PENINGKATAN KEMAMPUAN PEMBIAYAAN SISTEM PENGELOLAAN SAMPAH
(Studi Kasus Kuta Alam Banda Aceh)
STUDI REVITALISASI
JALUR KERETA API BANDA ACEH BATAS SUMATERA UTARAYusrizal, Sofyan
M Saleh, Noer FadhlyJurusan Manajemen Prasarana Perkotaan, Magister
Teknik Sipil Universitas Syiah Kuala
Kopelma Darussalam, Banda Aceh 23111Email :
[email protected]
ABSTRAKPermasalahan yang akan dibahas dalam studi ini adalah
faktor teknis jalur kereta api Banda Aceh batas Sumatera Utara, dan
faktor sosial ekonomi dari pembangunan jalur kereta api Banda Aceh
batas Sumatera Utara. Metode yang digunakan dalam studi adalah
Analisis Korelasi berbasis Zona, Perbandingan BOK dengan time
saving, kajian aspek sosial ekonomi, investasi dan kelayakan serta
analisa sensitifitas. Hasil studi ini menunjukan bahwa atribut
sosio-ekonomi yang paling dominan dalam memberikan kontribusi
bangkitan dan tarikan pergerakan di Propinsi Aceh adalah Jumlah
Penerimaan PBB, Luas Area Perikanan Umum dan Kepadatan Penduduk per
km2. Hasil analisis finansial dengan tarif Rp 200.000/orang
investasi jalan KA Banda Aceh-Medan ini layak (nilai FIRR 45%),
karena umumnya investor menginginkan FIRR di atas 15%. Analisis
ekonomi dengan menghitung nilai waktu Rp. 16.000,00/penumpang/jam
proyek ini masih layak dengan nilai EIRR=30%.Kata kunci: Aspek
Biaya, Sosio-ekonomi, SensitifitasI. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sejarah perkeretaapian di Indonesia, khususnya di Aceh dibangun
sejak tahun 1876 sampai tahun 1939 dan sempat mencapai masa
keemasannya dengan pengoperasian rangkaian kereta dengan lalu
lintas 8.500 penumpang dan 500 ton barang perhari. Hal ini
menunjukkan moda transportasi kereta api memiliki peranan penting
dalam berbagai jenis pengangkutan, baik angkutan barang maupun
angkutan penumpang. Kemudian seiring dengan berjalannya waktu dan
sejalan dengan semakin berkurangnya regulasi dari pemerintah,
keunggulan yang dimiliki kereta api semakin lama semakin mengalami
kemerosotan dan terus melemah.Penciptaan sebuah sistem pengangkutan
harus direncanakan secara baik dengan mempertimbangkan
faktor-faktor yang sangat mempengaruhi sistem tersebut, antara
lain: karakteristik permintaan, tata guna lahan serta kondisi yang
ada di suatu daerah. Faktor lain yang tidak kurang pentingnya
adalah sistem transportasi yang akan diterapkan harus mampu
dikembangkan untuk memenuhi permintaan akan jasa transportasi pada
masa yang akan datang. Penerapan suatu sistem transportasi yang
tidak sesuai dengan tata guna lahan, karakteristik permintaan,
kondisi daerah setempat, serta tidak melalui suatu perencanaan yang
baik sering menimbulkan masalah yang sulit ditanggulangi, terutama
jika permintaan akan jasa transportasi sudah melampaui kapasitas
sistem yang ada.Dalam studi ini lingkup tinjauan dan kajian
dibatasi pada:
1. Mengkaji kebutuhan lalu lintas angkutan kereta api dengan
permodelan bangkitan dan tarikan berbasis zona;
2. Mengkaji kelayakan sosial ekonomi ditinjau dari segi nilai
investasi, tahun investasi dan suku bunga yang berlaku dan
sensitifitasnya1.2 Tujuan StudiTujuan dari penelitian ini adalah
mengkaji kebutuhan lalu lintas termasuk barang atas angkutan kereta
api jalur Banda Aceh batas Sumatra Utara dan mengkaji kelayakan
sosial ekonomi.
II. TINJAUAN KEPUSTAKAAN
2.1 Perencanaan Transportasi
Morlok (1991) yang dikutip dari Sofyan (2009) menyatakan bahwa
sistem transportasi adalah suatu cara memindahkan objek dari suatu
tempat ke tempat lain. Objek yang dipindahkan dapat berupa benda
mati seperti sumber daya alam, barang produksi pabrik, bahan
makanan, atau makhluk hidup seperti manusia, hewan, ataupun
tumbuhan.
Susantono (2004) yang dikutip dari Sofyan (2009) menyatakan
bahwa transportasi secara definisi adalah pergerakan orang dan
barang dari suatu tempat ke tempat yang lain dengan berbagai maksud
perjalanan dan menggunakan berbagai moda alat angkut yang
memungkinkan. Definisi tersebut mengadung makna bahwa perjalanan
dilakukan dengan maksud tertentu, dan sumber daya yang dibutuhkan
untuk melakukan perjalanan dialokasikan untuk mendatangkan manfaat
tersebut lebih besar dari sumber daya (terutama biaya) yang
dikeluarkan.Papacostas & Prevedouros (2005) menyatakan bahwa
waktu tempuh yang ditinjau adalah waktu perjalanan (Time Travel).
Variabel kecepatan mempengaruhi BOK. Untuk dapat menghitung
kecepatan rata-rata (km/jam) dipakai rumus jarak dibagi waktu
tempuh. Biaya operasi kendaraan (Rp/km) dihitung dari biaya
pemakaian bahan bakar, pemakaian minyak pelumas, pemakaian ban,
perbaikan & pemeliharaan kendaraan, depresiasi kendaraan,
bunga, asuransi, overhead, dan nilai waktu.
2.2 Analisis Bangkitan dan Tarikan
Tamin (2008) menyatakan dalam permodelan bangkitan pergerakan,
hal yang perlu diperhatikan bukan saja pergerakan manusia, tetapi
juga pergerakan barang.
1. Bangkitan pergerakan untuk manusia, faktor yang
dipertimbangkan antara lain : pendapatan, pemilikan kenderaan,
struktur rumah tangga, ukuran rumah tangga, nilai lahan, kepadatan
daerah permukiman dan aksesibilitas.
2. Tarikan pergerakan untuk manusia, faktor yang paling sering
digunakan adalah adalah luas lantai untuk kegiatan industry,
komersial, perkantoran, pertokoan, dan pelayanan lainnya.
