Top Banner
xii STUDY ON COMMUNITY EMPOWERMENT WITH STRUCTURAL EQUATION MODEL APPROACH AROUND PALIYAN WILDLIFE RESERVE Eko Pranoto 1 , Djoko Marsono 2 , Sahid Susanto 23 ABSTRACT The high dependence of local communities on Paliyan Wildlife Reserve is a major problem in the management area. The objective of this study is: (1) determine and analyze the factors that affect the level of empowerment of peasent land in Paliyan Wildlife Reserve, (2) determine and analyze the factors that affect the level of participation of peasent land in Paliyan Wildlife Reserve, ( 3 ) to formulate an effective strategy efforts to increase the empowerment and participation of peasent land community development programs around the Paliyan Wildlife Reserve. Sites is the Paliyan Wildlife Reserve and surrounding villages namely Karangduwet, Karangasem, Jetis and Kepek Gunung Kidul Regency , Yogyakarta Special Region. Data collection was conducted in April 2013 to July 2013 . The study design was a survey, and research studies are explanations ( explanatory survey ) which describes causal relationship between the study variables through hypothesis testing . Sampling was done in stages (multistage random sampling). Collection of secondary data and primary data using questionnaires, interviews and observations of the 165 respondents. Processing and analysis of data using descriptive and inferential statistics. Inferential statistical analysis using Structural Equation Model (SEM) AMOS program. The results showed that the level of empowerment and participation of smallholder farmers in Paliyan Wildlife Reserve being classified in the category with the average score of 59 to level the score 57 for the empowerment and participation levels. SEM analysis showed that the factors that predominantly affect the level of empowerment of smallholder farmers is the opportunity or opportunities, the process of counseling and social environmental characteristics. While the level of participation of smallholder farmers directly affected by the level of factor empowerment, opportunity or opportunities, social and environmental characteristics of individual characteristics. Effective strategies and efforts to increase the participation of smallholder empowerment to community development programs around the area is Paliyan Wildlife Reserve (1) the increase in the chance/ opportunity so that farmers can be more empowered and able to participate, (2) increasing the empowerment and participation of farmers through the support of social environmental characteristics, (3) increasing the role of forestry extension in increasing farmers' empowerment and participation. Keywords : empowerment , participation, paliyan wildlife reserve, SEM. 1 Student of Forest Science Graduate School, Gadjah Mada University 2 Lecturer of Forest Science Graduate School, Gadjah Mada University
28

STUDY ON COMMUNITY EMPOWERMENT WITH …etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/66244/potongan/S2-2013... · berupa keanekaragaman dan atau keunikan jenis satwa yang untuk kelangsungan

Mar 07, 2019

Download

Documents

LêHạnh
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: STUDY ON COMMUNITY EMPOWERMENT WITH …etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/66244/potongan/S2-2013... · berupa keanekaragaman dan atau keunikan jenis satwa yang untuk kelangsungan

xii

STUDY ON COMMUNITY EMPOWERMENT WITH

STRUCTURAL EQUATION MODEL APPROACH

AROUND PALIYAN WILDLIFE RESERVE

Eko Pranoto1, Djoko Marsono

2, Sahid Susanto

23

ABSTRACT

The high dependence of local communities on Paliyan Wildlife Reserve is

a major problem in the management area. The objective of this study is: (1)

determine and analyze the factors that affect the level of empowerment of peasent

land in Paliyan Wildlife Reserve, (2) determine and analyze the factors that affect

the level of participation of peasent land in Paliyan Wildlife Reserve, ( 3 ) to

formulate an effective strategy efforts to increase the empowerment and

participation of peasent land community development programs around the

Paliyan Wildlife Reserve.

Sites is the Paliyan Wildlife Reserve and surrounding villages namely

Karangduwet, Karangasem, Jetis and Kepek Gunung Kidul Regency , Yogyakarta

Special Region. Data collection was conducted in April 2013 to July 2013 . The

study design was a survey, and research studies are explanations ( explanatory

survey ) which describes causal relationship between the study variables through

hypothesis testing . Sampling was done in stages (multistage random sampling).

Collection of secondary data and primary data using questionnaires, interviews

and observations of the 165 respondents. Processing and analysis of data using

descriptive and inferential statistics. Inferential statistical analysis using

Structural Equation Model (SEM) AMOS program.

The results showed that the level of empowerment and participation of

smallholder farmers in Paliyan Wildlife Reserve being classified in the category

with the average score of 59 to level the score 57 for the empowerment and

participation levels. SEM analysis showed that the factors that predominantly

affect the level of empowerment of smallholder farmers is the opportunity or

opportunities, the process of counseling and social environmental characteristics.

While the level of participation of smallholder farmers directly affected by the

level of factor empowerment, opportunity or opportunities, social and

environmental characteristics of individual characteristics. Effective strategies

and efforts to increase the participation of smallholder empowerment to

community development programs around the area is Paliyan Wildlife Reserve (1)

the increase in the chance/ opportunity so that farmers can be more empowered

and able to participate, (2) increasing the empowerment and participation of

farmers through the support of social environmental characteristics, (3)

increasing the role of forestry extension in increasing farmers' empowerment and

participation.

Keywords : empowerment , participation, paliyan wildlife reserve, SEM.

1Student of Forest Science Graduate School, Gadjah Mada University

2 Lecturer of Forest Science Graduate School, Gadjah Mada University

Page 2: STUDY ON COMMUNITY EMPOWERMENT WITH …etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/66244/potongan/S2-2013... · berupa keanekaragaman dan atau keunikan jenis satwa yang untuk kelangsungan

1

HALAMAN JUDULAB I. PENDAHULUAN BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Meningkatnya laju pertumbuhan penduduk dan perubahan kondisi sosial

politik sekarang, menjadikan tuntutan masyarakat dalam pemanfaatan sumberdaya

alam juga semakin besar, termasuk kekayaan alam yang ada dalam kawasan

konservasi. Seperti pada kawasan hutan umumnya kawasan hutan konservasi

merupakan salah satu sumberdaya alam yang mampu menyediakan kebutuhan

dasar masyarakat seperti pangan, papan, obat-obatan dan pendapatan lain bagi

masyarakat, sehingga hutan tidak dapat dipisahkan dengan masyarakat yang

tinggal disekitarnya sebagai satu kesatuan.

Ketergantungan masyarakat terhadap hutan cukup tinggi dengan

memanfaatkan berbagai sumberdaya yang ada, mulai dari lahan hutan, hasil hutan

kayu, non kayu dan jasa lingkungan lainnya. Jika hal ini dibiarkan tentunya

dikhawatirkan ekosistem hutan konservasi akan terganggu oleh adanya aktivitas

masyarakat khususnya masyarakat yang tinggal disekitar kawasan hutan. Kondisi

ini sejalan dengan ungkapan bahwa perubahan sosial ekonomi budaya sangat

berpengaruh terhadap hutan dengan adanya tekanan sosial terhadap hutan

(Marsono, 2004).

