Tujuan2. Mampu memilih teknik neurofasilitasi yang sesuai untuk pasien Wajib diketahui:
o Prinsip motor control (metode 1,2)o Prinsip dasar berbagai tehnik neurofasilitasi (metode 1,2)o Tujuan masing-masing tehnik neurofasilitasi (metoda 1,2)o Indikasi yang tepat pada masing-masing kondisi atau penyakit
(metoda 1,2,3,4)
Tujuan 3. Mampu melakukan evaluasi dan tindak lanjutWajib diketahui:
o Perkembangan atau proses perjalanan penyakit dengan gangguan pada motor kontrol (metoda 1,2,3)
o Hasil setiap tehnik neurofasilitasi yang diharapkan (metoda 1,2)
Tujuan 4. Mampu mengenali hambatan dan kesulitan selama terapi dan tatalaksana selanjutnyaWajib diketahui:
o Kesulitan dari berbagai tehnik neurofasilitasi (metoda 1,2)o Hambatan terapi dari segi penyakit/kondisi medis, pasien,
terapis, keluarga dan lingkungan (metoda 1,2)
3
o Tatalaksana untuk mengatasi kesulitan dan hambatan, yang dapat diantisipasi (metoda 1,2,3,4)
V. Persiapan Sesi
Bahan dan peralatan yang diperlukan:o Materi modul: Teknik Neurofasilitasi o Materi presentasi: Power Pointo Contoh kasuso Daftar tilik kompetensi
VI. Referensi Buku Wajib
Buku wajib yang perlu dibaca:o Brandstater ME, Basmajian JV (eds). Stroke Rehabilitation. o Cameron MH, Monroe LG (eds). Physical Rehabilitation,
Evidence-Based Examination, Evaluation and Intervention. o Bobath Berta. Adult Hemiplegiao Adler SS, Bercker D. PNF in Practice. o Brunnstrom
VII. Gambaran Umum
Teknik Neurofasilitasi bertujuan untuk menstimulasi dan meningkatkan kemampuan sensomotorik pasien. Seringkali pasien stroke datang ke rehabilitasi medik dengan kondisi spastisitas yang berat dan pola sinergik yang khas disertai dengan deformitas sendi. Penanganan pasien yang sedini mungkin dengan teknik neurofasilitasi dapat menghindari komplikasi yang mungkin terjadi.
Beberapa teknik neurofasilitasi yang perlu diketahui adalah Neuro Developmental Technique (NDT), Proprioceptive Neuromuscular Facilitation (PNF), teknik Brunnstrom dan Rood. Agar lebih mudah memahami teknik neurofasilitasi, diperlukan pengetahuan motor control, fisiologi dan patofisiologi sensomotorik serta perkembangan reflek postural.Dari teknik neurofasilitasi yang ada, yang paling sering dan banyak digunakan adalah NDT. Pada kondisi otot hipotonia, dapat digunakan keempat teknik neurofasilitasi, sedangkan pada kondisi hipertonia, teknik NDT dan Rood yang dapat diaplikasikan.
VIII. Contoh kasus
Seorang pria Tn. Hari, 65 tahun datang dengan kelemahan anggota gerak sisi kanan akibat stroke iskemik 3 bulan yang lalu. CT scan tampak infark di basal ganglia dan kapsula interna kiri. Komunikasi lancar, kognitif baik, gangguan menelan tidak ada. Paresis VII kanan sentral. Hemihipestesi sisi kanan. Spastisitas AS 2 pada lengan. AS 1
4
pada tungkai. Saat pasien menggerakkan tangan kanan ke arah mulut, tampak pola fleksor sinergi. Sudah tampak fungsi genggam dan release tangan kanan walaupun lemah. Pasien berjalan sambil dituntun satu orang dan dengan tongkat di tangan kiri. Pola ekstensor sinergi saat berjalan dengan gait sirkumduksi, hip hiking, tanpa heelstrike. Balans berdiri dan berjalan belum adekuat.
IX. Rangkuman kasus
A. Bahan diskusi:o Apa diagnosis fungsional pasien ini?o Apakah prognosis fungsional pasien ini?o Apa yang menjadi masalah Tn. Hari?o Bagaimana pemilihan neurofasilitasi pada pasien ini? o Komplikasi apa yang mungkin timbul dan perlu diantisipasi?