3. Bangkitan dan Tarikan pergerakan untuk barang merupakan
bagian kecil dari seluruh pergerakan (20%) yang biasanya terjadi di
Negara industri. Peubah penting yang mempengaruhi adalah jumlah
lapangan kerja, jumlah pemasaran, luas atap industri tersebut, dan
total seluruh daerah yang ada.
Dalam melakukan analisis bangkitan dan tarikan pergerakan dengan
model analisis korelasi berbasis zona. Metode yang digunakan adalah
stepwise1 dan stepwise2. Analisis Regresi Linear Berganda digunakan
untuk mengukur pengaruh antara lebih dari satu variabel prediktor
(variabel bebas) terhadap variabel terikat., lebih jelas dapat
dilihat persamaan 2.1 berikut ini.
Y = a + b1X1+b2X2+...+bnXn ..............(2.1)
Y = variabel terikat
a = Konstanta
b1,b2 = Koefisien regresi
X1, X2 = Variabel bebas
2.3 Kelayakan EkonomiTarquin (2005) menyatakan bahwa analisis
kelayakan secara ekonomi maupun finansial dilakukan dalam konteks
untuk mengetahui seberapa besar manfaat yang diperoleh jika dalam
jaringan transportasi. Pada prinsipnya hasil analisis kelayakan ini
akan menentukan pengambilan keputusan layak atau tidaknya
pembangunan dari suatu proyek.
Pada umumnya evaluasi dilakukan dalam kerangka efisiensi
ekonomi, di mana alternatif terbaik yang dipilih adalah alternatif
yang memberikan margin yang paling besar atas nilai uang dari
manfaat yang diperoleh terhadap biaya yang dikeluarkan dalam
berbagai sudut pandang. Namun tidak semua komponen biaya dan
manfaat dari suatu rencana dapat diekspresikan dalam bentuk nilai
uang dan dapat diukur dalam besaran yang sama. Shiftan (2007) juga
menyatakan komponen manfaat dan komponen biaya tersebut selanjutnya
dilakukan perhitungan parameter-parameter kelayakan ekonomi. Dengan
demikian, proses analisis kelayakan dilakukan dalam 3 tahapan,
yakni (1) proses estimasi biaya ekonomi, (2) melakukan estimasi
manfaat ekonomi yang dihasilkan dari analisis dengan dan tanpa
proyek selama waktu tinjauan (time horison), dan (3) dilakukan
analisis kelayakan untuk mengeluarkan sejumlah indikator
kelayakan.
Tarquin (2005) juga menyatakan bahwa dalam melakukan analisis
kelayakan secara ekonomi dan finansial terdapat beberapa prinsip
dasar yang membedakan kedua sudut padang evaluasi ini. Dengan
asumsi bahwa jalan KA ini operasinya oleh swasta, maka rencana ini
harus layak secara finansial. Sedangkan dari sisi pemerintah, maka
pengembangan suatu jaringan KA baik itu dilakukan sendiri oleh
pemerintah ataupun didelegasikan kepada swasta, harus tetap
memberikan nilai manfaat kepada masyarakat, sehingga rencana ini
juga harus layak dari sisi ekonomi.
Blank & Tarquin (2005) menyatakan sebagai berikut analisis
ekonomi dilakukan untuk time horison selama 30 tahun, dengan
membandingkan dua skenario, yaitu:
1. Kondisi tanpa proyek (do nothing)
2. Kondisi dengan proyek (do something)
Dari kedua skenario tersebut yang dibandingkan antara komponen
biaya terhadap komponen manfaat. Parameter yang digunakan sebagai
keluaran analisis ekonomi adalah Net Present Value (NPV) pada nilai
diskonto 20%, 25% dan 30%, Benefit Cost Ratio (BCR) serta Economic
Internal rate of Return (EIRR).
Parameter NPV dihitung dengan menggunakan beberapa tingkat bunga
untuk memperkirakan selisih antara biaya dan manfaat yang ada saat
ini dan masa mendatang. Dengan menggunakan parameter NPV dalam
suatu analisis ekonomi, maka suatu proyek yang dapat diterima
diharuskan memiliki nilai akhir yang lebih besar dari nol. Apabila
parameter NPV diperoleh dengan mengurangkan komponen manfaat
(benefit) dengan komponen biaya (cost), maka parameter BCR
diperoleh dengan membagi komponen manfaat dengan komponen biaya.
Oleh karena itu, dengan menggunakan parameter BCR ini proyek baru
akan dinyatakan layak apabila nilai BCR > 1.
Parameter Internal Rate of Return digunakan untuk mengetahui
tingkat pada kondisi NPV = 0, sehingga dengan mengetahui tingkat
bunga saat ini dan juga kecenderungannya di masa mendatang maka
dapat diambil keputusan untuk mengimplementasikan suatu kegiatan.
Besarnya EIRR harus lebih besar dari tingkat bunga yang digunakan
saat ini. Apabila EIRR lebih rendah maka dapat dikatakan bahwa
biaya pelaksanaan akan lebih menguntungkan bila diinvestasikan di
tempat lain untuk kegiatan yang lain.2.4 Analisa SensitifitasBlank
& Tarquin (2005), menyatakan analisis sensitifitas digunakan
untuk melihat seberapa besar sensitifitas perubahan suatu variabel
terhadap suatu indikator kelayakan ekonomi. Dalam hal ini variabel
yang akan dilihat tingkat sensitifitasnya adalah suku bunga.
Analisis sensitifitas tersebut dapat berguna bagi pengambil
kebijakan untuk menentukan keputusannya apabila terjadi
perubahan-perubahan pada penerapan rencana pemanfaatan2.5 Pola
Investasi dalam kelembagaanPSO menurut DJA, Kemenkeu, 2007 dikutip
dari Agunan (2012) adalah biaya yang harus dikeluarkan oleh Negara
akibat disparitas/perbedaan harga pokok penjualan BUMN/swasta
dengan harga atas produk/jasa tertentu yang ditetapkan oleh
Pemerintah agar pelayanan produk/jasa tetap terjamin dan terjangkau
oleh sebagian besar masyarakat (publik). Sedangkan subsidi adalah
biaya yang harus dikeluarkan oleh negara akibat perbedaan harga
pasar (disparitas) dengan harga atas produk/jasa tertentu yang
ditetapkan oleh Pemerintah untuk memenuhi kebutuhan masyarakat
miskin. Kesamaan dari PSO dan subsidi adalah bertujuan meringankan
beban masyarakat terutama masyarakat miskin.
