STUDI TUTUPAN DAN KERAPATAN LAMUN DI PESISIR PULAU UNGGEH KABUPATEN TAPANULI TENGAH PROVINSI SUMATERA UTARA SKRIPSI ROMANDA MORA TANJUNG 130302018 PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2017 Universitas Sumatera Utara
98
Embed
STUDI TUTUPAN DAN KERAPATAN LAMUN DI PESISIR PULAU …
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
STUDI TUTUPAN DAN KERAPATAN LAMUN DI PESISIR PULAU UNGGEH KABUPATEN TAPANULI TENGAH
PROVINSI SUMATERA UTARA
SKRIPSI
ROMANDA MORA TANJUNG 130302018
PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2017
Universitas Sumatera Utara
STUDI TUTUPAN DAN KERAPATAN LAMUN DI PESISIR PULAU UNGGEH KABUPATEN TAPANULI TENGAH
PROVINSI SUMATERA UTARA
ROMANDA MORA TANJUNG 130302018
PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2017
Universitas Sumatera Utara
STUDI TUTUPAN DAN KERAPATAN LAMUN DI PESISIR PULAU UNGGEH KABUPATEN TAPANULI TENGAH
PROVINSI SUMATERA UTARA
SKRIPSI
ROMANDA MORA TANJUNG 130302018
Skripsi Sebagai Satu Diantara Beberapa Syarat Untuk Dapat Memperoleh Gelar Sarjana Perikanan di Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan
Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara
PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2017
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI
Saya yang bertanda tangan di bawah ini:
Nama : Romanda Mora Tanjung
NIM : 130302018
Menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul “Studi Tutupan dan Kerapatan
Lamun di Pesisir Pulau Unggeh Kabupaten Tapanuli Tengah Provinsi Sumatera
Utara” adalah benar merupakan hasil karya saya sendiri dan belum diajukan
dalam bentuk apapun kepada Perguruan Tinggi manapun. Semua sumber data dan
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Medan, Agustus 2017
Romanda Mora Tanjung NIM. 130302018
Universitas Sumatera Utara
ABSTRACK
ROMANDA MORA TANJUNG. Study of Cover and Seagrass Density on Pulau Unggeh Kecamatan Badiri Kabupaten Tapanuli Tengah North Sumatra Province. Guided by PINDI PATANA and AMANATUL FADHILAH.
Seagrass is the only water plant in its lifetime submerged in shallow sea waters, which have leaves, stems, roots and breed vegetatically with rhizomes. The purpose of this research is to know the cover and density of seagrass in Unggeh island. This research was conducted in Unggeh Island, Badiri Sub-district, Central Tapanuli Regency, North Sumatera Province in April-May 2017. The research method used is Purposiv Sampling which is divided into 3 stations. The result of seagrass cover percentage at Station I is 51,70% Station II 50,18% and Station III 42,92% with average 48,29% which belongs to "Medium" category. Seagrass closure results in Enhalus acoroides genes at Station I are 7.00% Station II 9.46% and Station III 3.21 with an average of 6.56%. In the type of Cymodocea serrulata in Station I is 42.00% Station II 40.71% and Station III 41.66% with an average of 39.39%. In the Halodule type pinifolia only found in Station III with the percentage of 5.30% with an average of 1.76%. The result of seaweed density on Enhalus acoroides type at Station I is 35 ind / m2 Station II 42 ind / m2 and Station III 10 ind / m2 with an average of 29 ind / m2. In the type of Cymodocea serrulata at Station I is 364 ind / m2 Station II 331 ind / m2 and Station III 219 ind / m2 with an average of 305 ind / m2. In the type of Halodule pinifolia only found in Station III with a density of 36 ind / m2 with an average of 12 ind / m2. The result of counting on Enhalus acoroides is 0,56 which means uniform, Cymodocea serrulata 0,50 which means Uniform and Halodule pinifolia 1,05 which means to squeeze.
Keywords ; Seagrass, Cover, Density, Pattern of Dissemination, Unggeh Island.
Universitas Sumatera Utara
ABSTRAK
ROMANDA MORA TANJUNG. Studi Tutupan dan Kerapatan Lamun di Pulau Unggeh Kecamatan Badiri Kabupaten Tapanuli Tengah Provinsi Sumatera Utara. Dibimbing oleh PINDI PATANA dan AMANATUL FADHILAH.
Lamun merupakan satu-satunya tumbuhan air yang seumur hidupnya terendam dalam perairan laut dangkal, yang memiliki daun, batang, akar dan berkembang biak secara vegetatip dengan rimpang. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui tutupan dan kerapatan lamun yang ada di Pulai Unggeh. Penelitian ini di lakukan di Pulau Unggeh kecamatan Badiri Kabupaten Tapanuli Tengah Provinsi Sumatera Utara pada bulan April-Mei 2017. Metode penelitian yang digunakan adalah Purposiv Sampling yang dibagi menjadi 3 stasiun. Hasil dari persentase tutupan lamun pada Stasiun I adalah 51,70% Stasiun II 50,18% dan Stasiun III 42,92% dengan rata-rata 48,29% yang termasuk kategori “Sedang”. Hasil penutupan lamun pada jeni Enhalus acoroides pada Stasiun I adalah 7,00% Stasiun II 9,46% dan Stasiun III 3,21 dengan rata-rata 6,56%. Pada jenis Cymodocea serrulata di Stasiun I adalah 42,00% Stasiun II 40,71% dan Stasiun III 41,66% dengan rata-rata 39,39%. Pada jenis Halodule pinifolia hanya ditemukan di Stasiun III dengan persentase 5,30% dengan rata-rata 1,76%. Hasil dari kerapatan lamun pada jenis Enhalus acoroides pada Stasiun I adalah 35 ind/m2 Stasiun II 42 ind/m2 dan Stasiun III 10 ind/m2 dengan rata-rata 29 ind/m2. Pada jenis Cymodocea serrulata di Stasiun I adalah 364 ind/m2 Stasiun II 331 ind/m2 dan Stasiun III 219 ind/m2 dengan rata-rata 305 ind/m2. Pada jenis Halodule pinifolia hanya ditemukan di Stasiun III dengan kerapatan 36 ind/m2 dengan rata-rata 12 ind/m2
. Hasil penghitungan pola pemencaran pada Enhalus acoroides adalah -0,56 yang berarti seragam, Cymodocea serrulata 0,50 yang berarti Seragam dan Halodule pinifolia 1,05 yang berarti mengelempok.
Kata Kunci ; Lamun, Tutupan, Kerapatan, Pola Pemencaran, Pulau Unggeh.