Sesuai dengan UU No.5/1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam

Hayati dan Ekosistemnya, Suaka Margasatwa adalah kawasan suaka alam yang

mempunyai ciri khas tertentu berupa keanekaragaman dan atau keunikan jenis

satwa yang untuk kelangsungan hidupnya dapat dilakukan pembinaan terhadap

Page 3: STUDY ON COMMUNITY EMPOWERMENT WITH …etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/66244/potongan/S2-2013... · berupa keanekaragaman dan atau keunikan jenis satwa yang untuk kelangsungan

2

habitatnya. Suaka margasatwa selain memiliki fungsi pokok sebagai kawasan

pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya, juga

berfungsi sebagai wilayah sistem penyangga kehidupan. Sebagaimana dijelaskan

dalam UU No 5 tahun 1990, bahwa fungsi suaka margasatwa antara lain:

melindungi dan melestarikan kelangsungan hidup satwa tertentu agar tidak punah,

untuk keperluan pengembangan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan,

menunjang budidaya, pariwisata, dan rekreasi.

Keberadaan kawasan suaka margasatwa ini tentunya tidak terlepas dari

keberadaan masyarakat di sekitar kawasan. Ditjen Perlindungan Hutan dan

Konservasi Alam (PHKA) Kementerian Kehutanan mencatat bahwa pada tahun 2010

terdapat lebih dari 3.800 desa terdapat di dalam dan di sekitar kawasan hutan

konservasi. Pada umumnya masyarakat yang tinggal di sekitar hutan konservasi

termasuk dalam kategori miskin karena terbatasnya akses terhadap kegiatan

pembangunan dan pemanfaatan sumber daya alam hayati. Namun keberadaan mereka

tidak bisa diabaikan bahkan menjadi kewajiban pemerintah untuk mengentaskannya.

Untuk itu diperlukan strategi jalan keluar terhadap berkurangnya/

tertutupnya akses masyarakat terhadap kawasan hutan konservasi, sebab masyarakat

telah hidup di sekitar kawasan tersebut jauh sebelum kawasan ini dijadikan kawasan

konservasi. Pemahaman terhadap kepentingan masyarakat secara sosial ekonomi

perlu diperhatikan oleh pengelola kawasan, sebab masyarakat berpotensi sebagai

pendukung upaya konservasi sekaligus ancaman terhadap upaya konservasi.

Salah satu upaya untuk menjembatani kepentingan konservasi dan

kepentingan masyarakat sekitar hutan, sejalan dengan kebijakan social forestry

pemerintah menerbitkan Peraturan Menteri Kehutanan No. P.01/Menhut-II/2004

Page 4: STUDY ON COMMUNITY EMPOWERMENT WITH …etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/66244/potongan/S2-2013... · berupa keanekaragaman dan atau keunikan jenis satwa yang untuk kelangsungan

3

tanggal 12 Juli 2004 tentang Pemberdayaan Masyarakat Setempat di Dalam Dan

Atau Sekitar Hutan yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat

setempat dan terwujudnya pengelolaan hutan yang lestari. Dalam Permenhut

tersebut disebutkan bahwa pemberdayaan masyarakat setempat di dalam dan atau

di sekitar hutan dimaksudkan untuk meningkatkan kemampuan dan kemandirian

masyarakat dalam pemanfaatan hutan dalam rangka social forestry.

Program-program pemberdayaan masyarakat di sekitar kawasan

konservasi Suaka Margasatwa Paliyan seyogyanya mampu meningkatkan

keberdayaan dan peran serta masyarakat khususnya masyarakat yang berinteraksi

langsung dengan kawasan untuk ikut serta menjaga kelestarian keanekaragaman

hayati dan ekosistemnya dengan tetap memperhatikan kesejahteraan masyarakat

sekitar kawasan.

1.2. Rumusan Masalah

Suaka Margasatwa Paliyan merupakan salah satu kawasan konservasi yang

dikelilingi oleh pemukiman masyarakat dan sangat mudah diakses. Kondisi ini

memberi konsekuensi adanya tekanan masyarakat terhadap kawasan berupa

pemanfaatan lahan dalam kawasan dan pemanfaatan sumberdaya hutan lainnya

oleh masyarakat untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Aktivitas

masyarakat dalam kawasan ini tentunya akan memberikan dampak terhadap

menurunnya kualitas sumberdaya alam dan ekosistem yang ada dalam kawasan

SM Paliyan.

Page 5: STUDY ON COMMUNITY EMPOWERMENT WITH …etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/66244/potongan/S2-2013... · berupa keanekaragaman dan atau keunikan jenis satwa yang untuk kelangsungan

4

Pemberdayaan masyarakat di sekitar kawasan hutan konservasi bertujuan

untuk menjamin keseimbangan ekologis, ekonomi, maupun sosial budaya dan

kelestarian kawasan hutan konservasi serta meningkatkan kemandirian

masyarakat sebagai pendukung utama dalam pembangunan kehutanan melalui

peningkatan ekonomi kerakyatan di sekitar kawasan hutan konservasi dan

mengaktualisasikan akses timbal balik peran masyarakat dan fungsi kawasan

hutan konservasi terhadap kesejahteraan masyarakat (Dephut, 2008).

Dalam implementasi dilapangan, program pemberdayaan yang

dilaksanakan oleh pengelola kawasan nampaknya belum berjalan efektif karena

karena masih terdapat kegiatan pemanfaatan lahan dalam kawasan. Berdasarkan

data yang diperoleh dari BKSDA Yogyakarta tahun 2011 masih terdapat 826

petani penggarap lahan dalam kawasan SM Paliyan yang berasal dari desa-desa

sekitar. Hal ini meruapakan indikasi bahwa masih tingginya ketergantungan

masyarakat disekitar kawasan. Kegiatan pemanfaatan lahan dalam kawasan ini

masih menjadi kendala utama dalam pengelolaan kawasan SM Paliyan saat ini.

Keberhasilan program pemberdayaan masyarakat tentunya tidak terlepas

dari partisipasi masyarakat. Proses pemberdayaan masyarakat di sekitar hutan SM

Paliyan dianggap belum berhasil karena keterlibatan masyarakat hanya terbatas pada

saat pelaksanaan kegiatan walaupun tingkat keberhasilan tanaman rehabilitasi

mencapai 90% (Kurniawati, 2009).

Ketergantungan masyarakat terutama petani penggarap di sekitar SM

Paliyan terhadap kawasan yang masih tinggi dan tingkat partisipasi terhadap

program-program pemberdayaan yang masih terbatas pada tahap pelaksanaan

Page 6: STUDY ON COMMUNITY EMPOWERMENT WITH …etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/66244/potongan/S2-2013... · berupa keanekaragaman dan atau keunikan jenis satwa yang untuk kelangsungan

5

sehingga tujuan utama pemberdayaan masyarakat yang menjadikan masyarakat

menjadi lebih berdaya dan mandiri belum tercapai.

Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka penelitian ini dilakukan untuk

menjawab pertanyaan-pertanyaan sebagai berikut :

1. Bagaimana tingkat keberdayaan dan tingkat partisipasi petani penggarap saat

ini pada program-program pemberdayaan di Suaka Margasatwa Paliyan dan

faktor-faktor apa saja yang dominan berpengaruh dan yang tidak?

2. Bagaimana dinamika hubungan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap

tingkat keberdayaan dan tingkat partisipasi petani penggarap?

3. Bagaimana strategi yang efektif untuk meningkatkan keberdayaan petani

penggarap sehingga dapat mendorong partisipasi dan meningkatkan

kesejahteraan mereka?