Infrastructure maintenance and operations menurut SKB,1999 yang
dikutip dari Agunan (2012) adalah biaya yang harus ditanggung oleh
Pemerintah atas perawatan dan pengoperasian prasarana kereta api
yang dimiliki Pemerintah. Pekerjaan pelaksanaan perawatan dan
pengoperasian kereta api meliputi perawatan prasarana dan
pengoperasian prasarana kereta api milik negara. Perawatan
prasarana terdiri dari (i) perawatan jalan kereta api yaitu
perbaikan rel, perbaikan bantalan, penambahan ballast, pemecokan
dan lingkungan, (ii) perawatan jembatan, (iii) perawatan wesel,
(iv) perawatan persinyalan, (v) perawatan instalasi listrik aliran
atas, (vi) perawatan telekomunikasi, dan (vii) perawatan
terowongan. Dalam pelaksanaan pekerjaan perawatan dan pengoperasian
prasarana kereta api selalu dituangkan dalam kontrak IMO dan TAC
pada tahun yang ditentukan. Kontrak tersebut ditetapkan volume,
lokasi kegiatan IMO berdasarkan standar kinerja prasarana kereta
api. Standar kinerja prasarana kereta api meliputi: (i) kondisi
jalan rel pada tahun kontrak, (ii) kemampuan jalan rel dengan
kecepatan sesuai grafik perjalanan kereta api (gapeka) pada tahun
kontrak, (iii) koridor jalan rel, (iv) tanda batas dan (v)
persinyalan, telekomunikasi dan listrik aliran atas (LAA) dengan
batas gangguan teknis yang diijinkan per tahun.III. METODOLOGI
PENELITIAN3.1. Lokasi PenelitianLokasi studi ini dilakukan kawasan
Provinsi Aceh, kota-kota yang dilalui kereta api, yaitu sepanjang
pantai utara provinsi Aceh meliputi beberapa ruas antara lain batas
sumatera utara Besitang-Langsa, Langsa-Lhokseumawe,
Lhokseumawe-Bireun, Bireuen-Sigli dan Sigli-Banda Aceh. Pembangunan
jalur kereta api ini mengikuti jalur lama dan beberapa jalur yang
lokasi dipindahkan akibat pengembangan kota dan permukiman padat.
Lokasi padat ini terbanyak terdapat dikota Lhokseumawe dan
sekitarnya diantaranya Krueng Geukuh, Muara Batu, Batupat dan
Cunda. Lokasi studi ini dibagi menjadi beberapa zona internal dan
eksternal. Zona internal adalah zona dimana daerah tersebut
mempunyai pengaruh yang besar terhadap pola pergerakan perjalanan.
Sedangkan zona eksternal mempunyai pengaruh yang kecil terhadap
pola pergerakan. Peta lokasi lebih jelas dapat dilihat pada gambar
3.1
Gambar 3.1 Peta Rute Kereta Api
3.2 Tahap Pilot Survey/PendahuluanTahap pendahuluan ini
merupakan tahapan pengumpulan data, data yang dikumpul adalah data
sekunder. Data tersebut diperoleh dari penelitian-penelitian yang
dilakukan terdahulu dan survey sekunder yang dilakukan pada
beberapa instansi terkait.
3.3Tahap Pengumpulan Data
3.3.1Pengumpulan Data SekunderPengumpulan data sekunder
merupakan tahapan awal dari seluruh pekerjaan yang dilakukan, pada
tahap ini dilakukan penilaian terhadap situasi dan kondisi daerah
studi sebagai dasar dan acuan dalam perencanaan yang dilakukan. Hal
lain yang diharapkan dari tahap ini adalah antisipasi terhadap
masalah yang mungkin akan dihadapi, serta kebutuhan akan data -
data pendukung.Adapun rencana data sekunder yang akan dikumpulkan
antara lain :1. Peta daerah studi dan zona, yaitu untuk mengetahui
koridor rel kereta api yang telah ada yang merupakan kondisi
eksistin dan koridor yang mengalami perpindahan seperti pada
wilayah bireun lhokseumawe.
2. Jaringan Jalan dan Rel, yaitu untuk kajian kewilayahan dengan
fokus utama adalah potensi demand serta interkonesi jaringan
transportasi.
3. Data Arus Lalu Lintas dan BOK.4. Data Sosial Ekonomi
merupakan data yang dikumpulkan untuk mengkaji komponen investasi
dalam kerangka sumber daya (resource) yang harus dikeluarkan oleh
pemerintah termasuk subsidi, penggunaan lahan milik pemerintah, dan
kemudahan biaya lainnya yang menyangkut nilai investasi.
Survey sekunder yang dilakukan merupakan pengumpulan data untuk
mendapatkan data-data sekunder yang ada di instansi-instansi yang
terkait dengan pekerjaan yang akan dilakukan. Adapun instansi yang
akan dihubungi dalam tahapan pengumpulan data sekunder ini adalah
:
1. PT. Kereta Api Indonesia / Dinas Perhubungan Propinsi
Aceh;
2. BAPPEDA;
3. Biro Pusat Statistik;
4. Badan Pertanahan Nasional.
Berdasarkan data-data sekunder yang diperoleh dari instansi
pemerintah yang terkait tersebut diharapkan dapat digunakan untuk
mengetahui kondisi sosial ekonomi penduduk dan gambaran
administratif daerah studi.
3.3.2 Pengumpulan Data Primer
1. Survey primer dilakukan untuk mengidentifikasi situasi dan
kondisi lokasi yang ada dan membandingkannya dengan data sekunder
yang ada. 2. Survey Bangkitan dan TarikanSurvey bangkitan dan
tarikan akan digunakan untuk analisis dan menghitung peramalan
jumlah pergerakan penumpang dan barang yang bersumber dari data
bangkitan dan tarikan dalam daerah studi.
3.4 Tahap Kajian
Setelah data-data terkumpul tahap selanjutnya adalah pengkajian
awal terhadap aspek-aspek yang mendasari langkah-langkah teknis
yang lebih spesifik pada tahap-tahap berikutnya. Secara
terklasifikasi aspek-aspek tersebut adalah:
1. Kajian Lalulintas :1) Kajian dan Analisis pergerakan saat ini
berdasarkan data bangkitan dan tarikan yang tersedia dari hasil
survey, analisis korelasi berbasis zona ini dihitung untuk
memperoleh prakiraan jumlah penumpang yang melakukan perjalanan
akibat bangkitan dan tarikan berbasis zona ini. Analisis dihitung
dengan menggunakan metode stepwise1 dan stepwise2 seperti yang
telah diuraikan pada Bab II. Analisis dilakukan mengunakan regresi
linier berganda (Multiple Linier Regression) dengan banyak peubah.