Universitas Sumatera Utara
RIWAYAT HIDUP
Penulis lahir di Pabatu, pada tanggal 17 Februari
1996 dari ayahanda Abdul Wahid Tanjung dan
ibunda Ratna Juita. Penulis merupakan anak kedua
dari dua bersaudara. Penulis memulai jenjang
pendidikan formal di SD 101030 Sibuhuan (tahun
2001-2007). Penulis kemudian melanjutkan
pendidikan di SMP N 1 Barumun (tahun 2007-
2010). Tahun 2013 penulis menyelesaikan pendidikan di SMA N 2 plus Sipirok
dengan jurusan IPA. Penulis melanjutkan pendidikan di Program Studi
Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara
pada tahun 2013 melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negri
(SNMPTN).
Penulis pernah menjadi asisten Praktikum Planktonologi (T.A 2014/2015),
asisten Praktikum Planktonologi (T.A 2015/2016). Pada bulan Juli-Agustus 2016
penulis melakukan Praktik Kerja Lapangan (PKL) di Balai Karantina Ikan
Penyakit dan Pengendalian Mutu (BKIPM) di Jl.Karantina Kualanamu Lubuk
Pakam, Kabupaten Deli Serdang.
Universitas Sumatera Utara
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang
telahmemberikan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat
menyelesaikanskripsi dengan judul “Studi Tutupan Dan Kerapatan Lamun Di
Pesisir Pulau Unggeh Kabupaten Tapanuli Tengah Sumatera Utara” sebagai tugas
akhir untuk mendapatkan gelar S-1.
Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan terima kasih sebesar-besarnya
kepada ayanda Abdul Wahid Tanjung dan Ibunda Ratna Juita yang selalu
senantiasa membimbing dan memberikan doa nya kepada penulis selama
mengikuti pendidikan hingga menyelesaikan skripsi ini. Pada kesempatan ini
penulis juga mengucapkan terima kasih kepada :
1. Bapak Dr. Ir. Hasanuddin, M.S selaku Dekan Fakultas Pertanian dan Ibu Dr.
Eri Yusni, M.Scselaku Ketua Program Studi Manajemen Sumberdaya
Perairan
2. Pindi Patana, S.Hut, M.Sc selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Ibu
Amanatul Fadhilah, S.Pi, M. Si selaku Anggota Komisi Pembimbing.
3. Seluruh Dosen Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan dan Pegawai
Tata Usaha yang telah membantu penulis menyelesaikan kuliah.
4. Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Tapanuli Tengah beserta
staf dan pegawai yang memberikan bantuan dalam pelaksanaan penelitian.
5. Seluruh MSP angkatan 2013, terkhusus kepada sahabat-sahabatku Masrian
Fauzan, S.Pi, Muhammad Guntur, S.Pi, Muhammad Mulia Wisesa,
Muhammad Dzikri dan Azwir Siregar.
Universitas Sumatera Utara
Semoga skripsi ini bermanfaat untuk masyarakat, pembaca dan bagi
pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya bidang Manajemen Sumberdaya
Perairan.
Medan, Agustus 2017
Penyusun
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRACT ............................................................................................... i
ABSTRAK ................................................................................................. ii
RIWAYAT HIDUP ................................................................................... iii
KATA PENGANTAR ............................................................................... iv
DAFTAR ISI .............................................................................................. vi
DAFTAR GAMBAR ................................................................................. ix
DAFTAR TABEL ..................................................................................... xi
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................. xii
PENDAHULUAN Latar Belakang ...................................................................................... 1 Rumusan Permasalahan ........................................................................ 2 Tujuan Penelitian .................................................................................. 2 Manfaat Penelitian ................................................................................ 2 Kerangka Pemikiran .............................................................................. 3
TINJAUAN PUSTAKA Deskripsi Area ............................................................................................. 5 Depenisi Lamun .................................................................................... 6 Komunitas Padang Lamun .................................................................... 7 Distribusi lamun .................................................................................... 8 Fungsi Ekosistem Lamun ...................................................................... 9 Morfologi Lamun .................................................................................. 10 Akar ................................................................................................. 11 Rhizoma dan Batang ....................................................................... 11 Daun ................................................................................................ 11 Jenis-Jenis Lamun ................................................................................. 12 Enhalus ackroides ....................................................................................... 12 Cymodocea serrulata .................................................................................. 12 Cymodocea rotundata ................................................................................. 13 Thalassia hempricii ..................................................................................... 14 Halophila spinulosa .................................................................................... 14
Faktor-Faktor Lingkungan .................................................................... 19 Suhu ................................................................................................. 19 Salinitas ............................................................................................ 20 Kecepatan Arus ................................................................................ 20 Kedalaman........................................................................................ 21 Substrat ............................................................................................. 21 Nitrat ................................................................................................ 21 Fosfat ................................................................................................ 22
METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ..................................................................... 23 Alat dan Bahan ...................................................................................... 24 Prosedur Penelitian................................................................................ 24 Pengamatan Lamun .......................................................................... 24 Pengukuran Kualitas Air .................................................................. 28 Analisis Data ......................................................................................... 29 Menghitung Penentuan Lamun dalam Suatu Kuatdran .................. 29 Menghitung Rata-Rata Penutupan Lamun per Stasiun ................... 30 Menghitung Penutupan Lamun per Jenis pada Satu Stasiun .......... 30 Menghitung Rata-Rata Penutupan Lamun per Lokasi/Pulau .......... 31 Kerapatan Lamun ............................................................................ 31 Pola Pemencaran Lamun ................................................................. 32
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil ...................................................................................................... 32 Enhalus acoroides ....................................................................................... 32 Cymodocea serrulata .................................................................................. 33 Halodule pinifolia ....................................................................................... 34 Parameter Fisika-Kimia Perairan .......................................................... 35 Tutupan dan Keratapan Lamun ............................................................. 36 Tutupan Lamun Satu Lokaasi/Pulau .............................................. 36 Tutupan Lamun per Jenis pada Satu Lokasi/Pulau ........................ 37 Kerapatan Lamun .................................................................................. 38 Pola Pemencaran ................................................................................... 39 Pembahasan ........................................................................................... 40
Universitas Sumatera Utara
Idebtifikasi Lamun ....................................................................... 40 Parameter Fisika-Kimia Perairan .................................................. 41 Tutupan Lamun ............................................................................. 45 Kerapatan Lamun .......................................................................... 46 Pola Pemencaran ........................................................................... 47
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpuan .......................................................................................... 49 Saran .................................................................................................... 49
Kedalaman cm Tongkat Berskala In situ C Termometer In situ
Kecerahan % Secchi disk In situ Substrat - - Ex situ Arus m/det Bola Duga In situ Kimia pH - pH meter In situ DO ppt DO meter In situ Salinitas ppt Refraktometer In situ Nitrat ppt - Ex situ Fosfat ppt - Ex situ
Universitas Sumatera Utara
Analisis Data
Menghitung Penentuan Lamun dalam Suatu Kuatdran
Menurut COREMAP-LIPI (2014), cara penghitungan lamun dalam suatu
kuadrat adalah menjumlah nilai penutupan lamun pada setiap kotak kecil dalam
kuadrat yang membaginya dengan jumlah kotak kecil, yaitu 4 kotak. Perhitungan
ini menggunakan rumus dan perhitungan dalam tabel Microsoft excel. Penilaian
penutupan lamun dapat dilihat pada Tabel 2. Rumus menghitung persentase
tutupan lamun dalam kotak kecil penyusunan kuatdran adalah sebagai berikut:
Jumlah Nilai Penutupan Lamun (4 kotak) Penutupan Lamun = 4
Tabel 2. Penilaian Penutupan Lamun
Kategori Nilai Penutupan Lamun
Tutupan Penuh 100 Tutupan ¾ Kotak Kecil 75 Tutupan ½ Kotak Kecil 50 Tutupan ¼ Kotak Kecil 25 Kosong 0 Sumber : COREMAP-LIPI (2014).
