STUDI PENGARUH UNSUR CUACA TERHADAP RESPON FISIOLOGIS DAN PRODUKSI SUSU SAPI PERAH PFH DI DESA DESA CIBOGO DAN LANGENSARI, LEMBANG, BANDUNG BARAT SKRIPSI ADI RAKHMAN PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
64
Embed
STUDI PENGARUH UNSUR CUACA TERHADAP …repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/10272/D...STUDI PENGARUH UNSUR CUACA TERHADAP RESPON FISIOLOGIS DAN PRODUKSI SUSU SAPI PERAH
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
STUDI PENGARUH UNSUR CUACA TERHADAP RESPON FISIOLOGIS DAN PRODUKSI SUSU SAPI PERAH PFH
DI DESA DESA CIBOGO DAN LANGENSARI, LEMBANG, BANDUNG BARAT
SKRIPSI
ADI RAKHMAN
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PRODUKSI TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
RINGKASAN
ADI RAKHMAN. D14104069. 2008. Studi Pengaruh Unsur Cuaca terhadap Respon Fisiologis dan Produksi Susu Sapi Perah PFH di Desa Cibogo dan Langensari, Lembang, Bandung Barat. Skripsi. Program Studi Teknologi Produksi Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Pembimbing Utama : Dr. Ir. Bagus Priyo Purwanto, M.Sc. Agr. Pembimbing Anggota : Ir. Andi Murfi, M.Si.
Sapi perah Peranakan Friesian Holstein (PFH) membutuhkan lingkungan dengan kelembaban relatif (±50%) dan suhu udara (0-240C). Kondisi lingkungan yang sesuai akan menyebabkan respon fisiologis dan produksi susu optimal. Respon fisiologis yang dapat menjadi indikator kenyamanan ternak adalah denyut jantung (HR), frekuensi respirasi (RR), dan suhu rektal (TR). Berdasarkan hal tersebut, perlu diadakan penelitian untuk mengetahui pengaruh fluktuasi unsur cuaca kandang terhadap fluktuasi respon fisiologis dan produksi susu sapi perah.
Penelitian dilaksanakan di sembilan peternakan rakyat, Desa Langensari dan Cibogo, Lembang pada bulan Juli hingga Agustus 2007. Pengukuran unsur cuaca (suhu udara (Ta), kelembaban relatif (RH), kecepatan angin (Va), dan THI) dan respon fisiologis tiap ternak dilakukan pada pagi (06.45-07.45), siang (12.45-13.45), dan sore (16.45-17.45). Pengukuran produksi susu dilakukan pada pukul 04.00-04.45 dan 15.00-15.30. Pengukuran tersebut dilakukan tiga kali, dengan interval pengukuran selama sepuluh hari (satu periode). Data unsur cuaca, respon fisiologis, dan produksi susu diolah secara deskriptif menggunakan nilai rata-rata untuk mengetahui fluktuasi kondisi harian. Perhitungan rataan respon fisiologis dan produksi susu dikelompokkan berdasarkan kondisi ternak yaitu, pedet umur 0 – 2 bulan, pedet lepas sapih, dara, bulan laktasi pertama (bl 1), keempat (bl 4), kelima (bl 5), dan keenam (bl 6). Analisis korelasi dan regresi digunakan untuk mengetahui nilai korelasi dan model regresi antara unsur cuaca terhadap respon fisiologis dan produksi susu.
Rataan Ta pada pagi, siang, dan sore hari berturut – turut sebesar 16,27, 23,64, 21,05 0C, RH sebesar 80,14, 74,59, 80,26 %, Va sebesar 0, 0,5, 0,41 m/s, THI sebesar 62,77, 72,23, 69,02, Rataan HR pedet sebesar 81, 77, 85 kali/menit, RR sebesar 30, 39, 37 kali/menit, dan RT sebesar 38,47, 38,83, 39,04 0C, HR sapi di atas umur satu tahun (dara dan laktasi) sebesar 79, 81, 85 kali/menit, RR sebesar 28, 36, 36 kali/menit, dan RT sebesar 38,26, 39, 390C. Rataan produksi susu pagi dan sore hari kelompok bl 1 sebanyak 9,73 dan 7,47 kg, bl 4 sebanyak 10,08 dan 7,79 kg, bl 5 sebanyak 8,53 dan 7,28 kg, bl 6 sebanyak 7,37 dan 5,12 kg. Unsur cuaca yang paling berpengaruh terhadap respon fisiologis adalah Ta, terhadap RR bl 4 (Yfrekuensi respirasi = - 6,87 + 2,04 Xsuhu udara). Unsur cuaca yang paling mempengaruhi produksi susu yaitu RH, terhadap produksi susu kelompok bl 4 pada pagi hari, (YProduksi Susu = 22,3 – 0,147 XKelembaban relatif).
Kata-Kata : unsur cuaca, respon fisiologis, produksi susu.
ABSTRACT
Study The Effect of Weather Unsure on Physiological Responses and Milk Yield of Friesian Holstein Offspring at Cibogo and Langensari Villages, Lembang,
Bandung Barat
Rakhman, A., B. P. Purwanto., A. Murfi.
The Friesian Holstein Offspring (PFH) need enough low environmental weather, of which relative humidity (RH) is ± 50% and environmental temperature (Ta) is between 0-240C. The suitable environmental conditions (ambient temperature (Ta), relative humidity (RH), air velocity (Va) ) and temperature-humidity index (THI) influence optimally physiological condition and milk production of dairy cow. Physiological condition which could be indicator on animal body safe are: hearth rate (HR), respiration rate (RR), and rectal temperature (RT). Base of these, we need to make the research to measure the effect of weather unsure to physiological responses and milk Production fluctuation. The research was conducted at nine smallholder dairy farms, Langensari and Cibogo village, Lembang for two months (july – august, 2007). Physiological responses and weather unsure for each cow was collected thrice a day (morning, midday, and afternoon). Milk productions were measured in the early mornings and afternoons. These daily measurements were done three times with ten days interval among them. Data of weather unsure, physiological responses, and milk production were calculated using descriptive method to find the daily average fluctuation. The calculation was categorized based on the following conditions, such as 0 – 2 month calf, post weaned calf, one-year calf, first, fourth, fifth, and sixth month lactation. Correlation and regression analysis were measured to find the point of correlation and model of relation of weather unsure to physiological responses and milk productions. Ta in the morning, mid-day and afternoon were respectively 16,27 , 23,64, 21,05 0C, RH are 80,14, 74,59, 80,26 %, Va are 0, 0,5, 0,41 m/s, THI are 62,77, 72,23, 69,02, HR of calf are 81, 77, 85 times/minute, RR are 30, 39, 37 times/minute, RT are 38,47 0C, 38,83 0C, 39,040C, HR of one-year calf and lactation cow are 79, 81, 85 times/ minute, RR are 28, 36, 36 times/minute, and RT are 38,26, 39, 39 0C. The average of milk production at early morning and afternoon at the first month lactation population are 9,73 and 7,47 kg, fourth month lactation are 10,08 and 7,79 kg, fifth month lactation are 8,53 and 7,28 kg, sixth month lactation are 7,37 and 5,12 kg. Ta was the weather unsure which most critical to physiological responses, which was to RR of fourth month lactation population with regression equation as YRR = - 6,87 + 2,04 XTa. RH was The weather unsure which most critical to milk production, which was in fourth month lactation population, with regression equation as Ymilk production = 22,3 – 0,147 XRH.