Analisis ini dihitung dengan mengunakan program Data Statistik
Microsoft Exel dengan perulangan regresi selangkah demi selangkah.
Lebih jelas dapat dilihat pada Gambar 3.2 berikut ini.
Gambar 3.2 Proses Kalibrasi dan Pengabsahan Model
Analisis-Korelasi
(Sumber : Tamin 2008)
2) Waktu tempuh rata-rata dan kecepatan rata-rata adalah waktu
perjalanan (Time Travel). Variabel kecepatan mempengaruhi BOK dan
Time Saving;
3) Time Saving yang dihitung dalam penelitian ini adalah selisih
waktu perjalanan antara moda transportasi kereta api dengan moda
transportasi bus rute Banda Aceh Medan dengan mengamati waktu
tempuh rata-rata moda bus.
4) BOK (Biaya Operasi Kendaraan) dihitung dari biaya pemakaian
bahan bakar, pemakaian minyak pelumas, perbaikan dan pemeliharaan
kereta api dan lintasan kereta api, bunga, asuransi, dan overhead
serta nilai waktu.2. Kajian Sosial Ekonomi:
1) Pengembalian biaya dengan pendekatan manfaat, khususnya
pengurangan biaya sistem tranportasi (nilai waktu dan biaya operasi
kendaraan) dan manfaat-manfaat lainya bagi masyarakat.
2) Perhitungan manfaat pembangunan jalan rel, dilakukan dengan
menghitung langsung dari pengguna jalan, yaitu pengurangan Biaya
Operasi Kendaraan (BOK), nilai waktu dan kecelakaan yang
diperhitungkan dari perbedaan dengan proyek dan tanpa proyek.
Metode ini dikenal sebagai pendekatan costumer surplus3) Pada
jalan-jalan dengan volume yang rendah dan pada wilayah yang belum
berkembang atau pada wilayah-wilayah yang akan dibuka, metode
tersebut tidak dapat memberikan justifikasi adanya pembangunan
prasarana jalan rel. Hal tersebut disebabkan oleh tidak munculnya
efek multiplier yang timbul dari kegiatan yang berada dalam wilayah
pembangunan jalan rel tersebut.
4) Tingkat pengembalian rata-rata (gross average) rate of
return. Dalam memilih beberapa rencana maka yang dipilih adalah
rencana yang memberi average of return yang terbesar. Padahal
rencana tersebut masih bisa dibandingkan, misalnya dengan rencana
pembaharuan fasilitas perawatan untuk mengurangi biaya dan untuk
bisa lebih bersaing. Bentuk lain adalah dengan menghitung average
net rate of return. Cara menghitung besaran average rate of return
menghasilkan ranking yang sama dari rencana-rencana yang dinilai
tetapi tidak memperhitungkan:
a. waktu atau kapan pendapatan-pendapatan itu diterima (timing),
dan
b. perbedaan jangka waktu kegunaan dari rencana-rencana yang
tidak sama.3.5 Tahap Kompilasi Data dan Analisis
Selanjutnya akan dilaksanakan analisis dan peramalan pergerakan
penumpang yang bersumber dari kajian lalu lintas dalam daerah
penelitian dengan menggunakan metode analisis korelasi regresi
linier berganda (Multiple Linier Regression). Sasaran dari model
ini adalah untuk mengontrol persiapan jaringan jalan kereta api,
untuk melayani jumlah permintaan yang diprediksi untuk tiga puluh
tahun kedepan. Data kajian lalu lintas dan peramalan pergerakan ini
dikompilasi dengan data sosial ekonomi untuk menentukan nilai
investasi, priode serta memperoleh suku bunga terjangkau dan
ekonomis.
3.6 Tahap Estimasi Biaya Investasi
Pada tahap estimasi biaya investasi ini meliputi menentukan
kapasitas kereta api dan konstruksi rel yang akan dibangun serta
komponen investasi lainnya berdasarkan kajian lalulintas dan kajian
sosial ekonomi. Pada tahapan ini direncanakan pentahapan estimasi
biaya pembangunan prasarana dan sarana serta biaya operasional dan
perawatan hingga diperoleh secara global estimasi biaya pembangunan
dan pemeliharaan/km jaringan jalan rel, serta biaya
operasional/km/trip perjalanan beberapa komponen biaya mengacu pada
studi sebelumnya, SNCF (2005). 3.7 Analisisi Ekonomi
Analisis ekonomi dilaksanakan dengan menghitung
pendapatan-keuntungan (benafit) yang timbul secara langsung (direct
benafit) maupun secara tidak langsung (indirect benafit) dengan
adanya proyek tersebut.
Secara umum ada 2 (dua) faktor utama yang harus diperhatikan
dalam evaluasi ekonomi proyek, yaitu:
a. Biaya proyek (cost)b. Keuntungan proyek (benefit)Analisis
ekonomi dilakukan dalam konteks untuk mengetahui seberapa besar
manfaat yang diperoleh jika dalam jaringan transportasi ruas Banda
Aceh batas Sumatra Utara ini diaktifkan atau ditingkatkan operasi
pelayanan kereta api. Pada prinsipnya hasil analisis kelayakan ini
akan menentukan pengambilan keputusan apakah rencana pembangunan
jalan rel ini jadi dilanjutkan atau tidak. Pada umumnya evaluasi
dilakukan dalam kerangka efisiensi ekonomi, di mana alternatif
terbaik yang dipilih adalah alternatif yang memberikan margin yang
paling besar atas nilai uang dari manfaat yang diperoleh terhadap
biaya yang dikeluarkan dalam berbagai sudut pandang.