Menghitung Rata-Rata Penutupan Lamun per Stasiun
Menurut COREMAP-LIPI (2014), cara menhitung rata-rata penutupan
lamun per stasiun adalah menjumlahkan penutupan lamun setiap kuadrat pada
seluruh transek didalam satu stasiun. Kemudian dibagi dengan jumlah kuadrat
Universitas Sumatera Utara
pada stasiun tersebut. Perhitungan penutupan lamun perjenis suatu stasiun
menggunakan Microsoft Excel menggunakan rumus:
Jumlah Penutupan Lamun pada Seluruh Transek
Rata-Rata Penutupan Lamun (%) = Jumlah Kuadrat seluruh transek
Menghitung Penutupan Lamun per Jenis pada Satu Stasiun
Menurut COREMAP-LIPI (2014), cara menghitung penutupan lamun per
jenis pada suatu stasiun adalah menjumlah nilai persentase penutupan setiap jenis
lamun pada seriap kuadrat seluruh transek dan membaginya dengan jumlah
kuadrat pada stasiun tersebut. Penghitungan penutupan lamun per jenis pada satu
stasiun menggunakan Microsoft Excel menggunakan rumus:
Jumlah Nilai Penutupan setiap Jenis Lamun pada Seluruh Kuadrat
Rata-Rata Nilai Dominasi Lamun (%) = Jumlah Kuadrat Seluruh Transek
Menghitung Rata-Rata Penutupan Lamun per Lokasi/Pulau
Menurut COREMAP-LIPI (2014), cara menghitung rata-rata penutupan
lamun per lokasi/pulau adalah menjumlahkan rata-rata penutupan lamun setiap
stasiun kemudian dibagi dengan jumlah stasiun pada lokasi/pulau tersebut.
penghitungan rata-rata penutupan lamun perlokasi menggunakan perangkat
Microsoft Excel menggunakan rumus:
Universitas Sumatera Utara
Jumlah Nilai Rata-Rata Penutupan Lamun Rata-rata Penutupan Seluruh Stasiun dalam Satu Lokasi Pulau Lamun Satu Lokasi/Pulau (%) = Jumlah Stasiun dalam Satu Lokasi Hasil rata-rata penutupan lamun dalam satu lokasi dimasukan ke dalam
kategori tumbuhan lamun dan dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Kategori Tumbuhan Lamun
Persentase Tutupan(%)Kategori
0 – 25 Jarang 26 – 50 Sedang 51 – 75 Padat 76 – 100 Sangat Padat Sumber : COREMAP-LIPI (2014).
Kerapatan Lamun
Kerapatan lamun merupakan jumlah jenis/tegakan lamun per satuan luas.
Kerapatan jenis lamun dihitung menggunakan rumus COREMAP-LIPI (2014):
Kerapatan Lamun = Jumlah Jenis/Tegakan x 4
Keterangan :
Kerapatan Lamun = Jumlah jenis/tegakan lamu per satuan luas (Tegakan/m2
Angka 4 = Konstanta untuk konversi 50x50 cm
)
2 ke 1 m
2
Pola Pemencaran Lamun
Pola pemencaran lamun dapat dihitung dengan menggunakan Indek
Dispersi. Menurut Brower dkk., (1998), rumus pola pemencaran lamun adalah
sebagai berikut:
Universitas Sumatera Utara
∑ Xi2
Id = n -N
N(N-1) Id = Indeks Dispresi Morista
n = Jumlah plot pengambilan contoh
Xi = Jumlah Individu total dalam n plot
N = Jumlah Kuadran Individu Pada plot ke- i
Menurut Brower dkk., (1998), pemencaran individu lamun mempunyai
nilai dan kriteria sebagai berikut:
Id<1 = Seragam
Id=1 = Acak
Id>1 = Mengelompok
Universitas Sumatera Utara
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Jenis-jenis lamun yang didapatkan pada Pulau Unggeh, Kabupaten
Tapanuli Tengah, Sumatera Utara adalah:
Enhalus acoroides
Morfologi Enhalus acoroides dapat dilihat pada Gambar 20. Enhalus
acoroides memiliki daun panjang seperti pita dan serabut hitam pada rhizoma nya.
Gambar 20. a), Morfologi Enhalus Acoroides b), Bentuk Buah dan Daun c), Petak Transek pada Pengambilan Data Enhalus Acoroides.
a b
c
Universitas Sumatera Utara
Menurut Waycott, dkk (2004), klasifikasi dari spesies ini sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Divisi : Angiospermae
Kelas : Liliopsida
Ordo : Hidrocharitales
Famili : Hydrocharitaceae
Genus : Enhalus
Species : Enhalus acoroides
Cymodocea serrulata
Morfologi Cymodocea serrulata meliki daun ujung nya bergerigi seperti
gergaji, setiap tegakan memiliki dua sampai tiga helai daun saja. Dapar dilihat
pada Gambar 21.
Gambar 21. a), Morfologi Cymodocea serrulata b), Bentuk Daun c), Petak Transek pada Pengambilan Data Cymodocea serrulata.
a b
c
Universitas Sumatera Utara
Klasifikasi dari spesies ini menurut Waycott, dkk (2004) sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Divisi : Angiospermae
Kelas : Liliopsida
Ordo : Potamogetonales
Famili : Potamogetonaceae
Genus : Cymodocea
Species : Cymodocea serrulata
Halodule pinifolia
Morfologi Halodule pinifolia memiliki ujung daun membentuk bulat dan
ada bekas luka ditengah nya. Setiap tegakan memiliki dua sampai tiga helai daun.
Dapat dilihat pada Gambar 22.
Gambar 22. a), Morfologi Halodule pinifolia b), Bentuk Daun c), Petak Transek pada Pengambilan Data Halodule pinifolia.
a b
c
Universitas Sumatera Utara
Klasifikasi dari spesies ini menurut Waycott, dkk (2004) sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Division : Angiospermae
Class : Liliopsida
Order : Potamogetonales
Family : Potamogetonaceae
Genus : Halodule
Species : Halodule pinifolia
Parameter Fisika-Kimia Perairan
Setiap jenis lamun memiliki kisaran parameter fisika-kimia air yang
berbeda, dikarenakan faktor-faktor tersebut merupakan faktor pendukung maupun
pembatas untuk hidup lamun itu sendiri. Dari hasil pengukuran parameter Fisika-
Kimia air yang dilakukan di Pulau Unggeh, maka hasil pengukuran parameter
Stasiun I 35 364 0 Stasiun II 42 331 0 Stasiun III 10 219 37 Rata-rata 29 305 12
Hasil kerapatan lamun juga dapat dilihat pada Grafik 3.
