Top Banner
STUDI POTENSI HUTAN MANGROVE SEBAGAI EKOWISATA BERBASIS EDUKASI, KONSERVASI, DAN ESTETIKA DI INDONESIA MAKALAH TATA GUNA BIOLOGI Oleh: KELOMPOK 8 Irina Anindya M. 140410120013 Aufa Aulia Kanza 140410120019 Firda Latifatul Aulia 140410120033 Noviyanti Soleha 140410120059 Cynthia Rizka R. 140410120078 DEPARTEMEN BIOLOGI FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS PADJADJARAN JATINANGOR 2015
26

STUDI POTENSI HUTAN MANGROVE SEBAGAI EKOWISATA BERBASIS EDUKASI, KONSERVASI, DAN ESTETIKA DI INDONESIA

May 16, 2023

Download

Documents

Asep Supriatna
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: STUDI POTENSI HUTAN MANGROVE SEBAGAI EKOWISATA BERBASIS EDUKASI, KONSERVASI, DAN ESTETIKA DI INDONESIA

STUDI POTENSI HUTAN MANGROVE SEBAGAI EKOWISATA

BERBASIS EDUKASI, KONSERVASI, DAN ESTETIKA DI INDONESIA

MAKALAH TATA GUNA BIOLOGI

Oleh:

KELOMPOK 8

Irina Anindya M. 140410120013

Aufa Aulia Kanza 140410120019

Firda Latifatul Aulia 140410120033

Noviyanti Soleha 140410120059

Cynthia Rizka R. 140410120078

DEPARTEMEN BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS PADJADJARAN

JATINANGOR

2015

Page 2: STUDI POTENSI HUTAN MANGROVE SEBAGAI EKOWISATA BERBASIS EDUKASI, KONSERVASI, DAN ESTETIKA DI INDONESIA

STUDI POTENSI HUTAN MANGROVE SEBAGAI EKOWISATA

BERBASIS EDUKASI, KONSERVASI, DAN ESTETIKA DI INDONESIA

Oleh: Kelompok 8

ABSTRAK

Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki hutan mangrove terluas

di dunia mencapai 25 % dari total luas hutan mangrove di seluruh dunia (18

juta hektar) yaitu seluas 4,5 juta hektar atau sebanyak 3,8 % dari total luas

hutan di Indonesia secara keseluruhan. Hal tersebutlah yang mendorong

kawasan mangrove untuk dimanfaatkan sebagai ekowisata. Ekowisata

merupakan perjalanan wisata ke suatu lingkungan, baik alam yang alami

maupun buatan serta budaya yang ada yang bersifat informatif dan partisipatif

yang bertujuan untuk menjamin kelestarian alam dan sosial-budaya. Metode

yang digunakan adalah studi literatur. Hutan mangrove dapat dijadikan

ekowisata apabila memenuhi kriteria penilaian seperti ketebalan dan kerapatan

pohon, jenis flora atau fauna mangrove, dan kisaran pasang surut. Diketahui

area ekowisata hutan mangrove yang telah dikembangkan di Indonesia, di

antaranya Wisata Anyar Mangrove (WAM) dan Ekowisata Mangrove

Wonorejo, Wisata Mangrove Probolinggo, Taman Wisata Alam Angke

Kapuk, Mangrove Forest Bali, dan lainnya. Produk-produk yang ditawarkan

ekowisata hutan mangrove dapat beragam tergantung pada lokasi dan keadaan

hutan mangrove yang akan dijadikan area ekowisata serta memiliki nilai

edukasi, konservasi, dan estetika bagi wisatawan.

(Kata Kunci: Hutan Mangrove, Ekowisata)

i

Page 3: STUDI POTENSI HUTAN MANGROVE SEBAGAI EKOWISATA BERBASIS EDUKASI, KONSERVASI, DAN ESTETIKA DI INDONESIA

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL

ABSTRAK ..................……………………………………......................... i

DAFTAR ISI ……………………………………………........................… ii

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................ 1

1.1 Latar Belakang .............................................................................. 1

1.2 Maksud dan Tujuan ...................................................................... 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA .................................................................. 3

2.1 Ekowisata …….............................................................................. 3

2.2 Hutan Mangrove ........................................................................... 5

2.3 Ekowisata Hutan Mangrove .......................................................... 7

BAB III PEMBAHASAN ............................................................................ 10

3.1 Studi Potensi Hutan Mangrove sebagai Ekowisata ...................... 10

3.2 Beberapa Ekowisata Hutan Mangrove di Indonesia...................... 14

BAB IV KESIMPULAN ............................................................................. 17

DAFTAR PUSTAKA …………………………………….......................... 18

LAMPIRAN

ii

Page 4: STUDI POTENSI HUTAN MANGROVE SEBAGAI EKOWISATA BERBASIS EDUKASI, KONSERVASI, DAN ESTETIKA DI INDONESIA

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pola hidup kembali ke alam (back to nature) telah mendorong masyarakat

untuk melakukan perjalanan ke daerah-daerah alami, serta memiliki sejumlah

besar potensi sumberdaya yang bernilai. Pola perjalanan ini telah mendorong

berkembangnya paradigma baru dalam pariwisata berbasis alam atau dikenal

dengan ekowisata yang merupakan bentuk pariwisata yang dikelola dengan

pendekatan konservasi. Konsep ekowisata merupakan pariwisata yang

memadukan antara kegiatan konservasi alam, pendidikan, rekreasi, dan kegiatan

perekonomian masyarakat lokal.

Wilayah pantai dan pesisir mempunyai sifat atau ciri yang unik,

merupakan wilayah peralihan antara ekosistem darat dan laut; mengandung

kekayaan sumberdaya alam yang beragam seperti ekosistem hutan mangrove.

Ekosistem hutan mangrove memiliki fungsi yang sangat penting secara ekologi

dan ekonomi, baik untuk masyarakat lokal, regional, nasional maupun global.

Menurut Kusmana et al. (2003) dalam Fahriansyah dan Dessy (2012), ekosistem

hutan mangrove yaitu suatu sistem yang terdiri atas berbagai organisme (seperti

tumbuhan dan hewan), berinteraksi dengan faktor lingkungan dan dengan

sesamanya dalam habitat mangrove.

Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki hutan mangrove

terluas di dunia mencapai 25 % dari total luas hutan mangrove di seluruh dunia

(18 juta hektar) yaitu seluas 4,5 juta hektar atau sebanyak 3,8 % dari total luas

hutan di Indonesia secara keseluruhan. Sedikitnya luas hutan mangrove ini

mengakibatkan perhatian Pemerintah Indonesia terhadap hutan mangrove sangat

sedikit jika dibandingkan dengan hutan darat. Kondisi hutan mangrove juga

mengalami kerusakan yang hampir sama dengan keadaan hutan-hutan lainnya di

Indonesia (Mangrove Information Center, 2006 dalam Sudiarta, 2006).

1

Page 5: STUDI POTENSI HUTAN MANGROVE SEBAGAI EKOWISATA BERBASIS EDUKASI, KONSERVASI, DAN ESTETIKA DI INDONESIA

Sektor pariwisata pesisir perlu mendapat perhatian dan dikembangkan

untuk meningkatkan pendapatan daerah, termasuk mempertahankan keberadaan

hutan mangrove dari pengikisan dan kepunahan. Pembangunan ekowisata

berperan untuk konservasi sumberdaya alam dan membantu masyarakat lokal

dalam memenuhi kesejahteraan hidup. Pembangunan ekowisata memberikan

perubahan terhadap kualitas hidup, struktur sosio-ekonomi, dan organisasi sosial

dalam masyarakat lokal. Menurut Pender dan Sharpley (2005) dalam Fahriansyah

dan Dessy (2012), masyarakat lokal dapat memutuskan jika masyarakat ingin atau

tidak ingin untuk terlibat dalam pembangunan pariwisata. Masyarakat lokal yang

terlibat dalam pengelolaan ekowisata adalah dengan cara menyediakan berbagai

fasilitas untuk wisatawan, meningkatkan jumlah wisatawan, dan mengendalikan

dampak terhadap lingkungan hidup. Oleh sebab itu, penataan dan perencanaan

yang baik sangat diperlukan untuk mengatasi keterbatasan sumberdaya alam hutan

mangrove di perairan suatu pantai.

1.2 Maksud dan Tujuan

Maksud dari penyusunan makalah ini adalah untuk memberi informasi

mengenai peranan biologi dalam bidang pariwisata, khususnya hutan mangrove.

Sedangkan tujuan makalah ini adalah sebagai berikut: (1) untuk mengetahui

potensi dan fasilitas pendukung di berbagai kawasan objek ekowisata hutan

mangrove, (2) untuk mengetahui ekowisata hutan mangrove yang telah

dikembangkan di Indonesia, dan (3) untuk mengetahui produk-produk ekowisata

yang ditawarkan di objek ekowisata hutan mangrove.

2

Page 6: STUDI POTENSI HUTAN MANGROVE SEBAGAI EKOWISATA BERBASIS EDUKASI, KONSERVASI, DAN ESTETIKA DI INDONESIA

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ekowisata

Ekowisata merupakan perjalanan wisata ke suatu lingkungan, baik alam

yang alami maupun buatan serta budaya yang ada yang bersifat informatif dan

partisipatif yang bertujuan untuk menjamin kelestarian alam dan sosial-budaya.

Ekowisata menitikberatkan pada tiga hal utama yaitu keberlangsungan alam atau

ekologi, memberikan manfaat ekonomi, dan secara psikologi dapat diterima dalam

kehidupan sosial masyarakat. Jadi, kegiatan ekowisata secara langsung memberi

akses kepada semua orang untuk melihat, mengetahui, dan menikmati pengalaman

alam, intelektual dan budaya masyarakat lokal (Khan, 2003 dalam Sudiarta,

2006). Ekowisata memberikan kesempatan bagi para wisatawan untuk menikmati

keindahan alam dan budaya untuk mempelajari lebih jauh tentang pantingnya

berbagai ragam mahluk hidup yang ada di dalamnya dan budaya lokal yang

berkembang di kawasan tersebut. Kegiatan ekowisata dapat meningkatkan

pendapatan untuk pelestarian alam yang dijadikan sebagai obyek wisata ekowisata

dan menghasilkan keuntungan ekonomi bagi kehidupan masyarakat setempat.

Kesuksesan pengembangan ekowisata sangat ditentukan oleh peran dari

masing-masing pelaku ekowisata yaitu industri pariwisata, wisatawan, masyarakat

lokal, pemerintah dan instansi non-pemerintah, dan akademisi. Pembangunan

ekowisata yang berkelanjutan dapat berhasil apabila karakter atau peran yang

dimiliki oleh masing-masing pelaku ekowisata dimainkan sesuai dengan

perannya, bekerjasama secara holistik di antara para stakeholders, memperdalam

pengertian dan kesadaran terhadap pelestarian alam, dan menjamin keberlanjutan

kegiatan ekowisata tersebut. Dalam mendukung kesuksesan pengembangan

ekowisata maka para pelaku ekowisata harus mempunyai peran dan karakter

tersendiri yaitu (France, 1997 dalam Sudiarta, 2006):

1. industri pariwisata yang mengoperasikan ekowisata merupakan industri

pariwisata yang peduli terhadap pentingnya pelestarian alam dan

3

Page 7: STUDI POTENSI HUTAN MANGROVE SEBAGAI EKOWISATA BERBASIS EDUKASI, KONSERVASI, DAN ESTETIKA DI INDONESIA

keberlanjutan pariwisata dan mempromosikan serta menjual program wisata

yang berhubungan dengan flora, fauna, dan alam;

2. wisatawannya merupakan wisatawan yang peduli terhadap lingkungan;

3. masyarakat lokal dilibatkan dalam perencanaan, penerapan dan pengawasan

pembangunan, dan pengevaluasian pembangunan;

4. pemerintah berperan dalam pembuatan peraturan-peraturan yang mengatur

tentang pembangunan fasilitas ekowisata agar tidak terjadi eksploitasi

terhadap lingkungan yang berlebihan;

5. akademisi bertugas untuk mengkaji tentang pengertian ekowisata dan

mengadakan penelitian untuk menguji apakah prinsip-prinsip yang dituangkan

dalam pengertian ekowisata sudah diterapkan dalam prakteknya.