Analisis kelayakan ekonomi yang dilakukan pada penelitian ini
pada dasarnya merupakan kajian terhadap manfaat yang ditimbulkan
dengan adanya pemanfaatan kembali jalan rel sekaligus peningkatan
jasa pelayanan angkutan kereta api pada ruas Banda Aceh - batas
Sumatra Utara. Dari komponen manfaat dan komponen biaya tersebut
selanjutnya dilakukan perhitungan parameter-parameter kelayakan
ekonomi. Dengan demikian, proses analisis kelayakan dilakukan dalam
3 tahapan, yakni (1) proses estimasi biaya ekonomi. Proses (2)
adalah melakukan estimasi manfaat ekonomi yang dihasilkan dari
analisis dengan dan tanpa proyek selama waktu tinjauan (time
horison). Setelah kedua proses tersebut dilakukan, maka selanjutnya
dalam proses (3) dilakukan analisis kelayakan untuk mengeluarkan
sejumlah indikator kelayakan.3.8 Analisis Sensitivitas
Analisis sensitifitas berikut dipergunakan untuk melihat
seberapa besar sensitifitas perubahan suatu variabel terhadap suatu
indikator kelayakan ekonomi. Dalam hal ini variabel yang akan
dilihat tingkat sensitifitasnya adalah tingkat suku bunga yang
paling tepat. Analisis sensitifitas tersebut dapat berguna bagi
pengambil kebijakan untuk menentukan keputusannya apabila terjadi
perubahan-perubahan pada penerapan rencana pemanfaatan kembali
jalan rel ini. Pada bagian ini, disimulasikan apabila terjadi
kenaikan suku bunga pada tahun awal pengoperasian dalam pemanfaatan
kembali jalan rel Banda Aceh Batas Sumatera Utara, dari rencana
semula tahun 2012 menjadi tahun 2015 dan tahun 2020.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN4.1. Kajian Lalu Lintas
Dalam perhitungan metode analisis langkah-demi langkah terdapat
16 peubah bebas dan telah dilakukan perhitungan sebanyak 25 tahap,
Dari keseluruhan tahap yang telah dilakukan, tahap yang memenuhi
adalah Tahap 4. Dengan nilai R2 = 0.662691 tidak terlalu besar,
namun peubah-peubah bebas yang terlibat memiliki tanda (+) sesuai
dengan yang diharapkan, konstanta regresi (intersep) = - 431075Dari
metode ini diperoleh persamaan model bangkitan :
Y = -431075 + -1.4626X1 + 25.50232X2 + 880.534X3 + 75924.1X4 +
0.012885X5
Dimana :
X1=Tegal/Kebun;
X2= Luas Areal Perikanan Umum;
X3 = Kepadatan Penduduk;
X4 = Jumlah Puskesmas;
X5 = Penerimaan PBB.
Persamaan model yang diperoleh sudah mencukupi dalam memodelkan
bangkitan Propinsi Aceh, karena beberapa aspek penting sudah
terpenuhi seperti, digunakannya parameter kepada yang berhubungan
mobilitas (terwakili dengan adanya peubah bebas kepadatan penduduk
yang terkait dengan aspek aksesibilitas juga), parameter pendapatan
daerah dimana pendapatan suatu daerah berkaitan erat dengan
pengembangan infrastruktur daerah. (terwakili dengan adanya peubah
bebas Penerimaan PBB), parameter potensi daerah yang dalam hal ini
terpilih adalah parameter perikanan (terwakili dengan adanya peubah
bebas Luas Areal Perikanan Umum). Akan tetapi, apabila dilakukan
lebih banyak tahap perhitungan lagi sangat mungkin didapatkan model
yang lebih optimis dalam perencanaan bangkitan Propinsi Aceh,
dimana nilai R2 yang diperoleh besar mendekati 1.
Dalam perhitungan metode tipe 2 ini terdapat 16 peubah bebas dan
telah dilakukan perhitungan mencapai tahap 25. Dari hasil tersebut,
maka model yang terbaik adalah tahap 16, karena sebagian besar
peubah-peubah bebas yang terlibat memiliki tanda (+) sesuai dengan
yang diharapkan, dengan nilai R2 = 0,842009 , nilai konstanta
regresi (intersep) = -1717426
Dari metode ini diperoleh persamaan model tarikan :
Y = -1717426 + 5.174162X1 + 787.9957X2 + 0.019818X3 + 1736.823X4
+ 4.817532X5 +0.000193X6
Dimana :
X1 = Jumlah Penduduk Total;
X2 = Jumlah Tamu/Touris Asing (Orang);
X3 = Penerimaan PBB (Rp);
X4 = Panjang Jalan Kerikil (Km);
X5 = Jumlah Produksi Pertanian;
X6 = Volume Eksport (kg).
Persamaan model yang diperoleh sudah mencukupi dalam memodelkan
tarikan Propinsi Aceh, karena beberapa aspek penting sudah
terpenuhi seperti, digunakannya parameter kepada yang berhubungan
mobilitas (terwakili dengan adanya peubah bebas Jumlah Penduduk
Total yang terkait dengan aspek aksesibilitas juga), parameter
pendapatan daerah dimana pendapatan suatu daerah berkaitan erat
dengan pengembangan infrastruktur daerah. (terwakili dengan adanya
peubah bebas Penerimaan PBB dan Volume Ekspor), parameter potensi
daerah yang dalam hal ini terpilih adalah parameter partanian
(terwakili dengan adanya peubah bebas Jumlah Produksi Pertanian).
Akan tetapi, apabila dilakukan lebih banyak tahap perhitungan lagi
sangat mungkin didapatkan model yang lebih optimis dalam
perencanaan bangkitan Propinsi Aceh, dimana nilai R2 yang diperoleh
besar mendekati 1.
Dari persamaan bangkitan dan tarikan yang diperoleh, dapat
dihitung prakiraan jumlah penumpang yang melakukan perjalanan
akibat bangkitan dan prakiraan jumlah penumpang yang melakukan
perjalanan akibat tarikan sehingga total penumpang dapat
diestimasikan.
4.2. Kajian Sosial Ekonomi
Dalam kajian ini analisis kelayakan secara ekonomi maupun
finansial dilakukan dalam konteks untuk mengetahui seberapa besar
manfaat yang diperoleh jika dibangun jaringan transportasi jalan
rel di rute Banda Aceh - Medan. Pada prinsipnya hasil analisis
kelayakan ini akan menentukan pengambilan keputusan apakah rencana
pembangunan jalan rel ini jadi dilanjutkan atau tidak.
Dari komponen manfaat dan komponen biaya tersebut selanjutnya
dilakukan perhitungan parameter-parameter kelayakan finansial.
4.2.1. Estimasi Kebutuhan Biaya
Dalam studi ini, seperti yang telah diuraikan dalam Bab III,
komponen biaya yang dihitung meliputi:
1. Biaya konstruksi
2. Biaya pengadaan sarana
3. Biaya operasional
4. Biaya pemeliharaan berkala
Pengadaan masing-masing komponen biaya tersebut tentunya
disesuaikan dengan skenario atau pentahapan rencana pembangunan
jalan rel di rute Banda Aceh Batas Sumatera Utara ini. Mengacu pada
metodologi yang telah dibahas pada Bab III sebelumnya ditetapkan
tahapan rencana pembangunan seperti ditampilkan pada Tabel 4.1.