Grafik 3. Kerapatan Lamun (Tegakan/m2
)
Pola Pemencaran
Pola pemencaran lamun dapat ditentukan dengan Indeks Dispersi Morista
yang hasilnya akan mengelompok atau seragam. Pada jenis Enhalus acoroides
hasil penghitungan indeks morista nya adalah -0,563 yang berarti seragam, pada
jenis Cymodocea serrulata adalah 0,165 yang berarti seragam dan pada jenis
Halodule pinifoliaadalah 1,056 yang berarti mengelompok. Hasil pola
pemencaran dapat dilihat pada Tabel 8
Tabel 8. Hasil Perhitungan Pola Pemencaran
35 4210
364331
219
0 036
0
50
100
150
200
250
300
350
400
ST I ST II ST III
Ind/
m2
Stasiun
Kerapatan Lamun (tegakan/m2)
Kerapatan Lamun (Tegakan/m²) Ea
Kerapatan Lamun (Tegakan/m²) Cs
Kerapatan Lamun (Tegakan/m²) Hp
Universitas Sumatera Utara
Spesies id Pola Pemencaran Enhalus acoroides -0,56 Seragam Cymodocea serrulata 0,50 Seragam Halodule pinifolia 1,05 Mengelompok
Pembahasan
Identifikasi Lamun
Berdasarkan hasil dari penelitian, ada tiga jenis lamun yang didapat di
lokasi penelitian dan telah diidentifikasi. Spesies yang pertama adalah Enhalus
acoroides, spesies kedua adalah Cymodocea serrulata dan yang ketiga adalah
Halodule pinifolia.
Spesies Enhalus acoroidesmemiliki ciri-ciri morfologi daun yang panjang
berbentuk pita. Panjang daun bisa mencapai lebih dari 1 meter, namu pada lokasi
penelitian hanya didapatkan panjang daun sekitar 30-80 cm saja. Selain itu ciri
khusus Enhalus acoroides adalah memiliki serabut hitam seperti ijuk pada
rimpangnya yang tidak dimiliki oleh jenis lamun lain. Sesuai buku identifikasi
lamun COREMAP-LIPI (2014), Daun sangat panjang, bentuk seperti pita,
rimpang tebal dengan rambut hitam dan akar seperti tali, panjang daun 30 – 150
cm.
Spesies Cymodocea serrulatamemiliki ciri-ciri morfologi ujung daun
berbentuk gerigi, pipih dan biasa nya terdiri dari 2 – 3 helai daun. Pada jenis ini
tidak memiliki daun yang panjang, hasil dari pengamatan di lokasi penelitian rata-
rata panjang daun mulai dari 3 – 15 cm. Sesuai buku identifikasi lamun
COREMAP-LIPI (2014), Ujung daun bergerigi, lebar Helai daun mencapai 4 – 9
Universitas Sumatera Utara
mm seringkali bergaris, panjang daun 5 – 15 cm., selubang daun berbentuk
segitiga.
Spesies Halodule pinifolia memiliki ciri-ciri morfologi daun yang bentuk
bulat dan setiap ujung daun memiliki luka berwarna hitam. Lamun jenis ini
memiliki daun yang kecil dan pipih, pangjang daun rata-rata pada lokasi
penelitian adalah sekitar 2 – 7 cm. Sesuai buku identifikasi lamun COREMAP-
LIPI (2014), Ujung daun membulat, satu pusat pembuluh daun, umumnya
rimpang pucat dan luka hitam pada daun.
Parameter Fikisa-Kimia Perairan
Dari hasil pengukuran kedalaman, stasiun I memiliki kedalaman 104 cm,
stasiun II kedalaman nya 38 cm, dan stasiun III kedalaman nya 54 cm yang
termasuk dalam perairan dangkal. Sesuai dengan Wisnubudi dan Wahyuningsih
(2014), ekosistem lamun atau seagrass merupakan salah satu ekosistem laut
dangkal yang mempunyai peranan penting bagi kehidupan di laut serta merupakan
salah satu ekosistem yang paling produktif, ekosistem lamun memiliki berbagai
fungsi penting dan belum begitu banyak dikenal dan diperhatikan bila
dibandingkan dengan ekosistem pesisir lainnya seperti rawa payau, hutan
mangrove dan terumbu karang.
Kecerahan pada semua stasiun adalah 100%, dikarenakan perairan pesisir
pulau yang sangat jernih dan sinar matahari menembus hingga dasar perairan.
Menurut Simon dkk, (2013) Perairan pesisir merupakan lingkungan yang
memperoleh sinar mata hari cukup yang dapat menembus sampai ke dasar
perairan. Diperairan ini juga kaya akan nutrien karena mendapat pasokan dari dua
Universitas Sumatera Utara
tempat yaitu darat dan lautan sehingga merupakan ekosistem yang tinggi
produktifitas nya organiknya. Karena lingkungan yang sangat mendukung di
perairan pesisir maka tumbuhan lamun dapat hidup dan berkembang secara
optimal.
Hasil dari pengukuran suhu diseluruh stasiun adalah 32ᴼC, pengukuran
suhu dilakukan pada siang hari dan dalam kondisi cuaca panas/cerah. Menurut
Hutomo (1999), suhu merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam
mengatur proses kehidupan dan penyebaran organisme. Perubahan suhu terhadap
kehidupan lamun, antara lain dapat mempengaruhi metabolisme, penyerapan
unsur hara dan kelangsungan hidup lamun. Pada kisaran suhu 25 - 30°C,
fotosintesis bersih akan meningkat dengan meningkatnya suhu. Demikian juga
respirasi lamun meningkat dengan meningkatnya suhu, namun dengan kisaran
yang lebih luas yaitu 5-35°C .
Salinitas pada stasiun I memiliki nilai 29 ppt, pada stasiun II bernilai 27
ppt, dan pada stasiun III memiliki nilai 28 ppt. Menurut Supriharyono (2007),
menyatakan bahwa fase pembungaan tumbuhan lamun kisaran salinitas yang baik
adalah antara 28-32ppt.
Setelah dilakukan nya pengukuran kecepatan arus, stasiun I memiliki nilai
0,06 m/det, pada stasiun II memiliki nilai 0,05 m/det, dan pada stasiun III adalah
0,25 m/det. Menurut Dahuri (2001), Pada padang lamun, kecepatan arus
mempunyai pengaruh yang sangat nyata. Produktivitas padang lamun tampak dari
pengaruh keadaan kecepatan arus perairan, dimana mempunyai kemampuan
Dahuri (2003),Spesies lamun mempunyai kemampuan
toleransi yang berbeda-beda terhadap salinitas, namun sebagian besar memiliki
kisaran yang lebar terhadap salinitas yaitu antara 10 - 40 ‰ .