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Mengetahui dan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat

keberdayaan petani penggarap di sekitar kawasan konservasi Suaka

Margasatawa Paliyan;

2. Mengetahui dan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat

partisipasi petani penggarap di sekitar kawasan konservasi Suaka Margasatawa

Paliyan;

Page 7: STUDY ON COMMUNITY EMPOWERMENT WITH …etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/66244/potongan/S2-2013... · berupa keanekaragaman dan atau keunikan jenis satwa yang untuk kelangsungan

6

3. Merumuskan strategi yang efektif dalam upaya peningkatan keberdayaan dan

partisipasi petani penggarap terhadap program-program pemberdayaan

disekitar kawasan konservasi Suaka Margasatawa Paliyan.

1.4. Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pemerintah,

masyarakat dan para pengembang ilmu pengetahuan. Konsep pemberdayaan dan

partisipasi masyarakat sesungguhnya sudah banyak dikaji namun dalam konteks

pengelolaan kawasan konservasi khususnya yang bersentuhan dengan suaka

margasatwa masih relatif jarang. Penelitian tentang keberdayaan dan partisipasi

dalam pengelolaan kawasan konservasi khususnya kawasan suaka alam pasca

perubahan paradigma relative belum banyak. Berlandaskan hal-hal tersebut perlu

diketahui bagaimana dinamika yang terjadi dalam pelaksanaan program-program

pemberdayaan masyarakat di sekitar hutan Suaka Margasatwa Paliyan, yang mana

hal ini berguna untuk kepentingan  penyusunan strategi ke dalam rencana

pengelolaann untuk mencapai pengelolaan ke arah yang lebih efektif, efesien,

komprehensif sesuai dengan visi misi dan fungsi SM Paliyan sebagai kawasan

konservasi yang didukung sepenuhnya oleh masyarakat.

1. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan memberikan kontribusi bagi

pengembangan program pemberdayaan masyarakat, khususnya yang berkaitan

dengan keberdayaan dan partisipasi masyarakat dalam implementasi program-

program pemberdayaan masyarakat di kawasan konservasi.

Page 8: STUDY ON COMMUNITY EMPOWERMENT WITH …etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/66244/potongan/S2-2013... · berupa keanekaragaman dan atau keunikan jenis satwa yang untuk kelangsungan

7

2. Memberikan informasi faktor-faktor berpengaruh dominan terhadap tingkat

keberdayaan dan tingkat partisipasi masyarakat khususnya petani

penggarap/pesanggem di desa-desa penyangga kawasan SM Paliyan.

3. Secara praktis, penelitian ini diharapkan memberikan kontribusi pemikiran

bagi pengambil kebijakan dalam merumuskan strategi pemberdayaan

masyarakat yang tepat untuk mendorong partisipasi masyarakat dalam

mendukung kegiatan pengelolaan sumberdaya alam secara lestari terutama

yang berkaitan dengan pengelolaan kawasan konservasi.

1.5. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini dibatasi sebagai berikut:

1. Lokasi penelitian ini adalah desa-desa yang berbatasan langsung dengan

kawasan SM Paliyan di wilayah Kecamatan Paliyan dan Saptosari, Kabupaten

Gunung Kidul, Daerah Istimewa Yogyakarta.

2. Fokus penelitian ini adalah pada data-data hasil kuisioner dan observasi

lapangan.

RI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

Page 9: STUDY ON COMMUNITY EMPOWERMENT WITH …etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/66244/potongan/S2-2013... · berupa keanekaragaman dan atau keunikan jenis satwa yang untuk kelangsungan

8

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI DAN KERANGKA PEMIKIRAN

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Suaka Margasatwa

Undang-undang No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan menyebutkan

bahwa kawasan hutan menurut fungsinya dibagi menjadi tiga kawasan hutan yaitu

hutan konservasi, hutan lindung, dan hutan produksi. Hutan konservasi adalah

kawasan hutan dengan ciri khas tertentu, yang mempunyai fungsi pokok

pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya. Hutan

konservasi terdiri dari kawasan Hutan Suaka Alam, kawasan Hutan Pelestarian

Alam, dan Taman Buru.

Undang-undang Nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya

Alam Hayati dan Ekosistemnya adalah undang-undang yang mengatur tentang

perlindungan Kawasan Suaka Alam (KSA) dan Kawasan Pelestarian Alam

(KPA). Pengertian tentang kawasan konservasi di Indonesia sesuai dengan

Peraturan Pemerintah nomor 28 tahun 2011 tentang Pengelolaan Kawasan Suaka

Alam dan Kawasan Pelestarian Alam, disebutkan sebagai berikut.

1. Kawasan suaka alam adalah kawasan dengan ciri khas tertentu, baik di

daratan maupun di perairan yang mempunyai fungsi pokok sebagai kawasan

pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya yang

juga berfungsi sebagai wilayah sistem penyangga kehidupan. Kawasan Suaka

Alam terdiri dari:

a. Cagar Alam, adalah kawasan suaka alam karena keadaan alamnya

mempunyai kekhasan tumbuhan, satwa dan ekosistemnya atau ekosistem

Page 10: STUDY ON COMMUNITY EMPOWERMENT WITH …etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/66244/potongan/S2-2013... · berupa keanekaragaman dan atau keunikan jenis satwa yang untuk kelangsungan

9

tertentu yang perlu dilindungi dan perkembangannya berlangsung secara

alami.

b. Suaka Margasatwa, adalah kawasan suaka alam yang mempunyai ciri khas

berupa keanekaragaman dan atau keunikan jenis satwa yang untuk

kelangsungan hidupnya dapat dilakukan pembinaan terhadap habitatnya.

2. Kawasan Pelestarian Alam adalah hutan yang mempunyai fungsi pokok

perlindungan sistem penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman

jenis tumbuhan dan satwa, serta pemanfaatan secara lestari sumberdaya alam

hayati dan ekosistemnya. Termasuk ke dalam kategori kawasan ini adalah

Taman Nasional, Taman Wisata Alam, dan Taman Hutan Raya.

Masih dalam PP no 28 tahun 2011 pada pasal 4 disebutkan bahwa

kriteria suatu wilayah ditunjuk atau ditetapkan sebagai kawasan suaka

margasatwa meliputi :

a. Merupakan tempat hidup dan berkembang biak satu atau beberapa jenis satwa

langka dan/atau hampir punah;

b. Memiliki keanekaragaman dan populasi satwa yang tinggi;

c. Merupakan tempat dan kehidupan bagi jenis satwa migrasi tertentu; dan/atau

d. Mempunyai luas yang cukup sebagai habitat jenis satwa.

Menurut Sembiring dan Husbani dalam Indrawan (2012) kegiatan yang

dapat dilakukan di kawasan suaka alam menurut UU no 5 tahun 1990 adalah

penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan, pendidikan, wisata terbatas dan

kegiatan lainnnya yang menunjang budidaya. Sedangkan kegiatan yang dilarang

adalah yang dapat mengakibatkan perubahan terhadap keutuhan kawasan suaka

Page 11: STUDY ON COMMUNITY EMPOWERMENT WITH …etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/66244/potongan/S2-2013... · berupa keanekaragaman dan atau keunikan jenis satwa yang untuk kelangsungan

10

margasatwa; larangan tersebut tidak termasuk di dalamnya kegiatan pembinaan

untuk kepentingan satwa dalam suaka margasatwa.