Tabel 4.1 Pentahapan Rencana Pembangunan Jalan Rel di rute Banda
Aceh - Batas Sumatera UtaraSelanjutnya, pada Tabel 4.2 dan Tabel
4.3 disampaikan resume biaya satuan rencana pembangunan prasarana
dan pengadaan sarana yang dihitung sesuai dengan rencana
pengembangan seperti disampaikan pada Tabel 4.1.Tabel 4.2 Estimasi
Komponen Biaya Rencana Pembangunan Prasarana
Tabel 4.3. Biaya Pengadaan Sarana
Kebutuhan biaya operasional diuraikan dalam Tabel 4.4
berikut.Tabel 4.4Hasil Perhitungan Biaya Operasional Kereta Api
Total biaya operasional dan pemeliharaan serta Biaya
pemeliharaan berkala diperlihatkan pada Tabel 4.5 dan Tabel 4.6
berikut ini.Tabel 4.5 Total Biaya Operasional&pemeliharaan
rutin/tahun
Tabel 4.6 Biaya Pemeliharaan Berkala
Dengan asumsi biaya yang diperlukan ditutup dengan meminjam Bank
dan Tingkat suku bunga adalah 15% per tahun maka total biaya adalah
seperti Tabel 4.7 berikutTabel 4.7 Total Estimasi Biaya
4.2.2. Estimasi Pendapatan
Pada dasarnya proses analisis kelayakan finansial ini dilakukan
untuk menghitung kelayakan pembangunan dan pengoperasian jalan rel
Banda Aceh - Batas Sumatera Utara dengan membandingkan antara
jumlah biaya (cost) terhadap pendapatan/pengembalian (revenue) yang
ditimbulkan sepanjang masa perencanaan (time horizon). Dengan kata
lain analisis finansial ini dilakukan dengan membentuk arus nilai
uang (cash flow) dari rencana jalan rel tersebut dari kacamata
investor. Pada analisis kelayakan finansial ini penulis
mengasumsikan bahwa tarif dasar angkutan penumpang yang akan
dikenakan pada pengguna adalah Rp. 200.000,-
Estimasi pendapatan operasi jalan KA Banda Aceh - Batas Sumatera
Utara ini disampaikan secara umum pada Tabel 4.8 dan Tabel 4.9.
Diasumsikan lintasan ini dioperasikan pada Tahun 2012 dan masa
tinjauan sepanjang 18 tahun sampai dengan Tahun 2030.
Tabel 4.8 Jumlah Penumpang
Prakiraan jumlah penumpang mengunakan permodelan bangkitan untuk
jumlah penumpang dari Banda Aceh Batas sumatera utara, sedangkan
jumlah penumpang dari Batas Sumatera Utara Banda Aceh menggunakan
permodelan Tarikan yang telah dianalisis sebelumnya.Prakiraan dan
perhitungan jumlah penumpang diprediksikan mengalami pertumbuhan
sesuai dengan pertumbuhan penduduk pada masa itu.Tabel 4.9
Pendapatan Total Tiap Tahun Tinjauan
Catatan :Tarif ditetapkan oleh penulis sama sepanjang tahun
rencana investasi, dikarenakan dengan tarif tetap kondisi sudah
menguntungkan.
4.3. Indikator Kelayakan Finansial
Estimasi indikator kelayakan finansial dan ekonomi dari
investasi jalan KA Banda Aceh Batas Sumatera Utara ini disampaikan
secara umum pada Tabel 4.10 dan Tabel 4.14. Secara finansial
dilihat dari FIRR-nya investasi jalan KA Banda Aceh Batas Sumatera
Utara ini layak yaitu 45%, karena umumnya pihak operator
menginginkan FIRR di atas 15%.Tabel 4.10Indikator Kelayakan
Finansial KA Banda Aceh - Batas Sumatera Utara
4.4. Analisis Ekonomi
Analisis ekonomi dilakukan dengan mempertimbangkan nilai
penghematan waktu (time saving) pengguna kereta api jika dibanding
menggunakan moda bus. Time saving merupakan selisih waktu yang
dibutuhkan dalam melakukan perjalanan dengan menggunakan moda
kereta api dan moda bus. Selisih waktu ini akan sangat bermamfaat
(Benefit) bagi masyarakat kerana dengan penghematan waktu banyak
hal yang bisa diselesaikan dan rencana yang telah disusun dapat
terlaksana dengan baik. Nilai waktu didapat dari studi terdahulu,
Anonim (2011), sebesar Rp. 16.000/penumpang/jam.
Dari hasil perhitungan didapat nilai EIRR sebesar 30% sudah
layak jika hanya mempertimbangkan nilai waktu saja.
Tabel 4.14Indikator Kelayakan Ekonomi KA Banda Aceh - Batas
Sumatera Utara
4.5. Rekomendasi Pola Investasi Dalam Kelembagaan
Pembangunan jalan kereta api memerlukan investasi yang besar dan
mahal, sementara jika ditinjau dari segi finansial sering tidak
layak karena komponen manfaat ditinjau dari pendapatan melalui
tarif penumpang yang harus memperhatikan kompetisi dengan moda
lain, dalam hal ini bus.
Perhitungan analisis finansial diatas ditinjau dari sisi PT. KAI
sebagai badan penyelenggara perkeretaapian, yang bertanggung jawab
atas penyediaan dan pemeliharaan sistem prasarana perkeretaapian,
penyediaan dan pemeliharaan sarana perkeretaapian maupun
pengoperasiannya.
Perhitungan dengan asumsi nilai IRR 15% maka pada Tahun 2012
akan dicapai BEP jika tarif per penumpang Rp. 200.000. Sehingga
jika ditetapkan tarif per penumpang tetap Rp.200.000 maka
Pemerintah tidak harus mensubsidi penumpang.