Universitas Sumatera Utara
maksimum menghasilkan “ Standing Crop” pada saat kecepatan arus sekitar 0, 5
m/det. Pada waktu pengamatan dilokasi penelitian cuaca sangat cerah dan berarus
tenang.
Nilai kandungan oksigen terlarut pada tiap stasiun memiliki nilai yang
beragam, pada satsiun I memiliki nilai DO 4,7 ppt, pada stasiun II 4,6 ppt dan
pada stasiun III adalah 4,8 ppt. Menurut Felisberto dkk.,(2015), Nilai kandungan
oksigen terlarut (DO) perairan padang lamun selalu berfluktuasi. Berfluktuasinya
kandungan oksigen terlarut disuatu perairan diduga disebabkan pemakaian
oksigen terlarut oleh lamun untuk respirasi akar dan rimpang, respirasi biota air
dan pemakaian oleh bakteri nitrifikasi dalam proses siklus nitrogen dipadang
lamun.
Derajat keasaman (pH) sangat berpengaruh pada ekosistem lamun. Hasil
dari pengukuran pH pada stasiun I dan stasiun II adalah 7,91 dan pada stasiun III
adalah senilai 7,98 yang merupakan masih sesuai dalam baku mutu air laut yang
normal. Sesuai dengan Keputusan Mentrti Negara Lingkungan Hidup Nomor 51
Tahun 2004 Tentang Baku Mutu Air Laut, bahwa derajat keasaman (pH) baku
mutu air laut untuk biota laut normal adalah senilai 7 – 8.5. Ini menunjukan
bahwa lokasi penelitian masih memiliki pH yang baik untuk pertubuhan lamun.
Substrat merupakan faktor yang mempengaruhi tumbuhnya berbagai jenis
lamun pada lokasi perairan. Substrat yang ada pada seluruh stasiun penelitian
adalah pasir. Newmaster dkk.,(2011) menyatakan bahwa lamun menyukai substrat
berlumpur, berpasir, tanah liat, ataupun substrat dengan patahan karang serta pada
celahcelah batu, sehingga tidak heran lamun juga masih dapat ditemukan di
ekosistem karang maupun mangrove.
Universitas Sumatera Utara
Hasil dari pengukuran Nitrat yang dilakukan di BTKLPP kelas I Medan
adalah pada stasiun I dan II sebesar 4,6 ppm dan pada stasiun III sebesar 4,5 ppm.
Olsen dan Dean (1995), dalam Monoarfa (1992) membagi konsentrasi nitrat
dalam tanah menjadi 3 bagian yaitu < 3 ppm = rendah, 3 – 10 ppm = sedang, dan
> 10 ppm = tinngi. Menurut Nuryanti (2002), Tumbuhan laut mulai dari
mikroalga sampai makroalga mendapatkan input nitrogen dalam bentuk nitrat.
Senyawa ini untuk pertumbuhan dan memperkuat struktur sel. Senyawa nitrat
merupakan bahan baku utama untuk sintesis protein untuk tumbuhan laut dalam
proses fotosintesa dan sebagai bahan pembentuk ATP bersama dengan fosfat.
Hasil dari pengukuran Fosfat yang dilakukan di BTKLPP kelas I Medan
adalah pada seluruh stasiun penenilitan sebesar <0,03 ppm yang merupakan
kesuburan perairan tersebut tergolong sangat rendah.Sulaeman (2005),
mengemukakan pembagian tipe perairan berdasarkan kandungan fosfat di
perairan<5 ppm tingkat kesuburan perairan itu adalah sangat rendah.Menurut
Chaniago (1994) sumber utama fosfat terlarut dalam perairan adalah hasil
pelapukan, mineral yang mengandung fosfor serta bahan organik seperti hancuran
tumbuh-tumbuhan. Fosfat yang terdapat dalam air laut berasal dari hasil
dekomposisi organisme, run-off dari daratan (erosi tanah), hancuran dari bahan-
bahan organik dan mineral fosfat serta masukan limbah domestik yang
mengandung fosfat.
Tutupan Lamun
Tutupan lamun pada Pulau Unggeh, Kecamatan Badiri Kabupaten
Tapanuli Tengah Sumatera Utara adalah rata-rata 48,29% denganstasiun I sebesar
Universitas Sumatera Utara
51,70% stasiun II sebesar 50,18% dan stasiun III sebesar 42,99% yang termasuk
dalam kategori tutpan lamun “Sedang” (26-50). Menurut COREMAP-LIPI
(2014), Persentase tutupan (%) 0 – 25 termasuk dalam katergori jarang, 26-50
termasuk dalam kategori sedang, 51-75 termasuk dalam kategori padat dan 76-
100 termasuk dalam kategori sangat padat.
Jenis lamun Enhalus acoroides di dapatkan di seluruh stasiun dengan nilai
tutupan yang tidak tinggi, tetapi berpencar dan membentuk kelompok-kelompok
kecil. Pada stasiun I tutupan Enhalus acoroides sebesar 7,00%, pada stasiun II
tutupan sebesar 9,46% dan pada stasiun III tutupan sebesar 3,21% dengan rata-
rata tutupan sebesar 6,56%. Menurut Vermaat (1995), nilai penjalaran rimpang
Enhalus acoroides, yaitu 5,3 cm/tahun. Nilai penjalaran rimpang Thalassia
hemprichii yaitu 20,6 cm/tahun dan nilai penjalaran rimpang Cymodocea
rotundata yaitu 33,9 cm/tahun.
Cymodocea serrulatamerupakan tutupan lamun terbesar dilokasi
penelitian ini. Cymodocea serrulatamembentuk suatu hamparan luas yang sering
disebut padang lamun yang pada beberapa tempat juga ditumbuhi beberapa
Enhalus acoroides. Dari jenis Cymodocea serrulataini ditemukan di seluruh
stasiun, pada stasiun I tutupan sebesar 42,99% pada stasiun II di dapatkan sebesar
40,71% dan pada stasiun III tutupan sebesar 34,46% dengan rata-rata tutupan
sebesar 39,39%. Menurut Kasim (2013), persentase penutupan lamun
menggambarkan luas lamun yang menutupi suatu perairan, dimana tinggi
penutupan tidak selamanya linear dengan tingginya kerapatan jenis. Hal ini
dipengaruhi pengamatan penutupan yang diamati adalah helaian daun, sedangkan
Universitas Sumatera Utara
kerapatan yang dilihat adalah jumlah tegakan lamun. Makin lebar ukuran panjang
dan lebar daun lamun maka semakin besar menutupi substrat dasar perairan.