Latar Belakang .................................................................................. 1 Tujuan ............................................................................................... 1
METODE PENELITIAN ............................................................................ 11
Lokasi dan Waktu.............................................................................. 11 Materi................................................................................................ 11 Prosedur ............................................................................................ 11 Analisis Data ..................................................................................... 14
HASIL DAN PEMBAHASAN.................................................................... 15
Deskripsi Unsur Cuaca Lokasi Penelitian ........................................... 15 Deskripsi Respon Fisiologis Kelompok Ternak .................................. 16 Deskripsi Unsur Cuaca dan Respon fisiologis Kelompok PFH Dara ... 18 Pengaruh Unsur Cuaca terhadap Respon Fisiologis............................. 24 Pengaruh Suhu Rektal terhadap Denyut Jantung dan Frekuensi Respi- rasi ..................................................................................................... 27 Pengaruh Unsur Cuaca terhadap Respon Fisiologis Kelompok Sapi Bulan Laktasi Keempat pada Pagi, Siang, dan Sore ............................ 29 Pengaruh Unsur Cuaca terhadap Produksi Susu .................................. 30
KESIMPULAN DAN SARAN.................................................................... 32
1. Rataan Unsur Cuaca dan THI Lokasi Penelitian............................... 15
2. Rataan Respon Fisiologis Kelompok Ternak Penelitian ................... 18
3. Rataan Produksi Susu pada Pagi dan Sore........................................ 30
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
1. Suhu Tubuh sebagai Keseimbangan antara Pelepasan dengan Pene- rimaan Panas.................................................................................... 5
2. Skema Termoregulasi Temperatur pada Mamalia, dengan Dua Efektor Penyesuai, secara Otonom dan Tingkahlaku ........................ 6
3. Grafik Rataan Fluktuasi Unsur Cuaca Kandang Kelompok Dara...... 20
4. Grafik Rataan Respon Fisiologis Kelompok Sapi Dara .................... 21
5. Grafik Rataan Unsur Cuaca Lokasi Kandang Kelompok Sapi Dara pada Pagi, Siang, dan Sore ............................................................... 22
6. Grafik Rataan Respon Fisiologis Kelompok Sapi Dara pada Pagi, Siang, dan Sore ................................................................................ 23
7. Grafik Regresi Linier antara Suhu udara terhadap Suhu Rektal Ke- lompok Sapi Bulan Laktasi Pertama................................................. 25
8. Grafik Regresi Linier antara Suhu udara terhadap Frekuensi Respirasi Kelompok Sapi Bulan Laktasi Keempat............................ 26
9. Grafik Regresi Linier antara Suhu Udara terhadap Denyut Jantung Kelompok Sapi Bulan Laktasi Pertama ............................................ 26
10. Grafik Regresi Linier antara Suhu Rektal terhadap Frekuensi Respi- rasi Kelompok Pedet........................................................................ 28
11. Grafik Regresi Linier antara Suhu Rektal terhadap Denyut Jantung Kelompok Sapi Bulan Laktasi Pertama ............................................ 28
12. Grafik Regresi Linier antara Kelembaban Relatif terhadap Suhu Rektal Sore Kelompok Sapi Bulan Laktasi Keempat........................ 29
13. Grafik Regresi Linier antara Kelembaban Relatif terhadap Produksi Susu Pagi Kelompok Sapi Bulan Laktasi Keempat........................... 31
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
1. Nilai Korelasi antara Unsur Cuaca dan Respon Fisiologis ................ 37
2. Nilai Korelasi antara Unsur Cuaca dan Produksi Susu...................... 38
3. Nilai Korelasi antara Suhu Rektal terhadap Denyut Jantung dan Frekuensi Respirasi.......................................................................... 39
4. Hasil Pengukuran Unsur Cuaca dan Respon Fisiologis Kelompok Pedet................................................................................................ 40
5. Hasil Pengukuran Unsur Cuaca dan Respon Fisiologis Kelompok Dara................................................................................................. 42
6. Hasil Pengukuran Unsur Cuaca dan Respon Fisiologis Kelompok Bulan Laktasi 1................................................................................ 43
7. Hasil Pengukuran Unsur Cuaca dan Respon Fisiologis Kelompok Bulan Laktasi 4................................................................................ 44
8. Hasil Pengukuran Unsur Cuaca dan Respon Fisiologis Kelompok Bulan Laktasi 5................................................................................ 45
9. Hasil Pengukuran Unsur Cuaca dan Respon Fisiologis Kelompok Bulan Laktasi 6................................................................................ 46
10. Rataan Unsur Cuaca dan Respon Fisiologis Kelompok Pedet selama tiga Periode untuk Analisis Korelasi ................................................ 47
11. Rataan Unsur Cuaca dan Respon Fisiologis Kelompok Dara selama Tiga Periode untuk Analisis Korelasi .............................................. 48
12. Rataan Unsur Cuaca dan Respon Fisiologis Kelompok Bulan Lakta- si 1 selama Tiga Periode untuk Analisis Korelasi ............................. 49
13. Rataan Unsur Cuaca dan Respon Fisiologis Kelompok Bulan Lakta- si 4 selama Tiga Periode untuk Analisis Korelasi ............................. 50
14. Rataan Unsur Cuaca dan Respon Fisiologis Kelompok Bulan Lakta- si 5 selama Tiga Periode untuk Analisis Korelasi ............................. 51
15. Rataan Unsur Cuaca dan Respon Fisiologis Kelompok Bulan Lakta- Si 6 selama Tiga Periode untuk Analisis Korelasi ............................ 52
16. Produksi Susu Selama Tiga Periode ................................................. 53
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Bangsa Sapi Peranakan Friesian Holstein (PFH) merupakan ternak tipe perah
penghasil susu. Sapi PFH dapat hidup dan berproduksi dengan baik di daerah yang
mempunyai kelembaban relatif dan temperatur udara harian yang relatif rendah.
Temperatur nyaman bagi sapi perah adalah antara 0-160C (Yousef,1984), dengan
kelembaban relatif 50% (Esmay,1982), dan nilai THI (temperature humidity index)
antara 35-72 (Johnson,1984). Menurut Sutardi (1981), sapi FH dapat tumbuh dan
berproduksi dengan baik pada lingkungan dengan suhu udara sebesar ± 18 0C dan
kelembaban relatif sebesar ± 55%.
Pemahaman kondisi cuaca yang sesuai untuk peternakan sapi perah
diperlukan untuk menentukan pola manajemen produksi. Menurut Ames dan Insley
(1975), perhitungan ekonomis untuk digunakan dalam sistem manajemen yang
intensif memerlukan perhitungnan yang akurat pada lingkungan fisik.Manajemen
yang baik diharapkan menghasilkan output produksi yang optimal. Faktor fisik yang
penting untuk produktivitas ternak adalah temperatur udara, kelembaban, radiasi
matahari, dan angin (Yousef,1984). Faktor fisik tersebut dapat berpengaruh terhadap
kondisi fisiologis dan produksi susu ternak perah. Kondisi fisiologis yang dapat
dijadikan sebagai indikator kenyamanan ternak adalah denyut jantung, frekuensi
pernafasan, dan suhu rektal (Kelly,1984).
Lembang adalah salah satu sentra peternakan sapi perah di Indonesia dengan
topografi berbukit-bukit, ketinggian ±1247 m dpl, kisaran suhu udara harian antara
± 18 – 27 0C dan kelembaban relatif ± 80,5%. Kondisi cuaca tersebut dapat
berpengaruh terhadap produktivitas populasi sapi perah, sehingga perlu diadakan
evaluasi manajemen lingkungan peternakan secara berkesinambungan dalam upaya
meningkatkan produktivitas suatu peternakan sapi perah.