B. Penuntun diskusi kasus:o Stroke Non Hemorrhagik fase subakut. Gangguan pada:
Fungsi AKS: spastisitas fleksor, kelemahan dan koordinasi gerak
Fungsi ambulasi jalan: spastisitas ekstensor, kelemahan dan koordinasi gerak
o Prognosis fungsional mandiri dalam ambulasi jalan dengan alat bantu (tripod), AKS sebatas pada perawatan diri dengan menggunakan tangan kiri. Aktivitas lain terutama yang memerlukan kedua tangan dibantu.
o Masalah yang dihadapi oleh Tn. Hari: Stabilitas jalan terganggu akibat dominasi ekstensor sinergi Fungsi tangan kanan terganggu akibat dominasi fleksor
sinergi Adanya gangguan sensoris
o Neurofasilitasi yang diperlukan: NDT untuk menfasilitasi pola gerak normal PNF untuk meningkatkan elongasi otot a dan antagonis Kedua tehnik diintegrasikan dalam terapi fungsional
o 3 bulan pasca stroke kemungkinan telah terjadi kondisi yang menghambat tehnik neurofasilitasi, seperti:
kekakuan dan terbentuknya fibrosis sendi pemendekan otot-otot tertentu nyeri odema dan gangguan sirkulasi trauma psikis penderita untuk bergerak spastisitas
o Antisiapsi dan terapi yang diperlukan: Analgetika atau elektroterapi untuk mengurangi nyeri Stretching, masase dan manipulasi Konsultasi psikolog
5
X. Evaluasi
Kognitif Pre dan post-test dalam bentuk lisan, essay dan atau MCQ Self Assessment dan Peer Assisted Evaluation Curah Pendapat dan Diskusi
Contoh Soal
Perbedaan teknik NDT dengan teknik Brunnstrom adalah :A. Teknik NDT memfasilitasi reaksi asosiasiB. Teknik NDT menstimulasi gerak abnormalC. Teknik NDT menginhibisi reaksi asosiasiD. Teknik NDT merangsang gerak sinergik
Jawaban : C
Psikomotor Self Assessment dan Peer Assisted Learning Peer Assisted Evaluation (berbasis nilai 0, 1 dan 2) Penilaian Kompetensi (berbasis nilai memuaskan, perlu perbaikan
dan tidak memuaskan) Kesempatan untuk perbaikan (Task-based Medical Education) Kognitif dan Psikomotor OSCE
XI. Instrumen Penilaian
Instrumen pengukuran kompetensi kognitif & psikomotor1. Observasi selama proses pembelajaran2. Log book3. Hasil penilaian peragaan ketrampilan4. Pre-test modul5. Post-test modul6. Penilaian kinerja pengetahuan dan ketrampilan (ujian akhir
semester)7. Ujian Akhir Profesi
XII. Penuntun Belajar
Penuntun Belajar Skor
1. Penyapaan pada pasien 0 1 2 32. Anamnesis mengenai:
a. Riwayat penyakit sekarangb. Riwayat penyakit dahuluc. Kemampuan fungsional sebelum sakitd. Riwayat psikososiale. Riwayat pekerjaan
6
3. Pemeriksaan fisik umum:a. Vital signb. Fungsi kardiorespirasic. Status gizid. Penglihatan dan pendengaran
4. Pemeriksaan fisik dasar KFR:a. Lingkup gerak sendib. Tonus dan kekuatan ototc. Sensoris (extero- dan proprioseptif)d. Pemeriksaan pola gerak sinergise. Refleks fisiologisf. Refleks patologisg. Spastisitash. Fungsi koordinasii. Fungsi saraf kranialj. Fungsi kortikal luhur (MMSE)k. Fungsi emosi dan psikologis
5. Pemeriksaan fungsional khusus KFRa. Penilaian postur b. Keseimbangan statik dan dinamik c. Pola jaland. Fungsi tangan (prehension)e. Aktivitas fungsional dasar
6. Menetapkan diagnosis fungsional dan prioritas
masalah fungsional7. Menetapkan prognosis fungsional dan tujuan
penanganan rehabilitasi8. Menetapkan intervensi rehabilitasi, metoda
terapi neurofasilitasi yang tepat termasuk alat bantu atau ortosis yang dibutuhkan
9. Menyusun rencana dan melaksanakan tahapan penanganan bersama tim rehabilitasi
10. Melakukan informasi dan edukasi kepada pasien
a. Mengenai penyakit dan dampaknyab. Proses pemulihan dan prognosisc. Intervensi KFR dan tehnik
neurofasilitasi yang akan dilakukand. Hasil terapi yang diharapkane. Program rumah
11. Evaluasi hasil terapi: a. Perkembangan gerak fungsionalb. Aktivitas sehari-hari
dan melanjutkan atau melakukan perubahan terapi sesuai dengan hasil evaluasi
12 Mengenali masalah dan penyulit yang ada dan
7
melakukan penanganan sesuai dengan kemampuan
serta fasilitas yang tersedia, dan atau melakukan
rujukan apabila diperlukan.