Pengembangan obyek ekowisata harus selalu berpedoman pada prinsip-

prinsip ekowisata dan pariwisata berkelanjutan agar tercapai tujuan

pengembangan ekowisata yakni ekowisata yang berkelanjutan (sutainable

ecotourism). Menurut Wood (2002) dalam Sudiarta (2006), prinsip-prinsip dasar

pengembangan ekowisata adalah sebagai berikut :

1. meminimalisasi dampak-dampak negatif terhadap alam dan budaya yang

dapat merusak destinasi ekowisata;

2. mendidik wisatawan terhadap pentingnya pelestarian (conservation) alam dan

budaya;

3. mengutamakan pada kepentingan bisnis yang peduli lingkungan yang

bekerjasama dengan pihak berwenang dan masyarakat setempat untuk

memenuhi kebutuhan lokal dan mendapatkan keuntungan untuk konservasi;

4. menghasilkan pendapatan yang dipergunakan untuk pelestarian dan

pengelolaan lingkungan dan daerah-daerah yang dilindungi;

5. mengutamakan kebutuhan zonasi pariwisata daerah dan perencanaan

penanganan wisatawan yang didesain untuk wilayah atau daerah yang masih

alami yang dijadikan sebagai destinasi ekowisata;

6. mengutamakan kepentingan untuk studi yang berkaitan dengan sosial-budaya

dan lingkungan, begitu juga pemantauan jangka panjang terhadap obyek

ekowisata untuk mengkaji dan mengevaluasi kegiatannya serta

meminimalisasi dampak-dampak negatif; 4

Page 8: STUDI POTENSI HUTAN MANGROVE SEBAGAI EKOWISATA BERBASIS EDUKASI, KONSERVASI, DAN ESTETIKA DI INDONESIA

7. memaksimalkan keuntungan ekonomi untuk negara yang bersangkutan, bisnis

dan masyarakat lokal, khususnya masyarakat yang tinggal berdekatan dengan

destinasi ekowisata;

8. menjamin bahwa pembangunan ekowisata tidak mengakibatkan perubahan

lingkungan dan sosial-budaya yang berlebihan sebagaimana ditentukan oleh

para ahli dan peneliti;

9. membangun infrastruktur yang harus ramah lingkungan dan menyatu dengan

budaya masyarakat setempat, tidak menggunakan bahan bakar yang terbuat

dari fosil, dan tidak menggangu ekosistem flora dan fauna.

WTO (2002) dalam Sudiarta (2006), memberikan batasan mengenai

pengembangan obyek dan daya tarik ekowisata sebagai berikut :

1. semua jenis pariwisata yang berbasiskan alam yang mana tujuan utama dari

wisatawan adalah untuk mengamati dan memberikan apresiasi terhadap alam,

tradisi, dan budaya yang ada di kawasan tersebut;

2. mengandung unsur pendidikan dan enterpretasi;

3. dikelola oleh pelaku pariwisata lokal dan pangsa pasarnya adalah kelompok-

kelompok kecil;

4. meminimalisasi dampak negatif terhadap lingkungan alam dan kehidupan

sosial budaya;

5. membantu pelestarian atau konservasi alam;

6. memberikan manfaat ekonomi kepada masyarakat lokal, organisasi terkait,

dan pihak berwenang;

7. memberikan lapangan pekerjaan dan pendapatan alternatif kepada masyarakat

lokal;

8. meningkatkan kesadaran terhadap pelestarian aset-aset alam dan budaya bagi

para wisatwan dan masyarakat lokal.

2.2 Hutan Mangrove

Hutan mangrove merupakan komunitas vegetasi pantai tropis, yang

didominasi oleh beberapa spesies pohon mangrove yang mampu tumbuh dan

berkembang pada daerah pasang-surut pantai berlumpur. Komunitas vegetasi ini

umumnya tumbuh pada daerah intertidal dan supratidal yang cukup mendapat 5

Page 9: STUDI POTENSI HUTAN MANGROVE SEBAGAI EKOWISATA BERBASIS EDUKASI, KONSERVASI, DAN ESTETIKA DI INDONESIA

aliran air dan terlindung dari gelombang besar dan arus pasang surut yang kuat.

Ekosistem mangrove banyak ditemukan di pantai-pantai teluk yang dangkal,

estuaria, delta, dan daerah pantai yang terlindung (Bengen, 2001 dalam

Muahaerin, 2008).

Santoso (2006) dalam Muahaerin (2008), menyatakan bahwa ruang

lingkup mangrove secara keseluruhan meliputi ekosistem mangrove yang terdiri

atas:

1. satu atau lebih spesies pohon dan semak belukar yang hidupnya terbatas di

habitat mangrove (exclusive mangrove).

2. spesies tumbuhan yang hidupnya di habitat mangrove, namun juga dapat

hidup di habitat non-mangrove (non-exclusive mangrove).

3. biota yang berasosiasi dengan mangrove (biota darat dan laut, lumut kerak,

cendawan, ganggang, bakteri dan lain-lain) baik yang hidupnya menetap,

sementara, sekali-sekali, biasa ditemukan, kebetulan maupun khusus hidup di

habitat mangrove.

4. proses-proses dalam mempertahankan ekosistem ini, baik yang berada di

daerah bervegetasi maupun di luarnya.

5. daratan terbuka atau hamparan lumpur yang berada antara batas hutan

sebenarnya dengan laut.

6. masyarakat yang hidupnya bertempat tinggal dan tergantung pada mangrove.

Menurut Wibisono (2005) dalam Muahaerin (2008), secara ekologis

ekosistem mangrove mempunyai beberapa fungsi penting bagi wilayah pesisir, di

antaranya:

1. sebagai tempat peralihan dan penghubung antara lingkungan darat dan

lingkungan laut.

2. sebagai penahan erosi pantai karena hempasan ombak dan angin serta sebagai

pembentuk daratan baru.

3. merupakan tempat ideal untuk berpijah (spawning ground) dari berbagai jenis

larva udang dan ikan.