Tujuan Penelitian
1. Mengetahui pengaruh fluktuasi unsur cuaca terhadap respon fisiologis dan
produksi susu sapi perah PFH di peternakan rakyat, Desa Langensari dan
Cibogo, Kecamatan Lembang.
2. Mengetahui unsur cuaca (suhu udara, kelembaban relatif, dan kecepatan
angin) yang paling berpengaruh terhadap respon fisiologis dan produksi susu.
3. Memberikan saran yang berguna, dari hasil penelitian, bagi manajemen
kondisi cuaca lingkungan peternakan sapi perah, khususnya di Desa
Langensari dan Cibogo, Kecamatan Lembang, Bandung Barat.
TINJAUAN PUSTAKA
Unsur Cuaca dan Iklim
Cuaca adalah nilai atmosfir sesaat pada waktu tertentu di permukaan bumi.
Iklim adalah kesimpulan atau sintesis dari pengukuran-pengukuran unsur-unsur
cuaca pada wilayah yang lebih luas dan waktu yang lebih lama (Handoko,1995).
Temperatur lingkungan adalah intensitas panas yang telah distandarkan dalam derajat
celcius. Ambient temperature (Ta) adalah temperatur rata-rata dari gas atau cairan
(biasanya udara atau air) yang mengelilingi permukaan tubuh. Suhu udara (Tdb/Dry-
bulb temperature) didefinisikan dengan temperatur gas atau campuran gas yang
diindikasikan oleh termometer yang terlindungi dari radiasi. Hasil Pengukuran suhu
udara (Tdb) biasa digunakan untuk mendeskripsikan panas lingkungan (Yousef,
1984).
Kelembaban adalah uap air di udara.Kelembaban relatif adalah perbandingan
uap air aktual (yang terukur) dengan tekanan uap air dalam kondisi jenuh. Angin
adalah massa udara yang bergerak akibat perbedaan tekanan udara antara satu tempat
dengan tempat lainnya (Lakitan, 1994). Menurut Yousef (1984), intensitas panas
lingkungan tergantung pada Tdb dan kelembaban relatif. Kecepatan angin relatif
lambat pada daerah yang lebih rendah. Cara mengukur kecepatan angin adalah
setinggi tubuh ternak. Hal ini penting, karena transfer panas dengan konveksi dan
evaporasi antara ternak dengan lingkungan dipengaruhi oleh kecepatan angin.
Lingkungan Hidup Sapi Friesian-Holstein
Lingkungan hidup hewan adalah total kondisi eksternal yang mempengaruhi
perkembangan, respon, dan pertumbuhan hewan tersebut. Terdapat tiga faktor dalam
lingkungan yaitu sosial, fisik, dan panas. Faktor panas adalah suhu udara,
kelembaban relatif, angin, dan radiasi (Esmay,1982). Menurut Yousef (1984),
kisaran Thermo Neutral Zone (TNZ) sapi perah berada pada 0-16 0C, sedangkan
kisaran temperatur udara yang masih dapat diterima (Acceptable Zone) untuk sapi
perah FH laktasi atau dalam waktu dua minggu setelah diinseminasi adalah 4 - 240 C.
Menurut Yousef (1984), indeks yang baik untuk mengukur panas lingkungan dan
efeknya telah dikembangkan untuk sapi yang disebut temperature-humidity index
atau THI, dan dihitung dengan rumus :
THI = Tbk + (0,36 x Tbb) + 41,2
Keterangan : Tbk : Termometer bola kering. Tbb : Termometer bola basah.
Sapi FH dapat menghasilkan susu secara maksimal apabila lingkungan
hidupnya berada pada kisaran angka THI antara 35 – 72. Bentuk keeratan hubungan
antara nilai THI dengan performa fisiologis ternak menurut tampak pada peubah
produksi susu, konsumsi hay, dan suhu rektal. Dijelaskan lebih lanjut setiap
peningkatan satu angka THI memiliki pengaruh berupa penurunan 0,26 kg produksi
susu, penurunan 0,23 kg konsumsi hay, dan peningkatan 0,12 0C suhu rektal
(Johnson, 1984).
Pennington dan VanDevender (2004) melakukan klasifikasi tersebut dengan
tabel modifikasi Wierama menjadi tiga katagori, yaitu cekaman ringan (nilai THI =
72 – 79), cekaman sedang (nilai THI = 80 – 89), dan cekaman berat (nilai THI = 90 –
98). Sapi perah yang terkena cekaman panas memiliki gejala yang sangat jelas,
terutama dalam hal penurunan produksi susu dan perilaku sapi yang terlihat lesu.
Pertanda umum yang tampak pada saat sapi perah tercekam pada suhu sekitar 26,60
hingga 32,2 0C dan kelembaban udara berkisar antara 50 hingga 90 %, yaitu laju
respirasi yang cepat, berkeringat sebanyak-banyaknya, dan penurunan kira-kira 10%
pada produksi susu dan konsumsi pakan. Menurut Esmay (1982), kelembaban relatif
yang sesuai untuk lingkungan sapi perah adalah 50%. Sapi mudah terpengaruh oleh
kondisi lingkungan yang ekstrim dan perubahan lingkungan yang cepat pada
lingkungan ekstrim tersebut (Mader,2003).
Termoregulasi
Termoregulasi adalah pengaturan suhu tubuh yang bergantung kepada
produksi panas melalui metabolisme dan pelepasan panas tersebut ke lingkungan
(Esmay, 1982). Panas adalah sebuah bentuk energi yang ditransmisikan dari suatu
tubuh ke yang lainnya karena adanya perbedaan temperatur. Temperatur mengacu
pada kemampuan tubuh untuk menyerap panas. Energi didefinisikan sebagai
kapasitas untuk melakukan kerja (Esmay,1982). Etgen (1987) menyatakan, energi
dibutuhkan untuk mendukung fungsi normal tubuh ternak seperti respirasi,
pencernaan, dan metabolisme untuk pertumbuhan dan produksi susu. Pada hewan
yang lebih aktif, lebih banyak energi yang dikeluarkan untuk mendukung
aktivitasnya dan faktor ekstrinsik yang paling besar mempengaruhi metabolisme
adalah temperatur (Scheer, 1963). Homeotermi adalah hasil dari keseimbangan
antara produksi panas dangan pelepasan panas (Gambar 1) dan faktor yang
mempengaruhi produksi panas adalah ukuran tubuh, spesies dan bangsa, faktor
lingkungan, pakan, dan air (Yousef,1984).
Dipengaruhi Oleh : Dipengaruhi Oleh : Sumber : Luas Permukaan Tubuh Hormon Kalorigenik Makanan Penutup Tubuh Produksi : Cadangan Tubuh Pertukaran Air Susu Fermentasi rumen/ Aliran Darah Daging sekum Lingkungan : Wool Lingkungan Suhu Aktivitas otot Kecepatan Angin Kebutuhan Pokok Kelembaban
Non Evaporasi Evaporasi Radiasi Respirasi Konveksi Kulit Konduksi
Pelepasan Panas Produksi Panas
Hipotermia Hipertermia
Normal Suhu Tubuh, 0C
Gambar 1. Suhu Tubuh sebagai Keseimbangan antara Pelepasan dengan Penerimaan Panas
Menurut Hensel (1981), karena ada kontinuitas produksi panas oleh tubuh,
maka keseimbangan hanya mungkin jika ada kontinuitas aliran panas pada perbedaan
temperatur antara tubuh dan lingkungan. Menurut Bligh (1984), pada regulasi
temperatur mamalia (Gambar 2), terdapat dua sensor suhu di dalam tubuh, yaitu
sensor panas dan sensor dingin, yang terdapat pada jaringan syaraf tepi dan syaraf
pusat. Terdapat banyak efektor untuk menyesuaikan panas, diantaranya secara
otonom dan yang lain dengan adaptasi tingkahlaku, yang keduanya berbeda dalam
produksi panas dan pertukaran panas dengan lingkungan.