Jumlah skor
Keterangan:
0 : Tidak diamati (TD)1 : Dikerjakan semua tapi tidak benar, atau tidak berurutan, atau tidak dikerjakan 2 : Dikerjakan, dengan bantuan 3 : Dikerjakan semua dengan lengkap dan benar
Skor Maksimal : 36Skor akhir : Jumlah skor
XIII. Daftar Tilik
Daftar tilikKompetensiYa Tidak
1. Penyapaan pada pasien TD2. Melakukan anamnesis yang terarah3. Pemeriksaan fisik umum TD4. Melakukan pemeriksaan fisik dasar KFR TD5. Pemeriksaan fungsional khusus KFR 6. Menetapkan diagnosis fungsional dan prioritas
masalah fungsional7. Menetapkan prognosis fungsional dan tujuan
penanganan rehabilitasi8. Menetapkan intervensi rehabilitasi, metoda
terapi neurofasilitasi yang tepat termasuk alat bantu atau ortosis yang dibutuhkan
9. Menyusun rencana dan melaksanakan tahapan penanganan bersama tim rehabilitasi
10.
Melakukan informasi dan edukasi kepada pasien
11.
Evaluasi hasil terapi dan melanjutkan atau melakukan perubahan terapi sesuai dengan hasil evaluasi
12.
Mengenali masalah dan penyulit yang ada danmelakukan penanganan sesuai dengan
kemampuanserta fasilitas yang tersedia, dan atau
melakukan rujukan apabila diperlukan.
8
Keterangan:TD: Tidak diamatiCentang pada kolom yang relevanHasil : semua kolom harus tercentang kompeten, bila tidak Peserta didik harus mengulang.
XIV. Materi Baku
TEKNIK NEUROFASILITASI
Teknik Neurofasilitasi bertujuan untuk menstimulasi dan meningkatkan kemampuan sensomotorik pasien, terutama pasien dengan gangguan neuromuskuler seperti stroke. Tidak hanya kasus neuromuskuler, teknik neurofasilitasi NDT telah banyak diterapkan pada pasien anak dengan cerebral palsy, sedangkan PNF pada kasus muskuloskleletal. Fisioterapi dan okupasi terapi menggunakan teknik ini pada pasien dalam menangani masalah postural, mobilitas dan aktivitas sehari-hari. Penanganan pasien yang sedini mungkin dengan teknik neurofasilitasi dapat menghindari komplikasi yang mungkin terjadi.
Beberapa teknik neurofasilitasi yang perlu diketahui adalah Neuro Developmental Technique (NDT), Proprioceptive Neuromuscular Facilitation (PNF), teknik Brunnstrom dan Rood. Agar lebih mudah memahami teknik neurofasilitasi, diperlukan pengetahuan motor control, fisiologi dan patofisiologi sensomotorik serta perkembangan reflek postural.
NEURODEVELOPMENTAL TREATMENT (NDT)
Neuro Developmental Technique (NDT) diperkenalkan oleh Berta Bobath dan Karel Bobath tahun 1940. NDT pertama kali diterapkan pada anak dengan cerebral palsy, kemudian NDT atau disebut juga Bobath approach sering dipakai dalam terapi hemiplegia dewasa.