Menurut Indrawan dkk (2012) suaka margasatwa berfungsi untuk

melestarikan keanekaragaman atau keunikan jenis satwa, sehingga dimungkinkan

dilakukan kegiatan pembinaan habitatnya untuk tujuan penelitian, pendidikan dan

juga wisata terbatas. Sementara menurut Sulthoni (1977) suaka margasatwa

adalah suatu daerah yang dilindungi tetapi tujuan yang pokok ialah untuk

melindungi binatang-binatang liar yang besar. Dari definisi dan penjelasan diatas

dapat diambil kesimpulan bahwa suaka margasatwa adalah suatu kawasan untuk

memberikan perlindungan kepada jenis-jenis satwa tertentu beserta habitatnya

sehingga tidak terjadi kepunahan.

2.2. Konsep Pemberdayaan

Pemberdayaan yang diadaptasikan dari istilah empowerment berkembang

di eropa mulai abad pertengahan, terus berkembang hingga diawal 90-an. Menurut

Pranarka (1996) pemberdayaan adalah upaya menjadikan suasana kemanusiaan

yang adil dan beradab menjadi semakin efektif secara struktural, baik di dalam

kehidupan keluarga, masyarakat, negara, regional, internasional, maupun bidang

politik, ekonomi dan lain-lain.

Lahirnya konsep pemberdayaan sebagai antitesa terhadap model

pembangunan yang kurang memihak pada rakyat mayoritas. Konsep ini dibangun

dari kerangka logik sebagai berikut : (1) bahwa proses pemusatan kekuasaan

terbangun dari pemusatan kekuasaan faktor produksi; (2) pemusatan kekuasaan

faktor produksi akan melahirkan masyarakat pekerja dan masyarakat pengusaha

Page 12: STUDY ON COMMUNITY EMPOWERMENT WITH …etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/66244/potongan/S2-2013... · berupa keanekaragaman dan atau keunikan jenis satwa yang untuk kelangsungan

11

pinggiran; (3) kekuasaan akan membangun bangunan atas atau system

pengetahuan, sistem politik, sistem hukum dan sistem ideologi yang manipulative

untuk memperkuat legitimasi; dan (4) pelaksanaan sistem pengetahuan, system

politik, sistem hukum dan ideologi secara sistematik akan menciptakan dua

kelompok masyarakat, yaitu masyarakat berdaya dan masyarakat tunadaya

(Prijono dan Pranarka, 1996). Akhirnya yang terjadi ialah dikotomi, yaitu

masyarakat yang berkuasa dan manusia yang dikuasai. Untuk membebaskan

situasi menguasai dan dikuasai, maka harus dilakukan pembebasan melalui proses

pemberdayaan bagi yang lemah (empowerment of the powerless).

Dalam konsep pemberdayaan, menurut Prijono dan Pranarka (1996),

manusia adalah subyek dari dirinya sendiri. Proses pemberdayaan yang

menekankan pada proses memberikan kemampuan kepada masyarakat agar

menjadi berdaya, mendorong atau memotivasi individu agar mempunyai

kemampuan atau keberdayaan untuk menentukan pilihan hidupnya. Lebih lanjut

dikatakan bahwa pemberdayaan harus ditujukan pada kelompok atau lapisan

masyarakat yang tertinggal. Rappaport (1987) mengatakan bahwa pemberdayaan

diartikan sebagai pemahaman secara psikologis pengaruh kontrol individu

terhadap keadaan sosial, kekuatan politik dan hak-haknya.

Sulistiyani (2004) menjelaskan lebih rinci bahwa secara etimologis

pemberdayaan berasal dari kata dasar "daya" yang berarti kekuatan atau

kemampuan. Bertolak dari pengertian tersebut, maka pemberdayaan dimaknai

sebagai proses untuk memperoleh daya, kekuatan atau kemampuan, dan atau

Page 13: STUDY ON COMMUNITY EMPOWERMENT WITH …etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/66244/potongan/S2-2013... · berupa keanekaragaman dan atau keunikan jenis satwa yang untuk kelangsungan

12

proses pemberian daya, kekuatan atau kemampuan dari pihak yang memiliki daya

kepada pihak yang kurang atau belum berdaya.

Sidu (2006) menjelaskan bahwa pada hakekatnya pemberdayaan adalah

suatu proses dan upaya untuk memperoleh atau memberikan daya, kekuatan atau

kemampuan kepada individu dan masyarakat lemah agar dapat mengidentifikasi,

menganalisis, menetapkan kebutuhan dan potensi serta masalah yang dihadapi dan

sekaligus memilih alternatif pemecahnya dengan mengoptimalkan sumberdaya

dan potensi yang dimiliki secara mandiri.

Menurut Marsono (2004) konsep dasar pemberdayaan masyarakat harus

memperhatikan (1). Variable waktu (sekarang dan akan datang), (2). Tingkatan

kemampuan masyarakat, dan (3). Tipe intervensi atau input yang diberikan.

Selanjutnya konsep pemberdayaan juga dapat diterapkan dengan mengacu pada

konsep pembangunan ekonomi berdasarkan ilmu pengetahuan dan teknologi

(Knowledge Based Economy) dengan upaya-upaya antara lain:

1. menggali keunggulan komparatif dan kompetitif (SDM dan SDA);

2. menggali potensi local dan peningkatan daya saing;

3. SDM (sumber daya manusia) yang terdidik, kreatif dan terampil;

4. infrastruktur informasi yang dinamis;

5. arah kebijakan dan kelembagaan yang memberikan insentif untuk pemanfaatan

dan kewirausahaan.

Pemberdayaan masyarakat adalah suatu proses pengembangan pola pikir

dan pola sikap yang mendorong timbulnya kesadaran anggota masyarakat agar

Page 14: STUDY ON COMMUNITY EMPOWERMENT WITH …etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/66244/potongan/S2-2013... · berupa keanekaragaman dan atau keunikan jenis satwa yang untuk kelangsungan

13

mau memperbaiki kehidupannya dengan menggunakan potensi yang dimilikinya

(Dephut, 2007)

2.3. Proses Pemberdayaan

Kartasasmita (1996) menjelaskan bahwa proses pemberdayaan dapat

dilakukan melalui 3 (tiga) proses yaitu pertama menciptakan suasana atau iklim

yang memungkinkan potensi masyrakat berkembang/enabling. Kedua

memperkuat potensi atau daya yang dimiliki oleh masyarakat (empowering)

sehingga diperlukan langkah yang positif selain dari iklim atau suasana, ketiga

memberdayakan juga berarti melindungi. Proses pemberdayaan masyarakat

diharapkan menjadikan masyarakat lebih berdaya, berkekuatan dan

berkemampuan. Adapun ciri-ciri masyarakat berdaya adalah (1) memahami diri

dan potensinya, mampu merencanakan/mengantisipasi perubahan masa depan (2)

mampu mengarahkan dirinya (3) memiliki kekuatan untuk berunding (4) memiliki

bargaining power yang memadai dalam melakukan kerjasama yag saling

menguntungkan (5) bertanggung jawab atas tindakannya.