Sensor Panas cut
sc Efektor Pelepas Panas
ah CNS Jantung &
ah Paru -Paru
sc Efektor Produksi Panas
Sensor Dingin cut
Pembuluh Darah Arteri = umpan balik
Gambar 2. Skema Termoregulasi Temperatur pada Mamalia, dengan Dua Efektor Penyesuai, secara Otonom dan Tingkahlaku
Menurut Robertshaw (1984), homeotermi mensyaratkan produksi atau
penyerapan panas dari lingkungan harus sama dengan pelepasan panas ke
lingkungan, sebagaimana diindikasikan dengan persamaan :
M = ± K ± C ± R ± E
Keterangan :
M : Produksi panas metabolis C : Pertukaran Panas dengan Konveksi K : Pertukaran panas dengan konduksi R : Pertukaran Panas dengan Radiasi E : Pertukaran panas dengan evaporasi pertukaran panas dengan konduksi adalah pertukaran panas dari kulit ke lingkungan
dan melalui proses difusi. Kehilangan panas melalui konveksi berupa perpindahan
uap air di sekitar kulit ternak dan pergantian temperatur adalah hasil dari konduksi
panas dari kulit dengan uap air tersebut.
Menurut Hensel (1981), karena ada kontinuitas produksi panas oleh tubuh,
maka keseimbangan hanya mungkin jika ada kontinuitas aliran panas pada perbedaan
temperatur antara tubuh dan lingkungan. Transfer panas dengan konveksi dan
evaporasi antara ternak dan lingkungan dipengaruhi oleh kecepatan angin
(Yousef,1984). Kecepatan angin tergolong rendah bila di bawah 4 m/s
(Gebremedhin,1984). Transfer panas melalui radiasi adalah transfer panas dengan
pertukaran gelombang elektromagnetik.
Menurut Morrison (1972), kesulitan dalam pelepasan panas dengan secara
sensible, menyebabkan ternak untuk melepas panas secara insensible (evaporasi).
Menurut Robertshaw (1984), sapi meningkatkan pengeluaran panas secara evaporasi
dengan panting dan sweating. Panting adalah peningkatan ventilasi respirasi dengan
pengeluaran panas serta meningkatkan ventilasi ruang mati (dead space). Bond dan
Mcdowell (2008) mengemukakan, evaporasi pada dasarnya dikontrol oleh ternak dan
stres panas yang secara tiba-tiba dapat segera menyebabkan proses fisiologis pada
sapi. Menurut Schmidt-Nielsen (1997), pada saat istirahat, hewan lebih toleransi
terhadap suhu tinggi.
Menurut Esmay (1982), salah satu cara mengurangi kehilanagan panas adalah
dengan mengurangi evaporasi. Produksi panas diatur oleh mekanisme seperti
menggigil, pergantian pada posisi otot, dan sekresi kelenjar endokrin yang
meningkatkan produksi panas. Produksi panas metabolis dihasilkan dari energi kimia
bahan makanan yang ditransfer menjadi energi panas. Keseimbangan panas menurut
Williamson dan Payne (1993) dipengaruhi oleh produksi panas metabolik (produksi
panas basal, panas dari pencernaan, panas dari aktivitas ternak, naiknya metabolisme
untuk proses produksi), panas yang hilang melalui evaporasi (kulit dan pernafasan),
dan panas yang hilang atau didapat dari makanan atau minuman, konduksi, konveksi,
dan radiasi.
Suhu Rektal
Suhu tubuh menunjukkan kemampuan tubuh untuk melepas dan menerima
panas (Esmay,1982). Pengukuran suhu tubuh pada dasarnya sulit dilakukan, karena
pengukuran suhu tubuh merupakan resultan dari berbagai pengukuran di berbagai
tempat (Schmidt-Nielsen, 1997). Menurut Robertshaw (1984), suhu tubuh atau suhu
inti (core temperature) dapat dihitung pada beberapa lokasi. Lokasi yang biasa
digunakan adalah rektal, karena cukup mewakilkan dan kondisinya stabil. Suhu inti
mendominasi penentuan suhu tubuh. Menurut Weeth dkk (2008), temperatur rektal
dan kulit saat siang hari meningkat akibat dehidrasi, dan frekuensi respirasi dan
temperatur tubuh berfluktuasi lebih besar saat dehidrasi.
Menurut Kelly (1984), suhu tubuh yang diukur dengan termometer klinis
bukan indikasi dari jumlah total yang diproduksi, tetapi hanya merefleksikan
keseimbangan antara suhu yang diproduksi dengan suhu yang dilepaskan. Walaupun
temperatur rektal tidak mengindikasikan temperatur tubuh pada hewan, tetapi rektal
adalah tempat yang tepat untuk menginformasikan temperatur tubuh. Suhu rektal
ternak berumur di atas satu tahun berkisar 37,8 – 39,2 0C dan ternak dibawah satu
tahun berkisar 38,6 – 39,8 0C.
Denyut Jantung
Jantung adalah struktur otot (muscular) berongga yang bentuknya
menyerupai kerucut dan siklus jantung adalah urutan peristiwa yang terjadi selama
suatu denyut lengkap Faktor fisiologis yang mempengaruhi denyut jantung pada
hewan normal adalah spesies, ukuran, umur, kondisi fisik, jenis kelamin, tahap
kebuntingan, parturition, rangsangan, tahap laktasi, rangsangan, olah raga, posisi
tubuh, aktivitas sistem pencernaan, ruminasi,temperatur lingkungan (Frandson,
1992). Menurut Schmidt-Nielsen (1975), jantung memiliki suatu kapasitas yang
kompleks untuk berkontraksi tanpa stimulus eksternal.
Denyut jantung normal pada sapi dewasa adalah 55 - 80 kali/menit,
sedangkan pada pedet 100-120 kali/menit. Cara untuk mendeteksi denyut jantung
adalah dengan meraba arteri menggunakan jari hingga denyutan terasa. Pada sapi,
jika dalam kondisi tenang denyut jantung dapat dideteksi dari arteri pada rahang
bawah, arteri median, arteri koksigeal bagian tengah pada ekor, ± 10 cm di bawah
anus (Kelly,1984).
Ternak yang terekspos temperatur lingkungan yang sangat tinggi atau sangat
rendah dapat menyebabkan peningkatan denyut jantung. Mekanismenya adalah
peningkatan suhu darah yang secara langsung mempengaruhi jantung, yang juga
dipengaruhi oleh penurunan tekanan darah yang berasal dari vasodilatasi peripheral.
Proses terakhir adalah peningkatan jumlah adrenalin dan noradrenalin yang
disekresikan untuk pembentukan energi, dengan disertai sekresi hormon lainnya dari
kelenjar endokrin, sehingga menyebabkan peningkatan denyut jantung (Frandson,
1992). Berdasarkan penelitian Seath dan Miller (2008) diketahui bahwa, perubahan
pada suhu udara memiliki efek yang relatif kecil terhadap denyut jantung, dengan
nilai korelasi sederhana dan parsial kurang dari 0,2.
Respirasi
Dua fungsi utama dari sistem respirasi adalah menyediakan oksigen untuk
darah, dan mengambil karbondioksida dari dalam darah. Fungsi-fungsi yang bersifat
sekunder meliputi membantu dalam regulasi keasaman cairan ekstraseluler dalam
tubuh, membantu pengendalian suhu, eliminasi air, dan pembentukan suara. Menurut
Ganong (1983), sistem respirasi (pada alveolus) dapat mengatur kelembaban dan
temperatur udara yang masuk (dingin atau panas) agar sesuai dengan suhu tubuh.