6

Page 10: STUDI POTENSI HUTAN MANGROVE SEBAGAI EKOWISATA BERBASIS EDUKASI, KONSERVASI, DAN ESTETIKA DI INDONESIA

4. sebagai cadangan sumber alam (bahan mentah) untuk dapat diolah menjadi

komoditi perdagangan yang bisa menambah kesejahteraan penduduk

setempat.

Manfaat sosial ekonomis ekosistem mangrove bagi masyarakat sekitarnya

adalah sebagai sumber mata pencaharian dan produksi berbagai jenis hasil hutan

dan turunannya, antara lain kayu bakar, arang, bahan bangunan, obat-obatan,

minuman, peralatan rumah tangga, bahan baku tekstil dan kulit, madu, lilin, dan

tempat rekreasi (Hamilton dan Snedaker, 1994; Dahuri, 1996 dalam Muahaerin,

2008).

Data sementara tingkat kerusakan hutan mangrove pada 15 provinsi di

Indonesia menunjukan bahwa: luas hutan mangrove yang tidak rusak (2.432.418

ha) yang terdapat pada kawasan hutan (2.268.033 ha) dan yang berada diluar

kawasan hutan (623.136 ha). Sedangkan luas hutan mangrove yang rusak

(5.901.975 ha) yang terdapat dalam kawasan hutan (1.712.462 ha) dan yang

berada di luar kawasan hutan (4.189.512 ha) (Ditjen RLPS Dephutbun, 1999;

Santoso, 2006 dalam Muahaerin, 2008).

2.3 Ekowisata Hutan Mangrove

Letak Indonesia yang berada di daerah tropis sangat kaya dengan

beranekaragam flora, fauna, dan biodiversitas lainnya. Kekayaan alam yang

berlimpah ini dapat dijadikan sebagai obyek dan daya tarik wisata khususnya

ekowisata. Menurut Sudarto (1999) dalam Sudiarta (2006), secara umum

kekayaan alam yang dapat dijadikan obyek dan daya tarik ekowisata adalah hutan

hujan tropis, hutan mangrove, hutan sagu, pegunungan es, dan fauna langka

seperti gajah, komodo, orang utan, harimau, badak, burung cendrawasih, jalak

putih, dan lain-lain (Sudiarta, 2006).

Ekowisata yang merupakan salah satu usaha yang memprioritaskan

berbagai produk-produk pariwisata berdasarkan sumberdaya alam, pengelolaan

ekowisata untuk meminimalkan dampak terhadap lingkungan hidup, pendidikan

yang berasaskan lingkungan hidup, sumbangan kepada upaya konservasi dan

meningkatkan kesejahteraan untuk masyarakat lokal (World Tourism 7

Page 11: STUDI POTENSI HUTAN MANGROVE SEBAGAI EKOWISATA BERBASIS EDUKASI, KONSERVASI, DAN ESTETIKA DI INDONESIA

Organization, 2002 dalam Fahriansyah dan Yoswaty, 2012). Wisata ekologis

merupakan suatu bentuk pemanfaatan sumberdaya alam yang mengandalkan jasa

alam untuk kepuasan manusia (Yulianda, 2007 dalam Fahriansyah dan Yoswaty,

2012). Ekowisata pesisir dan laut tidak hanya menjual tujuan atau objek, tetapi

juga menjual filosofi dan rasa sehingga tidak akan mengenal kejenuhan pasar

pariwisata (Tuwo, 2011 dalam Fahriansyah dan Yoswaty, 2012). Pembangunan

ekowisata berkelanjutan bertujuan untuk menyediakan kualitas pengalaman

wisatawan dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat lokal (Fennell, 2008

dalam Fahriansyah dan Yoswaty, 2012).

Pada tahun 1992 dibentuk Pusat Informasi Mangrove (Mangrove

Information Center). Mangrove Information Center (MIC) merupakan proyek

kerjasama antara Pemerintah Indonesia melalui Proyek Pengembangan

Pengelolaan Hutan Mangrove Lestari dan Pemerintah Jepang melalui Lembaga

Kerjasama Internasional Pemerintah Jepang melalui Japan International

Corporation Agency (JICA) (Sudiarta, 2006)..

Proyek ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan mengekplorasi teknik-

teknik reboisasi yang bisa dilakukan untuk pemulihan (recovery) kondisi hutan

mangrove yang sudah mengalami kerusakan. Teknik yang ditemukan adalah

tentang bagaimana cara persemaian bibit dan penanaman mangrove. Tingginya

biaya operasional proyek yang dilaksanakan di Mangrove Information Center

(MIC) mengakibatkan terjadinya kekhawatiran terhadap kurangnya dana proyek

dan pemeliharaan dan pelatihan hutan mangrove di Kawasan Taman Hutan Raya

Ngurah Rai khususnya di Kawasan Mangrove Information Center (MIC)

melahirkan ide dan terobosan baru yang diharapkan bisa membantu menutupi

kekurangan dana tersebut. Ide cemerlang tersebut selanjutnya diimplementasikan

dengan pengembangan obyek ekowisata di Kawasan Mangrove Information

Center (MIC) (Sudiarta, 2006).

Mangrove Information Center (MIC) memiliki berbagai potensi untuk

mengembangkan obyek ekowisata antara lain sumber daya manusia yang handal

dan berkompetensi dalam bidang botani yang mampu menginterpretasikan alam

dengan pengunjung, sumber daya alam flora dan fauna yang indah dan menarik, 8

Page 12: STUDI POTENSI HUTAN MANGROVE SEBAGAI EKOWISATA BERBASIS EDUKASI, KONSERVASI, DAN ESTETIKA DI INDONESIA

dan infrastuktur yang memadai untuk mengembangkan obyek ekowisata

(Sudiarta, 2006).