Salah satu bentuk tingkat keberdayaan petani yaitu kemampuan dan

kemandirian petani. Keberdayaan merupakan hasil proses pemberdayaan terhadap

subyek individu, kelompok atau masyarakat. Menurut Sumardjo (1999) tingkat

kemandirian petani yaitu kualitas sumber daya manusia petani berupa tingkat

kesiapan petani dalam menghadapi dan mendukung pembangunan pertanian

berkelanjutan atau dengan kata lain tingkat kemandirian petani menghadapi era

globalisasi. Kemandirian petani diukur melalui aspek kognitif, afektif dan

psikomotorik terhadap modernitas petani, efisiensi, dan daya saing petani. Hasil

Page 15: STUDY ON COMMUNITY EMPOWERMENT WITH …etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/66244/potongan/S2-2013... · berupa keanekaragaman dan atau keunikan jenis satwa yang untuk kelangsungan

14

penelitian Sumardjo menunjukkan bahwa faktor-faktor eksternal petani

selengkapnya yang terbukti secara nyata berpengaruh terhadap tingkat

kemandirian petani secara berturut-turut dari yang paling nyata : (1) aksesibilitas

petani terhadap input usaha tani; (2) aksesibilitas petani terhadap pasar; (3)

kualitas penyuluhan; (4) aksesibilitas petani terhadap sumberdaya informasi /

inovasi; (5) lingkungan fisik sumber daya alam; (6) penetrasi produk lain ke

dalam kebutuhan rumah tangga petani; (7) desakan perkembangan sektor di luar

pertanian terhadap sektor pertanian dan pedesaan; dan (8) implementasi kebijakan

pembangunan pertanian setempat. Sejumlah faktor internal juga terbukti secara

nyata berpengaruh terhadap tingkat kemandirian petani, secara berturut-turut dari

yang paling nyata : (1) ciri-ciri perilaku komunikasi petani yang relatif terbuka;

(2) kualitas kepribadian petani; (3) status sosial ekonomi petani; (4) motivasi

ekstrinsik yang ada pada petani; dan (5) motivasi intrinsik petani yang

bersangkutan.

Proses pemberdayaan warga masyarakat diharapkan dapat menjadikan

masyarakat menjadi lebih berdaya berkekuatan dan berkemampuan. Kaitannya

dengan indikator masyarakat berdaya, Sumardjo (1999) menyebutkan ciri-ciri

warga masyarakat berdaya yaitu: (1) mampu memahami diri dan potensinya,

mampu merencanakan (mengantisipasi kondisi perubahan ke depan), (2) mampu

mengarahkan dirinya sendiri, (3) memiliki kekuatan untuk berunding, (4)

memiliki bargaining power yang memadai dalam melakukan kerjasama yang

saling menguntungkan, dan (5) bertanggungjawab atas tindakannya.

Page 16: STUDY ON COMMUNITY EMPOWERMENT WITH …etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/66244/potongan/S2-2013... · berupa keanekaragaman dan atau keunikan jenis satwa yang untuk kelangsungan

15

Menurut Suharto (2005) keberhasilan pemberdayaan masyarakat dapat

dilihat dari keberdayaan mereka yang menyangkut kemampuan ekonomi,

kemampuan mengakses manfaat kesejahteraan, dan kemampuan kultural dan

politis. Ketiga aspek tersebut dikaitkan dengan empat dimensi kekuasaan

(keberdayaan), yaitu kekuasaan di dalam (power within), kekuasaan untuk (power

to), kekuasaan atas (power over) dan kekuasaan dengan (power with). Indikator-

indikator dari keberdayaan dengan demikian yaitu : (1) kebebasan melakukan

mobilitas, (2) kemampuan membeli komoditas kecil, (3) kemampuan membeli

komoditas besar, (4) kemampuan dalam pembuatan keputusan-keputusan rumah

tangga, (5) kebebasan relatif dari dominasi keluarga, (6) kesadaran hukum dan

politik, (7) keterlibatan dalam kampanye dan protes, dan (8) kepemilikan atas

jaminan ekonomi dan kontribusi terhadap keluarga.

Slamet (2003) menjelaskan lebih rinci bahwa yang dimaksud dengan

masyarakat berdaya adalah masyarakat yang tahu, mengerti, faham termotivasi,

berkesempatan, memanfaatkan peluang, berenergi, mampu bekerjasama, tahu

berbagai alternative, mampu mengambil keputusan, berani mengambil resiko,

mampu mencari dan menangkap informasi dan mampu bertindak sesuai dengan

situasi. Proses pemberdayaan yang melahirkan masyarakat yang memiliki sifat

seperti yang diharapkan harus dilakukan secara berkesinambungan dengan

mengoptimalkan partisipasi masyarakat secara bertanggungjawab.

Kurniawati (2009) menjelaskan bahwa pemberdayaan sebagai suatu

proses mempunyai tiga tahapan: penyadaran, pengkapasitasan dan pemberdayaan.

Dalam pemberdayaan masyarakat sekitar hutan konservasi dapat direfleksikan

Page 17: STUDY ON COMMUNITY EMPOWERMENT WITH …etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/66244/potongan/S2-2013... · berupa keanekaragaman dan atau keunikan jenis satwa yang untuk kelangsungan

16

yang dari variabel sikap, komunikasi (kesepahamanan), peningkatan kapasitas

masyarakat, pengembangan ekonomi produktif, penguatan kelembagaan dan

keterlibatan masyarakat. Sedangkan tingkat keberhasilan pemberdayaan

masyarakat dapat ditinjau dari 3 sudut pandang yaitu masyarakat, pemerintah dan

swasta.

Faktor-faktor yang mempengaruhi Keberdayaan

Pengetahuan

Kibler et al. (Zahid, 1997) mendefinisikan pengetahuan sebagai ingatan

mengenai sesuatu yang bersifat spesifik atau umum; ingatan mengenai metode

atau proses; ingatan mengenai pola, susunan atau keadaan. Pengetahuan juga

dapat dipandang sebagai sekumpulan informasi yang dipahami, yang diperoleh

melalui proses belajar selama hidup dan dapat digunakan sewaktuwaktu sebagai

alat penyesuaian diri sendiri maupun lingkungannya. Individu mendapatkan

pengetahuan baik melalui proses belajar, pengalaman atau melalui media yang

kemudian disimpan dalam memori individu.

Menurut Soekanto (2002), pengetahuan adalah kesan didalam pikiran

seseorang sebagai hasil penggunaan pancaindera, yang berbeda sekali dengan

kepercayaan (beliefs), takhayul (supertition) dan penerangan yang keliru

(misinformation). Walgito (2002) menyatakan bahwa pengetahuan adalah

mengenal suatu obyek baru selanjutnya menjadi sikap terhadap obyek tersebut

dan dapat bertindak sesuai dengan pengetahuan tentang obyek itu. Meskipun tidak

selalu linier, umumnya bila seseorang bersikap tertentu terhadap suatu obyek,

berarti orang tersebut telah mengetahui dengan benar tentang obyek dimaksud.

Page 18: STUDY ON COMMUNITY EMPOWERMENT WITH …etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/66244/potongan/S2-2013... · berupa keanekaragaman dan atau keunikan jenis satwa yang untuk kelangsungan

17

Sikap

Sikap dapat didefinisikan sebagai perasaan, pikiran dan kecenderungan

seseorang yang kurang lebih bersifat permanent mengenai aspek-aspek tertentu

dalam lingkungannya (Van den Ban dan Hawkins, 1999). Sikap adalah

kecenderungan bertindak, berpersepsi, berpikir dan merasa dalam menghadapi

obyek, ide, situasi atau nilai. Sikap mempunyai daya pendorong atau motivasi.