Prinsip NDT adalah menginhibisi spastisitas, meningkatkan tonus pada kondisi flasid atau kelemahan, menginhibisi dan disosiasi pola gerak keseluruhan, menghindari associated reaction (reaksi asosiasi) dan pola abnormal, memberikan stimulasi dan fasilitasi kontrol postural dan meningkatkan kesiagaan pasien sendiri untuk mengatasi spastisitasnya.
Diperlukan penilaian terhadap tonus postural pasien, perubahan tonus dalam berbagai posisi dan gerakan, penilaian kualitas pola gerak dan postural serta kemampuan fungsional pasien. Berdasarkan penilaian tersebut, tujuan terapi disusun : Apakah untuk mengurangi, menambah atau menstabilkan tonus
postural
9
Pola postural atau reaksi gerak mana yang perlu diinhibisi atau difasilitasi
Keahlian fungsional apa pada pasien yang perlu disiapkan, dengan metode dan cara yang bagaimana
Teknik
Untuk menginhibisi spastis dan pola postural abnormal, digunakan RIP (Reflex Inhibitory Pattern) yaitu gerakan protraksi shoulder, abduksi (eksternal rotasi shoulder), ekstensi elbow, ekstensi wrist dan jari-iari tangan dengan abduksi ibu jari. Keypoints of control ada 2 yaitu proksimal (shoulder, hip dan trunk) dan distal (tangan atau kaki). Dengan mengontrol dari proksimal atau distal, terapis dapat mengubah tonus otot. Teknik lain adalah push and pull, placing and holding, dan tapping.
Aplikasi teknik :1. Pada kondisi spastik. Inhibisi dan fasilitasi harus diberikan secara
simultan atau alternatif. Setelah spastisitas dapat diatasi, gerak volunter pasien dapat ditingkatkan.
2. Pada kondisi flasid. Teknik stimulasi khusus perlu diberikan untuk meningkatkan tonus otot. Aktivitas volunter pasien dapat ditingkatkan, tetapi inhibisi harus dilakukan bila spastisitas timbul sebelum otot cukup kuat.
3. Untuk pasien keseluruhan. Penting bagi pasien untuk melakukan reedukasi sensori motor. Pasien harus diajarkan untuk menyadari pengalaman sensori yang baru, yang lebih normal sehingga dapat mengontrol gerakan secara aktif. Kontrol inhibisi harus dikuasai pasien secara gradual dan sistimatis diiringi berkurangnya kontrol dari terapis.
10
11
PROPRIOCEPTIVE NEUROMUSCULAR FACILITATION (PNF)
Proprioceptive Neuromuscular Facilitation diperkenalkan pertama kali oleh Dr. Herman Kabat, dokter dan neurofisiologis, tahun 1940. Kemudian Margaret Knott dan Dorothy Voss, fisioterapi, turut mengembangkan PNF untuk terapi kasus neurologik dan ortopedik dengan prinsip terapi berdasar neurofisiologi, motor learning dan motor behavior, yaitu :1. Semua orang memiliki potensi yang belum seluruhnya berkembang2. Proses perkembangan motorik normal dari arah servikokaudal dan
proksimodistal3. Perilaku motorik awal didominasi aktivitas reflek. Perilaku motorik
matur didasari oleh reflek postural.4. Perilaku motorik awal memiliki ciri gerakan spontanitas dengan
fluktuasi fleksi dan ekstensi yang ekstrim, ritmik dan bertolak belakang.
5. Berkembangnya perilaku motorik sesuai dengan urutan pola keseluruhan gerakan dan postur.
6. Perilaki motorik timbul seperti siklus yang berubah-ubah antara dominasi fleksor dan ekstensor.
7. Perkembangan motorik normal sesuai urutan tetapi tidak setahap demi setahap, melainkan tumpang tindih.
8. Lokomosi tergantung pada kontraksi bergantian fleksor dan ekstensor, dan mempertahankan postur membutuhkan perbaikan keseimbangan yang berkelanjutan. Antagonis dari gerakan, reflek, otot dan gerak sendi berinteraksi penting dalam pergerakan atau postur.
9. Kemajuan dalam kemampuan motorik tergantung dari motor learning.
10. Frekuensi stimulasi dan repetisi gerakan digunakan untuk melatih dan mempertahankan motor learning, serta memperbaiki kekuatan dan ketahanan.