Sistem respirasi terdiri dari paru dan saluran-saluran yang memungkinkan udara
dapat mencapai dan meninggalkan paru (Frandson,1992). Pusat respirasi pada
burung dan mamalia adalah di medula yang sensitif terhadap perubahan pH,
temperatur darah, dan faktor-faktor lain (Duke, 1977). Medula adalah perpanjangan
dari otak yang terletak sepanjang ruas tulang belakang (Esmay, 1982).
Aktivitas respirasi ditandai dengan pergerakan tulang rusuk, tulang dada, dan
perut (merespon kontraksi paru-paru dan pergerakan diafragma), observasi aktivitas
respirasi lebih diutamakan saat ternak dalam posisi berdiri, karena posisi berbaring
akan mempengaruhi respirasi terlebih lagi pada ternak yang sedang sakit.
Pengontrolan frekuensi respirasi dengan cara berdiri pada salah satu sisi ternak, lalu
mengamati daerah dada dan perut, disarankan untuk mengobservasi ternak dari
kedua sisi, untuk mengetahui similaritas pergerakan kedua sisi (Kelly,1984).
Kegiatan Frekuensi respirasi normal pada ternak sapi dewasa adalah 10-30
kali /menit, sedangkan pada pedet sebanyak 15 - 40 kali/menit. Mekanisme respirasi
dikontrol di medula yang sensitif terhadap CO2 pada tekanan darah. Jika tekanan
meningkat sedikit, pernafasan menjadi lebih dalam dan cepat (Esmay,1982).
Peningkatan frekuensi respirasi terjadi ketika ada peningkatan permintaan oksigen
yaitu setelah olah raga, terekspos oleh suhu lingkungan dan kelembaban relatif yang
tinggi, dan kegemukan (Kelly,1984).
Produksi Susu
Menurut Frandson (1992), selama kebuntingan kadar progesteron, estradiol,
steroid adrenal, dan laktogen plasenta di dalam darah relatif tinggi, tetapi kadar
prolaktin umumnya rendah. Hanya sedikit sajalah susu yang disekresi pada saat itu,
tetapi jaringan mamae tumbuh dengan aktif. Pada saat kelahiran, progesteron dan
esterogen turun sangat mendadak, sedangkan prolaktin terlepas dari adenohipofisis
untuk merangsang hipotalamus melepas hambatannya terhadap prolaktin. Prolaktin,
hormone pertumbuhan (STH), dan kortikoid adrenal adalah hormon-hormon esensial
guna memulai laktasi. Hormon yang berperan sebagai faktor utama saat ejeksi susu
adalah oksitosin.
Menurut Foley dkk (1972), Faktor yang mempengaruhi produksi susu adalah
genetik, nutrisi, tahap dan persistensi laktasi, selang waktu pemerahan, jumlah
pemerahan/hari, umur dan ukuran tubuh sapi, siklus estrus dan kebuntingan, periode
masa kering, lingkungan, penyakit dan obat-obatan. Menurut Sudono (2003),
produksi susu per hari mulai menurun setelah laktasi dua bulan.
Panas yang diproduksi oleh ternak laktasi sebanyak dua kali lipat
dibandingkan ternak yang tidak sedang laktasi. Produksi susu dan konsumsi pakan
berkurang secara otomatis untuk mengurangi produksi panas tubuh ketika temperatur
lingkungan meningkat. Penurunan selera makan adalah penyebab utama
berkurangnya produksi susu. Stress panas lebih berpengaruh terhadap ternak yang
berproduksi lebih tinggi. Produksi susu menurun ketika suhu udara meningkat
mendekati 25 0C pada sapi Holstein dan Brown Swiss. Temperatur lingkungan yang
optimal untuk produksi susu adalah sekitar 100C. Jumlah susu yang disekresikan oleh
bangsa sapi eropa menurun pada temperatur sekitar 210C. Penurunan produksi susu
karena stress panas lebih terlihat saat ternak berada pada pertengahan masa laktasi
(Yousef,1984).
METODE
Lokasi dan Waktu
Penelitian lapang dilaksanakan di Peternakan Rakyat Desa Cibogo dan
Langensari, Kecamatan Lembang, Kabupaten Bandung Barat pada bulan Juli hingga
Agustus 2007.
Materi
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah termometer bola basah dan
bola kering, anemometer digital (m/s), termometer klinis, stetoskop, stopwatch, dan
timbangan gantung (kg).
Ternak yang diteliti sebanyak 22 ekor yang dimiliki oleh sembilan peternak.
Kelompok ternak tersebut terdiri dari 7 ekor pedet, 2 ekor sapi dara, 4 ekor sapi
bulan laktasi pertama, 3 ekor sapi bulan laktasi keempat, 3 ekor sapi bulan laktasi
kelima, 3 ekor sapi bulan laktasi keenam. Sapi-sapi tersebut adalah milik sembilan
peternak yang tersebar di Desa Cibogo dan Langensari.
Prosedur
Pengambilan Data
Data penelitian didapat dengan mengukur dan menghitung kondisi unsur
cuaca dan respon fisiologis. Pengambilan data unsur cuaca dan respon fisiologis tiap
ekor ternak dilakukan pada pagi (06.45-07.45 WIBB), siang (12.45 – 13.45 WIBB),
dan sore (16.45 – 17.45 WIBB). Pengukuran respon fisiologis dan produksi susu
harian tiap ternak tersebut dilakukan sebanyak tiga kali, dengan interval pengukuran
sepuluh hari.
Denyut Jantung
Pengukuran denyut jantung dilakukan dengan mengukur jumlah detakan di
bagian dada kiri atas (dekat lengan) dengan menggunakan stetoskop atau dengan
menghitung denyutan pembuluh darah arteri pada ekor.
Penghitungan denyut jantung dengan cara menghitung waktu yang diperlukan
untuk sepuluh kali denyutan lalu dikonversi menjadi jumlah denyutan per menit.
hitungan diulang sebanyak tiga kali dalam setiap pengambilan data denyut jantung.
Data denyut jantung adalah rata-rata dari ketiga penghitungan.
Frekuensi Respirasi
Penghitungan proses respirasi dilakukan dengan mengamati dan menghitung
frekuensi gerakan tulang rusuk, perut, dan atau rongga dada.
Penghitungan frekuensi respirasi dengan cara menghitung waktu yang
diperlukan untuk sepuluh kali respirasi, lalu dikonversi menjadi frekuensi respirasi
per menit. Penghitungan diulang sebanyak tiga kali dalam setiap pengambilan data
frekuensi respirasi. Data frekuensi respirasi adalah rata-rata dari ketiga penghitungan.
Suhu Rektal
Suhu rektal diukur dengan memasukkan termometer klinis ke rektal sapi
sedalam ± 10 cm selama ± 3 menit.
Suhu Udara Kandang
Suhu udara kandang diukur dengan menggunakan termometer bola kering.
Data suhu udara dicatat setelah termometer diletakan di dalam kandang minimal ± 3
menit.
Kelembaban Relatif
Kelembaban relatif dihitung dengan mengkonversi selisih nilai termometer
bola kering dan bola basah dengan nilai termometer bola kering. Data suhu
termometer bola basah dan bola kering dicatat setelah termometer diletakan dalam
kandang minimal ±3 menit.