Sikap timbul dari pengalaman, tidak dibawa sejak lahir tetapi merupakan hasil

belajar sehingga dapat diperteguh atau diubah (Rakhmat, 2001).

Walgito (2002) menjelaskan bahwa sikap terbentuk dalam

perkembangan individu dan faktor pengalaman individu mempunyai peranan

sangat penting dalam rangka pembentukan sikap. Selanjutnya dikemukan bahwa

untuk mengukur sikap dapatlah digunakan pernyataan dan subjek yang diteliti

akan memilih salah satu jawaban yang disediakan, misalkan: sangat setuju, setuju,

tidak mempunyai pendapat, tidak setuju, sangat tidak setuju, dan seseorang

menanggapai sesuatu pernyataan hanya dapat memilih satu dari lima jawaban

tersebut.

Menurut Sarwono (2002) bahwa sikap adalah suatu reaksi evaluasi yang

menyenangkan atau tidak menyenangkan terhadap sesuatu atau seseorang, yang

ditunjukan dalam kepercayaan, perasaan atau perilaku seseorang.

Ketrampilan

Padmowihardjo (2001) mendefinisikan keterampilan sebagai aspek

perilaku yang berhubungan dengan kemampuan menggerakkan otot-otot tubuh.

Namun, ahli lain mengemukakan bahwa ketrampilan tidak dibatasi pada aspek

Page 19: STUDY ON COMMUNITY EMPOWERMENT WITH …etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/66244/potongan/S2-2013... · berupa keanekaragaman dan atau keunikan jenis satwa yang untuk kelangsungan

18

fisik semata. Dalam tulisan Yukl (1994) ketrampilan dibagi atas tiga kategori

sebagai berikut: (1) Teknis (teknical skill), lebih bersifat fisik dan berkait dengan

peralatan; (2) Hubungan antar pribadi (interpersonal skill), berupa empati,

persuasi dll.; dan (3) ketrampilan konseptual (conceptual skill), bersifat nalar dan

analitis.

Spencer et al, (1993) mengemukakan bahwa ketrampilan adalah

kecakapan menyelesaikan tugas baik fisik maupun mental. Winkel (1987)

menjelaskan bahwa ranah instruksional di bidang psikomotorik ada tujuh, yakni:

(1) persepsi: kemampuan mengadakan diskriminasi antara dua perangsang atau

lebih, berdasarkan perbedaan ciri fisik yang khas; (2) kesiapan: kemampuan

menempatkan dirinya dan akan memulai suatu rangkaian gerakan; (3) gerakan

terbimbing mencakup kemampuan melakukan suatu rangkaian gerak, sesuai

dengan contoh yang diberikan; (4) gerakan yang terbiasa; kemampuan untuk

melakukan suatu rangkaian gerak dengan lancar karena sudah dilatih secukupnya;

(5) gerakan komplek; kemampuan melakukan keterampilan atas beberapa

komponen, dengan lancar, tepat dan efisien; (6) penyesuaian pola gerakan;

kemampuan mengadakan perubahan dan menyesuaikan pola gerak dengan kondisi

setempat; dan (7) kreativitas: kemampuan melahirkan pola gerak baru, seluruhnya

atas dasar prakarsa dan inisiatif sendiri.

Kesetaraan

Menurut Tadjudin (2000), bahwa kesetaraan atau kesederajatan dalam

pengelolaan sumber daya alam, memandang bahwa semua orang memiliki derajat

yang sama, diimplementasi melalui pengakuan terhadap hak-hak setiap

Page 20: STUDY ON COMMUNITY EMPOWERMENT WITH …etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/66244/potongan/S2-2013... · berupa keanekaragaman dan atau keunikan jenis satwa yang untuk kelangsungan

19

stakeholder. Hak tersebut dapat berupa hak milik (individu dan ulayat), hak

kultivasi (guna usaha), hak akses (memanfaatkan atau memungut hasil), dan hak

pengelolaan.

Kesetaraan atau kesederajatan atau persamaan adalah merupakan salah

satu azas atau prasyarat yang sangat esensial dalam proses pemberdayaan,

partisipasi dan kemitraan. Kesetaraan berasal dari kata setara atau sederajat. Jadi,

kesetaraan juga dapat disebut kesederajatan. Menurut Kamus Besar Bahasa

Indonesia (KBBI), sederajat artinya sama tingkatan (kedudukan, pangkat).

Dengan demikian, kesetaraan atau kesederajatan menunjukkan adanya tingkatan

yang sama, kedudukan yang sama, tidak lebih tinggi atau tidak lebih rendah antara

satu sama lain.

Kesetaraan manusia bermakna bahwa manusia sebagai mahkluk Tuhan

memiliki tingkat atau kedudukan yang sama. Tingkatan atau kedudukan yang

sama itu bersumber dari pandangan bahwa semua manusia tanpa dibedakan

adalah diciptakan dengan kedudukan yang sama yaitu sebagai mahkluk mulia dan

tinggi derajatnya dibanding makhluk lain. Dihadapan Tuhan, semua manusia

adalah sama derajat, kedudukan atau tingkatannya. Yang membedakan nantinya

adalah tingkatan ketakwaan manusia tersebut terhadap Tuhan.

2.4. Pemberdayaan Masyarakat Di Kawasan Konservasi

Dalam Undang-undang No. 41 tahun 1999 tentang Kehutanan, hutan

konservasi adalah kawasan hutan dengan ciri khas tertentu yang mempunyai

fungsi pokok pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta

ekosistemnya. Hutan konservasi terdiri dari hutan suaka alam (suaka margasatwa,

Page 21: STUDY ON COMMUNITY EMPOWERMENT WITH …etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/66244/potongan/S2-2013... · berupa keanekaragaman dan atau keunikan jenis satwa yang untuk kelangsungan

20

cagar alam) dan hutan pelestarian alam (taman nasional, taman wisata alam,

tahura) serta taman buru. Pengelolaan hutan konservasi diarahkan kepada

pemanfaatan yang bersifat multifungsi dengan memperhatikan aspek ekologis,

ekonomi, sosial dan budaya serta melibatkan dan mengutamakan kesejahteraan

masyarakat sekitar kawasan konservasi.

Dalam Pedoman Kriterian dan Indikator Pemberdayaan Masyarakat Di

Sekitar Kawasan Konservasi yang dikeluarkan Direktorat Pemanfaatan Jasa

Lingkungan dan Wisata Alam Ditjen PHKA (2007), pemberdayaan masyarakat

didefinisikan sebagai segala upaya yang dilakukan oleh sekelompok masyarakat,

dengan atau tanpa dukungan pihak luar, agar mampu terus mengembangkan daya

atau potensi yang dimiliki, demi perbaikan mutu-hidupnya, secara mandiri dan

berkelanjutan. Sedangkan pemberdayaan masyarakat di sekitar kawasan

konservasi adalah segala segala upaya yang bertujuan untuk terus meningkatkan

keberdayaan masyarakat di sekitar kawasan konservasi, untuk memperbaiki

kesejahteraannya dan meningkatkan partisipasi mereka dalam segala kegiatan

konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya, secara berkelanjutan.