9

Page 13: STUDI POTENSI HUTAN MANGROVE SEBAGAI EKOWISATA BERBASIS EDUKASI, KONSERVASI, DAN ESTETIKA DI INDONESIA

BAB III

PEMBAHASAN

3.1 Studi Potensi Hutan Mangrove sebagai Ekowisata

Hutan mangrove adalah hutan yang tumbuh di muara sungai, daerah

pasang surut atau tepi laut. Tumbuhan mangrove bersifat unik karena merupakan

gabungan dari ciri-ciri tumbuhan yang hidup di darat dan di laut. Umumnya

mangrove mempunyai sistem perakaran yang menonjol yang disebut akar nafas

(pneumatofor). Sistem perakaran ini merupakan suatu cara adaptasi terhadap

keadaan tanah yang miskin oksigen atau bahkan anaerob. Dalam dua dekade ini

keberadaan ekosistem mangrove mengalami penurunan kualitas secara drastis.

Saat ini mangrove yang tersisa hanyalah berupa komunitas-komunitas mangrove

yang ada di sekitar muara-muara sungai dengan ketebalan 10-100 meter,

didominasi oleh Avicennia Marina, Rhizophora Mucronata, Sonneratia

Caseolaris yang semuanya memiliki manfaat sendiri. Misalkan pohon Avicennia

memiliki kemampuan dalam mengakumulasi (menyerap dan menyimpan dalam

organ daun, akar, dan batang) logam berat pencemar sehingga keberadaan

mangrove dapat berperan untuk menyaring dan mereduksi tingkat pencemaran

diperairan laut, dan manfaat ekonomis seperti hasil kayu serta bermanfaat sebagai

pelindung bagi lingkungan ekosistem daratan dan lautan (Wijayanti, 2007).

Mangrove merupakan karakteristik dari bentuk tanaman pantai, estuari

atau muara sungai, dan delta di tempat yang terlindung daerah tropis dan sub

tropis. Dengan demikian maka mangrove merupakan ekosistem yang terdapat di

antara daratan dan lautan dan pada kondisi yang sesuai mangrove akan

membentuk hutan yang ekstensif dan produktif. Karena hidupnya di dekat pantai,

mangrove sering juga dinamakan hutan pantai, hutan pasang surut, hutan payau,

atau hutan bakau. Istilah bakau itu sendiri dalam bahasa Indonesia merupakan

nama dari salah satu spesies penyusun hutan mangrove yaitu Rhizophora sp.

sehingga dalam percaturan bidang keilmuan untuk tidak membuat bias antara

bakau dan mangrove maka hutan mangrove sudah ditetapkan merupakan istilah 10

Page 14: STUDI POTENSI HUTAN MANGROVE SEBAGAI EKOWISATA BERBASIS EDUKASI, KONSERVASI, DAN ESTETIKA DI INDONESIA

baku untuk menyebutkan hutan yang memiliki karakteristik hidup di daerah

pantai.

Mangrove adalah individu jenis tumbuhan maupun komunitas tumbuhan

yang tumbuh di daerah pasang surut. Hutan mangrove sering disebut hutan bakau

atau hutan payau. Dinamakan hutan bakau karena sebagian besar vegetasinya

didominasi oleh jenis bakau, dan disebut hutan payau karena hutannya tumbuh di

atas tanah yang selalu tergenang oleh air payau. Arti mangrove dalam ekologi

tumbuhan digunakan untuk semak dan pohon yang tumbuh di daerah intertidal

dan subtidal dangkal di rawa pasang tropika dan subtropika. Tumbuhan ini selalu

hijau dan terdiri dari bermacam-macam campuran apa yang mempunyai nilai

ekonomis baik untuk kepentingan rumah tangga (rumah, perabot) dan industri

(pakan ternak, kertas, arang).

Kusmana et al. (2003) menyatakan bahwa ekosistem hutan mangrove

yaitu suatu sistem yang terdiri atas berbagai organisme (seperti tumbuhan dan

hewan), berinteraksi dengan faktor lingkungan dan dengan sesamanya dalam

habitat mangrove. Sumberdaya ekosistem mangrove mempunyai beberapa

peranan, baik secara fisik, kimia maupun biologi, sangat menunjang untuk

pemenuhan kebutuhan hidup manusia dan sebagai penyangga keseimbangan

ekosistem di wilayah pesisir. Ekosistem mangrove berperan sebagai pelindung

dan penahan pantai, penghasil bahan organik, habitat fauna mangrove, pengolah

bahan-bahan limbah hasil pencemaran industri dan kapal-kapal di lautan, sumber

bahan baku industri dan obat-obatan, kawasan pariwisata, pendidikan, penelitian

dan konservasi (Saparinto, 2007). Kegiatan ekowisata secara langsung memberi

akses kepada semua orang untuk melihat, mengetahui, dan menikmati pengalaman

alam, intelektual dan budaya masyarakat lokal (Khan, 2003).

Luas hutan mangrove di Indonesia pada tahun 1999 mencapai 8,60 juta

hektar dan yang telah mengalami kerusakan sekitar 5,30 juta hektar. Kerusakan

tersebut antara lain disebabkan oleh konversi mangrove menjadi kawasan

pertambakan, pemukiman, dan industri, padahal mangrove berfungsi sangat

strategis dalam menciptakan ekosistem pantai yang layak untuk kehidupan

11

Page 15: STUDI POTENSI HUTAN MANGROVE SEBAGAI EKOWISATA BERBASIS EDUKASI, KONSERVASI, DAN ESTETIKA DI INDONESIA

organisme akuatik. Keseimbangan ekologi lingkungan perairan pantai akan tetap

terjaga apabila keberadaan mangrove dipertahankan karena mangrove dapat

berfungsi sebagai biofilter, agen pengikat dan perangkap polusi. Mangrove juga

merupakan tempat hidup berbagai jenis gastropoda, kepiting pemakan detritus,

dan bivalvia pemakan plankton sehingga akan memperkuat fungsi mangrove

sebagai biofilter alami (Mulyadi dkk., 2010).

Perubahan tata guna lahan dan pemanfaatan sumber daya alam secara

berlebihan diakibatkan karena pertambahan penduduk yang semakin cepat dan

luas kawasan yang terbangun. Hutan mangrove di beberapa kawasan, salah

satunya Sungai Wain Balikpapan dengan cepat menjadi semakin menipis dan

berakibat pada menurunnya kualitas lingkungan kawasan tersebut (Mulyadi dkk.,

2010).