Pada lokasi penelitian juga ditemukan jenis Halodule pinifolia dan hanya
ditemukan pada stasiun III dan hanya pada transek trakhir. Pada stasiun ini sudah
ditemukannya terumbu karang dan Halodule pinifolia ditemukan diantara terumbu
karang dan lamun yang merupakan daerah transisi ekosistem terumbu karang
dengan ekosistem lamun. Stasiun ini merupakan daerah yang terakhir di temukan
lamun. Tutpan Halodule pinifolia sebesar 5,30% dan dengan rata-rata sebesar
1,76%. Luas tutupan padang lamun yang rendah (<10%) dapat dijumpai pada
daerah yang banyak mendapat gangguan, serta terbuka pada saat surut terendah,
sedangkan padang lamun yang mempunyai luas tutupan tinggi terdapat pada
daerah yang selalu tergenang air laut dan terlindung dari hempasan ombak
(Wiryawan et al., 2005).
Kerapatan Lamun
Untuk mendapatkan nilai kerapatan lamun yaitu dari jumlah individu per
meter pada petak transek ketika menganbil data tutupan lamun dilokasi penelitian.
Kerapatan lamun dari jenis Enhalus acoroides pada stasiun I adalah 35 ind/m2,
stasiun II 42 ind/m2 dan pada stasiun III adalah 10 ind/m2 dengan rata-rata 29
ind/m2. Enhalus acoroides terdapat pada seluruh stasiun yang merupakan daerah
yang landai dan substrat berpasir dan pecahan karang. Menurut Romimohtarto
dan Juwana, (2001).Enhalus acoroides adalah tumbuhan lamun yang banyak
terdapat dibawah air surut rata-rata pada pasut purnama pada dasar pasir
lumpuran. Mereka tumbuh subur pada tempat yang terlindung dipinggir bawah
Universitas Sumatera Utara
dari mintakat pasut dan di batas atas mintakat bawah-litoral. Sangaji (1994)
menyatakan bahwa Enhalus acoroides dominan hidup pada substrat dasar berpasir
dan pasir sedikit bercampur lumpur dan kadang-kadang terdapat dasar yang terdiri
dari campuran pecahan karang yang telah mati.
Kerapatan Cymodocea serrulata pada lokasi penelitian memiliki kerapatan
tertinggi dari jenis Enhalus acoroides dan Halodule pinifolia. Cymodocea
serrulata ditemukan diseluruh stasiun dengan hamparannya yang luas. Pada
stasiun I kerapatan Cymodocea serrulata sebesar 364 ind/m2, pada stasiun II
sebesar 331 ind/m2 dan pada Stasiun III sebesar 219 ind/m2 dengan rat-rata 305
ind/m2
Halodule pinifolia memiliki nilai kerapatan sangat rendah dan hanya
ditemukan di stasiun III pada trasnsek terakhir. Daerah ini merupakan tempat
perbatasan tumbuhnya lamun dengan terumbu karang. Di awal transek pada
transek terakhir ini sudah ditemukan nya terumbu karang yang merupakan karang
massip dan diselingi tumbuh nya Enhalus acoroides. Nilai kerapatan Halodule
pinifolia didapatkan sebesar 36 ind/m
. Sarfika(2012) habitat lamun Cymodocea serullata tumbuh pada substrat
pasir berlumpur atau pasir dari pecahan karang pada daerah pasang surut. Lamun
ini biasa terdapat pada komunitas yang bercampur dengan jenis lamun yang lain.
2 dengan rata-rata 12 ind/m2. Menurut
Widodo dkk., (2013), Jenis lamun Halodule pinifolia tumbuh disubstrat
cenderung berpasir dan diarea bibir pantai yang masih mendapat genangan air laut
dan bersifat pionir.Pertumbuhan lamun pada subtract tiga utama yaitu pada daerah
berbatu (rockyshore) khusus untuk jenis Thalasia hemprinchii, pasir untuk jenis
Cymodocea rotundata dan Halodule pinifolia dan pasir bercampur karang dan
Universitas Sumatera Utara
karang untuk jenis Thalassia hemprihii, Cymodocea rotundata, Halodule pinifolia
dan Halophila ovalis (Hukom dan Pensula, 2012).
Pola Pemencaran Lamun
Pola pemencara pada Enhalus acoroides dan Cymodocea serrulata adalah
seragam dengan nilai id Enhalus acoroides sebesar -0,563 dan Cymodocea
serrulata sebesar 0,504 yang merupakan pola pemencaran yang seragam. Sebaran
dari kedua jenis lamun ini juga besar dengan ditemukannya diseluruh lokasi
penelitian. Menurut Crawley (1986) pola sebaran seragam artinya jarak antara
individu dengan individu lain pada jenis yang sama dalam satu wilayah adalah
sama atau hampir sama. Selain itu Enhalus acoroides dan Cymodocea serrulata
membentuk hamparan luas. Menurut Azkab (2006), untuk perairan tropis seperti
Indonesia padang lamun lebih dominan tumbuh dengan koloni yang terdiri dari
beberapa jenis (mix species) pada suatu kawasan tertentu.
Halodule pinifolia memiliki nilai id sebesar 1,056 dan masuk dalam
kategori mengelompok. Sebaran Halodule pinifolia tidak terlalu banyak karena
hanya ditemukan distasiun III pada lokasi penelitian. Menurut Hanum (2006),
salah satu faktor penyebaran secara berkelompok adalah Sifat-sifat organisme
dengan organ vegetatifnya yang menunjang untuk terbentuknya kelompok atau
koloni.
Rekomendasi Pengolahan Padang Lamun
Rekomendasi yang bisa penulis berikan adalah dilakukan pemantauan
lebih berlanjut terhadap padang lamun dan pada Pulai Unggeh ditetapkan menjadi
Universitas Sumatera Utara
lokasi konservasi ekosister lamun. Selain itu perlunya menjaga ekosistem lamun
berguna bagi biota yang ada. Upaya yang bisa dilakukan adalah melalukan
monitoring terhadap ekosistem lamun dipulau unggeh pada setiap tahunnya untuk
menjaga kelestariannya dan melakukan sosialisasi betapa pentingnya ekosistem
lamun tersebut. Berdasarkan hasil penelitian, lamun dipulau unggeh tergolong
sedang, maka ada baiknya dilakukan transplatasi lamun dan dilakukan penelitian
yang berlanjut.
Universitas Sumatera Utara
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Kesimpulan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Terdapat tiga jenis lamun di Pulau Unggeh, Kecamatan Badiri, Kabupaten
Tapanuli Tengah yaitu Enhalus acoroides, Cymodocea serrulata, dan Halodule
pinifolia. Persentase tutupan lamun di Pulau Unggeh, Kecamatan Badiri,
Kabupaten Tapanuli Tengah adalah 42,42% termasuk kedalam kategori
“sedang”, sedangkan tutupan lamun per spesies yaitu Enhalus acoroides
6,10%, Cymodocea serrulata34,56%, dan Halodule pinifolia 1,32%.