11. Tujuan aktivitas yang terarah bersama teknik fasilitasi digunakan untuk menguatkan pembelajaran pola-pola keseluruhan berjalan dan aktivitas sehari-hari.
Pola diagonalPola diagonal yang digunakan pada PNF adalah pola keseluruhan gerak dari aktivitas fungsional pada umumnya. A. Pola Unilateral 1. UE (upper extremity) D1 flexion (antagonist of D1 extension) :
scapula elevasi, abduksi dan rotasi; bahu fleksi, adduksi dan eksternal rotasi; siku fleksi atau ekstensi; supinasi; fleksi pergelangan tangan ke sisi radial, jari-jari fleksi dan adduksi, ibujari adduksi.
2. UE D1 extension (antagonist of D1 flexion): scapula depresi, adduksi dan rotasi; bahu ekstensi, abduksi dan internal rotasi; siku
12
fleksi atau ekstensi; pronasi; ektensi pergelangan tangan ke sisi ulnar, jari-jari ekstensi dan abduksi, ibujari abduksi.
3. UE D2 flexion (antagonist of D2 extension) : scapula elevasi, adduksi dan rotasi; bahu fleksi, abduksi dan eksternal rotasi; siku fleksi atau ekstensi; supinasi; ekstensi pergelangan tangan ke sisi radial, jari-jari ekstensi dan abduksi, ibujari abduksi.
4. UE D2 extension (antagonist of D2 flexion) : scapula depresi, abduksi dan rotasi; bahu ekstensi, adduksi dan internal rotasi; siku fleksi atau ekstensi; pronasi; fleksi pergelangan tangan ke sisi ulnar, jari-jari fleksi dan adduksi, ibujari oposisi.
5. LE D1 flexion (antagonist of D1 extension) : hip fleksi, adduksi dan eksternal rotasi, lutut fleksi atau ekstensi, pergelangan kaki dorsofleksi dengan inversi kaki dan jari-jari ekstensi.
6. LE D1 extension (antagonist of D1 flexion) : hip ekstensi, abduksi dan internal rotasi, lutut fleksi atau ekstensi, pergelangan kaki plantarfleksi dengan inversi kaki dan jari-jari fleksi.
7. LE D2 flexion (antagonist of D2 extension) : hip fleksi, abduksi dan internal rotasi, lutut fleksi atau ekstensi, pergelangan kaki dorsofleksi dengan eversi kaki dan jari-jari ekstensi.
8. LE D2 extension (antagonist of D2 flexion) : hip ekstensi, adduksi dan eksternal rotasi, lutut fleksi atau ekstensi, pergelangan kaki plantarfleksi dengan inversi kaki dan jari-jari fleksi.
B. Pola Bilateral1. Pola simetrik2. Pola asimetrik3. Pola resiprokal
C. Kombinasi gerak UE dan LE1. Pola ipsilateral2. Pola kontralateral3. Pola diagonal resiprokal
13
14
Metode
Beberapa metodenya antara lain manual contact, stretch, maximal resistance, stimulasi sendi. Teknik PNF antara lain rhytmic stabilization, slow reversal, rhythmic initiation, pivot. Repeated contraction, hold-relax dan contract relax.
TEKNIK BRUNNSTROM
Signe Brunnstrom fisioterapi dari Swedia tahun 1970 memperkenalkan terapi gerak (movement therapy) untuk penderita hemiplegia pasca stroke.
Brunnstrom meyakini konsep bahwa kerusakan sistim saraf pusat mengakibatkan evolusi regresi terhadap pola gerakan yang lebih tua secara filogenetik. Hal sini termasuk sinergi anggota gerak, pola fleksi dan ekstensi mengikuti pola primitif medula spinalis dan reflek-reflek primitif. Misalnya tonic neck reflexes (TNR), tonic lumbar reflex, dan tonic labyrinthine reflexes (TLR). Berbeda dengan Bobath yang menganggap gerak postural abnormal harus diinhibisi, Brunnstrom menganggap gerak sinergi, reflek dan pola gerak abnormal sebagai bagian normal dari proses yang harus dijalani pasien sebelum gerak volunter timbul.
Prinsip terapi gerak menurut Brunnstrom adalah memfasilitasi gerakan berdasar tahap pemulihan motorik pasca stroke.