Temperature Humidity Index (THI)
Menghitung THI dengan rumus Yousef (1984) :
THI = Tbk + (0,36 x Tbb) + 41,2
Tbk : Temperatur termometer bola kering
Tbb : Temperatur termometer bola basah
Kecepatan Angin
Kecepatan angin didapat dengan mengukur rata-rata kecepatan angin selama
± 3 menit di dalam kandang dengan menggunakan anemometer digital (m/s).
Produksi Susu
Produksi susu didapat dengan cara menimbang susu yang dihasilkan tiap ekor
dengan satuan timbang yaitu kilogram. Waktu penimbangan sesuai dengan jadwal
peternak, pada pagi hari penimbangan antara pukul 04.00 - 04.45 WIBB, sedangkan
sore hari antara pukul 15.00 – 15.30 WIBB.
Model
Model yang digunakan dalam analisis pengaruh unsur cuaca terhadap respon
fisiologis adalah regresi linier. Persamaan regresi antara unsur cuaca terhadap respon
fisiologis ternak dikelompokkan berdasarkan perbedaan kondisi ternak (pedet, dara,
dan bulan laktasi) selama tiga periode pengambilan data. Data - data unsur cuaca dan
respon fisiologis yang digunakan dalam analisis korelasi dan regresi linier harian
selama penelitian adalah data rataan pada setiap waktu pengukuran (pagi, siang, dan
sore) tiap periode. Data-data yang digunakan untuk analisis korelasi dan regresi pada
waktu pagi, siang, dan sore adalah data hasil pengukuran pada waktu-waktu tersebut.
Analisis pertama yang dilakukan adalah analisis korelasi, apabila ada korelasi
signifikan dan yang tertinggi, maka akan dibuat persamaan regresinya.
Korelasi dan regresi dihitung dengan menggunakan rumus Walpole (1982) :
Analisis Korelasi :
rxy = n � xi yi – ( � xi ) ( � yi )
� {n � xi 2 – ( � xi )2}{n � yi 2 – ( � yi )2}
Analisis Regresi :
y = a + bx + e
Keterangan :
rxy : Korelasi antara pubah x dan y
Yi : Peubah prediktor (suhu udara, kelembaban relatif, kecepatan
angin, dan THI).
Xi : Peubah respon fisiologis (denyut jantung, frekuensi respirasi,
suhu rektal, dan Produksi susu).
a : intersep
b : kemiringan garis regresi (koefisien prediktor)
n : jumlah sampel yang digunakan
� : jumlah
e : galat
Analisis Data
Fluktuasi unsur cuaca dan respon fisiologis dianalisis dengan menggunakan
nilai rata-rata, korelasi, dan persamaan regresi linier sederhana. Program komputer
yang digunakan dalam análisis tersebut adalah Microsoft Excel dan Minitab 14.12.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Deskripsi Unsur Cuaca Lokasi Penelitian
Rataan suhu udara pada pagi, siang, dan sore hari berturut-turut sebesar
16,27 0C, 23,64 0C, dan 21,05 0C. Kondisi tersebut masih sesuai untuk ternak sapi
perah. Rataan suhu udara pada pagi hari (16,27 0C) mendekati batas maksimal zona
nyaman / TNZ (16 0C). Menurut Yousef (1984), temperatur nyaman (TNZ) bagi sapi
perah adalah 0-16 0C dan rataan suhu udara yang masih dapat diterima oleh ternak
laktasi dan atau dalam waktu dua minggu setelah dikawinkan adalah 4-24 0C.
Menurut Foley dkk (1972), produksi susu dan konsumsi pakan berkurang secara
otomatis untuk mengurangi produksi panas tubuh ketika temperatur lingkungan
meningkat.
Kelembaban relatif di lokasi penelitian pada pagi, siang, dan sore hari
berturut-turut sebesar 80,14%, 74,59%, dan 80,26%. Kelembaban relatif tidak sesuai
untuk ternak perah karena masih cukup tinggi. Menurut Esmay (1982), kelembaban
relatif yang sesuai untuk lingkungan sapi perah adalah 50%. Rataan fluktuasi unsur
cuaca harian selama penelitian dan rataan pada pagi, siang, dan sore dapat dilihat
pada Tabel 1.
Tabel 1. Rataan Unsur Cuaca dan THI Lokasi Penelitian
Unsur Cuaca Waktu Pengukuran
Pagi Siang Sore
Suhu Udara (0C) 16.27 23.64 21.05
Kelembaban Relatif (%) 80.14 74.59 80.26
Kecepatan Angin (m/s) 0 0.5 0.41
THI 62.77 72.23 69.02
Kecepatan angin pada pagi hari yaitu 0 m/s. Rataan kecepatan angin pada
siang hari meningkat hingga mencapai 0,5 m/s. Rataan kecepatan angin di lokasi
penelitian relatif rendah, karena kecepatan angin di bawah 4 m/s tergolong rendah
(Gebremedhin,1984). Pada lokasi ini, penganginan tambahan untuk membantu
proses konveksi dan evaporasi diperlukan, karena rataan kelembaban relatif harian
cukup tinggi terutama pada pagi hari begitu juga suhu udara pada siang hari.
Menurut Yousef (1984), transfer panas dengan konveksi dan evaporasi antara ternak
dan lingkungan dipengaruhi oleh kecepatan angin. Menurut Robertshaw (1984),
kehilangan panas melalui konveksi berupa perpindahan uap air di sekitar kulit ternak
dan perubahan temperatur adalah hasil dari konduksi panas antara kulit dengan uap
air tersebut. Pertukaran panas dengan konduksi adalah pertukaran panas dari kulit ke
lingkungan dan melalui proses difusi.
Menurut Johnson (1984), untuk mengevaluasi hubungan performa fisiologis
ternak terhadap lingkungan dengan cara menghitung indeks suhu dan kelembaban
(THI). Rataan THI harian (62,77) masih sesuai untuk lingkungan ternak sapi perah.
Rataan THI pada siang hari (72,23) sedikit melebihi batas angka THI yang sesuai
untuk lingkungan hidup sapi FH. Pennington, VanDevender (2004), dan Johnson
(1984) mengemukakan, angka THI sebesar 72 sebagai awal dari cekaman
lingkungan.
Deskripsi Respon Fisiologis Kelompok Ternak
Pada penelitian ini, rataan suhu rektal seluruh kelompok sapi normal. Pada
siang hari, rataan suhu rektal sebagian kelompok meningkat akibat pengaruh
peningkatan suhu udara kandang. Suhu udara kandang dapat mempengaruhi suhu
tubuh melalui mekanisme konduksi. Peningkatan suhu tubuh dapat diakibatkan juga
oleh radiasi. Menurut Weeth dkk (2008), temperatur rektal dan kulit saat siang hari
meningkat akibat dehidrasi, dan frekuensi respirasi dan temperatur tubuh berfluktuasi
lebih besar saat dehidrasi.
Rataan suhu rektal tertinggi yaitu pada kelompok pedet, sebesar 39,04 0C.
Menurut Kelly (1984), suhu rektal ternak yang berumur di atas satu tahun berkisar
antara 37,98 – 38,9 0C dan ternak di bawah satu tahun berkisar antara 38,43 – 39,06 0C. Rataan suhu rektal kelompok ternak bulan laktasi pertama (38,61 0C) lebih tinggi
dibanding bulan laktasi keempat (38,52 0C), kelima (38,5 0C), dan dara (38,41 0C).
Hal tersebut diduga karena metabolisme energi untuk proses produksi susu pada
bulan laktasi pertama lebih tinggi, sehingga produksi panas yang dihasilkan relatif
lebih tinggi juga. Faktor yang mempengaruhi produksi panas adalah ukuran tubuh,
spesies dan bangsa, faktor lingkungan, pakan, dan air (Yousef,1984). Menurut
Schmidt-Nielsen (1975), saat istirahat, hewan lebih toleransi terhadap suhu tinggi.