Jika diinginkan pihak swasta untuk berpartisipasi dalam
pengembangan jalan KA lintasan Banda Aceh - Batas Sumatera Utara,
maka terdapat beberapa pertimbangan yang harus diperhatikan
sbb:
(1) Perhitungan finansial di atas hanya mempertimbangkan
pendapatan dari tarif penumpang saja
(2) Perlu dipertimbangkan lagi faktor pendapatan dari
komersialisasi lahan KA dan pemanfaatan sarana lainnya, misal lahan
untuk pertokoan, wartel, iklan, penjualan makanan dalam KA dan
Stasiun
(3) Swasta dapat dilibatkan secara penuh sebagai operator
(penyediaan rolling stock, operasi KA, dan maintenance), meskipun
Fare Box Ratio tidak terlalu tinggi
(4) Untuk menarik investor sangat diperlukan kompensasi dari
sektor lain (perkebunan, pertambangan, dlsb)Sesuai dengan
Undang-undang 13/1992, tentang perkeretaapian, peran pemerintah
ditekankan pada penyediaan dan pemeliharaan sistem prasarana
perkeretaapian. Sedang operator/BUMN/badan peyelenggara
perkeretaapian lebih bertanggung jawab dalam penyediaan dan
pemeliharaan sarana perkeretaapian maupun pengoperasiannya.
Semenjak tahun 2000, subsidi pemerintah tersebut ditetapkan sebagai
kompensasi net (PSO+IMO-TAC).
Moda transportasi yang hemat energi seperti kereta api akan
semakin relevan jika dikaitkan dengan keterbatasan cadangan BBM di
Indonesia. Sebagai ilustrasi, seperti ditampilkan pada Tabel 4.15,
lokomotif CC.201 yang mampu mengangkut 12 kereta penumpang dengan
1500 penumpang hanya mengkonsumsi BBM 2-3 liter per KM sehingga
praktis hanya 0,0013 liter 0,002 liter per kilometer penumpang.
Bandingkan dengan bus yang mengkonsumsi + 0,5 liter per KM dengan
membawa 40 penumpang yang berarti setiap kilometer penumpang
mengkonsumsi + 0,0125 liter BBM.
Tabel 4.15Perbandingan Konsumsi Energi Minyak pada Moda
Transportasi
Di sisi yang lain angkutan kereta api juga menghasilkan
keuntungan eksternal yang dirasakan cukup besar, antara lain, hemat
BBM (juga subsidi BBM), mengurangi kemacetan jalan raya (dan biaya
kemacetan yang ditanggung pengguna jalan raya), hemat lahan, rendah
polusi, dan sebagainya. Keuntungan eksternal itu dinikmati
pemerintah dan masyarakat, yang nilainya lebih besar dibanding
subsidi pemerintah yang harus diberikan pada perusahaan kereta
api4.5.1. Skema Pendanaan (PSO, IMO dan TAC) Untuk peningkatan dan
akuntabilitas pelayanan, telah mulai dilaksanakan program
restrukturisasi dan reformasi kelembagaan dan kebijakan
perkeretaapian, sejalan dengan program Railway Efficiency, yang
pelaksanaannya dibiayai dari pinjaman Bank Dunia (Loan IBRD
4106-IND). Salah satu kegiatan program tersebut adalah melaksanakan
restrukturisasi pendanaan perkeretaapian melalui skema pendanaan
PSO-IMO-TAC.
Besarnya pendanaan Net (PSO+IMO-TAC) akan mempengaruhi cash flow
dan kondisi likuiditas keuangan PT. Kereta Api (Persero). Tapi
jumlah net yang diberikan pemerintah bisa lebih kecil dari net yang
seharusnya diberikan. Pada model di atas net memiliki faktor
pengali koreksi untuk net yang artinya pemerintah bisa memberikan
net di bawah net yang harus diberikan pada PT. Kereta Api
(Persero).
Landasan filosofis skema pendanaan tersebut adalah adanya
pembagian peran yang lebih jelas antara fungsi pelayanan umum
(pemerintah) dengan fungsi komersial perusahaan perkeretaapian,
berdasarkan prinsip-prinsip PSO, IMO, TAC sebagaimana disebutkan
dalam UU No. 13 Tahun 1992 tentang perkeretaapian. Dengan demikian,
fungsi pelayanan umum tetap dijaga (melalui subsidi atau Public
Service Obligation dari pemerintah), namun dalam pengelolaannya
dapat lebih profesional, efisien, akuntabel (kualitas pemeliharaan
dan pengoperasiannya melalui skema pendanaan infrastructure
maintenance and operation dari pemerintah kepada badan
penyelenggara perkeretaapian) serta agar investasi dapat lebih
bermanfaat, efisien dan berkelanjutan (melalui penerapan biaya
track access charges bagi pengguna prasarana perkeretaapian agar
biaya pemeliharaan dan operasi prasarana maupun cost recovery
terhadap depresiasi nilai investasi prasarana dapat
digantikan).
4.5.2. Opsi Kelembagaan Perkeretaapian
Menurut UU 13/1992 tentang Perkeretaapian. Badan usaha milik
swasta hanya mungkin dapat terlibat melalui KSO, dengan badan
penyelenggara tunggal, saat ini PT. Kereta Api (Persero). Skema
pendanaan sesuai SKB Tiga Menteri perihal PSO, IMO, TAC berlaku
dalam penggunaan aset, pengoperasian dan pemeliharaan prasarana
perkeretaapian.
Di masa datang terdapat beberapa kemungkinan pengembangan
kelembagaan, yang pada dasarnya akan menghapus peran monopoli
penyelenggaraan KA, dan membuka peluang bagi keterlibatan
pemerintah daerah dalam penyelenggaraan KA.
Opsi pertama, berupa rencana dibukanya kesempatan kepada BUMS
dan BUMD untuk mengoperasikan angkutan ka (multi operator),
Operator prasarana masih dititipkan kepada PT. Kereta Api
(Persero), sebagai kontraktor IMO.
Opsi kedua, berupa pemisahan operator prasarana, baik berupa
UPT, Perum, maupun Persero. Pada opsi ini diperkenalkan prinsip
negosiasi ataupun open access bagi para pengguna prasarana. PT
Kereta Api (Persero) hanya berperan sebagai operator angkutan.
Operator prasarana akan dikelola oleh lembaga khusus di luar atau
di dalam Pemerintahan, yang akan menerima pungutan TAC.
Masing-masing opsi memiliki keuntungan dan kerugian tersendiri.
Saat ini PT. Kereta Api (Persero) tengah melanjutkan agenda
restrukturisasi perusahaan. Beberapa lini bisnis penting telah
terbentuk, berupa Divisi telah terbentuk Divisi Jabotabek, Divisi
Sarana, Divisi Properti, Divisi Pelatihan. Saat ini tengah
disiapkan pembentukan Divisi angkutan penumpang, Divisi Angkutan
Barang dan Divisi IMO (prasarana).