Pemberdayaan masyarakat di sekitar kawasan hutan konservasi bertujuan

untuk menjamin keseimbangan ekologis, ekonomi, maupaun sosial budaya dan

kelestarian kawasan hutan konservasi. Selain itu juga untuk meningkatkan

kemandirian masyarakat sebagai pendukung utama dalam pembangunan

kehutanan melalui peningkatan ekonomi kerakyatan di sekitar kawasan hutan

konservasi dan mengaktualisasikan akses timbal balik peran masyarakat dan

fungsi kawasan hutan konservasi terhadap kesejahteraan masyarakat. Karena itu,

Page 22: STUDY ON COMMUNITY EMPOWERMENT WITH …etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/66244/potongan/S2-2013... · berupa keanekaragaman dan atau keunikan jenis satwa yang untuk kelangsungan

21

pemberdayaan masyarakat di sekitar kawasan hutan konservasi harus ditujukan

bukan sekedar untuk mengamankan kawasan hutan konservasi dari kerusakan,

melainkan bertujuan untuk terus menerus menumbuhkembangkan kesadaran dan

kemampuan ekonomi masyarakat, agar berpartisipasi dalam pembangunan

kawasan hutan konservasi secara lestari (Departemen Kehutanan, 2008).

Yuliarsa (2006) mengkaji bahwa pemberdayaan masyarakat di sekitar

hutan konservasi adalah upaya peningkatan kemandirian masyarakat untuk

berpartisipasi dalam pengelolaan hutan, perbaikan kesejahteraan mereka dengan

tetap memperhatikan pelestarian sumber daya alam hayati dan ekosistemnya.

Sasaran pemberdayaan masyarakat di sekitar hutan konservasi adalah kelompok

masyarakat yang tinggal di sekitar kawasan konservasi, mempunyai interaksi

langsung dengan kawasan hutan konservasi, yang kehidupannya kurang layak dan

atau kelompok masyarakat miskin yang berpotensi mendukung kelestarian

kawasan hutan konservasi dan atau masyarakat yang kehidupannya mempunyai

ketergantungan tinggi terhadap kawasan hutan. Selanjunya Yuliarsa (2006) juga

menjelaskan bahwa strategi pemberdayaan masyarakat di sekitar hutan dilakukan

secara serasi dan simultan mencakup:

1. Pengelolaan usaha berbasis sumber daya hutan yang efisien dalam arti mampu

menghasilkan keuntngan untuk kemakmuran masyarakat yang tinggal di sekitar

kawasan konservasi

2. Pemanfaatan, konservasi, dan rehabilitasi sumber daya hutan demi menjaga

kelestarian sumber daya hutan dan lingkungan hidup.

Page 23: STUDY ON COMMUNITY EMPOWERMENT WITH …etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/66244/potongan/S2-2013... · berupa keanekaragaman dan atau keunikan jenis satwa yang untuk kelangsungan

22

3. Pelestrarian nilai-nilai sosial budaya dan kearifannya tradisional kaitannya

dengan pemanfaatan dan pelestarain sumber daya hutan.

4. Memberikan akses kepada masyarakat untuk berpartisipasi dalam pengelolaan

kawasan konservasi

5. Melaksanakan pemberdayaan masyarakat melalui beberapa tahapan dari

membangun kesepahaman sampai pengembangan kegiatan.

Kondisi sampai saat ini pengelolaan kawasan konservasi masih

dihadapkan pada permasalahan klasik yang berkaitan dengan eksploitasi sumber

daya hutan. Hal tersebut dikarenakan tingginya ketergantunang masyarakat

terhadap sumber daya hutan. Menurut Usman (1998) ketergantungan masyarakat

sekitar hutan terutama sekali di hutan konservasi dipengaruhi oleh faktor pola

pemilikan dan penguasan lahan mempengaruhi kondisi sosial ekonomi

masyarakat yang cenderng miskin. Kondisi seperti ini akan terus berlangsung

bilamana tingkat kesejahteraan tidak berubah ke tingkat yang lebih baik lagi.

Dukungan dan partisapasi aktif masyarakat dalam menjaga kelestarian hutan juga

akan sulit terwujud jika tidak diimbangi upaya nyata pemerintah dalam

meningkatkan kesejahteraannya. Upaya tersebut dilakukan dalam rangka

meningkatkan ekonomi masyarakat yang tinggal di sekitar hutan melalui

pendayagunaan potensi yang ada serta melestarikan nilai-nilai sosial budaya yang

mendukung upaya-upaya konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya

(Departemen Kehutanan, 2008).

Page 24: STUDY ON COMMUNITY EMPOWERMENT WITH …etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/66244/potongan/S2-2013... · berupa keanekaragaman dan atau keunikan jenis satwa yang untuk kelangsungan

23

Menurut Simon (2006) dalam merumuskan strategi pengelolaan kawasan

konservasi diperlukan rencana yang komprehensif yang disusun berdasarkan

pendekatan perencanaan bottom up atau perencanaan artikulatif. Dalam

pendekatan perencanaan itu, model pengelolaan didasarkan pada hasil rekayasa

ekosistem hutan yang dipadu serasikan dengan hasil rekayasa sosial yang

memperhatikan faktor-faktor jumlah dan kepadatan penduduk, lapangan

pekerjaan, pendapatan perkapita dan kemiskinan, pendidikan, transportasi dan

sebagainya. Dengan demikian setiap kawasan konservasi akan memiliki model

pengelolaan yang berbeda-beda dan akan berubah dengan adanya perubahan di

sektor sosial ekonomi masyarakat.

2.5. Konsep Partisipasi

Menurut definisi World Bank (Colfer & Wadley, 1996) partisipasi adalah

proses melalui mana para pihak terkait (stakeholders) mempengaruhi dan berbagi

kontrol terhadap inisiatif pembangunan dan pengambilan keputusan dan sumber-

sumberdaya yang berpengaruh terhadap mereka. Slamet (2003) memberikan

makna dari partisipasi sebagai ikut sertanya masyarakat dalam pembangunan, ikut

dalam kegiatan-kegiatan pembangunan, dan ikut serta memanfaatkan dan

menikmati hasil-hasil pembangunan.

Menurut Van den Ban dan Hawkins (1999), partisipasi petani dalam

penyuluhan diartikan sebagai keikutsertaan petani atau para wakilnya dalam

pengambilan keputusan mengenai tujuan, kelompok sasaran, pesan-pesan dan

metode serta evaluasi kegiatan. Singh (2000) dalam kajiannya terhadap kehutanan

masyarakat memberikan makna partisipasi sebagai derajat keikutsertaan dari

Page 25: STUDY ON COMMUNITY EMPOWERMENT WITH …etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/66244/potongan/S2-2013... · berupa keanekaragaman dan atau keunikan jenis satwa yang untuk kelangsungan

24

stakeholder lokal dalam proses pengambilan keputusan di dalam seluruh tahapan

proyek. Keterlibatan masyarakat bisa dalam bentuk kontribusi tenaga kerja, uang

atau keduanya untuk tujuan bersama dan keikutsertaan dalam pertemuan yang

membicarakan berbagai hal untuk keperluan bersama.