Rataan frekuensi respirasi dalam kisaran normal pada kelompok pedet (37
kali/menit) dan dara (29 kali/menit). Pada kelompok sapi laktasi, rataan frekuensi
respirasi di atas kisaran normal (>30 kali/menit). Menurut Kelly (1984), frekuensi
respirasi normal pada sapi dewasa antara 10 – 30 kali/menit, sedangkan pada pedet
antara 15 – 40 kali/menit. Menurut Esmay (1982), mekanisme respirasi dikontrol di
medula yang sensitif terhadap CO2 pada tekanan darah, dan jika tekanan meningkat
sedikit, pernafasan menjadi lebih dalam dan cepat. Medula adalah perpanjangan dari
otak yang terletak sepanjang ruas tulang belakang. Peningkatan frekuensi respirasi
terjadi ketika ada peningkatan permintaan oksigen yaitu setelah olah raga, terekspos
oleh suhu lingkungan dan kelembaban relatif yang tinggi, dan kegemukan (Kelly,
1984). Rataan fluktuasi respon fisiologis selama penelitian dan rataan pada pagi,
siang, dan sore dapat dilihat pada Tabel 2.
Pada sapi laktasi, oksigen juga dibutuhkan dalam pembentukan energi untuk
sintesis susu. Menurut Robertshaw (1984), homeotermi mensyaratkan produksi atau
penyerapan panas dari lingkungan harus sama dengan pelepasan panas ke
lingkungan. Menurut Morrison (1972), kesulitan dalam pelepasan panas dengan cara
sensible, menyebabkan ternak untuk melepas panas secara insensible (evaporasi).
Menurut Robertshaw (1984), sapi meningkatkan pengeluaran panas secara evaporasi
dengan panting dan sweating.Hensel (1981) mengemukakan, aliran panas melalui
konduksi, konveksi, dan radiasi sesuai dengan perbedaan temperatur antara tubuh
dengan lingkungan.
Sebagian besar kelompok sapi memiliki frekuensi denyut jantung di luar
kisaran normal. Menurut Kelly (1984), kisaran denyut jantung normal pada sapi
dewasa adalah 55 - 80 kali/menit dan pada pedet adalah 100-120 kali/menit. Rataan
denyut jantung normal hanya pada kelompok sapi bulan laktasi pertama (75
kali/menit) dan kelima (80 kali/menit). Rataan denyut jantung kelompok sapi bulan
laktasi keenam adalah yang tertinggi dan berada di luar kisaran normal. Hal demikian
dipengaruhi oleh rataan suhu rektal dan frekuensi respirasi yang cukup tinggi. Rataan
frekuensi respirasi, suhu rektal, dan denyut jantung kelompok sapi bulan laktasi
keenam adalah yang tertinggi dalam kelompok sapi laktasi.
Rataan denyut jantung harian pada kelompok pedet berada di bawah kisaran
normal dan pada kelompok sapi bulan laktasi keempat dan keenam di atas kisaran
normal. Kondisi tersebut diduga karena kebutuhan nutrisi belum terpenuhi dengan
baik, sehingga menyebabkan denyut jantung tidak normal. Sebagian besar peternak
yang sapinya diteliti belum menerapkan manajemen pemberian pakan berdasarkan
kondisi tubuh sapi. Menurut Cristoppherson (1984), denyut jantung dan aliran darah
lebih dipengaruhi oleh konsumsi pakan dan hasil proses fermentasi di rumen
memiliki efek terhadap aliran darah.
Tabel 2. Rataan Respon Fisiologis Kelompok Ternak Penelitian
Respon Fisiologis Kondisi Ternak Waktu Pagi Siang Sore
Suhu Rektal (0C) Pedet 38.47 38.83 39.04 Dara 37.98 38.38 38.85 Bulan Laktasi 1 38.21 38.73 38.9 Bulan Laktasi 4 38.33 38.54 38.68 Bulan Laktasi 5 38.4 38.37 38.72 Bulan Laktasi 6 38.38 38.79 38.86 Rataan 38.29 38.61 38.84
pagi (r = -0,744, P < 0,05, dan rsq(adj) = 0,489). Persamaan tersebut dapat
diinterpretasikan bahwa, peningkatan satu satuan RH dapat menurunkan produksi
susu sebanyak 0,147 kg.
K e l e m ba ba n R e l a ti f
Prod
Sus
u (K
g)
9 0858 07570
� � ��
� � �
� � ��
� � �
� � ��
� �
� ��
Gambar 13. Grafik Regresi Linier antara Kelembaban Relatif terhadap Pro- duksi Susu Pagi Kelompok Bulan Laktasi Keempat
Hal tersebut diduga karena kelembaban relatif kurang sesuai dan cukup tinggi
(80,14%), sehingga menghambat proses evaporasi dan konveksi. Hambatan proses
evaporasi dan konveksi dapat menghambat pelepasan panas pada tubuh ternak. Panas
tubuh yang tidak sesuai dapat mengganggu mekanisme produksi susu, sehingga pada
penelitian ini dapat disimpulkan bahwa, kelembaban relatif berkorelasi negatif
terhadap produksi susu (r = - 0,744).
Sapi FH menurut Johnson (1984) dapat menghasilkan susu secara maksimal
apabila lingkungan hidupnya berada pada kisaran angka THI antara 35 – 72.
Pertanda umum yang tampak saat sapi perah tercekam pada suhu antara 26,6 – 32,2 0C dan kelembaban udara antara 50-90 % yaitu, laju respirasi yang cepat, berkeringat
sebanyak – banyaknya, dan penurunan kira-kira 10% pada produksi susu dan
konsumsi pakan (Pennington dan VanDevender, 2004).
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Frekuensi respirasi dan suhu rektal paling dipengaruhi oleh suhu udara.
Produksi susu paling dipengaruhi oleh kelembaban relatif. Pada siang hari, kondisi
cuaca berpotensi menyebabkan cekaman ringan pada ternak.
Saran
Perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk mengetahui efektivitas teknis dan
ekonomis melalui manipulasi iklim mikro dan manipulasi pemberian pakan.
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena atas karunia dan
rahmatNya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik. Shalawat serta salam
diperuntukkan kepada Rasulullah SAW beserta para sahabat, keluarga, dan orang-
rang shaleh yang selalu meneladaninya.
Ucapan terima kasih yang tak terhingga penulis sampaikan kepada kedua
orang tuaku, ibu dan bapak, atas kasih sayang terbaiknya yang selalu dicurahkan
kepada penulis. Kepada adik-adikku (Emil Rakhman, Evan Rakhman, Arif
Rakhman), atas keceriaannya. Kepada Prof. Dr. Ir. Iman Rahayu H S, M.S. atas
bimbingannya kepada penulis selama pendidikan di IPB. Kepada Dr. Ir. Bagus P
Purwanto, M. Agr., sebagai pembimbing utama skripsi, dan Ir. Andi Murfi, M.Si.,
sebagai pembimbing anggota, atas bimbingan, kesabaran, dan ilmu yang diberikan
dalam pembuatan konsep penelitian, makalah seminar, hingga penyelesaian
penulisan skripsi. Kepada Ir. Kukuh Budi S, M.S., Ahmad Yani, S.T.P., M.Si., Dr.