Tabel Pemulihan motorik menurut Brunnstrom
15
Teknik terapi
Pada stadium 1-2 diupayakan meningkatkan tonus otot dan pola sinergi dengan berbagai fasilitasi, misal menimbulkan reaksi asosiasi dan reflek tonik. Ketika pasien masuk stadium 3-4 dimana pola sinergis atau komponennya serta gerak volunter mulai timbul, diberikan fasilitasi resistansi pada gerak volunter, perintah verbal, tapping dan stimulasi kutaneus dengan tujuan tercapainya pola sinergi. Pada stadium 5-6 tujuan terapi menghilangkan pola sinergi dan meningkatkan pola gerakan kompleks.
TEKNIK ROOD
Margaret Rood mengembangkan tekniknya sejak tahun 1940. Perilaku motorik dipengaruhi interaksi faktor somatik, otonom dan psikis. Dengan mempengaruhi proprioseptif, ekstero dan interoreseptor, Rood mencoba memfasilitasi atau menghambat gerakan.
Menurut Rood, sistim somatik dan otonom pada susunan saraf pusat dapat dibagi menjadi 2 bagian : (a) Mobilitas, ditandai dengan respon cepat individu untuk melindungi diri dan menjauhi stimulus, (b) Stabilitas, ditandai dengan meningkatnya kontrol motorik, mencegah gerak berlebihan.
Perkembangan sensorimotor menurut Rood.Fungsi Vital. Yang dimaksud adalah fungsi yang berkaitan dengan makan minum, bernapas dan berbicara. Ada 7 tahap perkembangan yaitu : inspirasi, ekspirasi, reflek sucking, menelan, fonasi, mengunyah, dan artikulasi bicara. Tahap-tahap ini dapat di stimulasi secara terpisah sesuai ontogenetic motor pattern bersamaan dengan fasilitasi fungsi skeletal.
16
Fungsi Skeletal. Aktivitas gerak leher, badan dan ekstremitas dibagi menjadi 4 level:
Level 1. Perkembangan mobilitas fungsionalLevel 2. Perkembangan stabilitasLevel 3. Perkembangan mobilitas dan stabilitas dengan weight bearingLevel 4. Perkembangan kemahiran bergerak
Teknik fasilitasi yang digunakan :o Fasilitasi kutaneus : Light moving touch, fast brushing, icingo Fasilitasi proprioseptif : Heavy joint compression, stretch,
resistance, tapping, stimulasi vestibular, inversi, vibrasi, osteopressure.
17
18
Dari teknik neurofasilitasi yang ada, yang paling sering dan banyak digunakan adalah NDT. Pada kondisi otot hipotonia, dapat digunakan keempat teknik neurofasilitasi, sedangkan pada kondisi hipertonia, teknik NDT dan Rood yang dapat diaplikasikan. Dengan pendekatan teknik neurofasilitasi yang tepat dan sedini mungkin, kondisi performa dan kemampuan fungsional pasien dapat dioptimalkan.
XV. Daftar Pustaka
1. Dewald JPA. Sensorimotor Neurophysiology and the Basis of Neurofacilitation Therapeutic Techniques. In Brandstater ME, Basmajian JV (eds). Stroke Rehabilitation. USA, Williams & Wilkins, 1987; 109-182.
2. Dutton L. Adult Nonprogressive Central Nervous System Disorders. In Cameron MH, Monroe LG (eds). Physical Rehabilitation, Evidence-Based Examination, Evaluation and Intervention. Canada, Saunders Elsevier, 2007; 413-31
3. Bobath Berta. Adult Hemiplegia 3rd ed. Great Britain, Butterworth-Heinemann Ltd, 1990.
4. Pedretti LW. Occupational Therapy Practice Skills for Physical Dysfunction 4th ed. St. Louis, Missouri, Mosby-Year Book, Inc, 1996: 351-454.
5. Adler SS, Bercker D. PNF in Practice. Germany, Springer-Verlag Berlin Heidelberg, 2000.
XVI. Presentasi: Power Point
Handout Presentasi:Presentasi Power Point: Teknik Neurofasilitasi
XVII.Model:
Demonstrasi teknik neurofasilitasi terhadap pasien dengan kasus neuromuskuler:
o NDTo Brunnstromo PNFo Rood
19
20