Syahyuti (2006) mendefinisi-kan partisipasi sebagai proses di mana

seluruh pihak dapat membentuk dan terlibat dalam seluruh inisiatif pembangunan.

Maka pembangunan yang partisipatif adalah proses yang melibatkan masyarakat

secara aktif dalam seluruh keputusan substansial yang berkenaan dengan

kehidupan mereka.

Partisipasi menurut para ahli diklasifikasikan kedalam beberapa tipologi

atau tingkatan. Terdapat tujuh tipologi partisipasi yang menggambarkan

bagaimana masyarakat berpartisipasi dalam program dan proyek pembangunan.

Adapun tujuh tipologi tersebut berturut-turut semakin dekat kepada bentuk yang

ideal (Khan, 1997; Pretty & Vodouhё (1997); Pretty 1995 diacu dalam Syahyuti

2006) yaitu :

1) Partisipasi pasif atau manipulatif (Passive Participation). Tipe ini merupakan

bentuk partisipasi yang paling lemah. Masyarakat berpartisipasi dengan cara

diberitahu apa yang sedang atau telah terjadi. Pengumuman sepihak oleh

pelaksana proyek tidak memperhatikan tanggapan masyarakat sebagai sasaran

program. Informasi yang dipertukarkan terbatas pada kalangan profesional di

luar kelompok sasaran.

2) Partisipasi informatif (Participation in Information Giving). Masyarakat

berpartisipasi dengan cara menjawab pertanyaan-pertanyaan yang diajukan

Page 26: STUDY ON COMMUNITY EMPOWERMENT WITH …etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/66244/potongan/S2-2013... · berupa keanekaragaman dan atau keunikan jenis satwa yang untuk kelangsungan

25

pihak proyek melalui survey kuesioner atau semacamnya. Masyarakat tidak

memiliki kesempatan untuk terlibat dan mempengaruhi proses keputusan.

Akurasi hasil studi juga tidak dibahas bersama masyarakat.

3) Partisipasi konsultatif (Participation by Consultation). Masyarakat

berpartisipasi dengan cara berkonsultasi, sedangkan tenaga ahli dari luar

mendengarkan serta menganalisa masalah dan pemecahannya. Dalam pola ini

belum ada peluang untuk pembuatan keputusan bersama. Ahli dari luar tidak

ada kewajiban untuk mengambil pandangan masyarakat untuk ditindaklanjuti.

4) Partisipasi insentif (Participation for Material Incentive). Masyarakat

berpartisipasi dengan memberikan sumberdaya misalnya jasa tenaga kerja

dan memperoleh imbalan berupa bahan pangan, upah, atau insentif lainnya.

Masyarakat tidak dilibatkan dalam proses pembelajaran yang dilakukan.

Masyarakat juga tidak memiliki andil untuk melanjutkan kegiatan setelah

insentif dihentikan.

5) Partisipasi fungsional (Functional Participation). Masyarakat berpartisipasi

dengan membentuk kelompok sebagai bagian dari proyek, setelah ada

keputusan-keputusan utama yang disepakati. Pada tahap awal, masyarakat

tergantung dari pihak luar, tetapi secara bertahap kemudian menunjukkan

kemandiriannya.

6) Partisipasi interaktif (Interactive Participation). Masyarakat berperan dalam

proses analisis untuk perencanaan kegiatan dan pembentukan atau penguatan

kelembagaan. Masyarakat memiliki peran untuk mengontrol atas pelaksanaan

Page 27: STUDY ON COMMUNITY EMPOWERMENT WITH …etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/66244/potongan/S2-2013... · berupa keanekaragaman dan atau keunikan jenis satwa yang untuk kelangsungan

26

keputusan-keputusan mereka, sehingga memiliki andil dalam keseluruhan

proses kegiatan.

7) Mandiri (Self-Mobilization). Masyarakat mengambil inisiatif sendiri secara

bebas (tidak dipengaruhi oleh pihak luar) untuk merubah sistem atau nilai-

nilai yang mereka junjung. Mereka mengembangkan kontak dengan

lembagalembaga lain untuk mendapatkan bantuan dan dukungan teknis serta

sumberdaya yang diperlukan. Masyarakat juga memegang kendali atas

pemanfaatan sumberdaya yang ada atau digunakan.

Berdasarkan tipologi tersebut, penggunaan terminologi “partisipasi”

dalam pembangunan harus selalu dikaitkan dengan tipologi partisipasi yang mana.

Apabila tujuan dari pembangunan adalah untuk tercapainya pembangunan yang

berkelanjutan (sustainable development), paling tidak tingkat partisipasi yang

harus terpenuhi yaitu partisipasi fungsional.

Selanjutnya Mardikanto (1987) mendefinisikan partisipasi sebagai

ekspresi yang berwujud perilaku petani dalam menampilkan dirinya pada kegiatan

atau segala sesuatu yang berkaitan dengan kepentingannya. Sebagai perilaku

partisipasi timbul karena adanya persepsi dari petani terhadap kegiatan tersebut.

Pola perilaku tersebut tertanam pada setiap petani melalui proses sosialisasi dalam

interaksi sosial yang terjadi dalam masyarakat.

Soetrisno (1995) menyatakan bahwa partisipasi lebih mengacu pada

kerjasama antara rakyat dan pemerintah dalam merencanakan, melaksanakan dan

membiayai pembangunan. Dalam konteks ini, pemerintah harus mempunyai

toleransi untuk menerima kritik, pikiran alternatif yang muncul dari masyarakat

Page 28: STUDY ON COMMUNITY EMPOWERMENT WITH …etd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/66244/potongan/S2-2013... · berupa keanekaragaman dan atau keunikan jenis satwa yang untuk kelangsungan

27

sebagai akibat dinamika pembangunan itu sendiri, karena kritik dan pikiran

alternatif merupakan salah satu bentuk partisipasi rakyat dalam pembangunan.

Awang (2003) menjelaskan bahwa partisipasi sering diartikan dalam kaitannya

dengan pembangunan masyarakat yang mandiri, mobilisasi sosial, demokrasi

politik dan sosial, reformasi sosial atau revolusi rakyat.

Istilah partisipasi sering digunakan dalam kajian tentang peranan anggota

masyarakat baik formal maun non-formal. Partisipasi masyarakat dalam program

penghijauan atau program pengembangan hutan rakyat pada khususnya dan

pembangunan pedesaan pada umumnya sangat diperlukan untuk keberhasilan

program yang diinginkan (Awang, 1999). Suatu program yang menyangkut aspek

sosial, ekonomi, dan budaya masyarakat tidak akan berhasil tanpa peran aktif

masyarakat, baik kedudukannya sebagai obyek maupun subyek dalam

pengembangan hutan rakyat.

Definisi partisipasi digunakan di dalam konteks yang beragam baik

secara khusus ataupun umum. Menurut Awang (1999), partisipasi adalah

keterlibatan aktif dan bermakna dari massa penduduk pada tingkatan berbeda

seperti:

a. Di dalam pembentukan keputusan untuk menentukan tujuan-tujuan tersebut;

b. Pelaksanaan program-program dan proyek-proyek secara sukarela dan

pembagian yang merata, dan;

c. Pemanfaatan hasil-hasil dari suatu program atau suatu proyek.