Despal, S.Pt., M.Si., atas saran - saran yang diberikan dalam penulisan skripsi.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Dr. Ir. Cece Sumantri,
M.Agr., atas bantuan penyediaan proyek penelitian dan Iyep Komala, S.Pt., atas
bimbingannya selama penelitian di Lembang. Kepada keluarga besar Bapak Emir di
Gunung Putri dan keluarga besar Ibu Ai di Langensari, Lembang, atas perhatian dan
bantuan penginapan yang diberikan kepada penulis ketika melakukan penelitian
lapang. Kepada pihak KPSBU, terutama Korwil Gunung Puteri dan Cibogo (Bpk.
Dede Wawan dan Bpk. Deden). Kepada teman-teman penelitian (Nia K, Andri S, M
Alfian, Nasrullah, Yongki W P, Fitria A, Riva T, Yuni F, Oktarianti D P, Fitria B Y,
Mira S, Anis A, Yeni M, Ayu P, Irma R), atas kekompakannya. Kepada seluruh
civitas akademika Fakultas Peternakan IPB, khususnya teman-teman TPT 41 atas
kebersamaannya dalam menyelesaikan pendidikan sarjana selama empat tahun.
Kepada teman-teman BEM KM 2005-2006, HIMAPROTER 2006-2007, Saroji,
Abdi R R, Joko S, Saefan J, Yogi S, Mas Yudi A, G Tomiandri, Mas Indra, Sutanto,
Akh Triono, Akh Komaruddin, S.Pt., Akh Mohammad Hatta, S.Hut., M.Si
(Murobbiku), dan semua teman-temanku atas dukungan dan motivasinya dalam
menyelesaikan skripsi.
DAFTAR PUSTAKA
Bond, J. dan R. E. Mcdowell. 2008. Reproductive performance and physiological responses of beef females as affected by a prolonged high environmental temperature. http://jas.fass.org.[10 Maret 2008].
Duke, G.E. 1977. Respiration in Birds. Dalam : M. J. Swenson (Editor). Duke’s Physiology of Domestic Animals, Review of Medical Physiology, Edisi Ke-9. Cornell University Press, London.
Esmay, M.L. 1982. Principles of Animal Environmental. AVI Publishing Company Inc.,Connecticut.
Etgen, W. M., R.E.James, dan P. M. Reaves. 1987. Dairy Cattle and Feeding Management. John Wiley Sons, Canada.
Foley, R. C., D. L. Bath., F. N. Dickinson., H. A. Tucker. 1972. Dairy Cattle : Principles, Practices, Problems, Profits. LEA & Febiger, Philadelphia.
Frandson, R.D. 1992. Anatomi dan Fisiologi Ternak. Terjemahan : B. Srigandono dan K. Praseno. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Ganong. 1983. Review of Medical Physiology. Edisi Ke-11. Lange Medical Publication, California.
Gebremedhin, K. G. 1984. Heat Exchange Between Livestock and Environment. Dalam : M .K. Yousef (Editor). Stress Physiology of Livestock, Volume I : Basic Principle. CRC Press Inc., Florida.
Handoko.1993. Klimatologi Dasar : Landasan Pemahaman Fisika Atmosfer dan Unsur-Unsur Iklim. GFM-FMIPA IPB, Bogor.
Hensel, H. 1981. Thermoreception and Temperature Regulation. Academic Press Inc., New York.
Johnson, H.D. 1984. Physiology Respons and Productivity of Cattle. Dalam : M.K.Yousef (Editor). Stress Physiology of Livestock, Volume II : Ungulates. CRC Press Inc., Florida.
Lakitan, B. 1994. Dasar - Dasar Klimatologi. P.T. Raja Grafindo, Jakarta.
Mader, T. L. 2003. Environmental Stress in Confined Beef Cattle. http://jas.fass.org/ cgi/ content/full/81/14 suppl 2/E110.
Pennington, J.A. dan K.VanDevender. 2004. Heat Stress in Dairy Cattle. http://www.uaex.edu/other areas/publication/html.[19 Mei 2004].
Robertshaw, K. G. 1984. Heat Loss of Cattle. Dalam : M.K. Yousef (Editor). Stress Physiology of Livestock, Volume I : Basic Principle. CRC Press Inc., Florida.
Schmidt-Nielsen, K. 1997. Animal Physiology : Adaptation and Environment. 5th Edition. Cambridge University Press, Cambridge.
Seath, D. M. dan G. D. Miller. 2008. The relative importance of high temperature and high humidity as factors influencing respiration rate, body temperature, and pulse rate of dairy cows. J.Dairy Sci. [23 Juli 2008].
Sudono, A., R. F. Rosdiana, dan B. S. Setiawan. 2003. Beternak Sapi Perah secara Intensif. Agromedia Pustaka, Jakarta.
Sutardi, T. 1981. Sapi Perah dan Pemberian Makanannya. Departemen Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak. Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Walpole, R. E. 1995. Pengantar Statistika. Edisi ke-3. PT Gramedia Pustaka Utama : Jakarta.
Weeth, H. J., J. E. Hunter, dan E. L. Piper. 2008. Effect of Salt Water Dehydration on Temperature, Pulse, and Respiration of Growing Cattle. http://jas.fass.org.[10 Maret 2008].
Williamson, G dan W.J.A. Payne. 1993. Pengantar Peternakan di Daerah Tropis. Terjemahan: SGN D. Darmadja. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.
Yousef, M.K. 1984a. Heat Production : Mechanisms and Regularion. Dalam : M.K.Yousef (Editor). Stress Physiology of Livestock, Volume I : Basic Principle. CRC Press Inc., Florida.
-----------------. 1984d. Thermoneutral Zone. Dalam : M. K. Yousef (Editor). Stress Physiology of Livestock, Volume I : Basic Principle. CRC Press Inc., Florida.
-----------------. 1984b. Measurement of Heat Production and Heat Loss. Dalam : M. K. Yousef (Editor). Stress Physiology of Livestock, Volume I : Basic Principle. CRC Press Inc., Florida.
-----------------. 1984c. Thermal Environment. Dalam : M. K. Yousef (Editor). Stress Physiology of Livestock, Volume I : Basic Principle. CRC Press Inc., Florida.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Nilai Korelasi antara Unsur Cuaca dan Respon Fisiologis
Suhu Kelembaban Kecepatan Kondisi Ternak Udara Relatif Angin THI
Lampiran 2. Nilai Korelasi antara Unsur Cuaca dan Produksi Susu
Suhu Kondisi Ternak Udara
Kelembaban Relatif
Kecepatan Angin THI
Bulan Laktasi Pertama Produksi Susu Pagi 0,257 -0,213 - 0,271 Produksi Susu Sore 0,065 -0,12 0,17 0,006 Bulan Laktasi Keempat Produksi Susu Pagi -0,361 (-)0,744* - -0,384 Produksi Susu Sore -0,366 -0,447 -0,151 -0,452 Bulan Laktasi Kelima Produksi Susu Pagi 0,244 0,187 - 0,228 Produksi Susu Sore -0,265 0,203 0,055 -0,265 Bulan Laktasi Keenam Produksi Susu Pagi 0,092 0,314 - 0,065 Produksi Susu Sore 0,26 -0,304 -0,357 0,307
Lampiran 3. Nilai Korelasi antara Suhu Rektal terhadap Denyut Jantung dan Frekuensi Respirasi
Kondisi Ternak Denyut Jantung Frekuensi Respirasi
Pedet 0,234 0,771 Dara 0,177 0,426 Bulan Laktasi Pertama 0,636 0,671 Bulan Laktasi Keempat 0,317 0,37 Bulan Laktasi Kelima 0,397 0,644 Bulan Laktasi Keenam 0,229 0,061
Lampiran 4. Hasil Pengukuran Unsur Cuaca dan Respon Fisiologis Kelompok Pedet