Permasalahan utama adalah pengaruh dan tekanan habitat mangrove

bersumber dari keinginan manusia untuk mengonversi areal hutan mangrove

menjadi areal pengembangan perumahan, industri dan perdagangan, kegiatan-

kegiatan komersial maupun pergudangan. Dalam situasi seperti ini habitat dasar

dan fungsinya menjadi hilang dan kehilangan ini disertai dengan hilangnya ruang

terbuka hijau yang jauh lebih besar dari nilai penggantinya (Mulyadi dkk., 2010).

Mengingat beberapa fungsi dan manfaat penting kawasan mangrove, perlu

diterapkan atau digalakKan prinsip save it (lindungi), study it (pelajari), dan use

it (manfaatkan). Semua itu tentu memerlukan koordinasi antara stakeholders dan

masyarakat di sekitar kawasan tersebut maupun para pencita lingkungan, terutama

kalangan akademisi. Untuk itu, diperlukan faktor-faktor pendukung agar

pemanfaatan kawasan mangrove berjalan sesuai dengan tujuan pengelolaan

mangrove yang lestari yaitu teknologi, diversifikasi pemanfaatan

upaya sustainable, dan pengelolaan terpadu (Anonim, 2014).

Mangrove dapat dijadikan area pariwisata apabila (Drumm, 2002):

1. memberikan nilai ekonomi dalam kegiatan ekosistem di dalam lingkungan

yang dijadikan sebagai obyek wisata;

2. menghasilkan keuntungan secara langsung untuk pelestarian lingkungan;

12

Page 16: STUDI POTENSI HUTAN MANGROVE SEBAGAI EKOWISATA BERBASIS EDUKASI, KONSERVASI, DAN ESTETIKA DI INDONESIA

3. memberikan keuntungan secara langsung dan tidak langsung bagi para

stakeholders;

4. membangun konstituensi untuk konservasi secara lokal, nasional dan

internasional;

5. mempromosikan penggunaan sumber daya alam yang berkelanjutan;

6. mengurangi ancaman terhadap kenekaragaman hayati yang ada di obyek

wisata tersebut.

Mangrove sangat berpotensi sebagai tempat berpariwisata di pinggir

pantai. Mangrove dapat dijadikan sarana edukatif dan sarana pariwisata melalui

fungsinya selain menahan ombak namun juga dapat menjadi habitat para hewan

perairan. Mangrove berpotensi menjadi sarana ekowisata dimana pada wisata ini

bertujuan untuk melestarikan mangrove itu sendiri yang berupa konservasi

lingkungan juga terdapat manfaat secara ekonomi. Salah satu pemanfaatan

mangrove sebagai sarana pariwisata:

1. Sumber informasi yang dimaksud adalah informasi mengenai hutan

mangrove, bagaimana membudidayakan hutan mangrove, cara penyemaian

mangrove agar anak-anak maupun masyarakat luar dapat berinteraksi

langsung bagaimana cara pembibitan dan bagaimana perawatannya, manfaat-

manfaat apa saja yang dapat didapatkan dari mangrove

2. Dapat dibangun berupa kolam sentuh yang berada di pohon mangrove yang

dapat didesain sesuai areanya agar masyarakat pengunjung dapat mengetahui

habitat asli fauna yang menempati mangrove

3. Dapat melihat burung-burung pantai yang singgah di mangrove karena

burung-burung pantai akan berbeda dengan burung-burung darat. Burung-

burungnya merupakan burung lepas dan memiliki karakteristik burung laut

yang alami yang memiliki keterikatan dengan ekologi hutan mangrove.

Artinya, walaupun burung-burung tersebut tidak dikurung namun burung-

burung tersebut akan terus berada di dalam hutan mangrove.

4. Sebagai sarana memancing karena terdapat berbagai macam ikan, kepiting dan

hewan air lainnya.

13

Page 17: STUDI POTENSI HUTAN MANGROVE SEBAGAI EKOWISATA BERBASIS EDUKASI, KONSERVASI, DAN ESTETIKA DI INDONESIA

Pembangunan ekowisata di kawasan hutan mangrove dapat dikaji dari

aspek ekologi hutan mangrove. Hal ini disebabkan hutan mangrove merupakan

objek yang utama dalam kegiatan ekowisata. Yulianda (2007) menyatakan bahwa

beberapa kriteria penilaian dapat dijadikan pedoman dalam ekowisata seperti

ketebalan dan kerapatan pohon, jenis flora atau fauna mangrove dan kisaran

pasang surut.

Pembangunan ekowisata berperanan untuk konservasi sumberdaya alam

(hutan mangrove) dan membantu masyarakat lokal dalam memenuhi

kesejahteraan hidup. Pembangunan ekowisata memberikan perubahan terhadap

kualitas hidup, struktur sosio-ekonomi, dan organisasi sosial dalam masyarakat

lokal.

3.2 Beberapa Ekowisata Hutan Mangrove yang Ada di Indonesia

Di Indonesia sendiri sudah banyak ekowisata hutan mangrove yang

tersebar di beberapa kota besar, di antaranya:

1. Wisata Anyar Mangrove (WAM), Surabaya

Objek wisata yang masih tergolong baru ini berada di daerah Gunung Anyar,

sekitar 2 km arah timur kampus UPN Veteran.  Itu sebabnya, kawasan wisata ini

juga sering disebut Mangrove Gunung Anyar. Tempat  ini bisa menjadi obyek

wisata alam, wahana pendidikan lingkungan, serta menjadi alternatif wisata bahari

alami di Surabaya (Panduan Wisata Surabaya, 2015).

WAM Surabaya diresmikan pada tanggal 1 Januari 2010 oleh Walikota

Surabaya waktu itu yakni Bambang D. H. Objek wisata ini mempunya nilai

eksotis, di antaranya karena menggunakan perahu nelayan yang asli untuk menuju

area mangrove. Begitu masuk ke area ini, pengunjung dapat melihat hutan

mangrove, laut, serta flora fauna yang menarik (Panduan Wisata Surabaya, 2015).