2. Nilai kerapatan lamun di Pulau Unggeh, Kecamatan Badiri, Kabupaten
Tapanuli Tengah untuk Enhalus acoroides adalah 26 ind/m², Cymodocea
serrulata 255ind/m², dan Halodule pinifolia 9ind/m²
Saran
Perlu nya di lakukan kajian dan penelitian lebih lanjut terhadap lamun
beserta ruang lingkupnya, dikarenakan minimnya penelitian terhadap lamun
khusus nya di Sumatera Utara yang bertujuan memperbanyak referensi terhadap
kondisi lamun di Sumatera Utara untuk menjaga kelestarian ekosistem lamun.
Universitas Sumatera Utara
DAFTAR PUSTAKA
Arkam, M. N., L. Adrianto dan Y. Wardianto. 2015. Studi Keterkaitan Ekosistem Lamun Dan Perikanan Skala Kecil (Studi Kasus: Desa Malang Rapat Dan Berakit, Kabupaten Bintan, Kepulauan Riau).
Jurnal Sosek KP Vol. 10 No. 2 Tahun 2015: 137-148
Azkab MH. 2006. Ada apa dengan lamun. Majalah Semi Polpuler Oseana 31(3):45-55
Barkat, S. 2013. Struktur Komunitas Makrozoobentos pada Ekosistem Padang
Lamun (Seagrass). Universitas Khairun Ternate.Ternate. Bortone, S. A. 2000. Seagrasses: Monitoring, Ecology, Physiology and
Management.CRC Press. Boca Raton, Florida. 318p. Bengen D.G. 2001. Ekologi dan Sumberdaya Pesisir dan Laut Serta
Pengelolaannya Secara Terpadu dan Berkelanjutan. Prosiding Pengelolaan Wilayah Pesisir Terpadu. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan (PKSPBL)-IPB. Bogor.
Brower, J. E., J. H. Zar dan C. V. Ende. 1998. Field and Labotory Method for
General Ecology Volume I. WCB McGraw-Hill, New York. COREMAP-LIPI, 2014. Panduan Monitoring Padang Lamun. Pusat Penelitian
Oseanografi LIPI, Jakarta. Crawley, MJ. 1986. The Structure of Plant Communities in Plant Ecology.
Crawley, MJ (Ed). Blackwell Scientific Publication, Oxford, London. CRITC-COREMAP II. 2009. Pemantauan Perikanan Berbasis Masyarakat (Creel)
di Kabupaten Tapanuli Tengah Tahun 2008. Critc-Coremap II. Jakarta. Dahuri, R., 2001. Pengelolaan Sumber Daya Wilayah Pesisir dan Lautan Secara
Terpadu. PT . Pradnya Paramita. Jakarta. Dahuri, R. 2003. Keanekaragaman Hayati Laut Aset Pembangunan Berkelanjutan
Indonesia. Penerbitan Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Dahuri, R. 2003. Keanekaragaman Hayati Laut. Jakarta. Gramedia Pustaka
Utama.
Universitas Sumatera Utara
Daliyo dan Ngadi. 2007. Data Dasar Aspek Terumbu Karang Indonesia, Desa Jao-
Jago, Kecamatan Badiri, Tapanuli Tengah. LIPIpress. Jakarta Danovaro, R.C., C. Gambi & S. mirto. 2002. Meiofaunal Production and energy
Transfer Efficienvcy in a Seagrass Posidonia oceanica Bed in the Wsetern Mediteranian. mar Ecol. Prog. ser. 234:95-104
Effendi, H., 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengolahan Sumberdaya Hayati
Lingkungan Perairan. Kanysius. Yogyakarta. Gilanders, B. M. 2006. Seagrasses, Fish, and Fisheries. In: Larkum AWD, Orth
RJ, Duarte CM. (Eds.), Seagrasses: Biology, Ecology, and 72. Conservation. Springer, The Netherland, 503-536pp.
Felisberto P, Jesus SM, Zabel F, Santos R, Silva J, Gobert S, Beer S, Björk M,
Mazzuca S, Procaccini G, Runcie JW, Champenois W, Borges AV. 2015. Acoustic Monitoring of O2 Production of a Seagrass Meadow. Journal of Experimental Marine Biology and Ecology. vol 464: 75–87.
Green, P. E dan F. T.Short. 2003. World Atlas of Seagrasses. Prepared by the
UIMEP World Conservation Monitoring Centre. University of California Press, Berkeley, USA.
Hanum, C. 2006. Ekologi Tumbuhan. FMIPA Universitas Sumatera Utara,
Medan. Hartog, C. D. 1970. The Seagrasses of the World. North Holland Amsterdam :
275 Hutabarat, S dan S. Evans. 1985. Pengantar Oseanografi. Penerbit Universitas
Indonesia. UI-Press.\ Hertanto, Y. 2008. Sebaran dan Asosiasi Perifiton pada Ekosistem Padang Lamun
(Enhalus Acoroides) di Perairan Pulau Tidung Besar, Kepulauan Seribu, Jakarta Utara. [Skripsi]. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Hukom, F. D dan D. Panesula. 2012. Baseline Studi Kondisi Terumbu Karang,
Lamun dan Mangrove di Perairan Pantai Utara Sebelah Timur (Lautem, S.D. Com ) Timor-Leste. Pusat Penelitian Oseanografi LIPI. Jakarta.
Hutomo, M., 1999. Proses Peningkatan Nutrient Mempengaruhi Kelangsungan
Hidup Lamun. LIPI. Jakarta. Horax, R., 1998. Penarikan Ion Ortofosfat Oleh Sedimen CaCo3 dan Penentuan
Kadar Fofor di Perairan Ujung Pandang Dengan Metode Kalori Metri Reduksi Amino. [Skripsi. Universitas Hasanuddin. Makassar.
Universitas Sumatera Utara
Ira, D., Oetama dan Juliati. 2013. Kerapatan dan Penutupan Lamun pada Daerah Tanggul Pemecah Ombak di Perairan Desa Terebino Propinsi Sulawesi Tengah. Jurnal Ilmu Perikanan dan Sumberdaya Perairan.
Kasim, M. 2013. Struktur Komunitas Padang Lamun pada Kedalaman yang
Berbeda di Perairan Desa Berakit Kabupaten Bintan. Jurnal. Programme Study of Marine Science Faculty of Marine Science and Fisheries, Maritime Raja Ali Haji University
Kawaroe, M. 2009. Perspektif Lamun Sebagai Blue Carbon Sink di Laut.
Lokakarya Nasional I Pengelolaan Ekosistem Lamun. Jakarta, Indonesia. Kikuchi, T. 1966. An ecological study on animal communities of the Zostera
marina belt in Tomioka Bay, Amakusa, Kyushu. Publish Amakusa Marine Biology Laboratory 1(1):1-106
Kiswara, W. 1992. Community Structure and Biomass Distribution of Seagrass at
Banten Bay, West Java, Indonesia. Kiswara, W. 2004. Vegetasi Lamun (Seagrass) di Rataan Terumbu Pulau Pari,
Pulau-Pulau Seribu, Jakarta. Oseanologi di Indonesia 25 : 31-49. Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 51. 2004. Tentang Baku
Mutu Air Laut Menteri Negara Lingkungan Hidup. Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 200. 2004. Baku Mutu Air Laut
Untuk Biota Laut. Deputi MENLH Bidang Kebijakan dan Kelembagaan Lingkungan Hidup. Jakarta.