V. KESIMPULAN DAN SARAN5.1. Kesimpulan
1. Persamaan model pergerakan bangkitan di Propinsi Nanggroe
Aceh Darussalam yang paling memenuhi adalah :
Y = -431075 + -1.4626X1 + 25.50232X2 + 880.534X3 + 75924.1X4 +
0.012885X5, yaitu model yang diperoleh dengan metode stepwise tipe
1.
Persamaan model pergerakan tarikan di Propinsi Nanggroe Aceh
Darussalam yang paling memenuhi adalah :
Y = -1717426 + 5.174162X1 + 787.9957X2 + 0.019818X3 + 1736.823X4
+ 4.817532X5+0.000193X6 yaitu model yang diperoleh dengan metode
stepwise 2.2. Beberapa atribut sosio-ekonomi yang paling dominan
dalam memberikan kontribusi bangkitan dan tarikan pergerakan di
Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam adalah :Jumlah Penerimaan PBB,
Luas Area Perikanan Umum dan Kepadatan Penduduk per km2.
3. Dari analisis diperoleh pada Tahun 2012 membutuhkan biaya
untuk prasarana 1.524.980.000.000,- rupiah dan sarana pada tahun
2016 sebesar 28.705.000.000,- rupiah, biaya operasional dan
pemeliharaan rutin dimulai dari tahun 2016 sampai dengan tahun 2030
per tahunnya sebesar 31.161.000.000,- rupiah, mantenan berkala
setiap lima tahun dimulai dari tahun 2016 sebesar 46.184.000.000,
rupiah.
4. Jumlah penumpang di perkirakan terus bertambah setiap
tahunnya pada tahun 2012 yaitu 2.280.520 dari Banda Aceh menuju
Medan dan 1.520.347 dari Medan menuju Banda Aceh. Begitu juga
dengan jumlah Lokomotif dan Gerbong yang pada tahun 2020 menjadi 2
Lokomotif dan 40 Gerbong pada tahun 2030.
5. Dari hasil analisis finansial dengan tarif Rp 200.000/orang
investasi jalan KA Banda Aceh-Medan ini layak (nilai FIRR 45%),
karena umumnya investor menginginkan FIRR di atas 15%.
6. Dari analisis ekonomi dengan menghitung nilai waktu Rp.
16.000,00/penumpang/jam proyek ini masih layak dengan nilai
EIRR=30%
5.2. Saran
1. Agar diperoleh model persamaan matematis yang paling optimis,
hendaknya diidentifikasi terlebih dahulu data social-ekonomi yang
berkontribusi dominan terhadap pergerakan di daerah tersebut.
2. Perlu dilakukan analisis ekonomi dengan mempertimbangkan
faktor-faktor eksternal seperti biaya kecelakaan, biaya operasi
kendaraan, faktor lingkungan, social dan budaya, nilai waktu,
pengembangan daerah, potensi daerah sehingga proyek ini layak untuk
dilaksanakan.
3. Perlu dilakukan perhitungan finansial dengan menghitung
pendapatan penyewaan lahan untuk iklan di stasiun, sewa rumah
makan, wartel dan kios lainnya4. Subsidi dari pemerintah diperlukan
untuk pembangunan konstruksi jalan rel ini, mengingat investasi
jalan rel membutuhkan biaya yang sangat mahal5. Perlu pembagian
peran yang lebih jelas antara fungsi pelayanan umum (pemerintah)
dengan fungsi komersial perusahaan perkeretaapian, berdasarkan
prinsip-prinsip PSO, IMO, TAC dan secepatnya dilaksanakan
restrukturisasi pendanaan perkeretaapian melalui skema pendanaan
PSO-IMO-TAC
DAFTAR PUSTAKAAnonim, 2005, Studi Perkeretaapian Nanggroe Aceh
Darussalam (lintas Banda Aceh Medan), SNCF International.
Anonim, 2008, Tranportation Research at University of
California, JOURNAL ACCESS, California.
Anonim, 2010, Buku Ajar Ekonomi Manajemen Pemeliharaan Jalan
Raya, Unsyiah, Banda Aceh
Anonim, 2011, Perhitungan Nilai Waktu Perjalanan Banda Aceh
Medan, TA Teknik Sipil, Universitas Syiah Kuala.
Blank, LPE & Tarquin, APE 2005, Engineering Economy, Sixth
Edition, McGraw Hill Companies, Inc., New York, America.
Fricker, W 2004, Fundamental of Transpotation Engineering,
Prentice Hall, Pearson Education, Inc., Upper Saddle River, New
Jersey.
Nazir, M 2008, Metode Penelitian, Penerbit Ghalia Indonesia,
Ciawi, Indonesia
Papacostas, CS & Prevedourus, PD 2005, Transportation
Engineering & Planning, Prentice Hall, Pearson Education South
Asia Pte Ltd, Singapore.
Rachmadi, 2000, Rekayasa Jalan Kereta Api, Penerbit ITB,
Bandung.
Shiftan, Y 2007, Tranportation Planning, An Elgar eference
Collection, Cheltenham, UK Northampton, MA, USA.
Sofyan, MS 2009, Kebijakan Sistem Transportasi Barang Multimoda
Untuk Mengurangi Kerusakan Jalan Akibat Beban Berlebih (Studi
Kasus: Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam), Desertasi Doktor,
Institut Teknologi Bandung, Bandung.
Tamin, OZ 2008, Perencanaan, Permodelan & Rekayasa
Transportasi, Penerbit ITB, Bandung.
Pustaka dari situs Internet :
Agunan, S 2012, Prospek Perkeretaapian PSO-IMO-TAC-BMN-PSL,
diakses 6 oktober 2012, http://www.fiskal.depkeu.go.idFinancing For
Development 2007, Dengan PSO Menjembatani Kesenjangan
Infrastruktur, diakses 6 oktober 2012,
www.globalclearinghouse.orgSuhermin AP, 2008, Analisis Regresi
Linier Berganda Untuk Mengetahui Hubungan Antara Beberapa Aktifitas
Promosi dan Penjualan Produk, diakses 12 oktober 2012,
http://blog.its.ac.idData Sosioekonomi
Kandidat Peubah Bebas
UJI KORELASI
Alternatif Fungsi
Uji Statistik dan uji Kewajaran
Model bangkitan/Tarikan
Data Trip End
(Peubah tak Bebas)
Lolos
Tidak
1PAGE 8