2. Ekowisata Mangrove Wonorejo, Surabaya

Kawasan yang berada di lahan seluas 871 hektar ini, menyuguhkan lanskap

yang mengagumkan. Ada banyak obyek yang bisa dinikmati sebagai sajian

wisata. Kawasan ini pun makin ditata dan dijadikan salah satu tempat referensi

bagi wisatawan nusantara maupun mancanegara. Hutan Mangrove Wonorejo,

14

Page 18: STUDI POTENSI HUTAN MANGROVE SEBAGAI EKOWISATA BERBASIS EDUKASI, KONSERVASI, DAN ESTETIKA DI INDONESIA

Rungkut, di Pantai Timur Surabaya (Pamurbaya), kini memiliki banyak yang

nyaman dinikmati. Ada kolam pancing, fasilitas umum, sentra kuliner, dan kapal

wisata (Jawa Timuran, 2013).

Wisata ini dikembangkan sedemikian rupa untuk memanfaatkan waduk

sehingga bisa mengendalikan banjir. Keberadaan hutan mangrove ini pun menjadi

habitat bagi berbagai jenis burung termasuk burung migran dan burung yang

dilindungi seperti Bubut Jawa, Raja Udang, Kuntul, dan lain sebagainya.

Pengunjung juga dimanjakan dengan keindahan pemandangan panorama pantai

dan eksotisnya flora dan fauna yang dapat dilihat secara langsung di joglo yang

berada di tengah pantai (Jawa Timuran, 2013).

3. Wisata Mangrove Probolinggo, Jawa Timur

Di Kota Probolinggo, terdapat wisata kawasan hutan mangrove

(mangroveforest) merupakan kawasan konservasi, dan sudah menjadi kawasan

hutan lindung yang dipenuhi pohon bakau ini mulai dikembangkan untuk

digunakan sebagai objek wisata alternatif yang menarik bagi wisatawan dengan

nuansa yang berbeda. Kawasan wisata ini terdapat di Kelurahan Mangunharjo,

Kecamatan Mayangan, yang menyajikan pemandangan hutan mangrove dan

pesisir pantai yang indah dan sejuk tak jauh dengan Tempat Pelelangan Ikan (TPI)

serta Pelabuhan Tanjung Tembaga. Bahkan Pemkot Probolinggo telah

memasukkan program wisata ini dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah

Daerah (RPMJD) tahun 2006 – 2009 (Jawa Timuran, 2013).

4. Taman Wisata Alam Angke Kapuk, Jakarta

Taman Wisata Alam Angke Kapuk merupakan salah satu contoh hutan

mangrove yang telah dikembangkan dan dimanfaatkan menjadi kawasan

ekowisata. Berlokasi di Kapuk Muara, Pantai Indah Kapuk, Jakarta Utara. Taman

Wisata Alam Angke Kapuk ini memiliki luas 99,82 ha. Kawasan ini didominasi

lahan basah (danau) dengan vegetasi utama mangrove. Kawasan ini dulunya

tambak dan telah direhabilitasi tanaman mangrove seluas 40% (Zamroni, 2014).

15

Page 19: STUDI POTENSI HUTAN MANGROVE SEBAGAI EKOWISATA BERBASIS EDUKASI, KONSERVASI, DAN ESTETIKA DI INDONESIA

Menurut Zamroni (2014), mangrove yang ditanam di Taman Wisata Alam

Angke Kapuk, antara lain bakau besar (Rhizophora mucronata Lam.), bakau

merah/ slindur (Rhizophora stylosa), tancang (Bruguiera gymnorrhiza), serta api-

api/ sia-sia (Avicennia alba). Jika dilihat dari spesiesnya, ada lebih dari sepuluh

spesies.

5. Mangrove Forest Bali, Bali

Obyek Wisata Hutan Mangrove Bali ini merupakan obyek wisata yang alami

yang terletak di Taman Hutan Raya (Tahura) Ngurah Rai di pinggiran Denpasar,

berbatasan langsung dengan Kabupaten Badung. Kawasan hutan mangrove terluas

di Bali ini berlokasi hanya beberapa ratus meter dari Simpang Dewa Ruci, Kuta,

pusat kemacetan terparah di Bali saat ini (Almarogi, 2014).

Luas hutan bakau sekitar 1300 hektar, merupakan hasil kerjasama pemerintah

dengan Japan International Cooperation Agency. Kawasan wisata ini sangat

bagus untuk anak-anak sekolah, untuk bisa mengenal lingkungan lebih dekat,

sering juga dijadikan sebagai tempat penelitian. Di beberapa titik disediakan

tempat khusus untuk menikmati keindahan hutan dan menghirup udara segar yang

jauh dari polusi. Bahkan di tengah hutan disediakan tower untuk bisa melihat

seluruh kawasan hutan (Almarogi, 2014).

16

Page 20: STUDI POTENSI HUTAN MANGROVE SEBAGAI EKOWISATA BERBASIS EDUKASI, KONSERVASI, DAN ESTETIKA DI INDONESIA

BAB IV

KESIMPULAN

Berdasarkan penjelasan yang telah diuraikan sebelumnya maka dapat

disimpulkan bahwa:

1. Hutan mangrove dapat dijadikan ekowisata apabila memenuhi beberapa

syarat, kriteria penilaian dapat dijadikan pedoman dalam ekowisata seperti

ketebalan dan kerapatan pohon, jenis flora atau fauna mangrove, dan kisaran

pasang surut. Selain itu juga harus memberik nilai ekonomi dalam kegiatan

ekosistem di lingkungan obyek wisata; menghasilkan keuntungan secara

langsung untuk pelestarian lingkungan dan tidak langsung bagi para

stakeholders; membangun konstituensi untuk konservasi secara lokal, nasional

dan internasional; mempromosikan penggunaan sumber daya alam yang

berkelanjutan; dan mengurangi ancaman terhadap kenekaragaman hayati yang

ada di obyek wisata tersebut.

2. Area ekowisata hutan mangrove yang telah dikembangkan di Indonesia, di

antaranya Wisata Anyar Mangrove (WAM) dan Ekowisata Mangrove

Wonorejo di Surabaya, Wisata Mangrove Probolinggo di Jawa Timur, Taman

Wisata Alam Angke Kapuk di Jakarta, Mangrove Forest Bali di Bali, dan

lainnya.