Mann, K. H. 2011. Ecology of Coastal Water : With Implication for Management. Blackwell Science, Inc. Massachuster. Mukai, H., K. Aioi and Y. Ishida, 1980.Distribution and biomass of eelgrass
(Zostera marina L) and other sea grasses in Odawa Bay, Central Japan.Aquat.Bot . 8: 337-342.
Monoarfa, W.D., 1992. Pemanfaatan Limbah Pabrik Gula Blotong Dalam
Produksi Klekap Pada Tanah Tambak berstekstur Liat.Tesis Fakultas Pasca Sarjana. Universitas Hasanuddin.Makassar.
Nainggolan, P. 2011. Distribusi Spasial dan Pengelolaan Lamun (Seagrass) Di
Teluk Bakau, Kepulauan Riau.Skripsi, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Nienhuis, P. H. 1993. Structure and Functioning of Indonesian Seagrass
Ecosystems. In: Moosa, M.K., H.H. de Iongh, H.J.A. Blaauw & M.K.J. Norimana (eds.). Proceedings of International Seminar Coastalzone
Universitas Sumatera Utara
Management of Small Island Ecosystems. Univ. Pattimura, CML-Leiden Univ. & AIDEnvironment Amsterdam, 82-86.
Nuryanti. 2002. Distribusi dan Kerapatan Vegetasi Lamun di Perairan Pulau
Tanakeke Kabupaten Takalar Sulawesi Selatan. Skripsi Ilmu Kelautan Universitas Hasanuddin. Makassar.
Newmaster AF, Berg KJ, Ragupathy S, Palanisamy M, Sambandan K, Newmaster
SG. 2011. Local knowladge and conservation of seagrass in the Tamil Nadu State of India. Journal of Ethnobiology and Ethnomedicine. 7: 37.
Nontji, A. 2009. Rehabilitasi Ekosistem Lamun dalam Pengolahan Sumberdaya Pesisir. Jakarta November 2009 Furwadi, F. S. H. 2001. Interpretasi Cinta Digital. PT. Grasindo. Jakarta.
Kuo, J. 2007. New Monoecious Seagrass Of Halophila Sulawesii
(Hydrocharitaceae) From Indonesia. Aquatic Botany, 87; 171-175. Poedjirahajoe, E. ,N. P. D. Mahayani, B. R. Sidharta3, dan M. Salamuddin.
2013. Tutupan Lamun dan Kondisi Ekosistemnya di Kawasan Pesisir Madasanger, Jelenga, dan Maluk Kabupaten Sumbawa Barat. Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, Vol. 5, No. 1.
Romimohtarto, K dan Juwana, S., 2001. Biologi Laut Ilmu Pengetahuan Tentang
Biota Laut. Penerbit Djambatan. Jakarta. Sangaji, F. 1994. Pengaruh Sedimen dasar terhadap Penyebaran, Kepadatan,
Keanekaragaman dan Pertumbuhan Padang Lamun di Laut Sekitar Pulau Barang Lompo. Tesis, Pascasarjana, Universitas Hasanudin. Ujung Pandang.
Sarfika M. 2012. Pertumbuhan Dan Produksi Lamun Cymodocea Rotundata Dan
Cymodocea Serrulata Di Pulau Pramuka Dan Pulau Panggang, Kepulauan Seribu, Dki Jakarta . Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Insitut Pertanian Bogor, Bogor.
Sulaeman., 2005. Analisis Kimia Tanah, Tanaman, Air, dan Pupuk. Balai
Penilitian Tanah dan Pengembangan Paertanian, Deprtemen Pertanian. Bogor.
Terrados, J., C.M. Duarte. 2003. Seagrass Ecosystem, South east Asian.
Tuwo, A. 2011. Pengelolaan Ekowisata pesisir dan Laut. Brilian Internasional. Sidoarjo. Wicaksono, S. G., Widianingsih dan S. T. Hartati. 2012. Struktur Vegetasi dan
Kerapatan Jenis Lamun di Perairan Kepulauan Karimunjawa Kabupaten Jepara. Journal Of Marine Research. Volume 1, (2).
Universitas Sumatera Utara
Widodo. E., A. Paratomo Dan C. J. Koenawan. 2013. Keanekaragaman Jenis Dan Pola Sebaran Lamun Di Perairan Teluk Dalam Kabupaten Bintan. Universitas Maritim Raja Ali Haji.Tanjungpinang.
Wiryawan, Budy., M. Khazali., dan Maurice Knight. 2005. Menuju Kawasan
Konservasi Laut Berau Kalimantan Timur. Status Sumberdaya Pesisir dan Proses Pengembangan KKL. US Agency for International Development-Coastal Resources Management Project II.
Wisnubudi. G dan E. Wahyuningsih. 2014. Kajian Ekologis Ekosistem
Sumberdaya Lamun Dan Biota LautAsosiasinya Di Pulau Pramuka, Taman Nasional Laut KepulauanSeribu (Tnkps). Universitas Nasional.
Waycott, M., McMahon K, J. Mellors, A. Calladine, dan D. Kleine. 2004. A Guid to Tropical Seagrasses of the Indo-West Pacific. James Cook
University,Townsville-Queensland-Australia.
Universitas Sumatera Utara
LAMPIRAN
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 1. Alat dan Bahan Alat
Global Position System Refraktometer
pH Meter Kamera Bawah Air
Universitas Sumatera Utara
Termometer Botol Sampel
Lampiran 1. Lanjutan
DO meter
Keping Secchi
Bola Duga
Meteran
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 1. Lanjutan
Petak Transek 50x50cm
Snorkling
Toolbox
Sekop
Spidol
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 1. Lanjutan
Bahan
Papan Catat Aquades
Selotip Plastik Substrat
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 2. Langkah Kerja
Stasiun Pengamatan Pengamatan Lamun
Stasiun I
Plastik Putih
Stasiun II
Stasiun III
Pengamatan Lapangan
Pencatatan Data Lamun
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 2. Lanjutan
Pengukuran Kualitan Air
Pengukuran pH air Pengukuran Suhu
Pengukuran Kedalaman
Pengukuran Salinitas
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 2. Lanjutan
Pengambilan Sampel Air
Pengambilan Sampel Substrat
Pengukuran Kecerahan
Pengukuran DO
Pengukuran Arus
Universitas Sumatera Utara
Lampiran 3. Analisis Data Penutupan dan Kerapatan Lamun
Penutupan Lamun
Kabupaten : Tapanuli Tengah Lokasi : Pulau Unggeh Stasiun : I
Universitas Sumatera Utara
Hari, Tanggal : Selasa, 16 Mei 2017 Lampiran 3. Lanjutan