3. Produk-produk ekowisata yang ditawarkan oleh hutan mangrove dapat

beragam tergantung pada lokasi dan keadaan hutan mangrove yang akan

dijadikan area ekowisata, seperti wisata perahu, penginapan dan restoran di

atas air, jembatan kayu, outbond, penanaman pohon mangrove langsung pada

habitatnya, camping ground, pemancingan, penjualan suvenis khas mangrove

seperti baju batik mangrove, dan sebagainya. Produk-produk ekowisata hutan

mangrove juga harus memiliki nilai edukasi, konservasi, dan estetika bagi

wisatawan.

17

Page 21: STUDI POTENSI HUTAN MANGROVE SEBAGAI EKOWISATA BERBASIS EDUKASI, KONSERVASI, DAN ESTETIKA DI INDONESIA

DAFTAR PUSTAKA

Alamrogi, Sumarna. 2014. Obyek Wisata Hutan Mangrove di Bali.

http://www.indowisata.co.id/2014/12/obyek-wisata-hutan-mangrove-di-

bali.html. Diakses Tanggal 27 Februari 2015 Pukul 09.58 WIB.

Anonim. 2014. Fungsi dan Manfaat Hutan Mangrove. http://hutan mangrove

jakarta.com/2014/02/04/fungsi-dan-manfaat-hutan-mangrove-3/. Diakses

tanggal 25 Februari 2015 Pukul 23.01 WIB.

Drumm, Andy and Alan Moore. 2002. Ecotourism Development. An Introduction

to Ecotourism Planning. The Nature Conservancy. Arlington, Virginia,

USA.

Fahriansyah dan Dessy, Yoswaty. 2012. Pembangunan Ekowisata di Kecamatan

Tanjung Balai Asahan, Sumatera Utara : Faktor Ekologis Hutan

Mangrove. Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis. 4 (2) : 346-359.

Jawa Timuran. 2013. Ekowisata Mangrove Wonorejo Surabaya. https://jawa

timuran1.wordpress.com/2013/12/12/1430/. Diakses Tanggal 27 Februari

2015 Pukul 09.23 WIB.

Jawa Timuran, 2013. Wisata Manrove Kota Probolinggo. https://jawatimuran 1.

wordpress.com/2013/06/16/wisata-mangrove-kota-probolinggo/. Diakses

Tanggal 27 Februari 2015 Pukul 09.45 WIB.

Khan, Maryam. 2003. Ecoserv. Howard University. USA.

Kusmana, C., S. Wilarso, I. Hilwan, P. Pamoengkas, C. Wibowo, T. Tiryana, A.

Triswanto, Yunasfi, dan Hamzah. 2003. Teknik rehabilitasi mangrove.

Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Muhaerin, Muri. 2008. Kajian Sumberdaya Ekosistem Mangrove untuk

Pengelolaan Ekowisata di Estuari Perancak, Jembrana, Bali. Skripsi

Dep. Manajemen Sumberdaya Perairan FPIK IPB. Bogor.

Mulyadi, Edi., Okik Hendriyanto, dan Nur Fitriani. 2010. Konservasi Hutan

Mangrove Sebagai Ekowisata. Jurnal Ilmiah Teknik Lingkungan. Vol 1.

Panduan Wisata Surabaya. 2015. Wisata Anyar Mangrove Alternatif Wisata

Bahari Alami di Surabaya. http://surabaya.panduanwisata.id/wisata-

18

Page 22: STUDI POTENSI HUTAN MANGROVE SEBAGAI EKOWISATA BERBASIS EDUKASI, KONSERVASI, DAN ESTETIKA DI INDONESIA

alam/wisata-anyar-mangrove-alternatif-wisata-bahari-alami-di-surabaya/.

Diakses Tanggal 27 Februari 2015 Pukul 09.10 WIB.

Pender, L. and R. Sharpley. 2005. The Management of Tourism. SAGE

Publications Ltd. London.

Saparinto, C. 2007. Pendayagunaan Ekosistem Mangrove. Dahara Prize.

Semarang. 236 hal.

Sudiarta, Made. 2006. Ekowisata Hutan Mangrove : Wahana Pelestarian Alam

dan Pendidikan Lingkungan. Jurnal Manajemen Pariwisata Vol. 5 No 12.

Wijayanti, T. 2007. Konservasi Hutan Mangrove sebagai Wisata Pendidikan.

Universitas Pembangunan Nasional Veteran. Surabaya.

Yulianda, F. 2007. Ekowisata bahari sebagai alternatif pemanfaatan sumberdaya

pesisir berbasis konservasi. Makalah Sains Departemen MSP. IPB.

Bogor.

Zamroni, Muhammad. 2014. Hutan Mangrove di Taman Wisata Alam Angke

Kapuk.http://matriphe.com/2014/09/15/hutan-mangrove-di-taman-wisata-

alam-angke-kapuk. Diakses Tanggal 26 Februari 2015 Pukul 00.02 WIB.

19

Page 23: STUDI POTENSI HUTAN MANGROVE SEBAGAI EKOWISATA BERBASIS EDUKASI, KONSERVASI, DAN ESTETIKA DI INDONESIA

LAMPIRAN

1. Wisata Anyar Mangrove, Surabaya

2. Ekowisata Mangrove Wonorejo, Surabaya

20

Page 24: STUDI POTENSI HUTAN MANGROVE SEBAGAI EKOWISATA BERBASIS EDUKASI, KONSERVASI, DAN ESTETIKA DI INDONESIA

3. Wisata Mangrove Probolinggo, Jawa Timur

4. Taman Wisata Alam Angke Kapuk, Jakarta

21

Page 25: STUDI POTENSI HUTAN MANGROVE SEBAGAI EKOWISATA BERBASIS EDUKASI, KONSERVASI, DAN ESTETIKA DI INDONESIA

5. Mangrove Forest Bali, Bali

22

Page 26: STUDI POTENSI HUTAN MANGROVE SEBAGAI EKOWISATA BERBASIS EDUKASI, KONSERVASI, DAN ESTETIKA DI INDONESIA

23